analisis nilai moral bushidō pada dongeng kasajizou dan

18
1 Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan Bunbuku Chagama Septa Widyastiti (1106079034) Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424 E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas mengenai nilai-nilai moral Bushidō yang terdapat di dalam dongeng Kasajizou dan Bunbuku Chagama. Pada penelitian ini, digunakan metode penelitian kualitatif deskriptif karena penulis bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan nilai-nilai moral Bushidō dengan menggunakan 7 nilai moral Bushidō menurut Inazo Nitobe. 7 nilai moral Bushidō menurut Inazo Nitobe yaitu, keadilan, keberanian, kebaikan, kejujuran, kesopanan, kehormatan, dan kesetiaan. Dari kedua dongeng tersebut digambarkan nilai kebaikan, kejujuran, dan kesopanan, sedangkan nilai keberanian dan kesetiaan hanya digambarkan pada dongeng Bunbuku Chagama. Kata Kunci : Bushidō, Nilai Moral, Inazo Nitobe, Kasajizou, dan Bunbuku Chagama. The Analysis Of Bushidō Moral Value in Kasajizou and Bunbuku Chagama Tales; Abstract This research is discussing about Bushidō moral values in Kasajizou and Bunbuku Chagama tales. On this research, method used is descriptive qualitative in order to analyze the Bushidō moral values based on seven Bushidō moral values by Inazo Nitobe. The seven Bushidō moral values by Inazo Nitobe consist of rectitude, courage, benevolence, veracity, politeness, honour, and loyalty. Both tales describe benevolence, veracity, and politeness values, whereas courage and loyalty values only describes in Bunbuku Chagama tales. Key words : Bushidō, Moral Values, Inazo Nitobe, Kasajizou, and Bunbuku Chagama. 1. Pendahuluan Bushidō berasal dari kata bushi (武士) yang berarti prajurit dan dō () yang berarti jalan atau cara. Jadi Bushidō adalah jalan prajurit atau cara prajurit. Dalam masyarakat Jepang, Bushidō merupakan komponen terpenting dalam pembentukan karakter serta kepribadian masyarakat Jepang. Ini disebabkan Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

1    

Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan Bunbuku

Chagama

Septa Widyastiti (1106079034)

Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,

Kampus UI, Depok, 16424

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai nilai-nilai moral Bushidō yang terdapat di dalam dongeng Kasajizou dan Bunbuku Chagama. Pada penelitian ini, digunakan metode penelitian kualitatif deskriptif karena penulis bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan nilai-nilai moral Bushidō dengan menggunakan 7 nilai moral Bushidō menurut Inazo Nitobe. 7 nilai moral Bushidō menurut Inazo Nitobe yaitu, keadilan, keberanian, kebaikan, kejujuran, kesopanan, kehormatan, dan kesetiaan. Dari kedua dongeng tersebut digambarkan nilai kebaikan, kejujuran, dan kesopanan, sedangkan nilai keberanian dan kesetiaan hanya digambarkan pada dongeng Bunbuku Chagama.

Kata Kunci : Bushidō, Nilai Moral, Inazo Nitobe, Kasajizou, dan Bunbuku Chagama.

The Analysis Of Bushidō Moral Value in Kasajizou and Bunbuku Chagama Tales;

Abstract

This research is discussing about Bushidō moral values in Kasajizou and Bunbuku Chagama tales. On this research, method used is descriptive qualitative in order to analyze the Bushidō moral values based on seven Bushidō moral values by Inazo Nitobe. The seven Bushidō moral values by Inazo Nitobe consist of rectitude, courage, benevolence, veracity, politeness, honour, and loyalty. Both tales describe benevolence, veracity, and politeness values, whereas courage and loyalty values only describes in Bunbuku Chagama tales.

Key words : Bushidō, Moral Values, Inazo Nitobe, Kasajizou, and Bunbuku Chagama.

1. Pendahuluan

Bushidō berasal dari kata bushi (武士) yang berarti prajurit dan dō (道) yang

berarti jalan atau cara. Jadi Bushidō adalah jalan prajurit atau cara prajurit. Dalam

masyarakat Jepang, Bushidō merupakan komponen terpenting dalam

pembentukan karakter serta kepribadian masyarakat Jepang. Ini disebabkan

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 2: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

2    

karena bushi atau samurai telah merangkum nilai-nilai dasar masyarakat Jepang

dan telah dijadikan sebagai landasan moral1 nasional yang dipergunakan baik

pada masa Tokugawa maupun pada masa modern.2 Kelas samurai dipandang

sebagai perwujudan dan penjaga moralitas.

Dalam bahasa Jepang, dongeng disebut dengan mukashi banashi. Dongeng atau

mukashi banashi berisikan ajaran moral yang diperlukan bagi seorang anak.

Dongeng atau mukashi banashi diceritakan kepada anak-anak oleh orang tua di

rumah, pada malam bersalju saat anak-anak bermain di tepi perapian sambil

mendengarkan mukashi banashi.3 Oleh karena itu, para orang tua di Jepang telah

menanamkan pendidikan moral sejak mereka kecil.

