analisis karakteristik diklat teknis sdm … · 2020. 6. 29. · pengembangan sdm bidang...
TRANSCRIPT
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 71-82
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i1.606 71 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
ANALISIS KARAKTERISTIK DIKLAT TEKNIS SDM PENYELENGGARA UNIT PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI PROVINSI JAWA TENGAH
ANALYSIS OF TECHNICAL TRAINING CHARACTERISTICS HUMAN RESOURCES FOR VEHICLES WEIGHING OPERATOR UNIT IN PROVINCE OF CENTRAL JAVA
1Setio Boedi Arianto dan
2Dwi Heriwibowo
Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jl. Medan Merdeka Timur No.5 Jakarta-Indonesia [email protected] [email protected]
Diterima: 3 Februari 2017, Direvisi: 9 Februari 2017, Disetujui: 22 Februari 2017
ABSTRACT The purpose of this study is to determine the human resources competency for vehicles weighing operator unit in Central
Java Province, using Analysis of Descriptive Qualitative and Quantitative, then conclusions of this study are the
characteristics of respondents in Central Java Province based on the age which is more dominant respondents aged > 50
years amounted to 34 people, high school educated/equal as many as 39 people, and the dominant respondent
occupations are the traffic controller reached 19 people. Total personnel of Vehicle Weighing Operator Unit in Central
Java Province as many as 265 people, 60% have followed technical training and 40% have not follow technical training
yet. Based on the number of personnel who have followed technical training (160 people), the personnel who follow
technical training weighbridge operator by 24%, while 76% do not follow technical training weighbridge operator.
Personnel who follow technical training weighing vehicles by 31%, while 69% do not follow technical training of
weighing vehicles. Personnel who follow technical training investigators by 20%, while 80% do not follow technical
training investigators. Personnel who follow technical training of transport and traffic by 45%, while 55% did not follow
the technical training of transport and traffic. Personnel who follow technical training of andalalin only 1%, while 99%
do not follow technical training of andalalin. Personnel who follow the training techniques of informatics/computer by
1%, while 99% did not follow the training techniques of informatics/computer.
Keywords: vehicle weighing operator unit, technical training, weighbridge
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik diklat SDM penyelenggara unit penimbangan kendaraan
bermotor di Provinsi Jawa Tengah, dengan menggunakan metode Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif maka
kesimpulan penelitian ini adalah karakteristik responden di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan usia yang lebih dominan
adalah responden yang berusia > 50 tahun berjumlah 34 orang, berpendidikan SMA/Sederajat sebanyak 39 orang, dan
jabatan responden yang dominan adalah sebagai Pengatur Lalu Lintas berjumlah 19 orang. Jumlah personil Unit
Penyelenggara Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 265 orang, 60% telah
mengikuti diklat teknis dan 40% tidak mengikuti diklat teknis. Berdasarkan jumlah personil yang telah mengikuti diklat
teknis (160 orang), personil yang mengikuti diklat teknis operator jembatan timbang sebesar 24%, sedangkan 76% tidak
mengikuti diklat teknis operator jembatan timbang. Personil yang mengikuti diklat teknis penimbangan kendaraan
bermotor sebesar 31%, sedangkan 69% tidak mengikuti diklat teknis penimbangan kendaraan bermotor. Personil yang
mengikuti diklat teknis PPNS sebesar 20%, sedangkan 80% tidak mengikuti diklat teknis PPNS. Personil yang mengikuti
diklat teknis transportasi dan lalu lintas sebesar 45%, sedangkan 55% tidak mengikuti diklat teknis transportasi dan lalu
lintas. Personil yang mengikuti diklat teknis andalalin hanya 1%, sedangkan 99% tidak mengikuti diklat teknis andalalin.
Personil yang mengikuti diklat teknik informatika/komputer sebesar 1%, sedangkan 99% tidak mengikuti diklat teknik
informatika/komputer.
Kata Kunci: unit penyelenggara penimbangan kendaraan bermotor, diklat teknis, jembatan timbang
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia (SDM) merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan transportasi untuk dapat melaksanakan peran transportasi dalam kehidupan bermasyarakat dan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan. Terwujudnya pelayanan transportasi yang andal, berdaya saing, dan memberikan nilai tambah, sangat ditentukan oleh kualitas SDM sebagai pelaksananya. Menyadari hal tersebut, maka untuk menghasilkan SDM yang profesional dan beretika sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 253 menyebutkan bahwa SDM transportasi perlu dikembangkan kemampuannya (kompetensinya).
Penyediaan dan pengembangan SDM bidang
transportasi merupakan tanggung jawab pemerintah
yang dalam penerapannya harus diselenggarakan
dengan berpedoman pada azas-azas umum
pemerintahan yang baik serta mengedepankan
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam
72 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 71-82
lingkup pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dengan sektor pembangunan lainnya serta seluruh
pemangku kepentingan. Pengembangan SDM
bidang transportasi harus dilakukan secara merata
di seluruh wilayah tanah air. Pemerintah pusat dan
daerah beserta seluruh pemangku kepentingan
dituntut perannya untuk menyadarkan para pelaku
kegiatan transportasi mengenai pentingnya
peningkatan kualitas SDM bidang transportasi.
Di sisi lain, perlindungan kerja dan pengaturan
kerja bagi SDM bidang transportasi harus terjaga
dengan baik agar dalam melaksanakan tugasnya
selalu dalam kondisi bugar, mampu berkonsentrasi
penuh, serta selalu waspada menghadapi berbagai
situasi dan kondisi yang terburuk tidak terkecuali
SDM yang bertugas menangani penimbangan
kendaraan bermotor.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2012 tentang SDM di Bidang Transportasi telah diatur secara lengkap, menyeluruh, dan komprehensif mengenai SDM mulai dari penelitian dan pengembangan, perencanaan, pendidikan dan pelatihan, penempatan SDM, perluasan kesempatan kerja, perlindungan tenaga kerja, waktu kerja, kontribusi penyedia jasa, pembinaan serta sanksi administratif, oleh karena itu, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik diklat SDM penyelenggara unit penimbangan kendaraan bermotor di Provinsi Jawa Tengah.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2012 tentang Sumber Daya Manusia di
Bidang Transportasi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2012 tentang Sumber Daya Manusia di Bidang Transportasi dalam Pasal 2 ayat (1)
dinyatakan bahwa Sumber daya manusia di
bidang transportasi, meliputi:
1. sumber daya manusia di bidang lalu lintas
dan angkutan jalan;
2. sumb er da ya manus ia d i b idang
perkeretaapian;
3. sumber daya manusia di bidang pelayaran;
4. sumb er da ya manus ia d i b idang
penerbangan; dan
5. sumb er da ya manus ia d i b idang
multimoda transportasi.
Pada ayat (2) menyebutkan bahwa sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup sumber daya manusia
yang menjalankan fungsi sebagai regulator, penyedia jasa transportasi, dan tenaga kerja
di bidang transportasi.
Dalam Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa
bidang lalu lintas dan angkutan jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, terdiri atas subbidang lalu lintas
jalan, angkutan umum, kendaraan, prasarana
lalu lintas jalan, dan keselamatan lalu lintas jalan. Dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa
sumber daya manusia di bidang transportasi
diselenggarakan melalui kegiatan:
1. penelitian dan pengembangan; 2. perencanaan;
3. pendidikan dan pelatihan;
4. penempatan; 5. perluasan kesempatan kerja;
6. perlindungan kerja dan waktu kerja;
7. pemberian kontribusi oleh penyedia
jasa; dan 8. pembinaan.
B. Pengertian Umum
1. Pendidikan dan Pelatihan di Bidang
Transportasi yang selanjutnya disebut
D i k l a t T r a n s p o r t a s i a d a l a h penyelenggaraan proses pembelajaran
dan pelatihan dalam rangka meningkatkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan
pembentukan sikap perilaku sumber daya manusia yang diperlukan dalam
penyelenggaraan transportasi.
2. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
d i a n g k a t u n t u k m e n u n j a n g
penyelenggaraan pendidikan.
3. Pendidik adalah Tenaga Kependidikan
yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, s e r t a b e r p a r t i s i p a s i d a l a m
menyelenggarakan pendidikan.
4. Jalur Diklat adalah wahana yang dilalui peserta diklat untuk mengembangkan
pot ens i dir i da la m sua tu proses
pendidikan dan pelatihan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pelatihan.
5. Jenjang Diklat adalah tahapan pendidikan
dan pelatihan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan
yang dikembangkan.
6. Kompetensi adalah kemampuan dan
karakteristik yang dimiliki oleh seseorang
berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dihayati dan dikuasai untuk melaksanakan
Analisis Karakteristik Diklat Teknis SDM Penyelenggara Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Tengah, Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo 73
tugas keprofesionalannya. Kompetensi
diperoleh dengan mengikuti Diklat
Transportasi sesuai dengan jalur dan jenjang Diklat Transportasi baik melalui
jalur pendidikan formal dan non formal.
7. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran, serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
8. Alat penimbangan adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan bermotor
yang dapat dipasang secara tetap atau
yang dapat dipindahkan yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta
muatannya.
9. Petugas Pemeriksa adalah Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
10. Pengujian tipe kendaraan bermotor yang selanjutnya disebut uji tipe kendaraan
bermotor adalah pengujian yang dilakukan
terhadap fisik kendaraan bermotor atau penelitian terhadap rancang bangun dan
rekayasa kendaraan bermotor, kereta
gandengan atau kereta tempelan sebelum
kendaraan bermotor tersebut dibuat dan/ atau dirakit dan/atau diimpor secara
massal serta kendaraan bermotor yang
dimodifikasi.
11. Mobil barang ada lah kenda raan
bermotor yang dirancang sebagian atau
keseluruhannya untuk mengangkut
barang.
C. Studi Sebelumnya
Studi Penyusunan Jabatan Fungsional Lalu
Lintas Angkutan Jalan (Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1993) menyatakan bahwa standar kompetensi pegawai di jembatan
timbang adalah melakukan pengendalian di
jembatan timbang meliputi:
1. Mengatur pergerakan kendaraan di
jembatan timbang.
2. Melakukan persiapan, pemeriksaan dan kalibrasi alat jembatan timbang:
a. jembatan timbang konvensional,
b. jembatan timbang sistem komputer.
3. Mencatat data pemeriksaan kendaraan di:
a. jembatan timbang konvensional,
b. jembatan timbang sistem komputer.
4. Mengolah data pengukuran kendaraan.
5. Menganalisis kecenderungan Muatan Sumbu Terberat (MST) yang ada di jalan
dan pelanggaran MST, dimana MST
adalah beban gandar maksimum yang
diijinkan pada jalan raya. MST dipakai sebagai dasar hukum (legal aspec) dalam
pengendalian dan pengawasan muatan
kendaraan di jalan dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
6. Mengevaluasi dan menyusun rekomendasi tentang penanganan pelanggaran Muatan
Sumbu Terberat (MST).
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan Model Integratif Siklus Multi Dimensional SDM. Menurut Oemar Hamalik (2000) model ini memuat hal-hal sebagai berikut:
1. SDM dilihat dari empat dimensi hubungan, yakni hubungan dengan sesamanya, atau hubungan dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan masyarakat, hubungan manusia dengan lingkungan, hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
2. Karakteristik kualitas SDM mencakup
delapan aspek: kesehatan, ekonomi,
pendidikan, keaga maan, menta l psikologis, sosial budaya, pelestarian
lingkungan, ketahanan dan kemanan.
3. Berdasarkan karakteristik tersebut, secara spesifik kualitas SDM memiliki atribut-
atribut sebagai berikut:
a. memiliki kesehatan jasmani dan
kesehatan rohani, b. memiliki kecukupan dalam bidang
materiil-finansial, dan pekerjaan/
mata pencaharian tertentu, c. memiliki kemampuan profesional
dan kepribadian yang baik,
d. menghayati dan mengamalkan keimanan dan ketakwaan sesuai
dengan agama yang dianutnya,
e. memiliki mental kemandirian dan
inovatif/maju, f. m e m i l i k i k e m a m p u a n
m e n d a y a g u n a k a n dan/atau
menciptakan hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi tepat
guna dan bertindak berlandaskan
sistem nilai dan moral etika bangsa,
74 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 71-82
g. memiliki kemampuan melestarikan
dan mendayagunakan bioekologi
dan geokologi secara baik dan benar, dan
h. memiliki ketahanan dan ketangguhan
serta membina keselamatan dan rasa aman yang mantap.
Sumber: Oemar Hamalik, 2000
Gambar 1.
Model Integratif Siklus Multi Dimensional
SDM.
B. Alur Pikir Penelitian
Tahapan proses dalam penelitian ini diawali
dengan melakukan inventarisasi peraturan perundangan yang terkait dengan sumber
daya manusia (SDM) yang menangani unit
penimbangan kendaraan bermotor. Tahap selanjutnya adalah melakukan pengumpulan
data, baik data primer maupun sekunder
yang selanjutnya dilakukan pengolahan data sebagai bahan analisis sehingga dapat dibuat
kesimpulan dan saran dari penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (2006), teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti
untuk memperoleh data yang dibutuhkan.
Dalam penggunaan teknik pengumpulan data,
peneliti memerlukan instrumen yaitu alat bantu agar pengerjaan pengumpulan data menjadi
lebih mudah.
1. Data Primer
a. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan
antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab sehingga dapat dikontruksikan
makna dalam suatu topik tertentu
(Es terber g, 2002) . Wawancara merupakan alat mengecek ulang atau
pembuktian terhadap informasi atau
ket er angan ya ng d ip eroleh
sebelumnya dan juga merupakan
teknik komunikasi langsung antara peneliti dan sampel.
Dalam penelitian dikenal teknik
wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara di mana pewawancara
dan informa n terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama
(Hariwijaya, 2007). Teknik ini biasanya melekat erat dengan
penelitian kualitatif.
Menurut Musta’in Mashud (2005), secara umum wawancara dibagi
menjadi dua sesuai standarisasinya
yaitu wawancara berencana dan tidak
berencana. Wawancara berencana biasanya telah disiapkan model-
model pertanyaan yang pasti berupa
kuesioner ya ng te lah s eca ra sistematis disusun sedemikian urut.
Kuesioner tersebut nantinya diajukan
kepada para responden dengan cara
bisa melalui wawancara yang dalam hal ini sifatnya tertutup karena
pewawancara tidak diperkenankan
mengembangkan pertanyaan dan menanyakan persis dengan apa yang
ada dikuesioner atau bisa juga
dengan menyodorkan lembaran ku es ioner dan memb ia rkan
responden menjawab. Dalam hal ini
jelas tujuannya adalah mencari
keseragaman jawaban karena pertanyaan sifatnya pakem dan
tidak bisa ditambah atau dikurangi.
Model s ep er t i in i s er ingka li digunakan dalam riset yang bersifat
menguji hipotesis. Sebaliknya,
wawancara yang tidak terencana tidak memiliki persiapan susunan
yang mendasa r . Model ini
m e m u n g k i n k a n p e n a n y a
mengembangkan pertanyaan secara spontanitas namun tidak asal-asalan.
Beberapa tips saat melakukan
wawancara adalah mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai
dengan informasi fakta, hindari
Analisis Karakteristik Diklat Teknis SDM Penyelenggara Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Tengah, Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo 75
pertanyaan multiple, jangan
menanyakan pertanyaan pribadi
sebelum building raport, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi,
berikan kesan positif, dan kontrol
emosi negatif. Selain itu, ada beberapa hal lain yang juga perlu
diperhatikan untu k menja di
pewawancara yang baik, yaitu jujur,
mempunyai minat, berkepribadian dan tidak temperamental, adaptif,
akurasi, dan berpendidikan (Moser
& Kalton dalam Musta’in Mashud dalam Bagong dan Sutinah, 2005).
b. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan ter tu lis yang t elah d isusun sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner atau daftar pertanyaan tersebut cukup terperinci dan lengkap dan biasanya sudah menyediakan pilihan jawaban (kuesioner tertutup) atau memberikan kesempatan responden menjawab secara bebas (kuesioner terbuka).
Penyeba ran ku es ioner dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti penyerahan kuesioner secara pribadi, melalui surat, dan melalui email. Masing-masing cara ini memiliki kelebihan dan kelemahan, seperti kuesioner yang diserahkan secara pribadi dapat membangun hubu nga n da n memot ivas i r esponden, lebih murah jika pemberiannya dilakukan langsung dalam satu kelompok, respon cukup tinggi. Namun kelemahannya adalah organisasi kemungkinan menolak memberikan waktu perusahaan untuk survei dengan kelompok karyawan yang dikumpulkan untuk tujuan tersebut.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Dalam melakukan penelitian ini, data sekunder yang dibutuhkan yaitu struktur organisasi Unit Pelaksana Penimbangan (UPPKB), jumlah jembatan timbang, dan jumlah SDM UPPKB.
D. Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif
(Statistik Deskriptif Sederhana)
Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu obyek dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005).
Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi dengan menggunakan kalimat, sehingga lebih informatif dan mudah dipahami.
Lexy J. Moloeng (2004) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Menurut Nasution (2003), penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik, karena dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam setting latar yang alamiah atau natural.
Analisis deskriptif kuantitatif (statistik sederhana misalnya Tabel 1 dan bar chat pada Gambar 3-9) adalah analisis dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi dengan menggunakan angka-angka, sehingga lebih mudah dipahami dan dimengerti.
Menurut Sugiyono (2010), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan
seca ra random , pengu mpulan da ta
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Penelitian kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai (value free). Dengan kata lain, penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas. Objektivitas itu diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telãh diuji validitas dan reliabilitasnya. Peneliti yang melakukan studi kuantitatif mereduksi sedemikian rupa hal-hal yang dapat membuat bias, misalnya akibat masuknya persepsi dan nilai-nilai
76 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 71-82
pribadi. Jika dalam penelaahan muncul adanya bias itu maka penelitian kuantitatif akan jauh dari kaidah-kaidah teknik ilmiah yang sesungguhnya (Sudarwan Danim, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Organisasi UPPKB Provinsi Jawa
Tengah
Penyelenggaraan penimbangan kendaraan
bermotor di Provinsi Jawa Tengah berada di
bawah p engawasan Unit P elaksana
Perhubungan (UPP) yang berjumlah 10
(sepuluh) UPP, yaitu UPP Wilayah Magelang, UPP Wilayah Pati, UPP Wilayah Pekalongan,
UPP Wilayah Kebumen, UPP Wilaya h
Salatiga, UPP Wilayah Surakarta, UPP Wilayah Banyumas, UPP Wilayah Tegal, UPP
Wilayah Semarang, dan UPP Wilayah
Wonogiri, dengan jumlah jembatan timbang
sebanyak 17 (tujuh belas) unit.
Sumber: Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah, 2016, diolah
Gambar 2.
Struktur Organisasi Penyelenggara Jembatan Timbang di Provinsi Jawa Tengah.
B. Jumlah Jembatan Timbang di Provinsi
Jawa Tengah
Jembatan timbang yang terdapat di Provinsi
Jawa Tengah sebanyak 17 (tujuh belas) unit, dari jumlah tersebut 1 (satu) jembatan timbang
telah ditutup pada tahun 2010 yaitu Jembatan Timbang Tugu yang terletak di Jl. Semarang-
Kendal, jembatan timbang yang masih
beroperasi dan tidak beroperasi saat ini masing-masing 8 (delapan) unit.
Tabel 1.
Data Jembatan Timbang di Provinsi Jawa Tengah
No. Jembatan Timbang Kota/Kabupaten Pelayanan Platfom
(ton) Status
1. JT. Klepu Semarang 1 Arah 50 Beroperasi
2. JT. Sambong Blora 2 Arah 50 Beroperasi
3. JT. Wanareja Cilacap 2 Arah 80 Beroperasi
4. JT. Banyudono Boyolali 1 Arah 50 Tidak Beroperasi
5. JT. Aji Barang Banyumas 2 Arah 50 Tidak Beroperasi
6. JT. Tugu Semarang 1 Arah 50 Tutup (2010)
7. JT. Pringsurat Temanggung 1 Arah 50 Tidak Beroperasi
8. JT. Salam Magelang 2 Arah 50 Beroperasi
9. JT. Lebuawu Jepara 2 Arah 50 Tidak Beroperasi
10. JT. Gubug Purworejo 2 Arah 80 Tidak Beroperasi
11. JT. Selogiri Wonogiri 2 Arah 50 Beroperasi
12. JT. Tanjung Brebes 1 Arah 80 Beroperasi
13. JT. Subah Batang 1 Arah 80 Tidak Beroperasi
14. JT. Sarang Rembang 1 Arah 80 Beroperasi
15. JT. Toyogo Sragen 1 Arah 80 Beroperasi
16. JT. Butuh Purworejo 2 Arah 80 Tidak Beroperasi
17. JT. Katonsari Demak 1 Arah 80 Tidak Beroperasi
Sumber: Dishubkominfo Provinsi Jawa Tengah, 2016 (diolah)
Kepala Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika
Kepala UPP
Wilayah
Kepala Sub Bagian
Tata Usaha
Kepala Seksi
Pengawasan dan
Operasional
Kepala Seksi
Pelayanan Penunjang
Jembatan Timbang
Analisis Karakteristik Diklat Teknis SDM Penyelenggara Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Tengah, Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo 77
C. Jumlah SDM UPPKB Provinsi Jawa
Tengah
Jumlah SDM pada Unit Penyelenggara
Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB)
berdasarkan data dari Dishubkominfo Provinsi
Jawa Tengah tahun 2016 adalah 265 orang
yang tersebar di 9 (sembilan) UPP dengan
perincian sebagai berikut:
1. UPP Semarang = 34 orang
2. UPP Pati = 38 orang
3. UPP Tegal = 32 orang
4. UPP Magelang = 32 orang
5. UPP Surakarta = 32 orang
6. UPP Wonogiri = 30 orang
7. UPP Salatiga = 34 orang
8. UPP Kebumen = 32 orang
9. UPP Banyumas = 1 orang
Jumlah = 265 orang
D. Karakteristik Responden
Berdasarkan 265 SDM Unit Penyelenggara
Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB)
Provinsi Jawa Tengah, terdapat 160 orang
yang telah mengikuti diklat teknis dan lebih
kurang 30 persennya atau sebanyak 62 (enam
puluh dua orang) dari 9 UPP di Jawa Tengah
telah diambil sebagai sampel dalam wawancara
tersebut, dengan hasil sebagai berikut:
1. Responden di Provinsi Jawa Tengah yang
berusia < 20 tahun sebanyak 1 orang,
antara 31 - 40 tahun berjumlah 4 orang,
antara 41 - 50 tahun sebanyak 23 orang,
dan > 50 tahun berjumlah 34 orang.
2. Responden di Provinsi Jawa Tengah yang
berpendidikan SMA/Sederajat berjumlah
39 orang, S1 sebanyak 18 orang, S2
berjumlah 2 orang, dan lainnya 3 orang.
3. Jabatan Responden di Provinsi Jawa
Tengah yaitu Kepala Unit Pelaksana
Penimbangan Kendaraan Bermotor 2
orang, PPNS di Bidang LLAJ 18 orang,
Petugas Penimbanga n Kendaraan
Bermotor 13 orang, Penguji Kendaraan
Bermotor 6 orang, Petugas Pencatatan
Penerimaan, Penyimpanan, Inventarisasi
dan Pengeluaran Barang 4 orang, serta
Pengatur Lalu Lintas 19 orang.
E. Persepsi Responden
Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi UPPKB,
seluruh responden di Provinsi Jawa Tengah
sudah memahami, sudah tertuang menjadi
dokumen Standard Operating Procedure
(SOP), dan SOP tersebut mudah dipahami
oleh seluruh petugas jembatan timbang.
Persepsi responden di Provinsi Jawa Tengah
menurut kesesuaian tugas dengan kompetensi,
50 orang mengatakan sudah sesuai, 3 orang
mengatakan belum sesuai, 5 orang mengatakan
sedang dilakukan penataan SDM, dan 4 orang
tidak menjawab.
Responden di Provinsi Jawa Tengah yang
pernah mengikuti diklat manajemen
operasional unit pelaksana penimbangan
sebanyak 48 orang, 10 orang tidak pernah
mengikuti, dan 4 orang tidak menjawab.
Responden di Provinsi Jawa Tengah yang
memiliki sertifikat lulus uji kompetensi
manajemen operasional unit pelaksana
penimbangan sebanyak 37 orang, 14 orang
tidak memiliki, dan 11 orang tidak menjawab.
Responden di Provinsi Jawa Tengah yang
pernah mengikut i d ik la t penyegaran
manajemen operasional unit pelaksana
penimbangan sebanyak 36 orang, yang tidak
pernah mengikuti berjumlah 18 orang, dan 8
orang tidak menjawab.
F. Analisis
Jumlah personil jembatan timbang di Provinsi
Jawa Tengah sebanyak 265 orang, terdiri atas
160 orang telah mengikuti diklat teknis dan
105 orang tidak mengikuti diklat teknis.
Kondisi ini menggambarkan bahwa 60%
personil jembatan timbang di Provinsi Jawa
Tengah telah mengikuti diklat teknis.
78 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 71-82
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 3.
Jumlah Personil Jembatan Timbang di Provinsi Jawa Tengah yang Telah Mengikuti Diklat Teknis
dan Personil yang Tidak Mengikuti Diklat Teknis.
Berdasarkan jumlah personil yang telah
mengikuti diklat teknis (160 orang), personil
yang mengikuti diklat teknis operator jembatan timbang sebanyak 39 orang, sedangkan 121
orang tidak mengikuti diklat teknis operator
jembatan timbang. Kondisi ini menunjukkan
bahwa 24% personil jembatan timbang di
Provinsi Jawa Tengah telah mengikuti diklat teknis operator jembatan timbang.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 4.
Jumlah Personil Jembatan Timbang di Provinsi Jawa Tengah yang Telah Mengikuti Diklat Teknis
Operator Jembatan Timbang.
Berdasarkan 160 orang yang telah mengikuti
diklat teknis, personil yang mengikuti diklat teknis penimbangan kendaraan bermotor
sebanyak 49 orang, sedangkan 111 orang tidak
mengikuti diklat teknis penimbangan kendaraan
bermotor. Kondisi ini menggambarkan bahwa
31% personil jembatan timbang di Provinsi Jawa Tengah telah mengikuti diklat teknis
PKB.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 5.
Jumlah Personil Jembatan Timbang di Provinsi Jawa Tengah yang Telah Mengikuti Diklat Teknis
Penimbangan Kendaraan Bermotor.
Analisis Karakteristik Diklat Teknis SDM Penyelenggara Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Tengah, Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo 79
Berdasarkan jumlah personil yang telah
mengikuti diklat teknis (160 orang), personil
yang mengikuti diklat teknis PPNS sebanyak 32 orang, sedangkan 128 orang tidak mengikuti
diklat teknis PPNS. Kondisi ini menunjukkan
bahwa 20% personil jembatan timbang di
Provinsi Jawa Tengah telah mengikuti diklat teknis PPNS.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 6.
Jumlah Personil Jembatan Timbang di Provinsi Jawa Tengah yang Telah Mengikuti Diklat Teknis
PPNS.
Berdasarkan 160 orang yang telah mengikuti
diklat teknis, personil yang mengikuti diklat
teknis transportasi dan lalu lintas sebanyak
72 orang, sedangkan 88 orang tidak mengikuti diklat teknis transportasi dan lalu lintas. Kondisi
ini menggambarkan bahwa 45% personil
jembatan timbang di Provinsi Jawa Tengah
telah mengikuti diklat teknis transportasi dan
lalu lintas.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 7.
Jumlah Personil Jembatan Timbang di Provinsi Jawa Tengah yang Telah Mengikuti Diklat Teknis
Transportasi dan Lalu Lintas.
Berdasarkan jumlah personil yang telah
mengikuti diklat teknis (160 orang), personil yang mengikuti diklat teknis andalalin sebanyak
2 orang, sedangkan 158 orang tidak mengikuti.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masih sedikit
personil jembatan timbang di Provinsi Jawa Tengah yang telah mengikuti diklat teknis
andalalin.
80 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 71-82
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 8.
Jumlah Personil Jembatan Timbang di Provinsi Jawa Tengah yang Telah Mengikuti Diklat Teknis
Andalalin.
Berdasarkan 160 orang yang telah mengikuti
diklat teknis, personil yang mengikuti diklat
teknik informatika/komputer sebanyak 2 orang, sedangkan 158 orang tidak mengikuti
diklat teknik informatika/komputer. Kondisi
ini menggambarkan bahwa personil jembatan
timbang di Provinsi Jawa Tengah yang
mengikuti diklat teknik informatika/komputer masih sedikit sekali.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 9.
Jumlah Personil Jembatan Timbang di Provinsi Jawa Tengah yang Telah Mengikuti Diklat Teknik
Informatika/Komputer.
KESIMPULAN
Karakteristik responden di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan usia yang lebih dominan adalah responden yang berusia > 50 tahun berjumlah 34 orang, berpendidikan SMA/Sederajat berjumlah 39 orang, dan jabatan responden sebagai Pengatur Lalu Lintas 19 orang. Jumlah personil jembatan timbang di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 265 orang, 60% telah mengikuti diklat teknis dan 40% tidak mengikuti diklat teknis. Berdasarkan jumlah personil yang telah mengikuti diklat teknis (160 orang), personil yang mengikuti diklat teknis operator jembatan timbang sebesar 24%, sedangkan 76% tidak mengikuti diklat teknis operator jembatan timbang. Personil yang mengikuti diklat teknis penimbangan kendaraan bermotor sebesar 31%, sedangkan 69% tidak mengikuti diklat teknis penimbangan kendaraan bermotor. Personil yang mengikuti diklat teknis PPNS sebesar 20%, sedangkan 80% tidak mengikuti diklat teknis PPNS. Personil yang mengikuti diklat teknis transportasi dan lalu lintas sebesar 45%, sedangkan 55% tidak
mengikuti diklat teknis transportasi dan lalu lintas. Personil yang mengikuti diklat teknis andalalin hanya 1%, sedangkan 99% tidak mengikuti diklat teknis andalalin. Personil yang mengikuti diklat teknik informatika/komputer sebesar 1%, sedangkan 99% tidak mengikuti diklat teknik informatika/ komputer.
SARAN
Perlu penjabaran uraian jabatan yang disesuaikan dengan jabatan yang telah ditetapkan dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan. Perlu menyusun kebutuhan SDM untuk masa yang akan datang sesuai dengan jabatan yang ditetapkan dan standar kompetensinya. Perlu menyusun daftar prioritas keikutsertan dalam diklat, terutama diklat yang menjadi wajib untuk diikuti bagi personil jembatan timbang. SDM yang sudah mengikuti diklat manajemen UPPKB segera diikutsertakan untuk mengikuti seleksi kompetensi.
Analisis Karakteristik Diklat Teknis SDM Penyelenggara Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Tengah, Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo 81
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih Kami sampaikan kepada
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Kepala
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Provinsi Jawa Tengah, serta para peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan
dan Prekeretaapian yang telah memberikan
masukan dan arahan dalam penyempurnaan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial:
Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif.
Bandung: Pustaka Setia.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi
Jawa Tengah. 2016. Laporan Tahunan 2015.
Semarang.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1993. Studi
Penyusunan Jabatan Fungsional Lalu Lintas
Angkutan Jalan. Jakarta.
Esterberg, Kristin G. 2002. Qualitative Methods in Social
Research. New York: McGraw-Hill Higher
Education.
Hamalik, Oemar. 2000. Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan:
Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Hariwijaya, M. 2007. Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Yogyakarta: elMatera
Publishing.
Mashud, Musta’in. 2005. Metode Penelitian Sosial.
Jakarta: Kencana.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik
Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nazir, M. 2005. Metodologi Penelitian. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2012 tentang
Sumber Daya Manusia di Bidang Transportasi.
Jakarta.
82 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 71-82
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 37-48
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i1.604 37 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
ANALISIS MODEL RASCH PADA INSTRUMEN KEBERTERIMAAN MARKA OPTIK
PENANDA JARAK AMAN KENDARAAN
RASCH MODEL ANALYSIS ON ACCEPTANCE INSTRUMENT OF OPTICAL MARKER FOR
SAFE VEHICLE MARKING
Darmawan Napitupulu Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian - LIPI Kawasan Puspiptek Gd. 417 Setu
Tangerang Selatan Banten-Indonesia [email protected]
Diterima: 3 Februari 2017, Direvisi: 10 Februari 2017, Disetujui: 24 Februari 2017
ABSTRACT One of the main causes of successive collisions is the lack of safe distance between vehicles at their speed. Not all four-wheeled vehicles have a safety meter. The prototype developed in the form of marker-shaped markers that take advantage of the normal eye sharpness (optical acuity) of the driver. Evaluation of user acceptance of the system should be undertaken to determine the level of utilization in the future. The purpose of study is to develop a user acceptance instrument based on TAM. The method used is a survey where the validity and reliability were analyzed by Rasch model. The total number of respondents is 31 people selected by purposive sampling technique with the criteria of respondent are the driver in toll road segment. The results of this study shows that all items of the instrument have been valid and reliable referring to the statistical findings of the Rasch model, thus a total of 15 items are said to be suitable for measuring the three constructs of behaviour intention to use optical marker technology for safe vehicle marking.
Keywords: Rasch, TAM, user acceptance, optical marker, vehicle safe distance
ABSTRAK Salah satu penyebab utama terjadinya tabrakan beruntun adalah tidak terjaganya jarak aman antar kendaraan pada kecepatannya. Tidak semua kendaraan bermotor roda empat memiliki alat pengukur jarak aman. Prototipe yang dikembangkan berupa marka berbentuk stiker yang memanfaatkan ketajaman mata (optical acuity) normal pengemudi. Evaluasi keberterimaan pengguna terhadap sistem perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat pemanfaatannya di masa mendatang. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan instrumen keberterimaan pengguna berdasarkan TAM. Metode yang digunakan adalah survei dimana validitas dan reliabilitas instrumen dianalisa dengan model Rasch. Jumlah total respoden adalah 31 orang yang dipilih dengan teknik purposive sampling dengan kriteria responden adalah pengemudi di ruas jalan tol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh item dari instrumen telah valid dan reliabel mengacu pada temuan statistik model Rasch, dengan demikian total 15 item dikatakan sesuai untuk mengukur ketiga konstruk dari minat penggunaan terhadap teknologi marka optik penanda jarak aman kendaraan.
Kata Kunci: Rasch, TAM, keberterimaan pengguna, marka optik, jarak aman kendaraan
PENDAHULUAN
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kecelakaan lalu lintas adalah pembunuh nomor dua setelah penyakit jantung. Salah satu kecelakaan lalu lintas yang fatal dan sering terjadi adalah tabrakan beruntun di tol, walaupun sesungguhnya dapat dicegah. Menurut data yang diperoleh dari PT. Jasamarga (Persero), jumlah tabrakan beruntun di semua jalan tol yang dikelolanya adalah sekitar 4 hari sekali terjadi tabrakan beruntun pada tahun
2014-2016. Data tersebut dikumpulkan dari 11 ruas jalan tol yang dikelolanya. Adapun penyebab utama terjadinya tabrakan beruntun adalah tidak terjaganya jarak aman antar kendaraan pada kecepatannya. Sebenarnya, rambu lalu lintas jarak aman tol tersebut sudah ada yaitu minimum 100 m pada kecepatan 100 km/jam, 80 m pada 80 km/jam, 60 m pada 60 km/jam seperti yang disajikan pada Gambar 1.
Sumber: Sugiono, 2013
Gambar 1.
Rambu Menjaga Jarak Aman.
38 Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 37-48
Untuk mengetahui kecepatan kendaraan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah mewajibkan adanya speedometer pada setiap kendaraan bermotor. Namun hal ini belum mengatur mengenai alat pengukur jarak aman antar kendaraan. Tidak semua kendaraan bermotor roda empat memiliki alat pengukur jarak aman yang biasa dimiliki oleh kendaraan-kendaraan berspesifikasi tinggi. Pada
akhirnya fasilitas pengukur jarak aman pada kendaraan hanya bisa dimiliki oleh pemilik kendaraan spesifikasi tinggi yang tentu saja dengan biaya yang relatif besar. Oleh karena itu solusi sederhana dan murah yang dapat ditawarkan pada penelitian ini adalah dengan penggunaan marka pengukur jarak aman seperti pada Gambar 2.
Sumber: Sugiono, 2013
Gambar 2.
Marka Penanda Jarak Aman.
Marka ini berbentuk stiker yang memanfaatkan ketajaman mata (optical acuity) normal pengemudi. Pengukuran atau tes ketajaman mata umumnya dilakukan pada saat saat proses pengajuan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang disebut dengan Schlieren Test. Jika kacamata koreksi dimanfaatkan, maka tetaplah dipakai agar pandangan mata sebagaimana pandangan orang normal. Cara kerja dari marka Pengukur Jarak Aman adalah sebagai berikut yaitu marka ditempel di belakang kendaraan roda empat dan yang memanfaatkan marka ini adalah pengemudi di belakang kendaraan. Pada saat pengemudi membuntuti kendaraan roda empat berstiker ini dari jauh, dipastikan gambar marka pada stiker tidak jelas. Semakin dekat jaraknya maka marka mulai jelas terlihat. Ketika batas sabuk hitam putih pada siluet cheetah tepat jelas pertama kalinya maka saat itulah jarak antar kendaraan adalah 100 m yang merupakan jarak aman pada kecepatan 100 km/jam. Jika semakin jelas berarti semakin dekat jarak antar kendaraan atau kurang dari 100 m maka dapat dikatakan bukan merupakan jarak aman pada kecepatan 100 km/jam. Dengan demikian kendaraan di belakang dapat mendahului kendaraan di depannya atau mengurangi kecepatannya sehingga dapat terhindar dari kecelakaan.
Marka penanda jarak aman sebagai prototipe perlu dilakukan evaluasi apakah dapat diterima oleh pengguna khususnya pengemudi di ruas jalan tol. Hal ini disebabkan karena marka penanda jarak aman adalah teknologi baru yang diharapkan dapat diterima oleh penggunanya agar nantinya dapat dimanfaatkan secara optimal. Permasalahannya adalah jika tidak diukur tingkat penerimaan pengguna maka tidak dapat diketahui pula tingkat pemanfaataan di masa mendatang. Tingkat penerimaan pengguna terhadap teknologi dapat memprediksi tingkat pemanfaatannya. Oleh karena
itu perlu dilakukan pengukuran terhadap tingkat penerimaannya berdasarkan perspektif pengguna. Namun untuk melakukan pengukuran diperlukan suatu instrumen yang dapat mengukur secara akurat dan konsisten. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan dan menguji instrumen yang akan digunakan khususnya tingkat validitas dan reliabilitasnya dengan pendekatan model Rasch. Hal ini dikarenakan dengan model pengukuran Rasch dapat diketahui kelayakan instrumen penelitian yang akan digunakan (Yasin, 2015).
TINJAUAN PUSTAKA
A. Validitas dan Reliabilitas dengan Model
Rasch
Validitas adalah sejauh mana instrumen pengujian penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur. Oleh karena itu, kesimpulan yang baik dapat dibuat dari sampel penelitian (Creswell, 2005). Sementara itu, reliabilitas adalah sejauh mana instrumen pengujian penelitian dapat diharapkan untuk mendapatkan hasil yang konsisten ketika diulang. Reliabilitas dapat memberikan konsistensi validitas (Yasin, 2015). Pendekatan Model Rasch dilakukan untuk memeriksa validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan. Dalam beberapa tahun terakhir, model Rasch juga disebut sebagai teori item-respon (IRT) atau model sifat laten, telah menyediakan kerangka kerja alternatif untuk memahami pengukuran dan strategi alternatif untuk menilai kualitas sebuah instrument atau kuesioner (Kimberlin & Wint er s tein , 2008; Hanafi , 2014). Pengaplikasian model Rasch dapa t menghasilkan instrumen yang handal dan valid (Aziz, 2010).
Analisis Model Rasch Pada Instrumen Keberterimaan Marka Optik Penanda Jarak Aman Kendaraan, Darmawan Napitupulu 39
Rasch model pengukuran dapat membuktikan bahwa sebuah instrumen memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Hal ini karena penggunaan model Rasch merupakan
solusi untuk masalah validitas dimana model Rasch menyediakan statistik yang berguna serta menawarkan kesempatan yang luar biasa untuk menyelidiki validitas (Bond & Fox, 2007). Ditambah lagi, aplikasi model Rasch dalam sebuah penelitian akan dapat memfasilitasi dan menghasilkan pengukuran yang lebih efisien, handal dan valid selain meningkatkan kemudahan bagi user (Aziz, 2010). Sebuah studi untuk mengidentifikasi validitas dan reliabilitas dari instrumen sangat penting dilakukan untuk menjaga keakuratan instrumen
(Ariffin et al., 2010). Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa instrumen dapat mengukur apa yang akan diukur secara konsisten dan akurat.
Kesulitan mendasar pengukuran dalam ilmu sosial ada lah baga imana mela kuka n pembobotan kuantitatif terhadap fenomena kualitatif yang bersifat laten. Berbagai fenomena ini misalnya sikap, karakter, kepribadian, dan lain sebagainya. Pengukuran dalam kajian psikologi, 95% diantaranya masih dikembangkan berdasarkan pendekatakan CTT
(Wibisono, 2016). CTT berpijak pada asumsi bahwa skor tampak (X) merupakan hasil penjumlahan antara skor murni (T) dan error (E). Error ini mengacu pada berbagai kondisi situasional yang tidak dapat dikendalikan, seperti kelelahan, setting lingkungan, dan lain sebagainya.
Dalam pengukuran yang berbasis pada CTT,
penilaian terhadap suatu konstrak dilakukan
dengan menerapkan operasi aritmatika pada skor yang diperoleh dari item. Hal ini kurang
relevan karena skor yang dihasilkan dari suatu
item tersebut bersifat ordinal sehingga tidak dapat diperlakukan sebagaimana bilangan bulat
(Wibisono, 2016). Model Rasch dalam
pengembangan alat ukur ilmu sosial merupakan
respon atas berbagai kelemahan paradigma CTT (Sumintono & Widhiarso, 2013).
Perbedaan mendasar model Rasch jika
dibandingkan CTT antara lain terletak pada bagaimana memperlakukan skor mentah dalam
proses analisis. Dalam CTT, skor mentah dalam
bentuk peringkat (rating scale) langsung dianalisis dan diperlakukan sebagai data yang
seolah-olah memiliki karakter bilangan bulat.
Sedangkan dalam Model Rasch, data mentah
tidak dapat langsung dianalisis, melainkan harus dikonversikan dulu ke dalam bentuk
“odds ratio‟ untuk kemudian dilakukan
transformasi logaritma menjadi unit logit
sebagai manifestasi probabilitas responden
dalam merespon suatu item.
Mengacu pada prosedur ini, Sumintono &
Widhiarso (2013) menyebutkan bahwa model
Rasch dapat dijadikan sebagai metode
dalam mengembalikan data sesuai kondisi alamiahnya. Kondisi alamiah ini mengacu pada
karakteristik dasar data kuantitatif, yaitu bersifat
kontinum. Teori pengukuran klasik yang menggunakan data mentah hasil respon suatu
rating dipandang belum mampu menghadirkan
karakteristik asli data kuantitatif yang bersifat kontinum. Melalui model Rasch, sebuah respon
yang bersifat ordinal dapat ditransformasikan
ke dalam bentuk rasio yang memiliki tingkat
akurasi lebih tinggi dengan mengacu pada prinsip probabilitas. Chong (2013) menekankan
lima bagian penting dalam analisis
menggunakan model Rasch, yaitu kalibrasi dan kemampuan estimasi item, kurva karakteristik
item dalam model-model parameter, fungsi
informasi item dan instrumen, peta interaksi
antara item dan responden, serta item-item dan r esponden yang fit/misfit. Ha l yang
membedakan antara model Rasch dengan CTT
sebagaimana dijelaskan oleh Bond dan Fox (2007) adalah bahwa dalam analisis data
dengan model Rasch, data menyesuaikan
model, sedangkan dalam CTT, model dipilih berbasis pada data. Berdasarkan hal ini,
penggunaan model Rasch dalam validasi
instrumen ini akan menghasilkan informasi
yang lebih holistik tentang instrumen dan lebih memenuhi definisi pengukuran.
B. Technology Acceptance Model (TAM)
Model penerimaan teknologi atau Technology
Acceptance Model (TAM) adalah model yang digunakan untuk mengukur sejauh mana
tingkat penerimaan pengguna terhadap suatu
teknologi khususnya teknologi informasi. Model TAM awalnya dikembangkan oleh
Davis (1989) berdasarkan model Theory of
Reasoned Action (TRA) untuk menutupi celah (gap) yang menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi atau mendorong pemakai
menggunakan teknologi. Dalam penelitiannya,
Davis (1989) mengusulkan dua faktor kunci dari perilaku pengguna teknologi terhadap
penerimaan atau adopsi teknologi tersebut.
Kedua faktor kunci tersebut adalah kemudahan penggunaan (ease of use) dan kebermanfaatan
(usefulness) dimana keduanya diyakini dapat
memprediksi sikap atau perilaku dalam
menggunakan teknologi. Dengan kata lain, kedua faktor tersebut secara bersama-sama
40 Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 37-48
berpengaruh terhadap keinginan menggunakan
dan kemudian akan mempengaruhi penggunaan
sistem atau teknologi tersebut (Davis, 1989). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Davis (1989), kedua faktor/variabel tersebut
terbukti secara signifikan mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap teknologi. Hal
ini juga didukung oleh berbagai studi atau
penelitian yang lain dimana secara empiris
sudah dibuktikan validitasnya (Al-Busaidi &
Al-Shihi, 2010; Ma & Liu, 2004; Kim &
Chang, 2007; Moon & Kim, 2001). Dengan kata lain model TAM sudah teruji dapat
mengukur penerimaan teknologi berdasarkan
persepi penggunanya. Model TAM menjadi landasan evaluasi perilaku pengguna dalam
menggunakan teknologi yang dapat disajikan
pada Gambar 3.
Sumber: Davis, 1989
Gambar 3.
Technology Acceptance Model.
Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat dilihat
bahwa pemakai teknologi akan mempunyai minat menggunakan teknologi (minat perilaku)
jika merasa sistem atau teknologi tersebut
bermanfaat dan mudah digunakan. TAM percaya bahwa penggunaan teknologi dapat
meningkatkan kinerja seseorang atau
organisasi, serta memberikan kemudahan bagi
penggu nanya da la m menyelesa ika n pekerjaannya (Dasgupta, 2002). Dengan kata
lain penyebab penolakan oleh pengguna
teknologi dapat diprediksi dari faktor tersebut.
Jika dilihat model TAM yang dikembangkan
Davis (1989) di atas terdapat lima buah
konstruk atau variabel yaitu persepsi
kemudahan penggunaan, persepsi kemanfaatan, sikap terhadap penggunaan, minat perilaku
penggunaan dan penggunaan sistem aktual.
Namun seiring waktu, model TAM banyak digunakan dan dikembangkan oleh peneliti
lainnya. Gahtani (2001) memodifikasi model
TAM dengan menggabungkan variabel minat
perilaku penggunaan dengan penggunaan sistem aktual menjadi variabel penerimaan
(acceptance) seperti yang dapa disajikan pada
Gambar 4.
Sumber: Gahtani, 2001
Gambar 4.
Modifikasi Model TAM.
Oleh karena itu dalam penelitian ini model TAM yang akan dikaji mengikuti Gahtani (2001)
adalah sebagai berikut.
Perceived
Usefulness
Perceived
Ease of Use
Behavioral
Intention to use
Actual
System Use
User Acceptance
Analisis Model Rasch Pada Instrumen Keberterimaan Marka Optik Penanda Jarak Aman Kendaraan, Darmawan Napitupulu 41
Sumber: Gahtani, 2001 Gambar 5.
Model Konseptual Penelitian.
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuantitatif dengan
menggunakan survei berbasis kuesioner kepada
beberapa responden dalam rangka pengembangan instrumen penelitian sebagai pilot study. Pemilihan
responden sejumlah 31 orang dengan teknik
purposive sampling dengan kriteria responden adalah pengguna jalan tol. Hal ini dikarenakan fokus
pemanfaatan produk marka optik penanda jarak
aman ini memang ditujukan untuk mengurangi
tingginya tingkat kecelakaan di jalan tol. Jumlah responden telah memenuhi persyaratan dimana
berdasarkan Cooper & Schindler (2011) jumlah
responden untuk pilot study yaitu antara 25 sampai 100 orang sedangkan Johanson & Brooks (2010)
menyarankan jumlah minimum responden adalah 30
orang untuk sebuah pilot study. Metode analisis yang digunakan adalah model Rasch dengan alat bantu
(tool) Software Winstep versi 3.92.1 yang
dikembangkan oleh Linacre (2006).
Kuesioner sebagai instrumen penelitian dirancang dengan pendekatan Technology Acceptance Model
(TAM) untuk mengukur sejauh mana tingkat
penerimaan pengguna terhadap teknologi. Kuesioner terdiri dari total 15 item atau indikator yang
tergabung dalam tiga variabel yakni dua variabel
bebas dan satu variabel terikat. Kedua variabel bebas
yaitu persepsi kebermanfaatan (perceived usefulness) terdiri dari 6 item, persepsi kemudahan penggunaan
(perceived ease of use) mempunyai 5 item,
sedangkan variabel terikat yaitu minat penggunaan (behavior intention) mempunyai 4 item, secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Instrumen Penelitian
No. Variabel Item
1. Persepsi Kebermanfaatan Mempercepat pekerjaan (A)
(Perceived Usefulness) Meningkatkan kinerja (B)
Meningkatkan produktivitas (C)
Efektifitas (D)
Mempermudah pekerjaan (E)
Bermanfaat (F)
2. Persepsi Kemudahan Penggunaan Mudah dipelajari (G)
(Perceived Ease of Use) Jelas dan dapat dipahami (H)
Fleksibel (I)
Mudah untuk menjadi terampil (J)
Mudah digunakan (K)
3. Minat Penggunaan Motivasi penggunaan (L)
(Behavioral Intention) Merekomendasikan pengguna lain (M)
Harga (N)
Produk tahan lama (O)
Sumber: Gahtani, 2001
H2 (+)
H1 (+)
Kebermanfaatan
(Perceived Usefulness)
Kemudahan
Penggunaan
(Perceived Ease of Use)
Minat Penggunaan
(Behavior Intention)
42 Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 37-48
Responden memberikan tingkat kesetujuan terhadap
setiap item berdasarkan 4 skala likert yaitu 1=
“sangat tidak setuju”, 2= “tidak setuju”, 3= “setuju”
dan 4= “sangat setuju”. Pemilihan 4 skala likert
untuk mendorong responden agar tidak memilih nilai
tengah sehingga dapat dinyatakan dengan tegas
perspektif-nya dari setiap item yang ditanyakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam menguji validitas dan reliabilitas dengan
model Rasch, langkah-langkah yang ditempuh
adalah : i) Menguji indeks reliablitas dan separation
item serta responden; ii) Mendeteksi polarisasi item
yang mengukur konstruk berdasarkan nilai PTMEA
CORR; dan iii) Menguji item fit dari instrumen
yang dikembangkan berdasarkan nilai MNSQ dan
ZSTD (Yasin, et. al, 2014).
Pemodelan Rasch pada penelitian dilakukan dengan
bantuan Software Winsteps 3.92.1 untuk
menganalisa data dalam rangka menguji validitas dan reliabilitas instrumen yang dikembangkan.
Model Rasch mempertimbangkan kemampuan dari
responden dalam menjawab setiap item atau pertanyaan serta tingkat kesulitan dari item
itu sendiri (Rasch, 1980). Dengan adanya analisa
kecocokan item (item fit) dapat dievaluasi apakah
item dalam instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebaliknya jika item tersebut
tidak cocok (misfit) maka dikatakan bahwa item
tersebut mengukur konstruk diluar instrumen sehingga harus dilakukan revisi atau eliminasi
terhadap item (Smith, 1992). Berdasarkan Wright
and Stone (1979), kriteria untuk menentukan tingkat
validitas dan reliabilitas instrumen disajikan pada Table 2.
Tabel 2.
Kriteria Validitas dan Reliabilitas Item Berdasarkan Model Rasch
Kriteria Data Statistik Persyaratan Minimum Sumber
Item validity Item Polarity PTMEA CORR>0 Bond & Fox, 2007; Linacre, 2010
Item Item Fit
- Total Mean Square (MNSQ) infit and
outfit of 0.6 – 1.4 for politomy data
- Z-Standard (ZSTD) of -2.0 – 2.0
Bond & Fox, 2007; Linacre, 2010;
Sumintono & Widiharso, 2013
Item Misfit
Separation (SE)
Index All items show ≥ 2.0
Linacre, 2007; Fisher, 2007; Bond &
Fox, 2007
Person Reliability Value > 0.8
(Bond & Fox, 2007)
Bond & Fox, 2007; Fisher, 2007; Pallant & Tennant, 2007; de Vellis,
2012
Item Reliability Value > 0.8
Bond & Fox, 2007; Fisher, 2007;
Pallant & Tennant, 2007; de Vellis,
2012
Reliability Cronbach Alpa Value > 0.7 Bond & Fox, 2007; Sumintono &
Widiharso, 2013
A. Reliability dan Separation Item serta
Responden
Pada bagian ini akan disajikan ringkasan
statistik dari instrumen dalam bentuk scalogram yang telah diolah sebelumnya. Berdasarkan
pada Tabel 4 dapat ditunjukkan bahwa nilai
koefisien reliabilitas Cronbach Alpha yang diperoleh adalah 0,97. Hal ini berarti bahwa
instrumen dianggap mempunyai level konsisten
yang tinggi sehingga dapat digunakan dalam
penelitian yang sebenarnya karena telah
memenuhi persyaratan minimum yaitu >0,7 (Bond & Fox, 2007; Sumintono & Widiharso,
2013) bahkan dapat dikatakan termasuk dalam
kategori yang tinggi seperti pada Tabel 3.
Tabel 3.
Skor Interpretasi Cronbach Alpha
Skor Cronbach Alpha Interpretasi Nilai
0.8 – 1.0 Reliabilitas Tinggi
0.7 – 0.8 Reliabilitas Baik
0.6 – 0.7 Reliabilitas Cukup
< 0.6 Reliabilitas Buruk
Sumber: Bond & Fox, 2007
Analisis Model Rasch Pada Instrumen Keberterimaan Marka Optik Penanda Jarak Aman Kendaraan, Darmawan Napitupulu 43
Tabel 4.
Ringkasan Statistik Instrumen: Reliabilitas Item dan Responden
Selain itu, pada Tabel 4 dapat ditunjukkan
reliabilitas dan separation index dari item dan
responden yakni diperoleh reliabilitas item
sebesar 0.89 dan separation item sebesar 2.90.
Berdasarkan Tabel 3, reliabilitas item sebesar
0.89 dikatakan termasuk dalam kategori tinggi
(high reliability) dan dapat diterima (Bond &
Fox, 2007; Sumintono & Widiharso, 2013),
sedangkan separation item 2.90 dimana
menurut Linacre (2007), separation index yang
meleb ihi 2 ma ka dapa t dia sums ika n
mempunyai nilai yang baik.
Dengan indeks separation item sebesar 2.90,
maka nilai strata item dalam instrumen (H)
yang diperoleh adalah 4.20 berdasarkan
formula strata item (Misbah & Sumintono,
2014), yaitu:
H= [ (4 * separation) +1 ] / 3 .................... (1)
Hal ini menunjukkan item dalam instrumen
dapat dibagi kedalam empat level pengukuran
berdasarkan tingkat kesulitannya. Sementara
itu, reliabilitas responden yang dihasilkan
adalah 0,95 dan separation responden yakni
4,36. Hasil pengujian reliabilitas yang diperoleh
juga menunjukkan bahwa responden
mempunyai reliabilitas yang tinggi (high
reliability) jika mengacu pada Tabel 3.
Sedangkan index separation responden sebesar
4,36 dikatakan baik karena telah memenuhi
persyaratan minimum (>2,0) dimana responden
dapat dibagi ke dalam enam kelompok besar
berdasarkan nilai strata responden (H).
B. Item Polarity Berdasarkan PTMEA CORR
Pada bagian ini, validitas item diukur dengan
mengacu pada Point Measure Correlation
(PTMEA CORR) yaitu nilai dari polarisasi item
(item polarity). Pemeriksaan dari polarisasi item
ditujukan untuk menguji apakah konstruk yang
dibangun telah mencapai tujuannya. Jika nilai
yang ditunjukkan PTMEA CORR positif (>0),
maka dapat dikatakan bahwa item dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur (Bond
& Fox, 2007). Sebaliknya jika nilainya negatif
(<0) maka dikatakan bahwa item tidak
dikembangkan untuk mengukur konstruk yang
seharusnya diukur sehingga item tersebut harus
direvisi atau dibuang. Hal ini dikarenakan item
tidak fokus atau sulit untuk dijawab oleh
responden.
44 Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 37-48
Tabel 5.
Item Polarity Based on Point Measure Correlation
Entry Number Total Score Total Count Measure PTMEA CORR Item
12 94 31 1.53 0.87 L
15 94 31 1.53 0.83 O
14 95 31 1.42 0.84 N
13 98 31 1.10 0.88 M
5 99 31 0.99 0.80 E
1 102 30 0.66 0.86 A
9 102 31 0.38 0.80 I
3 111 30 -0.36 0.87 C
6 109 31 -0.51 0.87 F
2 113 31 -0.59 0.88 B
10 115 31 -0.81 0.85 J
8 117 31 -1.04 0.66 H
4 119 31 -1.28 0.81 D
7 121 31 -1.51 0.71 G
11 121 31 -1.51 0.49 K
Berdasarkan Tabel 5 dapat ditunjukkan bahwa
untuk setiap item (A-O) mempunyai nilai
PTMEA CORR yang positif. Dengan demikian
tidak ada item dalam instrumen yang dibuang
karena telah memenuhi persyaratan minimum
(PTMEA CORR >0). Selain itu pada Tabel 5
juga dapat dilihat nilai login aitem (Measure)
yakni untuk item L sebesar +1.53 menunjukkan
item yang paling sulit untuk dijawab responden
sedangkan item K sebesar -0.1.51 menunjukkan
item yang paling mudah untuk disetujui
responden. Hasil penelitian menunjukkan
seluruh item memiliki nilai PTMEA CORR
yang tinggi yang mengindikasikan bahwa item
dapat membedakan kemampuan dari
responden.
C. Item Fit (Kesesuaian Item)
Pada bagian ini, kesesuaian atau kecocokan
item (item fit) mengacu pada nilai Infit dan
Outfit Mean Square (MNSQ) yang dapat
ditunjukkan pada Tabel 6. Pengamatan nilai
MNSQ diperlukan untuk menentukan apakah
item yang dikembangkan sesuai (item fit) dalam
mengukur konstruk (variabel laten).
Berdasarkan beberapa literatur untuk
menentukan kesesuaian item yang dibangun,
parameter Infit dan Outfit MNSQ haruslah
berada dalam rentang antara 0.6 hingga 1.4
untuk data politomi dan rentang antara 0.7
hingga 1.3 untuk data dikotomi (Bond & Fox,
2007; Linacre, 2002; Sumintono & Widiharso,
2013). Berdasarkan Jailani (2011), outfit
MNSQ harus diberikan penekanan lebih
dibandingkan dengan infit MNSQ dalam
menentukan harmoni item yang mengukur
konstruk. Jika hasilnya menunjukkan nilai lebih
dari 1,4 logit berarti bahwa item tersebut
membingungkan, sedangkan jika hasilnya
menunjukkan nilai di bawah 0,6 logit berarti
bahwa item tersebut terlalu mudah bagi
responden (Linacre, 2007). Selain itu, nilai infit
dan outfit Z-Standard (ZSTD) yang diterima
yakni dalam rentang antara -2.0 hingga 2.0,
tetapi jika nilai infit dan outfit MNSQ sudah
diterima, maka indeks ZSTD dapat diabaikan
(Bond & Fox, 2007).
Analisis Model Rasch Pada Instrumen Keberterimaan Marka Optik Penanda Jarak Aman Kendaraan, Darmawan Napitupulu 45
Tabel 6.
Item Fit Based on MNSQ & ZSTD Value
Entry Number Infit Outfit
Item MNSQ ZSTD MNSQ ZSTD
11 1.90 3.0 1.74 2.0 K
8 1.46 1.7 1.28 1.0 H
7 1.35 1.3 1.25 0.8 G
3 1.16 0.7 1.14 0.6 C
6 1.08 0.4 1.06 0.3 F
5 1.01 0.1 1.05 0.3 E
1 0.99 0.0 1.02 0.2 A
4 1.00 0.1 0.91 -0.2 D
9 0.98 0.0 1.00 0.1 I
2 0.89 -0.4 0.86 -0.4 B
14 0.79 -0.7 0.80 -0.6 N
10 0.67 -1.4 0.62 -1.4 J
15 0.62 -1.6 0.58 -1.5 O
12 0.56 -1.9 0.52 -1.6 L
13 0.50 -2.2 0.48 -2.2 M
Tabel 6 menunjukkan bahwa ada 4 item yang berada
diluar range karena telah melebihi nilai batas infit
dan outfit MNSQ yaitu (>1.4). Yang pertama adalah
item K memiliki nilai infit MNSQ sebesar 1.90
(>1.4) dan outfit MNSQ 1.74 (>1.4) serta nilai infit
ZSTD yang diperoleh juga sebesar 3.0 (>2.0).
Berikutnya adalah item H memiliki nilai infit MNSQ
sebesar 1.46 (>1.4) namun nilai infit ZSTD masih
bisa diterima yaitu 1.7 (<2.0) dan outfit ZSTD
sebesar 1.0 (<2.0). Selanjutnya adalah item L yang
mempunyai nilai infit MNSQ sebesar 0.56 (<0.6)
dan outfit MNSQ 0.52 (<0.6) namun nilai infit
ZSTD juga masih bisa diterima yaitu -1.9 (>-2.0)
dan outfit ZSTD sebesar -1.8 (>-2.0).
Yang terakhir adalah item M dengan nilai infit
MNSQ sebesar 0.56 (<0.6) dan outfit MNSQ 0.52
(<0.6) dengan nilai infit dan outfit ZSTD berturut-
turut di luar range yakni -2.2 (<-2.0) dan -2.2 (<-
2.0). Dengan demikian ke dua item (K dan M) yang
benar-benar di luar range tersebut perlu untuk untuk
direvisi atau dieleminasi dari daftar item dalam
instrument penelitian. Untuk item K yaitu “mudah
untuk digunakan” direvisi menjadi “mudah untuk
ditempel di bagian belakang kendaraan” sedangkan
untuk item M yakni “merekomendasikan pengguna
lain” juga telah diperbaiki pernyataan menjadi
“mengajak pengguna untuk menempel stiker di
kendaraanya”. Dengan demikian instrumen
penelitian memiliki total 15 item pengukuran yang
telah valid dan reliabel berdasarkan pendekatan
model Rasch.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil beberapa kesimpulan setelah melalui proses
pengujian diperoleh bahwa instrumen TAM
mempunyai nilai koefisien reliabilitas Cronbach
Alpha sebesar 0.97 yang menunjukkan reliabilitas
instrumen yang tinggi karena memenuhi persyaratan
minimum (>0.7). Demikian juga dengan reliabilitas
item dan separation item dimana terdapat empat
kelompok item berdasarkan tingkat kesulitannya,
sedangkan reliabilitas responden juga tinggi yang
terbagi menjadi enam kelompok responden. Item
Polarity yang diukur dengan nilai PTMEA CORR
menunjukkan semua item (A-O) mempunyai rentang
antara 0.49 sampai 0.87 sehingga dapat dikatakan
seluruh item valid atau dapat mengukur apa yang
akan diukur. Parameter Item Fit disajikan dengan
nilai Infit dan Outfit MNSQ serta ZSTD dimana
hanya ada dua item yang benar-benar mempunyai
nilai diluar batas (range) yang ditentukan yakni item
K dan item M. Namun item tersebut telah direvisi
dan tetap dimasukkan dalam instrumen untuk
tercapainya tujuan studi yang dilakukan yaitu
mengukur minat penggunaan teknologi marka optik
penanda jarak aman kendaraan. Saran penelitian
lanjutan adalah instrumen TAM ini sudah dapat
digunakan untuk mengukur penerimaan pengguna
khususnya terhadap teknologi marka optik penanda
jarak aman kendaraan karena secara keseluruhan,
total 15 item dalam instrumen telah valid dan reliabel
mengacu pada hasil analisis kuantitatif statistik
dengan pendekatan model Rasch.
46 Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 37-48
SARAN
Instrumen keberterimaan teknologi marka optik
untuk penanda jarak aman kendaraan telah dikembangkan dan divalidasi melalui penelitian ini.
Tahap penelitian selanjutnya adalah melakukan
pengukuran terhadap tingkat keberterimaan pengguna terhadap teknologi tersebut dalam rangka
untuk mengetahui sejauh mana minat pengguna
untuk menggunakan teknologi tersebut. Hal tersebut
penting dilakukan untuk memprediksi tingkat pemanfaatan teknologi marka optik penanda jarak
aman kendaraan di masa mendatang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada lembaga
yang telah membantu dalam rangka mendukung
kegiatan penelitian sehingga dapat terselesaikan
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Busaidi, K., & Al-Shihi, H. 2010. Instructors
Acceptance of Learning Management Systems: A
Theoretical Framework. Communications of the IBIMA.
Ariffin, S. R., Omar, B., Isa, A., & Sharif, S. 2010.
Validity and Reliability Multiple Intelligent Item
Using Rasch Measurement Model. Procedia-Social
and Behavioral Sciences, Vol. 9, pp.729-733.
Aziz, A. 2010. Rasch Model Fundamentals: Scale
Construct and Measurement Structure. Kuala
Lumpur: Integrated Advanced Planning Sdn.Bhd.
Bond, T.G., & Fox, C.M. 2007. Applying The Rasch
Model: Fundamental Measurement in the Human
Sciences, 2nd Edition. Lawrence Erlbaum
Associates, Publisers. Mahwah, New Jersey.
London.
Chong, H.Y.2013. A Simple Guide to The Item Response
Theory (IRT) and Rasch Modelling. Published in
http://www.creative-wisdom.com.
Cooper, D.R., & Schindler, P.S. 2011. Business research
methods (11th ed.). New York: McGraw-Hill/Irwin.
Creswell, J. 2005. Educational Research: Planning,
Conducting and Evaluating Quantitative and
Qualitative Research. Upper Saddle River, NJ:
Merril.
Dasgupta, Subhasih, Mary, G., & Nina, M. 2002. User
Acceptance of E-Collaboration Technology: An
Extension of the Technology Acceptance Model.
Group Decision and Negotiation, Vol. 11,
No. 2, pp.87-100.
Davis, F.D.1989. Perceived Usefulness, Perceived Ease of
Use, and User Acceptance of Information
Technology. MIS Quarterly, Vol. 13, No. 3, pp.319-
339.
Fisher, W.P. 2007. Rating Scale Instrument Quality
Criteria. Rasch Measurement Transaction, Vol. 21,
No.1, pp.1095. Sumber: http://www.rasch.org/rmt/
rmt211m.htm.
Gahtani, S.A. 2001. The Applicability of TAM Outside
North America: An Empirical Test in United
Kingdom. Information Resource Management
Journal, pp: 37-46.
Hanafi, N., Rahman, A., Mukhtar, M., Ahmad, J.,
& Warman, S. 2014. Validity and Reliability
of Competency Assessment Implementation (CAI)
Instrument Using Rasch Model. Int. J. Soc. Educ.
Econ. Manag. Eng., Vol. 8, No. 1, pp.162-167.
Jailani, K. 2011. Manual Pengenalan Pengukuran Rasch
& Winstep. Pengukuran dan Penilaian Dalam
Pendidikan. Fakulti Pendidikan Universiti
Kebangsaan Malaysia.
Johanson, G.A., & Brooks, G.P. 2010. Initial
Scale Development: Sample Size for Pilot Studies.
Educational and Psychological Measurement,
Vol. 70, No.3, pp.394-400.
Kim, D., & Chang, H. 2007. Key Functional
Characteristics in Designing and Operating Health
Information Websites for User Satisfaction: An Application of The Extended Technology Acceptance
Model. International Journal of Medical Informatics,
Vol. 76, pp.790-800.
Kimberlin, C.L., & Winterstein, A.G. 2008. Validity and
Reliability of Measurement Instruments Used in
Research. Am J Heal. Syst Pharm, Vol. 65, No. 23,
pp. 2276-84.
Linacre, J. M. 2007. A User’s Guide to WINDTEPS Rasch-Model Computer Programs. Chicago, Illinois:
MESA Press.
Linacre, J.M. 2010. User’s guide to Winsteps Ministep
Rasch-Model Computer Programs. http://www.
winsteps.com/winman.
Ma, Q., & Liu, L. 2004. The Technology Acceptance
Model: a Meta-Analysis of Empirical Findings.
Journal of Organizational and End User Computing (JOEUC), Vol. 16, pp. 59-72.
Misbah, I.H., & Sumintono, B. 2014. Pengembangan dan Validasi Instrument “Persepsi Siswa Terhadap Karakter Moral Guru” di Indonesia Dengan Model Rasch. Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Pengembangan Instrumen Penilaian Karakter yang Va l i d” d i Fa kul t a s Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Moon, J., & Kim, Y. 2001. Extending the TAM for a World-Wide-Web Context. Information & Management, Vol. 38, pp: 217-230.
Na p i tupu lu , D. 2016. Evaluasi Kualitas Website Universitas XYZ Dengan Pendekatan Webqual. Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol. 14, No. 1, pp. 51-64.
Napitupulu, D. 2016. Kesiapan Implementasi E-Learning di Lingkungan Universitas XYZ. Seminar Nasional Tekno Altek, Pusat Penelitian Inovasi LIPI.
Pallant, J., & Tennant, A. 2007. An Introduction to the
Rasch Measurement Model: An Example Using the
Analisis Model Rasch Pada Instrumen Keberterimaan Marka Optik Penanda Jarak Aman Kendaraan, Darmawan Napitupulu 47
Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS). Br J
Clin Psychol, Vol. 46, No. 1, pp. 1-18.
Razali, S., Shahbodin, F., Ahmad, M., & Nor, H. 2016.
Measuring Validity and Reliability of Perception of
Online Collaborative Learning Questionnaire Using
Rasch Model. International Journal on Advanced
Science Engineering Information Technology. Vol 6,
No. 6, pp. 966-974.
Sugiono. 2013. Disain, Konstruksi, Instalasi, dan Uji Coba Pola Visual Penduga Jarak Antar Kendaraan
bagi Pengemudi. Annual Meeting on Testing and
Quality (pp. 246-256). Surabaya: Pusat Penelitian
Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian - LIPI.
Sugiono. 2013. Patent No. S00201300306. Indonesia.
Sumintono, B,. & Widhiarso, W. 2013. Aplikasi Model
Rasch Untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:
Tim Komunikata Publishing House.
Wibisono, S. 2016. Aplikasi Model Rasch Untuk Validasi
Instrumen Pengukuran Fundamentalisme Agama
Bagi Responden Muslim. Jurnal Pengukuran
Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol 5, No. 1,
pp. 1-29.
Wright, B.D & Stone, M.H. 1979. Best test Design. Chicago: MESA Press.
Yasin, R.M., Yunus, F., Rus, R., Ahmad, A., & Rahim
R.M. 2015. Validity and Reliability Learning
Transfer Item Using Rasch Measurement Model.
Procedia - Soc. Behav. Sci., Vol. 204, No. 2015, pp.
212-217.
48 Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 37-48
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 1-12
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i1.602 1 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
FASILITAS PARK AND RIDE PADA LOKASI PARKIR KRAKAL DAN JUMLAH KEBUTUHAN ANGKUTAN PARIWISATA PADA DESTINASI WISATA PANTAI
KABUPATEN GUNUNG KIDUL
PARK PARK AND RIDE FACILITY AT KRAKAL PARKING LOCATION AND THE NUMBER OF TOURISM TRANSPORT NEEDS ON THE BEACH TOURISM DESTINATIONS IN
GUNUNG KIDUL DISTRICT
Tetty Sulastry Mardiana Sekretariat Badan Litbang Perhubungan, Jl. Medan Merdeka Timur No. 5 Jakarta-Indonesia
Diterima: 8 Februari 2017, Direvisi: 14 Februari 2017, Disetujui: 27 Februari 2017
ABSTRACT The tourism sector is a prospective sector in the District of Gunung Kidul. Increased tourism sector in Gunung Kidul
District which is not offset by the improvement and development of the transport sector, made congestion impact, so that
it is necessary to have park and ride management, namely shifting travelers vehicle to park on the provided parking area
and then transfer modes using tourism vehicle, so that on the road to tourist sites only tourism vehicle can be operated.
The problems of this study is whether through the park and ride and the transfer of transportation mode on the beach
tourism locations in Gunung Kidul District, can reduce the level of congestion and shorten travel time to tourist
destinations. This study aims to determine the amount of tourism transport that can accommodate the number of tourists,
and utilization of the Krakal parking lot location for the park and ride for traveler’s vehicle to tourism transport, so it is
expected to reduce the level of congestion and shorten travel time. This study uses descriptive quantitative approach,
based on the results of interviews with relevant SKPD, questionnaires to 60 respondents (10% of the number of
populations), and direct observations on the street through traffic counting of traveler’s vehicles at retribution and the
parking area. After going through the processing data, the result is required 19 tourism transport fleet to accommodate
the number of tourists beach in Gunung Kidul District, by the number of trips 99 traveling at a busy time. Extensive
allocation area for park and ride who owned by Gunung Kidul Government, used to accommodate the number of tourist
vehicles during the peak reach 12 823 m2, and the rest of the land area (17 178 m2) can be used to anticipated the
increasement of tourist vehicles, commercial areas, public facilities and workshops.
Keywords: tourism transport, park and ride
ABSTRAK Sektor pariwisata merupakan sektor prospektif di Kabupaten Gunung Kidul. Peningkatan sektor pariwisata di
Kabupaten Gunung Kidul yang tidak diimbangi dengan peningkatan dan pengembangan sektor transportasi
menimbulkan dampak kemacetan, untuk mengatasi hal ini diperlukan manajemen park and ride yaitu dengan
mengalihkan kendaraan wisatawan untuk parkir pada lokasi parkir yang telah disediakan dan kemudian alih moda
menggunakan kendaraan pariwisata, sehingga pada jalan menuju lokasi wisata hanya kendaraan pariwisata yang dapat
beroperasi. Rumusan masalah studi ini adalah apakah melalui park and ride dan pengalihan moda transportasi di lokasi
pariwisata pantai Kabupaten Gunung Kidul dapat mengurai tingkat kemacetan dan mempersingkat waktu tempuh
menuju destinasi wisata. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah angkutan pariwisata yang dapat
mengakomodir jumlah wisatawan, dan pemanfaatan luas lokasi parkir Krakal untuk park and ride kendaraan wisatawan
ke angkutan pariwisata, sehingga diharapkan dapat menurunkan tingkat kemacetan dan mempersingkat waktu tempuh.
Penelitian ini bersifat deskriptif menggunakan pendekatan kuanititatif,berdasarkan hasil wawancara kepada SKPD
terkait, dan kuisioner kepada 60 responden (10% dari jumlah populasi), dan pengamatan langsung di lapangan melalui
traffic counting kendaraan wisatawan pada tempat retribusi dan areal parkir. Setelah melalui proses pengolahan data
maka hasilnya adalah dibutuhkan 19 armada angkutan pariwisata untuk mengakomodir jumlah wisatawan Pantai
kabupaten Gunung Kidul dengan jumlah perjalanan sebanyak 99 perjalanan pada waktu sibuk. Luas alokasi area park
and ride yang dimiliki pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, yang terpakai untuk mengakomodir jumlah kendaraan
wisatawan saat puncak adalah sebesar 12.823 m2, dan sisa lahan seluas 17178 m2 dapat digunakan untuk antisipasi
peningkatan kendaraan wisatawan, area komersil, fasilitas umum dan bengkel.
Kata Kunci: angkutan pariwisata, park and ride
PENDAHULUAN
Sektor pariwisata merupakan sektor prospektif di Kabupaten Gunung Kidul. Kabupaten Gunung Kidul
memiliki 32 objek wisata pantai yang cukup
berkembang dan memiliki keunikan serta daya tarik
tersendiri dari total 176 objek wisata yang ada, baik
wisata alam pantai, wisata alam goa, wisata alam bukit/pegunungan, wisata hutan, wisata minat
khusus, dan desa wisata. Peningkatan sektor
pariwisata di Kabupaten Gunung Kidul tidak
diimbangi dengan peningkatan dan pengembangan
2 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 1-12
sektor transportasi sehingga menimbulkan dampak
kemacetan. Jarak tempuh Kota Yogyakarta menuju
Wonosari adalah 42 km, dengan waktu tempuh normal 1 (satu) jam, namun pada saat akhir pekan
dan hari libur waktu tempuh meningkat menjadi 3
s.d. 5 jam (Sidaruk, 2015). Semakin meningkatnya volume lalu lintas kendaraan dan mix traffic antara
angkutan penumpang dan barang turut menyumbang
tingginya tingkat kepadatan lalu lintas, sehingga
kedepannya akan menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks apabila pengembangan dan
ma na jemen t r anspor ta s i t idak segera
diimplementasikan. Angkutan pariwisata dapat membantu kelancaran perkembangan pariwisata
sehingga wisatawan dapat dengan cepat dan mudah
menuju lokasi wisata pantai yang dikehendaki.
Untuk itu diperlukan usaha memenuhi sarana prasarana pendukung dalam mengembangkan
destinasi wisata pantai Kabupaten Gunung Kidul,
salah satunya melalui pengembangan sarana transportasi berupa angkutan pariwisata dan lokasi
parkir yang memadai.
Berangkat dari permasalahan tingginya kemacetan di destinasi wisata Kabupaten Gunung Kidul sehingga
meningkatkan waktu tempuh menuju lokasi destinasi
wisata, dan berdasarkan pertimbangan bahwa lokasi
parkir destinasi wisata pantai Gunung Kidul sudah termaktub pada dokumen perencanaan daerah, maka
diperlukan identifikasi rencana angkutan pariwisata
pantai Gunung Kidul dan alternatif solusi berupa rencana pengembangan angkutan pariwisata terpusat
dan pembangunan park and ride pada lokasi yang
dimiliki Pemda Kabupaten Gunung Kidul, di lokasi parkir Krakal seluas 3 hektar. Rumusan masalah
studi ini adalah apakah melalui Rencana Fasilitas
Park and Ride di Pantai Krakal dan Rencana
Operasional Angkutan Pariwisata Pada Destinasi Wisata Pantai Dikabupaten Gunung Kidul dapat
mengurai tingkat kemacetan dan mempersingkat
waktu tempuh menuju destinasi wisata. Studi ini bertujuan untuk menentukan jumlah kendaraan
pariwisata yang diperlukan, menentukan rute
terpendek, jadwal kendaraan pariwisata yang
beroperasi pada waktu puncak hari, dan desain parkir di lokasi parkir Krakal, sehingga dapat mengurangi
kemacetan dan mempersingkat waktu tempuh
menuju destinasi wisata pantai serta tingkat kenyamanan wisatawan terpenuhi.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pariwisata
Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan dan
juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas
ini. Organisasi Pariwisata Dunia atau World
Tourism Organization (WTO) mendefinisikan
bahwa seorang wisatawan atau turis adalah
seseorang yang melakukan perjalanan paling
tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi. Definisi yang lebih
lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka
menangani jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan,
minuman, dan jasa bersangkutan lainnya seperti
bank, asuransi, keamanan, dan lain-lain
(Pemerintah Republik Indonesia, 1990).
B. Jasa Kepariwisataan
Banyak negara bergantung banyak dari industri
pariwisata ini sebagai sumber pajak dan
pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan, menurut World
Economic Forum, diantaranya Spanyol,
Prancis, Jerman, Amerika Serikat, Inggris,
Swiss, Australia, Italia, Jepang. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata ini adalah
salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi
Non-Pemerintah mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk
meningkatkan perdagangan melalui penjualan
barang dan jasa kepada orang non-lokal. Menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud
dengan pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
masyarakat, pengusaha, pemerintah dan
pemerintah daerah (Tri Gamis, 2016). Pelayanan angkutan pariwisata sebagaimana
dimaksud merupakan pelayanan angkutan dari
dan ke daerah-daerah wisata yang tidak dibatasi
oleh wilayah administratif, atau untuk keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam
trayek, antara lain untuk keperluan keluarga dan
sosial. Pelayanan angkutan pariwisata diselenggarakan dengan ciri-ciri mengangkut
wisatawan atau rombongan, pelayanan
angkutan dari dan ke daerah tujuan wisata atau tempat lainnya, dilayani dengan mobil bus, dan
t ida k masuk t er mina l (Kement er ia n
Perhubungan, 2003).
C. Ciri Angkutan Pariwisata
Angkutan Pariwisata adalah angkutan dengan
menggunakan mobil bus umum yang
dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk
keperluan pariwisata atau keperluan lain diluar
pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk
keperluan keluarga dan sosial lainnya
(Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
2014). Ukuran kebutuhan satuan ruang parkir
(SRP) pada pusat kegiatan parkir yang tetap
pada tempat rekreasi terdapat pada Tabel 1.
Fasilitas Park and Ride Pada Lokasi Parkir Krakal dan Jumlah Kebutuhan Angkutan Pariwisata Pada Destinasi Wisata Pantai Kabupaten Gunung Kidul, Tetty Sulastry Mardiana 3
Tabel 1.
Kapasitas Kendaraan
Luas Areal Total (100 m2)
50 100 150 200 400 800 1600 3200 6400
Kebutuhan (SRP)
103 109 115 122 146 196 295 494 892
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Dara, 1996
D. Manajemen Parkir
Upaya-upaya untuk mensukseskan kebijakan parkir memerlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menentukan lokasi parkir berdasarkan permintaan paling tinggi.
2. Tarif parkir awal harus terjangkau, seiring
berjalannya waktu tarif tersebut
ditingkatkan sampai mencapai tingkat okupansi yang optimal (sekitar 85% penuh
pada jam puncak, untuk menjamin
ketersediaan ruang parkir).
3. Lama parkir maksimum 3 sd 4 jam, agar
ruang parkir dapat digunakan oleh
beberapa pengunjung dalam satu hari.
4. Menetapkan standar parkir maksimum,
bukan minimum dan melarang penyediaan
ruang parkir baru untuk pembangunan
yang baru (Breithaupt, 2011).
Park and ride/parkir dan menumpang adalah
kegiatan parkir kendaraan pribadi di tempat
parkir dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus atau kereta api.
Banyak ditemukan di stasiun kereta api di
pinggir kota ataupun stasiun/shelter busway
di pinggir kota. Manfaat pengembangan fasilitas park and ride antara lain membantu
mengurangi kemacetan lalu lintas di pusat-
pusat kegiatan, mendorong masyarakat untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum,
mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi
Gas rumah kaca karena angkutan umum menghasilkan emisi gas rumah kaca per
penumpang km yang lebih rendah ketimbang
menggunakan kendaraan pribadi, dan
mengurangi kebutuhan ruang parkir di pusat kota (Wikipedia, 2007). Penetapan lokasi dan
pembangunan fasilitas Parkir untuk umum
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan rencana umum tata ruang,
analisis dampak lalu lintas dan kemudahan bagi
Pengguna Jasa (Pemerintah Republik Indonesia, 2009).
E. Data Kependudukan Kabupaten Gunung
Kidul
Kabupaten Gunung Kidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa, yaitu Kecamatan
Panggang, Purwosari, Paliyan, Saptosari,
Tepus, Tanjungsari, Rongkop, Girisubo, Semanu, Ponjong, Karangmojo, Wonosari,
Playen, Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen
dan Semin. Dari 144 desa, 16 desa masuk
klasifikasi swasembada dan 128 desa masih swadaya. Jumlah penduduk terbanyak berada di
Kecamatan Karangmojo lebih dari 8.000
penduduk.
Sumber: BPS Kabupaten Gunung Kidul, 2015
Gambar 1.
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014.
4 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 1-12
F. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan sebelumnya berjudul
Studi Pengembangan Angkutan Shuttle Destinasi Wisata di Kabupaten Gunung Kidul
yang ditulis oleh Herma Juniati, dkk tahun 2015
dengan rekomendasi sebagai berikut:
1. Alternatif 1
Para wisatawan dengan kendaraan pribadi
akan diarahkan menuju 3 (tiga) simpul
transfer dari kendaraan pribadi ke shuttle bus, dengan posisi transfer berada pada
sisi barat daerah Panggang, sisi tengah
daerah Kemandang, dan sisi timur daerah
Girisubo. Disain rute diusulkan dalam 3 rute untuk menghemat waktu, dan masing-
masing rute melayani 5 destinasi wisata
pantai. Rute barat melayani pantai Gesing, Nguyahan, Ngobaran, Ngrenean, dan
Baron. Rute tengah melayani pantai
Kukup, Sepanjang, Drini, Krakal dan
Sundak. Rute timur melayani Pantai Pulang, Indrayanti, Pok Tunggal, Siung,
Wedi Ombo, dan Sadeng.
Sumber: Herma Juniati dan Reslyana Dwitasari, 2015
Gambar 2.
Alternatif 1 Rute Shuttle dan Rencana Lokasi Fasilitas Transfer.
2. Alternatif 2
Menghadirkan 2 (dua) jenis shuttle: a. Layanan shut t l e dengan ru te
Wonosari ke objek wisata pantai, dan
b. Layanan shuttle antar objek wisata
pantai.
Untuk mendukung layanan angkutan
shuttle destinasi wisata di Kabupaten
Gunung Kidul, perlu disiapkan fasilitas
simpul transfer dari kendaraan pribadi ke
angkutan shuttle yang dilengkapi area parkir kendaraan pribadi wisatawan, di
sekitar daerah Panggang dan Terminal
Tipe A Dhaksinarga sisi timur (jalan
lingkar luar) Wonosari, dan fasilitas transfer antar angkutan shuttle di 4 (empat)
lokasi, yaitu Desa Panggang, Kemandang,
Tepus, dan Girisubo.
Fasilitas Park and Ride Pada Lokasi Parkir Krakal dan Jumlah Kebutuhan Angkutan Pariwisata Pada Destinasi Wisata Pantai Kabupaten Gunung Kidul, Tetty Sulastry Mardiana 5
Sumber: Herma Juniati dan Reslyana Dwitasari, 2015
Gambar 3.
Alternatif 2 Rute Shuttle dan Rencana Lokasi Fasilitas Transfer.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya
merencanakan agar kendaraan pengunjung pantai Kabupaten Gunung Kidul parkir di
terminal eksisting Dhaksinga (memanfaatkan
terminal type A) yang berjarak rata-rata 27 km
ke panta i , untuk kemu dia n bera lih menggunakan kendaraan bis umum 3/4 atau
angkutan pedesaan menuju tujuan wisata
(memanfaatkan angkutan pedesaan eksisting), atau Pemda Kabupaten Gunung Kidul
menyediakan beberapa lahan parkir/ transfer
yang berjarak kurang dari 10 km dari pantai untuk tempat alih moda kendaraan pengunjung
ke kendaraan pariwisata. Sementara dalam
penelitian ini tidak merekomendasikan parkir
kendaraan wisatawan tidak di Terminal Type A Dhaksinga karena terlalu jauh, dan angkutan
pedesaan yang akan dimanfaatkan kurang
layak. Melalui proses wawancara dengan Kepala Sub Bagian Rencana Dinas Pariwisata
Kabupaten Gunung Kidul, diketahui bahwa
Pemda Kabupaten Gunung Kidul memiliki
lahan untuk parkir seluas kurang lebih 3 hektar di kawasan Pantai Krakal, yang relatif lebih
dekat dengan 2 (dua) pintu masuk menuju
kawasan pantai (Pos Pule Gundes dan Pos Tepus), sehingga pemanfaatan lahan parkir
Krakal ini tidak akan terlalu banyak
mengeluarkan biaya, dibanding dengan membeli dan membangun beberapa lokasi
parkir di luar kawasan pantai. Penelitian ini
outputnya adalah jumlah kendaraan pariwisata
yang dibutuhkan, jumlah perjalanan kendaraan pariwisata, jadwal kendaraan pariwisata dan
desain lokasi parkir Krakal.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif menggunakan
pendekatan metode penelitian kuantitatif metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel
pada umumnya dilakukan secara random,
pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik
(Sugiyono, 2014). Output penelitian ini adalah
perencanaan rute angkutan pariwisata dan rencana
kegiatan transfer kendaraan pribadi ke angkutan
pariwisata pada lokasi park and ride wisata pantai
Kabupaten Gunung Kidul.
