analisis faktor-faktor yang mempengaruhi … · 7. kak roni, imel, nene, iyut, laras, miu, chemi,...
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN KEMITRAAN
ANTARA PETANI DAN PENYULING AKAR WANGI
DI KABUPATEN GARUT
Oleh
IRMA OKTAVIA
H24070066
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
RINGKASAN
Irma Oktavia. H24070066. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut. Di bawah bimbingan Heti Mulyati dan Alim Setiawan S.
Bisnis minyak akar wangi merupakan salah satu bisnis yang dapat
menghasilkan devisa negara. Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen minyak akar wangi terbesar di dunia setelah Haiti dan Bourborn (disperindag.jabarprov.go.id, 2006). Bisnis minyak akar wangi saat ini dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar.
Sentra produksi minyak akar wangi di Indonesia berlokasi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis kondisi rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat dan (2) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, pengisian kuesioner dan studi literatur. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan regresi linier berganda. Analisis kondisi rantai pasokan minyak akar wangi dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi. Variabel yang diamati untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara lain komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai. Alat pengolah data yang digunakan antara lain Microsoft Excel 2007, Minitab 14 dan SPSS versi 16.0. Anggota rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir. Model fungsi regresi linear berganda tidak cukup baik menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan terhadap hubungan kemitraan antara petani dan penyuling karena koefisien determinasi yang dihasilkan kecil yaitu 39,1 persen. Selain itu peluang kesalahan di bawah nilai yang ditolerir pada penelitian sosial (20%). Lemahnya model fungsi regresi linear berganda pada penelitian ini disebabkan oleh (1) ketidakcocokan model, (2) adanya faktor lain dan hubungan yang tidak langsung dan (3) masalah teknis dari sisi responden dan dari sisi kuesioner.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN KEMITRAAN
ANTARA PETANI DAN PENYULING AKAR WANGI
DI KABUPATEN GARUT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
IRMA OKTAVIA
H24070066
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara
Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut
Nama : Irma Oktavia
NIM : H24070066
Menyetujui
Pembimbing I,
(Heti Mulyati, S.TP., MT)
NIP 19770812 200501 2 001
Pembimbing II,
(Alim Setiawan, S.TP., M.Si.)
NIP 19820227 200912 1 001
Mengetahui
Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc)
NIP 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus :
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Subang pada tanggal 1 Oktober 1989. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suhadi dan Ibu Anis
Ratnaningsih. Menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Seroja pada
tahun 1994, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Rosela Indah Subang di
tahun 1995. Pada tahun 2001 melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Subang dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Subang. Pada
Tahun 2007 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen.
Selama masa studi cukup aktif di berbagai kepanitiaan yang diadakan oleh
Fakultas Ekonomi dan Manajemen antara lain acara Gema Alunan Syukur,
Pujangga dan FEMily Day juga pernah menjadi salah seorang pengajar mata
kuliah metode kuantitatif di program kumulasi yang diadakan oleh Himpro
Com@ (Center of Management).
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala
rahmat serta karunia-Nya akhirnya skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling
Akar Wangi di Kabupaten Garut” dapat diselesaikan dengan baik. Skipsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Skripsi ini membahas kondisi rantai pasokan minyak akar wangi dan
hubungan kemitraan antara petani dan penyuling di Kabupaten Garut. Rantai
pasokan merupakan salah satu masalah operasional yang sering terjadi dan sangat
mempengaruhi kualitas minyak akar wangi. Rantai pasokan yang tidak efektif dan
efisien menimbulkan masalah pada pengadaan minyak akar wangi. Oleh karena
itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau referensi yang
berguna bagi pihak yang menjalankan bisnis minyak akar wangi untuk
merumuskan kebijakan di masa depan berupa penetapan struktur rantai pasokan
yang optimal sesuai dengan karakteristik minyak akar wangi. Dengan demikian
diharapkan dapat meningkatkan kualitas minyak akar wangi.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis
untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan kerja sama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan rasa hormat dan
penghargaan setinggi-tingginya dari lubuk hati terdalam serta mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Heti Mulyati, S.TP., MT dan Bapak Alim Setiawan, S.TP., M.Si sebagai
dosen pembimbing yang berkenan memberikan bimbingannya dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak R. Dikky Indrawan, SP, MM sebagai penguji dalam sidang skripsi yang
telah memberikan masukan pada skripsi ini.
3. Kedua orang tua, adik dan keluarga atas doa serta dukungannya kepada
penulis.
4. Seluruh dosen, staf Departemen Manajemen yang telah mempermudah dan
memperlancar penulisan skripsi ini.
5. Bapak H. Ede Kadarusman serta seluruh petani dan penyuling akar wangi di
Kabupaten Garut atas bantuannya dalam proses pengumpulan data.
6. Teman-teman satu bimbingan: Agung Cahya Nugraha, Intania Sudarwati, Izni
Sorfina, Mursaliena Noorlaela dan Reni Mei Farida yang selalu mendorong
untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini dan tiada henti mengingatkan untuk
terus semangat.
7. Kak Roni, Imel, Nene, Iyut, Laras, Miu, Chemi, Una, Dini, Windi dan Ana
yang selalu memberi dukungan kepada penulis.
8. Teman-teman Manajemen 44 atas pertemanan selama ini.
9. Irawan Yudha Pamungkas yang selalu memberi dukungan kepada penulis.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah
SWT memberikan berkah yang berlimpah kepada sahabat-sahabat yang
membantu dan ikut bersusah payah dalam penulisan skripsi ini.
v
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………...…. iii
UCAPAN TERIMA KASIH........................................................................... iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. v
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… ix
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………………………… 1 1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………………… 3 1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 4 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………………….. 4 1.5. Manfaat Penelitian ……………………………………………………….. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan ………………………… 6 2.2. Kemitraan ………………………………………………………………… 8 2.3. Pola Kemitraan Agribisnis............................................................................. 10 2.4. Regresi Linier Berganda …………………………………………………. 13 2.5. Penelitian Terdahulu …………………………………………………... 15
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran ……………………………………………………… 17 3.2. Tahapan Penelitian ……………………………………………………….. 18 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………….. 22 3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ……………………………………. 22 3.5. Variabel dan Rumusan Hipotesis Penelitian ……………………………… 24 3.6. Teknik Penarikan Contoh ……………………………………………….. 25 3.7. Pengolahan dan Analisis Data …………………………………………… 26
3.7.1 Uji Validitas dan Reliabilitas …………………………………….. 27 3.7.2 Regresi Linier Berganda ………………………………………….. 28
IV. HASIL DAN PEMBASAHAN
4.1. Analisis Rantai Pasok Minyak Akar Wangi ……………………………… 32 4.1.1 Aktivitas Petani Akar Wangi …………………………………… 37 4.1.2 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi ………………………………… 40 4.1.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi …………………………………. 41 4.1.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi ……………………….. 44 4.1.5 Sumber Daya Rantai Pasokan …………………………………….. 45
vi
4.2. Gambaran Umum Kemitraan ........................................................................ 46 4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan ............................ 48 4.4. Implikasi Manajerial ...................................................................................... 51
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ………………………………………………………………… 52 2. Saran ……………………………………………………………………….. 53
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 54
LAMPIRAN ………………………………………………………………… 56
vii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Perkembangan Ekspor dan Impor Minyak Akar Wangi, 2001-2005 …... 1 2. Kebutuhan, Jenis, Metode dan Sumber Data…………………………….. 23 3. Variabel-variabel Penelitian dalam Kuesioner…………………………… 24 4. Jumlah Contoh untuk Kuesioner Rantai Pasokan dalam Penelitian.......... 26 5. Jumlah Contoh untuk Kuesioner Kemitraan dala Penelitian...................... 26 6. Uji Kolmogorov Smirnov............................................................................ 29 7. Uji Multikolinearitas................................................................................... 29 8. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda...................................................... 30 9. Sentra Produksi Akar Wangi di Indonesia.................................................. 32 10. Luas Areal dan Produksi Akar Wangi di Kabupaten Garut........................ 33 11. Perbandingan Mutu Minyak Akar Wangi Penyulingan Rakyat dengan Beberapa Standar Nasional dan Internasional................................ 35
viii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Rantai Pasokan............................................................................................ 7 2. Pola Kemitraan Inti plasma ……………………………………......…... 10 3. Pola Kemitraan Subkontrak ……………………………………………. 11 4. Pola Kemitraan Dagang umum................................................................... 11 5. Pola Kemitraan Keagenan........................................................................... 12 6. Pola Kemitraan KOA.................................................................................. 12 7. Kerangka Pemikiran Penelitian................................................................... 18 8. Tahapan Penelitian...................................................................................... 21 9. Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Indonesia......................................... 34 10. Jumlah Penyuling Menurut Bentuk Usaha.................................................. 41 11. Persepsi Petani terhadap Kemitraan........................................................... 47
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil Pengukuran Validitas ………………………………………………… 57 2. Hasil Regresi Linier Berganda ……………………………………………. 58
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bisnis minyak akar wangi merupakan salah satu bisnis yang dapat
menghasilkan devisa negara. Hal tersebut dapat dilihat dari data
perkembangan ekspor dan impor minyak akar wangi (Tabel 1). Indonesia
dikenal sebagai salah satu produsen minyak akar wangi terbesar di dunia
setelah Haiti dan Bourborn (disperindag.jabarprov.go.id, 2006). Pasar minyak
akar wangi Indonesia adalah Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia,
Jerman, Hongkong dan India (garutkab.go.id, 2010).
Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Minyak Akar Wangi, 2001-2005
Tahun Ekspor Impor
Volume (Kg)
Nilai (US $)
Volume (Kg)
Nilai (US $)
2001 1.583.798 1.759.241 2.312 43.728 2002 79.714 1.973.451 2.572 46.312 2003 45.821 1.428.682 2.465 18.680 2004 58.444 2.445.744 2.231 51.305 2005 74.210 1.544.618 532 22.890
Sumber: BPS 2001-2005
Tanaman akar wangi di Indonesia terdapat di daerah Garut, Wonosobo,
Pasuruan dan Lumajang. Sentra budidaya dan produksi terbesar minyak akar
wangi di Indonesia berada di Kabupaten Garut, khususnya Kecamatan
Samarang, Bayongbong, Cilawu dan Leles. Penetapan kawasan
pengembangan budi daya akar wangi seluas 2.400 Ha melalui Keputusan
Bupati Garut nomor 520 Tahun 1990, dan Penetapan Konservasi Terpadu
Budi daya Akar Wangi (garutkab.go.id, 2010). Lahan yang sudah ditetapkan
sebagai kawasan pengembangan budi daya akar wangi tersebut pada
kenyataannya hanya terdapat 2.318 Ha areal perkebunan yang digunakan. Hal
tersebut menyebabkan para pengusaha akar wangi merasa kesulitan dalam
memenuhi permintaan tersebut karena kurangnya pasokan bahan baku akar
wangi untuk diolah menjadi minyak akar wangi. Selain itu, proses produksi
minyak akar wangi di Kabupaten Garut masih dilakukan secara tradisional
yang menyebabkan rendahnya mutu minyak akar wangi sehingga
berpengaruh pada harga jual minyak akar wangi.
2
Bisnis minyak akar wangi saat ini dituntut untuk dapat meningkatkan
kualitas dan kuantitas produk sehingga mampu mempertahankan dan
mengembangkan pangsa pasar. Hal tersebut dapat mendorong daya saing
minyak akar wangi Indonesia menjadi lebih baik. Peningkatan daya saing
dapat dilakukan dengan cara mengembangkan keunggulan dalam sistem
manajemen rantai pasokan agar dapat lebih efektif dan efisien.
Anggota primer rantai pasokan dalam bisnis minyak akar wangi terdiri
dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling minyak akar wangi,
pengumpul minyak akar wangi dan eksportir minyak akar wangi. Bentuk
kemitraan yang sudah ada berupa pembentukan kelompok tani dan koperasi
USAR yang sebagian besar anggotanya adalah penyuling minyak akar wangi.
Selama ini hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi baru
terbatas pada pemberian pinjaman modal untuk budidaya dari penyuling ke
petani. Manfaat yang dapat diperoleh petani antara lain memperoleh
informasi yang dapat dipercaya mengenai harga akar wangi, mendapat
bantuan modal untuk melakukan usaha budidaya, mendapat kepastian pasar
dan meningkatkan pendapatan. Sedangkan manfaat yang diperoleh penyuling
dari hubungan kemitraan adalah kepastian ketersediaan bahan baku akar
wangi.
Selama ini belum ada penelitian yang mengidentifikasi pengaruh
kemitraan terhadap keberlangsungan usaha dan melihat faktor mana yang
berpengaruh terhadap kemitraan dalam kelompok tani yang selama ini telah
dilakukan antara petani dan penyuling akar wangi. Penelitian mengenai
kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi perlu dilakukan karena
dapat memberikan keuntungan bagi petani dan penyuling pada khususnya
serta bagi anggota rantai pasokan minyak akar wangi pada umumnya.
