analisis diksi terhadap...
TRANSCRIPT
ANALISIS DIKSI TERHADAP PENERJEMAHAN
KITAB FIQHUL-MAR'ATIL-MUSLIMAH
(STUDI KOMPARATIF)
mSUSUN OLEH :
UMANIH
100024018590
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H / 2007 M
ANALISIS DIKSI TERHADAP PENERJEMAHANKITAB FIQHUL-MAR'ATIL-MUSLIMAH
(STUDI KOMPARATIF)
SkripsiDiajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Syarat-syarat
Mencapai Gelar SaJjana Sastra
Oleh:
UMANIH100024018590
H.
JURUSAN TARJAMAHFAKULTAS ADAB DAN HUMANlORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1428 H / 2007 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Analisis Diksi Terhadap Terjemahan Bnkn Fiqhnl
mar'atil-mnslimah (Studi Komparatit) telah diujikall dalam sidallg munaqosyah
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jllkarta pada tanggal 5
Februari 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana program strata I (S I) pada JUnlsan Tmjamah.
Jakarta, 5 Februari 2007
Me~an.gkllp Anggota
Dr. H. Abdul Chair
NIP. 150 210 746
Sidang Munaqosyah
Ahmad
NIP. 150 303 001
Anggota
NIP. 150262446
H.
NIP. 150 274 620
KATAPENGANTAR
t'P'yl ~y\ 1il\~Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat
dan kamnia-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam
semoga Allah limpahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan program strata (S1) pada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas
Islam Negeri Jakarta. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini bukanlah mukjizat
yang datang tiba-tiba melainkan melalui proses yang tidak luput dari bantuan,
bimbingan, dorongan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak tetima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan kepada penulis dalanl bentuk apapun sehingga selesainya
skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada Yth:
I. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Rektor UIN SyarifHidayatuliah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Abdul Chair, Dekan fakultas Adab dan Humalliora UIN Jakarta.
3. Bapak Drs. Abdullah, M.Ag, Ketua Jurusan Trujamah
4. Bapak Drs. Ikhwan Azizi, Sekretaris Jurusan Tmjamah
5. Bapak H. A Ismakun Ilyas, Lc, MA, selaku dosen pembimbing materi dall teknis
dalam penyusunan skripsi ini
6. Perhargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orallg tua
yaitu, "Ummi" dall "Bapak" tercinta yallg telah susah payah membimbing dall
membesm'kan penulis dari kecil sampai sekarallg, tetima kasih untuk kakak
kakakku atas motivasi bimbingan dan do'a kepada penulis.
7. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Adab dall Humaniora Jurusan Trujamah, ymlg telah
memberikall ilmu yang sangat berguna kepada kami semua, terutama penulis.
8. Pihak perpustakaall UIN Jakarta, Imall Jama, Perpustakazm UNJ, Perpustakaml
Umum Kotamadya Jakarta-Selatall, yang telah membantu penulis memperoleh
referensi untuk penyusunan skripsi ini.
9. Sahabat setia "Irsan Ilyas", yang selalu mengingatkan, membantu dan menemani
penulis setiap saat. penulis tidak akan dapat membayar semua bantuan yang
telah diberikan.
10. Ternan-ternan seperjuangan Jurusan Tarjamah angkatan 2000, atas kebersamaan
mereka yang senantiasa memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
khususnya untuk sahabat-sahabatku, Obi, Vita, Sasi, Yuli, Lala dan ternan-ternan
lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
11. Serta berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
1m.
Penulis menyadari meskipun telah semaksimal mungkin berusaha dalam
pembuatan skripsi ini, akan tetapi tentu masih banyak keknrangan. Kritik dan saran
yang membangun selalu penulis harapkan dalam penulisan skripsi inL Penulis
berharap semoga amal dan niat baik semuanya dibalas oleh Allah SWT, dengan
pahala yang berlimpah.
Jakarta,S Februari 2007
Penulis
Umanih
PEDOMAN TRANSLITERASI
Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber dari pedoman translitersi Arab
atas keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
158 tahun 1987 dan No. 0543 b/U/87, dengan sedikit memodifikasi pada sistem
penulisan sebagaimana dijelaskan di bawah ini :
f = .,j z = ) b y
q = J s = ..r' t = ..::.J
.:.l •k sy ..? S =I..l
J s uP J C
d JPh c:.m ~
lJ .b kh = tn = t =
1; d ~w ) z
•.ki t z = .l
h = =
r = J~ g t.
y 4$
Volml Pendek Vokal Panjang Tanwin, •
= A 1.; ... -=A. ~ An
I <.1-" . -~I = In•, "
= u J::! ... = il = Un
Keterangan :
1. Kata sandang ( J \ ) al-/ ditulis seCal'a berbeda antara kata sandang yang ditulis
oleh huruf qomal'iyah dengan kata sandang yang diikuti oleh huruf sYall1siyah.
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomaliyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya, yaitu al- /.
b. Kata Sandallg yang diikuti oleh huruf syall1siyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya, yaitu huruf / -I / diganti dengan huruf yang sarna dengan
huruf langsung kata sandang itu.
2. Saddah ditandai dengall hurllf kembal', contoh ~J\ / aHannatu /.
3. Setiap fonem dipisah dengan tanda minus ( - ) seperti / al-jll1mah.
DAFTAR lSI
HALAMAN PERSETU.JUAN
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR .
PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................ III
DAFTAR lSI. . ..... .... .. . .. ... . ..... . .. ... . .. ... . .. ... . .. ... . .. ... . .. .... ...... .. ... . ..... v
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................. 8
C. Tujuan Penelitian..................................................... 8
D. Metode Penelitian.................................................... 9
E. Sistematika Penulisan................. 9
BABII
BABIII
KERANGKA TEORI
A. Teori Terjemahan.................... 11
1. Definisi Penerjemahan........................................ 12
2. Model Terjemahan............................................. 16
3. Penilaian Hasil Terjemahan...................... 19
B. Teori Diksi............................................................ 23
I. Pengertian Diksi dan Korelasinya Dengan Makna.. ...... 24
2. Syarat Ketepatan dan Kesesuaian Diksi.................... 27
3. Diksi Dalam Kalimat.................... 32
ANALISIS DATA
A.Gambaran Umum Buku Fiqh AI-Mar'ati Al-Muslimah dan
Biografi kedlla Penerjemah.. 40
BABIV
B. Analisis Diksi Dalam Hubungannya Dengan Makna.......... 45
1. Kata Umum dan Kata Khusus.. ..... . ..... . . .. .. . . . 46
2. Makna Denotatif dan Makna Konotatif..... 49
3. Makna Referenasiallmplisit........ ...... 51
C. Analisis Keserasian Makna Dalam Penerjemahan Bab
Thaharah Buku Fiqh AI-Mar'ati AI-Muslimah................. 54
I. Tautologi........................................................ 54
2. Tidak diterjemahkan....................... 55
3. Kerancuan Menerjemah........ 58
D. Analisis Kalimat...................................................... 65
1. Korehcnsi yang Baik dan Kompak.......................... 65
2. Paralelisme atau Kesejajaran.. 67
3. Pleonasme........... 69
4. Hiperkorek..................................................... 70
PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................... 71
B. Saran-saran............................................................ 72
DAFTAR PUSTAKA
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belalmng Masalah
Kewajiban beribadah bagi umat Islam sebagai manifestasi iman, seharusnya
dilakukan dengan tata cara, tempat dan waktu berdasarkan perundangan Islam yang
bersumber pada AI-Qur'an dan Sunnah Rasul (Hadist).
