analisis pelaksanaan perda outsourcing peraturan daerah provinsi jawa timur nomor 9 tahun 2013

31
PERTEMUAN ANGGOTA FORKOM-SIER SURABAYA Disampaikan oleh ; ATMARI, S.H.,M.H. Wisma SIER Surabaya, 27 Maret 2014

Upload: sanne

Post on 13-Jan-2016

211 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

DEWAN PENGURUS PROVINSI JAWA TIMUR. ASOSIASI PENGUSAHA INDONESIA. The Employers' Association of Indonesia. ANALISIS PELAKSANAAN PERDA OUTSOURCING PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 Tentang Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. PERTEMUAN - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

PERTEMUANANGGOTA FORKOM-SIER SURABAYA

Disampaikan oleh ; ATMARI, S.H.,M.H.

Wisma SIER Surabaya, 27 Maret 2014

UU No. 13/2003 tentang

Ketenagakerjaan

Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66,

UU No. 13/2003 tentang

Ketenagakerjaan

Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66,

Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011

tanggal 17 Januari 2012 mengenai

Uji Materiil Pasal 59, Pasal 64, Pasal

65 dan Pasal 66 UU No. 13 Tahun

2003 terhadap UUD Negara RI

Tahun 1945

Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011

tanggal 17 Januari 2012 mengenai

Uji Materiil Pasal 59, Pasal 64, Pasal

65 dan Pasal 66 UU No. 13 Tahun

2003 terhadap UUD Negara RI

Tahun 1945

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 9

Tahun 2013 Tentang

Penyerahan Sebagian

Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 9

Tahun 2013 Tentang

Penyerahan Sebagian

Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain

PERMENAKERTRANS

Nomor 19 Tahun 2012

TentangSyarat-Syarat Penyerahan

Sebagian Pelaksanaan

Pekerjaan Kepada Perusahaan lain

PERMENAKERTRANS

Nomor 19 Tahun 2012

TentangSyarat-Syarat Penyerahan

Sebagian Pelaksanaan

Pekerjaan Kepada Perusahaan lain

Asas Lex superior derogat legi inferiori : Asas yang menyatakan bahwa jika terjadi konflik atau pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang tinggi dengan yang rendah maka yang tinggilah yang harus didahulukan.

Asas Lex specialis derogat legi generalis : Asas yang menyatakan bahwa jika terjadi konflik atau pertentangan antara undang-undang yang khusus dengan umum maka yang khusus yang berlaku.

Asas Lex posteriori derogat legi priori : Asas yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang terkemudian menyisihkan peraturan perundang-undangan yang terdahulu.

UU No. 32 tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah

 Pasal 146

1. Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah.

2. Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan

Pasal 7(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;d. Peraturan Pemerintah;e. Peraturan Presiden;f. Peraturan Daerah Provinsi; dang. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Pasal 8 ayat (1)Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Pasal 8 ayat (2)Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakuikeberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Penjelasan ayat (2)Yang dimaksud dengan “berdasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraanurusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 8 ayat (1)Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Pasal 8 ayat (2)Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakuikeberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Penjelasan ayat (2)Yang dimaksud dengan “berdasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraanurusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

PERMENAKERTRANS NO. 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN

SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN

I. Pemborongan Pekerjaan, atau

II. Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh

I. PEMBORONGAN PEKERJAAN

1. Syarat pemborongan pekerjaan :a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik

manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan.b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung

dari pemberi pekerjaan. c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara

keseluruhan;d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung

2. Alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan Alur dibuat oleh asosiasi sektor usaha. Harus menggambarkan proses pelaksanaan pekerjaan dari

awal sampai akhir dan pemisahan kegiatan utama dan kegiatan penunjang.

Tujuannya dipergunakan sebagai dasar bagi perusahaan pemberi pekerjaan untuk melakukan pemborongan pekerjaan.

3. Jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan, harus dilaporkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan kepada Disnaker kab/kota.Disnaker Kab/Kota mengeluarkan bukti pelaporan paling lambat 1 minggu sejak pelaporan dilaksanakan oleh perusahaan pemberi pekerjaan.

4. Apabila pemborongan pekerjaan telah dilaksanakan sebelum memiliki bukti pelaporan, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan penerima pemborongan pekerjaan beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan.

5. Perjanjian pemborongan pekerjaan harus didaftarkan ke Disnaker Kab/kota tempat pemborongan pekerjaan dilakukan. Disnaker menerbitkan bukti pendaftaran paling lambat 5 hari kerja.