Jenis dan sumber data, yaitu data primer melalui
hasil observasi, survei selama tiga hari pada saat
peak hari terkait aksesibilitas, kondisi dan panjang jalan, wawancara dan kuisioner kepada para
pemangku kepentingan, dan perangkat daerah/
SKPD Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan,
Dishubkominfo, BAPPEDA, para pengelola parkir di lokasi wisata, dan para wisatawan. Menurut Gay
dan Diehl (1992), semakin banyak sampel yang
diambil maka akan semakin representatif dan hasilnya dapat digeneralisir, namun ukuran sampel
yang diterima akan sangat bergantung pada jenis
penelitiannya, jika penelitiannya bersifat deskriptif,
maka sampel minimunya adalah 10% dari populasi, sehingga apabila jumlah populasinya sebanyak 600,
maka jumlah respondennya adalah 10 % berjumlah
60 responden.
Berdasarkan hasil pengamatan selama 3 hari
berturut-turut dalam waktu puncak (09.00 s/d 12.00)
didapat data primer antara lain jumlah kendaraan
6 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 1-12
wisatawan yang keluar dan masuk pos retribusi, jenis
dan jumlah kendaraan parkir pada lahan parkir
eksisting, rata-rata waktu parkir kendaraan wisatawan, jumlah wisatawan berdasarkan penjualan
karcis retribusi, jarak antara pos retribusi dengan
Pantai Baron dan Pantai Pulang Syawal (nama lain Pantai Indrayanti), titik penyempitan jalan, tikungan
jalan dan tanjakan jalan akses menuju pos retribusi
dan pantai. Data primer diambil dengan pengamatan
langsung/observasi di lapangan dan traffic
counting (TC) kendaraan yang keluar dan masuk
lokasi wisata melalui tempat pembayaran retribusi
dan pada areal parkir eksisting dengan jumlah rata-rata sebanyak 600 wisatawan per hari. Data sekunder
antara lain, data lokasi parkir pantai, data
kependudukan, dan data jumlah wisatawan 5 (lima) tahun terakhir. Teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi teknik dan sumber (gabungan)
(Sugiyono, 2010) sebagaimana terlihat pada
Gambar 4.
Sumber: Sugiyono. 2012
Gambar. 4.
Teknik Pengumpulan Data.
Teknik analisis data bersifat induktif dimana hasil lebih menekankan makna daripada generalisasi. Dalam pengolahan hasil wawancara dan observasi dilakukan pendekatan kuantifikasi melalui pembobotan pada jawaban responden dan temuan di lapangan (Sugiyono, 2012).
Penelitian ini dilaksanakan di objek wisata Pantai Baron dan Indrayanti Kabupaten Gunung Kidul berdasarkan pertimbangan kemacetan yang timbul akibat tingginya animo wisatawan terhadap kedua objek wisata pantai ini, sehingga 2 (dua) lokasi ini sangat sesuai untuk menjadi lokasi utama penelitian.
Analisis dilakukan berdasarkan formulasi perhitungan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No 272 Tahun 1996 tentang Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, antara lain untuk menghitung waktu sirkulasi dari A (Parkir Krakal) ke B (Pantai Indrayanti) ke C (Pantai Baron) kembali ke A (Parkir Krakal), menggunakan rumus sebagai berikut:
CT ABCA = (T AB + T BC + T CA) + (σAB + σBC + σCA) + (TTA + TTB +
TTC) .................................... (1)
Keterangan: CTABCA = Waktu Sirkulasi A-B-C-A
σAB = Deviasi waktu perjalanan dari A ke B
σBC = Deviasi waktu perjalanan dari B ke C
σBC = Deviasi waktu perjalanan dari C ke A TT A = Waktu Henti Kendaraan di A
TT B = Waktu Henti Kendaraan di B
TT C = Waktu Henti Kendaraan di C
Formulasi yang digunakan untuk menghitung waktu
antara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat,
1996) adalah sebagai berikut:
H = 60.C.Lf ............................................. (2) P
Keterangan:
H = Waktu Antara
C = Kapasitas Bis Sedang
Lf = Load Factor
= 70% = 0,7
P = Penumpang Terbanyak
Formulasi yang digunakan untuk menghitung jumlah kendaraan per-waktu sirkulasi (Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat, 1996) adalah sebagai
berikut:
K = ............................................. (3)
Keterangan:
K = Jumlah Kendaraan/Waktu Sirkulasi CT ABA = Waktu Sirkulasi A-B-A
H = Waktu Antara
Fa = Faktor Ketersediaan Kendaraan =
100% = 0,1
Formulasi yang digunakan untuk menghitung
kebutuhan jumlah armada pada periode sibuk = K1
antara pukul 09.00 dan pukul 12.00 = (W) = 3 Jam = 180 Menit (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat,
1996), adalah sebagai berikut:
K1 = K x ...................................... (4)
Keterangan: K
1 = Kebutuhan Kendaraan Pada jam Sibuk
K = Kebutuhan Kendaraan/Waktu Sirkulasi
W = Periode Waktu Sibuk = 09.00 - 12.00 = 3 Jam = 180 Menit
CT ABA = Waktu Sirkulasi A-B-A
Fasilitas Park and Ride Pada Lokasi Parkir Krakal dan Jumlah Kebutuhan Angkutan Pariwisata Pada Destinasi Wisata Pantai Kabupaten Gunung Kidul, Tetty Sulastry Mardiana 7
Formulasi perhitungan persentase moda kendaraan
eksisting (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat,
1996):
......... (5)
Formulasi perhitungan kapasitas parkir tiap moda
(m2) (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996):
Jumlah Kendaraan Parkir Waktu Sibuk Eksisting
x SRP Kendaraan
Formulasi perhitungan daya tampung berdasarkan
jumlah kendaraan eksisting (m2) (Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat, 1996):
Luas Lahan Parkir Tersedia x Persentase Moda
Kendaraan Eksisting
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Sampel studi ini berjumlah 60 sampel, masing-masing 30 sampel baik di Pantai Baron maupun
di Pantai Indrayanti. Rata-rata pengunjung
pantai Baron dan pantai Indrayanti rata-rata berusia 31 s/d 40 tahun, dan didominasi oleh
jenis kelamin laki-laki. Pengunjung rata-rata
berpendidikan sekolah menengah atas (SMA)
dan sarjana (S1). Pekerjaan pengunjung mayoritas pegawai swasta dengan penghasilan
rata-rata Rp. 1.500.000,-./bulan. Karakteristik
usia responden/wisatawan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber: Pengolahan Data, 2016
Gambar. 5.
Persentase Usia Responden.
B. Formulasi Perencanaan Kebutuhan
Angkutan Pariwisata
Formulasi perhitungan perencanaan kebutuhan
angkutan pariwisata pantai Kabupaten Gunung
Kidul menggunakan formulasi perhitungan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Darat Nomor 272 Tahun 1996
tentang Pedoma n Perencanaa n dan
Pengoperasian Fas il i t a s Parkir. Adapun perhitungan dilakukan untuk menghitung
jumlah angkutan pariwisata, dan jumlah
per ja la nan yang d ibutuhka n untuk mengakomodir wisatawan dan perhitungan
kebutuhan ruang parkir berdasarkan jumlah
kendaraan wisatawan eksisting, sehingga dapat diketahui luas areal parkir yang akan terpakai
untuk parkir, dan luas lahan yang dapat
digunakan untuk pembangunan sarana fasilitas
umum pada lokasi tersebut.
Berikut ini adalah perhitungan sebagaimana
tersebut di atas:
1. Jumlah Angkutan Pariwisata yang
Dibutuhkan
Perhitungan jumlah kendaraan didasarkan pada kebutuhan kendaraan pada asumsi periode tersibuk, diketahui hal-hal sebagai berikut: a. Periode tersibuk antara pukul 09.00
dan 12.00 = 3 jam = 180 Menit b. Jumlah wisatawan/penumpang
kendaraan wisatawan terbanyak (P) = 690 penumpang/waktu puncak
c. Jenis alat angkutan adalah bus sedang dengan kapasitas masing-masing 30 penumpang
d. Waktu perjalanan dari asal ke tujuan atau sebaliknya (TAB/Parkir Krakal ke Pantai Indrayanti) = 5 menit (TBC/Pantai Indrayanti ke Pantai Baron) = 15 menit (TCA/Pantai Baron ke Parkir Krakal) = 10 menit
8 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 1-12
2. Waktu Sirkulasi
Maka perhitungan waktu sirkulasi dari A
(Parkir Krakal) ke B (Pantai Indrayanti), B (Pantai Indrayanti) ke C (Pantai Baron)
dan C (Pantai Baron) ke A (Parkir Krakal)
adalah sebagai berikut: σAB = 5 % X 5 = 0,25
σBC = 5% X 15 = 0,75
σBC = 5% X 10 = 0,5
TT A = 10% X 5 = 0,5 menit
TT B = 10 % X 15 =1,5 menit
TT C = 10 % X 10 =1 menit
Waktu sirkulasi dari A ke B ke C kembali
ke A adalah:
CT ABCA = (5+15+10) +(0,25+0,75+0,5) +( 0,5+1,5+1)
= 34,5 menit
Tabel 2.
Perhitungan Jumlah Perjalanan Angkutan Pariwisata yang Diperlukan.
CT ABCA *) P *) C*) H (2)
(60x(3)x0,7)/P (2)
K
(1)/(4) x 100% W *)
K1
(5) x (6)/(1)
1 2 3 4 5 6 7
34,5 690 30 1,8 19 180 99
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2016
3. Waktu Antara
Maka waktu antara/jeda dari satu
destinasi ke destinasi wisata pantai
lainnya (H) adalah:
H = 60x30x0,7
690
H = 1,8 menit
4. Jumlah Kendaraan per-Wakt u
Sirkulasi
Jumlah kendaraan per-waktu sirkulasi
adalah:
K = 34,5
1,8 x 1
K = 19 unit kendaraan
5. Kebutuhan Jumlah Armada Pada
Periode Sibuk
Kebutuhan jumlah armada pada
periode sibuk = K1 antara pukul 09.00
dan pukul 12.00 = (W) = 3 Jam = 180
Menit, adalah :
K1 = K x 180
34,5
= 19 X 5,22
K1 = 99 trip kendaraan
Jadwal Angkutan Pariwisata Pantai Krakal-Pantai Indrayanti-Pantai Baron-Pantai Krakal,
digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 3.
Jadwal Angkutan Pariwisata Pantai
Sumber: Pengolahan Data, 2016
Fasilitas Park and Ride Pada Lokasi Parkir Krakal dan Jumlah Kebutuhan Angkutan Pariwisata Pada Destinasi Wisata Pantai Kabupaten Gunung Kidul, Tetty Sulastry Mardiana 9
6. Rute yang Direncanakan
Direncanakan angkutan pariwisata
pantai menggunakan rute Parkir
Krakal - Pantai Indrayanti - Pantai
Baron - Parkir Krakal.
Sumber: Pengembangan Rute Berdasarkan Rute Sebelumnya, 2016
Gambar 6.
Rute Parkir Krakal – Pantai Indrayanti/ Pulang Syawal - Pantai Baron - Parkir Krakal.
Sumber: Pengembangan Rute, Google Map, 2016 Keterangan:
Jalur Arah Pergi Bis Pariwisata
Jalur Arah Pulang Bis Pariwisata
Gambar 7.
Rute Angkutan Pariwisata.
C. Kebutuhan Ruang Parkir
Rencana pengoperasian park and ride dan alih moda di parkir Pantai Krakal dan rencana
angkutan pariwisata dari parkir Krakal - Pantai
Indrayanti - Pantai Baron dilakukan dengan
mendorong pengunjung untuk memarkirkan kendaraannya di sentral parkir Krakal yang saat
ini sudah dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten
Gunung Kidul seluas 30.000 m2, untuk
kemudian alih moda menggunakan bis
angkutan pariwisata ukuran sedang (30 seat),
10 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 1-12
mengingat lebar jalan menuju lokasi pantai
Baron dan pantai Indrayanti relatif sempit (± 10
m) apabila dilalui oleh kendaraan pariwisata pengunjung yang rata-rata berukuran besar.
Perencanaan dan pengoperasian fasilitas parkir
destinasi wisata pantai Kabupaten Gunung Kidul:
Jenis kegiatan = Lokasi Pariwisata
Luas lahan parkir = 30.000 m2
Standar Ketersediaan Ruang Parkir = 3,5-7,5.
Ukuran kebutuhan ruang parkir pada pusat
kegiatan rekreasi ditentukan berdasarkan Tabel
4, untuk kapasitas ruang parkir berdasarkan moda tersaji pada Tabel 5.
Tabel 4.
Standar Satuan Ruang Parkir Kendaraan
Jenis Kendaraan Satuan Ruang Parkir (m 2 )
1. a. Mobil penumpang untuk golongan I 2,30 x 5,00 12
b. Mobil penumpang untuk golongan II 2,50 x 5,00 13
c. Mobil penumpang untuk golongan III 3,00 x 5,00 15
2. Bus/truk 3,40x 12,50 43
3. Sepeda motor 0,75 x 2,00 1,5
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996
Tabel 5.
Kapasitas Ruang Parkir Berdasarkan Jenis Kendaraan
Jenis Kendaraan
Jumlah
Kendaraan
Parkir (per hari)
Persentase
(%)
SRP
(m2)
Kapasitas
Parkir (m2)
Kapasitas Parkir
yang Terpakai
(m2)
Mobil Penumpang 343 35 13 10.352 4.459,0
Bus Sedang, Bus Besar 178 18 43 5.372 7.654,0
Motor 473 48 1,5 14.276 709,5
Total 994 100
30.000 12.823
Sumber: Pengolahan data, 2016
Berdasarkan Tabel 5 di atas, maka kapasitas parkir yang diperlukan berdasarkan kondisi
eksisting adalah sebesar 12.823 m2 dan sisa
lahan parkir Krakal yang dapat digunakan untuk pengembangan sarana fasilitas umum
(fasum), lokasi niaga (supermarket, dan lain-
lain) dan peningkatan jumlah wisatawan destinasi wisata pantai Kabupaten Gunung
Kidul adalah:
= Luas lahan parkir Krakal-Daya Tampung
Berdasarkan Jumlah Kendaraan Eksisting
(m2)
= 30.000 m2 – 12.823 m
2
= 17178 m2
Pemanfaatan lahan parkir yang dimiliki
pemerintah Kabupaten Gunung Kidul sebesar
30.000 meter2 lokasi berada di dekat pantai Krakal, apabila dihitung berdasarkan jumlah
kendaraan parkir eksisting, maka luas lokasi
lahan terpakai berdasarkan jenis kendaraan
dengan satuan ruang parkir (SRP) mobil penumpang 13 m
2, bus 43 m2 dan sepeda
motor 1.5 m2, adalah seluas 4.459 m
2
digunakan oleh parkir mobil penumpang eksisting, 7.654 m
2 digunakan oleh parkir bus
sedang dan besar, dan 709.5 m2 digunakan oleh
parkir motor. Berdasarkan hal tersbut maka luas total lahan parkir Krakal yang digunakan untuk
parkir kendaraan eksisting adalah seluas 12.823
m2, dan terdapat sisa lahan sebesar 17.177 m
2
yang dapat digunakan untuk fasilitas shelter,
fasilitas umum, area komersil, bengkel dan
pengembangan parkir. Desain Lokasi Parkir
Krakal yang dimiliki Pemerintah Kabupaten
Gunung Kidul tersaji pada Gambar 8.
D. Desain Lokasi Park and Ride
Luas fasilitas parkir Krakal di desain (panjang x lebar) 25.000 meter x 12.000 meter. Fasilitas
umum yang direncanakan di lokasi parkir
Krakal antara lain taman, food court, toilet dan mesjid berada di tengah-tengah lokasi parkir
Krakal dengan konsep melingkar. Fasilitas
bengkel, toilet dan tempat istirahat pengemudi berada di bagian belakang dengan konsep
memanjang. Berdasarkan hasil pengamatan
selama tiga hari dalam puncak hari (Pukul
Fasilitas Park and Ride Pada Lokasi Parkir Krakal dan Jumlah Kebutuhan Angkutan Pariwisata Pada Destinasi Wisata Pantai Kabupaten Gunung Kidul, Tetty Sulastry Mardiana 11
09.00 s.d. 12.00 WIB), diketahui bahwa lokasi
parkir Krakal di desain untuk menampung
kendaraan pada waktu puncak kunjungan wisatawan. Jumlah lots parkir pada parkir
Krakal antara lain 124 lot parkir untuk bis, 208
lot parkir untuk mobil, 225 lot parkir untuk motor. Ruang terbuka hijau (taman) berada di 5
lokasi, berhadapan dengan shelter, dan empat
lokasi lain berada di sekeliling fasilitas umum.
Shelter untuk angkutan pariwisata keluar masuk
berada di bagian depan lokasi parkir Krakal. Lebar jalan di dalam lokasi parkir Krakal
bervariasi mulai dari 12, 10 dan 6 meter. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar desain layout lokasi parkir Krakal sebagai berikut.
Sumber: Pengolahan Data 2016
Gambar 8.
Desain Layout Lokasi Parkir Krakal.
KESIMPULAN
Rencana pengoperasian angkutan pariwisata pantai
Baron dan Pantai Indrayanti dilakukan dengan
mendorong pengunjung untuk memarkirkan
kendaraannya di sentral parkir Krakal untuk
kemudian alih moda menggunakan bis angkutan
pariwisata ukuran sedang. Rute angkutan pariwisata
pantai adalah Parkir Krakal - Pantai Indrayanti -
Pantai Baron - Parkir Krakal. Angkutan pariwisata
pantai direncanakan menggunakan bus berukuran
sedang dengan kapasitas 30 penumpang, Waktu
perjalanan dari parkir Krakal ke pantai Indrayanti
ditempuh selama 5 menit, dari pantai Indrayanti ke
pantai Baron ditempuh selama 15 menit, dan waktu
perjalanan dari Pantai Baron ke parkir Krakal
ditempuh selama 10 menit. Jumlah angkutan
pariwisata yang diperlukan per-waktu sirkulasi
dengan waktu antara 1.8 menit adalah sebanyak 19
unit kendaraan. Jumlah perjalanan yang diperlukan
pada periode sibuk pukul 09.00 - 12.00 adalah
sebesar 99 trip perjalanan. Total lahan parkir Krakal
yang digunakan untuk parkir kendaraan eksisting
adalah seluas 12.823 m2, dapat menampung parkir
untuk 124 bis, 208 mobil, dan 225 motor sehingga
terdapat sisa lahan sebesar 17.177 m2 yang dapat
digunakan untuk peruntukan shelter, fasilitas umum,
area komersil, bengkel dan pengembangan parkir
yang akan datang.
SARAN
Pelebaran jalan pada titik-titik jalan yang menanjak,
menuju tempat retribusi (Baron dan Pule Gundes)
dan Pantai Baron, Indrayanti perlu segera dilakukan
terutama pada jalur Pantai Baron-Indrayanti-pos Pule
Gundes, sehingga pertemuan dua kendaraan
berlawanan arah pada jalur ekstrim (menanjak,
menikung) dapat dilakukan dengan lancar, dan
dampak kemacetan yang timbul karena pengemudi
tidak siap dapat diminimalisir. Pemasangan rambu
lalu lintas pada beberapa titik lajur jalan Pantai
Baron-Indrayanti-pos Pule Gundes sebagai
peringatan terjadinya penyempitan jalan, tikungan
tajam, dan tanjakan serta kaca cembung jalan yang
berguna untuk melihat dari berbagai arah di jalanan,
sehingga pengguna jalan bisa melihat lawan arah
pada jalur dengan arah pandang negatif atau dari
persimpangan lainnya, penting untuk menjadi skala
pr ior i t a s . Dukungan pemer intah u ntuk
pengembangan angkutan pariwisata perlu segera
dihadirkan berupa peraturan daerah yang mengatur
tata kelola angkutan pariwisata pantai di Kabupaten
Gunung Kidul, dan menumbuhkan partisipasi
12 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 1-12
masyarakat terhadap kehadiran angkutan pariwisata.
Dukungan anggaran bagi pengembangan wisata ini
diperlukan sehingga pengembangan pariwisata di
Kabupaten Gunung Kidul akan meningkat secara
signifikan. Saran untuk penelitian lanjutan adalah
mengenai skema pembiayaan baik subsidi maupun
non subsidi melalui penghitungan Biaya Operasional
Kendaraan (BOK) angkutan pariwisata pantai
Kabupaten Gunung Kidul, dan penelitian lebih lanjut
mengenai rencana pelebaran jalan akses menuju
pantai, sehingga memenuhi aturan keselamatan
berkendaraan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Kementerian Perhubungan,
Dishubkominfo, Dinas Pekerjaan Umum, Kantor
Pertanahan dan Tata Ruang, BAPPEDA Kabupaten Gunung Kidul dan Propinsi DI Yogyakarta, para
pengelola parkir pantai, dan para wisatawan sebagai
responden yang telah mendukung dalam penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Breithaupt, Manfred. 2011. Manajemen Parkir: Sebuah
Kontribusi Menuju Kota yang Layak Huni.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1996. Pedoman
Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir. Jakarta.
Juniati, Herma., Dwitasari, Reslyana. 2015. Studi
Pengembangan Angkutan Shuttle Destinasi Wisata
di Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Penelitian
Transportasi Multimoda. Volume 13/Nomor
03/ September/2015 halaman 147-158. Jakarta.
Sidauruk, Ronaldo Natalius. 2015. Perencanaan
Pengoperasian Trayek Angkutan Wisata Pantai
Wonosari. (Online). http://e-journal.uajy.ac.id.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Mehami Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Tri, Ganis. 2016. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
Jakarta.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2014.
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Nomor 14 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan
Wisata. Jakarta.
Kementerian Perhubungan. 2003. Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM.35 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan
Kendaraan Umum. Jakarta.
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
Volume 19, Nomor 1, Maret 2017 ISSN NO. 1410 - 8593
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
INDEKS PENULIS
Darmawan Napitupulu, Hal. 37-48
Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo, Hal. 71-82
Taufik Hidayat dan Firdausa Retnaning Restu, Hal. 13-36
Tetty Sulastry Mardiana, Hal. 1-12
Tri Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan, Hal. 49-70
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
Volume 19, Nomor 1, Maret 2017 ISSN NO. 1410 - 8593
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
INDEKS KATA KUNCI
AC, angkutan pariwisata
diklat teknis
jarak aman kendaraan, jembatan timbang
kapasitas pendinginan, keberterimaan pengguna, kecepatan udara, kereta api, Kota Tangerang
Selatan
marka optik
optimalisasi
park and ride, parkir tepi jalan umum, penerimaan
Rasch, retribusi
TAM, temperatur ruang penumpang
unit penyelenggara penimbangan kendaraan bermotor
PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
1. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
2. Judul dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris diketik dengan huruf kapital tebal (bold) pada halaman
pertama maksimal 15 kata. Judul mencerminkan inti tulisan.
3. Identitas penulis : ditulis lengkap diketik di bawah judul nama penulis, nama lembaga asal, alamat lembaga
asal, dan alamat email penulis.
4. Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Inggris diketik dengan huruf miring (italic) berjarak 1 spasi, memuat
ringkasan lengkap isi tulisan, maksimum 250 kata, dilengkapi dengan kata kunci 3 - 5 kata.
5. Sistematika penulisan dibuat urut, untuk hasil penelitian mulai dari judul, identitas penulis, abstrak, pendahuluan,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian (lokasi/waktu penelitian, pendekatan penelitian, teknik pengumpulan
data, metode analisis), hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka
(minimal 10 rujukan). Untuk kajian mulai dari judul, identitas penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan,
kesimpulan, serta daftar pustaka (minimal 25 rujukan.) Naskah terbagi menjadi Bab dan Subbab dengan
penomoran (Judul Bab tanpa nomor, A. Subbab tingkat pertama, 1. Subbab tingkat kedua, a. Subbab
tingkat ketiga, 1) Subbab tingkat keempat dan seterusnya dengan posisi rapat kiri).
6. Pengutipan :
a. Bila seorang (Edward, 2005)
b. Bila 2 orang (Edward & Suhardjono, 2005)
c. Bila 3 orang atau lebih (Edward, ct al, 2005)
7. Penulisan daftar pustaka disusun berdasarkan Alpabet. Unsur yang ditulis dalam daftar pustaka meliputi:
(1) nama akhir pengarang, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademis. (2) tahun terbitan. (3) judul
termasuk sub judul. (4) tempat penerbitan: (5) nama penerbit.
a. Bila pustaka yang dirujuk terdapat dalam jurnal, seperti contoh:
Edward, J. D. Transportation Planning Models. Jurnal Transportasi Darat 3 (2) : 60-75.
b. Bila pustaka yang dirujuk berupa buku, seperti contoh:
Florian, Michael. 1984. Transportation Planning Models. New York: Elsevier Science Publishing
Company, Inc.
c. Bila pustaka yang dirujuk berupa bunga rampai, seperti contoh:
Teknik Sampling Untuk Survei dan Eksperimen (Supranto, J , MA). Jakarta: Rineka Cipta, Hal. 56-57.
d. Bila pustaka yang dirujuk terdapat dalam proceeding, seperti contoh :
Proceeding Seminar Nasional Peningkatan Perkeretaapian di Sumatera Bagian Selatan. Palembang,
12 April 2006. Masyarakat Kereta Api Indonesia.
e. Bila pustaka yang dirujuk berupa media massa, seperti contoh:
Tresna P. Soemardi, MS. 1997. Kendala Pengembangan Operasional dan Keuangan Penerbangan
Nasional. Trans Media. Volume II No. 4, Hal. 18-20.
f. Bila pustaka yang dirujuk berupa website, seperti contoh:
Jhon A. Cracknell. 2000. Traffic and Transport Consultant: Experience in Urban Traffic Management
and Demand Management in Developing Countries. http://www.worldbank.org. Diakses 27 Oktober
2000.
g. Bila pustaka yang dirujuk berupa lembaga instansi, seperti contoh:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2005. Pedoman Akademik Pascasarjana Dalam Negeri.
Jakarta: Biro Organisasi dan Kepegawaian.
h. Bila pustaka yang dirujuk berupa makalah dalam pertemuan ilmiah yang belum diterbitkan, seperti
contoh:
Martono, S. 1994. Perlindungan Hak-hak Konsumen Jasa Perhubungan Udara. Workshop. Jakarta.
22-24 April 2008.
i. Bila pustaka yang dirujuk berupa skripsi tesis/disertasi, seperti contoh:
Jasuli. 2004. Pengembangan Transportasi Kereta Api di Pulau Sumatera. Skripsi. Fakultas Teknik.
Institut Teknologi Bandung.
j. Bila pustaka yang dirujuk berupa dokumen paten, seperti contoh:
Sukawati, T. R. 1995. Landasan Putar Bebas Hambatan. Paten Indonesia No. 10/0 000 114.
k. Bila pustaka yang dirujuk berupa laporan penelitian, seperti contoh:
Dananjaja, Imbang. A. Nanang & A. Deddy. 1995. Pengkajian Optimalisasi dan Pengembangan
Terminal Petikemas Pelabuhan Panjang Menggunakan Model Dinamis Powersim. Laporan
Penelitian. Puslitbang Perhubungan Laut, Badan Litbang Perhubungan.
8. Kelengkapan tulisan misalnya : tabel, grafik, dan kelengkapan lain dibuat dalam format yang dapat diedit.
9. Format tulisan: 15 - 20 halaman yang diketik dengan menggunakan MS Word (sudah termasuk daftar
pustaka), pada kertas A4, dengan font Times New Roman 11, spasi single. Batas atas dan bawah 2 cm, tepi
kiri 3 cm dan tepi kanan 2 cm.
10. Redaksi: editor/penyunting mempunyai kewenangan mengatur tulisan sesuai dengan format Jurnal
Penelitian Transportasi Darat.
K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN DARAT DAN PERKERETAAPIAN Jl. Medan Merdeka Timur No. 5, Jakarta - 10110
Telepon (021) - 34832942/ Faximili (021) - 3440012 Website: www.balitbanghub.dephub.go.id
Email: [email protected]
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
Volume 19, Nomor 1, Maret 2017 ISSN No. 1410-8593
K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI JALAN DAN PERKERETAAPIAN
Jl. Medan Merdeka Timur No. 5, Jakarta - 10110
Telepon (021) - 34832942/ Faximili (021) - 3440012
Website: www.balitbanghub.dephub.go.id
Email: [email protected]
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT diterbitkan sejak tahun 1998 dan sejak tahun 2007 terbit
dengan frekuensi 4 (empat) kali setahun.
Redaksi menerima tulisan hasil penelitian dan kajian yang berkaitan dengan transportasi darat meliputi moda jalan dan kereta
api dari kalangan umum, mahasiswa dan pakar/pemerhati transportasi darat
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
Pelindung : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan
Penasehat : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian
Pemimpin Umum : Ir. Danto Restyawan, M.T.
Pemimpin Redaksi : Arif Anwar, S.T., M.Sc (Transportasi Kere ta Ap i , Kementerian
Perhubungan)
Sekretaris Dewan Redaksi : Siti Nur Fadlilah A, S.T., M.T. (Transportasi Antarmoda, Kementerian
Perhubungan)
Dewan Redaksi : Erna Suharti, S.E., M.MTr (Transportasi Kereta Api, Kementerian
Perhubungan)
Ir. Setio Boedi Arianto (Transportasi Jalan, Kementerian Perhubungan)
Yok Suprobo, S.T., M.Sc. (Transportasi Jalan, Kementerian Perhubungan)
Widoyoko Darmaji, S.S., M.T. (Bahasa Inggris, Kementerian Perhubungan)
Mitra Bestari (Peer Group) : DR.Bambang Istianto, M.Si (Ahli Bidang Kebijakan Transportasi, Sekolah
Tinggi Transportasi Darat)
Drs. Priyambodo, MPM, DESS (Ahli Bidang Manajemen Transportasi,
Balitbangda Provinsi Jawa Timur)
Darmaningtyas (Ahli Bidang Transportasi Perkotaan, Institut
Studi Transportasi, INSTRAN)
Ir. Djoko Setijowarno, M.T. (Ahli Bidang Transportasi Kereta Api, Unika
Soegijapranata)
Andyka Kusuma, S.T., M.Sc, Ph.D. (Ahli Bidang Pemodelan Transportasi,
Universitas Indonesia)
Sekretariat Redaksi : Hartono, SAP, M.MTr., Budi Dwi Hartanto, S.T., M.T., Imam Samsudin, S.T., Arbie,
S.T., Reni Puspitasari, S.E., M.T., Yogi Arisandi, S.T., M.T., Dwi Heriwibowo
Alamat Redaksi
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI JALAN DAN PERKERETAAPIAN
Jl. Medan Merdeka Timur No. 5 Jakarta 10110
Telp. (021) 348 32942, Fax. (021) 344 0012
Dicetak oleh: CV. SETIA SEJATI, Kp. Tajur No. 16 Kel. Tajur Kec. Ciledug - Kota Tangerang
Telp. (021) 7332446
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017 i
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
KATA PENGANTAR
Jurnal Penelitian Transportasi Darat merupakan salah satu wahana di Badan Penelitian dan Pengembangan
Perhubungan untuk mempublikasikan hasil penelitian dan kajian bidang transportasi darat (moda jalan dan
kereta api) dari peneliti Badan Litbang Perhubungan, peneliti dari instansi lain, serta akademisi. Pada
penerbitan Volume 19 (sembilan belas), Nomor 1 (satu) ini menyajikan 5 (lima) tulisan yang membahas
fasilitas park and ride serta jumlah kebutuhan angkutan pariwisata, pengembangan desain sistem
pengkondisian udara kereta api, analisis model rasch pada instrumen keberterimaan marka optik, strategi
optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum, dan analisis karakteristik diklat teknis
SDM penyelenggara unit penimbangan kendaraan bermotor. Tetty Sulastry Mardiana dalam tulisannya
“Fasilitas Park and Ride Pada Lokasi Parkir Krakal dan Jumlah Kebutuhan Angkutan Pariwisata
Pada Destinasi Wisata Pantai Kabupaten Gunung Kidul” yang bertujuan untuk menentukan jumlah
kendaraan pariwisata yang diperlukan, menentukan rute terpendek, jadwal kendaraan pariwisata yang
beroperasi pada waktu puncak hari, dan desain parkir di lokasi parkir Krakal, sehingga dapat mengurangi
kemacetan dan mempersingkat waktu tempuh menuju destinasi wisata pantai serta tingkat kenyamanan
wisatawan terpenuhi. Taufik Hidayat dan Firdausa Retnaning Restu menulis “Pengembangan Desain
Sistem Pengkondisian Udara Kereta Api oleh PT. INKA (Persero)”, dengan tujuan untuk mengkaji
mengenai perkembangan produksi AC di PT. INKA, sebagai bentuk upaya untuk ikut andil dalam
pengembangan AC yang sesuai kebutuhan sarana kereta api dengan mempertimbangkan faktor-faktor tertentu
dan sebagai upaya untuk efisiensi dan efektifitas produksi. Darmawan Napitupulu dalam tulisannya
“Analisis Model Rasch Pada Instrumen Keberterimaan Marka Optik Penanda Jarak Aman
Kendaraan“, dimana tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan dan menguji instrumen yang
akan digunakan khususnya tingkat validitas dan reliabilitasnya dengan pendekatan model Rasch. Tri
Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan menulis tentang “Strategi Optimalisasi
Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan”, dengan tujuan
untuk menganalisis kinerja (tingkat efektivitas, pertumbuhan dan kontribusi) retribusi pelayanan parkir
tepi jalan umum Kota Tangerang Selatan; menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan; dan merumuskan
prioritas strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum Kota
Tangerang Selatan. Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo dalam tulisannya “Analisis Karakteristik
Diklat Teknis SDM Penyelenggara Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa
Tengah” bertujuan untuk mengetahui karakteristik diklat SDM penyelenggara unit penimbangan kendaraan
bermotor di Provinsi Jawa Tengah.
Selamat Membaca.
Redaksi.
ii Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
DAFTAR ISI
Fasilitas Park and Ride Pada Lokasi Parkir Krakal dan Jumlah Kebutuhan Angkutan
Pariwisata Pada Destinasi Wisata Pantai Kabupaten Gunung Kidul
Park Ride Plan Area Use of Parking Location Krakal and Tourism Transport Needs on
Park and Ride Facility at Krakal Parking Location and The Number of Tourism
Transport Needs on The Beach Tourism Destinations in Gunung Kidul District __________ 1-12
Tetty Sulastry Mardiana
Pengembangan Desain Sistem Pengkondisian Udara Kereta Api Oleh PT. INKA
(Persero)
Design Development of Railway Air Conditioning System by PT. INKA (Persero) ________ 13-36
Taufik Hidayat dan Firdausa Retnaning Restu
Analisis Model Rasch Pada Instrumen Keberterimaan Marka Optik Penanda Jarak Aman
Kendaraan
Rasch Model Analysis on Acceptance Instrument of Optical Marker for Safe Vehicle
Marking __________________________________________________________________ 37-48
Darmawan Napitupulu
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum
Kota Tangerang Selatan
The Strategy to Optimize Income for Street Parking Service Retribution in South
Tangerang City ____________________________________________________________ 49-70
Tri Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan
Analisis Karakteristik Diklat Teknis SDM Penyelenggara Unit Penimbangan Kendaraan
Bermotor di Provinsi Jawa Tengah
Analysis of Technical Training Characteristics Human Resources for Vehicles Weighing
Operator Unit in Province of Central Java _______________________________________ 71-82
Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017 iii
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya
DDC: 385.3 Hid p
Taufik Hidayat dan Firdausa Retnaning Restu (UPT Balai
Pengembangan Instrumentasi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Bandung dan Departemen Litbang dan
Rekayasa PT. Industri Kereta Api (Persero), Madiun)
Pengembangan Desain Sistem Pengkondisian Udara
Kereta Api oleh PT. INKA (Persero)
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, Maret 2017, Hal. 13-36
Air Conditioning (AC) adalah keseluruhan sistem yang mengkondisikan udara di dalam suatu ruangan dengan mengatur besaran termal seperti temperatur dan kelembaban udara serta kesegaran dan kebersihan udara sehingga diperoleh kondisi ruangan yang nyaman. Kebutuhan akan AC sebagai salah satu faktor penunjang kenyamanan di sarana perkeretaapian di Indonesia dan pasar global semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai perkembangan produksi AC di PT. INKA, sebagai bentuk upaya untuk ikut andil dalam pengembangan AC yang sesuai kebutuhan sarana kereta api dengan mempertimbangkan faktor-faktor tertentu dan sebagai upaya untuk efisiensi dan efektifitas produksi. Metode penelitian ini didasarkan pada pendekatan evaluasi kebijakan (peraturan perundangan dan dokumen formal) menggunakan data sekunder berupa literatur, buku, laporan dan dokumen terkait, diperoleh dari instansi-instansi terkait sesuai kebutuhan analisis data, khususnya PT. INKA dengan metode analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif, serta metode kepustakaan. Untuk memperoleh desain AC yang memenuhi kapasitas pendinginan sesuai kebutuhan, dapat dilakukan dengan menghitung kebutuhan pendinginan melalui perhitungan cooling load (beban pendinginan) ruangan, yang kemudian disesuaikan dengan kapasitas pendinginan AC yang dipilih dan dengan desain distribusi udara yang merata keseluruh ruangan. Hasil perhitungan dan pengujian AC produksi PT. INKA telah dilakukan oleh ITS menunjukkan bahwa AC produksi PT. INKA memiliki kapasitas pendinginan mencapai 46.876,05 kCal/jam, telah melebihi kapasitas desain sebesar 40.000 kCal/jam. Ini bermakna bahwa performansi AC INKA mampu menampung beban pendinginan melebihi desain kapasitas pendinginan hingga 17.19%. Pada saat dilakukan pengujian di lintasan operasi PT. KAI, berdasarkan standar UIC 553 danAC produksi PT. INKA mampu mengkondisikan udara sesuai kebutuhan ruang kereta dengan hasil rata-rata temperatur ruang adalah 20.45°C-21.65°C dan rata-rata kecepatan udara pada kereta penumpang yang terukur adalah 0.089 - 0.09 m/detik. Nilai rata-rata temperatur udara yang terukur dibawah standar (22°C) menunjukkan bahwa performansi AC mampu mencapai temperatur di bawah target.
(Penulis)
Kata Kunci: penilaian kinerja, Unit Pengujian Berkala
DDC: 388.042 Mar f Tetty Sulastry Mardiana (Sekretariat Badan Litbang Perhubungan, Jakarta)
Fasilitas Park and Ride Pada Lokasi Parkir Krakal dan Jumlah Kebutuhan Angkutan Pariwisata Pada Destinasi Wisata Pantai Kabupaten Gunung Kidul
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, Maret 2017, Hal. 1-12
Sektor pariwisata merupakan sektor prospektif di Kabupaten Gunung Kidul. Peningkatan sektor pariwisata di Kabupaten Gunung Kidul yang tidak diimbangi dengan peningkatan dan pengembangan sektor transportasi menimbulkan dampak kemacetan, untuk mengatasi hal ini diperlukan manajemen park and ride yaitu dengan mengalihkan kendaraan wisatawan untuk parkir pada lokasi parkir yang telah disediakan dan kemudian alih moda menggunakan kendaraan pariwisata, sehingga pada jalan menuju lokasi wisata hanya kendaraan pariwisata yang dapat beroperasi. Rumusan masalah studi ini adalah apakah melalui park and ride dan pengalihan moda transportasi di lokasi pariwisata pantai Kabupaten Gunung Kidul dapat mengurai tingkat kemacetan dan mempersingkat waktu tempuh menuju destinasi wisata. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah angkutan pariwisata yang dapat mengakomodir jumlah wisatawan, dan pemanfaatan luas lokasi parkir Krakal untuk park and ride kendaraan wisatawan ke angkutan pariwisata, sehingga diharapkan dapat menurunkan tingkat kemacetan dan mempersingkat waktu tempuh. Penelitian ini bersifat deskriptif menggunakan pendekatan kuanititatif,berdasarkan hasil wawancara kepada SKPD terkait, dan kuisioner kepada 60 responden (10% dari jumlah populasi), dan pengamatan langsung di lapangan melalui traffic counting kendaraan wisatawan pada tempat retribusi dan areal parkir. Setelah melalui proses pengolahan data maka hasilnya adalah dibutuhkan 19 armada angkutan pariwisata untuk mengakomodir jumlah wisatawan Pantai kabupaten Gunung Kidul dengan jumlah perjalanan sebanyak 99 perjalanan pada waktu sibuk. Luas alokasi area park and ride yang dimiliki pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, yang terpakai untuk mengakomodir jumlah kendaraan wisatawan saat puncak adalah sebesar 12.823 m2, dan sisa lahan seluas 17178 m2 dapat digunakan untuk antisipasi peningkatan kendaraan wisatawan, area komersil, fasilitas umum dan bengkel.
(Penulis) Kata Kunci: angkutan pariwisata, park and ride
iv Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
DDC: 363.287 Nap a Darmawan Napitupulu (Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian, Tangerang Selatan)
Analisis Model Rasch Pada Instrumen Keberterimaan Marka Optik Penanda Jarak Aman Kendaraan
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, Maret 2017, Hal. 37-48
Salah satu penyebab utama terjadinya tabrakan beruntun adalah tidak terjaganya jarak aman antar kendaraan pada kecepatannya. Tidak semua kendaraan bermotor roda empat memiliki alat pengukur jarak aman. Prototipe yang dikembangkan berupa marka berbentuk stiker yang memanfaatkan ketajaman mata (optical acuity) normal pengemudi. Evaluasi keberterimaan pengguna terhadap sistem perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat pemanfaatannya di masa mendatang. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan instrumen keberterimaan pengguna berdasarkan TAM. Metode yang digunakan adalah survei dimana validitas dan reliabilitas instrumen dianalisa dengan model Rasch. Jumlah total respoden adalah 31 orang yang dipilih dengan teknik purposive sampling dengan kriteria responden adalah pengemudi di ruas jalan tol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh item dari instrumen telah valid dan reliabel mengacu pada temuan statistik model Rasch, dengan demikian total 15 item dikatakan sesuai untuk mengukur ketiga konstruk dari minat penggunaan terhadap teknologi marka optik penanda jarak aman kendaraan.
(Penulis) Kata Kunci: Rasch, TAM, keberterimaan pengguna, marka optik, jarak aman kendaraan
yang terukur adalah 0.089-0.09 m/detik. Nilai rata-rata temperatur udara yang terukur dibawah standar (22°C) menunjukkan bahwa performansi AC mampu mencapai temperatur di bawah target.
(Penulis) Kata Kunci: AC, kereta api, temperatur ruang penumpang, kecepatan udara, kapasitas pendinginan
DDC: 388.049 Haw s Tri Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan (Institut Pertanian Bogor, Bogor)
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, Maret 2017, Hal. 49-70
Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang sedang giat melaksanakan pembangunan di berbagai bidang. Akibatnya, aktivitas perekonomian masyarakat juga ikut meningkat dan mendorong peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang digunakan oleh masyarakat Kota Tangerang Selatan. Sebagai konsekuensinya, hal tersebut akan meningkatkan kebutuhan lahan parkir dan meningkatkan pendapatan retribusi parkir, salah satunya parkir tepi jalan umum. Namun, sayangnya kontribusi parkir tepi jalan umum terhadap penerimaan daerah masih sangat rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum serta merumuskan prioritas strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kinerja, analisis regresi linier berganda, dan proses hierarki analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum tahun 2010-2015 masih belum baik dan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum adalah jumlah kepemilikan
merumuskan prioritas strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kinerja, analisis regresi linier berganda, dan proses hierarki analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum tahun 2010-2015 masih belum baik dan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum adalah jumlah kepemilikan kendaraan bermotor (roda 2 dan 4) dan penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum periode sebelumnya. Strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum Kota Tangerang Selatan yang dianalisis dengan AHP sesuai dengan urutan bobot dan prioritasnya adalah sebagai berikut: (a) Perbaikan sistem pengelolaan parkir tepi jalan umum dengan bobot sebesar 0.336 (b) Perbaikan sistem pengawasan parkir tepi jalan umum dengan bobot sebesar 0.234 (c) Peningkatan sosialisasi dan penegakkan hukum dengan bobot sebesar 0.208, (d) Peningkatan kualitas SDM dengan bobot sebesar 0.141, (e) Evaluasi kebijakan tarif retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum dengan bobot sebesar 0,080.
(Penulis) Kata Kunci: optimalisasi, parkir tepi jalan umum, retribusi, penerimaan, Kota Tangerang Selatan
DDC: 331.7 Ari a Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo (Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jakarta)
Analisis Karakteristik Diklat Teknis SDM Penyelenggara Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Tengah
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, Maret 2017, Hal. 71-82
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik diklat SDM penyelenggara unit penimbangan kendaraan bermotor di Provinsi Jawa Tengah, dengan menggunakan metode Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif maka kesimpulan penelitian ini adalah karakteristik responden di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan usia yang lebih dominan adalah responden yang berusia > 50 tahun berjumlah 34 orang, berpendidikan SMA/Sederajat (39 orang), dan jabatan responden yang dominan adalah sebagai Pengatur Lalu Lintas berjumlah 19 orang. Jumlah personil Unit Penyelenggara Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 265 orang, 60% telah mengikuti diklat teknis dan 40% tidak mengikuti. Berdasarkan jumlah personil yang telah mengikuti diklat teknis (160 orang), personil yang mengikuti diklat teknis operator jembatan timbang sebesar 24%, dan 76% tidak mengikuti. Personil yang mengikuti diklat teknis penimbangan kendaraan bermotor sebesar 31%, dan 69% tidak mengikuti. Personil yang mengikuti diklat teknis PPNS sebesar 20%, dan 80% tidak mengikuti. Personil yang mengikuti diklat teknis transportasi dan lalu lintas 45%, dan 55% tidak mengikuti. Personil yang mengikuti diklat teknis andalalin hanya 1%, dang 99% tidak mengikuti. Personil yang mengikuti diklat teknik informatika/komputer sebesar 1%, dan 99% tidak mengikuti.
(Penulis) Kata Kunci: unit penyelenggara penimbangan kendaraan bermotor, diklat teknis, jembatan timbang
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017 v
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
The abstract sheet may reproduced without permission or charge
DDC: 388.042 Mar f
Tetty Sulastry Mardiana (Secretariat of Research and
Development Agency, Jakarta)
Park and Ride Facility at Krakal Parking Location and
The Number of Tourism Transport Needs on The Beach
Tourism Destinations in Gunung Kidul District
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, March 2017, Page. 1-12
The tourism sector is a prospective sector in the District of
Gunung Kidul. Increased tourism sector in Gunung Kidul
District which is not offset by the improvement and
development of the transport sector, made congestion
impact, so that it is necessary to have park and ride
management, namely shifting travelers vehicle to park on
the provided parking area and then transfer modes using
tourism vehicle, so that on the road to tourist sites only
tourism vehicle can be operated. The problems of this
study is whether through the park and ride and the
transfer of transportation mode on the beach tourism
locations in Gunung Kidul District, can reduce the level of
congestion and shorten travel time to tourist destinations.
This study aims to determine the amount of tourism
transport that can accommodate the number of tourists,
and utilization of the Krakal parking lot location for the
park and ride for traveler’s vehicle to tourism transport,
so it is expected to reduce the level of congestion and
shorten travel time. This study uses descriptive
quantitative approach, based on the results of interviews
with relevant SKPD, questionnaires to 60 respondents
(10% of the number of populations), and direct
observations on the street through traffic counting of
traveler’s vehicles at retribution and the parking area.
After going through the processing data, the result is
required 19 tourism transport fleet to accommodate the
number of tourists beach in Gunung Kidul District, by the
number of trips 99 traveling at a busy time. Extensive
allocation area for park and ride who owned by Gunung
Kidul Government, used to accommodate the number of
tourist vehicles during the peak reach 12 823 m2, and the
rest of the land area (17 178 m2) can be used to
anticipated the increasement of tourist vehicles ,
commercial areas, public facilities and workshops.
(Author)
Keywords: tourism transport, park and ride
DDC: 385.3 Hid p
Taufik Hidayat dan Firdausa Retnaning Restu (Indonesian
Institute of Science, Bandung and PT. Industri Kereta Api
(Persero), Madiun)
Design Development of Railway Air Conditioning System
by PT. INKA (Persero)
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, March 2017, Page. 13-36
Air Conditioning (AC) is a whole system that conditions
the air in a room by adjusting the amount of thermal such
as temperature and humidity as well as the freshness and
cleanliness of the air in order to obtain a comfortable
indoor condition. The need for AC as one of supporting
factor for the convenience of railway facilities in
Indonesia and global market is increasing. The aim of this
study is to analyse the development of AC production in
PT. INKA, as one of efforts to contribute to the
development of AC which fits the needs of railway
facilities by considering certain factors and as an effort
for the efficiency and effectiveness of the productions. The
research methodology was based on policy evaluation
approach (regulations and formal documents), using
secondary data such as literatures, books, reports, and
other related documents. The data were collected from
related institutions based on their data analysis,
particularly PT. INKA by using methods of quantitative
and qualitative descriptive analysis, as well as literature
methods. AC design that meets the cooling capacity could
be obtained by using cooling load calculation to calculate
the needs for cooling. Then, it is adjusted to the capacity
of cooling AC and to the design of air distribution evenly
throughout the room. The result of calculating and testing
AC production of PT. INKA conducted by ITS showed
that AC production of PT. INKA has cooling capacity
until 46,876,05 kCal/hour. It has exceeded the design
capacity of 40000 kCal/hour. It means that the
performance of AC INKA could accommodate the cooling
load, exceeding the design of the cooling capacity of up to
17.19%. At the time of testing on the track operation of
PT. KAI, based on UIC 533 standard and AC produced
by PT. INKA could condition the air as needed in the train
rooom with an average yield of room temperature was
20.45 Celsius -21.65 Celsius and average air velocities at
passenger train was measured by 0.089 to 0.09 m / sec.
The average value of the measured air temperature below
the standard 22 Celsius indicates that the AC
performance is capable of achieving temperatures below
target.
(Author)
Keywords: AC, coaches/trains, passenger’s room
vi Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
DDC: 331.7 Ari a Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo (Research and Development Center of Road and Railway Transport, Jakarta)
Analysis of Technical Training Characteristics Human Resources for Vehicles Weighing Operator Unit in Province of Central Java
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, March 2017, Page. 71-82
The purpose of this study is to determine the human resources competency for vehicles weighing operator unit in Central Java Province, using Analysis of Descriptive Qualitative and Quantitative, then conclusions of this study are the characteristics of respondents in Central Java Province based on the age which is more dominant respondents aged > 50 years amounted to 34 people, high school educated/equal as many as 39 people, and the dominant respondent occupations are the traffic controller reached 19 people. Total personnel of Vehicle Weighing Operator Unit in Central Java Province as many as 265 people, 60% have followed technical training and 40% have not follow technical training yet. Based on the number of personnel who have followed technical training (160 people), the personnel who follow technical training weighbridge operator by 24%, while 76% do not follow. Personnel who follow technical training weighing vehicles by 31%, while 69% do not follow. Personnel who follow technical training investigators by 20%, while 80% do not follow. Personnel who follow technical training of transport and traffic by 45%, while 55% did not follow. Personnel who follow technical training of andalalin only 1%, while 99% do not follow. Personnel who follow the training techniques of informatics/computer by 1%, while 99% did not follow.
(Author) Keywords: Vehicle Weighing Operator Unit, Technical Training, Weighbridge
DDC: 363.287 Nap a
Darmawan Napitupulu (Indonesian Institute of Science,
Tangerang Selatan)
Rasch Model Analysis on Acceptance Instrument of
Optical Marker for Safe Vehicle Marking
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, March 2017, Page. 37-48
One of the main causes of successive collisions is the lack
of safe distance between vehicles at their speed. Not
all four-wheeled vehicles have a safety meter. The
prototype developed in the form of marker-shaped
markers that take advantage of the normal eye sharpness
(optical acuity) of the driver. Evaluation of user
acceptance of the system should be undertaken to
determine the level of utilization in the future. The purpose
of study is to develop a user acceptance instrument
based on TAM. The method used is a survey where
the validity and reliability were analyzed by Rasch
model. The total number of respondents is 31 people
selected by purposive sampling technique with the
criteria of respondent are the driver in toll road
segment. The results of this study shows that all items of
the instrument have been valid and reliable referring to
the statistical findings of the Rasch model, thus a total
of 15 items are said to be suitable for measuring the three
constructs of behaviour intention to use optical marker
technology for safe vehicle marking.
(Author)
Keywords: Rasch, TAM, user acceptance, optical marker,
vehicle safe distance
DDC: 388.049 Haw s
Tri Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby
Falatehan (Bogor Agricultural University, Bogor)
The Strategy to Optimize Income for Street Parking
Service Retribution in South Tangerang City
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 1, March 2017, Page. 49-70
South Tangerang city is a city that actively carried out
development in various field. As a result, the economic
activities of the community have also increased and
encouraged the increase in the number of vehicles used by
the people of South Tangerang city. As a consequence, it
will enhance the needs of parking lots and parking
retribution income, such as parking on the street.
However, unfortunately the contribution of parking on the
street to the local government income is still very low.
This research conducted to analyze the performance of on
street parking service retribution, analyze the influencing
factor for realization retribution income of street parking
service, and formulate the priority strategy in order to
optimize on street parking service retribution income in
South Tangerang City. This research involved some
methods, namely performance analysis, multiple linear
regression and analytical hierarchy process (AHP). The
result of the research showed that the performance of
retribution for on street parking service was not optimal
The average value of the measured air temperature
below the standard 22 Celsius indicates that the AC
performance is capable of achieving temperatures below
target.
(Author)
Keywords: AC, coaches/trains, passenger’s room
temperature, air velocities, cooling capacity
optimize on street parking service retribution income in
South Tangerang City. This research involved some
methods, namely performance analysis, multiple linear
regression and analytical hierarchy process (AHP). The
result of the research showed that the performance of
retribution for on street parking service was not optimal
in 2010-2015, the factor that influenced realization of on
street parking service retribution income was the number
of vehicle ownership and the on street parking service
retribution income from previous period. The strategies to
optimize the income of on street parking service
retribution in South Tangerang city analyzed by AHP
appropriate with the priority and sequences as follow (a)
improving on street parking management system with a
weight of 0,336, (b) improving on street parking control
system with weight of 0.234, (c) improving the
socialization and law enforcement with weight of 0.208
(d) enhancing human resource with weight of 0.141, and
(5) evaluating on street parking service retribution rates
policy with weight 0,080.
(Author)
Keywords: optimalization, on street parking, retribution,
income, South Tangerang City
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i1.605 49 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
STRATEGI OPTIMALISASI PENERIMAAN RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR TEPI JALAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN
THE STRATEGY TO OPTIMIZE INCOME FOR STREET PARKING SERVICE RETRIBUTION IN SOUTH TANGERANG CITY
1Tri Maryugo Hawati,
2Rina Oktaviani, dan
3A. Faroby Falatehan
Institut Pertanian Bogor Jl Kamper Wing 2 Level 5, Kampus IPB Dramaga Bogor-Indonesia [email protected]
Diterima: 1 Februari 2017, Direvisi: 7 Februari 2017, Disetujui: 20 Februari 2017
ABSTRACT South Tangerang city is a city that actively carried out development in various field. As a result, the economic activities of
the community have also increased and encouraged the increase in the number of vehicles used by the people of South
Tangerang city. As a consequence, it will enhance the needs of parking lots and parking retribution income, such as
parking on the street. However, unfortunately the contribution of parking on the street to the local government income is
still very low. This research conducted to analyze the performance of on street parking service retribution, analyze the
influencing factor for realization retribution income of street parking service, and formulate the priority strategy in order
to optimize on street parking service retribution income in South Tangerang City. This research involved some methods,
namely performance analysis, multiple linear regression and analytical hierarchy process (AHP). The result of the research showed that the performance of retribution for on street parking service was not optimal in 2010-2015, the
factor that influenced realization of on street parking service retribution income was the number of vehicle ownership and
the on street parking service retribution income from previous period. The strategies to optimize the income of on street
parking service retribution in South Tangerang city analyzed by AHP appropriate with the priority and sequences as
follow (a) improving on street parking management system with a weight of 0,336, (b) improving on street parking
control system with weight of 0.234, (c) improving the socialization and law enforcement with weight of 0.208 (d)
enhancing human resource with weight of 0.141, and (5) evaluating on street parking service retribution rates policy
with weight 0,080.
Keywords: optimalization, on street parking, retribution, income, South Tangerang City
ABSTRAK Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang sedang giat melaksanakan pembangunan di berbagai bidang. Akibatnya,
aktivitas perekonomian masyarakat juga ikut meningkat dan mendorong peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang digunakan oleh masyarakat Kota Tangerang Selatan. Sebagai konsekuensinya, hal tersebut akan meningkatkan
kebutuhan lahan parkir dan meningkatkan pendapatan retribusi parkir, salah satunya parkir tepi jalan umum. Namun,
sayangnya kontribusi parkir tepi jalan umum terhadap penerimaan daerah masih sangat rendah. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis kinerja retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan,
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum serta
merumuskan prioritas strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota
Tangerang Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kinerja, analisis regresi linier
berganda, dan proses hierarki analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum tahun 2010-2015 masih belum baik dan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum adalah jumlah kepemilikan kendaraan bermotor (roda 2 dan 4) dan penerimaan
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum periode sebelumnya. Strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum Kota Tangerang Selatan yang dianalisis dengan AHP sesuai dengan urutan bobot dan prioritasnya adalah sebagai berikut: (a) Perbaikan sistem pengelolaan parkir tepi jalan umum dengan bobot sebesar
0.336 (b) Perbaikan sistem pengawasan parkir tepi jalan umum dengan bobot sebesar 0.234 (c) Peningkatan sosialisasi
dan penegakkan hukum dengan bobot sebesar 0.208, (d) Peningkatan kualitas SDM dengan bobot sebesar 0.141, (e)
Evaluasi kebijakan tarif retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum dengan bobot sebesar 0,080.
Kata Kunci: optimalisasi, parkir tepi jalan umum, retribusi, penerimaan, Kota Tangerang Selatan
PENDAHULUAN
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang dimulai s ejak 1 Janua r i 2001 memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah untuk
mengelola sumber daya dan potensi yang dimiliki
daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat. Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan salah satu jenis pendapatan atau penerimaan daerah yang memegang peranan penting
dalam pelaksanaan otonomi daerah. Semakin besar
kontribusi penerimaan PAD terhadap Anggaran
Pendapa tan dan Belanja Daerah (APBD) menunjukkan semakin tinggi tingkat kemandirian
50 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
daerah tersebut dan s ema kin keci l tingkat
ketergantungan daerah terhadap pusat. Salah satu
sumb er PAD ya ng dapa t t erus digali dan dioptimalkan potensinya adalah retribusi daerah.
Kota Tangerang Selatan yang dibentuk pada akhir
tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan di Provinsi Banten merupakan salah satu
kota yang letaknya sangat strategis karena berbatasan
dengan provinsi DKI Jakarta dan merupakan salah satu daerah penyangga Provinsi DKI Jakarta. Kota
Tangerang Selatan merupakan daerah pemekaran
Kabupaten Tangerang, memiliki 7 (tujuh)
kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah 147,19 km
2
atau 14.719 Ha. Jumlah penduduk Kota Tangerang
Selatan pada tahun 2015 adalah 1.543.209 jiwa, yang terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki
sebesar 777.713 jiwa dan penduduk berjenis kelamin
perempuan sebesar 765.496 jiwa, dengan kepadatan
penduduk kota mencapai 10.484 jiwa per km2.
Sumber: http://tangselkota.bps.go.id
Gambar 1.
Peta Kota Tangerang Selatan.
Kondisi tingkat kesejahteraan penduduk Kota
Tangerang Selatan yang diukur berdasarkan
indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mulai tahun 2013 sampai 2015 cenderung meningkat
namun pertumbuhannya relatif lamban. Tahun 2013
sebesar 78,65 persen, tahun 2014 angka IPM meningkat menjadi sebesar 79,17 persen dan pada
tahun 2015 meningkat menjadi sebesar 79,38
persen.Penerimaan daerah Kota Tangerang Selatan
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2010, PAD Kota Tangerang Selatan
sebesar Rp131.503.971.623, tahun 2011 meningkat sebesar 219,89 persen menjadi Rp420.663.048.857
dan pada tahun 2015 PAD Kota Tangerang Selatan
meningkat menjadi Rp1.228.393.889.612. Data PAD Kota Tangerang Selatan secara lengkap dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1.
PAD Kota Tangerang Selatan tahun 2010-2015
Tahun PAD (Rp) Pertumbuhan (%)
2010 131.503.971.623 -
2011 420.663.048.857 219,89%
2012 576.304.771.005 37,00%
2013 728.965.301.483 26,49%
2014 1.023.817.429.319 40,45%
2015 1.228.393.889.612 19,98%
Sumber: Bapenda Kota Tangerang Selatan, 2016, diolah
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 51
Peningkatan PAD tersebut menunjukkan adanya
potensi-potensi yang dimiliki Kota Tangerang
Selatan untuk terus menggali dan meningkatkan sumber-sumber PAD sehingga dapat mengurangi
ketergantungan pada pemerintah pusat. Salah satu
sumber PAD yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kota Tangerang Selatan adalah
retribusi daerah. Retribusi daerah merupakan
pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada
wajib retribusi dan terdapat kontraprestasi (imbalan) langsung yang diberikan kepada wajib retribusi
karena retribusi daerah ini dipungut atas pelayanan/
pemanfaatan jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah (Mahmudi, 2010). Di Kota
Tangerang Selatan, retribusi daerah merupakan
sumber penerimaan PAD yang menempati urutan
kedua setelah pajak daerah. Salah satu jenis retribusi daerah yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan
adalah retribusi pelayanan parkir. Di Kota Tangerang
Selatan, retribusi pelayanan parkir terdiri dari Parkir Tepi Jalan Umum dan Parkir Tempat Khusus Parkir.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012
tentang Retribusi Daerah pada Bidang Perhubungan,
Komunikasi, dan Informatika disebutkan bahwa parkir tepi jalan umum merupakan penyediaan
pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan
oleh Pemerintah Daerah, sedangkan parkir TKP merupakan penyediaan pelayanan parkir di luar
badan jalan, dapat berupa: pelataran/lingkungan
parkir, taman parkir, dan gedung parkir. Sebagai
daerah penyangga ibukota DKI Jakarta dan daerah pemekaran baru, Kota Tangerang Selatan semakin
giat melaksanakan pembangunan berbagai sarana
dan prasarana pendukung seperti pembangunan gedung-gedung perkantoran, perumahan, pusat
perbelanjaan, pusat kuliner dan lain-lain. Akibatnya,
aktivitas perekonomian masyarakat meningkat dan
jumlah kendaraan bermotor yang digunakan masyarakat di Kota Tangerang Selatan juga ikut
meningkat. Peningkatan jumlah kendaraan di Kota
Tangerang Selatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Jumlah kendaraan roda 2 dan roda 4 Kota Tangerang Selatan
Tahun Roda 2 (unit) Roda 4 (unit) Jumlah (unit) Pertumbuhan
(%)
2010 111.226 38.576 149.802 21
2011 133.675 48.008 181.683 15
2012 149.894 58.909 208.803 16
2013 169.630 72.056 241.686 14
2014 191.397 84.124 275.521 10
2015 208.798 92.937 301.735 9
Sumber: Kantor SAMSAT Kota Tangerang Selatan
Kondisi tersebut akan mengakibatkan meningkatnya
permintaan kebutuhan akan ketersediaan area/lahan
parkir di Kota Tangerang Selatan, khususnya untuk
lokasi-lokasi strategis yang menjadi pusat aktivitas masyarakat seperti area perkantoran, sentra
bisnis/usaha dan sentra kuliner. Fakta tersebut
menunjukkan bahwa sebenarnya potensi bidang perparkiran di Kota Tangerang Selatan khususnya
parkir tepi jalan umum cukup besar. Namun
sayangnya, Pemerintah Kota Tangerang Selatan
belum dapat memanfaatkan potensi tersebut secara
optimal, dikarenakan masih banyaknya lokasi parkir
tepi jalan umum yang dikuasai oleh para juru parkir
ilegal sehingga penerimaan dan kontribusi retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum terhadap
penerimaan daerah (retribusi daerah dan PAD) masih
rendah, yaitu kurang dari 1 persen.Grafik kontribusi retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum terhadap
retribusi daerah dan PAD dapat dilihat pada
Gambar 2.
52 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
Gambar 2.
Kontribusi Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Terhadap Penerimaan Daerah
Kota Tangerang Selatan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah: 1) menganalisis kinerja (tingkat efektivitas, pertumbuhan dan kontribusi) retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum Kota Tangerang
Selatan; 2) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir t ep i ja lan u mu m di Kota
Tangerang Selatan; dan 3) merumuskan prioritas
strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum Kota
Tangerang Selatan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan salah satu sumber
penerimaan daerah yang memegang peranan
penting dalam membiayai pelaksanaan
pembangunan daerah. Pada umumnya, retribusi daerah merupakan kontributor terbesar kedua
setelah pa jak daerah. Retribusi daerah
merupakan pungutan yang d ila kuka n pemerintah daerah kepada wajib retribusi dan
terdapat kontrapretasi (imbalan) langsung yang
diberikan kepada wajib retribusi karena
retribusi daerah ini dipungut atas pelayanan/ pemanfaatan jasa tertentu yang disediakan oleh
Pemer intah Daerah (Mahmudi, 2010).
Sementara itu, di dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa retribusi daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Sedangkan dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, retribusi daerah
didefinisikan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah merupakan
pungutan yang dilakukan pemerintah daerah
kepada masyarakat (orang pribadi maupun badan) sebagai pembayaran atas pelayanan
(imbal jasa) atau pemberian izin tertentu yang
disediakan pemerintah daerah. Beberapa
karakteristik retribusi daerah (Adisasmita, 2011), yaitu:
1. Retribusi daerah dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan undang-undang dan
peraturan daerah setempat.
2. Dalam pemungutannya terdapat paksaan secara ekonomis.
3. Adanya kontraprestasi (balas jasa) yang secara langsung dapat ditunjuk.
4. Dikenakan kepada setiap orang atau badan
yang menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang disiapkan oleh negara.
Sedangkan sifat-sifat retribusi daerah antara lain (Adisasmita, 2011):
1. Paksaan bersifat ekonomis.
2. Ada imbalan langsung kepada pembayar.
3. Walaupun memenuhi persyaratan formal
dan material tetapi tetap ada alternatif untuk mau atau tidak mau membayar.
4. Retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgetaring tidak menonjol.
5. Dalam hal tertentu, tetapi dalam banyak
hal tidak lebih dari pengembalian biaya
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 53
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
daerah untuk memenuhi permintaan
anggota masyarakat.
Pemerintah daerah dapat mengoptimalkan
penerimaan retribusi daerah dengan cara
menjaga dan meningkatkan pelayanan retribusi daerah. Dalam komposisi penerimaan daerah,
pada umumnya kontribusi retribusi daerah
terhadap PAD masih relatif kecil, hal ini antara
lain disebabkan oleh (Adisasmita, 2011):
1. Relatif rendahnya basis retribusi daerah
Meskipun berdasarkan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, daerah kabupaten/kota dimungkinkan untuk menetapkan jenis
retribusi daerah, namun dikarenakan
kriteria pengadaan retribusi baru sangat ketat menyebabkan daerah masih memiliki
pungutan yang relatif rendah dan terbatas.
2. Peranan penerimaan retribusi daerah tergolong kecil dalam total penerimana
daerah
Tingkat ketergantungan yang sangat kuat
antara daerah dengan pusat menyebabkan usaha daerah untuk meningkatkan PAD
menjadi kurang gigih dan terdapat
kecenderungan lebih mengandalkan kemampuan “negosiasi” daerah terhadap
pusat untuk memperoleh tambahan
bantuan.
3. Kemampuan administrasi pemungutan di
daerah yang masih rendah
Hal ini mengakibatkan pemungutan pajak
dan retribusi daerah cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar.
4. Kema mpuan p er encanaan dan
pengawasan keuangan daerah yang lemah
Hal ini mengakibatkan banyak kebocoran
yang sangat berarti bagi daerah.
Di sisi lain, retribusi daerah juga dapat berperan dalam hal distribusi pendapatan, karena
retribusi dapat digunakan oleh pemerintah
daerah untuk melindungi yang lemah dalam
perekonomian dan membagikan b eba n mas ya raka t i tu kepa da kelomp ok
berpenghasilan tinggi di daerah yang sama
(Adisasmita, 2011). Sebagai contoh, retribusi sampah dapat dikenakan dengan tarif yang
lebih tinggi di daerah perumahan elite dan lebih
rendah dikenakan di daerah perumahan sederhana.
B. Retribusi Parkir
Berdasarkan pengelompokkan jenis retribusi
pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dapat dilihat bahwa retribusi parkir termasuk
dalam kelompok retribusi jasa usaha dan
retribusi jasa umum. Untuk parkir tempat khusus parkir termasuk ke dalam kelompok
retribusi jasa usaha, sedangkan untuk parkir tepi
jalan umum termasuk ke dalam kelompok retribusi jasa umum karena menyangkut kepada
pelayanan publik atau kemanfaatan umum.
Berdasarkan Peraturan Daerah Pemerintah Kota
Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2012
tentang Retribusi Daerah pada Bidang
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika,
retribusi parkir merupakan pembayaran atas
pelayanan atau penggunaan parkir yang
disediakan oleh pemerintah daerah. Terdapat 2
(dua) jenis retribusi parkir yang ada di Kota
Tangerang Selatan, yaitu:
1. Retribusi Tempat Khusus Parkir
(TKP)
Retribusi parkir TKP merupakan retribusi
atau pungutan yang dikenakan atas pelayanan penyediaan tempat khusus
parkir oleh pemerintah daerah seperti
gedung parkir dan/atau pelataran parkir.
Objek retribusi parkir TKP adalah pelayanan tempat khusus parkir yang
disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh
pemerintah daerah dan tidak termasuk pelayanan tempat khusus parkir yang
disediakan oleh pemerintah, BUMN,
BUMD dan pihak swasta. Subjek retribusi parkir TKP adalah orang pribadi atau
Badan yang menggunakan/menikmati
pelayanan tempat khusus parkir yang
disediakan atau diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Retribusi TKP
digolongkan sebagai Retribusi Parkir Jasa
Usaha karena menganut prinsip komersial. Prinsip dan sasaran dalam penetapan
besarnya tarif Retribusi TKP didasarkan
pada tu juan untu k memp eroleh
keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa
usaha tersebut dilakukan secara efisien dan
berorientasi pada harga pasar.
2. Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan
Umum
Retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum merupakan retribusi atau pungutan atas pelayanan parkir di tepi jalan umum
54 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Adapun yang menjadi objek retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan
umum yang ditentukan oleh Pemerintah
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan subjek
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum
adalah orang pribadi atau badan yang
mendapatkan pelayanan parkir tepi jalan umum. Penetapan tarif retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum ditetapkan dengan
memperhatikan biaya penyediaan jasa yang b er sangkutan, kema mpuan
masyarakat, aspek keadilan, dan efektifitas
pengendalian atas pelayanan perparkiran.
C. Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang
Selatan
Menurut Peraturan Walikota Tangerang Selatan
Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Perparkiran, parkir didefinisikan sebagai
keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang
tidak bersifat sementara. Sedangkan tempat
parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan
di tepi jalan umum yang ditentukan atau di luar
badan jalan yang meliputi tempat khusus parkir,
tempat penitipan kendaraan bermotor yang
memungut bayaran ataupun yang tidak
memungut bayaran, yang harus dinyatakan
dengan rambu lalu lintas, dan/atau marka jalan.
Di beberapa daerah, parkir merupakan salah
satu sektor yang potensial untuk meningkatkan
pendapatan daerah. Berdasarkan Peraturan
Daerah Pemerintah Kota Tangerang Selatan
Nomor 6 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah
pada Bidang Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika, penyediaan fasilitas parkir oleh
Pemer intah Kota T angerang Selatan
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Parkir di luar badan jalan atau biasa
disebut Tempat Khusus Parkir adalah
penyediaan pelayanan parkir di luar badan
jalan dapat berupa: pelataran/taman parkir
murni, pelataran/taman parkir pendukung,
gedung parkir murni, gedung parkir
pendukung.
2. Parkir tepi jalan umum adalah penyediaan
pelayanan parkir di tepi jalan umum yang
ditentukan oleh Pemerintah Daerah.
Penentuan lokasi tempat parkir tepi jalan
umum (on street parking)ditetapkan oleh
Dinas dengan memperhatikan beberapa
aspek, yaitu:
a. Rencana T a ta Ruang Wilayah
(RTRW)
b. Keselamatan dan kelancaran lalu lintas
c. Kelestarian lingkungan
d. Kemudahan bagi pengguna lahan parkir
D. Optimalisasi Penerimaan Retribusi Parkir
Dalam Kamus Besa r Bahasa Indonesia,
optimalisasi berasal dari kata optimal yang berarti t erba ik, t er t inggi, da n pa ling
menguntungkan. Rahati (2009) mendefinisikan
optimalisasi sebagai upaya. proses, cara dan
perbuatan untuk menggunakan sumber-sumber yang dimiliki dalam rangka mencapai kondisi
yang terbaik, paling menguntungkan, dan
paling diinginkan dalam batas-batas tertentu dan kriteria tertentu. Jadi optimalisasi
penerimaan retribusi parkir dapat didefinikan
sebagai segala upaya, proses dan cara yang dilakukan dalam upaya mencapai tingkat
penerimaan retribusi yang terbaik, paling
menguntungkan dengan memanfaatkan seluruh
potensi yang dimiliki dan meminimumkan kendala yang ada.
Beberapa cara untuk mengoptimalkan sumber-
sumber pendapatan (retribusi daerah) untuk pembiayaan daerah, yaitu (Adisasmita, 2011):
1. Menggali potensi daerah sumber daya
alam yang sangat berarti sebagai sumber
penerimaan daerah.
2. Mendorong inves t or agar daerah
meningkatkan sektor swasta sehingga
pendapatan masyarakat bisa bertambah
dengan adanya s ekt or swasta, jika pendapatan masyarakat bertambah berarti
ada sebagian hasil pendapatannya bisa
ditabung dari hasil tabungan tersebut dan dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan
pembangunan daerah.
3. Meningkatkan penyediaan jasa pelayanan
umum khususnya di tingkat II dengan tarif retribusi yang layak, tidak terlalu tinggi
atau rendah sehingga lebih efisien dengan
tidak menimbulkan distorsi ekonomi.
4. Untuk menjamin efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan setiap jenis pungutan
pajak dan retribusi daerah, maka proses
administrasi yang meliputi pendataan, penetapan dan pemungutan dilakukan
dengan pros edur yang sederhana.
Penyetoran, pembukuan dan pengawasan harus diatur secara jelas dan dituangkan
da la m p edoma n yang b er tu juan
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 55
mempermudah pelaksanaan pembinaan,
memer lu kan memonit or ing dan
pengawasan.
5. Untu k mendu ku ng kebutu han pembangu nan daerah, pera turan perundang-undangan mengenai pajak dan retribusi daerah yang ada, perlu segera disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru, terutama yang berkaitan dengan objek, subjek, dasar-dasar pengenaan dan tarif. Di samping itu, perlu dis empurnaka n pelaksanaan program pembangunan, kemampuan manajerial dan administrasi keuangan dan pendapatan daerah termasuk organisasi, per sona l ia , pemba gia n tugas , penyempurnaan teknik- teknik dan adminis t r a s i pemu ngutan, s er ta penyederhanaan prosedur pengesahan peraturan daerah.
E. Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum adalah sebagai berikut:
1. Ilosa (2016) melakukan penelitian tentang
“Kualitas Pelayanan Parkir Tepi Jalan
Umum Kota Yogyakarta”. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kualitas
pelayanan parkir di tepi jalan umum di
Kota Yogyakarta kurang baik dan belum sesuai dengan keinginan masyarakat
secara ideal. Beberapa penyebabnya yaitu
letak ruang parkir yang tidak pada
tempatnya dan mengganggu kapasitas jalan raya dan pejalan kaki, tarif yang tidak
sesuai dengan tarif resmi dan SDM yang
terbatas serta banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh juru parkir.
2. Sumarni (2016) melakukan studi tentang
“Pengelolaan Parkir (On The Street) Dalam Peningkatan PAD dan Kelancaran
Lalu Lintas oleh Dinas Perhubungan Kota
Samarinda” dengan hasil penelitian bahwa
dalam mengatasi permasalahan parkir di Kota Samarinda perlu dilakukan beberapa
strategi pengelolaan parkir tepi jalan
umum yaitu: pengaturan ruas-ruas yang boleh untuk parkir, mengoptimalkan
pemanfaatan fasilitas parkir yang sudah
ada, penyediaan fasilitas parkir di luar badan jalan khususnya pada kawasan
perdagangan, jasa dan perkantoran, serta
tempat hiburan dan rekreasi, dan
penambahan item persyaratan dalam pengusulan IMB mengenai penyediaan
fasilitas parkir.
3. Anam (2015) melakukan penelitian
tentang “ Implementasi Keb i jakan
Retribusi Pelayanan Parkir di Kabupaten Pamekasan”. Dalam penelitian tersebut
dilakukan analisis mengenai faktor
pendukung dan penghambat terkait implementasi Perda Nomor 06 tentang
Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan
Umum dan Tempat Khusus Parkir di
kabupaten Pamekasan. Faktor yang menjadi pendukung adalah terjalinnya
komunikasi dan koordinasi yang baik
antar aktor yang terlibat, yaitu antara Dishubkominfo dengan kantor SAMSAT,
Dispenda dan Kepolisian. Sedangkan yang
menjadi faktor penghambat adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat t erhadap keb eradaan Perda dan
ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung sehingga pemerintah perlu lebih giat lagi dalam melakukan sosialisasi
dan meningkatkan sarana dan prasarana
pendukung p erpa rkir an yang lebih memadai.
4. Wulandari (2015) melakukan penelitian tentang “Pengelolaan Parkir Tepi Jalan oleh UPTD Pengelola Parkir Pada Dinas Perhubungan di Kota Samarinda” dengan hasil penel i t ian bahwa UPTD telah melaksanakan prinsip-prinsip manajemen pengelolaan parkir tepi jalan dengan baik dan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku, namun demikian dari sisi realisasi penerimaan retribusi parkir masih perlu ditingkatkan karena masih jauh di bawah target yang ditetapkan. Beberapa strategi yang d i laku kan oleh UPTD tersebut adalah dengan mengalihkan penggu naan parkir t ep i jalan pada kawasan rawan kemacetan, pengendalian terhadap kantong parkir dan juru parkir ilegal, pembinaan secara intensif dan penindakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran yang terjadi di lapangan.
5. Kapioru (2014) melakukan penelitian
tentang “Implementasi Peraturan Daerah
Kota Kupang Nomor 15 Tahun 2011
Tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum” dengan hasil penelitian
bahwa kontribusi retribusi pelayanan
parkir di tepi jalan umum terhadap total PAD dari tahun 2009 sampai tahun 2013
cenderung fluktuatif. Peraturan Daerah
Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi
Pelayanan Parkir di Tepi Jalan telah diimplementasikan kepada masyarakat,
namun implementasi perda tersebut
56 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
ternyata belum dapat menyumbang bagi
PAD Kota Kupang secara signifikan.
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kecilnya angka penerimaan
retribusi pelayanan parkir di tepi jalan
adalah faktor kebijakan itu sendiri dimana isi Perda parkir Nomor 15 Tahun 2011
bertentangan dengan kenyataan di
lapangan, faktor instansi pelaksana, dan
faktor lingkungan dimana banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran di lapangan
terutama yang berkaitan dengan sistem
pengelolaan parkir yang kurang akuntable serta pelanggaran hak dan kewajiban oleh
para aktor pemegang peran (pelaksana
peraturan, pengelola parkir, petugas parkir,
dan pengguna jasa parkir).
Berdasarkan beberapa referensi dari penelitian sebelumnya, dapat diketahui bahwa secara umum penyelenggaraan parkir tepi jalan umum di beberapa daerah masih belum optimal.
Adapun faktor-faktor penyebabnya antara lain masih banyaknya pelanggaran hak dan kewajiban yang terjadi di lapangan, kualitas SDM (baik dari instansi pelaksana maupun juru parkir) yang belum baik, serta ketersediaan sarana dan prasarana parkir yang belum memadai. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada objek dan metode p enel i t ian yang digunakan. Kajian ini tidak hanya menganalisis permasalahan (kendala) yang terjadi berkaitan dengan parkir tepi jalan umum secara kualitatif
tetapi juga menganalisis prioritas strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan dengan metode kuantitatif, yaitu dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) sehingga dapat diketahui urutan prioritas strategi yang dapat dilakukan dalam mengoptimalkan penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan.
F. Pelaksanaan Retribusi Pelayanan Parkir
Tepi Jalan Umum di Kota Lain
1. Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan
Umum Kota Surabaya
Kota Surabaya merupakan salah satu kota
dengan jumlah penduduk yang cukup
banyak. Retribusi pelayanan parkir tepi ja lan u mu m di Kota Surabaya
dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan
Parkir Tepi Jalan Umum. Besaran tarif
retribusi yang diberlakukan di Kota
Surabaya dikelompokkan menjadi tiga
jenis, yaitu:
a. Tarif retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum untuk satu kali parkir;
b. Tarif retribusi pelayanan parkir tepi
jalan umum untuk satu kali parkir di tempat parkir insidentil;
c. Tempat parkir insidentil merupakan
tempat parkir tepi jalan umum yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah secara tidak tetap karena
adanya suatu kepentingan atau
keramaian.
d. Tarif retribusi pelayanan parkir tepi
jalan umum untuk satu kali parkir di
tempat parkir zona.
e. Tempat parkir zona merupakan tempat parkir tepi jalan umum yang diberlakukan di lokasi-lokasi yang menjadi pusat kegiatan masyarakat, sering t er jad i kemacetan, dan mob i l i t a s kenda raan t inggi . Pengenaan tarif retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di tempat pa rkir zona leb ih ma ha l j ika dibandingkan tarif lainnya dengan tujuan untuk mengurangi masalah kemacetan lalu lintas.
Untuk implementasi perda tersebut,
Juniasari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Penerapan Peraturan
Daerah Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum di Kota
Surabaya”menyatakan bahwa penerapan perda tersebut belum berjalan sesuai
dengan yang tertulis dalam perda. Hal
tersebut dikarenakan banyaknya juru parkir ilegal di Kota Surabaya yang
menguasai area parkir tepi jalan Kota
Surabaya sehingga hasil retribusi tidak dimasukkan ke kas daerah melainkan
untuk kepentingan pribadi. Sedangkan
untuk fu ngs i p engawasan D inas
Perhubungan UPTD Parkir, Utama (2014) dalam penelitiannya yang berjudul
“Fungsi Pengawasan Dinas Perhubungan
UPTD Parkir Sub Unit Tepi Jalan Dalam Pemungutan Retribusi Parkir Tepi Jalan
Umum di Kota Surabaya” menyatakan
bahwa fungsi pengawasan Dinas
Perhubungan belum mampu melakukan pengawasan secara maksimal terhadap
titik parkir yang tersebar di seluruh
wilayah Kota Surabaya, misalnya Kantor UPTD Parkir masih belum bisa bertindak
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 57
tegas untuk memberikan sanksi yang tegas
bagi juru parkir yang melanggar aturan,
seperti karcis yang tidak diberikan kepada pa ra pengguna ja sa parkir , ser ta
memberlakukan tarif yang lebih tinggi dari
yang seharusnya, dan lain-lain.
2. Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan
Umum Kota Denpasar
Retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum di Kota Denpasar dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 19
Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan
Parkir Di Tepi Jalan Umum. Dalam perda
tersebut, penetapan tarif retribusi parkir
tepi jalan umum ditetapkan untuk satu kali
parkir dan belum dibedakan berdasarkan
zona (lokasi). Implementasi peraturan
daerah tersebut di lapangan, Soza (2014)
dalam penelitiannya yang berjudul
“Penyelenggaraan Retribusi Parkir di Tepi
Jalan di Kota Denpasar” menyatakan
bahwa pengelolaan retribusi parkir di tepi
jalan di Kota Denpasar sudah cukup baik
tetapi belum optimal. Beberapa hambatan
dalam pengelolaan parkir tepi jalan umum
tersebut, yaitu: masih rendahnya tingkat
kesadaran pengguna jasa parkir untuk
meminta karcis pada saat memasuki ruang
parkir, masih rendahnya kesadaran
pengguna jasa parkir untuk parkir pada
ruang yang telah disediakan, rendahnya
tingkat pendidikan petugas parkir dan juru
parkir, banyaknya ruas jalan yang
dibebaskan dari parkir, dan banyaknya
ruang parkir yang dikelola tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
yang ada.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Tangerang
Selatan. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2017.
B. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri
dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan
penyebaran kuisioner Analytical Hierarchy
Process (AHP) kepada para pakar serta dilengkapi dengan obs ervas i langsung
mengenai kondis i empirik di lapangan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS, Dinas Perhubungan, Bapenda, Kantor Samsat
Kota Tangerang Selatan dan dinas terkait
lainnya berupa data deret waktu bulanan mulai
tahun 2010 sampai tahun 2015, yaitu data
realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum Kota Tangerang Selatan, data
target penerimaan retribusi pelayanan parkir
tepi jalan umum Kota Tangerang Selatan, data realisasi PAD Kota Tangerang Selatan, data,
realisasi retribusi daerah Kota Tangerang
Selatan, data PDRB per kapita Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK), data inflasi, data panjang jalan, data jumlah kendaraan bermotor
(roda 2 dan 4). Selain itu, data sekunder juga
diperoleh melalui penelusuran berbagai referensi seperti literatur dan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan
objek penelitian.
C. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis deskriptif (tingkat
efektivitas, tingkat pertumbuhan, dan tingkat
kontribusi parkir tepi jalan umum terhadap
retribusi daerah maupun terhadap PAD Kota
Tangerang Selatan), analisis regresi linier
berganda (model logaritma natural) untuk
melakukan pendugaan faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi
pelayanan pa rkir t ep i ja lan umum dan
Analitycal Hierarchi Process (AHP) untuk
merumuskan prioritas strategi dalam upaya
optimalisai penerimaan retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum Kota Tangerang
Selatan. Metode analisis kualitatif digunakan
untuk memaparkan secara deskriptif hasil
wawancara mendalam berkaitan dengan obyek
penelitian seperti isu strategis berkaitan dengan
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umumKota
Tangerang Selatan, sistem penyelenggaraan
perparkiran tepi jalan umumdi Kota Tangerang
Selatan dan berbagai kendala yang dihadapi
dalam upaya mengoptimalkan penerimaan
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di
Kota Tangerang Selatan.
D. Analisis Deskriptif
Analisis kinerja retribusi pelayanan parkir tepi
jalan umum di Kota Tangerang Selatan
dilakukan dengan menggunakan metode
analisis deskriptif. Dalam penelitian ini analisis
kinerja dilakukan dengan menghitung tingkat
pertumbuhan, efektivitas, dan kontribusi
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum baik
terhadap retribusi daerah maupun terhadap
PAD Kota Tangerang Selatan.
Tingkat pertumbuhan penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum:
58 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
............ (1)
Dimana:
Pt : Realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum pada t
Pt-1 : Realisasi penerimaan retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum pada t-1 t : Tahun anggaran
Tingkat pertumbuhan yang bernilai positif
menunjukkan kinerja retribusi yang terus
meningkat dan s eba liknya j ika tingkat per tu mbu han b erni la i nega t i f maka
menunjukkan kinerja pertumbuhan yang
cenderung menurun.
Tingkat efektivitas penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum:
.... (2)
Mahmudi (2010) mengkategotikan tingkat
efektivitas pendapatan sebagai berikut:
1. Sangat efektif : >100%
2. Efektif : 100%
3. Cukup efektif : 90%-99%
4. Kurang Efektif : 75%-89%
5. Tidak Efektif : <75%
Kontribusi retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum:
1. Kontribusi terhadap retribusi daerah:
.... (3)
2. Kontribusi terhadap PAD Kota Tangerang
Selatan:
.... (4)
E. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan
umtuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota
Tangerang Selatan. Metode analisis yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota
Tangerang Selatan adalah metode analisis regresi berganda Ordinary Least Square (OLS)
dengan model logaritma natural. Analisis data
dilakukan dengan bantuan software eviews 8. Pada penelitian ini, yang menjadi variabel
dependennya ada lah va r iabel realisasi
penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum Kota Tangerang Selatan mulai tahun
2010 sampai 2015 yang disajikan dalam bentuk
bulanan. Sedangkan untuk variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel PDRB per kapita atas dasar harga
konstan, varibel inflasi, variabel panjang jalan,
dan variabel jumlah kepemilikan kendaraan bermotor roda 2 dan 4 di Kota Tangerang
Selatan mulai tahun 2010 sampai 2015 yang
disajikan dalam bentuk bulanan. Model
persamaan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
LnY = β0 + β1LnX1 + β2X2 + β3LnX3 +
β4LnX4 + εi ................................ (5)
Dimana:
Y = Realisasi penerimaan retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum(juta rupiah)
X1 = PDRB per kapita ADHK (juta rupiah)
X2 = Inflasi (persen)
X3 = Panjang Jalan (km)
X4 = Jumlah kepemilikan kendaraan bermotor
(roda 2 dan roda 4) (unit)
εi = Error
1. Hipotesis: β1, β3, β4 > 0; β2≤ 0;
2. Variabel-variabel penjelas (x1, x2, x3, dan
x4) yang digunakan dalam model analisis
regresi linier berganda di atas ditentukan berdasarkan referensi dari penelitian
sebelumnya ya itu penel i t ia n yang
dilakukan o leh Yu niza (2016 ) dan Ratwono (2008). Yuniza (2016) dalam
penelitiannya yang berjudul “Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum di Kota
Bandar Lampung” menggunakan variabel
penjelas PDRB per kapita, variabel inflasi
dan variabel kepemilikan kendaraan bermotor. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel yang b erp enga ruh
signifikan terhadap penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota
Bandar Lampung adalah variabel PDRB
per kapita dan variabel kepemilikan kendaraan bermotor, sedangkan variabel
inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel penerimaan parkir tepi
jalan umum di Kota Bandar Lampung. Sedangkan Ratwono (2008) dalam
penelitiannya yang berjudul “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Retribusi Daerah di Provinsi
DKI Jakarta” menggunakan variabel
penjelas panjang jalan, variabel tingkat
inflasi, variabel jumlah rumah sakit dan puskesmas, variabel jumlah penduduk,
variabel pendapatan per kapita, dan
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 59
variabel jumlah kendaraan bermotor, dan
variabel dummy keb i jakan otonomi
daerah. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa variabel yang berpengaruh
nyata terhadap penerimaan retribusi
daerah di provinsi DKI Jakarta adalah variabel tingkat inflasi, variabel jumlah
rumah sakit dan puskesmas, variabel
jumlah pendapatan perkapita, variabel
jumlah kendaraan bermotor dan variabel dummy kebi jaka n otonomi da erah.
Sementara itu, variabel panjang jalan dan
jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan retribusi daerah di
provinsi DKI Jakarta.
F. Analytical Hierarchi Process (AHP)
Pemilihan prioritas strategi digunakan metode Analytical Hierarchi Process (AHP). AHP merupakan suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh p emeca han masa lah yang dinginkan mereka (Saaty, 1993). Dengan metode AHP dibentuk sebuah kerangka untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan yang komp leks denga n ca ra menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilam keputusan dengan memecahkan per soa la n ke da la m bagian-bagiannya kemudian menata bagian-bagian ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif berdasarkan tingkat kep ent inga n tiap va r iabel dan selanjutnya mensintesis berbagai pertimbangan tersebut untuk menetapkan variabel mana yang menjadi prioritas utama pada pemecahan suatu masalah yang dikaji. Alternatif strategi pada hierarki diperoleh melalui justifikasi alternatif-alternatif dari studi kepustakaan dan observasi yang berkaitan dengan obyek penelitian. Salah satu keunggulan dari metode AHP adalah mampu menyederhanakan persoalan yang
kompleks menjadi persoalan yang berstruktur, sehingga mendorong dipercepatnya proses pengambilan sebuah keputusan. (Saaty, 1993) menjelaskan terdapat tiga prinsip dasar AHP, yaitu menyusun hierarki, menetapkan prioritas, dan menyusun kons is t ens i logis . AHP dilakukan melalui pengisian kuisioner dimana pemilihan responden dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu responden dipilih peneliti berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu berdasarkan kepakaran terhadap masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini digunakan metode AHP dikarenakan dengan metode ini dapat langsung diketahui urutan prioritas strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum berdasarkan nilai bobot yang dihasilkan dari pengolahan kuisioner AHP yang diisi oleh para pakar (responden) terpilih, sehingga lebih memudahkan Pemerintah Kota Tangerang Selatan da lam meru muska n kebijakan. Responden yang d ip i l ih untuk pengisian kuisioner AHP yaitu pejaba t dari Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan, pejabat dari DPRD Kota Tangerang Selatan (komisi III), pejabat dari BAPPEDA Kota Tangerang Selatan, pejabat dari Sekretaris Daerah Kota Tangerang Selatan, pejabat dari pengelola parkir swasta (center park) dan koordinator parkir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kinerja Retribusi Pelayanan Parkir Tepi
Jalan Umum Kota Tangerang Selatan
Kinerja retribusi pelayanan parkir tepi jalan u mu m dapa t diukur mela lu i t ingka t pertumbuhan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum, tingkat efektivitas retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum dan tingkat kontribusi retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum terhadap retribusi daerah dan PAD Kota Tangerang Selatan. Hasil perhitungan tingkat pertumbuhan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Tingkat Pertumbuhan Realisasi Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan
Tahun 2010-2015
Tahun Anggaran
Realisasi Retribusi Pelayanan Parkir
Tepi Jalan Umum
(Rp)
Pertumbuhan
(%)
2010 38.030.600 -
2011 35.152.000 -7,57
2012 94.900.000 169,97
2013 100.150.000 5,53
2014 127.650.000 27,46
2015 606.563.500 375,18
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan, 2016, diolah
60 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
Berdasarkan Tabel 3, dapat diperoleh gambaran bahwa tingkat pertumbuhan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum Kota Tangerang Selatan cenderung fluktuatif. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan cenderung tidak stabil tiap tahunnya dan mengindikasikan bahwa masih terdapat beban bagi P emer intah Kota Tangerang Selatan untuk terus berupaya meningkatkan penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan agar ke depan pertumbuhan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum dapat terus meningkat positif sehingga kinerja retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum dapat lebih baik.
Selain dengan analisis pertumbuhan, kinerja
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum juga dapat dilihat dari tingkat efektivitas realisasi
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum
(Tabel 4). T ingka t ef ekt iv ita s retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota
Tangerang Selatan juga cenderung fluktuatif.
Pada tahun 2010, tingkat efektivitas sebesar
112,26 persen atau dikategorikan sangat efektif. Namun apabila dilihat penetapan target parkir
tepi jalan umum di tahun 2010 masih relatif
rendah, yaitu hanya sebesar Rp33.876.000,- dan pencapaian realisasi juga tidak terlalu besar
yaitu hanya sebesar Rp38.030.600,- sehingga
belum dapat dika takan bahwa realisasi
penerimaan retribusi pelayanan parkir tersebut benar-benar efektif.Untuk tahun 2011, tingkat
efektifitas sebesar 78,12 persen atau tepi jalan
umum dikategorikan kurang efektif. Tahun 2012 sampai tahun 2014, tingkat efektivitas
realisasi parkir Kota Tangerang Selatan kurang
dari 75 persen atau dikategorikan tidak efektif. Jufrizen (2013) menyatakan bahwa belum
efektifnya penerimaan retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umu m menga kiba tkan
penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan u mu m menjadi t ida k optimal. Beberapa
penyebab belum efektifnya retribusi pelayanan
parkirtepi jalan umum parkir di Kota Tangerang Selatan diantaranya, yaitu:
1. Potensi retribusi pelayanan parkir tepi
jalan umum yang ada di Kota Tangerang Selatan belum dimanfaatkan secara
optimal. Hal ini sesuai dengan data yang
tercatat pada Dinas Perhubungan Kota
Tangerang Selatan bahwa jumlah titik p a r k i r t e p i j a l a n u m u m y a n g
dikerjasamakan dengan Pemerintah Kota
Tangerang Selatan masih relatif sedikit (kurang dari 50 persen).
2. Sarana dan prasarana pendukung (rambu parkir, garis marka parkir, papan tarif retribusi, karcis parkir, dan lain-lain) yang disediakan pemerintah masih belum memadai sehingga informasi yang diperoleh masyarakat/wajib retribusi masih sangat minim. Akibatnya, banyak wajib retribusi yang masih membayar tidak sesuai dengan tarif yang berlaku atau bahkan tidak membayar sama sekali.
3. Kemu ngkina n adanya keb ocoran pendapatan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum. Hal tersebut dapat terjadi karena implementasi peraturan terkait perparkiran belum dilaksanakan secara optimal. Pada pelaksanaanya, sistem setoran retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan dari juru parkir/koordinator parkir kepada Dinas Perhubungan masih didasarkan pada hasil kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) antara juru parkir atau koordinator parkirdi lapangan dengan Dinas Perhubungan Pemerintah Kota Tangerang Selatan dimana nilainya masih jauh lebih kecil dari frekuensi kendaraan yang sebenarnya parkir di lapangan.
4. Keterbatasan SDM baik dari sisi jumlah
maupun kualitas SDM sehingga dalam
melakukan pengelolaan dan pengawasan parkir tepi jalan umum masih belum
optimal.
Tahun 2015, pencapaian realisasi retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum melebihi
target, yaitu sebesa r 134,79 persen atau
dikategorikan sangat efektif. Salah satu
penyebab tercapainya realisasi yang jauh melampaui target ini dikarenakan pada tahun
2015 dilakukan upaya ekstensifikasi yaitu
terdapat penambahan beberapa lokasi parkir tepi jalan umum yang dikerjasamakan dan
beberapa diantaranya merupakan lokasi yang
cukup s t r a tegis dan r ama i s ehingga
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan penerimaanretribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum Kota Tangerang Selatan tahun 2015.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa ke depan upaya ekstensifikasi harus terus
dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang
Selatan, salah satunya yaitu dengan cara meningkatkan jumlah lokasi parkir tepi jalan
u mu m yang diker ja samakan sehingga
diharapkan penerimaan retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum dapat ikut ditingkatkan.
Dalam menganalisis tingkat efektivitas retribusi
pelayanan pa rkir tepi jalan umu m di Kota
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 61
Tangerang Selatan, selain dari sisi pencapaian
realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir
tepi jalan umumperlu juga diperhatikan dari sisi penetapan target. Sebagaimana terlihat pada
Tabel 4, selama tiga tahun bertutut-turut (2013,
2014, dan 2015) besaran target parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan cenderung
tetap yaitu sebesar Rp 450.000.000,00. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa dari sisi
penetapan target, Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga masih belum optimal karena
sejalan dengan semakin berkembangnya Kota
Tangerang Selatan seharusnya potensi parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan
semakin besar sehingga target yang ditetapkan
juga semakin besar. Untuk itu, ke depan
Pemerintah Kota Tangerang Selatan perlu
mengevaluasi kemba l i keb i jakan da n
mekanisme penetapan target parkir tepi jalan umumyang selama ini dilakukan agar target
yang ditetapkan dapat lebih sesuai dengan
potensi yang ada, misalnya dengan melakukan survei secara berkala untuk pemutakhiran data
mengenai lokasi-lokasi yang merupakan
potensi parkir tepi jalan umumdan banyaknya
jumlah kendaraan yang parkir di lokasi-lokasi parkir tepi jalan umum serta kemampuan juru
parkir dalam melakukan pungutan retribusi
sehingga target yang ditetapkan dapat lebih tepat dan tidak membebani pemerintah maupun
juru parkir yang bertugas di lapangan.
Tabel 4.
Tingkat Efektivitas Realisasi Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan
Tahun 2010-2015
Tahun
Anggaran
Target Retribusi Pelayanan
Parkir Tepi Jalan Umum
(Rp)
Realisasi Retribusi Pelayanan
Parkir Tepi Jalan Umum
(Rp)
Persentase
(%)
2010 33.876.000 38.030.600 112,26
2011 45.000.000 35.152.000 78,12
2012 400.000.000 94.900.000 23,73
2013 450.000.000 100.150.000 22,26
2014 450.000.000 127.650.000 28,37
2015 450.000.000 606.563.500 134,79
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan, 2016, diolah
Selanjutnya, kontribusi parkir tepi jalan umum
terhadap retribusi daerah dan PAD Kota
Tangerang Selatan dapat dilihat selengkapnya
pada Tabel 5. Kontribusi retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum terhadap retribusi daerah
maupun PAD Kota Tangerang Selatan terlihat
masih relatif rendah, yaitu kurang dari 1 persen. Nilai kontribusi yang rendah menunjukkan
bahwa retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum belum mampu menjadi komponen utama dalam mendorong peningkatan retribusi
daerah maupun PAD di Kota Tangerang
Selatan. Kondisi tersebut memacu pemda untuk
terus mengga l i dan mengopt ima lka n
pemanfaatan potensi parkir tepi jalan umum yang ada agar penerimaan parkir tepi jalan
umum dapat terus ditingkatkan sehingga ke
depan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum dapat memberikan kontribusi yang lebih
besar bagi pendapatan daerah di Kota
Tangerang Selatan.
Tabel 5.
Kontribusi Realisasi Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Terhadap Retribusi Daerah dan PAD
Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-2015
Tahun
Anggaran
Realisasi Retribusi
Pelayanan Parkir
Tepi Jalan Umum
(juta rupiah)
Realisasi Retribusi
Daerah (juta rupiah)
Realisasi PAD
(juta rupiah)
Kontribusi Retribusi Pelayanan
Parkir Tepi Jalan Umum
Terhadap
Retribusi Daerah
(%)
Terhadap PAD
(%)
2010 38,03 35.854,67 131.503,97 0,11 0,03
2011 35,15 25.984,15 420.663,05 0,14 0,01
2012 94,90 65.144,66 576.304,77 0,15 0,02
2013 100,15 92.366,25 728.965,30 0,11 0,01
2014 127,65 91.545,04 1.023.817,43 0,14 0,01
2015 606,56 103.379,47 1.228.393,89 0,59 0,05
Sumber: Bapenda Pemerintah Kota Tangerang Selatan, 2016, diolah
62 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi
Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir
Tepi Jalan UmumKota Tangerang Selatan
Dalam menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum Kota Tangerang Selatan, dilaku kan pengujian terhadap
kelayakan model (uji F dan Adjusted R2)
serta uji asumsi klasik model regresi (uji
mult ikol in ier i t a s , uji nor ma l ita s , uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi). Uji
multikolinieritas digunakan untuk mengetahui
apakah terdapat kor ela s i anta r variabel independen dalam model. Dalam penelitian ini
mult ikol in ier i t a s d idet eks i denga n
menggunakan fungsi Variation Inflation Factor
(VIF) terhadap va r iabel p enjela s yang digunakan, yaitu variabel PDRB per kapita
ADHK, variabel inflasi, variabel panjang jalan
dan variabel jumlah kepemilikan kendaraan bermotor roda 2 dan 4. Berdasarkannilai VIF
yang diperoleh diketahui bahwa untuk variabel
PDRB per kapita ADHK dan variabel kendaraan bermotor roda 2 dan 4, nilai VIFnya
cukup besar yaitu 101,96 dan 104,24 (> 10).
Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat
masalah multikolinieritas dalam model ini. Salah satu cara untuk menghilangkan masalah
multikolinieritas adalah dengan menghilangkan
salah satu variabel yang nilai VIFnya lebih besar dari 10 atau menghilangkan variabel yang
korelasinya cukup tinggi dari model. Dalam
model ini, varaiabel yang dihilangkan atau dikeluarkan dari model adalah variabel PDRB
per kapita ADHK. Setelah variabel PDRB per
kapita ADHK dihilangkan dari model dan
dilakukan uji multikolinieritas, diperoleh hasil nilai VIF untuk ketiga variabel (variabel inflasi,
variabel panjang jalan, dan variabel jumlah
kendaraan bermotor roda 2 dan 4) kurang dari 10. Ar t inya , sudah t idak ada masa lah
multikolinieritas dalam model. Selanjutnya, uji
normalitas digunakan untuk memeriksa apakah
error term menyebar normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan jarque-bera test.
Hasil uji didapat nilai probabilitas (p-value)
sebesar 0,0138 (> α = 0,01) atau hipotesis nol diterima pada tingkat signifikansi (α = 0,01)
sehingga dapat disimpulkan data berdistribusi
normal pada tingkat signifikansi α = 0,01. Heteroskedastisitas merupakan gejala dimana
residu dari suatu persamaan regresi berubah-
ubah pada suatu rentang tertentu (Ekananda,
2015). Pengujian masalah heteroskedastisitas
dilakukan dengan menggunakan breusch-
pagan-godfrey test. Dari hasil pengujian diperoleh nilai probability chi square sebesar
0,0678(> α = 0,05), sehingga hipotesis nol
diterima atau dengan kata lain persamaan ini tidak mengalami heteroskedastisitas.Pengujian
autokorelasi dilakukan untuk mengetahui
adanya hubungan antara residual satu observasi
dengan residual observasi lainnya. Pengujian adanya permasalahan autokorelasi dilakukan
dengan menggunakan uji breusch-godfrey
serial correlation LM test. Dari hasil pengujian diperoleh nilai probability chi square sebesar
0,0002 (< α = 0,05) sehingga hipotesis nol
ditolakatau dengan kata lain persamaan tersebut
mengalami masalah autokorelasi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah autokorelasi
ada lah dengan menggu nakan model
autoregressive (AR). Dalam model persamaan ini digunakan differens orde satu atau dikenal
dengan AR (1), yaitu dengan memasukkan
variabel lag Y (Yt-1) sebagai variabel penjelas dalam model. Dengan menggunakan model
AR(1) diperoleh hasil pengujian autokorelasi
dengan uji breusch-godfrey serial correlation
LM dengan probability chi square sebesar 0,8086 (>α = 0,05), sehingga hipotesis nol
diterima atau dengan kata lain persamaan ini
sudah tidak mengalami masalah autokorelasi. Selanjutnya model pendugaan diestimasi
dengan menggunakan model AR(1) dengan
persamaan sebagai berikut:
LnYt = β0 + β1X1 + β2LnX2 + β3LnX3 +
β4LnYt-1+ εi ........................... (6)
Dimana:
Yt = Realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umumperiode ke-t(juta
rupiah)
X1 = Inflasi (persen) X2 = Panjang Jalan (km)
X3 = Jumlah kepemilikan kendaraan bermotor
(roda 2 dan roda 4) (unit)
Yt-1 = Realisasi penerimaan retribusi pelayanan pa rkir t ep i ja la n u mu m p er iode
sebelumnya (t-1)
εi = Error
Berdasarkan persamaan tersebut, diperoleh
hasil estimasi terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota
Tangerang Selatan sebagai berikut:
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 63
Tabel 6.
Hasil Estimasi Model
Variable Coefficient Std. Error Prob.
C -23,8189 6,4079 0,0004*
Inflasi -0,0879 0,0878 0,3208
Ln (Jalan) -0,2885 0,2602 0,2716
Ln (Kndaraan) 3,3756 0,5504 0,0000*
Ln (Yt-1) 0,5138 0,1074 0,0000*
R-squared
0,7375
Adjusted R-squared 0,7216
F-statistic 46,3587
Prob (F-statistic) 0,0000*
Sumber: Hasil pengolahan eviews.8.
Keterangan: * signifikan pada α = 1 persen
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 6, dapat
dilihat bahwa variabel yang berpengaruh
signifikan pada α = 0,01 adalah variabel jumlah kepemilikan kendaraan bermotor (roda 2 dan 4)
dan variabel penerimaan retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum periode sebelumnya (Yt-
1) dengan koefisien masing-masing sebesar 3,3756 dan 0,5138. Hal ini berarti peningkatan
jumlah kepemilikan kendaraan bermotor
sebesar 1 persen akan menga kiba tka n terjadinya kenaikan realisasi penerimaan
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum
sebesar 3,3756 persen dan peningkatan realisasi
penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum periode sebelumnya sebesar 1 persen
akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum periode berikutnya sebesar
0,5138 persen. Sedangkan untuk variabel inflasi
dan panjang jalan tidak berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum Kota
Tangerang Selatan dengan probability masing-
masing sebesar 0,3208 dan 0,2716 (>α=0,01). Model regresi ini memiliki nilai F-hitung
dengan probability sebesar 0,0000 (< α = 0,01).
Dengan demikian Ho ditolak, artinya semua variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Artinya, variabel inflasi, panjang jalan, dan jumlah kepemilikan kendaraan
bermotor roda 2 dan 4 dan realisasi penerimaan
parkirtepi jalan umum periode sebelumnya
secara bersama-sama signifikan mempengaruhi variabel r ea lisa s i penerimaan r et r ibus i
pelayanan pa rkir t ep i jalan umum Kota
Tangerang Selatan pada tingkat kepercayaan 99 persen.Untuk nilai Adjusted R square diperoleh
hasil sebesar 0,7216 persen atau 72,16 persen,
artinya keraga man realisasi penerimaan
retribusi pelayanan parkirtepi jalan umum yang
dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dalam
model (variabel inflasi, panjang jalan, dan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor roda 2
dan 4 dan realisasi penerimaan parkir tepi jalan
umum periode sebelumnya) adalah sebesar
72,16 persen sedangkan sisanya sebesar 27,84 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.
C. Prioritas Strategi Optimalisasi Penerimaan
Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan
Umum Kota Tangerang Selatan
Bobot prioritas masing-masing level hierarki dari AHP seca ra lengkap disajikan pada
Gambar 3 . Untu k level fakt or ya ng
dipentingkan dalam upaya optimalisasi retribusi
pelayanan pa rkir t ep i jalan umum Kota Tangerang Selatan, diperoleh urutan pertama
yaitu sistem pengelolaan dengan bobot sebesar
0,473. Faktor penting selanjutnya berturut-turut adalah tarif dan sistem pungutan dengan bobot
sebesar 0,212, SDM dengan bobot sebesar
0,175, dan sistem pengawasan dengan bobot sebesar 0,140. Sistem pengelolaan dinilai
sebagai prioritas pertama dibandingkan faktor
lainnya dikarenakan sistem pengelolaan dalam
penyelenggaraan parkir tepi jalan umum merupakan kunci utama dalam menentukan
keberhasilan penyelenggaraan parkir tepi jalan
umum. Untuk level aktor diperoleh hasil dengan urutan pertama yaitu pemerintah
dengan bobot sebesar 0,615, selanjutnya
berturut-turut adalah juru parkir dengan bobot sebesar 0,209, pengguna jasa parkir dengan
bobot sebesar 0,117 dan pengusaha dengan
bobot sebesar 0,059. Pemerintah menduduki
urutan pertama karena pemerintah merupakan pihak yang memiliki kewenangan untuk
merumuskan kebijakan terkait penyelenggaraan
64 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang
Selatan. Untuk level kendala, urutan pertama
adalah banyaknya juru parkir ilegal dengan bobot sebesar 0,467. Hal tersebut sesuai dengan
data yang tercatat pada Dinas Perhubungan
bahwa pada tahun 2015, dari 146 lokasi parkir tepi jalan umum terdapat 127 lokasi parkir tepi
jalan umum yang masih dikuasai oleh juru
parkir ilegal. Urutan kendala selanjutnya
berturut-turut adalah kurangnya sosialisasi dan lemahnya penegakkan hukum terkait peraturan
perparkiran tepi jalan umum di Kota Tangerang
Selatan dengan bobot sebesar 0,302, kualitas SDM yang masih rendah dengan bobot sebesar
0,136 dan keterbatasan anggaran untuk
perekrutan SDM dengan bobot sebesar 0,095.
Prioritas strategi dalam upaya optimalisasi
penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum di Kota T angerang Selatan yang dihasilkan dengan model AHP, yaitu: 1)
Perbaikan sistem p engelolaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum dengan bobot sebesar 0,336; 2) Perbaikan sistem pengawasan
parkir tepi jalan umum dengan bobot sebesar
0,234; 3) Peningka tan sos ia l isa s i da n
penegakkan hukum dengan bobot sebesar 0,208; 4) Peningkatan kualitas SDM dengan
bobot sebesar 0,141; dan 5) Evaluasi kebijakan
tarif parkir tepi jalan umu m dengan bobot sebesar 0,080. Hasil perhitungan bobot untuk
masing-masing level pada hierarki AHP
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3.
Struktur dan Nilai Bobot Hirarki AHP Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Parkir Tepi Jalan
Umum Kota Tangerang Selatan.
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 65
D. Implikasi Kebijakan
1. Perbaikan Sistem Pengelolaan Parkir
Tepi Jalan Umum
Berdasarkan analisis kinerja retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum Kota
Tangerang Selatan, diperoleh hasil bahwa kinerja retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umummasih belum baik sehingga perlu
dilakukan perbaikan terutama perbaikan
dalam sistem pengelolaan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan. Sistem
pengelolaan merupakan kunci utama
untuk menentukan keberhasilan kinerja penyelenggaraan parkir tepi jalan umum.
Semakin baik sistem pengelolaan parkir
tepi jalan umum yang diterapkan, maka
akan s ema kin ba ik pu la kiner ja penyelenggaraan parkir tepi jalan umum.
Sistem pengelolaan meliputi beberapa
aspek dalam penyelenggaraan parkir tepi jalan umum mulai tahap perencanaan
hingga tahap implementasi di lapangan,
seperti tahap pendataan dan pemutakhiran data potensi retribusi pelayanan parkir tepi
jalan umum, mekanisme penetapan target,
mekanisme setoran retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum, dan penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas pendukung
penyelenggaraan parkir tepi jalan umum.
Banyaknya lokasi parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang Selatan yang masih
d ikuasa i o leh juru pa rkir i l ega l
mengindikas ikan b ahwa s is t em pengelolaan parkir tepi jalan umum yang
diterapkan di Kota Tangerang Selatan
belum cukup baik sehingga meskipun
secara aturan lokasi tersebut menjadi kewenangan Pemerintah Kota Tangerang
Selatan dan merupakan potensi parkir tepi
jalan umum di Kota Tangerang Selatan, namun masih banyak juru parkir ilegal
yang menguasai lokasi parkir tersebut.
Padahal apabila seluruh lokasi parkir
tersebut dapat dikerjasamakan dengan pemda, maka akan berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan retribusi daerah dan
PAD Kota Tangerang Selatan. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk
mengimplementasikan strategi ini antara
lain:
a. Membentuk satuan petugas khusus
untuk melakukan pemutakhiran data
potensi retribusi pelayanan parkir tepi
jalan umum sehingga perhitungan potensi sebagai dasa r penetapan
target dapat lebih tepat dan sesuai
dengan potensi yang sebenarnya di
lapangan. Perhitungan potensi parkir
tepi jalan umu m yang tepat juga berguna untuk meminima l is ir
terjadinya keb ocoran retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum di lapangan.
b. Melakukan pendekatan persuasif dan
humanis s eca ra intens kepada para
juru parkir ilegal agar paradigma
yang kel iru mengena i s ta tus
kepemilikan lokasi parkir dapat
diluruskan dan dapat membuka
kesadaran para juru parkir ilegal
untuk mau bekerjasama dengan
Pemerintah Kota Tangerang Selatan
dalam mengelola parkir tepi jalan
umum.
c. Memberikan reward tambahan bagi
juru parkir yang mau bekerjasama
dengan Pemerintah Kota Tangerang
Sela tan, misa lnya pemberian
pelatihan keterampilan parkir ,
ja mina n a surans i kes eha tan ,
pemberian kemudahan akses untuk
mengikuti kejar paket pendidikan,
dan sebagainya.
d. Memberlakukan sistem pengelolaan
parkir satu pintu dengan sistem
komputerisasi untuk lokasi-lokasi
pa rkir t ep i ja lan u mu m yang
berdekatan letaknya dan merupakan
pusat kegiatan masyarakat, seperti
t aman/ ja ja n, r uko-ruko dan
sejenis nya sehingga dapa t
memudahkan pemerintah dalam
mela ku kan koordinas i dan
pengawasan. Sistem satu pintu yang
terkomput er isa s i ju ga dapa t
meningkatkan kenyamanan para
pengguna jasa parkir tepi jalan umum
sehingga dapa t meningka tkan
kualitas pelayanan parkir tepi jalan
umum.
e. Meningkatkan ketersediaan sarana
dan prasarana ser ta fas il i t a s
pendukung dalam penyelenggaraan
parkir tepi jalan umum di Kota
Tangerang Selatan seperti marka
parkir, karcis parkir yang jumlahnya
disesuaikan dengan kebutuhan, papan
informasi mengenai tarif parkir dan
sistem pungutan yang diberlakukan,
dan lain-lain.
66 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
f. Memperbaiki mekanisme penetapan
besaran setoran retibusi parkir tepi
jalan umum. Selama ini mekanisme setoran yang ditetapkan kepada para
juru parkir lega l ada la h sistem
setoran harian (flat) yang besarannya didasarkan pada kesepakatan antara
juru parkir/koordinator parkir dengan
Dinas Perhubungan yang nilainya
masih jauh lebih kecil dari frekuensi kendaraan yang sebenarnya parkir di
lapangan. Mekanisme ini sangat tidak
efektif karena tidak mencerminkan potensi pendapatan yang sebenarnya
di lapangan. Selain itu, sistem setoran
harian (flat) juga mengakibatkan
r awan ter jad inya keb ocoran pendapatan par kir karena pada
umumnya tingkat keramaian parkir
berbeda antara hari biasa (weekdays) dan akhir pekan (weekend). Untuk
itu, ke depan perlu adanya perbaikan
mekanisme p enetapan besaran setoran dan membedakan besaran
setoran antara weekdays dan weekend
sehingga besarnya setoran retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum dapat lebih mencerminkan potensi
yang sebenarnya di lapangan.
2. Perbaikan Sistem Pengawasan Parkir
Tepi Jalan Umum
Sistem pengawasan merupakan sistem
yang dibuat untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan yang dilaksanakan
ber ja la n s esua i dengan apa yang
direncanakan dan aturan yang berlaku.
Selama ini pengawasan yang dilakukan pada penyelenggaraan parkir tepi jalan
umum di Kota Tangerang Selatan masih
lemah. Untuk itu diperlukan adanya perbaikan sistem pengawasan agar segala
bentuk penyimpangan atau kecurangan
yang terjadi di lapangan dapat dicegah dan
diminimalisir. Beberapa kegiatan yang dapat diimplementasikan dalam strategi ini
antara lain:
a. Memb entuk sa tuan p et ugas pengawas penyelenggaraan parkir
tepi jalan umumdengan bekerja sama
dengan apara t penega k hukum (Satpol PP, kepolisian, TNI AD dan
sebagainya) dan satuan pengawas
internal. Pembentukan satuan petugas
penga was ini b er tu juan untuk membantu menertibkan lahan parkir
yang masih dikuasai juru parkir
ilegal. Selain itu, satgas ini juga
bertujuan untuk memeriksa dan
mengawasi apakah penyelenggaraan parkir tepi jalan umum yang
dikerjasamakan dengan Pemerintah
Kota Tangerang Selatan sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan atau
belum, misalnya memeriksa apakah
pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab unit pelaksana teknis bidang parkir sudah sesuai dengan Standard
Operating Procedure (SOP) dan
aturan yang berlaku, memeriksa dan mengawasi juru parkir yang bertugas
d i l a p a n g a n a p a k a h sudah
m e l a k s a n a k a n t u g a s d a n
kewajibannya dengan benar seperti memberikan karcis parkir kepada
pengguna jasa parkir tepi jalan
umum, memungut tarif retribusi sesuai dengan aturan yang berlaku
dan tertera pada karcis parkir, dan
sebagainya.
b. Memasang Closed Circuit Television
(CCTV) pada setiap lokasi parkir tepi
jalan umum yang dikerjasamakan
sehingga segala bentuk kecurangan
yang terjadi di lapangan dapat
terekam dan pemerintah memiliki
bukti yang kuat untuk menindak
tegas apabila terjadi pelanggaran di
lapangan.
c. Membuka layanan pengaduan secara
ter tu lis maupu n on line untuk
menerima masukan dan pengaduan dari masyarakat atau pengguna jasa
pa rkir tepi ja lan u mu m terkait
penyelenggaraan parkir tepi jalan umum di lapangan sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan evaluasi
untuk perbaikan selanjutnya.
3. Peningkatan Sosialisasi dan Penegakkan
Hukum
Salah satu kendala atau permasalahan
yang dihadapi dalam upaya optimalisasi
penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum adalah masih banyaknya juru
parkir ilegal dan masyarakat pengguna
jasa parkir tepi jalan umum yang belum
mengetahui bahwa lahan parkir yang mereka gunakan adalah milik pemerintah
daerah dan terdapat kewajiban untuk
membayar retribusi kepada pemerintah da erah. Ha l tersebut dika renakan
sosialisasi terkait peraturan daerah di
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 67
bidang perparkiran (Perda Nomor 6 Tahun
2012 tentang Retribusi Daerah pada
Bidang P erhubunga n, Komunikasi, dan Informatika dan Peraturan Walikota
Tangerang Selatan Nomor 3 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Perparkiran) masih belum dilakukan secara efektif.
Kegiatan yang dapat diimplementasikan
untuk meningkatkan sosialisasi antara lain,
yaitu:
a. Melakukan sosialisasi langsung ke
lapangan secara rutin khususnya
kepada pengusaha maupun juru
parkir yang bertugas minimal setiap
satu bulan sekali untuk memberikan
pemahaman mengenai peraturan
perparkiran yang berlaku.
b. Membuat spanduk yang berisikan
informasi mengenai penyelenggaraan
pa rkir t ep i ja la n u mu m dan
memasang spanduk tersebut di tiap-
tiap lokasi parkir tepi jalan umum
sehingga pengguna jasa parkir,
pengusaha maupun juru parkir yang
ada di lapangan dapat mengetahui
hak da n kewa j iban da la m
penyelenggaraan parkir tepi jalan
umum.
Terkait dengan penegakkan hukum juga
perlu dilakukan dalam upaya optimalisasi
penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi
jalan umum, misalnya dengan cara
memberikan sangsi yang tegas baik berupa
teguran maupun sangsi administratif
kepada juru parkir yang tidak dapat
melaksanakan kewajibanya dengan baik
seperti juru parkir yang tidak memakai
kelengkapan atribut parkir, juru parkir
yang tidak memberikan karcis parkir
kepada wajib retribusi, juru parkir yang
menerima pembayaran retribusi yang
besarnya tidak sesuai dengan aturan yang
berlaku dan sebagainya. Selain itu,
penegakkan hukum juga perlu diterapkan
kepada para pengguna jasa parkir namun
tidak mau melaksanakan kewajiban
membayar retribusi pelayanan parkir tepi
jalan umum atau kepada para pengguna
jasa parkir tepi jalan umum yang
memarkirkan kendaraannya tidak pada
lokasi yang telah ditetapkan sehingga
menimbulkan kemacetan lau lintas, misal
dengan melakukan gembok mobil atau
derek mobil secara paksa.
4. Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM)
SDM menjadi faktor penting dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum karena
SDM merupakan subyek yang mengimplementasikan kebijakan yang
ditetapkan sehingga sangat menentukan
keberhasilan pelaksanaan sistem
pengelolaan parkir tepi jalan umum yang ditetapkan. Kualitas SDM berkaitan
dengan kemampuan para pegawai di
lingkungan Dinas Perhubungan maupun juru parkir yang bertugas di lapangan
dalam menyelenggarakan parkir tepi jalan
umumdi Kota Tangerang Selatan. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala berkaitan dengan
masalah SDM di Kota Tangerang Selatan
adalah dengan meningkatkan kualitas SDM sehingga kinerja yang dihasilkan
dalam penyelenggaraan parkir tepi jalan
umum dapat dioptimalkan. Beberapa kegiatan yang dapat diimplementasikan
untuk meningkatkan kualitas SDM antara
lain:
a. Pemberian diklat kepada para pegawai di Dinas Perhubungan
terkait penyelenggaraan perparkiran
yang berkualitas dan akuntabel.
Beberapa diklat yang dapat diberikan misa lnya d ikla t mana jemen
transportasi perkotaan, diklat
pengelolaan parkir, diklat TOT penyuluhan parkir, diklat manajemen
resiko u ntu k mengelo la dan
meminimalisir terjadinya resiko dalam penyelenggaraan parkir tepi
jalan umum, dan diklat-diklat terkait
lainnya.
b. Pemb er ian p ela t ihan dan
keterampilan kepada juru parkir,
misalnya pelatihan tata cara parkir
yang b ena r , pela t ihan ca ra
mengarahkan dan mengatur para
pengguna jasa parkir tepi jalan umum
sehingga tidak menimbulkan
kemacetan lalu lintas, dan lain-lain.
c. Melakukan studi banding ke daerah
lain yang pengelolaan parkirnya
sudah lebih baik sehingga dapat
dijadikan bahan masukan untuk
perbaikan pengelolaan parkir tepi
jalan umum di Kota Tangerang
Selatan.
68 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
5. Evaluasi Kebijakan Tarif Retribusi
Berdasarkan hasil analisis sebelumnya
diketahui bahwa inflasi dan panjang jalan tidak berpengaruh signifikan terhadap
realisasi penerimaan retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umumdi Kota Tangerang Selatan, sedangkan variabel jumlah
kendaraan bermotor (roda 2 dan 4)
berpengaruh signifikan terhadap realisasi
penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umumdi Kota Tangerang Selatan.
Oleh karena itu, implikasi kebijakan yang
dapat dilakukan Pemerintah Kota Tangerang Selatan adalah melakukan
evaluasi kebijakan tarif retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum, sehingga di satu
sisi Pemerintah Kota Tangerang Selatan dapat meningkatkan penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum, namun
di sisi lain dapat melakukan upaya pengendalian jumlah kendaraan yang
parkir akibat adanya peningkatan jumlah
kendaraan bermotor sehingga dapat mencegah timbulnya kemacetan lalu
lintas. Beberapa kegiatan yang dapat
diimplementasikan berkaitan dengan
strategi evaluasi kebijakan tarif antara lain:
a. Membentuk forum komunikasi yang
melibatkan seluruh stakeholder yaitu
Dinas Perhubungan Kota Tangerang
Selatan, DPRD, pengusaha, juru
parkir, pengguna jasa parkir tepi jalan
umum untuk membahas secara
intensif terkait kenaikan tarif retribusi
yang layak untuk parkir tepi jalan
umum di Kota Tangerang Selatan.
Litman (2016) dalam kajiannya
menyatakan bahwa kenaikan tarif
parkir sebesar 10 persen akan
menga kiba tkan p enurunan
penggunaan parkir sebesar 0,7-0,8
persen, meningkatkan penggunaan
angkutan umum sebesar 3,71 persen,
bersepeda sebesar 2,7 persen dan
berjalan sebesar 0,9 persen.
b. Menetapkan tarif progresif dan
sistem zona untuk lokasi-lokasi
parkir tepi jalan umum yang rawan
kemacetan dan terletak di pusat kota.
c. Merevisi Perda Nomor 6 Tahun 2012
tentang Retribusi Daerah pada Bidang Perhubungan, Komunikasi,
dan Informatika khususnya untuk
ketentuan yang mengatur mengenai besaran tarif dan sistem pungutan
retribusi pelayanan parkir tepi jalan
u mu m s ehingga tar if ya ng
diberlakukan memiliki pedoman pelaksanaan yang jelas dan memiliki
kekuatan hukum.
d. Melakukan benchmarking mengenai
besaran tarif yang diberlakukan di
da erah la in s ebaga i bahan
pertimbangan dalam melakukan
evaluasi kebijakan tarif retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum di
Kota Tangerang Selatan.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis kinerja penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum Kota Tangerang
Selatan mulai tahun 2010 sampai 2015, dapat
disimpulkan bahwa kinerja penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum Kota Tangerang
Selatan masih belum baik. Hal tersebut terlihat dari
tingkat pertumbuhan dan efektivitas retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum yang cenderung fluktuatif setiap tahunnya serta tingkat kontribusi
retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum yang
masih rendah terhadap penerimaan daerah. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi
penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum di Kota Tangerang Selatan adalah jumlah kepemilikan kendaraan bermotor (roda 2 dan roda 4)
dan realisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir
tepi jalan umum periode sebelumnya. Sedangkan
variabel panjang jalan dan inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang
Selatan. Strategi dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan
umum Kota Tangerang Selatan yang dianalisis
dengan AHP sesuai dengan urutan bobot dan
prioritasnya adalah sebagai berikut: 1) Perbaikan sistem pengelolaan parkir tepi jalan umum dengan
bobot sebesar 0,336; 2) Perbaikan sistem
pengawasan parkir tepi jalan umum dengan bobot sebesar 0,234; 3) Peningkatan sosialisasi dan
penegakkan hukum dengan bobot sebesar 0,208; 4)
Peningkatan kualitas SDM dengan bobot sebesar 0,141; 5) Evaluasi kebijakan tarif retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umumdengan bobot sebesar 0,080.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan Pemerintah Kota Tangerang Selatan dapat
mengimplementasikan beberapa strategi yang telah
dirumuskan agar penerimaan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum dapat lebih dioptimalkan,
yaitu: melakukan perbaikan sistem pengelolaan
parkir tepi jalan umum (melakukan pemutakhiran
Strategi Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan, Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan 69
data terkait perhitungan potensi retribusi pelayanan
parkir tepi jalan umum, memperbaiki mekanisme
penetapan target, meningkatkan jumlah lokasi parkir t ep i ja lan u mu m yang d iker ja sa makan,
meningkatkan sarana dan prasarana parkir tepi jalan
umum dan memperbaiki mekanisme penetapan besaran setoran agar dapat lebih sesuai dengan
potensi yang sebenarnya di lapangan), memperbaiki
sistem pengawasan parkir tepi jalan umum,
peningkatan sosialisasi dan penegakkan hukum terhadap pengguna jasa parkir dan juru parkir,
peningkatan kualitas SDM baik pegawai pada Dinas
Perhubungan maupun juru parkir di lapangan) dan melakukan evaluasi kebijakan tarif retribusi
pelayanan parkir tepi jalan umum (menaikkan tarif,
menetapkan tarif progresif, atau menetapkan tarif
dengan sistem zona). Penelitian selanjutnya dapat dilakukan kajian yang mendalam mengenai strategi
penataan parkir tepi jalan umum di Kota Tangerang
Selatan sehingga penyelenggaraan parkir tepi jalan u mu m di Kota T angerang Sela tan t idak
menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas dan
sejalan dengan pengembangan Rencara Tata Ruang Wilayah (RTRW).
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada para
pejabat dan pegawai di lingkungan Pemerintahan Kota Tangerang Selatan khususnya pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Perhubungan
Kota Tangerang Selatan yang telah membantu dalam pemberian informasi dan pemenuhan kebutuhan
data, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dan
diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
_______. 2010. Manajemen Keuangan Daerah.
Yogyakarta: PT. Gelora Aksara Pratama: Erlangga.
Adisasmita, R. 2011. Pembiayaan Pembangunan Daerah.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Anam, S. 2015. Implementasi Kebijakan Retribusi
Pelayanan Parkir di Kabupaten Pamekasan. Jurnal
Reformasi. 5(02): 2088-7469.
Badan Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan. 2016.
Rincian PAD Kota Tangerang Selatan. Tangerang
Selatan: Bapenda Kota Tangerang Selatan.
Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan. 2016.
Realisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir
Tepi Jalan Umum Kota Tangerang Selatan.
Tangerang Selatan: Dishub Kota Tangerang Selatan.
Ekananda, M. 2015. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Ilosa, A. 2016. Kualitas Pelayanan Parkir di Tepi Jalan
Umum Kota Yogyakarta. Jurnal Kajian dan Ilmu
Administrasi Negara. 4(2): 107-126.
Jufrizen. 2013. Analisis Potensi Penerimaan Retribusi Parkir Pada Pusat-Pusat Perbelanjaan Kota Medan. Jurnal Manajemen dan Bisnis. 13(01): 1693-7619.
Juniasari, PAM. 2014.Analisis Penerapan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012 tentang Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum di Kota Surabaya. Jurnal UNESA. 2 (2): 1693-7619.
Kapioru, HE. 2014. Implementasi Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum. Jurnal Nominal. III (1).
Litman, T. 2017. Understanding Transport Demands and Elasticities: How Prices and Other Factors Affect Travel Behaviour. Victoria Transport Policy Institute.
Mahmudi. 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: STIM YKPM.
Rahati, YS. 2009. Pelaksanaan Strategi Optimalisasi Kinerja Sumber Daya Manusia Bidang Pariwisata di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta. Skripsi.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Universitas Sebelas Maret.
Ratwono, AB. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Retribusi Daerah di Provinsi DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Saaty, TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Soza, NH. 2014. Penyelenggaraan Retribusi Parkir di Tepi Jalan di Kota Denpasar. 2014. Skripsi. Fakultas Hukum. Universitas Udayana.
Sumarni. 2016. Studi Tentang Pengelolaan Parkir (On The Street) Dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Kelancaran Lalu Lintas Oleh Dinas Perhubungan Kota Samarinda. eJournal Ilmu Administrasi Negara. 4(1): 2377-2391.
Utama, NC. 2014. Fungsi Pengawasan Dinas Perhubungan UPTD Parkir Sub Unit Tepi Jalan Dalam Pemungutan Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum di Kota Surabaya. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. 4(1): 2303-341X.
Wulandari, S. 2015. Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Oleh UPTD Pengelola Parkir Pada Dinas Perhubungan di Kota Samarinda. eJournal Administrasi Negara. 3(1): 35-46.
Yuniza, E. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum di Ko t a B andar Lampung . Jurnal Ekonomi Pembangunan. 5 (2): 2302-9595.
Pemerintah Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota
Tangerang Selatan di Provinsi Banten. Jakarta:
Sekretariat Negara.
70 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 1, Maret 2017: 49-70
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan. 2012. Peraturan
Daerah Pemerintah Kota Tangerang Selatan Nomor
6 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah pada
Bidang Perhubungan, Komunikasi dan Informatika.
Tangerang Selatan: Sekretariat Daerah Kota
Tangerang Selatan.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan. 2013. Peraturan
Wali Kota Tangerang Selatan Nomor 3 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Perparkiran. Tangerang
Selatan: Sekretariat Daerah Kota Tangerang Selatan.
Pemerintah Kota Surabaya. 2012. Peraturan Daerah
Pemerintah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2012
tentang Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan
Umum. Surabaya: Sekretariat Daerah Kota Surabaya.
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 133-142
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i2.611 133 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
SISTEM PELAYANAN PADA ANGKUTAN KOTA RUTE TETAP DAN RUTE BEBAS
DI KOTA PALANGKARAYA
THE SERVICE SYSTEM ON CITY TRANSPORT BOTH FIXED ROUTE AND FREE ROUTE
IN PALANGKARAYA CITY
Imam Samsudin Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jl. Medan Merdeka Timur No.5 Jakarta Pusat-Indonesia
Diterima: 10 Mei 2017, Direvisi: 16 Mei 2017, Disetujui: 29 Mei 2017
ABSTRACT In an effort to improve the service of city transport in Palangkaraya City through various policy has not yet showed satisfying result, there are many factors influencing service system. Besides, there is very strong influence among components that involve in conducting city transport that is; passenger, operator and government which the importance from third component has conflict of interest, so that to determine good service system in Palangkaraya City needed implementing correct method in choosing decision so that it can be assessed the importance of each component in choosing various service criteria, an analysis method that includes various importance or multicriteria in determining the type of effective service. The variables used in the city transport services that are accessibility, convenience, cost, and tariff. Palangkaraya City in conducting city transport has prepared 7 routes that operate with 2 (two) different service types in one day, that is fixed route to and free route which divided into two periods. In fact, the operation of free route not accordance with legislation and there’s no policy from local government about it. By applying fixed route and adjusting the number of operating fleets to the number of demand that exist on the route makes degradation of tariff from Rp. 261,72 to Rp. 238,75 with the consequence of reducing vehicle numbers from 348 vehicle units become 297 vehicle units. However, public transport services in terms of operators can improve, because losses may be reduced.
Keyword: city transport, service, tariff
ABSTRAK Pemerintah Kota Palangkaraya telah berupaya meningkatkan pelayanan angkutan kota di Kota Palangkaraya melalui
berbagai bentuk kebijakan, akan tetapi belum memperlihatkan hasil yang memuaskan, terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi sistem pelayanan angkutan kota. Disamping itu juga terdapat pengaruh yang sangat kuat diantara
komponen-komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan angkutan kota yaitu penumpang, operator dan pemerintah
yang seringkali kepentingan dari ketiga komponen tersebut bersinggungan. Untuk menentukan sistem pelayanan yang
baik di Kota Palangkaraya diperlukan suatu penerapan metode yang tepat dalam memilih suatu keputusan sehingga
dapat dinilai kepentingan masing-masing komponen tersebut dalam memilih berbagai kriteria pelayanan, suatu metode
analisis yang mencakup berbagai kepentingan atau multicriteria dalam menetukan jenis pelayanan yang efektif. Dimana
variabel yang digunakan terhadap pelayanan angkutan kota yaitu aksesibilitas, kenyamanan, biaya, dan tarif. Dalam
penyelenggaraan angkutan kota, Pemerintah Kota Palangkaraya telah menyiapkan 7 trayek yang beroperasi dengan 2
jenis pelayanan yang berbeda dalam sehari, yaitu rute tetap dan rute bebas yang dibagi menjadi dua periode. Pada kenyataannya, pengoperasian rute bebas tidak sesuai dengan perundang-undangan serta tidak ada kebijakan dari
Pemda setempat. Dengan diterapkannya rute tetap dan disesuaikan jumlah armada yang beroperasi dengan jumlah
permintaan yang ada pada rute tersebut terjadi penurunan tarif dari Rp. 261,72 menjadi Rp. 238,75 dengan konsekuensi
terjadinya pengurangan jumlah kendaraan dari 348 unit kendaraan menjadi 297 unit kendaraan. Namun demikian
pelayanan angkutan umum dari segi operator dapat membaik, karena kerugian yang terjadi dapat berkurang.
Kata Kunci: angkutan kota, pelayanan, tarif
PENDAHULUAN
Transportasi mempunyai peranan sangat penting
dalam mendukung mobilitas masyarakat dan barang. Untuk menunjang kegiatan/aktivitas tersebut maka
diperlukan sarana untuk melakukan pergerakan/
perjalanan orang maupun barang untuk mencapai suatu tujuan. Angkutan umum merupakan salah satu
tulang punggung ekonomi dari suatu kota dimana
kota yang baik dan sehat dapat dinilai dari kondsi sistem angkutan kotanya.
Kinerja angkutan umum tidak terlepas dari beberapa hal seperti kenyamanan, keamanan , ketersediaan armada, waktu tempuh, tarif, kecepatan, waktu
tunggu, aksesibilitas, frekuensi kendaraan, load faktor, ketepatan jadwal, umur kendaraan dan tingkat perpindahan.
Peranan yang sangat penting yaitu terjadi dalam hampir semua aspek kegiatan masyarakat, seperti memperlancar roda pembangunan, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa serta menciptakan stabilitas nasional.
Pemerintah Kota Palangkaraya telah berupaya
meningkatkan pelayanan angkutan perkotaan
melalui berbagai bentuk kebijakan akan tetapi belum
membuahkan hasil yang memuaskan, karena banyak
134 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 133-142
faktor yang mempengaruhi sistem pelayanan
angkutan seperti: penetapan lokasi terminal, tipe,
ukuran armada, frekuensi operasi, besaran tarif dan ongkos, tingkat kenyamanan.
Angkutan kota di Kota Palangkaraya mempunyai 7 trayek. Dalam pengoperasiannya trayek yang menganut sistem rotasi pada tiap harinya juga memiliki 2 jenis rute angkutan kota yang berbeda dalam pelayanannya yaitu rute tetap teratur pada pukul 08.00-16.00 WIB dan rute bebas pada pukul 06.00-08.00 WIB dan 16.00-21.00 WIB. Ketidakteraturan rute ini terdorong atas adanya animo masyarakat yang dikatakan minim terhadap penggunaan angkutan umum sehingga operator menjalankan rute bebas agar dapat mengurangi kerugian yang terjadi.
Pengertian rute bebas disini sudah menjadi anggapan masyarakat sebagai taksi kota, yaitu dimana angkutan yang beroperasi tidak mempunyai tanda pengenal trayek yang harus dilayani. Jenis trayek yang dilayani ditulis disebuah papan yang bisa dipasang lepas, papan ini dengan jelas terpasang pada periode rute tetap namun setelah periode untuk rute bebas yaitu (06.00-08.00 WIB). Namun yang terjadi sebenarnya adalah penyimpangan trayek, beberapa armada tidak beroperasi pada rute yang harus dilayaninya pada periode-periode tertentu tapi mengangkut dan menurunkan penumpang pada trayek lain. Hal ini dilakukan oleh para supir tersebut untuk dapat menutup kerugian yang terjadi pada saat armada tersebut beroperasi pada trayek tetap. Namun tidak ada peraturan pemerintah setempat yang menetapkan rute bebas sebaga i p elaya nan ya ng d i iz inka n untuk diselenggarakan di Kota Palangkaraya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja angkutan umum Kota Palangkaraya.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Hukum
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
terkandung aspek-aspek angkutan penumpang umum. Adapun aspek angkutan umum adalah
sebagai berikut:
1. Pasal 142: Jenis Pelayanan Angkutan
Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek terdiri atas:
a. angkutan lintas batas negara;
b. angkutan antarkota antarprovinsi; c. angkutan antarkota dalam provinsi;
d. angkutan perkotaan; atau
e. angkutan perdesaan.
2. Pasal 143: Kriteria Pelayanan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor
Umum Dalam Trayek harus:
a. memiliki rute tetap dan teratur;
b. terjadwal, berawal, berakhir, dan
menaikkan atau menurunkan penumpang di Terminal untuk
angkutan antarkota dan lintas batas
negara; dan c. menaikkan dan menurunkan
penumpang pada tempat yang
ditentukan untuk angkutan perkotaan
dan perdesaan.
3. Pasal 144: Jaringan Trayek dan Kebutuhan
Kendaraan Bermotor Umum disusun
berdasarkan:
a. tata ruang wilayah; b. tingkat permintaan jasa angkutan;
c. kemampuan penyediaan jasa
angkutan; d. ketersediaan jaringan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan;
e. kesesuaian dengan kelas jalan; f. keterpaduan intramoda angkutan;
dan
g. keterpaduan antarmoda angkutan.
B. Pengertian Permintaan Transportasi
Permintaan didefinisikan sebagai kuantitas total dari pelayanan atau jasa angkutan tertentu yang
rela dan mampu dibeli oleh konsumen pada
harga tertentu, pada pasar tertentu, pada periode tertentu dan pada kondisi-kondisi tertentu pula
(Ekonomi Transport, STTD).
Angkutan pada umumnya tidak digunakan
untuk angkutan itu sendiri, tetapi dilakukan dalam hal angkutan barang, karena barang
tersebut diperlukan pada tempat tujuannya, dan
dalam hal penumpang karena keuntungan
diperoleh dengan mencapai tujuan tersebut.
Morlok (1998) mengungkapkan permintaan
atas jasa transporasi merupakan permintaan
turunan (derived demand) yang timbul karena
ada permintaan atas komoditas atau jasa lain. Permintaan atas jasa transportasi penumpang
diturunkan dari kebutuhan seseorang untuk
berjalan dari satu lokasi ke lokasi lain untuk melakukan suatu kegiatan. Faktor penting yang
mempengaruhi jumlah perjalanan ke tempat
tertentu adalah:
1. Jenis-jenis kegiatan yang dapat dilakukan di tempat tersebut atau tingkat pencapaian
tujuan perjalanan di tempat itu;
2. Biaya;
3. Karakteristik alat transportasi;
4. Jumlah orang pada tempat asal;
5. Penghasilan; dan
6. Kegiatan utama yang biasa dilakukan.
Sistem Pelayanan Pada Angkutan Kota Rute Tetap dan Rute Bebas di Kota Palangkaraya, Imam Samsudin 135
Button (1992) dalam LPKM-ITB (1997)
mengemukakan karakteristik paling penting
dari transportasi adalah perjalanan tidak diminta sebagai permintaan itu sendiri. Orang berharap
melakukan perjalanan untuk memperoleh
keuntungan pada tempat tujuan.
Ortuzar dan Willumsen (1994) mengemukakan
bahwa permintaan transportasi adalah kualitatif
dan differentiatif. Terdapat variasi dari
permintaan transportasi yang diturunkan dari waktu per hari, hari per minggu, tujuan
perjalanan, macam muatan, pentingnya
kecepatan dan frekuensi, dan sebagainya. Karakteristik ini membuat permintaan
transportasi lebih sulit dianalisis dan
diperkirakan kuantitasnya secara pasti.
Permintaan transportasi berbeda-beda tergantung tempat, walaupun ada masalah-
masalah transportasi yang dapat diatasi dengan
tingkat sangat luas tanpa mempertimbangkan lokasi.
C. Pengembangan Pelayanan Angkutan
Karakteristik angkutan umum mempertemukan dua kepentingan yaitu kepentingan dari
pengguna jasa dan kepentingan operator.
Kep ent ingan p enggu na ja sa leb ih
mengutamakan kualitas pelayanan seperti waktu bepergian (journey time), kenyamanan
(comfort), keterandalan (reliability), dan
keselamatan (safety). Sedangkan motivasi operator adalah memperoleh keuntungan dan
mereka tidak akan mengeluarkan biaya ekstra
secara sukarela untuk meningkatkan pelayanan, terkecuali bila hasil peningkatan pelayanan
memberikan keuntungan yang lebih besar
melalui tarif yang lebih tinggi dan tambahan
penumpang (Pengembangan Pelayanan Angkutan Umum, STTD).
D. Kualitas Pelayanan Angkutan
Menurut Nasution (2010) pelayanan yang akan diberikan oleh operasional angkutan perkotaan
merupakan hasil interaksi antara sarana,
prasarana, serta sistem operasional angkutan
perkotaan, sedemikian rupa untuk memberikan corak pelayanan tersendiri dan yang terdiri dari:
1. Frekuensi yang tinggi;
2. Pelayanan terjadwal dengan headway konstan;
3. Pelayanan yang reliable;
4. Pelayanan yang menjamin kenyamanan
dan keamanan; 5. Tarif yang moderat; dan
6. Aksesibilitas ke terminal angkutan.
METODOLOGI PENELITIAN
Menurut Budi Sutijahjo (2004), desain proses
penelitian menggunakan analisis multi kriteria
dengan metoda Analytic Hierarchy Process (AHP),
pada tahap masukan dimana diperlukan data primer dan data sekunder yang akan diproses sehingga
dapat menjawab tujuan-tujuan pada penelitian ini.
Sedangkan tahapan proses penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Melakukan penghitungan biaya operasional
kendaraan (BOK) untuk masing-masing rute yang direncanakan sebagai jenis pelayanan
yang efektif.
2. Untuk lebih mengoptimumkan karakteristik
pelayanan angkutan kota yang direncanakan maka perlu ditinjau dari tiga sisi yang saling
berkepentingan yaitu pemerintah, operator
dan pengguna jasa dengan menggunakan analisis multikriteria.
3. Menentukan rasionalisasi jumlah kendaraan
yang akan melayani.
4. Menentukan elemen-elemen penting dari
kenyamanan masing-masing jenis pelayanan
yang selanjutnya dilakukan pembobotan.
5. Melakukan perhitungan terhadap masing-masing aksesibilitas jenis pelayanan tersebut
(rute tetap dan bebas).
Tabel 1.
Operasional Variabel
No. Dimensi Indikator Ukuran Skala
1. Aksesibilitas
Jarak Tempuh Km Rasio
Waktu Jalan Kaki Detik, Menit, Jam Rasio
Tingkat Perpindahan Moda Jumlah perpindahan Rasio
2. Kenyamanan Faktor Muat Prosentase Rasio
Kebersihan Baik/ Buruk Interval
3. Biaya Tarif BOK/Pnp/Km Rasio
4. Frekuensi Waktu Tunggu Detik, Menit, Jam Rasio
Jumlah Armada Yang Beroperasi Jumlah (Buah) Rasio
Sumber: Nasution, 2010
136 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 133-142
A. Alur Pikir Penelitian
Sumber:Imam Samsudin, 2016
Gambar 1.
Alur Pikir Penelitian.
B. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Melakukan pengamatan langsung
dengan karakteristik yang lebih
menonjol;
b. Mengadakan wawancara dengan
pihak terkait dan menggunakan
kuesioner untuk diisi oleh responden;
c. Mengumpulkan data sekunder yang
berhubungan dengan penelitian pada
instansi terkait.
d. Pengumpulan data responden
dilakukan dengan cara pengisian
formulir kuesioner yang dilakukan di rumah-rumah keluarga.
2. Data yang Dikumpulkan
a. Sekunder
Sumber data yang diperlukan untuk melakukan analisis dalam penelitian ini meliputi data wilayah studi, peta jaringan jalan, data produksi dan kinerja angkutan kota, prasarana dan sarana transportasi.
Ya Tidak
Survei Preferensi
Angkutan Penentuan Sampel
Pengguna Jasa Operator Pemerintah
Penyusunan
Hirarki dan
Kriteria
Penentuan Skenario Unjuk Kerja Angkutan
Penentuan
Variabel-variabel
Data Sekunder Studi Pustaka Data Primer Perundang-undangan Angkutan
dan kebijakan Pemda
Skenario Terpilih Jenis Pelayanan
Angkutan Kota dengan Jumlah
Armada yang Optimal
Mulai
Pengolahan Data
Analisis Hitungan
Konsisten
Selesai
Sistem Pelayanan Pada Angkutan Kota Rute Tetap dan Rute Bebas di Kota Palangkaraya, Imam Samsudin 137
b. Data Primer
Bobot prioritas tingkat kepentingan tiap komponen angkutan perkotaan yaitu penumpang, operator, dan pemerintah terhadap masing-masing elemen kriteria pelayanan (frekuensi, kenyamanan, biaya, aksesibilitas) yang diperoleh melalui survei wawancara tingkat kepentingan kepada sejumlah sampel. Kondisi jaringan trayek yang didapat melalui wawancara kepada pengemudi kendaraan angkutan kota. Arah kebijakan pemerintah khususnya yang berhubungan dengan angkutan perkotaan d ip eroleh melalui wa wanca ra denga n p ejaba t Pemerintah Kota Palangkaraya.
C. Pemilihan Karakteristik Pelayanan yang Optimal
Data yang diperoleh dari survei wawancara diproses dengan cara pembobotan dan analisis multikriteria sehingga nantinya diperoleh hasil yang optimal dari sisi pemerintah, operator dan pengguna jasa. Masing-masing variabel karakteristik pelayanan tersebut mempunyai bob ot yang mengga mbarkan t ingka t prioritasnya dalam sistem pelayanan angkutan kota. Adapun variabel-variabel pelayanan angkutan kota p ema du moda ya ng berhubungan/berkaitan dengan kendaraan yang digunakan adalah frekuensi, kenyamanan, biaya/tarif, dan aksesibilitas.
D. Metode Analisis
1. Perhitungan Sampel 2. Metode Perhitungan Biaya Operasi
Kendaraan 3. Frekuensi 4. Headway 5. Round Trip Time (Waktu Putar) 6. Metode Pendapatan Operator 7. Metode Perhitungan Faktor Muat Standar 8. Penentuan Waktu Tempuh Per Sirkulsi 9. Metode Penentuan Jumlah Armada
Optimal 10. Analisis Multikriteria/Analitic Hierarchy
Process (AHP)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengusaha angkutan sebagai penyedia jasa berorientasi pada keuntungan usaha. Berkaitan dengan ha l t er s ebut , faktor - faktor yang dipertimbangkan yaitu biaya pendapatan operasional dan biaya operasi kendaraan yang pengeluarannya fluktuasi. Pendapatan Operator merupakan fungsi dari jumlah penumpang per rit, perolehan rit/hari, dan besaran tarif yang berlaku. Metode perhitungan pendapatan kendaraan per hari dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
PDh = PG x Tr
PDh = Pendapatan yang diperoleh sehari PG = Jumlah Penumpang yang diangkut Tr = tarif per penumpang PDt = Pendapatan setahun (hari operasi)
Tabel 2.
Pendapatan Operator Pada Trayek Tetap
No. Trayek Tarif Pnp/Hari Kend PDh (Rp) PDt (Rp)
1. A 3.000 58 174.000 52.200.000
2. B 3.000 54 162.000 48.600.000
3. C 3.000 20 60.000 18.000.000
4. D 3.000 28 84.000 25.200.000
5. E 3.000 38 114.000 34.200.000
6. F 3.000 23 67.500 20.250.000
7. H 3.000 30 90.000 27.000.000 Sumber: Hasil Analisis
Tabel 3.
Pendapatan Operator Pada Penyimpangan Trayek
No. Trayek Tarif Pnp/Hari Kend PDh (Rp) PDt (Rp)
1 A 3.000 114 341.944 102.583.333
2 B 3.000 62 186.000 55.800.000
3 C 3.000 24 72.000 21.600.000
4 D 3.000 22 66.000 19.800.000
5 E 3.000 28 84.000 25.200.000
6 F 3.000 33 99.000 29.700.000
7 H 3.000 12 36.000 10.800.000
Sumber: Hasil Analisis
138 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 133-142
Dari hasil analisis tersebut bahwa para operator
bisa mendapatkan pendapatan tambahan di luar
operasinya rute tetap, dan trayek A berpotensial
untuk mengahsilkan pendapatan yang lebih besar
dibandingkan trayek lainnya.
Tabel 4.
Analisis Biaya Operasi Kendaraan Per Penumpang per Km (Rp)
No. Trayek Tarif BOK/Hari
(Rp)
Pnp/Hari
(Rp)
Jarak Tempuh
(Km)
BOK/Pnp/Hari
(Rp)
BOK/Hari/Pnp
Km
1. A 3.000 289.944 172 25,8 1.686 65,35
2. B 3.000 269.409 116 22,9 2.322 101,42
3. C 3.000 189.391 44 11,6 4.304 371,06
4. D 3.000 192.224 50 12 3.844 320,37
5. E 3.000 267.284 66 22,6 4.050 179,19
6. F 3.000 196.473 56 12,6 3.540 280,96
7. H 3.000 159.651 42 7,4 3.801 513,68
Rata-rata 261,72
Sumber : Hasil Analisis
A. Aksesibilitas
Tingkat aksesibilitas angkutan kota yang
dilayani 7 trayek di Kota Palangkaraya merupakan tingkat kemudahan dalam
melakukan perjalanan dari lokasi terminal asal
menuju rute tujuan dan parameter yang digunakan adalah jarak. Semakin jauh jarak
yang ditempuh maka aksesibilitas semakin
rendah. Metode yang digunakan untuk
menghitung tingkat aksesibilitas adalah dengan
metode “perbandingan jarak sebenarnya dengan jarak lurus” dikalikan dengan jumlah
demandnya yang dalam hal ini adalah jumlah
penumpang per hari. Perhitungan tingkat aksesibilitas angkutan kota di Palangkaraya
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.
Analisis Tingkat Aksesibilitas Angkutan Kota
No. Rute
Jarak
Sebenarnya
A-B (Km)
Jarak
Lurus
(Km)
JS/JL
Jarak
Sebenarnya
B-A (Km)
Jarak
Lurus
(Km)
JS/JL Pnp/Hari Rata-rata
JS/JL Pnp-Km
1. A 12.90 10.60 1.22 12.9 10,60 1,22 172 1,00 172
2. B 12.00 10.30 1.17 10.9 10,30 1,06 116 1,10 128
3. C 5.80 4.20 1.38 5.8 4,20 1,38 44 1,00 44
4. D 6.00 3.90 1.54 6 3,90 1,54 50 1,00 50
5. E 11.30 10.54 1.07 11.3 10,54 1,07 66 1,00 66
6. F 7.30 6.92 1.05 5.3 6,92 0,77 56 1,38 76
7. H 3.30 2.15 1.53 4.1 2,15 1,91 42 0,80 34
Rata-rata 8.37 6.94 1.28 8.04 6,94 1,28 545 1,04 81
Sumber: Hasil Analisis
Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat dilihat
bahwa tingkat aksesibilitas orang dalam
menggunakan angkutan umum dari tempat asal (terminal asal) hingga ke tujuan akhir rata-
rata memiliki nilai indeks aksesibilitas sama
dengan 1,28. Perhitungan pnp-km merupakan jumlah penumpang keseluruhan perhari baik
pada trayek tetap maupun pada saat rute bebas
yaitu dengan rata-rata sebesar 81 pnp-km.
B. Frekuensi
Merupakan banyaknya perjalanan yang
dilakukan pada tiap trayek dalam satuan waktu
tertentu. Frekuensi rata-rata trayek angkutan
kota adalah sebesar 23 kendaraan perjalanan
dalam satu jamnya, ini menunjukan kualitas pelayanan angkutan kota tersebut jika ditinjau
dari segi frekuensinya sangat baik menurut
bank dunia dimana frekuensi maksimum per jamnya adalah sebesar 12 kend/jam.
Sistem Pelayanan Pada Angkutan Kota Rute Tetap dan Rute Bebas di Kota Palangkaraya, Imam Samsudin 139
Tabel 6.
Analisis Frekuensi Angkutan Kota Per Hari
No. Trayek
Frekuensi Kendaraan
Rata-rata Rute Tetap Rute Bebas
Waktu Sibuk Diluar sibuk Peak Pagi Peak Sore
1. A 30 19 48 36 33
2. B 33 27 42 26 32
3. C 25 22 4 3 14
4. D 29 9 7 5 13
5. E 35 30 18 12 24
6. F 19 14 12 9 14
7. H 29 18 6 4 14
Rata-rata 20
Sumber: Hasil Analisis
Terlihat bahwa frekuensi terbanyak adalah
disaat peak pagi pada rute bebas yaitu sebesar 48 kendaraan/jam oleh trayek A.
C. Tarif
Perhitungan biaya operasi kendaraan (BOK)
dikelompokan ke dalam biaya langsung dan
biaya tidak langsung. Dari analisis diketahui
bahwa rata-rata biaya per penumpang/km adalah sebesar Rp 238.75,-.
Tabel 7.
Analisis Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan
No. Trayek BOK/Tahun
(Rp)
BOK/Hari
(Rp)
BOK/Pnp
(Rp)
BOK/Pnp/Km
(Rp)
1. A 86.983,187 289,944 1,090 42,26
2. B 80.822,577 269,409 1,862 81,32
3. C 56.817,441 189,391 3,382 291,55
4. D 57.667,180 192,224 3,745 312,05
5. E 80.185,272 267,284 4,091 181,02
6. F 58.941,789 196,473 2,552 202,51
7. H 47.895,178 159,651 5,702 770,51
Rata-rata 67.044,661 223,482 3,203 238,75
Sumber: Hasil Analisis
D. Menentukan Skenario Pelayanan dengan
Metode Analytic Hirarki Process
Dalam membuat model hirarki ini langkah
pertama yang harus dilakukan adalah menentukan beberapa elemen yang homogen
dan mengelompokannya ke dalam tingkat
yang relevan terhadap sistem yang dikaji. Tingkat yang digunakan dalam menyusun
hirarki keputusan yang susunannya terdiri
dari tujuan, komponen, kriteria dan alternatif.
1. Permintaan Angkutan
Permintaan angkutan secara umum dapat
didefinisikan s ebaga i banya knya
kebutuhan yang mungkin timbul terhadap jasa pelayanan transportasi. Dalam kajian
ini permintaan akan jasa angkutan kota
menggunakan data hasil analisis jumlah
total penumpang dalam satu hari adalah
sebanyak:
9% (hasil modal split) x 188123 (jumlah populasi) = 16931 orang
Pengambilan jumlah sampel dilakukan
dengan tujuan untuk memperoleh data mengenai preferensi masyarakat terhadap
penyelenggaraan angkutan kota. Dalam
hal ini masyarakat sebagai responden
terdiri dari penumpang, operator angkutan dan pemerintah.
Dengan batas tingkat kesalahan sampling
sebesar 5% maka Bound of Error (B) adalah 0,05. Karena nilai P tidak diketahui
maka nilai P dianggap 0,05 dan nilai Q =
140 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 133-142
(1-P) = (1-0,5) = 0,5. Sampel penumpang
diambil kepada pengguna angkutan kota
dengan jumlah batas minimal dengan menggunakan pendekatan rumus sebagai
berikut:
............................... (1)
Sehingga:
....................... (2)
2. Menyusun Struktur Hirarki
Hirarki yang terdiri dari 4 (empat) tingkat yang masing-masing terdiri dari beberapa
elemen (kecuali tingkat I sebagai tujuan
utama). Susunan tingkat atau level dalam
hirarki Kajian Sistem Pelayanan Angkutan Kota Rute Tetap dan Rute Bebas di Kota
Palangkaraya adalah sebagai berikut:
Tingkat I : Tujuan atau Sasaran
Tujuan pemilihan sistem pelayanan yang
baik di Kota Palangkaraya dengan menggunakan metode AHP sehingga
diperoleh pelayanan angkutan yang
diharapkan.
Tingkat II : Komponen
Komponen merupakan tingkat yang
tersusun dari beberapa elemen yang terdiri dari komponen pengguna jasa, operator,
dan pemerintah.
Tingkat III : Kriteria
Kriteria merupakan tingkat yang tersusun
dari beberapa elemen yang terdiri dari aksesibilitas, frekuensi, kenyamanan dan
tarif.
Tingkat IV : Skenario/Alternatif
Skenario/Alternatif merupakan tingkatan
terakhir dari hirarki yang tersusun oleh
alternatif-alternatif berupa skenario
penataan terhadap trayek yang beroperasi di Kota Palangkaraya. Dalam Analytic
Hierarchy Process, skenario/alternatif
diletakan pada tingkat/level paling bawah karena proses pengambilan keputusan
terhadap kajian sistem pelayanan angkutan
Kota Palangkaraya akan dilaksanakan
pada level ini.
3. Penentuan Bobot Prioritas Kriteria
Berdasarkan Kepentingan Komponen
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan terhadap responden didapat
besaran bobot prioritas masing-masing
komponen dalam sistem penyelenggaraan angkutan umum perkotaan. Dari hasil
analisis data (survei) diperoleh nilai
perbandingan kepentingan antar kriteria
pada tiap-tiap komponen, kemudian dilakukan analisis pembobotan kriteria dan
Consistency Ratio (CR) dari masing-
masing responden pada setiap komponen. Untuk lebih jelasnya contoh perhitungan
bobot prioritas dan rasio konsistensi dapat
dilihat pada matrik perbandingan hasil survei berikut.
Tabel 8.
Matriks Perbandingan Berpasangan Hasil Survei
Perbandingan Berpasangan Kriteria Pembanding
Akses Frek Nyaman Tarif
Kriteria yang
Dibandingkan
Akses 1 1 1/7 1/9
Frek 1 1 1/7 1/9
Nyaman 7 7 1 1/3
Tarif 9 9 3 1
Sumber: Hasil Analisis
Dari matriks pada Tabel 8 diketahui
bahwa salah satu responden memiliki
penilaian yang sama terhadap aksesibilitas,
frekuensi, kenyamanan, dan tarif lebih penting Sembilan kalinya terhadap
aksesibilitas dan frekuensi dan satu
pertiga kalinya tariff lebih penting terhadap kenyamanan.
4. Penentuan Bobot Skenario Jenis Pelayanan Angkutan Kota Yang Terbaik
Perkalian matriks antara bobot kriteria berdasarkan kepentingan komponen dengan bobot skenario berdasarkan kriteria, mendapatkan bobot prioritas untuk pemilihan skenario pelayanan
Sistem Pelayanan Pada Angkutan Kota Rute Tetap dan Rute Bebas di Kota Palangkaraya, Imam Samsudin 141
angkutan kota di Kota Palangkaraya. Nilai bobot prioritas tertinggi, selanjutnya terpilih seba ga i skena r io dalam
menentukan jumlah armada yang optimal seperti pada tabel berikut.
Tabel 9.
Bobot Prioritas Pelayanan Angkutan Kota
Bobot Aksesibilitas Frekuensi Kenyamanan Tarif
Bobot
Prioritas Rank
0.237 0.183 0.243 0.340
Skenario 1 0.297 0.411 0.446 0.375 0.381 2
Skenario 2 0.411 0.185 0.490 0.411 0.390 1
Skenario 3 0.292 0.346 0.411 0.359 0.354 3
Sumber: Hasil Analisis
Hasil analisis menunjukan bahwa pelayanan angkutan kota untuk dioperasikan adalah ditentukan oleh Skenario ke II yaitu dimana dengan melakukan penyesuaian armada dengan perolehan bobot sebesar 0.390 atau sebesar 39,9%. Sehingga jelas, jika dilakukan pengalihan jumlah kendaraan ke rute-rute yang mempunyai permintaan
potensial terhadap angkutan kota, dimana yang hasilnya pada trayek dengan demand yang besar mendapatkan penambahan armada dan pada yang demandnya kecil, jumlah armadanya dialihkan sehingga terjadi optimalisasi jumlah kendaraan. Maka rekomendasi jumlah armada yang optimal untuk sistem pelayanan angkutan kota di Kota Palangkaraya adalah dengan menja lankan ru te t etap denga n penyesuaian armada dan optimalisasinya sebesar 297 kendaraan atau berkurang
dari 51 kendaraan dari 348 kendaraan yang beroperasi kendaraan.
5. Formulasi Kebijakan Tender Dalam
Perijinan Angkutan Kota di Kota
Palangkaraya
a. Tujuan tender dalam perijinan angkutan umum
1) Untuk meningkatkan pelayanan
angkutan umum 2) Agar pelanggan/pengguna
angkutan umum meningkat
3) Agar biaya menjadi lebih murah
4) Tarif dapat dikontrol dan murah
Cara untuk mencapai tujuan tersebut
di atas dapat dilaksanakan melalui:
1) Angkutan Umum Terpadu:
meliputi jaringan, tiket dan
informasi yang dilaksanakan secara integrated yaitu tidak
banyak trayek/jaringan tetapi
dengan melakukan sistem
penjadwalan angkutan umum yang tepat dan jelas dengan
anggapan bahwa s emua
penumpang mempunyai ongkos yang sama sebab untuk ke
berbagai daerah penumpang
cukup membayar 1 kali saja sesuai dengan jadwal yang
berlaku (multiple ticket) dan
memberikan kemudahan-
kemudahan baik pelayanan maupun informasi kepada
pengguna jasa angkutan umum
2) Inovasi dan service ditingkatkan
3) Penyediaan fasilitas untuk orang
cacat
4) Ker ja sa ma denga n local operator
b. Badan Pengelola Angkutan Umum
Suatu badan yang melaksanakan
tender angkutan umum. Jadi sistem tender dapat juga dilaksanakan
melalui suatu konsorsium.
c. Pelayanan yang ada
Artinya rute/trayek yang ditenderkan
haruslah berdasarkan koridor/per
rute agar tingkat pelayanan dan
pengawasannya lebih mudah.
d. Bentuk Kontrak
Pemenang tender (operator) harus
membuat kontrak dengan pemberi tender (pengelola), dimana kontrak
tersebut harus mempunyai kriteria
dan perjanjian yang jelas antara pengelola dan operator. Pengelola
harus membuat peraturan-peraturan/
kriteria, operator melaku kan
penawaran dan mematuhi semua
142 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 133-142
persyaratan yang ditetapkan oleh
pengelola. Pengelola adalah badan
yang ditunjuk/ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku dan bukan PNS.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian kondisi kinerja
angkutan kota di Kota Palangkaraya yang
mempunyai jenis pelayanan rute bebas mempunyai masalah pada waktu tunggu rata-rata yaitu 15,24
menit yang tidak sesuai dan sudah melebihi waktu
tunggu rata-rata yaitu 5-10 menit menurut Bank Dunia untuk negara berkembang dan waktu tunggu
maksimal yaitu 25,33 menit yang tidak sesuai
dan sudah melebihi waktu tunggu rata-rata yaitu 10-20 menit menurut Bank Dunia untuk negara
berkembang. Jenis pelayanan rute tetap untuk
angkutan kota di Kota Palangkaraya sudah cukup
baik namun harus ada penanggulangan dalam meningkatkan faktor muat yang dirasa cukup
rendah. Dengan adanya rute bebas yang dapat
meningkatkan pelayanan walaupun implementasinya tidak sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku namun dapat meningkatkan pelayanan
bagi penumpang dan keuntungan bagi operator.
Pengaruh stakeholder dalam menentukan penyelengaraan angkutan kota yaitu pengguna
jasa sebesar 64,5%, operator sebesar 22,9%, dan
Pemerintah 12,6%. Jenis pelayanan yang dipilih dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy
Process (AHP) adalah jenis pelayanan menggunakan
rute tetap dengan penyesuaian armada antara jumlah kendaraan yang beroperasi dengan jumlah
penumpang per hari pada tiap trayek, pada
skenario ini didapatkan biaya operasi kendaraan
per penumpang per km menurun dari Rp 261.72 menjadi Rp. 238,75 dan aksesibilitas yang
merupakan kemudahan dalam pergerakan
masyarakat mendapatkan angkutan meningkat dari kondisi eksisting yaitu 81 penumpang per
km menjadi 121 penumpang per km. Berdasarkan
pengoperasian sistem angkutan umum yang berlaku sekarang terdapat 5 trayek yang mengalami
kerugian yaitu trayek C, trayek D, trayek E, trayek
E, trayek F, dan trayek H.
SARAN
Bagi instansi terkait dalam hal ini Dinas
Perhubungan setempat sebaiknya melakukan evaluasi terhadap kinerja angkutan kota dalam
tiap periode tertentu. Ini dimaksudkan agar
memudahkan dalam pengawasan dan penentuan kebijakan di bidang transportasi dan terciptanya
penyelenggaraan sistem angkutan umum yang
kondusif bagi semua pihak yang terkait. Mengingat
responden dalam penelitian ini adalah masyarakat
umum maka perlu kebijakan dari pemerintah
Kota Palangkaraya mengenai tarif bagi pelajar.
Dalam menentukan jumlah armada hendaknya mempertimbangkan dari segi kepentingan
stakeholder terkait meski terkesan sulit namun
jika konsisten dan berkesinambungan maka akan tercapai keseimbangan antara demand dan supply.
Perlunya pengawasan yang intensif dari pemerintah
dalam menertibkan angkutan umum tersebut
khususnya mengenai rute-rute yang dilayaninya sesuai dengan ketetapan yang ada. Sebaiknya dalam
penerapan sistem tendering trayek dinilai cocok
jika diterapkan dalam angkutan umum yang pada initinya ditujukan mengutamakan kriteria pelayanan
yang baik untuk tingkat resiko bisnis terukur (untuk
pihak operator), kemudahan dalam menyesuaikan
perubahan sistem (untuk pihak pemerintah), biaya operasional yang murah (untuk pihak pengguna
jasa) serta gangguan lalu lintas paling minimal
(untuk pihak masyarakat lain) maka ini dapat menjadi saran yang dapat dipertimbangkan bagi
Pemerintah Kota Palangkaraya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian selaku pengarah, Ir. Setio Boedi Arianto selaku pembimbing dan Kepala Terminal Tipe A WA. Gara Kota Palangkaraya.
DAFTAR PUSTAKA
LPKM-ITB. 1997. Modul Pelatihan Perencanaan Sistem A ngku t an Umum (Public Transport System Planning). Bandung: LPKM-ITB.
Morlok, E.K. 1998. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi (terjemahan John K Naimin). Jakarta: Erlangga.
Nasution, H.M.N. 2010. Manajemen Transportasi. Edisi 4. Bogor: Ghalia.
Ortuzar, Juan de Dios., Willumsen, Luis G. 1994. Modelling Transport. 2nd ed. New York: Wiley.
Ortuzar, Juan de Dios., Willumsen, Luis G. 1994. Modelling Transport. 4th Edition. California: John Wiley & Sons, Inc.
Sutjahjo, Budi. 2004. Pengambilan Keputusan Dengan Multikriteria Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Umum Tidak Dalam Trayek. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2015. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK/523/AJ.402/DRJD/2015. Jakarta.
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 83-94
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i2.607 83 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
EFISIENSI EKONOMI PEMASANGAN AUDIO ANNOUCER PADA AREA TRAFFIC
CONTROL SYSTEM (ATCS) DI KOTA MAGELANG
ECONOMIC EFFICIENCY OF AUDIO ANNOUNCER ISTALLATION ON AREA TRAFFIC
CONTROL SYSTEM (ATCS) IN MAGELANG CITY
Andjar Prasetyo
Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Magelang, Jl. Jend. Sudirman No.46 Magelang-Indonesia
Diterima: 5 Mei 2017, Direvisi: 12 Mei 2017, Disetujui: 25 Mei 2017
ABSTRACT The control of urban transportation is determined by various factors, one of them is Area Traffic Control System (ATCS),
including in the city of Magelang. The movement of people and goods from different perspectives has an impact on
technical and economic aspects. This study aims to analyze the utilization value for enhancement of seven points audio in
the ATCS economically, it is based on the projection of traffic volume for five years obtained figure close to 0.75. The
research method using descriptive qualitative with secondary data sourced on internal data of regional devices
Transportation Department of Magelang City. The analysis tool used refers to the project evaluation by calculating
through NPV. The result obtained an efficiency value of Rp 24,281,510 per point/year, while also improving the solutions
management in traffic handling.
Keywords: economic efficiency, ATCS, audio announcer, Magelang City
ABSTRAK Dalam pengendalian transportasi kota ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya berupa Area Traffic Control
System (ATCS), termasuk di Kota Magelang. Perpindahan orang dan barang dari berbagai perspektif memiliki dampak
terhadap aspek teknis dan ekonomis. Studi ini bertujuan untuk menganalisis nilai pemanfaatan perangkat tambahan
berupa audio sebanyak tujuh titik dalam ATCS secara ekonomi, hal ini didasari pada proyeksi volume lalu lintas untuk lima tahun diperoleh angka mendekati 0,75. Metode penelitian menggunakan deskriptif kualitatif dengan data sekunder
bersumber pada data internal perangkat daerah Dinas Perhubungan Kota Magelang. Alat analisis yang dipergunakan
mengacu pada evaluasi proyek dengan penghitungan menggunakan NPV. Hasilnya diperoleh nilai efisiensi
sebesar Rp 24.281.510 per titik/tahun, disamping itu juga meningkatkan manajemen solusi dalam penanganan
lalu lintas.
Kata kunci: efisiensi ekonomi, ATCS, audio annoncer, Kota Magelang
PENDAHULUAN
Sistem transportasi yang aman dan efisien dinilai sangat berharga dalam kehidupan kota dewasa ini. Tidak hanya mempengaruhi kualitas sehari-hari para pengguna jalan tapi juga mempunyai pengaruh langsung pada pertumbuhan dan percepatan ekonomi. Pergerakan lalu lintas di Kota Magelang semakin hari semakin bertambah, pengaruhnya adalah terjadi kemacetan dan tundaan lama di ruas jalan dan persimpangan. Sistem transportasi kota dianggap sebagai formasi yang kompleks dengan berbagai perkembangan karena sifat non-linier dari proses transportasi utama. Merancang metode untuk pemilihan dan pembuktian berbagai alternatif dalam perkembangan sistem transportasi sebagai model matematis memberikan definisi dan pembenaran untuk hal-hal berikut: 1) model digital dari jaringan jalan kota dan jalan serta sistem perutean transportasi umum 2) spesifik sistem model dinamis non linier dari sistem transportasi dan ekonomi suatu wilayah 3) alat untuk prediksi dan pengolahan percobaan perhitungan. Metode ini memungkinkan melakukan simulasi multivariat untuk pengembangan sistem transportasi (Agureev et al., 2017). Disamping itu seperti disampaikan Afanasyev and Panfilov (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas lalu
lintas sudah jelas aspeknya dan situasi pengendalian arus lalu lintas di jalan raya kota telah dibahas dengan mempertimbangkan kapasitas lalu lintas aktual jalan. Ketergantungan penentuan indikator kema mpuan adapta s i persimpangan yang dikendalikan sinyal terhadap arus lalu lintas yang berubah telah diusulkan dan interval kuantitatif memungkinkan pemi l ihan p er s impangan berdasarkan durasi sebenarnya dari siklus kontrol lampu lalu lintas telah diperoleh. Namun masih perlu dilakukan upaya pendukung dalam mengatasi permasalahan lalu lintas yang memiliki dampak ekonomi bagi penggunanya.
Sisi yang penting juga adalah keselamatan lalu lintas,
seperti dijelaskan Koselov and Petrov (2017), saat
ini manajemen keselamatan lalu lintas juga dapat dianggap sebagai subjek cybernetics dan oleh karena
itu memerlukan pendekatan baru berdasarkan tradisi
sibernetika. Karakter spesifik dari pendekatan cybernetic di bidang manajemen keselamatan lalu
lintas menjelaskan pemodelan cybernetic mekanisme
sebab-akibat kecelakaan lalu lintas darat sehingga dituntut perlunya keamanan lalu lintas. Keamanan
lalu lintas dalam studi yang dilakukan oleh
84 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 83-94
Konovalova and Zarovnaya (2017) dijelaskan bahwa
kegiatan peningkatan keamanan lalu lintas menuntut
sumber daya keuangan yang cukup besar yang tidak dapat diakses dalam kondisi keterbatasan ekonomi
saat ini; Oleh karena itu, daya tarik investasi ke
dalam proyek yang terkait dengan perbaikan keselamatan lalu lintas sangat penting saat ini.
Elaborasi tindakan ilmiah yang terkait dengan
peningkatan keselamatan lalu lintas/organisasi lalu
lintas jalan dalam kondisi saat ini menuntut tidak hanya studi ekonomi yang bertujuan untuk
menentukan efisiensi namun juga perkiraan
keuangan yang memungkinkan untuk menentukan calon investor.
Ichkitidze, Sarygulov and Ungvari (2017) menyelidiki korelasi antara faktor-faktor yang meningkatkan keselamatan lalu lintas di jalan raya dan parameter pertumbuhan ekonomi di Rusia dan di negara-negara dengan ekonomi transisi; Korelasi semacam itu tidak selalu mengarah pada peningkatan keamanan lalu lintas. Sebagai aturan, tingkat pertumbuhan penduduk bermotor (kepadatan mobil) di negara-negara tersebut tidak disertai dengan tindakan efisien penurunan tingkat kecelakaan. Diantara faktor yang meningkatkan keselamatan lalu lintas di jalan raya adalah efisiensi perencanaan infrastruktur lalu lintas (mengubah dan menghapus arus lalu lintas dari pusat kota, menciptakan sejumlah besar jalur pejalan kaki dan sepeda yang terpisah dari arus lalu lintas) serta harmonisasi infrastruktur fisik dan tujuan keselamatan, memastikan konjugasi infrastruktur transportasi maju dengan penurunan dari pangsa armada kendaraan pribadi dan kenaikan pangsa angkutan umum.
ATCS Audio Announcer ini diharapkan memberikan
kontribusi dalam pengaturan lalu lintas di area
simpang dengan pengeras suara yang dikendalikan dari pusat kendali, sehingga tidak terjadi kemacetan
di Kota Magelang, studi ini bertujuan untuk
menganalisis nilai pemanfaatan perangkat tambahan berupa audio sebanyak tujuh titik dalam ATCS
secara ekonomi.
PEMBAHASAN
Pembangunan berkelanjutan sistem transportasi dalam kondisi reformasi struktural harus juga dilihat
dari sudut pandang keselamatan. Dalam aspek
ekonomi dari manajemen keselamatan lalu lintas transportasi jalan terdiri dari tiga kelompok: (i)
evaluasi ekonomi terhadap faktor risiko dan
kerusakan yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas (Road Accident) dan mekanisme ekonomi
pengelolaan keselamatan lalu lintas jalan raya, (ii)
optimalisasi Road Accident - risiko kejadian dan (iii)
pemilihan kegiatan peningkatan keselamatan lalu lintas jalan yang paling efisien. Dampak
pembangunan ekonomi terhadap keselamatan lalu
lintas dan menyajikan proses pemilihan indeks
efektivitas keselamatan lalu lintas jalan. Implementasi indeks efisiensi sistem keselamatan
memungkinkan pengembangan sistem transportasi,
memperbaiki kondisi jalan dan pembangunan sosial ekonomi (Sakhapov and Nikolaeva, 2017).
Keselamatan lalu lintas jalan dalam Sakhapov and Nikolaeva (2017) merupakan aspek utama dari kegiatan perencanaan transportasi jalan. Aspek ekonomi dari pengukuran keselamatan lalu lintas jalan sangat penting karena Road Accident (RA) merupakan beban yang cukup besar bagi perekonomian negara/daerah. Dalam kondisi seperti itu, penting untuk secara ekonomis mendukung pemilihan langkah-langkah peningkatan keselamatan lalu lintas jalan raya. Ini harus ditandai bahwa kegiatan ini membutuhkan konstituen finansial yang cukup besar. Tugas pokok disini terdiri dari penentuan indeks yang mencirikan tingkat keselamatan lalu lintas jalan. Itulah sebabnya, perlu (sambil mengembangkan perbaikan keselamatan lalu lintas) untuk mengungkapkan indeks paling penting dan menggabungkannya ke dalam satu sistem umum indeks keselamatan lalu lintas jalan raya. Kondisi operasi sistem indeks terdiri dari definisi nilai akhir (indikator) yang mempengaruhi keselamatan dengan pertimbangan unsur ekonomi yang memungkinkan untuk mengevaluasi fungsinya secara numerik.
A. Interkoneksi Antara Pembangunan
Ekonomi dan Keselamatan Lalu Lintas
Sakhapov and Nikolaeva (2017) lebih rinci
menjelaskan bahwa pengurangan tingkat
kecelakaan adalah salah satu isu prioritas
mengenai biaya transportasi di tingkat nasional.
Hal ini dapat dikonfirmasi melalui analisis
indeks ekonomi, yaitu, produk domestik bruto
(PDB) atau pendapatan nasional bruto (GNI)
per kapita (GNI per kapita) dan jumlah
kematian akibat kecelakaan lalu lintas.
Hubungan antara indeks ekonomi dan tingkat
kematian diselidiki dalam makalah yang
berbeda (Bishai et al. (2006), Kopits and
Cropper (2005), Koornstra (2007), Sakhapov et
al. (2015)). Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa, pertama ada hubungan positif antara
GNI per kapita dan tingkat automobilisasi;
karena fakta ini, korelasi antara GNI per
kapita dan kematian akibat Road Accident
diamati. Kedua, ada hubungan negatif antara
GNI per kapita dan risiko transportasi (jumlah
kematian per kendaraan) karena pertumbuhan
GNI memungkinkan negara untuk berinvestasi
lebih banyak dalam keselamatan lalu lintas
jalan raya.
Efisiensi Ekonomi Pemasangan Audio Annoucer Pada Area Traffic Control System (ATCS) di Kota Magelang, Andjar Prasetyo 85
Selanjutnya lebih rinci ditunjukan empat
mekanisme yang mencerminkan korelasi antara
pembangunan ekonomi negara dan keselamatan lalu lintas jalan yang diukur dengan jumlah
kecelakaan (luka dan kematian pribadi) (Elvik
(2014) dalam (Sakhapov and Nikolaeva, 2017)). Pertama, pembangunan ekonomi
dapat mempengaruhi intensitas lalu lintas
dan, oleh karena itu, menyebabkan risiko dan
meningkatnya jumlah kecelakaan di jalan. Kedua, perkembangan ekonomi dapat
mempengaruhi komposisi lalu lintas yang
menyebabkan variasi "kilometer berisiko". Ketiga, pengguna jalan dapat menyesuaikan
tingkah laku mereka dalam situasi ekonomi
tertentu. Hasilnya mampu menganalisa
mekanisme, keempat: pembangunan ekonomi dapat mempengaruhi investasi keselamatan
lalu lintas jalan negara. Misalnya, selama
downfalls ekonomi, pemerintah lebih memilih untuk menginvestasikan jumlah yang lebih
rendah dalam keselamatan lalu lintas sementara
konsumen dan perusahaan menunda pembelian
kendaraan baru dan lebih memilih untuk membeli kendaraan yang lebih murah.
Keempat mekanisme tersebut berkorelasi dan
merupakan satu kesatuan penelitian.
Tabel 1.
Pemilihan Indeks Keselamatan Lalu Lintas Jalan yang Penting
Langkah Penentuan Indeks Keselamatan Lalu Lintas Tujuan Penentuan langkah
1. Penentuan hubungan sebab-akibat antara RA dan
indeks efisiensi kinerja sistem transportasi potensial Penentuan indeks keselamatan lalu lintas
2. Evaluasi signifikansi politik indeks efisiensi kinerja
sistem transportasi potensial Membentuk sistem indeks keselamatan lalu lintas
3. Penentuan kapasitas sistem transportasi untuk
menyelesaikan permasalahan yang timbul di bidang
keselamatan lalu lintas
Penentuan indikator atau sistem indikator
(threshold values) yang berkaitan dengan sistem
keselamatan lalu lintas
4. Evaluasi langkah keselamatan lalu lintas efisiensi Penentuan indeks memungkinkan untuk mengukur
efisiensi langkah keselamatan lalu lintas
5. Pelaksanaan survei Perkiraan indeks keselamatan lalu lintas
6. Analisis kinerja sistem keselamatan lalu lintas Penyesuaian dalam sistem indeks keamanan lalu
lintas
7. Pelaporan Identifikasi potensi risiko, prioritas, kesimpulan
dan proposal yang menargetkan minimisasi risiko
Sumber: Sakhapov and Nikolaeva, 2017
Indeks ekonomi dasar yang mempengaruhi sistem transportasi adalah:
1. Kontribusi industri transportasi terhadap
PDB,
2. Biaya transportasi penumpang dan kargo,
3. T ingka t ket enaga ker jaan sa r ana
transportasi,
4. Perbandingan dan evaluasi dampak pembangunan infrastruktur transportasi
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional
secara umum.
Hasil investigasi menunjukkan bahwa ada
interkoneksi antara pembangunan ekonomi
nasional dan keselamatan lalu lintas yang ditandai dengan tingkat suku bunga RA. Proses
pembangunan ekonomi nasional secara
langsung mempengaruhi tingkat intensitas lalu lintas jalan, risiko transportasi dan tingkat
suku bunga RA. Dalam situasi seperti itu,
disarankan untuk mendefinisikan secara khusus tujuan langkah-langkah keselamatan lalu lintas
lalu menetapkan target kuantitatif masing-
masing. Langkah penting adalah menentukan
peran masalah keselamatan lalu lintas (kejadian RA) yang harus dijadikan dasar untuk memilih
indeks keselamatan lalu lintas yang paling
penting yang mencirikan faktor risiko.
Pengembangan infrastruktur transportasi dan
perbaikan kondisi jalan ditetapkan dengan
meningkatnya efisiensi sosio-ekonomi yang dapat dinyatakan dalam bentuk efek
transportasi. Efek transportasi pada gilirannya
akan memberi dampak positif bagi
perekonomian nasional, pada efek sosial
86 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 83-94
ekonomi yang paling penting yang dapat kita
lihat:
1. peningkatan standar hidup masyarakat;
2. pengaktifan kegiatan ekonomi, bantuan
di wilayah baru dan pengembangan
sumber daya, perluasan gerai pemasaran;
3. peningkatan pemeliharaan transportasi
di sektor agroindustri;
4. perbaikan kondisi jalan di kawasan agro
industri melalui pembangunan akses jalan;
5. penciptaan lapangan kerja baru.
B. Teknologi dan Perencanaan dalam Lalu
Lintas
Zhankaziev (2017), sudah banyak negara menempatkan saham pada teknologi seperti
kendaraan transportasi otonom dan sistem
transportasi cerdas yang kooperatif. Prototipe tersebut telah dibangun dan menjalani berbagai
tes di berbagai negara di seluruh dunia,
termasuk Rusia. Namun, fenomena ini tidak lain adalah tahap pengembangan sistem
transportasi cerdas yang akhirnya, yang
bertujuan untuk mengubah secara lengkap
tidak hanya gagasan ITS, namun juga proses pengangkutan kargo dan penumpang dan
proses pengontrolan kendaraan transportasi.
Danilina and Elistratov (2017) dalam studinya
menyajikan hasil penel i t ia n layanan penu mpang ( t erp enu hi da lam t i t ik
pemberhentian transportasi kota) berdasarkan
model layanan yang diuraikan untuk berbagai sistem kontrol akses transportasi. Hasil
pemodelan simulasi dalam kondisi sistem
kontrol akses yang diatur dalam titik
pemberhentian yang mungkin menjadi metode lanjutan untuk mengatasi masalah
titik henti kemacetan. Hubungan matematis
disimpulkan memungkinkan mengevaluasi tingkat layanan penumpang sesuai dengan
parameter pengeluaran waktu. Artikel tersebut
menyajikan (i) hasil penelitian dan (ii) luas hasil penerapan ini dalam lingkup perencanaan
sistem transportasi penumpang. Kondisi ini
mencerminkan kebutuhan teknologi dalam
manajemen penanganan lalu lintas.
Teknologi yang dimanfaatkan dapat
diimplementasikan dalam bentuk audio dan
visual seperti yang umumnya dilakukan dalam
ATCS. Hal ini sejalan dengan penelitian Borovik, Borovik and Lukin (2017), dasar
teoritis untuk model multifaktor spasial dan
waktu interaksi faktor jalan dan pengaruhnya terhadap fungsionalitas kompleks jalan dan
transportasi diwakili yang memungkinkan
pemantauan visual terhadap respon sistem pada
perubahan parameternya dalam ruang dan waktu. Selanjutnya pengembangan teknologi
audio visual juga memperhatikan aspek yang
sesuai dengan perkembangan jaman yang diindikasikan dengan inovasi.
Pentingnya teknologi dalam mendorong manajemen lalu lintas dilengkapi dengan studi Kravchenko and Oleshchenko (2017). Artikel ini menjelaskan tentang organisasi keselamatan lalu lintas multi level yang sistematis. Dasarnya diberikan untuk mendukung konsep observability status sistem saat ini dengan memantau aktivitas fungsional yang diperlukan di semua tingkat hirarki sistem keselamatan lalu lintas. Konfigurasi fungsional sistem keselamatan lalu lintas juga terbukti menjadi sarana untuk mengubah tujuan menjadi hasil yang diinginkan dari sistem yang berfungsi dalam kaitan dengan teori sistem yang dikendalikan (cybernetic). Suatu prosedur disajikan untuk menunjukkan penggunaan diagram skematik untuk mendukung mekanisme pembentukan sifat fungsional sistem dasar, seperti kemampuan pengendalian, akurasi kinerja dengan sinyal masukan, kekebalan kebisingan, dan lain-lain, yang saat ini tidak diterapkan dalam praktik keselamatan lalu lintas yang sebenarnya, namun dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan fungsional sistem keselamatan lalu lintas, dan karena itu untuk mencegah kasus kematian di lalu lintas jalan.
Dalam hal perencanaan sesuai dengan studi
(Ershova and Smirnov, 2017) Artikel tersebut
mempertimbangkan pendekatan terhadap pengembangan konseptual jaringan jalan
dan jalan di kota-kota besar pada berbagai
waktu, konseptual ilmiah dan inovasi modern mengenai standar perencanaan kota untuk
jalanan dan jalan sebagai dasar untuk
memastikan keselamatan lalu lintas di Saint
Petersburg, dan mewakili hasil analisis seperti kepadatan jalan dan jalan raya Saint Petersburg.
Jaringan teknologi memastikan keselamatan
lalu lintas dan prosedur perhitungan mengenai nilai kuantitatif aplikasi dalam dokumen
perencanaan kota dan perencanaan wilayah.
Secara khusus, spesialis perencanaan dan per encanaan Kota Sa int Pet er sbur g
mengartikulasikan berbagai masalah mengenai
perlunya memposisikan sebagai wajib
diterapkan pada desain perencanaan kota dan dokumen konstruksi berturut-turut yang berisi
standar perencanaan pembangunan jaringan
jalan dan jalan. Permasalahan yang terkait dengan kesulitan dalam pembentukan jaringan
Efisiensi Ekonomi Pemasangan Audio Annoucer Pada Area Traffic Control System (ATCS) di Kota Magelang, Andjar Prasetyo 87
jalan dan jalan yang memadai untuk kebutuhan
kota adalah dikaitkan dengan berbagai alasan
obyektif dan subyektif yang banyak di antaranya dihasilkan dari model baru kebijakan
perencanaan kota yang dibentuk pada periode
pasca-sosialistik (1990-1991).
Ershova and Smirnov (2017) lebih lanjut
menjelaskan bahwa alasan utamanya terletak
pada mekanisme hukum yang kurang berkembang pada saat itu yang mengakibatkan
prioritas kepentingan pribadi investor dan
pengembang dibandingkan investor publik.
Hal itu tercermin dalam kemungkinan mendapatkan izin konstruksi untuk bangunan
rumah petak (bangunan tempat tinggal sebagai
aturan) tanpa mempertimbangkan fakta apakah daerah yang dikembangkan dilengkapi dengan
infrastruktur rekayasa, sosial, dan transportasi.
Aspek perencanaan kota menjadi penting dalam pelaksanaan managemen penaganan
lalu lintas, oleh karenanya perlu dilakukan
elastisitas perencanaan yang disesuaikan
dengan perkembangan transportasi.
Pembangunannya dibentuk tanpa penilaian kemungkinan penyediaan lahan dengan infrastruktur transportasi masih dalam Ershova and Smirnov (2017), yang menjadi penyebab tidak hanya terputusnya komunikasi antara wilayah-wilayah yang dikembangkan di berbagai kota namun juga tidak memungkinkan dilakukannya pembentukan kembali komunikasi di masa depan karena tidak tersedianya cadangan teritorial untuk pembangunan jalan dan jalan raya, sarana transportasi infrastruktur. Para ahli menghubungkan pembangunan jaringan jalan dan jalan tertinggal di distrik pengembangan perumahan intensif, kemacetan lalu lintas di pusat sejarah St. Petersburg, tidak tersedianya jumlah tempat parkir yang cukup di pusat kota dan di distrik perumahan intensif pengembangan konsekuensi dari periode tersebut sehingga memberikan dampak negatif yang up to date.
Ershova and Smirnov (2017), menjelaskan
bahwa Kode Perencanaan Kota Federasi Rusia yang efektif mulai 30.12.2004 membangun
hubungan perencanaan kota baru dan hampir
sepenuhnya mengubah sistem dokumen perencanaan kota. Menurut konsep ini, untuk
pertama kalinya Kode Perencanaan Kota
Federasi Rusia memberikan penjelasan baru tentang dokumen baru yang diperlukan untuk
kegiatan perencanaan kota dan sebelumnya
tidak diketahui dengan sistem perencanaan
hukum dan Kota Federasi Rusia (State Duma (2005) dalam Ershova and Smirnov (2017)).
Sebagai konsekuensinya, situasi perencanaan
transportasi menjadi lebih baik sampai tingkat
tertentu: di Saint Petersburg, Rencana Kota Umum Saint Petersburg, peraturan untuk
penggunaan dan pengembangan lahan di kota,
skema pengembangan sektoral dari jalan dan jaringan jalan dikembangkan dan disetujui
(2005) (Parlemen Saint Petersburg (2005,
2009), Pemerintah Saint Petersburg (2011)).
Keuntungan utama dari dokumen yang dikembangkan adalah fakta bahwa mereka
menetapkan persyaratan perencanaan kota
yang seragam yang bertujuan untuk pengembangan yang komprehensif dan
keseimbangan yang baik antara kepentingan
pribadi dan publik. Itu tidak berarti bahwa
semua penyebab yang menghambat pengembangan jaringan transportasi yang
efisien telah dieliminasi namun pasti hal itu
berkontribusi terhadap pembangunan perencanaan kota yang seimbang di wilayah-
wilayah tersebut.
C. Implementasi ATCS
ATCS difokuskan kepada lokasi persimpangan yang bertujuan untuk mengatur penanganan
lalu lintas, seperti yang diteliti oleh Nikitin,
Patskan and Savina (2017) yang dilengkapi dengan akses pejalan kaki menjelaskan bahwa
bundaran mulai digunakan lebih sering
daripada persimpangan dengan sinyal lalu
lintas. Model simulasi diterapkan untuk penilaian kinerja bundaran. Pemodelan
bundaran mengkonfirmasi adanya penundaan
transportasi besar di lokasi jaringan jalan dan jalan ini. Untuk mencegah kemacetan di
bunda ran, per lu d iketahu i bahwa
penyeberangan yang berada di dekat jalan masuk/jalan keluar bundaran secara serius
mengurangi kapasitas lalu lintasnya.
Nikitin, Patskan and Savina (2017), melengkapi
dalam studinya bahwa Penilaian kinerja dengan adanya arus pejalan kaki yang melintasi jalur
lalu lintas tepat sebelum lingkaran lalu lintas.
Tujuan tambahan adalah untuk membangun model komputer yang sedekat mungkin dengan
situasi saat ini dalam proses micromodeling.
Data yang digunakan saat membangun model diambil dari dokumentasi desain dan file video
surveillance. Pengamatan visual menunjukkan
pengaruh yang cukup besar dari fase lampu lalu
lintas yang terbentuk karena arus pejalan kaki yang besar. Model lalu lintas juga menunjukkan
bahwa pejalan kaki secara signifikan
mempengaruhi kinerja situs jaringan jalan dan jalan ini. Tingkat kritis lalu lintas dan
arus pejalan kaki menyebabkan penurunan
88 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 83-94
tajam dalam kinerja persimpangan tidak
terungkap dalam penyelidikan ini. Dalam
proses penyelidikan perangkat lunak untuk micromodeling memungkinkan untuk
menghitung penundaan di lokasi jaringan
jalan dan jalan.
ATCS dalam simulasinya berpotensi untuk
merekayasa waktu alat lalu lintas yang bisa
dipantau dari ruang kontrol, rekayasa ini pun
berkorelasi dengan (Ryabokon, 2017) Pengurangan keterlambatan kendaraan di
jalur transportasi utama kota merupakan
salah satu tujuan pengelolaan lalu lintas di jaringan jalan. Untuk meningkatkan kinerja
penyeberangan yang ditandai, metode untuk
mengevaluasi kemungkinan penambahan
arus kendaraan dengan jalur arus benturan dalam fase siklus lampu lalu lintas. Indikator
lebih lengkap dijelaskan dalam studi (Sharov
and Mikhailov, 2017) Pada 2014-2015, Laboratorium Transportasi Penelitian Nasional
Irkutsk State Technical University (TL-ISTU)
berpartisipasi dalam pengembangan Pedoman Met odologi Federa l "E va luas i Mutu
Manajemen La lu Linta s". Ar t ikel in i
mewakili sejumlah saran dalam kerangka
dokumen dalam pembangunan, hasil analisis, literatur khusus dan mempertimbangkan
perkembangan teknologi geoinformation,
kriteria kuantitatif berikut dipilih untuk menilai
reliabilitas meliputi: indeks waktu, kriteria Herman-Prigogine; waktu penyangga Dalam
konteks ini, indeks waktu ditawarkan untuk
digunakan untuk analisis komparatif keandalan sistem transportasi di berbagai kota.
D. ATCS Audio Announcer
Salah satu aspek yang diperhatikan dalam
manajemen penanganan lalu lintas adalah volume pergerakan lalu lintas. Volume
pergerakan lalu lintas ke dan dari wilayah
Kota Magelang sangat besar, dan seiring dengan pertumbuhan kendaraan dari tahun
ke tahun dirasakan volume kendaraan yang
melintas di Kota Magelang semakin padat.
Jika hal tersebut tidak diantisipasi akan menyebabkan permasalahan lalu lintas antara
lain kemacetan yang cenderung meluas dari
tahun ke tahun di wilayah Kota Magelang yang diindikasikan dengan bertambah
panjangnya antrian di persimpangan dan
meningkatnya waktu perjalanan. Data volume lalu lintas pada tiga tahun terakhir adalah
sebagaimana tabel 1 berikut.
Tabel 2.
V/C Rasio Pada Ruas Jalan Utama di Kota Magelang Tahun 2013 - 2015
No. Nama Jalan
Volume Lalu Lintas
(smp/jam) Kapasitas
(smp/jam)
V/C ratio
2013 2014 2015 2013 2014 2015
1. Jl. A. Yani 2979,77 3054,27 3130,62 4594 0,65 0,66 0,68
2. Jl. Pemuda 1980,65 1985,60 1990,56 2298 0,86 0,86 0,87
3. Jl. Jend. Sudirman 2308,74 2361,49 2415,45 2965 0,78 0,79 0,81
4. Jl. Sukarno Hatta 1832,30 1873,52 1915,68 4489 0,41 O,42 0,43
5. Jl. Urip Sumoharjo 1397,14 1428,57 1460,72 2497 0,56 0,57 0,58
6. Jl. Gatot Subroto 1841,78 1883,22 1925,59 3011 0,61 0,63 0,64
7. Jl. Tentara Pelajar 1942,75 1986,46 2031,15 3004 0,65 0,66 0,68
8. Jl. Yos Sudarso 2048,15 2094,23 2141,35 2951 0,69 0,71 0,73
9. Jl. Pahlawan 2091,62 2138,68 2186,80 2844 0,74 0,75 0,77
10. Jl. Diponegoro 834,04 852,80 871,99 2461 0,34 0,35 0,35
11. Jl. Tidar 2141,88 2190,07 2239,34 2724 0,79 0,80 0,82
Rata-Rata 1945,34 1986,26 2028,11 3076,18 0,64 0,65 0,67
Sumber: Dishubkominfo Kota Magelang, 2015
Apabila diproyeksikan sampai dengan tahun 2020 maka V/C atau D/S akan terjadi lebih
dari 0,75 atau volume lalu lintas melebihi 75%
dari kapasitas jalan yang ada seperti dalam tabel berikut.
Efisiensi Ekonomi Pemasangan Audio Annoucer Pada Area Traffic Control System (ATCS) di Kota Magelang, Andjar Prasetyo 89
Tabel 3.
Proyeksi V/C Rasio Pada Ruas Jalan Utama di Kota Magelang Tahun 2016-2020
Tahun VC/Ratio Forecast
(VC/Ratio)
Lower Confidence Bound
(VC/Ratio)
Upper Confidence Bound
(VC/Ratio)
2013 0,64 - - -
2014 0,65 - - -
2015 0,67 0,67 0,67 0,67
2016 - 0,68 0,68 0,69
2017 - 0,70 0,69 0,70
2018 - 0,71 0,71 0,72
2019 - 0,73 0,72 0,73
2020 - 0,74 0,73 0,75
Sumber: Data Tabel 1, diolah
Data tersebut juga didukung dengan perhitungan tingkat kejenuhan yang terjadi di
simpang bersinyal yang berada di 18 titik
persimpangan di Kota Magelang, di antaranya
meliputi Simpang Kupatan, Simpang Safari, Simpang Menowo, Simpang Kebonpolo,
Simpang Kodim, Simpang Polwil, Simpang
Jl. Sutoyo - Jl. Diponegoro, Simpang Aloon-aloon Selatan, Simpang Sumbing, Simpang
Shooping, Simpang Bayeman, Simpang
Canguk, Simpang Terminal Tidar, Simpang
Jl. Sunan Gunung Jati - Jl Diponegoro, S impang Gotong R oyong, S impa ng
Mertoyudan, Simpang SMP Negeri 2 dan
Simpang Sanden.
Hasil perhitungan derajat kejenuhan pada simpang bersinyal di Kota Magelang pada
tahun terakhir 2015 adalah sebagaimana tabel
berikut.
Tabel 4.
Rekapitulasi Derajat Kejenuhan (DS) Simpang pada Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintasdi Kota Magelang
Tahun 2015
No. Nama
Simpang
Kode
Pendekat
Lebar
efektif
(m)
Nilai
disesuaikan
smp/jam
hijau
Arus Lalu
Lintas
(smp/jam)
Waktu
Siklus
(Detik)
Waktu
hijau
(detik)
Kapasitas
smp/jam (S x (g/c)
Derajat
Kejenuhan
(Q/C)
Rata-rata
Derajat
Kejenuhan
We S Q C G C DS DS
1. Kupatan
Utara 6.5 3108 1297.28 75 30 1243 1.04
0.73 Selatan 6 2868 1000.40 75 30 1147 0.87
Barat 6.5 3108 110.02 75 10 414 0.27
2. Safari
Utara 6 2868 1478.86 75 30 1147 1.29
0.89 Selatan 6 2868 1135.97 75 30 1147 0.99
Barat 3 1434 75.39 75 10 191 0.39
3. Menowo
Utara 6 2868 1478.86 75 35 1339 1.10
0.73 Selatan 6 2868 480.07 75 25 956 0.50
Barat-Timur 8 3825 295.42 75 10 510 0.58
4. Kebon Polo Utara 6 2868 1478.86 65 30 1324 1.12
0.83 Timur 5 2390 621.05 65 26 956 0.65
5. Kodim
Utara 9 4303 1167.13 40 20 2151 0.54
0.28 Barat 5 2390 81.88 40 7 418 0.20
Timur 5 2390 47.85 40 7 418 0.11
6. Polwil
Utara 7 3347 1138.10 55 25 1521 0.75
0.38 Barat 4 1912 68.05 55 10 348 0.20
Timur 3 1434 47.85 55 10 261 0.18
7.
Simp. Jl.
Sutoyo-
Diponego
ro
Utara 3 1434 365.79 70 20 410 0.89
0.73 Timur 3 1434 81.88 70 10 205 0.40
Selatan 3 1434 405.93 70 20 410 0.99
Barat 3 1434 128.67 70 10 205 0.63
90 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 83-94
No. Nama
Simpang
Kode
Pendekat
Lebar
efektif
(m)
Nilai
disesuaikan
smp/jam
hijau
Arus Lalu
Lintas
(smp/jam)
Waktu
Siklus
(Detik)
Waktu
hijau
(detik)
Kapasitas
smp/jam (S x (g/c)
Derajat
Kejenuhan
(Q/C)
Rata-rata
Derajat
Kejenuhan
We S Q C G C DS DS
8.
Aloon-
aloon
selatan
Timur 6 2868 143.76 55 10 522 0.28
0.45 Selatan 6 2868 1346.41 55 30 1565 0.86
Barat 4 1912 71.24 55 10 348 0.20
9. Sumbing Utara 6 2868 1165.49 60 30 1434 0.81
0.91 Barat 5 2390 1000.40 60 25 996 1.00
10. Shooping Utara 6 2868 1395,76 45 30 1912 0,73 0.73
11. Bayeman Selatan 5 2390 1014.22 45 20 1062 0.96
0.87 Timur 7 3347 1167.13 45 20 1487 0.78
12. Cangok
Utara 3 1434 669.91 90 25 398 1.68
1.38 Timur 3 1434 344.52 90 15 239 1.44
Selatan 6 2868 816.65 90 25 797 1.02
13. Terminal
Tidar
Utara 6 2868 730.52 45 20 1275 0.57 0.56
Selatan 6 2868 694.37 45 20 1275 0.54
14.
Simpang
Jl. Sunan
Gunung
Jati-
Diponego
ro
Utara 3 1434 387.06 70 20 410 0.94
0.71 Timur 3 1434 69.12 70 10 205 0.34
Selatan 3 1434 423.21 70 20 410 1.03
Barat 3 1434 105.27 70 10 205 0.51
15. Gotong
Royong
Utara 6 2868 1478.69 45 25 1594 0.93 0.84
Timur 4 1912 480.07 45 15 637 0.75
16. Mertoyud
an/Trio
Utara 6 2868 797.51 120 30 717 1.11
1.19 Timur 6 2868 746.47 120 30 717 1.04
Selatan 7 3347 1410.53 120 30 837 1.69
Barat 6 2868 674.16 120 30 717 0.94
17. SMP 2 Selatan 10 1434 405.93 70 20 410 0.99
0,87 Timur 3 1912 480.07 45 15 637 0.75
18. Sanden
Utara 3 1434 387.06 70 20 410 0.44
0.40 Timur 3 1434 69.12 70 10 205 0.34
Selatan 3 1434 423.21 70 20 410 0.33
Barat 3 1434 105.27 70 10 205 0.51
Sumber: Data Dishubkominfo Kota Magelang, 2015
Kondisi tersebut perlu dicarikan solusi untuk
penanganan manajemen dan rekayasa lalu lintas yang tepat dan berkesinambungan. Di
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal
93 ayat 1 disebutkan bahwa : “Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk
mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan
dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban,
dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Undang-undang ini mengatur dan
mengamanatkan adanya Sistem Informasi dan komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang didukung oleh subsistem yang
dibangun oleh setiap Lalu Lintas dan Angkutan jalan yang terpadu. Pengelolaan Sistem
Informasi dan komunikasi Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dilakukan oleh pemerintah
atau Pemerintah daerah dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan mengenai operasionalisasi Sistem
Informasi dan komunikasi Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dilaksanakan secara terintegrasi
melalui pusat kendali dan data”.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 79
Tahun 2013 pada penjelasan pasal 42 ayat (1)
disebutkan bahwa: “Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dipasang pada persimpangan dan/atau
ruas jalan serta dapat dilengkapi dengan alat
pendeteksi kendaraan, kamera, Display
Information System (DIS) dan/atau teknologi informasi untuk kepentingan lalu lintas yang
menjadi bagian dari sistem Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas terkoordinasi (ATCS)”.
Seiring dengan perkembangan teknologi
yang pesat solusi penanganan transportasi
Efisiensi Ekonomi Pemasangan Audio Annoucer Pada Area Traffic Control System (ATCS) di Kota Magelang, Andjar Prasetyo 91
diarahkan kepada penerapan teknologi di
bidang transportasi. Intelligent Transportation
System (ITS) merupakan system dalam pengawasan dan pengendalian lalu lintas
secara komplek dan terpadu menjadi solusi
yang tepat untuk mengatasi permasalahan lalu lintas di Kota.
Integrated Intelligent Transportation System
(ITS) adalah integrasi antar sistem informasi
dan teknologi komunikasi dengan infrastruktur transportasi, kendaraan dan pengguna jalan.
ITS akan mengelola dan menggunakan
sumberdaya data yang dibagikan antara berbagai sistem pengelola informasi. Sistem
tersebut memadukan informasi dan fungsi
manajemen lalu lintas untuk memudahkan
kerjasama antara beberapa sistem, Penerapan
ITS mencakup sub sistem lain diantaranya pengendalian simpang dengan ATCS, Variable
Message Sign (VMS), CCTV Camera, VTS
(Vehicle Tracking System).
Pada perhitungan sisi ekonomi digunakan
model NP V yang b er manfaa t untu k
mengkalkulasi atau menghitung nilai bersih
dari sebuah investasi saat ini, berdasarkan pada suku bunga (discount rate) yang tersedia dan
juga pada serangkaian pembayaran dan
pemasukan dimasa yang akan datang. Hasil penghitungan selengkapnya dapat dilihat
dalam tabel berikut.
Tabel 5.
Analisis Efisiensi Biaya dari Pemasangan ATCS Audio Announcer
Biaya
Perjalanan Sebelum Sesudah
Efisiensi (Rp.) Presentase
Perjam Perhari Pertahun
Nilai Waktu 1.302.802.654,40 1.299.811.414,54 857 8.571 2.991.240 0,23%
Konsumsi
BBM 1.392.715.805,00 1.369.425.534,91 6.673 66.734 23.290.270 1,67%
Total Efiensi Biaya 7.531 75.305 26.281.510 0,98%
Sumber: Data Primer, diolah
Dari tabel tersebut dapat di lihat bahwa dengan kondisi dengan atau tanpa ATCS Audio Announcer menghasilkan besaran presentase efisiensi konsumsi BBM dan asumsi nilai waktu sebesar Rp 26.281.510. Total efisiensi merupakan penjumlahan antara efisiensi nilai waktu perjalanan setiap tahun dengan efisiensi konsumsi BBM. Nilai output hasil penghitungan inilah yang selanjutnya akan di gunakan sebagai benefit (keuntungan) pemasangan ATCS Audio Annoncer.
Penghitungan tersebut kemudian dirinci dalam 3 komponen yaitu biaya pemasangan, NPV dan Pengembangan. Hasil penghitungan setiap komponen dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Biaya Pemasangan
Harga 1 unit alat ATCS Audio Annoncer adalah Rp 10.000.000 dan asumsinya dapat digunakan selama 5 tahun maka nilai manfaat alat pertahun sebesar Rp 2.000.000,00.
2. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) berguna untuk mengukur kemampuan dan peluang sebuah perusahaan dalam menjalankan investasinya sampai beberapa tahun yang akan datang, saat nilai mata uang berubah dan berdampak pada cash flow perusahaan.
NPV untuk pemasangan 1 unit alat ATCS
Audio Annoncer adalah Rp. 26.281.510 -
Rp 2.000.000 = Rp 24.281.510, maka dapat disimpulkan pemerintah Kota
Magelang mampu mengefisiensikan
anggaran biaya sebesar Rp.24.281.510 pertahun untuk pemasangan 1 set alat
ATCS Audio Annoncer.
3. Pengembangan
Efisiensi anggaran tersebut kemudian
dilakukan pengembangan dengan
pemasangan pada tahun 2017 di 7 titik
baru yaitu simpang-simpang jalan utama di Kota Magelang.Maka setelah adanya
penambahan alat ATCS Audio Annoncer
Pemerintah Kota Magelang mampu mengefisiensi anggaran biaya sebesar
Rp 24.281.510 x 8 = Rp194.252.080
pertahun.
92 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 83-94
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 1.
Penambahan 7 Titik ATCS Audio Announcer.
PENUTUP
Pemasangan ATCS Audio Announcer di Kota
Magelang berupaya untuk menekan Derajat
Kejenuhan (DS) Simpang pada Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di Kota Magelang seperti
yang diproyeksikan dalam pembahasan di atas.
Pemanfaatan teknologi dalam mengintervensi
manajemen penanganan lalu lintas terbukti mampu memberikan kontribusi positif yang
kemudian ditindaklanjuti dengan penambahan
ATCS Audio Announcer di beberapa tittik di Kota Magelang. Hasil penghitungan menunjukan bahwa
menganalisis nilai pemanfaatan perangkat tambahan
berupa audio sebanyak tujuh titik dalam ATCS Audio Announcer secara ekonomi, memiliki nilai efisiensi
yang bisa diterima sebagai sebuah upaya untuk
menata manajemen penanganan lalu lintas di Kota
Magelang dengan intervensi teknologi. Efisiensi anggaran biaya tersebut dapat dipergunakan untuk
alokasi investasi prioritas yang perlu dilakukan
oleh Pemerintah Kota Magelang. Dalam pelaksanaan ATCS Audio Announcer tersebut perlu diupayakan
untuk melengkapi simpang-simpang lain yang belum
terpasang dan penguatan operator dalam ruang
kontrol ATCS Audio Announcer tersebut sehingga
mampu memberikan pelayanan publik yang lebih baik, di samping itu perlu adanya evaluasi
dan monitoring terhadap pemanfaan ATCS Audio
Announcer.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala
Dinas Perhubungan Kota Magelang dan para
pelaksana ACTS Audio Announcer yang telah
memberikan berbagai data dan informasi terkait
artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Afanasyev, A. & Panfilov, D. 2017. Estimation of
Intersections Traffic Capacity Taking into Account
Changed Traffic Intensity. Transportation Research
Procedia. Elsevier B.V., 20 (September 2016), pp. 2-
7. doi: 10.1016/j.trpro.2017.01.002.
Agureev, I., Elagin, M., Pyshnyi, V. & Khmelev, R. 2017.
Methodology of Substantiation of the City Transport
System Structure and Integration of Intelligent
Elements into it. Transportation Research Procedia.
The Author(s), 20 (September 2016), pp. 8-13. doi:
10.1016/j.trpro.2017.01.003.
Efisiensi Ekonomi Pemasangan Audio Annoucer Pada Area Traffic Control System (ATCS) di Kota Magelang, Andjar Prasetyo 93
Borovik, V. S., Borovik, V. V. & Lukin, V. 2017. Spatial
and Time Simulation of the Traffic Safety Level
Control Process. Transportation Research Procedia.
Elsevier B.V., 20 (September 2016), pp. 74-79. doi:
10.1016/j.trpro.2017.01.017.
Danilina, N. & Elistratov, D. 2017. ‘Organization of
Municipal Transport Access Control System.
Passenger Service Models. Transportation Research
Procedia. Elsevier B.V., 20 (September 2016), pp. 132-137. doi: 10.1016/j.trpro.2017.01.034.
Ershova, S. & Smirnov, E. 2017. Conceptual Justification
of Town-Planning Design Standards for Streets and
Roads in Large Cities for Ensuring Traffic Safety.
Transportation Research Procedia. Elsevier B.V., 20
(September 2016), pp. 180-184. doi: 10.1016/
j.trpro.2017.01.047.
Ichkitidze, Y., Sarygulov, A & Ungvari, L. 2017. Potential
for Enhancing Traffic Safety on Highways of Russia.
Transportation Research Procedia. The Author(s), 20
(September 2016), pp. 242-246. doi: 10.1016/
j.trpro.2017.01.058.
Kolesov, V. & Petrov, A. 2017. Cybernetic Modeling in
Tasks of Traffic Safety Management. Transportation
Research Procedia. Elsevier B.V., 20 (September
2016), pp. 305-310. doi: 10.1016/j.trpro.2017.
01.028.
Konovalova, T. & Zarovnaya, L. 2017. The Assessment
Model for Economic Efficiency of Traffic Safety
Improvements. Transportation Research Procedia.
Elsevier B.V., 20(September 2016), pp. 311-315.
doi: 10.1016/j.trpro.2017.01.029.
Kravchenko, P. & Oleshchenko, E. 2017. Mechanisms of Functional Properties Formation of Traffic Safety
Systems. Transportation Research Procedia. Elsevier
B.V., 20 (September 2016), pp. 367-372. doi: 10.
1016/j.trpro.2017.01.051.
Nikitin, N., Patskan, V. & Savina, I. 2017. Efficiency
Analysis of Roundabout with Traffic Signals.
Transportation Research Procedia. Elsevier B.V., 20
(September 2016), pp. 443-449. doi: 10.1016/j.trpro.
2017.01.072.
Prelovskaya, E. & Levashev, A. 2017. Modern Approach
of Street Space Design. Transportation Research
Procedia. Elsevier B.V., 20 (September 2016), pp.
523-528. doi: 10.1016/j.trpro.2017.01. 085.
Ryabokon, Y. 2017. The Method of Determining the
Number of Phases in the Traffic Light Cycle on the
Allowable Intensity of Conflicting Flows.
Transportation Research Procedia. Elsevier B.V., 20
(September 2016), pp. 571-577. doi: 10.1016/j.trpro.
2017.01.092.
Sakhapov, R. & Nikolaeva, R. 2017. Economic Aspects of
Traffic Safety Administration. Transportation
Research Procedia. Elsevier B.V., 20 (September
2016), pp. 578-583. doi: 10.1016/j.trpro.2017.
01.093.
Sharov, M. & Mikhailov, A. 2017. Urban Transport System Reliability Indicators. Transportation
Research Procedia. Elsevier B.V., 20 (September
2016), pp. 591-595. doi: 10.1016/j.trpro.2017.
01.095.
Zhankaziev, S. 2017. Current Trends of Road-traffic
Infrastructure Development. Transportation
Research Procedia. Elsevier B.V., 20 (September
2016), pp. 731-739. doi: 10.1016/j.trpro.2017.01.
118.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2013. Peraturan
Pemerintah Nomor 79 tahun 2013 tentang Jaringan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta.
94 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 83-94
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
Volume 19, Nomor 2, Juni 2017 ISSN NO. 1410 - 8593
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
INDEKS PENULIS
Andjar Prasetyo, Hal. 83-94
Arbie, Hal. 95-106
Darmawan Napitupulu, Hal. 37-48
Fedrickson Haradongan, Hal. 119-132
Imam Samsudin, Hal. 133-142
Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo, Hal. 71-82
Siti Nur Fadlilah A. dan Yogi Arisandi, Hal 107-118
Taufik Hidayat dan Firdausa Retnaning Restu, Hal. 13-36
Tetty Sulastry Mardiana, Hal. 1-12
Tri Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan, Hal. 49-70
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
Volume 19, Nomor 2, Juni 2017 ISSN NO. 1410 - 8593
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
INDEKS KATA KUNCI
AC, angkutan kota, angkutan pariwisata, ATCS, audio annoncer
diklat teknis
efisiensi ekonomi
jarak aman kendaraan, jembatan timbang
Kabupaten Sumbawa, kapasitas pendinginan, keberterimaan pengguna, kecelakaan, kecepatan
udara, kereta api, Kota Magelang, Kota Tangerang Selatan
marka optik
optimalisasi
park and ride, parkir tepi jalan umum, parkir, pelajar, pelayanan, penerimaan, penurunan
tingkat fatalitas kecelakaan, potensi kemacetan
Rasch, retribusi, Rute Aman Selamat Sekolah
TAM, tarif, temperatur ruang penumpang, transportasi jalan
unit penyelenggara penimbangan kendaraan bermotor
wirerope
Zona Selamat Sekolah
PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
1. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
2. Judul dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris diketik dengan huruf kapital tebal (bold) pada halaman
pertama maksimal 15 kata. Judul mencerminkan inti tulisan.
3. Identitas penulis : ditulis lengkap diketik di bawah judul nama penulis, nama lembaga asal, alamat lembaga
asal, dan alamat email penulis.
4. Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Inggris diketik dengan huruf miring (italic) berjarak 1 spasi, memuat
ringkasan lengkap isi tulisan, maksimum 250 kata, dilengkapi dengan kata kunci 3 - 5 kata.
5. Sistematika penulisan dibuat urut, untuk hasil penelitian mulai dari judul, identitas penulis, abstrak, pendahuluan,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian (lokasi/waktu penelitian, pendekatan penelitian, teknik pengumpulan
data, metode analisis), hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka
(minimal 10 rujukan). Untuk kajian mulai dari judul, identitas penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan,
kesimpulan, serta daftar pustaka (minimal 25 rujukan.) Naskah terbagi menjadi Bab dan Subbab dengan
penomoran (Judul Bab tanpa nomor, A. Subbab tingkat pertama, 1. Subbab tingkat kedua, a. Subbab
tingkat ketiga, 1) Subbab tingkat keempat dan seterusnya dengan posisi rapat kiri).
6. Pengutipan :
a. Bila seorang (Edward, 2005)
b. Bila 2 orang (Edward & Suhardjono, 2005)
c. Bila 3 orang atau lebih (Edward, ct al, 2005)
7. Penulisan daftar pustaka disusun berdasarkan Alpabet. Unsur yang ditulis dalam daftar pustaka meliputi:
(1) nama akhir pengarang, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademis. (2) tahun terbitan. (3) judul
termasuk sub judul. (4) tempat penerbitan: (5) nama penerbit.
a. Bila pustaka yang dirujuk terdapat dalam jurnal, seperti contoh:
Edward, J. D. Transportation Planning Models. Jurnal Transportasi Darat 3 (2) : 60-75.
b. Bila pustaka yang dirujuk berupa buku, seperti contoh:
Florian, Michael. 1984. Transportation Planning Models. New York: Elsevier Science Publishing
Company, Inc.
c. Bila pustaka yang dirujuk berupa bunga rampai, seperti contoh:
Teknik Sampling Untuk Survei dan Eksperimen (Supranto, J , MA). Jakarta: Rineka Cipta, Hal. 56-57.
d. Bila pustaka yang dirujuk terdapat dalam proceeding, seperti contoh :
Proceeding Seminar Nasional Peningkatan Perkeretaapian di Sumatera Bagian Selatan. Palembang,
12 April 2006. Masyarakat Kereta Api Indonesia.
e. Bila pustaka yang dirujuk berupa media massa, seperti contoh:
Tresna P. Soemardi, MS. 1997. Kendala Pengembangan Operasional dan Keuangan Penerbangan
Nasional. Trans Media. Volume II No. 4, Hal. 18-20.
f. Bila pustaka yang dirujuk berupa website, seperti contoh:
Jhon A. Cracknell. 2000. Traffic and Transport Consultant: Experience in Urban Traffic Management
and Demand Management in Developing Countries. http://www.worldbank.org. Diakses 27 Oktober
2000.
g. Bila pustaka yang dirujuk berupa lembaga instansi, seperti contoh:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2005. Pedoman Akademik Pascasarjana Dalam Negeri.
Jakarta: Biro Organisasi dan Kepegawaian.
h. Bila pustaka yang dirujuk berupa makalah dalam pertemuan ilmiah yang belum diterbitkan, seperti
contoh:
Martono, S. 1994. Perlindungan Hak-hak Konsumen Jasa Perhubungan Udara. Workshop. Jakarta.
22-24 April 2008.
i. Bila pustaka yang dirujuk berupa skripsi tesis/disertasi, seperti contoh:
Jasuli. 2004. Pengembangan Transportasi Kereta Api di Pulau Sumatera. Skripsi. Fakultas Teknik.
Institut Teknologi Bandung.
j. Bila pustaka yang dirujuk berupa dokumen paten, seperti contoh:
Sukawati, T. R. 1995. Landasan Putar Bebas Hambatan. Paten Indonesia No. 10/0 000 114.
k. Bila pustaka yang dirujuk berupa laporan penelitian, seperti contoh:
Dananjaja, Imbang. A. Nanang & A. Deddy. 1995. Pengkajian Optimalisasi dan Pengembangan
Terminal Petikemas Pelabuhan Panjang Menggunakan Model Dinamis Powersim. Laporan
Penelitian. Puslitbang Perhubungan Laut, Badan Litbang Perhubungan.
8. Kelengkapan tulisan misalnya : tabel, grafik, dan kelengkapan lain dibuat dalam format yang dapat diedit.
9. Format tulisan: 15 - 20 halaman yang diketik dengan menggunakan MS Word (sudah termasuk daftar
pustaka), pada kertas A4, dengan font Times New Roman 11, spasi single. Batas atas dan bawah 2 cm, tepi
kiri 3 cm dan tepi kanan 2 cm.
10. Redaksi: editor/penyunting mempunyai kewenangan mengatur tulisan sesuai dengan format Jurnal
Penelitian Transportasi Darat.
K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN DARAT DAN PERKERETAAPIAN Jl. Medan Merdeka Timur No. 5, Jakarta - 10110
Telepon (021) - 34832942/ Faximili (021) - 3440012 Website: www.balitbanghub.dephub.go.id
Email: [email protected]
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
Volume 19, Nomor 2, Juni 2017 ISSN No. 1410-8593
K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI JALAN DAN PERKERETAAPIAN
Jl. Medan Merdeka Timur No. 5, Jakarta - 10110
Telepon (021) - 34832942/ Faximili (021) - 3440012
Website: www.balitbanghub.dephub.go.id
Email: [email protected]
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 2, Juni 2017
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT diterbitkan sejak tahun 1998 dan sejak tahun 2007 terbit
dengan frekuensi 4 (empat) kali setahun.
Redaksi menerima tulisan hasil penelitian dan kajian yang berkaitan dengan transportasi darat meliputi moda jalan dan kereta
api dari kalangan umum, mahasiswa dan pakar/pemerhati transportasi darat
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
Pelindung : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan
Penasehat : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian
Pemimpin Umum : Ir. Danto Restyawan, M.T.
Pemimpin Redaksi : Arif Anwar, S.T., M.Sc (Transportasi Kere ta Ap i , Kementerian
Perhubungan)
Sekretaris Dewan Redaksi : Siti Nur Fadlilah A, S.T., M.T. (Transportasi Antarmoda, Kementerian
Perhubungan)
Dewan Redaksi : Erna Suharti, S.E., M.MTr (Transportasi Kereta Api, Kementerian
Perhubungan)
Ir. Setio Boedi Arianto (Transportasi Jalan, Kementerian Perhubungan)
Yok Suprobo, S.T., M.Sc. (Transportasi Jalan, Kementerian Perhubungan)
Widoyoko Darmaji, S.S., M.T. (Bahasa Inggris, Kementerian Perhubungan)
Mitra Bestari (Peer Group) : DR.Bambang Istianto, M.Si (Ahli Bidang Kebijakan Transportasi, Sekolah
Tinggi Transportasi Darat)
Drs. Priyambodo, MPM, DESS (Ahli Bidang Manajemen Transportasi,
Balitbangda Provinsi Jawa Timur)
Darmaningtyas (Ahli Bidang Transportasi Perkotaan, Institut
Studi Transportasi, INSTRAN)
Ir. Djoko Setijowarno, M.T. (Ahli Bidang Transportasi Kereta Api, Unika
Soegijapranata)
Andyka Kusuma, S.T., M.Sc, Ph.D. (Ahli Bidang Pemodelan Transportasi,
Universitas Indonesia)
Sekretariat Redaksi : Hartono, SAP, M.MTr., Budi Dwi Hartanto, S.T., M.T., Imam Samsudin, S.T., Arbie,
S.T., Reni Puspitasari, S.E., M.T., Yogi Arisandi, S.T., M.T., Dwi Heriwibowo
Alamat Redaksi
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI JALAN DAN PERKERETAAPIAN
Jl. Medan Merdeka Timur No. 5 Jakarta 10110
Telp. (021) 348 32942, Fax. (021) 344 0012
Dicetak oleh: CV. SETIA SEJATI, Kp. Tajur No. 16 Kel. Tajur Kec. Ciledug - Kota Tangerang
Telp. (021) 7332446
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 2, Juni 2017 i
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 2, Juni 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
KATA PENGANTAR
Jurnal Penelitian Transportasi Darat merupakan salah satu wahana di Badan Penelitian dan Pengembangan
Perhubungan untuk mempublikasikan hasil penelitian dan kajian bidang transportasi darat (moda jalan
dan kereta api) dari peneliti Badan Litbang Perhubungan, peneliti dari instansi lain, serta akademisi.
Pada penerbitan Volume 19 (sembilan belas), Nomor 2 (dua) ini menyajikan 5 (lima) tulisan yang
membahas efisiensi ekonomi area traffic control system audio annoucer, pemanfaatan wire rope
sebagai perangkat pengaman lalu lintas jalan, model perparkiran dalam perspektif efektifitas ruas
jalan, rute aman selamat sekolah (rass), dan sistem pelayanan angkutan kota. Andjar Prasetyo dalam
tulisannya “Efisiensi Ekonomi Pemasangan Audio Annoucer Area Traffic Control System (ATCS)
di Kota Magelang” yang bertujuan untuk menganalisis nilai pemanfaatan perangkat tambahan berupa
audio sebanyak tujuh titik dalam ATCS secara ekonomi. Arbie menulis “Penelitian Teknis Pemanfaatan
Wire Rope Sebagai Perangkat Pengaman Lalu Lintas Jalan”, dengan tujuan untuk memberi masukan
kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam menyusun kebijakan terkait penggunaan wire
rope sebagai perangkat pengaman lalu lintas jalan sepanjang penggunaan wirerope sebagai perangkat
pengaman jalan di Indonesia belum diatur mengenai spesifikasi teknis dan karakteristiknya, sehingga
seluruh jenis perangkat pengaman jalan memiliki kekuatan/payung hukum yang kuat dalam penggunaanya.
Siti Nur Fadlilah A. dan Yogi Arisandi dalam tulisannya “Analisis Model Perparkiran Dalam
Perspektif Efektifitas Ruas Jalan di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat“,
dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik parkir on-street dan potensi
pendapatan retribusi parkir di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Fedrickson Haradongan
menulis tentang “Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten Ngawi”, dengan tujuan sebagai
masukan untuk Kabupaten Ngawi dalam melaksanakan program RASS. Imam Samsudin dalam tulisannya
“Sistem Pelayanan Pada Angkutan Kota Rute Tetap dan Rute Bebas di Kota Palangkaraya”
bertujuan untuk mengetahui pelayanan angkutan kota rute tetap dan rute bebas di Kota Palangkaraya.
Selamat Membaca.
Redaksi.
ii Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 2, Juni 2017
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 2, Juni 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
DAFTAR ISI
Efisiensi Ekonomi Pemasangan Audio Annoucer Pada Area Traffic Control System
(ATCS) di Kota Magelang
Economic Efficiency of Audio Announcer Istallation on Area Traffic Control System
(ATCS) in Magelang City ____________________________________________________ 83-94
Andjar Prasetyo
Penelitian Teknis Pemanfaatan Wire Rope Sebagai Perangkat Pengaman Lalu Lintas
Jalan
Research on Technical Utilization of Wire Rope as Road Traffic Safety Device __________ 95-106
Arbie
Analisis Model Perparkiran Dalam Perspektif Efektifitas Ruas Jalan di Kabupaten
Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat
Analysis of Parking Model on The Perspective of Road Effectiveness in Sumbawa
District, West Nusa Tenggara Province __________________________________________ 107-118
Siti Nur Fadlilah A. dan Yogi Arisandi
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten Ngawi
School Safety Routes in Ngawi District __________________________________________ 119-132
Fedrickson Haradongan
Sistem Pelayanan Pada Angkutan Kota Rute Tetap dan Rute Bebas di Kota
Palangkaraya
The Service System on City Transport Both Fixed Route and Free Route in
Palangkaraya City __________________________________________________________ 133-142
Imam Samsudin
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017 iii
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 2, Juni 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya
fasilitas keselamatan (perlengkapan) lalu lintas dan
angkutan jalan yang berbentuk antara lain rambu, marka,
alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL), delineator, road
hump, guardrail, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan
untuk memberi masukan kepada Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat dalam menyusun kebijakan terkait
penggunaan wirerope sebagai perangkat pengaman
lalu lintas jalan sepanjang penggunaan wirerope sebagai
perangkat pengaman jalan di Indonesia belum diatur
mengenai spesifikasi teknis dan karakteristiknya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif, karena penelitian ini menitik
beratkan pada masalah pada komponen wirerope dan
kehandalannya. Adapun pengumpulan data primer
diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan dan
survei langsung di lapangan (di ruas jalan tol Cikopo-
Palimanan (Cipali) dan jalan tol Jakarta-Merak) sebagai
pembanding dengan data sekunder, sedangkan data
sekunder (spesifikasi teknis wirerope) diperoleh dari
Trinity Industies INC. Dari data kecelakaan yang
diperoleh dari operator tol dapat dilihat trend penurunan
dalam jumlah korban kecelakaan di median terutama
pada jumlah korban meninggal dunia, tercatat 34 korban
meninggal dunia pada periode 2006-2008 sebelum
implementasi wire rope, sementara itu pada periode 2009
hingga Juli tahun 2012 ini hanya terdapat 2 korban
meninggal dunia bukan pada wire rope impact. Hal ini
sudah cukup membuktikan keberhasilan penurunan
Tingkat fatalitas kecelakaan selama 3.5 tahun
implementasi dan pengembangan wire rope di jalan Tol
Tangerang-Merak. Berdasarkan ketentuan peraturan
perundangan tentang juknis perlengkapan jalan, baru
hanya mengatur ketentuan tentang pagar pengaman jalan
yang berbahan lempengan besi guardrail. Seiring dengan
perkembangan teknologi ditemukan bahan/media pagar
pengaman jalan lainnya selain guardrail, yaitu wirerope.
Berdasarkan hasil analisis, wirerope ini memiliki
keunggulan defleksi yang kecil sehingga mampu
meminimalisir penyimpangan arah kendaraan, selain itu
juga bahan material wire rope dapat menahan beban
kendaraan akibat kecelakaan lalu lintas. Ketentuan-
ketentuan teknis tentang pengunaan wire rope sebagai
perangkat keselamatan jalan belum diatur/dimuat pada
peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
(Penulis)
Kata Kunci: transportasi jalan, wirerope, penurunan
tingkat fatalitas kecelakaan
DDC: 388.049 Pra e
Andjar Prasetyo (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kota Magelang, Magelang)
Efisiensi Ekonomi Pemasangan Audio Annoucer Pada
Area Traffic Control System (ATCS) di Kota Magelang
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 2, Juni 2017, Hal. 83-94
Dalam pengendalian transportasi kota ditentukan oleh
berbagai faktor, salah satunya berupa Area Traffic
Control System (ATCS), termasuk di Kota Magelang.
Perpindahan orang dan barang dari berbagai perspektif
memiliki dampak terhadap aspek teknis dan ekonomis.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis nilai
pemanfaatan perangkat tambahan berupa audio
sebanyak tujuh titik dalam ATCS secara ekonomi, hal ini
didasari pada proyeksi volume lalu lintas untuk lima
tahun diperoleh angka mendekati 0,75. Metode penelitian
menggunakan deskriptif kualitatif dengan data sekunder
bersumber pada data internal perangkat daerah Dinas
Perhubungan Kota Magelang. Alat analisis yang
dipergunakan mengacu pada evaluasi proyek dengan
penghitungan menggunakan NPV. Hasilnya diperoleh
nilai efisiensi sebesar Rp 24.281.510 per titik/tahun,
disamping itu juga meningkatkan manajemen solusi
dalam penanganan lalu lintas.
(Penulis)
Kata Kunci: efisiensi ekonomi, ATCS, Audio Annoncer,
Kota Magelang
DDC: 388 Sia p
Arbie (Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian,
Jakarta)
Pengembangan Desain Sistem Pengkondisian Udara
Kereta Api oleh PT. INKA (Persero)
Penelitian Teknis Pemanfaatan Wire Rope Sebagai
Perangkat Pengaman Lalu Lintas Jalan
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 2, Juni 2017, Hal. 95-106
Transportasi jalan saat ini sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat, terutama guna menunjang kegiatan sehari-hari. Terkait dengan hal tersebut, aspek keselamatan dalam penyelenggaraan transportasi jalan harus menjadi salah satu prioritas untuk diperhatikan. Dalam menerapkan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas diantaranya dengan memasang fasilitas keselamatan (perlengkapan) lalu lintas dan angkutan jalan yang berbentuk antara lain rambu, marka, alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL), delineator, road hump, guardrail, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk memberi masukan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam menyusun kebijakan terkait penggunaan wirerope sebagai
iv Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
DDC: 388.31 Fad a
Siti Nur Fadlilah A. dan Yogi Arisandi (Puslitbang
Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jakarta)
Analisis Model Perparkiran Dalam Perspektif Efektifitas
Ruas Jalan di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa
Tenggara Barat
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 2, Juni 2017, Hal. 107-118
Perparkiran di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara
Barat saat ini belum memberikan permasalahan yang
berarti terhadap kemacetan lalu lintas di beberapa ruas
jalan di Kabupaten Sumbawa, akan tetapi di beberapa
tempat dengan aktivitas perdagangan, perbelanjaan
dan pusat pelayanan jasa akan memberikan potensi
kemacetan di beberapa tahun kedepan apabila tidak
dilakukan perbaikan pengelolaan perparkiran secara
profesional. Hal tersebut disebabkan karena fasilitas
perparkiran yang belum memadai, sistem parkir yang
masih manual, keterbatasan kualitas juru parkir serta
pengawasan yang kurang optimal. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik parkir
on-street dan potensi pendapatan retribusi parkir di
Kabupaten Sumbawa. Metode analisis yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil yang
diharapkan dari kajian ini adalah teridentifikasinya
karakteristik parkir on-street dan potensi pendapatan
retribusi parkir untuk mendukung kinerja perparkiran
dan kelancaran lalu lintas diperkotaan Kabupaten
Sumbawa.
(Penulis) Kata Kunci: parkir, potensi kemacetan, Kabupaten
Sumbawa
DDC: 363.287 Har r
Fedrickson Haradongan (Puslitbang Transportasi Jalan
dan Perkeretaapian, Jakarta)
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten
Ngawi
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 2, Juni 2017, Hal. 119-132
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) merupakan bagian
dari kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas berupa
penyediaan sarana angkutan umum dengan pengendalian
lalu lintas dan penggunaan jaringan jalan serta sarana
dan prasarana angkutan dari lokasi pemukiman menuju
sekolah. RASS diselenggarakan mulai dari kawasan
pemukiman sampai dengan kawasan sekolah, meliputi
SD, SMP, dan SMA. Dalam penelitian ini akan dibahas
bagaimanakah kondisi transportasi di Kabupaten Ngawi
terutama kondisi transportasi di depan sekolah baik SD,
SMP, SMA. Program RASS ini berupaya untuk mencegah
dan menanggulangi kecelakaan lalu lintas di sekitar
sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
kondisi transportasi di Kabupaten Ngawi terutama
kondisi transportasi di depan sekolah baik SD, SMP,
SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi metode survei (traffic counting dan spot speed),
metode analisis pedestrian dan analisis deskriptif. Dari
hasil pengolahan data didapatkan jumlah pejalan kaki
relatif besar (rata-rata 98 orang) dan kecepatan
kendaraan relatif tinggi (kecepatan rata rata mobil 40
km/jam dan kecepatan rata-rata motor 49 km/jam). Oleh
karena itu, sangat diperlukan Zona Selamat Sekolah di
Kabupaten Ngawi guna mencegah terjadinya kecelakaan
yang melibatkan pelajar sekolah.
DDC: 388.4 Sam s
Imam Samsudin (Puslitbang Transportasi Jalan dan
Perkeretaapian, Jakarta)
Sistem Pelayanan Pada Angkutan Kota Rute Tetap dan
Rute Bebas di Kota Palangkaraya
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 2, Juni 2017, Hal. 133-142
Pemerintah Kota Palangkaraya telah berupaya
meningkatkan pelayanan angkutan kota di Kota
Palangkaraya melalui berbagai bentuk kebijakan, akan
tetapi belum memperlihatkan hasil yang memuaskan,
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi sistem
pelayanan angkutan kota. Disamping itu juga terdapat
pengaruh yang sangat kuat diantara komponen-
komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan
angkutan kota yaitu penumpang, operator dan
pemerintah yang seringkali kepentingan dari ketiga
komponen tersebut bersinggungan. Untuk menentukan
sistem pelayanan yang baik di Kota Palangkaraya
diperlukan suatu penerapan metode yang tepat dalam
memilih suatu keputusan sehingga dapat dinilai
kepentingan masing-masing komponen tersebut dalam
memilih berbagai kriteria pelayanan, suatu metode
analisis yang mencakup berbagai kepentingan atau
multicriteria dalam menetukan jenis pelayanan yang
efektif. Dimana variabel yang digunakan terhadap
pelayanan angkutan kota yaitu aksesibilitas, kenyamanan,
biaya, dan tarif. Dalam penyelenggaraan angkutan kota,
Pemerintah Kota Palangkaraya telah menyiapkan 7
trayek yang beroperasi dengan 2 jenis pelayanan yang
berbeda dalam sehari, yaitu rute tetap dan rute bebas
yang dibagi menjadi dua periode. Pada kenyataannya,
pengoperasian rute bebas tidak sesuai dengan
perundang-undangan serta tidak ada kebijakan dari
Pemda setempat. Dengan diterapkannya rute tetap dan
disesuaikan jumlah armada yang beroperasi dengan
jumlah permintaan yang ada pada rute tersebut terjadi
penurunan tarif dari Rp. 261,72 menjadi Rp. 238,75
dengan konsekuensi terjadinya pengurangan jumlah
kendaraan dari 348 unit kendaraan menjadi 297 unit
kendaraan. Namun demikian pelayanan angkutan umum
dari segi operator dapat membaik, karena kerugian yang
terjadi dapat berkurang.
(Penulis)
Kata Kunci: angkutan kota, pelayanan, tarif
relatif besar (rata-rata 98 orang) dan kecepatan kendaraan relatif tinggi (kecepatan rata rata mobil 40 km/jam dan kecepatan rata-rata motor 49 km/jam). Oleh karena itu, sangat diperlukan Zona Selamat Sekolah di Kabupaten Ngawi guna mencegah terjadinya kecelakaan yang melibatkan pelajar sekolah.
(Penulis) Kata Kunci: Rute Aman Selamat Sekolah, Zona Selamat
Sekolah, pelajar, kecelakaan
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017 v
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 2, Juni 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
The abstract sheet may reproduced without permission or charge
DDC: 388.049 Pra e
Andjar Prasetyo (Research Office of Development and
Statistics City of Magelang, Magelang)
Economic Efficiency of Audio Announcer Istallation on
Area Traffic Control System (ATCS) in Magelang City
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 2, June 2017, Page. 83-94
The control of urban transportation is determined by
various factors, one of them is Area Traffic Control
System (ATCS), including in the city of Magelang. The
movement of people and goods from different perspectives
has an impact on technical and economic aspects.
This study aims to analyze the utilization value for
enhancement of seven points audio in the ATCS
economically, it is based on the projection of traffic
volume for five years obtained figure close to 0.75.
The research method using descriptive qualitative with
secondary data sourced on internal data of regional
devices Transportation Department of Magelang City.
The analysis tool used refers to the project evaluation
by calculating through NPV. The result obtained an
efficiency value of Rp 24,281,510 per point/year,
while also improving the solutions management in traffic
handling.
(Author)
Keywords: economic efficiency, ATCS, audio announcer,
Magelang City
Directorate General of Land Transportation in
formulating policies related to the use of wirerope as road
traffic safety device throughout the use of wirerope as
road safety device in Indonesia has not been regulated on
technical specifications and characteristics. The approach
used in this research is descriptive analysis, because this
research focuses on the problem on wirerope component
and its reliability. The data collection technique was
collected by using primary data obtained by conducting
observation and direct survey in the field (in Cikopo-
Palimanan toll road and Jakarta-Merak toll road) as
comparison with secondary data while secondary data
(technical specification of wirerope) Obtained from
Trinity Industies INC. From the accident data obtained
from the toll operator can be seen the trend of decrease in
the number of casualties in the median especially on the
number of deaths, recorded 34 deaths in the period 2006-
2008 before the implementation of wire rope, meanwhile
in the period 2009 to July 2012 there are only 2 deaths,
but not on the wire rope impact. This is enough to prove
the success for decreasing fatality accident rate during 3.5
years of implementation and development of wire ropes
on Tangerang-Merak toll road. Based on the provisions of
the law on road equipment technical guidelines, only
regulates the provisions on road safety fence made of
guardrail iron plates. Along with the development of
technology found other road safety fence material/media
besides guardrail, that is wirerope. Based on the results of
the analysis, this wirerope has small deflection so that it’s
able to minimize the deviation of vehicle direction,
besides, wire rope material can withstand vehicle loads
due to traffic accidents. Technical provisions on the usage
of wirerope as road safety device have not been regulated
in the regulations on Directorate General of Land
Transportation.
(Author)
Keywords: road transport, wirerope, decreasing fatality
accident rate
DDC: 388 Sia p
Arbie (Research and Development Center of Road and
Railway Transport, Jakarta)
Research on Technical Utilization of Wire Rope as Road
Traffic Safety Device
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 2, June 2017, Page. 95-106
Currently, road transport has become one of the basic
needs of society, especially for supporting daily activities.
In this regard, the safety aspect of road transportation
should be one of the priorities to be considered. In
implementing the Management and Traffic Engineering,
among others, by installing traffic safety facilities and
road transport in the form of signs, markers, traffic
signalling tool (APILL), delineator, road hump, guardrail,
and others. This study aims to provide input to the
Directorate General of Land Transportation in
formulating policies related to the use of wirerope as road
traffic safety device throughout the use of wirerope as
road safety device in Indonesia has not been regulated on
technical specifications and characteristics. The approach
used in this research is descriptive analysis, because this
DDC: 388.31 Fad a Siti Nur Fadlilah A. dan Yogi Arisandi (Research and Development Center of Road and Railway Transport, Jakarta)
Analysis of Parking Model on The Perspective of Road Effectiveness in Sumbawa District, West Nusa Tenggara Province
J.P. Transdat Vol. 19, No. 2, June 2017, Page. 107-118
Parking in Sumbawa District, West Nusa Tenggara nowadays has not provided significant problems yet to traffic congestion in some roads in Sumbawa District, but in some places with activities of trading, shopping and service centers will provide potential congestion in the next few years if there is no professionally improvement in
vi Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 1, Maret 2017
DDC: 388.4 Sam s
Imam Samsudin (Research and Development Center of
Road and Railway Transport, Jakarta)
The Service System on City Transport Both Fixed Route
and Free Route in Palangkaraya City
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 2, June 2017, Page. 133-142
In an effort to improve the service of city transport in
Palangkaraya City through various policy has not yet
showed satisfying result, there are many factors
influencing service system. Besides, there is very strong
influence among components that involve in conducting
city transport that is; passenger, operator and
government which the importance from third component
has conflict of interest, so that to determine good service
system in Palangkaraya City needed implementing
correct method in choosing decision so that it can be
assessed the importance of each component in choosing
various service criteria, an analysis method that includes
various importance or multi criteria in determining the
type of effective service. The variables used in the city
transport services that are accessibility, convenience, cost,
and tariff. Palangkaraya City in conducting city transport
has prepared 7 routes that operate with 2 (two) different
service types in one day, that is fixed route to and free
route which divided into two periods. In fact, the
operation of free route not accordance with legislation
and there’s no policy from local Local government about
it. By applying fixed route and adjusting the number of
operating fleets to the number of demand that exist on the
route makes degradation of tariff from Rp. 261,72 to Rp.
238,75 with the consequence of reducing vehicle numbers
from 348 vehicle units become 297 vehicle units.
However, public transport services in terms of operators
can improve, because losses may be reduced.
(Author)
Keywords: city transport, service, tariff
Parking in Sumbawa District, West Nusa Tenggara
nowadays has not provided significant problems yet to
traffic congestion in some roads in Sumbawa District, but
in some places with activities of trading, shopping and
service centers will provide potential congestion in the
next few years if there is no professionally improvement in
parking management. This is due to inadequate parking
facilities, manually parking systems, limited quality of the
parking attendants and supervision that is less than
optimal. The purpose of this study is to identify the
characteristics of on-street parking and the potential
income of parking charge in Sumbawa District. The
analysis method used is descriptive qualitative and
quantitative. The expected result of this study is the
identification of on-street parking characteristics and the
potential income of parking charge to support the
performance of parking and smoothness of urban traffic
in Sumbawa District.
(Author)
Keywords: parking, potential congestion, Sumbawa
District
DDC: 363.287 Har r
Fedrickson Haradongan (Research and Development
Center of Road and Railway Transport, Jakarta)
School Safety Routes in Ngawi District
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 2, June 2017, Page. 119-132
Safety Routes To School is part of the management and
traffic engineering in the form of the providing public
transport with the traffic control, road network usage, and
transportation facilities and infrastructure from the
residential location to the school. School safety routes
held from residential areas to the school neighborhood,
covering elementary, junior high, and high school. In this
research will be discussed how the transportation
conditions in Ngawi District especially transport
conditions in front of either elementary, junior high, and
senior high school. RASS program seeks to prevent and
overcome traffic accidents around the school. The
purpose of this study is to determine the transport
conditions in Ngawi especially transport conditions in
front of either elementary school, junior high school and
senior high school. The methods used in this study include
survei method (traffic counting and spot speed),
pedestrian analysis method and descriptive analysis.
From the data processing obtained the number of
pedestrians is relatively large (average 98) and the
vehicle speed is relatively high (average car speed reach
40 km/h and average motors speed reach 49 km/h).
Therefore, it is really necessary to make school safety
zones in Ngawi District in order to prevent accidents that
involving school students.
(Author)
Keywords: school safety routes, schools safety zone,
student, accident
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 107-118
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i2.609 107 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
ANALISIS MODEL PERPARKIRAN DALAM PERSPEKTIF EFEKTIFITAS RUAS JALAN
DI KABUPATEN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
ANALYSIS OF PARKING MODEL ON THE PERSPECTIVE OF ROAD EFFECTIVENESS IN
SUMBAWA DISTRICT, WEST NUSA TENGGARA PROVINCE
1Siti Nur Fadlilah A. dan
2Yogi Arisandi
Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jl. Medan Merdeka Timur No. 5, Jakarta-Indonesia [email protected] dan
Diterima: 4 Mei 2017, Direvisi: 10 Mei 2017, Disetujui: 23 Mei 2017
ABSTRACT Parking in Sumbawa District, West Nusa Tenggara nowdays has not provided significant problems yet to traffic congestion in some roads in Sumbawa District, but in some places with activities of trading, shopping and
service centers will provide potential congestion in the next few years if there is no professionally improvement
in parking management. This is due to inadequate parking facilities, manually parking systems, limited quality of
the parking attendants and supervision that is less than optimal. The purpose of this study is to identify the
characteristics of on-street parking and the potential income of parking charge in Sumbawa District. The analysis
method used is descriptive qualitative and quantitative. The expected result of this study is the identification of on-
street parking characteristics and the potential income of parking charge to support the performance of parking
and smoothness of urban traffic in Sumbawa District.
Keywords: parking, potential congestion, Sumbawa District
ABSTRAK Perparkiran di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat saat ini belum memberikan permasalahan yang berarti
terhadap kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan di Kabupaten Sumbawa, akan tetapi di beberapa tempat
dengan aktivitas perdagangan, perbelanjaan dan pusat pelayanan jasa akan memberikan potensi kemacetan di
beberapa tahun kedepan apabila tidak dilakukan perbaikan pengelolaan perparkiran secara profesional. Hal tersebut
disebabkan karena fasilitas perparkiran yang belum memadai, sistem parkir yang masih manual, keterbatasan
kualitas juru parkir serta pengawasan yang kurang optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
karakteristik parkir on-street dan potensi pendapatan retribusi parkir di Kabupaten Sumbawa. Metode analisis yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil yang diharapkan dari kajian ini adalah teridentifikasinya
karakteristik parkir on-street dan potensi pendapatan retribusi parkir untuk mendukung kinerja perparkiran dan
kelancaran lalu lintas diperkotaan Kabupaten Sumbawa.
Kata Kunci: parkir, potensi kemacetan, Kabupaten Sumbawa
PENDAHULUAN
Kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh parkir kendaraan, atau adanya parkir liar merupakan masalah yang sering dihadapi di beberapa perkotaan di Indonesia. Selain menimbulkan kemacetan lalu lintas, parkir yang tidak terkelola dengan baik juga akan menimbulkan ketidaknyamanan untuk pejalan kaki karena sebagai jalan atau trotoar banyak digunakan sebagai tempat parkir. Pelayanan angkutan umum di perkotaan yang belum memadai membuat masyarakat cenderung menggunakan kendaraan pribadi untuk mendukung aktivitas sosial sehari-hari. Penggunaan kendaraan pribadi tersebut baik mobil ataupun sepeda motor akan membutuhkan area parkir. Disisi lain parkir juga merupakan salah satu potensi daerah untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan meningkatnya PAD, maka pembangunan daerah akan dapat dimaksimalkan dengan baik untuk melayani masyarakat. Hampir diseluruh perkotaan di Indonesia, dimana manajemen perparkiran belum dikelola secara profesional, potensi pendapatan asli daerah dari parkir menjadi hilang.
Banyaknya pusat kegiatan baik pusat perkantoran, perdagangan, pendidikan, perbelanjaan atau aktivitas lainnya yang tidak menyediakan tempat parkir akan menyebabkan masyarakat cenderung melakukan parkir dipinggir jalan (on-street) sehingga akan
menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas. Permasalahan perparkiran lainnya adalah banyaknya kendaraan bermot or yang pa rkir secara sembarangan, banyaknya kendaraan bermotor yang parkir dengan melanggar rambu lalu-lintas, banyaknya praktek parkir ilegal, terbatasnya fasilitas parkir, dan penegakan hukum yang masih lemah.
Masalah perparkiran di Kabupaten Sumbawa, NTB
saat ini adalah masih adanya kendaraan yang parkir
di sembarang tempat yang menimbulkan kemacetan lalu lintas dibeberapa tempat antara lain di area
pusat perdagangan, perbelanjaan dan pusat
pelayanan jasa. Selain fasilitas perparkiran yang belum memadai, sistem parkir yang masih manual,
keterbatasan kualitas juru parkir serta pengawasan
yang kurang optimal menyebabkan perparkiran di
108 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 107-118
Kabupaten Sumbawa menjadi permasalahan serius
di masa depan, selain menimbulkan kemacetan lalu
lintas juga akan menyebabkan potensi pendapatan daerah menjadi belum terkelola secara optimal.
Beberapa peraturan pemerintah terkait parkir adalah
berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
penyediaan fasilitas parkir untuk umum hanya dapat diselesaikan di luar Ruang Milik Jalan sesuai
izin yang diberikan. Menurut PP Nomor 32 Tahun
2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisa Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas
menjelaskan tentang pembatasan ruang parkir yang
dilakukan dengan cara ruang milik jalan pada jalan
kabupaten/kota atau luar ruang milik jalan. Kriteria pembatasan ruang parkir paling sedikit memiliki
perbandingan volume lalu lintas kendaraan dengan
kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,7 dan hanya dapat
dilalui kendaraan dengan kecepatan rata-rata jam
puncak kurang dari 30 km/jam. Pemberlakukan pembatasan parkir selain memenuhi kriteria harus
memperhatikan kualitas lingkungan. Pembatasan
ruang parkir dapat dilakukan dengan pembatasan
waktu parkir, durasi parkir, tarif parkir, kuota parkir, dan/atau lokasi parkir.
Menurut PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan menjelaskan tentang jalan arteri primer tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal. Sehingga menurut Peraturan Pemerintah tersebut. Jalan arteri memang tidak diperbolehkan digunakan sebagai lahan parkir. Maka pada Peraturan Pemerintah yang sama, pada Pasal 64 menjelaskan tentang perubahan fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Dalam pasal tersebut menjelaskan tentang fungsi jalan suatu ruas dapat berubah apabila:
1. Berperan penting dalam pelayanan terhadap
wilayah yang lebih luas daripada wilayah
sebelumnya.
2. Semakin dibutuhkan oleh masyarakat dalam wilayah wewenang penyelenggara jalan yang
baru; dan/atau
3. Oleh sebab tertentu menjadi berkurangnya peranannya, dan/atau melayani wilayah yang
lebih sempit dari wilayah sebelumnya.
Berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor: 272/HK.105/DRJD/96 mengenai Pedoman
Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir menjelaskan
tentang bagaimana penentuan ruang bebas dan lebar
bukaan pintu, penentuan besaran Satuan Ruang Parkir (SRP), larangan untuk parkir, tata cara parkir,
jalur sirkulasi, dan pola parkir.
Dengan adanya permasalahan perparkiran di Kabupaten Sumbawa, dan berdasarkan beberapa peraturan-peraturan perparkiran tersebut, oleh karena itu penelitian mengenai manajemen perparkiran di Kabupaten Sumbawa sangat penting untuk dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik parkir on-street dan potensi pendapatan retribusi parkir di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik teknis yang digunakan dalam melakukan analisis perparkiran adalah perhitungan kapasitas statis, kapasitas dinamis, durasi parkir, indeks parkir, dan tingkat pergantian parkir bersumber dari Munawar A. (2006), sedangkan perhitungan kapasitas jalan menggunakan sumber MKJI (1996). Aspek teknis dalam penelitian ini dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
A. Kapasitas Statis
Penyediaan kapasitas parkir yang akan disediakan atau yang akan ditawarkan untuk memenuhi permintaan parkir.
............................................. (1)
Keterangan:
KS : kapasitas statis atau jumlah ruang parkir yang ada
L : panjang jalan efektif yang digunakan
untuk parkir X : panjang dan lebar ruang parkir yang
dipergunakan
B. Kapasitas Dinamis
Kapasitas parkir yang tersedia (kosong selama waktu survei yang diakibatkan oleh manuver
kendaraan).
.................................... (2)
Keterangan:
KD : kapasitas parkir dalam kend/jam survei
Ks : ruang parkir tersedia P : lamanya survei
D : rata-rata durasi (jam)
C. Durasi Parkir
Tergantung pada rata-rata lama kendaraan yang
parkir.
......... (3)
Keterangan: Kendaraan parkir adalah jumlah kendaraan
yang diparkir pada satuan waktu tertentu.
Analisis Model Perparkiran Dalam Perspektif Efektifitas Ruas Jalan Di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Siti Nur Fadlilah A. dan Togi Arisandi 109
D. Penggunaan Parkir (Indeks Parkir)
Penggunaan parkir merupakan persentase
penggunaan parkir pada setiap waktu atau perbandingan antara akumulasi dengan
kapasitas.
.......... (4)
Keterangan:
IP : Indeks Parkir Ks : ruang parkir tersedia
E. Tingkat Pergantian Parkir (Turn Over)
Penggunaan ruang parkir yang merupakan perbandingan volume parkir untuk suatu
periode waktu tertentu dengan jumlah ruang
parkir/kapasitas parkir.
.......... (5)
Keterangan:
Ks : ruang parkir tersedia
F. Volume Parkir
Merupakan jumlah keseluruhan kendaraan
yang menggunakan fasilitas parkir pada suatu
ruang parkir per satuan waktu, diukur selama 1 (satu) hari atau selama waktu survai dengan
interval waktu 15 (lima belas) menit selama
13 jam.
G. Akumulasi Parkir
Merupakan jumlah total kendaraan yang parkir pada suatu kawasan dalam waktu tertentu.
Waktu puncak parkir dan jumlah kendaraan
yang parkir pada waktu puncak akan diperoleh dari perhitungan akumulasi parkir.
H. Kapasitas Jalan
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(1997), perhitungan kapasitas jalan perkotaan menggunakan rumus berikut.
.......... (6)
Keterangan:
C : kapasitas jalan Co : kapasitas dasar
Fw : faktor penyesuaian lebar jalan
Fsp : faktor penyesuaian arah lalu lintas Fsf : faktor penyesuaian hambatan samping
Fcs : faktor penyesuaian ukuran kota
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam kajian ini adalah di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Ruas jalan yang dijadikan sebagai lokasi
penelitian adalah Jl. Setiabudi, Jl. Diponegoro,
dan Jl. Kamboja. Ketiga ruas jalan tersebut dipilih karena lokasi tersebut banyak
menyediakan lahan parkir untuk kendaraan.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode observasi
langsung dilapangan untuk mendapatkan
data primer dibeberapa ruas jalan yang ada di Kabupaten Sumbawa dan pengumpulan
data sekunder dikumpulkan dari instansi
Dinas Pehubungan Kabupaten Sumbawa.
C. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah analisis
kinerja ruas jalan eksisting, parkir eksisting, dan
karakteristik parkir on-street. Secara singkat metode analisis tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Analisis Kinerja Ruas Jalan Eksisting
Akibat adanya parkir on-street yang
bergerak bebas mengakibatkan terjadinya
penurunan kinerja ruas jalan, maka diperlukan adanya analisis terhadap unjuk
kerja ruas jalan pada kondisi dilapangan
berupa penghitungan terhadap kapasitas,
kecepatan, dan kepadatan ruas jalan. Adapun untuk menilai kinerja ruas jalan
dapat dilakukan dengan menghitung hal-
hal dibawah ini:
a. Kecepatan yaitu perbandingan jarak
terhadap waktu;
b. V/C ratio yaitu perbandingan volume dengan kapasitas. Apabila nilai V/C
ratio mendekati 0,8 maka dapat
dikatagorikan arus telah mendekati kapasitas, sehingga perlu dilakukan
tindakan manajemen lalu lintas;
c. Kepadatan (kendaraan-menit/km) ju mlah kenda raan menit p er
k ilomet er ada lah mengu kur
kepada tan pada ruas ja lan
walaupun belum menggambarkan kepadatan yang sesungguhnya;
d. Kapasitas adalah jumlah maksimum
kendaraan bermotor yang dapat melintasi suatu penumpang tertentu
pada suatu ruas jalan dalam satuan
waktu tertentu.
2. Analisis Parkir Eksisting
Parkir pada badan jalan akan mengurangi
lebar efektif pada badan jalan sehingga
110 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 107-118
menurunkan kinerja ruas jalan tersebut.
Untuk itu perlu dilakukan manajemen
parkir dengan mengatur sudut parkir dan pemindahan parkir pada badan jalan ke
taman parkir yang dapat mempengaruhi
V/C ratio, kecepatan dan kepadatan lalu lintas pada jalan tersebut.Kondisi yang
dipergunakan adalah kondisi pada saat
adanya parkir di badan jalan dan pada saat
tidak ada parkir di badan jalan tersebut.
3. Analisis Karakteristik Parkir on-Street
Pada analisis ini dilakukan perhitungan
mengenai akumulasi parkir, durasi parkir,
volume parkir, penggunaan parkir (indeks
parkir), dan analisis permintaan kebutuhan
ruang parkir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan data dilakukan dibeberapa ruas jalan,
antara lain Jalan Setiabudi, Jalan Diponegoro Jalan Kamb oja . Ber ikut ini adalah gambar lokasi
penelitian di Kabupaten Sumbawa.
Sumber: Google Maps, 2017, diolah
Gambar 1.
Lokasi Penelitian (Jl. Setiabudi, Jl. Diponegoro, dan Jl. Kamboja).
Sumber: http://admpemdanotda.blogspot.co.id, 2017, diolah
Gambar 2.
