kebijakan outsourcing

32
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat kapitalis umumnya ditandai oleh terciptanya polarisasi sosial diantara para pemilik kapital dengan pekerja. (Revrisond Bawsir, 1999 : 4). Kebebasan kaum kapitalis adalah kebebasan yang ditopang oleh penguasaan fakor-faktor produksi, dengan faktor-faktor produksi kaum kapitalis memiliki kemampuan untuk memanipulasi dan membeli kebebasan yang dimiliki komponen masyarakat lainnya. Termasuk kebebasan yang dimiliki oleh para pejabat negara. Kondisi dunia yang telah dihegemoni oleh kekuatan kapitalisme global mencengkram seluruh sendi-sendi kehidupan. Dua sifat utama dari kapitalisme yaitu eksploitatif dan ekspansif. Kedua wajah kapitalisme ini berjalan beriringan sehingga pencapaian tujuan kapitalisme untuk meningkatkan akumulasi modal semakin masive. Menurut Tabb dalam Susetiawan (2009 : 6), bahwa konstruksi kelembagaan untuk mengatur tata dunia dilakukan melalui organisasi atau agen-agen internasional antara lain WTO (World Trade Organization), GATT (General Agreement on Trade and Tariff), Bank Dunia (World Bank), IMF (International Monetary Fund) dan berbagai lembaga lainnya. Globalisasi memperluas pergerakan modal dan memberi tempat yang makin penting bagi korporasi besar dunia (MNCs). Di Indonesia kita menyaksikan sebuah pergeseran yang menandai makin kuatnya ekspansi kapitalis global. Hingga mencengkram

Upload: peggy-anna-theodora-ambarita

Post on 13-Jul-2016

52 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

outsourcing

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan Outsourcing

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini masyarakat kapitalis umumnya ditandai oleh terciptanya polarisasi

sosial diantara para pemilik kapital dengan pekerja. (Revrisond Bawsir, 1999 : 4).

Kebebasan kaum kapitalis adalah kebebasan yang ditopang oleh penguasaan fakor-faktor

produksi, dengan faktor-faktor produksi kaum kapitalis memiliki kemampuan untuk

memanipulasi dan membeli kebebasan yang dimiliki komponen masyarakat lainnya.

Termasuk kebebasan yang dimiliki oleh para pejabat negara.

Kondisi dunia yang telah dihegemoni oleh kekuatan kapitalisme global

mencengkram seluruh sendi-sendi kehidupan. Dua sifat utama dari kapitalisme yaitu

eksploitatif dan ekspansif. Kedua wajah kapitalisme ini berjalan beriringan sehingga

pencapaian tujuan kapitalisme untuk meningkatkan akumulasi modal semakin masive.

Menurut Tabb dalam Susetiawan (2009 : 6), bahwa konstruksi kelembagaan untuk

mengatur tata dunia dilakukan melalui organisasi atau agen-agen internasional antara lain

WTO (World Trade Organization), GATT (General Agreement on Trade and Tariff), Bank

Dunia (World Bank), IMF (International Monetary Fund) dan berbagai lembaga lainnya.

Globalisasi memperluas pergerakan modal dan memberi tempat yang makin

penting bagi korporasi besar dunia (MNCs). Di Indonesia kita menyaksikan sebuah

pergeseran yang menandai makin kuatnya ekspansi kapitalis global. Hingga mencengkram

seluruh basis perekonomian nasional, dari perekonomian skala besar sampai perekonomian

rakyat kecil. Ekspansi besar-besaran perusahaan multi nasional disertai juga dengan

tuntutan mekanisme kerja baru yang memperkenalkan sistem hubungan kerja yang

fleksibel dalam bentuk outsourcing dan kerja kontrak.

Semua mekanisme kerja dimaksudkan untuk meraih keuntungan yang lebih besar

dengan mengurangi tanggung jawab pemilik modal atau pengusaha terhadap masa depan

pekerjaannya. Kata kunci yang selalu mereka ungkapkan yaitu efisiensi yang hampir

identik dengan kue keuntungan yang makin besar (Rekson Silaban, 2009:4).

Indonesia pasca reformasi setelah tumbangnya rezim diktator, terbukanya alam

kebebasan memberikan efek positif bagi setiap warga negara untuk berserikat dalam

organisasi-organisasi masyarakat. Begitu juga kelompok buruh semakin tergorganisir

Page 2: Kebijakan Outsourcing

dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Walaupun demikian belumlah selesai masalah

perburuhan dinegeri ini.

Outsourcing merupakan bentuk nyata dari prinsip fleksibelitas pasar kerja dan dapat

ditemukan dihampir seluruh bagian dalam rangkaian proses produksi (Rekson Silaban,

2009 : 71). Selain itu outsoursing juga didefinisikan sebagai pengalihan sebagian atau

seluruh pekerjaan dan atau wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi

pemakaian jasa outsourcing baik pribadi, perusahaan divisi atau pun sebuah unit dalam

perusahaan (Komang Priamda, 2008 : 12).

Outsourcing memiliki dua jenis pertama, outsourcing pekerjaan yang berkaitan

dengan pemborongan pekerjaan pada pihak lain, kedua, outsourcing manusia. Tipe

outsourcing yang kedua merupakan praktek yang memberikan efisiensi pada tingkat

tertentu dalam operasional bisnis, namun merugikan secara serius kepentingan buruh

dipihak lain. Praktek inilah yang ditentang oleh gerakan buruh di Indonesia khususnya.

Apalagi setelah disahkannya UU No. 13 Tahun 2003, praktek sistem kerja kontrak

merajarela bagaikan jamur di musim hujan. Nyaris semua perusahaan memberlakukannya

dalam bentuk kontrak kerja yang pendek dan outsourcing.

Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003 adalah landasan hukum bagi perusahaan

outsourcing dan pengusaha berkonspirasi mempraktekkan outsourcing. Bunyinya sebagai

berikut : "Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada

perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa

pekerja atau buruh yang dibuat secara tertulis". Berdasarkan pasal inilah pemerintah telah

mengakui pemberlakuan sistem kerja kontrak dan outsourcing yang dahulu kala merupakan

salah satu bentuk penjajahan koloni asing atas Indonesia di perusahaan-perusahaan

perkebunan yang ada di Indonesia.

Dari uraian diatas yang menjadi permasalahan utama paper ini yaitu bagaimana

mekanisme outsourcing menjadi sebuah sistem perburuhan yang mengingkari hak-hak

buruh, dengan persfektif teori alienasi dan nilai surplus Karl Marx. Dan menganalisis

keterkaitan hubungan perburuhan dalam sistem outsourcing, yaitu bagaimana posisi buruh,

perusahaan outsourcing dan perusahaan pengguna outsourcing. Selain itu akan ditampilkan

data-data gejolak-gejolak yang muncul dari sistem outsourcing.

Page 3: Kebijakan Outsourcing

PEMBAHASAN

A. DefinisiDalam era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha yang ketat saat ini, maka

perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui pengelolaan

organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan

mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi kontribusi

maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus menangani

pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan penunjang

diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini dikenal dengan istilah “outsourcing.”

(Sumber : http://ariswan.wordpress.com/2008/05/23/outsourcing-sebagai-solusi-dunia)

“Outsourcing is subcontracting a process, such as product design or manufacturing,

to a third-party company. The decision to outsource is often made in the interest of

lowering firm costs, redirecting or conserving energy directed at the competencies of a

particular business, or to make more efficient use of land, labor, capital, (information)

technology and resources. Outsourcing became part of the business lexicon during the

1980s.“ (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Outsourcing)

Atau dengan kata lain outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan

tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan

induk. Perusahaan diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi

lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi

ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non--core

business unit) atau secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing.

(Sumber : “Seputar Tentang Tenaga Outsourcing”, http://malangnet.wordpress.com)

Outsourcing menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan khususnya bagi tenaga

kerja. Oleh sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap penggunaan outsourcing, berikut

beberapa penjabarannya dalam tabel 1.

TABEL 1Pro – Kontra Penggunaan Outsourcing

Page 4: Kebijakan Outsourcing

PRO OUTSOURCING KONTRA OUTSOURCING

- Business owner bisa fokus pada core business.

- Cost reduction.

- Biaya investasi berubah menjadi biaya belanja.

- Tidak lagi dipusingkan dengan oleh turn over tenaga kerja.

- Bagian dari modenisasi dunia usaha (Sumber : Pekerjaan Waktu Tertentu dan “Outsourcing, www.sinarharapan.co.id)

- Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja. (Sumber: www.hukumonline.com)

- Perbedaan perlakuan Compensation and Benefit antara karyawan internal dengan karyawan outsource. (Sumber: “Outsourcing, Pro dan Kontra” http://recruitmentindonesia.wordpress.com)

- Career Path di outsourcing seringkali kurang terencana dan terarah. (Sumber: “Outsourcing, Pro dan Kontra” http://recruitmentindonesia.wordpress.com)

- Perusahaan pengguna jasa sangat mungkin memutuskan hubungan kerjasama dengan outsourcing provider dan mengakibatkan ketidakjelasan status kerja buruh. (Sumber: “Outsourcing, Pro dan Kontra” http://recruitmentindonesia.wordpress.com)

- Eksploitasi manusia (Sumber : Pekerjaan Waktu Tertentu dan “Outsourcing, www.sinarharapan.co.id)

(Informasi dari berbagai sumber hasil browsing di internet)

B. Masalah Umum Yang Terjadi Dalam Penggunaan Outsourcing

1. Penentuan partner outsourcing.

Hal ini menjadi sangat krusial karena partner outsourcing harus mengetahui apa

yang menjadi kebutuhan perusahaan serta menjaga hubungan baik dengan partner

outsourcing.

2. Perusahaan outsourcing harus berbadan hukum.

Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak tenaga outsource, sehingga mereka

memiliki kepastian hukum.

3. Pelanggaran ketentuan outsourcing.

Page 5: Kebijakan Outsourcing

Demi mengurangi biaya produksi, perusahaan terkadang melanggar ketentuan-

ketentuan yang berlaku. Akibat yang terjadi adalah demonstrasi buruh yang

menuntut hak-haknya. Hal ini menjadi salah satu perhatian bagi investor asing

untuk mendirikan usaha di Indonesia.

4. Perusahan outsourcing memotong gaji tenaga kerja tanpa ada batasan sehingga,

yang mereka terima, berkurang lebih banyak. (Sumber: “Sistem Outsourcing

Banyak Disalahgunakan”, www.fpks-dpr.or.id)

C. Mekanisme Outsourcing Dalam Industri Di Indonesia.

Perkembangan kapitalisme di era modern telah mencapai pada puncaknya

menghegemoni dunia. Kondisi ini didukung oleh kemajuan teknologi informasi dan

transportasi yang berkembang cukup pesat. Batas-batas Negara menjadi tidak penting lagi,

hanya batas formalitas teritorial yang ada, tetapi tidak mampu membendung pernyebaran

ide-ide, inovasi, teknologi sehingga dunia menjadi sebuah kampung global. Menurut James

J (2003 : 174), globalisasi merupakan pengintegrasian internasional individu-individu

dengan jaringan-jaringan informasi serta institusi ekonomi, sosial, dan politik yang terjadi

secara cepat dan mendalam, dalam takaran yang belum dialami sejarah dunia sebelumnya.

Outsourcing merupakan turunan dari kapitalisme global. Dikatakan juga sebagai

anak kandung yang lahir dari rahim kapitalis, kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari sifat

dasar kapitalis yaitu eksploitatif dan ekspansif. Perusahaan-perusahaan transnasional dan

multi nasional, semakin kuat mengcengkram Negara-negara yang sedang berkembang.

Ekspansi dan eksploitasi yang besar-besaran dilakukan demi akumulasi modal. Sebagai

contoh perusahaan NIKE selama periode 1989-1994 membuka lokasi pabrik baru di Cina,

Indonesia dan Thailand dimana upah sangat rendah.