Tata cara peribadatan kaul11 muslimin Indonesia dilakukan berdasarkan
perundangan (hukum Fiqih) yang kitab-kitabnya kebanyakan berbahasa Arab, yang
jelas mengandung perumpamaan-perumpamaan yang pelik dan kata-kata yang sukar
di mengerti. Terlebih bahasa Arab yang digunakan dalam buku aslinya itu, ialah
babasa perundal1g-undangan yang serba pekat dan rumit, yang mudah menimbulkan
kekhilafan dan kesalahpabal11an dalal11 pel11abamannya apabila pel11baca tidak benar
benar menguasai bahasa tersebut, sehingga tidak mnstahil apa yang sesungguhmya
dimaksudkan akan disalahartikal1. Karena itulah diperlukan peneJjemab-peneljemah
yang menguasai aturan-aturan bahasa sumber (dalam hal ini babasa Arab) dan bahasa
sasaran (dalam hal ini bahasa Indonesia), g\ma menghasilkan karya teljemahan yang
baik.
Dewasa ini kitab fiqih yang telah diterjemabkan ke dalam bahasa Indonesia
telah banyak beredar, bahkan tak sedikit kitab-kitab yang telah dicetak ulal1g
beberapa kali, seperti kitab Fiqhussunnah karya Sayyid Sabiq yang sangat fenomenal,
2
ataupun kitab-kitab fiqh kaJya Yusuf Qordowi dan masih banyak lagi. Hal ini
mengindikasikan bahwa karya-kmya terjemahan (khususnya kitab-kitab Fiqih) sangat
diminati dan dibutuhkan oleh masyarakat kita.
Menerjemahkan berarti melakukan perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang
lain. Oleh kaJ'ena itu, agar pengalihan suatu bahasa teIjemahan tersebut dapat
dipahaJl1i dan dimengerti, maka hams diperhatikan bentuk bahasa sasaran (Bsa).
Kridalaksana (1985), mendefinisikan "Penerjemahan sebagai pemindahan suatu
aJI1anat dari bahasa sumber (Bsu) ke bahasa saSaJ'an (Bsa) dengan pertama-taJl1a
mengungkapkan maknanya dan kemudian gaya bahasanya". Senada dengan
pernyataan Eugene A. Nida, mengungkapkan bahwa: Translation consist in
producing in the receptor language the closest natural equivalent to the massage of
the source language, first in meaning and secondly in style. (Meneljemahkan berarti
menciptakan padaJ]aJ] paling dekat dalam bahasa penerima (Bsa) terhadap pesan
1.:'::-h.::s:: s:::-::ber (Bsu), pert:mm dalaJ]] hal makna daJl kesuaian pada gaya bahasanya).1
Penelitian mengenai hasil terjemahan adalah sesuatu yaJlg sangat penting
untuk dilakukan terutama untuk menghubungkan teori penerjemahan dan praktek
~~::~:j~~::-h.::-'1, :::r!ebih lagi membandingkan hasil terjemahan dari teks yaJlg saJna.
Namun demikian tidak semua hasil kaJya teIjemahaJl perlu dianalisis dan dikritisi
I Nurahman Hanafi, Teori dan Seni Mene/jemoh, (N.T.T, Nusa Indah, (986), h.54
3
dengan beberapa acuan standar penerjemahan yang mampu menopang diakuinya
mutu karya tel:iemahan tersebut.2
Seseorang yang telah memiliki profesi sebagai peneJjemah, pada tahap awal
akan mendapatkan berbagai kendala ketika menerjemahkan teks yang ditemuinya,
salah satunya kesulitan dalam memilih diksi. Menurut Gorys Keraf, "Pilihan kata
atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai
dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kel11anlpUan untuk l11enel11ukan bentuk
yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok l11asyarakat
pendengar pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan
kosa kata bahasa itu". Jadi asas KETEPATAN dan asas KESESUAIAN harus
dijadikan pedoman dalam memilih kata. Sedangkan menurut Poerwadarminta, "
Pedoman dalam l11emilih kata diarahkan kepada kata-kata y,mg TEPAT, l11engenai
arti dan tempatnya. SEKSAMA, ialah serasi benar dengan apa yang hendak
dituturkan.LAZIM, yaitu sudah jadi kata umum, kata yang dik,~nal dan dipakai dalam
bahasa Indonesia umum".3 Bagi seorang peneljel11ah, ketidakjelasan arti kata, ide dan
makna merupakan kendala yang sering dihadapi ketika melakukan kegiatan
peneljel11ahan. Apalagi bila satu kata mel11iliki arti kata lebih dari satu kata akan
mel11berikan dampak pada kekeliruan l11emilih diksi. Jika kekeliruan itu sampai
tetjadi maka dampak yang akan ditimbulkan sangat besar klmsusnya dalam hal
2 A. Widyamartaya, Seni Meneljemah, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), Cel. Ke-I, h.23
_____, Seni Menggayakan Katimal, (Yogyakarta, Kanisius, 1995), Cel. Ke-2,
h.44.
4
pemahaman. Dan apa jadinya jika kekeliruan itu sampai terjadi pada dua terjemahan
dari BSa yang sarna. Seperti pada teks berikut :
Teks Gsa (terjemahan) Ansori Vmar:
"Niat, yakni sengaja menyengaja wudhu.
Sedang tempat niat itu di dalam hati dan dilakukan pada permulaan wudhu'. Jadi
seandainya ada salah satu anggota yang dibasuh sebelum niat, itu tidak sah, dan wajib
diulangi setelah niat dilaksanakan. Dan tak apalah bila niat itl.! dilakukan menjelang
wudhu', asal jangkanya -menurut adat ('uruf)- tidak terlalu lama. Karena menurut
hokum niat itu sebenarnya sudah ada".
Teks Gsa (terjemahan) Zaid H"sein:
"Niat, yaitu tujuan melakukan sesuatu dan tempatnya di dalam hati. Niat
dilakukan pada permuJaan wudhu. Andaikata niat itu diJakukan setelall membasuh
sebagian anggota, maka wudhunya tidak sah dan wajib mengulangi. Bila niat itu
" Ibrahim Muhamad aI-Jamal, Fiqhul-mar 'atill-muslimah, (Beirut: DaruI Qolam Lilluras),
h.17
5
dilakukan tidak lama setelah perbuatan maka dapat dimaafkan, karena keberadaannya
secm'a hukum",
Dari kedua versi terjemahan di atas terdapat perbedaan penerjemahan pada
kata qosdul fi 'Ii (J,.,ill~) Anshori Vmar mengartikmIDya "sengaja menyengaja
wudhu' ". Sedmlgkan Zaid Husein mengartikannya del1gan "tujuan melakukml
sesuatu". Dalan1 kamus Al- 'Asril~I kata qoshdun (~) berarti Iliat,maksud
atau tlljllall. Dengan demikian Zaid Husein menel:jemahkml kata qoshdul .fz'li
(J,.,ilI.J....di ) secm'a perkata, sedangkan Al1shori Vmar menerjemahkan kata tersebut
dengan menyesuaikan konteks, terlihat dengan mel1gartikan kata al-ji'li ( J,.,il\ )
dengan wudhu. Ketepatml pilihml kata tidak hanya diambil dari kamus, tetapi
ketepatan penempatan atau penggunaan kata dalam situasi atau konteks tertentu .
Berdasarkml hal ini terjemahml Anshori Umar akan terlihat lebih lazim jika
menerjemahkan kata qosdul fi'li ( J,.,il\~ ) dengan "sengaja berwudhu atau
menyengaja wudhu", karena te~jemahan pertanla terlihat admlya pemborosan kata
dengan menyebut kata sengaja dua kali dalam satu kalimat penclek.
Selain itu terdapat kerancuan penerjemahan pada kalimat
\j . L :11 \_ 1, _ ", ..y::-~ 0'>.Y. lJ"'o"J ~ '"1!""".lgJ yi.i;yJ Anshori Vmar mengmtikan kalimat
dengan, " ...bila niat itu dilakukan mel1jelang wudhu', asal jangkanya -menurut adat
6
Curui)- tidak terlalu lama...". Sedang penerjemahan Zaid Husein pada kalimat
tersebut " ...bila niat itu dilakukan tidak lama setelah perbuatan...". Pada dua kata
yang bergaris bawah terlihat bahwa kata 'menjelang' tidaklah sama dengan kata
'setelah'. Menurut Gorys Keral: kata 'setelah' adalah keterangan yang menyatakan
bahwa suatu peristiwa atau perbuatan telah mencapai titik penyelesaian. Sedangkan
kata 'menjelang' adalah kata yang menyatakan bahwa suatll perbuatan akan
dilakukan.5 Dengan demikian peneljemahan tersebut bertolak belakang dalam hal
makna.
Pada teks lain
Teks Esa (terjemahan) Anshori Umar:
Mendahulukan anggota ketika membasuh kedua tangan dan kaki.
Teks Esa (terjemahan) Zaid Husein:
Mendahulukan tangan dan kaki kanan daripada kiri.
Kata yang bergaris bawah (~I dan <.>~I) oleh Zaid Husein tidak diartikan, ia
hanya mewakilkan kata 'anggota' untuk kedlla kata tersebllt. Padahal kata 'anggota'
masih berarti lImllm. Dalam teori syarat ketepatan diksi, kata khusus lebih
diutamakan penggllnaanya, karena kata khusus lebih mendekatkan makna yang
5 Gorys Keraf, Tala Bahasa lndanesia (Flores NTT : Nusa Indahl, h. 74
6 Ibrahim Muhammad Jamal. loc. Cit.
7
dimaksud atau diinginkan oleh penulis .Karena itu, teljemahan Zaid Husein pada
kalimat di atas kurang tepat.
Dari beberapa contoh di atas jelas bahwa banyak hasil terjemahan, yang
terkadang kita dapat menemukan dua teljemahan dari teks Bsu yang sama, ketika kita
membacanya kita menemukan adanya perbedaan dalam Bsa-nya yang menyebabkan
terjemahan satu lebih dimengerti dan dipahami oleh si pembaca dari teljemahan yang
kedua. Agar terhindar dari kesalahan menerjemah maka sem'ang penerjemah harus
menguasai kaidah-kaidah bahasa teljemahan, sehingga pembaca dapat memahami
hasil terjemallan itu.
Buku fiqhul-mar 'atil-muslimah ditulis oleh Syekh Ibrahim Muhammad AI
Jamal, telah diterjemallkan oleh beberapa orang penerjemah. Dari sekian banyal( hasil
tel:jemahan buku ini, penulis melihat bahwa terjemahan Anshori Vmar dan Zaid
Husein merupakan terjemahan yang banyal( beredar di masyarakat. Dengan banyak
beredamya kedua buku teljemahan ini, penulis merasa perlu meneliti hasil terjemallan
keduanya, karena jika terdapat teljemahan yang berbeda, dikhawatirkan akan
menimbulkan kesalah pahaman bagi pembaca. Apabila hal ini sampai terjadi tidak
mustahil akan timbul perbedaan tata cara beribadah. Kesalahan-kesalahan seperti ini
seharusnya segera diatasi, sebelum akhirnya menimbulkan perpecahan dalam tubuh
umat islam. Dengan demikian amat berat kiranya tugas seor2U1g peneljemah (dalam
hal ini buku-buku fiqih), ia harus senantiasa berhati-hati dalam menerjemahkan kata
maupun kalimat. Setiap kala maupun kalimat yang dipilih hams tepat dan sesuai,
8
guna menghindari hal-hal yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan umat
islam.
BerdasaTkan latar belakang itulah penulis mencoba mcneliti hasil terjemahan
kitab ini. Untuk itu penulis memberi judul skripsi ini dengall "ANALISIS DIKSI
TERHADAP HASIL TERJEMAHAN BUlW FIQHUL-MAR'AU AL
MUSLIMAU (STUm KOMPARATIF)".