Peta Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Analisis Model Perparkiran Dalam Perspektif Efektifitas Ruas Jalan Di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Siti Nur Fadlilah A. dan Togi Arisandi 111
A. Ruas Jalan Setiabudi
Ruas jalan setiabudi adalah jenis jalan kota
di Kabupaten Sumbawa, dengan lebar jalan sekitar 10 meter, merupakan jalan lokal yang
menghubungkan ibu kota kabupaten dengan
pusat kegiatan lokal. Pengamatan parkir on street di ruas Jalan Setiabudi ini dilakukan dua
(2) segmen, segmen-1 Puskesmas sampai
dengan Pertigaan, sedangkan segmen 2 yaitu
dari kecamatan sampa i dengan Pasar . Berdasarkan dari hasil observasi di lapangan
dapat diketahui sepanjang jalan tersebut pusat
kegiatannya adalah pusat perkantoran,
puskesmas, pusat pendidikan, perbankan, pertokoan, perdagangan, dan diujung Jalan
Setiabudi adalah pasar seketeng. Disepanjang
ruas jalan tersebut banyak kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor yang
memarkir kendaraannya pada ruas jalan
tersebut. Untuk lebih jelasnya, kondisi parkir
di pinggir jalan di Jalan Setiabudi adalah seperti dalam gambar berikut ini.
Sumber: Hasil Observasi, 2016
Gambar 3.
Parkir Kendaraan di Depan Puskesmas.
Berikut ini adalah hasil pengolahan data
mengenai karakteristik parkir yang diteliti di Jalan Setibudi, antara lain adalah akumulasi
parkir, durasi parkir, volume kendaraan,
occupancy dan kebutuhan ruang parkir. Dalam penelitian ini ruas Jl. Setiabudi dibagi menjadi
dua segmen, yaitu segmen 1 dari Puskesmas
sampai dengan pertigaan bundaran dan segmen 2 dari parkir PLN sampai dengan pasar.
Gambar ber ikut ini ada lah gambaran
akumulasi parkir di Jl. Setiabudi.
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2016
Gambar 4.
Grafik Akumulasi Parkir on-Street di Segmen 1 Jl. Setiabudi.
Dapat dilihat akumulasi maksimal atau
akumulasi puncak, atau jumlah pengguna parkir
tertinggi pada segmen 1 Jalan Setiabudi
akumulasi maksimal kendaraan terjadi pada
pukul 07.31 WITA s.d 08.00 WITA untuk
sepeda motor, dengan jumlah sepeda motor
sebesar 42 kendaraan. Untuk mobil pengguna
parkir tertinggi terjadi pada pukul 07.31 s.d
08.00 dengan jumlah 17 mobil.
Durasi parkir untuk segmen 1 mobil rata-rata
1,18 jam dan sepeda motor 1,16 jam. Dengan
jumlah volume kendaraan mobil sejumlah 82 mobil per jam, sepeda motor 77 sepeda
motor. Occupancy parkir masih rendah sebesar
30%.
Berdasarkan data hasil survei dapat diketahui
kebutuhan ruang parkir untuk tiap-tiap ruas
jalan di Jalan Setiabudi dalam segmen 1 dapat
112 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 107-118
di hitung untuk kendaraan roda dua dan
kendaraan roda empat pada adalah sebagai
berikut:
Segmen 1, Puskesmas sampai dengan
pertigaan bundaran.
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2016
Gambar 5.
Grafik akumulasi parkir on-street di Segmen 2 Jl. Setiabudi.
Pada segmen 2, Jl. Setiabudi antara jam 06.01
WITA s.d. 06.30 WITA untuk sepeda motor,
dengan jumlah sepeda motor penumpang sebesar 81 kendaraan. Untuk mobil akumulasi
tertinggi yaitu pada jam 09.01 WITA s.d 09.30
WITA dan pada pukul 10.01 WITA s.d 10.30 WITA dengan jumlah maksimal sama bernilai
19 mobil. sedangkan segmen 2 durasi parkir
rata-rata 0,9 jam dan sepeda motor 0,9 jam.
Volume kendaraan 131 mobil dan 293 kendaraan bermotor. Occupancy parkir masih
rendah sebear 40%.
Berdasarkan data hasil survei dapat diketahui kebutuhan ruang parkir untuk tiap-tiap ruas
jalan di Jalan Setiabudi dalam segmen 2 dapat
di hitung untuk kendaraan roda dua dan
kendaraan roda empat pada adalah sebagai berikut:
Segmen 2, PLN sampai dengan pasar.
B. Ruas Jalan Diponegoro
Jalan Diponegoro adalah jalan nasional,
seharusnya perparkiran tidak dapat dilakukan di
jalan nasional, akan tetapi jika dilakukan penyesuaian jalan maka di jalan Diponegoro
ini dapat dilakukan pemungutan retribusi untuk
parkir. Lebar jalan Diponegoro sekitar 8 meter. Pengamatan parkir on street di ruas Jalan
Diponegoro ini dilakukan tiga (3) segmen,
segmen 1 Simpang Jalan Kamboja sampai
dengan Simpang Bank Danamon, berikut adalah lokasi segmen 1 di jalan Diponegoro.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan dapat
diketahui pusat kegiatan di sepanjang Jalan Diponegoro adalah perkantoran, perbankan
dan pusat perdagangan. Disepanjang jalan
tersebut beberapa kendaraan pribadi, baik mobil
maupun sepeda motor memarkir kendaraannya di pinggir jalan. Beberapa pusat pertokoan
dan perdagangan menyediakan area parkir di
depan ruko, akan tetapi jika pusat kegiatan itu sangat ramai maka parkir sepeda motor
dan mobil juga akan melebar sampai ke
pinggir jalan.
Minimnya lahan yang tersedia untuk kegiatan
perparkiran yang seharusnya disediakan oleh masing–masing pelaku bisnis (penyelenggara
pusat perdagangan, pertokoan maupun
perusahaan) membuat kendaraan pribadi memarkirkan mobilnya dipinggir jalan yang
berpotensi untuk mengganggu kelancaran lalu
lintas. Karena kebanyakan sepeda motor dan mobil parkir di depan ruko maka kebanyakan
sudut parkir untuk sepeda motor rata-rata
adalah 90°, beberapa pertokoan yang tidak
punya area parkir beberapa sepeda motor parkir dijalan dengan sudut 60° dan beberapa mobil
juga parkir secara pararel. Rata-rata area parkir
dipinggir Jalan Diponegoro adalah didepan ruko dan parkir dipinggir jalan, banyak area
parkir yang tidak terdapat marka baik untuk
mobil ataupun sepeda motor.
Analisis Model Perparkiran Dalam Perspektif Efektifitas Ruas Jalan Di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Siti Nur Fadlilah A. dan Togi Arisandi 113
Dengan lebar yang ada saat ini kondisi parkir
on-street saat ini masih belum mempengaruhi
kemacetan lalu lintas, akan tetapi untuk lima tahun kedepan ketika pertumbuhan ekonomi
semakin membaik dan aktivitas bisnis dan
perdagangan akan meningkat di area Jl.
Diponegoro maka akan mempengaruhi kinerja lalu lintas di Jl. Diponegoro.
Sumber: Hasil Observasi, 2016
Gambar 6.
Parkir kendaraan di Jl. Diponegoro.
Berikut ini adalah hasil pengolahan data
mengenai karakteristik parkir yang diteliti di
Jalan Diponegoro. Akumulasi parkir di ruas Jl. Diponegoro dilakukan di tiga segmen,
yaitu segmen 1 dari simpang Jl. Kamboja
sampai dengan simpang Bank Danamon,
segmen 2 dari simpang jalan Kamboja sampai
dengan simpang Bank Danamon (kiri), dan segmen 3 dari simpang Bank Danamon sampai
dengan simpang Jl. Setiabudi (kiri).
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2016
Gambar 7.
Grafik akumulasi parkir on-street di Segmen 1 Jl. Diponegoro.
Dari hasil observasi pada segmen 1, dapat
dilihat akumulasi maksimal atau akumulasi
puncak, atau jumlah pengguna parkir tertinggi
di Simpang Jl. Kamboja sampai dengan Simpang Bank Danamon antara jam 19.31
WITA s.d 20.00 WITA untuk sepeda motor,
dengan jumlah sepeda motor sebesar 16 sepeda motor. Untuk mobil pukul 07.31 WITA
s.d 08.00 WITA berikutnya 08.31 WITA s.d
09.00 WITA dan 19.31 WITA s.d 20.00 WITA
dengan jumlah maksimal bernilai sama
sebanyak 5 mobil.
Durasi parkir untuk segmen 1 mobil rata-rata
0,58 jam dan sepeda motor 0,57 jam. Dengan
jumlah volume kendaraan mobil sejumlah 70
mobil per jam, sepeda motor 160 sepeda motor.
Occupancy parkir sudah tinggi sebesar 70%.
114 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 107-118
Berdasarkan data hasil survei dapat diketahui
kebutuhan ruang parkir untuk tiap-tiap ruas
jalan di Jalan Diponegoro dalam segmen 1 dapat di hitung untuk kendaraan roda dua dan
kendaraan roda empat pada adalah sebagai
berikut:
Segmen 1, simpang Jl. Kamboja sampai dengan
simpang Bank Danamon.
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2016
Gambar 8.
Grafik Akumulasi Parkir on-street di Segmen 2 Jl. Diponegoro.
Pada segmen 2, akumulasi maksimal atau akumulasi puncak, atau jumlah pengguna
parkir tertinggi di Simpang Jalan Kamboja
sampai dengan Simpang Bank Danamon (kiri) antara jam 19.31 WITA s.d 20.00 WITA untuk
sepeda motor sebanyak 32 sepeda motor. Untuk
mobil pukul 09.31 WITA s.d 10.00 WITA dan 19.31 WITA sd 20.00 WITA dengan jumlah
maksimal bernilai 10 mobil.
Durasi parkir untuk segmen 1 mobil rata-rata
0,55 jam dan sepeda motor 0,56 jam. Dengan jumlah volume kendaraan mobil sejumlah 112
mobil per jam, sepeda motor 188 sepeda motor. Occupancy parkir sudah cukup tinggi sebesar
67%.
Segmen 2, simpang jalan Kamboja s.d. simpang Bank Danamon (kiri).
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2016
Gambar 9.
Grafik Akumulasi Parkir on-street di Segmen 3 Jl. Diponegoro.
Analisis Model Perparkiran Dalam Perspektif Efektifitas Ruas Jalan Di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Siti Nur Fadlilah A. dan Togi Arisandi 115
Pada segmen 3, akumulasi maksimal atau
akumulasi puncak, atau jumlah pengguna
parkir tertinggi di Simpang Bank Danamon sampai dengan Simpang Jalan Setiabudi (kiri)
antara pukul 13.01 WITA s.d 13.30 WITA
untuk sepeda motor, dengan jumlah sepeda motor sebesar 16 kendaraan. Untuk mobil
pukul 08.31 WITA s.d 09.00 WITA dengan
jumlah maksimal bernilai 17 mobil.
Durasi parkir untuk segmen 1 mobil rata-rata 0,54 jam dan sepeda motor 0,5 jam. Dengan
jumlah volume kendaraan mobil sejumlah 82
mobil per jam, sepeda motor 188 sepeda motor. Occupancy parkir masih kecil sebesar 34%.
Segmen 3, simpang Bank Danamon s.d.
simpang Jl. Setiabudi (kiri).
C. Ruas Jalan Kamboja
Jalan Kamboja adalah jalan lokal dengan lebar
6,5 meter. Karena kondisi Jalan kamboja cukup sepi, maka pengamatan parkir on street di ruas
Jalan Kamboja ini dilakukan satu (1) segmen
untuk ruas kanan dan kiri jalan, dengan lokasi pengamatan dari Simpang Rumah Makan
Sidodadi sampai dengan Simpang Pertigaan
Jalan Kamboja.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan diketahui pusat kegiatan di sepanjang jalan
tersebut adalah sebagai pemukiman penduduk
dan mendekati simpang petigaan Jalan Kamboja digunakan sebagai tempat makan,
pertokoan dan apotek. Di sepanjang jalan
tersebut tidak terlalu banyak kendaraan
pribadi, baik mobil maupun sepeda motor yang memarkir kendaraannya untuk keperluan ke
pusat perbelanjaan ke pertokoan. Akan tetapi
dibandingkan jumlah mobil, area parkir lebih didominasi oleh jumlah sepeda motor.
Sumber: Hasil Observasi, 2016
Gambar 10.
Situasi Jl. Kamboja.
Berikut ini adalah hasil pengolahan data mengenai karakteristik parkir yang diteliti di
Jalan Kamboja. Berbeda dengan 2 lokasi
sebelumnya, pada ruas jalan Kamboja tidak
dibagi menjadi beberapa segmen karena ujung dan pangkal ruas jalan Kamboja tidak
dibagi dengan persimpangan.
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2016
Gambar 11.
Grafik akumulasi parkir on-street di Segmen 3 Jl. Diponegoro.
116 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 107-118
Pada ruas Jl. Kamboja, akumulasi maksimal
atau akumulasi puncak, atau jumlah pengguna
parkir tertinggi di Jalan Kamboja antara jam 07.01 WITA s.d 07.30 WITA untuk sepeda
adalah sebesar 19 sepeda motor. Untuk mobil
pada jam 07.01 WITA s.d 07.30 WITA, pukul 15.01 WITA s.d 15.30 WITA, dan pukul 19.01
WITA s.d 19.30 WITA dengan jumlah rata-
rata maksimal bernilai 7 mobil
Durasi parkir untuk segmen 1 mobil rata-rata 0,65 jam dan sepeda motor 0,56 jam. Dengan
jumlah volume kendaraan mobil sejumlah 47
mobil per jam, sepeda motor 105 sepeda motor. Occupancy parkir masih kecil sebesar 16%.
Berdasarkan data hasil survei dapat diketahui
kebutuhan ruang parkir untuk tiap-tiap ruas
jalan yang sesuai volume kendaraan parkir dan lamanya kendaraan tersebut parkir.
Kebutuhan ruang parkir dapat di hitung seperti
contoh untuk jenis kendaraan roda dua pada Jalan Kamboja adalah sebagai berikut:
KESIMPULAN
Terbatasnya parkir off-street di area aktifitas pusat
perdagangan dan jasa di Kabupaten Sumbawa, dan terbatasnya pusat aktivitas menyediakan tempat
parkir menyebabkan parkir banyak dilakukan
dibadan jalan (on-street). Beberapa aktivitas parkir
dibadan jalan berpotensi mengganggu kinerja lalu lintas terutama di area pusat pertokoan, pusat
perdagangan (pasar), perbankan, puskesmas,
terutama di Jalan Setia Budi dan Jalan Diponegoro. Dari hasil pengamatan selama 14 jam dari jam 06.00
WITA sampai dengan 21.00 WITA di lima ruas
jalan tersebut dapat diketahui jumlah kendaraan parkir adalah 1.113 sepeda motor dan 655 mobil.
Dari jumlah tersebut, dengan tarif retribusi Rp.1000,-
untuk sepeda motor per sekali parkir dan Rp.2000,-
untuk mobil, dapat diketahui jumlah retribusi perhari untuk parkir sepeda motor adalah Rp. 1.113.000
dan untuk mobil adalah Rp. 1.310.000. Dengan
total pendapatan retribusi parkir per hari adalah Rp.2.423.000. Sehingga pendapatan parkir dalam
satu tahun adalah Rp. 884.395.000,-.
SARAN
Area parkir dibadan jalan perlu dilengkapi marka dan rambu lalu lintas untuk parkir dan rambu lalu
lintas dilarang parkir. Disamping itu, perlu
penertiban parkir di badan jalan yang berpotensi
mengganggu kelancaran lalu lintas, dengan
pengawasan parkir yang lebih intensif, dengan
jadwal dan monitoring petugas parkir yang efektif dan berkelanjutan dan penerapan sistem denda
atau hukuman yang membuat efek jera dalam
pelanggaran dalam sistem parkir ( dengan denda yang mahal, sistem derek atau sistem kunci roda).
Perlu di pertimbangkan penerapan sistem parkir
berlangganan langganan dengan bekerjasama
dengan SAMSAT (kupon, smart card) dan untuk mengurangikebocoran dalam pendapatan parkir,
perlu implementasi peralatan parkir dengan
teknologi tinggi (parkir meter), dengan melibatkan pihak ketiga. Dalam jangka panjang perlu penerapan
tarif parkir progresif atau dengan tarif yang semakin
mahal pada jam-jam tertentu untuk mengurangi
aktivitas parkir diarea tersebut di jam-jam tertentu, seperti di area pusat pertokoan, pusat perdagangan,
jasa dan perhotelan serta perlu pengalihan parkir
dari badan jalan ke area off streetparking.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala
Dinas Perhubungan Kabupaten Sumbawa atas izin dan bantuan dalam melaksanakan survei parkir di
Kabupaten Sumbawa serta Kepala Pusat Litbang
Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, dan Bapak/
Ibu pegawai Pusat Litbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian yang telah memberikan masukan
dan arahan dalam penyempurnaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, I. 2012. Kebijakan Parkir. Jakarta: Dewan
Transportasi Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Jakarta.
Gibb, J. 2009. A Disaggregate Quasi Dynamic Park and
Ride Lot Choice Model Application with Parking
Capacities. Houston, Texas: Conference of The
Transportation Research Board.
Goodwin, I. 2011. Car Parking and Permit Allocation
Policy. Manchester: Manchester Metropolitan
University.
Hobbs, F. D. 1995. Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Jarvis, K. 2011. Park and Ride Modelling. IPENZ
Transportation Group.
Litman, T. 2013. Parking Management Strategies,
Evaluation, and Planning. Victoria: Victoria
Transport Policy Institute.
Munawar, A. 2006. Manajemen Lalu Lintas Perkotaan.
Yogyakarta: Beta Offset.
SEStran. (1995). Park and Ride Strategy. Edinburg.
Shivakumar, A. 2007. Modelling Park and Ride.
Cambridge: RAND Europe.
Analisis Model Perparkiran Dalam Perspektif Efektifitas Ruas Jalan Di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Siti Nur Fadlilah A. dan Togi Arisandi 117
Spilar, R. J. 1997. Park and Ride Planning and Design
Guidelines. New York: Parsons Brinckerhoff
Incorporated.
Udar, P. 2012. Kebijakan Parkir on Street di Jakarta.
Jakarta: Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Republik Indonesia. 1993. Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
Jalan. Jakarta.
Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor
34 Tahun 2006 tentang Jalan. Jakarta.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Jakarta.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa,
Analisa Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu
Lintas. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1996. Keputusan
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: 272/HK.105/DRJD/96 Mengenai Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Fasilitas Parkir. Jakarta.
118 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 107-118
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i2.608 95 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
PENELITIAN TEKNIS PEMANFAATAN WIRE ROPE SEBAGAI PERANGKAT PENGAMAN
LALU LINTAS JALAN
RESEARCH ON TECHNICAL UTILIZATION OF WIRE ROPE AS ROAD TRAFFIC SAFETY
DEVICE
Arbie Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jl. Medan Merdeka Timur No. 5 Jakarta-Indonesia
Diterima: 10 Mei 2017, Direvisi: 16 Mei 2017, Disetujui: 29 Mei 2017
ABSTRACT Currently, road transport has become one of the basic needs of society, especially for supporting daily activities. In this
regard, the safety aspect of road transportation should be one of the priorities to be considered. In implementing the
Management and Traffic Engineering, among others, by installing traffic safety facilities and road transport in the form
of signs, markers, traffic signalling tool (APILL), delineator, road hump, guardrail, and others. This study aims to
provide input to the Directorate General of Land Transportation in formulating policies related to the use of wirerope as road traffic safety device throughout the use of wirerope as road safety device in Indonesia has not been regulated on
technical specifications and characteristics. The approach used in this research is descriptive analysis, because this
research focuses on the problem on wirerope component and its reliability. The data collection technique was collected
by using primary data obtained by conducting observation and direct survey in the field (in Cikopo-Palimanan toll road
and Jakarta-Merak toll road) as comparison with secondary data while secondary data (technical specification of
wirerope) Obtained from Trinity Industies INC. From the accident data obtained from the toll operator can be seen the
trend of decrease in the number of casualties in the median especially on the number of deaths, recorded 34 deaths in the
period 2006-2008 before the implementation of wire rope, meanwhile in the period 2009 to July 2012 there are only 2
deaths, but not on the wire rope impact. This is enough to prove the success for decreasing fatality accident rate during
3.5 years of implementation and development of wire ropes on Tangerang-Merak toll road. Based on the provisions of the
law on road equipment technical guidelines, only regulates the provisions on road safety fence made of guardrail iron plates. Along with the development of technology found other road safety fence material/media besides guardrail, that is
wirerope. Based on the results of the analysis, this wirerope has small deflection so that it’s able to minimize the deviation
of vehicle direction, besides, wire rope material can withstand vehicle loads due to traffic accidents. Technical provisions
on the usage of wirerope as road safety device have not been regulated in the regulations on Directorate General of Land
Transportation.
Keywords: road transport, wirerope, decreasing fatality accident rate
ABSTRAK Transportasi jalan saat ini sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat, terutama guna menunjang kegiatan
sehari-hari. Terkait dengan hal tersebut, aspek keselamatan dalam penyelenggaraan transportasi jalan harus menjadi salah satu prioritas untuk diperhatikan. Dalam menerapkan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas diantaranya dengan
memasang fasilitas keselamatan (perlengkapan) lalu lintas dan angkutan jalan yang berbentuk antara lain rambu,
marka, alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL), delineator, road hump, guardrail, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan
untuk memberi masukan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam menyusun kebijakan terkait penggunaan
wirerope sebagai perangkat pengaman lalu lintas jalan sepanjang penggunaan wirerope sebagai perangkat pengaman
jalan di Indonesia belum diatur mengenai spesifikasi teknis dan karakteristiknya. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis deskriptif, karena penelitian ini menitik beratkan pada masalah pada komponen wirerope
dan kehandalannya. Adapun pengumpulan data primer diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan dan survei
langsung di lapangan (di ruas jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dan jalan tol Jakarta-Merak) sebagai pembanding
dengan data sekunder, sedangkan data sekunder (spesifikasi teknis wirerope) diperoleh dari Trinity Industies INC. Dari
data kecelakaan yang diperoleh dari operator tol dapat dilihat trend penurunan dalam jumlah korban kecelakaan di
median terutama pada jumlah korban meninggal dunia, tercatat 34 korban meninggal dunia pada periode 2006-2008 sebelum implementasi wire rope, sementara itu pada periode 2009 hingga Juli tahun 2012 ini hanya terdapat 2 korban
meninggal dunia bukan pada wire rope impact. Hal ini sudah cukup membuktikan keberhasilan penurunan Tingkat
fatalitas kecelakaan selama 3.5 tahun implementasi dan pengembangan wire rope di jalan Tol Tangerang-Merak.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundangan tentang juknis perlengkapan jalan, baru hanya mengatur ketentuan
tentang pagar pengaman jalan yang berbahan lempengan besi guardrail. Seiring dengan perkembangan teknologi
ditemukan bahan/media pagar pengaman jalan lainnya selain guardrail, yaitu wirerope. Berdasarkan hasil analisis,
wirerope ini memiliki keunggulan defleksi yang kecil sehingga mampu meminimalisir penyimpangan arah kendaraan,
selain itu juga bahan material wire rope dapat menahan beban kendaraan akibat kecelakaan lalu lintas. Ketentuan-
ketentuan teknis tentang pengunaan wire rope sebagai perangkat keselamatan jalan belum diatur/dimuat pada peraturan
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
Kata Kunci: transportasi jalan, wirerope, penurunan tingkat fatalitas kecelakaan
96 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
PENDAHULUAN
Transportasi jalan saat ini sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat, terutama guna menunjang kegiatan sehari-hari. Terkait dengan hal tersebut, aspek keselamatan dalam penyelenggaraan transportasi jalan harus menjadi salah satu prioritas untuk diperhatikan. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mewujudkan keselamatan transportasi jalan, salah satunya adalah dengan menerapkan manajemen dan rekayasa lalu lintas. Dalam menerapkan diantaranya dengan memasang fasilitas keselamatan (perlengkapan) lalu lintas dan angkutan jalan yang berbentuk antara lain rambu, marka, alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL), delineator, road hump, guardrail, dan lain-lain.
Penelitian ini bertujuan untuk memberi masukan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam menyusun kebijakan terkait penggunaan wire rope sebagai perangkat pengaman lalu lintas jalan sepanjang penggunaan wirerope sebagai perangkat pengaman jalan di Indonesia belum diatur mengenai spesifikasi teknis dan karakteristiknya, sehingga seluruh jenis perangkat pengaman jalan
memiliki kekuatan/payung hukum yang kuat dalam penggunaanya.
Pada saat ini perangkat pengaman jalan yang lazim digunakan/dipasang di Indonesia adalah dalam bentuk pagar pengaman jalan (guardrail), sedangkan di berbagai negara maju, penggunaan perangkat pengaman jalan selain dalam bentuk guardrail juga telah dipasang perangkat pengaman jalan dalam bentuk tali/kabel baja yang lazim disebut dengan istilah wire rope. Dari hasil pengamatan di lapangan, pada beberapa ruas jalan tol di Indonesia, salah satunya adalah di ruas jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dan jalan tol Jakarta-Merak, juga telah dipasang wire rope sebagaimana dimaksud di atas.
TINJAUAN PUSTAKA
Steel WireRope atau lebih dikenal dengan WireRope adalah tali rope yang terbuat dari beberapa kawat baja steel wire yang dipilin membentuk untaian strand, kemudian beberapa untaian strand tersebut dipilin kembali mengelilingi sebuah core untuk membentuk sebuah wire rope.
Sumber: http://www.otopos.net
Gambar 1.
Untaian Wire Rope.
Pemasangan wire rope sebagai pengaman lalu lintas jalan memiliki beberapa persyaratan, salah satu syarat adalah panjang minimal wire rope terpasang. Wire rope dapat berfungsi secara optimal jika memiliki panjang minimal 100 meter untuk setiap bagian (Andreas Wee, 2016). Wire rope yang terpasang sebagai pengaman lalu lintas jalan memiliki tiga bagian utama yaitu, kawat baja (wire rope), tiang penyangga, dan anchor.
Tujuan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 (pasal 3) adalah berlalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa serta etika berlalu lintas dan budaya bangsa.
Dasar hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah PP Nomor 74 T ahun 2014 tentang Angkutan Jalan, PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK. 7234/AJ.401/DRJD/2013 tentang Petunjuk Teknis Perlengkapan Jalan.
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, karena penelitian ini menitik beratkan pada masalah pada komponen wirerope dan kehandalannya. Adapun teknik pengumpulan data primer diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan dan survei langsung di lapangan (di ruas jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dan jalan tol Jakarta-Merak) sebagai pembanding dengan data sekunder, sedangkan data sekunder (spesifikasi teknis wirerope) diperoleh dari Trinity Industies INC. Setelah semua data diperoleh, objek penelitian disesuaikan dengan regulasi terkait dan standar teknis kelayakan jalan tol sehingga ditemukan apakah prasarana jalan tol tersebut memenuhi standar teknis atau tidak.
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
Penelitian Teknis Pemanfaatan Wire Rope Sebagai Perangkat Pengaman Lalu Lintas Jalan, Arbie 97
Ruang lingkup penelitian ini meliputi inventarisasi
kelengkapan fasilitas di ruas Jalan Tol Cikampek-
Palimanan dan ruas Jalan Tol Jakarta-Merak, serta inventarisasi titik-titik rawan kecelakaan di jalan
Tol Cipali dan jalan Tol Jakarta-Merak.
Metode penelitian secara umum menurut Sugiyono (2010) dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
Metode Kuantitaif, Kualitatif dan Metode Penelitian
dan Pengembangan (R&D).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemasangan Wire Rope di Ruas Jalan Tol
Penggunaan wire rope sebagai perangkat
pengaman lalu lintas khususnya untuk jalan
bebas hambatan (jalan tol) sudah dilakukan
oleh banyak negara termasuk Indonesia.
Beberapa ruas jalan tol di Indonesia yang menggunakan wire rope adalah ruas jalan tol
Cikopo-Palimanan (Cipali) dan ruas jalan tol
Jakarta-Merak. Sebagian besar wire rope yang diaplikasikan sebagai perangkat pengaman
lalu lintas di jalan tol berfungsi untuk mencegah
kendaraan melompat dari satu lajur ke lajur
yang berlawanan. Sehingga pemasangan wire rope dilakukan di median jalan.
Sumber: Observasi Lapangan, 2016
Gambar 2.
Wire Rope Terpasang di Ruas Tol Jakarta-Merak.
1. Ruas Jalan Tol Jakarta-Merak
Jalan tol Jakarta-Merak membentang sepanjang 71.961 meter, dimulai dari
km 26+039 dan berakhir di km 98+000.
Terdapat beberapa jenis perangkat pengaman lalu lintas yang digunakan di
ruas jalan tol ini diantaranya adalah
pagar panel, pagar kawat (wire rope), dan pagar BRC. Pemasangan wire rope
di ruas jalan tol Jakarta-Merak pertama
kali dilaksanakan secara bertahap selama 6
tahun dimulai dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Pada tahun pertama
(2008) wire rope dipasang sepanjang
300 meter. Tahun kedua (2009) wire
rope dipasang sepanjang 1.790 meter. Pada tahun ketiga (2010) dipasang wire
rope sepanjang 4.950 meter. Pada tahun
keempat (2011) dipasang wire rope sepanjang 48.287 meter. Tahun kelima
(tahun 2012) dipasang wire rope
sepanjang 21.246 meter. Pada tahun ke enam (2013) dipasang wire rope
sepanjang 4.523 meter. Sehingga total
panjang wire rope yang telah dipasang
adalah 81.096 meter, sebagaimana dituangkan pada tabel berikut.
98 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
Tabel 1.
Lokasi Pemasangan Wire Rope di Ruas Tol Jakarta-Merak
Lokasi Panjang (meter)
Ket Ruas A Ruas B
Tahun 2008
Km 45+000 s.d Km 45+300 300
Total Pemasangan Tahun 2008 300
Tahun 2009
Km 29+500 s.d Km 31+290 1.790
Total Pemasangan Tahun 2009 1.790
Tahun 2010
Km 62+400 s.d Km 63+000 600
Km 63+000 s.d Km 64+225 1.225
Km 64+325 s.d Km 66+250 1.925
Km 68+200 s.d Km 69+400 1.200
Total Pemasangan Tahun 2010 4.950
Tahun 2011
Km 38+563 s.d Km 38+771 208
Km 51+000 s.d Km 52+641 1.641
Km 56+200 s.d Km 56+626 426
Km 58+900 s.d Km 59+933 1.033
Km 61+200 s.d Km 62+378 1.178
Km 67+500 s.d Km 68+081 581
Km 71+350 s.d Km 73+564 2.214
Km 87+298 s.d Km 92+709 5.411
Km 43+400 s.d Km 38+771 4.629
Km 83+091 s.d Km 78+029 5.062
Km 69+500 s.d Km 71+221 1.721
Km 82+000 s.d Km 83+000 1.000
Km 94+200 s.d Km 95+000 800
Total Pemasangan Tahun 2011 16.213 9.691
Tahun 2012
Km 31+600 s.d Km 33+014 1.414
Km 36+000 s.d Km 36+410 410
Km 66+250 s.d Km 67+200 950
Km 77+300 s.d Km 77+825 525
Km 83+200 s.d Km 85+978 2.778
Km 86+000 s.d Km 86+262 262
Km 86+400 s.d Km 86+694 294
Km 37+958 s.d Km 37+254 704
Km 38+223 s.d Km 38+025 198
Km 50+850 s.d Km 49+826 1.024
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
Penelitian Teknis Pemanfaatan Wire Rope Sebagai Perangkat Pengaman Lalu Lintas Jalan, Arbie 99
Lokasi Panjang (meter)
Ket Ruas A Ruas B
Km 27+475 s.d Km 29+373 1.898
Km 43+535 s.d Km 45+145 1.610
Km 45+450 s.d Km 46+791 1.341
Km 56+624 s.d Km 56+762 138
Km 49+624 s.d Km 46+987 2.839
Km 52+639 s.d Km 56+100 3.461
Km 60+350 s.d Km 61+200 850
Km 67+200 s.d Km 67+500 300
Km 93+900 s.d Km 94+150 250
Total Pemasangan Tahun 2012 16.481 4.765
Tahun 2013
Km 56+100 s.d Km 56+850 750
Km 62+279 s.d Km 60+350 1.929
Km 70+944 s.d Km 69+700 1.244
600
Total Pemasangan Tahun 2013 600 3.923
Sumber: PT. Marga Mandala Sakti (MMS)
Keterangan:
Ruas A : ruas jalan arah Jakarta menuju Merak.
Ruas B : ruas jalan arah Merak menuju Jakarta.
Selain pemasangan wire rope, pada tahun
2013 operator jalan tol Jakarta-Merak juga melakukan kegiatan pembongkaran
wire rope pada ruas A dan ruas B jalan
tol Jakarta-Merak. Tabel 2 menunjukan
lokasi titik pembongkaran wire rope tersebut.
Tabel 2.
Lokasi Pembongkaran Wire Rope di Ruas Tol Jakarta-Merak
Lokasi Panjang (meter)
Ket Ruas A Ruas B
Km 45+000 s.d Km 45+300 450
Km 62+400 s.d Km 63+000 1.414
Km 63+000 s.d Km 64+225 410
Km 64+325 s.d Km 66+250 704
Km 68+200 s.d Km 69+400 265
Km 45+000 s.d Km 45+300 447
Total Pembongkaran 1.864 1.826
Sumber: PT. Marga Mandala Sakti (MMS)
Total panjang wire rope yang dibongkar
pada tahun 2013 adalah sepanjang 3.690
meter sehingga total wire rope yang masih
terpasang saat ini adalah sepanjang 55.023 meter. Jalan tol Jakarta-Merak
terbagi dari dua ruas, ruas A merupakan
ruas jalan tol dari Jakarta menuju Merak sedangkan ruas B merupakan ruas jalan
tol dari Merak menuju Jakarta. Kedua
ruas jalan ini berhimpitan dengan dibatasi
oleh median jalan. Kedua ruas jalan ini
sudah dilengkapi dengan wire rope yang sebagian besar terpasang pada median
jalan. Besarnya persentase wire rope
terpasang dibandingkan dengan panjang ruas jalan dapat dilihat pada tabel berikut.
100 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
Tabel 3.
Persentase Wire Rope Terpasang di Ruas Tol Jakarta-Merak
Ruas Tol Jakarta - Merak Ruas A
(meter)
Ruas B
(meter)
Panjang Ruas Jalan 71.961 71.961
Wire Rope Terpasang 38.470 16.553
Persentase Pemasangan Wire Rope 53,46 % 23 %
Sumber: PT. Marga Mandala Sakti (MMS)
Dari tabel 3 terlihat bahwa pemasang wire rope pada ruas A yaitu Jakarta-Merak
lebih masif jika dibandingkan dengan
pemasangan wire rope pada ruas B.
2. Ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan
(Cipali)
Selain pada ruas jalan tol Jakarta-Merak, wire rope juga telah diterapkan di ruas
jalan tol Cikampek-Palimanan (Cipali) yang dipasang di 14 seksi/bagian dengan
panjang keseluruhan mencapai 8.883,2
meter, dengan rincian sebagaimana dimuat dalam tabel berikut.
Tabel 4.
Wire Rope Terpasang di Tol Cipali
Seksi Lokasi Panjang (meter)
Ruas CP Ruas PC
1. Km 38+563 s.d Km 38+771 899,0
2. Km 51+000 s.d Km 52+641 342,4
3. Km 56+200 s.d Km 56+626 508,8
4. Km 58+900 s.d Km 59+933 595,2
5. Km 61+200 s.d Km 62+378 310,4
6. Km 67+500 s.d Km 68+081 2.083,2
7. Km 71+350 s.d Km 73+564 182,0
8. Km 87+298 s.d Km 92+709 694,0
9. Km 43+400 s.d Km 38+771 800,0
10. Km 83+091 s.d Km 78+029 480,0
11. Km 69+500 s.d Km 71+221 537,6
12. Km 82+000 s.d Km 83+000 803,2
13. Km 94+200 s.d Km 95+000 1.484,8
14. Km 181+295 s.d Km 181+737 442,0
Panjang Total 5.084,8 3.798,4
Sumber: PT. Marga Mandala Sakti (MMS)
Pada ruas kanan yang merupakan arah
kendaraan dari Palimanan menuju Cikopo telah dipasang wire rope sepanjang
3.798,4 meter yang terbagi menjadi 6
titik. Sedangkan ruas kiri yang merupakan arah kendaraan dari Cikopo menuju
Palimanan telah dipasang wire rope pada
6 titik dengan panjang total 5.084,8 meter.
Jalan Tol Cikopo-Palimanan terbentang
sepanjang 116 km yang menghubungkan
daerah Cikopo, Purwakarta dengan
Palimanan, Cirebon, Jawa Barat. Jalan tol
ini merupakan kelanjutan dari Jalan Tol
Jakarta-Cikampek yang menghubungkan
dengan Jalan Tol Palimanan-Kanci.
Melihat lintas ruas jalan Tol Cipali
tersebut potensi terjadi kecelakaan cukup
tinggi dikarenakan jarak tempuh jalan tol yang panjang dan kurangnya fasilitas
peristirahatan (rest area). Hal ini didukung
berdasarkan Keputusan Kepala Badan
Pengatur Jalan Tol Nomor: 16/KPTS/ BPJT/2008, Tempat Istirahat sekurang-
kurangnya terdiri dari sarana tempat
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
Penelitian Teknis Pemanfaatan Wire Rope Sebagai Perangkat Pengaman Lalu Lintas Jalan, Arbie 101
parkir, jamban, dan peturasan. Sedangkan
tempat istirahat dan pelayanan sekurang-
kurangnya terdiri dari sarana tempat parkir dan, jamban, peturasan, stasiun pengisian
bahan bakar, restoran, toko kecil, dan
bengkel. Jarak antara Tempat Istirahat dengan Tempat Istirahat atau Tempat
Istirahat dengan Tempat Istirahat dan
Pelayanan paling pendek 10 (sepuluh)
kilometer dan paling jauh 20 (dua puluh) kilometer, jarak antara Tempat Istirahat
dan Pelayanan dengan Tempat Istirahat
dan Pelayanan paling pendek 30 (tiga puluh) kilometer dan paling jauh 50 (lima
puluh) kilometer. Dengan bentang lintas
116 km ruas Tol Cikopo-Palimanan hanya
dilengkapi 4 (empat) Tempat Istirahat dan
Pelayanan, sementara kebutuhan Tempat Istirahat 6 (enam) Tempat istirahat.
B. Analisis Data Jumlah Kecelakaan
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa
di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja
melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan
korban manusia dan/atau kerugian harta benda
(Sumber: Pasal 1 angka 24 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan).
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 3.
Penyebab Kecelakaan Tol Cipali Periode Sampai Mei 2016.
Dari data penyebab kecelakaan Tol Cipali periode sampai Mei 2016 dapat diketahui bahwa jumlah kecalakaan sendiri sebanyak 515 kendaraan, kecelakaan yang menabrak hewan
sebanyak 230 kendaraan, dan jumlah kendaraan yang menabrak belakang sebanyak 177 kendaraan.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 4.
Grafik Kecelakaan Tol Merak-Tangerang Sebelum dan Setelah Pemasangan Wire Rope.
102 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
Angka kecelakaan pada median dan
mengarah median memang mengalami
peningkatan seiring bertambahnya jumlah kecelakaan secara global dan peningkatan
jumlah lain. Namun terlihat dari Gambar 4
bahwa jumlah kecelakaan menimbulkan
korban cenderung berkurang, bahkan
jumlah korban meninggal turun secara
segnifikan. Hal ini menunjukan tingkat keparahan kecelakaan median menurun
setelah implementasi wire rope.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 5.
Korban Kecelakaan Tol Merak-Tangerang.
Gambar 5 menunjukkan bahwa terjadi trend
penurunan dalam jumlah korban kecelakaan
di median terutama pada jumlah korban
meninggal dunia, tercatat 34 korban meninggal
dunia pada periode 2006-2008 sebelum
implementasi wire rope, sementara itu pada
periode 2009 hingga juli tahun 2012 ini hanya
terdapat 2 korban meninggal dunia bukan
pada wire rope impact. Hal ini sudah cukup
membuktikan keberhasilan penurunan angka
kecelakaan fatal selama 3,5 tahun implementasi
dan pengembangan wire rope di jalan Tol
Tangerang-Merak.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 6.
Tingkat Kerusakan Kecelakaan Tol Merak-Tangerang.
Angka kecelakaan pada median dan mengarah
median memang mengalami peningkatan
namun tingkat kerusakan yang ditimbulkan
mengalami penurunan. Pada periode 2006-
2009 (sebelum implementasi wire rope)
kendaraan rusak berada pada kisaran 60%-
70%, sementara pada periode 2009 hingga
Juli 2012 persentase rusak berat pada kendaraan
kecelakaan hanya berada pada kisaran 20%-
30%.
C. Desain Wire Rope
Salah satu aspek yang paling penting pada
wire rope adalah defleksi, karena defleksi
menentukan ruang yang diperlukan pada
saat memasang wire rope. Defleksi yang
besar dapat meningkatkan resiko kendaraan
dan membahayakan kendaraan dari arah
sebaliknya. Wire rope dirancang untuk
melindungi hal tersebut.
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
Penelitian Teknis Pemanfaatan Wire Rope Sebagai Perangkat Pengaman Lalu Lintas Jalan, Arbie 103
Wire rope adalah salah satu pengaman jalan
dalam bentuk kabel baja ringan yang di topang
tiang yang di tancapkan ke dalam tanah atau
dipasang lengan baja yang di dorong ke dalam
aspal. ¾” (19 mm) 3x7 kabel membentang
ditempatkan pada slot/tiang yang dikencangkan
dengan ketegangan dari 3.150 ke 8.100 psi.
Setelah tersambung, kabel berinteraksi dengan
menghasilkan kekuatan untuk menahan
kendaraan secara halus.
Tabel 5.
Hasil Uji Wire Rope
Standard Level Speed Mass Angle Post
Spacing Deflection
NCHRP 350 3 62 mph
100 mph
4.400 lbs
2.000 kg
25
25
10’0”
3,0 meter
7’11”
2,4 meters
NCHRP 350 3 62 mph
100 mph
4.400 lbs
2.000 kg
25
25
16’5”
5,0 meter
9’2”
2,8 meters
EN 1317-2 N2 70 mph
110 mph
3.300 lbs
1.500 kg
20
20
10’0”
3,0 meter
5’3”
1,6 meters
EN 1317-2 N2 62 mph
100 mph
1.980 lbs
900 kg
20
20
10’0”
3,0 meter
3’8”
1,1 meters
Sumber: Hasil Uji CASS Cable Safety System, PT. Trinity Industries, 2016
D. Analisis Wire Rope
1. Wire Rope Ruas Jalan Tol Cikampek-Palimanan (Cipali)
Ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan atau disingkat dengan Tol Cipali adalah sebuah jalan tol yang terbentang sepanjang 116 km yang menghubungkan daerah Cikopo, Purwakarta dengan Palimanan, Cirebon, Jawa Barat. Jalan tol ini merupakan kelanjutan dari Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang menghubungkan dengan Jalan Tol Palimanan-Kanci. Jalan tol ini juga sekaligus merupakan bagian dari Ja lan T ol T rans Jawa yang akan menghubungkan Merak, Banten hingga Banyuwangi, Jawa Timur. Jalan tol ini memperpendek jarak tempuh sejauh 40 km dan diprediksi akan memotong waktu tempuh 1,5 sampai 2 jam dibandingkan melewati Jalur Pantura Jawa Barat. Jalan
Tol Cipali sendiri adalah bagian dari Jalan Tol Jakarta-Palimanan. Kilometer 0 berada di Cawang, Jakarta, dan berakhir di Kilometer 189 di Palimanan. Operator tol ini adalah PT. Lintas Marga Sedaya (LMS).
Dari kondisi di atas PT. Lintas Marga Sedaya selaku operator jalan tol Cipali mengambil langkah preventif untuk mengurangi kecelakaan tersebut. Mulai tahun 2015 awal operator memasang pagar pengaman jalan dalam bentuk kabel atau yang biasa disebut wire rope. Pemasangan wire rope dilakukan di lokasi yang sering terjadi kecelakaan dan menyebabkan banyak korban jiwa. Sampai dengan Mei 2016 PT. Lintas Marga Sedaya sudah memasang 5.084.8 m diruas jalan tol arah Palimanan dan 3.798.4 m diruas tol arah Cikampek.
Tabel 6.
Pemasangan Wire Rope Seksi 1
Actual
No. KM Jumlah (m)
Dari Ke Kiri Kanan
1. 82+746 83+645 899
2. 83+750 84+092 342,4
3. 84+210 84+719 508,8
4. 84+749 85+344 595,2
5. 85+381 85+691 310,4
6. 92+515 94+598 2.083,2
Total 3.840.0 899
Sumber: PT. Lintas Marga Sedaya, 2016
104 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
Tabel 7.
Pemasangan Wire Rope Seksi 2
Actual
No. KM Jumlah (m)
Dari Ke Kiri Kanan
1. 104+428 104+610 182,3
2. 103+371 104+065 694,5
Total 877
Sumber: PT. Lintas Marga Sedaya, 2016
Tabel 8.
Pemasangan Wire Rope Seksi 3
Actual
No. KM Jumlah (m)
Dari Ke Kiri Kanan
1. 116+000 116+800 800,0
2. 119+680 120+160 480,0
Total 800,0 480,0
Sumber: PT. Lintas Marga Sedaya, 2016
Tabel 9.
Pemasangan Wire Rope Seksi 4
Actual
No. KM Jumlah (m)
Dari Ke Kiri Kanan
1. 141+645 142+183 537,6
2. 152+300 153+103 803,2
Total 803,2 537,6
Sumber: PT. Lintas Marga Sedaya, 2016
Tabel 10.
Pemasangan Wire Rope Seksi 5
Actual
No. KM Jumlah (m)
Dari Ke Kiri Kanan
1. 163+310 164+795 1.484,8
Total 1.484,8
Sumber: PT. Lintas Marga Sedaya, 2016
Tabel 11.
Pemasangan Wire Rope Seksi 6
Actual
No. KM Jumlah (m)
Dari Ke Kiri Kanan
1. 181+295 181+737 442,0
Total 442,0
Total Pemasangan 5.084,8 3.798,4
Sumber: PT. Lintas Marga Sedaya, 2016
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
Penelitian Teknis Pemanfaatan Wire Rope Sebagai Perangkat Pengaman Lalu Lintas Jalan, Arbie 105
Pemasangan tersebut dilakukan secara
bertahap sampai dengan Mei 2016.
Beberapa titik pemasangan dijadikan
sampel untuk mengukur detail dari wire
rope.
Tabel 12.
Hasil Pengukuran Wire Rope
No. Lokasi
(km)
Tebal
Kabel
(cm)
Jumlah
Kabel
Tinggi Tiang
Penyangga
(cm)
Jenis
Pengikat
Tiang
Penyangga
Tebal Tiang
Penyangga
(cm)
Jarak
Antar
Tiang
(m)
Jenis
Pengikat
Mur
1. 116+000 - 116+800 2 x 0,8 3 70 Beton 0,5 3,15 Mur
2. 119+680 - 120+160 2 x 0,8 3 70 Beton 0,5 3,15 Mur
3. 141+645 - 142+183 2 x 0,8 3 70 Beton 0,5 3,15 Mur
4. 152+300 - 153+103 2 x 0,8 3 70 Beton 0,5 3,15 Mur
Sumber: PT. Lintas Marga Sedaya, 2016
Dari tabel di atas diketahui tinggi tiang
penyangga adalah 70 cm dengan dimensi
tiang penyangga 0,5 cm dan jarak antar
tiang penyangga adalah 3,15 m. Dengan
tipe pengikat menggunakan mur dan
memiliki ketebalan kabel 0,8 cm.
Sumber: Observasi Lapangan, 2016 Gambar 7.
Pengukuran Wire Rope di Ruas Tol Cipali.
2. Wire Rope Ruas Jalan Tol Tangerang-
Merak
Jalan Tol Tangerang-Merak adalah jalan
tol yang menghubungkan Kota Tangerang dan Pelabuhan Merak. Jalan tol ini
melintasi Kota Tangerang dan Kabupaten
Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota
Serang dan Kota Cilegon. Jalan Tol ini juga merupakan kelanjutan dari Jalan
Tol Jakarta-Tangerang. Kilometer 0
berada di Tomang, Jakarta, dan berakhir di Kilometer 98 di Merak. Panjang jalan
tol ini adalah 72 km. Operator tol ini adalah PT. Marga Mandala Sakti (MMS).
Dari data kecelakaan di atas dapat
disimpulkan bahwa pada periode tahun 2006-2008 diruas jalan tol tersebut banyak
mengalami kecelakaan dan menyebabkan
korban jiwa meninggal. Berdasarkan
kondisi tersebut PT. Marga Mandala Sakti mengambil langkah preventif untuk
mengurangi kecelakaan tersebut. Mulai
tahun 2008 awal operator memasang pagar pengaman jalan dalam bentuk
106 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 95-106
kabel atau yang biasa disebut wire rope.
Pemasangan wire rope dilakukan di
lokasi yang sering terjadi kecelakaan dan menyebabkan banyak korban jiwa.
Sampai dengan 2013 PT. Marga Mandala
Sakti sudah memasang 55.023 m di ruas
jalan tol jalan tol Tangerang-Merak.
Sumber: PT. Marga Mandala Sakti, 2016
Gambar 8.
Hasil Uji Tabrakan Wire Rope Setelah Kecelakaan.
KESIMPULAN
Berdasarkan ketentuan peraturan perundangan tentang petunjuk teknis perlengkapan jalan, baru
hanya mengatur ketentuan tentang pagar pengaman
jalan yang berbahan lempengan besi (guardrail).
Seiring dengan perkembangan teknologi ditemukan bahan/media pagar pengaman jalan lainnya selain
guardrail, yaitu wire rope. Berdasarkan hasil bab
analisis sebelumnya, wire rope ini memiliki keunggulan defleksi yang kecil sehingga mampu
meminimalisir penyimpangan arah kendaraan,
selain itu juga bahan material wire rope dapat menahan beban kendaraan akibat kecelakaan lalu
lintas. Ketentuan-ketentuan teknis tentang
pengunaan wire rope sebagai perangkat keselamatan
jalan belum diatur/dimuat pada peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
SARAN
Agar wire rope dapat dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai perangkat keselamatan jalan.
Pemasangan wire rope layak dipasang pada
kondisi jalan lurus/menikung yang mengalami perbedaan ketinggian (rawan kecelakaan). Tata
cara pemasangan wire rope agar dijadikan peraturan
baru oleh Direktorat Jenderal perhubungan Darat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih saya panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah mengilhami saya menulis,
terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian,
Direksi PT. Lintas Marga Sedaya, PT. Marga
Mandala Sakti, dan seluruh tim yang mendukung
dan membantu saya dalam menyelesaikan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Wee, Andreas. 2016. CASS Cable Safety System. Swedia: PT. Trinity Industries.
Nazir, M. 2005. Metodologi Penelitian. Bogor: Ghalia
Indonesia.
PT. Lintas Marga Sedaya. 2016. Data Pemasangan
Wire Rope di Ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan.
Subang.
PT. Marga Mandala Sakti. 2008. Data Kecelakaan di
Ruas Jalan Tol Tangerang-Merak Tahun 2006-
2008. Tangerang.
Pemerintah Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 2013. Peraturan Pemerintah
Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 2013. Peraturan Direktur Jenderal
Perhubungan Darat Nomor: SK. 7234/AJ.401/
DRJD/2013 tentang Petunjuk Teknis Perlengkapan
Jalan. Jakarta.
Keputusan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Nomor 16/KPTS/BPJT/2008 tentang Tata Cara Perijinan
Penyelenggaraan Tempat Istirahat dan Pelayanan
Pada Jalan Tol dan Master Plan Tempat Istirahat
dan Pelayanan Pada Jalan Tol. Jakarta.
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 119-132
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i2.610 119 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
RUTE AMAN SELAMAT SEKOLAH (RASS) DI KABUPATEN NGAWI
SCHOOL SAFETY ROUTES IN NGAWI DISTRICT
Fedrickson Haradongan Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jl. Medan Merdeka Timur No. 5 Jakarta-Indonesia
Diterima: 5 Mei 2017, Direvisi: 12 Mei 2017, Disetujui: 25 Mei 2017
ABSTRACT Safety Routes To School is part of the management and traffic engineering in the form of the providing public transport
with the traffic control, road network usage, and transportation facilities and infrastructure from the residential location
to the school. School safety routes held from residential areas to the school neighborhood, covering elementary, junior
high, and high school. In this research will be discussed how the transportation conditions in Ngawi District especially
transport conditions in front of either elementary, junior high, and senior high school. RASS program seeks to prevent
and overcome traffic accidents around the school. The purpose of this study is to determine the transport conditions in
Ngawi especially transport conditions in front of either elementary school, junior high school and senior high school. The
methods used in this study include survey method (traffic counting and spot speed), pedestrian analysis method and
descriptive analysis. From the data processing obtained the number of pedestrians is relatively large (average 98) and
the vehicle speed is relatively high (average car speed reach 40 km/h and average motors speed reach 49 km/h).
Therefore, it is really necessary to make school safety zones in Ngawi District in order to prevent accidents that involving
school students.
Keywords: school safety routes, school safety zones, student, accident
ABSTRAK Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) merupakan bagian dari kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas berupa penyediaan sarana angkutan umum dengan pengendalian lalu lintas dan penggunaan jaringan jalan serta sarana dan prasarana angkutan dari lokasi pemukiman menuju sekolah. RASS diselenggarakan mulai dari kawasan pemukiman sampai dengan kawasan sekolah, meliputi SD, SMP, dan SMA. Dalam penelitian ini akan dibahas bagaimanakah kondisi transportasi di Kabupaten Ngawi terutama kondisi transportasi di depan sekolah baik SD, SMP, SMA. Program RASS ini berupaya untuk mencegah dan menanggulangi kecelakaan lalu lintas di sekitar sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kondisi transportasi di Kabupaten Ngawi terutama kondisi transportasi di depan sekolah baik SD, SMP, SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode survei (traffic counting dan spot speed), metode analisis pedestrian dan analisis deskriptif. Dari hasil pengolahan data didapatkan jumlah pejalan kaki relatif besar (rata-rata 98 orang) dan kecepatan kendaraan relatif tinggi (kecepatan rata rata mobil 40 km/jam dan kecepatan rata-rata motor 49 km/jam). Oleh karena itu, sangat diperlukan Zona Selamat Sekolah di Kabupaten Ngawi guna mencegah terjadinya kecelakaan yang melibatkan pelajar sekolah.
Kata Kunci: Rute Aman Selamat Sekolah, Zona Selamat Sekolah, pelajar, kecelakaan
PENDAHULUAN
Sehubungan dengan surat Pemerintah Kabupaten
Ngawi Nomor: 551/46.66/404.105/2015 tentang
Permohonan Kajian Rute Aman Selamat Sekolah
(RASS) di Wilayah Kabupaten Ngawi, oleh karena
itu penelitian ini dilakukan sebagai masukan untuk
Kabupaten Ngawi dalam melaksanakan program
RASS. Rute Aman Selamat Sekolah merupakan
bagian dari kegiatan manajemen dan rekayasa lalu
lintas berupa penyediaan sarana angkutan umum.
RASS merupakan program inovatif dalam bentuk
zona kecepatan berbasis waktu yang digunakan
untuk mengatur kecepatan kendaraan di area
sekolah. RASS juga merupakan kegiatan mengatur
dan rekayasa lalu lintas dengan pemasangan rambu
dan marka serta pembatasan kecepatan di Zona
Selamat Sekolah, sehingga akan memberikan
rasa aman kepada murid sekolah dalam aktivitas
menyeberang jalan di area sekolah.
TINJAUAN PUSTAKA
Program RASS adalah program untuk mendorong
murid dan orang tua murid untuk lebih memilih
berjalan kaki, bersepeda atau menggunakan angkutan umum sebagai pilihan moda yang selamat,
aman, nyaman dan menyenangkan untuk berangkat
dan pulang sekolah dari kawasan sekitar pemukiman
sampai dengan sekolah. Implementasi RASS terwujud dalam penerapan fasilitas perlengkapan
jalan berupa marka jalan, Zona Selamat Sekolah
(ZoSS), halte permanen, dan trotoar.
Jaringan jalan yang ditetapkan sebagai RASS harus memenuhi persyaratan:
1. terdapat sekolah yang memiliki akses langsung
ke jalan;
2. akses merupakan titik masuk utama dari pelajar-pelajar sekolah;
120 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 119-132
3. terdapat aktifitas berjalan kaki, bersepeda, naik
angkutan umum pelajar-pelajar sekolah secara
signifikan di sepanjang jalan.
RASS ditetapkan melalui survei sebagai berikut:
1. penentuan kawasan RASS;
2. identifikasi rute perjalanan ke sekolah; 3. analisis kebutuhan perjalanan ke sekolah; dan
4. mekanisme pelayanan perjalanan ke sekolah
Berdasarkan hasil survei RASS terdiri atas tipe:
1. RASS dengan tipe berjalan kaki merupakan
rute dari rumah menuju ke sekolah dengan
berjalan kaki dengan jarak 1 (satu) kilometer.
2. RASS dengan tipe bersepeda merupakan
rute dari rumah menuju ke sekolah dengan
menggunakan sepeda dengan jarak 5 (lima) kilometer.
3. RASS dengan tipe menggunakan angkutan
umum dan berjalan kaki merupakan rute dari rumah menuju sekolah dengan menggunakan
angkutan umum dengan kriteria:
a. jarak dari rumah ke tempat pemberhentian
angkutan umum paling jauh 1 (satu)
kilometer; dan
b. jarak dari pemberhentian angkutan umum ke sekolah paling jauh 5 (lima) kilometer
dengan menggunakan angkutan umum.
4. RASS dengan tipe menggunakan angkutan umum merupakan rute dari rumah menuju
sekolah dengan menggunakan angkutan umum
dengan kriteria:
a. jarak dari rumah ke tempat pemberhentian
angkutan umum paling jauh 1 (satu)
kilometer;
b. jarak pemberhentian angkutan umum lebih
dari 5 (lima) kilometer;
c. jarak pemberhentian angkutan umum ke sekolah paling jauh 1 (satu) kilometer.
5. RASS dengan tipe berjalan kaki, bersepeda,
menggunakan angkutan umum merupakan rute
dari rumah menuju sekolah dengan berjalan, bersepeda, menggunakan angkutan umum,
dengan kriteria:
a. rute dari rumah menuju ke sekolah dengan berjalan kaki dengan jarak 1 (satu)
kilometer;
b. rute dari rumah menuju ke sekolah dengan menggunakan sepeda dengan jarak 5
(lima) kilometer;
c. jarak dari rumah ke tempat pemberhentian
angkutan umum maksimal 1 (satu) kilometer;
d. jarak pemberhentian angkutan umum lebih
dari 5 (lima) kilometer;
e. jarak pemberhentian angkutan umum ke sekolah paling jauh maksimal 1 (satu)
kilometer;
f. jarak dari pemberhentian angkutan umum ke sekolah paling jauh maksimal 1 (satu)
kilometer.
Dalam Kajian Rute Aman Selamat Sekolah
(RASS) di Kota Kediri (Yogi Arisandi dkk, 2015) diketahui bahwa jumlah pejalan kaki relatif besar
dan kecepatan kendaraan relatif tinggi serta sepeda
motor merupakan moda yang paling digunakan untuk berangkat dan pulang sekolah. Maka untuk
pendestrian semua zona pendidikan memerlukan
pelican crossing, selain hal tersebut sebenarnya
rute angkutan umum telah melayani semua zona pendidikan, tetapi keberadaan angkutan umum
kurang dimanfaatkan, karena mayoritas lebih banyak
menggunakan kendaraan pribadi.
Kajian Rute Aman Selamat Sekolah di Kota
Cimahi (Yok Suprobo dkk, 2015) diketahui bahwa
moda yang digunakan oleh sebagian besar siswa
sekolah di Kota Cimahi adalah pengguna angkutan umum sebesar 34%, diantar dengan menggunakan
sepeda motor 39%, berjalan kaki 13%, dan diantar
dengan mobil 7%. Dari pengamatann lima zona RASS di Kota Cimahi semuanya telah terlayani
angkutan umum, namun pelayanan angkutan umum
tidak hanya dilihat pada faktor keberadaanya atau ketersediaannya, tetapi lebih memperhatikan faktor
kecepatan perjalanan, frekuensi perjalanan dan tarif
yang di keluarkan.
Berdasarkan Peraturan Dir ektur Jendera l Perhubungan Darat Nomor: SK.1304/AJ. 403/DJPD/
2014 tentang Zona Selamat Sekolah, definisi Zona
Selamat Sekolah (ZoSS) adalah pengendalian
kegiatan lalu lintas melalui pengaturan kecepatan dengan penempatan marka dan rambu pada ruas
jalan di lingkungan sekolah yang bertujuan untuk
mencegah terjadi kecelakaan sebagai upaya menjamin keselamatan anak di sekolah. ZoSS
merupakan bagian dari kegiatan manajemen dan
rekayasa lalu lintas berupa pengendalian lalu lintas
dan penggunaan suatu ruas jalan di lingkungan sekolah (PAUD, TK, SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/
SMK/MA).
ZoSS ditetapkan berdasarkan ketentuan berikut:
1. jumlah lajur paling banyak 4 (empat) lajur;
2. tidak tersedia jembatan penyeberangan orang;
dan
3. Sekolah yang mempunyai akses langsung ke jalan yang memiliki siswa di atas 50 (lima
puluh) siswa.
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten Ngawi, Fedrickson Haradongan 121
ZoSS diklasifikasikan berdasarkan letak sekolah,
yang terdiri dari:
1. ZoSS tungga l merupakan ZoSS yang ditetapkan untuk 1 (satu) sekolah di suatu lokasi.
2. ZoSS jamak merupakan ZoSS yang ditetapkan
untuk 2 (dua) atau lebih sekolah yang lokasinya berdekatan. ZoSS jamak dipasang dengan
ketentuan :
a. zebra cross dipasang di setiap pintu/akses
masuk sekolah. Dalam hal jarak antara akses pintu masuk sekolah dengan sekolah
lainnya kurang dari 50 (lima puluh) meter,
maka zebra cross digabung menjadi satu.
b. jarak terluar ZoSS diukur dari sekolah
yang paling terluar.
Fasilitas perlengkapan jalan pada ZoSS berupa
marka dan rambu sebagai berikut:
1. Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di
permukaan atau di atas permukaan jalan
yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang,
garis serong, serta lambang yang berfungsi
untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.
Marka jalan terdiri dari:
a. marka jalan berwarna putih menyatakan
bahwa pengguna jalan wajib mengikuti perintah atau larangan sesuai dengan
bentuknya;
b. marka jalan berwarna kuning menyatakan
bahwa pengguna jalan dilarang berhenti pada area tersebut;
c. marka jalan berwarna merah menyatakan
keperluan atau tanda khusus.
2. Rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan
jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi
sebagai peringatan, larangan, perintah, atau
petunjuk bagi pengguna jalan.
a. rambu peringatan diguna kan untuk memberi peringatan kemungkinan ada
bahaya di jalan atau tempat berbahaya
pada jalan dan menginformasikan tentang sifat bahaya;
b. r ambu la rangan d igu na kan untuk
menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pengguna jalan;
c. rambu petunju k d igu nakan untuk
memandu pengguna jalan saat melakukan
perjalanan a tau untuk memb er ikan informasi lain kepada pengguna jalan.
Dalam kondisi tertentu, ZoSS dapat dilengkapi
dengan fasilitas perlengkapan jalan, antara lain alat
pemberi isyarat lalu lintas, halte, dan fasilitas pejalan kaki.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dilaksanakannya penelitian ini adalah pada zona pendidikan di Kabupaten Ngawi yang terbagi
dalam 3 zona, yaitu zona pendidikan 1, Jln. Raya
Ngawi - Madiun, zona pendidikan 2, Jln. Raya
Ngawi - Solo, zona pendidikan 3, Jln. Yos Sudarso, Jln. Jaksa Agung Suprapto, Jln. Teuku Umar, Jln.
Ronggowarsito. Data yang diperlukan meliputi data
primer dan data sekunder. Untuk teknik pengambilan data primer dilakukan dengan pengamatan dan
survei langsung dilapangan, sementara untuk data
sekunder didapat dengan mendatangi instansi terkait.
Secara sederhana metode penelitian ini terdiri atas beberapa bagian yaitu:
1. Metode analisis MKJI, 1997, digunakan untuk
menghitung derajat kejenuhan pada suatu ruas jalan. Derajat kejenuhan dihitung berdasarkan
volume kendaraan dibagi dengan kapasitas.
a. Kapasitas
Kapasitas didefinisikan sebagai arus
maksimum melalui suatu titik di jalan
yang dapat dipertahankan per satuan jam
pada kondisi tertentu. Persamaan dasar
untuk menentukan kapasitas adalah:
...... (1)
.............. (2)
dimana:
C : kapasitas
C : kapasitas
WE : lebar masuk rata-rata
WW : lebar jalinan
LW : panjang jalinan
PW : rasio jalinan
FCS : faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU : faktor penyesuaian tipe lingkungan,
hambatan samping, dan kendaraan
tak bermotor
b. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai
rasio arus terhadap kapasitas digunakan
sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan.
Derajat kejenuhan biasa disebut Degree
of Saturation (DS) atau V/C (V/C Ratio).
Derajat kejenuhan dihitung menggunakan arus dan kapasitas dinyatakan dalam smp/
jam.
122 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 119-132
......................................... (3)
dimana:
DS : Derajat kejenuhan Q : Arus lalu lintas total
C : Kapasitas
2. Metode analisis cross tab digunakan untuk membandingkan dan melihat adanya suatu pola
hubungan antara dua variabel yang berbeda.
Dalam penelitian ini, metode analisis cross
tab dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jarak rumah ke sekolah dengan moda
yang digunakan.
3. Metode analisis pedestrian digunakan untuk menentukan fasilitas penyeberangan apakah
yang harus digunakan. Fasilitas penyeberangan
pejalan kaki erat kaitannya dengan trotoar, maka fasilitas penyeberangan pejalan kaki
dapat berupa perpanjangan trotoar. Untuk
penyeberangan, dapat berupa zebra cross atau
pelican crossing.
4. Metode analisis deskriptif adalah suatu metode
dalam meneliti suatu obyek dengan tujuan
membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005). Metode ini digunakan untuk menggambarkan kondisi
angkutan umum di Kabupaten Ngawi saat ini.
Kondisi angkutan umum yang dimaksud adalah
rute pelayanan angkutan umum terhadap lokasi zona pendidikan. Oleh karena itu, dapat
diketahui apakah rute angkutan umum saat ini
telah melayani zona-zona pendidikan atau belum melayani zona-zona pendidikan tersebut.
5. Metode survei yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Survei lokasi sekolah, dilakukan dengan
pengamatan langsung di lapangan dengan
menyusur i ja lan pada zona -zona pendidikan.
b. Survei inventarisasi jalan, dilakukan
dengan pengamatan di lapangan dengan
menyusur i ja lan pada zona -zona pendidikan.
c. Survei penyebaran kuesioner kepada
pelajar, dilakukan dengan menyebar kuesioner ke sekolah dengan responden
sebanyak 150 responden. Penentuan
jumlah responden berdasarkan pernyataan sebagai berikut:
1) Penentuan jumlah sampel oleh
Roscoe dalam Sugiyono (2010) yang
menyebutkan bahwa:
“Ukuran sampel yang layak dalam
penelitian adalah antara 30 sampai
dengan 500”.
2) Panduan penentuan sampel oleh Gay
dan Diehl (1992), yang menyebutkan
bahwa:
“Ukuran sampel lebih dari 30 dan
kurang dari 500 adalah tepat
untuk kebanyakan penelitian”.
d. Survei traffic counting untuk kendaraan,
dilakukan pada ruas-ruas jalan pada
zona pendidikan pada pukul 06.00 s.d.
07.00. Penentuan waktu tersebut dilakukan berdasarkan jam masuk sekolah adalah
pukul 07.00, sehingga pada pukul 06.00-
07.00 diharapkan dapat mengambil jumlah kendaraan pada per iode ja m sibuk
sebelum masuk sekolah sampai dengan
masuk sekolah.
e. Survei traffic counting untuk pejalan kaki, dilakukan pada titik-titik lokasi sekolah.
Survei ini dilakukan untuk mendapatkan
jumlah pejalan kaki, baik yang menyusuri jalan maupun yang menyeberang jalan.
f. Survei spot speed untuk kenda raan
bermotor, dilakukan dengan alat speed gun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Zona Pendidikan
Zona pendidikan yang ditetapkan sebagai lokasi
penelitian antara lain:
1. Zona Pendidikan 1
Zona pendid ikan 1 meliputi Jl. Yos
Sudarso (SDN Margomulyo 1), Jl. PB. Sudirman SDN Margomulyo 2), Jl. Suryo,
Jl. Ronggo Warsito (SDN Karang Tengah
4, SMP N 1), Jl. Basuki Rachmat (SDN Muha mmadiyah), Jl. Jaksa Agu ng
Suprapto (SMPN 2), Jl. A. Yani (SMAN
2 Ngawi).
2. Zona Pendidikan 2
Zona pendidikan 1 meliputi Jl. Ngawi - Geneng (SMK PGRI 6).
3. Zona Pendidikan 3
Zona pendidikan 1 meliputi Jl. Ngawi-
Solo (SMP N 3).
B. Volume Lalu Lintas
Berdasarkan survei yang telah dilakukan, dapat
diketahui bahwa volume lalu lintas pada ruas
jalan per arah.
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten Ngawi, Fedrickson Haradongan 123
Tabel 1.
Hasil Survei Volume Lalu Lintas (06.00-07.00)
Arah Kend
(LV)
SMP
(1)
Kend
(HV)
SMP
(1.2)
Kend
(MC)
SMP
(0.3)
Kend
(UM)
SMP
(0.8)
Arus total
Kend SMP
1. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Ngawi - Geneng)
U – S 109 109 49 58,8 525 157,5 33 26,4 716 351,7
S – U 129 129 21 25,2 688 206,4 37 29,6 875 390,2
2. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. A. Yani)
S – U 105 105 145 174 551 165,3 28 22,4 829 466,7
U – S 128 128 30 36 1023 306,9 27 21,6 1208 492,5
3. Jl. Ngawi - Solo (Jl. PB. Sudirman)
T – B 119 119 41 49,2 622 186,6 25 20 807 374,8
B – T 193 193 24 28,8 735 220,5 25 20 977 462,3
4. Jl. Ngawi - Solo (Jl. Suryo)
T – B 112 112 17 20,4 460 138 28 22,4 617 292,8
B – T 91 91 30 36 670 201 55 44 846 372
5. Jl. Ngawi Solo (SMPN 3)
T – B 105 105 145 174 551 165,3 28 22,4 829 466,7
B – T 94 94 118 141,6 675 202,5 39 31,2 926 469,3
6. Jl. Basuki Rachmat
B – T 98 98 35 42 845 253,5 58 46,4 1036 439,9
T – B 227 227 35 42 1059 317,7 32 25,6 1353 612,3
7. Jl. Ngawi Madiun (Jl. Yos Sudarso)
S – U 332 332 2 2,4 1230 369 176 140,8 1740 844,8
U – S 193 193 24 28,8 735 220,5 25 20 977 462,3
8. Jl. Jaksa Agung Suprapto (SMPN 2)
U – S 132 132 3 3,6 995 298,5 42 33,6 1172 467,7
S – U 167 167 4 4,8 1101 330,3 42 33,6 1314 535,7
9. Jl. Ronggo Warsito (SMPN 1)
S – U 67 67 0 0 685 205,5 133 106,4 885 378,9
U – S 56 56 1 1,2 696 208,8 185 148 938 414
Sumber: Hasil Survei Bersama Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi, 2016, diolah
C. Kapasitas Jalan
Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas
ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi
dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak
lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas
ditentukan per lajur. Kapasitas dinyatakan
dalam satuan mobil penumpang (smp).
Tabel 2.
Kapasitas Jalan di Kabupaten Ngawi
No. Nama Ruas Jalan Kapasitas
(SMP)
1. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Ngawi - Geneng) 2181,89
2. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. A. Yani) 1283,1
3. Jl. Ngawi - Solo (Jl. PB. Sudirman) 1283,1
4. Jl. Ngawi - Solo (Jl. Suryo) 1206,11
5. Jl. Ngawi - Solo (SMPN 3) 2921,182
6. Jl. Basuki Rachmat 3411,044
7. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Yos Sudarso) 1308,762
8. Jl. Jaksa Agung Suprapto (SMPN 2) 2859,029
9. Jl. Ronggo Warsito (SMPN 1) 2859,029
Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi, 2016, diolah
124 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 119-132
D. V/C Ratio
Untuk mendapatkan V/C ratio dibutuhkan
perhitungan volume lalu lintas dibagi dengan kapasitas jalan. V/C ratio dalam hal ini adalah
V/C ratio pada pukul 06.00-07.00 pagi, dimana
pada waktu tersebut adalah waktu bagi anak-anak sekolah masuk sekolah.
Berdasarkan hasil perhitungan V/C ratio,
didapatkan bahwa terdapat beberapa ruas jalan
memiliki V/C ratio di atas 0,5 dan di bawah 0,5. Ruas jalan yang memiliki V/C ratio sangat
tinggi adalah Jl. Yos Sudarso, yaitu 0,93, Jl.
Ahmad Yani sebesar 0,67, dan Jl. PB. Sudirman sebesar 0,59. Jalan Yos Sudarso merupakan
akses masuk ke pusat kota sehingga arus masuk
kendaraan cukup padat pada ruas jalan tersebut.
Selain itu, mobil dan motor pengantar juga
menurunkan siswa di pinggir jalan Yos Sudarso. Jl. Ngawi - Geneng, Jl. Suryo, Jl. Ngawi - Solo,
Jl. Basuki Rachmat, Jl. Jaksa Agung Suprapto,
Jl. Ronggo Warsito masing-masing memiliki V/C ratio sebesar 0,31, 0,49, 0,29, 0,28, 0,31
dan 0,25. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa
tingkat pelayanan ruas jalan untuk keenam
jalan tersebut sesuai KM 14 Tahun 2006 adalah A. Tingkat pelayanan A menandakan bahwa
arus lalu lintas bebas dan kecepatan kendaraan
relatif tinggi. Namun, untuk Jl. Yos Sudarso, Jl. Ahmad Yani, dan Jl. PB. Sudirman perlu
mendapatkan perhatian pada jam sibuk (peak
hours).
Tabel 3.
V/C Ratio
No. Nama Ruas Jalan Volume Lalu Lintas
(smp)
Kapasitas
Jalan V/C
1. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Ngawi - Geneng) 351.7 + 390.2 = 741.9 2181,89 0,34
2. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. A. Yani) 466.7 + 492.5 = 959.2 1283,1 0,74
3. Jl. Ngawi - Solo (Jl. PB. Sudirman) 374.8 + 462.3= 837.1 1283,1 0,65
4. Jl. Ngawi - Solo (Jl. Suryo) 292.8 + 372 = 664.8 1206,11 0,55
5. Jl. Ngawi - Solo (SMPN 3) 466.7 + 469.3= 936 2921,182 0,32
6. Jl. Basuki Rachmat (SDN Muhammadiyah) 439.9 + 612.7 = 1052.6 3411,044 0,30
7. Jl. Ngawi – Madiun (Jl. Yos Sudarso) 844.8 + 462.3 = 1307.1 1308,762 0,99
8. Jl. Jaksa Agung Suprapto (SMPN 2) 467.7 + 535.7 = 1003.4 2859,029 0,35
9. Jl. Ronggo Warsito (SMPN 1) 378.9 + 414 = 792.9 2859,029 0,28
Sumber: Hasil Analisis, 2016
E. Survei Pejalan Kaki
Berdasarkan hasil survei pejalan kaki (Tabel 4) diketahui bahwa jumlah pejalan kaki terbesar
yang menyeberang dan menyusuri terdapat di
Jl. Ronggo Warsito sebanyak 399 orang
penyeberang dan 506 orang penyusur. Jumlah penyeberang dan penyusur jalan yang tinggi
berada pada zona pendidikan 1.
Tabel 4.
Hasil Survei Pejalan Kaki (06.00 WIB-07.00WIB)
No. Ruas Jalan Pejalan Kaki (orang)
Menyeberang Menyusuri
1. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Ngawi - Geneng)
U – S 182 266
S – U
2. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. A. Yani)
S – U 7 14
U – S
3. Jl. Ngawi - Solo (Jl. PB. Sudirman)
T – B 12 62
B – T
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten Ngawi, Fedrickson Haradongan 125
No. Ruas Jalan Pejalan Kaki (orang)
Menyeberang Menyusuri
4. Jl. Ngawi - Solo (Jl. Suryo)
T – B 80 86
B – T
5. Jl. Ngawi - Solo (SMPN 3)
T – B 23 59
B – T
6. Jl. Basuki Rachmat(SDN Muhammadiyah)
B – T 42 289
T – B
7. Jl. Ngawi – Madiun (Jl. Yos Sudarso)
S – U 43 379
U – S
8. Jl. Jaksa Agung Suprapto (SMPN 2)
U – S 102 221
S – U
9. Jl. Ronggo Warsito (SMPN 1)
S – U 399 506
U – S
Sumber: Hasil Survei Bersama Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi, 2016, diolah
F. Survei Kecepatan Kendaraan
Berdasarkan hasil survei kecepatan kendaraan (Tabel 5), dapat diketahui bahwa kecepatan
rata-rata kendaraan relatif sedang. Untuk sepeda
motor, rata-rata kecepatannya berkisar antara
27-58 km/jam dan untuk mobil rata-rata kecepatannya berkisar antara 11- 60 km/jam.
Kecepatan rata-rata tertinggi terdapat pada ruas
Jl. Ngawi-Geneng dari arah selatan ke utara,
yaitu dari Madiun menuju Ngawi dengan kecepatan rata-rata sepeda motor adalah 58,9
km/jam dan kecepatan rata-rata mobil adalah
60,7 km/jam dengan arah yang sama. Hal
tersebut dapat terjadi karena Jl. Ngawi-Geneng adalah jalan nasional yang menghubungkan
Kota Madiun ke Ngawi dan arah sebaliknya.
Tabel 5.
Hasil Survei Rata-Rata Kecepatan Kendaraan
No. Lokasi Kecepatan Rata-Rata (km/jam)
Sepeda Motor Mobil
1. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Ngawi - Geneng)
U – S 57,8 60,7
S – U 58,9 59,3
2. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. A. Yani)
S – U 54,5 49,63
U – S 55,9 51.28
3. Jl. Ngawi - Solo (Jl. PB. Sudirman)
T – B 54,57 48,13
B – T 56,33 49,82
126 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 119-132
No. Lokasi Kecepatan Rata-Rata (km/jam)
Sepeda Motor Mobil
4. Jl. Ngawi - Solo (Jl. Suryo)
T – B 55,6 54,9
B – T 57,8 41,9
5. Jl. Ngawi - Solo (SMPN 3)
T – B 53,9 48,27
B – T 56,9 50,83
6. Jl. Basuki Rachmat
B – T 47,5 43,9
T – B 45,8 44,5
7. Jl. Ngawi – Madiun (Jl. Yos Sudarso)
S – U 27,5 18,57
U – S 28,2 11,11
8. Jl. Jaksa Agung Suprapto (SMPN 2)
U – S 42,47 45,17
S – U 45,6 40,13
9. Jl. Ronggo Warsito (SMPN 1)
S – U 34,83 31,29
U – S 36,19 35,78
Sumber: Hasil Survei Bersama Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi, 2016, diolah
Berdasarkan hasil V/C ratio, survei pejalan kaki, dan survei kecepatan kendaraan maka
masing-masing ruas jalan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Jl. Ngawi-Geneng
Jl. Ngawi-Geneng mempunyai 2 lajur 2
arah tanpa median dengan V/C ratio pada pukul 06.00 WIB-07.00 WIB pagi adalah
0,34. V/C ratio tersebut menandakan
bahwa tingkat pelayanan Jl. Ngawi-Geneng ada lah A. Dengan tingkat
pelayanan tersebut, maka Jl. Ngawi-
Geneng memiliki arus lalu lintas bebas dengan kecepatan kendaraan relatif tinggi.
Hal tersebut dibuktikan dengan kecepatan
rata-rata tertinggi adalah 60,7 km/jam.
Pada ruas jalan tersebut, pejalan kaki yang menyeberang juga sangat tinggi, yaitu 182
orang dalam kurun waktu 1 jam. Oleh
karena itu, Zona Selamat Sekolah (ZoSS) wajib dipasang pada ruas Jl. Ngawi-
Geneng. Pemasangan ZoSS pada zona
pendidikan 1 Jl. Ngawi-Geneng dengan
pertimbangan kepadatan arus lalu lintas dan di lokasi tersebut terdapat sekolah,
yaitu SMK PGRI 6.
2. Jl. A. Yani
Jl. A. Yani memiliki 2 lajur 2 arah tanpa
median dengan V/C ratio pada pukul
06.00 WIB-07.00 WIB pagi adalah 0,74. Dengan V/C ratio 0,74, maka tingkat
pelayanan Jl. A. Yani adalah B. Dengan
tingkat pelayanan tersebut, maka Jl. A. Yani memiliki arus lalu lintas bebas
dengan kecepatan kendaraan arus stabil.
Hal tersebut dibuktikan dengan kecepatan rata-rata tertinggi adalah 55,9 km/jam.
Pada ruas jalan tersebut, pejalan kaki yang
menyeberang merupakan yang terendah
diantara lokasi penelitian yang lain, yaitu 7 orang dan menyusuri 14 orang dalam
kurun waktu 1 jam. Namun, ruas jalan ini
tetap memerlukan ZoSS karena ruas Jl. A. Yani memiliki kecepatan kendaraan
rata-rata relaitf tinggi. Apabila tidak
disediakan ZoSS, maka risiko kecelakaan fatal akan sangat tinggi. Oleh karena itu,
ZoSS perlu dipasang pada ruas Jl. A. Yani.
3. Jl. PB. Sudirman
Jl. PB. Sudirman mempunyai 2 lajur 2
arah tanpa median dengan V/C ratio pada
pukul 06.00 WIB-07.00 WIB pagi adalah 0,65. Dengan V/C ratio 0,65, maka tingkat
pelayanan Jl. PB. Sudirman adalah B.
Dengan tingkat pelayanan tersebut, maka Jl. PB. Sudirman memiliki arus lalu lintas
bebas dengan kecepatan kendaraan arus
stabil. Pada ruas jalan tersebut, pejalan
kaki yang menyeberang tidak terlalu tinggi,
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten Ngawi, Fedrickson Haradongan 127
yaitu 12 orang dalam kurun waktu 1 jam.
Namun, bukan berarti ruas jalan ini tidak
perlu ZoSS karena ruas Jl. PB. Sudirman memiliki kecepatan kendaraan rata-rata
relaitf tinggi, yaitu 56,33 km/jam. Apabila
tidak disediakan ZoSS, maka resiko kecelakaan fatal akan sanga t tinggi.
Oleh karena itu, ZoSS perlu dipasang pada
ruas Jl. PB. Sudirman.
4. Jl. Suryo
Jl. Suryo mempunyai 2 lajur 2 arah tanpa
median dengan V/C ratio pada pukul
06.00 WIB-07.00 WIB pagi adalah 0,55. Dengan V/C ratio 0,55, maka tingkat
pelayanan Jl. Suryo adalah A. Dengan
tingkat pelayanan tersebut, maka Jl. Suryo
memiliki arus lalu lintas bebas dengan kecepatan kendaraan relatif tinggi. Hal
tersebut dibuktikan dengan kecepatan
rata-rata tertinggi adalah 57,8 km/jam. Pada ruas jalan tersebut, pejalan kaki yang
menyeberang cukup tinggi, yaitu 80 orang
dalam kurun waktu 1 jam. Namun bukan berarti ruas jalan ini tidak perlu ZoSS
karena pada ruas jalan ini terdapat 1
sekolah, yaitu TK Garuda. Oleh karena
itu, ZoSS dapat dipasang pada ruas Jl. Suryo.
5. Jl.Ngawi - Solo
Jl. Ngawi-Solo mempunyai 2 lajur 2 arah
tanpa median dengan V/C ratio pada pukul
06.00 WIB-07.00 WIB pagi adalah 0,32. Dengan V/C ratio 0,32, maka tingkat
pelayanan Jl. Ngawi-Solo adalah A.
Dengan tingkat pelayanan tersebut, maka
Jl.Ngawi-Solo memiliki arus lalu lintas bebas dengan kecepatan kendaraan relatif
tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan
kecepatan rata-rata tertinggi adalah 56,9 km/jam. Pada ruas jalan tersebut, pejalan
kaki yang menyeberang tidak terlalu tinggi,
yaitu 23orang dan menyusuri sebanyak 59 orang dalam 1 jam. Namun pada ruas
jalan ini tetap memerlukan ZoSS karena
pada ruas jalan ini terdapat SMPN 1
Ngawi. Oleh karena itu, ZoSS dapat dipasang pada ruas Jl. Ngawi-Solo.
6. Jl. Basuki Rachmat
Jl. Basuki Rachmat mempunyai 2 lajur 2
arah tanpa median dengan V/C ratio pada
pukul 06.00 WIB-07.00 WIB pagi adalah 0,30. Dengan V/C ratio 0,30, maka tingkat
pelayanan Jl. Basuki Rachmat adalah A.
Dengan tingkat pelayanan tersebut, maka
Jl. Basuki Rachmat memiliki arus lalu
lintas bebas dengan kecepatan kendaraan
relatif tinggi. Hal tersebut dibuktikan
dengan kecepatan rata-rata tertinggi adalah 47,5 km/jam. Pada ruas jalan tersebut,
pejalan kaki yang menyeberang cukup
tinggi, yaitu 42 orang dan menyusuri sebanyak 289 orang dalam kurun waktu
1 jam. Oleh karena itu, ZoSS dapat
dipasang pada ruas Jl. Basuki Rachmat
dengan pertimbangan kepadatan arus lalu lintas dan di lokasi tersebut terdapat
sekolah, yaitu SDN Muhammadiyah.
7. Jl. Yos Sudarso
Jl. Yos Sudarso memiliki 2 lajur 2 arah
tanpa median dengan V/C ratio pada pukul 06.00 WIB-07.00 WIB pagi adalah 0,99.
Dengan V/C ratio 0,99, maka tingkat
pelayanan Jl. Yos Sudarso adalah F. Dengan tingkat pelayanan tersebut, maka
Jl. Yos Sudarso memiliki arus lalu lintas
tidak stabil, kecepatan rendah, dan volume
mendekati kapasitas. Hal ini dibuktikan dengan kecepatan rata-rata tertinggi adalah
48,2 km/jam. Pada ruas jalan ini pejalan
kaki yang menyeberang tidak terlalu tinggi, yaitu 43 orang dan menyusuri 379 orang
dalam kurun waktu 1 jam. Namun, ruas
jalan ini tetap memerlukan ZoSS karena ruas Jl. Yos Sudarso memiliki kecepatan
kendaraan rata-rata relatif tinggi. Apabila
tidak disediakan ZoSS, maka risiko
kecelakaan fatal akan sangat tinggi. Oleh karena itu ZoSS perlu dipasang pada ruas
Jl. Yos Sudarso.
8. Jl. Jaksa Agung Suprapto
Jl. Jaksa Agung Suprapto mempunyai 2
lajur 2 arah tanpa median dengan V/C ratio pada pukul 06.00 WIB-07.00 WIB
pagi adalah 0,35. Dengan V/C ratio 0,35,
maka tingkat pelayanan Jl. Jaksa Agung Suprapto adalah A. Dengan tingkat
pelayanan tersebut, maka Jl. Jaksa Agung
Suprapto memiliki arus lalu lintas bebas
dengan kecepatan kendaraan relatif tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan kecepatan
rata-rata tertinggi adalah 45,6 km/jam.
Pada ruas jalan tersebut, pejalan kaki yang menyeberang tidak terlalu tinggi, yaitu
102 orang dan menyusuri sebanyak 221
orang dalam kurun waktu 1 jam. Namun pada ruas jalan ini tetap memerlukan ZoSS
karena pada ruas jalan ini terdapat SMPN
2 Ngawi. Oleh karena itu ZoSS dapat
dipasang pada ruas Jl. Jaksa Agung Suprapto.
