analisis jurnal belum jadi

29
ANALISIS JURNAL THE EFFECTIVENESS OF ART THERAPY IN REDUCING DEPRESSION IN PRISON POPULATIONS Disusun Oleh: 1. Rindi Antika S.Kep 2. Ai Nuraeni S.Kep 3. Ageng Dwi Sugesti S.Kep 4. Wahyu Sugiarti S.Kep 5. Tita R Hidayat S.Kep 6. Dwi Apriyanti S.Kep 7. Intan Diah PS S.Kep 8. Retno Meia Deniyati S.Kep 9. Rara Hanifawati S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Upload: desy-nurprasetiyo

Post on 19-Apr-2017

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS JURNAL

THE EFFECTIVENESS OF ART THERAPY IN REDUCING

DEPRESSION IN PRISON POPULATIONS

Disusun Oleh:

1. Rindi Antika S.Kep

2. Ai Nuraeni S.Kep

3. Ageng Dwi Sugesti S.Kep

4. Wahyu Sugiarti S.Kep

5. Tita R Hidayat S.Kep

6. Dwi Apriyanti S.Kep

7. Intan Diah PS S.Kep

8. Retno Meia Deniyati S.Kep

9. Rara Hanifawati S.Kep

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

PENDIDIKAN PROFESI NERS

PURWOKERTO

2011

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia dewasa ini yang semakin sulit dan komplek , dari

lahir hingga dewasa kebutuhan-kebutuhan seseorang tidak dapat selalu

terpenuhi. Seringkali terdapat hambatan dalam pemuasan suatu kebutuhan,

motif dan keinginan. Keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan

dinamakan frustasi. Senada dengan pernyataan Slamet (2008), keadaan

frustasi yang berlangsung terlalu lama dan tidak dapat diatasi dapat

menyebabkan stress sampai menyebabkan gangguan jiwa.

Gangguan jiwa telah menyebabkan klien atau seseorang mengalami

gangguan ketidakmampuan atau kerusakan dalam hubungan sosial,

sehingga seseorang hidup di alamya sendiri, berinteraksi dengan pikiran

yang diciptakannya sendiri, perasaan yang dibuatnya sendiri, seolah-olah

semuanya menjadi sesuatu yang nyata sebagaimana dunia luar realitas yang

sebenarnya.

Diperkirakan di Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat sudah

memprihatinkan, yaitu 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total penduduk

Indonesia. Jumlah penderita yang bersedia berobat hanya 8,3%, sebagian

besar lainnya enggan dan sebagain besar lainnya lagi tidak punya biaya

(Kompas, 2001). Saat ini semakin banyak terjadi kasus bunuh diri, baik di

Indonesia maupun secara global, yaitu sekitar 90% bunuh diri disebabkan

masalah kesehatan mental dan 90% diantaranya disebabkan depresi.

Pada pasien dengan gangguan kejiwaan baik itu depresi, perilaku

kekerasan, dan berbagai skizofrenia lainnya bisa dilakukan intervensi

dengan terapi seni menggambar karena dengan menggambar pasien bisa

menyalurkan energi yang berlebihan tersebut kedalam sebuah media

gambar. Terapi menggambar menghantarkan klien untuk meminimalisirkan

interaksi klien dengan dunianya sendiri. Mengeluarkan pikiran, perasaan

atau emosi yang selama ini mempengaruhi perilaku yang tidak disadarinya

(emotional chatarsis).

Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

pada jumlah penderita gangguan mental pasien skizofrenia jumlah penderita

gangguan mental rawat inap pada 3 bulan terakhir (April, Mei, Juni tahun

2006), sebanyak 209 orang, dimana 122 berjenis kelamin laki-laki dan 87

orang adalah perempuan. Berdasarkan status pasien skizofrenia yang

mengalami depresi sebanyak 112 orang. Angka kejadian skizofrenia di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta menjadi jumlah kasus terbanyak

dengan jumlah 1,893 pasien dari 2.551 pasien yang tercatat dari jumlah

seluruh pasien pada tahun 2005, itu berarti 72,7% dari jumlah kasus yang

ada, skizofrenia hebefrenik 471, paranoid 648, tak khas 317, akut 231,

katatonia 95, residual 116, dalam remisi 15 (Rekam Medik RSJD, 2006).

