analisis kandungan logam pb pada ikan cakalang …
TRANSCRIPT
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM Pb PADA IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI PERAIRAN KAIMANA MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM
LA SARIAMI
H 311 06 226
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2010
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM Pb PADA IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI PERAIRAN KAIMANA MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar sarjana sains
Oleh
LA SARIAMI
H 311 06 226
MAKASSAR2010
SKRIPSI
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM Pb PADA IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI PERAIRAN KAIMANA MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM
Disusun dan diajukan oleh
LA SARIAMI
H 311 06 226
Skipsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Dr. Hj. Nursiah La Nafie, M.Sc NIP : 19580523 198710 2 001
Pembimbing Pertama
Drs. Syarifuddin Liong, M.Si NIP : 19520505 197403 1 002
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat
rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah
rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui (Q.S. Al-
‘Ankabut: 41)
Dan barang siapa berserah diri kepada Allah, sedang dia
orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia
telah berpegang teguh kepada buhul (tali) yang kokoh.
Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan (Q.S.
Luqman: 22)
5
PRAKATA
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahi Robbil Alamin, rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini
selesai. Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah
SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memebantu dengan ikhlas hingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku, ibunda
Wa Anawali dan ayahanda La Mangku yang dengan segala pengorbanannya dalam
mengasuh, mendidik, memotivasi dan membiayai penulis dengan penuh kasih sayang,
kesabaran dan keikhlasan segalanya serta mendoakan keselamatan dan keberhasilan
penulis dalam menyelesaikan studi. Penulis menyadari sampai akhir zaman pun penulis
tidak akan mampu membalas jasanya dan semoga Allah SWT selalu melimpahkan
Rahmat, Kemuliaan dan Hidayah-Nya kepada keduanya.
Tak lupa pula penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu Dr. Hj. Nursiah La Nafie, M.Sc dan Drs. Syarifuddin Liong, M.S, selaku dosen
Pembimbing yang telah meluangkan waktu, mencurahkan pikiran dan dengan sabar
membimbing dan memberi dukungan kepada penulis selama penelitian hingga
penyusunan skripsi ini.
6
2. Dr. Firdaus Zenta, M.S dan Drs. Maming, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam Universitas
Hasanuddin.
3. Tim Dosen Penguji Prof. Dr. H. M. Syahrul, M.Agr (Ketua), St. Fauziah, S.Si, M.Si
(Sekretaris), Dr. Hj. Nursiah La Nafie, M.Sc (Ex Officio), Prof. Ahyar Ahmad,
Ph.D (Anggota) dan Drs. Beddu Jawahir, M.S (Anggota).
4. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Kimia yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama proses perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.
5. Kak Febi selaku Analis Lab Kimia Analitik yang telah meluangkan waktu dan
pemikirannya selama penelitian berlangsung.
6. Kepada Kakak dan Adik-adikku (ka’ Mida, ka’ Ani, ka’ Juri, dik Tiani dan Tinia)
di Bau-Bau yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada seluruh Keluarga di Fak-Fak (Mama Hune dan Bapak Mado, ka’ Pongko,
ka’ Jainu, ka’ Nur) yang telah memberikan bantuan dan doa sehingga penulis dapat
meyelesaikan tugas akhir dengan tepat waktu.
8. Sahabat-sahabatku yang se-angkatan (Abdul, Candra, Ote, Deben, Yulius dan yang
lainnya yang tidak dituliskan satu-persatu. Semoga kekompakkan dan persahabatan
kita selalu terjalin dengan baik.
9. Seluruh penghuni Ramsis Putra dan Putri yang telah bersama-sama menjalani
kehidupan berasrama semoga persaudaraan kita selalu terjalin.
7
10. Kakak asisten yang membimbing penulis pada saat praktikum (ka’ Nanang, ka’
Asmanidar, ka’ Fitriyana, ka’ Deasy, ka’ Ira ) dan kakak-kakak Asisten yang lain
yang tidak sempat disebutkan satu-persatu.
11. Kakak angkatan 03, 04 dan 05 (ka’ Aslan, ka’yohan) dan yang lainnya terima kasih
atas bantuannya
12. Adik-adik 07, 08, 09 dan 10 terima kasih atas semuanya.
Segala daya dan upaya penulis curahkan untuk kesempurnaan skripsi ini, namun
penulis menyadari bahwa apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan
kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, terutama dari Bapak/Ibu
Dosen untuk lebih sempurnannya skripsi ini. Akhirul Qalam, semoga skripsi ini
bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi yang memerlukan.
Penulis
2010
8
ABSTRAK
Kawasan laut atau perairan merupakan daerah yang sangat rawan terhadap pencemaran logam berat, terutama pada daerah pesisir. Tingkat pencemaran perairan suatu tempat dapat diketahui dengan mengukur konsentrasi logam Pb pada biota air dalam hal ini ikan. Penelitian ini menggunakan metode adisi standar secara Spektrofotometri Serapan Atom. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan logam Pb yang tetinggi pada bagian perut, yaitu 96,32 ppm, bagian ekor yakni 88,98 ppm dan bagian punggung 47,17 ppm. Kandungan logam Pb dalam ikan cakalang disekitar perairan Kaimana sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan.
Kata kunci : adisi standar, logam berat, Pb dan SSA
9
ABSTRACT
Waters of the sea area or an area that is very susceptible to heavy metal pollution, especially in coastal areas. Water pollution level of a place can be known by measuring the concentration of Pb in water biota in this fish. This study uses standard addition method using Atomic Absorption Spectrophotometry. The results of this study indicate that the Pb content of the centipede in the abdomen, is 96.32 ppm, the tail that is 88.98 ppm and 47.17 ppm dorsally. Pb content in tuna around Kaimana waters already exceed a specified threshold.
Keywords: standard addition, heavy metals, Pb and SSA
10
DAFTAR ISI
PRAKATA .................................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN .................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian .................................................... 3
1.3.1 Maksud Penelitian .................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Logam Berat dalam Ekosistem Perairan ...................................... 4
2.2 Logam Berat dan Toksisitasnya .................................................. 5
2.2.1 Karakteristik Logam Berat ................................................ 6
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Racun Logam Berat .................................................................................. 8
2.3 Logam Timbal ............................................................................. 9
11
2.3.1 Kegunaan Logam Timbal (Pb) .......................................... 10
2.3.2 Pengaruh Logam Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan .......... 11
2.4 Aspek Biologi Ikan Cakalang ...................................................... 13
2.4.1 Daerah Penyebaran Ikan Cakalang ................................... 14
2.5 Teori Spektrofotometri Serapan Atom ......................................... 15
2.5.1 Instrumentasi Spektrofotometri Searapan Atom ............... 18
2.5.2 Optimasi Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom ......... 21
2.5.3 Gangguan dalam Spektrofotometri Serapan Atom ........... 22
2.6 Metode Adisi Standar .................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 27
3.1 Bahan Penelitian .......................................................................... 27
3.2 Alat Penelitian ............................................................................. 27
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 27
3.3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Sampel .......................... 27
3.3.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ....................... 27
3.4 Prosedur Penelitian ...................................................................... 28
3.4.1 Pembuatan Larutan Baku Induk Pb 1000 ppm ................. 28
3.4.2 Penentuan Kadar Air .......................................................... 28
3.4.3 Preparasi Cuplikan Ikan ..................................................... 28
3.4.4 Analisis Logam Pb dengan Metode Adisi Standar ........... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 30
4.1 Optimalisasi Analisis ................................................................... 30
4.1.1 Optimalisasi Alat Spektroskopi Serapan Atom ................ 30
4.2 Penentuan Kadar Air dalam Ikan Cakalang ................................ 32
12
4.3 Penentuan Konsentrasi Logam Pb pada Sampel Ikan Cakalang .. 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 36
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 36
5.2 Saran ............................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 37
LAMPIRAN .................................................................................................. 40
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ikan cakalang ……………...……………............................................... 13
2. Diagram spektrometer serapan atom ……………………..…….………. 18
3. Diagram skematik lampu katoda cekung ………………………...…….. 19
4. Electrodless dischcarge lamp ………………………............................... 19
5. Instrumentasi sumber atomisasi ………………………………………... 20
13
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kondisi SSA untuk analisis beberapa logam
............................................
22
2. Kondisi optimum peralatan spektroskopi serapan atom untuk logam
Pb..
31
3. Kadar air dalam ikan cakalang
..................................................................
32
4. Nilai konsentrasi (Cx) logam Pb dalam ikan cakalang
.............................
33
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya terdiri
dari lautan, mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan sumber daya laut. Kondisi
geografis dan potensi sumber daya yang prospektif tersebut membuat kawasan pesisir
pantai Indonesia menjadi sangat strategis. Kawasan strategis yang disatu pihak
merupakan pemusatan pemukiman terbesar penduduk, dilain pihak juga merupakan
pusat aktivitas perekonomian masyarakat (Sudrajad, 2006).