128 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 119-132
9. Jl. Ronggo Warsito
Jl. Ronggo Warsito memiliki 2 lajur 2 arah tanpa median dengan V/C ratio pada pukul 06.00 WIB-07.00 WIB pagi adalah 0,28. Dengan V/C ratio 0,28 maka tingkat pelayanan Jl. Ronggo Warsito adalah A. Dengan tingkat pelayanan tersebut, maka Jl. Ronggo Warsito memiliki arus lalu lintas memiliki arus lalu lintas bebas dengan kecepatan kendaraan relatif tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan kecepatan rata-rata tertinggi adalah 48,2 km/jam. Pada ruas jalan tersebut, pejalan kaki yang menyeberang tidak terlalu tinggi, yaitu 399 orang dan menyusuri 506 orang dalam kurun waktu 1 jam. Namun, ruas jalan ini tetap memerlukan ZoSS karena ruas Jl. Ronggo Warsito memiliki kecepatan kendaraan rata-rata relatif tinggi dan terdapat sekolah SDN Karang Tengah 3, 4, dan 5 serta SMPN 1 Ngawi. Apabila tidak disediakan ZoSS, maka risiko kecelakaan fatal akan sangat tinggi. Oleh karena itu ZoSS perlu dipasang pada ruas Jl. Ronggo Warsito.
G. Usulan Penerapan ZoSS
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka perlu untuk menerapkan ZoSS pada semua ruas jalan pada lokasi penelitian. Ruas-ruas jalan tersebut dikelompokkan menjadi 3 zona pendidikan. Secara singkat, rencana penerapan ZoSS pada masing-masing zona pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Zona Pendidikan 1
Pada zona pendidikan 1 terdapat 6 ruas
jalan, yaitu J l . Yos Suda r so (SDN Margomulyo 1), Jl. PB. Sudirman (SDN
Margomulyo 2), Jl. Suryo (TK Garuda),
Jl. Ronggo Warsito (SDN Karang Tengah 3, 4, dan 5, SMPN 1), Jl. Basuki Rachmat
(SDN Muhammadiyah, SMPN 3 Ngawi),
Jl. Jaksa Agung Suprapto (SMPN 2), dan
Jl. A. Yani (SMAN 2 Ngawi).
Pada ruas Jl. Yos Sudarso direncanakan
ZoSS tunggal karena hanya terdapat 1
sekolah, yaitu SDN Margomulyo 1. Pada ruas Jl. PB. Sudirman juga akan dibuat
ZoSS tunggal untuk satu sekolah saja,
yaitu SDN Margomulyo 2. Begitu juga
pada ruas Jl. Suryo, Jl. Basuki Rachmat, Jl. Jaksa Agung Suprapto, Jl. A. Yani
dibuat ZoSS tunggal karena hanya
terdapat masing-masing satu sekolah pada ruas jalan tersebut, yaitu SMAN 1 Ngawi,
SDN Muhammadiyah, SMPN 2, dan
SMAN 2 Ngawi.
Pada Jl. Ronggo Warsito rencana dibuat
ZoSS jamak karena terdapat 4 lokasi
sekolah yang berdekatan, yaitu SDN Karangtengah 3, 4, 5, dan SMPN 1 Ngawi.
Dalam rencana ZoSS akan dibuat fasilitas
penyeberangan berupa zebra cross. Pada ruas jalan ini juga terdapat satu sekolah
lagi, yaitu SMKN 1, namun lokasi sekolah
tepat berada pada simpang. Oleh karena
itu, SMKN 1 tidak membutuhkan ZoSS dan pergerakan menyeberang jalan dapat
mengikuti APILL (Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas) di simpang.
2. Zona Pendidikan 2
Pada zona pendidikan 2, terdapat 1 ruas
jalan, yaitu Jl. Ngawi - Geneng. Pada ruas
jalan tersebut direncanakan ZoSS tunggal karena hanya terdapat 1 sekolah, yaitu
SMK PGRI 6.
3. Zona Pendidikan 3
Zona pendidikan 3 meliputi Jl. Ngawi -
Solo, direncanakan ZoSS tunggal karena
hanya terdapat 1 sekolah, yaitu SMPN 3.
H. Fasilitas Pedestrian
Keberadaan ruang terbuka seperti pedestrian di
badan jalan sangat penting bagi mobilitas warga
kota. Suatu jalur pedestrian harus memberikan keleluasaan ruang gerak serta lingkungan
yang bebas dari konflik dengan lalu lintas bagi
aktivitas pejalan kaki. Dengan demikian, maka keadaan tersebut akan menciptakan pergerakan
yang lancar dan nyaman bagi pejalan kaki.
Penentuan desain pedestrian yang ada di setiap kota didasarkan pada jumlah orang yang
menyeberang jalan dan jumlah kendaraan yang
melintas.
Jika ditinjau berdasarkan keberadaan fasilitas pedestrian, maka semua zona pendidikan pada
lokasi penelitian di Kabupaten Ngawi telah
memiliki jalur pedestrian berupa trotoar. Namun, fasilitas penyeberangan pada kondisi
eksisting hanya berupa zebra cross. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini dilakukan
analisis pedestrian guna mengetahui fasilitas penyeberangan pada kondisi eksisting masih
dapat digunakan atau perlu ditingkatkan dengan
penambahan fasilitas berupa pelican crossing. Analisis tersebut dilakukan dengan menghitung
jumlah pejalan kaki yang menyeberang (dalam
jarak 100 meter) dikalikan dengan jumlah kendaraan bermotor kuadrat (PV
2).
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten Ngawi, Fedrickson Haradongan 129
Tabel 5.
Analisis Pedestrian
No. Titik Pengamatan P
(Penyebrang)
Jumlah
Kendaraan
Bermotor
PV2 Rekomendasi
1. Zona Pendidikan 1
a. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Yos
Sudarso) 43 2717 3,17 x 108
Pelican dengan lapak
tunggu
b. Jl. Ngawi - Solo (Jl. PB.
Sudirman) 120 1784 3,81 x 108
Pelican dengan lapak
tunggu
c. Jl. Ngawi - Solo (Jl. Suryo) 80 1463 1,71 x 108 Pelican Crossing
d. Jl. Ronggo Warsito (SMPN 1) 399 1823 13,26 x 108 Pelican dengan lapak
tunggu
e. Jl. Basuki Rachmat 42 2389 2,39 x 108 Pelican dengan lapak
tunggu
f. Jl. Jaksa Agung Suprapto
(SMPN 2) 102 2486 6,3 x 108
Pelican dengan lapak
tunggu
2. Zona Pendidikan 2
a. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Ngawi
- Geneng) 182 1591 4,6 x 108
Pelican dengan lapak
tunggu
b. Jl. Ngawi - Madiun (Jl. A.
Yani) 70 2037 2,9 x 108
Pelican dengan lapak
tunggu
3. Zona Pendidikan 3
Jl. Ngawi - Solo (SMPN 3) 230 1755 7,08 x 108 Pelican dengan lapak
tunggu Sumber: Hasil Analisis, 2016
Berdasarkan rekap hasil analisis pedestrian
yang telah dilakukan, maka dapat dijelaskan
secara singkat masing-masing rekomendasi pada setiap zona pendidikan sebagai berikut:
1. Zona Pendidikan 1
Zona pendidikan 1 terdapat enam ruas
jalan, yaitu Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Yos
Sudarso), Jl. Ngawi - Solo (Jl. PB. Sudirman), Jl. Ngawi - Solo (Jl. Suryo),
Jl. Ronggo Warsito, Jl. Basuki Rachmat,
dan Jl. Jaksa Agung Suprapto. Pada zona pendidikan 1 tersebut mayoritas
membutuhkan fasilitas penyeberangan
berupa pelican crossing dengan lapak tunggu. Hal tersebut direkomendasikan
karena terdapat sangat banyak jumlah
penyeb erang ja lan dan kendaraan
bermotor yang melintas.
Pada kondisi eksisting, ruas jalan pada
zona pendidikan 1 memiliki lebar jalan
yang cukup sesuai jika diberikan lapak
tunggu. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi, lebar
jalur efektif pada Jl. Ngawi - Madiun (Jl.
Yos Sudarso) adalah 7 meter, Jl. Ngawi - Solo (Jl. PB. Sudirman) adalah 7 meter,
Jl. Ngawi - Solo (Jl. Suryo) adalah meter,
Jl. Ronggo Warsito adalah meter, Jl.
Basuki Rachmat adalah 7 meter, dan Jl.
Jaksa Agung Suprapto adalah 6 meter.
Apabila diberikan lapak tunggu, cukup diberikan lapak tunggu berupa median
dengan lebar 1 meter. Lapak tunggu
berupa median tersebut juga dapat
digunakan sebagai pemisah arus lalu lintas dua arah.
Lapak tunggu berupa median diberikan
karena pada Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Yos Sudarso), Jl. Ngawi - Solo (Jl. PB.
Sudirman), Jl. Ngawi - Solo (Jl. Suryo),
Jl. Ronggo Warsito, Jl. Basuki Rachmat,
dan Jl. Jaksa Agung Suprapto terdapat banyak lokasi sekolah dan lokasi sekolah
tersebut terletak hampir disepanjang ruas
jalan. Lapak tunggu berupa median juga bisa digunakan sebagai penghijauan,
d ima na median d i depan sekolah
digunakan sebagai lapak tunggu dan median yang tidak terletak di depan
sekolah dapat diberikan tanaman.
2. Zona Pendidikan 2
Zona pendidikan 2 terdapat dua ruas jalan, yaitu Jl. Ngawi - Madiun (Jl. Ngawi -
Geneng) dan Jl. Ngawi - Madiun (Jl. A.
Yani). Zona pendidikan 2 membutuhkan fasilitas penyeberangan pelican crossing
130 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 119-132
dengan lapak tunggu. Rekomendasi ini
dikarenakan terdapat relatif banyak jumlah
penyeb erang ja lan dan kendaraan bermotor yang melintas.
3. Zona Pendidikan 3
Zona pendidikan 3 terdapat pada ruas Jl. Ngawi - Solo. Zona pendidikan 3 tersebut
membutuhkan fasilitas penyeberangan
pelican crossing dengan lapak tunggu.
Rekomendasi ini dikarenakan terdapat relatif banyak jumlah penyeberang jalan
dan kendaraan bermotor yang melintas.
Pada kondisi eksisting, ruas Jl. Ngawi - Solo memiliki lebar jalan yang cukup
sesuai jika diberikan lapak tunggu.
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan
Kabupaten Ngawi, lebar jalur efektif pada Jl. Ngawi - Solo adalah 6 meter. Apabila
diberikan lapak tunggu, cukup diberikan
lapak tunggu berupa median dengan lebar 1 meter. Lapak tunggu berupa median
tersebut juga dapat digunakan sebagai
pemisah arus lalu lintas dua arah. Lapak tunggu berupa median diberikan karena
pada Jl. Ngawi - Solo terdapat 4 lokasi
sekolah dan lokasi sekolah tersebut
terletak hampir disepanjang jalan tersebut. Lapak tunggu berupa median juga bisa
digunakan sebagai penghijauan, dimana
median didepan sekolah digunakan sebagai lapak tunggu dan median yang
tidak terletak di depan sekolah dapat
diberikan tanaman.
I. Alternatif Kendaraan Operasional Untuk
Anak Sekolah
1. Alternatif Angkot
Rencana trayek yang akan disubsidi
adalah trayek yang melintasi zona-zona
pendidikan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Trayek E (Rute Trayek Ngawi -
Pojok)
Pojok - Kersoharjo - Klitik - Terminal Ngawi - Jl. PB. Sudirman - Jl.
Untung Suropati (pp). Trayek E telah
melayani zona pendid ikan 1 di
Kabupaten Ngawi. Subsidi per angkot Rp. 69.120.000,- /tahun.
b. Trayek G (Rute Trayek Ngawi -
Geneng)
Terminal Ngawi - Jl. Untung Suropati - Jl. Diponegoro - Jl. J.A. Suprapto
- Jl. Hasnudin - Jl. A. Yani - Geneng
(pp). Trayek ini telah melayani zona pendidikan 2 di Kabupaten Ngawi.
Subsidi per angkot Rp. 69.120.000,-
per tahun.
c. Trayek H (Rute Trayek Ngawi - Kwadungan)
Terminal Ngawi - Jl. Untung Suropati
- Jl. Diponegoro - Jl. J.A. Suprapto - Jl. M.H. Thamrin - Jl. A. Yani - Jl.
Raya Madiun - Kasreman - Kedung -
Tirak - Kwadungan (PP). Trayek ini
telah melayani zona pendidikan 2 di Kabupaten Ngawi. Subsidi per
angkot Rp. 51.840.000,-/tahun.
d. Trayek I (Rute Trayek Ngawi - Trinil)
Terminal Ngawi - Jl. Untung Suropati
- Jl. Diponegoro - Jl. J.A. Suprapto -
Jl. DR. Soetomo - Jl. Ronggowarsito - Jl. Teuku Umar - Jl. Trunojoyo -
Jl. Barnadip - Jl. MT. Haryono - Jl.
Raya Solo - Trinil (pp). Trayek ini
telah melayani zona pendidikan 2 dan 3 di Kabupaten Ngawi. Subsidi
per angkot Rp. 51.840.000,-/tahun.
e. Trayek K (Rute Trayek Ngawi - Sidowayah)
Terminal Ngawi - Jl. Untung Suropati
- Jl. Dr. Wahidin - Jl. Trunojoyo - Jl. PB. Sudirman - Jl. Raya Solo -
Sidowayah (pp). Trayek ini telah
melayani zona pendidikan 3 di
Kabupaten Ngawi. Subsidi per angkot Rp. 69.120.000,- / tahun
2. Alternat i f Deng an Rencana Bus
Sekolah (Gambar 1.1)
a. Travel time A – C = 20 menit
Subsidi per bus Rp. 331.776.000,-
b. Travel time B – D = 20 menit Subsidi per bus Rp. 331.776.000,-
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten Ngawi, Fedrickson Haradongan 131
Gambar 1.
Rencana Trayek Bus Sekolah.
Keterangan: Rencana Trayek Bus Sekolah 1 (Zona 1 dan 3)
Rencana Trayek Bus Sekolah 2 (Zona 1 dan 2)
Rencana Lokasi Pool Bus Sekolah (A, B, C, dan D)
Dengan alternatif pengadaan bus sekolah
dapat direncanakan pembentukan rute
seperti Gambar 1. Dengan jumlah bus
sekolah per pool sebagai berikut: a. Pool A : 2 Unit
b. Pool B : 2 Unit
c. Pool C : 2 Unit
d. Pool D : 2 Unit
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis MKJI dapat diketahui
bahwa derajat kejenuhan pada ruas-ruas jalan pada
zona pendidikan rata-rata masih di bawah 0,5, hanya pada Jalan Ahmad Yani dan Jalan Sudirman
yang memiliki derajat kejenuhan masing-masing
0,67 dan 0,59. sehingga tingkat pelayanan pada ruas-ruas jalan pada zona pendidikan adalah A dan B.
Namun, berdasarkan hasil survei didapatkan jumlah
pejalan kaki relatif besar (rata-rata 98 orang) dan kecepatan kendaraan relatif tinggi (kecepatan rata
rata mobil 40 km/jam dan kecepatan rata-rata motor
49 km/jam). Oleh karena itu, sangat diperlukan Zona
Selamat Sekolah (ZoSS) guna mencegah terjadinya kecelakaan yang melibatkan pelajar sekolah.
Berdasarkan analisis cross tab diketahui bahwa
sepeda motor merupakan moda yang paling banyak
digunakan untuk berangkat dan pulang sekolah, baik pada jarak dekat, sedang, maupun jauh. Namun,
terdapat penggunaan moda sepeda untuk berangkat
dan pulang sekolah pada jarak dekat (jarak rumah
ke sekolah kurang dari 3 km) sebesar 6,8 %. Oleh
karena itu, jalur sepeda diperlukan guna melindungi pengguna sepeda dari kendaraan bermotor yang
melintasi jalan. Rencana jalur sepeda di daerah
Ngawi melewati Jl. Ronggowarsito, Jl. Teuku Umar, Jl. Jaksa Agung Suprapto, Jl. M.H Thamrin, Jl. Imam
Bonjol, Jl. Yos Sudarso, Jl. Basuki Rachmat, Jl. PB.
Sudirman, dan Jl. Ahmad Yani.
Berdasarkan analisis pedestrian diketahui bahwa
rata-rata semua zona pendidikan memerlukan
pelican crossing dengan lapak tunggu. Hanya pada
zona pendidikan 2 (jalan suryo) cukup diperlukan pelican crossing saja. Penggunaan lapak tunggu
lebih baik menggunakan median karena lokasi
sekolah terdapat di sepanjang ruas jalan. Lapak tunggu berupa median jalan tidak hanya dapat
digunakan sebagai lapak tunggu saja, namun dapat
juga digunakan sebagai penghijauan dengan memberikan tanaman.
Berdasarkan analisis deskriptif diketahui bahwa rute
angkutan umum sebenarnya telah melayani semua
zona pendidikan. Namun, keberadaan angkutan umum tersebut kurang dimanfaatkan karena
mayoritas lebih banyak menggunakan kendaraan
pribadi daripada angkutan umum.
Berdasarkan analisis simulasi subsidi angkutan umum dan bus sekolah dapat diketahui bahwa total subsidi 5 trayek per tahun = Rp. 1.451.520.000,-, (dengan asumsi tarif anak sekolahan yang semula Rp 3.000 menjadi gratis) atau terdapat alternatif
132 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 2, Juni 2017: 119-132
dengan pengadaan bus sekolah dengan total subsidi 2 trayek bus sekolah = Rp. 1.327.104.000,- (asumsi tarif anak sekolah gratis). Untuk jadwal berangkat dan pulang sekolah ditentukan pada interval waktu sebagai berikut: jam berangkat sekolah = 05.00 WIB - 06.30 WIB (1,5 jam) dan jam pulang sekolah = 13.00 WIB - 14.30 WIB (1,5 jam).
SARAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, Rute
Aman Selamat Sekolah membutuhkan jumlah pelican crossing dengan lapak tunggu yang relatif
banyak. Apabila terdapat anggaran yang terbatas,
maka fungsi pelican crossing tersebut dapat digantikan dengan petugas penyeberang jalan untuk
waktu masuk dan pulang sekolah. Petugas tersebut
dapat diambil dari lingkungan sekolah (misal:
petugas keamanan sekolah).
Penelitian ini dapat digunakan sebagai proposal Rute
Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kabupaten
Ngawi yang dapat dijadikan masukan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam
rangka pembangunan sarana dan prasarana RASS
di kabupaten Ngawi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Kapus Litbang Transportasi
Jalan dan Perkeretaapian selaku pengarah, Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi selaku mitra dalam
penelitian ini, dan rekan-rekan peneliti di Badan
Litbang yang telah memberikan masukan dan saran untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, Yogi., Maulidya, Ichda., Sujatmoko, Romi. 2015.
Kajian Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kota
Kediri. Jakarta: Puslitbang Transpotasi Jalan dan
Perkeretaapian.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas
Jalan Indonesia. Jakarta.
Gay, L. R., & Diehl, P. L. 1992. Research Methods for
Business and Management. New York: MacMillan
Publishing Company.
Nazir, M. 2005. Metodologi Penelitian. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Suprobo, Yok., Siahaan, Agus., Ferdiawan H. 2015. Kajian
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kota
Cimahi. Jakarta. Puslitbang Transportasi Jalan
dan Perkeretaapian.
Pemerintah Indonesia. 2014. Peraturan Direktur Jenderal
Perhubungan Darat Nomor: SK.1304/AJ.403/DJPD/
2014 tentang Zona Selamat Sekolah (ZoSS). Jakarta.
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 205-216
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i3.625 205 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
ANALISIS PENINGKATAN WAKTU PERJALANAN DAN PEMILIHAN MODA
PADA PENERAPAN KEBIJAKAN ERP (ELECTRONIC ROAD PRICING) DI JAKARTA
ANALYSIS OF TRAVEL TIME ENHANCEMENT AND MODAL CHOICES
FOR IMPLEMENTATION OF ERP POLICY IN JAKARTA
1A. Faroby Falatehan,
2Yusman Syaukat,
3Ma’mun Sarma, dan
4Rizal Bahtiar
Institut Pertanian Bogor Jl. Agagtis Kampus IPB Darmaga Bogor-Indonesia
Diterima: 4 Agustus 2018, Direvisi: 18 Agustus 2018, Disetujui: 25 Agustus 2018
ABSTRACT The Government of DKI Jakarta attempts to limit the use of private vehicles in Jakarta city, for instance the
implementation of ERP. However, implementation of this policy must be supported by other policies, such as public
transportation availability, in order to the implementation of this policy can reduce congestion in Jakarta. The aim of this
reasearch is to analyze travel time enhancement due to congestion on Sudirman Street and public transport modal
choices when ERP policy implemented. The researh method used contigent choice model (CCM). Due to congestion on
Sudirman Street, it causes increasement in travel time around 72 minutes and if ERP is implemeted, transportation mode
that will be used/prefered by public are busway around 70,64% and train 13,77%.
Keywords: congestion, transportation mode, busway, DKI Jakarta, ERP
ABSTRAK Pemerintah DKI berusaha untuk membatasi masyarakat dalam menggunakan kendaraan pribadi di Kota
Jakarta, salah satu caranya adalah dengan penerapan ERP. Tetapi penerapan kebijakan ini harus didukung
oleh kebijakan lainnya, seperti ketersediaan moda transportasi umum, sehingga penerapan kebijakan ini akan
dapat mengurangi kemacetan yang terjadi di Jakarta dapat dikurangi. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis berapa peningkatan waktu tempuh akibat kemacetan di Jalan Sudirman dan pilihan moda
transportasi masyarakat saat ERP diterapkan. Metode penelitian yang digunakan adalah contigent choice model
(CCM). Akibat kemacetan di Jalan Sudirman terjadi peningkatan waktu tempuh rata-rata adalah 72 menit, dan
jika ERP di terapkan moda transportasi yang akan dipilih oleh masyarakat adalah busway sebesar 70,64 persen
dan kereta api sebesar 13,76 persen.
Kata Kunci: kemacetan, moda transportasi, busway, DKI Jakarta, ERP
PENDAHULUAN
Ditlantas Polda Metro Jaya pada tahun 2016
mengeluarkan informasi bahwa pertumbuhan
kendaraan bermotor selama lima tahun terakhir di
Jakarta mencapai 5,35 persen per tahun. Dalam
Tabel 1, pertumbuhan dari tahun ke tahun selalu
meningkat dengan pertumbuhan tertinggi adalah
mobil penumpang yaitu sebesar 6,48 persen per
tahun. Selanjutnya adalah untuk sepeda motor
dengan pertumbuhan sebesar 5,30 persen per
tahun, mobil beban tumbuh 5,25 persen per tahun
dan terakhir mobil bus yang mengalami penurunan
sebesar 1,44 persen per tahun.
Tabel 1.
Jumlah Kendaraan Bermotor dari Tahun 2012-2015 di Provinsi Jakarta
No. Tahun
Tipe Kendaraan
Kendaraan
Penumpang
Angkutan
Barang Bus
Sepeda
Motor Total
1. 2012 2.742.414 561.918 358.895 10.825.973 14.618.313
2. 2013 3.010.403 619.027 360.223 11.949.280 16.072.869
3. 2014 3.266.009 673.661 362.066 13.084.372 17.523.967
4. 2015 3.469.168 706.014 363.483 13.989.590 18.668.056
5. 2016 3.525.925 689.561 338.730 13.310.672 18.006.404
Laju/Tahun 6,48 5,25 -1,44 5,30 5,35
Sumber: Ditlantas Polda Metro Jaya dalam Statistik Transportasi DKI Jakarta 2015/2016
Saat ini pemberlakukan kebijakan yang ada, seperti
three in one, dirasa sudah tidak efektif lagi, hal ini
ditunjukkan masih terjadinya kemacetan di Jakarta.
Oleh karena itu saat ini pemerintah Provinsi DKI
206 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 205-216
Jakarta sedang menggagas penerapan kebijakan
Electronic Road Pricing (ERP) pada kendaraan
yang melewati jalan protokol tertentu. Tujuannya
hampir sama dengan kebijakan three in one, yaitu
membatasi jumlah kendaraan pribadi yang selama
ini menjadi sumber kemacetan (http://www.jakarta.
go.id). Pengambilan kebijakan ERP pada saat itu
didasarkan atas keefektivitasan kebijakan ERP
dibandingkan kebijakan three in one. Efektivitas
ERP diacu dari keberhasilan beberapa negara
yang telah dapat mengurangi kemacetan seperti
di Singapura, dan negara lainnya.
Meski penerapan Electronic Road Pricing (ERP)
atau jalan berbayar belum diterapkan, namun Dinas
Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta telah melakukan
kajian pada tahun 2009 dan mengusulkan besaran
tarif ERP jika memang nantinya jadi diterapkan.
Besaran tarif yang diusulkan yakni Rp 6.579 hingga
Rp 21.072. Tarif awal yang ditetapkan (untuk tahap
1) adalah Rp 12.500,00 yaitu area Blok M-Stasiun
Kota, Jalan Gatot Subroto (dari Kuningan-Senayan),
Rasuna Said-Tendean, Tendean-Blok M dan Asia
Afrika-Pejompongan.
Acuan yang digunakan dalam perhitungan tarif
ERP di antaranya penghematan biaya operasi
kendaraan, biaya joki untuk kawasan 3 in 1, biaya
tarif Tol Dalam Kota, hasil survei wawancara serta
biaya ERP negara lain (http://metro.news.viva.
co.id). Namun demikian perlu adanya pengkajian
lebih mendalam apakah harga yang telah ditetapkan
tersebut efektif dalam menurunkan jumlah
kendaraan bermotor seperti mobil, hal ini
dikarenakan disaat pelaksanaan three in one para
pengendara masih memiliki kemampuan membayar
seorang joky three in one sebesar Rp 20.000.
Kebijakan ERP Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
diharapkan dapat menggantikan kebijakan mengurai
kemacetan yang pernah dilakukan sebelumnya
seperti kebijakan 3 in 1 dan kebijakan ganjil genap.
Kebijakan ERP diharapkan lebih efisien dalam
jangka panjang, walaupun lebih mahal pada tahap
awal. Dibutuhkan biaya untuk pembangunan
gerbang elektronik, dan alat on board unit (OBU)
di mobil, serta reformasi administrasi. Sementara
kebijakan 3 in 1 dan peraturan ganjil genap lebih
murah, namun tidak begitu efektif.
Penerapan ERP belum bisa dilaksanakan di Jakarta
karena masih terkendala dengan peraturan. Oleh
karena itu perlu dikaji seberapa besar masyarakat
akan beralih ke transportasi massa dengan biaya
ERP sebesar Rp 12.500.
Pemerintah DKI Jakarta saat ini sedang mencari
solusi terbaik untuk mengatasi kemacetan lalu lintas
di Jakarta, terutama ketika jam sibuk, pukul 07.00
WIB hingga 09.00 WIB dan 16.00 WIB hingga
18.00 WIB. Berbagai langkah telah dilakukan untuk
mengatasi kemacetan lalu lintas, seperti program
"three in one", pembangunan jalan layang, dan
penyediaan Transjakarta (busway), pembuatan
pengumpan busway, dan lainnya. Saat ini Pemprov
DKI sedang melakukan penilaian untuk menentukan
langkah-langkah untuk mengatasi kemacetan.
Dengan hanya mengembangkan Monorail
Transportasi (MRT) kurang mampu mengurangi
kemacetan lalu lintas di Jakarta, hal ini dikarenakan
masih terjangkaunya biaya transportasi dengan
kendaraan pribadi dibandingkan dengan harus naik
moda transportasi umum.
Pemprov DKI Jakarta saat ini sedang meninjau
beberapa pilihan untuk mengatasi kemacetan dengan
membangun konstruksi jalan menjadi jalan bawah
dan atas (double way), cara terowongan bawah tanah
(depth tunnel), dan Electronic Road Pricing (ERP).
Mekanisme ERP adalah setiap kendaraan yang
melintasi jalan akan ditarik bayaran dengan harga
yang telah ditentukan.
Demi fokusnya penelitian, maka dalam penelitian
ini akan dibatasi terhadap lingkup rancana kegiatan.
Adapun lingkup rencana kegiatan adalah:
a. Kegiatan akan difokuskan pada area ruas jalan
yaitu area Blok M-Stasiun Kota, Jalan Gatot
Subroto (dari Kuningan-Senayan), Rasuna
Said-Tendean, Tendean-Blok M dan Asia
Afrika-Pejompongan.
b. Tarif yang akan dikenakan pada area tersebut
adalah sebesar Rp 12.500.
c. Masyarakat yang diwawancara dapat berasal
dari luar daerah sekitar Jakarta yang bekerja
di area tersebut.
d. Responden yang diambil adalah pengendara
mobil pribadi.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan,
maka kajian ini memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Menganalisis berapa peningkatan waktu
tempuh akiba t kemacetan di J a lan
Sudirman.
b. Menganalisis pilihan moda transportasi
masyarakat saat ERP diterapkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Electronic Road Pricing (ERP) sudah banyak
diterapkan di beberapa kota besar di dunia, seperti
Singapura, Oslo, Stockholm dan London. ERP
merupakan salah satu instrumen ekonomi yang
bertujuan untuk mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi melalui pungutan biaya kemacetan
(Congestion Pricing). Melalui pungutan ini maka
para pengguna kendaraan pribadi akan dikenakan
207 Analisis Peningkatan Waktu Perjalanan Dan Pemilihan Moda Pada Penerapan Kebijakan ERP (Electronic Road Pricing) di Jakarta,
A. Faroby Falatehan, Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma, dan Rizal Bahtiar
biaya jika mereka melewati satu area atau koridor
yang macet pada periode waktu tertentu. Dana yang
terkumpul, bisa juga dijadikan sebagai salah satu
sumber pembiayaan untuk mendukung
beroperasinya moda transportasi yang lebih
efektif, sehat, dan ramah lingkungan sepert Bus
Rapid Transit, Mass Rapid Transit, dan lain-lain.
Gambar 1 menggambarkan analisis secara ekonomi
konsep road pricing. Kurva biaya memiliki
kemiringan positif karena hubungan positif antara
cost per vehicle dan flow. Semakin tinggi jumlah
pengguna jalan akan menyebabkan kemacetan,
maka biaya yang ditanggung oleh masing- masing
pengendara semakin besar. Penambahan tarif untuk
menggunakan jalan menggeser kurva biaya ke
kiri atas, sehingga titik equilibrium bergeser dari A
ke B, dan volume kepadatan kendaraan berkurang
dari Q1 ke Q2, seperti dalam Gambar 1.
Sumber: https://en.wikibooks.org/wiki/Transportation_Economics/Pricing
Gambar 1.
Efisiensi Keseimbangan Biaya Kemacetan.
Electronic Road Pricing (ERP) merupakan
kebijakan pemberlakuan jalan berbayar untuk setiap
kendaran yang melewatinya yang bertujuan untuk
mengurangi kemacetan di ruas jalan tertentu. Sistem
ERP menggunakan monitor elektronik dan on-board
unit pada kendaraan sehingga dapat terdeteksi
ketika memasuki daerah-daerah ERP. Sistem ini
mampu secara otomatis berfungsi seperti gerbang
tol tanpa harus mengurangi atau memberhentikan
kecepatan kendaraan yang akan melewati jalan
dengan sistem ERP seperti yang terjadi di jalan
tol (Goh 2002 dalam Pratama 2012).
Pemerintah Provinsi DKI telah melakukan berbagai
kebijakan untuk mengurai kemacetan, tetapi upaya-
upaya tersebut belum mampu memberikan hasil
yang diharapkan. Berikut ini adalah beberapa
kebijakan yang pernah dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi DKI:
a. Area Traffic Control System (ATCS)
Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi
waktu hambatan di persimpangan melalui
pengoptimalan sistem persimpangan dengan
lampu lalu lintas, sehingga akan diperoleh
gelombang hijau (green wave) antara satu
persimpangan dengan persimpangan yang
lain. Kebijakan ini belum memberikan hasil
yang diharapkan karena beban volume lalu
lintas yang tinggi, banyaknya hambatan
samping pada ruas jalan dan persimpangan,
dan kondisi teknis infrastruktur ATCS yang
kurang mamadai.
b. Aturan Three in One
Aturan three in one mewajibkan semua
kendaraan pribadi yang akan melewati tertentu,
seperti jalan Sudirman dan Thamrin dengan
jumlah penumpang di dalam kendaraannya
minimal berpenumpang 3 orang termasuk
pengemudi. Diterapkan pada jam sibuk pagi
dan sore. Skema ini sedikit banyak telah
mampu menekan penggunaan kendaraan
pribadi pada koridor tersebut, tetapi
berpengaruh banyak terhadap keseluruhan
sistem transportasi perkotaan di Jakarta.
Beberapa kelemahan dari skema ini antara
lain: (1) tidak adanya manajemen atau aturan
yang melarang pengunaan jalan-jalan lokal,
sehingga pengguna jalan akan mencari jalan-
jalan lokal (jalan tikus) yang ada untuk
menghindari daerah 3 in 1, ini memindahkan
kemacetan ke daerah lain, (2) beroperasinya
penyedia jasa ilegal yang berperan sebagai
penumpang (jockey) dengan imbalan sejumlah
uang, untuk melengkapi jumlah penumpang
menjadi 3, dan (4) daerah cakupan aturan ini
terbatas pada satu koridor dan tidak didukung
dengan skema manajamen permintaan yang
Bia
ya
per
ken
dar
aan
B
A
C
Kurva Biaya Marginal Kurva Permintaan Kurva Biaya Rata-rata
Q2 Q1
Jumlah kendaraan per unit waktu
208 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 205-216
lain (seperti manajemen parkir) serta alternatif
sistem angkutan umum yang baik.
c. Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT)
Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) di
Jakarta melalui pembangunan Bus Only Lane
(Busway) di beberapa koridor utama di Jakarta.
Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan
angkutan umum dan mampu menarik pengguna
kendaraan pribadi untuk menggunakan busway
sehingga akan mengurangi kemacetan.
Hasil kebijakan ini belum optimal, busway
belum dapat berbuat banyak untuk menarik
minat pengguna kendaraan pribadi. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena opportunity cost
dan standar kebutuhan kenyamanan pengguna
kendaraan pribadi relatif tinggi yang belum
mampu dipenuhi oleh busway, serta daerah
pelayanan yang terbatas dan belum menjangkau
daerah pinggiran Jakarta.
d. Penertiban Parkir dan Pedagang Kaki Lima
Penggunaan ruas jalan untuk parkir dan
pedagang kaki lima akan mengurangi kapasitas
jalan. Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan
upaya penertiban dengan melarang dan merazia
pedagang kaki lima serta penggembokan
terhadap kendaraan-kendaraan yang parkir
pada ruas jalan yang tidak disediakan untuk
parkir. Tetapi hal ini belum begitu efektif
karena tidak adanya konsistensi kebijakan,
penegakan aturan yang kurang maksimal, dan
masih banyaknya area on-street parking yang
diijinkan.
e. Pembangunan Ruas Jalan Toll Dalam Kota
Pembangunan ruas jalan toll di Jakarta belum
mampu mengatasi kemacetan di Jakarta.
Terdapat kecenderungan, peningkatan kapasitas
jalan justru menjadi salah satu variabel yang
mendorong penggunaan kendaraan pribadi.
Melihat kurang berhasilnya penerapan beberapa
kebijakan yang telah dilakukan, maka Pemerintah
Provinsi DKI mencoba untuk menerapkan kebijakan
ERP. Melalui ERP, diharapkan terjadi keseimbangan
antara arus lalu lintas dan ruang jalan. ERP juga
menjadi salah satu strategi pembatasan lalu lintas
sekaligus diharapkan dapat menggantikan kebijakan
three in one yang hingga kini masih diberlakukan.
Dasar hukum ERP adalah Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, tetapi turunan dari PP ini masih dalam tahap
pembahasan, hingga saat ini kendala lainnya dalam
penerapan ERP juga ditemukan dalam dasar
pelaksanaan pemungutan retribusi yang belum
termuat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Kajian mengenai ERP telah banyak dilakukan
terutama dalam pembahasan mengenai efektivitas
pelaksanaan ERP dari hasil pengalaman pelaksanaan
ERP di negara lain. Pada tahun 2009, Dinas
Perhubungan Jakarta melakukan kajian mengenai
ERP dengan beberapa pertimbangan besaran tarif
ERP yang digunakan didasarkan pada kondisi riil
yang ada di Jakarta, diantaranya (1) penghematan
BOK (Biaya Operasi Kendaraan); (2) biaya joki
untuk kawasan three in one; (3) biaya tarif toll
dalam kota; (4) hasil survei wawancara; dan (5)
referensi biaya ERP di negara-negara lain
Hasil kajian adalah menjelaskan besaran tarif dari
harga terendah sampai harga tertinggi, seperti
terlihat pada Tabel 2. Usulan tarif ERP rata-rata
dari beberapa pendekatan adalah diantara Rp
6.579,00-Rp s.d. 21.072,00 (Asumsi Tahun Dasar
2009). Tarif awal yang ditetapkan (untuk tahap 1)
adalah Rp 12.500,00. Untuk selanjutnya tarif dapat
dievaluasi untuk mendapatkan kinerja lalu lintas
optimum.
Tabel 2.
Dasar Pemberlakuan Tarif ERP
No Referensi Harga Terendah Tertinggi
1. Manajemen Lalu Lintas
2. Biaya Operasi Kendaraan melalui penghematan waktu (1) 6.890 20.669
3. Biaya Operasi Kendaraan melalui penghematan waktu (2) 4.916 14.749
4. Kemampuan membayar
5. Tingkat pendapatan 7.171 44.012
6. Three in one 10.000 20.000
7. Keinginan membayar 2.500 15.000
8. Keperluaan investasi 8.000 12.000
Rata-rata 6.579 21.072
Sumber: http://kelayakan-erp-jakarta.blogspot.co.id/2012/11/kelayakan-sistem-dan-objek-erp.html
209 Analisis Peningkatan Waktu Perjalanan Dan Pemilihan Moda Pada Penerapan Kebijakan ERP (Electronic Road Pricing) di Jakarta,
A. Faroby Falatehan, Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma, dan Rizal Bahtiar
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di Provinsi DKI
Jakarta, adapun area penelitian meliputi area
Blok M-Stasiun Kota, Jalan Gatot Subroto
(dari Kuningan-Senayan), Rasuna Said-
Tendean, Tendean-Blok M dan Asia Afrika-
Pejompongan. Waktu penelitian pada tahun
pertama dimulai pada tahun anggaran 2013
dengan jangka waktu 8 (delapan) bulan efektif
terhadap keseluruhan kegiatan penelitian.
Kegiatan dimulai dari pengkajian terhadap
ruang lingkup penelitian, survey lapangan dan
entry data, kegiatan pengolahan data, FGD,
laporan draft, laporan akhir, dan terakhir
pembuatan jurnal internasional.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui
penyebaran kuesioner terhadap responden
sebanyak 500 orang pengendara mobil pribadi,
banyaknya responden ini diharapkan dapat
mendekati kondisi nyata. Pengambilan sampel
dilakukan di 4 titik lokasi yang mewakili lokasi
sepanjang Jalan Sudirman yaitu di kantor
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
pusat perkantoran Bundaran HI, pusat
perkantoran Patung Kuda, Kementerian
Perhubungan, dan Kementerian ESDM.
Pengambilan sample pusposive sampling
dengan syarat pegawai atau karyawan yang
menggunakan mobil hampir setiap hari, selain
itu juga diambil sampling untuk responden
secara snowball sampling di setiap titik lokasi
penelitian. Jumlah responden disetiap titik
adalah 125 orang.
Selanjutnya, data sekunder diperoleh dari
laporan-laporan baik penelitian maupun
dokumen laporan dari Dinas Perhubungan
DKI Jakarta, Badan Lingkungan Hidup
Daerah (BLHD), Kementerian Perhubungan,
Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pusat
Statistik (BPS), dan instansi lainnya yang
terkait dengan penelitian ini.
C. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dibagi dalam
tingkatan pertahun, sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Analisis pilihan
moda transportasi masyarakat saat ERP
diterapkan akan menggunakan analisis
Contingent Choice Modelling (CCM). CCM
merupakan teknik yang didasarkan atas
pernyataan dari responden untuk mengestimasi
sebuah pilihan harga. Contingent choice
modeling terdiri dari choice experiments,
contingent ranking, contingent rating dan
paired comparisons.
Dalam penelitian ini model CCM yang
dipilih adalah choice experiment. Teknik ini
merupakan teknik yang dilakukan dengan
cara meminta pendapat pilihan kepada
responden dari beberapa alternative pilihan
moda transportasi. Dalam pilihan tersebut
besarnya biaya menjadi atribut dari setiap
alternatif pilihan. Setiap pilihan yang telah
ditentukan oleh responden akan dijelaskan
dampak dan manfaat dari pilihan yang
diambilnya.
Beberapa karakteristik dari model CCM
menurut Mavsar (2007), adalah: (1) awalnya
merupakan riset pemasaran (conjoint analysis);
(2) sesuai dengan Lanchester (1966) dalam
Mavsar (2007) , CCM merupakan ini
membangun suatu gagasan bahwa nilai barang
mencerminkan karakteristiknya; (3) teori yang
digunakan didasarkan pada random utility
model (Mc. Fadden 1974 dalam Mavsar 2007);
(4) Responden diminta membandingkan atau
memilih (rank or rate) dari kombinasi alternatif
barang atau karakteristik dari kebijakan; (5)
responden dihadapkan pada satu atau lebih
dari berbagai pilihan (seringnya antara 3-16
kasus); (6) untuk setiap pilihan responden
diharuskan memilih alternatif yang lebih
disukai (pair wise choice or simple choice),
mengurutkan alternatif (contingent ranking)
dan merangking alternatif (contingent ranking);
(7) dalam banyak kasus, pilihan alternatif juga
termasuk 'status quo' yang mencerminkan
situasi yang sebenarnya tanpa ada pembayaran.
Selanjutnya menurut Hanley et al. (2001)
terdapat 6 langkah dalam melaksanakan analisis
CCM, yaitu: (1) memilih atau menentukan
atribus produk; (2) menentukan level setiap
atribut; (3) melakukan desain eksperimen;
(4) membangun pilihan dari berbagai situasi,
(5) menentukan tipe pengukuran; dan (6)
melakukan analisis statistik.
210 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 205-216
Tabel 3.
Kelebihan dan Kekurangan Contingent Choice Modelling (CCM)
Kelebihan Kekurangan
Menilai seluruh fenomena atau produk secara
keseluruhan serta atribut dan efeknya
Jika jumlah atribut atau level atribut meningkat,
kompleksitas dan jumlah perbandingkan juga
meningkat yang menyebabkan kelelahan dan
kehilangan minat responden sehingga pengambilan
keputusan lebih disederhanakan
Memungkinkan responden berpikir tentang timbal
balik yang diperoleh daripada hanya sekedar biaya
yang dikeluarkan saja
Preferensi yang dinyatakan hanya sebatas pada
bentuk sikap bukan tujuan perilaku.
Lebih meminimalisir bias yang mungkin ditimbulkan
karena situasi yang ditawarkan lebih familiar
Kurang to the point dalam menyatakan pertanyaan
membuat responden sering kesulitan dalam memilih.
Responden lebih nyaman memberikan peringkat
kualitas fenomena atau produk dari berbagai atribut.
Pilihan yang terbatas memaksa responden untuk tetap
memilih.
Lebih baik dalam memperkirakan nilai relaatif
daripada nilai absolut
Memungkinkan menghasilkan perkiraan nilai
marjinal perubahan setiap atribut
Memiliki kapasitas yang lebih besar untuk
menjelaskan pilihan responden
Sumber: Zuraida, 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Pada umumnya pengguna Jalan Sudirman
sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi
berupa mobil. Berdasarkan hasil pengambilan
responden sebanyak 210 orang, diketahui
bahwa pengguna Jalan Sudirman didominasi
oleh laki-laki sebanyak 173 orang atau sebesar
82 persen dan sisanya perempuan. Hal ini tidak
menunjukkan bahwa pengguna Jalan Sudirman
mayoritas berjenis kelamin laki-laki melainkan
yang bersedia meluangkan waktu pada saat
survei adalah laki-laki.
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
Gambar 2.
Responden Pengguna Jalan Sudirman.
Jarak rumah menuju tempat kerja responden
beragam, ada yang relatif dekat dari rumah ada
juga yang relatif jauh dari rumah. Banyaknya
ragam jarak rumah masing-masing responden
ke tempat kerja maka diklasifikasikan menjadi
enam kelompok. Dimana jarak terdekat yaitu
211 Analisis Peningkatan Waktu Perjalanan Dan Pemilihan Moda Pada Penerapan Kebijakan ERP (Electronic Road Pricing) di Jakarta,
A. Faroby Falatehan, Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma, dan Rizal Bahtiar
0 hingga 10 km dan terjauh adalah 51 hingga
60 km. Berdasarkan data yang diperoleh
diketahui bahwa persentase terbesar jarak
rumah responden menuju tempat kerja yaitu
antara 0 hingga 10 km sebesar 38,57 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa jarak responden
menuju tempat bekerja relatif dekat sehingga
seharusnya tidak membutuhkan waktu yang
lama untuk mencapai tempat kerja.
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
Gambar 3.
Jarak Rumah ke Tempat Kerja.
Responden pengguna Jalan Sudirman
merasakan perbedaan yang signifikan antara
keadaan lalu lintas beberapa tahun lalu dengan
saat ini. Pada kondisi normal dengan asumsi
jalan tidak macet, waktu tempuh yang
diperlukan responden menuju tempat kerja
hanya memerlukan waktu 0 hingga 36 menit
sebesar 65 persen. Sedangkan pada kondisi
macet waktu tempuh yang dibutuhkan
responden menuju tempat kerja mencapai 31
hingga 60 menit sebesar 42 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kemacetan sangat
dirasakan dimana pada kondisi normal sebagian
besar para pekerja menghabiskan waktu
menuju tempat kerja hanya berkisar 0 hingga
30 menit. Namun, pada kondisi macet waktu
tempuh meningkat menjadi 31 hingga 60 menit
bahkan banyak yang menghabiskan waktu
menuju ke tempat kerja lebih dari 60 menit. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kemacetan yang
terjadi di Jalan Sudirman sangat merugikan
para pekerja dalam hal waktu.
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
Gambar 4.
Waktu Tempuh Menuju Tempat Kerja pada Kondisi Normal dan Macet.
Rata-rata peningkatan waktu tempuh akibat
kemacetan di Jalan Sudirman dilihat dari jarak
rumah sampai tempat kerja dapat dilihat pada
Gambar 4.
212 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 205-216
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
Gambar 5.
Rata-rata Peningkatan Waktu Tempuh Akibat Kemacetan di Jalan Sudirman.
Akibat kemacetan di Jalan Sudirman terdapat
peningkatan waktu tempuh terhadap jarak
rumah responden sampai tempat kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat
bahwa peningkatan waktu tempuh secara rata-
rata adalah 72 menit, peningkatan waktu
tempuh yang sangat tinggi terdapat pada jarak
50 hingga 60 km yaitu sebesar 115 menit.
Hal tersebut sangat merugikan para pekerja
dimana mereka harus berangkat dari rumah
lebih pagi dan pulang ke rumah terlambat dari
jam yang seharusnya bisa lebih awal.
Pekerja yang memiliki rumah dekat dengan
tempat kerjanya, yaitu 0 sampai 10 km,
peningkatan waktu tempuh ke tempat kerja
mencapai 30 menit. Sedangkan pekerja yang
jarak rumahnya dari kantor mencapai jarak
antara 30-40 km dan 40-50 km, peningkatan
jarak tempuh keduanya adalah 90 menit.
Begitu pula pekerja yang rumahnya memiliki
jarak 60 hingga 70 km dari kantornya, jarak
tempuh mereka mencapai 90 menit, lebih
rendah daripada pekerja yang rumahnya
memiliki jarak 50 hingga 60 km.
B. Penurunan Produktivitas Pekerja
Kemacetan yang terjadi setiap hari di Jalan
Sudirman sangat berdampak pada para pekerja
terutama dalam kerugian materi berupa uang
yang dikeluarkan dan waktu. Kerugian
materi yang dikeluarkan akibat kemacetan
salah satunya adalah pembelian bahan bakar.
Semakin lama waktu tempuh yang dihabiskan
maka bahan bakar yang diperlukan akan
semakin banyak. Adapun peningkatan bahan
bakar yang dikeluarkan responden jika
dibandingkan pada keadaan normal dapat
dilihat pada Gambar 6. Pada gambar tersebut
terlihat bahwa pada saat kondisi normal
sebanyak 158 responden menggunakan bahan
bakar menuju tempat kerja 0 hingga 2 liter
tetapi ketika terjadi kemacetan terjadi
penurunan jumlah responden menjadi 7 hingga
8. Hal ini disebabkan terdapat peningkatan
penggunaan bahan bakar ketika terjadi
kemacetan sebanyak 3 hingga 6 liter dan 7
hingga 8 liter.
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
Gambar 6.
Rata-rata Perubahan Penggunaan Bahan Bakar Akibat Kemacetan di Jalan Sudirman.
213 Analisis Peningkatan Waktu Perjalanan Dan Pemilihan Moda Pada Penerapan Kebijakan ERP (Electronic Road Pricing) di Jakarta,
A. Faroby Falatehan, Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma, dan Rizal Bahtiar
Waktu yang hilang sangat dirasakan oleh
sebagian besar para pekerja. Kerugian ini
sangat terlihat jelas ketika dibandingkan dengan
kondisi normal. Pada kondisi normal para
pekerja hampir sebagian besar masih memiliki
waktu luang yang dapat dimanfaatkan sebelum
memulai aktivitas pekerjaannya. Aktivitas yang
dilakukan sebagian besar pekerja (42,86%)
dalam memanfaatkan waktu luang dihabiskan
untuk istirahat diantaranya, merokok, mengopi
dan berdandan. Selain itu, ada juga yang
digunakan untuk sarapan bagi pekerja yang
belum sempat sarapan di rumah (25,71%) dan
membaca koran untuk mengetahui informasi
terbaru (8,57%). Sisanya digunakan untuk
mempersiapkan berkas-berkas kerja dan
langsung digunakan untuk bekerja.
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
Gambar 7.
Aktivitas Pekerja Sebelum Bekerja pada Kondisi Normal.
Berdasarkan survei dilapangan, kemacetan di
Jalan Sudirman selain menyebabkan waktu
tempuh lebih lama dan tingkat kerugian
yang tinggi baik dari waktu maupun materi.
Keterlambatan pun tidak jarang dialami oleh
sebagian besar responden pengguna Jalan
Sudirman. Tingkat keterlambatan akibat
kemacetan di Jalan Sudirman sangat tinggi.
Presentase tingkat keterlambatan yang dialami
responden mencapai 80 persen dari semua
responden. Kemacetan yang terjadi dikarenakan
semakin meningkatnya jumlah kendaraan yang
melalui Jalan Sudirman dan infrastruktur yang
kurang tepat sehingga pada saat jam kerja
terjadi kemacetan yang sulit untuk dibaurkan.
C. Pilihan Moda Ketika ERP di Berlakukan
Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, sistem
ERP merupakan salah satu alternatif yang akan
diterapkan pemerintah DKI Jakarta. Apabila
sistem ERP diterapkan maka sebagian pekerja
beralih ke moda transportasi umum tetapi
masih banyak juga para pekerja yang tetap
menggunakan kendaraan pribadinya.
Berdasarkan survei yang dilakukan kepada
pekerja yang bekerja di Jakarta, pekerja yang
mau beralih ke moda transportasi umum
sebesar 48,10 persen dan sisanya tetap
menggunakan kendaraan pribadi. Sehingga
dapat diketahui populasi kendaraan yang
d igunakan o leh peker ja yang mas ih
menggunakan mobil pribadi maupun yang
beralih menggunakan transportasi umum ketika
ERP ditetapkan. Populasi pekerja yang bekerja
masih menggunakan mobil pribadi sebanyak
2.309.253 orang dan yang beralif menggunakan
transportasi umum sebanyak 2.139.767 orang
dengan jumlah pekerja yang ada di Jakarta
sebanyak 165.000 orang.
Tabel 4.
Populasi Pekerja yang Menggunakan Kendaraan Pribadi dan akan Beralih pada Transportasi umum
Saat ERP Diberlakukan
No. Keterangan Jumlah
Responden Prosentase (%)
Jumlah Berdasarkan Populasi
Kendaraan
1. Tetap 109 51,90 2.309.253
2. Beralih 101 48,10 2.139.767
Jumlah 210 100,00 4.449.020
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
Alternatif moda transportasi terbesar yang
dipilih oleh para pekerja adalah busway sebesar
70,64% dan kereta api sebesar 13,76%.
Sehingga dapat diketahui jumlah pekerja yang
beralih pada busway sebanyak 116.560 orang
dan jumlah pekerja yang beralih menggunakan
214 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 205-216
kereta api sebanyak 22.706 orang. Adapun
jumlah pekerja yang beralih berdasarkan moda
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Alternatif Moda Transportasi Ketika ERP Diberlakukan
No. Pilihan Moda
Transportasi Jumlah
Prosentase
(%)
Jumlah Pekerja yang Beralih
Berdasarkan Moda
1. Angkutan Umum 10 9,17 15.138
2. Bus Kota 2 1,83 3.028
3. Busway 77 70,64 116.560
4. Kereta api 15 13,76 22.706
5. Sepeda Motor 2 1,83 3.028
6. Taksi 3 2,75 4.541
Jumlah 109 100 165.000
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
Dampak jika ERP diterapkan, banyak para
pekerja yang bersedia beralih menggunakan
moda transportasi umum. Akan tetapi,
kebersediaan para pekerja untuk beralih
menggunakan moda transportasi umum harus
didukung dengan fasilitas yang memadahi
oleh pemerintah.
Berdasarkan hasil survei preferensi pekerja,
diketahui bahwa sebanyak 33,03 persen pekerja
berharap biaya transportasi menggunakan
transportasi lebih murah dan sebanyak 38
persen pekerja berharap menggunakan
transportasi umum lebih cepat sampai tujuan.
Sisanya para pekerja menginginkan transportasi
umum yang digunakan murah dan cepat (20 %)
serta aman dinaiki (9 %). Adapun preferensi
fasilitas moda yang diinginkan pekerja ketika
diberlakukannya ERP dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6.
Preferensi Fasilitas Moda yang Diinginkan Pekerja
No. Preferensi Moda yang Diinginkan Jumlah Prosentase
1. Murah 36 33,03
2. Cepat 38 34,86
3. Nyaman 9 8,26
4. Murah dan Cepat 20 18,35
5. Cepat dan Nyaman 4 3,67
6. Murah dan Nyaman 2 1,83
Jumlah 109 100,00
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
KESIMPULAN
Akibat kemacetan yang terjadi di Jalan Sudirman
selama ini telah terjadi peningkatan waktu tempuh.
Peningkatan waktu tempuh secara rata-rata adalah 72
menit, dan peningkatan waktu tempuh yang paling
tinggi adalah pada jarak 50 hingga 60 km yaitu
sebesar 115 menit. Hal tersebut sangat merugikan
para pekerja dimana mereka harus berangkat dari
rumah lebih pagi dan pulang ke rumah terlambat dari
jam yang seharusnya bisa lebih awal. Sedangkan
jarak tempuh dari rumah ke kantor paling dekat
memiliki peningkatan jarak tempuh sebesar 30
menit. Tetapi untuk pekerja yang rumahnya
memiliki jarak 60 hingga 70 km dari kantornya,
jarak tempuh mereka mencapai 90 menit, lebih
rendah daripada pekerja yang rumahnya memiliki
jarak 50 hingga 60 km. Moda transportasi yang
dipilih oleh para pekerja adalah busway sebesar
70,64 persen dan kereta api sebesar 13,76 persen.
Sehingga jumlah pekerja yang beralih pada busway
sebanyak 116.560 orang dan jumlah pekerja yang
beralih menggunakan kereta api sebanyak 22.706
orang. Moda transportasi yang diharapkan oleh
masyarakat adalah sebanyak 33,03 persen pekerja
berharap moda transportasi dengan biaya murah dan
sebanyak 38 persen pekerja moda transportasi lebih
cepat sampai tujuan.
215 Analisis Peningkatan Waktu Perjalanan Dan Pemilihan Moda Pada Penerapan Kebijakan ERP (Electronic Road Pricing) di Jakarta,
A. Faroby Falatehan, Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma, dan Rizal Bahtiar
SARAN
Jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin
menerapkan ERP, maka Pemerintah Provinsi DKI
harus mempersiapkan moda angkutan umum dalam
melayani masyarakat yang bekerja di Jakarta
menuju ke tempat kerjanya. Karena moda angkutan
umum yang paling banyak dipilih adalah busway,
oleh karena itu Pemprov DKI Jakarta harus
meningkatkan fasilitas busway. Hal ini dikarenakan
preferensi masyarakat dalam pemilihan moda
didominasi oleh preferensi moda angkutan yang
murah dan cepat. Oleh karena itu busway
merupakan pilihan yang tepat, karena ia memiliki
jalur sendiri dan murah. Hal lainnya adalah jika
Pemprov DKI ingin mengurangi tingkat kemacetan,
sehingga kerugian masyarakat akan waktu akan
berkurang, sebaiknya Pemprov DKI Jakarta perlu
memikirkan untuk membangun perumahan di sekitar
tempat kerja, karena ia akan menghemat waktu dan
biaya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia yang telah memberikan
pendanaan untuk kegiatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik 2010. Produksi Kendaraan
Bermotor untuk Kuartal II. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Falatehan. F. A, Sri Mulyono, dan Adrianus Siswanto.
2010. Pemilihan Kebijakan Mengatasi Kemacetan
Lalu Lintas di Kota Bogor dengan Pendekatan
Analitical Hirarchy Process (AHP). Warta Penelitian
Perhubungan. Volume 22, Nomor 2/2010.
Goh, M. 2002. Congestion Management and
Electronic Road Pricing in Singapore. Journal of
Transportation Geography.
Hanley, N., Susana Mourato., Robert E Wright. 2001.
Choice Modeling Approaches: A Superior
Alternative For Environmental Valuation. Journal
of Economic Surveys Vol.15 No.3
http://metro.news.viva.co.id/news/read/207364-dki--
tarif-erp-ditetapkan-rp-6-000-21-000
Http://Www.Jakarta.Go.Id/Web/News/2011/05/Meng
urai-Kemacetan-Lalu-Lintas-di-Provinsi-DKI-
Jakarta
Mavsar, R. 2007. Preference Methods or Direct Valuation
Methods. European Forest Institute Mediterranean
Regional Office (EFIMED) http://www.efimed.
efi.int.
Pradeep K G dan Kara M. Kockelman. 2008 Credit-
based congestion pricing: A Dallas-Fort Worth
application.Transport Policy 15 (2008) 23-32
Söderberg, Magnus. 2008. A Choice Modelling Analysis
on The Similarity Between Distribution Utilities'
And Industrial Customers' Price and Quality
Preferences. Energy Economics 30 (2008).
Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran
Lingkungan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Andi Offset.
Zuraida, S. 2013. Contingent Valuation dan Choice
Modelling dalam Menilai Preferensi Penggunaan
Energi Bangunan. Jurnal Arsitektur Universitas
Bandar Lampung, Desember 2013.
216 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 205-216
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
Volume 19, Nomor 3, September 2017 ISSN NO. 1410 - 8593
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
INDEKS PENULIS
A. Faroby Falatehan, Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma, dan Rizal Bahtiar, Hal. 205-216
Andjar Prasetyo, Hal. 83-94
Arbie, Hal. 95-106
Darmawan Napitupulu, Hal. 37-48
Fedrickson Haradongan, Hal. 119-132
Imam Samsudin, Hal. 133-142
Ni Luh Wayan Rita Kurniati, Hal. 195-204
Setio Boedi Arianto dan Dwi Heriwibowo, Hal. 71-82
Siti Maimunah, Hal.165-182
Siti Nur Fadlilah A. dan Yogi Arisandi, Hal 107-118
Siti Rofiah Afriyanah, Hal. 183-194
Taufik Hidayat dan Firdausa Retnaning Restu, Hal. 13-36
Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono, Hal. 143-164
Tetty Sulastry Mardiana, Hal. 1-12
Tri Maryugo Hawati, Rina Oktaviani, dan A. Faroby Falatehan, Hal. 49-70
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
Volume 19, Nomor 3, September 2017 ISSN NO. 1410 - 8593
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
INDEKS KATA KUNCI
AC, aluminium, analisis logit biner nisbah, analisis regresi, angkutan bus, angkutan kota,
angkutan lebaran, angkutan pariwisata, ATCS, audio annoncer
busway
carbody
diklat teknis, disiplin, DKI Jakarta
efisiensi ekonomi, ERP
jalan, jarak aman kendaraan, jembatan timbang
Kabupaten Sumbawa, kapasitas pendinginan, keberterimaan pengguna, kecelakaan, kecepatan
udara, kekuatan konstruksi, kemacetan, kereta api, keselamatan, kondisi sepeda motor, Kota
Magelang, Kota Tangerang Selatan
LRT
marka optik, moda transportasi
online passenger survey, optimalisasi
park and ride, parkir tepi jalan umum, parkir, pelajar, pelayanan, pemilihan moda,
penerimaan, pengendara, penurunan tingkat fatalitas kecelakaan, potensi kemacetan
Rasch, retribusi, Rute Aman Selamat Sekolah
stasiun kereta api
TAM, tarif, temperatur ruang penumpang, transportasi jalan
unit penyelenggara penimbangan kendaraan bermotor
wirerope
Zona Selamat Sekolah
PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
1. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
2. Judul dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris diketik dengan huruf kapital tebal (bold) pada halaman
pertama maksimal 15 kata. Judul mencerminkan inti tulisan.
3. Identitas penulis : ditulis lengkap diketik di bawah judul nama penulis, nama lembaga asal, alamat lembaga
asal, dan alamat email penulis.
4. Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Inggris diketik dengan huruf miring (italic) berjarak 1 spasi, memuat
ringkasan lengkap isi tulisan, maksimum 250 kata, dilengkapi dengan kata kunci 3 - 5 kata.
5. Sistematika penulisan dibuat urut, untuk hasil penelitian mulai dari judul, identitas penulis, abstrak, pendahuluan,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian (lokasi/waktu penelitian, pendekatan penelitian, teknik pengumpulan
data, metode analisis), hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka
(minimal 10 rujukan). Untuk kajian mulai dari judul, identitas penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan,
kesimpulan, serta daftar pustaka (minimal 25 rujukan.) Naskah terbagi menjadi Bab dan Subbab dengan
penomoran (Judul Bab tanpa nomor, A. Subbab tingkat pertama, 1. Subbab tingkat kedua, a. Subbab
tingkat ketiga, 1) Subbab tingkat keempat dan seterusnya dengan posisi rapat kiri).
6. Pengutipan :
a. Bila seorang (Edward, 2005)
b. Bila 2 orang (Edward & Suhardjono, 2005)
c. Bila 3 orang atau lebih (Edward, ct al, 2005)
7. Penulisan daftar pustaka disusun berdasarkan Alpabet. Unsur yang ditulis dalam daftar pustaka meliputi:
(1) nama akhir pengarang, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademis. (2) tahun terbitan. (3) judul
termasuk sub judul. (4) tempat penerbitan: (5) nama penerbit.
a. Bila pustaka yang dirujuk terdapat dalam jurnal, seperti contoh:
Edward, J. D. Transportation Planning Models. Jurnal Transportasi Darat 3 (2) : 60-75.
b. Bila pustaka yang dirujuk berupa buku, seperti contoh:
Florian, Michael. 1984. Transportation Planning Models. New York: Elsevier Science Publishing
Company, Inc.
c. Bila pustaka yang dirujuk berupa bunga rampai, seperti contoh:
Teknik Sampling Untuk Survei dan Eksperimen (Supranto, J , MA). Jakarta: Rineka Cipta, Hal. 56-57.
d. Bila pustaka yang dirujuk terdapat dalam proceeding, seperti contoh :
Proceeding Seminar Nasional Peningkatan Perkeretaapian di Sumatera Bagian Selatan. Palembang,
12 April 2006. Masyarakat Kereta Api Indonesia.
e. Bila pustaka yang dirujuk berupa media massa, seperti contoh:
Tresna P. Soemardi, MS. 1997. Kendala Pengembangan Operasional dan Keuangan Penerbangan
Nasional. Trans Media. Volume II No. 4, Hal. 18-20.
f. Bila pustaka yang dirujuk berupa website, seperti contoh:
Jhon A. Cracknell. 2000. Traffic and Transport Consultant: Experience in Urban Traffic Management
and Demand Management in Developing Countries. http://www.worldbank.org. Diakses 27 Oktober
2000.
g. Bila pustaka yang dirujuk berupa lembaga instansi, seperti contoh:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2005. Pedoman Akademik Pascasarjana Dalam Negeri.
Jakarta: Biro Organisasi dan Kepegawaian.
h. Bila pustaka yang dirujuk berupa makalah dalam pertemuan ilmiah yang belum diterbitkan, seperti
contoh:
Martono, S. 1994. Perlindungan Hak-hak Konsumen Jasa Perhubungan Udara. Workshop. Jakarta.
22-24 April 2008.
i. Bila pustaka yang dirujuk berupa skripsi tesis/disertasi, seperti contoh:
Jasuli. 2004. Pengembangan Transportasi Kereta Api di Pulau Sumatera. Skripsi. Fakultas Teknik.
Institut Teknologi Bandung.
j. Bila pustaka yang dirujuk berupa dokumen paten, seperti contoh:
Sukawati, T. R. 1995. Landasan Putar Bebas Hambatan. Paten Indonesia No. 10/0 000 114.
k. Bila pustaka yang dirujuk berupa laporan penelitian, seperti contoh:
Dananjaja, Imbang. A. Nanang & A. Deddy. 1995. Pengkajian Optimalisasi dan Pengembangan
Terminal Petikemas Pelabuhan Panjang Menggunakan Model Dinamis Powersim. Laporan
Penelitian. Puslitbang Perhubungan Laut, Badan Litbang Perhubungan.
8. Kelengkapan tulisan misalnya : tabel, grafik, dan kelengkapan lain dibuat dalam format yang dapat diedit.
9. Format tulisan: 15 - 20 halaman yang diketik dengan menggunakan MS Word (sudah termasuk daftar
pustaka), pada kertas A4, dengan font Times New Roman 11, spasi single. Batas atas dan bawah 2 cm, tepi
kiri 3 cm dan tepi kanan 2 cm.
10. Redaksi: editor/penyunting mempunyai kewenangan mengatur tulisan sesuai dengan format Jurnal
Penelitian Transportasi Darat.
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT
Volume 19, Nomor 3, September 2017 ISSN No. 1410-8593
K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI JALAN DAN PERKERETAAPIAN
Jl. Medan Merdeka Timur No. 5, Jakarta - 10110
Telepon (021) - 34832942/ Faximili (021) - 3440012
Website: www.balitbanghub.dephub.go.id
Email: [email protected]
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 3, September 2017
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT diterbitkan sejak tahun 1998 dan sejak tahun 2007 terbit
dengan frekuensi 4 (empat) kali setahun.
Redaksi menerima tulisan hasil penelitian dan kajian yang berkaitan dengan transportasi darat meliputi moda jalan dan kereta
api dari kalangan umum, mahasiswa dan pakar/pemerhati transportasi darat
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
Pelindung : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan
Penasehat : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian
Pemimpin Umum : Ir. Danto Restyawan, M.T.
Pemimpin Redaksi : Arif Anwar, S.T., M.Sc (Transportasi Kere ta Ap i , Kementerian
Perhubungan)
Sekretaris Dewan Redaksi : Siti Nur Fadlilah A, S.T., M.T. (Transportasi Antarmoda, Kementerian
Perhubungan)
Dewan Redaksi : Erna Suharti, S.E., M.MTr (Transportasi Kereta Api, Kementerian
Perhubungan)
Ir. Setio Boedi Arianto (Transportasi Jalan, Kementerian Perhubungan)
Yok Suprobo, S.T., M.Sc. (Transportasi Jalan, Kementerian Perhubungan)
Widoyoko Darmaji, S.S., M.T. (Bahasa Inggris, Kementerian Perhubungan)
Mitra Bestari (Peer Group) : DR.Bambang Istianto, M.Si (Ahli Bidang Kebijakan Transportasi, Sekolah
Tinggi Transportasi Darat)
Drs. Priyambodo, MPM, DESS (Ahli Bidang Manajemen Transportasi,
Balitbangda Provinsi Jawa Timur)
Darmaningtyas (Ahli Bidang Transportasi Perkotaan, Institut
Studi Transportasi, INSTRAN)
Ir. Djoko Setijowarno, M.T. (Ahli Bidang Transportasi Kereta Api, Unika
Soegijapranata)
Andyka Kusuma, S.T., M.Sc, Ph.D. (Ahli Bidang Pemodelan Transportasi,
Universitas Indonesia)
Sekretariat Redaksi : Hartono, SAP, M.MTr., Budi Dwi Hartanto, S.T., M.T., Imam Samsudin, S.T., Arbie,
S.T., Reni Puspitasari, S.E., M.T., Yogi Arisandi, S.T., M.T., Dwi Heriwibowo
Alamat Redaksi
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI JALAN DAN PERKERETAAPIAN
Jl. Medan Merdeka Timur No. 5 Jakarta 10110
Telp. (021) 348 32942, Fax. (021) 344 0012
Dicetak oleh: CV. SETIA SEJATI, Kp. Tajur No. 16 Kel. Tajur Kec. Ciledug - Kota Tangerang
Telp. (021) 7332446
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 3, September 2017 i
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 3, September 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
KATA PENGANTAR
Jurnal Penelitian Transportasi Darat merupakan salah satu wahana di Badan Penelitian dan Pengembangan
Perhubungan untuk mempublikasikan hasil penelitian dan kajian bidang transportasi darat (moda jalan dan
kereta api) dari peneliti Badan Litbang Perhubungan, peneliti dari instansi lain, serta akademisi. Pada
penerbitan Volume 19 (sembilan belas), Nomor 3 (tiga) ini menyajikan 5 (lima) tulisan yang membahas
pengembangan carbody aluminium, online passenger survey, model pemilihan moda kereta api atau bus,
keselamatan berlalu lintas di Kota Bogor, dan penerapan kebijakan electronic road pricing di Jakarta.
Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono dalam tulisannya “Pengembangan Carbody Aluminium
untuk Light Rail Transit” yang bertujuan mengkaji pemanfaatan material aluminium untuk produksi
kereta ringan LRT (Light Rail Transit) oleh PT INKA, sebagai bentuk upaya untuk mencapai pembuatan
kereta ringan dengan beban gandar maksimum 12 ton. Siti Maimunah menulis “Online Passenger Survey
untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia”, dengan tujuan adalah untuk
menganalisis dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan yang terjadi selama penyelenggaraan
angkutan lebaran melalui survei secara online kepada para pemudik. Siti Rofiah Afriyanah dalam
tulisannya “Kajian Model Pemilihan Moda Kereta Api atau Bus Menuju Stasiun Kereta Api Kroya
dan Maos di Kabupaten Cilacap“, dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemilihan
moda masyarakat Kota Cilacap terhadap angkutan feeder antara angkutan kereta api atau angkutan bus. Ni
Luh Wayan Rita Kurniati menulis tentang “Pengaruh Disiplin Pengendara Sepeda Motor, Kondisi
Sepeda Motor dan Jalan Terhadap Keselamatan Berlalu Lintas di Kota Bogor Tahun 2016 (Survei Jalan
Raya Tajur)”, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh disiplin pengendara sepeda motor, kondisi sepeda
motor dan kondisi jalan terhadap keselamatan berlalu lintas di Kota Bogor. A. Faroby Falatehan,
Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma, dan Rizal Bahtiar dalam tulisannya “Analisis Peningkatan Waktu
Perjalanan dan Pemilihan Moda Pada Penerapan Kebijakan ERP (Electronic Road Pricing) di
Jakarta” bertujuan untuk menganalisis berapa peningkatan waktu tempuh akibat kemacetan di Jalan
Sudirman, dan menganalisis pilihan moda transportasi masyarakat saat ERP diterapkan.
Selamat Membaca.
Redaksi.
ii Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 3, September 2017
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 3, September 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
DAFTAR ISI
Pengembangan Carbody Aluminium untuk Light Rail Transit
Development of Aluminum Carbody for Light Rail Transit __________________________ 143-164
Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono
Online Passenger Survey untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran
di Indonesia
Online Passenger Survey To Evaluate The Operation Of Lebaran Transportation In
Indonesia _________________________________________________________________ 165-182
Siti Maimunah
Kajian Model Pemilihan Moda Kereta Api atau Bus Menuju Stasiun Kereta Api
Kroya dan Maos di Kabupaten Cilacap
Study of Choice Model of Railway Mode or Bus Towards to The Kroya and Maos
Railway Station in Cilacap District _____________________________________________ 183-194
Siti Rofiah Afriyanah
Pengaruh Disiplin Pengendara Sepeda Motor, Kondisi Sepeda Motor dan Jalan
Terhadap Keselamatan Berlalu Lintas di Kota Bogor Tahun 2016 (Survei Jalan Raya
Tajur)
The Influence of Motor Cycle Rider’s Discipline, The Condition of Motorcycle and
Road Towards The Traffic Safety in Bogor City Year 2016 (Survey on Jl Raya Tajur) _____ 195-204
Ni Luh Wayan Rita Kurniati
Analisis Peningkatan Waktu Perjalanan dan Pemilihan Moda Pada Penerapan Kebijakan
ERP (Electronic Road Pricing) di Jakarta
Analysis of Travel Time Enhancement and Modal Choices for Implementation of ERP
Policy in Jakarta ___________________________________________________________ 205-216
A. Faroby Falatehan, Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma, dan Rizal Bahtiar
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 3, September 2017 iii
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 3, September 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya
DDC: 385.2 Hid p Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono (UPT Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI, Bandung dan Departemen Desain Mekanik PT. INKA (Persero), Madiun)
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail
Transit
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Hal. 143-164
Kereta ringan merupakan kereta kecepatan normal berpenggerak sendiri dengan beban gandar maksimum
12 ton. Untuk mencapai beban gandar tersebut, maka pemilihan material adalah cara yang efektif dilakukan.
Material Aluminium ekstrusi adalah salah satu material yang dapat dijadikan pilihan mengingat densitasnya
hanya 2,7g/cm3. Penelitian ini bertujuan mengkaji
pemanfaatan material Aluminium untuk produksi kereta ringan LRT (light rail transit) oleh PT INKA, sebagai
bentuk upaya untuk mencapai pembuatan kereta ringan dengan beban gandar maksimum 12 ton. Penelitian ini
didasarkan pada penelitian deskriptif, metode
pengumpulan data adalah data primer dilakukan dengan pengamatan menggunakan peralatan, dan pengumpulan
data sekunder diperoleh berdasarkan data dari instansi terkait serta studi literatur. Dalam penelitian ini analisis
yang digunakan adalah analisis deskriptif, kualitatif dan kuantitaitf. Untuk dapat menghasilkan desain LRT yang
sesuai dengan standar keamanan maka dilakukan
perencanaan desain dan pengujian baik melalui metode simulasi maupun pengujian langsung di workshop.
Pengujian yang dilakukan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pengujian dimensi yang mencakup panjang,
lebar dan tinggi; pengujian berat; dan pengujian
kekuatan konstruksi. Untuk pengujian kekuatan konstruksi dilakukan melalui dua metode, yaitu menggunakan
simulasi software ANSYS dan uji sebenarnya di workshop. PT INKA membuat prototipe LRT dari
material paduan Aluminium seri 6061 T6 yang kemudian
dilakukan beberapa pengujian antara lain pengukuran berat dan pengujian kekuatan struktur kereta. Hasil
pengukuran berat menunjukkan bahwa berat carbody prototipe LRT PT INKA adalah 2761 kg dan keseluruhan
pembebanan telah memenuhi ketentuan maksimum axle load 12 ton. Sedangkan untuk uji kekuatan konstruksi
menggunakan simulasi dan pengujian di workshop
dengan pembebanan Kasus 1, Kasus 2, Kasus 3 dan Kasus 4 menunjukkan bahwa konstruksi LRT PT INKA
memiliki nilai tegangan di bawah nilai tegangan ijin yaitu <206.5 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa prototipe LRT
PT INKA telah memenuhi persyaratan keamanan
kekuatan struktur untuk kereta penumpang sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No. 175 Tahun 2015
tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal Dengan Penggerak Sendiri.
yaitu <206.5 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa prototipe
LRT PT INKA telah memenuhi persyaratan keamanan
kekuatan struktur untuk kereta penumpang sesuai
Peraturan Menteri Perhubungan No. 175 Tahun 2015
tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan
Normal Dengan Penggerak Sendiri.
(Penulis)
Kata Kunci: carbody, aluminium, LRT, kekuatan
konstruksi
DDC: 388.042 Mai o
Siti Maimunah (Sekretariat Badan Penelitian dan
Pengembangan Perhubungan, Jakarta)
Online Passenger Survey Untuk Mengevaluasi
Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Hal. 165-182
Dalam mendukung penyelenggaraan angkutan lebaran
yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perhubungan,
dilakukan monitoring dan survei kepada para pemudik.
Tujuan dilakukan monitoring adalah untuk mewujudkan
kelancaran penyelengagraan angkutan lebaran.
Sedangkan tujuan survei adalah untuk mengetahui
permasalahan yang terjadi di lapangan berdasarkan
persepsi pemudik. Berdasarkan data dan informasi
tersebut, maka dapat dijadikan dasar perbaikan dalam
penyelenggaraan angkutan lebaran mendatang. Online
survey passenger terhadap pemudik untuk evaluasi
penyelenggaraan angkutan lebaran pertama kali
dilakukan. Kelebihan dari online passenger survey adalah
selain lebih murah, dapat menjangkau seluruh pemudik di
wilayah Indonesia dan cepat. Sedangkan kekurangan dari
metode online passenger survey adalah tidak dapat
mengeneralkan ke seluruh populasi dikarena penduduk
Indonesia belum 100% dapat mengakses internet. Metode
analisis kajian adalah menggunakan analisis desktriptif,
analisis pola perjalanan multi tujuan (trip chaining) dan
analisis matriks asal tujuan pemudik. Kesimpulan analisis
dan pembahasan adalah total pemudik tahun 2017
adalah 69,35% dengan jumlah pemudik terbanyak adalah
dari kalangan PNS/POLRI/ TNI dengan pendapatan rata-
rata di bawah Rp.10.000.000,-. 85% pendidikan
responden sebagian besar adalah sarjana dan moda
utama yang digunakan untuk mudik adalah mobil. Alasan
pemilihan moda adalah cepat, nyaman, fleksibel, dan
murah. Bagi pemudik yang menggunakan angkutan
umum, maka moda penunjang terbanyak yang digunakan
adalah taxi atau mobil. Pemudik terbanyak berasal dari
wilayah Jabodetabek dengan tujuan utama ke Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Persepsi pemudik terhadap
pelayanan penyelenggaraan angkutan lebaran di atas
rata-rata dan terkait informasi mudik gratis pun cukup
banyak diketahui oleh pemudik. Namun demikian, masih
diperlukan peningkatan pelayanan angkutan lebaran
iv Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 3, September 2017
adalah taxi atau mobil. Pemudik terbanyak berasal dari
wilayah Jabodetabek dengan tujuan utama ke Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Persepsi pemudik terhadap
pelayanan penyelenggaraan angkutan lebaran di atas
rata-rata dan terkait informasi mudik gratis pun cukup
banyak diketahui oleh pemudik. Namun demikian, masih
diperlukan peningkatan pelayanan angkutan lebaran
untuk mengurangi kemacetan. dan perlunya perbaikan
integrasi antarmoda sehingga tidak mengadalkan
kendaraan pribadi.
(Penulis)
Kata Kunci: online passenger survey, angkutan lebaran
DDC: 385.2 Afr k
Siti Rofiah Afriyanah (Puslitbang Transportasi Jalan dan
Perkeretaapian, Jakarta)
Kajian Model Pemilihan Moda Kereta Api atau Bus
Menuju Stasiun Kereta Api Kroya dan Maos di
Kabupaten Cilacap
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Hal. 183-194
Sebagian besar masyarakat Kota Cilacap menggunakan
Stasiun Kroya dan Stasiun Maos untuk memulai
perjalanan menggunakan angkutan kereta api menuju
Jakarta. Hal tersebut membuat tingginya permintaan jasa
angkutan penumpang yang berasal dari Kota Cilacap
yang menuju Stasiun Kroya dan Stasiun Maos untuk
melakukan perjalanan dengan Kereta api Jarak Jauh.
Terdapat dua pilihan moda feeder unuk dapat mencapai
dua stasiun tersebut yaitu dapat mengguakan angkutan
kereta api pada lintas pelayanan Cilacap-Maos-Kroya
atau dapat menggunakan angkutan umum bus.
Masyarakat akan memilih moda angkutan berdasarkan
tingkat kepuasan yang ditawarkan oleh masing-masing
moda angkutan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis
pemilihan moda angkutan feeder menuju Stasiun kereta
api Kroya dan Stasiun Maos. Metoda yang digunakan
adalah metode kuantitaif, menggunakan teknik analisis
nilai waktu, metode logit biner nisbah dan analisis
regresi. Terdapat 3 skenario pemilihan moda dari dan
menuju Stasiun Kereta api Kroya dan Maos. Hasil
perhitungan potensial demand pada wilayah studi
menunjukan bahwa penumpang yang bersedia berpindah
menggunakan angkutan kereta api yaitu sebanyak 77,5 %
atau sebanyak 2483 dari total penumpang KA sebanyak
3204 penumpang, dan sisanya menggunakan angkutan
bus.
(Penulis)
Kata Kunci: stasiun kereta api, angkutan bus, pemilihan
moda, analisis logit biner nisbah, analisis regresi
Sebagian besar masyarakat Kota Cilacap menggunakan
Stasiun Kroya dan Stasiun Maos untuk memulai
perjalanan menggunakan angkutan kereta api menuju
Jakarta. Hal tersebut membuat tingginya permintaan jasa
angkutan penumpang yang berasal dari Kota Cilacap
yang menuju Stasiun Kroya dan Stasiun Maos untuk
melakukan perjalanan dengan Kereta api Jarak Jauh.
Terdapat dua pilihan moda feeder unuk dapat mencapai
dua stasiun tersebut yaitu dapat mengguakan angkutan
kereta api pada lintas pelayanan Cilacap-Maos-Kroya
atau dapat menggunakan angkutan umum bus.
Masyarakat akan memilih moda angkutan berdasarkan
tingkat kepuasan yang ditawarkan oleh masing-masing
moda angkutan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis
pemilihan moda angkutan feeder menuju Stasiun kereta
api Kroya dan Stasiun Maos. Metoda yang digunakan
adalah metode kuantitaif, menggunakan teknik analisis
nilai waktu, metode logit biner nisbah dan analisis
regresi. Terdapat 3 skenario pemilihan moda dari dan
menuju Stasiun Kereta api Kroya dan Maos. Hasil
perhitungan potensial demand pada wilayah studi
menunjukan bahwa penumpang yang bersedia berpindah
menggunakan angkutan kereta api yaitu sebanyak 77,5 %
atau sebanyak 2483 dari total penumpang KA sebanyak
3204 penumpang, dan sisanya menggunakan angkutan
bus.
(Penulis)
Kata Kunci: disiplin, pengendara, kondisi sepeda motor,
jalan, keselamatan
DDC: 363.287 Kur p Ni Luh Wayan Rita Kurniati (Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jakarta)
Pengaruh Disiplin Pengendara Sepeda Motor, Kondisi Sepeda Motor dan Jalan Terhadap Keselamatan Berlalu Lintas di Kota Bogor Tahun 2016 (Survei Jalan Raya Tajur)
JP. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Hal. 195-204
DDC: 388.31 Fal a
A. Faroby Falatehan, Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma,
dan Rizal Bahtiar (Institut Pertanian Bogor, Bogor)
Analisis Peningkatan Waktu Perjalanan dan Pemilihan
Moda Pada Penerapan Kebijakan ERP (Electronic Road
Pricing) di Jakarta
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Hal. 205-216
Pemerintah DKI berusaha untuk membatasi masyarakat
dalam menggunakan kendaraan pribadi di Kota Jakarta,
salah satu caranya adalah dengan penerapan ERP.
Tetapi penerapan kebijakan ini harus didukung oleh
kebijakan lainnya, seperti ketersediaan moda transportasi
umum, sehingga penerapan kebijakan ini akan dapat
mengurangi kemacetan yang terjadi di Jakarta dapat
dikurangi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
berapa peningkatan waktu tempuh akibat kemacetan di
Jalan Sudirman dan pilihan moda transportasi
masyarakat saat ERP diterapkan. Metode penelitian yang
digunakan adalah contigent choice model (CCM). Akibat
kemacetan di Jalan Sudirman terjadi peningkatan waktu
tempuh rata-rata adalah 72 menit, dan jika ERP di
terapkan moda transportasi yang akan dipilih oleh
masyarakat adalah busway sebesar 70,64 persen dan
kereta api sebesar 13,76 persen.
(Penulis)
Kata Kunci: kemacetan, moda transportasi, busway,
DKI Jakarta, ERP
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 3, September 2017 v
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI
DARAT
ISSN No. 1410-8593
STT No. 2443/1998
Volume 19, Nomor 3, September 2017
Terakreditasi, Nomor: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016
Tanggal 24 Maret 2016
The abstract sheet may reproduced without permission or charge
DDC: 385.2 Hid p
Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono (Indonesian
Institute of Science, Bandung and PT. Industri Kereta
Api (Persero), Madiun)
Development of Aluminum Carbody for Light Rail Transit
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Page. 143-164
Light rail car is the motored normal speed railcar with
maximum axle load of 12 tones. In order to achieve the
requirement of axle load, so that material selection is
important and effective way to do. Extrusion Aluminum
material is one of the suitable material for light rail car
due to the low density, around 2.7 g/cm3. The aim of this
study is to analyze the using of aluminium material for PT
INKA’s light rail car product, as one of the effort to follow
the development of light railcar’s car body with maximum
axle load by12 tones. This study is based on descriptive
research, data collection method is primary data from
analysis using equipment, and secondary data which
obtained from related institution and literature study. In
this research, the analysis used are descriptive analysis,
qualitative and quantitative. In order to achieve LRT
railcar design which meets the requirement of safety
standard, then, it is adjusted with design concept and
testing through simulation and real test in workshop. The
testing is divided into several types, namely testing
dimension that cover length, width and height; weight
test; and construction strength test. For construction
structural test carried out in two methods, those are
simulation using ANSYS software and real test in
workshop. PT INKA has made a prototype of light railcar
which constructed from 6061 T6 aluminium alloy
material followed by some of testing, included weight
measurement and the structure strength test. The result of
weight measurement shows the weight of PT INKA’s LRT
prototype car body is 2761 kg and all of the load
calculation meets the maximum axle load requirement of
12 tones. In other hand, structure strength test using
simulation and real test in workshop with load Case 1,
Case 2, Case 3, and Case 4 show that PT INKA’s LRT
prototype car body perform strength value under the
allowance strength value <206.5 MPa. This result means
that PT INKA’s LRT prototype car body has meets the
requirement for safety structure strength of passenger rail
car as mentioned on Regulation of Ministry of
Transportation of Republic of Indonesia No. 175 Year
2015 about Technical Specification’s Standard of
Motored Normal Speed Railcar.
(Author)
Keywords: carbody, aluminium, LRT, construction
car as mentioned on Regulation of Ministry of
Transportation of Republic of Indonesia No. 175 Year
2015 about Technical Specification’s Standard of
Motored Normal Speed Railcar
(Author)
Keywords: carbody, aluminium, LRT, construction
strength
DDC: 388.042 Mai o
Siti Maimunah (Secretariat of Research and Development
Agency, Jakarta)
Online Passenger Survey to Evaluate The Operation of
Lebaran Transportation In Indonesia
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Page. 165-182
Light rail car is the motored normal speed railcar with In
supporting the implementation of Lebaran transportation
coordinated by the Ministry of Transportation, it conducts
monitoring and surveys to the travelers annually. The
purpose of monitoring is to create the smoothness of the
Lebaran transportation. While the purpose of the survey is
to determine the problems that occur in the field based on
the perception of travelers. Based on the data and
information, it can be used as the basis for improvements
in the implementation of Lebaran transportation in the
next years. Online passenger survey of travelers for the
evaluation of Lebaran transportation is conducted at the
first time. The advantages of this online passenger survey
is cheaper, cover all traveler in Indonesia and fast.