Dilatarbelakangi oleh banyaknya angka kejadian gangguan jiwa

seperti depresi yang disertai dengan perilaku kekerasan serta beberapa hasil

riset mengenai terapi menggambar (art therapy) yang dapat menjadi salah

satu terapi alternatif dalam menyalurkan atau mengeluarkan segala sesuatu

yang bersifat kejiwaan.

Berdasarkan survey pendahuluan di Ruang Shinta RSJ Daerah

Surakarta pada Senin - Selasa, 26 - 27 September 2011 ditemukan dari 22

pasien yang ada ternyata 20 pasien mengalami depresi sedang berdasarkan

kuesioner tingkat depresi (inventaris depresi Beck) maka kami tertarik

mencari sebuah alternatif dalam menurunkan derajat depresi dengan terapi

menggambar dan itu tertuang dalam sebuah jurnal yang berjudul The

Effectiveness of Art Therapy in Reducing Depression in Prison Population.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas terapi menggambar (art therapy)

menggunakan metode Formal Elements Art Therapy Scale (FEATS) dan

the Beck Depression Inventory–Short Form terhadap penurunan skor

depresi.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik penderita gangguan jiwa yang diberikan

terapi menggambar (art therapy) menggunakan metode Formal

Elements Art Therapy Scale (FEATS) dan the Beck Depression

Inventory–Short Form terhadap penurunan skor depresi.

b. Mengetahui perbandingan hasil sebelum dan sesudah terapi

menggunakan metode Formal Elements Art Therapy Scale (FEATS)

dan the Beck Depression Inventory–Short Form terhadap penurunan

skor depresi.

C. Manfaat

1. Manfaat bagi pasien dan keluarga

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pencegahan depresi

dengan meningkatkan upaya-upaya memperbaiki pola pikir yang lebih

baik dan cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

2. Manfaat bagi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi baru dalam

memberikan pengetahuan dan ketrampilan pada peserta didik dan klien

tentang efektivitas terapi menggambar menurunkan gejala depresi.

3. Manfaat bagi masyarakat

Melalui hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan

dalam memperbaiki pola pikir sehingga terhindar dari gejala depresi.

BAB II

RESUME JURNAL

Judul :

The Effectiveness of Art Therapy in Reducing Depression in Prison Populations

Penulis : David Gussak

Abstrak

Banyak faktor penghambat efektivitas terapi di penjara, di antaranya

ketidakpercayaan dan adanya rasa saling curiga yang pada akhirnya menurunkan

efektivitas terapi lisan yang sudah ada di penjara. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui efektifitas terapi seni dalam menurunkan simptom depresi. Metode

yang digunakan dalam penelitian ada 2 cara yaitu pilot study dan follow-up study.

Hasil signifikan p value = 0,000 atau ada pengaruh terlihat dari nilai p <0,05 yang

menunjukkan hipotesis diterima yang artinya terapi seni dapat menurunkan gejala

depresi. Kesimpulannya terapi seni dapat menurunkan gejala depresi.

Di penjara, pertahanan digunakan untuk pemeliharaan diri sebagai

narapidana dengan cara mengambil keuntungan dari kelemahan dan kerentanan.

Pertahanan yang dilakukan itu bisa berupa berdiam diri, berbohong, dan tindakan

agresif yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Namun di satu sisi seiring

peningkatan kejadian buta huruf menciptakan hambatan tambahan untuk

narapidana berkomunikasi baik secara mental, emosional, dan masalah fisiologis

(Gussak, 1997).

Hambatan-hambatan ini menyulitkan suksesnya pengobatan karena

narapidana yang mencari pengobatan psikiatris tetapi memiliki hambatan di atas

lebih rentan yang secara fisik sehat. Kehidupan penjara bisa menyebabkan

tekanan psikologis dan memperburuk kondisi yang sudah ada (Morgan, 1981).

Hasil data statistik menunjukkan bahwa perawatan kesehatan mental yang

disediakan dalam lembaga pemasyarakatan baik system terapi maupun jenis terapi

yang ditawarkan secara lisan tidak selalu menjadi yang terbaik.

Salah satu penyakit mental yang paling lazim ditemukan di penjara

adalah depresi. Eyestone dan Howell (1994) menemukan bahwa 25% dari 102

narapidana dievaluasi menunjukkan gejala depresi. Sebagian lagi (31%) memiliki

gejala-gejala seperti depresi, tetapi tidak memenuhi American Psychiatric

Association, 1994.

Depresi sering menyebabkan kecenderungan bunuh diri dan perilaku

mencederai diri sendiri. Namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan

bahwa depresi dapat diturunkan dengan beberapa cara, di antaranya melalui seni.

Seni di penjara dijadikan sebagai Ekspresi artistik yang merupakan komponen

fundamental dari penjara. Hal ini dibuktikan melalui kerajinan dimana narapidana

dapat mengecat dinding mural, amembuat dekoratif amplop yang digunakan untuk

mengirim surat kepada orang yang dicintai, serta tato yang rumit yang dirancang

dan ditampilkan dengan bangga. Kemampuan untuk menciptakan seni yang baik

adalah pembangun status dan bisa mendapatkan rasa hormat dan persahabatan

bagi seniman dari rekan-rekan nya (Gussak & Ploumis-Devick, 2004; Kornfeld,

1997). Gussak (1997) menyatakan ada delapan manfaat yang didapatkan dari

terapi seni di penjara, di antaranya:

1. Seni ini bermanfaat dalam lingkungan penjara, mengingat masih ada cacat

pada populasi ini, dikontribusikan oleh lembaga, tingkat pendidikan yang

rendah, buta huruf, dan lainnya merupakan hambatan untuk komunikasi verbal

dan perkembangan kognitif.

2. Seni memungkinkan ekspresi bahan kompleks dengan cara yang sederhana.

3. Seni tidak mengharuskan terhukum atau klien tahu, mengakui, atau

mendiskusikan apa yang dia telah diungkapkan. Lingkungan berbahaya, dan

setiap pengungkapan yang tidak disengaja dapat mengancam.

4. Seni mempromosikan pengungkapan, bahkan ketika tahanan dan / atau klien

tidak dipaksa untuk mendiskusikan perasaan dan ide yang mungkin bisa

meninggalkan dia rentan.

5. Seni memiliki keuntungan dari melewati pertahanan sadar, termasuk

meresap ketidakjujuran.

6. Seni dapat mengurangi gejala patologis tanpa penafsiran verbal.

7. Seni mendukung kegiatan kreatif di penjara dan menyediakan pengalihan yang

diperlukan dan emosional melarikan diri.

8. Seni memungkinkan pertahanan dan / atau klien untuk mengekspresikan

dirinya dalam cara yang dapat diterima oleh budaya dalam dan luar. Banyak

literatur yang mendukung manfaat tersebut melalui sketsa kasus (Hari &

Onorato, 1989; Liebmann, 1994).

Hasil studi ini dilaporkan untuk memverifikasi beberapa keuntungan dari

terapi seni pada populasi di lembaga permasyarakatan. Studi percontohan

menggunakan quasi-eksperimental kelompok, tunggal pretest / desain posttest.

Untuk studi lanjutan, menggunakan kelompok kontrol desain pretest / posttest.

Hipotesis dari penelitian ini bahwa narapidana yang menerima terapi seni akan

menunjukkan peningkatan yang nyata dalam mengungkapkan suasana hati,

sosialisasi, dan kemampuan pemecahan masalah.

Subjek dan metode penelitian

Subjek penelitian ini laki-laki usia dewasa menengah yang dilakukan di

penjara Florida. Terdiri dari 6 grup yang terdiri dari 8 orang sehingga total

responden 48 narapidana yang dipilih oleh fasilitas kesehatan mental lembaga

permasyarakatan Florida. Narapidana menerima layanan terapi seni selama 4

minggu, dua sesi kelompok per minggu. Rentang usia peserta untuk terapi ini

adalah 21-63 tahun. Kejahatan narapidana berkisar antara pencurian dengan

pembunuhan. Mereka semua memiliki Axis yang didiagnosis seperti dysthymia

atau gangguan bipolar, tipe manik. Semua menghadiri sesi-sesi konseling.

Pengukuran

Terapi seni menggunakan metode Formal Elements Art Therapy Scale

(FEATS). Terapi seni yang dilakukan berbasis penilaian, prestasi, dan survei yang

dikembangkan oleh staf konselor dan peneliti utama. Metode Formal Elements

Art Therapy Scale (FEATS) ini diberikan sekali sebelum intervensi dan sekali

setelah dilakukan intervensi, dengan skor yang dibandingkan hasil dari sebelum

terapi dan setelah terapi. Prosedur terapi seni ini para peserta diminta

menggunakan bahan-bahan seni standar untuk menggambar seseorang yang

memilih sebuah apel dari sebuah pohon (PPAT). Gambar-gambar ini digunakan

untuk pre-dan posttest yang dinilai menggunakan panduan rating (Gantt &

Tabone, 1998).

Penilaian ini menggunakan skala likert dengan rentang nilai 0-5 pada

setiap skala atau karakteristik menggambar dimana karakteristiknya yaitu: warna

menonjol, warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, logika, realisme,

memecahkan masalah, tingkat pembangunan, rincian, kualitas garis, orang, dan

rotasi. Skala rating ini dirancang untuk dapat menentukan beberapa hal, di

antaranya: (a) besar depresi; (b) gangguan bipolar, mania (c) skizofrenia; dan (d)

delirium, demensia, amnestik, dan gangguan kognitif lainnya. Hal itu juga dapat

digunakan untuk menilai perubahan klien dari waktu ke waktu. Sebagai contoh,

Gantt dan Tabone (2003) menggunakan skala likert ini untuk menilai perubahan

gejala pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan skizofrenia sebelum dan

setelah menerima terapi electroconvulsive (ECT).

Kategori diagnostik dinilai berdasarkan peringkat dari kombinasi

beberapa karakteristik. Sebagai contoh, diasumsikan bahwa level depresi rendah

akan menunjukkan warna yang cerah dan menonjol sesuai energi, ruang, realisme,

dan rincian. Dalam penelitian ini, perubahan dievaluasi dengan

mempertimbangkan kriteria diagnostik, alat ini juga digunakan untuk mengukur

perubahan lain, seperti keterampilan sosialisasi umum dan sikap terhadap situasi

tahanan yang berpartisipasi (Gussak, 2004, hlm 247-248).

Survei

Survei terdiri dari tujuh kategori yang berfokus pada interaksi dan

kepatuhan pada aturan penjara dan hasil survey ini diharapkan sesuai dengan

aturan lembaga pemasyarakatan, mensosialisasikan dengan teman sebaya, sikap

optimis terhadap obat, kepatuhan dengan obat, kepatuhan diet, dan pola tidur yang

teratur. Rentang nilai antara 0-5, dengan 0 menunjukkan kepatuhan dan harapan

yang rendah sedangkan 5 menunjukkan sikap positif atau kepatuhan dan harapan

yang tinggi. Konselor kesehatan mental menyelesaikan penelitian baik pre-dan

posttest yang digunakan untuk menilai perilaku peserta, setelah menerima terapi

seni dari lembaga pemasyarakatan dan mengobservasi mereka sendiri pada

populasi umum.

Hasil dan pembahasan

Pre-dan post survey serta hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan

pair-t tes untuk menemukan perbedaan dalam pre dan post. Hasil yang sudah ada

dibandingkan untuk memastikan apakah memang ada perubahan positif setelah

dilakukan terapi. Efek ukuran untuk setiap item pada kedua penilaian dihitung

dengan menggunakan persamaan D Cohen. Survei observasional pre-dan posttest

menunjukkan signifikansi perubahan pada masing-masing dari tujuh item.

Tiga puluh sembilan dari 44 peserta menyelesaikan gambar-gambar pre-

dan posttes. Perubahan pada setiap gambar yang dihasilkan dari 14 skala penilaian

disajikan pada Tabel 1 dibawah ini. Hasil penelitian menunjukkan ada perubahan

yang signifikan dalam tujuh dari 14 skala yang ada, di antaranya: warna menonjol,

warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, rincian objek dan lingkungan serta

kualitas garis. Hasil signifikan atau ada pengaruh terlihat dari nilai p <0,05 yang

menunjukkan hipotesis diterima.

