analisis jurnal belum jadi
TRANSCRIPT
ANALISIS JURNAL
THE EFFECTIVENESS OF ART THERAPY IN REDUCING
DEPRESSION IN PRISON POPULATIONS
Disusun Oleh:
1. Rindi Antika S.Kep
2. Ai Nuraeni S.Kep
3. Ageng Dwi Sugesti S.Kep
4. Wahyu Sugiarti S.Kep
5. Tita R Hidayat S.Kep
6. Dwi Apriyanti S.Kep
7. Intan Diah PS S.Kep
8. Retno Meia Deniyati S.Kep
9. Rara Hanifawati S.Kep
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS
PURWOKERTO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia dewasa ini yang semakin sulit dan komplek , dari
lahir hingga dewasa kebutuhan-kebutuhan seseorang tidak dapat selalu
terpenuhi. Seringkali terdapat hambatan dalam pemuasan suatu kebutuhan,
motif dan keinginan. Keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan
dinamakan frustasi. Senada dengan pernyataan Slamet (2008), keadaan
frustasi yang berlangsung terlalu lama dan tidak dapat diatasi dapat
menyebabkan stress sampai menyebabkan gangguan jiwa.
Gangguan jiwa telah menyebabkan klien atau seseorang mengalami
gangguan ketidakmampuan atau kerusakan dalam hubungan sosial,
sehingga seseorang hidup di alamya sendiri, berinteraksi dengan pikiran
yang diciptakannya sendiri, perasaan yang dibuatnya sendiri, seolah-olah
semuanya menjadi sesuatu yang nyata sebagaimana dunia luar realitas yang
sebenarnya.
Diperkirakan di Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat sudah
memprihatinkan, yaitu 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total penduduk
Indonesia. Jumlah penderita yang bersedia berobat hanya 8,3%, sebagian
besar lainnya enggan dan sebagain besar lainnya lagi tidak punya biaya
(Kompas, 2001). Saat ini semakin banyak terjadi kasus bunuh diri, baik di
Indonesia maupun secara global, yaitu sekitar 90% bunuh diri disebabkan
masalah kesehatan mental dan 90% diantaranya disebabkan depresi.
Pada pasien dengan gangguan kejiwaan baik itu depresi, perilaku
kekerasan, dan berbagai skizofrenia lainnya bisa dilakukan intervensi
dengan terapi seni menggambar karena dengan menggambar pasien bisa
menyalurkan energi yang berlebihan tersebut kedalam sebuah media
gambar. Terapi menggambar menghantarkan klien untuk meminimalisirkan
interaksi klien dengan dunianya sendiri. Mengeluarkan pikiran, perasaan
atau emosi yang selama ini mempengaruhi perilaku yang tidak disadarinya
(emotional chatarsis).
Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
pada jumlah penderita gangguan mental pasien skizofrenia jumlah penderita
gangguan mental rawat inap pada 3 bulan terakhir (April, Mei, Juni tahun
2006), sebanyak 209 orang, dimana 122 berjenis kelamin laki-laki dan 87
orang adalah perempuan. Berdasarkan status pasien skizofrenia yang
mengalami depresi sebanyak 112 orang. Angka kejadian skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta menjadi jumlah kasus terbanyak
dengan jumlah 1,893 pasien dari 2.551 pasien yang tercatat dari jumlah
seluruh pasien pada tahun 2005, itu berarti 72,7% dari jumlah kasus yang
ada, skizofrenia hebefrenik 471, paranoid 648, tak khas 317, akut 231,
katatonia 95, residual 116, dalam remisi 15 (Rekam Medik RSJD, 2006).
Dilatarbelakangi oleh banyaknya angka kejadian gangguan jiwa
seperti depresi yang disertai dengan perilaku kekerasan serta beberapa hasil
riset mengenai terapi menggambar (art therapy) yang dapat menjadi salah
satu terapi alternatif dalam menyalurkan atau mengeluarkan segala sesuatu
yang bersifat kejiwaan.
Berdasarkan survey pendahuluan di Ruang Shinta RSJ Daerah
Surakarta pada Senin - Selasa, 26 - 27 September 2011 ditemukan dari 22
pasien yang ada ternyata 20 pasien mengalami depresi sedang berdasarkan
kuesioner tingkat depresi (inventaris depresi Beck) maka kami tertarik
mencari sebuah alternatif dalam menurunkan derajat depresi dengan terapi
menggambar dan itu tertuang dalam sebuah jurnal yang berjudul The
Effectiveness of Art Therapy in Reducing Depression in Prison Population.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas terapi menggambar (art therapy)
menggunakan metode Formal Elements Art Therapy Scale (FEATS) dan
the Beck Depression Inventory–Short Form terhadap penurunan skor
depresi.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik penderita gangguan jiwa yang diberikan
terapi menggambar (art therapy) menggunakan metode Formal
Elements Art Therapy Scale (FEATS) dan the Beck Depression
Inventory–Short Form terhadap penurunan skor depresi.
b. Mengetahui perbandingan hasil sebelum dan sesudah terapi
menggunakan metode Formal Elements Art Therapy Scale (FEATS)
dan the Beck Depression Inventory–Short Form terhadap penurunan
skor depresi.
C. Manfaat
1. Manfaat bagi pasien dan keluarga
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pencegahan depresi
dengan meningkatkan upaya-upaya memperbaiki pola pikir yang lebih
baik dan cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
2. Manfaat bagi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi baru dalam
memberikan pengetahuan dan ketrampilan pada peserta didik dan klien
tentang efektivitas terapi menggambar menurunkan gejala depresi.
3. Manfaat bagi masyarakat
Melalui hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan
dalam memperbaiki pola pikir sehingga terhindar dari gejala depresi.
BAB II
RESUME JURNAL
Judul :
The Effectiveness of Art Therapy in Reducing Depression in Prison Populations
Penulis : David Gussak
Abstrak
Banyak faktor penghambat efektivitas terapi di penjara, di antaranya
ketidakpercayaan dan adanya rasa saling curiga yang pada akhirnya menurunkan
efektivitas terapi lisan yang sudah ada di penjara. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui efektifitas terapi seni dalam menurunkan simptom depresi. Metode
yang digunakan dalam penelitian ada 2 cara yaitu pilot study dan follow-up study.
Hasil signifikan p value = 0,000 atau ada pengaruh terlihat dari nilai p <0,05 yang
menunjukkan hipotesis diterima yang artinya terapi seni dapat menurunkan gejala
depresi. Kesimpulannya terapi seni dapat menurunkan gejala depresi.
Di penjara, pertahanan digunakan untuk pemeliharaan diri sebagai
narapidana dengan cara mengambil keuntungan dari kelemahan dan kerentanan.
Pertahanan yang dilakukan itu bisa berupa berdiam diri, berbohong, dan tindakan
agresif yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Namun di satu sisi seiring
peningkatan kejadian buta huruf menciptakan hambatan tambahan untuk
narapidana berkomunikasi baik secara mental, emosional, dan masalah fisiologis
(Gussak, 1997).
Hambatan-hambatan ini menyulitkan suksesnya pengobatan karena
narapidana yang mencari pengobatan psikiatris tetapi memiliki hambatan di atas
lebih rentan yang secara fisik sehat. Kehidupan penjara bisa menyebabkan
tekanan psikologis dan memperburuk kondisi yang sudah ada (Morgan, 1981).
Hasil data statistik menunjukkan bahwa perawatan kesehatan mental yang
disediakan dalam lembaga pemasyarakatan baik system terapi maupun jenis terapi
yang ditawarkan secara lisan tidak selalu menjadi yang terbaik.
Salah satu penyakit mental yang paling lazim ditemukan di penjara
adalah depresi. Eyestone dan Howell (1994) menemukan bahwa 25% dari 102
narapidana dievaluasi menunjukkan gejala depresi. Sebagian lagi (31%) memiliki
gejala-gejala seperti depresi, tetapi tidak memenuhi American Psychiatric
Association, 1994.
Depresi sering menyebabkan kecenderungan bunuh diri dan perilaku
mencederai diri sendiri. Namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan
bahwa depresi dapat diturunkan dengan beberapa cara, di antaranya melalui seni.
Seni di penjara dijadikan sebagai Ekspresi artistik yang merupakan komponen
fundamental dari penjara. Hal ini dibuktikan melalui kerajinan dimana narapidana
dapat mengecat dinding mural, amembuat dekoratif amplop yang digunakan untuk
mengirim surat kepada orang yang dicintai, serta tato yang rumit yang dirancang
dan ditampilkan dengan bangga. Kemampuan untuk menciptakan seni yang baik
adalah pembangun status dan bisa mendapatkan rasa hormat dan persahabatan
bagi seniman dari rekan-rekan nya (Gussak & Ploumis-Devick, 2004; Kornfeld,
1997). Gussak (1997) menyatakan ada delapan manfaat yang didapatkan dari
terapi seni di penjara, di antaranya:
1. Seni ini bermanfaat dalam lingkungan penjara, mengingat masih ada cacat
pada populasi ini, dikontribusikan oleh lembaga, tingkat pendidikan yang
rendah, buta huruf, dan lainnya merupakan hambatan untuk komunikasi verbal
dan perkembangan kognitif.
2. Seni memungkinkan ekspresi bahan kompleks dengan cara yang sederhana.
3. Seni tidak mengharuskan terhukum atau klien tahu, mengakui, atau
mendiskusikan apa yang dia telah diungkapkan. Lingkungan berbahaya, dan
setiap pengungkapan yang tidak disengaja dapat mengancam.
4. Seni mempromosikan pengungkapan, bahkan ketika tahanan dan / atau klien
tidak dipaksa untuk mendiskusikan perasaan dan ide yang mungkin bisa
meninggalkan dia rentan.
5. Seni memiliki keuntungan dari melewati pertahanan sadar, termasuk
meresap ketidakjujuran.
6. Seni dapat mengurangi gejala patologis tanpa penafsiran verbal.
7. Seni mendukung kegiatan kreatif di penjara dan menyediakan pengalihan yang
diperlukan dan emosional melarikan diri.
8. Seni memungkinkan pertahanan dan / atau klien untuk mengekspresikan
dirinya dalam cara yang dapat diterima oleh budaya dalam dan luar. Banyak
literatur yang mendukung manfaat tersebut melalui sketsa kasus (Hari &
Onorato, 1989; Liebmann, 1994).
Hasil studi ini dilaporkan untuk memverifikasi beberapa keuntungan dari
terapi seni pada populasi di lembaga permasyarakatan. Studi percontohan
menggunakan quasi-eksperimental kelompok, tunggal pretest / desain posttest.
Untuk studi lanjutan, menggunakan kelompok kontrol desain pretest / posttest.
Hipotesis dari penelitian ini bahwa narapidana yang menerima terapi seni akan
menunjukkan peningkatan yang nyata dalam mengungkapkan suasana hati,
sosialisasi, dan kemampuan pemecahan masalah.
Subjek dan metode penelitian
Subjek penelitian ini laki-laki usia dewasa menengah yang dilakukan di
penjara Florida. Terdiri dari 6 grup yang terdiri dari 8 orang sehingga total
responden 48 narapidana yang dipilih oleh fasilitas kesehatan mental lembaga
permasyarakatan Florida. Narapidana menerima layanan terapi seni selama 4
minggu, dua sesi kelompok per minggu. Rentang usia peserta untuk terapi ini
adalah 21-63 tahun. Kejahatan narapidana berkisar antara pencurian dengan
pembunuhan. Mereka semua memiliki Axis yang didiagnosis seperti dysthymia
atau gangguan bipolar, tipe manik. Semua menghadiri sesi-sesi konseling.
Pengukuran
Terapi seni menggunakan metode Formal Elements Art Therapy Scale
(FEATS). Terapi seni yang dilakukan berbasis penilaian, prestasi, dan survei yang
dikembangkan oleh staf konselor dan peneliti utama. Metode Formal Elements
Art Therapy Scale (FEATS) ini diberikan sekali sebelum intervensi dan sekali
setelah dilakukan intervensi, dengan skor yang dibandingkan hasil dari sebelum
terapi dan setelah terapi. Prosedur terapi seni ini para peserta diminta
menggunakan bahan-bahan seni standar untuk menggambar seseorang yang
memilih sebuah apel dari sebuah pohon (PPAT). Gambar-gambar ini digunakan
untuk pre-dan posttest yang dinilai menggunakan panduan rating (Gantt &
Tabone, 1998).
Penilaian ini menggunakan skala likert dengan rentang nilai 0-5 pada
setiap skala atau karakteristik menggambar dimana karakteristiknya yaitu: warna
menonjol, warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, logika, realisme,
memecahkan masalah, tingkat pembangunan, rincian, kualitas garis, orang, dan
rotasi. Skala rating ini dirancang untuk dapat menentukan beberapa hal, di
antaranya: (a) besar depresi; (b) gangguan bipolar, mania (c) skizofrenia; dan (d)
delirium, demensia, amnestik, dan gangguan kognitif lainnya. Hal itu juga dapat
digunakan untuk menilai perubahan klien dari waktu ke waktu. Sebagai contoh,
Gantt dan Tabone (2003) menggunakan skala likert ini untuk menilai perubahan
gejala pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan skizofrenia sebelum dan
setelah menerima terapi electroconvulsive (ECT).
Kategori diagnostik dinilai berdasarkan peringkat dari kombinasi
beberapa karakteristik. Sebagai contoh, diasumsikan bahwa level depresi rendah
akan menunjukkan warna yang cerah dan menonjol sesuai energi, ruang, realisme,
dan rincian. Dalam penelitian ini, perubahan dievaluasi dengan
mempertimbangkan kriteria diagnostik, alat ini juga digunakan untuk mengukur
perubahan lain, seperti keterampilan sosialisasi umum dan sikap terhadap situasi
tahanan yang berpartisipasi (Gussak, 2004, hlm 247-248).
Survei
Survei terdiri dari tujuh kategori yang berfokus pada interaksi dan
kepatuhan pada aturan penjara dan hasil survey ini diharapkan sesuai dengan
aturan lembaga pemasyarakatan, mensosialisasikan dengan teman sebaya, sikap
optimis terhadap obat, kepatuhan dengan obat, kepatuhan diet, dan pola tidur yang
teratur. Rentang nilai antara 0-5, dengan 0 menunjukkan kepatuhan dan harapan
yang rendah sedangkan 5 menunjukkan sikap positif atau kepatuhan dan harapan
yang tinggi. Konselor kesehatan mental menyelesaikan penelitian baik pre-dan
posttest yang digunakan untuk menilai perilaku peserta, setelah menerima terapi
seni dari lembaga pemasyarakatan dan mengobservasi mereka sendiri pada
populasi umum.
Hasil dan pembahasan
Pre-dan post survey serta hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan
pair-t tes untuk menemukan perbedaan dalam pre dan post. Hasil yang sudah ada
dibandingkan untuk memastikan apakah memang ada perubahan positif setelah
dilakukan terapi. Efek ukuran untuk setiap item pada kedua penilaian dihitung
dengan menggunakan persamaan D Cohen. Survei observasional pre-dan posttest
menunjukkan signifikansi perubahan pada masing-masing dari tujuh item.
Tiga puluh sembilan dari 44 peserta menyelesaikan gambar-gambar pre-
dan posttes. Perubahan pada setiap gambar yang dihasilkan dari 14 skala penilaian
disajikan pada Tabel 1 dibawah ini. Hasil penelitian menunjukkan ada perubahan
yang signifikan dalam tujuh dari 14 skala yang ada, di antaranya: warna menonjol,
warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, rincian objek dan lingkungan serta
kualitas garis. Hasil signifikan atau ada pengaruh terlihat dari nilai p <0,05 yang
menunjukkan hipotesis diterima.
Tabel 2.1. Hasil Pre dan Posttest dengan Perbandingan Metode Formal Elements
Art Therapy Scale (FEATS)
Kategori Pretest Posttest df t Signifikan
Warna yang menonjol 2,81
(1,02)
3,68 (0,92) 38 -4,71 0,000*
Warna fit 3,85
(0,75)
4,12 (0,82) 38 -2,081 0,045*
Tersirat Energi 3,16
(0,68)
3,65 (0,88) 38 -3,22 0,003*
Ruang 3,45
(0,82)
4,20 (0,78) 38 -4,39 0,000*
Integrasi 3,49
(0,70)
3,97 (0,86) 38 -3,13 0,003*
Logika 4,24
(0,84)
4,47 (0,64) 38 -1,61 0,116
Realisme 3,22
(0,79)
3,46 (1,00) 38 -1,69 0,100
Problem solving 3,30
(1,27)
3,68 (1,63) 38 -1,45 0,155
Tingkat perkembangan 3,75
(1,09)
3,88 (0,89) 38 -0,980 0,333
Rincian objek &
lingkungan
2,37
(1,09)
3,24 (1,38) 38 -3,20 0,003*
Kualitas garis 3,67
(0,53)
4,05 (0,60) 38 -3,18 0,003*
Orang 4,15
(0,93)
3,92 (1,33) 38 0,95 0,351
Rotasi 4,97 4,95 (0,32) 38 0,44 0,661
(0,16)
Kekuatan elemen atau
garis
4,77
(0,71)
4,91 (0,43) 38 -1,03 0,311
Hasil penelitian menunjukkan tujuh item dari pengamatan survei pre dan
posttest terlihat signifikan dengan nilai (p ≤ 0,000) atau p value ≤ 0,005. Hal ini
menunjukkan bahwa ada peningkatan yang positif dalam sikap mereka seperti
kepatuhan pada aturan yang diterapkan di lembaga permasyarakatan serta
keterampilan sosialisasi mereka. Peningkatan yang positif ini terlihat pada
perubahan perilaku yang diamati dalam sesi terapi seni. Hasil penelitian
menunjukkan ada perubahan yang signifikan dalam tujuh dari 14 skala yang ada,
di antaranya: warna menonjol, warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, rincian
objek dan lingkungan serta kualitas garis. Hasil tersebut mendukung kesimpulan
bahwa ada penurunan gejala depresi dan peningkatan suasana hati setelah
dilakukan terapi seni.
BAB NAMA BAGIAN KELENGKAPAN (ADA/TIDAK ADA)
ISI
I A. Abstrak
1.Latar Belakang Ada Banyak faktor penghambat efektivitas terapi di penjara, di antaranya
ketidakpercayaan dan adanya rasa saling curiga yang pada akhirnya menurunkan
efektivitas terapi lisan yang sudah ada di penjara.
2.Tujuan Ada Untuk mengetahui efektifitas terapi seni dalam menurunkan simptom depresi.
3.Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2 cara yaitu pilot
study dan follow-up study.
Pilot study menggunakan Quasi experiment dengan jenis rancangan single group
pre-posttest static design
Follow-up study menggunakan control group pretest postest design.
Total responden yang mengikuti penelitian ini 48 responden yang terbagi
menjadi 6 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Analisa statistik
yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik simple paired t-test.
4.Hasil Ada Hasil signifikan p value = 0,000 atau ada pengaruh terlihat dari nilai p
<0,05 yang menunjukkan hipotesis diterima yang artinya terapi seni dapat
menurunkan gejala depresi.
5.Simpulan Ada Terapi seni dapat menurunkan gejala depresi.
B. Latar belakang Ada Kehidupan penjara bisa menyebabkan tekanan psikologis dan
memperburuk kondisi yang sudah ada sehingga menimbulkan depresi. Kondisi
tersebut tidak dapat diturunkan dengan terapi yang sudah ada seperti terapi lisan
karena banyak faktor predisposisi yang menjadi penghambat seperti menarik diri,
berbohong, tindakan agresif (perilaku kekerasan) bahkan adanya peningkatan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Karakteristik responden yang mengikuti terapi seni di antaranya
narapidana yang telah tercatat melakukan kejahatan seperti pencurian,
penggunaan obat-obatan terlarang, dan pembunuhan. Mereka semua
memiliki Axis yang didiagnosis dysthymia atau gangguan bipolar, tipe
manik.
