kardoman tumangger_ studi kasus pebuatan melawan hukum kasus pembunuhan munir dari aspek hukum...

6
Kardoman Tumangger, dilahirkan di desa Lae Oram, Kota Subulussalam, Kabupaten Aceh Singkil, NAD pada tanggal 26 Agustus 1987. SD, SMP, dan SMA di tempuh di Kota Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Kini sedang duduk di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung Semester IX. Bercita-cita untuk melanjutkan kuliah ke Switzerland dan Netherlands... "Jangan batasi diri Anda untuk bermimpi setinggi- tingginya" Kardoman Tumangger Kardoman Tumangger: STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUK... http://kardomantumangger.blogspot.com/2008/12/studi-kasus-pebuatan-m... 1 of 6 3/22/2011 1:58 PM

Upload: ann-noor-qumar

Post on 28-Jul-2015

415 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kardoman Tumangger_ STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN MUNIR DARI ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Kardoman Tumangger, dilahirkan di desa Lae Oram, Kota Subulussalam, Kabupaten Aceh Singkil, NAD pada tanggal 26 Agustus 1987. SD,SMP, dan SMA di tempuh di Kota Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Kini sedang duduk di Fakultas Hukum Universitas PadjadjaranBandung Semester IX. Bercita-cita untuk melanjutkan kuliah ke Switzerland dan Netherlands... "Jangan batasi diri Anda untuk bermimpi setinggi-tingginya"

Kardoman Tumangger

Kardoman Tumangger: STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUK... http://kardomantumangger.blogspot.com/2008/12/studi-kasus-pebuatan-m...

1 of 6 3/22/2011 1:58 PM

Page 2: Kardoman Tumangger_ STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN MUNIR DARI ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Kardoman Tumangger: STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUK... http://kardomantumangger.blogspot.com/2008/12/studi-kasus-pebuatan-m...

2 of 6 3/22/2011 1:58 PM

Page 3: Kardoman Tumangger_ STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN MUNIR DARI ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

“obligations delictuelles et quasi delictuelles, obligations quasi contractuelles,obligations purement legalis”, unerlaubte handlungen” (Jerman).Kaidah-kaidah HPI yang mengatur materi-materi ini tidak semata-mata dibataskankepada perbuatan-perbuatan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja,karena kesalahan pihak yang melakukan, baik dengan sengaja (intentional) atau hanyakarena kelalaian (negligence). Istilah untuk kategori ini adalah “quasi delicts” tetapi, kinipada umumnya pengertian-pengertian yang dipergunakan dalam rangka “perbuatanmelanggar hukum” dalam bacaan HPI tidak membedakan secara tegas antara keduabagian ini. Juga tanggung jawab yang disebabkan karena perbuatan melanggar hukumtanpa kesalahan termasuk di sini.Di sini orang teringat kepada “tanggung jawab karena resiko”. Orang dapat melakukanperbuatan yang menurut hukum sama sekali sah adanya adanya, tetapi toh hal ini bisamenyebabkan kerugian bagi orang lain. Jika ia terjadi maka ia harus pula menanggungresiko untuk mengganti kerugian itu.

2. Teori klasik: hukum tempat terjadinya perbuatan melanggar

Kaidah “lex loci delicti” merupakan kaidah yang tertua dan umum diterima sejak lamatanpa menemukan tantangan sedikitpun. Kaidah ini dianggap terlalu kaku sebagai “hardand fast rule” kurang memperlihatkan “souplesse” yang demikian diperlukan bilamanahendak memenuhi kebutuhan-kebutuhan hukum yang demikian aneka warnanya dalamrealitas kehidupasn sehari-hari.Hukum yang berlaku untuk peruatan melanggar hukum ialah hukum dimana perbuatanitu dilakukan atau terjadi. Hukum ini menentukan baik mengenai syarat-syaratnya (jadimengenai pertanyaan apakah telah terjadi suatu perbuatan melanggar hukum ialahonrechtmatigheidsvraag)” maupun juga sampai sejauh manakah akibat-akibatdaripadanya. Dengan kata lain tidak diadakan perbedaan antara “syarat-syarat” untukperbuatan melanggar hukum dan akibat-akibat hukumnya.