Ekspansi besar-besaran perusahaan transnasional diiringi juga dengan model dan

format kerja yang mereka persiapkan (outsourcing), untuk diterapkan di wilayah

pengembangan perusahaan. Ini merupakan implementasi dari ciri globalisasi dimana

perusahaan transnasional melakukan peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai

sumberdaya dan kekuatan ekonomi (Martin Khor, 2001 : 12). Karena itu globalisasi adalah

proses yang tidak adil dengan distribusi-distribusi keuntungan maupun kerugian yang juga

tidak seimbang.

Page 6: Kebijakan Outsourcing

Dari penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwa perkembangan outsourcing di

Indonesai sebagai salah satu negara berkembang merupakan imbas dari hegemoni kapitalis.

Outsourcing di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1980-an, model kerja ini

disahkan keberlakuannya melalui keputusan Menteri Perdagangan RI No. 264/KP/1989

Tentang Pekerjaan Sub-kontrak Perusahaan Pengelola di Kawasan Berikat.

Industri awal yang bersentuhan dengan outsource adalah industri perminyakan.

Bahan bakar yang dimanfaakan oleh konsumen akhir, mengalami proses panjang dan

melalui berbagai perusahaan outsourcing. Dimulai dari pemilik konsesi lahan, eksplorasi

hingga produksi, transportasi, semuanya dilakukan oleh perusahaan yang berbeda (Komang

Priambada, 2008 : 21).

Dewasa ini hampir seluruh industri baik kecil maupun skala besar yang dimiliki

oleh para kapitalis melalukan praktek outsourcing. Ada beberapa alasan industri melakukan

outsourcing yaitu pertama, efisiensi kerja dimana perusahaan produksi dapat melimpahkan

kerja-kerja operasional kepada perusahaan outsourcing; kedua, resiko operasional

perusahaan dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sehingga pemanfaatan faktor produksi

bisa dimaksimalkan dengan menekan resiko sekecil mungkin; ketiga, sumber daya

perusahaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain yang lebih fokus dalam

meningkatkan produksi; keempat, mengurangi biaya pengeluaran (capital expenditure)

karena dana yang sebelumnya untuk investasi dapat digunakan untuk biaya operasional;

kelima perusahaan dapat mempekerjakan tenaga kerja yang terampil dan murah; keenam,

mekanisme kontrol terhadap buruh menjadi lebih baik.

Pengesahan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, merupakan

landasan hukum bagi pelegalan sistem outsourcing yang menguntungkan pihak penguasa

modal dan sebaliknya merugikan kaum buruh. Berbagai aksi protes menentang sistem

outsourcing merupakan salah satu bentuk dari resistensi terhadap kepitalisme. Dalam

persfektif buruh, outsorcing menjadi sebuah batu penghalang bagi peningkatan kelayakan

hidup bagi mereka. Upah yang murah, tidak adanya jaminan sosial dan lain sebagainya

adalah indikasi dari pengingkaran kapitalisme terhadap hak-hak buruh yang mencederai

human rigth.

Untuk mempertegas mengenai mekanisme tersebut berikut uraian mengenai

hubungan buruh dan kedudukan buruh dalam model kerja outsourcing :

Page 7: Kebijakan Outsourcing

a. Hubungan Buruh

Hubungan industrial di Indonesia sepanjang perjalanannya sering menunjukkan

bahwa buruh ditempatkan sebagai faktor produksi mirip sebagai faktor produksi yang

dikonstruksikan Karl Marx. Outsourcing didefinisikan sebagai model kerja yang

menambahkan unsur 'pelaksana perkerjaan' diantara relasi buruh dan modal (Rita Olivia,

2008 : 9). Kondisi tersebut menjadikan hubungan perburuhan semakin kabur, dan

memperlemah bergaining position buruh terhadap pemilik modal.

Dalam model kerja outsourcing adanya pergeseran ruang lingkup hubungan

industrial. Awalnya yang terkenal dengan istilah tripartit atau hubungan antara buruh,

pengusaha dan pemerintah (Susetiawan, 2000:173). Dalam model outsourcing menjadi

empat lingkaran hubungan yaitu buruh, perantara atau broker (perusahaan oustsourcing),

perusahaan inti (pemilik modal) dan pemerintah. Outsourcing sebagai sebuah model

perburuhan baru, melalui beberapa tahapan dalam perekrutan. Ketersediaan tenaga kerja

yang tinggi di pasar tenaga kerja mengakibatkan turunnya harga buruh. Menurut Marx

tersedianya tentara-tentara cadangan yang banyak mengakibatkan terjadinya penindasan

terhadap hak-hak buruh. Eksploitasi, PHK dan lain sebagainya diputuskan secara sepihak

oleh pemilik modal.

Hubungan industrial dalam model kerja outsourcing, menjadikan buruh tidak

mempunyai kejelasan dalam hubungan, berimbas pada tidak jelasnya posisi buruh

bagaimana mereka menuntut hak-haknya. Buruh dituntut untuk memenuhi persyaratan

dalam outsourcing, jam kerja yang padat, upah yang tidak seimbang, tidak adanya

kesempatan untuk bergabung dalam organisasi buruh, karena waktu yang habis dalam

kontrak kerja. Pelanggaran terhadap perjanjian akan langsung berakibat pada

pemberhantian secara langsung oleh manajemen perusahaan outsourcing. Dan digantikan

oleh tenaga-tenaga outsourcing lainnya sebagai tentara-tentara cadangan.

Kondisi ini membebaskan industri-industri pengguna dari kewajiban-kewajiban

terhadap buruh kecuali hanya memberikan upah dari kerja buruh. Menurut Komang

Priambada (2008 : 31), pihak pengusaha berpendapat bahwa "Dari mana pekerja itu

direkrut, bagaimana datangnya dan lain-lain adalah bukan urusan kita sebagai pemakai".

Inilah satu kondisi yang memperlihatkan bahwa pekerja adalah barang dagangan dan

outsourcing tidak lain hanyalah triffiking yang dilegalkan.

Page 8: Kebijakan Outsourcing

Hubungan yang terjadi antara buruh dengan perusahaan outsourcing dan

perusahaan pengguna (pemilik modal), adalah hubungan ketergantungan. Tentunya tipe

ketergantungan (dependensi) yang terjadi yaitu ketergantungan yang tidak seimbang. Eggi

Sudjana (2001 : 27), menjelaskan bahwa kekuasaan yang menumpuk di tangan kelompok

pemberi upah atau borjuis dalam mengelola dan menguasai sumber-sumber daya yang

terbatas. Sehingga dalam prakteknya hubungan ketergantungan ini berjalan dengan berat

sebelah, karena prinsip para kapitalis yaitu memaksimalkan keuntungan yang menekankan

pada efisiensi dan produktivitas, sehingga buruh sering dieksploitasi.

Hubungan peruburuhan dalam sistem oousourcing sebagimana yang telah

disebutkan diatas sangat merugikan kaum buruh. Penolakan dan terjadinya konflik

perbruhan merupakan sebauh kegagalan poduk hukum dalam menampung dan

mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada mereka. Terjadilah hubungan yang tidak

sehat disatu sisi pengusaha diuntungkan dan dilain sisi buruh dirugikan. Inilah gambaran

hubungan buruh dalam sistem outsourcing.

b. Kedudukan Buruh

Buruh dalam model kerja outsourcing menjadi sosok barang yang diperjualbelikan

dengan harga murah, tidak harus menunggu rongsok dan bisa langsung mengganti dengan

barang yang lain, dengan kualitas yang lebih bagus dan harga yang murah. Buruh adalah

alat atau faktor produksi setelah modal, signifikannya peran buruh sehingga ketidakhadiran

buruh, berakibat pada tidak akan tercipta akumulasi modal (capital). Idealnya buruh

ditempatkan ditempat yang layak dan dihargai dengan nilai yang tinggi, kerena merakalah

yang turut langsung menciptakan produk yang akan dikonsumsi konsumen.

Kenyataannya bahwa buruh selalu dikebiri disubordinatkan dan gerakan-

gerakannya selalu dilemahkan, karena dianggap akan membahayakan pemilik modal.

Inilah wajah kapitaslime, wajah penindasan terhadap hak-hak buruh. Outsourcing adalah

model kerja yang mencederai makna HAM dan Demokrasi. Celia Mather, (2008 : 28)

mengungkapkan bahwa outsourcing mengakibatkan tiga masalah utama yaitu pertama,

tersingkirnya buruh dari meja atau kesepakatan negosiasi; kedua, tidak adanya tanggung

jawab hukum perusahaan terhadap buruh; ketiga berkurangnya buruh tetap sehingga semua

buruh masuk kedalam outsourcing, kondisi buruh dalam ketidakpastian. Menurut Celia

Mather (2008 : 37), perusahaan inti melalui kontrator penyedia jasa memberikan upah yang

Page 9: Kebijakan Outsourcing

jauh lebih rendah daripada buruh tetap, mereka terhindar dari penyediaan tunjangan-

tunjangan seperti pensiun, asuransi kesehatan, kematian atau kecelakaan, sakit dibayar, cuti

dibayar, tunjangan melahirkan. Berikut dalam Tabel 1 Gambaran perbandingan hak buruh

tetap (Permanent), dan buruh kontrak (Outsorcing) :

Tabel. 1

Gambaran Perbandingan Hak Buruh Tetap (Permanent)

dan Buruh Kontrak (Outsorcing)

Hak-hak Buruh Buruh Tetap Buruh Kontrak

Upah Pokok (UP) Minimal UMK

Tunjangan Masa Kerja

(TMK)

UP=UMK+TMK

Hanya UMK

Premi kehadiran Dapat Tidak dapat

Tunjangan Jabatan Pada posisi tertentu ada Tidak dapat

Jaminan Sosial

Tenaga Kerja

Dapat Tidak dapat

Jaminan Kecelakaan

Kerja

Jaminan Kematian

Jaminan Hari Tua

Jaminan Kesehatan

(Bagi buruh dan

Keluarga)

Uang Makan dan

Transport

Dapat Tidak dapat (Termasuk di

dalam upah pokok)

Hak Cuti:

Tahunan, Haid, dan

cuti hamil

Dapat, untuk buruh

perempuan yang hamil

mendapat cuti 3 bulan

dengan dibayar

upahnya

Tidak dapat, buruh

perempuan ketika hamil

diputus kontraknya.

Tunjangan Hari Raya Dapat Tidak Dapat

Page 10: Kebijakan Outsourcing

Pesangon Dapat (dilindungi oleh

Undang-Undang)

Tidak Dapat

Kebebasan berserikat Ada dan dapat

dijalankan

Buruh takut berserikat

karena langsung dapat

diputus hubungan kerjanya

Perjanjian Kerja atau

Kesepakatan Kerja

Kolektif melalui PKB Individu yang ditandatangani

di awal

Sumber : Position paper KBC (Komite Buruh Cisadane), April 2004, hasil pendataan terhadap 150 perusahaan di

Tangerang 2003-2004.

Keberadaan buruh berstatus outsorcing pada gilirannya akan melemahkan perjuangan

kolektif buruh melalui serikat buruh, sebagai elemen pemaksa bagi terpenuhinya hak-hak buruh.

Sebab, buruh outsourcing bergerak sebagai individu yang mengadakan hubungan kerja dengan

perusahaan secara langsung, atau buruh yang disalurkan oleh lembaga outsourcing (jasa penyalur

tenaga kerja), kepada perusahaan, para pihak yang terlibat dalam perjanjian dalam hal ini adalah

jasa penyalur tenaga kerja dan perusahaan, sementara buruh outsorcing sendiri berada di bawah

kendali jasa penyalur.

B. Indikasi Pengingkaran Hak-Hak Buruh Dalam Sistem Outsourcing

Pengingkaran hak-hak buruh dalam model kerja outsourcing, sebagian telah

dijelaskan dalam pembahasan terdahulu. Indikasi pelanggaran kapitalis (pemilik modal)

dapat dilihat dari laporan Organisai Nirlaba "Global Alliance for Workers and

Communities" mengenai kondisi kerja di sembilan Perusahaan NIKE. Hasil laporan dari

wawancara dengan 4.450 buruh, bahwa terjadi penyiksaan dan perlakuan tidak sewajarnya

oleh pekerja kontrak (outsourcing), sejumlah 30 persen buruh mengaku pernah melihat

atau mengalami pelecehan atau penyiksaan baik secara verbal maupun fisik, termasuk

pelecehan seksual (Sri Haryani, 2002 : 45). Laporan tersebut merupakan sebagian kecil

dari gambaran bagaimana kondisi buruh dalam sistem outsouring. Untuk memperjelas

mengenai indikasi tersebut disini akan digunakan persfektif alienasi dan nilai surplus Karl

Marx.

1. Alienasi Buruh Dalam Sistem Outsourcing

Page 11: Kebijakan Outsourcing

Manusia merupakan mahluk produktif yang mampu menggunakan

seperangkat kemampuannya untuk bekerja. Kerja adalah sebuah proses dimana

manusia dan alam terlibat dalam sebuah kegiatan produktif. Manusia mempunyai

kemampauan untuk mengatur, memulai, dan mengontrol reakasi-reaksi material

antara dirinya dan alam.

Marx dalam teori alienasi mengungkapkan empat bentuk alienasi, dalam

menganalisis buruh dan perkembangan buruh pada masa kapitalisme awal.

Perkembangan kapitalisme dan juga perangkat-perangkat pendukungnya semakin

menguatkan eksploitasi dan ekspansi. Buruh outsourcing baik secara struktural

maupun fungsional teralienasi. Sistem outsourcing yang melibatkan broker sebagai

pihak perantara penyedia buruh, dan juga perusahaan inti yang memanfaatkan

buruh telah melakukan praktek alienasi yang tidak bisa ditolerir. Praktik ini

sesungguhnya mirip "jual beli manusia" (human trafficking) yang dilegalisasi oleh

negara.

Beberapa indikator dari alienasi buruh dalam sistem kerja outsourcing yaitu,

pertama; buruh kehilangan kesempatan untuk menyalurkan dan mengontrol sendiri

hasilnya kerjanya. Dalam bahasa Marx, buruh teralienasi dari aktivitas produktif,

dalam pengertian bahwa buruh tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka,

melainkan mereka bekerja untuk kapitalis (Ritzer, 2008 : 56)

Buruh dicetak dan dibentuk seperti mesin yang bekerja untuk pemilik

mesin. Buruh kehilangan kreativitas dan kemampuan dasarnya sebagai mahluk

produktif untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Mereka telah kehilangan hak-hak

untuk menciptakan produk sesuai dengan keinginan dan untuk kebutuhan mereka

sendiri. Outsourcing melanggengkan perangkap terhadap buruh yang sudah lama

terbentuk. Kondisi ini juga didukung dengan kuatnya penguasaan broker dan

perusahaan inti terhadap buruh. Senada dengan gambaran diatas dalam kongres

ICEM menyatakan bahwa kami memandang outsourcing sebagai bentuk dari

perbudakan dan ketidakadilan bagi kemanusiaan (Celia Mather, 2008 : 39).

Kedua, buruh teralienasi dari produk hasil kerja mereka. Buruh tidak

memiliki hak untuk memiliki produk hasil produksi mereka, karena produk tersebut

hak milik kapitalis. Asumsi ini masih dalam satu rangkaian dengan tipe aleinasi

Page 12: Kebijakan Outsourcing

yang pertama. Buruh diposisikan sebagai faktor produksi yang memproduksi

barang untuk kepentingan kapitali dan akan mereka jual dipasar. Sebagai contoh

buruh outsourcing di perusahan Nike, tidak dapat serta merta dapat memiliki hasil

dari kerjanya. Meraka bisa memiliknya ketika mereka membeli produk itu dipasar

tetapi harganya tidak bakanlan terjangkau oleh mereka.

Ketiga, buruh teralienasi dari sesama pekerja. Fenomena ini sebenarnya

telah lama terjadi, tetapi dalam kasus kerja outsourcing ada varian lain, tidak seperti

yang ditemukan pada kapitalisme awal, dimana hubungan buruh hanya antara kelas

borjuis dan proletar (buruh). Keterasingan pekerja sesama pekerja outsourcing

mencapai pada puncaknya, mereka menjadi aktor yang harus loyal karena

perjanjian outsourcing telah mereka sepakati. Persyarakatan yang memberatkan

pihak buruh sehingga pelanggaran terhadap perjanjian akan mengakibatkan

pemecatan. Struktur yang dibangun benar-benar menjadi kekautan yang

menghegemoni buruh untuk tunduk. Sehingga berimplikasi mereka tidak tidak

dapat berinteraksi dengan buruh-buruh yang lain. Selain itu ada juga kecenderungan

buruh outsourcing tidak dapat masuk kedalam serikat-serikat buruh karena waktu

kontrak yang terbatas, dan terjadi hambatan untuk merekrut buruh kedalam serikat

buruh yang akan memperjaungkan hak-hak dasar mereka.

Keempat, buruh tealienasi dari kemanusiaan mereka sendiri, hal ini

dikarenakan kerja tidak lagi menjadi transformasi dan pemenuhan sifat dasar

manusia. Kondisi ini juga terjadi dalam sistem kerja outsourcing, regulasi-regulasi

yang cukup kuat mencengkram buruh menjadikan buruh tidak merdeka

sepenuhnya. Buruh hanya menerima gaji yang minimum dengan pengerukan tenaga

dan usaha yang maksimum. Outsourcing atau kerja kontrak memposisikan buruh

dalam keadaan yang sangat sulit, tidak mempunyai posisi tawar yang memadai,

sehingga penindasan terhadap hak-hak buruh menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dalam sistem tersebut.

2. Nilai Surplus Dalam Sistem outsourcing

Buruh outsoursing sangat rentan dengan eksploitasi secara besar-besaran

oleh pemilik modal atau kapitalisme. Sistem outsourcing mengakibatkan buruh

bena-benar berada pada titik kulminasi, tidak mampu berbuat apapun demikian juga

Page 13: Kebijakan Outsourcing

untuk membela hak-haknya. Penerapan outsourcing yang dilegalkan dengan adanya

undang-udang memberikan landasan hukum dibolehkannya praktek pengingkaran

terhadap hak-hak buruh oleh negara.

