analisis faktor ekonomi terhadap harga saham

7
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP HARGA SAHAM I. ANALISIS PRODUK DOMESTIK BRUTTO TERHADAP HARGA SAHAM 2006 2007 2008 2009 2010 GDP (dalam milliar rupiah) 3,339, 217 3,950,8 93 4,951,3 57 5,613, 442 4,727,5 75 LAJU PERTUMBUHAN(%) 18.32 25.32 13.37 (15.78) IHSG (Rp.) 1,372. 18 2,038.9 0 1,355.4 1 2,534. 36 3,703.5 1 *tabel 1 : Produk Domestik Brutto dan IHSG (sumber: BPS dan BEI) TAHUN 2007 Terjadi peningkatan Gross Domestic Brutto pada periode ini sebesar 18.32%. Hal ini mencerminkan semakin meningkatnya daya beli masyarakat. Ini memberikan signal positif bagi sector investasi. Dengan meningkatnya kinerja ekonomi yang dicerminkan oleh pertumbuhan GDP, investor cenderung akan lebih banyak berinvestasi di pasar modal. Dengan meningkatnya pertumbuhan GDP juga dapat mengakibatkan naiknya daya beli masyarakat yang imbasnya bisa saja dirasakan oleh pasar saham. TAHUN 2008 Pertumbuhan Produk Domestik Brutto pada periode ini meningkat sebesar 25.32% dari tahun 2007. Hal ini terjadi hampir di semua sector. Di sector Pengangkutan dan komunikasi juga mengalami peningkatan sebesar 15.4% dari tahun 2007. Daya beli masyarakat meningkat karena adanya peningkatan PDB, namun karena tingkat inflasi sangat tinggi menyebabkan BI menaikkan suku bunga, sehingga peningkatan GDP tidak diikuti dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Investor lebih memilih produk perbankan sebagai instrument investasinya karena memberikan return yang lebih menjanjikan dengan risiko yang lebih rendah. TAHUN 2009 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia meningkat sebesar 13,37 persen terhadap tahun 2008. Peningkatan terjadi hampir pada semua sektor ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor Pertanian

Upload: bayugiri

Post on 01-Jul-2015

361 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: analisis faktor ekonomi terhadap harga saham

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP HARGA SAHAM

I. ANALISIS PRODUK DOMESTIK BRUTTO TERHADAP HARGA SAHAM

2006 2007 2008 2009 2010GDP (dalam milliar rupiah)

3,339,217 3,950,893 4,951,357 5,613,442 4,727,575

LAJU PERTUMBUHAN(%) 18.32 25.32 13.37 (15.78)IHSG (Rp.) 1,372.18 2,038.90 1,355.41 2,534.36 3,703.51

*tabel 1 : Produk Domestik Brutto dan IHSG (sumber: BPS dan BEI)

TAHUN 2007Terjadi peningkatan Gross Domestic Brutto pada periode ini sebesar 18.32%. Hal ini mencerminkan semakin meningkatnya daya beli masyarakat. Ini memberikan signal positif bagi sector investasi. Dengan meningkatnya kinerja ekonomi yang dicerminkan oleh pertumbuhan GDP, investor cenderung akan lebih banyak berinvestasi di pasar modal. Dengan meningkatnya pertumbuhan GDP juga dapat mengakibatkan naiknya daya beli masyarakat yang imbasnya bisa saja dirasakan oleh pasar saham.

TAHUN 2008Pertumbuhan Produk Domestik Brutto pada periode ini meningkat sebesar 25.32% dari tahun 2007. Hal ini terjadi hampir di semua sector. Di sector Pengangkutan dan komunikasi juga mengalami peningkatan sebesar 15.4% dari tahun 2007. Daya beli masyarakat meningkat karena adanya peningkatan PDB, namun karena tingkat inflasi sangat tinggi menyebabkan BI menaikkan suku bunga, sehingga peningkatan GDP tidak diikuti dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Investor lebih memilih produk perbankan sebagai instrument investasinya karena memberikan return yang lebih menjanjikan dengan risiko yang lebih rendah.

TAHUN 2009Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia meningkat sebesar 13,37 persen terhadap tahun 2008. Peningkatan terjadi hampir pada semua sektor ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor Pertanian 7,3 persen dan terendah di Sektor Jasa-jasa yaitu minus 0,3 persen. Ini memberikan pengaruh yang positif bagi sector perindustrian.

TAHUN 2010Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 meningkat sebesar 13.37 persen terhadap tahun 2009, terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 13,5 persen dan terendah di Sektor Pertanian 2,9 persen. Sementara pertumbuhan PDB tanpa migas tahun 2010 mencapai 6,6 persen.

Page 2: analisis faktor ekonomi terhadap harga saham

II. ANALISIS INFLASI TERHADAP HARGA SAHAM

*tabel 2 : Inflasi dan IHSG (sumber: BPS dan BEI)

TAHUN 2007Terjadi penurunan inflasi pada periode ini. Indeks Umum Inflasi mengalami penurunan sebesar 0.01 dari 6.6 menjadi 6.59. Hal ini merupakan signal positif bagi para pemodal. Penurunan inflasi mengakibatkan meningkatnya profitabilitas perusahaan, karena terjadi penurunan pada biaya produksi. Terlihat dari data IHSG tahun 2007 mengalami peningkatan. Inflasi menurun, berarti banyak sector rill yang belum berjalan dengan maksimal. Namun indeks sebesar 6.59 ini merupakan angka yang besar bagi pertumbuhan perekonomian. Indeks yang tinggi ini dapat membebani BI Rate.