Pada penelitian ini, dibahas mengenai nilai moral Bushidō dalam salah satu buku

karya Kawauchi Sayumi yang berjudul “Kasajizou, Bunbuku Chagama”. Dongeng

pertama adalah Kasajizou yang menceritakan tentang kebaikan hati seorang petani

miskin kepada patung jizou. Kasajizou berasal dari dua kata yaitu Kasa4 yang

berarti topi dan Jizou5 yang berarti patung Buddha, jadi Kasajizou adalah patung

Buddha bertopi. Dongeng kedua adalah Bunbuku Chagama. Bunbuku Chagama

berasal dari cerita legenda kuil Morinji yang terletak di daerah Tatebayashi

Perfektur Gunma. Cerita ini secara turun-temurun dikisahkan dalam sebuah

                                                                                                                         1  Perbedaan   moral   dan   etika   adalah,   moral   mengacu   pada   nilai   baik   atau   tidak   baik   yang  disepakati   dan   diadopsi   dalam   suatu   lingkungan   tertentu.   Sedangkan   etika   mengacu   kepada  seperangkat  aturan-­‐aturan,  prinsip-­‐prinsip  atau  cara  berpikir  yang  menuntun  tindakan  dari  suatu  kelompok  tertentu.  (Borchert,Encyclopedia  of  Philosophy  Vol.III,  hlm  279  dan  280)  2  Bellah,  Religi  Tokugawa,  hlm.  121  3  Linda  Unsriana,  Tesis  :  Peranan  Dongeng  dalam  Pendidikan  (analisa  terhadap  lima  buah  dongeng  Jepang),  hlm  21  4  Kasa   merupakan   topi   tradisional   Jepang   yang   memiliki   banyak   jenis.   Penggunaan   kata   kasa  berubah   menjadi   gasa   jika   digabungkan   dengan   kata   lain   pada   tiap   jenis   topi   tersebut.  Diantaranya   adalah   amigasa,   jingasa,sugegasa,takuhatsugasa,   dan   sandogasa.   Bahan  pembuatannya  berbeda-­‐beda  tergantung  dari  jenis  topinya.  (sumber:http://traditionscustoms.com/traditional-­‐fashion/kasa-­‐traditional-­‐japanese-­‐hats)  diakses  :  14  Mei  2015  5  Jizou  merupakan   istilah  untuk  patung  Buddha  yang  menggambarkan   seorang  biksu  di   Jepang.  Biasanya  patung  ini  diletakkan  di  atas  puncak  gunung  atau  di  pintu  masuk  kuburan  tua.  Patung  ini  dipercaya  sebagai  pemberi  kekuatan  bagi  seseorang  yang  lemah  seperti  misalnya  anak-­‐anak  yang  terperangkap  pada  kondisi  berbahaya.  (Sumber  :  http://www.shingon.org/deities/jusanbutsu/jizo.html)    Diakses  :  14  Mei  2015    

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 3: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

3    

dongeng. Bunbuku Chagama menceritakan kisah seekor binatang tanuki 6 .

Bunbuku Chagama berasal dari dua kata yaitu Bunbuku yang berarti pembagi

keberuntungan, dan Chagama yang berarti teko (untuk membuat) teh. Jadi,

dongeng ini merupakan kisah mengenai seekor tanuki yang dapat berubah wujud

dan memberikan keberuntungan bagi penolongnya.

Pokok permasalahan yang penulis teliti ialah nilai-nilai moral Bushidō dalam

dongeng, khususnya dongeng karya Kawauchi Sayumi dalam bukunya yang

berjudul “Kasajizou, Bunbuku Chagama”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis nilai moral Bushidō dalam dongeng Kasajizou dan Bunbuku

Chagama. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif.

Metode ini digunakan karena penulis menganalisis, dan mendeskripsikan nilai

moral Bushidō. Selanjutnya penulis memperoleh data dengan cara studi

kepustakaan melalui buku dongeng yang berjudul “Kasajizou, Bunbuku Chagama”

yang di dalamnya terdapat nilai-nilai moral Bushidō.

2. Kerangka Teori

2.1 Dongeng dan Mukashi Banashi

James Danandjaja seorang antropolog Universitas Indonesia yang juga seorang

ahli folklor mengartikan dongeng sebagai cerita pendek kolektif kesusastraan

lisan.7 Manfaat utama dongeng adalah sebagai hiburan, walaupun banyak juga

yang menuliskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.8

Ozawa Toshio dalam Unsriana mengungkapkan

昔話というのは、わりと道徳教育的な、教訓的な話であるという受け取り

方が多いと思うんです。

                                                                                                                         6  Tanuki   adalah   hewan   yang   dalam   bahasa   inggris   disebut   dengan   raccoon   dog   (nyctereutes  procionoides)  dan  sering  kali  juga  disebut  dengan  badger.  Tanuki  berdiam  di  wilayah  Asia  Timur.  Bentuknya  mirip  sekali  dengan  raccoon  dari  Amerika  namun  perbedaannya  terletak  pada  ekornya  yang  tidak  memiliki  pola  berbentuk  gelang  hitam.  (James  Danandjaja,  Folklor  Jepang  dilihat  dari  kacamata  Indonesia,  hlm  176)  7  James  Danandjaya,  Folklore  Indonesia,  hlm  83  8  Ibid,  hlm  83    

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 4: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

4    

“Mukashi banashi to iu nowa, warito doutokukyouikutekina,kyoukuntekina hanashi de aru to iu uketori kata ga ooito omoundesu”

Artinya :

“mukashi banashi itu (saya fikir) lebih banyak dipahami sebagai cerita secara moral dan etika”

Selain itu Linda Unsriana juga mengatakan bahwa mukashi banashi di seluruh

dunia mempunyai tema seperti kebaikan, kejujuran, keberanian, kebijaksanaan,

dan kesetiaan. Tema-tema itulah yang kemudian menjadikan mukashi banashi

sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai moral. Selain itu pula, mukashi

banashi mempunyai fungsi pendidikan dengan cara yang menyenangkan.