Kerja buruh seharusnya di nilai dengan harga dan bayaran yang seimbang.

Idealnya begitu yang diharapkan oleh buruh baik secara personal maupun dalam

gerakan kolektif srikat buruh. Tuntutan akan pemenuhan hak-hak dasar menjadi

agenda utama dalam setiap aksi-aksi serikat buruh. Walaupun demikian tuntutan itu

belum terwujud hingga saat ini.

Salah satu tujuan outsourcing yaitu untuk efisiensi dan mengurangi biaya

produksi. Nilai surplus merupakan keuntungan yang telah dipersiapkan atau sudah

direkayasa dalam sistem outsouricing melalui perjanjian kerja. Ada kepentingan

pemilik modal yang mendominasi dalam mekanisme tersebut. Menarik lebih jauh

bahwa dibalik semua proses ini adalah wujud dari ketergantungan negara

berkembang (satelit) terhadap negara maju (metropolis). Menurut Frank kapitalisme

pada dasarnya ingin mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, kaum kapitalisme

dinegara-negara metropolis bekerjasama dengan pejabat pemerintah negara satelit.

Akibat dari kerjasama antara modal asing dan pemerintah muncullah kebijakan-

kebijakan pemerintah yang menguntungakan modal asing dan borjuasi lokal dengan

mengorbankan kepentingan rakyat banyak negara tersebut (Arief Budiman, 2000 :

66).

Nilai surplus yang diungkapkan Marx, mengasumsikan bahwa buruh berada

pada posisi yang dikeruk dan dieksploitasi secara maksimal oleh kapitalis. Buruh di

ingkari haknya, dijadikan mesin yang bekerja patuh dengan batas waktu yang tidak

tidak ditentukan. Sebagai contoh dalam waktu enam jam seorang buruh sudah

selesai dan mampu untuk melaksankan kewajiban dasar kerja mereka, tetapi lebih

dari waktunya masih diperas oleh kapitalisme untuk keuntungan mereka, inilah

bentuk dari nilai surplus. Marx menyebut rasio antara kerja yang diperlukan dan

kerja suplus sebagai tingkat nilai surplus atau tingkat pemerasan (Anthony Giddens,

2007 : 61).

Sistem outsourcing merupakan bentuk dari pemerasan terhadap nilai surplus

yang dihasilkan buruh. Pada masa kolonial pengambilan nilai surplus dilakukan

Page 14: Kebijakan Outsourcing

dengan perburuhan yang tidak manusiawi melalui kerja paksa, misal sistem pajak

dan penanaman tanaman wajib bagi para petani, sehingga eksploitasi massal terjadi

di berbagai tempat dan kapasitas.

Pada era ini negara memberikan kelonggaran kepada pihak kapitalis untuk

melanggengkan usahanya dengan sistem outsourcing yang dilindungi oleh undang-

undang. Lalu dimanakah peran negara dalam melindungi hak-hak buruh ini menjadi

permasalahan lain lagi dalam bingkai permasalahan perburuhan yang cukup luas.

Inilah yang selalu diperjuangkan oleh serikat-serikat buruh agak keadilan negara

didalam memberikan perlindungan dan memberikan hak-hak rakyat tercapai.

Dalam banyak kasus, kesempatan penulis wawancara dengan salah satu

buruh outsouring perusahaan Transnasional Philips di Batam. Informan merupakan

salah satu supervisor di perushaan tersebut, menurut dia bahwa mereka bekerja

dibawah tekanan, dimana tergetan-targetan harus dicapai secara maksimal. Ketika

tergetan tersebut belum tercapai maka dalam waktu 24 jam mereka harus lembur

untuk memproduksi barang yang di tergetkan tersebut, hari liburpun mereka tetap

masuk. dan bahkan ketika tergetan tersebut tercapai, saat pesanan atau order untuk

penjulan dipasar meningkat maka targetan-targetan tersebut semakin di persempit

dalam artian mereka harus menyelesaiakan tergartan dalam jangka waktu yang

lebih sedikit, kemudian lebih waktu tersebut di kuras lagi untuk mengerjakan

targetan yang berikutnya. Kerja seperti ini sudah menjadi rutinitas yang kami

lakukan, protes-protes tidak pernah dilakukan oleh karyawan disini (Informan

Buruh Outsourcing PT. Philips di Batam)

Inilah gambaran dari banyak kasus yang menimpa buruh, mereka dalam

ketidakberdayaan, kerja dalam tekanan dan kepatuhan yang luar biasa sehingga

kesadaran kelas sulit untuk tumbuh, hal ini karena mereka tidak mempunyai waktu

yang cukup untuk berinterkasi sesama pekerja apalagi dengan serikat-serikat buruh.

Sistem outsoursing adalah modela rekayasa kerja yang paling menguntungkan

pihak kapitalisme. Nilai surplus merupakan salah satu dari banyak keuntungan yang

diambil oleh pihak kapitalisme, melalui perusahaan-perusahaan mereka yang telah

mennyebar dan menjalar keseluruh negara khususnya negara-negara berkembang,

Page 15: Kebijakan Outsourcing

yang sekaligus dijadikan pasar, dan akumulasi modal mengalir keluar yaitu kepihak

kapitalis.

Hal ini senada dengan pendapat Paul Baran, bahwa munculnya kekuatan

ekonomi asing dalam bentuk modal kuat dari dunia barat ke negara-negara dunia

ketiga, membuat surplus yang terjadi disana, diambil alih oleh kaum pendatang,

melalui berbagai macam cara. Maka yang terjadi di negara-negara pinggiran

bukanlah akumulasi modal melainkan penyusutan modal (Arief Budiman, 2000 :

58).

C. Contoh kasus outsourcing di perusahaan

Salah Satu Contoh Kasus Outsoucing di indonesia adalah sebagai berikut:

Di JICT, Jangan Ada Pekerja “Outsourcing”

Rabu, 21 April 2010 | 20:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Manajemen Jakarta International Container

Terminal (JICT) diminta segera menyelesaikan nasib ribuan karyawan outsourcing di

terminalnya yang sampai sekarang masih terkatung-katung untuk mencegah hal-hal yang

tidak diinginkan.

“Sistem outsourcing harus segera dihapus karena akan berdampak pada

implementasi International Ships and Port Security (ISPS) Code di Pelabuhan Tanjung

Priok. Pekerja outsourcing harus diangkat sebagai karyawan organik,” kata Koordinator

International Transport Worker’s Federation (ITF) di Indonesia, Hanafi Rustandi, dalam

siaran persnya di Jakarta, Rabu (21/4/2010).

Dikatakannya, ITF sangat prihatin dengan sikap manajemen JICT yang tidak peduli

dengan nasib pekerja dengan mengabaikan nota pemeriksaan dari Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang merekomendasikan agar para pekerja

outsourcing diangkat menjadi karyawan tetap.

Menurut Hanafi, untuk menyelesaikan tuntutan pekerja tersebut, Kemenakertrans

pada 31 Maret 2010 telah mengirim surat kepada manajemen JICT. Intinya, JICT diminta

melaksanakan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan mengangkat pekerja

outsourcing menjadi karyawan organik. “Namun hingga saat ini permintaan

Kemenakertrans tersebut tidak  digubris,” katanya.

Page 16: Kebijakan Outsourcing

Kasus ini mencuat setelah ribuan pekerja outsourcing di pelabuhan/terminal

petikemas itu menuntut diangkat menjadi karyawan tetap. Kontrak kerja outsourcing

ditandatangani oleh manajemen JICT dengan beberapa vendor, yakni PT Philia Mandiri

Sejahtera, Koperasi Pegawai Maritim, dan Koperasi Karyawan JICT.

Mereka antara lain bekerja sebagai operator rubber tired gantry crane, head truck,

quay crane, radio officer, dan maintenance. “Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan inti

yang terkait langsung dalam proses produksi dan berada di lini satu pelabuhan/terminal peti

kemas,” kata Hanafi yang juga Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI).

Mereka rata-rata telah bekerja 20 tahun, namun statusnya tidak berubah. Gajinya

yang hanya Rp 1,3 juta per bulan, atau 15 persen dari gaji karyawan organik JICT. Kondisi

itu dinilai sebagai diskriminasi upah.

Akibat tuntutan tersebut, sekitar 300 pekerja outsourcing terkena PHK. Mereka

kemudian melakukan aksi mogok pada 1 Februari 2010 yang sempat melumpuhkan

kegiatan ekspor/impor di Pelabuhan Tanjung Priok.  Unjuk rasa kemudian dilanjutkan di

Kemenakertrans, Kementerian Perhubungan dan BUMN. Namun hingga kini nasib pekerja

masih terkatung-katung.

Hanafi Rustandi yang juga Ketua ITF Asia Pasifik mengingatkan, mempekerjakan

karyawan dengan sistem outsourcing bertentangan dengan implementasi ISPS Code yang

harus dilaksanakan JICT.

Menurut Hanafi, ketentuan ISPS Code menyebutkan, area lini satu atau kegiatan

yang langsung berhubungan dengan proses ekspor/impor barang, dan loading/discharging

container, merupakan area tertutup yang tidak boleh dimasuki orang yang bukan pekerja

organik. “Jika, di area ini orang bebas masuk, termasuk pekerja outsourcing,  validitas

keamanan pelabuhan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.

Untuk memenuhi implementasi ISPS Code sesuai aturan internasional,  manajemen

JICT hendaknya menghapus sistem outsourcing dan mengangkat mereka sebagai karyawan

organik. Mereka juga wajib mendapat pengupahan sesuai standar hidup yang layak, untuk

mencegah terjadinya gejolak atau pemogokan yang bisa mengancam kegiatan di

pelabuhan.

Hasil Analisa dari kasus diatas adalah sebagai berikut:

Page 17: Kebijakan Outsourcing

Memang miris sekali mendengar dan melihat dikoran, ditelevisi yang menayangkan

tentang para pekerja keras yang hanya dipandang sebelah mata oleh pihak-pihak yang ingin

mengambil dan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa melihat atau malah

menyadari bahwa dibelakang usahanya atau perusahaannya itu terdapat puluhan, ratusan,

bahkan ribuan pekerja kerjas (Outsoourcing) yang tak tentu hidupnya, mulai dari biaya,

jaminan entah itu jaminan kesehatan, dan para pekerja itu juga harus memikirkan nanti,

besok, atau lusa mereka akan diberhentikan dan harus mencari pekerjaan lagi untuk

sekedar menafkahi kehidupan sehari-hari keluarganya. Tidak ada yang beda antara para

pekerja laki-laki dan perempuan, mereka-mereka yang mempekerjakan para outsourcing

ini mencari sesuatu yang murah, tapi dilain sisi haruslah mempunyai sebuah kualitas dalam

bekerja, dan dengan upah yang minim tentu itu tidak adil untuk sebuah pekerjaan. Tapi

itulah kenyataan yang ada di Indonesia sekarang ini, seperti yang tertera dalam kasus

diatas. Kasus diatas merupakan salah satu dari kasus outsourcing yang terjadi di Indonesia,

dan masih banyak lagi kasus-kasus lain yang bahkan lebih parah dari kasus diatas.

Sekarang bisa dikatakan sedang tren-trennya tentang pegawai outsourcing yang ada

di Indonesia ini. kenapa? Karena bayak sekali para masyarakat yang berbondong-bondong

untuk ikut menjadi para pekerja outsourcing ini, katakanlah dalam dunia hiburan. Para

stasiun televisi sekarang menggunakan para pekerja outsourcing untuk mendongkrak

program hiburan misalnya saja hiburan tentang musik, komedi dan lain sebagainya yang itu

membutuhkan para pekerja outsourcing agar hiburannya itu laris katakanlah seperti itu.