Keuntungan bagi petani adalah mendapat bantuan modal, sedangkan bagi
penyuling adalah mendapat jaminan pasokan akar wangi. Keuntungan bagi
anggota rantai pasokan antara lain rantai pasokan akar wangi menjadi lebih
efektif serta terjadinya kesinambungan usaha dalam bisnis akar wangi.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji
hubungan kemitraan rantai pasokan antara petani dengan penyuling akar
3
wangi, apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor kemitraan
dengan hubungan kemitraan terhadap bisnis minyak akar wangi. Dimensi
kunci hubungan kemitraan diantaranya adalah komunikasi dan berbagi
informasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, hubungan nilai,
ketidakseimbangan kekuasaan dan saling ketergantungan, adaptasi dan
konflik (Boeck dan Wamba, 2007).
1.2. Perumusan Masalah
Minyak akar wangi Indonesia harus meningkatkan keunggulan
bersaing di pasar internasional. Hal yang dapat dilakukan adalah minyak akar
wangi harus memenuhi kualitas dan standar produk yang ditetapkan di pasar
internasional. Upaya yang dapat dilakukan adalah pembenahan dalam sistem
manajemen rantai pasokannya agar dapat lebih efektif dan efisien.
Selain pembenahan dalam sistem manajemen rantai pasokan,
hubungan kemitraan rantai pasokan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan daya saing bisnis minyak akar wangi. Hubungan
kemitraan rantai pasokan dapat memberikan beberapa keuntungan yaitu
memperoleh informasi yang dapat dipercaya, mendapat bantuan modal untuk
melakukan usaha budidaya, mendapat kepastian pasar, meningkatkan
pendapatan dan mendapat kepastian ketersediaan bahan baku akar wangi.
Hubungan kemitraan yang sudah terjalin antara petani dengan penyuling
minyak akar wangi selama ini belum dilihat faktor-faktor mana yang
berpengaruh. Pentingnya mengetahui faktor-faktor tersebut adalah untuk
membuat strategi dalam meningkatkan hubungan kemitraan antara petani dan
penyuling akar wangi. Pada penelitian ini akan dilihat faktor-faktor mana
yang berpengaruh dalam hubungan kemitraan untuk dapat terus ditingkatkan
agar hubungan kemitraan yang sudah terjalin dapat berjalan dengan lebih
baik.
Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut?
2. Bagaimana kemitraan yang sudah terjadi antara petani dan penyuling
selama ini?
4
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara
petani dengan penyuling akar wangi?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut.
2. Menganalisis kemitraan yang terjadi antara petani dan penyuling akar
wangi.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan
antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada bisnis minyak akar wangi dengan
mengkaji tentang sistem manajemen rantai pasokan, anggota rantai pasokan
yang terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar
wangi dan pengumpul minyak akar wangi serta hubungan kemitraan yang
dijalankan antara petani dengan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu mengenai manajemen
rantai pasokan dalam bisnis usaha kecil dan menengah serta ilmu yang
terkait dengan kemitraan dalam rantai pasokan.
2. Bagi pihak yang berkepentingan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai sistem
manajemen rantai pasokan akar wangi serta kemitraan antara petani dan
penyuling minyak akar wangi.
5
3. Bagi ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk
penelitian selanjutnya dan memberikan informasi mengenai manajemen
rantai pasokan dan kemitraan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan
Menurut Heizer dan Render (2010), rantai pasokan mencakup aktivitas
untuk menentukan (1) penyedia transportasi, (2) transfer uang secara kredit
dan tunai, (3) para pemasok, (4) distributor, (5) utang dan piutang usaha, (6)
pergudangan dan persediaan, (7) pemenuhan pesanan, serta (8) berbagi
informasi pelanggan, prediksi, dan produksi. Indrajit dan Pranoto (2002)
mendefinisikan rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasi
menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai
pasokan merupakan jaringan yang terdiri dari berbagai organisasi yang saling
berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin
menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Model rantai
pasokan merupakan suatu gambaran mengenai hubungan mata rantai dari
pelaku-pelaku tersebut yang dapat membentuk seperti mata rantai yang
terhubung satu dengan yang lain. Salah satu faktor kunci untuk
mengoptimalkan rantai pasok adalah dengan menciptakan alur informasi yang
bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut,
dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan
maksimal pada para pelanggan.
Heizer dan Render (2010) mendefinisikan manajemen rantai pasokan
sebagai integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan
menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke
pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan
pengalihdayaan (outsourcing), ditambah fungsi lain yang penting bagi
hubungan antara pemasok dan distributor.
Manajemen rantai pasokan adalah proses perencanaan, penerapan, dan
pengendalian operasi dari rantai pasokan dengan tujuan untuk mencukupi
kebutuhan pelanggan seefisien mungkin yang mencakup semua pergerakan
dan gudang penyimpanan dari bahan baku, persediaan barang dalam
pengolahan, dan barang sejak jadi dari titik produksi ke titik konsumsi
(Haming dan Nurnajamuddin, 2007).
7
Manajemen rantai pasokan merupakan strategi alternatif yang
memberikan solusi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk
mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi dan
perbaikan pelayanan konsumen dan kepuasan konsumen. Manajemen rantai
pasokan menawarkan suatu mekanisme yang mengatur proses bisnis,
meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya operasional perusahaan
(Annatan dan Ellitan, 2008).
Siagian (2005) menyatakan manajemen rantai pasokan berkaitan
langsung dengan siklus lengkap bahan baku dari pemasok ke produksi,
gudang dan distribusi kemudian sampai ke pelanggan. Sementara perusahaan
meningkatkan kemampuan bersaing mereka melalui penyesuaian produk,
kualitas yang tinggi, pengurangan biaya, dan kecepatan mencapai pasar
diberikan penekanan tambahan terhadap rantai pasokan. Rantai pasokan dapat
dilihat pada Gambar 1.
‐ Informasi penjadwalan
‐ Arus kas ‐ Arus pesanan
Pemasok Persediaan Perusahaan Distribusi Pelanggan
‐ Arus kredit ‐ Arus bahan baku
Gambar 1. Rantai Pasokan (Siagian, 2005)
8
2.2. Kemitraan
Kemitraan merupakan mekanisme koordinasi untuk para pemasok dan
perusahaan dalam suatu penciptaan nilai jejaring bisnis. Kemitraan
merupakan suatu tipe hubungan dimana tanggung jawab dan keuntungan
potensial dibedakan dari satu bentuk koordinasi terkait dengan hubungan
penjual dan pembeli secara umum dan tingkat investasi spesifik secara khusus
(Rudberg dan Olhager dalam Anatan dan Ellitan, 2008).
Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), pola kelembagaan kemitraan
rantai pasok adalah hubungan kerja diantara beberapa pelaku rantai pasok
yang menggunakan mekanisme perjanjian atau kontrak tertulis dalam jangka
waktu tertentu. Dalam kontrak tersebut dibuat kesepakatan-kesepakatan yang
akan menjadi hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat.
Dimensi kunci kemitraan antara penjual dan pembeli menurut Boeck
dan Wamba (2007):
1. Komunikasi dan berbagi informasi: jumlah, frekuensi dan kualitas aliran
informasi antara mitra dagang.
2. Kerjasama: kesediaan untuk melakukan tindakan untuk mencapai tujuan
bersama.
3. Kepercayaan: keyakinan bahwa mitra dagang akan menjalankan kewajiban
dan melakukan yang terbaik demi kepentingan dari mitra.
4. Komitmen: keinginan untuk memastikan bahwa hubungan akan
berkesinambungan.
5. Hubungan nilai: pilihan antara manfaat dan pengorbanan mengenai semua
aspek dari hubungan.
6. Ketidakseimbangan kekuasaan dan saling ketergantungan: kemampuan
mitra dagang untuk mempengaruhi mitra lain untuk melakukan sesuatu
yang biasanya tidak akan dilakukan.
7. Adaptasi: pengubahan perilaku dan organisasi yang dilakukan oleh
organisasi untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari yang lain.
8. Konflik: keseluruhan tingkat dari ketidaksesuaian antara mitra dagang.
9
Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), keberhasilan kelembagaan
rantai pasok komoditas pertanian tergantung pada kunci sukses yang
melandasi setiap aktivitas di dalam kelembagaan tersebut. Kunci sukses
tersebut adalah:
1. Trust Building
Kepercayaan yang terbangun diantara anggota rantai pasokan mampu
mendukung kelancaran aktivitas rantai pasokan. Kepercayaan diantara
pihak-pihak yang bekerjasama dibangun untuk membuat kesepakatan.
Kesepakatan yang dijalankan dengan membangun manajemen yang
bersifat transparan terutama menyangkut pembagian hak dan kewajiban,
harga dan pembagian keuntungan, serta membangun komitmen yang
tinggi antara pihak yang bermitra dapat meningkatkan kepercayaan
sehingga pihak-pihak yang bekerjasama dapat fokus menjalankan
tanggungjawab masing-masing. Dengan demikian, trust building yang
terbangun di dalam rantai pasokan dapat menciptakan rantai pasokan yang
kuat.
2. Koordinasi dan Kerjasama
Koordinasi diantara anggota rantai pasokan sangat penting guna
mewujudkan kelancaran rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari
produsen hingga ke retail dan tercapainya tujuan rantai pasokan.
Koordinasi dalam bentuk perencanaan memungkinkan terjadinya
transparansi informasi pasar. Koordinasi tersebut guna mengurangi risiko
kesalahan pasokan atau risiko lainnya seperti bullwhip effect. Agar
koordinasi diantara anggota rantai pasokan berjalan dengan baik dan
lancar, maka perlu diwujudkan hubungan kerjasama diantara anggota
rantai pasokan tersebut.
3. Kemudahan Akses Pembiayaan
Akses pembiayaan yang mudah disertai dengan bentuk administratif yang
tidak rumit akan memudahkan pihak-pihak di dalam rantai pasokan dalam
mengembangkan usahanya. Akses pembiayaan yang mudah diharapkan
mengembangkan usaha, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal
10
tersebut mampu mengimbangi permintaan pasar yang terus meningkat dari
tahun ke tahun.
4. Dukungan Pemerintah
Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan motivator sangat
penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif dan struktur rantai
pasokan yang mapan.
2.3. Pola Kemitraan Agribisnis
Menurut Sumardjo, Sulaksana dan Darmono (2004), terdapat lima
bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar dalam sistem
agribisnis di Indonesia. Bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1. Pola kemitraan inti plasma
Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau
kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra
usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan
teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil
produksi. Kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti
sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Pola kemitraan inti
plasma dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pola Kemitraan Inti plasma (Sumardjo, Sulaksana dan
Darmono, 2004)
Plasma
2. Pola kemitraan subkontrak
Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra
usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang
diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola
kemitraan subkontrak dapat dilihat pada Gambar 3.
Plasma
PlasmaPlasma Perusahaan
11
Kelompok mitra
Pengusaha mitra
Kelompok mitra
Kelompok mitra
Kelompok mitra
Gambar 3. Pola Kemitraan Subkontrak (Sumardjo, Sulaksana dan
Darmono, 2004)
3. Pola kemitraan dagang umum
Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam
pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak
pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan
oleh pihak pemasaran tersebut. pola hubungan ini dapat dilihat pada
Gambar 4.
Perusahaan mitra
Perusahaan mitra Kelompok mitra Memasok
Memasarkan produk kelompok mitra
Gambar 4. Pola Kemitraan Dagang umum (Sumardjo, Sulaksana dan
Darmono, 2004)
4. Pola kemitraan keagenan
Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari
pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra.
Pihak perusahaan mitra memberikan hak khusus kepada kelompok mitra
untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh
pengusaha besar mitra. Pola ini dapat dilihat pada Gambar 5.
12
Memasok Perusahaan mitra
Kelompok mitra
Memasarkan produk kelompok mitra Konsumen/
Masyarakat
Gambar 5. Pola Kemitraan Keagenan (Sumardjo, Sulaksana dan
Darmono, 2004)
5. Pola kemitraan Kerja sama Operasional Agribisnis (KOA)
Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan
oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra
menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan
mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana
produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas
pertanian. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis tersaji pada
Gambar 6.
Perusahaan mitra Kelompok mitra
Memasok
‐ Lahan ‐ Sarana ‐ Teknologi
‐ Biaya ‐ Modal ‐ Teknologi ‐ Manajemen
Gambar 6. Pola Kemitraan Kerjasama operasional agribisnis (Sumardjo,
Sulaksana dan Darmono, 2004)
13
2.4. Regresi Linier Berganda
Analisis regresi berganda adalah suatu analisis yang mengukur
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang pengukuran pengaruh
antarvariabelnya melibatkan lebih dari satu variabel bebas. (Sunyoto, 2009).
Persamaan estimasi regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + ... + b n X n......................................... (1)
Menurut Algifari (2000), persamaan regresi yang diperoleh dari suatu
proses penghitungan dapat diketahui apakah persamaan tersebut baik untuk
mengestimasi nilai variabel dependen atau tidak dengan cara:
1. Koefisien regresi (uji parsial) yang bertujuan untuk memastikan apakah
variabel independen yang terdapat dalam persamaan tersebut secara
individu berpengaruh;
2. Persentase pengaruh semua variabel independen secara bersama-sama
(simultan) terhadap nilai variabel dependen;
3. Pengaruh semua variabel independen di dalam model terhadap nilai
variabel dependen (uji simultan).
Persamaan regresi yang dihasilkan dapat diketahui baik atau tidaknya
dengan melakukan beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Menurut Suliyanto (2005), uji normalitas digunakan untuk mengetahui
apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual
berdistribusi normal dapat dilihat dari suatu kurva berbentuk lonceng (bell-
shaped curve) yang kedua sisinya melebar sampai tidak terhingga.
Distibusi data tidak normal disebabkan oleh adanya nilai ekstrem dalam
data yang diambil.
Cara mendeteksinya dengan menggunakan histogram regression residual
yang sudah distandarkan serta menggunakan analisis kai kuadrat dan
kolmogorov-smirnov. Kurva nilai residual terstandarisasi dikatakan
menyebar dengan normal apabila nilai kolmogrov-smirnov Z ≤ Z tabel atau
nilai asymp. sig. (2-tailed) > α.
14
2. Uji multikolineritas
Uji multikolineritas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya variabel
independent yang memiliki korelasi antar variabel independent lain dalam
satu model. Multikolineritas diuji dengan melihat nilai Tolerance dan
Variance Inflation Factor (VIF). Nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 dan
nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak lebih dari 10 sehingga
model dapat dikatakan terbebas dari multikolineritas. Semakin tinggi VIF
maka semakin rendah Tolerance (Nugroho, 2005).
3. Uji Heteroskesdastisitas
Uji heteroskesdastisitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat
ketidaksamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat
kesamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap atau disebut homoskesdastisitas. Ada tidaknya heteroskesdastisitas
dapat diprediksi dengan melihat pola gambar Scatterplot.
4. Koefisien determinasi (R2) adalah salah satu nilai statistik yang dapat
digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua
variabel. Nilai koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai
variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang
dihasilkan. Secara matematis persamaan koefisien determinasi (R2) dapat
ditulis sebagai berikut:
................................................................... (2)
Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Semakin
mendekati nol besarnya koefisien determinasi (R2) suatu persamaan
regresi, semakin kecil pula pengaruh semua variabel independen terhadap
nilai variabel dependen. Sebaliknya, semakin mendekati satu besarnya
koefisien determinasi (R2) suatu persamaan regresi, semakin besar pula
pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen (Algifari,
2000).
15
5. Uji koefisien regresi dilakukan dengan dua macam, yaitu:
i. Uji parsial dilakukan untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan
masing-masing nilai koefisien regresi secara sendiri-sendiri terhadap
variabel terikat (Y).
H0: b1 = 0
Ha: b110
Pengujian parsial menggunakan statistik uji t.
ii. Uji simultan melibatkan semua variabel bebas terhadap variabel terikat
dalam menguji ada tidaknya pengaruh yang signifikan secara simultan/
bersama-sama.
H0: b1, b2 = 0
Ha: b1 , b210
Pengujian secara simultan menggunakan distribusi F, yaitu
membandingkan antara F hitung dan F tabel (Sunyoto, 2009).
2.5. Penelitian Terdahulu
Satria (2009) melakukan penelitian yang terkait dengan topik kemitraan
yang berjudul “Analisis Rencana Kemitraan Antara Petani Kacang Tanah
dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan
Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)”. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masing-masing pelaku kemitraan,
dalam hal ini kondisi CV Mitra Priangan dan petani kacang tanah,
mengidentifikasi dan menganalisis tujuan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam pembentukan kemitraan menurut CV Mitra Priangan
dan petani mitra, dan menentukan pola kemitraan yang paling sesuai bagi
CV Mitra Priangan dengan petani mitra. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa kondisi perusahaan secara keseluruhan memiliki banyak
faktor kekuatan (pemasaran, keuangan dan sumber daya manusia)
dibandingkan faktor kelemahan (produksi dan operasi). Pola kemitraan yang
paling sesuai adalah pola KOA karena umumnya petani telah memiliki lahan
sendiri dan sarana usahatani, sehingga yang dibutuhkan adalah bimbingan
serta modal dari perusahaan.
16
Aryani (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh
Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Kasus
Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan,
Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)”. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara
PT Garudafood dengan petani mitra di Desa Palangan dan menganalisis
pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani kacang tanah
di Desa Palangan. Hasil penelitian ini adalah pendapatan usahatani, petani
mitra memperoleh pendapatan usahatani lebih besar dari pada petani non
mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya
total.
Mulyati, Setiawan, dan Rusli (2009) melakukan penelitian yang
berjudul “Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko
Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia”. Hasil penelitian ini adalah
teridentifikasi peta potensi minyak akar wangi di Indonesia, gambaran rantai
pasokan minyak akar wangi berbasis IKM di Indonesia, dan teridentifikasi
faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha minyak akar wangi.
Potensi pengembangan minyak atsiri masih terbuka karena tanah dan iklim
Indonesia cocok untuk pengembangan atsiri, didukung oleh ketersediaan areal
potensial, terbukanya peluang pasar baik lokal maupun ekspor, serta adanya
dukungan lembaga penelitian yang menyiapkan teknologi untuk peningkatan
mutu. Gambaran rantai pasokan minyak akar wangi tidak berbeda jauh secara
umum dengan rantai pasokan minyak atsiri. Penelitian ini menjadi bahan
masukan untuk mengkaji manajemen rantai pasok minyak akar wangi dan
risiko minyak akar wangi.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Perkembangan dalam bisnis minyak akar wangi menyebabkan terjadinya
persaingan antara negara-negara penghasil minyak akar wangi dalam
mempertahankan dan memperluas pangsa pasarnya. Setiap negara
pengekspor harus dapat mengoptimalkan pengelolaan manajemen secara
efektif dan efisien dalam bisnisnya agar dapat mencapai keunggulan bersaing.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memperbaiki dan
mengembangkan sistem manajemen rantai pasokan.
Pasokan minyak akar wangi perlu diupayakan berjalan dengan baik. Oleh
karena itu pengusaha minyak akar wangi harus mampu menyediakan produk
dengan kualitas dan kuantitas yang tepat, di waktu yang tepat dan tempat
yang tepat pula. Pemenuhan dalam penyediaan akar wangi dengan kualitas
dan kuantitas yang tepat dapat dilakukan dengan melakukan hubungan
kemitraan antara petani dan penyuling. Hubungan kemitraan rantai pasokan
antara petani akar wangi dengan penyuling akar wangi secara
berkesinambungan merupakan hal penting dalam rantai pasokan. Analisis
hubungan kemitraan antara petani dan penyuling penting dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh hubungan kemitraan tersebut terhadap
keberlangsungan bisnis minyak akar wangi. Analisis hubungan kemitraan
tersebut dilihat berdasarkan faktor-faktor kemitraan. Landasan dalam
menyusun faktor-faktor kemitraan adalah jurnal mengenai kemitraan yaitu
RFID and Buyer-Seller Relationship in the Retail Supply Chain oleh Boeck
dan Wamba (2007). Hubungan kemitraan rantai pasokan mempunyai peranan
yang sangat penting karena dapat menghasilkan manfaat bagi semua pelaku
yang terlibat dalam proses rantai pasokan. Manfaat yang diterima oleh pelaku
proses rantai pasokan tersebut pada akhirnya dapat menjamin ketersediaan
bahan baku akar wangi dan dapat meningkatkan pendapatan yang diperoleh
petani dan penyuling akar wangi. Kerangka pemikiran penelitian disajikan
pada Gambar 7.
18
Perkembangan bisnis minyak akar wangi
Muncul persaingan ketat antar negara pengekspor
Menuntut pengoptimalan pengelolaan bisnis secara
efektif dan efisien
Gambar 7. Kerangka pemikiran penelitian
3.2. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian merupakan rincian dari langkah-langkah yang
dilakukan berdasarkan teknik pemodelan. Tahapan penelitian terdiri dari:
1. Penentuan topik dan judul penelitian. Topik yang diteliti pada penelitian
ini terkait dengan masalah manajemen rantai pasokan, khususnya pada
hubungan kemitraan antara petani dengan penyuling akar wangi.
Hubungan kemitraan rantai pasok antara petani dengan penyuling akar wangi
Peningkatan manfaat bagi petani dan penyuling
Manajemen Rantai Pasokan
Analisis hubungan kemitraan berdasarkan faktor-faktor kemitraan
Terjaminnya ketersediaan bahan baku akar wangi
Keunggulan bersaing untuk
minyak akar wangi Garut
19
2. Perumusan masalah. Hal tersebut dilakukan berdasarkan topik yang telah
dipilih, dirumuskan permasalahan khususnya mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi hubungan kemitraan.
3. Studi pustaka dilakukan untuk memahami sistem yang akan dipelajari.
Pustaka yang menjadi acuan adalah pustaka yang berhubungan dengan
manajemen rantai pasokan dan pola kemitraan. Studi pustaka dilakukan
selama penelitian ini berlangsung.
4. Penentuan tujuan penelitian ditetapkan berdasarkan perumusan masalah
dan studi pustaka yang telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis kondisi rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut serta
mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten
Garut.
5. Rancangan Pengumpulan Data. Pada tahapan ini dilakukan perancangan
mengenai identifikasi kebutuhan data yang terdiri dari data kondisi rantai
pasokan akar wangi dan data kemitraan antara petani dan penyuling,
metode pengumpulan data yang akan dilakukan yang terdiri dari
wawancara, observasi, pengisian kuesioner dan studi literatur serta
pemilihan teknik analisis yang akan digunakan.
6. Pengamatan pendahuluan dilakukan dengan cara mengobservasi langsung
kondisi rantai pasokan akar wangi dan hubungan kemitraan rantai pasokan
akar wangi di Kabupaten Garut. Selain itu, pengamatan pendahuluan
dilakukan dengan cara mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan
bisnis akar wangi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui gambaran
umum mengenai rantai pasokan dan hubungan kemitraan antara petani
dengan penyuling akar wangi.
7. Pengumpulan data. Tahapan ini dilakukan dengan cara mewawancarai
para petani yang menjalin hubungan kemitraan dengan penyuling dalam
bentuk kuesioner identifikasi rantai pasok dan kuesioner kemitraan yang
dilakukan dengan metode purposive sampling serta mengumpulkan data-
data sekunder dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian,
Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Garut.
20
8. Input data dilakukan dengan cara menginput data-data dari hasil
wawancara dan kuesioner ke dalam software Microsoft Excel 2007 dan
Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0.
9. Pengolahan dan analisis data. Pengolahan data dilakukan dengan analisis
deskriptif dan regresi linier berganda yang dilakukan dengan
menggunakan bantuan software Statistical Package for the Social Sciences
(SPSS) versi 16.0, Microsoft Excel 2007 dan Minitab versi 14. Setelah
pengolahan dilakukan, dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
hubungan kemitraan rantai pasok antara petani dan penyuling.
10. Hasil dan pembahasan dilakukan setelah pengolahan data berdasarkan
hasil dari penelitian. Pembahasan bertujuan untuk mendeskripsikan
kondisi identifikasi rantai pasok minyak akar wangi di Kabupaten Garut
dan mendeskripsikan hubungan kemitraan antara petani dan penyuling
akar wangi.
11. Kesimpulan dan saran. Penulis memberikan kesimpulan secara
keseluruhan untuk menjawab permasalahan yang ingin dipecahkan.
Penulis juga mengajukan saran untuk penelitian selanjutnya yang terkait
dengan topik kemitraan rantai pasokan.
Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 8.
21
Penentuan topik dan judul penelitian: “Hubungan kemitraan rantai pasokan antara petani dengan penyuling”
Perumusan masalah: 1. Bagaimana rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut? 2. Bagaimana kemitraan yang sudah terjadi antara petani dan penyuling
selama ini? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara
Gambar 8. Tahapan penelitian
Metode: - observasi langsung - wawancara - studi literatur
Pengumpulan data: 1. Struktur rantai pasokan akar wangi,
Manajemen rantai pasokan. 2. Faktor-faktor hubungan kemitraan. Variabel dependen yaitu
kemitraan sedangkan variabel independen yaitu komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai.
Observasi langsung dan wawancara
Pengamatan pendahuluan: 1. Gambaran umum rantai pasokan. 2. Hubungan kemitraan antara petani dan penyuling.
Penentuan tujuan penelitian: 1. Menganalisis rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut. 2. Menganalisis kemitraan yang terjadi antara petani dan penyuling akar wangi. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara
petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.
petani dengan penyuling akar wangi?
Pengolahan dan analisis data: - Analisis rantai pasokan minyak akar wangi Analisis deskriptif
dengan SPSS versi 16.0. - Identifikasi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan
Analisis regresi linier berganda dengan Minitab14.
Hasil dan pembahasan
Kesimpulan dan saran
Input data
Rancangan Pengumpulan Data: Identifikasi kebutuhan data, metode pengumpulan data dan pemilihan teknik analisis.
22
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2011. Lokasi penelitian di
Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya Kecamatan Samarang, Cilawu,
Bayongbong dan Leles.
3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan,
wawancara dengan pihak-pihak terkait dan kuesioner. Data sekunder
diperoleh dari internet, jurnal, data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut dan hasil penelitian
terdahulu pada tahun 2009.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data tentang
gambaran umum mengenai bisnis minyak akar wangi, data tentang kondisi
rantai pasokan minyak akar wangi yang diperoleh dari pengamatan langsung
dan wawancara dengan pihak terkait, serta data yang diperlukan untuk
mengkaji hubungan kemitraan rantai pasokan antara petani dengan penyuling.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu :
1. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui gambaran umum kondisi rantai
pasokan minyak akar wangi. Respondennya adalah petani akar wangi,
pengumpul akar wangi, penyuling minyak akar wangi dan pengumpul
minyak akar wangi. Pada teknik ini menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data. Kuesioner yang digunakan antara lain kuesioner rantai
pasokan akar wangi dan kuesioner kemitraan. Kuesioner rantai pasokan
akar wangi dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama merupakan
kuesioner khusus untuk petani akar wangi. Hal-hal yang ditanyakan pada
kuesioner tersebut mencakup tentang identitas usaha, aspek budidaya dan
pasca panen, aspek pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Bagian
kedua merupakan kuesioner khusus untuk penyuling akar wangi.
Kuesioner tersebut mencakup tentang identitas usaha, aspek penyulingan
akar wangi, aspek pemasaran, aspek keuangan dan aspek kemitraan.
23
Bagian ketiga merupakan kuesioner khusus untuk pengumpul bahan baku
akar wangi. Kuesioner tersebut berisi tentang identitas usaha, aspek
pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Bagian keempat adalah
kuesioner khusus untuk pengumpul minyak akar wangi. Hal-hal yang
terdapat dalam kuesioner tersebut mencakup identitas usaha, aspek
pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Sedangkan kuesioner
kemitraan dikhususkan untuk petani dan penyuling akar wangi yang
melakukan hubungan kemitraan. Kuesioner tersebut berisi tentang
pernyataan-pernyataan mengenai faktor komunikasi, kerjasama,
kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai dalam
kemitraan yang telah dijalankan.
2. Observasi
Pada teknik ini dilakukan pengamatan terhadap objek penelitian baik
secara langsung maupun tidak langsung oleh peneliti. Misalnya
mengunjungi perkebunan akar wangi untuk melihat proses budi daya yang
dilakukan.
3. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan membaca buku yang berkaitan dengan
objek yang akan diteliti. Peneliti mencari literatur yang sesuai dengan
permasalahan topik penelitian, diantaranya literatur yang berjudul
manajemen rantai pasokan.
Jenis dan sumber data yang diperlukan pada penelitian ini
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan, Jenis, Metode dan Sumber Data.
No Tujuan Penelitian
Jenis Data Metode Sumber Data Analisis Data
1 Menganalisis rantai pasokan minyak akar wangi
Primer Observasi, wawancara dan studi pustaka.
Petani, pengumpul, penyuling, eksportir akar wangi
Analisis deskriptif
2 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan
Primer Observasi dan wawancara.
Petani dan penyuling akar wangi
Analisis regresi linier berganda
24
3.5. Variabel dan Rumusan Hipotesis Penelitian
Variabel yang diamati untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi hubungan kemitraan yang digunakan mengacu pada Boeck
dan Wamba (2007).
Tabel 3. Variabel-variabel penelitian dalam kuesioner
Variabel Indikator Keterangan Nomor di kuesioner
Komunikasi 1. Komunikasi yang tepat 2. Komunikasi dua arah 3. Frekuensi komunikasi 4. Kualitas komunikasi 5. Komunikasi
sebagai umpan balik 6. Cara komunikasi 7. Aliran informasi,
pertukaran informasi
X1 1, 2 3 4, 5, 6 7, 8 9 10 11, 12, 13
Kerjasama 1. Kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama
2. Keinginan untuk kerjasama 3. Saling tergantung,
menimbulkan tanggung jawab, menciptakan semangat kerja
4. Simbiosis mutualisme 5. Kerjasama untuk sukses,
memperbaiki kualitas, disiplin kerja
X2 1 2 3, 4, 5 6 7, 8, 9
Kepercayaan 1. Kepercayaan tinggi, saling percaya
2. Kepercayaan untuk hubungan jangka panjang
3. Pengaruh terhadap komitmen 4. Pengaruh terhadap peningkatan
kualitas 5. Integritas dan kredibilitas,
saling terbuka, kejujuran
X3 1, 2 3 4 5 6, 7, 8
Komitmen 1. Komitmen tinggi, hubungan berkesinambungan
2. Komitmen untuk memasok, komitmen untuk memajukan industri, komitmen untuk hubungan baik
X4 1, 2 3, 4, 5
Saling ketergantungan
1. Saling ketergantungan, ketidakseimbangan kekuasaan
2. Kemampuan mempengaruhi, saling ketergantungan untuk meningkatkan produktivitas kerja, kepentingan bersama
X5 1, 2 3, 4, 5
25
Hubungan nilai
1. Kesamaan budaya, kesamaan prinsip, etika dan hubungan baik
2. Nilai yang disepakati bersama, pengorbanan untuk kepentingan bersama, sistem nilai
X6 1, 2, 3, 6, 7 4, 5, 8, 9
Kemitraan 1. Kemitraan mempengaruhi ketersediaan, pendapatan
2. Pembinaan kemitraan mempengaruhi kualitas, daya saing, produktivitas
Y 1, 2, 7, 8 3, 4, 5, 6, 9
Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H0= Tidak terdapat pengaruh variabel komunikasi, kerjasama,
kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai
secara signifikan dan positif terhadap variabel kemitraan (Y).
H1= Terdapat pengaruh variabel komunikasi, kerjasama, kepercayaan,
komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai secara
signifikan dan positif terhadap variabel kemitraan (Y).
3.6. Teknik Penarikan Contoh
Contoh merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili
populasi. Pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan
probability sampling dan non probability sampling. Probability sampling
dilakukan secara stratified random sampling sedangkan non probability
sampling dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling.
Stratified random sampling merupakan teknik pengambilan contoh yang
menganggap suatu populasi heterogen menurut suatu karakteristik tertentu
dikelompokkan dalam beberapa subpopulasi sehingga tiap kelompok akan
memiliki anggota sampel yang relatif homogen. Subpopulasi ini secara
acak diambil anggota sampelnya. Populasi dalam penelitian ini adalah
pelaku industri minyak akar wangi. Populasi tersebut dikelompokkan
menjadi petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi
dan pengumpul minyak akar wangi.
Purposive sampling merupakan teknik pengambilan contoh yang
dilakukan dengan pertimbangan tertentu, dalam kasus pada penelitian ini
pertimbangannya yaitu lokasi usaha, status usaha, dan keberlanjutan usaha
pelaku industri minyak akar wangi. Snowball sampling merupakan teknik
26
penentuan contoh yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian contoh ini
diminta memilih responden lain untuk dijadikan contoh lagi, begitu
seterusnya sehingga jumlah contoh menjadi semakin banyak. Jumlah
populasi pada penelitian ini tidak teridentifikasi sehingga penentuan
jumlah contoh yang digunakan disesuaikan dengan kondisi di lapangan
dengan pertimbangan responden yang mudah ditemui. Jumlah contoh
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Jumlah contoh untuk kuesioner rantai pasokan dalam penelitian No Kecamatan Petani Penyuling Pengumpul
Akar Wangi Pengumpul Minyak
Akar Wangi 1 Samarang 10 5 2 - 2 Bayongbong 7 4 1 1 3 Cilawu 7 2 - - 4 Leles 1 1 - - 5 Garut Kota - - - 1 Total 25 12 3 2
Tabel 5. Jumlah contoh untuk kuesioner kemitraan dalam penelitian No Kecamatan Petani Penyuling
1 Samarang 14 5
2 Bayongbong 9 3
3 Cilawu 6 2
4 Leles 1 1
Total 30 11
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dan metode regresi linier berganda. Metode deskriptif
merupakan metode statistik yang digunakan untuk menggambarkan data
yang telah terkumpul. Analisis data secara deskriptif dilakukan untuk
mendeskripsikan karakteristik responden dan keadaan umum rantai pasok
minyak akar wangi. Sedangkan metode regresi linier berganda digunakan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan
antara petani dan penyuling akar wangi.
27
3.7.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu
alat pengukur mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2003). Uji
validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data
pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Teknik yang
dipakai untuk menguji validitas adalah teknik korelasi product
moment pearson:
…………………………………. (1)
Di mana:
r = Angka korelasi
Xi = Skor masing – masing pernyataan ke-i
Y = Skor total
n = Jumlah responden
Data dikatakan valid apabila nilai korelasi hitung data melebihi
nilai korelasi tabelnya. Jika rhitung positif dan rhitung lebih besar
daripada nilai rtabel, maka variabel tersebut dinyatakan valid. Pada
kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, pengujian validitas
dengan 41 orang responden dengan tingkat signifikansi 5 persen
maka diperoleh angka kritik sebesar 0,308. Nilai rhitung positif dan
lebih besar daripada nilai rtabel maka seluruh pertanyaan dalam
kuesioner ini dinyatakan valid. Uji validitas dalam penelitian ini
menggunakan Microsoft Excel 2007. Hasil uji validitas dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi
suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003).
Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan
menggunakan teknik alpha cronbach:
…………………………………………………………… (2)
28
Di mana:
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyak butir pernyataan
σ t² = Varian total
∑σ b² = Jumlah varian pernyataan
Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki
nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,60. Pengujian validitas dan
reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007
dan SPSS versi 16.0. Pada kuesioner dalam penelitian ini, nilai
Cronbach’s Alpha adalah 0,958 maka konstruk variabelnya dapat
dikatakan reliabel.
3.7.2 Regresi Linier Berganda
Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar
wangi adalah analisis regresi linier berganda. Persamaan analisis
regresi linier berganda dapat ditunjukkan sebagai berikut :
................................... (3) Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N
untuk data populasi atau sampai n untuk data contoh. Xki merupakan
pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk. Koefisien β1 dapat
merupakan intersep model regresi, jika semua pengamatan X1i
bernilai 1 sehingga model (3) menjadi:
....................................... (4) Y : Variabel respon yang dibentuk dalam vektor kolom dengan n
buah observasi.
Sebelum menganalisis hasil dari regresi linier berganda yang
sudah didapat, terlebih dahulu harus melakukan beberapa pengujian
yaitu uji normalitas, uji multikolineritas dan uji heteroskedastisitas.
Uji autokorelasi tidak dilakukan karena data yang digunakan dalam
penelitian bukan merupakan data time series.
29
1. Uji normalitas
Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk mengetahui normalitas
data yaitu metode Kolmogorov Smirnov. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa P-
value yaitu Asymp.Sig (2-tailed) bernilai 0,905 > 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi normal. Hasil uji
normalitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar pada P Plot
dimana titik-titik residual mengikuti pola garis lurus dan kurva berbentuk
lonceng yang kedua sisinya melebar sampai tak terhingga juga dapat dilihat
untuk mengetahui kenormalan data (Lampiran 2).
Tabel 6. Uji Kolmogorov smirnov
Model Z Asymp.Sig (2-tailed)
Kriteria Kesimpulan
Unstandardized Residual 0,554
0,918 > 0,05
Data Berdistribusi Normal
2. Uji multikolineritas
Pada penelitian ini menunjukkan tidak adanya gejala multikolinieritas
karena nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 dan nilai VIF tidak lebih besar dari
10, seperti yang terlihat pada Tabel 7. Hasil uji multikolinerasi selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 7. Uji Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF Kriteria Kesimpulan Komunikasi 0,228 4,395
Tolerance > 0,1 VIF < 10
Terbebas dari asumsi multikolinea
ritas
Kerjasama 0,400 2,498 Kepercayaan 0,313 3,191 Komitmen 0,487 2,055 Saling ketergantungan 0,333 2,999 Hubungan nilai 0,453 2,205
3. Uji heteroskedastisitas
Hasil pengolahan data pada model regresi dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal tersebut terlihat
dari Scatterplot yang menunjukkan terdapat titik-titik data yang tersebar di
atas, di bawah dan sekitar angka nol, dan penyebaran titik data tidak berpola
(Lampiran 2).
Model analisis regresi linier berganda pada penelitian ini digunakan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel komunikasi, kerjasama,
kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai terhadap
30
hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi. Uji pembuktian
dari hipotesis dilakukan dengan perhitungan koefisien korelasi yang
menyatakan arah dan besar ataupun kuatnya korelasi antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Prediktor Koefisien t P R square F P Konstan 0,6799 1,33 0,191
39,1 % 3,64 0,007
X1 0,1342 0,50 0,621 X2 0,0199 0,10 0,923 X3 -0,2662 -1,24 0,224 X4 0,2451 1,30 0,204 X5 0,2350 1,07 0,292 X6 0,3640 1,69 0,101
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 10, maka dapat dibuat model
persamaan regresi linier berganda dari faktor-faktor kemitraan terhadap
hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten
Garut sebagai berikut:
Y = 0,6799+0,1342 X1+0,0199 X2–0,2662 X3+0,2451 X4+0,2350 X5+0,3640 X6
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan beberapa hal yaitu:
1. Koefisien regresi X4 sebesar 0,2451 menunjukkan bahwa apabila variabel
komitmen meningkat 1 satuan maka hubungan kemitraan akan meningkat
sebesar 0,2451 dengan anggapan variabel bebas lainnya tetap.
2. Koefisien regresi X6 sebesar 0,3640 menunjukkan bahwa apabila variabel
hubungan nilai meningkat 1 satuan maka hubungan kemitraan akan
meningkat sebesar 0,3640 dengan anggapan variabel bebas lainnya tetap.
3. Nilai Koefisien determinasi (R2) dari model persamaan regresi linier
berganda pada penelitian ini 39,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
model persamaan regresi dalam penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 39,1 persen.
4. Berdasarkan hasil analisis, nilai Fhitung > Ftabel (Fhitung sebesar 3,64 > Ftabel
sebesar 2,41 (df1=6, df2=34, Q=0.05)), maka dapat disimpulkan bahwa
komunikasi (X1), kerjasama (X2), kepercayaan (X3), komitmen (X4), saling
ketergantungan (X5) dan hubungan nilai (X6) secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap hubungan kemitraan antara petani dan
31
penyuling akar wangi di Kabupaten Garut pada tingkat kepercayaan 95
persen (menolak H0 dan menerima H1).
Berdasarkan analisis pada tingkat kepercayaan 90 persen dengan ttabel
1,645, variabel yang signifikan adalah hubungan nilai (X6) dengan thitung
1,69. Pada tingkat kepercayaan 80 persen dengan ttabel 1,282, variabel yang
signifikan adalah komitmen (X4) dengan thitung 1,30. Variabel yang tidak
signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen maupun 80 persen adalah
komunikasi (X1), kerjasama (X2), kepercayaan (X3) dan saling
ketergantungan (X5). Pada variabel komitmen dan hubungan nilai tolak H0
dan terima H1 sedangkan pada variabel komunikasi, kerjasama, kepercayaan
dan saling ketergantungan terima H0 dan tolak H1.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Rantai Pasok Minyak Akar Wangi
Minyak akar wangi merupakan jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari
tanaman akar wangi. Sentra produksi akar wangi di Indonesia ditunjukkan
pada Tabel 9. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat tiga propinsi yang menjadi
sentra produksi akar wangi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta. Sentra akar wangi di Jawa Barat yang terletak di Kabupaten
Garut merupakan penghasil akar wangi terbanyak dengan luas lahan terbesar
yaitu 2.500 Ha. Sentra akar wangi di Kabupaten Garut mampu menghasilkan
90 persen lebih dari total produksi minyak akar wangi Indonesia, yaitu sekitar
60-75 ton per tahun (Sinar Tani, 2009). Sedangkan sentra produksi yang
berada di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta tidak mengalami perkembangan.
Tabel 9 . Sentra Produksi Akar Wangi di Indonesia
No Propinsi Jumlah Kabupaten
Luas (Ha)
1 Jawa Barat 1 2.500 2 Jawa Tengah 2 29 3 DI Yogyakarta 3 11
Jumlah 6 2.540 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2007)
Budidaya akarwangi di Kabupaten Garut berdasarkan keputusan Bupati
Kabupaten Garut Nomor : 520/SK. 196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996
menetapkan bahwa luas areal perkebunan akar wangi dan pengembangannya
oleh masyarakat seluas 2.400 Ha, namun pada kenyataannya hanya terdapat
2.318 Ha areal perkebunan akar wangi yang tersebar di empat kecamatan,
yaitu Kecamatan Samarang seluas 1.141 Ha, Kecamatan Bayongbong seluas
112 Ha, Kecamatan Cilawu seluas 240 Ha, dan Kecamatan Leles seluas 750
Ha. Lahan seluas 2.318 Ha tersebut dapat menghasilkan 75 ton minyak akar
wangi dalam satu tahun, dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 10.
33
Tabel 10. Luas Areal dan Produksi Akar Wangi di Kabupaten Garut
Kecamatan Luas Areal (Ha)
Hasil Produksi (Ton)
Cilawu 240,00 8,00Bayongbong 112,00 3,70Samarang 1.141,00 37,40Pasirwangi 75,00 2,50Leles 750,00 23,40Jumlah 2.318,00 75,00
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Garut (2009)
Berdasarkan data Dinas Perkebunan (2010), kegiatan pengembangan
budidaya akar wangi melibatkan 1.203 orang sebagai pemilik (Kepala
Keluarga) dan 52.717 orang tenaga kerja. Petani akar wangi tergabung dalam
33 Kelompok Tani yang tersebar di Kecamatan Samarang (9 Kelompok
Tani), Leles (12 Kelompok Tani), Cilawu (10 Kelompok Tani) dan
Bayongbong (2 Kelompok Tani). Jumlah pengolah atau penyuling sebanyak
30 unit usaha yang tersebar di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi (11 unit
usaha), Leles (12 unit usaha), Bayongbong (5 unit usaha), dan Cilawu (2 unit
usaha).
Minyak akar wangi asal Kabupaten Garut diekspor ke beberapa negara,
diantaranya Jepang, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, Swiss, Italia,
Jerman, Hongkong dan India. Negara yang saat ini mengembangkan komoditi
akar wangi adalah Haiti dan Bourborn. Hasil produksi minyak akar wangi
asal Kabupaten Garut termasuk nominatif dunia tetapi produksinya masih
sangat terbatas baik dalam teknologi maupun permodalannya. Berdasarkan
data dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Perkoperasian Kabupaten
Garut, pada tahun 2009 dan 2010 nilai penjualan ekspor komoditas minyak
akar wangi tidak berubah yaitu sebesar 25.750 kg dengan nilai 1.416.250,00
US$.
34
Pada Gambar 9 dapat dilihat kegiatan rantai pasokan minyak akar wangi.
Gambar 9. Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Indonesia
Rantai pasokan minyak akar wangi pada umumnya merupakan
rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktifitas nilai yang satu
dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai pasok minyak akar
wangi di Indonesia terputus sebatas eksportir saja, sedangkan konsumen
industri merupakan negara tujuan ekspor. Anggota primer rantai pasokan
minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi,
penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi dan eksportir minyak
akar wangi. Setiap anggota rantai pasokan mempunyai fungsi dan peranan
masing-masing untuk menghasilkan minyak akar wangi yang berkualitas
tinggi.
Rantai pasokan minyak akar wangi dimulai dari petani sebagai penghasil
bahan baku akar wangi. Hasil panen akar wangi dari petani akan dibeli oleh
pengumpul akar wangi atau penyuling akar wangi dengan harga antara Rp.
2.000 sampai Rp. 3.000 per kg pada musim kemarau. Harga akar wangi
sangat tergantung pada kualitas akar wangi sedangkan kualitas akar wangi
sangat dipengaruhi oleh musim, keadaan tanah dan teknik budi daya yang
dilakukan. Musim kemarau menyebabkan kualitas akar wangi lebih bagus
karena dapat menghasilkan kandungan minyak yang lebih banyak. Pada
35
musim hujan, akar wangi dijual di bawah harga standar yaitu bisa mencapai
Rp 1.200 per kg. Hasil panen akar wangi langsung diantarkan oleh petani ke
penyuling ke tempat penyulingan dengan menggunakan mobil pick up atau
truk. Biaya transportasi ditanggung oleh penyuling atau sesuai kesepakatan
antara kedua belah pihak. Selain pembelian langsung, pembelian akar wangi
juga dapat dilakukan dengan cara penyuling membeli akar wangi yang masih
ada di lahan dimana belum diketahui secara pasti berapa hasil panen akar
wangi tersebut.
Setelah bahan baku berada di tangan penyuling, kemudian dilakukan
proses penyulingan untuk menghasilkan minyak akar wangi. Minyak akar
wangi yang dihasilkan kemudian dijual ke pengumpul minyak akar wangi
atau eksportir minyak akar wangi yang berada di luar wilayah Garut.
Eksportir paling banyak berada di Bogor dan Jakarta. Eksportir mengekspor
minyak akar wangi ke beberapa negara yaitu Jepang, Singapura, Inggris,
USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India. Harga minyak akar wangi
berkisar antara Rp 1.000.000 sampai Rp 1.400.000 per kg tergantung pada
kualitas minyak yang dihasilkan. Harga akan semakin mahal jika kualitas
minyak semakin baik. Baik atau buruknya kualitas minyak akar wangi dapat
diamati dari warna, bobot jenis, indeks bias dan kadar vetiverol. Gambaran
mutu hasil penyulingan rakyat dibandingkan dengan beberapa standar mutu
nasional dan internasional dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Perbandingan Mutu Minyak Akar Wangi Penyulingan Rakyat dengan Standar Mutu Nasional dan Internasional
Parameter Penyulingan Rakyat
Standar Mutu
Indonesia Reunion Haiti
Warna Coklat tua/gelap
Kuning muda-coklat
kemerahan
Coklat-merah kecoklatan
Coklat-merah kecoklatan
Bobot Jenis 20/20°C
0.9882-0.9870 0.980-1.003 0.9900-
1.1015 0.9860-0.9980
Indeks Bias pada 20°C 1.5178-15221 1.520-1.530 1.5220-
1.5300 1.521-1.526
Bilangan asam 26.82-51.17 10-35 Maks 35 Maks 14
36
Kelarutan dalam etanol 80% pada 20°C
1 : 1 1 : 1 Maks 1 : 2 Maks 1 : 2
Bilangan ester 3.17-17.82 5-26 5-16 5-16
Vetiverol total (asetilasi) - Min 50 - -
Kadar vetiverol 4.44-6.31 - - -
Sumber: Tutuarima (2009)
Aliran keuangan pada rantai pasokan minyak akar wangi terjadi dari
konsumen, eksportir minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi atau
langsung ke penyuling minyak akar wangi, pengumpul akar wangi atau
langsung ke petani akar wangi. Pengumpul minyak akar wangi atau
penyuling memperoleh uang pembayaran yang ditransfer dari eksportir dalam
jangka waktu satu sampai dua hari setelah minyak akar wangi dikirim.
Petani memperoleh uang pembayaran secara tunai dari penyuling saat
pengiriman akar wangi. Petani yang mempunyai hubungan kerjasama dengan
penyuling sebesar 72 persen. Pada hubungan kerjasama tersebut penyuling
memberikan modal kepada petani untuk usaha budidaya akar wangi. Hasil
budidaya tersebut harus dijual kepada penyuling yang memberi modal dan
dibeli dengan harga yang sedang berlaku yaitu Rp 2.000 sampai Rp 3.000.
Aliran informasi rantai pasokan minyak akar wangi terjadi pada
eksportir minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, penyuling,
pengumpul akar wangi dan petani. Aliran informasi tersebut mempunyai arus
dua arah. Informasi dari konsumen ke eksportir berhubungan dengan status
pengiriman, berapa banyak pesanan yang harus dikirim dan tanggal
pengiriman. Komunikasi antara eksportir dengan penyuling terkait dengan
harga minyak akar wangi yang berlaku dan tanggal pengiriman minyak akar
wangi. Komunikasi tersebut dilakukan dengan menggunakan telepon selular.
Komunikasi antara penyuling dengan petani dilakukan untuk mengetahui
harga akar wangi, waktu panen akar wangi dan kapasitas panen akar wangi.
Komunikasi tersebut biasanya dilakukan secara informal di lahan perkebunan
saat para petani dan penyuling melakukan budidaya akar wangi.
37
Komunikasi antara petani akar wangi, pengumpul akar wangi dan
penyuling minyak akar wangi dilakukan melalui rapat atau musyawarah.
Rapat tersebut tidak dilakukan secara rutin. Biasanya rapat tersebut diadakan
apabila ada hal yang sangat penting atau saat Rapat Anggota Tahunan (RAT)
Koperasi USAR. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran anggota
terhadap pentingnya rapat atau musyawarah. Masalah yang dibahas pada
rapat tersebut berkaitan dengan bantuan modal, perijinan bahan bakar,
penggunaan pupuk dan pemilihan bibit.
Aktivitas pada anggota rantai pasokan akar wangi akan dibahas secara
rinci pada sub bab berikut:
4.1.1 Aktivitas Petani Akar Wangi
Usaha budidaya akar wangi di Kabupaten Garut dimulai pada tahun
1918. Umumnya kegiatan budidaya akar wangi merupakan kegiatan turun
temurun. Petani akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan
Samarang (40 persen), Bayongbong (28 persen), Cilawu (28 persen) dan
Leles (4 persen). Karakteristik petani akar wangi dibedakan menjadi tiga
yaitu petani individu, petani kelompok dan petani penyuling. Sebesar 72
persen petani tergabung dalam kelompok tani. Kelompok tani diketuai oleh
seorang penyuling yang berperan sebagai pemberi modal dan pembina teknik
budidaya bagi anggotanya. Kesepakatan umum antara petani dan penyuling
adalah petani harus menjual hasil panennya kepada ketua kelompok tani
(penyuling pemberi modal). Namun, beberapa penyuling membebaskan
anggota kelompok taninya menjual hasil panen kepada pengumpul atau
penyuling lain dengan ketentuan petani dapat membayar modal pinjamannya.
Kelompok tani akar wangi terdiri dari kelompok tani tidak berbadan hukum
(40 persen) dan 32 persen lainnya berbentuk CV. Kelompok tani terbesar
adalah Kelompok Tani Sinar Wangi jumlah anggota tani sebanyak 200
anggota.
Luas lahan budidaya akar wangi milik petani bervariasi antara lain
kurang dari 5 Ha (40 persen), 5-10 Ha (36 persen) dan lebih dari 10 Ha (24
persen). Hal tersebut mengindikasikan bahwa petani akar wangi di Kabupaten
Garut merupakan petani kecil. Rata-rata hasil produksi akar wangi mencapai
38
10-21 ton per hektar. Usaha budidaya akar wangi umumnya merupakan usaha
turun temurun. Lama usaha budidaya yang telah dijalankan oleh petani antara
lain kurang dari 10 tahun (12 persen), 10-20 tahun (40 persen), 20-30 tahun
(32 persen), 30-40 tahun (12 persen) dan lebih dari 40 tahun (4 persen).
Budidaya akar wangi dapat dilakukan dengan sistem monokultur dan
tumpang sari. Petani yang melakukan budidaya akar wangi dengan sistem
tumpang sari sebanyak 84 persen. Tahapan budidaya akar wangi yaitu
pembibitan, pencangkulan, penanaman, pemangkasan daun, penyiangan,
pemupukan dan pemanenan. Pembibitan akar wangi dilakukan dengan cara
memisahkan daun dan akar kemudian diambil bonggol akarnya untuk
ditanam. Bibit yang diperlukan untuk satu hektar lahan ± 10.000 rumpun.
Setelah penyiapan bibit, proses budidaya dilanjutkan dengan pencangkulan
secara manual kemudian dilakukan proses penanaman.
Saat akar wangi berusia lima bulan sebaiknya dilakukan pemangkasan
daun agar meningkatkan pertumbuhan akar. Proses penyiangan dilakukan
sebanyak tiga kali selama musim tanam. Masa penyiangan pertama dilakukan
pada saat akar berusia antara satu sampai dua bulan. Masa penyiangan kedua
dilakukan antara usia tiga sampai empat bulan dan masa penyiangan ketiga
dilakukan antara usia empat sampai enam bulan. Proses penyiangan
dimaksudkan untuk menghilangkan tanaman-tanaman penganggu yang dapat
mengurangi nutrisi bagi akar. Selain itu penyiangan juga berpengaruh pada
jumlah rendemen minyak akar wangi.
Pemupukan dilakukan saat akar berusia dua sampai empat bulan. Tidak
semua petani melakukan proses pemupukan karena tidak sesuainya harga beli
pupuk yang dikeluarkan dengan harga jual akar wangi yang dihasilkan. Selain
alasan tersebut, sebagian petani menyatakan bahwa tanaman akar wangi dapat
tetap tumbuh dengan baik walaupun tidak diberi pupuk. Pemberian pupuk
biasanya dilakukan oleh petani akar wangi yang menerapkan sistem tumpang
sari. Jenis pupuk anorganik yang digunakan antara lain ZA, TSP, NPK dan
KCL sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang.
Saat tanaman akar wangi berusia 12 bulan maka tanaman siap dipanen.
Sebagian besar petani memanfaatkan tenaga kerja borongan untuk proses
39
pemupukan, penyiangan dan pemanenan. Upah tenaga kerja borongan sebesar
Rp 15.000 – Rp 20.000 per hari untuk wanita dan Rp 25.000 – Rp 35.000 per
hari untuk laki-laki. Permasalahan yang ditemui dalam budidaya akar wangi
antara lain ketersediaan bibit yang tidak konsisten, mutu bibit tidak sesuai
dengan yang diharapkan dan cuaca yang tidak menentu.
Petani menjual hasil panen akar wangi kepada pengumpul atau
penyuling. Petani individu menjual hasil panennya kepada pengumpul atau
penyuling yang membeli dengan harga paling tinggi. Petani kelompok
menjual hasil panennya kepada penyuling yang memberi pinjaman modal
sedangkan petani penyuling langsung menyuling hasil panen tersebut sendiri.
Harga jual akar wangi berkisar antara Rp 1.200-Rp 3.000 per kg berat basah.
Harga jual akar wangi cenderung turun pada harga Rp 1.200 saat musim
hujan. Namun kebanyakan petani menjual pada harga Rp 2.000 per kg. Tidak
ada kendala yang signifikan dalam penjualan akar wangi karena seluruh hasil
panen pasti dibeli oleh pengumpul akar wangi atau penyuling akar wangi.
Modal petani umumnya adalah modal sendiri atau modal pinjaman dari
saudara. Modal yang dibutuhkan petani dalam satu masa tanam kurang dari
Rp 25.000.000. Kendala modal sering dihadapi oleh petani karena lamanya
masa tanam. Hal tersebut menyebabkan petani menjual akar wangi dengan
sistem ijon saat tanaman berumur delapan bulan dan siap dipanen setelah
berumur 12 bulan. Sebagian besar petani tidak memanfaatkan fasilitas kredit
dari lembaga keuangan karena persyaratan yang terlalu memberatkan dan
berbelit-belit. Petani sangat mengharapkan peran pemerintah dalam memberi
bantuan permodalan atau meringankan persyaratan pinjaman di lembaga
keuangan.
Petani akar wangi yang melakukan kemitraan sebesar 76 persen. Mitra
petani antara lain adalah kelompok tani, penyuling, pengumpul bahan baku,
Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi
Kabupaten Garut. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara lain pembelian
bibit, pelatihan budidaya akar wangi, pemberian modal dan pemasaran akar
wangi. Manfaat yang diperoleh selama bermitra antara lain meningkatkan
40
pendapatan dan meningkatkan hasil budidaya karena adanya pembinaan
budidaya.
Harapan petani untuk bisnis akar wangi antara lain meluasnya pangsa
pasar akar wangi Indonesia di dunia dengan peningkatan kualitas dan
kuantitas akar wangi, tingginya harga akar wangi sehingga dapat berdampak
pada meningkatnya kesejahteraan petani akar wangi. Selain itu bantuan dari
pemerintah untuk meningkatkan bisnis akar wangi juga sangat diharapkan.
4.1.2 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi
Pengumpul akar wangi mengumpulkan hasil panen akar wangi dari
beberapa petani yang kemudian dijual kepada penyuling akar wangi.
Pengumpul individu bekerja sendiri karena tidak ada kelompok pengumpul
akar wangi secara khusus. Pengumpul yang juga berperan sebagai petani atau
penyuling bergabung dalam suatu kelompok tani. Jumlah pengumpul akar
wangi tidak banyak, hanya terdapat satu atau dua orang pengumpul dalam
satu wilayah kecamatan. Lama usaha yang telah dijalankan oleh pengumpul
rata-rata lebih dari lima tahun. Usaha lain yang dijalankan oleh pengumpul
akar wangi adalah sebagai petani sayuran atau pedagang kelontongan.
Pengumpul akar wangi membeli akar wangi langsung dari petani
setelah panen. Pengumpul biasanya mendapat modal dari penyuling untuk
mencari akar wangi. Apabila terjadi kekurangan pasokan, maka pengumpul
mencari akar wangi ke luar wilayah. Sebagian pengumpul akar wangi
melakukan penyulingan sendiri dengan menyewa alat suling kepada
penyuling.
Pengumpul akar wangi mampu mengumpulkan rata-rata 4-5 ton per
hari dengan harga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kg. Sistem pemesanan dilakukan
secara langsung dengan mekanisme bayar cash and carry yaitu membayar
secara langsung (kas) kemudian dapat membawa akar wangi yang sudah
dibeli. Modal yang digunakan oleh pengumpul berasal dari modal sendiri
atau pinjaman dari penyuling. Modal awal yang dibutuhkan oleh pengumpul
antara lain kurang dari Rp 25.000.000 untuk pengumpul berskala kecil dan
Rp 25.000.000 sampai Rp 50.000.000 untuk pengumpul berskala besar. Tidak
41
ada pengumpul akar wangi yang memanfaatkan pinjaman kredit dari bank
karena persyaratan yang rumit. Solusi dalam masalah permodalan yaitu
dengan melakukan kerjasama dengan penyuling. Kerjasama tersebut
dilakukan dengan cara pengumpul mencari bahan baku akar wangi dari petani
untuk penyuling dengan menggunakan modal pinjaman dari penyuling.
Kendala yang dialami pengumpul adalah ketersediaan akar wangi yang
tidak konsisten serta mutu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mutu
yang tidak sesuai menyebabkan rendahnya harga akar wangi. Harapan
pengumpul akar wangi untuk keberlanjutan bisnis akar wangi di masa depan
adalah bisnis akar wangi akan semakin baik.
4.1.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi
Penyuling akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan
Samarang, Bayongbong, Cilawu, Leles dan Pasirwangi. Penyuling individu di
Kabupaten Garut sebesar 25 persen sedangkan penyuling yang bergabung
dalam kelompok penyuling USAR sebesar 75 persen. Bentuk usaha
penyuling akar wangi adalah tidak berbadan hukum (66,7 persen),
persekutuan komanditer (8,3 persen) dan koperasi (25 persen). Persentase
jumlah penyuling menurut bentuk usaha dapat dilihat pada Gambar 10. Lama
penyuling menjalankan usaha antara lain lebih 20 tahun sebesar 75 persen, 10
– 20 tahun sebesar 16,67 persen dan kurang dari 10 tahun sebesar 8,3 persen.
Gambar 10. Jumlah Penyuling Menurut Bentuk Usaha
Penyuling akar wangi yang juga merupakan petani akar wangi di
Kabupaten Garut sebesar 44 persen. Penyuling membeli akar wangi dari
pengumpul akar wangi atau langsung dari petani akar wangi. Penyuling akar
wangi yang diberi pinjaman modal oleh pengumpul minyak akar wangi atau
eksportir minyak akar wangi dengan ketentuan minyak akar wangi hasil
sulingannya didistribusikan kepada pemberi pinjaman modal sebesar 50
42
persen. Pengiriman minyak dilakukan apabila minyak sudah terkumpul rata-
rata 40 kg. Saat musim kemarau yaitu pada bulan Juli – September, produksi
minyak akar wangi lebih banyak. Penyuling dapat mengumpulkan 50 kg
minyak akar wangi selama seminggu.
Modal awal yang dibutuhkan oleh penyuling akar wangi adalah sebesar
Rp 100.000.000. Penyuling memenuhi kebutuhan modal tersebut dari modal
sendiri (50 persen) dan 50 persen lainnya dari pinjaman eksportir. Penyuling
yang memanfaatkan jasa kredit dari Bank Umum sebesar 8,33 persen dan jasa
kredit dari Kementrian UKM sebesar 16,67 persen, sedangkan 75 persen
penyuling tidak memanfaatkan jasa kredit karena rumitnya persyaratan yang
harus dipenuhi. Hal tersebut menyatakan bahwa umumnya penyuling akar
wangi di Kabupaten Garut tidak memanfaatkan jasa kredit untuk permodalan
dari perbankan.
Proses produksi minyak akar wangi dilakukan dengan cara dikukus
menggunakan ketel stainless steel (50 persen), menggunakan boiler atau
sistem uap terpisah (33 persen) dan menggunakan sistem rebus (17 persen).
Bahan bakar yang digunakan dalam proses produksi adalah solar dan oli
bekas. Harga solar Rp 4.500 per liter sedangkan harga oli antara Rp 2.200
sampai Rp 2.500 per liter. Namun di daerah Leles masih menggunakan kayu
bakar. Kenaikan harga bahan bakar minyak membuat biaya operasional
semakin meningkat. Selain itu kelangkaan bahan bakar memperburuk kondisi
penyulingan. Akibatnya banyak usaha penyulingan yang tidak beroperasi
karena tidak bisa menutupi biaya operasional dari harga jual minyak.
Kualitas minyak akar wangi dipengaruhi oleh suhu dan tekanan yang
digunakan selama proses produksi. Penyuling menghemat bahan bakar
dengan cara melakukan proses pengukusan yang tidak terlalu lama dan
menaikkan tekanan pada 5 bar yang sebelumnya dijaga pada 3 bar dengan
suhu 140-160°C pada sistem kukus. Pada sistem uap terpisah atau boiler suhu
ditetapkan pada 120° dengan tekanan 2-3 bar selama 20 jam. Tekanan yang
rendah membuat kualitas minyak akar wangi lebih baik. Tekanan yang tinggi
dapat menyebabkan minyak akar wangi gosong.
43
Penyuling membutuhkan waktu 12 jam untuk satu kali proses
penyulingan. Waktu yang digunakan untuk memasukkan dan membongkar
akar wangi ke dalam tungku adalah dua jam dan sepuluh jam digunakan
untuk proses pengukusan. Satu hari satu alat suling dapat digunakan untuk
dua kali proses penyulingan. Kapasitas tungku per penyulingan sebesar 1,2-2
ton akar wangi. Minyak akar wangi yang dihasilkan dalam satu kali suling
sebesar 4-8 kg dalam kondisi akar wangi yang bagus. Rendemen rata-rata
yang dihasilkan adalah 0,4-0,5 persen. Hasil minyak akar wangi kemudian
dijual ke pengumpul minyak akar wangi atau ke eksportir.
Permasalahan yang dihadapi oleh penyuling adalah ketersediaan bahan
baku yang tidak konsisten, kualitas bahan baku yang tidak sesuai standar,
modal dan alat suling yang tidak sesuai standar. Alat pemisah air dan minyak
yang masih sederhana menyebabkan kualitas minyak kurang bagus dan
rendahnya rendemen akibat tingginya penyusutan. Selain itu, mutu oli bekas
yang rendah membuat pembakaran tidak optimal karena terlalu banyak
dicampur dengan cairan lain.
Tidak ada kesulitan yang dialami oleh penyuling akar wangi dalam
memasarkan minyak akar wangi. Wilayah pemasaran minyak akar wangi
yaitu 75 persen di Kabupaten Garut dan 25 persen di Jakarta dan Bogor.
Penyuling melakukan penjualan minyak secara individu ke pengumpul atau
eksportir. Pengumpul biasanya mendatangi tempat penyulingan atau
penyuling mengirim langsung minyak ke pengumpul atau eksportir tersebut.
Penyuling melakukan kerjasama dengan petani, pengumpul atau
eksportir dan pemasok bahan bakar. Kerjasama antara penyuling dengan
pemasok bahan bakar berupa dagang umum dengan hubungan jangka pendek.
Sedangkan kerjasama antara penyuling, petani dan pengumpul atau eksportir
merupakan hubungan sub kontrak jangka panjang. Kerjasama yang dibentuk
memudahkan penyuling untuk melakukan usaha penyulingan. Manfaat
melakukan kerjasama antara lain mendapat informasi dengan efektif.
Informasi yang didapat berupa informasi mengenai proses penyulingan, harga
minyak akar wangi dan mutu minyak akar wangi.
44
4.1.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi
Berdasarkan suvey, jumlah pengumpul minyak akar wangi berskala
besar di Kabupaten Garut ada dua. Kedua pengumpul minyak akar wangi
tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Salah satu pengumpul
minyak akar wangi di Kabupaten Garut merupakan perwakilan eksportir dari
PT. Djasula Wangi Jakarta. PT Djasula Wangi merupakan perusahaan ekspor
impor minyak atsiri yang didirikan sejak 1962. Pengumpul yang merupakan
perwakilan PT Djasula Wangi ini sangat memperhatikan kualitas minyak akar
wangi sedangkan pengumpul yang lain tidak memperhatikan kualitas minyak
akar wangi. Adanya pengumpul yang tidak memperhatikan kualitas minyak
akar wangi menyebabkan penyuling tidak memperhatikan kualitas pada
proses penyulingannya karena menganggap minyak akar wangi akan tetap
terjual walaupun dengan kualitas yang rendah. Hal tersebut juga
menyebabkan daya saing minyak akar wangi Indonesia di dunia menurun.
Harga minyak akar wangi Indonesia tidak dapat bersaing dengan harga
minyak akar wangi dari negara pesaing.
Lama usaha yang telah dijalankan oleh pengumpul minyak akar wangi
yaitu lebih dari sepuluh tahun. Modal awal yang dibutuhkan oleh pengumpul
minyak akar wangi lebih dari Rp 100.000.000. Pada umumnya pengumpul
minyak akar wangi mendapatkan bantuan modal dari eksportir.
Pasokan minyak akar wangi berasal dari penyuling yang berada di
Kabupaten Garut. Saat panen raya pengumpul minyak mampu
mengumpulkan 100 kg – 400 kg minyak akar wangi dalam satu minggu.
Sedangkan saat musim paceklik hanya mampu mengumpulkan 200 kg dalam
waktu sepuluh hari. Minyak yang terkumpul tersebut langsung dikirim ke
eksportir yang berada di luar wilayah Garut yaitu Jakarta dan Bogor.
Pengumpul minyak akar wangi merupakan price taker sehingga tidak
mengetahui secara pasti harga ekspor minyak. Permasalahan yang sering
muncul adalah ketersediaan minyak akar wangi yang tidak konsisten dan
mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan
eksportir. Mutu minyak yang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan
tidak akan diterima oleh eksportir. Oleh karena itu, pengumpul minyak akar
45
wangi membutuhkan pengalaman untuk menguji standar mutu sebelum diuji
oleh laboratorium eksportir.
4.1.5 Sumber Daya Rantai Pasokan
1. Sumber Daya Fisik
Sumber daya fisik rantai pasokan minyak akar wangi meliputi lahan
pertanian dan sarana prasarana penyulingan. Sarana dan prasarana
penyulingan seperti ketel dan pipa harus mendapat perhatian khusus. Umur
ekonomis dari alat suling (ketel) adalah sekitar 10 – 15 tahun.
2. Sumber Daya Teknologi
Penyulingan akar wangi di Kabupaten Garut masih dilakukan secara
tradisional yaitu menggunakan sistem kukus. Penyulingan dengan
menggunakan sistem uap terpisah (boiler) masih sangat sedikit. Bantuan
peralatan yang didapat masih ada kendala operasional yaitu kapasitas
mesin yang masih kurang. Kendala lain adalah belum adanya operator
yang ahli tentang mesin tersebut dan mesin masih banyak kendala teknis.
Perbedaan tipis keuntungan antara proses penyulingan uap terpisah dengan
proses kukus membuat penyuling masih menggunakan sistem kukus.
3. Sumber Daya Manusia Proses penyulingan melibatkan dua orang tenaga kerja dalam satu kali
penyulingan yang bertindak sebagai operator. Proses pencucian melibatkan
pekerja borongan yang biasanya dilakukan oleh suami dan istri.
4. Sumber Daya Permodalan
Pembiayaan pada budidaya akar wangi cukup sulit didapat dari perbankan.
Syarat yang rumit dan adanya agunan membuat petani enggan untuk
meminjam modal dari perbankan. Petani lebih memilih menggunakan
modal sendiri, modal dari saudara atau modal pinjaman dari penyuling.
Petani lebih nyaman membayar pinjaman dengan hasil panen mereka. Hal
serupa juga terjadi pada penyuling. Penyuling lebih memilih menggunakan
modal sendiri atau modal pinjaman dari pengumpul minyak atau eksportir.
Syarat perbankan yang menuntut kepastian hasil dari penyuling sedangkan
46
rendemen tidak dapat ditentukan secara pasti membuat penyuling tidak
menggunakan jasa kredit dari perbankan.
Anggota rantai pasokan minyak akar wangi sangat memerlukan
bantuan modal dari pemerintah dan perbankan. Sistem bagi hasil perlu
diterapkan untuk memberikan bantuan modal kepada penyuling atau petani
sehingga tidak memberatkan bagi peminjam.
4.2. Gambaran Umum Kemitraan
Kemitraan antara petani dan penyuling pada bisnis akar wangi terjadi
dalam suatu kelompok tani. Kemitraan yang terjadi ada yang termasuk pada
pola kemitraan inti plasma dimana penyuling sebagai perusahaan inti
menyediakan lahan, modal serta memasarkan hasil produksi dan para petani
sebagai plasma yang bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti dengan
persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan dari sistem inti plasma
diantaranya adalah terciptanya saling ketergantungan dan saling memperoleh
keuntungan serta terciptanya peningkatan usaha karena adanya pembinaan dari
perusahaan inti. Kelemahan dari sistem inti plasma antara lain pihak plasma
masih kurang memahami hak dan kewajibannya sehingga kesepakatan yang
telah ditetapkan berjalan kurang lancar serta belum adanya kontrak kemitraan
yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang
pengusaha inti mempermainkan harga komoditas plasma.
Kelompok tani diketuai oleh penyuling yang mempunyai beberapa petani
binaan sebagai anggotanya. Menurut hasil survey, alasan para petani
bergabung dalam suatu kelompok tani antara lain untuk mendapat bantuan
modal (53,3 persen), untuk mendapatkan jaminan pasar (43,3 persen) dan
untuk mengetahui tata cara budidaya yang baik (3,3 persen). Petani yang
mengetahui dan memahami peraturan kemitraan yang dilakukan sebesar 90
persen sedangkan 10 persen tidak mengetahuinya. Petani yang terlibat dalam
pembuatan peraturan kemitraan sebesar 70 persen. Hak petani dalam kemitraan
antara lain mendapat bantuan modal dan mendapat pengetahuan mengenai tata
cara budidaya akar wangi yang benar sedangkan kewajibannya adalah
47
memasok hasil panen akar wangi kepada penyuling dan mengembalikan
pinjaman modal.
Jumlah petani yang mendapatkan bantuan sarana produksi dalam
kemitraan sebesar 6,7 persen. Jarangnya bantuan sarana produksi dalam suatu
kelompok tani dikarenakan biasanya petani sudah mempunyai sendiri peralatan
untuk bertani. Petani yang mendapat bantuan modal sebesar 53,3 persen
sedangkan 46,7 persen tidak mendapat bantuan modal. Secara keseluruhan
petani menganggap tidak merasakan ada masalah selama mengikuti kemitraan.
Petani mengganggap peranan kemitraan terhadap keberlangsungan usaha
sangat penting (30 persen), 56,7 persen menjawab penting dan 13,3 persen
menjawab cukup penting. Secara keseluruhan petani menganggap peranan
kemitraan terhadapkeberlangsungan usaha penting karena dapat menghasilkan
manfaat timbal balik baik bagi petani maupun penyuling. Persentase persepsi
petani terhadap hubungan kemitraan dapat dilihat pada Gambar 11. Peran
pemerintah dalam kemitraan kelompok tani akar wangi di Kabupaten Garut
masih jarang, hanya 13,3 persen petani yang menjawab adanya peran
pemerintah dalam kemitraan yang dijalankan.
13,3%
30%
56,7%
Gambar 11. Persepsi Petani terhadap Kemitraan
Alasan penyuling akar wangi bergabung dalam kelompok tani adalah
untuk mendapatkan jaminan pasokan akar wangi dari petani. Penyuling
mengetahui dan memahami peraturan kemitraan yang dilakukan karena
biasanya para penyuling yang membuat peraturan tersebut. Hak penyuling
dalam kemitraan antara lain mendapat pengembalian pinjaman modal yang
diberikan kepada petani dan mendapat pasokan akar wangi. Kewajibannya
48
antara lain memberi bantuan modal dan memberi binaan mengenai tata cara
budidaya akar wangi yang baik.
Jumlah penyuling yang menganggap tidak ada masalah dalam melakukan
kemitraan sebesar 72,7 persen sedangkan 27,3 persen penyuling menjawab
masih ada masalah dalam kemitraan. Masalah yang terjadi dalam kemitraan
adalah selama mengikuti kemitraan petani mitra terkadang menjual sebagian
hasil produksi akar wanginya ke penyuling lain. Penyuling yang menganggap
bahwa peranan kemitraan terhadap keberlangsungan usaha adalah sangat
penting sebesar 63,3 persen.
Bentuk kemitraan lain yang terjadi antara petani dan penyuling akar wangi
di Kabupaten Garut adalah koperasi. Koperasi tersebut didirikan pada tahun
2010 dengan nama Koperasi USAR (Usaha Rakyat) yang diketuai oleh Bapak
Ede Kadarusman. Kegiatan koperasi tersebut saat ini adalah proses sosialisasi
dan perekrutan kepada petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.
Koperasi USAR diharapkan dapat memberikan keuntungan bersama baik saat
proses budidaya maupun proses penjualan dan penetapan harga agar
terciptanya kesejahteraan pada pelaku usaha akar wangi khususnya petani.
4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan
Kondisi kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi dilihat
berdasarkan faktor-faktor kemitraan antara lain:
1. Komunikasi
Komunikasi dalam suatu kelompok tani antara petani dan penyuling
dilakukan secara lisan dan dua arah. Komunikasi tersebut biasanya dilakukan
secara intensif di lahan perkebunan saat para petani bekerja dan penyuling
yang memonitori.
2. Kerjasama
Kerjasama yang dilakukan dalam kelompok tani selama ini merupakan
hubungan simbiosis mutualisme. Petani memperoleh manfaat bantuan modal
sedangkan penyuling mendapat ketersediaan pasokan bahan baku akar wangi.
49
3. Kepercayaan
Kepercayaan antara petani dan penyuling terjadi dengan cukup baik. Petani
maupun penyuling percaya bahwa mitra mereka akan menjalankan
kewajibannya dan melakukan yang terbaik demi hubungan kemitraan.
4. Komitmen
Komitmen dalam hubungan kemitraan akar wangi tidak cukup baik. Masih
ada petani yang memasok bahan baku kepada penyuling lain serta memasok
bahan baku dengan kualitas dan kuantitas yang berbeda dengan yang telah
disepakati.
5. Saling ketergantungan
Antara petani dan penyuling selalu ada saling ketergantungan. Biasanya
dalam kelompok tani, penyuling mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi petani melakukan apa yang diinginkannya.
6. Hubungan nilai
Kesamaan budaya dan kesamaan prinsip yang dianut oleh petani maupun
penyuling dapat meningkatkan hubungan nilai dalam kelompok tani.
Variabel bebas yang signifikan berdasarkan uji t pada tingkat
kepercayaan 90 persen adalah hubungan nilai. Faktor hubungan nilai pada
hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi salah satunya
ditentukan oleh kesamaan budaya. Pada kasus dalam penelitian ini, para
petani dan penyuling yang tergabung dalam suatu kelompok tani biasanya
memiliki tempat tinggal yang berdekatan atau masih dalam satu wilayah. Hal
tersebut menyebabkan adanya kesamaan budaya diantara mereka. Seseorang
cenderung lebih baik, lebih menghargai dan lebih mempercayai orang lain
yang memiliki budaya yang sama, maka hal tersebut dapat menyebabkan
meningkatnya hubungan yang erat antara petani dan penyuling.
Selain kesamaan budaya, hubungan nilai ditentukan juga oleh kesamaan
prinsip, etika dan hubungan baik antara petani dan penyuling. Kesamaan
prinsip dapat membuat pelaku kemitraan tersebut lebih semangat dalam
menjalankan peran masing-masing sesuai dengan nilai-nilai yang disepakati
bersama untuk mecapai tujuan bersama. Sedangkan etika dan hubungan baik
50
dapat meningkatkan hubungan kemitraan. Petani dan penyuling saling
menjaga etika dan hubungan baik demi terjaganya hubungan kemitraan.
Hubungan kemitraan antara petani dan penyuling juga dipengaruhi oleh
faktor komitmen. Seluruh anggota dalam suatu kelompok tani dituntut untuk
menjalankan tugas masing-masing sesuai dengan kesepakatan dan
memastikan bahwa hubungan mitra tersebut akan berkesinambungan. Pada
kemitraan di bisnis akar wangi masih ada petani yang melanggar
komitmennya dengan menjual hasil panennya kepada penyuling lain. Hal
tersebut membuat hubungan kemitraan yang dijalankan tidak berjalan sesuai
harapan.
Hubungan kemitraan yang telah dibangun dalam suatu kelompok tani
dapat dikelola dengan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kemitraan tersebut agar pelaksanaan kemitraan dapat berjalan dengan baik
dan dapat memberikan hasil yang optimal kepada para pelaku kemitraan.
Peningkatan dalam faktor hubungan nilai dapat dilakukan dengan cara lebih
menjaga etika dan hubungan baik antara petani dan penyuling serta lebih
memahami dan menyadari nilai-nilai yang telah disepakati bersama.
Komitmen antara petani dan penyuling dapat ditingkatkan dengan membuat
kesepakatan tertulis yang dapat mengikat para pelaku kemitraan untuk
menjalankan kewajibannya dengan baik dan tidak melanggar ketentuan yang
sudah disepakati. Adanya kesepakatan tertulis, apabila ada salah satu mitra
yang melanggar kesepakatan dapat dikenai sanksi.
Petani dan penyuling akar wangi serta semua pelaku bisnis minyak akar
wangi dapat mengambil contoh dari hubungan kemitraan yang dijalankan
oleh pebisnis minyak nilam di Medan. Hubungan kemitraan minyak nilam
dilakukan dengan pendekatan Proyek Kemitraan Terpadu (PKT). PKT
merupakan suatu kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar, usaha kecil
dan bank sebagai badan pemberi kredit dalam suatu kontrak kerjasama yang
dituangkan dalam surat perjanjian. PKT mempunyai tujuan meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan
antara inti dan plasma. Perusahaan inti (industri pengolahan atau eksportir)
dan petani mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dalam PKT.
51
Kemitraan yang dilakukan disertai dengan pembinaan oleh perusahaan inti,
dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran
hasil produksi.
4.4. Implikasi Manajerial
Rantai pasokan minyak akar wangi harus berjalan secara efektif dan
efisien. Hal yang dapat dilakukan agar rantai pasokan berjalan dengan baik
antara lain perencanaan sumber daya manusia, keuangan, pemasaran dan
teknologi. Perencanaan sumberdaya manusia dapat dilakukan dengan
peningkatan keahlian setiap anggota rantai pasokan agar dapat menghasilkan
kualitas minyak akar wangi yang baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
mengadakan pelatihan budidaya akar wangi dan pelatihan penyulingan akar
wangi. Perencanaan pemasaran dapat dilakukan dengan hubungan kerjasama
antar pelaku rantai pasok akar wangi mulai dari petani sampai eksportir. Hal
tersebut dapat memberikan kepastian pasar bagi produk minyak akar wangi yang
dihasilkan. Perencanaan teknologi dapat dilakukan dengan menggunakan
teknologi terkini dalam proses penyulingan minyak akar wangi. Setelah
perencanaan disusun maka harus dilakukan pengaplikasian dari rencana tersebut,
yang kemudian harus dilakukan kontrol dan evaluasi terhadap apa yang sudah
direncanakan dan yang terjadi saat pelaksanaan rencana.
Petani dan penyuling akar wangi dalam suatu kelompok tani diharapkan
untuk lebih membina hubungan baik agar kemitraan yang dijalankan dapat
memberikan manfaat. Salah satu manfaat bagi petani adalah mendapatkan
bantuan modal untuk proses budidaya akar wangi agar usaha budidayanya dapat
berjalan berkesinambungan. Selain itu manfaat lainnya adalah kepastian
terjualnya hasil panen akar wangi dengan harga yang telah disepakati.
Sedangkan untuk penyuling, manfaat yang didapat adalah mendapat pasokan
bahan baku akar wangi agar keberlangsungan usaha penyulingan akar wangi
yang ia miliki tidak terhenti karena kurangnya pasokan bahan baku. Selain itu
hubungan kemitraan juga dapat meningkatkan pendapatan bagi petani dan
penyuling akar wangi.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan uraian hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal dari hasil penelitian, antara lain :
1. Sentra produksi minyak akar wangi di Kabupaten Garut terdapat di
Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Anggota primer
rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani, pengumpul akar wangi,
penyuling, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir. Akar wangi yang
telah dipanen oleh petani dibeli oleh pengumpul akar wangi atau penyuling.
Minyak akar wangi yang dihasilkan oleh penyuling langsung dijual dan
dikirim kepada pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke eksportir.
Harga akar wangi ditentukan oleh penyuling atau kesepakatan petani dan
penyuling. Sedangkan harga minyak akar wangi ditentukan oleh pengumpul
minyak akar wangi atau eksportir. Harga akar wangi atau minyak akar wangi
bergantung pada tingkatan kualitasnya. Semakin tinggi kualitas maka
harganya semakin tinggi. Aliran informasi berupa komunikasi personal dan
kelompok antar anggota rantai pasok yang berlangsung secara dua arah.
2. Pelaksanaan kemitraan antara petani dengan penyuling akar wangi di
Kabupaten Garut dapat diteruskan karena dengan mengikuti kemitraan
memberikan manfaat bagi petani maupun penyuling. Manfaat yang diperoleh
penyuling adalah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku. Sedangkan
manfaat yang diperoleh petani adalah adanya jaminan pasar untuk hasil
produksi akar wanginya dan mendapat bantuan modal.
3. Berdasarkan hasil analisis model fungsi regresi linear berganda tidak mampu
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara
petani dan penyuling karena koefisien determinasi dari model tersebut kecil,
yaitu 39,1 persen terhadap hubungan kemitraan. Sedangkan nilai peluang
kesalahan dalam model ini adalah 0,007.
53
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat diajukan dalam penelitian
ini adalah :
1. Sebaiknya fungsi dari kelompok kemitraan lebih ditingkatkan secara efektif
dan efisien agar dapat memberikan manfaat yang besar untuk petani dan
penyuling akar wangi.
2. Penelitian lanjutan yang terkait dengan hubungan kemitraan agar dilakukan
dengan menganalisis faktor-faktor kemitraan yang lebih sesuai dengan kondisi
petani dan penyuling akar wangi.
54
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2000. Analisis Regresi, Teori, Kasus dan Solusi. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.
Anatan, L. dan Ellitan, L. 2008. Supply Chain Management, Teori dan Aplikasi. Alfabeta, Bandung.
Aryani, L. 2009. Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Kasus Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur). Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Boeck, H. dan S Wamba. 2007. RFID and Buyer-Seller Relationships in the Retail Supply Chain. International Journal of Retail & Distribution Management 36: 433-460.
Dinas Perkebunan Kabupaten Garut. 2010. Luas Lahan dan Produksi Akar Wangi tahun 2009. Garut.
Garutkab. 2009. Peluang Investasi Minyak Akar Wangi. http://www.garutkab.co.id. [4 Mei 2011]
Haming, M. dan M Nurnajamuddin. 2007. Manajemen Produksi Modern, Operasi Manufaktur dan Jasa. Bumi Aksara. Jakarta.
Heizer, J. dan B Render. 2010. Manajemen Operasi. Buku 2. Salemba Empat, Jakarta.
Marimin. dan N Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor.
Mulyati H, Rusli MS, Cahyadi ER, Setiawan A. 2009. Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor.
Nugroho, B. A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS. Andi Offset, Yogyakarta.
Pratiwi, D R. 2006. Mempelajari Efektivitas Peran Gugus Kendali Mutu dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus: PT Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap). Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Satria, T A. 2009. Analisis Rencana Kemitraan antara Petani Kacang Tanah dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur). Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Siagian,Y. M. 2005. Aplikasi Supply Chain Management dalam Dunia Bisnis. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Sinar Tani. 2009. Akar Wangi Sebagai Penghasil Minyak Atsiri. http://www.sinartani.com. [20 Juni 2011]
Suliyanto. 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor.
Sunyoto, D. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. MedPress, Yogyakarta.
Sumardjo. dan J Sulaksana, W A Darmono. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Penebar Swadaya, Depok.
Tutuarima, T. 2009. Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap. Tesis pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Umar, H. 2002. Metode Riset Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
57
Lampiran 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan Pertanyaan Nilai r Nilai r Tabel Validitas Pertanyaan Nilai r Nilai r Tabel Validitas
1 0,644 0,308 VALID 31 0,608 0,308 VALID
2 0,594 0,308 VALID 32 0,529 0,308 VALID
3 0,708 0,308 VALID 33 0,742 0,308 VALID
4 0,806 0,308 VALID 34 0,616 0,308 VALID
5 0,814 0,308 VALID 35 0,747 0,308 VALID
6 0,869 0,308 VALID 36 0,675 0,308 VALID
7 0,550 0,308 VALID 37 0,598 0,308 VALID
8 0,537 0,308 VALID 38 0,623 0,308 VALID
9 0,646 0,308 VALID 39 0,752 0,308 VALID
10 0,691 0,308 VALID 40 0,580 0,308 VALID
11 0,500 0,308 VALID 41 0,829 0,308 VALID
12 0,499 0,308 VALID 42 0,516 0,308 VALID
13 0,622 0,308 VALID 43 0,517 0,308 VALID
14 0,481 0,308 VALID 44 0,593 0,308 VALID
15 0,504 0,308 VALID 45 0,403 0,308 VALID
16 0,505 0,308 VALID 46 0,471 0,308 VALID
17 0,361 0,308 VALID 47 0,434 0,308 VALID
18 0,521 0,308 VALID 48 0,531 0,308 VALID
19 0,586 0,308 VALID 49 0,462 0,308 VALID
20 0,485 0,308 VALID 50 1,000 0,308 VALID
21 0,526 0,308 VALID 51 0,309 0,308 VALID
22 1,000 0,308 VALID 52 0,485 0,308 VALID
23 0,481 0,308 VALID 53 0,335 0,308 VALID
24 0,600 0,308 VALID 54 0,357 0,308 VALID
25 0,675 0,308 VALID 55 0,369 0,308 VALID
26 0,473 0,308 VALID 56 0,469 0,308 VALID
27 0,358 0,308 VALID 57 0,341 0,308 VALID
28 0,352 0,308 VALID 58 0,341 0,308 VALID
29 0,485 0,308 VALID 59 1,000 0,308 VALID
30 1,000 0,308 VALID
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 41 100.0
Excludeda 0 .0
Total 41 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.958 59
58
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
data
N 41
Normal Parametersa Mean 1.68045957805E2
Std. Deviation 2.790501998818E1
Most Extreme Differences Absolute .089
Positive .089
Negative -.085
Kolmogorov-Smirnov Z .567
Asymp. Sig. (2-tailed) .905
a. Test distribution is Normal.
59
2. Uji Mulkolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .680 .510 1.333 .191
x1 .134 .269 .140 .498 .621 .228 4.395
x2 .020 .204 .021 .097 .923 .400 2.498
x3 -.266 .215 -.296 -1.237 .224 .313 3.191
x4 .245 .189 .249 1.296 .204 .487 2.055
x5 .235 .220 .248 1.070 .292 .333 2.999
x6 .364 .216 .335 1.687 .101 .453 2.205
a. Dependent Variable: y
60
3. Uji Heteroskedastisitas
4. Analisis Regresi Linier Berganda
Regression Analysis: y versus x1; x2; x3; x4; x5; x6 The regression equation is y = 0,680 + 0,134 x1 + 0,020 x2 - 0,266 x3 + 0,245 x4 + 0,235 x5 + 0,364 x6 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 0,6799 0,5101 1,33 0,191 x1 0,1342 0,2694 0,50 0,621 4,4 x2 0,0199 0,2038 0,10 0,923 2,5 x3 -0,2662 0,2151 -1,24 0,224 3,2 x4 0,2451 0,1891 1,30 0,204 2,1 x5 0,2350 0,2197 1,07 0,292 3,0 x6 0,3640 0,2157 1,69 0,101 2,2 S = 0,482494 R-Sq = 39,1% R-Sq(adj) = 28,4% PRESS = 11,4496 R-Sq(pred) = 11,92% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 5,0836 0,8473 3,64 0,007 Residual Error 34 7,9152 0,2328 Total 40 12,9988 Source DF Seq SS x1 1 3,0409 x2 1 0,0497 x3 1 0,0110 x4 1 1,0897 x5 1 0,2295 x6 1 0,6629 Unusual Observations Obs x1 y Fit SE Fit Residual St Resid 21 2,16 1,7662 2,6838 0,1583 -0,9177 -2,01R 25 2,68 2,0266 3,1865 0,2045 -1,1599 -2,65R R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 1,76942