3. Prinsip lex fori

Terhadap teori klasik yang diuraikan tadi menurut Wachter dan Savigny telah dipupukpendirian bahwa dalam perkara-perkara perbuatan melanggar hukum selalu harusdipergunakan hukum dari forum sang hakim. Hal ini disebabkan karena kaidah-kaidahyang mengatur persoalan perbuatan melanggar hukum dan akibat-akibatnya mengenaipergantian kerugian adalah bersifat demikian memaksa, karena segi-segi ethisnya,hingga hakim dari setiap negara tak akan dapat menyimpang dari padanya.Kaidah-kaidah perbuatan melanggar hukum dari negara lain tak akan dipergunakan.Pikiran ini adalah sejalan dengan pendapat bahwa perbuatan melanggar hukum darinegara lain tak akan dipergunakan. Pikiran ini adalah sejalan dengan pendapat bahwaperbuatan melanggar hukum ini bersifat kriminal pula, setidak-tidaknya segi-segikepidanaan ini memengaruhi dengan sangat Lex Fori ini juga menentukan kompetensihakim.

4. HATAH ekstern Indonesia

Untuk HPI indonesia umumnya dikenal pula pemakaian prinsip “Lex Loci delicti”sebagai prinsip umum. Hal ini dapat kita saksikan dari pendirian para penulis dan jugadalam yurisprudensi walaupun perkara-perkara yang kita saksikan tak banyak. Telahdisebutkan dalam rangka pembicaraan mengenai titik-titik taut beberapa keputusanyurisprudensi Indonesia yang memakai hukum tempat dimana perbuatan telahdilakukan.

5. Pendirian Yurisprudensi HAG di Indonesia; hukum dari pihak yang melanggar.

Dalam suasana HAG, dimana batas-batas hukum yang berlaku atas ukuran-ukuranpersonal (HAG= interpersoneel recht, interpersonal law) maka dapat dikatakan telahterpuruk dalam yurisprudensi suatu kaidah yang pasti, bahwa dalam persoalan-persoalan perbuatan melanggar hukum yang dipakai ialah “hukum dari pihak sipelanggar”. Untuk menentukan apakah dan seberapa jauh telah terjadi perbuatanmelanggar hukum (onrechtmatigheidsvraag) telah dipergunakan pula hukum dari pihaksang korban.Pemakaian azas “hukum dari pihak yang melanggar” boleh dikatakan pasti adanya.Hanya sebagai pengecualian kadang-kadang dapat dipakai perlunakan denganmemakai hukum pihak yang lain (yakni dari sang korban), apabila pihak pelanggarternyata telah “masuk ke dalam suasana hukum dari pihak lain”itu.

6. Tendensi dalam waktu akhir : diperlukan “pelembutan dari kaedah klasik”.

Pada latar belakang semua keberatan-keberatan yang diajukan terhadap teori klasikmengenai lex loci delicti commissi ini nampak ketidakpuasan dengan sikap kaku(rigide), yang mengakibatkan dipergunakan kaidah klasik itu secara otomatis olehpihak hakim, sebagai “hard and fast rule”, tanpa memperhatikan “keadaan sekitarnya”peristiwa bersangkutan, tak adanya “souplesse” atau “soupelheid” sedikitpun.

7. Perumusan dalam Restatement Second

Kaidah utama yang termaktub dalam paragrap 379 “Restatement of the Law ofConflict of Laws as adopted and promulgated by the “American Law Institute” yangtelah ditambahkan dengan perincian titik taut secara enunsiatip, yakni :1. the place where the injury occured,2. the place where the conduct occured,3. the domicilie, nationality, place of incorporation and place of business of the parties,and4. the place where the relationship, if any between the parties is centered.Nilai dari titik-titik taut ini adalah relatif.

8. Perbuatan melanggar hukum dalam Eenvormige Wet Benelux

Dalam Konsep Rancangan E. W. Benelux pasal 18 mulai ayat pertamanya menunjukLex Loci Delicti yang berlaku untuk “onrechtmatigheidsvraag’ dan juga untuk akibat-akibatnya.

9. “Millieu social” dalam alam HATAH-Indonesia

Siapa yang memerhatikan perkembangan jurisprudensi HAG sekitar perbuatanmelanggar hukum akan melihat bahwa tidak selalu hakim menganggap dirinya terikatpada kaidah umum yang dipakai tetapi, kadang-kadang dapat pula diperhatikannyahukum dari pihak yang lain (yakni sang korban), dalam hal bilamana ternyata pihakdader ini telah “masuk dalam suasana hukum dari pihak yang lain”.

10. Tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum.

Berbagai teori telah dikemukakan untuk memecahkan persoalan ini antaranya :

Tim LKTI GOL 2008 GII Dago

Menuju Parijs van Java

Template Awesome Inc.. Didukung oleh Blogger.