Upah yang diberikan memang tidak begitu banyak, tetapi kebanyakan dari para pekerja

outsourcing dalam hal dunia hiburan ini semata-mata untuk kesenangan dan upah itu hanya

sekedar digunakan untuk uang “jajan”. Mereka-mereka yang direkrut untuk menjadi

pekerja outsourcing dalam dunia hiburan haruslah mempunyai kriteria tertentu, misalnya

haruslah muda, cantik, tampan, dan lain sebagainya. Tetapi kita lihat kembali kasus diatas,

mereka yang rata-rata telah bekerja selama kurang lebih 20 tahun, dengan upah yang tetap,

tanpa biaya dan jaminan kesehatan apa itu adil untuk mereka yang sudah berumah tangga

dan harus menafkahi keluarga yang ada dirumah mereka? Jelas dan tentu itu tidak adil

untuk para pekerja outsourcing tersebut. Para pekerja outsourcing itu yang bekerja keras

kemudian menuntut upah dan ingin diangkat menjadi karyawan tetap hanyalah sia-sia dan

tak didengar oleh perusahaan, malah perusahaan itu memecat sekitar 300 pekerja

Page 18: Kebijakan Outsourcing

outsourcing itu. Bekerja selama 20 tahun itu tidaklah sebentar, bayangkan selama 20 tahun

mereka bekerja dengan upah yang sama, bekerja sekuat tenaga meningkatkan perusahaan

menjadi perusahaan andalan adalah sesuatu yang sulit dan itu hanya dibayar secuil persen

saja dari kuntungan perusahaan. Pekerja outsourcing yang bekerja di inti yang terkait

langsung dalam proses produksi dan berada di lini satu pelabuhan atau terminal peti kemas

tetap dipandang sebelah mata, didiskriminasi dengan karyawan tetap disana. Dengan para

pendemo yang berjumlah ribuan itu perusahaan tetap tutup telinga untuk sekedar

mendengar aspirasi para pekerja outsourcing tersebut. “jika kamu tidak puas dengan

perjanjian atau upah yang kami berikan, silakan keluar dari sekarang, masih banyak para

pekerja yang membutuhkan pekerjaan diluar sana”, kata-kata seperti itu yang sering

digunakan oleh para jasa pekerja outsourcing. Dengan kata lain, para pekerja outsourcing

ini tutup mulut dan menerima dengan lapangan dada pekerjaan yang akan diterimanya

nanti. Walau dengan upah yang minim, tanpa jaminan sosial maupun kesehatan, mereka

akan menerimanya karna hanya itulah jalan untuk mendapat pekerjaan bagi para pekerja

outsourcing ini yang juga minim akan pendidikan.

Jika bicara solusi atau jalan keluar untuk masalah outsourcing ini, bisa dikatakan

cukup rumit. Karena memang sejak awal para pekerja outsourcing ini sudah melakukan

perjaanjian dengan para penyedia jasa, dan tertera tanda tangan dan itu sebagai bukti

bahwa mereka itu telah sepakat dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, dan jika

nantinya mereka ingin upah yang katakanlah ditingkatkan, ada jaminan sosial dan

kesehatan, bukti tanda tangan yang sah para pekerja ouusourcing cukup diperlihatkan

bahwa tuntutan para pekerja outsourcing ini tidak sesuai dengan persyaratan sejak awal.

Hanya perusahaan yang yang katakanlah benar-benar mempunyai hati nuranilah yang

mendengar dan menghargai sekaligus mengabulkan tuntutan para pekerja outsourcing ini.

Tapi inilah sebuah bisnis, tak ada perusahaan yang ingin rugi apalagi bangkrut hanya

karena masalah para pekerja outsourcing yang setiap saat dapat diganti jika para pekerja

outsourcing ini tidak puas, misalnya upah yang diberikan, dan lain sebagainya. Perusahaan

hanya menginginkan keuntungan dan laba yang sebesar-besarnya dan terus memperluas

agar dapat menguasai pasar dunia.

Demikian analisis mengenai salah kasus outsourcing yang terjadi di Indonesia.

Page 19: Kebijakan Outsourcing

Kesimpulan

Outsourcing merupakan perkembangan dari mekanisme perburuhan di era modern.

Sistem kerja tersebut merupakan penjelmaan dari sifat kapitalisme yaitu ekspansif dan

eksploitatif yang telah menghegemoni negara-nagara berkembang. Model kerja

outsourcing merupakan pencederaan dan pengabaian terhadap hak-hak dasar buruh, oleh

pihak kapitalis. Disyahkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, yang memperbolehkan makanisme kerja outsourcing, merupakan

landasan hukum formal bagi penindasan dan penghisapan hak-hak buruh. Selain itu sistem

tersebut sesungguhnya mirip "jual beli manusia" (human trafficking) yang dilegalisasi oleh

negara.

Ada beberapa indikator yang ditemui dalam sistem kerja outsourcing

Model kerja outsoursing sebagai anak kandung dari kapitalis, sebagai wujud

dari pengingkaran terhadap hak-hak buruh.

Model kerja tersebut mengabaikan hak-hak buruh, dalam hubungan,

kedudukan, terjadi alienasi dan pengurusan buruh (nilai surplus).

Model kerja outsourcing obnormal, tidak memanusiakan masusia,

mencederai hak azasi manusia (human right).

Saran

Dengan berbagai anomali-anomali dari model kerja tersebut, sehingga perlunya

penguatan organisasi buruh untuk menghadang laju outsourcing dan menjadikan

outsourcing sebagai isu sentral dalam perjuangan hak-hak buruh.

Sumber

http://blog.unsri.ac.id/revolusi_Jalanan/isu-perburuhan/outsourcing-sebuah-pengingkaran-

kapitalisme-terhadap-hak-hak-buruh/mrdetail/6616/

http://catatankecilrund.blogspot.co.id/2012/04/analisi-kebijakan-outsourcing.html

http://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=outsourcing+adalah&source=web&cd=2&ved=0CB

Page 20: Kebijakan Outsourcing

PELAPORAN KORPORAT

Kebijakan Outsourcing

Tugas Individu

Disusun oleh :

Peggy Anna Theodora Ambarita

(01044881517009)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016