6. Perusahaan penerima pemborongan harus Badan Hukum7. Perjanjian kerja dalam pemborongan pekerjaan wajib

memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak pekerja/buruh sesuai peraturan perundang-undangan.

Lanjutan...

II. PENYEDIAAN JASA PEKERJA/ BURUH

1. Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh hanya dapat dilakukan untuk kegiatan : Usaha pelayanan kebersihan; Usaha penyediaan makanan bagi pekerja; Usaha tenaga pengaman; Usaha jasa penunjang dipertambangan dan

perminyakan; Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.

2. Perusahaan Penyedia Jasa pekerja/buruh dilarang menyerahkan sebagian atau seluruh pekerjaan yang diperjanjikan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lain

Lanjutan ….

3. Ijin Operasional Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruha. Berlaku selama 3 (tiga) tahun (sebelumnya 5 (lima) tahun).b. Dikeluarkan oleh Disnaker provinsi paling lambat 14 hari kerja.c. Berlaku untuk Kab/Kota di provinsi setempat.d. Disnaker provinsi dapat mencabut izin operasional berdasarkan

rekomendasi dari Disnaker kabupaten/kota apabila perjanjian penyediaan jasa pekerja/ buruh dan perjanjian kerja tidak didaftarkan.

4. PPJP/B harus berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan

5. Perjanjian Kerja Perusahaan penyedia Jasa Pekerja/Buruh dengan hubungan kerja PKWT memuat :

a. Jaminan kelangsungan bekerja;b. Jaminan terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan

peraturan perundang-undangan dan yang diperjanjikan;c. Jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian

Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh untuk menetapkan upah.

6. Mengatur hak-hak pekerja meliputi :a. Hak atas cuti;b. Hak atas jaminan sosial tenaga kerja;c. Hak atas THR;d. Hak istirahat mingguan;e. Hak menerima ganti rugi dalam hal hubungan kerja

sebelum Perjanjian Kerja berakhir;f. Hak atas penyesuaian upah sesuai masa kerja;g. Hak-hak lain yang telah diatur dalam peraturan

perundang-undangan atau Perjanjian Kerja7. Perjanjian penyediaan jasa harus didaftarkan kepada

Disnaker Kab/kota. Bukti pendaftaran diterbitkan paling lambat 7 hari kerja

8. Perjanjian kerja harus dicatatkan.

Lanjutan

PERDA.PROV. JATIM NO. 9 TAHUN 2013TENTANG

PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN

BAB I KETENTUAN UMUM PASAL 1 - 2

BAB II ASAS DAN TUJUAN PASAL 3 - 4

BAB III RUANG LINGKUP PASAL 5

BAB IV PELAKSANAAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

PASAL 6 - 17

BAB V PELAKSANAAN PENYEDIAAN JASA PEKERJA/BURUH

PASAL 18 - 25

BAB VI IZIN OPERASIONAL PPJP PASAL 26 - 29

BAB VII PENGAWASAN PASAL 30 - 33

BAB VIII SANKSI ADMINISTRASI PASAL 34

BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN PASAL 35

BAB X KETENTUAN PIDANA PASAL 36

BAB XI KETENTUAN PERALIHAN PASAL 37

BAB XII KETENTUAN PENUTUP PASAL 38 - 39

Pasal 1

8. Perusahaan penerima pemborongan adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk menerima pelaksanaan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan lintas kabupaten/kota di Jawa Timur

10. Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pemborongan lintas kabupaten/kota yang memuat hak dan kewajiban para pihak.

12. Kegiatan utama perusahaan adalah bagian-bagian dalam proses produksi usaha pokok yang apabila tidak dilakukan menyebabkan berhentinya usaha.

13. Kegiatan penunjang adalah bagian proses produksi usaha tambahan pendukung pokok produksi yang menghasilkan nilai tambah.

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

Pasal 37

Perusahaan Penerima Pemborongan dan PPJP yang telah melakukan kegiatan operasional sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan daerah ini diundangkan

Pasal 38Peraturan pelaksana Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan setelah Peraturan Daerah ini diundangkan.

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 6.

1.PERSUAHAAN DAPAT MENYERAHKAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN MELALUI SUATU PEMBORONGAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN;

2.PEKERJAAN YANG DAPAT DISERAHKAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT 1 ADALAH KEGIATAN PENUNJANG;

3.PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT 1 HARUS BERBADAN HUKUM.

PASAL 7.