TAHUN 2008Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan Inflation Targeting Framework (ITF) dengan asumsi inflasi year on year terakhir yang ditetapkan oleh Pemerintah di dalam APBN-P 2008 sebesar 6,5% sedangkan perkiraan realisasi sebesar 11,4%.Sementara itu, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 11.06, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2007.Penyumbang inflasi terbesar pada tahun 2008 ini adalah lebih banyak dari sisi cost push inflation. Meningkatnya harga minyak dunia yang akhirnya memaksa Pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada bulan Mei 2008 memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap tingkat inflasi. Selain itu, meningkatnya harga komoditas pangan dunia (kebutuhan bahan pangan impor seperti kedelai, jagung dan terigu), sejak akhir tahun 2007 yang otomatis meningkatkan biaya pokok produksi perusahaan juga memberikan kontribusi angka inflasi yang sangat besar. Hal-hal lain seperti kelangkaan sumber energi baik gas maupun minyak di berbagai daerah maupun kekurangan suplai listrik yang mengharuskan terjadinya pemadaman juga berperan meningkatkan inflasi karena mendorong pembengkakan biaya produksi.

TAHUN 2009Rendahnya angka inflasi tahun 2009 merupakan dampak dari krisis ekonomi global yang menyebabkan permintaan dunia menurun. Imbasnya, terjadi penurunan harga komoditas di pasaran internasional. Indeks inflasi menjadi 2.78, sangat menurun jika dibandingkan dengan tahun 2009. Krisis ekonomi global yang terjadi menyebabkan hampir sebagian besar Negara di dunia mengalami inflasi, karena krisis ini mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat.

TAHUN 2010

2006 2007 2008 2009 2010INFLASI (%) 6.6 6.59 11.06 2.78 6.96IHSG (Rp.) 1,372.18 2,038.90 1,355.41 2,534.36 3,703.51

Page 3: analisis faktor ekonomi terhadap harga saham

Tahun 2010 merupakan tahap pertumbuhan kembali ekonomi setelah mengalami resesi global di tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi megakibatkan tingginya tingkat konsumsi masyarakat. Hal ini yang menyebabkan tingkat inflasi mengalami kenaikan menjadi 6.96 %. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dapat dilihat dari pertumbuhan domestic brutto yang mengalami peningkatan. Dari data yang berhasil didapat, Gross Domestic Brutto hingga triwulan ke3 sudah mencapai 4,727,575.10 milliar rupiah.

III. ANALISIS BI RATE TERHADAP HARGA SAHAM

2006 2007 2008 2009 2010

BI Rate (%) 9.75 8 9.25 6.5 6.5IHSG (Rp.) 1,372.18 2,038.90 1,355.41 2,534.36 3,703.51

*table 3 : BI Rate dan IHSG (sumber: BPS dan BEI)

Tahun 2007Terjadi Penurunan BI Rate pada tahun 2007, dari 9.75% menjadi 8%, terdapat penurunan sebesar 1.75%. Pada Periode ini, masyarakat mengalami negative real interest rate sebab laju inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan bunga tabungan. Hal ini mengakibatkan para investor memindahkan investasi nya dari produk perbankan yaitu deposito menjadi instrument yang lebih menjanjikan return yang lebih. Dari data yang berhasil didapat, terjadi kenaikan Indeks Harga Saham pada periode ini, yaitu dari 1,372.18 menjadi 2,308.9, terdapat perubahan sebesar 666.72. Ini mengindikasikan pada tahun 2007, para investor lebih memilih saham sebagai instrument yang memberikan return yang tinggi. Kebijakan menurunkan BI Rate dilakukan agar dana yang ada di masyarakat lebih produktif, dan sector riil dapat lebih berkembang.

Tahun 2008Peningkatan inflasi berpengaruh significant terhadap BI rate. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter melakukan pengendalian terhadap inflasi dengan meningkatkan Suku Bunga Bank Indonesia menjadi 9.25%. Hal ini mengakibatkan investor lebih memilih menyimpan dananya di Bank dengan risiko yang rendah tetapi memberikan return yang tinggi. Para investor akan memindahkan sebagian besar dananya ke sector perbankan. Hal ini tercermin dari penurunan IHSG pada periode ini yaitu 2,038.90 turun sebesar 683.49 (34%) menjadi 1,355.41.

TAHUN 2009Pada tahun 2009, BI rate mengalami penurunan menjadi 6.5 %. Hal ini merupakan dampak dari inflasi yang rendah. Penurunan BI rate dilakukan karena melihat dari sector keuangan Indonesia yang telah membaik. Hal ini langsung diikuti dengan peningkatan minat investasi dari para penanam modal domestic yang tercermin dari meningkatnya Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 87%.

