analisis kasus hukum perdata1
DESCRIPTION
analisisTRANSCRIPT
ANALISIS KASUS HUKUM PERDATA
Nufikhah Primarani
E0015301
Hukum Perdata (F)
Pengampu : Pranoto, S.H., M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2016
KASUS POSISI
Sidang Rebutan Warisan Adi Firansyah
indosiar.com, Jakarta - Kasus rebutan warisan almarhum Adi Firansyah akhirnya
bergulis ke Pengadilan. Sidang pertama perkara ini telah digelar Kamis (12/04)
kemarin di Pengadilan Agama Bekasi. Warisan pesinetron muda yang meninggal
akibat kecelakaan sepeda motor ini, menjadi sengketa antara Ibunda almarhum
dengan Nielsa Lubis, mantan istri Adi.
Nielsa menuntut agar harta peninggalan Adi segera dibagi. Nielsa beralasan Ia
hanya memperjuangkan hak Chavia, putri hasil perkawinannya dengan Adi.
Sementara Ibunda Adi mengatakan pada dasarnya pihaknya tidak keberatan dengan
pembagian harta almarhum anaknya. Namun mengenai rumah yang berada di
Cikunir Bekasi, pihaknya berkeras tidak akan menjual, menunggu Chavia besar.
Menurut Nielsa Lubis, Mantan Istri Alm Adi Firansyah, "Saya menginginkan
penyelesaiannya secara damai dan untuk pembagian warisan toh nantinya juga buat
Chavia. Kita sudah coba secara kekeluargaan tapi tidak ada solusinya."
Menurut Ny Jenny Nuraeni, Ibunda Alm Adi Firansyah, "Kalau pembagian pasti juga
dikasih untuk Nielsa dan Chavia. Pembagian untuk Chavia 50% dan di notaris harus
ada tulisan untuk saya, Nielsa dan Chavia. Rumah itu tidak akan dijual menunggu
Chavia kalau sudah besar."
Terlepas dari memperjuangkan hak, namun mencuatnya masalah ini mengundang
keprihatinan. Karena ribut-ribut mengenai harta warisan rasanya memalukan. Selain
itu, sangat di sayangkan jika gara-gara persoalan ini hubungan keluarga almarhum
dengan Nielsa jadi tambang meruncing.
Sebelum ini pun mereka sudah tidak terjalin komunikasi. Semestinya hubungan baik
harus terus dijaga, sekalipun Adi dan Nielsa sudah bercerai, karena hal ini dapat
berpengaruh pada perkembangan psikologis Chavia.
"Saya tidak pernah komunikasi semenjak cerai dan mertua saya tidak pernah
berkomunikasi dengan Chavia (jaranglah)", ujar Nielsa Lubis.
"Bagaimana juga saya khan masih mertuanya dan saya kecewa berat dengan dia.
Saya siap akan mengasih untuk haknya Chavia", ujar Ny Jenny Nuraeni.
(Aozora/Devi)
SOLUSI
Dikasus ini, yang meninggalkan harta warisan adalah almarhum mantan suami
yang menjadi rebutan antara sang ibu almarhum dengan mantan istri almarhum, dan
almarhum telah memiliki anak dari mantan istrinya.
Untuk status rumah yang ditinggalkan oleh almarhum, tergantung kapan
almarhum memiliki rumah tersebut, jika almarhum sudah memilikinya sejak masih
bersama mantan istri maka status rumah merupakan harta bersama atau harta gono
gini yang diperoleh dari almarhum saat masih bersama mantan istrinya. Hal ini sesuai
dengan pengertian harta bersama menurut ketentuan pasal 35 ayat (1) UU No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) yang menyatakan bahwa harta benda yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Dan Apabila terjadi suatu perceraian, maka pembagian harta bersama diatur
menurut hukum masing masing (pasal 37 UUP). Yang dimaksud dengan hukumnya
masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya.
Mengenai harta benda dalam perkawinan, pengaturan ada di dalam pasal 35
UUP dan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Harta bersama, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan dan dikuasai
oleh suami dan istri dalam artian bahwa suami atau istri dapat bertindak terhadap
harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak. Apabila perkawinan putus
karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Yang dimaksud "hukumnya" masing-masing adalah hukum agama, hukum adat,
dan hukum-hukum lain (pasal 37 UUP).
2. Harta bawaan, yaitu harta benda yang dibawa oleh masing-masing suami dan istri
ketika terjadi perkawinan dan dikuasai oleh masing-masing pemiliknya yaitu
suami atau istri. Masing-masing atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta bendanya (pasal 36 ayat 2 UUP). Tetapi
apabila pihak suami dan istri menentukan lain, misalnya dengan perjanjian
perkawinan, maka penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi
perjanjian itu. Demikian juga apabila terjadi perceraian, harta bawaan dikuasai
dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya, kecuali jika ditentukan lain dalam
perjanjian perkawinan.
3. Harta perolehan, yaitu harta benda yang diperoleh masing-masing suami dan istri
sebagai hadiah atau warisan dan penguasaannya pada dasarnya seperti harta
bawaan.
Berdasarkan uraian di atas apabila dikaitkan dengan kasus diatas maka mantan
istri almarhum mempunyai hak atau berhak atas harta yang diperoleh selama
perkawinan berlangsung tanpa melihat alasan-alasan yang diajukan dan harta tersebut
disebut harta bersama.
Mengenai hibah terhadap anak dapat saja dilakukan tetapi tanpa penghibahan
pun seorang anak secara otomatis sudah menjadi ahli waris dari kedua orang tuanya.
Hibah dapat dilakukan jika tidak merugikan apa yang menjadi hak dari ahli waris,
disamping itu mantan istri almarhum juga berhak atas harta warisan tersebut.