B. Pembatasan Masalah
Pengamatan pada buku teljemahan fiqh al-mar'ati al-muslimah memberi
inspirasi kepada penulis untuk mengangkat permasalahan pada kajian diksi. Dan dari
sekian banyak bab dalam buku tersebut, penulis mengambil satu bab saja, bab
thaharah dengan alasan agar penelitian yang akan penulis lakukan dapat mengena dan
tidak melebar.
Maka dalam hal ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
I. Apakah model teljemahan yang dipakai oleh kedua peneljemah.
2. Apakah diksi hasil teljemahan yang dilakukan oleh ke dua penmjemah sesuai
dengan syarat kesesuaian dan ketepatan diksi.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan masalah yang pellulis kemukakan di atas, maka yang menjadi
tujuan umum dalam penelitian ini adalah membandingkan pemilihan diksi yang
dilakukan oleh ke dua peneIjemah pada buku tersebut.
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
9
I.Mengetahui model terjemahan yang dipakai oleh kedua penerjemah.
2.Mengetahui kwalitas diksi yang telah dilakukan oleh ke dua peneIjemah.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah membantu penerjemah terutama
penerjemah pemula untuk mengetahui pemakaian maupWl pemilihan kata-kata pada
teljemahan teks atau buku.
D. Metode Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang penulis kemukakan, maka jenis penelitian
yang akan penulis lakukan adalah penelitian deskriptif karena penulis menganalisis
data-data yang terdapat dalam bab thaharah pada buku terjemahan fiqh wanila , lalu
mendeskripsikan hasilnya. Selain itu, penulis menggunakan teori diksi dan leksikal
sebagai pisau analisis.
Pencarian data yang penulis lakukan dalam pencliti[ffi ini melalui Iibl'lliry
search yaitu pencarian data kepustakaan yang dapat mcndukung penelitian ini.
Eo Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi yang penulis gunakan mengacu pada "pedoman
penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi" yang disusun oleh Tim UlN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan diterbitkan oleh UlN Jakmia Press tahun 2002
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
10
Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manlilllt penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II adalah bab kerangka teori yang berisi tentang definisi pene~jemahan, model
penerjemahan dan penilaian hasil terjemahan, definisi diksi dan kolersinya
dengan makna, syarat ketepatan dan keserasian diksi, selia diksi dalam
kalimat.
Bab III adalah bab analisis data yang berisi tentang biografi penel:jemah dan analisis
diksi, serta perbandingan hasil tel:jemahan Anshori Umar dan Zaid Husein
AI-Hamid.
Bab IV adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.
BABII
KERANGKA TEORI
A. Teol"! Terjemahan
Berabad-abad lamanya orang telah meneljemahkan, namun baru pada akhir
akhir ini saja perkembangan teori teljemahan nampak. Dari peninggalan sejarah kita
mengetahui adanya terjemahan bagian-bagian dari Epic Gilgamesh bahasa SumeIia
ke dalam empat atau lima bahasa Asia sekitar abad kedua S.M. Sejarah juga mencatat
bahwa dokumen-dokumen yang pertama-tama di teljemahkan adalah kitab suci
bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani sekitar abad ketiga S.M.7
Apa yang telah dilakukan berabad-abad itu hendaknya dapat dilakukan secara
lebih mudah, efisien dan baik dengan adanya teori teljemahan. Adanya teori
tejemahan ini semakin dapat diyakini bahwa dengan pengetahuan teoIi terjemahan
seseorang akan mendapat gambaran yang jelas mengenai penerjemahan, jadi bukan
suatu gambaran yang samar-samar yang hanya dapat dirasakan saja tanpa dapat
dideshipsikan seca!'a eksak.
Dalanl dunia penerjemahan, bahasa memiliki hubungan yang sangat erat,
karena pekeljaan meneljemah melibatkan bahasa dengan segala aspeknya.
Peneljemahan adalah kegiatan yang dapat membukt!kan dengan jelas tentang peran
bahasa dalam kehidupan sosial (Hatim dan Mason, I990). Melalu! kegiatan ml,
7 J. M. Cohen, Translation. "The Encyclopedia Americana Interna/ionaf', (New York:
Americana Corporation, ]976),27: 12-15
12
seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain.
Penyampaian ini bukan hanya sebagai kegiatan penggantial1, karena penerjemah
dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi barn yakni dalam bentuk teks, dengan
memperhatikan aspek-aspek sosial ketika teks baru ita akan dibaca atau
dikom\mikasikan.8
1. Definisi Penerjemahan.
Kegiatan penerjemahan secara luas diartikan sebagai scmua kegiatan manusia
dalam mengalihkan pesan atau makna, baik verbal ataupan non-verbal dari satu
bentuk ke bentuk yang lain.
MeneIjemahkan merupakan seni (art) yang didukung kecil1taan, kemauan dan
dedikasi. Sebagai suatu seni dalam menyampaikan pesan, baik malulU dan gaya
bahasanya, penerjemah hendaknya membekali diri dengan kemampuan estetis, begitu
pula penyusunan kalimat memerlukan kompetensi yang serba estetis.
Penerjemahan juga mempakan suatu keterampilan (skill) yang bisa dipelajari,
ditingkatkan, dikembangkan dan diajarkan. Menerjemahkan suatu teks bukanlah
sekedar menuliskan pikiral1-pikiran penerjemah sendiri, bempapun baiknya. Dan
bukan pula menyadur saja, dengan pengertian menyadur sebagai pengungkapan
kembali amanat dari satu karya dengan meninggalkan detail-detailnya tanpa harus
8 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: P.T. Grasindo, 2000), Cel. ICe-l,
h.6
13
mempertahankan gaya bahasanya dan tidak hams ke dalam bahasa lain.(Pengertian
menyadur tersebut diberikan oleh Hmimurti Kridalaksana)9
Untuk mengetahui dunia peneljemahml, kurang lengkap bila kita tidak
mengenal para tokoh, beserta definisi yang diungkapkan.
a. Eugene A. Nida
Dalam bukunya The Theory and Practice of Translation, Nida
mendefinisiakan peneIjemahan sebagai :"Translating consist in reproducting in the
receptor language the closest natural equivalent to the message of the source
language, first in meaning and secondly in style. lO (MeneIjemahkml berarti
menciptakan padanan yang paling dekat dalam bahasa penerima terhadap pesan Bsu,
pertama dalam hal makna, dan kedua pada gaya bahasanya).