Laut sebagai tempat bermuaranya berbagai saluran air termasuk sungai. Dengan
demikian, laut akan menjadi tempat terkumpulnya zat-zat pencemar yang dibawa oleh
aliran air. Banyak industri atau pabrik yang membuang limbahnya ke sungai tanpa
penanganan atau mengolah limbah terlebih dahulu dan juga kegiatan rumah tangga
yang membuang limbahnya ke sungai. Limbah-limbah berbahaya ini terbawa ke laut
yang selanjutnya mencemari laut (Yanney, 1990).
Kawasan papua barat khususnya di perairan Kaimana sudah rentan terhadap
pencemaran yang disebabkan oleh limbah buangan baik yang berasal dari limbah rumah
tangga, maupun yang berasal dari aktivitas industri serta transportasi laut yang bahan
logam cemarannya bisa berupa logam berat Pb yang dapat mempengaruhi keadaan
perairan dan kehidupan biota laut yang ada di sekitarnya.
Ikan sebagai salah satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu indikator
tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan, jika di dalam tubuh ikan telah
2
terkandung kadar logam berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang telah
ditentukan dapat sebagai indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan.
Menurut Anand (1978), kandungan logam berat dalam ikan erat kaitannya dengan
pembuangan limbah industri di sekitar tempat hidup ikan tersebut, seperti sungai, danau,
dan laut. Banyaknya logam berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan bergantung
pada bentuk senyawa dan konsentrasi polutan, aktivitas mikroorganisme, tekstur
sedimen, serta jenis dan unsur ikan yang hidup di lingkungan tersebut.
Adanya fenomena-fenomena yang tersebut diatas, maka perlu dilakukan
penelitian untuk memperoleh kandungan zat pencemar (khusunya logam berat Pb) yang
ada di perairan kaimana yang nantinya akan diketahui apakah kawasan tersebut telah
mengalami pencemaran atau tidak, sehingga dapat dilakukan antisipasi secara dini atau
upaya penanggulangan pencemaran oleh pihak terkait.
Penelitian ini menggunakan peralatan spektrofotometri serapan atom. Pemilihan
metode spektrometri serapan atom karena mempunyai sensitifitas tinggi, mudah, murah,
sederhana, cepat, dan cuplikan yang dibutuhkan sedikit. Sampel ikan cakalang
diperoleh dari daerah di sekitar perairan kaimana.
1.2 Rumusan Masalah
1. Limbah yang masuk ke perairan laut dapat dapat menggangu komunitas aquatik.
2. Ikan cakalang merupakan salah satu komunitas aquatik yang mendapatkan
dampak negatif akibat adanya pencemaran limbah perairan, dimana ikan ini
sering dikonsumsi oleh masyarakat sehingga dapat menimbulkan dampak yang
membahayakan kesehatan.
3
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3. 1 Maksud Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pencemaran logam Pb
pada ikan cakalang di sekitar perairan Kaimana.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kandungan logam Pb pada ikan
cakalang di sekitar perairan Kaimana.
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kelayakan mengonsumsi ikan
cakalang sehingga mengantisipasi adanya keracunan pada manusia, memberikan
pengalaman praktis bagi peneliti dalam mendalami masalah-masalah yang terkait
dengan kimia lingkungan laut dan selanjutnya sebagai bahan pertimbangan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Logam Berat dalam Ekosistem Perairan
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan elemen yang berbahaya
di permukaan bumi. Proses alam seperti perubahan siklus alamiah mengakibatkan batu-
batuan dan gunung berapi memberikan kontribusi yang sangat besar ke lingkungan,
disamping itu pula, masuknya logam berat ke lingkungan berasal dari sumber-sumber
lain yang meliputi, pertambangan minyak, emas dan batubara dan sumber-sumber yang
lainnya (Suhendrayatna, 2001).
Logam memasuki hidrosfer (lingkungan perairan) dari beragam sumber, secara
alami atau disebabkan oleh aktivitas manusia, pada skala waktu geologi sumber alami
seperti kerusakan secara kimiawi dan kegiatan gunung berapi merupakan mekanisme
pelepasan unsur-unsur yang bertanggung jawab terhadap susunan kimiawi pada
ekosistem laut dan air tawar. Kegiatan manusia juga merupakan suatu sumber utama
pemasukan logam ke lingkungan perairan antara lain kegiatan pertambangan, limbah
rumah tangga dan aliran limbah perkotaan, limbah industri dan pertanian (Connel dan
Miller, 1995).
Logam berat merupakan polutan yang berbahaya akibat dari buangan sampah-
sampah ke laut secara berlebihan, Hal ini dapat terjadi melalui tiga cara sebagai berikut
(Hutabarat dan Evans, 1984):
1. Pembuangan sisa industri yang tidak terkontrol, di mana logam berat ini mengalir ke
dalam estuari dan akhirnya ke laut,
5
2. Pembuangan minyak yang mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi
terbuang ke laut,
3. Pembakaran hidrokarbon dan batubara di darat yang melepaskan logam berat ke
udara kemudian bercampur dengan air hujan dan jatuh ke dalam laut.
Logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan Cr dapat menjadi bahan racun bagi tubuh
makhluk hidup jika melebihi ambang batas yang telah ditentukan (Palar, 1994). Daya
racun yang dimiliki oleh logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim
dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Sehingga proses metabolisme terputus.
Selain itu bahan beracun tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan (Suharto, 2005).
Sejak kasus kecelakaan merkuri di Minamata Jepang tahun 1953 yang secara
intensif dilaporkan, isu pencemaran logam berat meningkat sejalan dengan
pengembangan berbagai penelitian yang mulai diarahkan pada berbagai aplikasi
teknologi untuk menangani polusi lingkungan yang disebabkan oleh logam berat.
Kecemasan yang berlebihan terhadap hadirnya logam berat di lingkungan disebabkan
tingkat keracunannya yang sangat tinggi dalam seluruh aspek kehidupan makhluk hidup
(Suhendrayatna, 2001).
2.2 Logam Berat dan Toksisitasnya
Logam berat adalah semua jenis logam yang mempunyai berat jenis lebih dari 5
g/cm3, sedangkan logam yang mempunyai berat jenis lebih kecil dari 5 g/cm3
digolongkan dalam logam ringan, bernomor atom 22 sampai 92 (Marganof, 2003).
Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi kedalam dua jenis
yaitu:
6
1. Logam berat esensial dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat
dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, seperti seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe),
kobalt (Co), mangan (Mn), dan lain-lain;
2. Logam berat tidak esesnsial atau beracun, dimana keberadaannya dalam oragnisme
hidup hingga saaat ini masih belum diketahui manfaatnya bahkan dapat besifat
racun, seperti merkuri (Hg), kadmuim (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr) dan lain-lain
(Rivai, 2004).
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama
dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila
logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai
contoh, bila unsur logam besi masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak
berlebihan, biasanya tidaklah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh karena
unsur besi dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam
berat baik itu logam berat beracun yang dipentingkan seperti tembaga, bila masuk ke
dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk
terhadap fungsi fisiologis tubuh. Apabila yang masuk ke dalam tubuh organisme hidup
adalah unsur logam berat beracun seperti hidragyrum atau disebut juga air raksa, maka
dapat dipastikan bahwa organisme tersebut akan langsung keracunan (Palar, 1994).
2.2.1 Karakteristik Logam Berat
Karakteristik dari kelompok logam berat adalah sebagai berikut:
a. Memiliki spesifikasi graviti yang sangat besar (lebih dari 4)
b. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida
c. Mempunyai respon biokimia khas (spesifik) pada organisme hidup
7
Menurut Marganof (2003), adanya logam berat diperairan, efeknya berbahaya
baik secara langsung terhadap kehidupan oraganisme perairan maupun secara tidak
langsung terhdap kesehatan manusia, hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat
yaitu:
a. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan
keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan).
b. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan
membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organism tersebut.
c. Mudah terakumulasi disedimen, sehingga sehingga konsentrasi selalu lebih tinggi
dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena
pergerakan massa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya
kedalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala
waktu tertentu.
Logam berat terdapat alamiah dalam larutan air dengan kadar 10.-5 – 10.-2 ppm.
Jika kadar logam berat terlalu rendah, organisme akan mengalami defisiensi. Namun
dalam jumlah yang berlebih, logam berat akan menjadi racun mematikan bagi
organisme laut bahkan manusia (Hutagalung dan Setiapermana, 1997).
Secara umum logam pencemar Pb, Ni, Cu dan Zn ditemukan hampir di seluruh
pantai utara jawa, tak terkecuali di wilayah paling timur Indonesia (Papua) sekalipun,
bahkan konsentrasi logam Zn di perairan pantai sekitar muara sungai Membramo Papua
ditemukan dua kali lebih tinggi dibandingkan di muara sungai Siak di Riau. Tingginya
konsentrasi logam pencemar dibeberapa ekosistem pantai tersebut berkaitan erat dengan
8
aktivitas di darat misalnya industri tambang, peleburan seng, cat, baterai dan industri
gas serta transportasi (Arifin, 2002).