2. Hasil penelitian menunjukkan ada perubahan yang signifikan dalam
tujuh dari 14 skala yang menjadi indikator penilaian, di antaranya:
warna menonjol, warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, rincian
objek dan lingkungan serta kualitas garis. Hasil signifikan atau ada
pengaruh terlihat dari nilai p≤0,000 yang berarti nilai p≤0,05 dan
menunjukkan terapi seni berpengaruh terhadap penurunan gejala
depresi.
B. Saran
Hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan memodifikasi
metode-metode diberikan pada responden. Rekomendasi peneliti seperti
menambahkan jumlah frekuensi menggambar yang diberikan kepada
klien, sehingga hasilnya bisa lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Ade, S., Hendarsih, S., Gofur, A., & Riwidikdo H. 2007. Terapi Modalitas dalam Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jogjakarta, Mitra Cendekia.
Ahmad, I. H, 2009, Pengaruh Terapi Senam Aerobik terhadap Penurunan Skor Agession Self Control Pada Pasien dengan Risiko Prilaku Kekerasan di Ruang Sakura RSUD Banyumas, Skripsi, UNSOED.
Anoviyanti R.S., 2008, Terapi Seni Melalui Melukis pada Pasien Skizofrenia dan Ketergantungan Narkoba, ITB J. Vis. Art & Des. Vol. 2, No. 1, 2008, 72-84, Bandung.
Baihaqi, Sunardi.,Akhlan, R., & Heryati, E., 2007, Psikiatri, Refika Aditama, Bandung.
Hanauer, D. R., Identifying Conflicts of Anorexia nervosa as manifested in the Art Therapy process, The Arts in Psychotherapy, 2003, (30) September, pp 137-149.
IOWA Outcome Projects, 2003, Nursing Outcome Classification (NOC), 3rd Edition, IOWA, Mosby.
Keliat, B. A., & Akemat, 2004, Keperawatan Jiwa:Terapi Aktifitas kelompok., EGC, Jakarta.
Keliat, B. A., 2005, Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta.
Malchiodi, C. A., 2006, Medical Art Therapy With Children, Guilford Publication, New York.
Maramis, W. F., 2004, Ilmu kedokteran jiwa, Airlangga University Press, Surabaya.
McCloskey & Bulecheck, 2000, Nursing intervension Classification, IOWA, Mosby.
Mukhtar, D., & Hadjam, N. R., Efektivitas Art Therapy untuk meningkatkan Ketrampilan Sosial pada Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku.Psikologika, 2006, (Volume 2, No. 1) Juni, pp 16-24.
Nainis, Nancy, et al., Relieving Symptoms in Cancer: Innovative Use of Art Rherapy, Journal of Pain and Symptom Management, 2006, (Vol. 3 No. 2) February, pp 162-169.
Nurhadiat, Dedi., 2004, Pendidikan Seni Rupa, Grasindo, Jakarta.
Nurjannah, I., 2005, Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa, Mocomedia , Yogyakarta.
Stuart, G. W., & Sundeen, S. J., 1998, Buku saku keperawatan jiwa, (Edisi 3) Alih bahasa, Achir yani, EGC, Jakarta.
Sukmawati, A., 2010, Pengaruh Terapi Seni Menggambar terstruktur terhadap Penurunan Skor Agession Self Control Pada Pasien dengan Risiko Prilaku Kekerasan di Ruang Sakura RSUD Banyumas, Skripsi, UNSOED.
Tomb, D. A., 2004, Buku Saku Psikiatri, EGC, Jakarta.
Townsend, C, Mary, 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri (edisi 3), EGC, Jakarta.
Utari, D., 2007, Pengaruh Menggambar Sebagai Terapi Bermain Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada Anak yang Akan Menjalani Prosedur Khitan, Skripsi, UNIBRAW.
Wibawa, H.M., 2008, Pengaruh Finger Painting terhadap Perubahan Perilaku Agresif Anak TK.B di Sekolah XXX Suatu Studi Kasus dari XXX, Skipsi, UPH.
Witojo, D., & Arif W., Pengaruh Terapi Komunikasi Teraupetik terhadap Penurunan Tingkat perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia di RSJ Daerah Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan, 2008, (Vol.1 No.1) Maret, pp 1-6.
Yosep, I., 2007, Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung.