analisis ketersediaan ruang terbuka hijau di kota...
TRANSCRIPT
ANALISIS KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU
DI KOTA SERANG TAHUN 2000-2015
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Nur Alika Fitriyani Wulandari
NIM 1113015000028
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H /2017 M
i
ABSTRAK
Nur Alika Fitriyani Wulandari (1113015000028) : Analisis Ketersediaan
Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang Tahun 2000-2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada di Kota Serang pada tahun 2000 sampai tahun 2015, serta menghitung kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen dan proyeksi kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk untuk tahun 2035. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Objek dalam penelitian ini adalah seluruh ruang terbuka hijau yang ada di Kota Serang. Penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG), Ground Check lapangan dan observasi.Hasil penelitian ini menunjukkan dalam kurun waktu 15 tahun ruang terbuka hijau di Kota Serang mengalami penurunan sebesar 3.675 ha mulai dari tahun 2000 sampai tahun 2015. Ketersediaan luas ruang terbuka hijau di Kota Serang pada tahun 2015 sebesar 8.165 ha atau 30,6 % dari luas wilayah. Hasil perhitungan proyeksi kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk yaitu seluas 1.874,2 ha. Sehingga luas ruang terbuka hijau di Kota Serang pada tahun 2015 telah mencukupi kebutuhan berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen, serta kebutuhan ruang terbuka hijau untuk tahun 2035. Kata Kunci : Jumlah penduduk, Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau, Kota
Serang, Luas wilayah, Oksigen.
ii
ABSTRACT
Nur Alika Fitriyani Wulandari (1113015000028) : Analysis of Green Open
Space Availability in Serang City 2000-2015.
This study aims to determine the availability of green open space in Serang
City from 2000 to 2015, and to calculate the need for green open space based on
the area, the population, the oxygen demand and the projection of green open
space based on the population number for 2035. This research uses quantitative
descriptive approach. The object of this research is all green open space in
Serang City. This research uses the help of Geographic Information System (GIS)
application, Ground Check field and observation. The results of this study show
that within 15 years the green open space in Serang City decreased by 3,675 ha
from 2000 until 2015. The availability of green open space in Serang City in 2015
was 8,165 ha or 30.6% of the total area . The calculation result of green open
space projections based on the population of 1,874.2 ha. So that the green open
space in Serang City in 2015 has sufficient needs based on the area, the
population, the need for oxygen, and the need for green open space for 2035.
Keywords: Population, Green Open Space Requirement, Serang City, Area,
Oxygen.
iii
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan nikmat, rahmat dan kemudahan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka
Hijau di Kota Serang Tahun 2000-2015”. Shalawat serta salam curahkan
kepada Nabi penyempurna Agama dan manusia terbaik sepanjang zaman yaitu
Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidaklah dapat terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Drs. Syaripulloh, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
4. Sodikin, M.Si dan Dra. Zaharah, M.Ed selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan
arahan yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
5. Seluruh Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan pengetahuan,
pemahaman selama melaksanakan studi.
6. Orang tua saya, Bpk Syawal Kartowo, dan Ibu Sariyam yang telah
membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan mendoakan saya tiada
henti. Terimakasih sudah memberikan dukungan berupa moril maupun materil
yang luar biasa yang selalu kalian berikan dengan ikhlas. Terimakasih juga
kepada kakak dan adikku Istihayu Putri Buansari dan Aditya Anggana Putra
iv
yang sudah memberikan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi,
serta seluruh keluarga besar yang selalu memotivasi penulis untuk segera
menyelasikan studi.
7. Teman seperjuangan Desi Setiawati, Siti Nurhikmah, Nur Ismawati, Annisa
Nur hikmah, dan sadiah. Sahabat dibangku kuliah terimakasih untuk dukungan
dan motivasinya. Terimakasih karena selama 3 tahun ini telah berbagi suka dan
duka bersama.
8. Nurul rohmah, Larasti, Tania, dan Nisa. Sahabat yang selalu memberikan
dukungan agar segera menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh sahabat jurusan pendidikan IPS angkatan 2013, khususnya konsentrasi
geografi yang telah banyak memberikan pengalaman dan dukungan.
10. Serta teman-teman Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) MAN 19 Jakarta
yang telah banyak memberikan pengalaman berharga untuk penulis.
11. Untuk Siswa- Siswi Kelas X IIS 1 dan XI IIS 2 MAN 19 Jakarta, terimakasih
karena telah memberikan motivasi dan semangat untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
12. Dan semua pihak yang penuis sadari atau tidak sadari telah membantu secara
langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga segala kebaikan yang diberikan mendapat pahala
yang berlipat ganda oleh Allah SWT dan senantiasa selalu dilindungi oleh
Allah SWT.
Akhir kata penulis menyadari skripsi ini masih jauh darri kata sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang akan digunakan demi
kebaikan dimasa datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, 8 November 2017
Penulis
Nur Alika Fitriyani W.
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ………………………………………………… iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………… v
DAFTAR TABEL …………………………………………………… .. ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. xi
DAFTAR GRAFIK …………………………………………………… xii
DAFTAR BAGAN ……………………………………………………. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………. ………… 1 B. Identifikasi Masalah …. ……………………………………… 6 C. Batasan Masalah …………. …………………………………. 6 D. Rumusan Masalah …………………………………………… 6 E. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 6 F. Manfaat Penelitian …………………………………………. 6
1. Manfaat Teoritis …………………………………………. 6 2. Manfaat Praktis ………….. ……………………………… 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik ………………………………………. 8 1. Ruang Terbuka ………………………………………. 8 2. Ruang Terbuka Hijau ………………………………… 9
a. Tujuan Ruang Terbuka Hijau ……………………. 10 b. Fungsi Ruang Terbuka Hijau …………………….. 11 c. Manfaat Ruang Terbuka Hijau …………………... 14 d. Tipologi Ruang Terbuka Hijau ………………….. 15 e. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan ………... 21
3. Faktor pendorong perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau…………………………………… 23
a. Aspek demografis …………………………….. 24 b. Perkembangan Kota …. …………………….... 28 c. Keterbatasan Lahan ………………………….. 31 d. Penduduk …………………………………….. 33 e. Lahan terbangun ……………………………… 33
B. Penelitian Relevan …………………………………… 36
vi
C. Kerangka Berpikir ……………………………………. 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. …………….. 39 1. Lokasi Penelitian………………………………… 39 2. waktu Penelitian …………….. ………………… 39
B. Metode Penelitian ………………………………… 40 C. Alat dan Bahan Penelitian ………. ……………….. 41
1. Alat Penelitian …………………………………. 41 2. Bahan Penelitian ………………………………. 41
D. Populasi dan Sampel ………… ………………….. 42 E. Teknik Pengumpulan Data ……… ………………. 42
1. Pengumpulan Data Penginderaan Jauh ……….. 42 2. Pengumpulan Data Sekunder …………………. 43 3. Study Literatur ………………………………… 43 4. Observasi ……………………………………… 43 5. Validasi ……………………………………….. 43 6. Dokumentasi ………………………………….. 43
F. Teknik Analisis Data …………………………….. 43
1. Pengolahan awal citra ……………………….. 44
a. Koreksi Geometrik ……………………….. 44
b. Koreksi Radiometrik …………………….. 44
c. Pemotongan citra (cropping) ……………… 45
d. Kombinasi Band …………………………. 45
2. Teknik Interpretasi Citra Digital Penginderaan Jauh …………………………………………. 45
3. Ground check lapangan ……………………… 46
4. Uji Ketelitian Interpretasi Citra….. ………… 46
5. Teknik Sistem Informasi Geografis ………….. 47
a. Klasifikasi terbimbing (supervised Classification)……………………………… 47
b. Analisis NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index) …………………………. 47 c. Metode Overlay ( Tumpang Tindih Peta) ……………………………………………. 47
6. Menghitung kebutuhan Ruang Terbuka Hijau ………………………………………….. 47 a. Berdasarkan Luas Wilayah …………………. 48
vii
b. Berdasarkan Jumlah Penduduk ……………. 49 c. Berdasarkan kebutuhan oksigen …………… 49
7. Menghitung kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang berdasarkan jumlah penduduk tahun 2035 ……………………. ……………. 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ……………………. 53 1. Letak Geografis …………………………………….. 53
2. Kondisi Fisik ..................................................... 54
3. Kondisi Sosial ……………………………………… 55
B. Hasil Penelitian ……………………………………….. 57
1. Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang …….. 57
2. Penggunaan Lahan Kota Serang tahun 2000-2015 …. 60
a. Hasil Ground Check Lapangan ………………… 60
b. Analisis Penggunaan Lahan Tahun 2000-2015 …. 64
c. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang
Tahun 2000 & 2015 ……………………………. 67
d. Kondisi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) ………………………………. 70
3. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang …. 72
a. Identifikasi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan luas wilayah ……………………….. 72
b. Identifikasi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan Jumlah Penduduk Tahun 2015 ……… 74
c. Identifikasi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan konsumsi oksigen di kota Serang
Tahun 2015 ……………………………………… 76
d. Proyeksi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
tahun 2035 ……………………………………. 80
C. Pembahasan
1. Penggunaan Lahan tahun 2000-2015 ………………… 81
2. Kecukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan
kondisi Eksisting RTH ………………………………. 82
3. Kecukupan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
viii
berdasarkan Luas Wilayah (UU No. 26/2007) …… 83
4. Kecukupan Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk………………………………….. 84
5. Proyeksi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau pada Tahun 2035 ……………………………………. 85
6. Hasil Validasi Lapangan Terkait Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang ………..….......... 86
BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………… 91
B. Implikasi ………………………………………………… 92
C. Saran …………………………………………………….. 93 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kepemilikan RTH ……………………………………. 16
Tabel 2.2 Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ……. 22
Tabel 2.3 Penelitian Relevan …………………….. …………….. 35
Tabel 3.1 Kegiatan penelitian ………………………………….. .. 39
Tabel 3.2 Kebenaran Interpretasi …………………………………. 46
Tabel 3.3 Pembagian Kelas Penggunaan Lahan ………………… . 47
Tabel 3.4 Kebutuhan Oksigen Berdasarkan Setiap Konsumen Oksigen ………………………………………………… 51
Tabel 4.1 Luasan Kecamatan di Kota Serang ……………………. 53
Tabel 4.2 Jumlah penduduk Tahun 2010 dan Tahun 2015 ……… 56
Tabel 4.3 Kepadatan dan Persebaran Penduduk ………………….. 56
Tabel 4.4 Hasil Ground Check Lapangan Berdasarkan Interpretasi Citra …. ………………………………………………… 61
Tabel 4.5 Hasil Uji Akurasi Interpretasi …………………………… 64
Tabel 4.6 Luas Perubahan Penggunaan jenis lahan di Kota Serang …………………………………………………… 66
Tabel 4. 7 Ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang Tahun 2000 & 2015 …………………………………….. 69
Tabel 4.8 Sebaran Wilayah Hasil Pengklasifikasian NDVI ………. 72
Tabel 4.9 Kebutuhan RTH Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 …. 75
Tabel 4.10 Jumlah penduduk dan kebutuhan RTH Tahun 2015 …… 73
Tabel 4.11 Jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen untuk manusia … 77
Tabel 4.12 Klasifikasi Kendaraan Bermotor Menurut Jenis dan Kebutuhan Oksigen …………………………………. 78
Tabel 4.13 Jumlah Kendaraan Bermotor dan Kebutuhan Oksigen untuk Kendaraan Bermotor …………………………….. 79
Tabel 4.14 Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan Oksigen Tahun 2015 ……….. ………………………….. 80
x
Tabel 4.15 Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan jumlah Penduduk dan Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2015-2035... …………………………………………… 81
Tabel 4.16 Kecukupan RTH berdasarkan kondisi Eksisting ……….. 83
Tabel 4. 17 Hasil Validasi Lapangan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau …………………………………… 87
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian………………………………... 39 Gambar 4. 1 Peta Administrasi Kota Serang ………………………. 54 Gambar 4.2 Taman Tugu Debus (Patung) ………………………… 57 Gambar 4.3 Jalur Hijau Jalan ……………………………………... 58 Gambar 4.4 Sempadan Sungai …………………………………… 59 Gambar 4. 5 RTH Pemakaman ……………………………………. 60 Gambar 4. 6 Peta Penggunaan Lahan Kota Serang Tahun 2000 & 2015 ………………………………………… 65 Gambar 4.7 Ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang Tahun 2000 & 2015 …………………………………… 68
Gambar 4.8 Ilustrasi NDVI tahun 2015 ……………………………. 71 Gambar 4.9 Peta Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Luas Wilayah Tahun 2015 ……………………………………… 74 Gambar 4.10 Peta Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jumlah Penduduk Tahun 2015 ……………………………………. 76 Gambar 4.11 Perumahan Griya Reang Indah ……………………. .. 88 Gambar 4.12 Perumahan Grand Arfa …………………………….. . 89 Gambar 4.13 Perumahan Grand Arfa …………………………….. 89
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Penggunaan Luas Lahan di Kota Serang Tahun 2000
dan Tahun 2015 …………………………………………… 66
Grafik 4.2 Rasio perubahan RTH pertahun di Kota Serang (ha) …….. 70
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir …………………………….. 38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Observasi
Lampiran 2 Hasil Observasi (1)
Lampiran 3 Hasil Observasi (2)
Lampiran 4 Hasil Observasi (3)
Lampiran 5 Hasil Observasi (4)
Lampiran 6 Peta Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Luas Wilayah Tahun 2015
Lampiran 7 Peta Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jumlah
Penduduk Tahun 2015
Lampiran 8 Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang
Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau (RTH)
adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan.1 Ruang
terbuka hijau merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi
sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota,
kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan
olahraga, kawasan hijau pekarangan.2 Berdasarkan jenis kepemilikannya, ruang
terbuka hijau dibagi kedalam dua jenis, yaitu: ruang terbuka hijau publik dan
juga ruang terbuka hijau privat. Di dalam perencanaan sebuah kota, telah
ditetapkan dalam peraturan daerah bahwa proporsi ruang terbuka hijau yang
harus disediakan oleh setiap kota adalah minimal sebesar 30% dari luas wilayah
kota tersebut. 30% ini terdiri dari 20% ruang terbuka publik dan 10% ruang
terbuka hijau privat. Adanya keberadaan ruang terbuka hijau dikawasan
perkotaan dinilai sangat penting karena dapat menjaga keseimbangan lingkungan
dan kenyamanan di wilayah kota tersebut. Selain itu, ruang terbuka hijau dinilai
memiliki berbagai manfaat bagi penduduk yang tinggal di sebuah kota. Dari segi
Ekologi, ruang terbuka hijau memiliki peran penting yaitu untuk menjaga
kualitas udara yang ada disuatu kota. Tingginya tingkat polusi udara yang
dihasilkan dari kendaraan saat ini dapat diminamalisir dengan adanya keberadaan
ruang terbuka hijau. Dengan adanya pepohonan yang berada di tengah-tengah
1 Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau
di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau
2 Roswidyatmoko Dwihatmojo, Ruang Terbuka Hijau yang semakin terpinggirkan, Jurnal
diakses pada tanggal 7 Desember 2016.
2
kota dapat menyerap polusi-polusi yang ada disekitarnya. Selain itu, Penduduk
yang tinggal disebuah kota mempunyai hak untuk mendapatkan udara yang
bersih dan sehat, salah satu manfaat adanya ruang terbuka hijau yaitu dapat
menghasilkan oksigen yang sangat penting dibutuhkan masyarakat. Selain
bermanfaat untuk mengurangi polusi dan menghasilkan oksigen, adanya
keberadaan ruang terbuka hijau juga dapat menjaga ekosistem flora dan fauna.
Dari segi Sosial, ruang terbuka hijau dapat dimanfaatkan sebagai tempat
untuk bersosialisasi. Adanya fasilitas yang ada di ruang terbuka hijau yang
disediakan dapat dijadikan masyarakat untuk berolahraga, berekreasi, maupun
tempat untuk berkumpul. Sebuah kota selayaknya tidak hanya dipenuhi oleh
gedung pencakar langit maupun bangunan perumahan, dengan adanya ruang
terbuka hijau dapat meningkatkan keindahan sebuah kota dan menciptakan
kenyamanan kota tersebut. Hal ini merupakan salah satu manfaat ruang terbuka
hijau ditinjau dari segi Estetika. Oleh sebab itu keberadaan ruang terbuka hijau di
wilayah perkotaan merupakan salah satu komponen penting yang harus ada di
setiap kota karena memiliki berbagai manfaat.
Menurut Roswidyatmoko Dwihatmojo, Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Dalam perjalanannya, kota mengalami perkembangan yang sangat pesat akibat adanya dinamika penduduk, perubahan sosial ekonomi, dan terjadinya interaksi dengan wilayah lain.3
Adanya perkembangan kota dapat dilihat dari segi fisik maupun segi
ekonomi. Perkembangan dari segi fisik salah satunya dapat dilihat dengan adanya
pembangunan. Menurut Imam Ernawi (dalam Roswidyatmoko Dwihatmojo)
“menyatakan bahwa perkembangan fisik ruang kota sangat dipengaruhi oleh
urbanisasi”.4 Maraknya pembangunan sebuah kota, dapat ditandai dengan
munculnya berbagai fasilitas yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan kota
tersebut seperti perumahan, fasilitas umum, perkantoran, sarana pendidikan,
kesehatan dan lain-lain.
3 Roswidyatmoko Dwihatmojo, Ruang Terbuka Hijau yang semakin terpinggirkan, Jurnal
diakses pada tanggal 7 Desember 2016. 4 Ibid.,
3
Bertambahnya jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang
membuat permintaan lahan terus bertambah. Hal ini tentunya membuat lahan
yang kosong dapat beralih fungsi menjadi lahan terbangun, yaitu dengan
didirikannya perumahan. Maraknya lahan terbangun yang digunakan untuk
pembangunan kota saat ini tentunya membuat ruang terbuka hijau yang
dibutuhkan oleh masyarakat mengalami penurunan. Pembangunan kota saat ini
dinilai kurang memperhatikan kepentingan ruang terbuka hijau. Adanya
pembangunan kota membuat ketersediaan ruang terbuka hijau saat ini menurun
dan telah digantikan dengan lahan terbangun. Padahal adanya ruang terbuka hijau
dapat menghasilkan udara bersih yang bermanfaat untuk masyarakat.
Menurut Peraturan PU No. 05/ PRT/ M/ 2008 tentang kebutuhan ruang terbuka hijau, proporsi ruang terbuka hijau yang dibutuhkan pada wilayah perkotaan adalah minimal sebesar 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat. Sedangkan Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. 5
Selain itu, di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang membahas Tentang Peduli
Lingkungan yaitu ada pada Surah Al A’raf Ayat 56:
“dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat ini telah menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk
menjaga lingkungan sekitar, salah satu lingkungan alam dalam hal ini berarti
ruang terbuka hijau agar dapat tetap dijaga dan dilestarikan agar tidak hilang
akibat adanya lahan terbangun. 5 Peraturan menteri pekerjaan No. 5 Tahun 2008, Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
4
Kota Serang adalah wilayah baru hasil pemekaran, Kabupaten Serang
Provinsi Banten. Kota ini diresmikan pada tanggal 2 November 2007. Sebagai
ibukota provinsi, kehadirannya adalah sebuah konsekuensi logis dari keberadaan
Provinsi Banten. Kota Serang merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota,
karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari Jakarta. Kota Serang Terdiri dari 6
(enam) Kecamatan yaitu; Kecamatan Serang, Kecamatan Kasemen, Kecamatan
Walantaka, Kecamatan Curug, Kecamatan Cipocok jaya dan Kecamatan
Taktakan, Kota Serang memiliki luas wilayah 266,77 km’ dengan jumlah
penduduk sekitar 523.384jiwa. 6
Kota Serang merupakan salah satu kota yang sedang mengalami
perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan ekonomi. Salah
satu perkembangan fisik kota serang yang dapat dilihat yaitu banyaknya fasilitas
yang tengah dibangun demi memenuhi kebutuhan kota tersebut. Adanya
pembangunan di kota serang sejalan dengan rencana tata ruang wilayah Kota
Serang tahun 2010-2030, dimana tujuan penataan ruang Kota Serang adalah
untuk mewujudkan Kota Serang sebagai kota pusat pelayanan perdagangan dan
jasa, pendidikan, dan pariwisata.
Jumlah penduduk kota Serang terus meningkat setiap tahunnya. Menurut
data sensus yang telah dilakukan pada tahun 2000-2010, jumlah penduduk Kota
Serang pada Tahun 2000 sebanyak 435.791 Jiwa, dan pada Tahun 2010
mengalami kenaikan menjadi sebesar 576.961 Jiwa.7 Jumlah penduduk Kota
Serang sampai dengan saat ini terus bertambah. Pada tahun 2015, jumlah
penduduk Kota Serang sebesar 643.205 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk
Kota Serang sebesar 2.411 jiwa/km² dimana sebagian besar penduduknya
mendiami daerah perkotaan. Adanya pembangunan fasilitas yang dilakukan dan
juga perkembangan penduduk yang cepat membuat permintaan lahan di Kota
Serang semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari semakin menjamurnya
permukiman di wilayah Serang dan mengakibatkan banyak terjadinya perubahan
6http://www.serangkota.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=112&Ite
mid=55 diakses tgl 27 Januari Pukul 21.00 WIB 7 https://serangkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/2 diakses tgl 27 Januari Pukul 22.00
WIB
5
alih fungsi lahan. Perubahan lahan kosong menjadi lahan terbangun menggeser
keberadaan ruang terbuka hijau yang ada di Kota Serang.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang, luas minimal
Penyediaan RTH adalah sebesar 30 % dari luas wilayah kota, dikembangkan
RTH privat minimal 10 % dan RTH publik sebesar 20 % dari luas wilayah kota.