TAHUN 2010

Page 4: analisis faktor ekonomi terhadap harga saham

BI Rate tidak mengalami perubahan. Hal ini dilakukan karena melihat perbaikan ekonomi global mendukung kinerja ekspor dan peningkatan investasi. Dengan tidak adanya perubahan pada suku bunga Bank Indonesia, maka investor cenderung memilih saham dan obligasi sebagai instrument investasinya.Karena dengan tingkat inflasi yang cukup tinggi, artinya pertumbuhan perusahaan juga semakin tinggi yang akan berdampak pada profitabilitas perusahaan (emiten). Hal ini tercermin juga pada Indeks Harga Saham Gabungan pada periode tahun 2010, mengalami peningkatan sebesar 46% dari tahun sebelumnya.

IV. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO EKONOMI (GDP, INFLASI DAN BI RATE) TERHADAP HARGA SAHAM SEKTOR TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI

*tabel 4 : harga saham dan Return saham dari tahun 2007-2010 (sumber : bei)

*tabel 5 : laju

pertumbuhan GDP, Inflasi dan BI Rate sector pengangkutan dan komunikasi (sumber : bps)

Sampel yang diambil adalah 1 perusahaan telekomunikasi (ISAT) dan 1 perusahaan tranportasi (IATA). Dari data yang berhasil didapat, terlihat bahwa sector komunikasi dan transportasi tidak memberikan return yang bagus bagi investor. Hal ini tercermin dari tingkat pengembalian saham dari tahun 2006-2007.

Saham komunikasi (ISAT) pada tahun 2007, memberikan return yang positif. Ini sejalan dengan kondisi makro ekonomi yang bagus pada tahun 2007. GDP untuk sector komunikasi dan transportasi meningkat, Inflasi menurun, BI Rate turun, sehingga investor memilih saham sebagai instrument investasinya. Berbeda halnya dengan yang terjadi pada saham sector transportasi (IATA). Saham emiten ini selalu memberikan return yang negative setiap periodenya. Hal ini mencerminkan, bahwa sector transportasi tidak menguntungkan untuk dijadikan instrument investasi, meskipun kondisi

2006 2007 2008 2009 2010ISAT 5,200.00 7,125.25 6,079.17 5,400.00 5,519.79

RETURN 37.02% -14.08% -11.17% 2.21%IATA 150 133.87 62.96 54.21 50.83

RETURN (10.75)% (52.97)% (13.89)% (6.2)%

2006 2007 2008 2009 2010Laju Pertumbuhan GDP sektor Pengangkutan

dan Komunikasi

28.21% 14.14% 18.14% 12.88% -

INFLASI 6.6% 6.59% 11.06% 2.78% 6.96%BI Rate 9.75% 8% 9.25% 6.5% 6.5%

Page 5: analisis faktor ekonomi terhadap harga saham

makro ekonomi berjalan dengan baik. Ini mungkin disebabkan karena masih banyaknya kecelakaan yang sering terjadi dan kurangnya manajemen transportasi yang dilakukan pemerintah sehingga kepercayaan investor terhadap sector transportasi di Indosia masih kecil.

Pada tahun 2008, return saham ISAT mengalami perubahan yang negative, dan saham IATA mengalami penurunan yang sangat significant. Krisis ekonomi global menyebabkan semakin menurunnya daya beli masyarakat. Disamping itu, kenaikan harga minyak dunia juga turut menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang negative. Hal ini menyebabkan semakin tinggi biaya produksi dari perusahaan, sehingga ini berdampak pada profitabilitas emiten. Pada tahun ini juga, BI Rate berada di level 9.25%, sedangkan tingkat inflasi berada di level tertingginya hingga mencapai 2 digit yaitu sebesar 11.06%.

Pada Tahun 2009, tingkat inflasi mencapai titik terendahnya yaitu sebesar 2.78%. Ini terjadi akibat krisis ekonomi global pada tahun 2008. Masyarakat menahan tingkat konsumsinya. Akibatnya pendapatan dari perusahaan tidak mengalami perubahan. Tercermin dari tingkat pengembalian saham pada periode ini masih berada di posisi yang negative. BI rate mengalami peningkatan, hal ini dilakukan agar kondisi perekonomian di Indosia dapat berjalan dan tidak stagnan. Kenaikan suku bunga ini dipandang perlu untuk menaikkan minat investor berinvestasi di Indonesia.

Pada tahun 2010, kondisi perekonomian sudah semakin membaik. Tingkat inflasi sudah berada di titik normalnya, dan BI rate juga dipertahankan pada posisi yang sama. Hal ini memberikan dampak yang positif bagi return saham ISAT yang berubah menjadi positif, sedangkan saham IATA masih berada di posisi negative, namun perubahannya mengalami tren yang meningkat seiring dengan semakin membaiknya kondisi ekonomi.

Produk Domestik Bruto untuk sector Pengangkutan dan Komunikasi mengalami kenaikan terus menerus dari tahun 2006-2010, namun hal ini tidak berpengaruh significant terhadap return saham-saham emiten sector Transportasi dan Komunikasi.