PEKERJAAN YANG DAPAT DISERAHKAN KEPADA PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN HARUS MEMENUHI SYARAT SEBAGAI BERIKUT :

a.DILAKUKAN SECARA TERPISAH DARI KEGIATAN UTAMA BAIK MANAJEMEN MAUPUN KEGIATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN;

b.DLAKUKAN DENGAN PERINTAH LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG DENGAN PEMBERI PEKERJAAN;

c.MERUPAKAN KEGIATAN PENUNJANG PERUSAHAAN SECARA KESELURUHAN;

d.TIDAK MENGHAMBAT PROSES PRODUKSI SECARA LANGSUNG;

e.PERUSAHAAN PEMBERI PEKERJAAN DAN PERUSAHAAN PENERIMA PEKERJAAN BERSIFAT LINTAS KABUPATEN/KOTA.

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 8

1.PEKERJAAN PENUNJANG YANG DAPAT DIBORONGKAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA PASAL 6 AYAT 1 HARUS MEMILIKI KARAKTERISTIK :

a. KEGIATAN YANG TIDAK BERHUBUNGAN SECARA LANGSUNG DENGAN KEGIATAN PROSES PRODUKSI BARANG ATAU JASA;

b. KEGIATAN YANG MENDUKUNG DAN MEMPERLANCAR PELAKSANAAN PEKERJAAN SESUAI DENGAN ALUR KEGIATAN KERJA PERUSAHAAN PEMBERI PEKERJAAN; DAN

c. KEGIATAN TERSEBUT BUKAN MERUPAKAN SALAH SATU SIKLUS/ALUR/TAHAPAN ATAU BAGIAN DALAM PROSES PERUDUKSI BARANG / JASA.

2.PERUSAHAN PEMBERI PEKERJAAN DILARANG MENYERAHKAN PELAKSANAAN PEKERJAAN UTAMA/POKOK PERUSAHAAN KEPADA PERSUAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN;3.PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN DILARANG MENERIMA PENYERAHAAN PELAKSANAAN PEKERJAAN UTAMA/POKOK DARI PERUSAHAAN PEMBERI PEKERJAAN;4.PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN DILARANG MENGALIHKAN PEMBORONGAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN;

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 9.

1.PERUSAHAAN PEMBERI PEKERJAAN DAPAT MENYERAHKAN PELAKSANAAN SEBAGIAN PEKERJAAN PADA PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN SETELAH DITETAPKAN ALUR KEGIATAN PROSES PELAKSANAAN PEKERJAAN OLEH ASSOSIASI SEKTOR USAHA YANG BERSANGKUTAN;

2.DALAM HAL BERLUM TERBENTUK ASSOSIASI SEKTOR USAHA SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT 1, MAKA DINAS MENFASILITASI PEMBENTUKAN ASOSIASI SEKTOR USAHA;

3.ASOSIASI SEKTOR USAHA WAJIB MENDAFTARKAN ALUR KEGIATAN PROSES PELAKSANAAN PEKERJAAN AYNG TELAH DITETAPKAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT 1 DAN AYAT 2 KE DINAS KABUPATEN / KOTA.

4.DINAS KABUPATEN/KOTA WAJIB MELAKUKAN PEMERIKSAAAN ALUR KEGIATAN PROSES PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DIDAFTARKAN OLEH ASSOSIASI SEKTOR USAHA SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT 3.

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 10.

1.PERUSAHAAN YANG AKAN MEMBORONGKAN PEKERJAAN HARUS TERLEBIH DAHULU MELAPORKAN JENIS PEKERJAAN PENUNJANG YANG AKAN DIBORONGKAN KEPADA DINAS;

2.PERUSAHAN PEMBERI PEKERJAAN DILARANG MEMBORONGKAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG JENIS PEKERJAANNYA BELUM DILAPORKAN KEPADA DINAS.

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 11.

1.PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN DARI PERUSAHAAN PEMBERI PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN DILAKSANAKAN MELALUI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN SECARA TERTULIS;

2.PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT 1 PALING SEDIKIT MEMUAT;

a.HAK DAN KEWAJIBAN MASING-MASING PIHAK;b.JAMINAN TERPENUHINYA PERLINDUNGAN KERJA DAN

SYARAT-SYARAT KERJA BAGI PEKERJA/BURUH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN;

c.KETERANGAN MEMILIKI PEKERJA/BURUH YANG MEMPUNYAI KOMPETENSI DI BIDANGNYA;

d.PENEGASAN BAHWA APABILA TERJADI PERUBAHAN PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN MAKA PEKERJA/BURUH MENJADI PEKERJA/BURUH PADA PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN BERIKUTNYA.

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 14.

DALAM HAL PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN PEKERJAAN TIDAK MENDAFTARKAN PERJANJIAN PEMBORONGAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 12 AYAT 1, MAKA DINAS DAPAT MENGHENTIKAN KEGIATAN PEMBORONGAN PEKERJAAN DIMAKSUD.

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 15

1.HUBUNGAN KERJA DALAM PEMBORONGAN PEKERJAAN TERJADI ANTARA PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN DENGAN PEKERJA/BURUH YANG DIPEKERJAKAN;

2.HUBUNGAN KERJA SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT 1 BERALIH MENJADI HUBUNGAN KERJA ANTARA PEKERJA/BURUH DENGAN PERUSAHAAN PEMBERI KERJA DALAM HAL :

a. PERUSAHAAN PEMBERI KERJA TIDAK MELAPORKAN JENIS PEKEJAAN PENUNJANG YANG AKAN DISERAHKAN KEPADA PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN;DAN/ATAU

b. PERUSAHAAN PEMBERI KERJA MEMBORONGKAN PEKERJAAN UNTUK JENIS PEKERJAAN POKOK/UTAMA

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 16

1.HUBUNGAN KERJA KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN DENGAN PEKERJA/BURUH TERIKAT DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU ( PKWTT )2.HUBUNGAN KERJA SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (1) DAPAT DIGANTI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU ( PKWT ) DENGAN SYARAT ADA PERJANJIAN PENGALIHAN PEKERJA/BURUH DALAM HAL TERJADI PENGGANTIAN PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN PADA PERUSAHAAN PEMBERI KERJA3.SYARAT PENGALIHAN SEBAGAIMANA YANG DIMAKSUD PADA AYAT (2) HARUS DICANTUMKAN DALAM PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 20

1.Hubungan kerja dalam penyediaan jasa pekerja/buruh terjadi antara PPJP dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan

2.Hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi kerja dalam hal perusahaan pemberi kerja menyerahkan pekerjaan untuk jenis pekerjaan selain pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2)

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 27

1.PPJP yang mengajukan izin operasional diwajibkan menyerahkan jaminan dalam bentuk deposito atas nama Kepala Dinas c.q PPJP sebesar Rp. 500.000.000,- ( lima ratus juta rupiah ) pada Bank yang ditunjuk.2.Penggunaan dana jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk membiayai penyelesaian permasalahan pekerja, apabila PPJP yang bersangkutan tidak menyelesaikan sebagaimana mestinya.3.PPJP wajib menyetor kembali jumlah uang yang telah dicairkan untuk membiayai penyelesaian permasalahan pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 3 (tiga) bulan sejak pencairan deposito dana jaminan4.Selama belum memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) PPJP dilarang melakukan kegiatan operasional

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

PASAL 34

1.Perusahaan pemberi pekerjaan, perusahaan penerima pemborongan, dan PPJP yang melanggar ketentuan pasal 8 (2) sampai dengan ayat (4), pasal 10, pasal 12 ayat (1), pasal 18 ayat (2), pasal 19 ayat (3), pasal 21 ayat (3), pasal 22 ayat (1), dan pasal 29 Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi.2.Sanksi aministrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :

a. peringatan tertulisb. pembatasan kegiatan usahac. pembekuan kegiatan usahad. pembatalan persetujuane. pembatalan pendaftaranf. penghentian sementara sebagian atau seluruh

proses produksig. pencabutan izin operasional PPJP ; dan / atauh. penyegelan tempat usaha

3.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi adminitrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur.

PERDA. PROV. JATIM NO.9 TAHUN 2013

Pasal 31 ayat [1] dan [2] UU No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas UU No. 14 Tahun

1985 Tentang Mahkamah Agung

KewenanganMahkamah Agung (“MA”) terkait dengan judicial

review adalah sebagai berikut:a.   MA mempunyai wewenang menguji peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

b.   MA menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Pasal 31A ayat [1] UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas

UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

Permohonan judicial review hanya dapat dilakukan oleh pihak

yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu:a.   perorangan warga negara Indonesia;b.   kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih

hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau

c.   badan hukum publik atau badan hukum privat.

Permohonan judicial review Perma No. 01 /2004 & Perma No. 01 /

2011

31

CUKUP SEKIAN DAN

TERIMA KASIH