Kardoman Tumangger: STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUK... http://kardomantumangger.blogspot.com/2008/12/studi-kasus-pebuatan-m...

3 of 6 3/22/2011 1:58 PM

Page 4: Kardoman Tumangger_ STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN MUNIR DARI ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Kardoman Tumangger: STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUK... http://kardomantumangger.blogspot.com/2008/12/studi-kasus-pebuatan-m...

4 of 6 3/22/2011 1:58 PM

Page 5: Kardoman Tumangger_ STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN MUNIR DARI ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

(Tergugat VI), Oedi Irianto (Tergugat VII), Brahmanie Hastawati (Tergugat VIII),Pantun Matondang (Tergugat IX), Madjib Radjab Nasution (Tergugat X), Sabur M.Taufik (Tergugat XI) atas gagalnya memberikan pelayanan yang aman, nyaman danselamat kepada penumpang.

2. Pengadilan yang Berwenang

Pengadilan yang berwenang mengadili perkara ini adalah Pengadilan Indonesia,karena:a.Forum rei (domisili) para tergugat di Jakarta, Indonesia;b.Berdasarkan principle of basis presence yaitu gugatan diajukan di pengadilan tempattergugat dan penggugat berdomisili;c.Berdasarkan principle of convenience, yaitu tergugat diberi kemudahan untukmembela diri;d.Berdasarkan principle effectiveness yaitu agar putusan dapat efektif dilaksanakan;e.Prinsip lex loci delicti commis, yaitu tempat terjadinya perbuatan melawan hukumdilakukan berada di pesawat Indonesia yaitu Garuda Indonesia.f.Prinsip lex fori, yaitu hukum dari hakim (Indonesia) yang mengadili.g.Pengadilan yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,Indonesia.

3. Titik Taut Primer (Titik Taut Pembeda)

Unsur-unsur yang menandakan adanya unsur asing, sehingga ada kemungkinan suatukaidah hukum asing yang berlaku bagi suatu peristiwa hukum , dinamakan titik-titiktaut, atau titik pertalian, atau anknupfungspunkte, atau points of contact, atau testfactors, atau connecting factors, atau points de rattachement (Perancis). Titik tautprimer adalah unsur-unsur yang menunjukkan bahwa suatu peristiwa hukum merupakanperistiwa Hukum Perdata Internasional atau bukan. Jadi titik taut primer adalah titiktaut yang membedakan Hukum Perdata Internasional itu dari peristiwa intern (bukanHukum Perdata Internasional). Oleh sebab itu, maka titik taut primer juga dinamakantitik taut pembeda.

Titik taut primer dapat berupa:1.Kewarganegaraan;2.Bendera kapal;3.Tempat kedudukan badan hukum;4.Domisili;5.Tempat kediaman, dll.

Dalam kasus pembunuhan Munir ini, titik taut primer yaitu tempat keberangkatanBandara Soekarno Hatta (Indonesia), tempat diracuni di Singapura, tempat merasakansakit di Madras, tempat meninggalnya di Belanda.

4. Klasifikasi/ Kualifikasi

Klasifikasi atau kualifikasi adalah penggolongan peristiwa atau hubungan hukum kedalam kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional dan hukum materiil. Dalam kaidahhukum materiil Indonesia dikenal permasalahan hukum perdata internasional dibagidalam empat klasifikasi, yaitu:1) Hukum orang;2) Hukum benda;3) Hukum perjanjian;4) Hukum perbuatan melawan hukum;

Dalam kasus pembunuhan Munir ini, klasifikasi permasalahan adalah perbuatanmelawan hukum, dimana dalam diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Dikatakanperbuatan melawan hukum yaitu apabila mengandung unsur:a. Adanya perbuatan yang mengandung kesalahan;b. Perbuatan itu menimbulkan kerugian;c. Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

5. Titik Taut Sekunder

Titik taut sekunder yaitu akan menentukan hukum manakah yang harus berlaku bagiperistiwa Hukum Perdata Internasional itu. Karena itu, titik taut sekunder ini juga biasadinamakan titik taut penentu.Titik taut sekunder dapat berupa:1.Pilihan hukum (choice of law);2.Tempat terletaknya benda (lex sitae);3.Tempat dilaksanakannya perjanjian (lex loci solutionis);4.Tempat dilangsungkannya perkawinan (lex celebretionis);5.Tempat ditanda tanganinya kontrak (lex loci contractus);6.Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (lex loci delicti commisi)

Dalam kasus Munir ini, yang menjadi titik taut sekunder yaitu:a. Tempat terjadinya peristiwa/ tempat meninggalnya di Belanda;b. Tempat diracuninya di Singapura di dalam pesawat Garuda Indonesia berbenderaIndonesia;c. Tempat perbuatan melawan hukum di Madras.

6. Lex Cause

Hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia. Berkaitan dengan hukum yang berlakubagi perbuatan melawan hukum, maka terdapat beberapa prinsip:

1) Prinsip lex loci delicti commisi* Bahwa hukum yang berlaku bagi perbuatan melawan hukum adalah hukum dimanaperbuatan tersebut dilakukan atau terjadi.* Berdasarkan prinsip ini, maka dalam kasus Munir lex loci delicti commisi adalahtempat meninggalnya (Belanda), tempat diracunnya (Singapura), tempat merasa sakit(Madras).

2) Prinsip lex fori* Bahwa penentuan kualitas suatu prebuatan hukum sebagai perbuatan melawanhukum harus ditentukan oleh forum hukum (tempat diadili).* Hal ini disebabkan karena kaidah-kaidah yang mengatur perbuatan melawan hukumdan akibatnya yaitu mengenai ganti kerugian bersifat memaksa.* Berdasarkan prinsip ini, maka dalam kasus Munir lex forinya adalah hukum Indonesia.

3) Prinsip kombinasi lex loci dan lex fori* Harus memenuhi dua syarat, yaitu:(1) Actionability,Yaitu seorang penggugat di pengadilan harus dapat membuktikan bahwa tindakantergugat merupakan suatu perbuatan yang membawa kewajiban untuk memberikan

Kardoman Tumangger: STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUK... http://kardomantumangger.blogspot.com/2008/12/studi-kasus-pebuatan-m...

5 of 6 3/22/2011 1:58 PM

Page 6: Kardoman Tumangger_ STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN MUNIR DARI ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Posting Lebih Baru Posting LamaBeranda

Diposkan oleh Kardoman Tumangger di 04:00

ganti kerugian.(2) Justifiability,Yaitu perbuatan yang dipersengketakan harus juga merupakan perbuatan yangmelanggar hukum di tempat dimana perbuatan tersebut dilaksanakan.

*Berdasarkan prinsip ini, maka dalam kasus Munir actionability dapat dibuktikanpenggugat (Suciwati) sedangkan justifiability juga terpenuhi dimana perbuatanpembunuhan yang dilakukan dapat dihukum.

4) Prinsip lex loci delicti diperhalus- Merupakan prinsip lex loci delicti commisi yang diberlakukan secara tidak kaku,melainkan dapat diadakan perubahan seperlunya dalam pengevalusian beratnyatitik-titik taut yang bersangkutan.- Cara menentukan tempat (locus) suatu perbuatan melawan hukum, ada beberapateori, yaitu:a. Tempat terjadinya kerugian;b. Tempat dilakukannya perbuatan;c. Kombinasi dengan kebebasan memilih hukum manakah yang akan diterapkan.- Berdasarkan prinsip ini, maka dalam kasus Munir maka strongest interest(kepentingan terkuat) adalah Indonesia, dan sociale unwelt (suasana sosial).

BAB VKESIMPULAN

Berdasarakan uraian Tim Penulis diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagaiberikut:1) Pengadilan yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Indonesia.2) Yang menjadi titik taut primer (titik taut pembeda) kasus ini sehingga merupakankasus perdata internasional adalah tempat diracuninya (Singapura), tempat merasakansakit (Madras), dan tempat meninggalnya (Belanda).3) Klasifikasi kasus ini dalam hukum perdata internasional adalah perbuatan melawanhukum (onrechtmatigedaad).4) Yang menjadi titik taut sekunder (titik taut penentu) kasus ini untuk menentukanhukum mana yang berlaku adalah adalah tempat diracuninya (Singapura), tempatmerasakan sakit (Madras), dan tempat meninggalnya (Belanda).5) Lex cause kasus dalam kasus ini adalah Hukum Indonesia.

Poskan Komentar

Buat sebuah Link

0 komentar:

Link ke posting ini

Kardoman Tumangger: STUDI KASUS PEBUATAN MELAWAN HUK... http://kardomantumangger.blogspot.com/2008/12/studi-kasus-pebuatan-m...

6 of 6 3/22/2011 1:58 PM