However, there are some disadvantage of the online
survey method passengers, that cannot generalize to the
entire population because the population of Indonesia has
not 100% that can access the internet. The research
metodology analysis uses descriptive analysis, pattern
analysis trip chaining and travellers origin destination
matrix. The conclusion analysis shows the total number of
travelers in 2017 is 69.35% with the largest number of
travelers is from civil servant (PNS)/POLRI/TNI by
average income is less than Rp.10.000.000,-. 85%
respondents' education is mostly undergraduate and the
main mode used is car. The reasons for choosing a mode
is fast, convenient, flexible, and cheap. For travelers who
use public transportation, they use taxis or cars as the
feeders. Most of travelers are from Jabodetabek area and
the main destinations are Central Java and East Java.
The perception of travelers to the service of Lebaran
transportation is above average and related to free
homecoming information is quite a lot. However, the
improving of the service of Lebaran transportation is still
needed to reduce the congestion and the improvement of
integrated transportation is a must to encourage travelers
to use the public transportation.
(Author)
vi Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 19, Nomor 3, September 2017
homecoming information is quite a lot. However, the
improving of the service of Lebaran transportation is still
needed to reduce the congestion and the improvement of
integrated transportation is a must to encourage travelers
to use the public transportation.
(Author)
Keywords: online p a ssen g er su rvey , lebaran
transportation
DDC: 385.2 Afr k
Siti Rofiah Afriyanah (Research and Development Center
of Road and Railway Transport, Jakarta)
Development of Aluminum Carbody for Light Rail Transit
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Page. 183-194
Most of the people of Cilacap City use Kroya Station and
Maos Station to start the journey using train to Jakarta.
This makes high demand for passenger transport services
coming from Cilacap City to Kroya Station and Maos
Station to travel by long distance train. There are two
choices of feeder mode to reach the two stations that can
use railway transportation on cross-service Cilacap-
Maos-Kroya or can use public bus. The public will choose
the mode of transportation based on the level of
satisfaction offered by each mode of transportation. This
study aims to analyze the selection mode for feeder
transportation to the Kroya Station and Maos Stations.
The method used is quantitative method, using time value
analysis technique, binary logit ratio method and
regression analysis. There are 3 mode selection scenarios
from and to Kroya Station and Maos Station. The result of
potentially demand calculation in the study area shows
that passengers willing to move using railway transport
are 77.5% or 2483 of the total railway passengers as
much as 3204 passengers, and the rest using bus
transportation.
(Author)
Keywords: railway station, bus transportation, modal
selection, binary logit ratio analysis, regression analysis
sampling. According to Sugiono, nonprobability sampling
is a sampling technique that does not give equal
opportunity for each element or member of the population
to be selected as a sample. The total population of both
these roads were to 21.312 respondents. By using tables
Isaac and Michael, it was obtained 342 respondents for
sample. The method used was path anlysis. In the data
collection, it used some statements from the riders. It also
use secondary data from Department of Transportation
and Bogor State Police. The instruments engaged in data
collection, it previously tested to determine the
appropriateness of the research instruments.
Subsequently, it processed with SPSS 22 to decide its
reability and validity. The result of testing the hypothesis
showed that in Jl. Raya Tajur, riders discipline have a
significant influence on the improvement of traffic safety
with the level of 21.4%. The condition of motorcycles and
road affected the safety for 22.1%. The rider discipline
affected the Motorcycles and road conditions with the
level of 35.1%.
(Author)
Keywords: discipline, riders, motorcycle conditions,
roads, safety
DDC: 363.287 Kur p
Ni Luh Wayan Rita Kurniati (Research and Development
Center of Road and Railway Transport, Jakarta)
The Influence of Motor Cycle Rider’s Discipline, The
Condition of Motorcycle and Road Towards The Traffic
Safety in Bogor City Year 2016 (Survey on Jl Raya Tajur)
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Page. 195-204
Bogor City was growing rapidly. The increasing of
motorcycle ownership, the lack of rider discipline, and the
lack of facilities and infrastructure cause traffic jams and
accidents especially in Jl. Raya Tajur. The research
intends to (1) What are the effects of rider discipline for
traffic safety in Bogor? (2) What are the effects of rider
discipline for the condition of the motorcycle rider and the
road? (3) What are the effects of motorcycles and road
conditions for traffic safety? The population of this
research is all motorcycle users passing through Jl. Tajur
Raya. The sampling method used nonprobability
sampling. According to Sugiono, nonprobability sampling
is a sampling technique that does not give equal
opportunity for each element or member of the population
to be selected as a sample. The total population of both
these roads were to 21.312 respondents. By using tables
Isaac and Michael, it was obtained 342 respondents for
sample. The method used was path anlysis. In the data
DDC: 388.31 Fal a
A. Faroby Falatehan, Yusman Syaukat, Ma’mun Sarma,
dan Rizal Bahtiar (Bogor Agricultural University, Bogor)
Analysis of Travel Time Enhancement and Modal Choices
for Implementation of ERP Policy in Jakarta
J.P. Transdat
Vol. 19, No. 3, September 2017, Page. 205-216
The Government of DKI Jakarta attempts to limit the use
of private vehicles in Jakarta city, for instance the
implementation of ERP. However, implementation of this
policy must be supported by other policies, such as public
transportation availability, in order to the implementation
of this policy can reduce congestion in Jakarta. The aim
of this reasearch is to analyze travel time enhancement
due to congestion on Sudirman Street and public
transport modal choices when ERP policy implemented.
The researh method used contigent choice model (CCM).
Due to congestion on Sudirman Street, it causes
increasement in travel time around 72 minutes and if ERP
is implemeted, transportation mode that will be
used/prefered by public are busway around 70,64% and
train 13,77%.
(Author)
Keywords: congestion, transportation mode, busway, DKI
Jakarta, ERP
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i3.619 165 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
ONLINE PASSENGER SURVEY UNTUK MENGEVALUASI PENYELENGGARAAN
ANGKUTAN LEBARAN DI INDONESIA
ONLINE PASSENGER SURVEY TO EVALUATE THE OPERATION OF LEBARAN
TRANSPORTATION IN INDONESIA
Siti Maimunah Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Jl. Medan Merdeka Timur No. 5, Jakarta-Indonesia
Diterima: 7 Agustus 2018, Direvisi: 21 Agustus 2018, Disetujui: 28 Agustus 2018
ABSTRACT In supporting the implementation of Lebaran transportation coordinated by the Ministry of Transportation, it conducts
monitoring and surveys to the travelers annually. The purpose of monitoring is to create the smoothness of the Lebaran
transportation. While the purpose of the survey is to determine the problems that occur in the field based on the
perception of travelers. Based on the data and information, it can be used as the basis for improvements in the
implementation of Lebaran transportation in the next years. Online passenger survey of travelers for the evaluation of
Lebaran transportation is conducted at the first time. The advantages of this online passenger survey is cheaper, cover all
traveler in Indonesia and fast. However, there are some disadvantage of the online survey method passengers, that
cannot generalize to the entire population because the population of Indonesia has not 100% that can access the internet.
The research metodology analysis uses descriptive analysis, pattern analysis trip chaining and travellers origin
destination matrix. The conclusion analysis shows the total number of travelers in 2017 is 69.35% with the largest
number of travelers is from civil servant (PNS)/POLRI/TNI by average income is less than Rp.10.000.000,-. 85%
respondents' education is mostly undergraduate and the main mode used is car. The reasons for choosing a mode is fast,
convenient, flexible, and cheap. For travelers who use public transportation, they use taxis or cars as the feeders. Most of
travelers are from Jabodetabek area and the main destinations are Central Java and East Java. The perception of
travelers to the service of Lebaran transportation is above average and related to free homecoming information is quite a
lot. However, the improving of the service of Lebaran transportation is still needed to reduce the congestion and the
improvement of integrated transportation is a must to encourage travelers to use the public transportation.
Keywords: online passenger survey, lebaran transportation
ABSTRAK Dalam mendukung penyelenggaraan angkutan lebaran yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perhubungan, dilakukan
monitoring dan survei kepada para pemudik. Tujuan dilakukan monitoring adalah untuk mewujudkan kelancaran
penyelengagraan angkutan lebaran. Sedangkan tujuan survei adalah untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di
lapangan berdasarkan persepsi pemudik. Berdasarkan data dan informasi tersebut, maka dapat dijadikan dasar
perbaikan dalam penyelenggaraan angkutan lebaran mendatang. Online survey passenger terhadap pemudik untuk
evaluasi penyelenggaraan angkutan lebaran pertama kali dilakukan. Kelebihan dari online passenger survey adalah
selain lebih murah, dapat menjangkau seluruh pemudik di wilayah Indonesia dan cepat. Sedangkan kekurangan dari
metode online passenger survey adalah tidak dapat mengeneralkan ke seluruh populasi dikarena penduduk Indonesia
belum 100% dapat mengakses internet. Metode analisis kajian adalah menggunakan analisis desktriptif, analisis pola
perjalanan multi tujuan (trip chaining) dan analisis matriks asal tujuan pemudik. Kesimpulan analisis dan pembahasan
adalah total pemudik tahun 2017 adalah 69,35% dengan jumlah pemudik terbanyak adalah dari kalangan PNS/POLRI/
TNI dengan pendapatan rata-rata di bawah Rp.10.000.000,-. 85% pendidikan responden sebagian besar adalah sarjana
dan moda utama yang digunakan untuk mudik adalah mobil. Alasan pemilihan moda adalah cepat, nyaman, fleksibel,
dan murah. Bagi pemudik yang menggunakan angkutan umum, maka moda penunjang terbanyak yang digunakan
adalah taxi atau mobil. Pemudik terbanyak berasal dari wilayah Jabodetabek dengan tujuan utama ke Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Persepsi pemudik terhadap pelayanan penyelenggaraan angkutan lebaran di atas rata-rata dan terkait
informasi mudik gratis pun cukup banyak diketahui oleh pemudik. Namun demikian, masih diperlukan peningkatan
pelayanan angkutan lebaran untuk mengurangi kemacetan. dan perlunya perbaikan integrasi antarmoda sehingga tidak
mengadalkan kendaraan pribadi.
Kata Kunci: online passenger survey, angkutan lebaran
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan angkutan lebaran untuk
memfasilitasi tradisi masyarakat Indonesia yang
melakukan mudik lebaran telah dilaksanakan oleh
pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan
hampir 20 tahun terakhir. Kementerian Perhubungan
ditunjuk oleh Presiden sebagai koordinator
penyelenggaraan angkutan lebaran dan dengan
dibantu oleh Kementerian/Lembaga lain terkait
seperti POLRI (Polisi Republik Indonesia),
Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat), BMKG (Badan Meteorologi
Kilmatologi dan Geofisika), Jasa Raharja, Badan
166 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
SAR Nasional, dan badan atau lembaga lainnya
yang terkait. Hal ini dilakukan karena peristiwa
mudik lebaran memerlukan pelayanan berupa jasa
angkutan yang cukup besar (baik melalui darat,
laut dan udara) beserta pendukungnya, yang
apabila tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan permasalahan baik lokal maupun
nasional. Penyediaan sarana dan prasarana,
pengaturan operasional maupun keamanan dan
ketertiban selama penyelenggaraan angkutan lebaran
harus mendapat perhatian khusus. Oleh karena itu
keberhasilan penyelenggaraan angkutan lebaran
akan sangat tergantung pada koordinasi, pembagian
tugas dan komitmen untuk melaksanakannya dari
masing-masing instansi terkait.
Untuk mewujudkan kelancaran penyelenggaraan angkutan lebaran tersebut, maka perlu dilaksanakan monitoring penyelenggaraan angkutan lebaran sehingga dapat mewujudkan angkutan lebaran yang sesuai harapan, aman, selamat, lancar. Pelaksanaan monitoring angkutan lebaran tahun 2017 mengacu
pada Instruksi Menteri Perhubungan Nomor IM 12 Tahun 2017. Namun demikian , selain melaksanakan monitoring juga dilakukan survei untuk mengetahui tingkat pelayanan angkutan lebaran. Tujuan dari survei adalah untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di lapangan, sehingga
dapat diantisipasi atau untuk perbaikan dalam penyelenggaraan angkutan lebaran di tahun berikutnya. Survei tersebut dilakukan tidak hanya kepada para pemudik, namun juga kepada para operator dan stakeholders terkait lainnya.
Namun demikian, kajian ini fokus pada pelaksanaan
survei yang ditujukan kepada para pemudik. Selama ini, survei dilakukan secara manual atau melakukan wawancara langsung kepada para pemudik dan dilakukan di simpul-simpul transportasi seperti terminal, stasiun, pelabuhan dan bandar udara. Namun, dengan berkembangnya teknologi
dan penggunaan internet di Indonesia, penetrasi penggunaan internet di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada tahun 2016 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta orang dari total
populasi penduduk Indonesia 256,2 juta orang. Dalam presentasi jumlah pengguna internet di Indonesi sudah lebih dari 50%. Pengguna internet terbanyak masih didominasi oleh penduduk di Pulau Jawa. Survei pemudik berbasiskan online dapat dikatakan relevan, karena secara sampling
yang dilakukan sudah mewakili 50% populasi Indonesia, dan seperti diketahui bahwa pemudik terbanyak adalah di Pulau Jawa dimana penetrasi penggunaan internet sudah mencapai 65%. Namun demikian, survei dilakukan tidak dibatasi hanya di Pulau Jawa namun pada seluruh wilayah
Indonesia. Sehingga terdapat beberapa wilayah
yang samplingnya kecil.
Survei berbasiskan online telah banyak digunakan
oleh peneliti lain dan sebagian menggunakan metode
cross sectional survey seperti yang dilakukan oleh
Ly & Jennifer (2017), Hatfield & Boufus (2016),
L. Piwek, A. Joinson & J. Morvan (2015). Kajian ini
akan menggunakan metode sejenis, dan metode
ini pertama kali dilakukan di Indonesia. Riset
penyelenggaraan angkutan lebaran yang berbasiskan
pada online passenger survey atau dengan kata
lain melaksanakan monitoring berdasarkan persepsi
pemudik secara online.
Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis
dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan
yang terjadi selama penyelenggaraan angkutan
lebaran melalui survei secara online kepada para
pemudik. Mengacu pada hasil analisis diharapkan
dapat memberikan saran dalam upaya mendukung
peningkatan pe layanan dan ke lancaran
penyelenggaraan angkutan lebaran pada masa
yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelebihan dan Kekurangan Survei Online
Seiring dengan meningkatnya teknologi
informasi ini, penggunaan software untuk
pengumpulan data makin berkembang
termasuk melalui survei online. Metode survei
online mempunya beberapa kelebihan yaitu
antara lain: murah, data real time, cepat,
fleksibelitas bagi responden dalam menjawab
pertanyaan, dapat meminimalisir terjadinya
error, dan memudahkan peneliti dalam inputing
data karena data sudah sudah ter-input secara
otomatis. Namun metode survei online juga
terdapat kekurangan atau kelemahan, antara
lain: keterbatasan populasi (untuk kondisi
saat ini) karena belum semua masyarakat
Indonesia dapat mengakses internet; screening
yang lemah karena bisa jadi responden
berbohong dan responden curang dalam
melakukan pengisian kuesioner.
Tentu saja pilihan mengenai model survei
online ini sepenuhnya akan tergantung pada
topik, maksud, dan tujuan, survei. Namun
demikian, telah banyak disimpulkan dari
berbagai pengalaman bahwa model survei
konvensional (face to face) dengan kontrol
penuh yang dilakukan oleh QC dengan
menggunakan kuesioner online (berbasis
internet) akan lebih efektif. Hal ini kemudian
memberikan kesempatan yang luas bagi para
peneliti untuk mengembangkan metode
penelitiannya melalui survei online. Kini,
Online Passenger Survey Untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia, Siti Maimunah 167
seorang peneliti bisa melakukan penelitiannya
"sendiri" mulai dari merancang, menjalankan,
dan menganalisis data. Ini merupakan
penghematan besar-besaran baik dari segi
biaya dan waktu jika dibandingkan dengan
melakukannya secara konvensional (face to
face interview).
B. Analisis Deskriptif
Iqbal Hasan (2001) menjelaskan bahwa statistik
deskriptif adalah bagian dari statistika yang
mempelajari cara pengumpulan data dan
penyajian data sehingga mudah dipahami.
Statistika deskriptif hanya berhubungan dengan
hal menguraikan atau memberikan keterangan-
keterangan mengenai suatu data atau keadaan.
Dengan kata statistika deskriptif berfungsi
menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan.
Penarikan kesimpulan pada statistika deskriptif
(jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan
data yang ada. Bambang Suryoatmono (2007)
menyatakan statistika deskriptif adalah statistika
yang menggunakan data pada suatu kelompok
untuk menjelaskan atau menarik kesimpulan
mengenai kelompok itu saja. Menurut
Sugiyono (2004) analisis deskriptif adalah
statistik yang digunakan untuk menganalisa
data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi.
C. Analisis Pola Perjalanan Multi Tujuan (Trip
Chaining)
Analisis terhadap perjalanan mudik/balik yang
dilakukan oleh responden berdasarkan moda
yang digunakan (National Household Travel
Survey, 2001). Dalam analisis trip chaining
akan dapat dilihat moda utama yang digunakan
dan moda penunjang. Dengan menggunakan
analisis trip chaining maka akan dapat
diketahui perilaku pemudik dalam melakukan
perjalanan.
D. Analisis Matriks Asal Tujuan Pemudik
Sel-sel dalam matrik berisi besarnya perjalanan.
Persamaan:
å Tid = Oi dan å Tid = Dd ................... (1)
Dimana:
Tid = pergerakan dari zona asal i
ke zona tujuan d
Oi = jumlah pergerakan yang
berasal dari zona asal i
Dd = jumlah pergerakan yang
menuju ke zona tujuan d
Terdapat beberapa cara untuk mendapatkan
data pergerakan yaitu:
1. Wawancara di tepi jalan
2. Wawancara di rumah
3. Metode menggunakan bendera
4. Metode foto udara
5. Metode mengikuti mobil
Dengan cara ini ditemukan beberapa kendala,
antaral lain:
1. Membutuhkan biaya 2. Membutuhkan Sumber daya Manusia
yang banyak
3. Membutuhkan waktu yang lama
4. Serta membutuhkan koordinasi yang
baik dengan pengguna jalan
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Dikarenakan penelitian dilakukan secara online,
maka lokasi penelitian dapat menjangkau
seluruh wilayah Indonesia
B. Metode Sampling
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah
data primer yang diperoleh dengan melakukan
survei secara online kepada pemudik atau
disebut dengan passenger online survey.
Namun dalam melakukan pengumpulan data
tersebut dilakukan screening untuk melakukan
prediksi prosentase jumlah pemudik terhadap
total populasi.
C. Kuesioner
Jenis pertanyaan dalam kuesioner yang
digunakan dalam kajian sebagian besar adalah
pertanyaan tertutup, namun ada beberapa
pertanyaan terbuka seperti lokasi/tempat asal
dan tujuan responden dalam melakukan mudik.
Kuesioner dibagi dalam beberapa kategori
pertanyaan, yaitu:
1. Screening apakah melakukan mudik atau
tidak
2. Waktu melakukan mudik/balik
3. Asal tujuan perjalanan mudik
4. Pemilihan moda transportasi untuk mudik/
balik
5. Biaya mudik/balik
6. Awareness masyarakat terhadap program
mudik gratis
7. Persepsi pemudik terhadap pelayanan
penyelenggaraan angkutan lebaran
8. Identitas responden
Dengan 8 pembagian kategori tersebut, total
pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 47
pertanyaan.
168 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
D. Metode Analisis
Metode yang digunakan untuk analisis dan
evaluasi angkutan lebaran 2017 sebagai
berikut. Pada kajian ini metode untuk
mendapatkan data pergerakan adalah melalui
survei online. Responden ditanya dari mana
asal perjalanannya dan kemana tujuan
perjalanannya dalam pertanyaan terbuka, dan
diinformasikan kepada responden untuk
menuliskan nama kabupaten asal atau
tujuannya. Selanjutnya hasil pengumpulan data
akan dilakukan analisis dengan menggunakan
metode analisis deskriptif dan trip chaining.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Evaluasi Penyelenggaraan Angkutan
Lebaran Tahun 2016
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi
monitoring penyelenggaraan angkutan lebaran
tahun 2016 yang dilaksanakan oleh Badan
Litbang Kementerian Perhubungan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Terminal
Pada monitoring angkutan lebaran
tahun 2016 untuk moda darat dilakukan
pengamatan pada 34 terminal di beberapa
provinsi. Secara keseluruhan terminal
dianggap belum memberikan pelayanan
yang berkeselamatan baik terhadap
penumpang dan awak kendaraan.
Kurangnya kehandalan hal ini dikarenakan
masih adanya percaloan dan jadwal
keberangkatan bus yang tidak sesuai
dengan time table serta infromasi yang
ada di terminal masih sangat minim.
Kenyamanan yang diberikan secara
keseluruhan masih kurang hal ini
dikarenakan fasilitas penunjang dan
fasilitas utama yang tersedia tidak terawat
dengan baik. Kemudahan dalam mencapai
simpul terminal untuk daerah di luar DKI
Jakarta cukup sulit dikarenakan tidak
adanya moda yang dapat mencapai simpul
tersebut dan letaknya yang jauh dari pusat
kota. Kesetaraan yang diberikan masih
kurang karena fasilitas untuk penyandang
disabilitas belum seluruh terminal tersedia.
Keamanan di terminal-terminal yang
ada sudah cukup baik, karena di setiap
terminal sudah tersedia pos penjagaan.
Kejadian menonjol yang terjadi pada
moda darat adalah terjadinya kecelakaan
bus d i Terminal Pare -pare yang
disebabkan karena kurang primanya
pengemudi bus.
2. Stasiun
Pada monitoring angkutan lebaran
tahun 2016 untuk moda darat dilakukan
pengamatan pada 13 stasiun di beberapa
provinsi. Secara keseluruhan dari segi
keselamatan, aksesibilitas, kapasitas
angkut penumpang dan ketepatan jadwal
yang diberikan oleh penyedia jasa dengan
menggunakan moda kereta api sangat
baik, hanya untuk situasi jalan yang ada
di stasiun masih perlu banyak pembenahan
karena rata-rata jalan yang ada memiliki
kinerja jalan yang buruk terutama pada
peak season.
3. Pelabuhan Penyeberangan
Pelaksanaan monitoring di pelabuhan
penyeberangan dilakukan di 10 pelabuhan
penyeberangan, yang diindikasikan
sebagai pelabuhan penyeberangan terpadat
selama arus mudik lebaran. 10 pelabuhan
penyeberangan tersebut adalah Pelabuhan
Tanjung Api-api (Sumatera Selatan),
Bakauheni (Lampung), Merak (Banten),
Kendal (Jawa Tengah), Padang Bai (Bali),
Gilimanuk (Bali), Lembar (Nusa Tenggara
Barat), Kayangan (Nusa Tenggara Barat),
Bajoe (Sulawesi Selatan), dan Siwa
(Sulawesi Selatan). Terjadi kepadatan
penumpang di beberapa pelabuhan seperti
Pelabuhan Penyeberangan Tanjung Api-
api, dikarenakan kurangnya jumlah kapal
yang beroperasi. Keselamatan yang mejadi
prioritas utama sudah mendapat perhatian
yang tinggi, terbukti dengan selalu
dilakukan pengecekan terhadap semua
kapal yang akan berangkat termasuk
pengecekan fasilitas keselamatan di dalam
kapal. Namun, masih terdapat kondisi
di beberapa pelabuhan penyeberangan
untuk kendaraan yang masuk di dalam
kapal tidak sesuai dengan peraturan.
Fasilitas penumpang sudah cukup lengkap
dan memadai seperti ruang tunggu, toilet,
ruang laktasi dan ruang beribadah,
namun tingkat kebersihan masih perlu
ditingkatkan. Jarak antara ruang tunggu
dan tempat kapal sandar yang cukup jauh,
namun aksesnya tidak nyaman buat
penumpang. Tidak ada pemisahan antara
jalur masuk dan keluar di dermaga.
4. Pelabuhan Laut
Monitoring angkutan lebaran 1437H
untuk pelabuhan laut dilaksanakan di 8
pelabuhan, yaitu Pelabuhan Boom Baru,
Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Tanjung
Online Passenger Survey Untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia, Siti Maimunah 169
Emas, Pelabuhan Benoa, Pelabuhan
Gilimanuk, Pelabuhan Trisakti, Pelabuhan
Soekarno Hat ta dan Pelabuhan
Ajatappareng/Pelabuhan Nusantara.
Pelaksanaan kegiatan monitoring angkutan
lebaran 1437H di 8 lokasi pelabuhan laut
secara umum berlangsung aman dan
terkendali. Beberapa kejadian khusus
antara lain dikarenakan angkutan yang
kelebihan muatan terjadi di Pelabuhan
Panjang dan Pelabuhan Trisakti. Beberapa
pelabuhan membutuhkan angkutan
lanjutan seperti shuttle bus dari dan ke
pelabuhan untuk memudahkan para
pengguna jasa.
5. Bandar Udara
Pelaksanaan monitoring moda angkutan
udara dilaksanakan di 11 provinsi, yaitu
Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi
Lampung, Provinsi Banten, Provinsi DKI
Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi
Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan.
Bandara yang menajdi lokasi monitoring
angkutan Lebaran 1437 H tahun 2016,
yaitu Bandar Udara Sultan Mahmud
Badaruddin II, Bandar Udara Raden Inten
II, Bandara Soekarno Hatta, Bandara
Halim Perdana Kusuma, Bandara Husein
Sastranegara, Bandar Udara Internasional
Adi Sucipto, Bandara Ahmad Yani,
Bandara Adi Sumarmo, Bandara I Gusti
Ngurah Rai, Bandar Udara Syamsudin
Noor Banjarbaru, Bandar Udara Sultan
Hasanuddin, Makassar. Pelaksanaan
monitoring moda angkutan udara secara
umum berjalan dengan baik dan dapat
terkendali, fasilitas bandara juga masih
cukup memadai, secara umum tidak
terlalu terlihat adanya penumpukan
penumpang dan terdapat beberapa hal
yang menjadi catatan, seperti: Bandar
Udara Raden Inten II terlihat semrawut
disebabkan terjadinya renovasi, sehingga
terdapat penumpukan di depan pintu
terminal keberangkatan dan kedatangan.
Keterlambatan jadwal penerbangan
menyebabkan penumpukkan jumlah
penumpang di ruang tunggu sehingga
menyebabkan ruang tunggu tidak terasa
sejuk.
Tempat parkir yang tidak tertata dengan
baik pada Bandara Husein Sastranegara
sehingga menyebabkan kemacetan yang
panjang dari dan ke tempat parkir dan
kurangnya kesadaran pejalan kaki
sehingga pejalan kaki bebas berjalan
melewati kendaraan yang melintas
sehingga meyebabkan sedikit kemacetan
di lobby penurunan penumpang, perlu
dilakukan perbesaran mushola dan
penambahan toilet karena daya tampung
yang sangat sedikit pada Bandar Udara
Lombok Praya. Kurangnya pengamanan
di Bandara Sultan Hasanudin, karena
ditemukannya barang yang diduga unsur
bahan peledak dan barang-barang terebut
merupakan barang yang akan dijual dalam
in flight shop Sriwijaya Air. Selain itu
adanya keterlambatan pesawat dan perlu
perbaikan pada shower room kran air
yang tidak berfungsi. Terdapat dua
kejadian menonjol pada moda angkutan
udara selama periode monitoring angkutan
lebaran 1437 H tahun 2016, yaitu:
a. Pada Bandar Udara Raden Inten II
terjadi delay dari penerbangan PT.
Sriwijaya Air dikarenakan masalah
rotasi pesawat yang menyebabkan
keterlambatan penumpang dalam
penerbangan. Tetapi dar i PT .
Sriwijaya Air memberikan informasi
keterlambatan kepada penumpang
dan memberikan kompensasi sesuai
PM 89 tahun 2015.
b. Pada Bandar Udara Syamsudin
Noor Banjarbaru terjadi delay dari
penerbangan maskapai Lion Air
dikarenakan adanya gangguan
operasional. Pihak maskapai Lion
Air memberi kompensasi berupa
snack dan uang.
B. Hasil Pengumpulan Data
Berdasarkan hasil survei online yang dilakukan
dengan target responden adalah masyarakat
yang melakukan mudik pada masa lebaran
tahun 2017 yang dimulai dari H-7 sampai
dengan H+7, maka didapatkan total responden
sebanyak 522 responden, dengan komposisi
69,35% melakukan mudik dan 30,65% tidak
melakukan mudik. Gambar 1 menunjukkan
komposisi jumlah responden yang melakukan
mudik dan tidak melakukan mudik.
170 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 1.
Komposisi Jumlah Pemudik dan Bukan Pemudik.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 2.
Alasan Responden yang Tidak Melakukan Mudik.
Alasan 30,65% responden yang tidak
melakukan mudik terbanyak adalah
dikarenakan kerja atau tidak ada cuti kerja.
Sedangkan alasan tidak mempunyai kampung
dan untuk menghindari macet merupakan
alasan terbanyak lainnya. Hanya 3.47%
responden dengan alasan tidak kebagian tiket
angkutan umum.
1. Karakteristik Pemudik Berdasarkan
Pekerjaan
Berdasarkan pekerjaan, responden sebagai
PNS/BUMN dan pegawai Swasta /
Wiraswasta mendominasi dengan jumlah
sebanyak 87%.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 3.
Pemudik Berdasarkan Pekerjaan.
Online Passenger Survey Untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia, Siti Maimunah 171
2. Karakteristik Pemudik Berdasarkan
Penghasilan
Penghasilan pemudik terbanyak berada
pada antara Rp.2.500.000,- sampai dengan
Rp.10.000.000,- dengan jumlah sebanyak
67%. Namun terdapat responden dengan
pendapatan di bawah Rp.2.500.000,-
sebanyak 10%. Sisanya 23% adalah
responden dengan pendapatan di atas
Rp.10.000.000,-.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 4.
Pemudik Berdasarkan Penghasilan.
3. Karakteristik Pemudik Berdasarkan
Pendidikan
Berdasarkan jenjang pendidikan terakhir
responden, pemudik yang terjaring melalui
survey online sebesar 85% mempunyai
pendidikan minimal sarjana. Sisanya 15%
berpendidikan Diploma sebanyak 8%,
SMA sebanyak 6% dan SMP hanya ada
1%.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 5.
Pemudik Berdasarkan Pendidikan.
4. Komposisi Penggunaan Moda
Berdasarkan hasil survey online, jumlah
pemudik terbanyak adalah pemudik yang
menggunakan mobil sebanyak 44% dan
pemudik dengan menggunakan moda
pesawat udara sebanyak 27%. Pada
urutan ketiga adalah pemudik dengan
menggunakan moda kere ta api
sebanyak 16%. Sedangkan pemudik
yang menggunakan sepeda motor terjaring
sebanyak 6% dari total pemudik.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 6.
Moda Utama yang Digunakan Pemudik.
172 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
Pertimbangan yang dijadikan dasar dalam
pemilihan moda saat melakukan mudik
adalah cepat, nyaman, fleksibel, murah,
aman dan dapat digunakan di tempat
tujuan mudik. Sehingga pemilihan
kendaraan pribadi menjadi favorit
digunakan pada saat mudik, karena
memenuhi pertimbangan seperti yang
disebutkan oleh responden.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 7.
Alasan Pemilihan Moda Utama yang Digunakan Pemudik.
Adapun jenis moda transportasi yang
digunakan di lokasi tujuan mudik oleh
sebagian besar responden yaitu sebanyak
89% pemudik masih didominasi oleh
kendaraan pribadi baik sepeda motor
maupun mobil. Hal ini mendukung alasan
responden dalam menentukan pilihan
moda transportasi yang digunakan untuk
mudik, dimana kendaraan pribadi masih
menjadi moda pilihan terbanyak.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 8.
Moda Transportasi yang Digunakan di Lokasi Tujuan Mudik.
5. Kecenderungan Pemilihan Moda
Mudik Berdasarkan Pendapatan
Jika dilihat pemilihan moda yang
digunakan berdasarkan pendapatan
responden, dapat dilihat makin tinggi
pendapatan responden, maka penggunaan
mobil pribadi meningkat. Sedangkan
pemudik yang menggunakan pesawat
udara berdasarkan pada semua jenis
pendapatan, hal ini cukup menarik. Ada
indikasi pemudik yang terjaring dalam
survei dan menggunakan pesawat udara
dalam melakukan mudik mendapatkan
tiket promo (murah). Sedangkan untuk
pemudik yang menggunakan kereta api
juga bervariasi dari yang berpendapatan
rendah sampai tinggi, hal ini dikarenakan
tarif kereta api juga bervariasi dari kelas
ekonomi sampai dengan kelas eksekutif.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 9.
Pemilihan Moda Berdasarkan Pendapatan Pemudik.
Online Passenger Survey Untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia, Siti Maimunah 173
C. Rangkaian Perjalanan Pemudik
Berdasarkan hasil survey online, puncak mudik
terjadi pada H-2 yaitu pada Hari Jumat 23
Juni 2017. Adapun alasan terbanyak pemudik
melakukan mudik pada hari tersebut adalah
dikarenakan menunggu waktu cuti bersama
di kantor. Namun demikian pemudik berusaha
untuk mencari strategi jam keberangkatan
terutama bagi pengguna kendaraan pribadi
sehingga dapat menghindari kemacetan.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar10.
Alasan Responden Menentukan Hari Mudik.
Dan alasan yang sama untuk menentukan
perjalanan balik, yaitu dikarenakan waktu
liburan sudah habis dan menghindari
kemacetan.
D. Trip Chaining
Analisis trip chaining ditujukan untuk
mengetahui gambaran rangkaian perjalanan
yang dilakukan pemudik dalam menggunakan
moda transportasi. Berikut adalah trip chaining
berdasarkan moda transportasi utama yang
digunakan.
1. Pengguna Bus
Bagi pemudik yang menggunakan moda
utama bus, maka pergantian moda yang
dilakukan seperti yang digambarkan pada
Tabel 1 dan Gambar 11. Namun dapat
dilihat bahwa ada kecenderungan untuk
menggunakan kendaraan pribadi baik
sepeda motor maupun mobil baik sebelum
menggunakan bus maupun setelah
mencapai lokasi tujuan.
Tabel 1.
Trip Chaining Pengguna Bus
Sebelum Moda
Utama
Moda
Utama
Setelah Moda
Utama
Prosentase
Trip Chaining
Sepeda Motor Bus Sepeda Motor 20,00%
Taxi Bus
20,00%
Mobil Bus Angkot 20,00%
Taxi Bus Taxi 20,00%
Bus 20,00%
Grand Total
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 11.
Trip Chaining Pengguna Bus.
Motor
Taxi
Mobil
Taxi
Bus
Bus
Bus
Bus
Motor
Angkot
Taxi
174 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
2. Pengguna Kereta Api
Trip chaining untuk pemudik yang
menggunakan kereta api sebagai moda
utama cukup bervariasi, namun jika dilihat
dari sharenya, maka pemudik dengan
menggunakan taxi sebelum naik dan
setelah turun dari kereta api adalah yang
terbanyak. Share kedua adalah pemudik
lebih memilih kombinasi menggunakan
taxi dan setelah sampai di stasiun tujuan
beralih menggunakan mobil. Pemilihan
kendaraan pribadi sebagai feeder dan
moda lanjutan masih mendominasi. Bagi
pemudik yang menggunakan moda kereta
api, moda penunjang yaitu menuju ke
stasiun dan dari stasiun ke tujuan
akhir perjalanan, terbanyak adalah
menggunakan taxi. Sehingga trip chain
taxi-kereta api-taxi mempunyai prosentasi
terbesar yaitu 28,57%. Sedangkan posisi
kedua adalah trip chain taxi-kereta api-
mobil dengan jumlah prosentase sebesar
14,29% dan trip chain yang ketiga adalah
mobil-kereta api-mobil.
Tabel 2.
Trip Chaining Pengguna Kereta Api
Sebelum Moda
Utama
Moda
Utama
Setelah Moda
Utama
Prosentase
Trip Chaining
KRL KA KRL 2,86%
Angkot KA Sepeda Motor 2,86%
Taxi KA Taxi 28,57%
Mobil KA Taxi 5,71%
Sepeda Motor KA Sepeda Motor 5,71%
KRL KA Mobil 8,57%
Taxi KA Mobil 14,29%
Mobil KA Mobil 11,43%
Mobil KA Angkot 2,86%
Bus KA Angkot 2,86%
KA 2,86%
Sepeda Motor KA Taxi 8,57%
Angkot KA Mobil 2,86%
Grand Total
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Jika dilihat dari trip chain pengguna
kereta api, sebagian besar pemudik
tidak menggunakan angkutan umum.
Hal ini mencerminkan bahwa angkutan
umum seperti angkutan kota ataupun
kereta api lokal seperti commuter line
belum menjadi pilihan utama pemudik.
Terdapat kemungkinan bahwa angkutan
umum belum terintegrasi dengan baik,
yang menyebabkan pemudik enggan
menggunakan angkutan umum atau
bahkan total biaya yang dikeluarkan bisa
lebih mahal daripada menggunakan
kendaraan pribadi.
3. Pengguna Angkutan Sungai Danau dan
Penyeberangan
Trip chaining untuk pengguna ASDP
didominasi oleh penggunaan kendaraan
pribadi yaitu sepeda motor dan mobil
baik untuk angkutan sebelum dan setelah
menggunakan kapal penyeberangan.
Online Passenger Survey Untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia, Siti Maimunah 175
Tabel 3.
Trip Chaining Pengguna ASDP
Sebelum Moda
Utama Moda Utama
Setelah Moda
Utama
Prosentase
Trip Chaining
Sepeda Motor Kapal
Penyeberangan Sepeda Motor 33,33%
Lainnya Kapal
Penyeberangan Lainnya 33,33%
Mobil Kapal
Penyeberangan Mobil 33,33%
Grand Total
Sumber: Hasil Analisis, 2017
4. Pengguna Pesawat Udara
Trip chaining untuk pemudik pengguna
pesawat udara terbanyak adalah pemudik
yang menggunakan taxi baik sebelum
maupun setelah menggunakan pesawat.
Posisi kedua adalah menggunakan taxi
menuju ke bandara dan dijemput dengan
menggunakan mobil. Yang terbanyak
ketiga dan keempat adalah kombinasi
penggunaan mobil dan shuttle bus
bandara. Tabel 4 berikut menjelaskan
trip chaining pengguna pesawat udara.
Tabel 4.
Trip Chaining Pengguna Pesawat Udara
Sebelum Moda
Utama Moda Utama
Setelah Moda
Utama
Prosentase
Trip Chaining
Taxi Pesawat Udara Taxi 27,59%
Bus Pesawat Udara Mobil 15,52%
Taxi Pesawat Udara Mobil 18,97%
Mobil Pesawat Udara Mobil 13,79%
Taxi Pesawat Udara Lainnya 3,45%
Bus Pesawat Udara Bus 1,72%
Bus Pesawat Udara Taxi 5,17%
Mobil Pesawat Udara Taxi 3,45%
Bus Pesawat Udara Sepeda Motor 3,45%
Taxi Pesawat Udara Bus 3,45%
Sepeda Motor Pesawat Udara Sepeda Motor 1,72%
Mobil Pesawat Udara Bus 1,72%
Grand Total
Sumber: Hasil Analisis, 2017
5. Rombongan Mudik Gratis
Bagi pemudik yang ikut rombongan
mudik gratis, moda penunjang yang
digunakan adalah sepeda motor dan
angkutan umum.
176 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
Tabel 5.
Trip Chaining Mudik Gratis
Sebelum Moda
Utama Moda Utama
Setelah Moda
Utama
Prosentase
Trip Chaining
Sepeda Motor Rombongan
Mudik Gratis Angkutan Umum 50,00%
Angkutan Umum Rombongan
Mudik Gratis Sepeda Motor 50,00%
Grand Total
Sumber: Hasil Analisis, 2017
E. Matriks Asal Tujuan Pemudik
Berdasarkan survey online, dapat dibuat
matriks asal tujuan pemudik seperti yang
dijelaskan pada Tabel 5 berikut. Dalam matriks
tersebut, dapat dilihat bahwa asal jumlah
pemudik terbanyak adalah wilayah Jabodetabek
dengan tujuan terbanyak adalah Provinsi Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan tujuan
terbanyak untuk wilayah luar Pulau Jawa
adalah Pulau Sumatera.
F. Matriks Asal Tujuan Pemudik Berdasarkan
Moda
Matriks asal tujuan pemudik dapat dilihat
berdasarkan moda utama yang digunakan.
Pemudik yang menggunakan mobil pribadi
terbanyak adalah berasal dari wilayah
Jabodetabek dengan tujuan terbanyak pertama
adalah Provinsi Jawa Tengah, disusul dengan
Jawa Timur, Jawa Barat dan Yogyakarta.
Asal tujuan pemudik dengan menggunakan
bus dan kereta api yang terjaring dalam survey
online adalah pemudik yang berdomisili di
Pulau Jawa. Pemudik dengan tujuan Provinsi
Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah jumlah
pemudik terbanyak yang menggunakan moda
kereta api.Matriks asal tujuan pemudik dengan
menggunakan pesawat udara lebih bervariatif
tujuannya, tidak hanya terpusat di Pulau Jawa
namun juga ke luar Pulau Jawa. Sedangkan
untuk pemudik dengan menggunakan sepeda
motor dan berasal dari wilayah Jabodetabek
terbanyak adalah dengan tujuan Provinsi Jawa
Tengah. Namun terdapat jumlah yang cukup
banyak untuk pemudik sepeda motor adalah
yang bergerak di dalam provinsi misal di
Provinsi Jawa Timur.
G. Persepsi Pemudik Terhadap Kinerja
Pelayanan Penyelenggaraan Angkutan
Lebaran
Kinerja pelayanan penyelenggaraan angkutan
lebaran secara umum sudah mendapatkan
apresiasi dari pemudik. Hal ini dapat dilihat
dari penilaian yang diberikan pemudik terhadap
beberapa atribut pelayanan yang ditanyakan
yang rata-rata nilainya di atas rata-rata.
Beberapa atribut pelayanan yang ditanyakan
kepada pemudik terkait penyelenggaraan
angkutan lebaran seperti tertera pada tabel
berikut.
Tabel 6.
Penilaian Atribut Kinerja Pelayanan Angkutan Lebaran
Atribut Kinerja Pelayanan Angkutan Lebaran Penilaian Keterangan
Ketersediaan peralatan/perlengkapan keselamatan yang
memadai bagi pengguna angkutan umum 3.46 Memadai
Keamanan dan ketertiban di terminal/stasiun/pelabuhan/
bandara? 3.67 Aman
Keamanan dan ketertiban di dalam moda transportasi/ dalam
perjalanan? 3.73 Aman
Ketersediaan informasi berupa stiker, nomor telepon, untuk
pengaduan keamanan di terminal/stasiun/pelabuhan/bandara? 2.82 Banyak
Kemudahan memperoleh tiket? 2.92 Mudah
Kenaikan harga tiket saat lebaran? 2.69 Sedikit naik
Kecukupan kapasitas ruang tunggu di terminal penumpang/ rest
area? 3.30 Memadai
Ketersediaan toilet di terminal penumpang/rest area? 3.33 Memadai
Ketersediaan tempat ibadah di terminal penumpang/rest area? 3.42 Memadai
Online Passenger Survey Untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia, Siti Maimunah 177
Atribut Kinerja Pelayanan Angkutan Lebaran Penilaian Keterangan
Kebersihan di terminal penumpang/rest area? 3.05 Bersih
Kemudahan mendapatkan BBM bagi pengguna kendaraan
pribadi? 3.40 Mudah
Ketersediaan tempat parkir kendaraan di terminal penumpang/
rest area? 3.31 Memadai
Ketersediaan ruang ibu menyusui di terminal penumpang/ rest
area? 2.56 Cukup
Ketersediaan fasilitas penyandang difable? 2.34 Cukup
Kemudahan untuk menggunakan angkutan lanjutan? 3.05 Mudah
Ada jalur khusus pejalan kaki, dari terminal penumpang ke
halte/terminal angkutan lanjutan 2.54 Tersedia dan Memadai
Apakah jumlah petugas keamanan memadai? 3.45 Memadai
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 12.
Trip Chaining Pengguna Kereta Api.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 13.
Trip Chaining Pengguna ASDP.
Sumber: Hasil Analisis, 2017 Gambar 14.
Trip Chaining Pengguna Pesawat Udara.
27,36%
Mobil
Taxi
Bus
Taxi
Mobil
Taxi
Bus
Bus
Mobil
Bus
Taxi
Motor
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Pesawat
Bus
Taxi
Mobil
Mobil
Mobil
Lainnya
Bus
Taxi
Taxi
Motor
Bus
Motor
1%
Motor
Lainya
Mobil
ASDP
ASDP
ASDP
Motor
Lainnya
Mobil
Angkot
KRL
Angkot
Taxi
Mobil
Motor
KRL
Taxi
Mobil
Mobil
Bus
KA
Motor
KA
KA
KA
KA
KA
KA
KA
KA
KA
KA
KA
KA
Mobil
KRL
Motor
Taxi
Taxi
Motor
Mobil
Mobil
Mobil
Angkot
Angkot
Taxi
178 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
A. Persepsi Mudik Gratis
Program mudik gratis yang diselenggarakan
oleh Kementerian Perhubungan, sudah cukup
diketahui oleh masyarakat, yaitu hampir 70%
responden mengetahuinya.
Sumber: Hasil Analisis, 2017 Gambar 15.
Mengetahui Mudik Gratis yang Diselenggarakan oleh Pemerintah.
Namun masih sedikit minat masyarakat untuk
mengikuti program mudik gratis tersebut. Dari
total responden yang didapatkan, hanya 2%
responden yang pernah mengikuti program
mudik gratis yang diselenggarakan oleh
pemerintah, yaitu program mudik gratis dengan
menggunakan bus sebanyak 60%, program
mudik gratis dengan menggunakan kereta api
sebanyak 40% dan program mudik gratis
dengan menggunakan kapal laut sebanyak
20%.
Alasan terbanyak responden mengikuti
program mudik gratis adalah karena gratis,
dan alasan kedua karena aman, dan diikuti
dengan alasan nyaman dan tidak perlu
mencari tiket yang biasanya agak susah
mendapatkannya pada masa lebaran.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 16.
Mengikuti Program Mudik Gratis yang Diselenggarakan oleh Pemerintah.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 17.
Alasan Mengikuti Program Mudik Gratis.
Menurut responden program mudik gratis
yang diselenggarakan oleh Kementerian
Perhubungan sudah informatif dan prosedurnya
mudah. Namun masih belum banyak peminat,
hal ini kemungkinan disebabkan informasinya
yang kurang tersebar sehingga tidak banyak
diketahui oleh masyarakat seperti yang
dijelaskan dalam pertanyaan sebelumnya.
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 18.
Prosedur Program Mudik Gratis.
Online Passenger Survey Untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia, Siti Maimunah 179
B. Biaya Mudik
Berdasarkan data hasil survey yang ditanyakan
kepada responden, maka rata-rata biaya
transportasi yang dihabiskan untuk mudik
adalah sebesar Rp. 2.266.250,-, dan moda
pesawat udara mempunyai biaya paling tinggi,
sedangkan sepeda motor adalah moda yang
paling murah.
Tabel 7.
Rata-rata Biaya Transportasi Untuk Mudik per Moda Utama yang Digunakan
Jenis Moda Utama yang Digunakan
Mudik
Rata-rata
Biaya Transportasi
Bus 480,000
Kapal Penyeberangan 499,000
Kereta Api 1,309,259
Mobil (pribadi dan rombongan) 1,477,703
Pesawat Udara 4,681,250
Sepeda Motor 156,111
Lainnya (sebutkan) 1,770,000
Total Rata-rata 2,266,685
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Tabel 8.
Rata-rata Biaya yang Dihabiskan di Kota Tujuan Mudik
Rata-rata Biaya yang Dihabiskan
di Kota Tujuan Mudik
Bali/NTB/NTT 3,500,000
JABODETABEK 3,237,500
Jawa Barat 1,781,771
Jawa Tengah 4,016,354
Jawa Timur 2,831,334
Maluku & Papua 3,500,000
Sulawesi 6,000,000
Sumatera 5,288,104
Yogyakarta 2,500,000
Grand Total 3,628,340
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Selain biaya transportasi, pada saat melakukan mudik responden mengeluarkan biaya lainnya, tabel di atas menggambarkan rata-rata biaya lainnya yang dikeluarkan oleh responden selama mudik berdasarkan kota tujuan mudik.
KESIMPULAN
Jumlah responden yang melakukan mudik pada tahun 2017 adalah sebanyak 69,35% dari total
responden yang didapatkan. Jumlah pemudik terbanyak adalah responden dengan pekerjaan PNS/BUMN/TNI/POLRI dengan pendapatan antara Rp.2.500.000,- sampai dengan Rp.10.000.000,-. Sedangkan pemudik dengan pendapatan di atas
Rp.10.000.000,- sebanyak 23%. Dikarenakan survei dilaksanakan secara online sehingga yang dapat mengikuti hanya pemudik yang mempunyai akses internet dan melek teknologi. Hal ini tercermin dari pendidikan responden yang sebagian besar atau
sekitar 85% adalah responden dengan pendidikan minimal sarjana. Komposisi penggunaan moda untuk mudik masih didominasi oleh mobil yang mencapai 44%, disusul dengan pesawat udara sekitar 27% dan kereta api 16%. Angkutan umum lainnya seperti bus, kapal laut jumlahnya sangat
kecil. Pemudik yang melakukan perjalanan di dalam pulau cenderung menggunakan mobil atau kereta api, sedangkan pemudik yang melakukan perjalanan
180 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
antar pulau lebih memilih menggunakan pesawat
udara dibandingkan angkutan laut. Cepat, nyaman, fleksibel, dan murah adalah urutan alasan yang mendominasi pemilihan moda yang digunakan saat mudik. Moda yang digunakan di tempat tujuan didominasi oleh kendaraan pribadi, baik kendaraan roda empat (mobil), maupun kendaraan roda dua
(sepeda motor) dengan total 90%. Makin tinggi pendapatan responden, maka penggunaan mobil untuk mudik makin meningkat. Sedangkan responden dengan pendapatan di bawah Rp.10.000.000,- jenis moda yang digunakan cukup bervariasi. Khusus untuk pengguna sepeda
motor adalah responden dengan pendapatan di bawah Rp.5.000.000,.Berdasarkan hasil survei online, puncak arus mudik terjadi pada H-2 yaitu pada Hari Jumat 23 Juni 2017 dan puncak arus balik terjadi pada cukup bervariasi. Alasan responden dalam menentukan hari mudik adalah menunggu
waktu cuti bersama di kantor. Hasil analisis trip chaining menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang menggunakan angkutan umum untuk melakukan mudik, yaitu bus, kereta api, dan pesawat udara, menggunakan kendaraan pribadi sebagai moda penunjang (feeder) atau taxi yang
dianggap lebih praktis, cepat dan nyaman. Berdasarkan hasil analisis asal tujuan pemudik, sebagian besar pemudik berasal dari wilayah Jabodetabek yang mencapai 63,12% dengan tujuan terbesar adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Jawa Barat. Jika dilihat pemilihan moda
berdasarkan asal tujuan pemudik, maka pemudik yang menggunakan mobil dan kereta api sebagian besar berasal dari wilayah Jabodetabek dengan tujuan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan pemudik yang menggunakan penyeberangan terbesar mempunyai tujuan ke Sumatera. Sedangkan
pemudik dengan menggunakan pesawat terbesar adalah dengan tujuan Jawa Timur dan Sumatera. Untuk pemudik yang menggunakan sepeda motor sebagian besar bergerak di dalam wilayah provinsi yang sama, kecuali pemudik yang berasal dari Jabodetabek dengan tujuan terbanyak ke Jawa
Tengah. Persepsi responden terhadap pelayanan penyelenggaraan angkutan lebaran sebagian besar sudah di atas rata-rata. Namun ada beberapa atribut pelayanan yang perlu ditingkatkan seperti kemudahan dalam mendapatkan tiket, harga tiket yang cenderung mahal, perhatian kepada para ibu
yang membawa balita, jalur khusus pejalan kaki serta ketersediaan fasilitas penyandang difabel. Informasi mudik gratis cukup diketahui oleh banyak pemudik, namun dari responden yang didapatkan hanya ada 2% yang pernah menggunakan fasilitas mudik gratis.Biaya transportasi untuk melakukan
mudik terbesar adalah pemudik yang menggunakan pesawat udara dan terendah adalah pemudik yang menggunakan sepeda motor. Namun biaya yang
dikeluarkan pemudik yang menggunakan mobil
dan kereta api hampir sama.
SARAN
Saran untuk peningkatan pelayanan penyelenggaraan
angkutan lebaran melalui penetapan hari cuti
bersama yang lebih bervariasi untuk mengantisipasi
terjadinya kemacetan karena mudik di waktu yang
bersamaan. Perlunya perbaikan integrasi antarmoda,
untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi
dalam melakukan perjalanan mudik. Selain itu,
perlunya peningkatan pelayanan terkait tiket baik
dari segi kemudahan dalam mendapatkan tiket
maupun harga yang cenderung naik sangat tinggi.
Dan fasilitas bagi ibu yang membawa balita dan
penyandang difabel perlu terus ditingkatkan. Hal
lain yang penting adalah perlunya sosialisasi
program mudik gratis yang lebih intensif dan lebih
awal lagi mengingat masih sangat rendahnya
partisipasi masyarakat untuk menikmati fasilitas
mudik gratis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada Pusat Penelitian
dan Pengembangan Transportasi Jalan dan
Perkeretaapian yang memberikan kesempatan
dan dukungan kepada penulis untuk melakukan
penelitian terkait penyelenggaraan angkutan lebaran
dan survei secara online.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. 2016.
Hasil Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Jasa
Internet di Indonesia 2016. https://www.apjii.or.id.
Diakses 1 Juli 2017.
Hasan, Iqbal. 2001. Pokok-Pokok Materi Statistik
1 (Statistik Deskriptif). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hatfield, J. & Boufous, S. 2016. The Effect of non-
recreational Transport Cycling on Use of Other
Transport Modes: A cross-sectional on-line survey.
Transportation Research Part A: Policy and Practice.
Vol. 92. Page 220-231.
Ly, H. & Jennifer, D.I. 2017. The Relationship Between
Perceptions of Discounted Public Transit and
Physical Activity: Cross-sectional Online Survey
in Canada. Case Studies on Transport Policy. Vol. 5,
Issue 2. Page 279-285.
Na t io na l Ho u seho ld T rave l Sur ve y. 2 0 0 1 .
http://nhts.ornl.gov. Diakses 1 Juli 2017.
Piwek, L., Joinson, A. & Morvan, J. 2015. The Use of Self-
monitoring Solutions Amongst Cyclists: An Online
Survey and Empirical Study. Transportation
Research Part A: Policy and Practice. Vol. 77. Page
126-136.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung:
CV. Alfabeta: Bandung.
Online Passenger Survey Untuk Mengevaluasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran di Indonesia, Siti Maimunah 181
Suryoatmono, Bambang. 2007. Kursus Statistika Dasar.
http://home.unpar.ac.id. Diakses 3 Juli 2017.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan Raya. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Instruksi Presiden
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Koordinasi
Penyelenggaraan Angkutan Lebaran. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2017. Keputusan Menteri
Perhubungan RI Nomor KP.522 Tahun 2017
t en ta n g Pemb en tu ka n T im Ko o rd in a s i
Penyelenggaraan Angkutan Lebaran Terpadu Tahun
2017 (1438 H). Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2017. Instruksi Menteri
Perhubungan RI Nomor IM 14 Tahun 2017
tentang Perubahan Pelaksanaan Monitoring dan
Berakhirnya Masa Penyelenggaraan Angkutan
Lebaran Terpadu Tahun 2017 (1438 H). Jakarta.
182 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 165-182
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 183-194
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i3.620 183 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
KAJIAN MODEL PEMILIHAN MODA KERETA API ATAU BUS
MENUJU STASIUN KERETA API KROYA DAN MAOS DI KABUPATEN CILACAP
STUDY OF CHOICE MODEL OF RAILWAY MODE OR BUS
TOWARDS TO THE KROYA AND MAOS RAILWAY STATION IN CILACAP DISTRICT
Siti Rofiah Afriyanah
Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jl. Medan Merdeka Timur No.5 Jakarta Pusat-Indonesia
Diterima: 7 Agustus 2018, Direvisi: 21 Agustus 2018, Disetujui: 28 Agustus 2018
ABSTRACT Most of the people of Cilacap City use Kroya Station and Maos Station to start the journey using train to Jakarta. This
makes high demand for passenger transport services coming from Cilacap City to Kroya Station and Maos Station to
travel by long distance train. There are two choices of feeder mode to reach the two stations that can use railway
transportation on cross-service Cilacap-Maos-Kroya or can use public bus. The public will choose the mode of
transportation based on the level of satisfaction offered by each mode of transportation. This study aims to analyze the
selection mode for feeder transportation to the Kroya Station and Maos Stations. The method used is quantitative method,
using time value analysis technique, binary logit ratio method and regression analysis. There are 3 mode selection
scenarios from and to Kroya Station and Maos Station. The result of potentially demand calculation in the study area
shows that passengers willing to move using railway transport are 77.5% or 2483 of the total railway passengers as
much as 3204 passengers, and the rest using bus transportation.
Keywords: railway station, bus transportation, modal selection, binary logit ratio analysis, regression analysis
ABSTRAK Sebagian besar masyarakat Kota Cilacap menggunakan Stasiun Kroya dan Stasiun Maos untuk memulai perjalanan
menggunakan angkutan kereta api menuju Jakarta. Hal tersebut membuat tingginya permintaan jasa angkutan
penumpang yang berasal dari Kota Cilacap yang menuju Stasiun Kroya dan Stasiun Maos untuk melakukan perjalanan
dengan Kereta api Jarak Jauh. Terdapat dua pilihan moda feeder unuk dapat mencapai dua stasiun tersebut yaitu dapat
mengguakan angkutan kereta api pada lintas pelayanan Cilacap-Maos-Kroya atau dapat menggunakan angkutan umum
bus. Masyarakat akan memilih moda angkutan berdasarkan tingkat kepuasan yang ditawarkan oleh masing-masing
moda angkutan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis pemilihan moda angkutan feeder menuju Stasiun kereta api
Kroya dan Stasiun Maos. Metoda yang digunakan adalah metode kuantitaif, menggunakan teknik analisis nilai waktu,
metode logit biner nisbah dan analisis regresi. Terdapat 3 skenario pemilihan moda dari dan menuju Stasiun Kereta api
Kroya dan Maos. Hasil perhitungan potensial demand pada wilayah studi menunjukan bahwa penumpang yang bersedia
berpindah menggunakan angkutan kereta api yaitu sebanyak 77,5 % atau sebanyak 2483 dari total penumpang KA
sebanyak 3204 penumpang, dan sisanya menggunakan angkutan bus.
Kata Kunci: stasiun kereta api, angkutan bus, pemilihan moda, analisis logit biner nisbah, analisis regresi
PENDAHULUAN
Untuk melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta api menuju Jakarta masyarakat Kota Cilacap dapat melalui Stasiun Kroya dan Stasiun Maos. Untuk itu aksesibilitas dari dan menuju ke Stasiun Kroya maupun Stasiun Maos merupakan aspek yang penting untuk dipertimbangkan agar perjalanan penumpang menggunakan kereta api dari Kota Cilacap menuju Jakarta dapat dilakukan dengan mudah dan nyaman. Saat ini masyarakat Cilacap dan sekitarnya yang melakukan perjalanan menuju ke Stasiun Kroya maupun Stasiun Maos dilayani angkutan feeder berupa angkutan umum yaitu bus, kendaraan pribadi dan taxi.
Angkutan kereta api merupakan angkutan massal
yang mampu mengangkut orang dalam jumlah
banyak dengan sekali jalan. Masyarakat Cilacap
yang bepergian ke Jakarta dari stasiun Maos maupun
Kroya dapat juga menggunakan angkutan feeder
kereta api pada lintas pelayanan Cilacap-Maos-
Kroya. Sehingga terdapat pilihan dua jenis moda
sebagai feeder untuk menuju Stasiun Kroya dan
Stasiun Maos yaitu dengan angkutan kereta api dan
angkutan Bus. Menurut Warpani (1996), pemilihan
moda dinyatakan sebagai prosentase jumlah
perjalanan yang dituangkan dalam cara atau moda
angkutan yang berlainan.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pemilihan
moda masyarakat Kota Cilacap terhadap angkutan
feeder antara angkutan kereta api atau angkutan
bus.
TINJAUAN PUSTAKA
Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 tentang Perkeretaapian pada pasal 17 ayat (1)
dan ayat (2) disebutkan bahwa penyelenggaraan
perkeretaapian umum dan khusus berupa
penyelenggaraan prasarana dan sarana
184 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 183-194
perkeretaapian. Penyelenggaraan prasarana
perkeretaapian umum dilakukan oleh Badan
Usaha (pemerintah atau pemerintah daerah) sebagai
penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun
melalui kerjasama. Penyelenggaraan tersebut
meliputi kegiatan:
1. Pembangunan prasarana;
2. Pengoperasian prasarana;
3. Perawatan prasarana; dan
4. Pengusahaan prasarana.
Sedangkan sesuai dengan pasal 25 disebutkan bahwa
penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum
meliputi kegiatan:
1. Pengadaan sarana;
2. Pengoperasian sarana;
3. Perawatan sarana; dan
4. Pengusahaan sarana.
Morlok (1998) mengungkapkan permintaan atas
jasa transporasi merupakan permintaan turunan
(derived demand) yang timbul karena ada
permintaan atas komoditas atau jasa lain. Permintaan
atas jasa transportasi penumpang diturunkan dari
kebutuhan seseorang untuk berjalan dari satu lokasi
ke lokasi lain untuk melakukan suatu kegiatan.
Faktor penting yang mempengaruhi jumlah
perjalanan ke tempat tertentu adalah:
1. Jenis-jenis kegiatan yang dapat dilakukan di
tempat tersebut atau tingkat pencapaian tujuan
perjalanan di tempat itu;
2. Biaya;
3. Karakteristik alat transportasi;
4. Jumlah orang pada tempat asal;
5. Penghasilan; dan
6. Kegiatan utama yang biasa dilakukan.
Menurut Button (1992) dalam Modul Pelatihan
Perencanaan Sistem Angkutan Umum (ITB, 1997)
mengemukakan karakteristik paling penting dari
transportasi adalah perjalanan tidak diminta sebagai
permintaan itu sendiri. Orang berharap melakukan
perjalanan untuk memperoleh keuntungan pada
tempat tujuan. Button mengungkapkan karakteristik
khas dari permintaan transportasi adalah fluktuasi
yang teratur seiring jalannya waktu.
Karakteristik permintaan angkutan terdiri atas dua
kelompok, terdiri atas:
1. Kelompok Choice, terdiri dari orang-orang
yang mempunyai pilihan (choice) dalam
memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Pada
kelompok ini orang dapat menggunakan
kendaraan pribadi (dengan alasan finansial,
legal dan fisik).
2. Kelompok Captive, adalah kelompok yang
tergantung (captive) terhadap angkutan umum
untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya atau
dengan kata lain tidak dapat menggunakan
kendaraan pribadi. Dengan demikian jumlah
pengguna angkutan umum, yang terdiri dari
seluruh kelompok captive dan sebagian
kelompok choice, akan sangat banyak.
Sedangkan pengguna kendaraan pribadi, yang
terdiri dari sebagian besar kelompok choice
jumlahnya relatif sedikit (Perencanaan Sistem
Angkutan Umum, 1997, ITB).
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif. Menurut Sugiyono (2008),pendekatan
kuantitatif disebut sebagai pendekatan positivistik
karena berlandaskan pada filsafat positivism.
Pendekatan ini sebagai pendekatan ilmiah karena
telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/
empiris, objektif, terukur, rasional dan sistematis.
Pendekatan ini juga disebut pendekatan discovery,
karena dengan pendekatan tersebut dapat ditemukan
dan dikembangkan berbagai ilmu pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) baru. Pendekatan ini disebut
pendekatan kuantitatif karena data penelitiannya
berupa angka-angka dan analisis menggunakan
statistik.
Pada penelitian ini membutuhkan pengumpulan
data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
dengan wawancara kepada responden (penumpang
kereta api dan penumpang bus). Adapun survei
primer yang dilakukan antara lain:
1. Survei wawancara penumpang di Stasiun
dan Terminal Cilacap, survei ini bertujuan
untuk menghitung permintaan penumpang
yang menggunakan kereta api dan angkutan
umum menuju Stasiun Maos dan Kroya.
2. Survei waktu perjalanan, survei ini bertujuan
untuk menghitung waktu perjalanan yang
diperlukan suatu kendaraan dari asal sampai
ke tujuan.
Data sekunder diperoleh melalui kantor DAOP V
Purwokerto dan Dinas perhubungan Kabupaten
Cilacap. Adapun data primer yang dibutuhkan
antara lain:
1. Data jumlah penumpang angkutan umum
menuju dan dari wilayah Stasiun Kroya dan
Maos
2. Data jumlah penumpang Stasiun Kereta Api
Kroya dan Maos per hari.
3. Data jadwal kedatangan dan keberangkatan
angkutan umum dan moda kereta api per
hari.
4. Data waktu tempuh masing-masing moda
angkutan.
Teori/metode analisis yang digunakan dalam
melakukan analisa pemilihan moda ada beberapa
metode yang dapat digunakan, yaitu diantaranya
Kajian Model Pemilihan Moda Kereta Api Atau Angkutan Umum Menuju Stasiun Kereta Api Kroya Di Kabupaten Cilacap, Siti Rofiah Afriyanah 185
adalah analisis nilai waktu, metode logit biner
nisbah dan analisis regresi. Logit biner digunakan
untuk memperkirakan modus pilihan trasnportasi
dengan variabel dependen transportasi (Mintesnot
dan Takano, 2007). Selain dengan metode analisis
tersebut penelitian ini juga dibantu dengan program
SPSS 16.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah Studi
Kabupaten Cilacap merupakan bagian dari
wilayah administratif Provinsi Jawa Tengah.
Kabupaten Cilacap merupakan daerah terluas di
Jawa Tengah dengan luas wilayah 225.360,840
ha yang terbagi menjadi 24 kecamatan, 269
desa, dan 15 kelurahan. Pada tahun 2016
panjang jalan di Kabupaten Cilacap 1.181,173
km. Jaringan jalan yang ada adalah jalan
nasional, jalan provinsi, jalan kota, dan jalan
lokal.
Sedangkan secara aksesibilitias jaringan rel
yang melintas di Provinsi Jawa Tengah
melintasi beberapa kabupaten dan kota yang
ada. Jaringan rel berada pada jalur sirip utara
dan selatan jaringan rel di Jawa Tengah. Selain
itu terdapat juga jaringan penghubung antara
sisi utara dan selatan tersebut. Pada dasarnya
jaringan rel lintas utara dan selatan memiliki
aksesibilitas yang relatif tinggi. Terlebih
dengan adanya rencana pengembangan jalur
ganda (double track) yang tentunya akan
meningkatkan pelayanan transportasi ini.
Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Cilacap, 2016
Gambar 1.
Peta Administratif Kabupaten Cilacap.
Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Cilacap, 2016
Gambar 2.
Peta Jaringan Jalan Kabupaten Cilacap.
186 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 183-194
Sumber: Daerah Operasi V (PT. KAI), 2016
Gambar 3.
Peta Lintas Kereta api Daop V Purwokerto.
B. Analisis dan Pembahasan
Menurut Button (1992) dalam Modul Pelatihan
Perencanaan Sistem Angkutan Umum (ITB,
1997) mengemukakan karakteristik paling
penting dari transportasi adalah perjalanan
tidak diminta sebagai permintaan itu sendiri.
Pemilihan moda adalah tahapan paling penting
dalam proses perencanaan transportasi dan
mengambil sebuah kebijakan perencanaan
(Minal dan Ravi, 2014) Banyak variabel yang
mempengaruhi seseorang dalam memilih suatu
moda untuk melakukan perjalanan. Dalam
penelitian ini, variabel yang digunakan dibatasi
pada tarif, waktu perjalanan, waktu menuju
stasiun dan waktu dari stasiun ke tempat tujuan.
Dalam menganalisa model logit biner nisbah
pada penelitian ini, pertama yang harus
dilakukan adalah menganalisis terhadap
pilihan responden yang telah diperoleh dari
survai wawancara penumpang. Hasil survai
kemudian direkapitulasi berdasarkan pilihan
responden terhadap masing masing moda yang
di tawarkan. Hasil survei tersebut menunjukkan
bahwa respoden yang ingin berpindah dengan
menggunakan angkutan feeder kereta api yaitu
sebanyak 77,5% dengan jumlah penumpang
seluruhnya sebanyak 3.204 orang, maka jumlah
penumpang yang ingin berpindah sebanyak
2.483 orang. Responden dalam penelitian ini
dibatasi pada penumpang kereta api dan
penumpang bus guna memudahkan proses
analisis dalam penelitian ini. Rekapitulasi hasil
survai wawancara dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 1.
Proporsi Pemilihan Moda Hasil Survei
Asal Tujuan Angkutan Bus Angkutan KA Pilih
X1 X2 X3 X4 X1 X2 X3 X4 Bus KA
Cilacap Kroya 6000 25 30 20 5500 20 25 25 45 155
Cilacap Kroya 7000 25 20 25 6500 20 25 20 51 149
Cilacap Kroya 7000 20 25 20 6500 20 25 20 58 142
Sumber: Data Primer, Diolah, 2017
Keterangan:
X1 : Tarif (Rupiah) X2 : Waktu Perjalanan (menit)
X3 : Waktu Menuju Stasiun (menit)
X4 : Waktu dari Stasiun ke Tempat Tujuan (menit)
Selanjutnya dari hasil survei tersebut dapat
dijadikan dasar untuk melakukan pembentukan
model pemilihan moda dengan metode logit
biner nisbah. Tahapan-tahapan pembentukan
model dapat di jelaskan sebagai berikut.
Kajian Model Pemilihan Moda Kereta Api Atau Angkutan Umum Menuju Stasiun Kereta Api Kroya Di Kabupaten Cilacap, Siti Rofiah Afriyanah 187
1. Analisa Nilai Waktu
Besarnya nilai waktu sangat bervariasi
tergantung konteks pilihan transportasi,
pendapatan perkapita masyarakat, kondisi
sosial dan keadaan makro ekonomi suatu
negara. Untuk menghitung nilai waktu
dengan menggunakan formulasi sebagai
berikut:
........... (1)
......... (2)
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS
Kabupaten Cilacap, diketahui bahwa:
PDRB Kabupaten Cilacap sebesar Rp.
3.442.716.450.000,-
Jumlah penduduk tahun 2016 sebanyak
1.520.321 jiwa.
= Rp. 2.264.467,-
= Rp. 15/menit
Selanjutnya perhitungan nilai waktu ini
akan digunakan dalam proses perhitungan
generalize cost (total biaya gabungan)
pada tahap pembetukan model pemilihan
moda.
2. Mencari Total Biaya Gabungan
(Generalized Cost) Dari Setiap Moda
Berdasarkan perhitungan yang telah
dilakukan sebelumnya nilai waktu
masyarakat Kabupaten Cilacap untuk
melakukan perjalanan sebesar Rp.15/
menit. Berikut ini adalah contoh
perhitungan Generalized Cost pada zona
asal Cilacap tujuan Stasiun Kroya/Maos.
a. Generalized Cost KA
Moda Kereta Api = X1+ (15 x X2)
+ (15 x X3) + (15 x X4)
= 5500 + (15 x 20) + (15 x 25) +
(15 x 25)
= Rp. 6.550,-
b. Generalized Cost Bus
Moda Bus = X1 + (15 x X2) + (15
x X3) + (15 x X4)
= 6000 + (15 x 25) + (15 x 30) +
(15 x 20)
= Rp. 7.125,-
Keterangan:
X1 : Tarif (Rupiah)
X2 : Waktu Perjalanan (menit)
X3 : Waktu Menuju Stasiun (menit)
X4 : Waktu dari Stasiun ke Tempat
Tujuan (menit)
Tabel 2.
Total Genealized Cost Pada Moda Kereta Api dan Moda Bus
Angkutan Bus Angkutan KA Generailzed
Cost Nisbah
Generailzed Cost
(W) X1 X2 X3 X4 X1 X2 X3 X4 Bus KA
6000 25 30 20 5500 20 25 25 7125 6550 0,919
7000 25 20 25 6500 20 25 20 8050 7475 0,929
7000 20 25 20 6500 20 25 20 7975 7475 0,937
Sumber: Hasil Analisis, 2017
3. Menghitung Nisbah Proporsi Moda
yang dipilih Responden Berdasarkan
Hasil Survei
Pada setiap tahap ini dihitung beberapa
nisbah proporsi moda yang dipilih dari
hasil survei yang telah dilakukan. Berikut
perhitungan nisbah proporsi:
a. Proporsi pilih KA (PKA) = 55/200 =
0,775
b. Proporsi pilih Bus (PBus) = 5/200 =
0,225
............ (3)
= 0,2903
Lebih lengkapnya untuk melihat nisbah
proporsi pilihan responden, dapat dilihat
pada tabel berikut.
188 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 183-194
Tabel 3.
Nisbah Proporsi Pilihan Responden
Skenario Proporsi Pilihan Responden Nisbah Proporsi
(1-PKA)/PKA KA BUS
1 0,775 0,225 0,2903
2 0.745 0.255 0,3422
3 0,710 0,290 0,4084
Sumber: Hasil Analisis, 2017
4. Persamaan Regresi
Menurut Levin & Rubin (1998), regresi
digunakan untuk menentukan sifat-sifat
dan kekuatan hubungan antara dua
variabel serta memprediksi nilai dari suatu
variabel yang belum diketahui dengan
didasarkan pada observasi masa lalu
terhadap variabel tersebut dan variabel-
variabel lainnya.
Dalam penelitian ini untuk dapat
menghasilkan persamaan regresi, dengan
menggunakan program SPSS.16.0, data
input yang digunakan adalah nilai
logaritma dari nisbah proporsi pemilihan
moda KA dan nilai logaritma dari nisbah
generalized cost.
Tabel 4.
Log Nisbah Proporsi Pemilihan Moda dan Log Nisbah Generalized Cost
No. Nisbah Generalized Cost
(W)
Log W
(X) (1-PKA)/PKA
Log (1-PKA)/PKA
(Y)
1. 0,919 -0,037 0,2903 -0,537
2. 0,929 -0,032 0,3422 -0,466
3. 0,937 -0,028 0,4084 -0,389
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Menurut Singgih Santoso (2012), secara
prinsip analisis faktor merupakan suatu
metode yang d igunakan untuk
menemukan hubungan (inter-relationship)
antar sejumlah variabel-variabel yang
awalnya saling independen satu dengan
yang lai, sehingga bisa dibuat satu atau
beberapa kumpulan variabel yang lebih
sedikit dari jumlah variabel awal.
Dari data di atas variabel tidak bebasnya
(Y) adalah log (1-PKA)/PKA dan variabel
bebasnya (X) adalah log W. Setelah
dilakukan analisis regresi menggunakan
SPSS.16.0 for windows, diperoleh
persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 0,065 + 16,352X ................. (4)
Berdasarkan hasil output program SPSS
16.0 for windows dapat diketahui bahwa:
a. Uji F
Untuk melihat bagaimana pengaruh
semua variabel bebasnya secara
bersama-sama terhadap variabel
terikatnya. Tahapan-tahapan dalam
Uji F over all adalah sebagai berikut:
1) Penentuan Hipotesis
a) H0 : β = 0
atau model tidak sesuai
dalam menggambarkan
data
b) H1 : β ≠ 0
atau model sesuai dalam
menggambarkan data
2) Statistik Uji
Berdasarkan hasil output SPSS.
16.0 diketahui nilai FStastistik
sebesar 130, 053
3) Tingkat signifikasi () = 10%
4) Nilai F Tabel
F Tabel = (F; df)
Derajat Bebas (df) = (k, n-
(k+1))
= (1,3-(1+1))
= (1,1)
F Tabel = (1,0 ;1,1)
F Tabel = 39,86346
Dimana k = jumlah variable x
dan n = jumlah observasi
Kajian Model Pemilihan Moda Kereta Api Atau Angkutan Umum Menuju Stasiun Kereta Api Kroya Di Kabupaten Cilacap, Siti Rofiah Afriyanah 189
5) Kriteria Uji
H0 ditolak jika FStatistik > nilaitabel
6) Uji Statistik
FStatistik > nilai Ftabel atau 130,053
> 39,863 maka H0 Ditolak.
7) Penarikan Kesimpulan
Jadi berdasarkan perbandingan
rasio uji terhadap kurva, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa
H0 ditolak tingkat signifikasi
10%, artinya bahwa model
sesuai untuk menggambarkan
data.
b. Nilai signifikasi pada output running
SPSS. 16.0 menunjukan angka 0,985.
Hal itu berarti 98,5% variasi nisbah
proporsi pemilihan moda kereta api
masih sangat dipengaruhi oleh nisbah
generalized cost. Sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain diluar variabel
tersebut.
c. Nilai R Square pada out put running
SPSS.16.0 menunjukan angka 0,985.
Hal itu berarti 98,5 % variasi nisbah
proporsi pemilihan moda KA sangat
dipengaruhi oleh nisbah generalized
cost. Dan sisanya dipengaruhi oleh
faktor lain diluar variabel tersebut.
d. Uji T
Tahapan dalam Uji T adalah sebagai
berikut:
1) Penentuan Hipotesis
a) H0 : β = 0
atau nisbah generalized
cost tidak berpengaruh
terhadap pemilihan moda
KA
b) H1 : β > 0
atau nisbah generalized
cost berpengaruh terhadap
pemilihan moda KA
2) Statistik Uji
Berdasarkan hasil output SPSS.
16.0 diketahui nilai FStastistik
sebesar 1.387
3) Tingkat signifikasi () = 10%
4) Nilai T Tabel
T Tabel = (T; df)
Derajat Bebas (df) = n - (k+1)
= 3 - (1+1)
= 1
T Tabel = (0,1 ; 1)
T tabel = 3,078
5) Kriteria Uji
H0 ditolak jika T Statistik > nilai
Ttabel
6) Uji Statistik
TStatistik < nilai T tabel atau 1.378
< 3,078 maka H0 Diterima.
7) Penarikan Kesimpulan
Jadi berdasarkan perbandingan
rasio uji terhadap kurva maka
dapat disimpulkan bahwa Ho
diterima pada tingkat signifikasi
10%, artinya bahwa nisbah
general ized cost t idak
berpengaruh terhadap proporsi
pemilihan moda.
Uji T diketahui bahwa variabel
nisbah total biaya berpengaruh
signifikan terhadap nisbah
porporsi pemilihan moda KA.
Dengan nilai sig sebesar 0,065.
Arah hubungan antara kedua
variabel tersebut adalah positif
sehingga dapat disimpulkan
bahwa setiap 1% pertumbuhan
total biaya akan menyebabkan
15% pertumbuhan pemilihan
moda.
e. Diagram Pencar dan Garis Regresi
Hubungan antara variable x dan y
dapat dilihat dari pola persebaran
titik-titik yang mendekati garis lurus.
Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa variabel x dan y sa l ing
berhubungan secara linear.
130,053 0
Daerah
Penerimaan
39,86
Daerah
Penolakan
190 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 183-194
Sumber: Diolah, 2016
Gambar 4.
Diagram Pencar dan Garis Regresi.
f. Kalibrasi nilai dan β
Kalibrasi nilai dan β sebagai
parameter dalam model logit biner
nisbah menggunakan analisis regresi
linier. Setelah diketahui nilai dari
koefisien A dan B dalam persamaan
regresi. Selanjutnya nilai dari kedua
variabel tersebut dijadikan dasar
untuk mencari nilai dan β , dimana
β = B dan = antilog dari A. Maka
= 10A sehingga diperoleh = 10
0,065
= 1.161 dan β = 16.352.
g. Model Logit Biner Nisbah
Setelah diketahui nilai dari parameter
dan β, maka dapat dibentuk model
logit biner nisbah untuk mengetahui
proporsi pemilihan moda angkutan
KA setelah melalui rangkaian analisis
di atas. Berikut ini persamaan
proporsi pemilihan moda angkutan
KA:
................. (5)
Dari persamaan tersebut, selanjutnya
dapat dilakukan perhitungan proporsi
pemilihan moda angkutan KA,
pada setiap atribut/variabel yang
ditawarkan.
Tabel 5.
Proporsi Penggunaan Moda Angkutan KA Berdasarkan Perhitungan Model Logit Biner Nisbah
Skenario Nisbah Generalized Cost
(W)
W16.352
(Wβ)
1 0,919 0,253 0,77
2 0,929 0,298 0,74
3 0,937 0,347 0,71
Sumber: Hasil Analisis, 2017
5. Analisis Logit Biner Nisbah dan Logit
Biner Selisih
Pemilhan moda dipengaruhi oleh beberapa
faktor, satu diantaranya adalah generalized
cost atau total biaya perjalanan, yang mana
dalam penelitian ini total biaya perjalanan
dibatasi hanya mencakup tarif, waktu
perjalanan,waktu untuk menuju stasiun,
dan waktu dari stasiun untuk menuju
tempat tujuan.
Menurut Tamin (2000), model logit biner
selisih diasumsikan dan meupakan bagian
yang diketahui dari biaya gabungan setiap
moda dan pasangan asal-tujuan.
Penerapan b inomia l logi t dalam
memodelkan pemilihan moda antara jalan
raya (bus) dengan jalan baja (kereta api).
Penjelasan rinci mengenai model logit
biner selisih.
Suatu survei State Preference pemilihan
moda dilakukan pada beberapa koridor
dengan zona asal dan tujuan yang dilayani
oleh dua moda transportasi (bus dengan
kereta api). Terdapat zona asal dan tujuan
352.16
1614,11
1
Bus
KA
KA
C
CP
Kajian Model Pemilihan Moda Kereta Api Atau Angkutan Umum Menuju Stasiun Kereta Api Kroya Di Kabupaten Cilacap, Siti Rofiah Afriyanah 191
sehingga terdapat pasangan antara zona
beberapa data yang dikumpulkan dalam
survei state preference di koridor tersebut
adalah:
X1 = waktu tempuh selama berada di
kendaraan (dalam satuan menit)
X2 = waktu menunggu (dalam satuan
menit)
X3 = biaya operasional kendaraan
(dalam satuan uang)
X4 = biaya terminal (dalam satuan
uang)
Nilai waktu X1 = 2 satuan uang/menit
Nilai waktu X2 = 4 satuan uang/menit
Keterangan:
Nilai waktu menunggu diasumsikan dua
kali nilai waktu selama berada di
kendaraan. Hal ini cukup masuk akal
karena memang manusia pada umumnya
t idak suka menunggu . Tabel 6
memperlihatlkan data hasil survei state
preference pada koridor di wilayah studi,
data pemilihan moda dan biaya operasi.
Tabel 6.
Informasi Operasi Moda Jalan Raya dan Kereta Api serta Prosentase Pemilihan Moda
No. Kota
Asal
Kota
Tujuan
Bus KA % Moda Bus
dari Hasil
Survey State
Preference
% Moda Kereta
Api dari Hasil
Survey State
Preference
C
Bus
C
KA X1 X2 X3 X4 X1 X2 X3
1. Cilacap Kroya 25 30 20 20 20 25 25 23% 78% 210 165
2. Cilacap Kroya 25 20 25 20 20 25 20 26% 75% 175 160
3. Cilacap Kroya 20 25 20 15 20 25 20 29% 71% 175 160
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Keterangan:
C jr = (2*X1)+(4*X2)+X3+X4 = Biaya Jalan Raya C jb = (2*X1)+(4*X2)+X3 = Biaya Kereta Api
Dengan menggunakan persamaan dan
mengasumsikan y = Log ((1-Pjr)/Pjr),
serta x = Cjb-CJr.Persamaan ditulis dalam
bentuk persamaan linear y = A + Bx.
Dengan menggunakan analisis regresi
linear sehingga diperoleh nilai A dan B,
sehingga nilai α dan β bisa didapat sebagai
berikut:
α = -A dan β = -B.
Tabel 7 memperlihatkan perhitungan
analisis regresi linear untuk model logit
biner selisih.
Dengan mendapatkan nilai α = -A =
0,857247227 dan β = -B = -0,00843368,
persamaan model Logit biner selisih dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut:
................. (6)
Tabel 7.
Perhitungan Metode Analisis Regresi Linear Untuk Model Logit Biner Selisih
No. CJB – CJR
(X)
Ln ((1-
Pjr)/Pjr)
(Y)
X*Y X^2 exp (a+bX)
P Bus = 1/(1+exp
(a+bX)
(Model)
P Ka = 100%-P Bus
(Model)
1. -45 1,236763 -55,6543182 2025 3.444 23% 78%
2. -15 1,072121 -16,0918101 225 2.674 27% 73%
3. -15 0,895384 -13,4307607 225 2.674 27% 73%
Σ -75 3,204267 -85,166889 2475 9.793
b -0.00843368
a -0.857247227
Sumber: Hasil Analisis, 2017
bxaPJR
exp1
1
192 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 183-194
Sumber: Diolah, 2016
Gambar 5.
Analisa Regresi Linear Model Logit Biner Selisih.
Proporsi pemilihan angkutan kereta api
hasil model logit biner nisbah nantinya
akan dibandingkan dengan proporsi
pemilihan angkutan kereta api hasil
survei. Sehingga dapat diketahui berapa
perubahan proporsi pemilihan angkutan
kereta api, sebagai akibat dari kombinasi
variabel-variabel kuantitatif yang tertuang
dalam kuisioner. Berikut ini tabel
perbandingan proporsi pemilihan moda
hasil survei state preference dan hasil
model logit biner nisbah.
Tabel 8.
Perbandingan Proporsi Pemilihan Moda Hasil Survey State Preference dan Proporsi Pemilihan Moda
Hasil Model Logit Biner Nisbah dan Logit Biner Selisih
Skenario Generalized Cost
Proporsi Pemilihan
Moda Hasil Survei
State Preference
Proporsi Pemilihan
Moda Hasil Model
Logit Biner Nisbah
Proporsi Pemilihan
Moda Hasil Model
Logit Biner Selisih
KA Bus KA Bus KA Bus KA Bus
1 7125 6550 78% 23% 77% 23% 78% 23%
2 8050 7475 75% 26% 74% 26% 73% 27%
3 7975 7475 71% 29% 71% 29% 73% 27%
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 6.
Perbandingan Proporsi Pemilihan Moda Kereta Api.
Setelah dilakukan analisis logit biner
nisbah dan analisis logit biner selisih,
maka dapat di ketahui bahwa dari
perbandingan dua model logit tersebut
terlihat bahwa dengan model selisih lebih
mendekati dengan hasil survei state
preference yang dilakukan. Dengan setiap
adanya perubahan generalized cost maka
akan sangat mempengaruhi seseorang di
dalam memilih moda. Hal ini berarti faktor
tarif, waktu perjalanan, waktu menuju
stasiun dan waktu setelah keluar dari
stasiun menjadi pertimbahan sesorang
didalam memilih suatu moda. Berikut
penjelasan dari setiap skenario:
Skenario 1:
Kondisi pelayanan kereta api dengan tarif
Kajian Model Pemilihan Moda Kereta Api Atau Angkutan Umum Menuju Stasiun Kereta Api Kroya Di Kabupaten Cilacap, Siti Rofiah Afriyanah 193
Rp.5.500,-; waktu perjalanan 20 menit;
waktu menuju stasiun 25 menit; dan waktu
setelah keluar dari stasiun 25 menit.
Kondisi tersebut adalah kondisi pelayanan
yang akan di tawarkan. Pada kondisi
tersebut 77% orang lebih memilih
menggunakan kereta api untuk melakukan
perjalanan dari Cilacap-Kroya. Bila
dibandingkan dengan moda bus dengan
tarif Rp.6.000,-; waktu perjalanan 25
menit; waktu menuju terminal 30 menit;
waktu setelah keluar dari terminal 20
menit, pada kondisi tersebut hanya 23%
orang yang memilih untuk melakukan
perjalanan. Terlihat bahwa besarnya total
b iaya per ja lanan, akan sangat
mempengaruhi kecenderungan seseorang
untuk memilih moda.
Skenario 2:
Kondisi ini adalah ketika pelayanan kereta
api terhadap meningkatnya tarif menjadi
Rp. 6.500; waktu perjalanan meningkat
menjadi 20 menit; waktu menuju stasiun
25 menit; waktu setelah keluar dari stasiun
20 menit. Bila dibandingkan dengan
pelayanan angkutan bus dengan tarif
Rp.7.000,-, peningkatan tarif ini di
karenakan adanya rencana naiknya harga
bahan bakar minyak, secara langsung akan
menyebabkan meningkatnya biaya operasi
bus. Pada Kondisi ini terlihat bahwa 74%
orang tetap memilih angkutan KA dan
26% memilih menggunakan bus untuk
melakukan perjalanan. Perubahan tarif,
penurunan waktu menuju stasiun dan
waktu setelah keluar dari stasiun ternyata
mempengaruhi secara signifikan terhadap
penumpang bus untuk bera l ih
menggunakan moda angkutan KA.
Skenario 3:
Pada kondisi ini ketika tarif kereta api di
tingkatkan menjadi Rp.7.000,- dengan
total waktu perjalanan tetap. Dibandingkan
dengan angkutan bus tarif Rp.7.000,- total
waktu perjalanan tetap. Pada kondisi ini
71% orang memilih menggunakan KA,
29% orang memilih menggunakan bus.
Penurunan jumah penumpang KA yang
sangat drastis ketika tarif kereta di
tingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas maka Skenario
1 merupakan skenario yang paling ideal
ketika kereta api dioperasikan dari Stasiun
Cilacap-Kroya. Terbukti dari tingginya
minat masyarakat untuk memilih
menggunakan angkutan KA dibandingkan
dengan angkutan bus.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Gambar 7.
Perbandingan Proporsi Pemilihan Moda Kereta Api dengan Jalan Raya.
KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan
sebelumnya nilai waktu masyarakat Kabupaten
Cilacap untuk melakukan perjalanan sebesar Rp15/
menit. Hasil perhitungan potensial demand pada
wlayah studi menunjukan bahwa penumpang
yang bersedia berpindah menggunakan angkutan
Kereta Api yaitu sebanyak 77,5 % atau Sebanyak
2483 dari total penumpang KA sebanyak 3204
penumpang. Terdapat 3 skenario pemilihan moda
dari dan menuju Stasiun Kereta api Kroya dan
Maos.
SARAN
Dengan melihat prosentase perpindahan penumpang
77,5%, maka akan berpengaruh terhadap
menurunnya kinerja lalu lintas khususnya pada
kinerja ruas jalan di beberapa titik terutama pada
ruas jalan utama. Peran kereta api lintas Cilacap-
Kroya bukan hanya sebagai agkutan kereta api yang
194 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 183-194
beroperasi pada waktu tertentu namun untuk
kedepannya berfungsi juga sebagai Kereta Api
Commuter atau ulang alik yang di gunakan oleh
masyarakat Cilacap.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala
Dinas Perhubungan Kabupaten Cilacap dan Kepala
Daerah Operasi V Purwokerto yang telah membantu
perizinan survei dan pemenuhan kebutuhan data,
sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dan
diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Institut Teknologi Bandung. 1997. Perencanaan Sistem
Angkutan Umum Modul Pelatihan. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Levin, Richard I & David S. Rubin. 1998. Statistic for
Management. New Jersey: Prentice Hall.
Minal and Sekar, Ravi Ch. 2014. Mode choice Analisis: The Data, The Models And Future Ahead. International Journal for Traffic an Transport Engineering Vol. 4 (3).
Miro, Fidel. 2001. Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga.
Morlok, Edward K. 1995. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga.
Santoso, Singgih. 2012. Aplikasi SPSS pada Statistik Multivariant, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Takano, Shin-ei and Gebeyehu, Mintesnot. 2007. Diagnostic Evaluation of Public Transportation Mode Choice in Addis Ababa. Journal of Public Transportation. Vol, 10. Nomor 4.
Tamin, Ofyar. Z. 1997. Perencanaan dan Permodelan Transportasi (Edisi Pertama). Bandung: ITB.
Warpani. 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan, Bandung: ITB.
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 195-204
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i3.621 195 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
PENGARUH DISIPLIN PENGENDARA SEPEDA MOTOR, KONDISI SEPEDA MOTOR DAN
JALAN TERHADAP KESELAMATAN BERLALU LINTAS DI KOTA BOGOR TAHUN 2016
(SURVEI JALAN RAYA TAJUR)
THE INFLUENCE OF MOTOR CYCLE RIDER’S DISCIPLINE, THE CONDITION OF
MOTORCYCLE AND ROAD TOWARDS THE TRAFFIC SAFETY IN BOGOR CITY YEAR 2016
(SURVEY ON JL RAYA TAJUR)
Ni Luh Wayan Rita Kurniati
Puslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian, Jl. Medan Merdeka Timur No.5 Jakarta-Indonesia
Diterima: 10 Agustus 2018, Direvisi: 24 Agustus 2018, Disetujui: 31 Agustus 2018
ABSTRACT Bogor City was growing rapidly. The increasing of motorcycle ownership, the lack of rider discipline, and the lack of
facilities and infrastructure cause traffic jams and accidents especially in Jl. Raya Tajur. The research intends to (1) What
are the effects of rider discipline for traffic safety in Bogor? (2) What are the effects of rider discipline for the condition of
the motorcycle rider and the road? (3) What are the effects of motorcycles and road conditions for traffic safety? The
population of this research is all motorcycle users passing through Jl. Tajur Raya. The sampling method used
nonprobability sampling. According to Sugiono, nonprobability sampling is a sampling technique that does not give
equal opportunity for each element or member of the population to be selected as a sample. The total population of both
these roads were to 21.312 respondents. By using tables Isaac and Michael, it was obtained 342 respondents for sample.
The method used was path anlysis. In the data collection, it used some statements from the riders. It also use secondary
data from Department of Transportation and Bogor State Police. The instruments engaged in data collection, it
previously tested to determine the appropriateness of the research instruments. Subsequently, it processed with SPSS 22
to decide its reability and validity. The result of testing the hypothesis showed that in Jl. Raya Tajur, riders discipline have
a significant influence on the improvement of traffic safety with the level of 21.4%. The condition of motorcycles and road
affected the safety for 22.1%. The rider discipline affected the Motorcycles and road conditions with the level of 35.1%.
Keywords: discipline, riders, motorcycle conditions, roads, safety
ABSTRAK Kota Bogor mengalami perkembangan yang sangat pesat. Jumlah penduduk yang semakin padat, meningkatnya
kepemilikan kendaraan bermotor khususnya roda dua, kurang disiplinnya pengendara, kurangnya sarana dan prasarana
lalu lintas menjadi penyebab kemacetan dan kecelakaan lalu lintas khususnya di Jalan Raya Tajur. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh disiplin pengendara sepeda motor, kondisi sepeda motor dan kondisi jalan
terhadap keselamatan berlalu lintas di Kota Bogor. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pengguna sepeda motor
yang melewati Jl. Raya Tajur. Penentuan sampel menggunakan metode nonprobability sampling. Total populasi di jalan
tersebut sebesar 20.196 responden. Dengan menggunakan tabel Isaac dan Michael, diperoleh sampel sebanyak 342
responden. Metode analisis yang digunakan adalah menggunakan analisis jalur. Hasil pengujian Hipotesis
membuktikan bahwa disiplin pengendara sepeda motor memberikan pengaruh terhadap peningkatan keselamatan lalu
sebesar 21,4%. Disiplin pengendara sepeda motor juga berpengaruh terhadap kondisi sepeda motor sebesar 22,1%.
Sedangkan kondisi sepeda motor dan kondisi jalan memberikan pengaruh langsung terhadap disiplin pengendara
sebesar 35,1%.
Kata Kunci: disiplin, pengendara, kondisi sepeda motor, jalan, keselamatan
PENDAHULUAN
Kota Bogor mengalami perkembangan yang sangat
pesat, jumlah penduduk yang semakin padat,
perkembangan di segala aspek kehidupan diikuti
dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan
bermotor terutama kendaraan roda dua, setiap
tahunnya jumlah kendaraan roda dua di Kota
Bogor semakin meningkat, berdasarkan data dari
Polresta Kota Bogor jumlah kepemilikan sepeda
motor di Kota Bogor pada tahun 2013 sebanyak
37.202 unit, tahun 2014 sebanyak 41.247 unit,
berdasarkan data tersebut jelas peningkatannya
sangat sebesar dalam setahun sebesar 4.045 unit.
Meningkatnya jumlah kepemilikan kendaraan
bermotor tentu juga harus diimbangi dengan
kedisiplinan pengendara, pembangunan sarana
prasarana lalu lintas agar tercipta keselamatan
dalam berlalu lintas. Berdasarkan data dari Satuan
Lalu Lintas Polres Bogor Tahun 2015 Jalan Raya
Tajur terjadi 5 (lima) kali kejadian kecelakaan dan
itu terjadi pada titik yang sama sebanyak 3 (tiga)
kali. Sedangkan hasil survei CNN Indonesia, Kota
Bogor dinilai dari segi kenyamanan berkendara
itu sangat kurang dari indeks kepuasan di angka
tertinggi 10, Bogor mencatatkan indeks 2,1 dengan
ranking 185 dari 185 kota di dunia, Indeks
kemacetan 3,2, kualitas jalan 2,6 dan ekonomi
196 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 195-204
sosial 1,1 sehingga Bogor masuk peringkat ke 2
(dua) setelah Cebu Filipina dengan pengalaman
berkendara terburuk di dunia dengan menggunakan
Aplikasi Navigasi Waze. Indek kepuasan masyarakat
dinilai dari kepadatan dan keparahan lalu lintas,
keselamatan perjalanan, kualitas dan infrasturktur
jalan, kemudahan akses SPBU dan parkir, analisa
dampak sosial ekonomi dan perasaan pengguna
Waze. Lokasi Kabupaten Bogor yang di survei
adalah di Ciawi Gadog, dan 12 lokasi di Kota Bogor
yaitu Sholeh Iskandar, Tajur, Kebon Pedes,
Martadinata, Dewi sartika, Sawojajar, Padjajaran,
Lawanggintung, Merdeka, MA Salmun, dan Mayor
Oking. Berdasarkan latar belakang di atas, maka
peneliti tertarik untuk mempelajari, memahami,
dan meneliti secara lebih mendalam mengenai
seberapa besar pengaruh displin pengendara sepeda
motor, kondisi sepeda motor dan jalan terhadap
keselamatan berlalu lintas di Kota Bogor.
Berbagai masalah timbul dalam berlalu lintas,
seperti kurangnya disiplin pengendara roda dua,
kepemilikan surat izin mengemudi yang belum
sepenuhnya dimiliki, seringnya pengendara tidak
melengkapi perlengkapan kendaraannya, tidak
mengindahkan rambu-rambu yang ada, mudahnya
para pelanggar dalam menyelesaikan masalah,
kondisi jalan raya yang kurang baik, urangnya
prasarana lalu lintas. Fokus masalah yang
diprioritaskan yakni; Seberapa besar pengaruh
disiplin pengendara terhadap keselamatan berlalu
lintas di Kota Bogor, seberapa besar pengaruh
disiplin pengendara terhadap kondisi sepeda motor
dan jalan, dan seberapa besar pengaruh kondisi
sepeda motor dan jalan terhadap keselamatan berlalu
lintas. Lokus penelitian di jalan Raya Tajur yang
merupakan pintu masuk ke Kota Bogor dari arah
Sukabumi.
Sumber: https://www.google.com
Gambar 1.
Lokasi Survei.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh disiplin pengendara sepeda
motor, kondisi sepeda motor dan kondisi jalan
terhadap keselamatan berlalu lintas di Kota Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Disiplin Pengendara
Menurut Purwadi dan Saebeni (2008)
pengertian disiplin berlalu lintas adalah
seseorang mematuhi apa yang tidak boleh pada
saat berlalu lintas di jalan, baik dalam rambu
ataupun tidak, dimana larangan-larangan
tersebut termuat di dalam UU RI No 22 tahun
2009 tentang LLAJ. Menurut Irene Klavert
(2007), kedisiplinan berlalu lintas adalah suatu
perilaku yang mematuhi hukum serta aturan
yang mengatur gerak atau mudiknya kendaraan
dan orang di jalan agar menjadi aman, cepat,
lancar, tertib dan teratur. Faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin yaitu pendidikan formal
maupun informal, kepribadian, usia, peranan
petugas keamanan lalu lintas, sikap terhadap
ketaatan, hukuman atas pelangggaran, harapan,
hadian atas suatu prestasi, dan hubungan sosial
dengan lingkungan, sedangkan Wagiyah dkk
(2013) kedisiplinan adalah segala bentuk sikap
seseorang yang mencerminkan bahwa dirinya
patuh terhadap suatu peraturan, baik peraturan
itu dibuat oleh dirinya sendiri maupun orang
lain dengan kepahaman terhadap hak dan
kewajiban serta kepahaman terhadap
konsekuensi apabila ia melanggar. Purwadi
(2011), seseorang mematuhi apa yang tidak
boleh pada saat berlalu lintas di jalan, baik
dalam rambu ataupun tidak, dimana larangan-
larangan tersebut termuat di dalam UU RI No
22 tahun 2009 tentang LLAJ disebut dengan
disiplin berlalu lintas.
Pengaruh Disiplin Kondisi Sepeda Motor dan Jalan Terhadap Keselamatan di Jalan Raya Tajur Bogor, Ni Luh Wayan Rita Kurniati 197
Menurut Dagun et.al (2006), sarana transportasi
harus memenuhi tiga kriteria dasar, yaitu
kenyamanan, keamanan, dan kecepatan.
Menurut Sutawi (2006), aspek-aspek disiplin
berlalu lintas adalah kewaspadaan, kesadaran,
sikap dan mental.
B. Kondisi Kendaraan
Kondisi sepeda motor dan jalan merupakan
bagian dari sarana prasarana dalam berlalu
lintas. Motor yang siap pakai memberikan
keamanan dan kenyamanan dalam berlalu
lintas, sedangkan keadaan jalan yang bagus dan
memadai juga dapat memberikan keamanan
dan kenyamaan dalam berlalu lintas.
Menurut Muhamad Guntur (2015), kendaraan
bermotor adalah kendaraan yang digerakkan
oleh peralatan teknik untuk pergerakkannya,
dan digunakan untuk transportasi darat.
Menurut Dagun et. al (2006) sarana transportasi
harus memenuhi tiga kriteria dasar, yaitu
kenyamanan, keamanan, dan kecepatan. Sarana
transportasi merupakan alat angkut untuk
kenyamanan dan keamanan bertujuan untuk
menciptakan keselamatan berlalu lintas,
Dagun et. al, memberikan pandangan bahwa
sarana tranportasi sangatlah penting dalam
menumbuhkan keselamatan (safety) bagi
pengguna transportasi. Menurut C. Jotin Khisty,
B Kent Lall (2006), Perencana transportasi
bertanggung jawab terhadap tata letak jaringan
jalan, mengendalikan distribusi dan kebijakan
tata guna lahan karena berkaitan yang sangat
besar dengan intensitas lalu lintas dan akibatnya
dengan keselamatan jalan atau persimpangan
tertentu.
C. Keselamatan Lalu Lintas
Keselamatan (safety) adalah suatu keadaan
atau kondisi ketika seseorang, kelompok
atau masyarakat terhindar dari segala bentuk
ancaman bahaya atau kecelakaan. Kecelakaan
merupakan kejadian yang tidak dapat diduga
dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan
kerugian, sedangkan keamanan (security)
adalah keadaan aman dan tentram bebas dari
ancaman.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan PM.
26 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan
bahwa “Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap
orang dari risiko kecelakaan selama berlalu
lintas yang disebabkan oleh, kendaraan, jalan,
dan/atau lingkungan”.
Aspek keselamatan (safety) dalam berlalu
lintas dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
antara lain: kualitas pengemudi, kelaikan
kendaraan dan sarana prasarana yang
memenuhi standar keselamatan. Jika salah
satu komponen ini tidak baik atau tidak
memenuhi syarat, maka kemungkinan terjadi
kecelakaan lalu lintas menjadi besar. Secara
umum keselamatan berlalu lintas sangat
ditentukan oleh 3 hal yakni pengendara
kendaraan bermotor; kendaraan yang dipakai;
kondisi jalan dan lingkungan sekitar jalan.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Road
and Transport Authority NSW (2006), bahwa
komponen keselamatan di jalan adalah
pengguna jalan atau faktor perilaku berkendara,
faktor kendaraan, faktor jalan dan lingkungan
sekitar jalan.
D. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irene
Klavert yang berjudul Disiplin Berlalu Lintas
Pengemudi Angkutan Kota di Kota Semarang
Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Penegakan
Hukum Lalu Lintas, menyimpulkan bahwa
perubahan persepsi penegakan hukum lalu
lintas dapat menyebabkan perubahan disiplin
berlalu lintas padasopir angkutan kota.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Malinda
Yustikasari yang berjudul Manajemen Sarana
dan prasarana Perkeretaapian di PT Kereta Api
Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) VII
Madiun, menyimpulkan bahwa dalam
memanajemen sarana dan prasarana
perkeretaapian perlu perencanaan pemeliharaan
secara periodik, pengkoordinasian antara atasan
dengan bawahan dengan baik, kurangnya
sumber daya manusia untuk pemeliharaan
sarana dan prasarana, serta pengawasan yang
kurang maksimal.
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi yang menjadi target penelitian adalah
pengguna sepeda motor di Kabupaten Bogor
khususnya di Jalan Raya Tajur. Strategi peneliti
dalam memperoleh jumlah populasi dengan
mengadakan traffic counting pada ruas jalan yang
menjadi objek penelitian pada jam-jam sibuk pada
hari kerja tepatnya pada hari Selasa 19 Juli 2016.
Jumlah populasi sudah di homogenkan dilihat dari
yang telah mampu mengendarai sepeda motor
terlihat pada Tabel 1.
198 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 195-204
Tabel 1.
Populasi Penelitian
Nama Jalan Waktu Arah
Jumlah Kiri Kanan
Jl. Raya Tajur
07.00-09.00 3.850 4.808 8.658
12.00-14.00 1.768 1.906 3.674
16.00-18.00 3.998 3.866 7.864
Jumlah 20.196
Sumber: Hasil Survei, 2016
Total populasi di jalan yang menjadi sampel
berjumlah 20.196 sepeda motor, berdasarkan (Isaac
dan Michael) dengan populasi 20.196 dengan tingkat
kesalahan 5%, jumlah responden secara keseluruhan
adalah 342 responden.
Teknik pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis jalur. Analisis jalur adalah suatu bentuk analisis terapan dari analisis multi regresi (Kerlinger, 2006). Analisis jalur
digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh langsung maupun tidak langsung variabel bebas terhadap variabel terikat. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan statistik, sehingga peneliti dapat mengetahui sejauhmana linear dan signifikannya pengaruh dari masing-
masing variabel bebas terhadap variabel terikat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Eksisting
Jalan Raya Tajur (Depan Perumahan Pakuan,
Bioskop Galaxy-Kantor DLLAJ Kota Bogor)
memiliki kapasitas lajur jalan yang lebar dan
tidak dibatasi dengan median permanen 2/2
UD, 2 (dua) jalur, dan 2 (dua) lajur, dimana
setiap lajur memiliki lebar ± 2 meter.
Kondisi sarana dan prasarana di Jalan Raya
Tajur saat ini tidak ada pita penggaduh (rumble
strip) pada lokasi-lokasi pusat kegiatan
masyarakat. Tata guna lahan adalah pabrik,
pusat perbelanjaan/ruko-ruko atau otlet-oltlet
perbelanjaan dan perkantoran.
Sumber: Hasil Dokumentasi, 2016
Gambar 2.
Kondisi Eksisting Jalan Raya Tajur.
B. Titik Black Spot
Titik black spot di Jalan Raya Tajur dari arah
Ciawi terletak di depan Kantor DLLAJ Kota
Bogor sedangkan dari arah Bogor titik black
spotnya terletak di Depan Galaxy seperti pada
Gambar 3.
Sumber: Polresta Kota Bogor, 2016
Gambar 3.
Lokasi Black Spot di Jalan Raya Tajur.
Pengaruh Disiplin Kondisi Sepeda Motor dan Jalan Terhadap Keselamatan di Jalan Raya Tajur Bogor, Ni Luh Wayan Rita Kurniati 199
C. Pertumbuhan Kendaraan Bermotor
Berdasarkan data dari Samsat Kota Bogor
Tahun 2016 peningkatan jumlah kendaraan
bermotor mengalami peningkatan yang sangat
tinggi terutama untuk kendaraan roda dua.
Pertumbuhan kendaraan roda dua mengalami
peningkatan yang sangat pesat setiap tahunnya.
Pada tahun 2014 ke tahun 2015 peningkatan
per tahunnya sebesar 31.396 unit, seperti
Tabel 2.
Tabel 2.
Jumlah Kendaraan di Kota Bogor
Tahun 2014 s/d September 2016
Tahun
Jenis Kendaraan
Jumlah Mobil
Penumpang Bus
Mobil
Barang
Sepeda
Motor Ransus
2014 77.832 1.024 14.161 298.398 104 391.519
2015 83.534 1.048 14.863 329.794 107 429.346
2016 87.979 1.065 15.085 351.369 114 455.612
Jumlah 249.345 3.137 44.109 979.561 325 1.276.477
Sumber: Samsat Kota Bogor, 2016
Tabel 3.
Data Pelanggaran Lalu Lintas
No. Tahun Jl. Raya Tajur
1. 2013 935
2. 2014 906
3. 2015 1025
4. 2016 874
Jumlah 3.740
Sumber: Polres Kota Bogor, 2016
D. Pengujian Hipotesis
Hipotesis diuji dengan analisis jalur (path
analysis) menggunakan uji regresi, melalui
program IBM SPSS 22 dengan output seperti
Tabel 6 berikut.
1. Uji Signifikansi Linearitas Regresi
a. Terdapat pengaruh langsung
kedisiplinan pengendara terhadap
keselamatan berlalu lintas di Jalan
Raya Tajur
Berdasarkan nilai Fh pada tabel anova
sebesar 92,301 > 3,86 Ft artinya
signifikan dan linear, dengan nilai
probabilitas atau p-value 0,000,
karena p-value 0,000 < 0.05, artinya
dapat disimpulkan bahwa koefisiensi
regresi antara X1 dan X3 jika H0 ≠
0 dan terima H1, artinya signifikan.
Tabel 4.
Anova Antara X1 Atas X3
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 325,327 1 325,327 92,301 ,000b
Residual 1198,381 340 3,525
Total 1523,708 341
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Keterangan: a. Dependent Variable: Keselamatan Berlalu lintas
b. Predictors: (Constant), Disiplin Pengendar Motor
200 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 195-204
b. Terdapat pengaruh langsung
kondisi sepeda motor dan jalan
terhadap keselamatan lalu lintas di
Jalan Raya Tajur
Berdasarkan nilai Fh pada tabel anova
sebesar 96,326 > 3,86 Ft artinya
signifikan dan linear, dengan nilai
probabilitas atau p-value 0,000,
karena p-value 0,000 < 0.05, maka
dapat disimpulkan bahwa koefisiensi
regresi antara X2 dan X3 jika H0 ≠
0 dan terima H1, artinya signifikan.
Tabel 5.
Anova Antara X2 Atas X3
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 336,384 1 336,38 96,3 ,000b
Residual 1187,324 340 3,492
Total 1523,708 341
Sumber: Hasil Analisis, 2016 Keterangan:
a. Dependent Variable: Keselamatan Berlalu lintas
b. Predictors: (Constant), Disiplin Pengendar Motor
c. Terdapat pengaruh langsung disiplin
pengendara terhadap kondisi sepeda
motor dan jalan di Jalan Raya Tajur
Berdasarkan nilai Fh pada tabel anova
sebesar 184,253 > 3,86 Ft artinya
signifikan dan linear, dengan nilai
probabilitas atau p-value 0,000,
karena p-value 0,000 < 0.05, maka
dapat disimpulkan bahwa koefisiensi
regresi antara X1 dan X2 jika H0 ≠
0 dan terima H1, artinya signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa disiplin
pengendara di Jalan Raya Tajur
berpengaruh terhadap kondisi sepeda
motor dan jalan di Jalan Raya Tajur.
Tabel 6.
Anova Antara X1 Atas X2
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 2368,481 1 2368,48 184,25 ,000b
Residual 4370,525 340 12,854
Total 6739,006 341
Sumber: Hasil Analisis, 2016 Keterangan:
a. Dependent Variable: Keselamatan Berlalu lintas
b. Predictors: (Constant), Disiplin Pengendar Motor
2. Uji Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
a. X1 terhadap X3
Tabel berikut menampilkan nilai R yang merupakan simbol dari nilai koefisien korelasi. Nilai korelasi adalah 0.462, dapat diinterpretasikan bahwa hubungan kedua variabel antara disiplin pengendara dengan keselamatan berlalu lintas dalam kategori rendah. Melalui tabel ini juga diperoleh nilai R Square atau
koefisien determinasi (KD) yang menunjukkan seberapa bagus model regresi yang dibentuk oleh interaksi variabel bebas dan variabel terikat. Nilai KD yang diperoleh adalah 21,4% yang dapat ditafsirkan bahwa variabel bebas X1 memiliki pengaruh kontribusi sebesar 21,4% terhadap variabel X3 dan 78,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel X1 seperti kondisi motor dan jalan.
Pengaruh Disiplin Kondisi Sepeda Motor dan Jalan Terhadap Keselamatan di Jalan Raya Tajur Bogor, Ni Luh Wayan Rita Kurniati 201
Tabel 7.
Model Summary
M R R Square
Change Statistics
R Square
Change F df1 df2 Sig. F
1 ,462a ,214 ,214 92,3 1 340 ,000
Sumber: Hasil Analisis, 2016
b. X2 terhadap X3
Tabel berikut menampilkan nilai R
yang merupakan simbol dari nilai
koefisien korelasi. Nilai korelasi
adalah 0.470, dapat diinterpretasikan
bahwa hubungan kedua variabel
antara kondisi sepeda motor dan
jalan dengan keselamatan berlalu
lintas dalam kategori rendah. Melalui
tabel ini juga diperoleh nilai R Square
atau koefisien determinasi (KD)
yang menunjukkan seberapa bagus
model regresi yang dibentuk oleh
interaksi variabel bebas dan variabel
terikat. Nilai KD yang diperoleh
adalah 22,1% yang dapat ditafsirkan
bahwa variabel bebas X2 memiliki
pengaruh kontribusi sebesar 22,1%
terhadap variabel X3 dan 77,9%
lainnya dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain diluar variabel X2 seperti
disiplin pengendara, dan lain
sebagainya.
Tabel 8.
Model Summary
M R R Square
Change Statistics
R Square
Change F df1 df2 Sig. F
1 ,470a ,221 ,221 96,3 1 340 ,000
Sumber: Hasil Analisis, 2016
c. X1 terhadap X2
Tabel berikut menampilkan nilai R
yang merupakan simbol dari nilai
koefisien korelasi. Nilai korelasi
adalah 0.593, dapat diinterpretasikan
bahwa hubungan kedua variabel
antara disiplin pengendara dengan
kondisi motor dan jalan dalam
kategori rendah. Melalui tabel ini
juga diperoleh nilai R Square atau
koefisien determinasi (KD) yang
menunjukkan seberapa bagus model
regresi yang dibentuk oleh interaksi
variabel bebas dan variabel terikat.
Nilai KD yang diperoleh adalah
35,1% yang dapat ditafsirkan bahwa
variabel bebas X1 memiliki pengaruh
kontribusi sebesar 35,1% terhadap
variabel X2 dan 64,9% lainnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di
luar variabel X1 seperti pengetahuan
tentang keselamatan berlalu lintas
dan lain sebagainya.
Tabel 9.
Model Summary
M R R Square
Change Statistics
R Square
Change F df1 df2 Sig. F
1 ,593a ,351 ,351 184,2 1 340 ,000
Sumber: Hasil Analisis, 2016
3. Uji Signifikan Korelasi
a. Korelasi X1 atas X3
Persamaan regresi 3 = a1 + b1X1 =
17,77 + 0,250X1 (beta). Artinya
dengan ber tambahnya satu
pernyataan responden tentang
d i s ip l in pengendara dapat
mempengaruhi keselamatan berlalu
lintas sebesar 0.250 nilai th disiplin
202 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 195-204
pengendara terhadap keselamatan
berlalu lintas sebesar 9,607 atau p-
value = 0.00 < 0.05 maka tolak H0,
terima H1, artinya terdapat pengaruh
signifikan disiplin pengendara
terhadap keselamatan berlalu lintas.
Dengan tingkat pengaruhnya sebesar
r213 = 0,214 atau sebesar 21,4%
kese lamatan ber lalu l in tas
dipengaruhi d i s ip l in pengendara,
sisanya dipengaruhi faktor lain.
Tabel 10.
Tabel Korelasi X1 Atas X3
Model Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 17,77 1,79 9,91 ,000
Disiplin Pengendara Motor ,25 ,026 ,462 9,60 ,000
Sumber: Hasil Analisis, 2016
b. Korelasi X2 atas X
3
Persamaan regresi 3 = a2 + b2X2 =
20,539 + 0.223X2 (beta). Artinya
dengan ber tambahnya satu
pernyataan responden tentang kondisi
sepeda motor dan jalan dapat
mempengaruhi keselamatan berlalu
lintas sebesar 0,223 nilai th kondisi
sepeda motor dan jalan terhadap
keselamatan berlalu lintas sebesar
9,815 atau p-value = 0.00 < 0.05
maka tolak H0, terima H1, artinya
terdapat pengaruh signifikan kondisi
sepeda motor dan jalan terhadap
keselamatan berlalu lintas. Dengan
tingkat pengaruhnya sebesar r23 =
0.220 atau sebesar 22% keselamatan
berlalu lintas dipengaruhi sarana
prasarana, sisanya dipengaruhi faktor
lain.
Tabel 11.
Korelasi X2 Atas X3
Model Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 20,56 1,471 13,9 ,000
Kondisi Motor dan Jalan ,22 ,023 ,470 9,81 ,000
Sumber: Hasil Analisis, 2016
c. Korelasi X1 atas X
2
Persamaan regresi 2 = a1 + b1X1 =
18,046 + 0.675X1 (beta). Artinya
dengan bertambahnya disiplin
pengendara sebesar satu poin dapat
mempengaruhi kondisi sepeda motor
dan jalan sebesar 0.675 nilai th
disiplin pengendara terhadap kondisi
sepeda motor dan jalan sebesar 5,276
atau p-value = 0.00 < 0.05 maka
tolak H0, terima H1, artinya terdapat
pengaruh signifikan disiplin
pengendara terhadap kondisi sepeda
motor dan jalan. Dengan tingkat
pengaruhnya sebesar r212 = 0.351
atau sebesar 35,1% ko dipengaruhi
disiplin pengendara, sisanya
dipengaruhi faktor lain.
Tabel 12.
Korelasi X1 Atas X2
Model Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 18,06 3,424 5,27 ,000
Disiplin Pengendara Motor ,67 ,050 ,593 13,57 ,000
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Pengaruh Disiplin Kondisi Sepeda Motor dan Jalan Terhadap Keselamatan di Jalan Raya Tajur Bogor, Ni Luh Wayan Rita Kurniati 203
4. Uji Koefisiensi Jalur Jl. Raya Tajur
Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui koefisiensi jalurnya sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien jalur disiplin pengendara = p31 = 0.283> 0.05 maka H0 ditolak dan terima H1, berarti signifikan, artinya bahwa disiplin pengendara berpengaruh langsung terhadap keselamatan berlalu lintas.
b. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien jalur disiplin pengendara
= p32 = 0.30 > 0.05 maka H0 ditolak dan terima H1, berarti signifikan, artinya bahwa kondisi sepeda motor dan jalan berpengaruh langsung terhadap keselamatan berlalu lintas,
c. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien jalur disiplin pengendara = p21 = 0.59 > 0.05 maka H0 ditolak dan terima H1, berarti signifikan, artinya bahwa disiplin pengendara berpengaruh langsung terhadap kondisi sepeda motor dan jalan.
Tabel 13.
Matrik Korelasi Jl. Raya Tajur
Matrik X1 X2 X3
X1 1 0,59 0,46
X2 1 0,47
X3 1
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Tabel 14.
Mencari Koefisien Jalur
р21 0,59 > 0,05
р31
r13 r12
= 0,28 > 0,05 r23 1
1 r12
r12 1
р32
1 r13
= 0,30 > 0,05 r12 r23
1 r12
r12 1
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Tabel 15.
Pengujian Jalur
r12 = р21 = 0,59 ~ 0,59
r13 = р31 + р32 x r12 = 0,46 ~ 0,46
r23 = р31 x r12 + р32 = 0,47 ~ 0,47
Sumber: Hasil Analisis, 2016
E. Pembahasan
1. Pengaruh Disiplin Pengendara Terhadap Keselamatan Berlalu Lintas di Jalan Raya Tajur
Hasil pengujian membuktikan bahwa disiplin pengendara memberikan pengaruh langsung terhadap keselamatan berlalu
lintas dengan persamaan regresi sederhana
3 = 17,77 + 0.250X1 yang berarti setiap satu pernyataan responden mengenai disiplin dapat menambah keselamatan berlalu lintas sebesar 0.25, dengan tingkat pengaruhnya r
213 = 0.214 atau sebesar
21,4% bahwa keselamatan berlalu lintas dipengaruhi disiplin pengendara.
204 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 195-204
2. Pengaruh Kondisi Motor dan Jalan Terhadap Keselamatan Berlalu Lintas di Jalan Raya Tajur
Hasil pengujian membuktikan bahwa kondisi motor dan jalan memberikan pengaruh langsung terhadap keselamatan berlalu lintas dengan persamaan regresi sederhana 3 = 20.57 + 0.22X2 yang berarti setiap satu pernyataan responden mengenai Kondisi Motor dan Jalan dapat menambah keselamatan berlalu lintas sebesar 0.22, dengan tingkat pengaruhnya r2 23 = 0.221 atau sebesar 22,1% bahwa keselamatan berlalu lintas dipengaruhi kondisi motor dan jalan.
3. Pengaruh Disiplin Pengendara Terhadap Kondisi Motor dan Jalan di Jalan Raya Tajur
Hasil pengujian membuktikan bahwa disiplin pengendara memberikan pengaruh langsung terhadap kondisi motor dan jalan dengan persamaan regresi sederhana
2 = 18.06 + 0.68X1 yang berarti setiap satu pernyataan responden mengenai disiplin dapat menambah kondisi motor dan Jalan sebesar 0.68, dengan tingkat pengaruhnya r
212 = 0.351 atau sebesar
35,1% bahwa Kondisi Motor dan Jalan dipengaruhi disiplin pengendara.
KESIMPULAN
Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa disiplin pengendara sepeda motor memberikan pengaruh langsung terhadap keselamatan berlalu lintas sebesar 21,4%, sedangkan kondisi motor dan jalan memberikan pengaruh langsung terhadap keselamatan berlalu lintas sebesar 22,1%. Selain kedua faktor tersebut, keselamatan berlalu lintas juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kondisi pengemudi , kondi s i cuaca, dan perlengkapan rambu-rambu lalu lintas. Kondisi motor dan jalan memberikan pengaruh langsung terhadap disiplin pengendara sebesar 35,1%, selain faktor tersebut, disiplin pengendara juga dipengaruhi oleh perilaku pengendara seperti penggunaan helm/knalpot tidak standar, tidak membawa SIM, tidak memperhatikan rambu-rambu lalu lintas, penggunaan alat telekomunikasi saat berkendara dan lain sebagainya.
SARAN
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil analisis pengaruh disiplin pengendara sepeda motor, kondisi motor dan jalan terhadap keselamatan berlalu lintas adalah pengendara harus memahami peraturan dalam berlalu lintas sehingga sebelum bepergian akan menggunakan atribut-atribut dalam berkendara seperti memakai helm standar, jaket, sarung tangan, membawa surat surat sepeda motor, dan perlengkapan perlengkapan lainya; pihak yang
terkait dengan peningkatan keselamatan lalu lintas seperti Polisi dan Dinas Perhubungan harus lebih sering melakukan sosialisasi mengenai keselamatan dan secara tegas menindak lanjuti pelanggaran lalu lintas karena hal tersebut sangat berisiko tinggi meningkatkan angka kecelakaan untuk semua pengguna sepeda motor baik untuk usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa sehingga mereka mengetahui arti dan pentingnya keselamatan untuk pengendara sendiri dan orang lain; serta bagi orang tua juga harus dekat dengan anak sehingga bisa memantau semua aktifitas anak untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kapus Litbang Transportasi Jalan beserta staf, Dinas LLAJ Kota Bogor, Polresta Kota Bogor, Dr. Erna, S. Widodo, SS. MM., Suharto A. Madjid, S.Sos, MM., DR. Sulistyowati, MM, Drs. Suripno, MsTr., Dwi Widiyanti, SE, MM.Tr. yang telah memberikan bimbingan, arahan, dengan sabar dan kritis terhadap berbagai permasalahan dan selalu memberikan motivasi bagi penulis dan Sukarniwati, serta Devita Nurjayanti, yang telah membantu dalam pengumpulan data dalam penelitian ini sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselasaikan sesuai dengan harapan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Dagun, Save M. 2006). Busway, Terobosan Penanganan Transportasi Jakarta. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Kerlinger, Fred N. 2006. Asas-Asas Penelitihan Behavioral. Terjemahan Landung R. Sembiring, Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press.
Khisty C, Jotin., Lall B, Kent. 2006. Dasar-dasar Rekayasa Transportasi. Jilid 2. Jakarta: Erlangga dan Pusat Perbukuan Depdiknasa.
Klavert, Irene. 2007. Kedisiplinan Berlalu Lintas Pengemudi Angkutan Kota di Kota Semarang Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Penegakan Hukum Lalu Lintas, Skripsi. Universitas Katholik Soegijapranata. Semarang.
Polresta Bogor. 2015. Kajian Lokasi Black Spot dan Trouble Spot di Kota Bogor Tahun 2015. Bogor.
Purwadi, Didi. 2011. Rekayasa Lalu Lintas. Bandung: PT. Sinar Baru.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Wagiyah, dkk. 2013. Pengaruh Sanksi Tilang Bagi Pelanggar Terhadap Kedisiplinan Dalam Berlalu Lintas. Jurnal Ilmiah World Health Organization, 2013 A Road Safety Manual for Decision-Makers and Practitioners.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta.
Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
1410-8593| 2579-8731 ©2017 doi: http://dx.doi.org/10.25104/jptd.v19i3.617 143 Nomor Akreditasi: 744/AU3/P2MI-LIPI/04/2016 | Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC-SA 4.0
PENGEMBANGAN CARBODY ALUMINIUM UNTUK LIGHT RAIL TRANSIT
DEVELOPMENT OF ALUMINUM CARBODY FOR LIGHT RAIL TRANSIT
1Taufik Hidayat dan
2Yusuf Tri Wicaksono
1UPT Balai Pengembangan Instrumentasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Gedung 30
Jl. Sangkuriang, Bandung - Indonesia 2Departemen Desain Mekanik PT Industri Kereta Api (Persero) Jl. Yos Sudarso 71, Madiun-Indonesia
Diterima: 10 Agustus 2018, Direvisi: 24 Agustus 2018, Disetujui: 31 Agustus 2018
ABSTRACT Light rail car is the motored normal speed railcar with maximum axle load of 12 tones. In order to achieve the requirement
of axle load, so that material selection is important and effective way to do. Extrusion Aluminum material is one of the
suitable material for light rail car due to the low density, around 2.7 g/cm3. The aim of this study is to analyze the using of
aluminium material for PT INKA’s light rail car product, as one of the effort to follow the development of light railcar’s
car body with maximum axle load by12 tones. This study is based on descriptive research, data collection method is
primary data from analysis using equipment, and secondary data which obtained from related institution and literature
study. In this research, the analysis used are descriptive analysis, qualitative and quantitative. In order to achieve LRT
railcar design which meets the requirement of safety standard, then, it is adjusted with design concept and testing through
simulation and real test in workshop. The testing is divided into several types, namely testing dimension that cover length,
width and height; weight test; and construction strength test. For construction structural test carried out in two methods,
those are simulation using ANSYS software and real test in workshop. PT INKA has made a prototype of light railcar
which constructed from 6061 T6 aluminium alloy material followed by some of testing, included weight measurement and
the structure strength test. The result of weight measurement shows the weight of PT INKA’s LRT prototype car body is
2761 kg and all of the load calculation meets the maximum axle load requirement of 12 tones. In other hand, structure
strength test using simulation and real test in workshop with load Case 1, Case 2, Case 3, and Case 4 show that PT INKA’s
LRT prototype car body perform strength value under the allowance strength value <206.5 MPa. This result means that
PT INKA’s LRT prototype car body has meets the requirement for safety structure strength of passenger rail car as
mentioned on Regulation of Ministry of Transportation of Republic of Indonesia No. 175 Year 2015 about Technical
Specification’s Standard of Motored Normal Speed Railcar.
Keywords: carbody, aluminium, LRT, construction strength
ABSTRAK Kereta ringan merupakan kereta kecepatan normal berpenggerak sendiri dengan beban gandar maksimum 12 ton. Untuk
mencapai beban gandar tersebut, maka pemilihan material adalah cara yang efektif dilakukan. Material Aluminium
ekstrusi adalah salah satu material yang dapat dijadikan pilihan mengingat densitasnya hanya 2,7g/cm3. Penelitian ini
bertujuan mengkaji pemanfaatan material Aluminium untuk produksi kereta ringan LRT (light rail transit) oleh PT INKA,
sebagai bentuk upaya untuk mencapai pembuatan kereta ringan dengan beban gandar maksimum 12 ton. Penelitian ini
didasarkan pada penelitian deskriptif, metode pengumpulan data adalah data primer dilakukan dengan pengamatan
menggunakan peralatan, dan pengumpulan data sekunder diperoleh berdasarkan data dari instansi terkait serta studi
literatur. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, kualitatif dan kuantitaitf. Untuk dapat
menghasilkan desain LRT yang sesuai dengan standar keamanan maka dilakukan perencanaan desain dan pengujian
baik melalui metode simulasi maupun pengujian langsung di workshop. Pengujian yang dilakukan terbagi menjadi
beberapa jenis, yaitu pengujian dimensi yang mencakup panjang, lebar dan tinggi; pengujian berat; dan pengujian
kekuatan konstruksi. Untuk pengujian kekuatan konstruksi dilakukan melalui dua metode, yaitu menggunakan simulasi
software ANSYS dan uji sebenarnya di workshop. PT INKA membuat prototipe LRT dari material paduan Aluminium seri
6061 T6 yang kemudian dilakukan beberapa pengujian antara lain pengukuran berat dan pengujian kekuatan struktur
kereta. Hasil pengukuran berat menunjukkan bahwa berat carbody prototipe LRT PT INKA adalah 2761 kg dan
keseluruhan pembebanan telah memenuhi ketentuan maksimum axle load 12 ton. Sedangkan untuk uji kekuatan konstruksi
menggunakan simulasi dan pengujian di workshop dengan pembebanan Kasus 1, Kasus 2, Kasus 3 dan Kasus 4
menunjukkan bahwa konstruksi LRT PT INKA memiliki nilai tegangan di bawah nilai tegangan ijin yaitu <206.5 MPa.
Hal ini menunjukkan bahwa prototipe LRT PT INKA telah memenuhi persyaratan keamanan kekuatan struktur untuk
kereta penumpang sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No. 175 Tahun 2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta
Kecepatan Normal Dengan Penggerak Sendiri.
Kata Kunci: carbody, aluminium, LRT, kekuatan konstruksi
PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat dari
tahun ke tahun, diiringi pula dengan tingginya tingkat
aktivitas yang dilakukan sehingga moda transportasi
umum sangat diperlukan guna menunjang mobilisasi
144 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
yang semakin tinggi. Salah satu jenis transportasi
umum masal yang sangat dibutuhkan saat ini
adalah kereta api. Sejarah kereta mencatat bahwa
pada awalnya kereta hanya merupakan konstruksi
sederhana menggunakan material kayu. Seiring
dengan kebutuhan peningkatan kekuatan konstruksi
guna membawa beban lebih banyak, mulailah dibuat
kereta dari baja. Kereta dengan material penyusun
badan kereta dari baja masih bertahan hingga saat
ini. Kebutuhan desain kereta berkembang seiring
dengan perubahan lingkungan sosial dan teknologi,
saat ini lebih bervariasi dari sebelumnya yang
berka i tan dengan aspek -aspek keamanan,
kenyamanan, efisiensi dan biaya. Kondisi ini memicu
perusahaan manufaktur kereta untuk melakukan
berbagai usaha guna memenuhi permintaan tersebut.
Kereta modern yang saat ini banyak diproduksi di
negara maju menggunakan material aluminium.
Material ini dikenal memiliki rasio kekuatan terhadap
berat yang tinggi dibandingkan dengan material baja.
Material aluminium untuk konstruksi badan kereta
dihasilkan dari proses ekstrusi dengan struktur double
skin.
Pemerintah mendorong inovasi kereta ringan melalui
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor PM. 175 Tahun 2015 tentang Standar
Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal Dengan
Penggerak Sendiri, antara lain membahas mengenai
jenis kereta berpenggerak sendiri dengan beban
gandar 12 ton atau disebut LRT. Atas dasar tersebut,
PT INKA melakukan pengembangan inovasi
menggunakan material aluminium sebagai material
konstruksi LRT. Penggunaan material aluminium
dimulai dengan aplikasi pada komponen interior.
Komponen tersebut bukan merupakan komponen
utama struktur badan kere ta . Guna mencapai
penguasaan penggunaan material aluminium pada
konstruksi utama kereta maka dibuat prototipe LRT
berbahan aluminium oleh PT INKA. Dalam setiap
konstruksi badan kereta diperlukan perencanaan
desain yang matang serta pemilihan material yang
sesuai guna mengakomodasi kebutuhan badan kereta
yang harus mampu menahan beban seluruh kereta
serta aman bagi penggunanya . Inovas i ini
d iharapkan menjadi pemicu kebangki tan
teknologi perkeretaapian Indonesia.
Penelitian ini bertujuan mengkaji pemanfaatan
material aluminium untuk produksi kereta ringan
LRT (Light Rail Transit) oleh PT INKA, sebagai
bentuk upaya untuk mencapai pembuatan kereta
ringan dengan beban gandar maksimum 12 ton.
TINJAUAN PUSTAKA
Kereta terdiri dari berbagai bagian yang ada di
dalamnya. Mulai dari interior, badan kereta, gandar
dan sistem perpipaan. Badan kereta merupakan
komponen utama kereta yang merupakan satu
kesatuan s t ruktur . Dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 175 Tahun 2015 tentang
Standar Spesifikasi Teknik Kereta Kecepatan Normal
dengan Penggerak Sendiri dinyatakan bahwa badan
kereta dapat dirancang sebagai konstruksi rakitan
tabung (monocoque) yang terdiri dari:
a. rangka dasar;
b. lantai;
c. dinding; dan
d. atap.
Badan kereta harus mempunyai kekuatan dan kekakuan tinggi terhadap pembebanan tanpa terjadi perubahan bentuk (deformasi) tetap. LRT merupakan jenis kereta yang termasuk dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 175 Tahun 2015 Pasal 4 ayat b tentang kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri dengan beban gandar maksimum 12 ton (Light Rail Transit). Pemilihan material dalam pembuatan LRT sangat penting guna mencapai batas beban gandar. Material yang umumnya digunakan untuk konstruksi LRT adalah aluminium. Penelitian ini membahas material aluminium dalam aplikasinya sebagai material konstruksi LRT.
A. Material Aluminium
Aluminium ditemukan oleh Sir Humphry Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh H. C. Oersted pada tahun 1825. Aluminium merupakan logam r ingan, mempunyai ketahanan korosi dan hantaran listrik yang tinggi serta sifat-sifat yang bermanfaat lainnya sebagai sifat logam. Aluminium mempunyai struktur kristal kubus pemusatan sisi (FCC) dengan jari-jari atom sebesar 0,1431 nm. Berat jenis aluminium hanya kisaran 2.7 g/cm
3,
walaupun kekuatannya rendah namun strength to weight ratio dari aluminium masih lebih tinggi daripada baja sehingga banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti peralatan rumah tangga, industri pesawat terbang, kereta, mobil, kapal laut, konstruksi, dan sebagainya.
Sifat tahan korosi dari aluminium diperoleh dari terbentuknya lapisan oksida aluminium pada permukaan aluminium. Lapisan oksida ini melekat pada permukaan dengan kuat dan rapat serta sangat stabil melindungi bagian dalamnya. Adanya lapisan oksida pada satu sisi memberikan ketahanan korosi namun pada sisi lain menyebabkan aluminium sulit dilas dan disolder (titik leburnya lebih dari 2000
oC).
Kekuatan mekanik a luminium dapat
ditingkatkan dengan pengerjaan dingin dan
penambahan paduan, namun perlakuan tersebut
dapat menurunkan sifat ketahanan korosinya.
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 145
Penambahan unsur logam umumnya seperti Cu,
Mg, Si, Mn, Zn, dan Ni.
Penggunaan material aluminium mendapat
perhatian lebih di bidang transportasi karena
berakibat pada penurunan konsumsi bahan
bakar. Karakter penting dari material ini
adalah kekuatan spesifik yang didefinisikan
berdasarkan rasio antara kekuatan tarik
terhadap berat jenis.
Tabel 1.
Karakteristik Alumunium
Sifat Nilai dan Satuan
No. Atom 13
Modulus elastisitas 2386,67 N/mm2
Modulus elastisitas geser 795,56 N/mm2
Poisson ratio 0,33
Densitas 2,7 g.cm-3
Vickers hardness 167 MPa
Brinnel hardness 245 MPa
Melting Point 660 °C
Sumber: Othner, 1983
Sumber: C Leyens dan M Peters, 2003
Gambar 1.
Densitas Beberapa Jenis Logam.Paduan Aluminium.
Secara umum aluminium digolongkan atas
casting alloy (cor) dan wrought alloy (tempa).
Aluminium tempa berupa barang setengah jadi,
misalnya plat, batang, dan lain-lain. Komposisi
dari kedua tipe tersebut diindentifikasi dari
empat digit nomor yang menandakan paduan
dan tingkat kemurniannya. Untuk jenis cor,
terdapat angka desimal pada dua digit terakhir.
Pada seri 1xxx aluminium dengan kemurnian
99.0% atau lebih, digit ketiga dan keempat
menunjukkan angka desimal dari kemurnian
aluminium. Jadi paduan 1060 adalah aluminium
murni dengan 99.6% aluminium. Pada seri yang
lain, seri 2xxx sampai dengan 8xxx, digit ketiga
dan keempat ini tidak banyak berarti, hanya
untuk membedakan paduan yang satu dengan
yang lainnya.
Kemungkinan penamaan bisa menggunakan
satu sampai tiga digit angka yang menandakan
kekuatan atau perlakuan panas yang telah
dilakukan. Misalnya F, H, O, W, dan T yang
masing-masing menandakan as-fabricated,
strain hardened, annealed, solution heat-treated
dan thermally treated. T3 berarti pada material
paduan tersebut diberi perlakuan panas pada
kondisi cairan, pengerjaan dingin kemudian
d i lakukan penuaan secara natural (age
hardened). Cairan yang dilakukan perlakuan
panas kemudian diikuti dengan penuaan
artificial diindikasikan dengan T6.
146 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
Tabel 2.
Kodifikasi Aluminium Wrought Alloy
Major alloying element
Aluminium 99.00% and greater 1xxx
Copper 2xxx
Manganese 3xxx
Silicon 4xxx
Magnesium 5xxx
Magnesium and silicon 6xxx
Zinc 7xxx
Other element 8xxx
Sumber:William D. Callister,Jr, 2007. Materials Science and Engineering, An Introduction
B. Aplikasi Aluminium pada Kereta Api
Kajian pertama tentang penggunaan aluminum
di pasaran pada tahun 1894 ketika membuat
sebuah kereta ringan dengan aluminium sebagai
rangka kursi. Kemudian diikuti pada tahun 1931
dengan perkembangan kereta a luminium
hopper untuk gerbong barang. Pada tahun 1933
pada World’s Fair di Chicago, diperkenalkan
kereta penumpang dengan material aluminium
untuk dua jalur utama kereta. Perkembangan
terus meningkat karena aluminium memiliki
karakter antara lain ringan, ketahanan terhadap
korosi, dan ke tangguhan. Penggunaan
aluminium pada beberapa dekade terakhir
menunjukkan aplikasi pada banyak aspek,
bukan hanya pada gerbong barang namun juga
pada kereta ringan, komuter, metro, kereta
bawah tanah dan kereta cepat.
Gerbong barang: salah satu aplikasi paling
signifikan di industri kereta adalah pada
gerbong barang untuk transportasi material
komoditi, khususnya batu bara. Kebanyakan
gerbong barang didesain untuk masa pakai 30
tahun. Keuntungan penggunaan aluminium
adalah massanya yang ringan dibandingkan baja
memberikan kapasitas lebih pada gerbong.
Ketahanan aluminium terhadap korosi akibat
t ingginya kadar su lfur pada batu bara
memberikan jaminan ketahanan yang lebih
lama. Salah satu keuntungan yang paling
signifikan dari aluminium adalah aplikasi dari
kekakuan internal yang besar pada hollow
ekstrusi aluminium menghasilkan side wall
yang movable untuk gerbong barang. Paduan
aluminium seri 6xxx (Al-Si-Mg) biasanya
d igunakan untuk apl ikas i ini karena
kemampuan ekstrusinya yang bagus, kekuatan
yang moderat, ketahanan korosi tinggi, tidak
memerlukan pelapisan (cat), bagian ujung
dari ekstrusi tidak perlu diberi seal.
Komuter dan Kereta Penumpang: komuter
dan kereta penumpang memiliki berbagai
desain dan struktur. Alstom merupakan salah
satu perusahaan yang menggunakan aluminium
untuk kereta ringan. Kereta terbuat dari
longitudinal aluminium ekstrusi sepanjang total
panjang kereta. Masing-mas ing ekstrusi
kemudian disatukan dengan dilas secara
longitudinal. Pada DC Metro di Washington,
panjang dari aluminium ekstrusi adalah 75 kaki.
Keseluruhan dari struktur kemudian dikuatkan
dengan bagian horizontal yang menempel pada
sekitar dinding dan pintu. Struktur dari lantai
dikakukan/dikuatkan menggunakan ekstrusi
hollow dan bagian sekitar roda bogie dikuatkan
oleh beberapa bagian transfer. Pengurangan
berat sangat menguntungkan untuk komuter
yang sering berhenti untuk menghemat energi
saat pengoperasian dan akselerasi antar
pemberhentian. Keuntungan lainnya adalah
karakternya yang tahan korosi menghemat biaya
perawatan dan masa penggunaan yang lebih
lama.
Kereta Cepat: salah satu kereta cepat adalah
Transrapid (Jerman) dan Shinkansen (Jepang).
Pada kereta Shinkansen menggunakan bogie
dari aluminium untuk mengurangi berat.
Transrapid menggunakan paduan aluminium
seri 6061 dan 6063 yang d idesa in untuk
kecepatan antara 400-500 km/jam sedangkan
MLX01 Jepang direncanakan untuk beroperasi
pada 550 km/jam. Pada pengujian tercatat
bahwa kereta Japanese Railway Maglev dapat
mencapai kecepatan 581 km/jam. Pada kereta
cepat menggunakan ekstrusi dan juga foamed
core panel untuk side wall dan konstruksi.
C. Ekstrusi
Ekstrusi logam biasanya bilet yang berbentuk
silinder ditekan pada tekanan tinggi melalui
suatu alat atau cetakan/rongga dengan bentuk
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 147
tertentu. Tekanan yang digunakan sangat besar
dan dapat menghasilkan bentuk silinder atau
profil-profil tertentu. Terdapat dua jenis ekstrusi
yaitu ekstrusi langsung (direct extrusion) dan
ekstrusi tidak langsung (indirect extrusion).
Gambaran kedua jenis ekstrusi tersebut terdapat
pada gambar 2.
Pada ekstrusi langsung, logam dan penekan
bergerak sepanjang kontainer, sedangkan pada
ekstrusi tidak langsung kontainer dan logam
yang diekstrusi bergerak bersama, sehingga
tidak ada gerakan relatif antara logam dengan
dinding kontainer. Dengan demikian, gesekan
antara konta iner dengan logam dapat
dihilangkan. Faktor-faktor utama yang berperan
dalam proses ekstrusi adalah: (a) Jenis proses
ekstrusi (langsung/tidak langsung), (b) Rasio
ekstrusi (extrusion ratio), (c) Temperatur, dan
(d) Gesekan antara logam dengan kontainer dan
antara logam dengan cetakan.
Tekanan ekstrusi adalah gaya ekstrusi dibagi
dengan luas penampang logam yang diekstrusi.
Kenaikan tekanan ekstrusi dengan cepat pada
awal proses disebabkan oleh adanya gesekan
antara logam dengan kontainer. Dari gambar
berikut dapat dilihat bahwa pengaruh gesekan
lebih besar pada ekstrusi langsung dibanding
dengan ekstrusi tidak langsung.
Gamba 2.
Proses Ekstrusi.
Dalam proses ekstrusi langsung aliran logam
melalui cetakan terjadi sesaat setelah tekanan
maksimum dicapai. Kemudian tekanan ekstrusi
berkurang karena logam menjadi semakin
pendek dan permukaan gesek semakin
berkurang. Pada proses ekstrusi tidak langsung,
aliran logam melalui cetakan terjadi sesaat
setelah tekanan maksimum dicapai tetapi karena
pengaruh gesekan sangat kecil, maka tekanan
ekstrusi tidak berubah banyak selama proses
berlangsung. Mendekati akhir proses, tekanan
ekstrusi naik dengan cepat sekali, karena itu
ekstrusi harus dihentikan dengan meninggalkan
sebagian kecil dari benda kerja yang belum
diproses.
D. Analisis Konstruksi atau Gaya-gaya yang
Bekerja pada Badan Kereta
Salah satu hal terpenting dalam desain kereta
adalah kekuatan konstruksi kereta. Berdasarkan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.
175 Tahun 2015 Pasal 14 tentang beban
kompresi longitudinal, mengatur mengenai
pembebanan kereta yang dipersyaratkan.
Ketahanan pembebanan longitudinal untuk
kereta kecepatan normal dengan penggerak
sendiri rangkaian jamak mampu menahan beban
minimal 400 kN.
Selain beban longitudinal, kereta juga harus
memenuhi pembebanan vertikal. Untuk
mengetahui beban ver t ika l pada kereta,
dilakukan perhitungan berdasarkan persamaan
berikut:
Pv = k (P1+P2) ................................... (1)
Pv adalah beban vertikal kereta
K adalah koefisien dinamis kereta
P1 adalah beban kereta siap operasi
P2 adalah jumlah penumpang x 70 kg (jumlah
penumpang duduk + jumlah penumpang berdiri
maksimum 8 orang/meter2.
148 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini didasarkan pada penelitian deskriptif,
metode pengumpulan data adalah data primer
dilakukan dengan pengamatan menggunakan
peralatan, dan pengumpulan data sekunder diperoleh
berdasarkan data dari instansi terkait serta studi
literatur. Dalam penelitian ini analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif, kualitatif dan
kuantitaitf.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengembangan Desain LRT
PT INKA merupakan satu-satunya industri
KA di Indonesia yang terus berinovasi dan
mengikuti perkembangan teknologi sarana
perkeretaapian dunia. Manufaktur kereta PT
INKA pertama kali dimulai dengan membuat
kereta gerbong datar, kereta tangki, dan gerbong
barang pada tahun 1982. Setelah itu, PT INKA
mulai memproduksi kereta penumpang dengan
desain 126 PC yang berasal dari Nippon Sharyo,
Jepang. Pada saat itu PT INKA berperan
merakit bagian badan kereta, yaitu rangka dasar
(underframe), rangka dinding (sidewall), rangka
ujung (endwall) dan atap (roof). Material
yang digunakan untuk kereta tersebut adalah
mild steel. Perkembangan terus dilakukan
bermodalkan pengalaman membuat kereta
126 PC sehingga pada tahun 1995 PT INKA
mampu membuat kereta penumpang tanpa
penggerak kelas eksekutif Argo Bromo dengan
desain dan perakitan yang dilakukan sendiri
di PT INKA.
Perkembangan tidak hanya berhenti sampai
disitu, pada tahun 1993 PT INKA bekerjasama
dengan Hitachi memproduksi kereta listrik
menggunakan material stainless steel, peran
PT INKA adalah merakit kereta, desain kereta
berasal dari Hitachi. Berdasarkan proses
pembuatan kereta ini, PT INKA berhasil
merakit kereta menggunakan metode spot
welding. PT INKA selanjutnya bekerjasama
membuat kereta s ta inless s tee l dengan
BN-Holec. Sebagai hasil kerjasama tersebut,
PT INKA berhasil membuat kereta KRLI pada
tahun 2000. Penguasaan pembuatan kereta
menggunakan material s tain less s teel
dilanjutkan dengan keberhasilan mengirimkan
pesanan 150 kereta ke Bangladesh dengan
desain dan produksi PT INKA.
Seiring dengan perkembangan kebutuhan pasar
di bidang transportasi, PT INKA dituntut
mampu terus berkembang dan menguasai lebih
banyak teknologi untuk menjawab kebutuhan
tersebut. Isu mengenai e f is iens i energi
merupakan salah satu hal yang paling banyak
diperbincangkan. Kereta didesain seringan
mungkin untuk mampu memberikan efisiensi
energi yang tinggi. Material yang banyak
digunakan untuk mendesain kereta ringan
adalah material Aluminium. Material ini dikenal
memiliki ketahanan korosi yang baik serta
rasio berat terhadap kekuatan tinggi. Untuk
mengimplementasikan penguasaan teknologi
di bidang kereta ringan maka dibuat prototipe
LRT berbahan Aluminium oleh PT INKA.
B. Perbandingan Aluminium dan Material
Lain
Berdasarkan Tabel 3, maka urutan nilai berat
jenis dari yang paling berat ke ringan adalah
Stainless Steel (SUS304), Mild Steel (SS400)
dan Aluminium Ekstrusi (Al 6061 T6). Berat
jenis tersebut akan berbanding lurus dengan
berat kereta. Jika suatu rangkaian kereta
digerakkan dengan gaya yang sama maka kereta
dengan berat paling ringan akan memiliki
performa yang paling besar. Di sisi lain, untuk
mencapai berat gandar maksimal 12 ton maka
material aluminium adalah salah satu yang
disarankan. Perbandingan nilai yield strength
beberapa material dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4, urutan besaran nilai yield
strength dari ketiga jenis material dari besar
ke kecil adalah Aluminium 6061 T6, SS 400,
dan Stainless Steel 304.
Tabel 3.
Berat Jenis Beberapa Material
No. Material Berat Jenis
1. Mild Steel (SS 400) 7.80 g/cc
2. Stainless Steel (SUS 304) 8.00 g/cc
3. Ekstrusi Aluminium (Al 6061 T6) 2.70 g/cc
Sumber: William D. Callister, Jr, 2007. Materials Science and Engineering, An Introduction
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 149
Tabel 4.
Perbandingan Yield Strength Beberapa Material
No. Material Yield Strength (MPa)
1. Mild Steel (SS 400) 250
2. Stainless Steel (SUS 304) 215
3. Ekstrusi Aluminium (Al 6061 T6) 276
Sumber:William D. Callister, Jr, 2007. Materials Science and Engineering, An Introduction
Berbeda dengan konstruksi pesawat yang menggunakan aluminium single skin, material aluminium yang banyak digunakan untuk konstruksi kereta adalah jenis aluminium
ekstrusi double skin. Material aluminium double skin memiliki fitur diantaranya dapat memberikan karakter insulasi suara yang lebih bagus dibandingkan single skin.
Sumber: Toshihisa Yamada, Hideshi Ohba, Hitachi Review Vol. 53, Tahun 2004
Gambar 3.
Perbandingan Keefektifan Pengurangan Kebisingan Berdasar Material.
Insulasi suara pada kereta berkaitan dengan kenyamanan penumpang di dalam kereta. Setiap pembuatan kereta penumpang biasanya nilai minimum kebisingan atau noise level selalu dipersyaratkan. Pada Pera turan Menteri Perhubungan Nomor PM. 175 Tahun 2015 Pasal 15 ayat 2 tentang kebisingan yang terjadi dalam kondisi ruang tertutup dinyatakan bahwa pada ruang penumpang harus memenuhi persyaratan kebisingan yang terjadi dalam kondisi ruang tertutup maksimum 80 dBA pada kecepatan maksimum operasi. Perbandingan kemampuan mereduks i kebisingan dari beberapa jenis material dapat terlihat pada Gambar 3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa struktur double skin memiliki tingkat kebisingan 3 hingga 6 dB di bawah struktur single skin.
C. Spesifikasi Carbody Prototipe LRT
Badan kereta bagian luar terdiri dari rangka dasar, dinding samping, dinding ujung dan atap.
1. Rangka Dasar
Rangka dasar memiliki ketentuan sebagai berikut:
a. Bahan rangka dasar terbuat dari Aluminium alloy;
b. Dapat menahan se luruh beban, getaran dan goncangan sebesar berat kereta;
c. Konstruksi menyatu dengan badan kereta;
d. Tahan terhadap korosi.
2. Dinding Samping
Dinding samping merupakan konstruksi aluminium alloy double skin, memiliki bukaan untuk penempatan pintu masuk dan jendela.
3. Atap
Atap kereta yang terdiri dari penguat dan sheating merupakan konstruksi aluminium alloy. Pada atap dilengkapi dengan konstruksi untuk penempatan pendingin udara (AC) dan komponen lain yang ditempatkan di atas kereta.
150 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
Sumber: Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 4.
Carbody Prototipe LRT PT INKA.
D. Ukuran Utama Prototipe LRT PT INKA
1. Panjang badan kereta maksimum: 12.400
mm
2. Panjang badan kereta : 12.600 mm
3. Lebar badan kereta maksimum: 2.650
mm
4. termasuk alat perangkai maksimum
5. Tinggi maksimum kereta dari atas rel:
3.685 mm
6. Tinggi lantai dari kepala rel
high floor : 1.000 mm
low floor : 600 mm
7. Tinggi sumbu alat perangkai dari kepala
rel: 775 +10/-0
mm
8. Diameter roda bogie
baru : 774 mm
minimum : 698 mm
E. Akomodasi Prototipe LRT PT INKA
Dalam penelitian ini kereta yang akan dianalisa
adalah kereta motor dengan kabin masinis atau
disebut dengan kereta MC.
Tabel 5.
Akomodasi Prototipe LRT
Uraian Kapasitas kereta
MC
Desain 4 orang/m2
(Pembebanan normal)
Kursi 20
Difable 1
Berdiri 47
Total 68
Desain 8 orang/m2
(Pembebanan penuh)
Kursi 20
Difable 1
Berdiri 105
Total 126
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016)
Prototipe kereta ringan PT INKA dilengkapi
dengan difable area yang terletak di dekat salah
satu pintu utama. Berdasarkan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM. 175 Tahun
2015 Pasal 14 ayat 1c tentang beban vertikal
badan kereta, menyebutkan bahwa berat
penumpang dihitung sebesar 70 kg dan jumlah
penumpang berdiri maksimal 8 orang setiap
meter persegi luasan. Data ini akan dijadikan
sebagai salah satu dasar pembebanan dalam uji
kekuatan konstruksi.
Sumber: Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 5.
Akomodasi Prototipe LRT INKA.
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 151
F. Material Konstruksi Utama Prototipe LRT
Material yang digunakan dalam konstruksi pro tot ipe LRT PT INKA menggunakan
aluminium seri 6061 T6. Material aluminium ekstrusi seri 6061 T6 sesuai dengan ASM Volume 2 tahun 1992 sesuai dengan detail sebagai berikut.
Tabel 6.
Komposisi Kimia Material Aluminium 6061
Paduan Komposisi
(wt%) max Paduan
Komposisi
(wt%) max
Si 0.4-0.8 Cr 0.04-0.35
Fe 0.7 Zn 0.25
Cu 0.15-0.40 Ti 0.15
Mn 0.15 Others Individual: 0.05
Total : 0.15
Mg 0.8-1.2 Al Remainder
Fe 0.04-0.35 Ga,V,Ni,B,Zr, etc -
Sumber: ASM Volume 2 Tahun 1992
Berikut adalah beberapa fungsi dari masing- masing paduan tersebut pada aluminium: 1. Unsur Silikon (Si): Perpaduan silikon
dengan a luminium akan menaikkan kekerasan pada a luminium setelah proses per lakuan panas. Akan tetapi silikon memi l iki sifat pengerjaan atau permesinan yang jelek. Selain itu unsur ini juga berpengaruh pada turunnya ketahanan koefisien panas.
2. Unsur Besi (Fe): Penambahan unsur ini bertujuan untuk mengurangi penyusutan. Akan tetapi jika dilakukan penambahan dalam jumlah yang banyak, maka akan berpengaruh pada perubahan besar but i r yang kasar . Akan tetapi dapat diminimalisir dengan penambahan unsur Mg/Cr.
3. Unsur Tembaga (Cu): Penambahan unsur ini pada aluminium akan berpengaruh pada
naiknya tingkat kekerasan dan kekuatan. Hal ini terjadi karena tembaga dapat memperhalus struktur butir. Selain itu juga meningkatkan sifat keuletan, mampu bentuk dan pengerjaan mesin.
4. Unsur Mangan (Mn): Unsur mangan pada paduan aluminium akan mempengaruhi tingkat ketahanan korosi, sifat mampu bentuk dan mudah las.
5. U n s u r Magnesium (Mg) : Tujuan p e n a m b a h a n u n s u r i n i a d a l a h meningkatkan ketahanan korosi, sifat mampu las dan mampu bentuk yang baik.
6. Unsur Kromium (Cr): Penambahan unsur kromium membentuk CrAl7 yang membantu terjadinya grain growth. Selain itu membantu meningkatkan sifat ketahanan korosi.
Sumber: Prima Nanda, 2010
Tabel 7.
Karakteristik Kekuatan Aluminium 6061 T6 Untuk Ketebalan Sampai 6 mm
Grade
Mechanical
Tensile strength
N/mm2
Proff strees
N/mm2
Elongation
%
6061 T6 310 275 12 (min)
Sumber: ASM Volume 2 Tahun 1992
G. Simulasi Analisa Kekuatan Konstruksi Prototipe LRT
1. Metode Analisis
Analisis finite element pada konstrustruksi prototipe kereta ringan INKA merupakan langkah verifikasi pada desain yang dibuat. Analisa perhitungan ini digunakan untuk
menunjukkan kekuatan dan keamanan struktur kereta. Simulasi finite element kons t ruks i prototipe LRT PT INKA menggunakan Software ANSYS.
Finite Element Model Sistem koordinat: X = sumbu longitudinal Y = sumbu lateral Z = sumbu vertical
152 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 6.
Pemodelan Simulasi Pengujian Kekuatan Struktur Prototipe LRT.
Tipe Elemen:
a. Shell-4-nodal dengan 6 derajat
kebebasan pada tiap nodal (ANSYS
shel l63) untuk memo delkan
konstruksi.
b. Beam-2-nodal dengan 6 derajat
kebebasan pada tiap nodal (ANSYS
beam188) untuk memodelkan
batang-batang penerus gaya.
Sistem satuan:
a. Millimeter (mm) untuk jarak;
b. Newton (N) untuk gaya;
c. Mega Pascal (MPa) untuk tegangan.
2. Karakteristik Material
Material yang digunakan dalam konstruksi
prototipe badan LRT PT INKA sebagai
berikut.
Tabel 8.
Mechanical Properties Material Aluminium 6061 T6
Material Properti Grade
6061 T6
Young Modulus 6.9E+04 MPa
Density 2.7E-06 kg/mm3
Yield Stress 275 MPa
Ultimate Stress 310 MPa
Elongation 12%
Sumber: ASM Volume 2, tahun 1992
3. Tegangan Ijin
Tegangan yang ter j ad i pada beban
maksimum pada titik kritis konstruksi
badan kereta, untuk tegangan tarik maupun
geser maksimum 75% dari tegangan mulur
bahan, sehingga:
Tegangan ijin 6061 T6 = 206.25 MPa
4. Kondisi Batas
Pada bagian bolster yang bertumpu pada
bogie:
a. Fix t ranslas i arah sumbu z = 0
(vertikal)
b. Fix t ranslasi arah sumbu y = 0
(lateral)
c. Fix rotas i arah sumbu -x dan
sumbu-z
Pada salah satu yoke stopper translasi
arah x = 0 (longitudinal).
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 153
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 7.
Letak Yoke Stopper.
5. Pembebanan
a. Beban Kompresi
Sebuah gaya kompres i 400 kN
diaplikasikan di yoke stopper.
b. Vertikal Load
Ada 2 Kasus beban vertikal load yang
bekerja pada struktur carbody kereta
ringan, yaitu:
1) Beban kosong (Pv1) yaitu beban
komponen-komponen interior
maupun eksterior sebesar (tanpa
penumpang):
Pv1 = 6 ton x 1,3 = 7,8 ton
2) Beban penuh (Pv2) yaitu beban
komponen-komponen kereta
ditambah jumlah penumpang
kondisi pembebanan penuh
sebesar:
Pv2 = (6 ton + ( 126 orang x 70
kg)) x 1,3
Pv2 = 19,3 ton
Keterangan:
Faktor dinamik adalah 1,3 untuk
pembebanan vertikal
Perhitungan berdasarkan kasus
beban sebagai berikut:
1) Kasus 1: Kondisi beban kosong
atau (tare load) (Pv1)
2) Kasus 2 : Kondisi beban kosong
atau (tare load) (Pv1) ditambah
kompresi 400 kN
3) Kasus 3: Kondisi beban vertikal
penuh (full load) (Pv2)
4) Kasus 4: Kondisi beban vertikal
penuh (full load) (Pv2) ditambah
kompresi 400 kN
6. Hasil Simulasi
a. Defleksi ver t ika l dari s t ruktur
carbody (UZ)
b. Tegangan von mises struktur carbody
(SEQV)
Tabel 9.
Hasil Simulasi Kekuatan Konstruksi Prototipe LRT PT INKA
Kondisi Kasus
1 2 3 4
Defleksi vertikal (mm) -2.026 -5.404 -3.586 -6.359
Tegangan Maksimum (Mpa) 21.108 56.287 41.285 74.275
Tegangan yang diijinkan (Mpa) 206.25 206.25 206.25 206.25
Letak tegangan maksimum Side sill Side sill Side sill Side sill
Jenis material 6061 T6 6061 T6 6061 T6 6061 T6
Angka keamanan 9.77 3.66 4.99 2.78
154 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 8.
Plot Tegangan Kasus 1.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016 Gambar 9.
Plot Defleksi Kasus 1.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016 Gambar 10.
Plot Tegangan Kasus 2.
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 155
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016 Gambar 11.
Plot Defleksi Kasus 2.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016 Gambar 12.
Plot Tegangan Kasus 3.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016 Gambar 13.
Plot Defleksi Kasus 3.
156 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 14.
Plot Tegangan Kasus 4.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 15.
Plot Defleksi Kasus 4.
H. Hasil Pengujian Prototipe LRT PT INKA
1. Pengujian Berat Kereta
Pengujian yang dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui berat dari badan kereta.
Penguj ian ini di lakukan dengan
menggunakan Crane.
Tabel 10.
Hasil Pengukuran Berat Carbody Prototipe LRT PT INKA
No
Beban Crane 1
(Endwall)
(kg)
Beban Crane 2
(Maskara)
(kg)
Selisih
(kg)
1 1608 1324 284
2 1652 1312 340
Rata-rata 1630 1318 312
Berat Total 2948 (b)
Berat Alat Bantu (Jig) 187 (c)
Berat Car Body (b-c) 2761
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 157
Hasil pengukuran berat carbody prototipe
LRT PT INKA terdapat pada Tabel 10.
Dari tabel tersebut diketahui bahwa berat
carbody prototipe LRT PT INKA adalah
2761 kg, lebih rendah daripada berat
perki raan . Dalam perhitungan load
distribution (data perhitungan tidak
ditampilkan), diperkirakan bahwa berat
carbody adalah 6000 kg. Dengan perkiraan
berat carbody sebesar 6000 kg rata-rata
beban gandar pro to t ipe LRT adalah
sebesar 10.482 kg (10,5 ton). Dengan
berat carbody yang semakin r ingan
mengindikasikan bahwa beban gandar
akan semakin ringan pula. Ini berarti
bahwa beban gandar prototipe LRT PT
INKA di bawah nilai perkiraan pada load
distribution, telah memenuhi kriteria beban
gandar maksimum 12 ton.
2. Pengujian Kekuatan Konstruksi
a. Tujuan pengujian
Penguj ian konstruksi carbody
prototipe LRT PT INKA ditujukan
untuk memastikan bahwa rancangan
yang d ibuat dapat memenuhi
persyaratan kekuatan konstruksi
kere ta r ingan. Penguj ian ini
d i fokuskan pada pengukuran
tegangan dan deformasi benda kerja.
Tujuan dari pengujian konstruksi
carbody ini adalah untuk:
1) Mengukur nilai tegangan yang
terjadi pada konstruksi pada saat
kondisi kondisi kosong (siap
operasi) dan kondisi penuh;
2) Mengukur defleksi pada saat
kondisi beban penuh;
3) Sebagai bahan masukan untuk
pengembangan.
b. Kondisi Pengujian
Dalam pengujian kekuatan konstruksi
di workshop, untuk material yang
digunakan, perhitungan pembebanan
yang diaplikasikan dan tegangan ijin
yang dipersyaratkan sama dengan
simulasi kekuatan konstruksi, yaitu
sesuai dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM. 175 Tahun
2015 Pasal 14 ayat 2 tentang tegangan
yang terjadi pada beban maksimum.
c. Perlengkapan Pengujian
Peralatan yang digunakan untuk uji
konstruksi di lapangan adalah RIG
dan J IG, komputer , na t ional
instrumen, strain gauge, load cell,
pneumatic pump dan pneumatic
actuator, serta beban.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016 Gambar 16.
Load Cell.
(b) (a)
158 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 17.
Pemasangan Sensor.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016 Gambar 18.
Instrumen Pengukuran.
d. Titik-titik Pengujian
Titik pengujian merupakan letak
dimana sensor d ipasang untuk
mengetahui nilai tegangan yang
diterima.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016 Gambar 19.
Titik Kritis Sebagai Lokasi Pemasangan Sensor.
e. Langkah Pengujian
Uji kons t ruks i dibagi menjadi
beberapa tahapan, yaitu:
1) Preloading 12 jam dengan
beban tare;
2) Preloading + kompresi 20 ton;
3) Release preloading;
4) Pembebanan kosong (tare load);
5) Pembebanan kosong (tare load)
+ kompresi 40 ton;
6) Pembebanan penuh (full load);
7) Pembebanan penuh (full load)
+ kompresi 40 ton.
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 159
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 20.
Pembebanan.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016 Gambar 21.
Proses Pengukuran.
f. Hasil Pengujian
Keterangan:
Kondisi pengujian Kasus 1, 2, 3, dan
4 sebagaimana yang telah dijelaskan
di bawah ini. Strain gauge no 4 dan
15 (pada tabel ditandai dengan warna
kuning) tidak dapat dijadikan rujukan
karena saat pemeriksaan se lama
pengujian mengindikasikan bahwa
strain gauge tersebut mengalami
error.
Untuk hasil pengujian yang ditandai
dengan warna kuning menunjukkan
adanya error pada strain gauge saat
dilakukan pengujian sehingga nilai
tersebut tidak dapat dijadikan acuan.
Dari hasil pengujian Kasus 1, 2, 3 dan
4 tersebut kemudian digambarkan
dalam bentuk grafik sebagaimana
yang terdapat pada Gambar 22
h ingga 25 . Sumbu mendatar
menggambar nomor titik kritis
sesuai tabel sedangkan sumbu tegak
menunjukkan nilai tegangan pada
saat pengujian dengan pembebanan
sesuai ke terangan yang te l ah
dijelaskan pada butir sebelumnya,
butir f. Titik merah menunjukkan
nomor dari titik dimana strain gauge
mengalami error.
Tabel 11.
Hasil Pengukuran Uji Konstruksi Carbody Prototipe LRT PT INKA Kasus 1 dan Kasus 2
No
Titik
Kritis
Lokasi Tegangan (MPa)
Ket Kasus 1 Kasus 2
1 End center sill 1.9 5 ok
2 End center sill 3.4 23.7 ok
3 End center sill 9.5 22 ok
160 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
No
Titik
Kritis
Lokasi Tegangan (MPa)
Ket Kasus 1 Kasus 2
4 End center sill 21.5 59.7 Strain gauge error
5 Side sill 52.3 3.4 ok
6 Side sill 4 7.5 ok
7 End center sill 2.8 13 ok
8 End center sill 4.1 3.2 ok
9 Bolster 7.4 14.7 ok
10 Bolster 2.7 1.4 ok
11 Center sill 13.1 17.7 ok
12 Side sill 5.3 8.2 ok
13 Side sill 2 4 ok
14 Center sill 12.6 29.4 ok
15 Center sill 103.6 19.9 Strain gauge error
16 Center sill 6.1 0.6 ok
17 Center sill 4.1 3.6 ok
18 Side sill 0.5 4.1 ok
19 Side sill 2.6 2.1 ok
20 Center sill 1.3 13.9 ok
21 Center sill 17.9 49.5 ok
22 Center sill 0.3 20.1 ok
23 Center sill 4.2 22.7 ok
24 Side sill 7.8 14.8 ok
25 Cross beam 32.6 47.8 ok
26 Side sill 6.1 12.6 ok
27 Side wall pillar 0.7 1.8 ok
28 Side wall pillar 1.2 2.4 ok
29 Side wall 3 5.1 ok
30 Side wall 2 4.3 ok
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Tabel 12.
Hasil Pengukuran Uji Konstruksi Carbody Prototipe LRT PT INKA Kasus 3 dan Kasus 4
No
Titik
Kritis
Lokasi Tegangan (MPa)
Ket Kasus 3 Kasus 4
1 End center sill 111.7 112.9 ok
2 End center sill 109.2 97.7 ok
3 End center sill 153.8 154.5 ok
4 End center sill 202.3 85.9 Strain gauge error
5 Side sill 48.7 7 ok
6 Side sill 9.2 15.6 ok
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 161
No
Titik
Kritis
Lokasi Tegangan (MPa)
Ket Kasus 3 Kasus 4
7 End center sill 68.8 78.1 ok
8 End center sill 73.4 82.8 ok
9 Bolster 73.5 77.0 ok
10 Bolster 29.8 29.6 ok
11 Center sill 26 33.5 ok
12 Side sill 35.5 41.5 ok
13 Side sill 44.7 45.2 ok
14 Center sill 130 127.2 ok
15 Center sill 21.2 133 Strain gauge error
16 Center sill 85.4 87 ok
17 Center sill 99.8 105 ok
18 Side sill 1.2 2.1 ok
19 Side sill 25.3 25.4 ok
20 Center sill 34 32.9 ok
21 Center sill 71.9 69.3 ok
22 Center sill 14.2 12.3 ok
23 Center sill 119.3 123 ok
24 Side sill 5.4 12.4 ok
25 Cross beam 86.6 104.3 ok
26 Side sill 1 7.5 ok
27 Side wall pillar 12.2 13.2 ok
28 Side wall pillar 24 26.5 ok
29 Side wall 0.5 3.5 ok
30 Side wall 0.1 1.4 ok
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 22.
Grafik Kasus 1: Kondisi Beban Kosong Kosong (Tare Load) (Pv1).
Grafik Hasil Uji Konstruksi Kasus 1
162 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 23.
Grafik Kasus 2: Kondisi Beban Kosong atau Tare (Pv1) Ditambah Kompresi 400 kN.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 24.
Grafik Kasus 3: Kondisi Beban Vertikal Penuh atau Full (Pv2).
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 25.
Grafik Kasus 4: Kondisi Beban Vertikal Penuh (Full Load) (Pv2) Ditambah Kompresi 400 kN.
Data se luruh hasi l penguj ian
kemudian dibuat dalam bentuk satu
grafik keseluruhan yang terdapat pada
Gambar 26. Dari keseluruhan grafik
Grafik Hasil Uji Konstruksi Kasus 2
Grafik Hasil Uji Konstruksi Kasus 3
Grafik Hasil Uji Konstruksi Kasus 4
Pengembangan Carbody Aluminium Untuk Light Rail Transit, Taufik Hidayat dan Yusuf Tri Wicaksono 163
hasil pengujian kekuatan konstruksi
menunjukkan bahwa nilai tegangan
pada seluruh titik-titik kritis carbody
p r o t o t i p e L R T P T I N K A
menunjukkan nilai di bawah tegangan
ijin.
Sumber:Direktorat Teknologi, PT INKA, 2016
Gambar 26.
Grafik Hasil Pengujian Kasus 1, 2, 3 dan 4 serta Tegangan Ijin Maksimum.
KESIMPULAN
Melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
175 Tahun 2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis
Kereta Kecepatan Normal Dengan Penggerak Sendiri
dengan beban gandar ringan LRT yang merupakan
rangkaian dengan sejumlah kereta harus mampu
menahan beban kompresi longitudinal sebesar
minimum 400 kN. Berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 175 Tahun 2015 Pasal 14
ayat 2, dinyatakan bahwa tegangan yang terjadi pada
beban maksimum pada titik kritis konstruksi badan
kereta untuk tegangan tarik maupun geser adalah
sebesar 75% tegangan mulur bahan, pada prototipe
LRT PT INKA nilai tegangan maksimum yang
diijinkan adalah 206.5 MPa. Berdasarkan hasil
simulasi dan pengujian kekuatan konstruksi di
workshop pada prototipe LRT PT INKA diperoleh
hasil bahwa nilai tegangan maksimum yang diterima
pada Kasus 1, Kasus 2, Kasus 3, dan Kasus 4 adalah
di bawah tegangan maksimum yang diijinkan atau
< 206.25 MPa. Dari hasil pengujian struktur di
workshop ditemukan adanya retak ringan pada
salah satu titik kritis setelah pembebanan Hal ini
diakibatkan oleh pengelasan yang kurang begitu
baik karena terdapat poros pada daerah pengelasan.
Namun hal ini bisa diatasi dengan dilakukannya
perbaikan pengelasan. Dari hasil di atas dapat
d i s impulkan bahwa PT INKA telah mampu
mendesa in dan membuat LRT dari mater ial
aluminium yang memiliki performance kekuatan
konstruksi yang baik dan telah memenuhi standar
keamanan struktur kere ta penumpang yang
dipersyaratkan oleh Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor PM 175 Tahun 2015 tentang Standar
Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal Dengan
Penggerak Sendiri.
SARAN
PT INKA selaku industri manufaktur sarana
perkeretaapian te lah mampu mendesain dan
memproduksi LRT dari material aluminium untuk
KA penumpang dan telah memenuhi persyaratan
sesuai regulasi kekuatan struktur kereta penumpang
kecepatan normal berpenggerak sendiri yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan
dari berbagai stakeholders guna memanfaatkan
produk LRT produksi PT INKA Madiun.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada PT INKA yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis guna
melakukan penelitian tentang pengembangan kereta
aluminium untuk LRT.
DAFTAR PUSTAKA
____, 2000. Aluminum Extrusion Technology. Chapter 1:
Fundamentals of Extrusion. ASM International.
____.2016. Direktorat Teknologi. PT. INKA (Persero).
ASM Volume 2, Tahun 1992.
Krik-Othner. 1983. Encyclopedia of Chemical Technology:
Volume 2 dan 23. Allumunium and Allumunium
Alloy Edisi 3. New York: Jhon Willey and Sons.
Leyens, Christoph dan Peters, Manfred.2003. Titanium
and Titanium Alloys.Germany:Willey VCH.
Nanda, Prima. 2010. Pengaruh penambahan Unsur-unsur
Pada Alumunium. Fakultas Teknik UI. Depok.
Grafik Hasil Uji Konstruksi Kasus 1,2,3 dan 4
164 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 19, Nomor 3, September 2017: 143-164
Skillingberg, Michael. 2007. Aluminum Application in the
Rail Industry. The Aluminum Association, Inc. And
Green, John, JASG Consulting.
Suherman, Wahid, 1987. Pengetahuan Bahan Teknik.
Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknologi Industri.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
William D. Callister, Jr. 2007. Materials Science and
Engineering, An Introduction. 7thEdition. Department
of Metallurgical Engineering. The University of
Utah. Utah: John Wiley and Sons, Inc.
Pemerintah Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM. 175 Tahun 2015 tentang
Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal
Dengan Penggerak Sendiri. Jakarta.