Dalam bahasa Jepang, moral disebut dengan dōtoku. Jika dilihat dari kanji nya

yaitu 道徳, 道(dò) artinya jalan dan 徳(toku) artinya kebajikan. jadi, dōtoku

berarti jalan kebajikan. Dōtoku atau moral merupakan bentuk cara hidup sebagai

anggota masyarakat yang biasanya berisi cara bersikap seseorang terhadap suatu

yang agung (agama), kepada orang lain, dan terhadap makhluk hidup atau benda-

benda lainnya (teknologi).9

2.2 Bushidō

Inazo Nitobe seorang penulis sekaligus politisi Jepang, mengartikan Bushidō

sebagai berikut

“Bushidō, then, is the code of moral principles which the knights were required or instructed to observe. It is not a written code; at best it consists of a few maxims handed down from mouth to mouth or coming from the pen of some well-known warrior or savant. More frequently it is a code unuttered and unwritten, possessing all the more powerful sanction of veritable deed, and of a law written on the fleshly tablets of the heart”

Artinya :

“Bushidō merupakan suatu konsep dari prinsip moral dimana seorang ksatria atau samurai diperlukan dan diinstruksikan untuk mengamati. Bushidō bukan merupakan suatu kode yang tertulis, namun diturunkan dari mulut ke mulut atau melalui tulisan beberapa prajurit dan atau kaum terpelajar yang terkenal. Bushidō

                                                                                                                         9  Kodansa  Encyclopedia,  “dōtoku”,  hlm  543  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 5: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

5    

lebih sering menggunakan kode yang tidak terucap atau tertulis, mempengaruhi semua sangsi yang kuat dari sumber kebaikan dan tertanam secara mendalam di dalam hati. ”

Dari teori di atas, dapat dijelaskan bahwa Bushidō bukan merupakan suatu hal

yang tertulis dan dapat dilihat, melainkan suatu hal yang abstrak dan ditanamkan

di dalam hati secara mendalam. Hal itulah yang kemudian menurut Bellah,

menjadikan Bushidō sebagai komponen penting dalam pembentukan karakter

serta kepribadian masyarakat Jepang. Penyebabnya adalah karena bushi atau

samurai telah merangkum nilai-nilai dasar masyarakat Jepang, dan kemudian

dijadikan sebagai landasan moral nasional yang dipergunakan baik pada masa

Tokugawa maupun pada masa modern10.

2.3 Nilai Moral Bushidō menurut Inazo Nitobe

Inazo Nitobe dalam bukunya yang berjudul “Bushidō: The Soul Of Japan”

membagi nilai moral Bushidō menjadi 7, sebagai berikut.

Pertama, keadilan. Menurut Nitobe, konsep keadilan berhubungan dengan cara

seorang samurai dapat memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang

tepat tanpa keraguan pada suatu persetujuan (kesepakatan). 11 Nitobe juga

mengutip pendapat seorang filsuf Cina bernama Mencius (372 SM-289 SM) yang

mengatakan bahwa kebaikan merupakan akal budi seseorang, sedangkan keadilan

merupakan cara seseorang untuk mencapai sebuah kebaikan. Jika seseorang sudah

memutuskan suatu keputusan pasti didasari dengan pertimbangan yang mendalam,

begitu juga dengan akibat dari keputusan yang mereka ambil. Oleh karena itu,

bagi seorang samurai, ia harus benar-benar mengetahui kapan ia harus menyerang

dan kapan ia harus mati.

Kedua adalah keberanian. Menurut Nitobe, seorang samurai akan sangat mudah

masuk ke dalam sarang pengecut jika ia tidak memiliki rasa keberanian yang

tinggi.12 Nitobe mengutip pengertian keberanian yang dijelaskan oleh seorang

filsuf Cina bernama Konfusius yang mengatakan bahwa keberanian adalah

                                                                                                                         10  Bellah,  Religi  Tokugawa,  hlm.  121  11  Inazo  Nitobe,  Bushido:The  soul  of  Japan,hlm  23  12  Ibid,hlm  28  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 6: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

6    

melakukan sesuatu yang dianggap benar. Keberanian dilakukan untuk

menegakkan kebenaran, meskipun tidak mudah dalam menegakkannya karena

dipenuhi dengan rintangan. Di dalam keberanian, terkandung resiko atas tindakan

yang dilakukan untuk menegakkan kebenaran.

Ketiga adalah Kebaikan. Menurut Nitobe kebaikan adalah mencintai sesama,

mengasihi sesama, dan bersimpati serta berbelas kasih terhadap sesama.13 Nitobe

mengumpamakan bahwa jika keadilan merupakan sifat yang secara khusus

menggambarkan kemaskulinan, maka kebaikan merupakan sifat gabungan yang

menggambarkan kemaskulinan dan kefemininan. Nitobe juga menambahkan

bahwa seseorang yang melakukan kebaikan adalah orang-orang yang sadar

dengan keaadan orang lain yang sedang menderita dan kesulitan.14

Keempat adalah kesopanan. Menurut Nitobe, akar dari kesopanan adalah

kerendahan hati untuk memahami orang lain.15 Nitobe mengungkapkan bahwa

jika seseorang bersikap sopan hanya karena takut dianggap tidak sopan karena

tidak mengetahui tata krama dan kemudian ia bersikap berlebihan, maka nilai

kesopanan tersebut telah hilang. Nitobe menyetarakan nilai kesopanan dengan

nilai kasih sayang yang terdapat dalam kebaikan. Menurutnya, seseorang yang

memiliki sifat iri hati, dengki, galak, sombong dan gila hormat akan sulit untuk

berlaku sopan, sebaliknya seseorang yang menghormati orang lain akan mudah

untuk berlaku sopan. Jika seseorang menghormati orang lain berarti ia memiliki

rasa tenggang rasa dan kemurahan hati terhadap sesamanya.

Kelima, Kejujuran. Nitobe dalam bukunya mengutip ungkapan Confucius yang

mengatakan bahwa kejujuran merupakan awal dan akhir dalam semua hal; tanpa

kejujuran suatu hal bukanlah apa-apa.16 Kejujuran juga merupakan hal yang

sangat penting dalam nilai-nilai moral karena menurut Nitobe, kejujuran adalah

hal yang terkecil dari sebuah kebaikan. Jadi maksudnya adalah segala kebaikan

yang kita lakukan haruslah berlandaskan kejujuran.

                                                                                                                         13  Ibid,  hlm  36  14  Ibid,  hlm  43  15  Ibid,  hlm  49  16  Ibid,  hlm  61  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 7: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

7    

Keenam adalah kehormatan. Kata hormat berasal dari beberapa kata dalam bahasa

Jepang di antaranya adalah na (nama), men-moku (wajah), dan guai-bun

(pandangan orang luar). Nitobe menyimpulkan dari ketiga istilah itu, kehormatan

dapat diartikan sebagai menjaga reputasi atau nama baik seseorang.17 Menurut

Nitobe, nama baik merupakan sesuatu yang tak terlihat tetapi dapat dirasakan.

Jika nama baik seseorang sudah jatuh, maka reputasi orang pun akan ikut jatuh

dan menjadi keburukan bagi orang tersebut, akibatnya timbulah rasa malu.

Yang terakhir adalah loyalitas atau kesetiaan. Menurut Nitobe, seseorang menjaga

kehormatan dan nama baik mereka, lalu mereka rela mempertaruhkan segalanya

bahkan kematian, semua itu dikarenakan oleh satu alasan yaitu kesetiaan.18 Selain

itu, Nitobe menambahkan bahwa kesetiaan samurai terhadap tuannya tidak bisa

ditukar dengan apapun. Jadi, dengan kata lain loyalitas menurut Nitobe adalah

mengorbankan segala hal demi menjaga suatu kehormatan dirinya sendiri maupun

tuannya. Kesetiaan merupakan kunci dari nilai-nilai Bushidō.

3. Analisis

3.1 Kasajizou

Kasajizou merupakan dongeng yang menceritakan mengenai kebaikan hati

seorang petani miskin kepada patung jizou yang kemudian para patung tersebut

membalas budi atas kebaikan si petani miskin. Amanat dari cerita ini adalah jika

kita berbuat baik dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan, maka kemudian

kebaikan akan datang pula kepada kita melalui hal yang tidak diduga-duga.

Di Jepang, terdapat beberapa lokasi yang dikatakan sebagai latar tempat cerita

kasajizou. Salah satunya di taman Shimizu yang terletak di kota Ichinoseki,

Perfektur Iwate. Di sana, terdapat 6 buah patung jizou yang menurut masyarakat

setempat, tempat tersebut dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan cerita

mengenai kasajizou kepada anak cucu mereka.19

                                                                                                                         17  Ibid,  hlm  72  18  Ibid,  hlm  81  19  Artikel  dalam  majalah  Highlighting  Japan,Desember  2014,hlm  23  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 8: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

8    

3.1.1 Analisis nilai moral Bushidō pada dongeng Kasajizou

Nilai moral Bushidō yang terdapat di dalam dongeng Kasajizou dimulai dari

kebaikan seperti pada cuplikan cerita berikut.

地蔵峠に 来ると、お地蔵様に 雪が 積っています。 「まあま、お地蔵様方、さぞ冷たかろう。本にお気の毒に。」男は、頬かむりの

手拭いを 取ると、お地蔵様の頭の雪を きれいに払って あげました。 「これでさっぱりしたぞ。」 “ Jizoutoge ni kuruto, ojizousama ni yuki ga tsumotte imasu. “maama, ojizousamagata, sazo tsumetakarou. Honni okinodokuni.” Otoko wa, hookamuri no tenugui o toruto, ojizousama no atama no yuki o kirei ni haratte agemashita. “korede sapparishitazo” “

Artinya :

“ Sesampainya di jizoutouge (puncak tempat deretan patung Buddha di jalanan menuju gunung), ternyata salju menumpuk pada jizou. “Oh, para Ojizousama, pasti dingin bukan? Saya merasa prihatin atas hal ini.” Pria itupun mengambil handuk mukanya, lalu menyapu dengan bersih salju yang ada di kepala jizou. “ (dengan saya bersihkan begini) lebih bagus kan (dan saya pun senang)” “ Petani miskin yang merasa kasihan melihat patung jizou yang terkena tumpukan

salju, dengan kebaikan hatinya ia membersihkan salju-salju yang menumpuk. Hal

yang dilakukan oleh petani miskin kepada patung jizou, menurut Nitobe adalah

sebuah kebaikan. Pengertian kebaikan menurut Nitobe adalah mencintai sesama,

mengasihi sesama, dan bersimpati serta berbelas kasih terhadap sesama. 20

Membersihkan tumpukan salju merupakan salah satu tindakan simpati yang

dilakukan oleh petani kepada patung jizou. Petani miskin itu bisa saja

mengacuhkan patung jizou yang terkena tumpukan salju, akan tetapi karena

kebaikan hati yang dimiliki nya maka ia membantu membersihkan patung jizou.

Selain nilai kebaikan, terdapat juga nilai moral kejujuran seperti yang ada

pada cuplikan cerita berikut.

“しばらくして、また 地蔵峠に 差し掛かりました。男は 立ち止まり、お地蔵様に話しかけました。

                                                                                                                         20  Ibid,  hlm  36  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 9: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

9    

「お地蔵様、 お餅は 買えなんだ。 お供えも できんと、勘弁してくだ

され。 お地蔵様も、この雪じゃ、さぞ寒かろうのう….。そうだ、ええことを 思いついた。」”

“ Shibarakushite,mata jizoutougeni sashikakarimashita. Otoko wa, tachidomari, ojizousama ni wa nashikakemashita.

“Ojizousamaa, omochi wa kaenanda. Osonaemo, dekinto, kanbenshite kudasare. Ojizousama mo, kono yukija, sazosamukarounou....... souda, ee koto o omoitsuita.” “

Artinya :

“ Tidak berapa lama kemudian, lelaki itu kembali pergi mendatangi puncak gunung tempat jizou berada. Pria itu pun berhenti dan berbicara dengan Jizou.

“Ojizousama, kalau mochi saya tidak dapat membelinya. Persembahan pun tidak dapat, karena itu mohon ampuni saya. Ojizousama pun, di salju seperti ini tentu kedinginan… Oh ya, saya jadi teringat hal yang baik” “

Nilai moral Bushidō, yaitu kejujuran digambarkan melalui dialog yang

diucapkan oleh si petani miskin kepada patung Ojizousama. Cerita sebelumnya

digambarkan bahwa si petani miskin berjanji jika kasedama (hiasan rambut) yang

akan ia jual ke kota terjual, ia akan memberikan mochi sebagai persembahan

untuk para patung jizou. Tetapi, ternyata tidak satu pun yang terjual. Oleh karena

itu si petani miskin mengatakan hal yang sebenarnya pada jizou. Menurut Nitobe,

kejujuran merupakan hal terkecil dari sebuah kebaikan.21

Jadi maksudnya adalah jika seseorang ingin melakukan suatu kebaikan,

maka harus berlandaskan dengan kejujuran. Seperti yang dilakukan oleh petani

miskin kepada patung jizou, ia berkata tentang kondisi yang sejujurnya, tetapi ia

tetap memberikan kebaikan kepada patung jizou yaitu dengan memberikan topi

jerami agar para patung jizou tidak tertutup salju.

Nilai moral Bushidō selanjutnya yang terdapat pada dongeng Kasajizou

adalah kesopanan yang terdapat dalam cuplikan cerita berikut.

落とした傘を 拾っていたちっこいお地蔵様と 目が 合うと、お地蔵様た

ちは、 ぺこりと頭を 下げて、 帰っていきました。

                                                                                                                         21  Ibid,  hlm  61  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 10: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

10    

“Ochitoshitakasa o hirotteita chikkoi ojizousama to me ga au to, ojizousamatachi wa, bekorito atama o agete, kaetteikimashita”

Artinya :

“Saat mata mereka bertemu pandang dengan jizou kecil yang sedang memungut topi jerami yang jatuh, para jizou pun segera menundukkan kepala mereka dan berjalan pulang.”

Cuplikan cerita di atas menggambarkan sikap sopan yang dilakukan oleh

para jizou ketika betemu pandang dengan pasangan petani miskin. Para jizou

menundukkan kepala sebagai tanda hormat. Seperti yang diungkapkan oleh

Nitobe bahwa kesopanan adalah kerendahan hati untuk memahami orang lain.22

Dengan kerendahan hati, sikap yang dilakukan oleh para jizou adalah bentuk

ungkapan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh si petani miskin. Selain

itu, sikap sopan yang digambarkan oleh para jizou juga menunjukkan bahwa para

jizou menghargai kebaikan yang telah dilakukan oleh si petani miskin.

3.2 Bunbuku Chagama

Bunbuku Chagama merupakan cerita legenda kuil Morinji yang terletak di daerah

Tatebayashi perfektur Gunma. Cerita legenda mengenai hewan tanuki ini secara

turun temurun dikisahkan menjadi sebuah dongeng. Hewan tanuki merupakan

hewan yang cukup terkenal di Jepang dan sering dijadikan sebagai tokoh dalam

cerita dongeng. Selain dongeng Bunbuku Chagama, dongeng berjudul Kachikachi

Yama juga menceritakan mengenai hewan tanuki.23

Dongeng Bunbuku Chagama terdapat banyak versi cerita. Salah satu contoh

ragam cerita Bunbuku Chagama menceritakan seorang miskin yang menolong

hewan tanuki yang sedang diganggu oleh anak-anak, lalu kemudian hewan tanuki

berubah menjadi teko, kuda, atau anak perempuan dan membantu si miskin

menjadi kaya.24 Karena cerita Bunbuku Chagama ini merupakan cerita legeda kuil

                                                                                                                         22  Ibid,  hlm  49  23  Markus  Vrataner,  Vienna  Graduate  Journal  Of  East  Asian  Studies,  hlm  153    24  Ibid,  154  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 11: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

11    

Morinji, sampai sekarang teko (perubahan hewan tanuki dalam cerita) tersebut

dijadikan benda bersejarah di kuil Morinji.25

3.2.1 Analisis nilai moral Bushidō pada dongeng Bunbuku Chagama

Nilai moral Bushidō yang tergambar pada awal cerita yaitu nilai keberanian yang

secara implisit tergambar oleh pendeta Buddha kepada calon pendeta Buddha

dalam cuplikan dialog berikut.

小坊主たちは、茶がまに水をいれて火にかけると、おしょうさんの背中に

隠れました。 「わしもぜひききたかったな。その「いたい」とか....。」 “Kobouzutachi wa, chagama ni mizu o irete hi ni kakeruto,Oshousan no senaka ni kakuremashita. (washimo zehi kikitakattana. Sono [itai] toka...)” Artinya : “ Calon pendeta Buddha, mengisi teko dengan air lalu meletakkan ke atas api, setelah itu (calon pendeta Buddha) bersembunyi di balik punggung pendeta Buddha. (saya pun (pendeta Buddha) ingin mendengar suara “itai” yang terdengar dari teko)”

Digambarkan sebelumnya bahwa calon pendeta Buddha ketakutan mendengar

suara yang keluar dari dalam teko, akhirnya ia menceritakan hal tersebut kepada

pendeta Buddha. Lalu, pendeta Buddha tetap menyuruh untuk mencuci teko dan

mengisinya dengan air. Setelah ditaruh di atas api, pendeta Buddha ingin mencari

tahu tentang kebenaran suara yang berasal dari teko yang sebelumnya didengar

oleh calon pendeta Buddha.

Dari cuplikan cerita diatas, dapat dianalisis bahwa pendeta Buddha secara tidak

langsung mengajarkan calon pendeta Buddha untuk berani bertanggung jawab

atas kebenaran hal yang mereka dengar. Menurut Nitobe yang mengutip

pengertian keberanian dari seorang filsuf Cina yaitu Konfusius mengatakan bahwa,

keberanian adalah melakukan sesuatu yang dianggap benar. Jadi, jika seseorang

ingin menegakkan kebenaran, ia harusberani untuk membuktikannya. Menurut

Nitobe, seorang yang tidak memiliki keberanian yang tinggi (untuk menegakkan

kebenaran) adalah seorang pengecut.26 Tindakan yang dilakukan oleh pendeta

                                                                                                                         25  Artikel  dalam  Koran  “The  Mita  Campus  No.47”  Keio  University  ,July  1954,  hlm  1  26  Nitobe,  Bushido  :  The  Soul  Of  Japan,  hlm  28    

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 12: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

12    

Buddha secara tidak langsung mengajarkan kepada calon pendeta Buddha untuk

tidak menjadi pengecut dan takut untuk membuktikan suatu kebenaran.

Nilai moral yang kedua adalah kejujuran yang digambarkan melalui

cuplikan dialog yang diucapkan oleh tanuki yang menceritakan mengenai asal-

usul nya sebagai berikut :

「こんな かっこうじゃなかまのところへ帰れません.化け比べをしたら、

元の姿に戻れなくなってしまったんです。」

「人に見つかって、古道具屋にうられ、あっちこっちと三年三月。」

“ “Konna kakkoujya nakama no tokoro e kaeremasen. Bakekurabe o shitara,moto no sugata ni modorenakunatteshimattandesu.”

“Hito no mitsukatte, furudouguya ni urare, acchikocchi to sannenmitsuki.” ”

Artinya :

“ “Dengan wujud seperti ini, saya tidak bisa kembali ke tempat teman-teman saya. (sekali saya) berubah wujud, maka saya tidak bisa kembali ke bentuk semula.”

“saya ditemukan oleh orang, lalu saya dijual ke toko barang bekas,dan terus berpindah tangan dalam waktu yang lama.” ”

Setelah tanuki mengatakan kebenaran mengenai ikan milik si tukang loak

yang ia makan, lalu si tukang loak kaget melihat perubahan bentuk yang terjadi

pada tanuki karena sebelumnya, tanuki adalah sebuah teko yang ia dapat dari

pemberian pendeta Buddha. Tanuki lalu menceritakan mengenai asal-usul dirinya

kepada si tukang loak. Ia menceritakan bahwa sekali ia berubah wujud, maka ia

tidak akan bisa kembali ke bentuk awalnya. Tindakan yang dilakukan oleh tanuki,

yaitu menceritakan mengenai asal usulnya merupakan suatu kejujuran. Seperti

yang diungkapkan oleh Nitobe bahwa kejujuran harus digunakan dari awal sampai

akhir ketika melakukan sesuatu. Jadi, bagi tanuki, si tukang loak yang

memungutnya harus mengetahui asal-usul mengenai dirinya dengan sebenar-

benarnya sejak awal. Setelah tanuki meminta pertolongan si tukang loak, ia

kemudian mengatakan asal-usulnya agar tercipta hubungan yang baik antara

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 13: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

13    

tanuki dan si tukang loak. Dengan demikian, si tukang loak akan percaya

kepadanya.

Nilai moral Bushidō selanjutnya yang digambarkan di dalam dongeng

Bunbuku Chagama adalah kebaikan. Cuplikan adegan pertama yang

menggambarkan nilai kebaikan dilakukan oleh tukang loak sesaat setelah tanuki

mengatakan tentang asal usulnya.

たぬきがかわいそうになったくずやさんは、「ごはんを食べて、今夜はここ

で寝な。」

「はい!ありがとうございます。」たぬきは、感激して ごはんを食べまし

た。」

“Tanuki ga kawaisouninatta kuzuyasan wa,”gohan o tabete, konya wa kokode nena.”

“hai! arigatou gozaimasu.” tanuki wa, kangekishite gohan o tabemashita.”

Artinya :

“ Tukang loak yang merasa kasihan dengan tanuki (berkata), “makanlah dan untuk malam ini tidurlah disini.”

“ya! Terima kasih” tanuki pun merasa terharu, dan memakan nasi (yang ditawarkan oleh tukang loak) ”

Dari cuplikan tersebut dapat dilihat bahwa si tukang loak merasa iba setelah

mendengar cerita tentang kehidupan tanuki sebelumnya. Oleh karena itu, ia

mengizinkan tanuki untuk tidur di rumahnya dan memberikan makanan. Yang

dilakukan oleh si tukang loak dapat dikatakan sebagai sebuah kebaikan. Seperti

apa yang dikatakan Nitobe, bahwa kebaikan merupakan sifat untuk saling

mencintai, mengasihi, bersimpati, dan berbelas kasih dengan sesama. Nitobe juga

menambahkan bahwa seseorang yang melakukan kebaikan adalah orang-orang

yang sadar dengan keadaan orang lain yang sedang menderita dan kesulitan.27 Si

tukang loak mengetahui dengan pasti jika ia tidak mengizinkan tanuki untuk

tinggal dengannya, pasti tanuki akan terlantar. Oleh karena itu dengan kebaikan

hatinya ia menolong tanuki.

                                                                                                                         27  Ibid,  hlm  43  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 14: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

14    

Selanjutnya, nilai moral kesopanan juga terdapat di dalam cerita Bunbuku

Chagama seperti pada cuplikan cerita berikut.

“すると、たぬきは「お願いです。ここへ置いてください!」と、頭を下げました。”

“Suruto, tanuki wa “Onegeidesu. Koko e oite kudasai!” to, atama o sagemashita”

Artinya :

“Lalu, tanuki (berkata) sambil menundukkan kepala (tolonglah. Izinkan saya tinggal28 disini!)”

Cuplikan cerita di atas yang menggambarkan nilai kesopanan adalah

tindakan yang dilakukan oleh tanuki ketika sedang berbicara kepada si tukang

loak. Tanuki memohon dengan sopan sambil menundukkan kepala agar diizinkan

untuk tinggal di tempat si tukang loak. Tindakan menundukkan kepala merupakan

salah satu bentuk nilai kesopanan bagi orang Jepang. Di Jepang, tata krama seperti

itu merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan kepada anak-anak agar

mereka dapat berperilaku dengan baik. Menurut Nitobe, kesopanan adalah

kerendahan hati untuk memahami orang lain.29 Menundukkan kepala merupakan

salah satu bentuk tindakan kerendahan hati tanuki memahami si tukang loak yang

merupakan orang yang ingin ia mintai pertolongan. Dengan berlaku sopan, berarti

seseorang memiliki rasa tenggang rasa dan kemurahan hati terhadap sesama.

Nilai moral berikutnya yang digambarkan pada cerita Bunbuku Chagama

adalah, kesetiaan. Dalam cuplikan cerita di bawah ini digambarkan bahwa tukang

loak ingin mengembalikan sosok tanuki menjadi sosoknya yang semula, akan

tetapi tanuki menjawab sebagai berikut :

「私は、今のままで十分しあわせです。」

“ “Watashi wa, ima no mamade jyuubun shiawase desu.” “

Artinya :

                                                                                                                         28  Jika  diartikan  ke  dalam  bahasa  Indonesia,  kata  “oite”  seharusnya  berarti  “letakkan”  tetapi  artinya  di  atas  menjadi  “tinggal”.  konteks  kalimat  diatas  maksudnya  adalah  keadaan  tanuki  yang  merupakaan  jelmaan  teko  yang  berarti  sebuah  benda.  29  Ibid,  hlm  49  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 15: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

15    

“Saya, dengan keadaan saya yang sekarang ini cukup bahagia.”

Cuplikan dialog tersebut menggambarkan keinginan tanuki bahwa ia tidak

ingin menjadi sosoknya yang semula karena ia sudah cukup bahagia dengan

sosoknya yang sekarang. Keinginan yang kuat juga digambarkan saat tukang loak

yang berusaha mengumpulkan buku-buku dan meminta bantuan dokter (akan

tetapi ia tetap tidak bisa merubah bentuk tanuki) seperti pada cuplikan cerita di

bawah ini.

“ぶんぶくは、このままで幸せだと、口ぐせのようにいっていましたが、茶がまにばけたままのすがたには、どこか無理があったのでしょう。”

“Bunbuku wa, kono mama de shiawaseda to, kuchiguse no youni itte imashita ga, chagama ni baketa mama no sugata ni wa, dokoka muri ga attanodeshou.”

Artinya :

“Tanuki selalu mengatakan kata-kata bahwa ia bahagia dengan sosoknya yang sekarang ini namun, untuk merubah sosoknya menjadi teko, tentu tidak mungkin.”

Keinginan tanuki yang kuat semakin diperjelas melalui cuplikan cerita di

atas. Tanuki merasa sangat senang dengan bentuknya yang sekarang. Bahkan di

salah satu cuplikan cerita, tanuki menyebut si tukang loak sebagai ayah. Ia senang

dan menganggap bahwa si tukang loak adalah ayahnya sendiri. Akan tetapi,

karena tukang loak menginginkan tanuki menjadi sosoknya yang semula, akhirnya

tanuki berubah menjadi teko kembali. Dari cuplikan-cuplikan cerita tersebut dapat

disimpulkan bahwa terdapat nilai kesetiaan yang dilakukan oleh tanuki terhadap si

tukang loak. Menurut Nitobe, kesetiaan adalah sebuah pengabdian yang

mengorbankan semua hal yang dimiliki seseorang (bahkan kematian) demi

menjaga kehormatan dan nama baik. 30 Nitobe juga menambahkan bahwa

kesetiaan tidak bisa ditukar dengan apapun. Dari pernyataan tersebut, nilai

kesetiaan yang dilakukan oleh tanuki terhadap tukang loak yaitu dengan cara

mengikuti kemauan si tukang loak. Tukang loak menginginkan tanuki berubah

menjadi sosoknya yang semula yaitu menjadi sebuah teko. Sesungguhnya tanuki

pernah berkata bahwa jika dirinya sekali saja pernah berubah wujud maka ia tidak                                                                                                                          30  Ibid,  hlm  81  

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 16: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

16    

dapat kembali seperti sosoknya yang semula. Ternyata, ia dapat berubah wujud

menjadi sosoknya yang semula karena keinginan (si tukang loak) yang begitu kuat.

Wujud kesetiaan tanuki, ia buktikan dengan kembali menjadi teko yaitu sosoknya

seperti semula.

Kesimpulan

Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan 7 nilai moral Bushidō

menurut Inazo Nitobe pada cuplikan cerita, dalam dongeng Kasajizou terdapat

tiga nilai moral Bushidō yaitu nilai kebaikan, kesopanan, dan kejujuran. Nilai

kebaikan, digambarkan pada saat petani miskin membersihkan salju yang

menempel pada patung jizou pada saat ia menuju ke kota, dan pada saat si petani

miskin memakaikan topi jerami kepada para jizou sepulangnya dari kota. Nilai

kejujuran, digambarkan pada saat petani miskin berkata yang sejujurnya kepada

jizou bahwa ia tidak dapat memberikan mochi untuk persembahan, dan pada saat

petani miskin mengatakan semua kejadian yang ia alami termasuk kebaikan yang

ia lakukan kepada para jizou kepada isterinya. Nilai kesopanan digambarkan pada

saat mata jizou kecil bertemu dengan pasangan petani miskin, lalu para jizou

menundukkan kepala sebagai tanda hormat dan pamit untuk pergi, dan pada saat

pasangan petani miskin menyembah para jizou sebagai ungkapan syukur dan

terima kasih ketika melihat hadiah yang diberikan oleh para jizou.

Pada dongeng Bunbuku Chagama, terdapat lima nilai moral Bushidō yang

digambarkan yaitu keberanian, kebaikan, kejujuran, kesopanan, dan kesetiaan.

Nilai keberanian, digambarkan pada saat pendeta Buddha dan calon pendeta

Buddha menguji apakah teko (yang merupakan tanuki) dapat mengeluarkan suara,

dan pada saat tanuki berani mengakui kesalahannya bahwa ia yang telah memakan

ikan milik si tukang loak. Nilai kejujuran, digambarkan pada pada saat tanuki

dengan jujur mengatakan bahwa ia yang memakan ikan milik si tukang loak, dan

pada saat tanuki dengan jujur menceritakan asal-usul dan dirinya yang sebenarnya.

Nilai kebaikan, digambarkan pada saat si tukang loak mengizinkan tanuki untuk

menginap di rumahnya dan mempersilahkan ia untuk makan. Berikutnya adalah

pada saat tanuki merawat si tukang loak yang sedang sakit dan pada saat si tukang

loak merawat tanuki yang tiba-tiba terkena panas. Nilai kesopanan, digambarkan

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 17: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

17    

pada saat tanuki memohon untuk diizinkan tinggal di tempat si tukang loak sambil

menundukkan kepala. Nilai kesetiaan, digambarkan pada saat tanuki mengikuti

keinginan si tukang loak untuk berubah menjadi sosoknya semula meskipun

sebenarnya sekali ia berubah wujud ia tidak akan bisa kembali ke wujud asalnya.

Dari analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai moral Bushidō yang

tergambar di dalam dua dongeng tersebut adalah nilai kebaikan, kejujuran, dan

kesopanan, sedangkan nilai keberanian dan kesetiaan hanya digambarkan pada

dongeng Bunbuku Chagama. Nilai yang digambarkan di dalam dua dongeng

tersebut merupakan nilai dasar yang ditanamkan kepada anak-anak melalui

mukashi banashi.

Daftar Referensi

Sumber Buku

Bellah, Robet N. (1992). Religi Tokugawa : Akar-akar Budaya Jepang (Wardah

Hafidz & Drs. Wiladi Budiharga). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Benesch,Oleg. (2014). Inventing The Way of Samurai. United Kingdom : Oxford

University Press.

Borchert, Donald M (Ed.). (2006). Encyclopedia of Philosophy Vol. III.

Farmington Hills: Thomson Gale.

Danandjaja, James. (2007). Folklor Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti

Danandjaja, James. (1997). Folklor Jepang Dilihat dari Kacamata Indonesia.

Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Nitobe, Inazo. (1969). Bushidō : The Soul Of Japan. Tokyo : Charles E. Tuttle Co,

Inc.

Sayumi, Kawauchi. (2009). Kasajizou, Bunbuku Chagama (Nihon no Mukashi

Banashi). Tokyo : Kodansha

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015

Page 18: Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan

18    

Sumber Jurnal/Tesis/Majalah

Suliyati, Titiek (2013). Bushidō pada masyarakat Jepang : Masa Lalu dan Masa

Kini. Izumi jurnal bahasa, sastra, dan budaya Jepang Universitas Diponegoro,

Vol.1(1). Maret, 6 2015.

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/view/6232.

Unsriana, Linda. (2007). Nilai Didaktis dalam Dongeng Anak Jepang (Analisis

Dongeng Tsuru no Ongaeshi), Jurnal Lingua Cultura Vol.1(1), 34-46. Maret, 6

2015. http://journal.binus.ac.id/index.php/lingua/issue/view/58.

Vrataner, Markus. (2010). Tanuki : The Badger as Figure in Japanese Literature.

Vienna Graduate Journal of East Asian Student, 147-170.

“Bunbuku Chagama” Enchants guests. (1954, July). The Mita Campus no.47

(students own periodical in English) Keio University, p. 1.

Sumber Internet

Cambridge Dictionary Online. 27 April 2015.

http://dictionary.cambridge.org/dictionary/british/moral

Jizō Bosastsu, Bodhisattva Storehouse of the Earth. 14 May 2015.

http://www.shingon.org/deities/jusanbutsu/jizo.html

Kasa : Japanese Traditional Hat. 14 May 2015.

http://traditionscustoms.com/traditional-fashion/kasa-traditional-japanese-hats

Omochi. 14 May 2015. http://www.id.emb-japan.go.jp/aj309_09.html

The History of Taiko : The Heartbeat of Japan. 19 May 2015. http://www.taiko-

center.co.jp/english/history_of_taiko.html

The Legend of Kasajizou. (2014, December). Highlighting Japan, p. 22-23.

Tokugawa Mitsukuni, Japanese Feudal Lord. 27 April 2015.

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/598318/Tokugawa-Mitsukuni

Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015