bJuliane House
Sedangkan menurut House (1977) dalam disertasinya beIjudul "A Model for
Translation Quality Assessment" terjemahan adalah "Translation is the replacement
of a text in the source language by semantically and pragmatically equivalent text in
the target language (TeIjemahan merupakan penggmltiml kembali naskah berbahasa
sumber dengan yang berballasa sasaran ymlg secara semantik dan pragmatik
sepadml. II
9 Nurrachman Hanafl, Op. Cit.• h. 23
10 Eugene A. Nida and Charles Taber, The Theorist and Practice ofTranslation, ( Leiden: The
United Bible Societies, 1974), p. 12
II Nun-achman Hanafl, Op. Cit., h. 26
14
c. J. C. Catford
Catford menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan
penerjemahan, dan ia mendefinisikan peneIjemahan ini sebagaimana dikutip oleh
Nurachman Hanafi "The replacement of textual material in one language (8L) by
equivalent textual material in another language (TL)". (Mengganti bahasa teks dalam
bahasa sumber (Bsu) dengan bahasa teks yang sepadan dalam bahasa sasaran
(Bsa)).12
Jelas terlihat bahwa Catford sangat menekankal1 penggantian naskah
hendaknya sepadan, karena kesepadanan merupakan hal yang amat penting dalam
penerjemahan. Melalui kesepadanan pesan yang disampaikan akan sama dengan
pesan yahg terkahdung dalam naskah asH. Dan bukanlah suatu terjemahan bila pesan
yang disampaikan tidak sepadan dengan naskah aslil1ya.
d. P. NewMark
New Mark, seperti yang dikutip Rochayah Maachali memberikan definisi.
'Translitiol1 is an exercise wich consists in the attempt to repla,~e a written message in
one language by the same message in another language'. (TeIjemahan merupakan
latihan dalam upaya menggantikan pesan tertulis dari bahasa satu dengan pesan yang
sarna pada bahasa lainnya).13
12 J. C. Calford, A Linguistic Theory ofTranslation (London: Oxford University Press, 1974 )
Fourth Impression, pAO
13 Nurrachman Hanafi, Gp. Cit., h. 25
15
e. Leonard Foster
Definisi tetjemahan yang dilll1gkapkan Foster sebagaimana yang telah dikutip
oleh Nurachman Hanafi yaitu "Translation as the transferenee of the conteet of a text
from one language irlto another, bearing in mind that we cannot always dissociate the
content from the form" (TeIjemahan mempakan pemindahan isi naskah dari satu
bahasa ke bahasa lainnya, yang perlu diingat bahwa kita tidak selalu bisa
memindahkan isi bentuk dari naskah itu).14
f. J. Levy
Seperti yang dikutip oleh Nurachman Hanafi, pelldefinisian terjemahan
menurut Levy adalah suatu keterampilan. Kejelasan diri penerjemah tampak
tercermin dalam opininya. Dalam Translation a Decisioh Process, Levy menjelaskan
"Translation is a freedom of ehoice between several apt.roximately equivalent
possibilities of realizing situational meaning" (Terjemahan mempakan proses kreatif
yang memberikan kebebasan bagi penerjemah lll1tuk memilih kemungkinan padanan
yang yang dekat dalani menglll1gapkan makna yang sesuai dengan situasinya).15
Sebagai suatu ptoses kreatif kegiatan penerjemahan rttemberikan kebebasan bagi
penerjemah untuk mencari padanan yang sesuai dengan konteks situasinya.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, penulis
menyimpulkan secara umum tejemahan adalah proses pengalihan pesan baik lisan
14 Ibid, h. 27
15 Ibid. h. 24
16
maupun tulisan dari satu bahasa ke bahasa lain dengan memperhatikan kesepadanan
dan gaya ke dua bahasa.
2. Model Terjemahan
Berbagai ragam terjemahan yang kita temukan berikut namanya. Semua itu
tergantung dari sudut mana kita menyoroti naskah yang diminati untuk dijadikan
sasaran. Menurut New Mark (1988) seperti yang dikutip oleh Rochayah Machali
jenis penerjemahan dapat dikelompokan menjadi dua. Yaitu :
a. Penerjemahan yang memberikan penekana terhadap bahasa sasaran (Bsa).
Penerjemahan jenis ini bempaya menghasilkan dampak yang relatif sama
dengan yang diharapkan oleh penulisa asli terhadap pembaca versi Bsu.
Penerjemahan ini terdiri dari beberapa metode, yaitu :
1. Adaptasi/Saduran
Adaptasi atau saduran merupakan metode penerjemaJnan yang paling bebas
dan paling dekat dengan teks bahasa sasaran (Bsa). Kata 'saduran' dapat dimasukkan
di sini asalkan penyadurannya tidak mengorbankan hal-hal penting dalam naskah asli.
Metode ini biasa dipakai dalam meneljemahkan drama atau puisi, yaitu yang
mempertahankan tema, karalcter dan alur.
2. Peneljemahan bebas
Penerjemahan yang menggunakan metode ini biasanya lebih mengutanlakan
isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu. Metode ini berbentuk sebuah parafi'ase yang
dapat lebih panjang atau lebih pendek dari aslinya.
17
3. Penerjemahan Idiomatik
Penerjemahan jenis ini bertujuan mereproduksi atau menghasilkan pesan
dalam teks Bsu, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan
idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya.
4. Peneljemahan Komunikatif
Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang sedemikian
rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat dimengerti
oleh pembaca.
b. Penerjemahan yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber (Bsu).
Dalam metode jenis ini, penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan
setepat-tepatnya makna kontekstual Tsu, meskipun menghadapi hambatan-hambatall
sintaksis dan semantik pada Tsa (yakni hambatan belltuk dan makna).
Penerjemahall ini melahirkan beberapa metode penerjemahan, :,ebagai berikut :
1. Penerjemahan Kata-Demi-Kata
Dalatn metode penerjemahan jenis ini, kata-kata Tsa biasanya langsung
diletakkan di bawah versi Tsu. Kata-kata dalam Tsu diterjemahkan di luar konteks,
dan kata-kata yang bersifat kultural dipindahkan apa adanya. Umumnya metode ini
dipergunakan sebagai tabapan prapenerjemahan pada penerjemahan teks yang sangat
sukar atau unM memahami mekanisme Bsu. Namun demikian metode ini tidak
lazim digunakan sebagai metode penerjemahan yang umum di Indonesia.
18
2. PeneIjemahan Harfiah
Penerjemahan yang dilakukan dengan menggunakan metode ini, konstruksi
gramatikal Bsu dicarikan padanannya yang terdekat dalam Bsa, tetapi peneIjemahan
leksikal atau, kata-katanya dilakukan terpisah dari konteks. Hasil terjemahan dengan
metode ini me11iadi kaku, karena peneljemah memaksakan aturan-aturan tata bahasa
Bsu ke dalam tata bahasa Bsa.
Metode penerjemahan ini digunakan sebagai proses awal penerjemahan bukan
sebagai metode penerjemahan yang lazim. Metode ini membantu penel:jemah melihat
masalah yang harus diatasi.
3.Penerjemahan Setia
Penerjemahan ini mencoba mereproduksi makna kontekstual Tsu dengan
masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Penerjemahan ini berpegang teguh pada
maksud dan tujuan Tsu, sehingga hasil teIjemahan kadang-kadang terasa kaku dan
sering kaH asing karena, kata-kata yang bennuatan lrultural atau budaya
dialihbahasakan, tetapi penyimpangal1 dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih
tetap dibiarkan. Metode ini bennanfaat untuk membantu penerjemah dalam proses
awal pengalihan.
4.Penerjemahan Semantis
PeneIjemahan semantis hams senantiasa mempertimbangkan unsur estetika
teks Bsu dengan mengkompromikan makJIa selama masih dalam batas kewajaran.
Kata yang sangat sedikit bennuatan budaya dapat diteIjemaIlkal1 dengan kata-kata
yang netral atau yang fungsional.
19
Perbedaan yang mendasar pada kedua kelompok atan jenis metode di atas
terletak pada penekanalU1ya saja, dall di luar perbedaml ini keduanya saling berbagi
masalah. Keberbagial1 ini menyal1gkut (I) Maksud atau tujUal1 dalalll sebual1 teks
Bsu, (2) Tujual1 penerjemal1, (3) Pembaca dal1latar belalcang atau setting teks. 16
3. Penilaian Hasil Terjemahan
Penilaial1 teIjemal1al1 sal1gat penting disebabkal1 oleh dua alaSail (I). Untuk
mencipatakal1 hubungal1 dialektik al1tal'a teori dal1 praktek penerjemahal1, (2). Untuk
kepentingal1 kriteria dan standar dalam menilai kompetensi peneIjemal1, temtalna
apabila kita menilai beberapa versi teks Bsa dal'i teks Bsu yal1g sallla.17
Seoral1g peneIjemal1 tentunya mallgingiukan hasil terjemal1al1 yang baik.
TeIjemahal1 yal1g baik agak sulit didapatkan. Sebab untuk mencapainya,
membutuhkal1 segenap keal1lian peneIjemal1 dalalll segala ma'~alll segi. Bukan hanya
semal1gat yal1g berkobar dan bakat yal1g ada padanya secara alalllial1, pengalamal1
yal1g luas pun sal1gat membantn dalalll menambal1 gairah keIja.
Beberapa prinsip penerjemal1al1 yal1g ditawarkal1 Savory(1968) dalaln ral1gka
mencapai produk atau hasil teIjemahan yal1g baik, diantaral1ya;
(I). A translation must give the words of original (TeIjemahal1 hams menyajikal1
kata-kata dari naskal1 aslinya)
16 Rochayah Machali, Op. Cit., h. 49-56
17 Ibid.. h. 108
20
(2). A translation must give the ideas of the original (Terjemahan harus menyajikan
ide-ide dari naskah aslinya)
(3). A translation should read like an original work (Terjemahan hendaknya terbaca
sendiri karya aslinya)
(4). A translation should reflect the style of the translator (Terjemahan hendaknya
merefleksikan gaya dari naskah aslinya)
(5). A translation should possess the style of the translator (TeIjemahan hendaknya
memiliki gaya yarig dipakai oleh penerjemah)
(6). A translator should read like a translator (TeIjemahan hendaknya terbaca sebagai
terjemahan)
(7). A translation should read as a contemporary of the translator (Tel:jemahan
hendaknya terbaca sebagaimana bahasa kontemporer naskah aslinya)
(8). A translation should read as a contemporary of the lranslator (TeIjemahan
hendaknya terbaca sebagaimana bahasa kontemporer pellt~rjemah)
(9). A translation may add to or omit from the original (Terjemahan boleh
menambahkan atau mengurangi bagian dari naskah aslinya)
(10). A translation may never add to or omit from the original (Teljemahan sarna
sekali boleh tidak menambah atau mengurangi bagian dari naskah aslinya)
(11). A translation of verse should be in prose (Terjemahan sajak hendaknya
berbentuk prosa)
21
(12). A translation of verse should be III verse (Terjemahan sajak hendaknya
berbentuk sajak)18
Dari kesemuanya, penerjemah tentu akan mengalanli kesulitan bila
menerapkan semua prinsip di atas, sebab terkadang satu dengan lailillya saling
beliolak belakang. Karenanya, seorang penerjemah boleh memilih mana yang paling
tepat menurut selera masing-masing, tidak perlu semuanya hams diikuti.
Menilai teljemahan tentunya didasarkan pada kriteria-kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu, sehingga suatu teIjemahan dapat dikatakan baik jika telah
memenuhi semua kriteria tersebut.
Suatu peI1ilaiatI harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas, akan tetapi,
karena penilaian karya terjemahan adalah relative (berdasarkan kriteria lebih-kurang),
maka validitas penilaian dapat di pandang dari aspek content validity dan face
validity. AlasanI1ya adalah karena menilai satu terjemahan berarti melihat aspek isi
(content) dan sekaliglIs juga aspek-aspek yang menyangkut "keterbacaan" seperti
ejaan (face), sekalipun ejaan itu sendiri juga berkaitan dengan rnakna.
Pada saat ini definisi terjemahan yang dianggap baik oleh banyak orang ialah
yang didasarkan pada makna dan bukan pada bentuk. Tujuan penerjemahan yang
berdasarkan makna, dalam garis besarnya, bertujuan untuk me:ngalihkan malma yang
terdapat di dalam bahasa atau teks sumber ke dalam bahasa atau teks sasaran. Dalam
mengalihkan makna dari Bsu ke dalam Bsa hanls dijaga agar tidak ada yang hilang
IS Nurrachman Hanafi, Op. Cit.. h. 77
22
dan tidak ada yang ditambah atau berubah. Selain itu, makna yang dialihkan ke dalarn
Bsu itu harus diungkapkan sewajar mungkin menurut kaidah-kaidah yang berlaku
bagi Bsa.
Berdasarkan pengertian teljemahan diatas, penilaian terhadap hasil terjemahan
dapat ditujukan kepada, pertama-tarna makIla atau isi teks; kedua, kewajaran menurut
Bsa. Selain apa yang harus dinilai atau diperhatikan, perlu juga diketahui bagaimana
cam melakukan penilaian untuk jenis-jenis penerjemahan tertentu, siapa yang
berkompeten menilai perlu juga ditentukan.
Dalarn penilaian isi teks, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah isi teks
terjemahan akurat atau tidak. Sejauh mana makna yang terdapat di dalam Bsu dapat
dialihkan secara akurat ke dalam teks teljemahan. Pedoman yang perlu diperhatikan
di sini ialah apakah ada yang ditambah dan dikurangi. Jika teks terjemahan dapat
mengungkapkan seluruh makna yang terdapdt di dalarn Bsu, maka teljemahan dapat
dianggap kurang baik. Selain itu, harus diperhatikan pula, apa teks teljemahan
memuat sesuatu yang tidak terdapat di dalarn Bsu. Jika ada, maka teljemahan
dianggap tidak baik. Seandainya makna dapat ditimbang, maka bobot makna Bsu
hams sarna dengan bobot malma Bsa.19
19 Maurist Simatupaug, Pengantar Teori Teljemah, (Jakarta, VI Direktorat Jendral
Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, J999/2000), h. J30
23
B. TEORI DIKSI
Dalam kegiatan komunikasi, kata-kata dijalin-satukan dalam suatu konstruksi
yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa.
Yang paling penting dari rangkaian kata-kata tadi adalah pengertian yang tersirat
dibalik kata-kata yang digunakan. Setiap anggota masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan komunikasi, selalu berusaha agar orang lain dapat memahaminya dan di
samping itu, ia harus bisa memahami orang lain. Dengau eara ini terjalinlah
komunikasi dua arall yang baik dan hmllionis.
Pengertian yang terdapat dalam sebuah kata mengandung makna bahwa tiap
kata mengungkapkml sebuah gagasan atau sebuah ide, yang ak;;m disampaikan kepada
orang lain.
Bila kita menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur gagasan, maka
dengan demikian semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula
ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya.
Mereka yang luas kosa katanya, dapat dengan mudall dan lanem' mengadakan
komunikasi dengml orang lain.
Tidak dapat pula dismlgkal bahwa penguasaaan kosa kata adalah bagian yang
sangat penting dalam dunia perguruan tinggi bagaiman tidak, seeara menyolok
aktivitas seorang mahasiswa setiap hari sebenmnya berkisar pada persoalan kosakata.
Sepanjang hari ia hams mengikuti perkuliallan dan menulis karya-karya
ilmiah ymlg sudah tentu ia akan bersinggungan langsung dengan kata-kata. Bila ia
menguasai kosakata seeara luas dml mengetailUi seeara tepat batasan-batasan
24
pengertiannya maka Ja akan mengungkapkan pula sec:ara tepat apa yang
dimaksucikannya.
1. Pengertian Diksi dan Korelasinya Dengan Makna
a. Pengertian Diksi.
Diksi dalam kamus bahasa Indonesia (1988) benuti pemilihan kata yang
bennakna tepat dan selaras (cocok penggunannya) untuI( m(~ngungkapkan gagasan
dengan pokok pembicaraan, peristiwa dan ldlalayak pendengar atau pembaca.
Dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer diksi berarti pilihan kata;
penggunaan kata yang sesuai dalam penyampaian suatu gagasan dengan tema
b· . . . 20pem lcaraan, pertstIwa, atau pellllrsa.
Menurut Gorys Keraf, pilihan kata atau diksi adalah "kemampuan
membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin
disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi
dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat
dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau
perbendaharaan kata bahasa itU.21 Kridalaksana (1993) mendefinisikan diksi dengan
20 Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modem
English Press, 2002), Cet. Ke-2, h. 354
21 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), Cet. Ke-
II,h.24
25
pilihan kata dan kejelasan lafal wItuk memperoleh efek tectentu dalam berbicara di
depan mnmn atau karang-mengarang.22
Diksi di dalam kamus teori linguistik Ingris-Arab AI-Khuli (1982) adalah
: ..t;, liJ I L9.! .. , , ,
Pemilihan kata : Memilih kata dalam berbicara dan tulis menulis kemudian disusun
berdasarkan aspek ketepatan, kejelasan dan efektif.23
AdapWl menurut Purwa Darminta, ia yakin bahwa pada umWlWya pilihan
selalu diarahkan kepada kata-kata yang "tepat", "seksanla", dan "Iazim". Ketiga
Wlsur tadi menjadi pedoman untuk memilih kata. "Tepat" mengenai arti dan
tempatnya. Kata yang tepat di tempat yang tepat. Itulah yang patut digWlakan.
"Seksama" ialah serasi benar apa yang hendak dituturkan. "Lazim", adalah sudah
menjadi kata wnmn, kata yang di kenaI dan dipakai dalam bahasa Indonesia.24
22 Hari Murti Kridalaksana, Kamus Linnguistik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993),
Cet Ke-3, h.44
23 M. Al Kholi, A Dictionary of Theorithical With an Arabic-english Glossary, (Riyadh:
Librairie Du Lihan, 1982), p. 97
24 A. Widia Marlaya, Seni Menggayakan Kalimat, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), Cet. Ke-5,
h.43
26
Sinonim diksi adalah pilihan leksikal. Pilihan kata sebagai sinonim diksi dapat
menyesatkan, karena pilihan kata itu tidak boleh selalu berupa kata (dasar atau
turunan), tetapi dapat berupa kata majemuk atau frase.25
Dari beberapa pendapat diatas, secara umum penulis menyimpulkan definisi
diksi dengan, pilihan kata yang sesuai dengan makna dan ide yang ingin
diungkapkan. Tepat dalam penggunaannya, serasi dengan apa yang akan diungkapkan
dan lazim dikenal serta dipakai dalam bahasa Indonesia umum. Sinonim diksi tidak
selalu pilihan kata, karena pilihan kata tidak selalu berupa kala (dasar atau turunan)
tetapi dapat pula berupa frase atau kata majemuk.
b. Korelasi Diksi dengan Makna.
Telah diketahui bahwa kata hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, apabila
berada dalam kalimat. Ketika seseorang sedang berkomunikasi dengan lawan
bicaranya. Di samping ia mengungkapkan kehendak, perasaan, dan pikirlin, ia juga
mempertimhangkan pemilihan kata yang akan digunakannya. Tentu saja kata yang
dipilih adalah kata kata-kata yang dapat mendukuhg apa yang dikehendakinya,
dipikirkan dan dirasakan.