Keberadaan logam berat di perairan umumnya berasal dari aktivitas industri
dalam bentuk limbah cair yang dibuang ke badan air, ketika hujan turun, logam berat
akan mengikuti daur hidrologis yang dapat mencemari sumur penduduk, kolam-kolam
dan danau. Sebagian besar lagi akan bermuara kelaut (Rivai, 2004). Logam didalam
air, jarang sekali berbentuk atom tersendiri, tapi biasanya terikat oleh senyawa lain
sehingga berbentuk molekul. Bentuk ion dari garam anorganik biasanya banyak
ditemukan dalam air kemudian bersenyawa atau diserap dan tertimbun dalam tanaman
dan hewan air (Darmono, 1995).
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Racun Logam Berat
Logam berat merupakan senyawa kimia yang sangat berpotensi menimbulkan
masalah pencemaran lingkungan terutama yang berakitan erat terhadap dampak
kesehatan manusia. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi daya racun dari logam-
logam berat yang terlarut dalam perairan (Palar, 1994) adalah sebagai berikut:
1. Bentuk logam dalam air
Jika bentuk logam berupa senyawa organik yang dapat larut di perairan maka
senyawa ini akan diserap dengan mudah oleh biota perairan.
2. Keberadaan logam-logam lain
Adanya logam lain di perairan dapat menyebabkan logam-logam tersebut bersinergis
atau antagonis bila membentuk suatu ikatan. Logam berat yang bersifat sinergis
bertemu dengan pasangannya dan membentuk persenyawaaan logam maka daya
9
racunnya semakin meningkat, sementara bila logam bersifat antagonis apabila
membentuk persenyawaan logam maka daya racun yang ditimbulkan semakin kecil.
3. Fisiologis dari biota
Proses fisiologis yang terjadi pada biota turut menentukkan akumulasi logam pada
tubuhnya
4. Kondisi biota
Kondisi dari biota berakitan erat dengan fase-fase kehidupan yang dilalui oleh biota
dalam hidupnya.
Kematian biota perairan oleh logam berat dapat terjadi bila konsentrasi kelarutan
logam logam berat pada perairan cukup tinggi. Proses ini diawali dengan peristiwa
penimbunan (akumulasi) logam berat dalam tubuh biota. Lama-kelamaan penimbunan
yang terjadi pada organ target dari logam berat akan melebihi daya toleransi biotanya,
keadaan inilah penyebab kematian biota laut tersebut (Palar, 1994).
2.3 Logam Timbal
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam
bahasa latinya dinamakan plumbum, dengan simbol Pb, mempunyai nomor atom 82
dengan berat atom 207,2 titik lelehnya 327,5 oC dan titik didihnya 1740 oC (Mulyono,
2001). Biasanya kadar Pb dalam tanah berkisar 5-25 ppm, dalam air tanah 1-60 ppm
dan lebih rendah dalam air permukaan (Cahyadi, 2004).
Menurut Suharto (2005) Timbal terdiri atas empat macam isotop yakni :
1. Timbal 204 dalam jumlah 1,48 % dari seluruh isotop timbal,
2. Timbal 206 dalam jumlah 23,06 %,
3. Timbal 207 dalam jumlah 22,60 % dari semua iotop timbal yang terdapat di alam,
10
4. Timbal 208 yang merupakan hasil akhir dari peluruhan radioaktif thorium (Th).
Logam timbal sangat popular dan banyak dikenal oleh orang awam, Hal tersebut
disebabkan oleh banyaknya timah hitam yang digunakan di industri yang banyak
menimbulkan keracunan pada makhluk hidup.
Sifat-sifat dari logam Pb menurut Palar, 1994 dan Darmono (1995) adalah
sebagai berikut :
1. Titik lebur yang rendah (327,5oC),
2. Lunak sehingga mudah dibentuk,
3. Sifat kimianya aktif,
4. Kerapatannya melebihi logam lain,
5. Bila dicampur dengan logam lain membentuk logam campuran yang lebih baik dari
pada logam murninya,
6. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik
Timbal mempunyai titik cair yang rendah (327,5 oC) sehingga jika digunakan
dalam dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.
Logam Pb merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai
bentuk, selain itu juga membentuk alloy dengan logam lainnya dan alloy yang terbentuk
mempunyai sifat yang berbeda dengan timbal murni, serta mempunyai penghantar
listrik yang tidak baik (Fardiaz, 1992).
2.3.1 Kegunaan Logam Timbal (Pb)
Timbal digunakan dalam industri untuk pembuatan lempengan baterai dan aki
yang digunakan mobil. Sekitar 10 % dari hasil tambang timbal digunakan untuk
11
produksi tetra etil timbal atau tetra metil timbal yang ditambahkan pada bensin sebagai
anti ketukan (knock) yang mengurangi bunyi berisik pada mesin (Palar,1994).
Timbal murni biasanya digunakan untuk melapisi logam lain sehingga tidak
mudah berkarat, misalnya pipa-pipa yang dialiri bahan-bahan kimia yang bersifat
korosif. Timbal murni juga digunakan untuk melapisi kabel-kabel listrik bawah tanah
atau pipa-pipa air. Senyawa Pb juga digunakan dalam campuran pembuatan cat sebagai
bahan pewarna dan dapat melindungi bahan yang dicat terhadap korosif (Darmono,
1995).
Timbal dan persenyawaanya juga banyak digunakan dalam industri baterai
sebagai bahan aktif dalam pengaliran arus elektron dan juga digunakan dalam industri
cat, dimana logam Pb dan persenyawaanya ini bersifat racun jika berada dalam dosis
yang tinggi karena logam Pb akan terakumulasi dalam tubuh (sistem saraf pusat). Sifat
racun ini dapat disebabkan karena kenyataan bahwa logam Pb dan logam-logam berat
lainnya merupakan penghambat yang kuat terhadap reaksi enzimatis (Sutrisno, 2002).
2.3.2 Pengaruh Logam Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan
Timbal adalah bahan kimia semacam kalsium yang merupakan bahan pokok
yang penting bagi pembentukan tulang, tetapi dalam dosis yang tinggi logam timbal
adalah racun karena dapat menimbulkan penyumbatan sel-sel darah merah dan
mempengaruhi anggota tubuh yang lain (Palar, 1994).
Efek yang diakibatkan oleh kontaminasi logam Pb pada sistem peredaran darah
adalah (Suharto, 2005) :
1. Meningkatnya kadar ALAD (Amino Levulinic Acid Dehidrase) dalam darah dan urin,
2. Meningkatnya kadar protopporhin dalam sel darah merah,
12
3. Menurunnya umur sel darah merah,
4. Menurunnya jumlah sel darah merah dan kadar sel-sel darah merah yang masih
muda,
5. Meningkatnya kandungan logam Fe dalam plasma darah.
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem syaraf sebagai akibat dari
keracunan logam Pb adalah epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar dan
delirium. Pada sistem endokrin terjadi pengurangan pengeluaran steroid dan terus
mengalami peningkatan dalam posisi minus. Adanya senyawa Pb yang terlarut dalam
darah ke sistem urinaria (ginjal) dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran
ginjal. Efek Pb terhadap sistem reproduksi adalah terhambatnya pertumbuhan embrio
dan janin sehingga mengalami penurunan dalam ukuran, hambatan pada pertumbuhan
dalam rahim induk dan setelah dilahirkan (Palar, 1994).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dan organisasi pangan dunia (FAO)
dalam Mudjajanto (2005), batas maksimum untuk logam Pb dalam makanan adalah 2
mg/kg berat kering, bila kandungan logam Pb dalam tubuh manusia melebihi ambang
batas maksimum akan berdampak bagi kesehatan manusia yang pada akhirnya
menimbulkan berbagai macam penyakit. Menurut Lu (1995), jumlah senyawa atau ion-
ion Pb yang masuk kedalam badan perairan telah melebihi konsentrasi yang semestinya,
juga dapat menyebabkan kematian pada biota perairan tersebut.
Menurut Cahyadi (2004), timbal merupakan logam yang mendapat perhatian
utama dalam segi kesehatan, karena dampaknya pada sejumlah besar orang akibat
keracunan makanan atau udara yang terkontaminasi Pb memiliki sifat toksik berbahaya.
Gejala yang diakibatkan dari keracunan logam Pb adalah kurangnya nafsu makan,
13
kejang, muntah dan pusing-pusing. Selain itu, menurut iqbal dan qodir (1990), timbal
juga dapat mengganggu sisem reproduksi dan menyebabkan kelainan ginjal.
Absorpsi timbal dalam tubuh sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi dan
menjadi dasar keracunan yang progresif. Keracunan timbal dapat menyebabkan kadar
timbal yang tinggi dalam aorta, hati, ginjal, pankreas, paru-paru, jantung, dan otak, hal
ini sudah pernah terjadi di Amerika dan sudah diteliti. (Darmono, 1995).
2.4 Aspek Biologi Ikan Cakalang
Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang.
Adapun klasifikasi cakalang adalah sebagai berikut (Andiheryantir, 2008) :
Phylum : Vertebrata
Class : Telestoi
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Katsuwonus
Species : Katsuwonus pelamis
Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae, species
Katsuwonus pelamis. Ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform,
memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakes) berjumlah 53- 63 pada helai
pertama, mempunyai dua sirip punggung yang terpisah, pada sirip punggung yang
pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua
diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara sirip perut.
Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan
(corselets) dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung berwarna biru
Gambar 1 Ikan cakalang
14
kehitaman (gelap) disisi bawah dan perut keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis
berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan (Andiheryantir, 2008).
Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang rakus.
Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan ruaya disekitar
pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus, ikan ini biasa bergerombol
diperairan pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan ini mencari makan berdasarkan
penglihatan dan rakus terhadap mangsanya (Andiheryantir, 2008).
2.4.1 Daerah Penyebaran Ikan Cakalang
Suhu yang ideal untuk ikan cakalang antara 26 0C – 32 0C, dan suhu yang ideal
untuk melakukan pemijahan 28 0C – 29 0C dengan salinitas 33 %. Cakalang hidup
pada temperatur antara 16 0C – 30 0C dengan temperatur optimum 28 0C.
Ikan cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis pada lautan
Atlantik, Hindia dan Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak
geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman
perairan. Penyebaran Tuna dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi
arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang
kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang
sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang, dalam perikanan Tuna dan Cakalang
pengetahuan tentang sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada
suatu perairan sangat berhubungan dengan arus-arus tersebut (Andiheryantir, 2008).
Menurut Andiheryantir (2008) penyebaran cakalang di perairan Indonesia
meliputi Samudra Hindia (perairan Barat Sumatra, selatan Jawa, Bali, Nusa
15
Tenggara), Perairan Indonesia bagian Timur (Laut Sulawesi, Maluku, Arafuru,
Banda, Flores dan Selat Makassar) dan Samudra Fasifik (perairan Utara Irian
Jaya). Ikan cakalang adalah ikan bernilai komersial tinggi, dan dijual dalam bentuk
segar, beku, atau diproses sebagai ikan kaleng, ikan kering, atau ikan asap. Dalam
bahasa Jepang, cakalang disebut katsuo. Ikan cakalang diproses untuk membuat
katsuobushi yang merupakan bahan utama dashi (kaldu ikan) untuk masakan Jepang,
dalam makanan Manado, cakalang diawetkan dalam bentuk cakalang fufu (cakalang
asap).
2.5 Teori Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometer serapan atom adalah suatu bentuk spektrofotometri dimana
pengukurannya didasarkan pada penyerapan cahaya oleh atom-atom bebas (Day dan
Underwood, 1992). Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu
tergantung pada sifat unsurnya (Khopkar, 1990).
Prinsip dari SSA, larutan sampel diinjeksikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di
dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur
yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi
kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state).
Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber
radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang
dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi
oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi
berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom
dalam nyala, kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat
16
konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit
dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya yaitu kurva kalibrasi, standar tunggal
dan kurva adisi standar (Hutagalung dan Setiapermana, 1997).
Penentuan kadar logam berat dengan SSA didasarkan pada hukum Lambert-
Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat yang
dianalisis. Persamaan garis antara kadar zat dengan absorban adalah persamaan garis
lurus dengan koefisien arah positif (Hutagalung dan Setiapermana, 1997).
Y = a + bx
Dengan memasukkan nilai absorbansi larutan contoh kedalam persamaan garis dari
larutan standar, maka kadar logam berat dalam contoh dapat diketahui (Hutagalung dan
Setiapermana, 1997).
Aspek kuantitatif dari metode spektrofotometri diterangkan oleh hukum
Lambert-Beer, yaitu:
A = ε . b . c atau A = a . b . c ........................................ (1)
Dimana :
A = Absorbansi
ε = Absorptivitas molar (mol/L)
a = Absorptivitas (gr/L)
b = Tebal nyala (nm)
c = Konsentrasi (ppm)
Absorpsivitas molar (ε) dan absorpsivitas (a) adalah suatu konstanta dan
nilainya spesifik untuk jenis zat dan panjang gelombang tertentu, sedangkan tebal media
(sel) dalam prakteknya tetap, dengan demikian absorbansi suatu spesies akan
17
merupakan fungsi linier dari konsentrasi, sehingga dengan mengukur absorbansi suatu
spesies konsentrasinya dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan konsentrasi
larutan standar.
Dalam analisis dengan metoda SSA untuk diatomkan, sampel analisis harus
berbentuk larutan, dengan terbentuknya atom oleh pemaparan radiasi elektomagnetik
akan menyebabkan eksitasi dan menghasilkan radiasi sebagai emisi. Radiasi ini
kemudian oleh monokromator untuk memisahkan spektrum elektromagnetik dengan
panjang gelombang tertentu, selanjutnya ditangkat oleh detektor). Teknik ini adalah
teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur. Teknik-teknik ini didasarkan
pada emisi dan absorbansi dari uap atom. Komponen kunci pada metode
spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan
uap atom dalam sampel (Anonim, 2003)
Jika radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom, maka akan terjadi
eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap panjang
gelombang memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih
tingggi. Besarnya energi dari tiap panjang gelombang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
E = h . lC .................................................... (2)
Dimana E = Energi (Joule)
h = Tetapan Planck ( 6,63 . 10 -34 J.s)
C = Kecepatan Cahaya ( 3. 10 8 m/s), dan
l = Panjang gelombang (nm)
18
2.5.1 Instrumentasi Spektrofotometri Searapan Atom
Alat spektrofotometer serapan atom terdiri dari rangkaian dalam diagram
skematik berikut:
Gambar 2. Diagram Spektrometer Serapan Atom atau SSA (Syahputra, 2004)
Keterangan : 1. Sumber sinar 2. Nyala 3. Monokromator
4. Detektor 5. Amplifier 6. Meter atau recorder
Komponen-komponen Spektrofotometri Serapan Atom (SSA):
1. Sumber Sinar
Sumber radiasi SSA adalah Hallow Cathode Lamp (HCL). Setiap pengukuran
dengan SSA kita harus menggunakan Hallow Cathode Lamp khusus misalnya akan
menentukan konsentrasi tembaga dari suatu cuplikan, maka kita harus menggunakan
Hallow Cathode khusus. Hallow Cathode akan memancarkan energi radiasi yang sesuai
dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom.
Hallow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat
dari unsur yang sama dengan yang akan dianalisis dan anoda yang terbuat dari tungsten,
dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan dan atom-
atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi
kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu (Khopkar, 1990).
Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 3.
19
Socket Hollow Cathode Lamp
Fill Gas Ne or Ar (1-5 torr)
Glass Envelope
Sumber radiasi lain yang sering dipakai adalah ”Electrodless Dischcarge Lamp”
lampu ini mempunyai prinsip kerja hampir sama dengan Hallow Cathode Lamp (lampu
katoda cekung), tetapi mempunyai output radiasi lebih tinggi dan biasanya digunakan
untuk analisis unsur-unsur As dan Se, karena lampu HCl untuk unsur-unsur ini
mempunyai signal yang lemah dan tidak stabil yang bentuknya dapat dilihat pada
Gambar 4.
2. Sumber atomisasi
Anode
Gambar 3. Diagram skematik lampu katoda cekung (Khopkar, 1990).
Gambar 4. Electrodless Dischcarge Lamp (Skoog., dkk, 2004).
20
Sumber atomisasi dibagi menjadi dua yaitu sistem nyala dan sistem tanpa nyala.
Kebanyakan instrumen sumber atomisasinya adalah nyala dan sampel diintroduksikan
dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasa
dihasilkan oleh nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot
(chamber spray). Jenis nyala yang digunakan secara luas untuk pengukuran analitik
adalah udara-asetilen dan nitrous oksida-asetilen, dengan kedua jenis nyala ini, kondisi
analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit dapat ditentukan dengan menggunakan
metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluorosensi.
1. Nyala udara asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis mengunakan SSA. Temperatur
nyalanya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala
yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
2. Nitrous oksida-asetilen
Gambar 5. Instrumentasi sumber atomisasi (Skoog., dkk, 2004).
21
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk
oksida dan sulit terurai, Hal ini disebabkan karena temperatur nyala yang dihasilkan
relatif tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V, dan W.
3. Monokromator
Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan radiasi yang tidak
diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hallow Cathode Lamp
4. Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang
memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh
permukaan yang peka.
5. Sistem pengolah
Sistem pengolah berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor menjadi besaran
daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi data dalam sistem
pembacaan.
6. Sistem pembacaan
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar
yang dapat dibaca oleh mata dapat berupa galvanometer sederhana, voltmeter
digital, potensiometer, perekam pena tinta, atau komputer.
2.5.2 Optimasi Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom
Pada peralatan optimasi Spektrofotometri Serapan Atom agar memberikan
wacana dan sejauh mana sensitivitas dan batas deteksi alat terhadap sampel yang akan
dianalisis, optimasi pada peralatan SSA meliputi: pemilihan persen (%) pada transmisi,
22
lebar celah (slith width), kedudukan lampu terhadap focus slit, kemampuan arus lampu
Hallow Cathode, kedudukan panjang gelombang (λ), set monokromator untuk
memberikan sinyal maksimum, pemilihan nyala udara tekanan asetilen, kedudukan
burner agar memberikan absorbansi maksimum, kedudukan atas kecepatan udara tekan
dan kedudukan atas kecepatan asetilen.
Tabel 1. Kondisi SSA untuk analisis beberapa logam (Rohman, 2007)
Logam Panjang gelombang (nm) Tipe nyala Kisaran kerja (µg/L) Batas Deteksi (µg/L)
Sn 224,6 UH 15-60 0,03
Zn 213,9 UA 0,4-1,6 0,001
Pb 217 UA 5-20 0,015
Keterangan : UA = Udara-asetilen
UH = Udara-Hidrogen
2.5.3 Gangguan dalam Spektrofotometri Serapan Atom
Berbagai faktor dapat mempengaruhi pancaran nyala suatu unsur tertentu dan
menyebabkan gangguan pada penetapan konsentrasi unsur.
1. Gangguan akibat pembentukan senyawa refraktori
Gangguan ini dapat diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan senyawa kimia,
biasanya anion, yang ada dalam larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang
tahan panas (refractory). Contohnya fospat akan bereaksi dengan kalsium dalam
nyala menghasilkan pirofospat (Ca2P2O7), hal ini menyebabkan absorpsi ataupun
emisi atom kalsium dalam nyala menjadi berkurang. Gangguan ini dapat diatasi
dengan menambahkan stronsium klorida atau lanthanum nitrat ke dalam larutan,
kedua logam ini mudah bereaksi dengan fospat dibanding dengan kalsium sehingga
reaksi antara kalsium dengan fospat dapat dicegah atau diminimalkan. Gangguan
23
yang lebih serius terjadi apabila unsur-unsur seperti: Al, Ti, Mo, V dan lain-lain
bereaksi dengan O dan OH dalam nyala menghasilkan logam oksida dan hidroksida
yang tahan panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan menaikkan temperatur
nyala, sehingga nyala yang umum digunakan dalam kasus semacam ini adalah
nitrous oksida-asetilen.
2. Gangguan ionisasi
Gangguan ionisasi ini biasa terjadi pada unsur-unsur alkali tanah dan beberapa unsur
yang lain, karena unsur-unsur tersebut mudah terionisasi dalam nyala, dalam analisis
dengan SSA yang diukur adalah emisi dan serapan atom yang tak terionisasi, oleh
sebab itu dengan adanya atom-atom yang terionisasi dalam nyala akan
mengakibatkan sinyal yang ditangkap detektor menjadi berkurang, namun demikian
gangguan ini bukan gangguan yang sifatnya serius, karena hanya sensitivitas dan
linearitasnya saja yang terganggu.
3. Gangguan fisik alat
Gangguan fisik adalah semua parameter yang dapat mempengaruhi kecepatan
sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi. Parameter-parameter tersebut
adalah kecepatan alir gas, berubahnya viskositas sampel akibat temperatur nyala.
Gangguan ini biasanya dikompensasi dengan lebih sering membuat kalibrasi atau
standarisasi (Syahputra, 2004).
Beberapa keunggulan alat SSA menurut Khopkar (1990) antara lain:
a. Spesifik
Radiasi yang diserap dan dipancarkan dari emisinya spesifik untuk satu jenis atom
tertentu saja. Radiasi resonansi dari suatu unsur tertentu hanya dapat diabsorpsi
24
oleh atom tersebut. tidak satupun unsur dalam table berkala yang memiliki radiasi
resonansinya menyerupai unsur yang lain.
b. Teliti dan tepat dalam analisis
Ketelitian SSA dimungkinkan karena spesifitas yang tingi dan kemampuannya
mendeteksi konsentrasi suatu unsur pada konsentrasi yang sangat rendah.
c. Sensitif dengan batas deteksi rendah
Banyak unsur dapat ditentukkan pada kadar ppm, bahkan beberapa unsur dengan
teknik-teknik tertentu dapat ditentukan dengan orde ppb
d. Persiapan sampel lebih mudah.
Preparasi sampel lebih mudah, tidak diperlukan prosedur persiapan sampel seperti
halnya spektrometri UV-VIS yang membutuhkan pembentukan kompleks warna
tertentu yang stabil, pada SSA persiapan sampel hanya dengan membuatnya dalam
bentuk larutan telah dapat dilakukan analisis.
e. Selektif atau dapat mengukur semua unsur dalam satu sampel
SSA memungkian dilakukannya pengukuran konsentrasi unsur-unsur dalam sampel
yang dianalisis tanpa perlu pemisahan.
f. Pengerjaan dan pemeliharaan alat
Pengerjaaan dan pemeliharaan alat cukup sederhana, tidak memerlukan
keterampilan yang lebih tinggi dan hal ini memungkinkan penggunaanya secara
meluas, serta peralatan pembantu seperti kompresor dan gas pembakar mudah
penangannya dan mudah diperoleh.
2.6 Metode Adisi Standar
25
Metode adisi standar dilakukan dengan penambahan larutan standar yang
konsentrasinya sudah diketahui kedalam larutan sampel kemudian diukur sebelum dan
sesudah penambahan standar. Cara yang mudah adalah dengan mengambil beberapa
sampel kemudian ditambahkan larutan standar dengan berbagai variasi konsentrasi yang
diketahui jumlahnya kedalam beberapa larutan standar tersebut, kemudian ditepatkan
dengan volume yang sama agar konsetrasi sampel dan semua faktor dibuat konstan yang
sama pada setiap larutan, hanya konsentrasi zat yang dianalisa bervariasi (Ramang,
2002).
Menurut (Skoog, dkk., 2004) metode standar adisi digunakan pada analisis ion
logam yang dalam proses analisisnya terdapat gangguan-gangguan seperti ion fosfat,
dan sulfat. Adanya anion-anion tersebut mempunyai kecenderungan untuk membentuk
kompleks dengan ion logam yang akan dianalisis sehingga menyebabkan absorbansinya
pada pengukuran terlihat rendah atau tidak sesuai dengan kadar logam yang sebenarnya
dalam sampel yang dianalisis.
Menurut (Hendayana., dkk, 1994) Metode adisi standar dapat dilakukan dengan
dua bentuk yakni bentuk single poin (menggunakan satu standar dan satu sampel dalam
pengukuran) dan bentuk metode adisi ganda (multi). Metode ini dilakukan dengan
beberapa labu ukur dengan volume Vt dimasukkan sejumlah volume sama larutan
cuplikan Vx yang konsentrasinya Cx, pada tiap labu ukur ditambahkan larutan standar
dengan volume yang bervariasi yang mempunyai konsentrasi yang diketahui Cs.
Mengikuti hukum Lambert-Beer (Skoog, dkk., 2004) absorbansi larutan dapat
dirumuskan :
ε. b. Vs. Cs + ε. b. Vx. CxAs =
26
Vt Vt
Dimana : k = konstan sama dengan ε. b/Vt. Plot As sebagai fungsi dari Vs akan
menghasilkan bentuk garis lurus : As = mVs + b
Dimana : m = slope dan b = intercept. m = k. Cs dan b = k. Vx. Cx
sehingga dari data pengukuran dapat digunakan untuk menentukan nilai Cx dari
perbandingan dua kuantitas dari nilai Vx dan Vs
m k.Cs = b k.Vx.Cx
b. Cspersamaan tersebut disusun menjadi : Cx = .........................................(3)
mVx
Kelebihan adisi standar adalah mudah digunakan untuk analisis bahan-bahan
yang kompleks, dapat menghilangkan efek matriks, tidak diperlukan perlakuan awal
dari sampel yang akan dianalisis, karena larutan standar ditambahkan langsung dalam
larutan sampel, dapat dipakai untuk analisis logam pada konsentrasi rendah.
Kekurangan dari adisi standar yaitu menggunakan sampel dan larutan standar dalam
jumlah yang banyak, menggunakan waktu yang lama serta biaya yang cukup besar
(Hendayana., dkk, 1994).
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan cakalang,
Pb(NO3)2, HNO3 pa, NaOH 6 M, kertas saring wathman 42, kertas pH dan aquades.
3.2 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
spektrofotometer serapan atom merek Buck Science 205, pipet skala 5 mL, 10 mL, dan
20 mL, lap kasar, desikator, oven, cawan petri, bulp, neraca analitik, sendok tanduk,
batang pengaduk, corong kaca, botol semprot, sarung tangan, kasa asbes, biuret 10 mL
dan 25 mL, statif dan klem, hot plate dan alat alat gelas yang umum digunakan di
laboratorium.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
3.3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Sampel
Sampel ikan cakalang diperoleh dari Kaimana yang dibekukan dalam lemari es,
yang dibekukan sejak bulan September.
3.3.2 Waktu dan Tempat PelaksanaanPenelitian
Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Januari di Laboratorium Kimia
Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.
28
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pembuatan Larutan Baku Induk Pb 1000 ppm
Ditimbang dengan teliti 0,1598 gram Pb(NO3)2, kemudian ditambahkan asam
nitrat (HNO3) pekat sekitar 1 mL setelah larut lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100
mL dan diimpitkan dengan aquades sampai batas tanda.
3.4.2 Penentuan Kadar Air
Cawan petri kosong dipanaskan terlebih dahulu selama 2 jam kemudian
didinginkan dalam desikator, setelah dingin ditimbang kosong dan dicatat bobotnya.
Sampel ikan cakalang dihaluskan (dipotong kecil-kecil), kemudian ditimbang sebanyak
5 gram dalam cawan petri selanjutnya dipanaskan dalam oven pada kisaran suhu 101 –
110 0C selama 2 jam setelah itu didinginkan dalam desikator selama 30 menit,
selanjutnya ditimbang dan dicatat bobotnya, pekerjaan tersebut diulangi lagi sampai
diperoleh bobot konstan.
Selanjutnya kadar air sampel ditentukan dengan rumus
Bobot Air % Kadar Air = x 100 % Bobot Sampel
3.4.3 Preparasi Cuplikan Ikan
Preparasi sampel dapat dilakukan dengan dua metode yakni cara kering dan cara
basah. Cara kering yakni sampel diabukan terlebih dahulu baru dilarutkan dengan asam
encer, sedangkan cara basah sampel dihaluskan kemudian langsung dilarutkan dengan
asam nitrat pekat, dalam hal ini penelitian ini dilakukan dengan cara basah.
Cuplikan ikan diambil dagingnya yakni bagian kepala, perut dan ekor, kemudian
ditimbang sebanyak 2 gram. Cuplikan ikan yang telah ditimbang dimasukkan kedalam
29
gelas kimia 100 mL, kemudian ditambahkan 10 mL asam nitrat (HNO3) 6 N dan
dipanaskan sampai larut, kemudian sisa asam diuapkan sampai kelebihan sisa asamnya
berkurang, selanjutnya dibilas dengan aquades pada dinding gelas dan disaring dengan
kertas saring Whatman 42 dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditentukan nilai pH nya.
pH larutan sampel tersebut dibuat pada pH 2. Adanya kelebihan asam dapat dinetralisir
dengan menambahkan NaOH 6 M sebanyak 2 tetes. Setelah itu diencerkan dengan
aquades sampai batas tanda. Hasil pengenceran tersebut cuplikan siap untuk dilakukan
analisis dengan metode adisi standar.
3.4.4 Analisis Logam Pb dengan Metode Adisi Standar
Sampel di pipet sebanyak 10 mL kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 50
mL, larutan standar Pb 10 ppm ditambahkan kedalam labu ukur tersebut dengan volume
masing-masing 10, 15, 20, 25 dan 30 mL, selanjutnya ditambahkan pH 2 sampai batas
tanda. Larutan blanko disiapkan dan diaspirasikan dalam nyala pada alat SSA,
selanjutnya larutan sampel ditambahkan larutan standar berturut-turut diaspirasikan
pada alat SSA pada panjang gelombang 283,2 nm berdasarkan bertambahnya
konsentrasi. Absorban sampel tambah larutan standar yang terukur dicatat. Kurva hasil
pengukuran absorban Vs setelah penambahan standar dibuat selanjutnya konsentrasi
logam Pb dalam sampel ditentukan melalui persamaan garis dari regresi kurva tersebut.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Optimalisasi Analisis
4.1.1 Optimalisasi Alat Spektroskopi Serapan Atom
Kandungan logam Pb dalam sampel ikan cakalang dapat ditentukan dengan
menggunakan metode nyala Spektroskopi Serapan Atom dengan menggunakan
campuran bahan bakar udara dengan asetilen. Alat Spektroskopi Serapan atom terlebih
dahulu harus dioptimalisasi untuk memperoleh hasil analisis yang baik dan sempurna.
Kondisi optimasi analisis logam Pb dengan metode nyala Spektroskopi Serapan Atom
dilakukan agar diperoleh populasi atom pada tingkat dasar yang paling banyak dalam
nyala api yang dilewati oleh radiasi. Atom-atom akan menyerap tenaga radiasi yang
khas untuk atom-atom tersebut dan kemudian berubah ke keadaan eksitasi. Semakin
banyak atom pada keadaan dasar, maka radiasi-radiasi yang diserap akan makin banyak,
pada kondisi optimum akan diperoleh serapan maksimal (Pecsok, 1976).
Kondisi optimum parameter pada alat Spektroskopi Serapan Atom yang perlu
mendapatkan perhatian adalah : panjang gelombang, laju alir pembakar, laju alir
oksidan, kuat arus lampu katoda cekung (Hallow Catode Lamp), Lebar celah dan tinggi
pembakar Burner. Pada kondisi optimum perubahan serapan akibat perubahan
konsentrasi akan lebih sensitif. Kondisi optimum peralatan spektroskopi serapan atom
disajikan pada Tabel 2.
31
Tabel 2. Kondisi optimum peralatan spektroskopi serapan atom untuk logam Pb
Parameter pengukuran Nilai
Panjang gelombang 283,2 nm
Laju alir asetilen 2 L/menit
Laju alir udara 10 L/menit
Lebar celah 0,7 nm
Kuat arus HCL 8 mA
Tinggi pembakar 2,0 mm
Dalam penentuan kandungan Logam Timbal dalam ikang cakalang dilakukan
pada panjang gelombang 283,2 nm. Panjang gelombang ini merupakan panjang
gelombang paling kuat menyerap garis untuk transisi elektronik dari tingkat dasar ke
tingkat eksitasi, bila atom pada tingkat energi dasar (ground state) diberi energi yang
sesuai, maka energi tersebut akan diserap dan atom-atom tersebut akan terseksitasi ke
tingkat energi yang lebih tinggi (exited state), atom tidak stabil sehingga sehingga akan
kembali ke tingkat energi dasar dengan melepas sejumlah energi dalam bentuk sinar.
Laju alir gas pembawa berpengaruh terhadap proses pengatoman, sehingga perlu
dicari laju alir yang optimum dalam suatu analisis cuplikan, pada penelitian ini
digunakan asetilen sebagai bahan bakar dan udara sebagai oksidan laju alir bahan bakar
dan oksidan yang dibutuhkan tergantung pada ukuran pembakar dan komponen-
komponen sampel. Lebar celah dapat mengontrol gangguan spektra tertentu misalnya
garis-garis yang terabsorbsi dari gas pengisi lampu katoda cekung. Gangguan-
gangguan ini dapat dikontrol dengan mengurangi lebar celah. Semakin kecil lebar
celah yang digunakan, maka semakin kecil gangguan gangguan spektra, pada penelitian
ini, kondisi optimum lebar celah untuk logam Pb adalah 0,7 nm (Pecsok, 1976).
32
4.2 Penentuan Kadar Air dalam Ikan Cakalang
Berdasarkan data untuk pengukuran kadar air yang telah diperoleh pada
masing-masing bagian sampel, didapatkan data kadar air seperti yang tertera pada tabel
3 berikut:
Tabel 3. Kadar air dalam ikan cakalang
Bagian sampel Kadar air (%)
Punggung 68,81
Perut 69,12
Ekor 66,32
Rata-rata 68,08
Berdasarkan data pada Tabel 3 tersebut dapat ditentukan nilai rata-rata
peresentase kadar air dalam sampel ikan tersebut. Nilai persentase rata-rata kadar air
sampel ikan yang dianalisis yakni sekitar 68,08 %. Nilai kadar air ini ditentukan untuk
mengetahui berat kering suatu sampel sehingga bisa diketahui konsentrasi sampel yang
sebenarnya dalam satuan mg/kg berat kering.
4.3 Penentuan Konsentrasi Logam Pb pada Sampel Ikan Cakalang
Setelah dilakukan pengukuran absorban logam Pb pada bagian-bagian sampel
ikan cakalang dengan metode adisi standar (pada lampiran 4), selanjutnya dibuat kurva
adisi standar untuk setiap bagian-bagian sampel yang menunjukkan adanya penambahan
konsentrasi larutan standar yang sebanding dengan kenaikan absorban (pada lampiran 9,
10 dan 11), sehingga diperoleh nilai konsentrasi (Cx) logam Pb pada setiap bagian-
bagian sampel. Hasil pengukuran kadar logam Pb pada ikan cakalang berdasarkan
kurva tersebut tercantum pada tabel 4 berikut:
33
Tabel 4. Nilai konsentrasi (Cx) logam Pb dalam ikan cakalang
Bagian sampel Konsentrasi Cx) (mg/kg berat kering)
Punggung 47,17
Perut 96,32
Ekor 88,98
Rata-rata 77,49
Konsentrasi (Cx) yang diperoleh dilakukan perhitungan untuk menentukkan
konsentrasi logam Pb dalam sampel ikan cakalang (pada lampiran 12, 13, 14).
Perhitungan ini didasarkan pada berat kering sampel yang sudah diketahui kadar airnya.
Nilai rata-rata kadar Pb yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode adisi
standar pada sampel ikan cakalang ialah sebesar 77,49 mg/kg berat kering sudah
melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan WHO yakni sebesar 2 ppm atau 2 mg/kg
berat kering (Darmono, 2001). Nilai konsentrasi ini menunjukkan telah terjadi
pencemaran logam Pb pada ikan cakalang yang memungkinkan adanya peningkatan
konsentasi Pb pada biota-biota laut lainya diperairan Kaimana, tetapi ikan cakalang ini
hidupnya selalu berpindah-pindah, sehingga tidak bisa dipastikan secara jelas tentang
tingkat pencemarannya.
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM)
No.03725/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran logam pada makanan
khususnya daging olahan, ditentukan batas maksimum untuk Pb = 2,0 mg/kg
Berdasarkan ketentuan tersebut kadar Pb dalam ikan cakalang sudah melebih ambang
batas yang diperbolehkan, sehingga bila ditinjau dari cemaran logam pada makanan,
maka berarti ikan cakalang ini tidak layak lagi untuk dikonsumsi.
34
Hasil yang demikian besar yang didapat untuk konsentrasi logam Pb dalam
sampel ikan tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh keadaan sampel yang tidak
segar lagi, dalam hal ini ikan tersebut tidak langsung dianalisis setelah penangkapan,
kemungkinan yang lain ialah ikan tersebut berada di lokasi yang tercemar pada saat
penangkapan misalnya lokasi tumpahan minyak disekitar daerah penangkapan.
Cemaran logam Pb ini dapat menimbulkan efek penggandaan pada konsumen
melalui sistem rantai makanan dan akan sampai pada manusia jika dikonsumsi oleh
manusia. Berdasarkan hasil data tersebut bisa dikatakan telah terjadi akumulasi logam
Pb pada tubuh ikan tersebut. Proses akumulasi Pb dalam jaringan ikan cakalang terjadi
setelah absorpsi Pb dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Menurut Darmono
(1995), Pb dapat menyebabkan kerusakan lamella insang yang sejalan dengan semakin
tingginya konsentrasi Pb. Kerusakan epitel insang terjadi akibat pengikatan lendir
terhadap sejumlah Pb yang melewati lamella dan dengan komposisi yang lebih besar
mampu menghalangi proses pertukaran gas-gas dan ion pada lamella dalam sistem
respirasi dan dapat mengakibatkan sistem respirasi ikan tersebut terhambat
pertumbuhannya dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Dalam tubuh manusia timbal masuk melaui sistem rantai makanan, logam Pb
tersebut langsung masuk dalam sirkulasi darah, setelah diabsorpsi dari usus, terutama
hubungannya dengan sel darah merah (eritrosit). Mula-mula didistribusikan ke dalam
jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi berinkorporasi dalam tulang,
rambut, dan gigi untuk dideposit (strorage). Sekitar 90% deposit terjadi dalam tulang
dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak. Dalam tulang Pb ditemukan dalam
bentuk Pb-fosfat atau Pb3(PO4)2. Secara teori, selama Pb masih terikat dalam tulang
35
tidak akan menyebabkan gejala sakit pada penderita, tetapi yang berbahaya ialah
toksisitas Pb yang mengakibatkan gangguan absorpsi Ca, dimana terjadinya desorpsi Ca
dari tulang menyebabkan terjadinya penarikan deposit Pb dari tulang tersebut. Misalnya
terjadi pada diet yang mengandung fosfat rendah akan menyebabkan pembebasan Pb
dari tulang ke dalam darah (Darmono, 2001)
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
kandungan logam Pb dalam ikan cakalang di perairan Kaimana sekitar 77,49 mg/kg
berat kering, sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh badan POM RI.
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut pada sampel yang segar (sampel
yang langsung dianalsis setelah ikan tersebut ditangkap) sehingga bisa dijadikan sebagai
data untuk perbandingan terhadap hasil yang telah didapatkan pada penelitian yang
telah dilakukan.
16
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
A : Absorban
0C : derajat Celcius
cm : centimeter
g : gram
g/cm3 : gram per sentimeter kubik
HCL : Hallow Cathode Lamp
L : Liter
mg/kg : miligram per kilogram
mg/L : miligram per liter
mL : mililiter
nm : nanometer
pH : power of hidrogen
ppm : part per million
p.a : pro analisis
% : Persen
SSA : Spektrofotometer Serapan Atom
Vs : Versus
λ : lamda/ panjang gelombang
37
DAFTAR PUSTAKA
Anand, S. J. S., 1978, Determination Of Mercury, Arsenic, And Cadmium In Fish By Neutron Activation, Jounal of Radioanalytical Chemistry, 44 101.
Andiheryantir, 2008, Seputar Informasi Perikanan dan Kelautan, http://seputarberita.blogspot.com/2008/07/produksi-dan-karakteristik-ikan.html, Diakases 15 April, 2007
Anonim, 2003, Hand Out Pelatihan Instrumental Kimia AAS dan X-RD, Jurusan Kimia,
Fakultas MIPA, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.
Arifin, Z., 2002, Pencemaran di Teluk Jakarta Memperhatinkan, Harian Suara Pembaharuan.
Cahyadi, W., 2004, Bahaya Pencemaran Timbal pada Makanan dan Minuman, Fakultas Teknik Unpas Departemen Farmasi Pascasarjana ITB,www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/19/cakrawala/utama1.htm-19k-, Diakses 3 April 2008.
Connel, D.W. dan Miller, G.J., 1995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, UI-Press, Jakarta.
Darmono, 1995, Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI-Press, Jakarta. Day, R. A. Jr dan Underwood, A. L., 1989, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga,
Jakarta.
Fardiaz, S., 1992, Polusi Air dan Udara, Kanisius, Yogyakarta.
Iqbal, H. Z., dan Qodir, M. A, 1990, AAS Determination of Lead and Cadmium in Leaves Polluted by Vehicles Exhoust, Inter Kace, Journal Environmental Analytic Chemistry, 38 (4): 533-538.
Hendayana, S., Kadarohman, A., Sumarna dan Supriatna, A., 1994, Kimia Analitik Instrumen, Edisi I, Ikip Semarang Press, Semarang.
Hutabarat, S. dan Evans, S.M., 1985, Pengantar Oseanografi, UI-Press, Jakarta.
Hutagalung, H. P., dan Setiapermana, D., 1997, Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi IPI, Jakarta.
Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik Edisi kedua, UI Press, Jakarta.
Lu, F. C., 1995, Toksikologi Dasar, Edisi Kedua, UI-Press, Jakarta.
38
Marganof, 2003, Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Pb, Cd dan Cu) di Perairan, http://rudyct.topcities.com/pps702-71034/marganof.htm, Diakses 27 Oktober 2007).
Mudjajanto, E. S., Keamanan Makanan Jajanan Tradisional, http;//www.kompas.com-cetak/0502/17/ilpeng/1563189.htm. Diakases 15 April, 2007.
Mulyono, 2001, Kamus Kimia, Grasindo, Bandung.
Palar, H., 1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta.
Putra, S. E. dan Putra, J. A., 2006, Bioremoval, Metode Alternatif Untuk Menanggulangi Pencemaran Logam Berat, (Online), (www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=95 - 34k, diakses 27 Oktober 2006).
Pecsok, R.L dan shield, L. D., 1976, Modern Method Of Chemical Analysis, John Willey and Sons Inc. New York.
Ramang, M., 2002, Spektrofotometri Serapan Atom Materi Kuliah Analitik III, Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.
Rivai, H., 1994, Pendekatan Terpadu Pengelolaan Pencemaran Lingkungan, http://www.unila.ac.id/index.php?option=article&task=viewarticle&artid=4&itimed, Diakses 26 mei 2007.
Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar Universitas Islam Indonesia.
Skoog, A. D., West, M. D., Holler, J. F., Crouch, R. S., 2004, Fundamental of Analytical Chemistry Eighth Edition, Thomson Brooks/Cole, United states.
Sudrajad, A., 2006, Tumpahan Minyak Di laut dan Beberapa Catatan Terhadap Kasus Di indonesia, Inovasi, 6 (18).
Suharto, 2005, Dampak Pencemaran Logam Timbal(Pb) terhadap Kesehatan Masyarakat, Majalah Kesehatan Indonesia, (1-3).
Suhendrayatna, 2001, Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Microorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan (Heavy Metal Bioremoval by Microorganisms: A Literature Study), Makalah disajikan dalam Seminar on-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21, Sinergy Forum - PPI Tokyo Institute of Technology, 1-14 Februari 2001.
Sutrisno, T. C., 2002, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Rineka Cipta, Jakarta.
39
Syahputra, R., 2004, Modul Pelatihan Instrumentasi AAS, Laboratorium Instrumentasi Terpadu, UII. hal 50-56.
Yanney, 1990, Ekologi Tropika, Bandung, Penerbit ITB.
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema kerja pembuatan larutan baku induk Pb 1000 ppm .................. 39
2. Penentuan kadar air ............................................................................. 40
3. Bagan kerja preparasi sampel ikan cakalang ...................................... 41
4. Bagan kerja analisis logam Pb dengan metode adisi standar dalam sampel ikan cakalang ......................................................................... 42
5. Membuat larutan HNO3 6 N dan pembuatan larutan pH 2 ................. 43
6. Data penentuan kadar air ..................................................................... 44
7. Perhitungan % kadar air ....................................................................... 45
8.Data absorban pengukuran logam Pb dalam ikan cakalang dengan metode adisi standar .......................................................................... 46
9. Kurva adisi standar analisis logam Pb pada ikan cakalang bagian punggung ............................................................................................. 47
10. Kurva adisi standar analisis logam Pb pada ikan cakalang bagian perut ..................................................................................................... 48
11. Kurva adisi standar analisis logam Pb pada ikan cakalang bagian ekor ...................................................................................................... 49
12. Perhitungan konsentrasi logam Pb dalam sampel ikan cakalang bagian punggung .................................................................................. 50
13. Perhitungan konsentrasi logam Pb dalam sampel ikan cakalang bagian perut ......................................................................................... 51
14. Perhitungan konsentrasi logam Pb dalam sampel ikan cakalang bagian ekor ........................................................................................... 52
40
Lampiran 1. Skema Kerja Pembuatan Larutan Baku Induk Pb 1000 ppm
Padatan Pb(NO3)2
Ditimbang dengan teliti sebanyak 0,1598 gram Ditambahkan asam nitrat (HNO3) pekat sekitar 1 mL Dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL Diimpitkan dengan aquades sampai batas tanda
Larutan baku induk Pb 1000 ppm
41
Lampiran 2. Penentuan Kadar Air
Dipotong kecil-kecil Ditimbang sebanyak 5 gram Dipanaskan dalam oven pada suhu 101 – 110 0C Didinginkan dalam desikator Ditimbang Diulangi pekerjaan ini sampai diperoleh bobot konstan Dilakukan perhitungan
Sampel ikan cakalang
Data
42
Lampiran 3. Bagan Kerja Preparasi Sampel Ikan Cakalang
Sampel dalam bentuk larutan
Sampel ikan cakalang
Diambil bagian dagingnya yakni bagian punggung, ekor dan bagian Perut
Ditimbang sebanyak 2 gram Dimasukkan kedalam gelas kimia 100 mL Ditambahkan 10 mL asam nitrat (HNO3) 6 N Dipanaskan diatas kompor listrik sampai larut
Residu
Sampel yang akan dianalisis dengan metode adisi standar
Sisa asamnya diuapkan Dibilas dengan aquades pada dinding gelas Disaring dengan kertas saring Whatman 42
Filtrat
Dimasukkan dalam labu ukur 100 mL Ditentukkan nilai pH nya Adanya kelebihan asam dinetralisir
dengan NaOH 6 M sebanyak 2 tetes Diencerkan sampai batas tanda
43
Lampiran 4. Bagan Kerja Analisis Logam Pb dengan Metode Adisi Standar dalam Sampel Ikan Cakalang
Sampel yang akan dianalisis
Data pengukuran
Dipipet sebanyak 10 mL Dimasukkan ke dalam 5 buah labu ukur 50 mL Ditambahkan larutan standar Pb 10 ppm kedalam
masing-masing labu ukur dengan volume masing-masing 10, 15, 20, 25 dan 30 mL
Ditambahkan dengan pH 2 sampai batas tanda Dikocok
Diinjeksikan ke dalam nyala pada alat SSA pada λ 283,2 nm
Dicatat absorbannya
Sampel + larutan standar
Interprestasi data Dibuat kurva adisi standar
Hasil
44
Lampiran 5. Membuat Larutan HNO3 6 N dan Pembuatan Larutan pH 2
HNO3 65% ; bj = 1,4 g/cm3 = 1,4 g/mL ; Mr = 63,01 g/mol
% x bj N = Mr
65/100 x 1,4 g/mL = 63,01 g/mol
= 0,0144 mol/mL
= 0,0144 mol/mL x 1000 mL/L = 14,4 M
= 14,4 N
V1 x N1 = V2 x N2
100 mL x 6 NV1 =
14,4 N
= 41,66 mL = 42 mL
HNO3 0,01 M dalam 1000 mL
1000 mL x 0,01 MV = = 0,69 mL = 0,7 mL
14,4 M
45
Lampiran 6. Data Penentuan Kadar Air
Kode C. kosong (g)
Cawan + sampel
(g)
Berat sampel
(g)
Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
Berat air (g)
Beratkering
(g)Punggung 34,9767 40,0065 5,0298 36,5452 3,4613 1,5685
Perut 51,0111 56,0529 5,0418 52,5676 3,4853 1,5565
Ekor 48,7081 53,7571 5,0490 50,4085 3,3486 1,7004
Keterangan
Berat sampel = (berat cawan + sampel) – berat cawan kosong
Berat kering = (berat cawan + sampel setelah dikeringkan) – berat cawan kosong
Berat air = berat sampel – berat kering
46
Lampiran 7. Perhitungan % Kadar Air
Bobot Air% air = x 100 %
Berat sampel
Punggung
3,4613% air = x 100 % = 68,81 %
5,0298
Perut
3,4853% air = x 100 % = 69,12 % 5,0418
Ekor
3,3486% air = x 100 % = 66,32 % 5,0490
47
Lampiran 8. Data Absorban Pengukuran Logam Pb dalam Ikan Cakalang dengan Metode Adisi Standar
Kode V. Sampel Penambahan Standar 10 ppm Absorban
0 mL 0,002
10 mL 0,0305
Punggung 10 mL 15 mL 0,0505
20 mL 0,0585
25 mL 0,0775
30 mL 0,0920
0 mL 0,002
10 mL 0,0315
Perut 10 mL 15 mL 0,0495
20 mL 0,0590
25 mL 0,0785
30 mL 0,0920
0 mL 0,003
10 mL 0,032
Ekor 10 mL 15 mL 0,051
20 mL 0,058
25 mL 0,080
30 mL 0,093
51
Lampiran 12. Perhitungan Konsentrasi Logam Pb dalam Sampel Ikan Cakalang Bagian Punggung
Persamaan garis pada grafik ialah Y = 0,003x + 0,001
Dimana : slope (m) = 0,003
Intercept (b) = 0,001
Konsentrasi sampel berdasarkan kurva adisi standar menggunakan rumus :
b.CsCx = m.Vx
0,001 x 10 ppmCx = = 0,3 ppm 0,003 mL-1 x 10 mL
Kadar air 68,81 %
Volume sampel = 100 mL
Berat sampel = 2,0387 gram
68,81= x 2,0387 = 1,4028 gram
100
Berat sampel kering = 2,0387 – 1,4028 = 0,6359 gram/100 mL
52
0,3 ppm = 0,3 mg/L
= 3 x 10-4 mg/mL x 100 mL
= 3 x 10-2 mg/mL dalam 0, 6359 gram
1000 Dalam 1 kg berat kering = 0,03 x 0,6359
= 47,17 mg/kg berat kering
Lampiran 13. Perhitungan Konsentrasi Logam Pb dalam Sampel Ikan Cakalang Bagian Perut
Persamaan garis pada grafik ialah Y = 0,003x + 0,002
Dimana : slope (m) = 0,003
Intercept (b) = 0,002
Konsentrasi sampel berdasarkan kurva adisi standar menggunakan rumus :
b.CsCx = m.Vx
0,002 x 10 ppmCx = = 0,6 ppm 0,003 mL-1 x 10 mL
Kadar air 69,12 %
Volume sampel = 100 mL
Berat sampel = 2,017 gram
69,12= x 2,017 = 1,3941 gram
100
Berat sampel kering = 2,017 – 1,3941 = 0,6229 gram/100 mL
53
0,6 ppm = 0,6 mg/L
= 6 x 10-4 mg/mL x 100 mL
= 6 x 10-2 mg/mL dalam 0, 6229 gram
1000 Dalam 1 kg berat kering = 0,06 x 0,6229
= 96,32 mg/kg berat kering
Lampiran 14. Perhitungan Konsentrasi Logam Pb dalam Sampel Ikan Cakalang Bagian Ekor
Persamaan garis pada grafik ialah Y = 0,003x + 0,002
Dimana : slope (m) = 0,003
Intercept (b) = 0,002
Konsentrasi sampel berdasarkan kurva adisi standar menggunakan rumus :
b.CsCx = m.Vx
0,002 x 10 ppmCx = = 0,6 ppm 0,003 mL-1 x 10 mL
Kadar air 66,32 %
Volume sampel = 100 mL
Berat sampel = 2,002 gram
66,32= x 2,002 = 1,3277 gram
100
Berat sampel kering = 2,002 – 1,3277 = 0,6743 gram/100 mL