Tabel 2.1. Hasil Pre dan Posttest dengan Perbandingan Metode Formal Elements

Art Therapy Scale (FEATS)

Kategori Pretest Posttest df t Signifikan

Warna yang menonjol 2,81

(1,02)

3,68 (0,92) 38 -4,71 0,000*

Warna fit 3,85

(0,75)

4,12 (0,82) 38 -2,081 0,045*

Tersirat Energi 3,16

(0,68)

3,65 (0,88) 38 -3,22 0,003*

Ruang 3,45

(0,82)

4,20 (0,78) 38 -4,39 0,000*

Integrasi 3,49

(0,70)

3,97 (0,86) 38 -3,13 0,003*

Logika 4,24

(0,84)

4,47 (0,64) 38 -1,61 0,116

Realisme 3,22

(0,79)

3,46 (1,00) 38 -1,69 0,100

Problem solving 3,30

(1,27)

3,68 (1,63) 38 -1,45 0,155

Tingkat perkembangan 3,75

(1,09)

3,88 (0,89) 38 -0,980 0,333

Rincian objek &

lingkungan

2,37

(1,09)

3,24 (1,38) 38 -3,20 0,003*

Kualitas garis 3,67

(0,53)

4,05 (0,60) 38 -3,18 0,003*

Orang 4,15

(0,93)

3,92 (1,33) 38 0,95 0,351

Rotasi 4,97 4,95 (0,32) 38 0,44 0,661

(0,16)

Kekuatan elemen atau

garis

4,77

(0,71)

4,91 (0,43) 38 -1,03 0,311

Hasil penelitian menunjukkan tujuh item dari pengamatan survei pre dan

posttest terlihat signifikan dengan nilai (p ≤ 0,000) atau p value ≤ 0,005. Hal ini

menunjukkan bahwa ada peningkatan yang positif dalam sikap mereka seperti

kepatuhan pada aturan yang diterapkan di lembaga permasyarakatan serta

keterampilan sosialisasi mereka. Peningkatan yang positif ini terlihat pada

perubahan perilaku yang diamati dalam sesi terapi seni. Hasil penelitian

menunjukkan ada perubahan yang signifikan dalam tujuh dari 14 skala yang ada,

di antaranya: warna menonjol, warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, rincian

objek dan lingkungan serta kualitas garis. Hasil tersebut mendukung kesimpulan

bahwa ada penurunan gejala depresi dan peningkatan suasana hati setelah

dilakukan terapi seni.

ANALISIS JURNAL

BAB NAMA BAGIAN KELENGKAPAN (ADA/TIDAK ADA)

ISI

I A. Abstrak

1.Latar Belakang Ada Banyak faktor penghambat efektivitas terapi di penjara, di antaranya

ketidakpercayaan dan adanya rasa saling curiga yang pada akhirnya menurunkan

efektivitas terapi lisan yang sudah ada di penjara.

2.Tujuan Ada Untuk mengetahui efektifitas terapi seni dalam menurunkan simptom depresi.

3.Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2 cara yaitu pilot

study dan follow-up study.

Pilot study menggunakan Quasi experiment dengan jenis rancangan single group

pre-posttest static design

Follow-up study menggunakan control group pretest postest design.

Total responden yang mengikuti penelitian ini 48 responden yang terbagi

menjadi 6 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Analisa statistik

yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik simple paired t-test.

4.Hasil Ada Hasil signifikan p value = 0,000 atau ada pengaruh terlihat dari nilai p

<0,05 yang menunjukkan hipotesis diterima yang artinya terapi seni dapat

menurunkan gejala depresi.

5.Simpulan Ada Terapi seni dapat menurunkan gejala depresi.

B. Latar belakang Ada Kehidupan penjara bisa menyebabkan tekanan psikologis dan

memperburuk kondisi yang sudah ada sehingga menimbulkan depresi. Kondisi

tersebut tidak dapat diturunkan dengan terapi yang sudah ada seperti terapi lisan

karena banyak faktor predisposisi yang menjadi penghambat seperti menarik diri,

berbohong, tindakan agresif (perilaku kekerasan) bahkan adanya peningkatan

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Karakteristik responden yang mengikuti terapi seni di antaranya

narapidana yang telah tercatat melakukan kejahatan seperti pencurian,

penggunaan obat-obatan terlarang, dan pembunuhan. Mereka semua

memiliki Axis yang didiagnosis dysthymia atau gangguan bipolar, tipe

manik.

2. Hasil penelitian menunjukkan ada perubahan yang signifikan dalam

tujuh dari 14 skala yang menjadi indikator penilaian, di antaranya:

warna menonjol, warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, rincian

objek dan lingkungan serta kualitas garis. Hasil signifikan atau ada

pengaruh terlihat dari nilai p≤0,000 yang berarti nilai p≤0,05 dan

menunjukkan terapi seni berpengaruh terhadap penurunan gejala

depresi.

B. Saran

Hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan memodifikasi

metode-metode diberikan pada responden. Rekomendasi peneliti seperti

menambahkan jumlah frekuensi menggambar yang diberikan kepada

klien, sehingga hasilnya bisa lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Ade, S., Hendarsih, S., Gofur, A., & Riwidikdo H. 2007. Terapi Modalitas dalam Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jogjakarta, Mitra Cendekia.

Ahmad, I. H, 2009, Pengaruh Terapi Senam Aerobik terhadap Penurunan Skor Agession Self Control Pada Pasien dengan Risiko Prilaku Kekerasan di Ruang Sakura RSUD Banyumas, Skripsi, UNSOED.

Anoviyanti R.S., 2008, Terapi Seni Melalui Melukis pada Pasien Skizofrenia dan Ketergantungan Narkoba, ITB J. Vis. Art & Des. Vol. 2, No. 1, 2008, 72-84, Bandung.

Baihaqi, Sunardi.,Akhlan, R., & Heryati, E., 2007, Psikiatri, Refika Aditama, Bandung.

Hanauer, D. R., Identifying Conflicts of Anorexia nervosa as manifested in the Art Therapy process, The Arts in Psychotherapy, 2003, (30) September, pp 137-149.

IOWA Outcome Projects, 2003, Nursing Outcome Classification (NOC), 3rd Edition, IOWA, Mosby.

Keliat, B. A., & Akemat, 2004, Keperawatan Jiwa:Terapi Aktifitas kelompok., EGC, Jakarta.

Keliat, B. A., 2005, Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta.

Malchiodi, C. A., 2006, Medical Art Therapy With Children, Guilford Publication, New York.

Maramis, W. F., 2004, Ilmu kedokteran jiwa, Airlangga University Press, Surabaya.

McCloskey & Bulecheck, 2000, Nursing intervension Classification, IOWA, Mosby.

Mukhtar, D., & Hadjam, N. R., Efektivitas Art Therapy untuk meningkatkan Ketrampilan Sosial pada Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku.Psikologika, 2006, (Volume 2, No. 1) Juni, pp 16-24.

Nainis, Nancy, et al., Relieving Symptoms in Cancer: Innovative Use of Art Rherapy, Journal of Pain and Symptom Management, 2006, (Vol. 3 No. 2) February, pp 162-169.

Nurhadiat, Dedi., 2004, Pendidikan Seni Rupa, Grasindo, Jakarta.

Nurjannah, I., 2005, Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa, Mocomedia , Yogyakarta.

Stuart, G. W., & Sundeen, S. J., 1998, Buku saku keperawatan jiwa, (Edisi 3) Alih bahasa, Achir yani, EGC, Jakarta.

Sukmawati, A., 2010, Pengaruh Terapi Seni Menggambar terstruktur terhadap Penurunan Skor Agession Self Control Pada Pasien dengan Risiko Prilaku Kekerasan di Ruang Sakura RSUD Banyumas, Skripsi, UNSOED.

Tomb, D. A., 2004, Buku Saku Psikiatri, EGC, Jakarta.

Townsend, C, Mary, 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri (edisi 3), EGC, Jakarta.

Utari, D., 2007, Pengaruh Menggambar Sebagai Terapi Bermain Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada Anak yang Akan Menjalani Prosedur Khitan, Skripsi, UNIBRAW.

Wibawa, H.M., 2008, Pengaruh Finger Painting terhadap Perubahan Perilaku Agresif Anak TK.B di Sekolah XXX Suatu Studi Kasus dari XXX, Skipsi, UPH.

Witojo, D., & Arif W., Pengaruh Terapi Komunikasi Teraupetik terhadap Penurunan Tingkat perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia di RSJ Daerah Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan, 2008, (Vol.1 No.1) Maret, pp 1-6.

Yosep, I., 2007, Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung.