analisis parasetamol dalam cairan hayati

19
ANALISIS PARASETAMOL DALAM CAIRAN HAYATI A. TUJUAN Memahami langkah-langkah analisa parasetamol dalam cairan hayati B. LANDASAN TEORI Parameter farmakokinetika obat dapat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan/ atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau cairan tubuh lainnya). Oleh karena itu agar nilai- nilai parameter kinetik obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan kembali (recovery), presisi dan akurasi. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan acak dan sistematik kurang dari 10%. Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang penting dan nilainya tergantung pula dari alat pengukur yang dipakai. Dalam percobaan ini akan dilakukan langkah-langkah yang perlu dikerjakan untuk optimalisasi analisis meliputi: 1. Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan resapan tetap (khusus untuk reaksi warna).

Upload: fmansuroh

Post on 05-Jul-2015

2.156 views

Category:

Documents


95 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

ANALISIS PARASETAMOL DALAM CAIRAN HAYATI

A. TUJUAN

Memahami langkah-langkah analisa parasetamol dalam cairan hayati

B. LANDASAN TEORI

Parameter farmakokinetika obat dapat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran

kadar obat utuh dan/ atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau

cairan tubuh lainnya). Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter kinetik obat dapat

dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi

perolehan kembali (recovery), presisi dan akurasi.

Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut

dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan

acak dan sistematik kurang dari 10%. Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria

lain yang penting dan nilainya tergantung pula dari alat pengukur yang dipakai. Dalam

percobaan ini akan dilakukan langkah-langkah yang perlu dikerjakan untuk

optimalisasi analisis meliputi:

1. Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan resapan tetap (khusus

untuk reaksi warna).

2. Penetapan panjang gelombang larutan obat yang memberikan resapan maksimum

(parasetamol).

3. Pembuatan kurva baku (parasetamol).

4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik.

Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetika obat adalah

a. sistem kompartemen dalam cairan tubuh , seperti cairan intrasel, ekstrasel,

plasma darah, cairan intestinal, cairan serebrospinal), dan berbagai fasa lipofil

dalam tubuh.

b. protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa boilogis yang mungkin

dapat mengikat obat

Page 2: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

c. distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan

waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat menetukan

kinetika obat.

d. dosis sediaan obat, transport antar kompartemem seperti proses absorspi ,

bioaktivasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh.

Karena konsentrasi obat adalah elemen penting utnuk menentukan

farmakokinetiak suatu individu maupun populasi konsentrasi obat diukur dalm sampel

biologis seperti air susu, saliva, plasma dan urin. Sensitivitas, akurasi, presisi dari

metode analisis harus ada untuk pengukuran secara langsung obat dalam matriks

biologis. Untuk itu metode penetapan kadar secara umum divalidasi sehingga

informasi akurat didapatkan untuk dimonitoring farmkokinteika dan klinik.

Untuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk aktifnya harus berinteraksi

dengan reseptor atau tempat aksi atau sel target, dengan kadar yang cukup tinggi.

Sebelum mencapai reseptor, obat terlebih dahulu harus melalui proses farmakokinetik.

Fasa farmakokinetik meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi

molekul obat yang menghasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam

cairan darah yang akan didistribusikan kejaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah

fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, yang

menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berada.

Faktor – faktor penentu dalam proses farmakokinetik adalah:

1. Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti : cairan intrasel, ekstrasel

(plasma darah, cairan interstitial, cairan cerebrospinal) dan berbagai fasa lipofil

dalam tubuh.

2. Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin

dapat mengikatobat.

3. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama

hubungan waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat

menentukan kinetika obat.

4. Dosis sediaan obat, transport antar kompartemen seperti proses absorpsi,

bioaktivasi, biodegradasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh.

Page 3: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

Karena konsentrasi obat adalah elemen penting untuk menentukan

farmakokinetika suatu individu maupun populasi, konsentrasi obat diukur dalam

sample biologi seperti air susu, saliva, plasma dan urine. Sensitivitas, akurasi, dan

presisi dari metode analisis harus ada untuk pengukuran secara langsung obat dalam

matriks biologis. Untuk itu metode penetapan kadar secara umum perlu divalidasi

sehingga informasi yang akurat didapatkan untuk monitoring farmakokinetik dan

klinik (Shargel, 1999).

Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum, atau plasma adalah pendekatan

secara langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat di tubuh. Darah

mengandung elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keping darah,

dan protein seperti albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan

untuk pengukuran obat. Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan dan serum

diambil dari supernatan setelah disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatan darah

yang disentrifugasi dengan ditambahkan antikoagulan seperti heparin.

Oleh karena itu serum dan plasma tidak sama. Plasma mengalir keseluruh

jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler dari darah. Dengan berasumsi bahwa

obat di plasma dalam kesetimbangan equilibrium dengan jaringan, perubahan

konsentrasi obat akan merefleksikan perubahan konsentrasi perubahan konsentrasi obat

di jaringan (Shergel, 1999). Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh),

metode yang digunakan harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan suatu

ketelitian yang cukup tinggi agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat

menghindari kesalahan yang fatal.

Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10% (tergantung pula

alat apa yang digunakan dalam analisis) (Ritschel, 1976). Cepat, simpel, dan sensitive

telah membuat spektrofotometer UV-VIS menjadi suatu metode analisis farmasetika

yang sangat popular untuk pengukuran secara kuantitatif obat dan metabolit dalam

sampel biologi. Salah satu alasan penting atas g/ml. kepopulerannya karena

sensitivitas dari metode ini 1-10 Identifikasi kualitatif dari obat atau metabolit

menggunakan spektrofotometri UV-VIS berdasarkan pada panjang gelombang

maksimum yang max). Perhitungan konsentrasi obat atau metabolit diabsorpsi (max.

Pada absorpsi yang maksimum,menggunakan hukum Beer pada sensitivitas optimum

Page 4: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

akan didapat. Karena perubahan absorbansi minimal untuk sedikit perubahan panjang

gelombang, error diminimalkan. Hasilnya akurasi dan presisi yang baik didapatkan

(Smith,1981).

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang

populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan,

dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Ia

aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja

atau tidak sengaja sering terjadi.

Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,

parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat

jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam

perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin.

Farmakokinetika

Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi

tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3

jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat

protein plasma, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen

80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam

sulfat. Selain itu dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat

menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui

ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk

terkonjugasi.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat

1. Glass beker 50 ml

2. Tabung Dragendorf

3. Kuvet

4. Vortex

Bahan

1. Larutan NaCl fisiologis 0,9%

2. Etanol 10%

3. Parasetamol

4. Asam Trikloroasetat (TCA) 20%

Page 5: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

5. Centrifuge (alat pemusing)

6. Pipet volume 0.5, 1 dan 5 ml

7. Labu takar 5 ml & 50 ml

8. Spektrofotometer

5. Plasma Darah

D. CARA KERJA

Prosedur Kerja I

1. Membuat 500 ml larutan NaCl fisiologis + etanol 10%. Dengan cara melarutkan

4,5 g NaCl ditambah 50 ml etanol kemudian ad aquadest hingga 500 ml

2. Membuat larutan parasetamol dengan konsentrasi 5000 ppm sebagai larutan induk.

Dengan cara melarutkan 25 mg paracetamol dalam 50 ml pelarut (NaCl fisiologis

+etanol)

3. Larutan tersebut kemudian diencerkan menjadi 4000 ppm → 3800 ppm → 3600

ppm→ 3400 ppm→ 3200 ppm

4. Tiap-tiap kadar diambil 0.5 ml,di masukkan kedalam tabung dragendoft lalu

ditambahkan plasma 0.5 ml,vortex selama 15 detik dan sentrifus selama 15

menit;8000 rpm)

5. Supernatant dari masing –masing tabung di keluarkan (1 ml) dan ditambahkan

TCA 1 ml,di vortex kembali selama 15 detik dan sentrifus selama 2 menit; 1200

rpm)

6. Masing- masing larutan dipindahkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan NaCl

ad 5 ml

7. Intensitas warna di ukur menggunakan spektrofotometer

Prosedu kerja II

8. Membuat larutan parasetamol dengan konsentrasi 2000 ppm sebagai larutan induk.

Dengan cara melarutkan 10 mg paracetamol dalam 50 ml pelarut (NaCl fisiologis +

etanol)

9. Larutan tersebut kemudian diencerkan menjadi 400 ppm dibuat sebanyak 5 ml

Page 6: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

10. Dibagi kedalam 6 tabung,masing-masing ½ ml untuk tiap-tiap kelompok.kemudian

ditambahkan TCA sebanyak 1 ml, vortex selama 15 detik dan sentrifus selama 15

menit;8000 rpm)

11. Supernatant dari masing –masing tabung di keluarkan (1 ml) dan ditambahkan

metanol 1 ml,di vortex kembali selama 15 detik dan sentrifus selama 2 menit; 1200

rpm)

12. Masing- masing larutan dipindahkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan

metanol ad 5 ml

13. Intensitas warna di ukur menggunakan spektrofotometer

E. HASIL PENGAMATAN

Kurva Kalibrasi

No

.

Konsentrasi (ppm)

X

Absorbansi

Y

1. 200 0,023

2. 400 0,050

3. 600 0,082

150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 6500

0.010.020.030.040.050.060.070.080.09

f(x) = 0.0001475 x − 0.00733333333333333R² = 0.997611769201376

standart kalibrasi

Series2Linear (Series2)

konsentrasi

Abso

rban

si

Page 7: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

a = - 7,333 x 10-3

b = 1,475 x 10-4

r = 0,998

Sehingga persamaannya menjadi :

Y = A + B X

Y = -7,333 x 10-3 + 1,475 x 10-4 X

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

400 0,002

400 0,076

400 0,057

400 0,110

400 0,038

400 0,032

Y = rata-rata absorbansi

¿0,002+0,076+0,057+0,11+0,038+0,0326

= 0,0525

Y = a ± bX

0,0525 = - 7,333x10-3 + 1,475x10-4 X

X = 405,64746ppm

Recovery

Perolehan kembali = kadar terukurkadar diketahui

x100%

= 405,423

400x 100 %=101,355 %

Page 8: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

Akurasi = kadar sesunggu hnya – kadar yangdiperole h

kadar sesuggu hnyax 100 %

= 400 – 405,423

400x 100 %=5,423

400x100 %=1,3075 %

Nilai presisi:

Y = a+b X

0,002 = - 7,333x10-3 + 1,475x10-4 X

X = 63,27

Y = a+b X

0,076 = - 7,333x10-3 + 1,475x10-4 X

X = 564,97

Y = a+b X

0,057 = - 7,333x10-3 + 1,475x10-4 X

X = 436,15

Y = a+b X

0,110 = - 7,333x10-3 + 1,475x10-4 X

X = 795,48

Y = a+b X

0,038 = - 7,333x10-3 + 1,475x10-4 X

X = 307,34

Y = a+b X

0,032 = - 7,333x10-3 + 1,475x10-4 X

X = 266,66

F. PEMBAHASAN

Sebelum melakukan analisa preklinis suatu senyawa obat dalam cairan hayati

terlebih dahulu kita dituntut untuk mampu memahami langkah-langkah dari proses

analisa tersebut. Seperti yang telah dipaparakan sebelumnya bahwa agar nilai-nilai

Page 9: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

parameter kinetik obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi

berbagai kriteria seperti yang dilakukan pada praktikum kali ini yakni memenuhi

persen recovery (perolehan kembali), presisi dan akurasi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk optimasi analisis tersebut meliputi:

1. Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikab resapan tetap (khusus untuk

reaksi warna)

2. Penetapan panjang gelombang larutan obat yang memberikan resapan maksimum

3. Pembuatan kurva baku

4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik/akurasi dan kesalahan

acak/presisi

Senyawa obat yang digunakan dalam pengujian disini adalah parasetamol.

Panjang gelombang larutan obat yang memberikan resapan maksimum dalam literatur

diketahui 243,5 nm, sehingga nilai absorbansi sampel dapat segera diukur pada

panjang gelombang tersebut dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sampel

yang diukur dibuat dalam berbagai konsentrasi guna menghasilkan kurva kalibrasi

(kurva baku dari senyawa obat yang dianalis). Dalam praktikum ini pengukuran

dilakukan pada sampel dengan konsentrasi 4000, 3800, 3600, 3400 dan 3200 ppm.

Konsentrasi tersebut diperoleh dari hasil pengenceran dari larutan induk 5000ppm yang

dibuat dengan melarutkan 25mg paracetamol dalam 50ml pelarut. Pelarut yang

digunakan adalah NaCl fisiologis yang sifat larutannya diharapkan sama dengan

kondisi cairan fisiologis dalam tubuh. Setelah dilakukan proses ekstraksi barulah

sampel tersebut siap untuk diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Blanko yang

digunakan pada pengukuran ini adalah plasma.

Dari pengukuran sampel tersebut data yang dihasilkan ternyata tidak sesuai

dengan apa yang diperkirakan. Absorbansi yang diperoleh menghasilkan nilai minus

(-) dan tidak sesuai dengan nilai konsentrasi. Seperti yang terlihat pada kurva hasil

pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis, titik yang dihasilkan tidak dapat

terhubung dan tak terbaca. pada pecobaan yang dilakukan sebelumnya dengan

konsentrasi yang lebih rendah yakni hingga 1000ppm (oleh kelas A) diperoleh nilai

Page 10: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

absorbansi yang cukup baik. Pada awalnya ditingkatkannya konsentrasi sampel pada

percobaan ini diharapkan mampu menghasilkan nilai absorbansi yang lebih jelas dan

lebih optimum namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Hal ini memang bisa

saja terjadi mengingat pada prosesnya pengambilan dan pemindahan sampel pada saat

pengenceran maupun ekstraksi dilakukan dalam skala mikro dan harus dilakukan

secara kuantitatif sehingga kesalahan sekecil apapun sangat berpenngaruh pada hasil

akhir yang diperoleh.

Oleh karenanya pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan memplot data

yang diperoleh dari hasil pengukuran sampel pada konsentrasi 200, 600 dan 800ppm

yang dilakukan oleh kelas sebelumnya (kelas A). Dari data hasil pengukuran tersebut

dapat dibuat kurva kalibrasi sebagai berikut:

150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 6500

0.010.020.030.040.050.060.070.080.09

f(x) = 0.0001475 x − 0.00733333333333331R² = 0.997611769201376

standart kalibrasi

Series2Linear (Series2)

konsentrasi

Abso

rban

si

Dari data tersebut terlihat nilai absorbansi meningkat konstan seiring dengan

meningkatnya konsentrasi. Dan diperoleh persamaan Y = -7,333 x 10-3 + 1,475 x 10-4 X.

Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai recovery (perolehan kembali), nilai

akurasi (kesalahan sistematik) dan nilai presisi (random analytical error).

Sebelum melakukan pengukuran nilai-nilai tersebut terlebih dahulu dibuat

sampel obat (paracetamol) dengan konsentrasi yang telah ditentukkan berdasarkan

Page 11: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

pada pertimbangan hasil percobaan sebelumnya (yakni sampel dengan konsentrasi

400ppm).

Larutan sampel kemudian diadd dengan menggunakan plasma. Hal ini

dimaksudkan bahwa senyawa obat tersebut (paracetamol) dianggap terlarut dalam

cairan plasma dalam tubuh. Selanjutnya senyawa obat diisolasi dengan cara

mensentrifuge campuran tersebut dalam larutan TCA yang mampu mengendapkan

protein plasma. Sehingga diperoleh supernatan yang selanjutnya difortex dan

disentrifuge kembali dalam larutan metanol. Selanjutnya sampel hasil isolasi tersebut

diukur pada spektrofotometer UV-Vis dalam larutan metanol. Pengukuran dilakukan

setelah pengukuran blanko Plasma.

Nilai absorbansi rata-rata diperoleh 0,0525. Nilai tersebut kemudian dimasukkan

pada persamaan yang dihasilkan dari data yang diperoleh pada praktikum sebelumnya

yakni persamaan :

Y = -7,333 x 10-3 + 1,475 x 10-4 X.

Sehingga diperoleh nilai X ( konsentrasi) 405,64746ppm.

Selanjutnya diperoleh nilai Recovery (perolehan kembali) sebesar 101,355 %.

Nilai recovery ini merupakan tolak ukur effisiensi analisis yang dilakukan. Sedangkan

nilai akurasi yang merupakan tolak ukur dari inakurasi penetapan kadar itu sendiri

diperoleh sebesar 1,3075% (memenuhi nilai dari yang telah disyatratkan dimana nilai

akurasi harus kurang dari 10%). Untuk nilai presisi terlihat pada hasil perhitungan,

range nilai yang dihasilkan untuk setiap kadar sangat jauh berbeda sehingga dapat

disimpulakan bahwa analisis yang dilakukan cukup akurasi namun tidak presisi.

Terlepas dari masalah keterbatasan alat yang digunakan yang biasanya menjadi salah

satu faktor permasalahan dari ketidak akuratan suatu hasil analisa, ketelitian

praktikan/pelaku analisa ini sendiri juga sangat berpengaruh pada hasil akhir dari nilai

analisa yang diperoleh.

Page 12: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

G. KESIMPULAN

Pada sampel dengan panjang gelombang larutan obat yang memberikan resapan

maksimum yang telah diketahui langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk

optimasi analisis tersebut meliputi: Pembuatan kurva baku serta Perhitungan nilai

perolehan kembali (recovery), kesalahan sistematik/akurasi dan kesalahan

acak/presisi

Dari kurva kalibrasi yang dibuat, diperoleh persamaan Y = -7,333 x 10-3 + 1,475 x

10-4 X.

Dari hasil pengukuran absorbansi pada sampel dengan konsentrai 400ppm

diperoleh konsentrasi 405,64746ppm.

Hal tersebut dapat terlihat pada hasil perhitungan yang menghasilkan:

- persen recovery 101,355 %.

- Nilai akurasi 1,3075 % dan

- Nilai Presisi:

Berdasarkan data yang diperoleh maka analisis yang dilakukan cukup akurasi namun

tidak presisi.

Ketelitian praktikan/pelaku analisa sangat berpengaruh pada nilai akhir yang

diperoleh.

Absorbansi (Y) Konsentrasi Presisi (X) dalam ppm

0,002 63,270,076 564,970,057 436,150,110 795,480,038 307,340,032 266,66

Page 13: Analisis Parasetamol Dalam Cairan Hayati

H. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, ed. IV, Dep. Kesehatan Republik Indonesia , Jakarta

Ritschel, W. A, 1976, Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st edition, hal 78, Drug

Inteligence Publication Inc. Hamillton, USA.

Siswandono, Bambang Soekardjo, 1998, Prinsip-Prinsip Rancangan

Obat, hal 85, Airlangga University Press, Surabaya

Shergel, L., Yu, B.C. Andrew., 1999, Applied Biopharmaceutics &

Pharmacokinetics, edisi 4, hal 30-32, Appleton & Lange, USA

Wenas, 1999, Kelainan Hati Akibat Obat, Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid 1, edisi 3, 363-

369, Gaya Baru, Jakarta