analisis ichonofosil terhadap persebaran fosil moluska di daerah kedungjati.pdf
DESCRIPTION
geologiTRANSCRIPT
-
ANALISIS ICHONOFOSIL TERHADAP PERSEBARAN FOSIL
MOLUSKA DI DAERAH KEDUNGJATI
Email : [email protected]
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
SARI
Analisis yang kami lakukan pada daerah kecamatan kedungjati kabupaten Grobogan, jawa Tengah.
Pada daerah ini kami melakukan studi lapangan yang akan membahas tentang ichnofosil yang ada
pada daerah ini. Pada daerah ini termasuk kedalam formasi kalibeng. Formasi ini terletak selaras di
atas Formasi Kerek. Formasi ini terbagi menjadi dua anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah
dan Formasi Kalibeng Atas. Bagian bawah dari Formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak
berlapis setebal 600 meter berwarna putih kekuningan sampai abu-abu kebiruan, kaya akan
foraminifera planktonik. Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa Formasi Kalibeng
bagian bawah ini terbentuk pada N17 N21 (Miosen Akhir Pliosen). Metode yang kami
lakukan berupa pengamatan langsung kelapangan serta analisis lingkungan pengendapannya
yang berada pada lingkungan laut dangkal hal ini di buktikan dengan keterkandungan fosil
yang melimpah dan sifat semen yang karbonatan, serta sistem tract berada pada zona
(Transgresife system tract) TST, karena kelimpahan fosil hanya terdapat pada daerah ini yang
dipengaruhi oleh pasang surut muka air laut.
Katakunci : Kedungjati, fosil, TST (Trangresife system Tract)
PENDAHULUAN
Analisis yang kami lakukan pada
daerah kedungjati kabupaten Grobogan, jawa
tengah yang memiliki jarak sekitar 30KM dari
Kampus UNDIP bila menggunakan motor akan ditempuh selama 45 menit dalam analisis
ini kami menggunakan analisis lingkungan
pengendapan yang memiliki hubungan ichnofosil dan juga sekuen statigrafinya. Dari
data yang kami dapat kita juga dapat
mengidentifikasi sistem tract yang ada pada daerah tersebut.
Lingkungan pengendapan adalah
tempat dimana material sedimen yang
tertransport mengalami pengendapan hingga membentuk suatu batuan. Lingkungan
pengendapan memiliki hubungan erat dengan
fosil organisme ataupun jejak organisme yang berada di sekitarnya. Morfologi cangkang
molusca erat kaitanya dengan karbonat, pada
umumnya cangkang molusca tersusun dari material silika ataupun karbonat, yang
membedakan antar keduanya yakni jika
molusca tersebut hidup pada lingkungan laut dangkal maka cangkangnya akan cenderung
bersifat karbonat sedangkan jika molusca
lingkungan hidupnya berada di daerah non laut
akan lebih bersifat silikaan. Sekuen Statigrafi merupakan tahapan
pembentukan lapisan batuan yang berada di
sekitar laut yang dipengaruhi proses pasang surut air laut dan influks sedimen atau suatu
metode yang berhubungan dengan suatu
rekaman geologi dalam istilah siklus fasies trangresif regresif yang dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan korelatifnya.
Pendekatan ini merupakan dasar untuk
subdivisi, korelasi, dan pemetaan batuan sedimen.
GEOLOGI REGIONAL
Secara geografis, wilayah Kec.kedungjati
Kab.Grobogan, Propinsi Jawa Tengah terletak
pada Fisiografi Pegunungan Kendeng Zona Kendeng juga sering disebut Pegunungan
-
Kendeng, sering juga disebut Kendeng Deep,
adalah antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian utara berbatsan dengan Depresi
Randublatung, sedangkan bagian selatan
bagian jajaran gunung api (Zona Solo). Zona
Kendeng merupakan kelanjutan dari Zona Pegunungan Serayu Utara yang berkembang di
Jawa Tengah. Mandala Kendeng terbentang
mulai dari Salatiga ke timur sampai ke Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial
Sungai Brantas, kelanjutan pegunungan ini
masih dapat diikuti hingga di bawah Selat Madura.
Menurut Van Bemmelen (1949),
Pegunungan Kendeng dibagi menjadi 3
bagian, yaitu bagian barat yang terletak di antara G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi),
bagian tengah yang membentang hingga
Jombang dan bagian timur mulai dari timur Jombang hingga Delta Sungai Brantas dan
menerus ke Teluk Madura. Daerah penelitian
termasuk dalam Zona Kendeng bagian barat.
Stratigrafi Menurut Harsono P. (1983)
Stratigrafi daerah kendeng terbagi menjadi dua cekungan pengendapan, yaitu Cekungan
Rembang (Rembang Bed) yang membentuk
Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan
Kendeng (Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan Kendeng. Formasi yang ada di
Kendeng adalah sebagi berikut:
Formasi Kerek, Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara lempung, napal
lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan
dan batupasir tuffan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas
yaitu perlapisan bersusun (graded bedding)
yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan
fosil foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada Miosen Awal Miosen Akhir ( N10 N18 ) pada lingkungan shelf. Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 3000 meter. Di daerah Lokasi Tipe, formasi ini
terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye &
Samuel, 1972), dari tua ke muda masing-
masing : Anggota Banyu urip tersusun oleh
perselingan antara napal lempungan, napal, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan
batupasir tufaan dengan total ketebalan 270
meter. Pada bagian tengah perselingan ini dijumpai batupasir gampingan dan tufaan
setebal 5 meter, sedangkan bagian atas
ditandai oleh adanya perlapisan kalkarenit
pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota ini berumur N10 N15 (Miosen Tengah bagian tengah atas). , anggota Sentul tersusun oleh perulangan yang hampir sama dengan Anggota Banyu urip,
tetapi lapisan tuff menjadi lebih tebal.
Ketebalan seluruh anggota ini mencapai 500 meter. Anggota Sentul diperkirakan berumur
N16 (Miosen Tengah bagian bawah),
batugamping Kerek Anggota teratas dari
Formasi Kerek ini tersusun oleh perselang-selingan antara batugamping tufan dengan
perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan dari
anggota ini adalah 150 meter. Umur dari Batugamping Kerek ini adalah N17 (Miosen
Atas bagian tengah).
Formasi Kalibeng, Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi ini
terbagi menjadi dua anggota yaitu Formasi
Kalibeng Bawah dan Formasi Kalibeng Atas.
Bagian bawah dari Formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter
berwarna putih kekuningan sampai abu-abu
kebiruan, kaya akan foraminifera planktonik.
Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terbentuk
pada N17 N21 (Miosen Akhir Pliosen). Pada bagian barat formasi ini oleh de
Genevraye & Samuel, 1972 dibagi menjadi
Anggota Banyak, Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk, Anggota Batugamping, dan Anggota
Damar. Di bagian bawah formasi ini terdapat
beberapa perlapisan batupasir, yang ke arah
Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan debris flow,
yang disebut Formasi Banyak (Harsono, 1983,
dalam Suryono, dkk., 2002). Sedangkan ke arah Jawa Timur bagian atas forberkembang
sebagai endapan vulkanik laut yang
menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut sebagai Formasi Atasangin, sedangkan
bagian atas Formasi Kalibeng ini disebut
sebagai Formasi Sonde yang tersusun mula mula oleh Anggota Klitik, yaitu kalkarenit putih kekuningan, lunak, mengandung
foraminifera planktonik maupun foraminifera
besar, moluska, koral, alga, bersifat napalan atau pasiran dan berlapis baik. Bagian atas
bersifat breksian dengan fragmen gamping
berukuran kerikil sampai karbonat, kemudian disusul endapan bapal pasiran, semakin ke atas
napalnya bersifat lempungan, bagian teratas
ditempati napal lempung berwarna hijau
kebiruan. Formasi Pucangan Di bagian barat dan
tengah Zona Kendeng formasi ini terletak
-
tidak selaras di atas Formasi Sonde. Formasi
ini penyebarannya luas. Di Kendeng Barat batuan ini mempunyai penyebaran dan
tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi.
Ketebalan berkisar antara 61 480 m, berumur Pliosen Akhir (N21) hingga Plistosen (N22). Di Mandala Kendeng Barat yaitu di daerah
Sangiran, Formasi Pucangan berkembang
sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam.
Formasi Kabuh terletak selaras di atas
Formasi Pucangan. Formasi ini terdiri dari batupasir dengan material non-vulkanik antara
lain kuarsa, berstruktur silangsiur dengan
sisipan konglomerat dan tuff, mengandung
fosil Moluska air tawar dan fosil fosil vertebrata berumur Plistosen Tengah,
merupakan endapan sungai teranyam yang
dicirikan oleh intensifnya struktur silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen
berukuran kerikil. Di bagian bawah yang
berbatasan dengan Formasi Pucangan dijumpai grenzbank. Menurut Van Bemmelen (1972) di
bagian barat Zona Kendeng (daerah Sangiran),
formasi ini diawali lapisan konglomerat
gampingan dengan fragmen andesit, batugamping konkresi, batugamping
Globigerina, kuarsa, augit, hornblende,
feldspar dan fosil Globigerina. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan batupasir
tuffan berstruktur silangsiur dan berlapis
mengandung fragmen berukuran kecil yang
berwarna putih sampai cokelat kekuningan. Formasi Notopuro terletak tidak selaras di
atas Formasi Kabuh. Litologi penyusunnya
terdiri dari breksi lahar berseling dengan batupasir tuffan dan konglomerat vulkanik.
Makin ke atas, sisipan batupasir tufaan makin
banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa lensa breksi vulkanik dengan fragmen kerakal,
terdiri dari andesit dan batuapung, yuang
merupakan ciri khas Formasi Notopuro.
Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar yang terbentuk pada lingkungan
darat, berumur Plistosen Akhir dengan
ketebalan mencapai lebih dari 240 meter. Formasi Undak Bengawan Solo,endapan
ini terdiri dari konglomerat polimik dengan
fragmen batugamping, napal dan andesit di samping batupasir yang mengandung fosil-
fosil vertebrata, di daerah Brangkal dan
Sangiran, endapan undak tersingkap baik
sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di
atas bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun
Notopuro.
METODOLOGI
Metode yang kami gunakan adalah
berupa penelitian langsung ke lapangan yang berada pada daerah kedungjati, yang mana
daerah tersebut terdapat objek penelitian yang
kami bisa kami amati. Pengambilan data berupa pencatatan data-data dan pengambialan
foto. lalu data tersebut kita olah di
laboratorium dan di analisis hingga menjadi sebuah data yang bagus, hingga menjadi
sebuah paper ataupun jurnal yang bisa dibaca.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang kita bisa peroleh dari data-
data yang kita dapat dilapangan berupa
kenampakan fosil-fosil moluska dengan kelas Pelecypoda dan gastropoda, dan yang terisisa
hanyalah berupa pecahan-pecahan cangkang
dari kedua kelas tersebut. Kemungkinan yang terjadi adalah bahwa daerah ini dahulunya
merupakan daerah laut di karenakan karena
kelimpahan fosil hewan moluska yang banyak
lalu terendapkan pada material sedimen Dari kenampakan fosil-fosil tersebut
kita bisa mengetahui bahwa pada daerah ini
dulunya berada pada daerah laut yang memiliki arus yang cukup besar yang bisa
menyebabkan cangkang-cangkang dari hewan
moluska ini terpecah-pecah cangkangnya
hingga menjadi sebuah fragmen-fragmen Di daerah ini tidak hanya terdapat
fragmen-fragmen moluska tetapi juga terdapat
struktur sedimen berupa konkresi yang mana proses pembentukannya terjadi ketika dulunya
sebelum terisi oleh material sedimen
merupakan jejak dari organisme atau bisa juga merupakan hasil pelarutan dari organisme
yang telah mati lalu mengisi lubang tersebut,
tidak hanya struktur sedimen berupa konkresi
saja tetapi juga ada bioturbasi yang mana dulunya merupakan atau bekas jejak
organisme yang telah ada lalu bekas tersebut
terisi oleh material sedimen dan bisa nampak dipermukaan.
Proses yang terjadi pada daerah ini
berada pada daerah laut dangkal yang kaya akan kandungan karbonatan, dan dulunya arus
yang terjadi pada daerah ini cukup besar
hingga bisa menghasilkan fragmen-fragmen
cangkang yang banyak, kemungkinan yang terjadi pada arus yang besar terjadi di daerah
pasang surut dan bila dihubungkan dengan
-
sistem tract bahwa dulunya daerah ini berada
pada zona TST (Transgresife system Tract) karena kelimpahan fosil yang ada. Ketika
muka air laut naik otomatis hewan-hewan
moluska juga ikut naik keatas tetapi ketika
muka air laut turun dan si hewan moluska tidak ikut turun maka dia akan mati dan
mengendap pada sedimen lalu ketika proses
tersebut terulang ada arus laut yang cukup besar yang menggerus body cangkang
sehingga terbentuk fragmen-fragmen.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari data lapangan dan analisis
data pada daerah ini kami dapat menyimpulkan bahwa lingkungan
pengendapannya berada pada daerah laut
dangkal yang berada pada daerah pasang surut dan bila dihubungkan dengan sistem tract
berada pada zona TST (transgresif sistem
tract) karena arus yang bekerja cukup besar dan banyak dipengaruhi oleh pasang surut air
laut sehingga terjadi penumpukan fosil-fosil
hewan moluska yang melimpah.
DAFTAR PUSTAKA
http://samuelmodeon.blogspot.com/2011/04/geologi-regional-kota-semarang.html
(Diakses pada tanggal 23 desember
2013, pada pukul 18.41WIB Danang, Endarto.2001. Geologi Dasar.ITB.
Tim Asisten,2013. Buku Panduan Praktikum
Teknik Geologi UNDIP
-
LAMPIRAN
(Gambar 1. peta RBI kedung jati daerah penelitian)
(Gambar 2. Cangkang Moluska)
DAERAH PENELITIAN
-
(Gambar 3. Tract organisme)
(Gambar 4. Singkapan ichnofosil)
(Gambar 5. Tract organisme )