Namun pada tahun 2013, Ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Serang dinilai
masih minim. Dari kebutuhan 20 % sesuai ketetapan pemerintah pusat, Ruang
terbuka hijau di Kota Serang yang disediakan oleh Pemerintah Kota Serang yakni
baru mencapai 8 % dari total luas wilayah. Menurut Kepala Badan Lingkungan
Hidup Daerah (BLHD) Kota Serang Djoko Sutrisno, kendala yang dimiliki
Pemerintah Kota Serang adalah keterbatasan lahan yang dimiliki. 8
Studi ini bertujuan untuk mengetahui luasan dan sebaran ruang terbuka
hijau di Kota Serang dengan memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Geografis.
Pemanfaataan aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam studi ini dinilai tepat
untuk melihat ketersediaan ruang terbuka hijau publik yang ada, selain itu dapat
digunakan untuk memprediksikan ketersediaan ruang terbuka hijau di masa yang
akan datang karena dapat memberikan informasi yang akurat, efisien, dan
cakupan jangkauan yang luas. Oleh karena itu penelitian ini akan membahas
tentang “ANALISIS KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI
KOTA SERANG TAHUN 2000-2015”.
B. Identifikasi Masalah
Ketersediaan ruang terbuka hijau di wilayah Kota Serang, dinilai masih
minim. Berdasarkan hasil pengamatan, maka identifikasi masalah yang dapat
dituliskan adalah sebagai berikut:
1. Terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang tinggi di Kota Serang.
2. Banyaknya kebutuhan lahan kosong untuk dijadikan lahan terbangun.
3. Kurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau dari jumlah yang ideal.
8 http://bantenraya.com/metropolis/2507-kota-serang-minim-rth diakses tgl 27 Januari
Pukul 16.00 WIB
6
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini akan
membahas tentang Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang
Tahun 2000-2015.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang
dalam kurun waktu Tahun 2000-2015?
2. Berapa kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Serang berdasarkan luas
wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen dan proyeksi kebutuhan ruang
terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk pada Tahun 2035?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1. Perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau di Serang dalam kurun waktu
Tahun 2000-2015.
2. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Serang berdasarkan luas wilayah,
jumlah penduduk, kebutuhan oksigen dan proyeksi kebutuhan ruang terbuka
hijau berdasarkan jumlah penduduk pada Tahun 2035.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi seputar ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota
Serang yang ada di tiap Kecamatan. Tujuannya guna mengoptimalkan
ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada di perkotaan agar dapat sesuai
dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Penelitian ini memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat
mengaplikasikan pengetahuan yang telah dipelajari mengenai aplikasi
7
Sistem Informasi Geografis. Selain itu dapat menambah wawasan penulis
mengenai ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang .
b. Bagi pembaca
Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi tambahan mengenai
ruang terbuka hijau di Kota Serang. Diharapkan penelitian ini dapat
menambah wawasan pembaca dan meningkatkan pemahaman mengenai
ruang terbuka hijau.
c. Bagi Pemerintah Kota Serang.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah
Kota Serang mengenai ketersediaan ruang terbuka hijau, sehingga dapat
dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan
keputusan untuk menjaga ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada di Kota
Serang.
d. Bidang Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pendidikan
khususnya pada materi Geografi yaitu Sistem Informasi Geografis.
e. Bagi peneliti lain
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan bandingan atau
referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai ruang terbuka hijau atau
penelitian yang relevan. Selain itu hal-hal yang tidak sempat diteliti dalam
penelitian ini diharapkan dapat diteliti oleh peneliti di masa yang akan
datang.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik
1. Ruang Terbuka
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 14 Tahun
1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan,
mendefinisikan Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau
wilayah lain yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun
dalam bentuk memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih
bersifat terbuka dan pada dasarnya tanpa bangunan.1
Bagoes P. Wiryomartono menjelaskan ruang terbuka kota digunakan untuk utilitas umum, misalnya untuk daerah/kolam penyangga banjir, taman untuk resapan, balai bibit tanaman, daerah untuk kuburan. Kebutuhan kota akan utilitas umum pada umumnya bisa mencapai 7-10 % dari luas total lahan dalam wilayah perkotaan. Kebutuhan untuk cadangan pengembangan yang ideal paling tidak ada 5 % di luar daerah hijau untuk utilitas umum. Daerah cadangan inilah yang biasanya menyangga bidang resapan kota sekaligus menjadi paru-paru kota.2
Maka dapat disimpulkan ruang terbuka merupakan ruang-ruang yang
berada di sebuah kota atau wilayah yang dasarnya tanpa bangunan dan
memiliki berbagai manfaat yang digunakan untuk kepentingan umum. Salah
satu manfaat terpenting ruang terbuka yaitu sebagai menyangga bidang
resapan kota sekaligus menjadi paru-paru kota.
2. Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988
tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, “Ruang
Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang
lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area
memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada
1 Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau di Wilayah Perkotaan.
2 Bagoes P. Wiryomartono, Urbanitas dan seni bina perkotaan ( Jakarta: Balai Pustaka,
2002), h. 182
9
dasarnya tanpa bangunan. Menurut UU No. 26 tahun 2007, Ruang terbuka
hijau adalah area memanjang/ jalur dan /mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.3
Menurut Peraturan Menteri dalam negeri Nomor 1 Tahun 2007, Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan atau yang disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya ekonomi, dan estetika. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.4
Menurut Chafid Fandeli sebagaimana dikutip oleh
Roswidyatmoko, Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari
penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung.
Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawaan hijau hutan kota,
kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olah raga, kawasan
hijau pekarangan.5
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan ruang terbuka
hijau merupakan wilayah yang luas dalam bentuk memanjang/jalur yang
berisi tumbuhan dan tanaman yang memiliki berbagai manfaat.
Keberadaan ruang terbuka hijau disebuah perkotaan memiliki fungsi
sebagai paru-paru kota. Dengan keberadaan ruang terbuka hijau
diharapkan dapat menjadi penyeimbang lingkungan di perkotaan. Seperti
pengendali pencemaran udara, daerah resapan air, polusi yang ditimbulkan
dari kendaraan.
a. Tujuan Ruang Terbuka Hijau
Dengan adanya ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan memiliki
berbagai macam tujuan. Menurut peraturan menteri Pekerjaan Umum
3 UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
4 Peraturan Menteri dalam negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan
5 Roswidyatmoko Dwihatmojo, Ruang terbuka hijau yang semakin terpinggirkan
10
Nomor: 05/PRT/M/2008, tujuan penyelenggaraan ruang terbuka hijau
adalah:
1) Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air.
2) Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara
lingkungan.
3) Alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan
masyarakat.
4) Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana
pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan
bersih.6
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam negeri No. 1 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, tujuan penataan
RTH adalah:
1) Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan
perkotaan;
2) Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan di perkotaan; dan
3) Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih
dan nyaman.
Menurut Nirwono dan Iwan Ismaun, Tujuan pembangunan Ruang Terbuka Hijau merupakan sebagai infrastruktur di wilayah perkotaan yaitu dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar dan bersih, sebagai sarana lingkungan perkotaan, menciptakan keserasian lingkungan alami dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat dan menciptakan kota yang sehat, layak huni dan berkelanjutan.7
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai tujuan ruang terbuka
hijau, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan ruang terbuka hijau
merupakan salah satu komponen yang penting yang harus ada disebuah
perkotaan. guna meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang
6 Peraturan menteri pekerjaan No. 5 Tahun 2008, Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
7 Nirwono Joga dan Iwan Ismaun, RTH 30% ! resolusi (kota) hijau, (Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 97
11
sehat, ruang terbuka hijau dapat menghasilkan udara yang bersih,
menjaga eksosistem maupun sebagai daerah resapan air sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya banjir. Oleh karena itu keberadaan ruang
terbuka hijau dapat menjaga keseimbangan lingkungan di wilayah
perkotaan.
b. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Keberadaan ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan memiliki fungsi
yang beragam. Berdasarkan Inmendagri no.14/1988 dijelaskan Fungsi
RTH kota yaitu sebagai berikut:
1) Areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga
kehidupan.
2) Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan
keindahan lingkungan .
3) Sarana rekreasi.
4) Pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam
pencemaran baik darat, perairan maupun udara.
5) Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat
untuk membentuk kesadaran lingkungan .
6) Tempat perlindungan plasma nutfah.
7) Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro
8) Pengatur tata air
Menurut Peraturan Menteri dalam negeri No. 1 Tahun 2007, fungsi
RTH dikawasan perkotaan adalah:
1) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;
2) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
3) Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
4) Pengendali tata air; dan
5) Sarana estetika kota.8
8 Peraturan Menteri dalam negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan
12
Sementara itu menurut Iwan Ismaun fungsi Ruang terbuka hijau sebagai
infrastruktur hijau memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
a) Konservasi tanah dan air
Pembangunan kota lebih dimaknai sebagai pembangunan fisik
perkotaan berupa gedung, jalan, jembatan. Permukaan lahan yang
tertutup perkerasan dan bangunan semakin hari semakin meluas seiring
dengan perubahan lahan alami menjadi lahan terbangun. Keadaan ini
menyebabkan air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah
(infiltrasi),sehingga perserapan air tanah(dangkal) terhambat.
Keberadaan RTH sangat penting untuk meresapkan air hujan ke dalam
tanah, menyuplai cadangan air tanah, dan mengaktifkan siklus hidrologi.
b) Ameliorasi iklim
Kemajuan teknologi mampu memengaruhi iklim mikro pada ruang
tertutup dalam bangunan agar lebih nyaman, tetapi belum mampu
memengaruhi ruang terbuka perkotaan. Iklim di daerah perkotaan
berkaitan dengan suhu udara, kelembaban, alam udara, dan penyinaran
matahari. Keberadaan tanaman dan unsur air sebagai unsur utama RTH
mampu menciptakan iklim mikro yang lebih baik.
c) Pengendali pencemaran
RTH mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pencemaran,
baik pencemaran udara, air, maupun bisin. Peningkatan bahan pencemar
di udara, khususnya karbon dioksida akibat kegiatan industri dan
kendaraan bermotor, dapat diserap tanaman dalam proses fotosintesis.
Keberadaan RTH dapat mengendalikan bahan tercemar (polutan),
sehingga tingkat pencemaran dapat ditekan dan konsentrasi karbon
dioksida dapat berkurang.
d). Habitat satwa dan konservasi plasma nutfah
Ruang terbuka hijau dapat dijadikan sebagai habitat satwa liar
(burung, serangga), tempat konservasi plasma nutfah, dan
keanekaragaman hayati. Keberadaan satwa liar di wilayah perkotaan
13
memberi warna tersendiri bagi kehidupan warga kota dan menjadi
indikator tingkat kesehatan lingkungan kota.
e). Sarana kesehatan dan olahraga
Melalui proses fotosintesis, tanaman menghasilkan oksigen (O2),
gas yang sangat dibutuhkan manusia untuk bernafas. Oleh karena itu,
ruang terbuka hijau yang dipenuhi pepohonan sering disebut sebagai
paru-paru kota. Keberadaan ruang terbuka hijau sangat berperan untuk
meningkatkan kesehatan dan olahraga.9
Selain itu, Hadi Sabari menjelaskan beberapa fungsi ruang terbuka hijau di
sebuah kota adalah sebagai berikut:
a) Sebagai paru-paru kota.
b) Sebagai pemberi keindahan dan kebersihan.
c) Sebagai fasilitas sosial seperti olahraga, rekreasi, pementasan kesenian,
atau pemakaman umum.
d) Sebagai jalur pengaman pada daerah bantaran sungai, daerah dibawah
jaringan listrik bertegangan tinggi.
e) Sebagai sumber pendapatan kota apabila dikelola dengan baik.
f) Sebagai pemberi citra yang menarik.
g) Sebagai cadangan lahan untuk pengemban fungsi-fungsi tertentu pada
masa yang akan datang.
h) Sebagai penjaga keseimbangan lingkungan hidup kota antara lain
sebagai penyejuk udara, pengurang polusi, memperbesar resapan air
permukaan.
Hadi sabari menambahkan “hilangnya ruang terbuka hijau
berarti hilangnya fungsi-fungsi tersebut diatas dan apabila hal ini sampai
terjadi maka warga kota akan sangat kehilangan sesuatu yang sangat
berharga sebagai suatu modal untuk mencapai apa yang disebut sebagai
sustainable city”. 10
9 Nirwono Joga dan Iwan Ismaun, op.cit., h. 99
10
Hadi sabari Yunus, manajemen kota: Prespektif Spasial (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2012) h. 102-103
14
Dari beberapa pendapat mengenai fungsi ruang terbuka hijau, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa ruang terbuka hijau memiliki berbagai
macam fungsi yang sangat penting di wilayah perkotaan. Adanya ruang
terbuka hijau dapat dirasakan baik dari segi ekologi, estetika, sosial dan
budaya. Ruang terbuka hijau yang berada di tengah perkotaan selain
berfungsi sebagai paru-paru kota dapat menjadikan sebuah kota tampak
lebih indah dan rapih karena tidak hanya lahan terbangun seperti gedung
perkantoran, pemukiman yang berada di sebuah kota. Adanya ruang
terbuka hijau juga dapat dijadikan ruang untuk masyarakat bersosialisasi
dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Beragam aktifitas dapat
dilakukan seperti rekreasi, beristirahat, berkumpul dan lain sebagainya.
c. Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Keberadaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan selain memiliki
fungsi yang beragam, juga memiliki manfaat penting bagi sebuah kota.
Menurut Peraturan menteri pekerjaan No.5 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan,
dijelaskan ruang terbuka hijau memiliki beberapa manfaat, yaitu:
1) Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible)
yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk)
dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga,
buah).
2) Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible),
yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan
kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan
beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati). 11
Di dalam Peraturan Menteri dalam negeri No. 1 Tahun 2007 dijelaskan
mengenai manfaat RTH, yaitu:
a) Sarana untuk mencerminkan identitas daerah.
11 Peraturan menteri pekerjaan No. 5 Tahun 2008, Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
15
b) Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan.
c) Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial.
d) Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan.
e) Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah.
f) Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula.
g) Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat.
h) Memperbaiki iklim mikro; dan
i) Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan. 12
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ruang
terbuka hijau yang ada disebuah kota memiliki manfaat yang penting bagi
kehidupan masyarakat yang berada di sebuah kota, baik itu manfaat
langsung seperti mendapatkan udara yang bersih dan sehat, sarana untuk
bersosialisasi, beraktivitas sosial dan manfaat tidak langsung yaitu untuk
memperbaiki iklim mikro dan meningkatkan cadangan oksigen yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat tidak hanya dalam waktu pendek, tetapi juga
jangka waktu yang panjang
d. Tipologi Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau yang berada di perkotaan dapat dibedakan
kedalam beberapa jenis. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 5 Tahun 2008, Pembagian jenis-jenis Ruang Terbuka hijau yang ada
sesuai dengan tipologi ruang terbuka hijau.
Berdasarkan bentuk fisiknya, Ruang terbuka hijau dapat diklasifikasi
menjadi:
1) Ruang terbuka hijau alami berupa habitat liar alami, seperti kawasan
lindung dan taman-taman nasional.
2) Ruang terbuka hijau non alami atau binaan seperti taman, lapangan
olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
Berdasarkan struktur ruang, Ruang Terbuka hijau diklasifikasi menjadi:
1) Pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar).
12 Peraturan Menteri dalam negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan
16
2) Pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
Sedangkan berdasarkan status kepemilikan, Ruang terbuka hijau diklasifikasi
menjadi 2, yaitu:
1. Ruang terbuka hijau publik adalah ruang terbuka yang dimiliki dan
penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota yang
dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah, dan
digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
2. Ruang terbuka hijau privat penyediannya menjadi tanggung jawab pihak
lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui
izin pemanfaatan ruang oleh pemerintah kabupaten/kota. 13
Pembagian jenis-jenis RTH publik dan RTH privat dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut. .
Tabel 2.1 Kepemilikan RTH
Sumber: Permen PU No 05/PR/M/2008
13ibid.
No. Jenis RTPublik RTH Privat
1. RTH Pekarangan a. Pekarangan rumah tinggal √ b. Halaman perkantoran,
pertokoan, dan tempat usaha √
c. Taman atap bangunan √ 2. RTH Taman dan Hutan Kota a. Taman RT √ √ b. Taman RW √ √ c. Taman Kelurahan √ √ d. Taman Kecamatan √ √ e. Taman Kota √ f. Hutan Kota √ g. Sabuk Hijau √ 3. RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau jalan dan Median Jalan √ b. Jalur Pejalan Kaki √ c. Ruang dibawah Jalan Layang √ 4. RTH Fungsi Tertentu a. RTH Sempadan rel kereta api √ b. RTH Sempadan sungai √ c. Pemakaman √
17
Dari penjelasan mengenai tipologi ruang terbuka hijau, maka dapat
disimpulkan bahwa pembagian jenis ruang terbuka hijau dibedakan
berdasarkan kedalam beberapa jenis yaitu berdasarkan bentuk fisiknya, pola
struktur ruang maupun berdasarkan status kepemilikannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam negeri No. 1 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, jenis RTH yang ada di
kawasan perkotaan terdiri dari:
1. Taman kota.
2. Taman wisata alam.
3. Taman rekreasi.
4. Taman lingkungan perumahan dan permukiman.
5. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial.
6. Taman hutan raya.
7. Hutan kota.
8. Hutan lindung.
9. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah.
10. Cagar alam.
11. Kebun raya.
12. Kebun binatang.
13. Pemakaman umum.
14. Lapangan olah raga.
15. lapangan upacara.
16. Parkir terbuka.
17. Lahan pertanian perkotaan.
18. Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET).
19. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa.
20. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan
pedestrian.
21. Kawasan dan jalur hijau.
22. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan
18
23. Taman atap (roof garden). 14
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum N0. 5 tahun 2008,
terdapat beberapa jenis ruang terbuka hijau, yaitu:
1) RTH Taman Kota
RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani
penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani
minimal 480.000 penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk
kota, dengan luas taman minimal 144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk
sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi,
taman bermain (anak/balita), taman bunga, taman khusus (untuk lansia),
fasilitas olah raga terbatas, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH
30%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. Jenis vegetasi yang
dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara
berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim
mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan.
Menurut Bagoes P. Wiryomartono, maksud dari pemberian alokasi lahan untuk taman kota adalah dalam rangka memberikan wilayah terbuka yang memungkinkan gerakan udara secara ekosistem. Selain itu, taman kota juga menjadi tempat kelangsungan ekosistem hayati tempat satwa-satwa dan tumbuhan lokal bisa hidup berkelanjutan, tidak terancam punah oleh perluasan wilayah budidaya. Untuk membuat sebuah daerah terbuka yang signifikan bagi eksosistem perkotaan, minimum dibutuhkan 5-15% luas wilayah dalam kota.15
2) Hutan Kota
Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah sebagai peyangga
lingkungan kota yang berfungsi untuk:
a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika.
b. Meresapkan air.
c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota.
d. Mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati
14 Peraturan Menteri dalam negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan
15 Bagoes P. Wiryomartono, loc.cit., h. 182
19
Indonesia.
Hutan kota dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas sosial
masyarakat (secara terbatas, meliputi aktivitas pasif seperti duduk dan
beristirahat dan atau membaca, atau aktivitas yang aktif seperti
jogging, senam atau olahraga ringan lainnya), wisata alam, rekreasi,
penghasil produk hasil hutan, oksigen, ekonomi (buah-buahan, daun,
sayur), wahana pendidikan dan penelitian.
3) Sabuk Hijau
Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah
penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan
lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi
aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu,
serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya. Sabuk hijau dapat
berbentuk: RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau
penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan
sebagai pembatas atau pemisah; Hutan kota;Kebun campuran,
perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya (eksisting) dan
melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan
keberadaannya.
4) RTH Jalur Hijau Jalan
Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan
penempatan tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija)
sesuai dengan klas jalan. Taman pulau jalan maupun median jalan
selain berfungsi sebagai RTH, juga dapat dimanfaatkan untuk fungsi
lain seperti sebagai pembentuk arsitektur kota. Jalur tanaman tepi jalan
atau pulau jalan selain sebagai wilayah konservasi air, juga dapat
dimanfaatkan untuk keindahan/estetika kota. Median jalan dapat
dimanfaatkan sebagai penahan debu dan keindahan kota.
5) RTH Ruang Pejalan Kaki
Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki
pada kiri-kanan jalan atau di dalam taman. Ruang pejalan kaki yang
20
dilengkapi dengan RTH harus memenuhi hal-hal sebagai berkut:
a. Kenyamanan, adalah cara mengukur kualitas fungsional yang
ditawarkan oleh sistem pedestrian yaitu:
b. Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada
lansekap untuk membantu dalam menemukan jalan pada konteks
lingkungan yang lebih besar;
c. Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang
dipengaruhi oleh kepadatan pedestrian, kehadiran penghambat fisik,
kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim. Jalur pejalan kaki harus
aksesibel untuk semua orang termasuk penyandang cacat.
6) RTH Fungsi Tertentu
Ruang terbuka hijau juga terdapat pada tempat-tempat tertentu dan
memiliki fungsi yang penting, diantaranya yaitu:
a) Jalur Hijau Sempadan Rel Kereta Api
RTH/jalur hijau sempadan rel kereta api dapat dimanfaatkan
sebagai pengamanan terhadap jalur lalu lintas kereta api. Untuk
menjaga keselamatan lalu lintas kereta api maupun masyarakat di
sekitarnya.
b) Jalur Hijau Jaringan Listrik Tegangan Tinggi
Jaringan listrik tegangan tinggi sangat berbahaya bagi manusia,
sehingga RTH pada kawasan ini dimanfaatkan sebagai pengaman
listrik tegangan tinggi dan kawasan jalur hijau dibebaskan dari
berbagai kegiatan masyarakat serta perlu dilengkapi tanda/peringatan
untuk masyarakat agar tidak beraktivitas di kawasan tersebut.
c) RTH Sempadan Sungai
Pemanfaatan RTH daerah sempadan sungai dilakukan untuk
kawasan konservasi, perlindungan tepi kiri-kanan bantaran sungai
yang rawan erosi, pelestarian, peningkatan fungsi sungai, mencegah
okupasi penduduk yang mudah menyebabkan erosi, dan
pengendalian daya rusak sungai melalui kegiatan penatagunaan,
perizinan, dan pemantauan. Penatagunaan daerah sempadan sungai
21
dilakukan dengan penetapan zona-zona yang berfungsi sebagai
fungsi lindung dan budi daya. 16
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa jenis ruang terbuka hijau yang mengisi kawasan
perkotaan beberapa diantaranya yaitu taman kota, hutan kota, sabuk
hijau. Dan tiap-tiap jenis ruang terbuka hijau memiliki fungsi dan
manfaat tersendiri bagi sebuah kota.
e. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kota memiliki fungsi beragam, banyak hal yang dapat dilakukan di
dalam sebuah kota. seperti tempat bermukimnya penduduk, pusat
pemerintahan, kegiatan ekonomi dan beberapa kegiatan lainnya.
Penyediaan ruang terbuka hijau di sebuah kawasan perkotaan merupakan
salah satu unsur penting yang harus ada dalam sebuah perkotaan.
pembangunan di perkotaan yang terjadi begitu pesat dapat menggeser
keberadaan ruang terbuka hijau. Oleh karena itu untuk menjaga agar
keberadaan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan tetap terjaga, maka
pemerintah membuat ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau di
kawasan perkotaan. Penyediaan ruang terbuka hijau dibedakan
berdasarkan luas wilayah dan berdasarkan jumlah penduduknya.
ketentuannya sebagai berikut:
1) Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Berdasarkan Peraturan menteri pekerjaan No. 5 Tahun 2008,
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan terdiri dari RTH
Publik dan RTH Privat, proporsi RTH perkotaan adalah sebagai berikut:
a. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30%
yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari
ruang terbuka hijau privat;
b. Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang
16 Peraturan menteri pekerjaan No. 5 Tahun 2008, Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
22
bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau
perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap
dipertahankan keberadaannya.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Target luas sebesar 30%
dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian
lahan perkotaan secara tipikal.
2) Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Tidak hanya ketentuan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah
yang berada di sebuah kota. Tetapi, penyediaan ruang terbuka hijau juga
ditentukan berdasarkan jumlah penduduk. hal ini ditujukan agar kebutuhan
oksigen yang dapat dihasilkan dari ruang terbuka hijau dapat dirasakan oleh
penduduk dengan baik. ketentuan Untuk menentukan luas RTH berdasarkan
jumlah penduduk, dapat dilakukan dengan mengalikan antara jumlah
penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai
peraturan yang berlaku. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat ketentuan penyediaan
ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk.
Tabel 2.2 Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
No.
Unit
Lingkungan
Tipe RTH
Luas Minimal/
Unit (m2)
Luas
Minimal/
Kapita
(m2)
Lokasi
1. 250 Jiwa Taman RT 250 1,0 Ditengah lingkungan RT
2. 2500 jiwa Taman RW 1.250 0,5 Di pusat kegiatan RW
3. 30.000 Jiwa Taman Kelurahan
9.000 0,3 Dikelompokan dengan
sekolah/pusat kelurahan
23
Tabel Lanjutan (2.2)
4. 120.000 jiwa Taman Kecamatan
24.000 0,2 Dikelompokan dengan
sekolah/pusat kecamatan
5 480.000 jiwa Taman kota
144.000 0,3 Di pusat wilayah/kota
4 Hutan kota Disesuaikan 4,0 Di dalam/ kawasan pinggiran
Sumber: Permen PU No 05/PR/M/2008
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
proporsi penyediaan ruang terbuka hijau yang ada di sebuah kota telah
ditentukan oleh peraturan pemerintah. Dimana sebuah kota wajib
menyediakan ruang terbuka hijau minimal 30% dari luas wilayah kota
tersebut. Dimana dalam 30% tersebut 20% adalah ruang terbuka hijau publik
dan 10% ruang terbuka hijau privat. Tidak hanya berdasarkan luas wilayah,
ruang terbuka hijau juga ditentukan berdasarkan dengan jumlah penduduk
yang ada di kota tersebut. Tujuannya agar terjadi keseimbangan antara jumlah
penduduk dengan ruang terbuka hijau.
3. Faktor pendorong perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau
Sebuah kota selalu mengalami perkembangan. perkembangan sebuah kota
dapat dibedakan sebagai perkembangan fisik maupun non fisik. Salah satu
contoh perkembangan fisik yaitu berkembangnya pembangunan sarana
prasarana. Sedangkan perkembangan non fisik salah satunya dapat dilihat
dari perkembangan ekonomi. Seiring dengan kemajuan teknologi,
pertumbuhan penduduk membuat permintaan lahan disebuah kota
mengalami peningkatan. Ruang terbuka hijau dinilai kurang memiliki nilai
ekonomis, sehingga keberadaan ruang terbuka hijau banyak tergantikan oleh
lahan terbangun. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan
ketersediaan ruang terbuka hijau, diantaranya sebagai berikut:
24
a. Aspek Demografis
1) Pertumbuhan Penduduk
Perkembangan non fisik sebuah kota salah satunya adalah
perkembangan ekonomi. Adanya Perkembangan sebuah kota tentu akan
membuat terjadinya interaksi dengan kota lain. Dengan adanya
perkembangan ekonomi membuat sebuah kota memiliki daya tarik
sebagai tempat untuk melakukan kegiatan ekonomi. Hal ini dapat
membuat para pendatang yang berasal dari kota lain datang dan
menetap disebuah kota tersebut. Hal ini tentunya dapat membuat jumlah
penduduk dikota tersebut bertambah.
Menurut Sri Moertiningsih Adioetomo Pertumbuhan penduduk
merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang
menambah dan mengurangi jumlah penduduk. secara terus menerus
penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir (menambah
jumlah penduduk), tetapi di sisi lain akan dikurangi oleh jumlah
kematian yang terjadi pada semua kelompok umur. Sementara itu,
migrasi juga berperan dalam memengaruhi jumlah penduduk, imigran
(pendatang) akan menambah dan emigran (penduduk yang keluar) akan
mengurangi jumlah penduduk suatu negara. Berdasarkan penjelasan
diatas maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk
diakibatkan oleh tiga komponen demografi, yaitu kelahiran, kematian,
dan migrasi. 17
Menurut Hadi Sabari, pertambahan penduduk kota yang terus-
menerus dan masih tergolong tinggi ini, membawa konsekuensi spasial
yang serius bagi kehidupan kota, yaitu adanya tuntutan akan space yang
terus-menerus pula untuk dimanfaatkan sebagai tempat hunian. Sebagian
besar kota-kota di Indonesia mengalami problematik yang serius dalam
memenuhi kebutuhan akan ruang yang terus meningkat, sementara itu 17 Sri Moertiningsih Adioetomo, Omas Bulan Samosir, dasar-dasar demografi, (Jakarta: Salemba empat, 2010), h.5-6
25
ketersediaan ruang terbuka yang masih memungkinkan untuk
mengakomodasikan mereka semakin terbatas dan semakin berkurang. 18
Selain itu Menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang
Nomor 25 Tahun 2015, Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia tidak
diikuti dengan penyebaran penduduk secara merata. Di masa depan
penyebaran penduduk akan mengarah ke daerah perkotaan.
Bertambahnya Penduduk di daerah perkotaan menyebabkan
meningkatnya kebutuhan akan tanah perkotaan. Meningkatnya kebutuhan
tanah disatu pihak, sedangkan dilain pihak persediaannya makin terbatas,
dapat menyebabkan makin meningkatnya alih fungsi tanah, termasuk
tanah pertanian yang produktif.
Sedangkan menurut Roswidyatmoko Dwihatmojo, Pertambahan
jumlah penduduk tersebut mengakibatkan terjadinya densifikasi
penduduk dan permukiman yang cepat dan tidak terkendali di bagian
kota. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan ruang meningkat untuk
mengakomodasi kepentingannya. Semakin meningkatnya permintaan
akan ruang khususnya untuk permukiman dan lahan terbangun
berdampak kepada semakin merosotnya kualitas lingkungan. Rencana
Tata Ruang yang telah dibuat tidak mampu mencegah alih fungsi lahan di
perkotaan sehingga keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin
terancam dan kota semakin tidak nyaman untuk beraktivitas.19
Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa petumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau. Selain
adanya pertumbuhan penduduk alami, pertumbuhan penduduk juga dapat
terjadi akibat migrasi. Bertambahnya penduduk yang terjadi dari waktu
ke waktu dapat meningkatkan permintaan kebutuhan lahan di daerah
perkotaan. Permintaan kebutuhan lahan yang terus meningkat sedangkan
18 Hadi sabari, opcit., h. 56
19 Roswidyatmoko, Ruang terbuka hijau yang semakin terpinggirkan.
26
jumlah lahan yang terbatas ini yang membuat terjadinya alih fungsi lahan
dan dapat menggeser keberadaan ruang terbuka hijau.
2) Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi ketersediaan ruang terbuka hijau. Manusia sebagai
makhluk individu mengalami dinamika perubahan, khususnya pada
dimensi sosial dan tempat tinggal yang disebut mobilitas, yang
menunjuk pada pergeseran status sosial dan tempat tinggal. Menurut Ida
Bagus sebagaimana dikutip oleh Widodo, membedakan mobilitas
penduduk menjadi mobilitas sosial dan mobilitas geografis. Mobilitas
geografis dimaksudkan sebagai perpindahan/proses pindah individu dari
suatu tempat asal ke tempat baru yang disebut migrasi.20 Menurut Eva
Banowati, mobilitas geografis sering juga disebut dengan mobilitas
horizontal yaitu gerak penduduk yang melintasi batas wilayah menuju
wilayah lain dalam periode waktu tertentu yang dimaksud dengan batas
wilayah adalah batas dusun, kelurahan, kecamatan, kabupaten dan
provinsi. Persebaran penduduk yang tidak merata menyebabkan
kepadatan penduduk tidak sama antara daerah satu dengan lainnya
menjadi salah satu pemicu terjadinya mobilitas penduduk. kepadatan
penduduk adalah perbandingan atas suatu daerah/wilayah dengan
penduduk yang beraktivitas di daerah tersebut21.
Selain itu berdasarkan hasil penelitian Widya Aurelia mengenai
“Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya di Jakarta Selatan”, diketahui bahwa kepadatan
penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan
luas ruang terbuka hijau. Hasil penelitiannya menunjukkan variabel
pertumbuhan kepadatan penduduk berpengaruh secara positif terhadap
perubahan luas Ruang Terbuka Hijau. Interpretasi atas hal ini adalah
semakin meningkatnya kepadatan penduduk, cenderung akan
20 T.Widodo, opcit., h. 95
21 Eva banowati, Geografi Indonesia (Yogyakarta: penerbit ombak, 2014), h. 164 & 167
27
berdampak pada meningkatnya perubahan luas Ruang Terbuka Hijau.
Tingkat pertumbuhan kepadatan penduduk yang tinggi tentu akan
meningkatkan kebutuhan penduduk akan ruang terbangun seperti
pemukiman dan berbagai fasilitas. Populasi manusia akan terus
bertambah, sedangkan luasan lahan/ketersediaan ruang tidak pernah
bertambah, sehingga permintaan akan kebutuhan untuk ketersediaan
ruang semakin bertambah. Alih fungsi lahan merupakan cara yang
paling banyak ditempuh dalam memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga
banyak Ruang Terbuka Hijau yang berkurang luasannya akibat diubah
menjadi ruang terbangun.22
Menurut Eva Banowati, adanya daerah padat dapat berpengaruh
terhadap lingkungan Fisik, antara lain:
1. Lahan hutan lindung sebagai paru-paru alam akan semakin
berkurang, karena lahan hutan ditambah oleh penduduk dan sebagian
dimanfaatkan untuk usaha pertanian ataupun perumahan.
2. Semakin menyempitnya lahan pertanian, karena terdesak untuk
perumahan dan industri.
3. Terjadi berbagai pencemaran pada lahan, air, dan udara.
4. Terjadi persaingan dan mengeksploitasi sumber daya alam. 23
Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor pendorong perubahan
ketersediaan ruang terbuka hijau. Kepadatan penduduk yang terjadi di
daerah perkotaan akibat adanya pertambahan jumlah penduduk dapat
membuat permintaan lahan terus meningkat. Karena keterbatasan lahan
yang ada di perkotaan maka salah satu caranya adalah dengan mengalih
fungsi ruang terbuka hijau dan digantikan dengan lahan terbangun.
Adanya daerah padat akan menimbulkan dampak yang terjadi pada
lingkungan fisik salah satu contohnya adalah lahan hutan lindung akan
22 Widya Aurelia, “Analisis perubahan luas ruang terbuka hijau dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya di Jakarta selatan”, skripsi pada Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2010, h. 55-56.
23Eva banowati, opcit., h. 169
28
semakin berkurang karena beralih fungsi menjadi pemukiman. Padahal
adanya lahan hutan lindung merupakan salah satu paru-paru alam yang
dapat menghasilkan oksigen.
b. Perkembangan Kota
Menurut Roswidyatmoko Dwihatmojo, Kota merupakan perwujudan
aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi,
pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas pelayanan
bagi masyarakat. Dalam perjalanannya, kota mengalami perkembangan
yang sangat pesat akibat adanya dinamika penduduk, perubahan sosial
ekonomi, dan terjadinya interaksi dengan wilayah lain.24
Menurut Devas dan Rakodi sebagaimana dikutip oleh Nia dan Iwan,
Perencana dan pengelola perkotaan di Negara berkembang dewasa ini
menghadapi tantangan yang berat. Penduduk perkotaan dunia tumbuh
pada tingkat yang fenomenal. Pada beberapa kota lebih dari seperempat
juta jiwa bertambah setiap tahunnya, melebihi semua usaha yang
dilakukan untuk peningkatan fasilitas perkotaan. Ini merupakan
tantangan besar terkait dengan pertumbuhan perkotaan, terutama di
Negara-negara berkembang.25 Berkaitan dengan pertumbuhan perkotaan
yang pesat, salah satu isu atau tantangan yang dihadapi pemerintah
daerah/kota antara lain isu urbanisasi. 26
Menurut Lerner sebagaimana dikutip oleh Cucu Nurhayati,
“urbanisasi dan pertumbuhan kota merupakan indikator dari modernisasi
dan kemajuan. Akan tetapi, proses urbanisasi pada saat ini seringkali
menimbulkan permasalahan sosial”.27 Selain itu menurut Cucu
Nurhayati, “urbanisasi merupakan fenomena awal perpindahan penduduk
dari desa ke kota untuk mengikuti proses industrialisasi di perkotaan.
24 Roswidyatmoko Dwihatmojo, Ruang terbuka hijau yang semakin terpinggirkan. 25 Nia K.Pontoh & iwan Kustiawan, opcit., h. 107 26 Ibid., h. 356. 27 Cucu Nurhayati, Sosiologi perkotaan ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013) h. 103
29
Urbanisasi atau migrasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
proses pembangunan perkotaan”. 28
Menurut Nia dan Iwan, “perkembangan kota secara fisik
berlangsung dinamis sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk
perkotaan dan tuntutan kebutuhan ruang baik untuk perumahan maupun
kegiatan sosial-ekonomi perkotaan yang pada akhirnya akan
menyebabkan alih fungsi lahan pada kawasan pinggiran kota yang
semula merupakan lahan pertanian atau non perkotaan”. 29
Pertumbuhan perkotaan dan urbanisasi menjadi masalah di Negara-
negara yang sedang berkembang, karena kegagalannya dalam
menanggulangi dampak yang timbul. Menurut Brunn & William
sebagaimana dikutip oleh Nia dan Iwan, menjelaskan salah satu masalah
perkotaan yaitu perluasan perkotaan dan berkurangnya lahan pertanian.
Bagian dari proses kerusakan lingkungan adalah dilahapnya lahan secara
besar-besaran oleh persebaran perluasan kota, terutama konurbasi
raksasa. Di banyak Negara, dengan sumber daya lahan yang populasinya
kurang menguntungkan, peralihan lahan pertanian menjadi lahan
perkotaan/persebaran industri menjadi masalah yang terpendam. Banyak
Negara di Asia yang menghadapi masalah ini. 30
Bertambahnya kegiatan penduduk di kota yang dipicu oleh
meningkatnya jumlah penduduk itu sendiri maupun meningkatnya tuntutan
kehidupan masyarakat telah mengakibatkan volume dan frekuensi kegiatan
penduduk. konsekuensi keruangannya sangat jelas yaitu meningkatnya
tuntutan akan ruang untuk mengakomodasikan sarana atau struktur fisik
yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Persoalan yang
dihadapi pemerintah kota di mana-mana sama, yaitu terbatasnya
persediaan ruang terbuka di kota yang dapat dimanfaatkan untuk
mengakomodasikan prasarana-prasarana kegiatan baru. Salah satu
kelemahan yang banyak dilakukan oleh pemerintah kota adalah tidak 28 Ibid., h. 103 29 Nia K. Pontoh dan Iwan,Opcit. , h. 256 30 Iwan, opcit., h. 118
30
dilaksanakannya monitoring secara ketat mengenai ruang terbuka hijau di
bagian dalam kota maupun di daerah pinggiran kota, sehingga lahan-lahan
terbuka yang masih tersisa selalu dimanfaatkan untuk pembangunan
gedung-gedung, akibat yang nyata adalah habisnya ruang terbuka hijau di
bagian dalam kota dan kemudian berdampak pada meningkatnya suhu
udara yang luar biasa dan tidak berfungsinya paru-paru kota dan paru-paru
manusia akan merasakan akibatnya pula. 31
Akar permasalahan perkotaan yang terkait dengan lahan perkotaan
adalah: a) semakin pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan sebagai
implikasi pembangunan dan industrialisasi, dan b) semakin terbatasnya
lahan perkotaan serta masih belum terpenuhinya secara memadai
pelayanan prasarana dan sarana perkotaan. Dalam praktik pembangunan
perkotaan di Indonesia, beberapa masalah yang berkaitan dengan lahan
sebagai dampak dari perkembangan kota, antara lain:
a. Konflik ruang, kebutuhan vs tidak efektifnya rencana tata ruang.
b. Persoalan lingkungan yang berkaitan dengan lahan; konversi lahan,
limbah, degradasi lingkungan, kesenjangan sosial-ekonomi.
c. Ketidaksesuaian pemanfaatan lahan.
d. Terganggunya kawasan hijau dan kawasan penyangga. 32
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perkembangan sebuah kota merupakan sesuatu yang tidak bisa
dihindari. Perkembangan kota salah satunya dapat terjadi karena adanya
interaksi dengan wilayah lain. Dengan adanya interaksi yang terjadi
dengan wilayah lain maka salah satu implikasi yang ditimbulkan yaitu
terjadinya urbanisasi. Ubanisasi dapat menjadi masalah sebuah kota jika
tidak ditanggulangi dengan baik. Adanya urbanisasi membuat
permintaan lahan di perkotaan meningkat, sedangkan luas lahan yang
ada tidak bertambah luasnya. Sebuah kota memiliki rencana penataan
ruang yang berisi tentang pemanfaatan ruang, dan pengendalian
31 Hadi sabari,opcit., h. 57-58 32 Iwan, opcit., h. 372
31
pemanfaatan ruang. ruang terbuka hijau memiliki berbagai macam
manfaat yang penting, namun rencana penataan ruang yang sudah
dibuat terkadang tidak berjalan sesuai rencana. karena keberadaan
ruang terbuka hijau dinilai tidak memiliki nilai ekonomis maka ruang
terbuka hijau digantikan dengan lahan terbangun. Hal inilah yang
menjadi faktor perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau.
c. Keterbatasan Lahan
Lahan merupakan merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya
dan umumnya dimiliki dan dimanfaatkan oleh perorangan atau lembaga
untuk dapat diusahakan. Daerah perkotaan mempunyai kondisi
penggunaan lahan yang dinamis, sehingga perlu terus dipantau
perkembangannya, karena seringkali pemanfaatan lahan tidak sesuai
dengan peruntukannya dan tidak memenuhi syarat. Bentuk penggunaan
lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan
aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin
intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat berdampak pada makin
meningkatnya perubahan penggunaan lahan.33
Menurut Permendagri No. 4 thn 1996 menjelaskan perubahan
penggunaan lahan dapat mengacu pada dua hal yang berbeda, yaitu pada
penggunaan lahan sebelumnya atau rencana tata ruang yang ada.
Perubahan yang mengacu pada penggunaan lahan sebelumnya adalah
suatu penggunaan baru atas lahan yang berbeda dengan penggunaan lahan
yang sebelumnya. Perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang
adalah penggunaan baru atas tanah (lahan) yang tidak sesuai dengan yang
ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah disahkan.
Menurut Hardjowigeno sebagaimana dikutip oleh Dwi Dinariana, Proses
perubahan penggunaan lahan pada dasarnya dapat diartikan sebagai bentuk
konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan
struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang.
33 Septi Dewi Kurnia, “faktor-faktor yang memengaruhi kurangnya ketersediaan ruang
terbuka hijau (RTH) Publik di kota depok” Skripsi pada Universitas Indonesia, h. 16
32
Perkembangan yang dimaksud tercermin dengan adanya pertumbuhan
aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan
jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita dan adanya pergeseran
kontribusi sektor pembangunan dari sektor pertanian dan pengolahan
sumberdaya alam ke aktifitas sektor sekunder (manufaktur) dan tersier
(jasa).34
Dikutip dari Skripsi Dwi Dinariana dengan judul “Model Pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan Air di Jakarta”, Proses alih
fungsi lahan dapat dipandang sebagai pergeseran - pergeseran dinamika
alokasi dan distribusi sumberdaya menuju keseimbangan baru yang lebih
optimal. Namun seringkali terjadi berbagai distorsi yang menyebabkan
alokasi pemanfaatan lahan berlangsung menjadi tidak efisien. Proses alih
fungsi lahan pada umumnya didahului oleh adanya proses alih penguasaan
lahan. Dalam kenyataanya, di balik proses alih fungsi lahan umumnya
terdapat proses memburuknya struktur penguasaan sumberdaya lahan.35
Berdasarkan hasil penelitian Febriana Widiastuti mengenai “Analisis
Ruang Terbuka Hijau dan Kecukupannya Terhadap Jumlah Penduduk di
Kota Bekasi”, menyatakan Semakin padat penduduk di suatu wilayah
maka dibutuhkan semakin banyak lahan untuk permukiman, fasilitas-
fasilitas umum, dan sarana prasarana pemenuh kebutuhan masyarakat.
Semakin tinggi laju kepadatan penduduk maka dibutuhkan lebih banyak
lahan. Hal ini dapat berakibat pada konversi ruang terbuka hijau di
wilayah tersebut menjadi kawasan terbangun, baik untuk permukiman,
fasilitas-fasilitas umum, maupun sarana prasarana umum.36
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
keterbatasan lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau. Luas lahan sebuah kota
34 Dwi Dinariana, “model pengelolaan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air di
Jakarta” Skripsi pada Institut Pertanian Bogor, Bogor, h. 15
35 ibid, h. 23.
36
Febriana Widiastuti, “Analisis ruang terbuka hijau dan kecukupannya terhadap jumlah penduduk di kota Bekasi” Skripsi pada Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2012. H. 45
33
adalah tetap dan tidak mengalami pertambahan, sedangkan kebutuhan
akan lahan perkotaan yang digunakan untuk dijadikan pemukiman, sarana
prasana dan fasilitas umum terus mengalami peningkatan.
d. Penduduk
Menurut Undang-Undang RI No. 10 tahun 1992, yang dimaksud
dengan penduduk adalah orang dalam matranya sebagai pribadi, anggota
keluarga, anggota masyarakat, warga Negara, dan himpunan kuantitas
yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah Negara pada
waktu tertentu.37 Menurut Widodo, penduduk berasal dari kata populus
(bahasa latin) yang berarti people atau orang-orang (banyak orang).
Bahwa populasi diartikan sejumlah orang yang bertempat tinggal di
daerah dan dalam waktu tertentu. Sebagai bukti dia bertempat tinggal di
daerah dalam waktu tertentu ditunjukkan dengan Kartu Tanda Penduduk
(KTP). Oleh karena itu, orang dewasa yang tidak memiliki KTP tidak
dihitung secara statistik sebagai penduduk. 38 Menurut Eva Banowati,
Penduduk merupakan orang atau orang-orang yang mendiami suatu
tempat dan tercatat sesuai dengan persayaratan dan ketentuan yang
berlaku di tempat itu.39
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
penduduk merupakan orang yang bertempat tinggal atau mendiami suatu
daerah tertentu pada waktu tertentu.
e. Lahan Terbangun
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunannya. 40 Menurut kamus Geografi, Lahan dapat diartikan suatu
37 Undang-Undang RI No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga 38 T.Widodo, Sosiologi Kependudukan: Kajian teoritis dan empiris prespektif sosiologis
kependudukan (Surakarta: LPP UNS, 2011) h. 42-43 39 Eva Banowati, Geografi sosial (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013) 40 Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, Evaluasi kesesuaian lahan & perencanaan
tataguna lahan, ( gajah mada university press, 2007), h. 19.
34
daerah dipermukaan bumi yang meliputi atribut statik, siklik, dan biosfer
yang ada di bawah permukaan bumi termasuk atmosfer, tanah, geologi,
hidrologi, tumbuhan dan binatang, penduduk, aktivitas masa lalu, masa
sekarang, dan pengaruhnya di masa depan. 41 Menurut Badan Standardisasi
Nasional, Lahan Terbangun merupakan area yang telah mengalami
substitusi penutup lahan alami ataupun semi alami dengan penutup lahan
buatan yang biasanya bersifat kedap air dan relatif permanen.42 Menurut
Hadi Sabari, lahan terbangun berisi bangunan-bangunan non permukiman
antara lain, kantor, gudang, stasiun, pabrik, pasar, kompleks pertokoan dan
lain sejenisnya.43 Menurut Nia dan Iwan, Lahan terbangun adalah ruang
dalam kawasan permukiman perkotaan yang mempunyai ciri dominasi
penggunaan lahan secara terbangun atau lingkungan binaan untuk mewadahi
kegiatan perkotaan. Jenis-jenis pemanfaatan ruang kawasan terbangun kota
antara lain adalah kawasan perumahan, kawasan pemerintahan, kawasan
perdagangan dan jasa, serta kawasan industri. Kawasan perumahan
merupakan kawasan yang luasnya paling dominan di kota 50-60% dari luas
wilayah kota. 44
Menurut Kartono (dalam Tri Woro) membagi wilayah terbangun
menjadi empat kelas penggunaan tanah, yaitu:
1. Tanah perumahan: hanya mencakup jenis penggunaan tanah yang
secara fisik ada rumah tempat tinggal. Perumahan dengan lingkungan
pedesaan dan perumahan dengan kebun campuran tidak termasuk dalam
kelas penggunaan tanah ini.
2. Tanah fasilitas umum: meliputi perkantoran, hotel, rumah sakit,
bioskop, terminal transportasi dan tempat pendidikan, semua ini
mempunyai kaitan dengan kebutuhan fasilitas umum atau masyarakat.
41 Ratna Rima Melati dan Eko Sujatmoko, kamus geografi, (Surakarta: Aksara sinergi media, 2012), h. 165. 42 Standar nasional Indonesia, SNI 7645:2010 43 sabari, Opcit., h. 25 44 Nia K. Pontoh dan Iwan Setiawan, Pengantar Perencanaan Perkotaan ( Bandung: ITB Bandung, 2013) h, 237
35
3. Tanah perdagangan: mencakup perusahaan dagang, pertokoan, pasar,
bangunan campuran antara perumahan dan pertokoan, semua ini
berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapat keuntungan.
4. Tanah industri dan pergudangan: mencakup kegiatan manufakturing
dan pergudangan, mengingat kaitannya bahwa kegiatan industri untuk
proses pembuatan barang jadi akan memerlukan gudang sebelum
pemasaran.45
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa lahan
terbangun merupakan area yang mengalami tutupan lahan permanen.
Beberapa jenis lahan terbangun yang berada di daerah perkotaan yaitu
kawasan perkantoran, pemukiman, pertokoan, perdagangan, fasilitas umum
dan industri.
45 Tri Woro Yogi Utami, “Tingkat Perkembangan Wilayah Terbangun Kota Serang”skripsi pada Universitas Indonesia, Depok, 2007, h. 4.
36
B. Penelitian Relevan
Tabel 2.3 Penelitian Relevan
No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan
1. Rita Asri Cahyani
Skripsi “Evaluasi perubahan kebutuhan ruang terbuka hijau dengan pendekatan penginderaan jauh (studi kasus: kota tangerang)
Luas perubahan penggunaan lahan dan Ruang terbuka hijau di kota tangerang
Mengkaji perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau
Mengkaji perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau di serang dari tahun 2000-2015 dan menghitung kebutuhan rth di serang tahun 2035 berdasarkan jumlah penduduk.
2. R.Nugraha, S. Rahayu.
Jurnal ”Kajian Perubahan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di kecamatan Tembalang, kota Semarang, berbasis interpretasi Citra satelit
Berdasarkan hasil analisis, Penurunan luas area RTH selama kurun waktu tahun 1999-2011 adalah 197,13 Ha.
Mengkaji perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau
Mengkaji perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau di serang dari tahun 2000-2015 dan menghitung kebutuhan rth di serang tahun 2035 berdasarkan jumlah penduduk.
3. Ardiawan Jati
Skripsi “Aplikasi penginderaan jauh untuk pemantauan perubahan ruang terbuka hijau studi kasus: wilayah barat kabupaten Pasuruan
Perubahan luas untuk kelas RTH dari tahun 1993 sampai 2009 yaitu seluas 10359,278 Ha.
Mengkaji perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau dalam kurun waktu tertentu
Mengkaji perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau di serang dari tahun
37
Tabel Lanjutan (2.3)
Kelas yang mengalami perubahan paling besar adalah kelas sawah dan perubahan paling kecil adalah kelas lapangan.
2000-2015 dan menghitung kebutuhan rth di serang tahun 2035 berdasarkan jumlah penduduk.
4. Dimas santoso rahmadi
Skripsi ”Identifikasi Kebutuhan ruang terbuka hijau publik dengan pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG di wilayah perkotaan Boyolali Tahun2015”
Luas RTH Publik Wilayah Perkotaan Boyolali masih kurang 10%. Kebutuhan RTH Publik Wilayah Perkotaan Boyolali menurut jumlah penduduk pada tahun 2014 adalah 2,38 Ha dari luas Wilayah Perkotaan Boyoali, untuk proyeksi penduduk pada tahun 2034 kebutuhan RTH Publiknya adalah sebesar 2,7 Ha atau luas wilayahnya.
Memproyeksi kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk.
Mengkaji perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau di serang dari tahun 2000-2015 dan menghitung kebutuhan rth di serang tahun 2035 berdasarkan jumlah penduduk
38
C. Kerangka Berpikir
Penggunaan lahan yang ada di perkotaan dapat dibagi kedalam dua
jenis, yaitu ruang terbuka dan ruang terbangun. Ruang terbuka dalam hal ini
yaitu ruang terbuka hijau dan ruang terbangun yaitu pemukiman, perkantoran,
fasilitas umum, dan lain sebagainnya. Adanya peningkatan jumlah penduduk
yang ada di perkotaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan, hal ini membuat keberadaan ruang terbuka
hijau yang ada di perkotaan dapat tergantikan dengan lahan terbangun. Hal ini
dapat dilihat pada Bagan 2.1
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
Penggunaan Lahan
Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbangun
Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang
Peningkatan Jumlah Penduduk
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Serang, Provinsi Banten. Kota Serang
mempunyai kedudukan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Banten. Secara
administratif terletak diantara 5°99’ – 6°22’ LS dan 106°07’ –106°25’ BT
dengan luas 266,74 km².1 Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.1
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2017 sampai dengan
Desember 2017. Adapun waktu penelitian, dapat dilihat pada Tabel 3.1
1 Badan Pusat Statistik Kota Serang, kota Serang Dalam Angka Tahun 2016: BPS, 2016.
Lokasi penelitian
ePenelitian
40
Tabel 3.1 kegiatan penelitian
No
Kegiatan
Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Seminar Proposal
2. Revisi Proposal
3. Menyusun Bab I Pendahuluan
4. Menyusun Bab II Kajian Teori
5. Melengkapi referensi dari buku, skripsi dan jurnal pendukung
No.
Kegiatan
Juni Juli Agustus Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
6. Menyusun Bab III Metodologi Penelitian
7. Menyusun Bab VI Hasil Penelitian
8. Menyusun Bab V Kesimpulan dan Saran
9. Penyusunan Laporan Penelitian
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
kuantitatif deskriptif dengan bantuan teknik Penginderaan jauh dan Sistem
Informasi Geografis. Metode kuantitatif merupakan penelitian yang
menggunakan analisis data yang berbentuk numerik/angka. Kekuatan
terbesar dari penelitian kuantitatif adalah data yang lebih dapat dipercaya,
41
dan umumnya ditujukan untuk digeneralisasikan terhadap populasi yang
lebih besar.2 Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang ditujukan
untuk menggambarkan situasi atau kejadian yang terjadi. Tujuan utama dari
penelitian deskriptif adalah untuk memberikan gambaran akurat dari sebuah
data, menggambarkan suatu proses, mekanisme, atau hubungan antar
kejadian. 3 metode dalam penelitian ini merupakan gabungan antara metode
Klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) digunakan untuk melihat
perubahan lahan yang ada di kota Serang dan metode indek vegetasi
(NDVI) yaitu Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Metode ini
digunakan untuk melihat kerapatan vegetasi yang ada di kota Serang.
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Laptop, digunakan sebagai alat untuk kegiatan pemetaan dan
interpretasi citra.
b. Aplikasi Arc GIS, aplikasi untuk kegiatan pembuatan peta mengenai
ketersediaan ruang terbuk hijau di kota serang.
c. GPS, digunakan untuk menentukan titik koordinat yang digunakan
saat pengambilan sampel penelitian.
d. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan lokasi penelitian.
2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Citra Landsat 7 ETM+ Perekaman tahun 2000 dengan path/row
provinsi banten 122-123/64.
b. Citra Landsat 8 OLI/TIRS perekaman tahun 2015.
c. Peta RBI kota serang skala 1 : 500.000
d. Data penduduk dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota serang Tahun
2015.
2 Suryani, hendardi. Metode riset kuantitatif: teori dan aplikasi pada penelitian bidang
manajemen dan ekonomi islam. (Jakarta.: PT fajar interpratama mandiri, 2015), h. 109.
3 ibid., 109.
42
D. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Dalam hal ini populasi tidak hanya manusia, tetapi
makhluk hidup seperti tumbuhan dan objek tertentu.4 Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh wilayah ruang terbuka hijau yang ada di Kota
Serang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut.5
penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling, yaitu teknik pengumpulan sampel dengan
pertimbangan tertentu.6 Tujuan pengambilan sampel dalam penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui kebenaran ketersediaan ruang terbuka hijau
yang ada pada citra landsat dengan ketersediaan ruang terbuka hijau yang
ada di lapangan. wilayah yang akan dijadikan sampel pada penelitian ini
yaitu 4 titik ruang terbuka hijau yang ada di Kota Serang.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Pengumpulan Data Penginderaan Jauh
Data yang di dapat dalam penelitian ini yaitu berupa data spasial.
Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu
pada posisi, objek, dan hubungan diantaranya alam ruang bumi.7 Data
ini berupa citra foto dan non-foto atau data numerik. Teknik
pengambilan data penginderaan jauh yaitu citra Landsat 7 ETM+ dan
citra landsat 8 OLI/TIRS diperoleh dari situs resmi USGS yaitu
www.earthexplorer.us.gov. Citra landsat 7 ETM+ yang digunakan
adalah perekaman tahun 2000 dan citra landsat 8 OLI/TIRS perekaman
tahun 2015.
4 Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, (Bandung,:Alfabeta,2009), h. 80
5 ibid., h.81
6 ibid., h.83 7 Agus suryantoro, integrasi aplikasi sistem informasi geografis, (Yogyakarta: penerbit ombak, 2013) , h.105
43
2. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data jumlah penduduk kota
serang tahun 2015 yang diperoleh dari BPS. Data jumlah kendaraan tahun
2015 yang diperoleh dari BPS. Peta Rupa Bumi Indonesia wilayah dan
batas administrasi Kota Serang.
3. Studi Literatur
Pada tahap ini pengumpulan data dan informasi melalui buku yang
dijadikan referensi. Tidak hanya buku, data yang terdapat pada skripsi,
jurnal, maupun situs instansi terkait mengenai profil kota Serang, dapat
dijadikan tambahan untuk referensi pada penelitian ini.
4. Observasi
Observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan
pengukuran. Akan tetapi, observasi atau pengamatan di sini diartikan lebih
sempit, yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang
berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.8
5. Validasi
Pada tahap ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil data dilakukan
dengan datang langsung (ground check lapangan). Validasi dilakukan pada
5 titik yang mengalami perubahan ruang terbuka hijau yang ada di Kota
Serang.
6. Dokumentasi
Data pada dokumentasi ini berupa foto-foto kondisi lokasi penelitian
serta dokumen pendukung lainnya yang digunakan sebagai pendukung
penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial.
Dimana analisis ini menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografis
dengan aplikasi Arc.GIS 10.1.
8 Irawan Soehartono,” Metode Penelitian Sosial”, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 69
44
1. Pengolahan awal citra
Setelah citra di download, maka langkah selanjutnya yaitu melakukan
koreksi geometrik dan radiometrik terhadap citra.
a. Koreksi geometrik
Menurut Sri Hartati, data penginderaan jauh pada umumnya
mengandung kesalahan (distorsi) geometrik, baik sistematik
maupun non sistematik, merupakan kesalahan yang diakibatkan
oleh jarak orbit atau lintasan terhadap objek dan pengaruh
kecepatan platform (wahana).9 Salah satu cara untuk mengkoreksi
distorsi geometris ini adalah dengan menggunakan titik-titik kontrol
lapangan (Ground Control Point/GCP). GCP adalah suatu titik pada
permukaan bumi yang sudah diketahui koordinatnya. Pada koreksi
ini, sistem koordinat atau proyeksi peta tertentu dijadikan rujukan,
sehingga dihasilkan citra yang mempunyai sistem koordinat dan
skala yang seragam.10
b. Koreksi radiometrik
Setelah citra dikoreksi geometrik, langkah selanjutnya
adalah koreksi radiometrik. Menurut Sri Hartati, Koreksi
radiometrik dilakukan pada kesalahan-kesalahan oleh sensor dan
sistem sensor terhadap respon detektor serta pengaruh atmosfer
yang stasioner atau konstan. Koreksi radiometrik dilakukan untuk
memperbaiki kesalahan atau distorsi yang diakibatkan oleh
ketidaksempurnaan operasi dan sensor, adanya atenuasi
(penyerapan, hamburan) gelombang elektromagnetik oleh
atmosfer, variasi sudut oengambilan data (sudut datang radiasi),
variasi sudut iluminasi, sudut pantul, dan lainnya dapat terjadi
selama pengambilan, pengiriman serta perekamanan data.11
9 Soenarmo. Sri Hartati. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi
Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian, (Bandung: penerbit ITB, 2009) h. 125
10 Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh, h. 54
11 Ibid., 120
45
Koreksi radiometrik digunakan untuk mengurangi pengaruh
hamburan atmosfer pada citra satelit terutama pada saluran tampak.
Pengaruh hamburan (scattering) pada citra menyebabkan nilai
spektral citra menjadi lebih tinggi daripada nilai sebenarnya. 12
c. Pemotongan citra (cropping)
Setelah citra yang telah di dapat dikoreksi geometrik dan
radiometrik. Maka langkah selanjutnya yaitu pemotongan citra
landsat. Wilayah yang dipotong sesuai dengan lokasi penelitian
yang akan dilakukan yaitu Kota Serang.
d. Kombinasi Band
Dalam intrepetasi citra, pengaturan kombinasi band terbaik
menjadi sangat penting dilakukan untuk mencirikan kenampakan
objek untuk memudahkan intrepeter dalam melakukan analisis visual
atau digital citra. 13 kombinasi band yang digunakan berbeda-beda,
disesuaikan dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan
analisis pada penelitian ini, terdapat dua kombinasi band yang akan
digunakan. Untuk citra landsat 7 ETM kombinasi RGB band yang
digunakan yaitu band 5, band 4 dan band 2. Sedangkan untuk citra
landsat 8 menggunakan kombinasi RGB band 6, band 5, dan band 3.
2. Teknik Interpretasi Citra Digital Penginderaan Jauh
Menurut Lo (1996) dalam Gina Amalia, citra merupakan hasil
rekaman pantulan energi elekromagnetik pantulan dan emisi yang
menyerupai gambar dengan sifat yang bervariasi Oleh karenanya agar
dapat memperoleh informasi dari citra tersebut perlu dilakukan proses
interpretasi citra. Interpretasi merupakan perbuatan mengkaji citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar dalam
citra, dan menilai arti pentingnya obyek tersebut.14
12 Ibid., h. 59
13 Syauqi Ahmada, monitoring luas hutan berdasarkan citra landsat: kasus di kecamatan cikalong, kabupaten tasikmalaya, jawa barat. Institut pertanian bogor, bogor. 2013. H, 15 14 Gina Amalia, identifikasi perubahan tutupan lahan menggunakan citra landsat multi-
waktu dan (SIG) di IUPHHK-HA PT. AUSTRAL BYNA Kalimantan Tengah, institut pertanian bogor, bogor. 2013, h. 16.
46
Dalam tahapan ini, citra yang sudah di dapat kemudian langkah
selanjutnya membuktikan hasil citra dengan melakukan ground check
lapangan.
3. Ground check lapangan.
Tahapan selanjutnya yatu melakukan ground check lapangan.
Tujuannya yaitu untuk melihat persamaan pada hasil interpretasi dengan
data di lapangan. Pada tahapan penelitian ini, penulis melihat langsung
kelapangan untuk meihat kesamaan antara data interpretasi yang telah
diperoleh dengan hasil lapangan.
4. Uji Ketelitian Interpretasi Citra.
Metode analisis ini digunakan untuk melihat kebenaran
interpretasi citra yang diperoleh dari ground check lapangan dengan alat
berupa tabel kesesuaian. Tabel tersebut berisi titik lokasi interpretasi,
koordinat dan hasil ground check lapangan. Menurut Kusumowigado
(dalam Caresa), hasil klasifikasi dikatakan baik bila ketelitiannya > 80%
atau kesalahannya < 20% bila dibandingkan dengan keadaan di lapangan.
Berikut ini terdapat rumus perhitungan untuk mengetahui nilai kebenaran
interpretasi, yaitu:
Tabel 3.2 Kebenaran Interpretasi
No. Koordinat Hasil Interpretasi Cek lapangan Tingkat kebenaran
1. (X, Y) Lahan Terbangun Ruko Benar 2. (X, Y) Ruang Terbuka Hijau pemakaman Benar 3. (X, Y) Perairan Sawah Salah 4. (X, Y) Lahan kosong perumahan Salah
Setelah melakukan perhitungan, maka peneliti dapat melakukan
klasifikasi terbimbing untuk membuat peta ketersediaan ruang terbuka
hijau.
47
5. Teknik Sistem Informasi Geografis
a. Klasifikasi terbimbing (supervised classification)
Kegiatan ini merupakan pengolahan data citra guna
mengelompokkan ke dalam kelas-kelas tertentu. Data tersebut akan
dikaji berdasarkan kenampakannya dalam tampilan citra.15 Untuk
melihat jenis-jenis penggunaan lahan yang ada di kota serang maka
citra yang sudah di dapat, kemudian dikelompokkan ke dalam kelas-
kelas untuk melihat penggunaan lahan. sehingga hasil akhirnya akan
menghasilkan peta penggunaan lahan. Pada Tabel 3.2 terdapat
pembagian kelas penggunaan lahan.
Tabel 3.3 pembagian kelas penggunaan lahan.
No Penggunaan Lahan 1 Lahan Terbangun 2 Ruang Terbuka Hijau 3 Lahan Kosong 4 Perairan
b. Analisis NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan
perhitungan citra yang digunakan untuk mengetahui tingkat kehijauan,
yang sangat baik sebagai awal dari pembagian daerah vegetasi. NDVI
dapat menunjukkan parameter yang berhubungan dengan parameter
vegetasi.16
Danoedoro (dalam Careca Virma), Hasil penisbahan antara band
merah dan infa-merah menghasilkan perbedaan yang maksimum antara
vegetasi dan tanah. Nilai-nilai asli yang dihasilkan NDVI selalu
berkisar antara -1 hingga +1 (Nilai-nilai asli antara -1 hingga +1 hasil
dari transformasi NDVI ini mempunyai presentasi yang berbeda pada
penggunaan lahannya. Nilai-nilai NDVI disekitar 0.0 biasanya
15 Sodikin, h. 106
16
Nur Febrianti , Parwati Sofan. Ruang terbuka hijau di DKI Jakarta berdasarkan
analisis spasial dan spektral data landsat 8. Badan lingkungan dan mitigasi bencana, LAPAN. Seminar nasional penginderaan jauh, 2014. H. 500
48
mempresentasikan penggunaan lahan yang mengandung unsur vegetasi
sedikit sampai tidak mempunyai vegetasi sama sekali. Rumus dari
NDVI ini adalah:
Keterangan : NIR : band near infrared (band 4 pada Landsat TM) RED : band red (sinar merah yaitu band 3 pada Landsat TM).
Hasilnya adalah penutupan berupa vegetasi akan tampak lebih cerah dan non vegetasi akan gelap (Putra, 2011).17 Hasil akhir dari analisis NDVI akan didapatkan peta kerapatan vegetasi.
c. Metode Overlay ( Tumpang Tindih Peta) Metode ini merupakan penggabungan beberapa hasil dari peta yang
telah dibuat. Metode overlay digunakan untuk mengetahui perubahan
ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada. Perubahan ini meliputi luas
dan sebaran dari ruang terbuka hijau di Kota Serang. Peta yang di
overlay yaitu peta penggunaan lahan tahun 2000 dan 2015.
6. Menghitung kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
a. Berdasarkan luas wilayah
Setelah mendapatkan hasil peta mengenai ketersediaan ruang
terbuka hijau, maka langkah selanjutnya yaitu menghitung kebutuhan
ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah Kota Serang. Berdasarkan
UU No. 26 Tahun 2007 setiap kota minimal harus menyediakan 30%
ruang terbuka hijau dari luas wilayah kota tersebut. Dimana proporsi
30% ini dibagi menjadi 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang
tebuka hijau privat. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
17 Careca Virma Aftriana, Skripsi, analisis perubahan kerapatan vegetasi kota semarang
menggunakan bantuan teknologi penginderaan jauh. Universitas Negeri Semarang, 2013. H, 18-19
(NIR- RED) NDVI = (NIR+RED)
49
Keterangan :
K = Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau
L = Luas Wilayah
Sehingga nantinya dapat diketahui apakah Luas RTH yang ada di
Kota Serang sudah sesuai dengan ketentuan pemerintah atau masih
belum mencukupi.
b. Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk
dilakukan dengan mengalikan jumlah penduduk dengan standar luas
RTH per penduduk. berdasarkan ketentuan peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 05/PR/M/2008, kebutuhan RTH berdasarkan jumlah
penduduk telah ditetapkan yaitu 20 m²/penduduk. sehingga hasil
akhirnya akan diketahui apakah luas RTH yang tersedia telah
memenuhi standar yang telah ditetapkan atau belum mencukupi.
Rumus untuk menghitung kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan
jumlah penduduk seperti dibawah ini:
RTH pi = Pi x k
Keterangan :
K = nilai ketentuan luas RTH per penduduk
Pi = jumlah penduduk pada wilayah i.
c. Berdasarkan kebutuhan oksigen
Langkah selanjutnya yaitu menentukan kebutuhan Ruang Terbuka
Hijau berdasarkan kebutuhan oksigen.
Gas oksigen adalah esensial untuk pernafasan makhluk hidup, termasuk manusia. Tanpa oksigen dalam waktu singkat manusia akan mati. esensial untuk menjaga kelangsungan hidup di bumi. Fotosintesis terutama dilakukan oleh tumbuhan hijau. Dalam proses ini energi matahari diubah menjadi energi kimia yang terkandung dalam bahan organik tumbuhan. Energi inilah yang dipakai untuk kehidupan makhluk hidup lain yang tidak dapat melakukan
L x 3
50
fotosintesis, antara lain manusia, hewan, dan jasad renik (Soemarwoto, 2004).18
Namun seiring dengan pekembangan sebuah kota, membuat kualitas
udara yang berada di perkotaan telah tercampur dengan polusi
kendaraan yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Berikut Tabel
3.3 terdapat kebutuhan oksigen yang diperlukan pada tiap konsumen
oksigen.
Tabel 3.4
Kebutuhan Oksigen Berdasarkan Setiap Konsumen Oksigen
Konsumen Kategori Kebutuhan O2 Keterangan
Penduduk Manusia 0,864 kg/hari
Kendaraan bermotor
Sepeda motor 0,58 kg/jam Waktu operasi 1 jam/hari
Mobil penumpang
11, 63 kg/jam Waktu operasi 3 jam/hari
Mobil beban 22,88 kg/jam Waktu operasi 2 jam/hari
Bus 44,32 kg/jam Waktu operasi 2 jam/hari
Industri Mesin industry 529,41 kg/hari Waktu operasi 8 jam/hari
Sumber: Wisesa, dalam muis (2005)
Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan
oksigen dapat dihitung menggunakan metode Gerarkis (1974). Pehitungan
tersebut menggunakan data seperti jumlah penduduk, dan jumlah
kendaraan bermotor. rumus perhitungan metode Gerarkis adalah sebagai
berikut:
1. Kebutuhan RTH ( L )
Keterangan :
Lt = Luas RTH yang dibutuhkan pada tahun t( m² )
18 Muhammad Nur Setyawan, pemetaan arahan pengembangan ruang terbuka hijau
berdasarkan kebutuhan oksigen di kota pekalongan tahun 2014, H. 12
(X + Z ) Lt = ----------------- x m² (54)x(0,9375)
51
X = Jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk (ton/hari) Z = Jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor (ton/hari) 54 = konstanta yang menunjukkan bahwa setiap 1 m² luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering tanaman per hari. 0,9375 = konstanta yang menunjukkan bahwa 1 gram berat
kering tanaman dapat menghasilkan oksigen sebanyak 0,9375 gram.
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini:
a. Penggunaan oksigen hanya manusia, dan kendaraan bermotor.
Sedangkan hewan dan penggunaan lain diabaikan dalam perhitungan.
b. Jumlah kendaraan yang keluar dan masuk dalam wilayah studi
dianggap sama setiap hari.
c. Setiap orang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang sama setiap
hari, yaitu 600 liter atau 0,864 kg perhari. (White et al.1959 dalam Muis
2005)
d. Kebutuhan oksigen untuk pembakaran bahan bakar untuk sepeda motor
0,5817 Kg/Jam, kendaraan penumpang 11,634 Kg/Jam, bus 44,32
Kg/Jam, kendaraan beban ringan 22,88 Kg/Jam, dan kendaraan beban
berat 88,64 Kg/Jam.
e. Suplai oksigen hanya dilakukan oleh tanaman dan menyuplai oksigen
dengan kadar yang sama setiap 1 m² nya.
7. Menghitung kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang
berdasarkan jumlah penduduk tahun 2035
a. Menghitung Proyeksi Penduduk tahun 2035
Sebelum menghitung kebutuhan RTH Publik kota serang pada
tahun 2035. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menghitung
jumlah proyeksi penduduk kota Serang untuk tahun 2035. Dalam hal
ini, jumlah penduduk yang digunakan diambil dari Badan Pusat
Statistik kota serang pada tahun 2015 yaitu sebesar 643.205 jiwa
dengan laju pertumbuhan penduduk 1,90%. Rumus yang digunakan
yaitu:
52
Pn = jumlah penduduk tahun ke n Po = jumlah penduduk tahun dasar r = laju pertumbuhan penduduk n = jumlah interval
setelah mendapatkan hasil perhitungan jumlah penduduk pada tahun
2035, maka langkah selanjutnya menghitung kebutuhan ruang terbuka
hijau berdasarkan jumlah penduduk untuk tahun 2035. Rumusnya
seperti dibawah ini:
RTH pi = Pi x k
Keterangan :
K = nilai ketentuan luas RTH per penduduk
Pi = jumlah penduduk pada wilayah i.
Pn =Po(1+r)𝑛
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Letak Geografis
Kota Serang adalah wilayah baru hasil pemekaran dari Kabupaten
Serang Provinsi Banten. Kota Serang mempunyai kedudukan sebagai
pusat pemerintahan Provinsi Banten. Kota Serang memiliki luas sebesar
266,74 km², Secara astronomis terletak antara 5°99’-6°22’ LS dan
106°07’ 106°25’BT. Adapun batas-batas wilayah Kota Serang sebagai
berikut:
Utara : Laut Jawa
Timur : Kabupaten Tangerang
Selatan : Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak
Barat : Kabupaten Serang
Secara administratif Kota Serang merupakan ibukota Provinsi Banten.
Secara geografis Kota Serang memiliki letak yang sangat strategis karena
merupakan daerah alternatif dan penyangga ibukota Negara, dimana
daerah DKI Jakarta hanya berjarak 70 km dari Kota Serang.
Luas wilayah Kota Serang terbagi atas 20 kelurahan dan 46 desa, yang
termasuk dalam 6 (enam) Kecamatan. Nama dan Luas kecamatan yang
ada di Kota Serang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Peta Administrasi
Kota Serang dapat dilihat pada Gambar 4.1
Tabel 4.1
Luasan Kecamatan di Kota Serang
No Nama Kecamatan Luas Wilayah (km2)
1 Curug 49,60 2 Walantaka 48,48 3 Cipocok Jaya 31,54 4 Serang 25, 88 5 Taktakan 47,88 6 Kasemen 63,6
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Serang tahun 2015
54
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Serang
2. Kondisi Fisik
a. Topografi
Kota Serang yang memiliki luas sebesar 266,74 km², sebagian besar
wilayahnya terletak di dataran rendah yang memiliki ketinggian kurang
dari 500 mdpl. Wilayah Kota Serang berada pada ketinggian 0-100
mdpl. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, dataran di kota
serang terbagi menjadi 0-3 mdpl: meliputi wilayah Serang Utara. 3-25
mdpl meliputi Serang Selatan, Serang Timur, serang utara, Serang
Tengah. 25-100 mdpl meliputi Serang Barat. Kemiringan Kota Serang
berkisar antara 0-40 %.
b. Iklim
Keadaan iklim di Kota Serang yaitu berupa data temperatur
(suhu) udara, kelembaban udara dan intensitas matahari, curah hujan
dan rata-rata kecepatan angin. Temperatur udara rata-rata berkisar
antara 26,5-28,3 °C, temperatur maksimum tertinggi terjadi pada
bulan November yaitu 33,8 °C dan temperatur minimum terendah
55
pada bulan September yaitu 22,5 °C. Rata-rata kelembaban udara dan
intensitas matahari sekitar 85,0% dan 86,0%. Keadaan curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Januari, yaitu 362 mm, sedangkan rata-rata
curah hujan dalam setahun adalah 105,9 mm. Hari hujan tertinggi
pada bulan Januari dengan hari hujan sebanyak 27 hari. Rata-rata
kecepatan angin dalam setahun adalah 1,8 m/detik dan kecepatan
maksimum 2,30 m/detik.
c. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan Kota Serang sebagian besar adalah untuk
pertanian yaitu seluas 18.744 hektar. Perumahan dan permukiman
menempati posisi kedua terluas dengan 5.002 hektar. Penggunaan lahan
paling kecil adalah untuk hutan yaitu seluas 177 hektar.
d. Geologi dan Jenis Tanah
Secara geologis Kota Serang terdiri dari 3 jenis batuan. Bagian terbesar
adalah jenis batuan sedimen dan batuan aluvium, selain itu terdapat
sedikit daerah termasuk batuan Young Quartenary Volcanic Products,
yaitu pada bagian paling selatan Kota Serang (di Daerah Gelam).
Sedangkan keadaan jenis tanah di wilayah Kota Serang terdiri dari 5
jenis, berdasarkan bahan induk penyusunnya yaitu: jenis podsolik
merah, jenis asosiasi podsolik kuning, dan hidromorf kelabu, regosol
kelabu kekuningan, regosol kelabu, jenis asosiasi latosol cokelat
kemerahan, dan latosol coklat.1
3. Kondisi Sosial
a. Jumlah Pertumbuhan Penduduk
Jumlah pertumbuhan penduduk di Kota Serang mengalami
peningkatan tiap tahunnya. hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.2, pada
tahun 2010 jumlah penduduk kota serang mencapai 577.785 jiwa. Dan
pada tahun 2015 jumlah penduduk bertambah menjadi 643.205 jiwa.
Daerah yang mengalami peningkatan jumlah penduduk tertinggi yaitu
1 Percepatan pembangunan sanitasi permukiman, gambaran umum kota serang,
(ppsp.nawasis.info).
56
Kecamatan Cipocok Jaya, dan daerah yang mengalami peningkatan
jumlah penduduk terendah yaitu Kecamatan Curug. Hal ini dapat
terlihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2
Jumlah penduduk Tahun 2010 dan Tahun 2015
No. Nama Daerah Jumlah Penduduk
(2010)
Jumlah Penduduk
(2015)
1. Curug 47.308 50.112 2. Walantaka 75.672 87.679 3. Cipocok Jaya 80.930 101.268 4. Serang 208.017 222.448 5. Taktakan 78.184 87.618 6. Kasemen 87.674 94.062
Jumlah Total 577.785 643.205
Sumber: BPS Kota Serang dalam angka Tahun 2015
b. Kepadatan dan Persebaran Penduduk
Dengan luas wilayah 266,74 km², kepadatan penduduk Kota Serang
mencapai 2.411 orang/km². Persebaran penduduk yang ada di Kota
Serang tersebar di 6 kecamatan. Berdasarkan Tabel 4.3, dapat
diketahui kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Serang yaitu
mencapai 8.595 orang/km², sedangkan kepadatan terendah di
Kecamatan Curug yaitu 1.010 orang/km². Kepadatan penduduk dan
persebarannya di Kota Serang dapat dilihat padat Tabel 4.3
Tabel 4.3
Kepadatan dan Persebaran Penduduk
No.
Kecamatan
Luas Wilayah
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk per
km²
1. Curug 49,60 50.112 1.010 2. Walantaka 48,48 87.697 1.809 3. Cipocok Jaya 31,54 101.268 3.211 4. Serang 25,88 222.448 8.595 5. Taktakan 47,88 87.618 1.830 6. Kasemen 63,36 94.062 1.485 Jumlah 266.74 643.205 2.411
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Serang tahun 2015
57
B. Hasil Penelitian
1. Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang
a. Taman Kota
Ketersediaan taman kota di Kota Serang masih terbilang minim. Salah
satu taman yang dapat ditemukan di Kota Serang yaitu Taman Tugu
Debus (Patung). Taman ini berada di wilayah Kecamatan Cipocok Jaya
tepatnya di dekat Tol Jakarta-Serang. Taman ini ditumbuhi dengan
berbagai jenis tanaman, pohon dan bunga. Berikut merupakan Taman
Tugu yang terlihat pada Gambar 4. 2
Gambar 4. 2 Taman Tugu Debus (Patung)
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis, luas Taman
Tugu Debus ini tidak terlalu besar. Fasilitas yang ada di taman ini hanya
terdapat kursi yang berada di sekeliling taman. Selain itu tidak adanya
fasilitas sarana olahraga. Meskipun begitu, kebersihan yang ada di
taman ini sangat terjaga. Taman Tugu Debus merupakan lokasi terkenal
bagi para penumpang bus yang hendak menuju ke Kota Serang. Banyak
bus-bus antar kota yang menurunkan penumpang disekitar Taman Tugu
Debus ini. Pada saat penulis datang di taman ini, tidak terlihat adanya
pengunjung yang berada di taman ini. Taman tersebut jarang dikunjungi
oleh masyarakat, salah satu faktornya adalah kurangnya lahan parkir
bagi kendaraan yang ingin mengunjungi taman ini.
58
b. Jalur Hijau Jalan
Tidak hanya taman kota, Salah satu jenis ruang terbuka hijau yang
harus ada di perkotaan adalah jalur hijau jalan atau median jalan yang
berada disepanjang jalan. Fungsi ruang terbuka hijau yang berada di
sepanjang jalan salah satunya yaitu untuk menyerap polusi yang berasal
dari kendaraan, hal ini dikarenakan ruas jalan yang ada di Kota Serang
hampir setiap hari banyak dilalui oleh kendaraan besar seperti bus antar
kota. Jalur hijau jalan di Kota Serang dapat terlihat pada Gambar 4. 3
Gambar 4.3 Jalur Hijau Jalan
Pada Gambar 4.3 merupakan salah satu jalur hijau jalan yang berlokasi di
Jalan Veteran Kotabaru Kecamatan Serang. Jalan ini merupakan salah satu
jalan utama yang sering dilalui oleh kendaraan. Baik kendaraan jenis roda
dua maupun roda empat. Kondisi jalur hijau jalan ini terbilang bersih dari
sampah dan terawat. Karena pada saat penulis mengunjungi lokasi tersebut
terdapat para petugas kebersihan disekitar lokasi.
c. Sempadan Sungai
Salah satu jenis ruang terbuka hijau publik yang dapat ditemukan di Kota
Serang yaitu Sempadan Sungai. Sempadan sungai memiliki fungsi yang
penting yaitu untuk kawasan konservasi, perlindungan tepi kiri-kanan
bantaran sungai yang rawan erosi, pelestarian, peningkatan fungsi sungai,
mencegah okupasi penduduk yang mudah menyebabkan erosi, dan
59
pengendalian daya rusak sungai melalui kegiatan penatagunaan, perizinan,
dan pemantauan. Sempadan sungai yang terdapat di Kota Serang dapat
terlihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Sempadan Sungai
Pada Gambar 4.4 merupakan salah satu sempadan sungai yang berada di
Jalan Veteran Kotabaru Kecamatan Serang. Sungai tersebut berada di
kawasan perumahan. Kebersihan yang ada di sekitar sempadan sungai ini
kurang terawat. Pada saat penulis mengunjungi kawasan ini terdapat
sampah yang terdapat disekitar sungai tersebut.
d. Pemakaman
Pemakaman merupakan salah satu jenis ruang terbuka hijau. Penyediaan
ruang terbuka hijau pada areal pemakaman disamping memiliki fungsi
utama sebagai tempat penguburan jenasah juga memiliki fungsi ekologis
yaitu sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis
vegetasi.2 Berikut merupakan salah satu pemakaman yang berada di
Kota Serang.
2 Peraturan menteri pekerjaan No. 5 Tahun 2008, Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
60
Gambar 4. 5 RTH Pemakaman
Pada Gambar 4.5 merupakan pemakaman yang bernama Makam Ki Tuan
Syarif Penancangan atau yang lebih dikenal masyarakat dengan nama
Makam Stadion Maulana Yusuf, merupakan salah satu pemakaman
umum yang berada tepat di sebelah utara wilayah Penancangan, Serang
dengan luas sekitar 1 (satu) hektar.3 Lokasi pemakaman ini berdekatan
dengan stadion Maulana Yusuf. Berdasarkan hasil pengamatan penulis,
kondisi pemakaman ini terjaga kebersihannya, selain itu terdapat penjaga
yang mengurus pemakaman ini. Terdapat beberapa peziarah yang
berkunjung.
2. Penggunaan Lahan Kota Serang tahun 2000-2015
a. Hasil Ground Check Lapangan
Penggunaan lahan setiap tahun akan mengalami perubahan. Hal ini
dipengaruhi oleh adanya pengaruh interaksi dengan daerah lain maupun
adanya pertambahan jumlah penduduk. Analisis penggunaan lahan
dalam penelitian ini didapatkan dari hasil pengolahan data Citra
Landsat dengan metode klasifikasi terbimbing yang digunakan untuk
melihat jenis penggunaan lahan di Kota Serang. Hasil dari analisis ini
nantinya akan digunakan untuk mengetahui luas ketersediaan ruang
terbuka hijau, lokasi, dan penyebarannya. Dan akan digunakan sebagai
dasar analisis selanjutnya, yaitu menghitung kebutuhan ruang terbuka
3 http://akumassa.org/id/fenomena-makam-stadion-maulana-yusuf/ diakses pada tanggal 25
Oktober 2017
61
hijau berdasarkan luas wilayah, berdasarkan jumlah penduduk,
berdasarkan jumlah oksigen dan proyeksi kebutuhan ruang terbuka
hijau pada Tahun 2035.
Berdasarkan hasil kenampakan citra Landsat dan hasil survey lapangan,
penggunaan lahan di Kota Serang dibedakan menjadi 4 jenis yaitu :
1. Lahan bervegetasi pohon atau tanaman keras, sawah, semak, kebun,
tegalan.
2. Lahan kosong atau tidak bervegetasi
3. Lahan terbangun, berupa pemukiman, bangunan infrastruktur, dan
lainnya.
4. Perairan baik berupa sungai, tambak.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kota Serang, pada tahun
2013 penggunaan luas lahan terdiri dari tanah perumahan 4.875 ha,
hutan 1.773 ha, perairan 1.012 ha, pertanian 18.882 ha, industri 1.767
ha, tanah jasa 1.881 ha, dan tanah perusahaan 1.143 ha.4
Sedangkan berdasarkan hasil analisis citra yang dilakukan dengan
bantuan sistem informasi geografis, sebelum membuat peta penggunaan
lahan tahapan pertama yang dilakukan yaitu ground check lapangan
terhadap penggunaan lahan yang nantinya digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan klasifikasi terbimbing. Adapun hasil ground check
lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4
Hasil Ground Check Lapangan Berdasarkan Interpretasi Citra
Titik
Koordinat
Citra
Hasil
Interpretasi
Hasil Ground
check
Lapangan
Foto Ket
06°.07ꞌ12,2 ꞌꞌ
106°11 ꞌ28,5 ꞌꞌ
Jalan Jalan
Sesuai
06°07 ꞌ13,2 ꞌꞌ
106°10ꞌ 16,9 ꞌꞌ
Jalan Jalan
Sesuai
4 BPS Kota Serang dalam angka tahun 2014 h. 13
62
Tabel lanjutan (4.4)
Titik
Koordinat
Citra
Hasil
Interpretasi
Hasil
Ground
check
Lapangan
Foto Ket
06°06 ꞌ59,8 ꞌꞌ 106°09 ꞌ22,5 ꞌꞌ
Jalan Jalan
Sesuai
06°06 ꞌ30,1 ꞌꞌ 106°10 ꞌ03,0 ꞌꞌ
Jalan Jalan
Sesuai
06°07 ꞌ12,8 ꞌꞌ
106°11 ꞌ 29.2 ꞌꞌ
Lahan terbangun
Lahan terbangun
Sesuai
06°07 ꞌ 03,8ꞌꞌ
106°09 ꞌ 22,5 ꞌꞌ
Lahan terbangun
Lahan terbangun
Sesuai
06°07 ꞌ 30,3ꞌꞌ
106°10 ꞌ 36,8 ꞌꞌ Lahan
terbangun Lahan
terbangun
Sesuai
06°07 ꞌ 14,0ꞌꞌ
106°10 ꞌ 17,2 ꞌꞌ Lahan
terbangun Lahan
terbangun
Sesuai
06°07 ꞌ 11,8ꞌꞌ
106°11 ꞌ 11,5 ꞌꞌ
RTH RTH
Sesuai
06°07 ꞌ 02.0ꞌꞌ
106°10 ꞌ 34.0 ꞌꞌ RTH RTH
Sesuai
06°07 ꞌ 03,8ꞌꞌ
106°09 ꞌ 09,3 ꞌꞌ
RTH RTH
Sesuai
06°07 ꞌ 03,8ꞌꞌ
106°09 ꞌ 09,3 ꞌꞌ
RTH RTH
Sesuai
06°6 ꞌ 30,0 ꞌꞌ
106°09 ꞌ 17,4 ꞌꞌ Perairan Perairan
Sesuai
63
Tabel lanjutan (4.4)
Sumber : hasil analisis , 2017
Hasil interpretasi citra penginderaan jauh membutuhkan groundcheck
lapangan untuk mengetahui tingkat akurasi atau kebenaran hasil interpretasi
tersebut. Akurasi merupakan perbandingan antara data hasil klasifikasi
dengan kondisi lapangan.5 Keberhasilan sebuah interpretasi citra dapat
dipercaya jika tingkat kebenarannya >85%. jumlah sampel yang diambil pada
penelitian ini sebanyak 20 titik dengan menggunakan metode acak.
Berdasarkan Tabel 4.4, hasil uji kebenaran interpretasi didapatkan 18 sampel
benar dari total 20 sampel, maka didapatkan tingkat kebenaran interpretasi
5 Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh, h.145
Titik
Koordinat
Citra
Hasil
Interpretasi
Hasil
Ground
check
Lapangan
Foto Ket
06°07 ꞌ 33,7ꞌꞌ
106°10 ꞌ 42,1 ꞌꞌ
Perairan Sawah
Tidak Sesuai
06°07 ꞌ41,2 ꞌꞌ
106°12 ꞌ 00,2 ꞌꞌ
Perairan Perairan
Sesuai
06°07 ꞌ 32,9ꞌꞌ
106°10 ꞌ 42,1 ꞌꞌ
Perairan Sawah
Tidak Sesuai
06°07 ꞌ 20.0ꞌꞌ
106°12 ꞌ45.9 ꞌꞌ
RTH RTH
Sesuai
06° 07 ꞌ24,9ꞌꞌ 106°11 ꞌ 51,9 ꞌꞌ
RTH
RTH
Sesuai
06°07 ꞌ 37,4ꞌꞌ 106°10 ꞌ 56,4 ꞌꞌ
RTH RTH
Sesuai
06°07 ꞌ 20,1ꞌꞌ 106°12 ꞌ 45,4 ꞌꞌ
RTH RTH
Sesuai
64
penggunaan lahan di Kota Serang sebesar 90%. Perhitungan nilai akurasi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil Uji Akurasi Interpretasi
Sumber: Hasil Perhitungan
Perhitungan akurasi:
18/20 x 100% = 90%
Tabel 4.4 mengenai pedoman dan hasil pengambilan sampel lapangan
(Ground Check) ini dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan analisis
supervised classification atau klasifikasi terbimbing untuk membuat peta
penggunaan lahan berdasarkan 4 klasifikasi yang telah ditentukan yaitu:
ruang terbuka hijau, lahan terbangun, lahan kosong serta ditambahkan dengan
kelas badan air.
b. Analisis Penggunaan Lahan Tahun 2000-2015
Berdasarkan hasil ground check maka dibuat peta penggunaan lahan pada
kurun waktu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2015. Penggunaan lahan
di Kota Serang dapat dilihat pada Gambar 4. 6
Hasil
Interpretasi
Jumlah
sampel
Kondisi Lapangan Tingkat
Akurasi Benar Salah
Penggunaan lahan 20 18 2 90%
65
Gambar 4. 6
Peta Penggunaan Lahan Kota Serang Tahun 2000 & 2015
2000 2015
Keterangan:
Berdasarkan Gambar 4.6 dapat dilihat pada tahun 2000-2015 telah terjadi
perubahan penggunaan lahan di Kota Serang. penggunaan lahan di Kota Serang di
dominasi oleh sawah, dan lahan terbangun (pemukiman). Penggunaan lahan
bervegetasi seperti pohon, sawah, kebun, tegalan dan lain sebagainya di tahun
2000 mengalami perubahan menjadi lahan terbangun di tahun 2015. Adapun
penggunaan lahan yang mengalami perubahan secara drastis yaitu meningkatnya
luas lahan terbangun. Berdasarkan Gambar 4.6 luas masing-masing perubahan
penggunaan jenis lahan di Kota Serang dapat dilihat pada Tabel 4. 6
66
Tabel 4.6
Luas Perubahan Penggunaan jenis lahan di Kota Serang
Tahun/Lahan 2000 2015 Perubahan
(ha) Luas (ha)
Lahan terbangun 7.096 11.361 (+) 4.265 RTH 11.840 8.165 (-) 3.675 Perairan 4,73 209 (+) 204 Lahan Kosong 4.544 3.748 (-) 796
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui luas penggunaan lahan di Kota Serang
pada tahun 2000 dan 2015. Dalam kurun waktu 15 tahun, telah terjadi perubahan
luas pada masing-masing kelas penggunaan lahan. Jenis penggunaan lahan yang
mengalami perubahan tertinggi adalah lahan terbangun. Pada tahun 2015 luas
lahan terbangun mengalami peningkatan seluas 4.265 ha. Selain lahan terbangun,
perubahan tertinggi juga terjadi pada ruang terbuka hijau. Pada tahun 2015 luas
ruang terbuka hijau mengalami penurunan seluas 3.675 ha. Penurunan luas lahan
juga terjadi pada lahan kosong, di tahun 2015 luas ruang lahan kosong berkurang
sebesar 796 ha. Adapun Grafik penggunaan lahan yang terjadi di Kota Serang
dapat dilihat pada Grafik 4.1
Grafik 4.1
Penggunaan Luas Lahan di Kota Serang Tahun 2000 dan Tahun 2015
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20002015
Lahan Terbangun
Ruang Terbuka Hijau
Perairan
Lahan kosong
67
Berdasarkan Grafik 4.1 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan di Kota
Serang mengalami perubahan yang cukup signifikan mulai dari tahun 2000-2015.
Penggunaan lahan yang mengalami perubahan tertinggi yaitu lahan terbangun.
Pada tahun 2000 luas lahan terbangun yaitu 7.096 ha, seiring dengan
perkembangan kota serang dan meningkatnya jumlah penduduk membuat
keberadaan lahan terbangun mengalami peningkatan. Hal ini membuat permintaan
lahan untuk dijadikan lahan terbangun mengalami peningkatan. Pada tahun 2015
luas lahan terbangun bertambah menjadi 11.361 ha. selain lahan terbangun,
penggunaan lahan yang mengalami perubahan tertinggi juga terjadi pada ruang
terbuka hijau. Pada tahun 2000 luas ruang terbuka hijau sebesar 11.840 ha
sedangkan pada tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 8.165 ha. Tingginya
permintaan lahan dan alih fungsi lahan merupakan salah satu faktor yang
membuat ketersediaan ruang terbuka hijau mengalami penurunan.
c. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang Tahun 2000 & 2015
Setelah diketahui jenis penggunaan lahan di Kota Serang, maka dapat
diketahui luas ketersediaan ruang terbuka hijau, lokasi dan persebaran yang ada di
Kota Serang. Adapun ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 4.7
68
Gambar 4.7
Ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang Tahun 2000 & 2015
2000 2015
Berdasarkan Gambar 4.7 dapat diketahui luas ketersediaan ruang terbuka hijau
Tahun 2000-2015. Kawasan hijau di Kota Serang secara umum terdistribusi
secara tidak merata. Kawasan Kota Serang yang memiliki banyak vegetasi
terdapat di sekitar Kecamatan Taktakan, Kecamatan Kasemen dan Kecamatan
Curug. Pada Kecamatan Taktakan, jenis kawasan hijau yang ditemukan di
wilayah ini didominasi oleh hutan. Sedangkan kawasan hijau lainnya dapat
ditemukan di Kecamatan Kasemen, Kecamatan Curug dan Cipocok Jaya. Vegetasi
yang ada di kawasan ini di dominasi oleh lahan pertanian. Di Kecamatan Serang,
kawasan hijau yang dapat ditemukan yaitu taman kota, pemakaman, RTH sepadan
jalan dan disepanjang aliran sungai. Dimana RTH sempadan sungai ini
membentuk pola memanjang mengikuti jalur sungai. Berdasarkan Gambar 4.7
luas ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang dapat dilihat pada Tabel 4. 7
69
Tabel 4. 7 Ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang Tahun 2000 & 2015
Kecamatan
Eksisting Luas
RTH Tahun
2000
(ha)
Eksisting Luas
RTH Tahun
2015
(ha)
Selisih
perubahan
(ha)
Rasio
perubahan
RTH pertahun
(ha)
Curug 1.742 1.071 (-) 671 55,9 Walantaka 573 215 (-) 358 29,8
Cipocok Jaya 1.844 830 (-) 1.014 84,5 Serang 1.040 486 (-) 554 46,1
Taktakan 3.120 2.900 (-) 220 18,3 Kasemen 3.521 2.663 (-) 858 71,5 Jumlah 11.840 8.165 3.675 377,6
Sumber: Hasil Analisis data, 2017
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui luas ruang terbuka hijau yang ada
di Kota Serang pada tiap Kecamatan. Pada Tahun 2000 total luas ruang terbuka
hijau yang ada di Kota Serang yaitu seluas 11.840 ha yang tersebar di 6
Kecamatan. Sedangkan pada tahun 2015, luas ruang terbuka hijau mengalami
penurunan menjadi 8.165 ha. Dalam kurun waktu 15 tahun luas ruang terbuka
hijau mengalami penurunan sebesar 3.675 ha. Sedangkan diketahui rasio
perubahan ruang terbuka hijau pertahunnya di Kota Serang, yaitu seluas 377,6 ha.
Dengan perubahan tertinggi terdapat di Kecamatan Cipocok Jaya yaitu seluas 84,5
ha. Berikut Grafik 4.2 yang menunjukkan rasio perubahan ruang terbuka hijau
pertahun yang ada di tiap Kecamatan di Kota Serang.
70
Grafik 4.2
Rasio perubahan RTH pertahun di Kota Serang (ha)
Berdasarkan Gambar 4.7 serta Grafik 4.2 dapat disimpulkan bahwa terjadi
perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang dalam kurun waktu 15
tahun. Pada tahun 2000, dapat dilihat pada peta ketersediaan ruang terbuka hijau
masih terlihat banyaknya warna hijau hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan
ruang terbuka hijau masih banyak terdapat di Kota Serang yang tersebar hampir di
semua Kecamatan. Sedangkan pada peta ketesediaan ruang terbuka hijau tahun
2015, terjadi penurunan warna hijau yang ada pada peta. Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi penurunan luas ruang terbuka hijau. Salah satu faktor penurunan
luas ruang terbuka hijau adalah peningkatan luas lahan terbangun yang membuat
keberadaan ruang terbuka hijau mengalami penurunan.
d. Kondisi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
NDVI atau Normalized Difference Vegetation Index merupakan kombinasi
antara band 3 dan band 4 dalam citra. NDVI merupakan perhitungan yang
digunakan untuk mengetahui tingkat kehijauan, yang sangat baik sebagai awal
0102030405060708090
Rasio perubahan RTH pertahun (ha)
rasio perubahan RTHpertahun
71
dari pembagian daerah vegetasi. 6 analisis NDVI digunakan untuk melihat
tingkat kerapatan vegetasi yang ada di Kota Serang. Untuk melihat hasil
analisis NDVI pada tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 4.8
Gambar 4.8 Hasil Analisis NDVI tahun 2015
Keterangan:
Berdasarkan hasil pengolahan transfromasi NDVI tentang kerapatan
vegetasi di Kota Serang yang bersumber pada citra landsat 8 OLI/TIRS
perekaman tahun 2015 menghasilkan nilai spektral berkisar -0,145 sampai dengan
0,46. Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa nilai NDVI yang dimiliki
wilayah di Kota Serang sangat beragam. Wilayah yang mempunyai vegetasi
jarang ditunjukkan oleh warna merah, warna tersebut menunjukkan bahwa daerah
6 Nur Febrianti, Parwati Sofan, “Ruang Terbuka Hijau Di DKI Jakarta Berdasarkan analisis
spasial dan spektral data landsat 8” H. 500
72
tersebut mempunyai vegetasi yang sedikit dengan indeks kerapatan vegetasi
sebesar -0,145- 0,184. Wilayah yang mempunyai vegetasi dengan tingkat
kerapatan sedang ditunjukkan dengan warna putih, dengan indeks kerapatan
vegetasi sebesar 0,184-0,293. Sedangkan wilayah yang mempunyai tingkat
kerapatan vegetasi tinggi ditunjukkan dengan warna hijau, dengan dengan indeks
kerapatan vegetasi berkisar 0,293-0,483.
Tingkat kehijauan menunjukkan bahwa wilayah tersebut masih
mempunyai vegetasi yang banyak. Karena indeks vegetasi sendiri sebenarnya
menggambarkan tingkat kehijauan tanaman. Jika dilihat dari kenampakan citra,
wilayah yang mempunyai tingkat kerapatan vegetasi jarang dicirikan dengan
warna terang, hal ini disebabkan karena refleksi dari tajuk vegetasi kecil, sehingga
kesan yang timbul di citra berwarna lebih terang. Sebaliknya wilayah yang
mempunyai tingkat kerapatan vegetasi rapat ditunjukkan oleh warna yang lebih
gelap/ hijau karena refleksi dari tajuk vegetasinya tinggi.7 Persebaran berdasarkan
pengklasifikasian NDVI dapat dilihat pada Tabel 4.8
Tabel 4.8
Sebaran Wilayah Hasil Pengklasifikasian NDVI
No Kerapatan Sebaran Wilayah
1 Tinggi (Hijau) Kecamatan Kecamatan Taktakan, Kecamatan Curug
2 Sedang (Putih) Kecamatan Walantaka. Kecamatan Cipocok Jaya. Kerapatan ini umumnya tersebar secara merata di seluruh Kota Serang.
3 Rendah (Merah) Kecamatan Serang Sumber : Analisis data berdasarkan Citra tahun 2015
3. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang
a. Identifikasi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan luas
wilayah
Kota Serang memiliki luas wilayah 26.674 hektar. Secara
administratif terdiri dari 6 Kecamatan, dimana Kecamatan terluas adalah
7 Ajun purwanto, “Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Identifikasi Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Silat Hilir Kabupaten Kapuas Hulu.” H. 35
73
Kasemen dengan luas 6.336 ha, sedangkan yang luasnya paling kecil
adalah Kecamatan Serang dengan luas 2.588 ha. sesuai dengan UU No. 26
Tahun 2007 menetapkan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau disebuah kota
minimal 30 % dari luas wilayah. Penghitungan kebutuhan ruang terbuka
hijau berdasarkan luas wilayah bertujuan untuk meilhat apakah
ketersediaan ruang terbuka hijau sudah memenuhi standar atau belum
mencukupi. Contoh perhitungan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan luas wilayah yaitu sebagai berikut.
K = L x
K = 26.674 ha x
K = 8.002,2 ha
Berikut dijelaskan secara rinci kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan luas wilayah tiap Kecamatan di Kota Serang pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9
Kebutuhan RTH Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007
No.
Kecamatan
Luas
Kecamatan
(ha)
Kebutuhan
RTH
berdasarkan
Luas Wilayah
(ha)
Eksisting
RTH
(ha)
Selisih
RTH
(ha)
Keterangan
1. Curug 4.960 1.488 1.071 (-) 417 Tidak memenuhi
2. Walantaka 4.848 1.454 215 (-) 1.239 Tidak memenuhi
3. Cipocok Jaya
3.154 946 830 (-) 116 Tidak Memenuhi
4. Serang 2.588 776 486 (-) 290 Tidak memenuhi
5. Taktakan 4.788 1.436 2.900 (+)1.464 Memenuhi 6. Kasemen 6.336 1.900 2.663 (+) 763 Memenuhi
Jumlah 26.674 8.002,2 8.165
Sumber: BPS Kota Serang, (2015) dan hasil analisis
Dari Tabel 4.9 dapat dilihat kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan luas wilayah pada masing-masing kecamatan yang ada di
Kota Serang. Berdasarkan hasil analisis citra, dapat diketahui proporsi
ruang terbuka hijau yang ada di Kota Serang pada Tahun 2015 yaitu
74
sebesar 8.165 ha yang tesebar di 6 Kecamatan. Berikut gambar spasial
yang melihatkan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah.
Gambar 4.9 Peta Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Luas
Wilayah Tahun 2015
b. Identifikasi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Jumlah
Penduduk Tahun 2015
Selain menggunakan indikator presentase luas wilayah, kebutuhan
Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang juga dihitung berdasarkan jumlah
penduduk. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
05/PR/M/2008, standar kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan jumlah
penduduk adalah 20 m²/kapita. Pertumbuhan penduduk Kota Serang dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah penduduk Kota Serang berdasarkan
hasil sensus penduduk tahun 2015 yaitu sebesar 643.205 jiwa yang tersebar
pada 6 kecamatan. Perhitungan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan
jumlah penduduk hanya menggunakan jumlah penduduk yang bermukim pada
wilayah yang menjadi lokasi penelitian.
75
Analisis kebutuhan Ruang Terbuka Hijau tersebut tidak
memperhitungkan jumlah penduduk atau orang yang melakukan aktivitas pada
wilayah ini, mengingat pada Kota Serang ini terdapat beberapa kantor
pemerintah, maupun swasta. pusat pendidikan yaitu UNTIRTA, UIN serang,
dan pusat perbelanjaan.
Contoh perhitungan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan jumlah
penduduk yaitu sebagai berikut.
Kebutuhan RTH = Jumlah penduduk X 20 m² / Penduduk.
Kebutuhan RTH Curug = 50.112 X 20 m²
= 1.002.240 m²
= 100,22 ha
Berdasarkan rumus diatas, Maka dapat diketahui luas Ruang Terbuka
Hijau yang dibutuhkan pada masing-masing kecamatan dapat dilihat pada
Tabel 4.10
Tabel 4.10
Jumlah penduduk dan kebutuhan RTH Tahun 2015
Kecamatan Jumlah
penduduk
Kebutuhan
RTH (ha)
Eksisting
RTH
Selisih
RTH
(ha)
Keterangan
Curug 50.112 100,22 1.071 970,78 Memenuhi
Walantaka 87.697 175,39 215 39,61 Memenuhi
Cipocok jaya 101.268 202,53 830 627,47 Memenuhi
Serang 222.448 444,89 486 41,11 Memenuhi
Taktakan 87.618 175,23 2.900 2.724,77 Memenuhi
Kasemen 94.062 188,12 2.663 2.474,88 Memenuhi
Jumlah 643.205 1.286,38 8.165
Sumber: hasil analisis (2017)
Pada Tabel 4.11 dapat dilihat hasil perhitungan kebutuhan Ruang Terbuka
Hijau berdasarkan jumlah penduduk pada tiap kecamatan di Kota Serang pada
tahun 2015. Hasil perhitungan menunjukkan kebutuhan ruang terbuka hijau
tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Serang yaitu dengan jumlah penduduk
sebanyak 222.448 Jiwa, ruang terbuka hijau yang dibutuhkan adalah sebesar
76
444,89 hektar. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau terendah adalah kecamatan Curug yaitu dengan jumlah
penduduk 50.112 Jiwa, ruang terbuka hijau yang dibutuhkan sebesar 100,22
hektar. Berikut Gambar 4.10 yang menunjukkan kecukupan ruang terbuka
hijau berdasarkan jumlah penduduk.
Gambar 4.10 Peta Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jumlah
Penduduk Tahun 2015
c. Identifikasi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan konsumsi
oksigen di Kota Serang Tahun 2015
Ruang terbuka hijau yang ada di perkotaan memiliki salah satu fungsi
penting, yaitu sebagai paru-paru kota. adanya ruang terbuka hijau merupakan
penghasil oksigen yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan.
Oksigen yang dihasilkan dari tumbuhan nantinya akan dikonsumsi oleh
manusia, dan hewan, selain itu dapat dipergunakan dalam proses pembakaran
mesin kendaraan bermotor. Ruang terbuka hijau yang berada disebuah kota
77
yang memiliki penduduk yang padat dan jumlah kendaraan bermotor, mobil
dan industri yang tinggi harus sesuai dengan kemampuannya untuk menyerap
polutan. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan mengenai kebutuhan
Ruang Terbuka Hijau berdasarkan konsumsi oksigen. metode perhitungan
kebutuhan Ruang Terbuka Hijau ini menggunakan rumus Gerarkis yang
mengasumsikan kontribusi oksigen hanya dari tanaman.
1. Kebutuhan Oksigen untuk Manusia
Menurut White, Handler dan Smith (1959) dalam Juwarin (2010),
manusia mengoksidasi 3000 kalori per hari dari makanannya
menggunakan 600 liter oksigen dan menghasilkan 450 karbondioksida.
Secara normal, manusia membutuhkan 600 liter oksigen atau setara
dengan 864 gram oksigen setiap hari.8 Berdasarkan asumsi tersebut, dapat
dihitung kebutuhan oksigen tiap kecamatan yang ada di Kota Serang.
Hasil perhitungan kebutuhan oksigen manusia di tiap Kecamatan dapat
terlihat pada Tabel 4.11
Tabel 4.11
Jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen untuk manusia
Kecamatan Jumlah
penduduk
Kebutuhan oksigen
(Kg/Hari)
Curug 50.112
X 0,864
43.297 Walantaka 87.697 75.770 Cipocok Jaya 101.268 87.495 Serang 222.448 192.195 Taktakan 87.618 75.702 Kasemen 94.062 81.269
Jumlah 643.205 555.729 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Serang dan hasil analisis
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa kebutuhan oksigen
untuk manusia di Kota Serang pada tahun 2015 yaitu 555.729
kilogram/hari, dimana kecamatan yang membutuhkan oksigen paling
besar adalah Kecamatan Serang, yaitu sebesar 192.195 Kg/Hari dengan
jumlah penduduk sebanyak 222.448 Jiwa. Sedangkan kecamatan yang
8 Sri purwatik, bandi sasmito, Analisis ketersediaan ruang terbuka hijau berdasarkan
kebutuhan oksigen (studi kasus: kota salatiga) H. 131
78
memerlukan oksigen paling sedikit adalah Kecamatan Curug, sebesar
43.297 Kg/Hari dengan jumlah penduduk 50.112 Jiwa.
2. Kebutuhan oksigen untuk kendaraan bermotor
Salah satu konsumen oksigen di pekotaan yang menggunakan
oksigen paling banyak adalah kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan
bermotor di perkotaan setiap tahun mengalami peningkatan. Kendaraan
yang dioperasikan membutuhkan oksigen untuk melakukan proses
pembakaran, jumlah kebutuhan oksigen tergantung dari jenis bahan bakar
yang digunakan. Berikut Tabel 4.12 menyajikan jenis kendaraan dan
kebutuhan oksigen.
Tabel 4.12
Klasifikasi Kendaraan Bermotor Menurut Jenis dan Kebutuhan
Oksigen
Jenis kendaraan Bahan
bakar
Kebutuhan
BB
(Kg/PS/Jam)
Daya
(PS)
Kebutuhan
O²/Kg BB
(Kg)
Kebutuhan
O²
(Kg/jam)
SepedaMotor Bensin 0,21 1 2,77 0,5817
Kend.Penumpang Bensin 0,21 20 2,77 11,634
Kend.Beban Ringan Solar 0,16 50 2,86 22,88
Kend.Beban Berat Solar 0,16 200 2,86 91,52
Kend. Bus Solar 0,16 100 2,77 44,32
Sumber: Wisesa (1988) dikutip dari Sri purwatik, bandi sasmito
Penjelasan secara rinci tabel di atas adalah sebagai berikut:
1. Sepeda motor, yaitu kendaraan berbahan bakar bensin dan kebutuhan
bahan bakarnya 0,21 kg/PS dengan daya minimal 1 PS. Terdiri dari
sepeda motor biasa, sepeda motor automatic dan scooter. Kebutuhan
oksigen tiap 1 kg bahan bakar 2, 77 kg.
2. Kendaraan penumpang, yaitu kendaraan berbahan bakar bensin
dengan kebutuhan bahan bakar 0,21 kg/PS jam dengan daya minimal
20 PS. Terdiri dari berbagai jenis seperti sedan, jeep, ambulance dan
mobil jenazah. Kendaraan jenis ini membutuhkan oksigen tiap I kg
bahan bakar adalah 2,77 kg.
79
3. Kendaraan beban terdiri dari beban ringan dan beban berat, yaitu
kendaraan berbahan bakar diesel dengan kebutuhan bahan bakarnya
0,16 kg/PS jam dengan daya minimal 50 PS. Kendaraan ini terdiri dari
jenis truk, pick up, tracktor, pemadam kebakaran, mobil tangki, mobil
Derek, dan mobil container.9 Hasil perhitungan kebutuhan oksigen
untuk kendaraan bermotor dapat terlihat pada Tabel 4.13
Tabel 4.13
Jumlah Kendaraan Bermotor dan Kebutuhan Oksigen untuk
Kendaraan Bermotor
Jenis
kendaraan
Jumlah Kebutuhan BB
(Kg/PS/Jam)
Kebutuhan O2
(Kg/Jam)
Kebutuhan O2
(Kg/Hari)
Sepeda motor 306.070 0,21 0,58 177.520
Mobil
penumpang 23.231 0,21 11,63 270.176
Bus 374 0,16 44,32 16.575
Truk 10.754 0,16 22,88 246.051
Jumlah 714.055 710.324
Sumber: Wisesa (1998) dalam Sri Purwatik, dan hasil perhitungan
3. Kebutuhan RTH Berdasarkan kebutuhan oksigen
Setelah diketahui kebutuhan oksigen dari masing-masing konsumen,
yaitu manusia dan kendaraan bermotor. Maka langkah selanjutnya
dihitung kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Serang dengan
menggunakan rumus Gerarkis. Tabel 4.15 merupakan hasil perhitungan
kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan oksigen bagi
manusia, kendaraan bermotor.
9 Sri purwatik, bandi sasmito, Analisis ketersediaan ruang terbuka hijau berdasarkan
kebutuhan oksigen (studi kasus: kota salatiga) H. 135
80
Tabel 4.14
kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan Oksigen
Tahun 2015
Konsumen Oksigen Kebutuhan oksigen
(Kg/Hari)
Kebutuhan RTH (ha)
Manusia 555.729
2.421,83 Kendaraan 710.324 Jumlah 1.226.053
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui jumlah kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau berdasarkan konsumsi oksigen di Kota Serang pada Tahun
2015 yaitu sebanyak 2.421,83 hektar. Pada golongan konsumen diatas,
dapat dilihat bahwa kendaraan bermotor merupakan konsumen oksigen yang
paling dominan dan juga kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh
kendaraan bermotor lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan oksigen
Manusia.
d. Proyeksi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau tahun 2035
Analisis selanjutnya yaitu mengidentifikasi kebutuhan Ruang Terbuka
Hijau pada Tahun 2035. pertumbuhan penduduk yang mengalami
peningkatan tiap tahunnya akan mempengaruhi ketersediaan ruang terbuka
hijau. analisis ini dilakukan untuk menghitung kebutuhan Ruang Terbuka
Hijau dalam beberapa tahun kedepan. penelitian ini dilakukan sampel
proyeksi pertumbuhan penduduk dalam jangka waktu 20 tahun kedepan
dimulai dari tahun 2015. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota
Serang, laju pertumbuhan penduduk per tahun di kota serang sebesar 1,90%.
Berikut contoh perhitungan proyeksi jumlah penduduk untuk Tahun 2035.
Pn = Po(1+r)𝑛
Pn = 50.112 ( 1+1,90) ²°
Pn = 73.013 Jiwa
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka pada Tabel 4.15 dapat
diketahui kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan jumlah penduduk
dan proyeksi jumlah penduduk tahun 2035 di tiap Kecamatan di Kota
Serang.
81
Tabel 4.15
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan jumlah penduduk dan
Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2015-2035
Kecamatan Luas
kecamatan
(ha)
Penduduk
( jiwa)
Kebutuhan
RTH (ha)
Eksisting
RTH
Selisih
RTH
(ha) 2035 2035 2015
Curug 4.960 73.013 146,02 1.071 924,98
Walantaka 4.848 127.774 255,54 215 -40,54
Cipocok Jaya 3.154 147.547 295,09 830 534,94
Serang 2.588 324.106 648,21 486 -162,21
Taktakan 4.788 127.659 255,31 2.900 2.644,69
Kasemen 6.336 137.048 274,09 2.663 2.388,91
Jumlah 26.674 937.147 1.874,26 8.165
Sumber : Kota Serang dalam angka tahun 2015 dan hasil analisis, 2017
Berdasarkan proyeksi perhitungan jumlah penduduk tahun 2035 dapat
diperoleh perkiraan jumlah penduduk tahun 2035 adalah 937.147 jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk ini akan diiringi dengan peningkatan kebutuhan
Ruang Terbuka Hijau. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau pada Tahun 2035
diproyeksikan meningkat menjadi 1.874,26 ha. Kebutuhan Ruang Terbuka
Hijau tertinggi dimiliki oleh kecamatan Serang yaitu sebesar 648,21 ha,
sedangkan yang terendah adalah kecamatan Curug yaitu sebesar 146,02 ha.
C. Pembahasan
1. Penggunaan Lahan Tahun 2000-2015
Dalam kurun waktu 15 tahun, yaitu mulai dari tahun 2000-2015
penggunaan lahan di Kota Serang mengalami perubahan. Penggunaan lahan
yang mengalami perubahan tertinggi adalah lahan terbangun. Pada tahun 2000
luas lahan terbangun yaitu 7.096 ha, seiring dengan perkembangan Kota
Serang dan meningkatnya jumlah penduduk membuat keberadaan lahan
terbangun mengalami peningkatan. Hal ini membuat permintaan lahan untuk
dijadikan lahan terbangun mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 luas lahan
terbangun bertambah menjadi 11.361 ha. selain lahan terbangun, penggunaan
82
lahan yang mengalami perubahan tertinggi juga terjadi pada ruang terbuka
hijau. Pada tahun 2000 luas ruang terbuka hijau sebesar 11.840 ha sedangkan
pada tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 8.165 ha. Tingginya
permintaan lahan dan alih fungsi lahan merupakan salah satu faktor yang
membuat ketersediaan ruang terbuka hijau mengalami penurunan.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Febriana Widiastuti mengenai
“Analisis Ruang Terbuka Hijau dan Kecukupannya Terhadap Jumlah
Penduduk di Kota Bekasi”, menyatakan Semakin padat penduduk di suatu
wilayah maka dibutuhkan semakin banyak lahan untuk permukiman,
fasilitas-fasilitas umum, dan sarana prasarana pemenuh kebutuhan masyarakat.
Semakin tinggi laju kepadatan penduduk maka dibutuhkan lebih banyak lahan.
Hal ini dapat berakibat pada konversi ruang terbuka hijau di wilayah tersebut
menjadi kawasan terbangun, baik untuk permukiman, fasilitas-fasilitas
umum, maupun sarana prasarana umum.
2. Kecukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan kondisi Eksisting RTH
Keberadaan ruang terbuka hijau di tengah-tengah perkotaan merupakan
salah satu komponen penting yang harus disediakan oleh sebuah kota. Ruang
terbuka hijau memiliki berbagai manfaat penting yang berguna bagi penduduk
yang menempati kota tersebut. Berdasarkan hasil klasifikasi terbimibing yang
dilakukan melalui software Arc.Gis 10.1 dapat diketahui luas lahan vegetasi di
kota Serang pada Tahun 2015 yaitu seluas 8.165 ha. Sedangkan hasil analisis
tentang kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah
penduduk, kebutuhan oksigen pada tahun 2015 dan proyeksi kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau pada tahun 2035 dapat diketahui secara berturut-turut adalah
8.002 ha, 1.286 ha, 2.421,83 ha, dan 1.874,26 ha. Untuk mengetahui
kecukupan Ruang Terbuka Hijau yang ada di suatu wilayah dapat dilakukan
dengan membandingkan kondisi eksisting dengan kebutuhannya.
Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, secara
umum Ruang Terbuka Hijau yang ada di kota serang telah memenuhi standar.
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau yang ada di kota serang saat ini telah
83
mencukupi kebutuhan ruang terbuka hijau baik berdasarkan luas wilayah,
jumlah penduduk maupun konsumsi oksigen. Namun persebaran RTH yang
ada di Kota Serang masih belum merata di semua Kecamatan. Hanya
Kecamatan Taktakan dan Kecamatan Kasemen yang telah memiliki ruang
terbuka hijau yang telah mencukupi. Berikut Tabel 4.16 Menyajikan hasil
analisis kecukupan Ruang Terbuka Hijau untuk setiap Kecamatan.
Tabel 4.16 Kecukupan RTH berdasarkan kondisi Eksisting
Sumber: hasil analisis
3. Kecukupan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Luas Wilayah
(UU No. 26/2007)
Menurut UU No. 26 Tahun 2007 Ruang terbuka hijau merupakan area
memanjang/ jalur dan/mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam. Yang dimaksud dalam ruang terbuka hijau dalam hal ini
yaitu baik berupa taman, lahan budidaya pertanian, rumput dan sebagainya.
Dalam UU No.26 Tahun 2007 menetapkan proporsi Ruang Terbuka Hijau
yang ada disebuah kota minimal 30 % dari luas wilayah. Merujuk pada
ketentuan tersebut, hal ini berarti luas Ruang Terbuka Hijau yang harus ada di
Kota Serang minimum seluas 8.022 ha. Berdasarkan standar ketentuan ini
maka dapat dibandingkan dengan kondisi eksisting ruang terbuka hijau yang di
dapatkan dari hasil analisis Citra, diketahui luas Ruang terbuka hijau pada
tahun 2015 yaitu seluas 8.165 ha. Maka jumlah Ruang Terbuka Hijau yang ada
di kota serang pada Tahun 2015 telah memenuhi standar yang telah ditetapkan.
kectanm
Kecamatan
Luas RTH
(2015)
Kebutuhan RTH (ha)
Berdasarkan
Selisih Jumlah RTH (ha)
Berdasarkan
Luas
Wilayah
Jumlah
Penduduk
Luas Wilayah Jumlah
Penduduk
Curug 1.071 1.488 1.002 (-) 417 (+) 970,78 Walantaka 215 1.454 1.753 (-) 1.239 (+) 39,61 Cipocok Jaya 830 946 2.025 (-) 116 (+) 627,47 Serang 486 776 4.448 (-) 290 (+) 41,11 Taktakan 2.900 1.436 1.752 (+)1.464 (+) 2.724 Kasemen 2.663 1.900 1.881 (+) 763 (+) 2.474
84
Namun persebaran Ruang Terbuka Hijau yang ada di Kota Serang belum
merata di semua Kecamatan. Dari total 6 Kecamatan yang ada di Kota Serang,
terdapat 4 Kecamatan yang memiliki luas ruang terbuka hijau masih minim, 4
Kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Walantaka. Kecamatan Serang,
Kecamatan Cipocok Jaya, dan Kecamatan Curug. Hanya Kecamatan Taktakan
dan Kecamatan Kasemen yang telah memenuhi kebutuhan Ruang Terbuka
Hijau berdasarkan luas wilayah.
4. Kecukupan Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Keberadaan ruang terbuka hijau di perkotaan memiliki berbagai manfaat
yang dapat dirasakan oleh penduduk yang tinggal di wilayah tersebut. Salah
satunya yaitu sebagai sarana olahraga, rekreasi, tempat bersosialisasi dan
mendapatkan udara yang bersih dan juga kenyamanan yang dapat dirasakan
oleh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan menghitung kebutuhan ruang
terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Berdasarkan hasil perhitungan
mengenai kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan jumlah penduduk,
pada tahun 2015 diketahui kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Serang
yaitu seluas 1.286 ha. Dimana kebutuhan Ruang Terbuka Hijau tertinggi
dimiliki oleh Kecamatan Serang yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak
222.448 Jiwa, Ruang Terbuka Hijau yang dibutuhkan adalah sebesar 444,89
ha. sedangkan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau terendah adalah Kecamatan
Curug yaitu dengan jumlah penduduk 50.112 Jiwa, Ruang Terbuka Hijau yang
dibutuhkan sebesar 100,22 ha. Hasil perhitungan ini jika dibandingkan dengan
eksisting jumlah Ruang Terbuka Hijau yang ada di Kota Serang pada tahun
2015 dinilai sudah mencukupi. Jumlah Ruang Terbuka Hijau pada tahun 2015
yaitu seluas 8.165 ha. Dari 6 kecamatan yang ada di Kota Serang, semua
kecamatan memiliki jumlah Ruang Terbuka Hijau yang telah mencukupi
berdasarkan kebutuhan jumlah penduduk.
Meskipun semua kecamatan telah memenuhi standar, namun
Kecamatan yang memiliki jumlah Ruang Terbuka Hijau terendah yaitu
Kecamatan Serang dengan eksisting Ruang Terbuka Hijau pada tahun 2015
yaitu seluas 838 ha. Kurangnya eksisting Ruang Terbuka Hijau yang ada di
85
kecamatan ini terkait dengan tingginya jumlah penduduk yang ada di
kecamatan Serang. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di
Kecamatan Serang, pusat kegiatan seperti pemerintahan, pendidikan yang ada
Kota Serang terpusat di Kecamatan Serang. Selain itu adanya pembangunan
perumahan yang telah dibangun maupun yang masih dalam tahap
pembangunan membuat minimnya Ruang Terbuka Hijau yang ada di
kecamatan Serang. Secara kuantitas, luas eksisting Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan jumlah penduduk yang ada di kota serang telah mencukupi dari
ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Keberadaan Ruang Terbuka
Hijau yang ada di tiap Kecamatan harus tetap dijaga keberadannya, karena
ruang terbuka hijau memiliki tujuan untuk memberikan kenyamaan bagi
masyarakat yang tinggal diperkotaan.
5. Proyeksi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau pada Tahun 2035
Adanya interaksi dengan wilayah lain membuat sebuah kota akan
mengalami perkembangan setiap tahunnya. Perkembangan sebuah kota
membuat kota terus membangun sarana dan prasarana untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang berada di kota tesebut. Selain itu perkembangan
sebuah kota akan diiringi dengan pertumbuhan penduduk. Adanya
pertumbuhan penduduk dan peningkatan pembangunan sarana dan prasarana
yang mengalami peningkatan tiap tahunnya akan mempengaruhi ketersediaan
ruang terbuka hijau. Perhitungan proyeksi kebutuhan ruang terbuka hijau
dilakukan untuk memperhitungkan jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau di
masa yang akan datang sehingga dapat diketahui apakah ketersediaan ruang
terbuka hijau yang ada di Kota Serang saat ini telah mencukupi atau masih
belum mencukupi.
penelitian ini dilakukan sampel proyeksi pertumbuhan penduduk dalam
jangka waktu 20 tahun kedepan dimulai dari tahun 2015. Berdasarkan hasil
perhitungan proyeksi jumlah penduduk Kota Serang pada tahun 2035 yaitu
sebanyak 937.147 Jiwa. Dengan jumlah penduduk sebanyak 937.147 Jiwa,
maka kebutuhan RTH pada tahun 2035 di Kota Serang yaitu seluas 1.874,2
ha yang tersebar di 6 Kecamatan. Dengan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
86
tertinggi dimiliki oleh kecamatan Serang yaitu sebesar 648,2 ha, sedangkan
yang terendah adalah kecamatan Curug yaitu sebesar 146,0 ha. berdasarkan
kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau pada tahun 2015, luas Ruang Terbuka
Hijau kota serang yaitu sebesar 8.165 ha. Maka luas Ruang Terbuka Hijau
saat ini masih mencukupi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan
jumlah penduduk untuk tahun 2035. Meskipun saat ini telah mencukupi,
keberadaan ruang terbuka hijau harus terus dijaga keberadaannya. Jika
pembangunan dilakukan terus menerus tanpa memikirkan keberadaan ruang
terbuka hijau, maka hal ini nantinya dapat mengurangi jumlah ketersediaan
ruang terbuka hijau yang ada, sehingga nantinya kebutuhan ruang terbuka
hijau untuk tahun 2035 tidak dapat terpenuhi.
6. Hasil Validasi Lapangan Terkait Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di
Kota Serang
Setelah melakukan analisis melalui aplikasi sistem informasi geografis dan
penginderaan jauh, langkah selanjutnya adalah melakukan validasi lapangan
untuk melihat kesesuaian antara hasil yang telah didapatkan melalui analisis
sistem informasi geografis dan penginderaan jauh dengan kondisi di lapangan.
Validasi lapangan dilakukan melalui observasi atau pengamatan di 5 titik
wilayah yang mengalami perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau.
Berdasarkan validasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti, terdapat
perubahan luas ruang terbuka hijau dalam kurun waktu 2000-2015. Adanya
perubahan luas ruang terbuka hijau ini terjadi karena adanya perubahan
penggunaan lahan. Adapun hasil validasi lapangan dapat dilihat pada Tabel
4.17
87
Tabel 4. 17
Hasil Validasi Lapangan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau
Titik
Koordinat
Interpretasi Citra
Hasil Validasi Lapangan Tahun
2000
Tahun
2015
6°07 ꞌ 18ꞌꞌ
106°11ꞌ 38 ꞌꞌ
6°07 ꞌ 10ꞌꞌ 106°10 ꞌ 42 ꞌꞌ
6°7'9,82" 106°8'49 ꞌꞌ
88
Tabel lanjutan (4.17)
Sumber: hasil analisis, 2017
Pada Tabel 4.17 dapat dilihat perubahan ruang terbuka hijau yang ada di
Kota Serang. Hampir semua perubahan ruang terbuka hijau yang terjadi
tergantikan dengan keberadaan lahan terbangun. Salah satu lokasi yang
mengalami perubahan ruang terbuka hijau yaitu berada di Kecamatan Cipocok
Jaya.
Gambar 4.11 Perumahan Griya Reang Indah
Gambar 4.11 merupakan salah satu perumahan yang berada di Kecamatan
Cipocok Jaya. Pada tahun 2000, lahan ini merupakan area hijau. Namun pada
citra tahun 2015 dan berdasarkan hasil observasi, lahan ruang terbuka hijau ini
telah beralih fungsi menjadi perumahan. Pada saat peneliti melakukan observasi,
pembangunan masih terus dilakukan di perumahan Griya Reang Indah ini karena
6°9'91"
106°11'10 ꞌꞌ
6°5'44,8" 106°8'58 ꞌꞌ
89
terdapat beberapa para pekerja dan alat-alat bangunan yang berada di sana.
Selain di Kecamatan Cipocok Jaya, perubahan luas ruang terbuka hijau juga
terjadi di Kecamatan Serang. Setelah dilakukan validasi dapat diketahui
ketersediaan ruang terbuka hijau telah mengalami perubahan penggunaan lahan
menjadi perumahan. Berikut Gambar 4.12 yang merupakan salah satu
perumahan yang berada di Kecamatan Serang.
Gambar 4.12 Perumahan Grand Arfa
Pada Gambar 4.12 merupakan perumahan Grand Arfa yang telah berdiri di
Kecamatan Serang. Pada Tahun 2000 lahan ini merupakan ruang terbuka hijau
yang telah berubah menjadi lahan terbangun. Pada saat observasi, sama seperti
perumahan Griya Reang Indah, perumahan Grand Arfa terdapat beberapa
pekerja yang masih memperbaiki fasilitas yang ada di perumahan tersebut. Hal
ini dapat dilihat pada Gambar 4.13
Gambar 4.13 Perumahan Grand Arfa
Berdasarkan hasil validasi mengenai perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau,
maka dapat disimpulkan bahwa ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada di Kota
90
Serang telah mengalami penurunan. Salah satu faktor penyebab perubahan ruang
terbuka hijau adalah maraknya lahan terbangun dalam hal ini salah satunya yaitu
perumahan. Hingga saat ini, jual beli perumahan merupakan salah satu yang
sedang berkembang di Kota Serang. Banyak para pengembang yang
mempromosikan perumahan dengan harga dan tipe rumah yang bervariasi.
Tingginya tingkat jual beli perumahan, membuat pemilik lahan menjual lahan
mereka kepada para pengembang perumahan. Hal inilah yang membuat terjadinya
alih fungsi lahan ruang terbuka hijau atau lahan kosong menjadi lahan terbangun.
91
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menarik
kesimpulan dari hasil penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang pada Tahun 2000
diketahui yaitu seluas 11.840 ha. Dalam kurun waktu 15 tahun terjadi
perubahan luas ruang terbuka hijau di Kota Serang. Pada Tahun 2015 luas
ruang terbuka hijau yaitu sebesar 8.165 ha yang berupa taman, hutan,
sempadan sungai, sepadan jalan, kebun campuran, pertanian, lapangan
olahraga, pemakaman dan hijau pekarangan. Ketersediaan ruang terbuka
hijau di Kota Serang mengalami penurunan dalam kurun waktu 15 Tahun.
Mulai dari Tahun 2000 seluas 11.840 ha dan pada Tahun 2015 luas ruang
terbuka hijau menjadi seluas 8.165 ha dengan selisih perubahan yaitu
seluas 3.675 ha. Persebaran ruang terbuka hijau yang ada di Kota Serang
tidak merata di semua Kecamatan.
2. Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasakan luas wilayah
mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh UU No. 26 Tahun 2007
dimana proporsi kebutuhan ruang terbuka hijau yang ada di perkotaan
minimal 30% dari luas wilayah. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
dengan luas wilayah yang dimiliki Kota Serang yaitu 26.674 ha maka
ruang terbuka hijau yang harus disediakan Kota Serang minimal seluas
8.002 ha. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, jumlah
ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang pada tahun 2015 yaitu
seluas 8.165 ha. Hal ini berarti Kota Serang telah memenuhi standar
kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah. Namun
persebaran ruang terbuka hijau belum merata disemua kecamatan. Dari 6
kecamatan, hanya Kecamatan Taktakan dan Kecamatan Kasemen yang
telah memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas
wilayah.
92
Selain menghitung kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas
wilayah, penelitian ini juga menghitung kebutuhan ruang terbuka hijau
berdasarkan jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen. Hasil analisis
menunjukkan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah
penduduk yaitu sebesar 1.286 ha, dan ketersediaan ruang terbuka hijau
pada tahun 2015 yaitu seluas 8.165 ha. Hal ini berarti ruang terbuka hijau
yang ada di Kota Serang sudah memenuhi standar kebutuhan berdasarkan
jumlah penduduk. mesikpun telah memenuhi standar, perlu adanya
perawatan dan menjaga ketersediaan ruang terbuka hijau.
Sedangkan perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan
konsumsi oksigen yaitu sebesar 2.421 ha. Sehingga ketersediaan ruang
terbuka hijau di kota serang pada tahun 2015 telah memenuhi standar
kebutuhan berdasarkan jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen. Hasil
analisis perhitungan proyeksi kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan
jumlah penduduk pada tahun 2035 di Kota Serang didapat dengan
menghitung proyeksi jumlah penduduk untuk tahun 2035. Dengan laju
petumbuhan penduduk sebesar 1,90% pertahun didapatkan proyeksi jumlah
penduduk pada tahun 2035 yaitu sebanyak 937.147 jiwa. Hal ini berarti
dengan jumlah penduduk sebanyak 937.147 jiwa maka proyeksi kebutuhan
ruang terbuka hijau yang dibutuhkan pada tahun 2035 yaitu seluas 1.874,2
ha. Dengan ketersediaan ruang terbuka hijau pada tahun 2015 yaitu seluas
8.165 ha, maka ruang terbuka hijau saat ini dapat mencukupi kebutuhan
ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk untuk tahun 2035.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan. Penelitian ini dapat
diimplikasikan sebagai berikut:
1. Penurunan ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Serang dalam kurun
waktu 15 tahun dipengaruhi oleh meningkatnya keberadaan lahan
terbangun.
93
2. peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya membuat permintaan lahan
terbangun meningkat, hal ini membuat luas ruang terbuka hijau yang ada di
Kota Serang mengalami penurunan.
C. Saran
Ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada di Kota Serang sebaiknya tetap
dijaga keberadaannya. Masyarakat dan pemerintah perlu bekerjasama untuk
menjaga dan melestarikan ruang terbuka hijau yang telah ada. Saran-saran
yang dapat disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Untuk Pemerintah Kota Serang
Saran yang dapat disampaikan untuk pemerintah kota serang adalah dengan
menjaga keberadaan ruang terbuka hijau. Dan menambah keberadaan ruang
terbuka hijau agar merata di semua kecamatan. Hal ini agar kebutuhan
ruang terbuka hijau dapat terpenuhi bagi dari segi luas wilayah, jumlah
penduduk maupun kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah
oksigen.
2. Untuk masyarakat Kota Serang
Saran yang dapat disampaikan untuk masyarakat Kota Serang adalah
untuk menjaga keberadaan ruang terbuka hijau yang telah disediakan oleh
pemerintah dan dapat memanfaatkannya serta merawat ruang terbuka hijau
secara cerdas dan bijak.
3. Untuk peneliti selanjutnya
Saran untuk peneliti selanjutnya adalah diharapkan peneliti lain dapat
melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai ketersediaan ruang
terbuka hijau. Hal ini diharapkan agar kajian tentang ketersediaan ruang
terbuka hijau semakin banyak dilakukan dan diharapkan dapat
memperbaiki kebijakan mengenai pengelolaan ruang terbuka hijau.
94
DAFTAR PUSTAKA
Buku Teks
Adioetomo, Sri Moertiningsih dan Omas Bulan Samosir, dasar-dasar demografi, (Jakarta: Salemba empat, 2010)
Banowati, Eva. Geografi Indonesia (Yogyakarta: penerbit ombak, 2014)
Hardjowigeno, Sarwono dan Widiatmaka, Evaluasi kesesuaian lahan &
perencanaan tataguna lahan, ( gajah mada university press, 2007)
Hendardi.,Suryani, Metode riset kuantitatif: teori dan aplikasi pada penelitian
bidang manajemen dan ekonomi islam. (Jakarta.: PT fajar interpratama mandiri, 2015)
Joga, Nirwono dan Iwan Ismaun, RTH 30% ! resolusi (kota) hijau, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2011)
Melati, Ratna Rima dan Eko Sujatmoko, kamus geografi, (Surakarta: Aksara sinergi media, 2012)
Nurhayati, Cucu. Sosiologi perkotaan ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013)
Pontoh, Nia K. dan Iwan Setiawan, Pengantar Perencanaan Perkotaan ( Bandung: ITB Bandung, 2013)
Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh, (Teori dan Praktik
Dengan Er Mapper dan ArgGis 10)
Soehartono, Irawan.” Metode Penelitian Sosial”, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2008)
Soenarmo. Sri Hartati. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi
Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian, (Bandung: penerbit ITB, 2009)
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2009)
Suryantoro, Agus. integrasi aplikasi sistem informasi geografis, (Yogyakarta: penerbit ombak, 2013)
Widodo, T. Sosiologi Kependudukan: Kajian teoritis dan empiris prespektif
sosiologis kependudukan (Surakarta: LPP UNS, 2011)
Wiryomartono, Bagoes P. Urbanitas dan seni bina perkotaan ( Jakarta: Balai Pustaka, 2002)
Yunus, Hadi sabari manajemen kota: Prespektif Spasial (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2012)
Sumber Skripsi
95
Aftriana, Careca Virma. Skripsi, analisis perubahan kerapatan vegetasi kota
semarang menggunakan bantuan teknologi penginderaan jauh. Universitas Negeri Semarang, 2013.
Aurelia, Widya. “Analisis perubahan luas ruang terbuka hijau dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya di Jakarta selatan”, skripsi pada Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2010
Dinariana, Dwi. “model pengelolaan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air di Jakarta” Skripsi pada Institut Pertanian Bogor
Kurnia, Septi dewi. “faktor-faktor yang memengaruhi kurangnya ketersediaan
ruang terbuka hijau (RTH) Publik di kota depok”, skripsi, pada Universitas Indonesia, depok.
Utami, Tri Woro Yogi. “Tingkat Perkembangan Wilayah Terbangun Kota Serang”skripsi pada Universitas Indonesia, Depok, 2007
Widiastuti, Febriana. “Analisis ruang terbuka hijau dan kecukupannya terhadap
jumlah penduduk di kota Bekasi” Skripsi pada Institut Pertanian Bogor 2012.
Sumber Jurnal
Ahmada, Syauqi. monitoring luas hutan berdasarkan citra landsat: kasus di
kecamatan cikalong, kabupaten tasikmalaya, jawa barat. Institut pertanian bogor, bogor. 2013.
Amalia, Gina. identifikasi perubahan tutupan lahan menggunakan citra landsat
multi-waktu dan (SIG) di IUPHHK-HA PT. AUSTRAL BYNA Kalimantan
Tengah, institut pertanian bogor, bogor. 2013
Dwihatmojo, Roswidyatmoko. Ruang Terbuka Hijau yang semakin terpinggirkan, Jurnal diakses pada tanggal 7 Desember 2016.
Febrianti , Nur Parwati dan Sofan. Ruang terbuka hijau di DKI Jakarta
berdasarkan analisis spasial dan spektral data landsat 8. Badan lingkungan dan mitigasi bencana, LAPAN. Seminar nasional penginderaan jauh, 2014
purwanto, Ajun. “Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Identifikasi Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Silat Hilir Kabupaten
Kapuas Hulu.” purwatik, Sri dan bandi sasmito. Analisis ketersediaan ruang terbuka hijau
berdasarkan kebutuhan oksigen (studi kasus: kota salatiga)
Setyawan, Muhammad Nur. pemetaan arahan pengembangan ruang terbuka
hijau berdasarkan kebutuhan oksigen di kota pekalongan tahun 2014
96
Website
Badan Pusat Statistik Kota Serang tahun 2015
http://www.serangkota.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=112&Itemid=55 diakses tgl 27 Januari Pukul 21.00 WIB
https://serangkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/2 diakses tgl 27 Januari Pukul 22.00 WIB
http://bantenraya.com/metropolis/2507-kota-serang-minim-rth diakses tgl 27 Januari Pukul 16.00 WIB
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau
Percepatan pembangunan sanitasi permukiman, gambaran umum kota serang, (ppsp.nawasis.info).
http://akumassa.org/id/fenomena-makam-stadion-maulana-yusuf/ diakses pada tanggal 25 Oktober 2017
Peraturan menteri pekerjaan No. 5 Tahun 2008, Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Peraturan Menteri dalam negeri Nomo 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Standar nasional Indonesia, SNI 7645:2010
UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Lampiran 1
PEDOMAN OBSERVASI HASIL ANALISIS KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA SERANG TAHUN 2000-2035
Aktivas/Kejadian : ……………………………………………………………
Tempat : ……………………………………………………………
Observer/Subjek : ……………………………………………………………
Observer/Peneliti : ……………………………………………………………
Tanggal : ……………………………………………………………
ASPEK PENGAMATAN
No Aspek Pengamatan Deskripsi
1. Berada dimanakah lokasi ruang terbuka hijau tersebut?
2. Ruang terbuka hijau jenis apakah yang ditemukan di lokasi tersebut?
3. Bagaimana kebersihan di sekitar lokasi tersebut?
4. Bagaimana pemanfaatan ruang terbuka hijau oleh masyarakat sekitar?
Lampiran 2
PEDOMAN OBSERVASI HASIL ANALISIS KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA SERANG TAHUN 2000-2035
Observer/Subjek :Taman Tugu Debus (Patung)
Observer/Peneliti : Nur Alika F.W
Tanggal : 23 September 2017
Deskripsi :
Taman Tugu Debus (Patung) merupakan
salah satu taman yang berada di Kota Serang tepatnya di
dekat pintu Tol Jakarta-Serang. Taman ini ditumbuhi oleh
pepohonan, bunga dan terdapat kursi yang disediakan untuk
pengunjung taman. Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan, kebersihan Taman Tugu dinilai terjaga. Taman
tugu debus ini terawat dan tidak ada sampah yang terdapat
di taman ini. Berdasarkan hasil observasi, taman ini dinilai
masih kurang dimanfaatkan secara maksimal oleh
masyarakat. Ketika dilakukan observasi, tidak terdapat
pengunjung taman yang berada di lokasi tersebut. Fasilitas
yang ada di taman ini hanya terdapat kursi dan tidak adanya
fasilitas olahraga, serta tidak ada lahan parkir yang
digunakan untuk pengunjung. Itulah salah satu yang
menyebabkan taman tugu jarang dikunjungi oleh
masyarakat.
Lampiran 3
PEDOMAN OBSERVASI HASIL ANALISIS KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA SERANG TAHUN 2000-2035
Tempat : Jalan Veteran Kotabaru Kecamatan Serang
Observer/Subjek : Jalur Hijau Jalan
Observer/Peneliti : Nur Alika F.W
Tanggal : 23 September 2017
Deskripsi :
Salah satu jalur hijau jalan terdapat di jalan
Veteran Kotabaru Kecamatan Serang. Jalan ini merupakan
akses utama yang sering dilalui oleh kendaraan baik roda
dua maupun roda empat. Berdasarkan hasil observasi, jalan
ini ramai dilalui oleh kendaraan. Salah satu penyebabnya
karena tepat di jalan ini terdapat Alun-Alun Kota Serang
yang sering dikunjungi oleh masyarakat terutama ketika
akhir pekan. Untuk hal kebersihan, jalur hijau jalan ini
dapat terbilang bersih dari sampah. Karena terdapat petugas
kebersihan yang berada di sekitar lokasi tersebut.
Lampiran 4
PEDOMAN OBSERVASI HASIL ANALISIS KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA SERANG TAHUN 2000-2035
Tempat : Jalan Veteran Kotabaru Kecamatan Serang
Observer/Subjek : Sempadan Sungai
Observer/Peneliti : Nur Alika F.W
Tanggal : 23 September 2017
Deskripsi :
Salah satu sempadan sungai yang dapat
ditemui di Kota Serang berada di Jalan Veteran Kotabaru
Kecamatan Serang. Berdasarkan hasil observasi,
kebersihan yang ada di sungai ini kurang terjaga. Masih
adanya sampah yang menghambat aliran sungai. Karena
pada saat observasi tidak dilihat adanya petugas
kebersihan disekitar lokasi.
Lampiran 5
PEDOMAN OBSERVASI HASIL ANALISIS KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA SERANG TAHUN 2000-2035
Tempat : wilayah Penancangan
Observer/Subjek : RTH Pemakaman
Observer/Peneliti : Nur Alika F.W
Tanggal : 23 September 2017
Deskripsi :
Salah satu RTH pemakaman yang ada di Kota
Serang berada di wilayah Penancangan. Berdasarkan hasil
observasi yang telah dilakukan, RTH pemakaman ini
ditumbuhi oleh pepohonan yang cukup banyak. Selain itu,
kebersihan yang ada di lokasi ini terbilang cukup baik,
karena terdapat petugas kebersihan yang berada di lokasi
tersebut. Ketika penulis datang ke lokasi ini, terdapat
beberapa peziarah yang berdatangan ke pemakaman ini.
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
DOKUMENTASI OBSERVASI
RTH Taman Tugu Patung
RTH Sempadan Sungai
Lampiran 8
DOKUMENTASI OBSERVASI
RTH Sempadan Jalan
RTH Pemakaman
BIOGRAFI PENULIS
Nur Alika Fitriyani Wulandari, lahir di Jakarta pada tanggal 25 Agustus 1995. Bertempat tinggal di Jl. H. Lamin, Jurang Mangu Timur, Kota Tangerang Selatan. Merupakan anak Kedua dari Bapak Sawal Kartowo dan Ibu Sariyam. Pendidikan formal yang di tempuh ialah mulai dari sekolah dasar di MIN 09 Petukangan, melanjutkan ke sekolah menengah pertama di MTSN 32 Jakarta, melanjutkan sekolah menengah atas di MAN 19 Jakarta dan melanjutkan Perguruan Tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial/Konsentrasi Geografi. Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.