analisis obat dalam cairan hayati

34
ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI I. TUJUAN Agar mahasiswa dapat memahami langkah - langkah analisis obat didalam cairan hayati. II. DASAR TEORI Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan makhluk hidup. Berdasarkan interaksi tersebut, maka farmakologi dibagi menjadi dua yaitu farmakodinamik dan farmakokinetik. Dalam farmakodinamik dipelajari mengenai  pengaruh (efek) obat terhadap makhluk hidup. Sedangkan farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari tentang kinetika absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat dalam tubuh. Farmakokinetik menentukan kecepatan mulai kerja obat, lama kerja dan intensitas efek obat. Farmakokinetik sangat tergantung pada usia, seks, genetik, dan kondisi kesehatan seseorang. Ada 4 fase dalam proses far makokinetik: 1. Penyerapan (absorbsi) obat Absorbsi ditentukan oleh bentuk sediaan, bahan pencampur obat, cara pemberian obat. Absorbsi obat sudah dimulai sejak di mulut, kemudian lambung, usus halus, dan usus besar. Tapi terjadi terutama di usus halus karena permukaannya yang luas, dan lapisan dinding mukosanya lebih permeabel. Bioavailability artinya  jumlah dan kecepatan bahan obat aktif masuk ke dalam pembuluh darah, dan terutama ditentukan oleh dosis dari obat 2. Distribusi obat Distribusi artinya setelah obat masuk ke dalam sirkulasi darah, kemudian obat diditribusikan ke dalama jaringan tubuh. Distribusi obat ini tergantung pada rata- rata aliran darah pada organ target, massa dari organ target, dan karakteristik dinding pemisah diantara darah dan jaringan. Di dalam darah obat berada dalam  bentuk bebas atau terikat dengan komponen darah albumin, gliko-protein dan lipo-protein, sebelum mencapai organ target. Ap abila obat telah terikat dengan  protein maka secara farmakologi obat tersebut tidak mempunyai efek terapetik dan ditibusinya terbatas. Selain itu obat tidak dapat menembus membran sel karena merupakan suatu komplek yang besar.

Upload: rizki-rahmadani

Post on 15-Oct-2015

857 views

Category:

Documents


65 download

DESCRIPTION

semester 2 ugm farmasi

TRANSCRIPT

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    1/34

    ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

    I. TUJUANAgar mahasiswa dapat memahami langkah - langkah analisis obat didalam cairanhayati.

    II. DASAR TEORIFarmakologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan makhluk

    hidup. Berdasarkan interaksi tersebut, maka farmakologi dibagi menjadi dua yaitu

    farmakodinamik dan farmakokinetik. Dalam farmakodinamik dipelajari mengenai

    pengaruh (efek) obat terhadap makhluk hidup. Sedangkan farmakokinetika adalah ilmu

    yang mempelajari tentang kinetika absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat

    dalam tubuh.

    Farmakokinetik menentukan kecepatan mulai kerja obat, lama kerja dan

    intensitas efek obat. Farmakokinetik sangat tergantung pada usia, seks, genetik, dan

    kondisi kesehatan seseorang. Ada 4 fase dalam proses farmakokinetik:

    1. Penyerapan (absorbsi) obatAbsorbsi ditentukan oleh bentuk sediaan, bahan pencampur obat, cara pemberian

    obat. Absorbsi obat sudah dimulai sejak di mulut, kemudian lambung, usus halus,

    dan usus besar. Tapi terjadi terutama di usus halus karena permukaannya yang

    luas, dan lapisan dinding mukosanya lebih permeabel. Bioavailability artinya

    jumlah dan kecepatan bahan obat aktif masuk ke dalam pembuluh darah, dan

    terutama ditentukan oleh dosis dari obat

    2. Distribusi obatDistribusi artinya setelah obat masuk ke dalam sirkulasi darah, kemudian obat

    diditribusikan ke dalama jaringan tubuh. Distribusi obat ini tergantung pada rata-

    rata aliran darah pada organ target, massa dari organ target, dan karakteristik

    dinding pemisah diantara darah dan jaringan. Di dalam darah obat berada dalam

    bentuk bebas atau terikat dengan komponen darah albumin, gliko-protein dan

    lipo-protein, sebelum mencapai organ target. Apabila obat telah terikat dengan

    protein maka secara farmakologi obat tersebut tidak mempunyai efek terapetik

    dan ditibusinya terbatas. Selain itu obat tidak dapat menembus membran sel

    karena merupakan suatu komplek yang besar.

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    2/34

    3. MetabolismeTempat utama metabolisme obat terjadi di hati, dan pada umumnya obat sudah

    dalam bentuk tidak aktif jika sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam

    bentuk aktif sampai di hati. Obat-obatan di metabolisme dengan cara oksidasi,

    reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerisasi, yang tujuannya

    supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin dan empedu. Kecepatan

    metabolisme pada tiap orang berbeda tergantung faktor genetik, penyakit yang

    menyertai(terutama penyakit hati dan gagal jantung), dan adanya interaksi

    diantara obat-obatan. Dengan bertambahnya umur, kemampuan metabolisme hati

    menurun sampai lebih dari 30% karena menurunnya volume dan aliran darah ke

    hati.

    4. EksresiTempat utama terjadinya eksresi adalah di ginjal. Sedangkan sistem billier

    membantu ekskresi untuk obat-obatan yang tidak diabsorbsi kembali dari sistem

    pencernaan. Sedangkan kontribusi dari intestine (usus), ludah, keringat, air susu

    ibu, dan lewat paru-paru kecil, kecuali untuk obat-obat anestesi yang dikeluarkan

    waktu ekshalasi. Metabolisme oleh hati membuat obat lebih polar dan larut air

    sehingga mudah di ekskresi oleh ginjal. Obat-obatan dengan berat lebih dari 300

    g/mol yang termasuk grup polar dan lipophilic di ekskresikan lewat empedu.

    Secara lebih jelasnya Farmakodinamik menggambarkan bagaimana obat

    bekerja dan mempengaruhi tubuh, melibatkan reseptor, post-reseptor dan interaksi

    kimia. Farmakokinetik dan farmakodinamik membantu menjelaskan hubungan antara

    dosis dan efek dari obat. Respon farmakologis tergantung pada ikatan obat pada

    target. Konsentrasi obat pada reseptor mempengaruhi efek obat. Farmakodinamik

    dipengaruhi oleh perubahan fisiologis tubuh seperti proses penuaan, penyakit atauadanya obat lain. Penyakit-penyakit yang mempengaruhi farmakodinamik contohnya

    adalah mutasi genetik, tirotoksikosis (penyakit gondok), malnutrisi (salah gizi) dll.

    Pada hakekatnya supaya bisa diserap oleh tubuh obat harus diubah menjadi

    metabolit aktifnya. Biasanya obat-obat yang demikian disebut dengan Pro drug (Pra

    obat). Prodrug bersifat labil, tidak mempunyai aktivitas farmakologis, tapi dalam

    tubuh akan diubah menjadi aktif. Contoh : Bioavailabilitas parasetamol ditingkatkan

    oleh ester propacetamol dan sumacetamol. Kemudian dengan atau tanpa

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    3/34

    biotransformasi obat dieksresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut proses

    farmakokinetik dan berjalan serentak di dalam tubuh.

    Darah merupakan tumpuan proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi. Artinya

    tanpa darah, obat tidak dapat menyebar ke lingkungan badan dan dikeluarkan dari

    badan. Karena itu, logis bila adanya proses absorbsi dapat ditunjukkan dengan

    peningkatan kadar obat dalam darah dan adanya proses distribusi serta eliminasi

    ditunjukkan dnegan pengurangan kadar obat dalam darah. Dengan kata lain,

    besarnya obat yang ada dalam darah mencerminkan besarnya kadar obat di tempat

    absorbsi, distribusi, dan tempat eliminasi.

    Penetapan kadar obat di dalam badan dapat dianalisis dari cairan hayati lain

    seperti urin, saliva atau lainya. Namun, dalam praktik, uji dengan darah paling

    banyak dilakukan. Di samping tempat dominan yang dilalui obat seperti yang

    dijelaskan di atas, darah juga menjadi tempat yang paling cepat dicapai oleh obat.

    Sedangkan urin merupakan cairan hayati yang biasanya digunakan dalam uji fase

    farmakokinetik untuk mempelajari disposisi suatu obat dan menentukan kadar suatu

    obat untuk obat-obatan yang dieksresikan lewat urin, minimal 10% nya terdapat

    dalam urin dalam bentuk utuh yang belum dimetabolisme.

    Hasil analisis dalam farmakokinetika dinyatakan dalam parameter

    farmakokinetika. Parameter farmakokinetika didefinisikan sebagai besaran yang

    diturunkan secara matematis dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di

    dalam cairan hayati (darah, urin,saliva dan lainnya). Parameter farmakokinetika obat

    diperoleh berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan metabolitnya.

    Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetika adalah :

    a.Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti cairan intrasel, ekstrasel (plasma darah,

    cairan interstitial, cairan cerebrospinal), dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.

    b.Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin dapat

    mengikat obat.

    c.Distribusi obat dalam berbagai system kompartemen biologis, terutama hubungan waktu

    dan kadar obat dalam berbagai system tersebut, yang sangat menentukan kinetika obat.

    d.Dosis sediaan obat,transport antar kompartemen seperti proses absorpsi, bioaktivasi,

    biodegradasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    4/34

    Terdapat tiga jenis parameter farmakokinetik yaitu parameter primer, sekunder,

    dan turunan. Parameter farmakokinetik primer meliputi kecepatan absorbsi, Vd

    (volume distribusi), Cl (klirens). Parameter farmakokinetik sekunder antara lain

    adalah t 1/2 eliminasi (waktu paruh eliminasi), Ke (konstanta kecepatan eliminasi).

    Sedangkan parameter farmakokinetik turunan harganya tergantung dari dosis dan

    kecepatan pemberian obat Parameter farmakokinetik meliputi :

    1. Parameter pokok Tetapan kecepatan absorbsi (Ka)

    Menggambarkan kecepatan absorbsi, yaitu masuknya obat ke dalam

    sirkulasi sistemik dari absorbsinya (saluran cerna pada pemberian oral,

    jaringan otot pada pemberian intramuskular).

    Cl (Klirens)Klirens adalah volume darah yang dibersihkan dari kandungan obat

    persatuan waktu (Neal, 2006).

    Volume distribusi (Vd)Volume distribusi adalah volume yang menunjukkan distribusi obat (Neal,

    2006).

    2. Parameter Sekunder Waktu paro eliminasi (t 1/2)

    Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat

    di dalam tubuh menjadi seperdua selama eliminasi (atau selama infus

    yang konstan) (Katzung, 2001).

    Tetapan kecepatan eliminasi ( Kel )Kecepatan eliminasi adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu yang

    akan tereliminasi dalam satu satuan waktu. Tetapan kecepatan eliminasi

    menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah proses kinetik mencapai

    keseimbangan (Neal, 2006).

    3. Parameter Turunan Waktu mencapai kadar puncak ( tmak )

    Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai

    puncak.

    Kadar puncak (Cp mak)

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    5/34

    Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum

    atau plasma. Nilai ini merupakan hasil dari proses absorbsi, distribusi dan

    eliminasi dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak

    proses-proses tersebut berada dalam keadaan seimbang.

    Luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam sirkulasi sistemik vs waktu(AUC)

    Nilai ini menggambarkan derajad absorbsi, yakni berapa banyak obat

    diabsorbsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Area dibawah kurva

    konsentrasi obat-waktu (AUC) berguna sebagai ukuran dari jumlah total

    obat yang utuh tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik .

    Agar nilai parameter obat dapat dipercaya ,metode penetapan kadar harus

    memeuhi berbagai criteria yaitu meliputi perolehan kembali,presisi dan akurasi

    .Persyaratan yang dituntut adalah jika metode tersebut dapat memperoleh nilai

    perolehan kembali yang tinggi(75-90% atau lebih ) ,kesalahan acak dan sistemik

    kurang dari 10 %.

    Parameter farmakokinetika sangat penting karena dapat menggambarkan

    seberapa besar obat diabsorbsi, seberapa tepat obat dieliminasi, seberapa besar efek

    terapeutik dan ketoksisikan suatu obat. Oleh karena itu agar parameter dapat

    dipercaya, metode yang digunakan dalam menentukan kadar obat yang digunakan

    harus memenuhi criteria sebagai berikut:

    1. Selektif atau spesifikSelektifitas metode adalah kemampuan suatu metode untuk membedakan suatu

    obat dari metabolitnya, obat lahir(dalam kasus tertentu yang berkaitan) dan

    kandungan endogen cuplikan hayati. Selektifitas metode menempati prioritasutama karena bentuk obat yang akan ditetapkan dalam cuplikan hayati adalah

    dalam bentuk tak berubah atau metabolitnya. Metode analisis yang digunakan

    harus memiliki spesifitas yang tinggi terhadap salah satu obat yang akan

    ditetapkan tersebut. Spesifik hendaknya diterapkan dengan percobaan melalui

    bukti kromatografi bahwa metode spesfik untuk obat.Sebagai tambahan, standar

    internal hendaknya dapat dipisahkan secara lengkap dan menunjukkan tidak

    adanya gangguan senyawa-senyawa lain. Penetapan kadar secara kalorimetrik dan

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    6/34

    spektrofotometrik biasanya kurang spesifik. Gangguan dari zat lain dapat

    memperbesar kesalahan hasil (Shargel, 1998).

    2. Sensitif atau pekaSensitifitas metode berkaiatan dengan kadar terendah yang dapat diukur oleh

    suatu metode analisis yang digunakan. Pemilihan metode analisis tergantung pada

    tingkat sensitifitas yang dimiliki oleh metode tersebut. Hal ini dapat dipahami

    karena dalam menghitung parameter farmakokinetika suatu obat, diperlukan

    sederetan kadar dari waktu ke waktu. Sehingga metode analisis yang dipilih harus

    dapat mengukur kadar obat tertimggi sampai yang terendah yang ada dalam

    badan.

    Perlu diperhatikan bahwa terdapat keterkaitan antara kespesifikan dan kepekaan

    suatu metode analisis. Dalam berbagai kasus,kespesifikan suatu metode dapat

    ditingkatkan dengan menurunkan kepekaan, karena dengan cara gangguan

    komponen lain dalam sampel dapat ditekan. Akan tetapi, penurunan kepekaan

    kadang-kadang mengakibatkan kekeliruan negative yang merugikan dalam

    analissi kualitatif. Oleh karena itu, sebelum memilih suatu metode, perlu

    dipertimbangkan dengan seksama manakah yang lebih dibutuhkan,kepekaan yang

    maksimum atau kespesifikan yang tinggi.

    3. Ketelitian (accuracy) dan ketepatan(precision)Ketelitian(accuracy) ditunjukan oleh kemampuan suatu metode untuk

    memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan true value (nilai

    sesungguhnya). Ketelitian suatu metode dapat dilihat dari perbedaan anatara harga

    penetapan kadar rata-rata dengan harga sebenarnya atau konsentrasi yang

    diketahui.

    Jika tidak ada data nilai sebenarnya atau nilai yang dianggap benar tersebut maka

    tidak mungkin untuk menentukan berapa akurasi pengukuran tersebut.Presisi

    menyatakan seberapa dekat nilai hasil dua kali atau lebih pengulangan

    pengukuran. Semakin dekat nilainilai hasil pengulangan pengukuran maka

    semakin presisi pengukuran tersebut.

    =

    100% =%

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    7/34

    Metode yang baik memberikan hasil recovery yang tinggi yaitu 75-90% atau

    lebih. Ketelitian berkaian dengan purata. Bila suatu hasil itu teliti (accurate) berarti

    purata sama dengan harga sebenarnya, walaupun penyebarannya lebar (luas). Dalam

    hubungan ini, adalah lebih baik hasil yang kurang teliti tapi tepat daripada teliti

    namun kurang tepat. Ketepatan(precision) menggambarkan hasil yang berulang-ulang

    tidak mengalami perbedaan hasil (reprodusibilitas data). Dengan kata lain, ketepatan

    menunjukkan kedekatan hasil-hasil pengukuran berulang. Ketepatan pengukuran

    hendaknya diperoleh melalui pengukuran ulang(replikasi) dari berbagai konsentrasi

    obat dan melalui pengukuran ulang kurva konsentrasi standar yang disiapkan secara

    terpisah pada hari yang sama. Ketepatan berhubungan dengan penyebaran harga

    terhadapa purata kecil meskipun karena kesalahan sistematik, purata berbeda agak

    besar dengan harga sebenarnya. Kemudian dilakukan perhitungan statistik yang sesuai

    dengan penyebaran data, sperti datndar deviasi atau koefisien variasi.

    4. CepatKecepatan berkaitan dengan banyaknya cuplikan hayati yang harus dianalisis

    dalam suatu macam penelitian farmakokinetika

    5. EfisienMetode tidak terlalu panjang karena dikhawatirkan akan menimbulkan suatu

    kesalahan sistematik.

    = 100% %

    =

    100%

    =

    100%

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    8/34

    III. ALAT DAN BAHANALAT

    Labu takar 100 ml Pipet volume 0,1; 0,2; 1,0; 2,0 ml Tabung reaksi 15 buah Pipet ukur 5 ml Speltrofotometer Kuvet Scalpel/ silet Sentrifuge Stopwatch Kertas grefik numeric dan semilog

    BAHAN

    Asam trikloroasetat (TCA) Natrium nitrit 0,1 % Ammonium sulfamat 0,5 % N (1-naftil) etilebdiamin 0,1 % Sulfadiazine (Na) Antikoagulan: heparin Darah tikus

    IV. CARA KERJA Ditetaapkanan prosedur kadar Bratton Marshall

    Dibuat larutan stok Na sulfadiazine

    Dibuat kurva baku internal

    Sampel darah invivo diproses

    Stok Na sulfadiazine ditambahkan darah sampel di campurkan dan

    dipusingkan (sentrifuge)

    Diambil beningan dan diencerkan

    Ditambahkan NaNO2 didiamkan

    Ditambahkan larutan N (1-naftil) etilendiamin dan dicampur dengan baik

    Dipindahkan larutan kedalam kuvet dan dibaca intensitas warna pada

    spektrofotometer

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    9/34

    Dicari waktu larutan sulfadiazineDigunakan larutan sulfadiazine

    Diukur resapan

    Dibuat kurva resapan versus

    Ditetapkan waktu resapan

    Dicari panjang gelombang Dibuat kurva baku sulvadiazin menggunakan regersi Ditentukan perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistemik

    Disediakan larutan dalam darah 50, 100, 300 g/ml

    Diambil 0,1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi dengan 3,9 ml air

    Dianalisis sulfadiazine

    Ditentukan kadar masing-masing

    Dihitung kadar rata-rata dan simpangan baku

    Dibuat 2 replikasi

    V. HASIL PERCOBAAN1. Kurva baku

    Kadar 0; 25; 50; 100; 200; 400 g/ lVolume pengambilan:

    Kadar 25 g/ mlV1.M1 = V2.M2

    1000.V1 = 1000.25

    V1 = 25 l

    V Aquadest = 1000-25 l

    V Aquadest = 975 l

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    10/34

    Kadar 50 g/ mlV1.M1 = V2.M2

    1000.V1 = 1000.50

    V1 = 50 l

    V Aquadest = 1000-50 lV Aquadest = 950 l

    Kadar 100 g/ mlV1.M1 = V2.M2

    1000.V1 = 1000.100

    V1 = 100 l

    V Aquadest = 1000-100 l

    V Aquadest = 900 l

    Kadar 200 g/ mlV1.M1 = V2.M2

    1000.V1 = 1000.200

    V1 = 200 l

    V Aquadest = 1000-200 l

    V Aquadest = 800 l

    Kadar 400 g/ mlV1.M1 = V2.M2

    1000.V1 = 1000.400

    V1 = 400 l

    V Aquadest = 1000-400 l

    V Aquadest = 600 l

    Kadar (g/ ml) Absorbansi

    25 0,180

    50 0,325

    100 0,199

    200 0,412

    400 0,929

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    11/34

    2. Volume pengambilan (Recovery)Kadar 75; 150; 300 g/ l

    Volume pengambilan:

    Kadar 75 g/ mlV1.M1 = V2.M2

    1000.V1 = 1000.150V1 = 150 l

    V Aquadest = 2000-150 l

    V Aquadest = 1850 l

    Kadar 150 g/ mlV1.M1 = V2.M2

    1000.V1 = 1000.300

    V1 = 300 l

    V Aquadest = 2000-300 lV Aquadest = 1700 l

    Kadar 300 g/ mlV1.M1 = V2.M2

    1000.V1 = 1000.600

    V1 = 600 l

    V Aquadest = 2000-600 l

    V Aquadest = 1400 l

    y = 0.0018x + 0.1527

    R = 0.9366

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    0 100 200 300 400 500

    Absorbansi

    Kadar (g/ml

    )

    Kurva Baku Sulfametoksazol dalam

    Darah Tikus

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    12/34

    Kadar (g/ ml) Replikasi Absorbansi

    75 I 0,515

    II 0,386

    III 0,319

    150 I 0,831

    II 0,817

    III 0,834

    300 I 0,877

    II 0,783

    III 0,828

    VI. ANALISIS DATADiamati perubahan yang terjadi

    Dicatat hasilnya

    Dihitung kadar rata-rata , recovery, kesalahan acak dan kesalahan sistemik

    VII. PERHITUNGAN

    Y = 1,830.10-3x + 0,153

    X = Y - 0,153

    1,830.10-3

    X75= 0,4070,153 = 138,797 g/mL

    1,830.10-3

    X150 = 0,8270,153 = 368,306 g/mL

    1,830.10-3

    X300 = 0,8290,153 = 369,398 g/mL

    1,830.10-3

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    13/34

    Perolehan kembali

    %PK75 = 138,797 x 100% =185,063%

    75

    %PK150 = 368,306 x 100% =245,537%

    150

    %PK300 = 369,398 x 100% =123,13%

    300

    Kesalahan Acak

    %KA75= 0,0996 x 100% = 24,477%

    0,407

    %KA150= 9.10-3x 100% = 1,097%

    0,827

    %KA300= 0,047 x 100% = 5,671%

    300

    Kesalahan sistematik

    %KS75 = 100% - 185,073% = -85,073%

    Kadar terukur

    Perolehan kembali = x 100%Kadar diketahui

    Simpangan baku

    Kesalahan acak = x 100%

    Harga rata-rata

    Kesalahan sistemik = 100% - %PK

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    14/34

    %KS150 = 100% - 245,537% = -145,537%

    %KS300 = 100% - 123,130% = -23,130%

    ONEWAY DATA RECOVERY

    ONEWAY /VARIABLES= absorbansi BY kadar

    Descriptives

    95% Confidence Interval

    for Mean

    MeanStd.

    Deviation

    Std.

    Error

    Lower

    Bound

    Upper

    BoundMinimum Maximum

    absorbansi 75 3 .41 .10 .06 .16 .65 .32 .52

    150 3 .83 .01 .01 .80 .85 .82 .83

    300 3 .83 .05 .03 .71 .95 .78 .88

    Total 9 .69 .22 .07 .52 .86 .32 .88

    Test of Homogeneity of Variances

    Levene Statistic df1 df2 Sig.

    absorbansi 3.49 2 6 .10

    ANOVA

    Sum of Squares d Mean Square F Sig.

    absorbansi Between Groups .36 2 .18 43.66 .00

    Within Groups .02 6 .00

    Total .38 8

    Uji Anova pada prinsipnya adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua

    sumber variasi yaitu variasi didalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok

    (between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati

    angka satu), maka berarti tidak ada perbedaan efek dari intervensi yang dilakukan, dengan

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    15/34

    kata lain nilai mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan. Sebaliknya bila variasi antar

    kelompok lebih besar dari variasi didalam kelompok, artinya intervensi tersebut memberikan

    efek yang berbeda, dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya

    perbedaan.

    Hasil uji Anova diketahui besarnya nilai F hitung adalah 43,66 dengan degree of

    freedom/derajat bebas (df) regression sebesar 2 dan nilai df dari residual sebesar 6, maka

    dapat diketahui besarnya nilai dari F-tabel pada tingkat signifikansi 5% (a = 0,05) yaitu

    sebesar 5,14 (Lihat Tabel F).

    Untuk pengujian yaitu dengan membandingkan besarnya nilai F hitung dan F tabel,

    memberikan hasil bahwa nilai F hitung lebih besar dari F tabel atau 43,66 > 5,14. Diperkuat

    dengan nilai p = 0.00 lebih kecil daripadanilai kritik =0,05.H0 ditolak sehingga kesimpulan

    yang didapatkan adalah ada perbedaan yang bermakna rata-rata absorbansi berdasarkan

    ketiga kelompok kadar tersebut.

    Karena hasil uji Anova menunjukan adanya perbedaan yang bermakna, maka uji

    selanjutnya adalah melihat kelompok mana saja yang berbeda. Untuk menentukan uji lanjut

    mana yang digunakan, maka kembali kita lihat tabel Test of Homogeneity of Variances.

    Hasil uji Homogeneity of Variances menunjukkan nilai sig. (p-value) sebesar 0,10, ini

    mengindikasikan bahwa kita gagal menolak H0, dengan kata lain H0 diterima. Berarti tidak

    cukup bukti untuk menyatakan bahwa mean dari tiga kadar kelompok tidak sama. Hasil yang

    didapatkan 0,10 > 0,05 dapat disimpulkan bahwa data absorbansi berdasarkan kadar

    mempuyai varian yang sama.

    VIII. PEMBAHASANTujuan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah

    analisis obat didalam cairan hayati. Obat yang dianalisis dalam percobaan kali ini adalah

    sulfametoksazol. Dalam percobaan ini digunakan metode bratton-marshall. Metode bratton-

    marshall merupakan cara umum untuk menentukan kadar senyawa yang mempunyai senyawa

    amin primer didalamnya. Metode ini berdasarkan kolorimetri, yaitu terbentuknya senyawa

    berwarna yang intensitasnya dapat diketahui dengan menggunakan alat spektrofotometer uv-

    visibel.

    Analisis ini bertujuan untuk menguj seberapa besar ketepatan dan ketelitian metode

    yang digunakan, maka ditetapkan beberapa parameter farmakokinetika yang berhubungan

    dengan metode penetapan kadar suatu obat dalam cairan hayati, seperti recovery (P%), dan

    kesalahan sistematik (100%-P%) sebagai parameter ketelitian serta perhitungan SD dan

    kesalahan acak (CV) sebagai parameter ketepatan. Parameter farmakokinetik merupakan

    tolak ukur yang digunakan untuk mengevaluasi pola absorbsi, distribusi, metabolisme,

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    16/34

    ekskresi suatu obat. Parameter farmakokinetik merupakan besaran yang diturunkan secara

    sistematis dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya dalam darah atau urin. Analisis

    ini dilakukan dengan membuat seri kadar obat tertentu dalam darah dan urin yang kemudian

    diproses lebih lanjut sehingga dpaat dibaca absorbannya dan dibuat kurva bakunya.

    Cairan hayati yang digunakan sebagai media obat adalah darah dan urin. Darah yang

    digunakan untuk analisis obat karena darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai oleh

    obat dan merupakan tempat dominan yang dilalui oleh obat, baik ketika proses metabolisme

    maupun organ eliminasi, sehingga kadar obat dalam darah paling mencerminkan kadar obat

    sebenarnya dalam tubuh. Proses absorbsi ditunjukan dengan adanya peningkatan kadar obat

    dalam darah. Sedangkan proses distribusi dan eliminasi ditunjukan dengan adanya penurunan

    kadar obat dalam darah pada waktu tertentu.

    Sedangkan penggunaan urin dalam analisis kadar obat memiliki beberapa persyaratan,

    antara lain bentuk obat dalan keadaan unchanged, teknik penetapan harus spesifik,

    frekuensi cuplikan harus besar, dan cuplikan yang diambil harus ketika semua obat telah

    diekskresi atau sekitar 7-10 kali waktu paruhnya. Keterbatasan penggunaan cuplikan urin

    diantaranya karena pengosongan kandung kemih sulit utnuk dikerjakan, banyak obat

    mungkin mengalani dekomposisi selama penyimpanan, dan kemungkinan terhidrolisisnya

    konjugat metabolit yang tidak stabil dalam urin. Pada akhirnya keterbatsan tersebut dapat

    mempengaruhi jumlah total obat dalam bentuk unchanged yang diekskresikan pada waktu

    tak hingga.

    Berikut bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini:

    1. sulfametoksazol:

    Rumus molekul : C10

    H11N

    3O

    3S

    Berat molekul : 253,28

    Pemerian : serbuk hablur, putih sampai hampir putih, praktis tidak berbau

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    17/34

    Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam kloroform, mudah

    larut dalam aseton dan dalam larutan natrium hidroksida encer, agak

    sukar larut dalam etanol.

    Sulfametoksazol mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0%

    C10H11N3O3S, dihitung terhadap zat yang etlah dikeringkan.

    Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih; praktis tidak berbau

    Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter, dan dalam kloroform; mudah

    larut dalam aseton dan dalam natrium hidroksida encer; agak sukar

    larut dalam etanol.

    Sulfametoksazol merupakan derivat dari Sulfisoxasol yang mempunyai absorbsi dan

    ekskresi yang lebih lambat. Bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam NaOH encer.

    Dari sifat-sifat itu, larutan obat ini dibuat dengan melarutkan terlebih dahulu SMZ dalam

    NaOH kemudian diencerkan dengan menggunakan aquadest hingga konsentrasi yang

    dikehendaki. Obat ini biasa digunakan dalam bentuk sediaan tablet, injeksi, suspensi, tetes

    mata, dan salep mata.

    Waktu paruh plasma Sulfametoksazol adalah 11 jam

    Sulfametoksazol merupakan sulfonamid turunan dari sulfanilamid dan mempunyai

    peranan sebagai obat anti bakteri. Sulfametoksazol merupakan sulfonamid yang mempunyai

    kecepatan absorpsi dan ekskresi cepat. Pasangan elektron bebas yang dimiliki

    Sulfametoksazol terdapat pada atom-atom N-primer, N-sekunder, N-tersier, O pada SOdan

    rantai siklik serta S pada SO, dimungkinkandapat mengikat tembaga(II) pada protein azurin

    yang dibutuhkan oleh bakteri untuk proses fotosintesis.

    Sulfametoksazol dalam dewasa ini hampir selalu digabungkan dengan trimetropin

    dalam penggunaanya. Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik

    obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat

    memberikan efek sinergi. Penemuan sediaan kombinasi ini merupakan kemajuan penting

    dalam uasaha meningkatkan efektivitas klinik antimikroba. Kombinasi ini lebih dikenal

    dengan kotrimoksazol.

    Mikroba yang peka terhadap kombinasi trime toprim-sulfametoksazol ialah ; S.

    pneumoniae, C. diphtheria, dan N meningitis, 50-59 % strain S. aureus, S. epidermidis, S.

    pyogenes, S. viridians, S. faecalis, E. coli, P. mirabilis, P. morganii, P. rettgeri,

    Enterobacter, Aerobacter spesies, Salmonela, Shigela, Serratia dan Alcaligenes spesies dan

    Klebsiela spesies. Kedua komponen memperlihatkan interaksi sinergistik. Kombinasi ini

    mungkin efektif walaupun mikroba telah resisten terhadap tirmetropim.

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    18/34

    Aktifitas antibakteri kotrimoksazol berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap yang

    berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfonamide

    menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekul asam folat dan trimetoprim

    menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrshidrofolat.

    Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom C, seperti pembentukan

    basa purin (adenin, guanin, dan timidin) dan beberapa asam amino (metionin, glisin). Sel-sel

    mamalia menggunakan folat jadi yang terdapat dalam makanan dan tidak mensintensis

    senyawa tersebut. Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara

    sangat selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel mamalia.

    2. HEPARINHeparin adalah sediaan steril mengandung polosakarida sulfat seperti yang terdapat

    dalam jaringan hewan yang menyusui, mempunyai sifat khas menghambat pembekuan darah.

    Potensi tiap mg tidak kurang dari 110 IU dan tidak lebih dari 13 Iu dihitung terhadap zat yang

    telah dikeringkan dan tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang

    tertera dalam etiket.

    Struktur heparin:

    Pemerian: Serbuk, putih atau putih daging agak higroskopis

    Kelarutan: Larut dalam 2,5 bagian air

    Heparin merupakan anti-koagulansia langsung, yang mengandung gugus karboksil

    dan sisa sulfat, sehingga heparin merupakan salah satu asam terkuat dalam tubuh. Heparin

    bekerja dengan menghambat pembekuan darah yang kerjanya bergantung adanya Anti-

    trombin III (suatu 2-globulin dan kofaktor dari heparin dan memperkuat kerja heparin)

    sehingga membentuk kompleks heparin-antitrombin yang ammpu mengaktifkan faktor-faktor

    Ixa, Xa, XIa, XIIa sehingga menghambat pembentukan trombin. Pqdq konsentrasi tinggi,

    heparin menghambat juga agregasi trombosit.

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    19/34

    Heparin juga mempunyai kerja menjernihkan plasma yang berlipid (membebaskan

    lipoproteinlipase dari endotelium pembuluh yang mampu melarutkan khilomikron). Heparin

    mempercepat penguraian histamin dengan membebaskan diaminoksidase yang mengoksidasi

    histamin dan mereduksi pembentukan aldosteron.

    Mekanisme anti koagulan :

    Heparin + Anti trombin III + Faktor penggumpalan Kompleks terner

    Protrombin X Trombin

    Heparin beraksi dengan mengikat anti trombin III membentuk kompleks yang berafinitas

    lebih besar daripada anti trombin III itu sendiri terhadap beberapa faktor pembekuan darah

    aktif (trombin dan faktor Xa/faktor stuart power). Heparin juga menginaktivasi faktor

    VIIIa/AHG dan mencegah terbentuknya fibrin yang stabil. Oleh karena itu heparin

    mempercepat inaktivasi faktor pembekuan darah. (Ian Tahu, 1995).

    3. ASAM TRIKLORO ASETAT(TCA)

    Rumus molekul : C2HCl3O2

    BM : 163,39

    Pemerian : massa hablur, sangat rapuh, tidak berwarna, rasa lemah dan

    khas.

    Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter P.

    Asam trikloroasetat (nama sistematis:asam trikloroetanoat) adalah analog dari asam

    asetat, dengan ketiga atom hidrogen dari gugus metil digantikan oleh atom-atom

    klorin.Senyawa ini merupakan asam yang cukup kuat (pKa = 0.77, lebih kuat dari

    disosiasi kedua asam sulfat). Senyawa ini dibuat melalui reaksi klorin dengan asam

    asetat bersamakatalis yang cocok.

    CH3COOH + 3Cl2 CCl3COOH + 3HCl

    (anonim,1979)

    http://id.wikipedia.org/wiki/Tatanama_IUPAChttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetathttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetathttp://id.wikipedia.org/wiki/Atomhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hidrogenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Metilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Klorinhttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sulfathttp://id.wikipedia.org/wiki/Katalishttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetathttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetathttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetathttp://id.wikipedia.org/wiki/Klorinhttp://id.wikipedia.org/wiki/Klorinhttp://id.wikipedia.org/wiki/Klorinhttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_kloridahttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_kloridahttp://id.wikipedia.org/wiki/Klorinhttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetathttp://id.wikipedia.org/wiki/Katalishttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sulfathttp://id.wikipedia.org/wiki/Klorinhttp://id.wikipedia.org/wiki/Metilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hidrogenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Atomhttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetathttp://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetathttp://id.wikipedia.org/wiki/Tatanama_IUPAC
  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    20/34

    4. NATRIUM NITRIT 0,1%

    Nama lain : sodium nitrit, nitrous acid sodium salt, orinitrit.

    Pemerian : putih atau sedikit kuning, granul higrokopis, batang atau serbuk.

    Kelarutan : larut dalam 1,5 bagian air dingin, o,6 bagian air mendidih

    (windohlz, 1976).

    5. AMONIUM SULFAMAT

    Nama lain : sulfamic acid monoamonium salt, AMS, amcide, ammate.

    Pemerian : kristal higroskopis.

    Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, cukup larut

    dalam gliserol,glikol,formalmida.

    (windohlz, 1976)

    Dalam percobaan ini digunakan metode Bratton-Marshall. Metode Bratton-Marshall

    merupakan cara umum untuk menentukan kadar senyawa yang mempunyai senyawa amin

    primer didalamnya. Metode ini berdasarkan kolorimetri, yaitu terbentuknya senyawa

    berwarna yang intensitasnya dapat diketahui dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-

    visibel. Metode Bratton-Marshall meiliki 3 tahap, yaitu :1. Hidrolisis gugus asetil

    Salah satu syarat reaksi diazotasi adalah senyawa harus memiliki gugus amina aromatik

    primer. Apabila senywa gugus aminanya terikat pada molekul lain, maka senywa harus

    dihidrolisis terlebih dahulu.

    2. DiazotasiReaksi antara senyawa amina aromatik primer dengan asam nitrit ( HNO2) membentuk

    suatu garam diazonium. Asam nitrit merupakan senyawa yang tidak stabil dalam keadaan

    normal sehingga untuk mendapatkan asam nitrit perlu dilakukan reaksi anatara natrium

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    21/34

    nitrit dengan HCl. Asam nitrit akan membentuk ion nitronium dan akan bereaksi dengan

    amina membentuk garam diazonium. Reaksi diazotasi p-aminofenol :

    NaNO2 + HCl

    3. KoplingMula-mula dilakukan pengambilan darah hewan uji yaitu tikus.. Digunakan

    tikus putih karena tikus memiliki sistem faal mirip dengan manusia. Pengambilan darah

    dilakukan dengan menyayat vena lateralis dari ekor tikus.Vena disayat sejajar dengan

    arah aliran darah (bukan melintang) karena dapat memutus vena tersebut sehingga

    darah yang keluar tidak kontinyu. Pengambilan pada daerah tersebut karena di tempat

    itu banyak terdapat pembuluh darah vena sehingga darah yang keluar lebih banyak

    selain itu karena pada bagian ekor pembuluh darahnya dekat dengan permukaan kulit,

    sehingga pengambilannya lebih mudah dan dapat mencegah dari kematian. Sebelum

    diambil darahnya,bulu pada daerah ekor tikus dicukur terlebih dahulu agar darah tidak

    menempel dan tertinggal pada bulu tikus. Dengan pencukuran diharapkan darah dapat

    menetes keluar tanpa hambatan. Ekor yang telah disayat diurut untuk mendilatasi untuk

    pembuluh darahsehingga darah dapat keluar dengan lebih mudah dan cepat. Apabila

    darah sudah tidak keluar lagi maa ekor tikus lagi atau dapat pula luka goresan tadi

    sigores sedikit lagiagar luka dapat terbuka kembali dan darah dapat mengalir keluar.

    Jika darah yang terkumpul tidak cukup banyak,maka dapat dilakukan dengan

    pengambilan darah dari pembuluh darah tepi mata dari tikus. Namun pada percobaan

    kali ini darah diambil hanya melalui vena lateralis.

    Pada praktikum ini diambil darah dari pembuluh vena pada ekor tikus dengan skalpel.

    Pengambilan darah dilakukan dengan cara memasukkan tikus kedalam holder dan dilewatkan

    ekornya pada lubang holder lalu holder ditutup sehingga yang berada di luar holder hanya

    bagian ekor tikus. Kemudian dipegang ekor tikus dengan posisi menurun dan dicukur bulu

    tikus pada ekor dengan menggunakan skalpel sehingga tampak daerah kebiruan yang

    merupakan vena. Lalu skalpel digoreskan pada pembuluh vena sehingga darah bisa menetes,

    darah yang menetes tersebut ditampung dengan eppendorf yang telah diberi heparin sebanyak

    5,0 ml sebagai koagulan. Maksud penambahan antikoagulan adalah agar darah tidak

    membeku. Jika darah mengalami koagulasi maka pada proses sentrifugasi akan diperoleh

    supernatan berupa serum sedangkan yang digunakan dalam pemeriksaan adalah plasma darah

    sebagai cairan hayati. Jika darah mulai tidak menetes, diusap bagian luka dengan kapas lalu

    diurut bagian ekor dari atas ke bawah sehingga darah keluar. Darah yang ditampung dari

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    22/34

    seluruh kelompok memenuhi syarat yaitu minimal 4 ml. Darah yang keluar ditampung dalam

    efendorf 1 mL tiap kelompok.

    Sulfametoksazol akan berikatan dengan protein plasma membentuk kompleks obat

    makromolekul yang disebut kompleks protein-obat. Protein dalam plamsa darah antara lain

    albumin danglobulin. Albumin bertangggung jawab terhadap ikatan obat, sedangkan

    globulinmerupakan bagian terkecil dari keseluruhan protein plasma. Obat akanberikatan

    dengan protein plasma jika plasma darah memebentuk suatu agregat besar. Oleh karena itu,

    digunakan plasma darah yang tidak terkoagulasi. Kelompok kami menyayat sampai 3 kali

    dan jumlah darah yang didapat hampir memenuhi eppendorf.

    Setelah itu dibuat larutan baku yang bertujuan agar kita dapat menghitung persamaan

    regresi linier hubungan kadar sulfametoksazol dengan absorbansi sehingga dapat menghitung

    kadar sulfametoksazol dalam darah tikus. Untuk kurva baku dibuat masing-masing seri kadar

    larutan baku dengan mengencerkan larutan sulfametoksazol dengan kadar1, mg/mL

    menggunakan aquadest lalu dimasukkan dalam tabung reaksi berisi sampel hingga didapat

    konsentrasi sulfametoksazol dalam sampel 25, 50, 100, 200, 400. Untuk blangko digunakan

    aquadest dengan tujuan untuk mengoreksi absorbansi senyawa yang terbentuk.

    Lalu dilakukan pembuatan kurva baku internal, karena menggunakan darah pada

    sampel bukan aquadest. Caranya dengan blanko (250 mikro liter) yang mengandung

    koagulan ditambahkan 250 mikro liter larutan stok sulfametoksazol sehingga kadarnya 0, 25,

    50, 200, dan 400 mikrogram/mL darah, campur homogen.

    Selanjutnya adalah pemrosesan sampel darah invivo dengan cara masukan 250

    mikroliter darah yang mengandung anti koagulan. Maksud penambahan antikoagulan adalah

    agar darah tidak membeku. Campuran tersebut ditambahkan dengan 250 mikroliter aquadest

    lalu campur homogen. Setelah homogen ditambahkan dengan 2 mL TCA 5% dengan

    votexing. Maksud penambahan TCA adalah agar protein terdeprotonasi. TCA mendenaturasi

    struktur sekunder dan tersier protein melalui ikatan disulfida yang merupakan pembentuk

    kedua struktur tersebut sehingga bagian nonpolar dari protein akan keluar serta protein

    mengendap. TCA juga berfungsi sebagai donor proton pada reaksi berikutnya. TCA juga

    berfungi sebagai pemberi suasana asam pada reaksi diazotasi sehingga dapat menghentikan

    kerja enzim pemetabolisme obat sekaligus menyebabkan denaturasi protein plasma tanpa

    memecah protein menjadi asam amino penyusunnya. Lalu maksud dari votexing adalah agar

    terjadi pencampuran antara TCA dengan darah yang mengandung anti koagulan secara

    merata sehingga proses denaturasi protein berjalan lebih cepat.

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    23/34

    Berikut ini adalah proses denaturasi protein oleh TCA:

    Pada reaksi diazotasi yang biasa, digunakan HCl (suatu asam mineral kuat) sebagai

    pemberi suasana asam. Tetapi pada percobaan ini tidak digunakan HCl karena HCl berefek

    memecah protein menjadi asam amino-asam aminonya sehingga pada saat sentrifugasi asam

    amino-asam amino tersebut tidak akan memisah dari plasmanya karena terlalu kecil untuk

    bisa diendapkan. Asam amino tertentu memiliki ikatan rangkap terkonjugasi akan

    memberikan serapan pada UV-Vis sehingga akan mengganggu pembacaan absorbansi.

    Sedangkan bila digunakan TCA akan mengikat protein sehingga protein dapat terdenaturasi

    dalam suasana asam tanpa terpecah menjadi fragmen-fragmennya.

    Lalu larutan kurva baku internal yang telah dibuat digabung dengan sampel darah in vivo

    yang telah di votexing dicampur lalu dipusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 2500

    rpm. Maksud dari dipusingkan adalah agar terpisah antara zat padat dalam hal ini protein

    terdenaturasi dengan cairan yang berupa supernatan. Sentrifugasi juga menyempurnakan danmempercepat pemisahan endapan protein dari supernatan yang mengandung sejumlah

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    24/34

    sulfametoksazol yang tidak ikut mengendap bersama protein. Sulfametoksazol yang berada

    pada supernatan merupakan obat bebas yang tidak terikat protein, sedangkan obat yang

    terikat dengan prtein tidak aktif scara farmakologis dan tidak memberikan efek terapeutik.

    Setelah dipusingkan maka diambil beningan sebanyak 1,50 mL dengan menggunakan

    mikropipet secara hati hati agar endapan protein tidak diambil, sehingga didapatkan obat

    bentuk bebas pada sampel. Lalu diletakkan di tabung reaksi setelah itu diencerkan dengan

    aquadest sebanyak 2,0 mL. Lalu disetiap tabung reaksi ditambahkan larutan NaNO2 0,1%

    sebanyak sebanyak 0,1 mL lalu diamkan selama 3 menit agar terjadi reaksi secara sempurna.

    Maksud dari penambhan natrium nitrit adalah agar terjadi reaksi diazotasi reaksi diazotasi

    merupakan reaksi antara amina aromatik primer dengan natrium nitrit akan menghasilkan

    garam diazonium. Kondisi yang paling baik untuk reaksi diazotasi pada pH sekitar 0-3. Suhu

    harus rendah bertujuan untuk mengubah natrium nitrit menjadi asam nitrit yang akan bereaksi

    dengan sulfametoksazol. Digunakan natrium nitrit sebab natrium nitrit lebih stabil

    dibandingkan asam nitrit yang mudah rusak.

    Lalu setelah itu ditambahkan larutan ammonium sulfamat 0,5% sebanyak 0,2 mL lalu

    diamkan selama 2 menit agar proses reaksi berlangsung dengan sempurna. Maksud dari

    penambahan dari ammonium sulfamat agar sisa nitrit dari reaksi diazotasi dapat ditangkap

    oleh ammonium sulfamat. Asam nitrit yang bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi

    senyawa hasil reaksi kopling diazo sehingga dapat lepas menjadi gas nitrogen dan fenol. Oleh

    karena itu kelebihan asam nitrit harus dihilangkan. Pada saat penambahan ammonium

    sulfamat harus dilakukan secara hati hati karena akan timbul gelembung gas.

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    25/34

    Selanjutnya larutan yang telah didiamkan selama 2 menit ditambah N(1-

    naftil)etilendiamin 0,1% sebanyak 0,2 mL campur baik baik lalau diamkan selama 5 menit

    ditempat gelap. N(1-naftil)etilendiamin sebagai pengompling lebih disukai untuk analisis

    kuantitatid karena produk biasanya berupa larutan dalm air dan punya absortivitas yang

    tinggi. N(1-naftil)etilendiamin bekerja dalam suasana asam.

    Setelah didiamkan selam 5 menit, larutan dibaca absorbansinya pada panjang

    gelombang 545 nm menggunakan spektrofotometer visibel terhadap blanko pereaksi yang

    telah dibuat. Digunakan panjang gelombang 545 nm karena merupakan panjang gelombang

    tersebut merupakan panjang gelombang maksimum untuk senyawa yang terbentuk.

    Digunakan panjang gelombang maksimum karena pada panjang gelombang maksimum

    absorbansi yang dihasilkan maksimal dan kesalahan pembacaan pada panjang gelombang

    maksimal paling kecil. Hal ini disebabkan karena pada panjang gelombang maksimal terdapat

    keseimbangan antara energi yang dibutuhkan untuk eksitasi dengan energi yang diberikan

    untuk eksitasi.

    Sebelum dilakukan pengkuran absorbansi sampel harus terlebih dahulu dipersiapkankurva baku sebagai kalibrasi. Manfaatnya kita dapat mengetahui kisaran absorbansi untuk

    sampel agar masuk dalam kisaran kurva baku. Sebelum dilakukan pembacaan absorbansi,

    perlu dilakukan terlebih dahulu penentuan operating time, yang merupakan waktu yang

    menunjukkan nilai absorbansi yang konstan terhadap larutan yang dianalisis. Hal ini perlu

    dilakukan, karena pada percobaan ini terjadi suatu reaksi kopling dengan penambahan NED

    pada suatu senyawa yang berupa garam diazonium sebagai hasil reaksi diazotasi suatu

    senyawa aromatik primer dalam suasana asam. Reaksi tersebut memerlukan waktu hingga

    terbentuk seyawa kopling yang stabil, yang ditunjukkan dengan diperolehnya nilai / angka

    yang konstan pada beberapa kali pembacaan absorbansi dengan spektrofotometer. Akan

    tetapi, pada percobaan ini tidak dilakukan penentuan nilai max dan operating time-nya,

    namun sebelum pembacaan absorbansi dilakukan pendiaman terhadap campuran yang telah

    ditambahkan NED selama + 5 menit. Dengan waktu 5 menit, diperkirakan merupakan

    operating time untuk campuran tersebut dan kemungkinan dalam waktu 5 menit tersebut

    reaksi kopling sudah berjalan dengan sempurna.

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    26/34

    Hasil absorbansi yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung kadar

    terukur obat dalam sampel, lalu dihitung beberapa paranmeter fisika:

    1. AkurasiAkurasi dianggap baik jika kesalahan sistematik tidak lebih dari 10%. Harga

    kesalahan sistematik menunjukan kemampuan metode ini memberikan hasil

    pengukuran sedekat mungkin dengan nilai sebenarnya.

    2. PresisiPresisi dianggap baik jika kesalahan acak tidak lebih dari 10%. Ketepatan

    menunjukan hasil pengukuran yang berulang pada sediaan hayati yang sama.

    3. EfisiensiNilai recovery atau perolehan kembali hasil yang didapat. Recovery merupakan

    tolak ukur efisiensi analisis. Analisis memenuhi syarat jika recovery berkisar

    antara 75-90%. Jika diluar rentang kadar tersebut maka percobaan dianggap

    kurang efisien. Recoverymenunjukan kemapuan suatu metode memberikan hasil

    sedekat mungkin dengan hasil sesungguhnya.

    Sedangkan syarat yang harus dipenuhi oleh metode analisis yang digunakan yaitu:

    1. Selektif dan spesifik2. Akurat dan teliti3. Sensitif4. Efisien, cepat, dan mudah digunakan.Pada praktikum kali ini didapatkan data berupa nilai absorbansi. Dari berbagai seri

    kadar sulfametoksazol, akan didapatkan hasil berupa nilai absorbansi untuk masing-masing

    kadar. Data yang diperoleh kemudian dilakukan regresi linier, dimana kadar sulfametoksazol

    sebagai nilai X dan absorbansi yang diperoleh sebagai nilai Y, sehingga didapatkan

    persamaan kurva baku.

    Pembuatan seri kadar larutan baku sulfametoksazol dengan cara mengencerkan stok larutan

    sulfametoksazol 1,0 mg/ml menggunakan pelarut aquadest dengan rumus yaitu:

    V1.M1=V2.M2, dimana V1menunjukan volume sulfametoksazol yang diambil dalam satuan

    mililiter, serta nilai V2menunjukan nilai volume dari labu takar. Lalu nilai M1 menunjukan

    nilai kadar sulfametoksazol yang tersedia dengan M2 menunjukan konsentrasi yang kita

    inginkan. V1.M1=V2.M2. Sehingga didapatkan konsentrasi sulfametoksazol : 25; 50; 100;

    200; 400 g/ml. Sulfametoksazol dan aquadest diambil menggunakan mikropipet karena

    jumlah yang dibutuhkan sedikit. Dengan kadar sulfametoksazol sebesar 25g/mL didapatkan

    volume sulfametoksazol yang harus diambil sebesar 25 mikroliter. Dengan kadar sebsar 50

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    27/34

    g/mL didapatkan kadar sulfametoksazol yang harus diambil sebesar 50 mikroliter.

    Berikutnya dengan kadar 100 mg/mL didapatkan kadar yang harus diambil sebesar 100

    mikroliter. Dengan kadar sebsar 200 mg/mL didapatkan jumlah volume sebesar 200

    mikroliter. Serta yang terakhir dengan kadar sebsar 400mg/mL didapatkan volume 400 mikro

    liter yang harus diambil.

    Pembuatan kurva baku bertujuan untuk menghitung persamaan regresi linier

    hubungan kadar sulfametoksazol pada sampel darah tikus dengan nilai absorbansinya.

    Pembuatan kurva baku membutuhkan 6 sampel darah yang dimasukkan ke dalam tabung

    reaksi. Lima dari sampel darah tersebut ditambahkan sulfametoksazol sebanyak 250 l

    dengan kadar yang berbeda untuk setiap tabung reaksi. Satu sampel darah yang tersisa

    ditambahkan 250 l aquadest sebagai blanko dalam perhitungan absorbansi. Penggunaan

    blanko bertujuan untuk mengoreksi absorbansi senyawa yang terbentuk. Tabung berisi

    sampel darah dan sulfametoksazol digojog ringan agar homogen. Kemudian ke dalam 5

    tabung reaksi berisi darah dan sulfametoksazol serta 1 tabung reaksi berisi blanko

    ditambahkan TCA (Trikloroasetat) 5 % sebanyak 2,0 ml. Tujuan penambahan TCA adalah

    untuk mendenaturasi protein plasma tanpa memecah protein menjadi asam amino dan

    penyusunnya sehingga pada proses sentrifugasi protein bisa mengendap dan memisah dari

    plasma darah. TCA juga digunakan untuk memberikan suasana asam yang dibutuhkan untukproses reaksi kimia diazotasi sehingga dapat diketahui kadar sulfametoksazol sebenarnya.

    Kondisi asam yang diberikan TCA juga mampu menghentikan enzim pemetabolisme obat

    dalam darah. Untuk memaksimalkan kerja TCA, TCA perlu dihomogenkan terlebih dahulu

    dengan vortex. Setelah dilakukan vortex maka keenam tabung disentrifugasi selama 5 menit

    dengan kecepatan 2500 rpm. Sentrifugasi bertujuan memisahkan bagian padat (protein dan

    sel-sel darah) dengan bagian cair yang merupakan plasma darah. Plasma tampak sebagai

    supernatan bening di lapisan atas. Plasma darah mengandung sejumlah sulfametoksazol yang

    tidak ikut mengendap bersama protein.

    Setelah sentrifugasi, plasma darah diambil sebanyak 1,50 ml, jangan sampai endapan

    ikut terambil karena bisa memengaruhi hasil absorbansi pada spektrofotometer UV-Vis.

    Plasma darah berisi obat bebas, sedangkan obat yang berikatan dengan protein plasma tidak

    aktif secara farmakologis dan tidak memiliki efek terapetik. Plasma lalu dimasukkan dalan

    tabung reaksi ditambah 0,1 ml larutan NaNO20,1 % dan didiamkan selama 3 menit. Ion NO2

    dari NaNO2 dan H+

    dari TCA akan membentuk asam hipotetik HNO2 yang akan bereaksi

    dengan amina aromatis yang dimiliki sulfametoksazol sehingga membentuk garam

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    28/34

    diazonium dan menyebabkan perpanjangan ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) sehingga

    dapat diketahui absorbansinya. Selanjutnya, ditambahkan 0,2 ml larutan ammonium sulfamat

    0,5 % ke masing-masing tabung reaksi lalu didiamkan selama 2 menit. Ammonium sulfamat

    akan menghilangkan kelebihan HNO2, karena HNO

    2 berlebih akan merusak senyawa yang

    terbentuk. Hilangnya HNO2 ditandai dengan tidak adanya gelembung N2 yang dapat

    mengganggu analisis. Reaksinya adalah sebagai berikut.

    HNO2+ HSO3NH2 H2SO4+ H2O + N2

    Setelah 2 menit, ditambahkan N(1-naftil)etilendiamin (NED) 0,1 % ke dalam

    campuran sebanyak 0,2 ml. Penambahan NED bertujuan untuk menimbulkan reaksi kopling

    yang menyempurnakan reaksi diazotasi sebelumnya. Campuran ini diletakkan di tempat

    gelap selama 5 menit untuk menyempurnakan reaksi. Setelah 5 menit, absorbansi masing-

    masing campuran dibaca menggunakan spektrofotometer. Panjang gelombang yang

    digunakan adalah 545 nm dan digunakan blanko darah dengan kadar 0 %. Panjang

    gelombang 545 nm dipilih karena memiliki sensitivitas tinggi, dimana dengan perubahan

    sedikit kadar dapat menyebabkan perubahan absorbansi yang besar.

    Kemudian didapatkan nilai absorbansi dari kadar 25 g/ml menunjukkan absorbansi

    sebesar 0,180; kadar 50 g/ml menunjukkan absorbansi sebesar 0,325; kadar 100 g/mlmenunjukkan absorbansi sebesar 0,199; kadar 200 g/ml menunjukkan absorbansi sebesar

    0,412; dan kadar 400 g/ml menunjukkan absorbansi sebesar 0,929. Nilai absorbansi pada

    kadar 100 g/ml lebih kecil dari kadar 50 g/ml. Hal ini tidak sesuai teori, seharusnya

    semakin besar kadar semakin besar pula absorbansi karena semakin banyak partikel dalam

    campuran sehingga cahaya yang dapat diserap partikel semakin banyak. Kesalahan ini

    kemungkinan disebabkan kurang sempurnanya pengenceran atau terjadi reaksi yang kurang

    sempurna. Nilai absorbansi yang menyimpang dari teori yaitu 0,199 dapat diabaikan dalam

    pembuatan regresi linier.

    Nilai absorbansi yang didapat kemudian dibuat persamaan kurva baku menggunakan

    regresi linier. Berdasarkan data yang didapat, diperoleh persamaan kurva baku sebagai

    berikut:

    y = 1,830.10-3x + 0,153

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    29/34

    Berdasarkan pengukuran dan hasil perhitungan pada data kadar Sulfametoksazol di

    dalam darah tikus, kita bisa menghitung nilai kesalahan sistemik, kesalahan acak, dan

    perolehan kembali. Nilai-nilai ini berguna dalam menentukan keakuratan dan presisi data.

    Nilai perolehan kembali (recovery) merupakan parameter atau tolak ukur efisiensi analisis

    yang menggambarkan akurasi (ketelitian) metode yang digunakan. Ketelitian ditunjukan oleh

    kemampuan metode untuk memberikan hasil sedekat mungkin dengan nilai yang

    sesungguhnya. Ketelitian suatu metode dapat diketahui dari harga perolehan kembali atau

    recoveryyang dinyatakan sebagai % error. Perolehan kembali merupakan tolak ukur efisiensi

    analisis, sedangkan kesalahan sistemik merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar.

    Kesalahan ini dapat berupa kesalahan konstan atau proporsional.

    Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode tersebut dapat memberikan nilai

    perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan acak dan sistematik kurang

    dari 10% (Pasha dkk., 1986).

    Kadar terukur

    Perolehan kembali = x 100%

    Kadar diketahui

    y = 0.0018x + 0.1527

    R = 0.9366

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    0 100 200 300 400 500

    Absorbansi

    Kadar (g/ml)

    Kurva Baku Sulfametoksazol dalam

    Darah Tikus

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    30/34

    Nilai perolehan kembali untuk sampel dengan kadar 75, 150, dan 300 g/mL pada

    sampel darah tikus, sebagai berikut:

    1. Nilai recovery rata-rata darah tikus dengan kadar 75 g/mL sebesar 185,063%2. Nilai recovery rata-rata darah tikus dengan kadar 150 g/mL sebesar 245,537%3. Nilai recovery rata-rata darah tikus dengan kadar 300 g/mL sebesar 123,130%

    Dari ketiga nilai tersebut, tidak ada nilai yang memenuhi syarat sebuah data dapat

    dinyatakan akurat. Untuk memenuhi tingkat akurasi yang baik, range nilai recovery yang

    ditentukan adalah 75-90%. Untuk nilai recovery yang lebih besar dari 100% dapat

    disebabkan:

    Ada senyawa endogen atau metabolit yang ikut terukur, seperti, molekul-molekulpengganggu atau protein dalam darah yang dapat meningkatkan nilai absorbansi.

    Ketidaktelitian praktikan dalam menggunakan alat praktikum seperti mikropipetyang mempengaruhi pemberian volume analit ataupun larutan pereaksi, alat votex

    yang mempengaruhi homogenitas antara pereaksi dan analis, dan juga

    spektrofotometer yang mempengaruhi nilai serapan analit.

    Perbedaan dalam penentuan operating timesehingga pembacaan absorbansi padapembuatan kurva baku dan pembacaan pada percobaan tidak sama selang

    waktunya.

    Berikut beberapa cara untuk menghindari kesalahan pada parameter nilai perolehan

    kembali:

    Sentrifugasi yang dilakukan harus mampu mengendapkan protein plasma dantidak menyebabkan hemolisis pada sampel darah, yaitu pecahnya sel darah merah

    sehingga komponen-komponen intrasel keluar tercampur dengan plasma sehingga

    tidak mengganggu proses absorbansi sampel.

    Saat pengambilan supernatant hasil sentrifugasi, jangan sampai endapan ikutterambil.

    Pengukuran sampel dan latutan pereaksi harus tepat. Pemakaian alat yang baik dan benar sesuai prosedur kerja. Mengkondisikan sampel dan pereaksi tidak terkontaminasi.

    Selain akurasi, suatu ketepatan metode analisis dapat ditinjau dari segi presisinya. Dikatakan

    presisi atau tepat apabila mampu menunjukan kedekatan hasil pada pengukuran berulang atau

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    31/34

    replikasi pada sampel hayati yang sama. Tolak ukur dari ketepatan suatu metode analisis

    adalah kesalahan acak atau koefisien variansi (CV). Kesalahan acak identik dengan

    variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan variasi.

    Ketentuan dari sebuah metode dikatakan mencapai ketepatan yang tinggi apabila nilai

    CV kurang dari 10%. Pada percobaan ini, diperoleh kesalahan acak pada sampel darah tikus

    sebagai berikut:

    1. Nilai kesalahan acak rata-rata darah tikus dengan kadar 75 g/mL sebesar 24,477%2. Nilai kesalahan acak rata-rata darah tikus dengan kadar 150 g/mL sebesar 1,097%3. Nilai kesalahan acak rata-rata darah tikus dengan kadar 300 g/mL sebesar 5,671%

    Dari nilai kesalahan rata-rata yang diperoleh, hanya nilai kesalahan rata-rata pada

    konsentrasi 150 dan 300 g/mL yang kurang dari 10%, sehingga dapat disimpulkan pada

    pengukuran konsentrasi 150 dan 300 g/mL memiliki presisi yang baik. Ini menandakan

    dalam upaya tiga kali replikasi pengukuran absorbansi, nilai yang didapatkan tidak serupa

    satu sama lain.

    Penyebab dari inpresisi dalam pengukuran adalah kesalahan acak yang tidak diketahui

    penyebab pastinya, namun selalu ada di dalam setiap percobaan atau penelitian.

    Kemungkinan faktor-faktor penyebabnya variasi perlakuan sampel oleh setiap praktikan yang

    berbeda, seperti pemakaian mikropipet atau alat vortex. Untuk mengatasinya, alat yang

    digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu, dan sebelum digunakan, alat harus dalam kering

    dan diusahakan kering.

    Parameter lain untuk menilai suatu percobaan adalah nilai kesalahan sistemik yang

    mempunyai syarat nilainya kurang dari 10% agar metode yang digunakan mencapai akurasi

    yang tinggi. Kesalahan ini bersifat konstan dan mengakibatkan penyimpangan tertentu dari

    rata-rata.

    Nilai kesalahan sistemik untuk sampel dengan kadar 75, 150, dan 300 g/mL pada

    sampel darah tikus, adalah sebagai berikut:

    Simpangan baku

    Kesalahan acak = x 100%

    Harga rata-rata

    Kesalahan sistemik = 100% - %PK

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    32/34

    1. Nilai kesalahan sistemik darah tikus dengan kadar 75 g/mL sebesar -85,073%2. Nilai kesalahan sistemik darah tikus dengan kadar 150 g/mL sebesar -145,537%3. Nilai kesalahan sistemik darah tikus dengan kadar 300 g/mL sebesar -23,130%

    Dari data kesalahan sistemik darah tikus di atas, seluruh nilainya adalah kurang dari 10%.

    Artinya, secara keseluruhan hasil percobaan memiliki akurasi yang baik. Jika ada nilai

    kesalahan sistemik yang lebih dari 10%, dapat diakibatkan oleh beberapa faktor berikut:

    Kesalahan praktikan dan proses analisis. Dalam percobaan ini dimungkinkankesalahan ada pada ketidaktelitian praktikan dalam pengukuran volume sampel

    maupun pereaksi. Hal ini dapat diatasi dengan peningkatan keterampilan

    praktikan.

    Kesalahan alat dan peraksi, dapat disebabkan oleh pereaksi yang kurang valid atautelah terkontaminasi atau pemakaian alat yang kurang tepat.

    Kesalahan metode, dapat disebabkan pada kesalahan pengambilan sampel danreaksi kimia yang belum sempurna.

    Dari perhitungan ketiga parameter di atas, didapatkan hasil yang jauh dari persyaratan

    parameter yang baik, terutama pada ketepatan metode. Faktor kesalahan tersebut seperti

    keterampilan praktikan, proses analisis, alat, dan metode yang digunakan. Secara umum,

    dapat disimpulkan metode Bratton-Marshall ini memiliki ketelitian yang rendah untuk

    analisis obat daam darah. Salah satunya disebabkan oleh terlalu banyak langkah yang harus

    dilakukan, padahal dalam analisis semakin banyak langkah maka semakin besar kesalahan

    terjadi.

    IX. KESIMPULAN Metode Bratton-Marshal dapat digunakan untuk menganalisis obat-obat yang

    memiliki gugusamina aromatik primer dengan pembentukan

    senyawacoupling berwarna dari garam diazonium.

    Metode pengukuran harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya efiesiensi(perolehankembali atau recovery), presisi dan akurasi.

    Berdasarkan teori, metode Bratton-Marshal dapat digunakan untuk menetapkankadar sulfametoksazol, karena sulfametoksazol memiliki gugus amina aromatis

    primer.

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    33/34

    Berdasarkan percobaan diperoleh nilai bahwa nilai perolehan kembalinya adalah180,063 %, 245,2537%, 123,13 %. Hasil perolehan kembali ada diluar kisaran

    range yaitu 75125 %.

    Berdasarkan percobaan diperoleh nilai kesalahan acak nilai adalah24,477%,1,097%, 5, 671%.

    Berdasarkan percobaan diperoleh nilai kesalahan sistemik adalah -85,073 %, -145,537%, -23,13 %.

    Berdasarkan hasil percobaan, metode Bratton-Marshal tidak memenuhi syarat(tidak spesifik dans elektif) karena tidak memenuhi parameter, yaitu tidak efisien,

    akurat dan presisi dalam penetapan kadar sulfametoksazol dalam darah tikus.

    X. DAFTAR PUSTAKAAnonim, 1979, Farmakope Indonesiaedisi III, Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia, Jakarta.

    Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia, Jakarta.

    Anonim, 1996, The Merck Index, Vol. X, Merck Research Laboratories: Division

    of Merck & Co, INC.

    Bertram G, Katzug, 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 8, Salemba

    Medika, Jakarta.

    Goodman & Gilman, 1996, The Pharmacological Basis of Therapeutics, 9th

    Edition, The McGraw-Hill Companies, USA.

    Imuno Argo, Donatus, Drs., Apt, 1989,Analisis Farmakokinetika, Bagian I,

    Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.

    Mutschler, Ernest, 1991, Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi,

    edisi V, Penerbit ITB, Bandung.

    Yogyakarta, 13 Mei 2014

    1. Sufi Pertiwi FA/097362. Rizki Rahmadani FA/097383. Anissa Sri Rejeki FA/097414. Ratna Wulan K FA/097475. Cherra Ayu FA/09749

  • 5/26/2018 Analisis Obat Dalam Cairan Hayati

    34/34

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

    FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL I

    ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

    Asisten :

    1

    2

    Disusun oleh :

    Golongan IV/ Kelompok III

    Kelas C2013

    Nama NIM TTD

    1.Sufi Pertiwi FA/097362.Rizki Rahmadani FA/097383.Anissa Sri Rejeki FA/097414.Ratna Wulan K FA/097475. Cherra Ayu FA/09749

    Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

    Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik

    Fakultas Farmasi UGM

    2014