Pemilihan kata bukan saja rnempertimbangkat1lawan bicara, tetapi juga ingin
menunjukkan watak pembicara. Itu sebabnya seorang pembicara bukan saja dihmtut
25 Akrom Malibmy, "Pokok-pokok Perkuliahan Stilistika", Makalah, (Jakarta: UIN,
September 2003), h. 9
27
untuk mengetahui pada saat mana suatu kata digunakan, dan pada saat mana kata
tersebut tidak dapat dimanfaatkan.
Kesalahan seorang penulis atau pembicara dalam pemilihan kata akan
berakibat perubahan makna yang diterima oleh pembaca atau pendengar. Sehingga
pesan yang disampaikan tidak dapat tersalurkan, bahkan memungkinkan adanya
kesalah pahaman.
Makna kata dapat menimbulkan reaksi pada orang yang mendengar atau
membaca. Reaksi yang timbul itu dapat belwujud "pengertian" atau "tindakan".
Dalam berkomunikasi kita tidak hanya berhadapan dengan "kata", tetapi dengan
suatu rangkaian kata yang mendukung suatu amanat. Pembaca atau pendengar yang
berlainan akan memj:Jengaruhi pula pilihan kata dan cara penyampaian amanat
tersebut.26
Dengan demikian seseorang yang telah mengetahui makna sebuah kata tidak
akan begitu saja berbicara atau menulis. Banyak faktor yang harus diperhatikan,
dipertimbangkan, dan diperhitungkan.
2. Syarat Ketepatan dan Kesesuaian DiI<si
Kata merupakan salah satu unsur dasar ballasa yang sangat penting. Dengan
kata-kata kita berpikir, menyatakan perasaan serta gagasan.
26 Gorys Keraf, Gp. Cit., h. 25
28
Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan, terutama melalui
tulisan merupakan pekerjaan yang cukup sulit. Suatu karangan merupakan media
komunikasi antara penulis dan pembaca. Akan tetapi, komunikasi tersebut hanya
akan berlangsung dengan baik selarna pembaca mengartikan kata dan rangkaian kata
kata sesuai dengan maksud penulis. Jika pembaca mempunyai tafsiran yang berbeda
dengan penulis tentang kata atau rangkaian kata-kata yang dipakai, komunikasi itu
akan terputus. Terjadilah salah paham, kesenjangan komunikasi dan sebagainya.
Karena itu kita perlu berhati-hati dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan di
dalam tulisan.
Dalam memilih kata ada dua persyaratan pokok yang harus diperhatikan.
Pertama, ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sehuah gagasan, hal atau
barang yang akan diarnanatkan. Ketepatan dapat pula diartik:m dengan kemanlpuan
sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sarna pada imajinasi pembaca atau
pendengar. Pembicara atau penulis berusaha secermat mungkin memilih kata untuk
mencapai maksud yang dikchendakinya. Ketepatan kata yang dipilih akan mewakili
pesan penulis atau pembicara, kata yang dipilih sudah tepat akan tepat, tanlpak dari
reaksi selanjutnya, baik verbal maupun nonverbal dari pembaca atau pendengar dan
tidak menimbulkan salah paham.27
Persyaratan pokok kedua dalam memilih kata adalah, kesesuaian atau
kecocokan dalarn mempergunakan kata tersebut. Kesesuaian menyangkut kecocokan
27 Ibid, h. 87
29
antara kata-kata yang dipakai dengan kesempatan atau situasi dan keadaan pembaca,
atau sesuai dengan konteks pemakainya. Konteks pemakaian yang dimaksud dalarn
hal ini erat kaitannya dengan faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.28
Faktor kebahasaan yang perlu diperhatikan antara lain, hubungan makna
antara kata yang satu dengan kata yang lain dalam sebuah kalimat dan kelaziman
kata-kata yang hams dipilih.
Sedangkan faktor nonkebahasaan yang perlu diperhat:ikan dalam pemilihan
kata agar serasi adalah: a. Situasi pembicaraan
b. Lawan bicara
c. Sarana bicara
Situasi pembicaraan menyangkut situasi resmi dan situasi yang tidak resmi.
Dalam situasi pembicaraan yang resmi bahasa yang digunakan adalah bahasa yang
baku. Kebakuan yang dimaksudkan, meliputi bentuk kata, pilihan kata, eajaan
maupun susunan kalimatnya. Kesesuaian dalam pendayagunaan kata-kata dalam
suatu situasi, akan memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Karena tidak semua kata-kata yang sama dapat diungkapkan dalarn
kesempatan dan situasi yang sarna. Ada yang formal dan ada pula yang nonformal.29
Selanjutnya, berkenaan dengan faktor lawan bicara, hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu; a. Siapa lawan bicara
28 Ibid" h. 102
29 Ibid., h. 55
30
b. Bagaiman kedudukkan atau status sosialnya
c. Seberapa dekat hubungan pembicara dan lawan bicara.
Faktor nonkebahasaan lain yang perlu juga diperhatikan adalah, sarana yaitu
lisan atau tulisan. Bahasa yang digunakan secara lisan dapat dipeIjelas dengan
penggunaan intonasi, gerakan anggota tubuh, atau situasi pembicaraanya. Sedangkan
bahasa yang digtmakan secara tulisan lebih dituntut menggunakan unsur-unsur
kebahasaan yang lebih lengkap agar dapat mendnkung kejelasan informasi.30
Ada beberapa hal yang dapat diperhatikan untuk mencapai ketepatan pilihan
kata, diantaranya:
a. Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi dari dua. kata yang mempunyai
makna yang mirip satu sama lain. la harus menetapkan mana yang akan
dipergunakannya untuk mencapai maksudnya.
b. Membedakan secara cermat kata yang hampir bersinonim. Dengan menguasal
makna kata yang sama memungkinkan penulis atau pembicara menggunakan kata
yang bervariasi. Sinonim kata ini dapat digunakan secara berganti-ganti agar
pembaca tidak bosan dengan kata yang itu-itu saja.
c. Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Bila penulis sendiri tidak
mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu, malm akan membawa
akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.
30 Mustakim, Membina KemamplIan Berbahasa (Pandllan ke Arah Kemahiran Berbahasa),
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), Cet. Ke-1, h.57
31
d. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Meskipun bahasa selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangan dalanl masyarakat. Namun hal itu tidak
berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru
biasanya mWlcul untuk pertama karena dipakai oleh orang-orang terkenal atau
pengarang terkenal.
e. Waspadalah terhadap penggooaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang
mengandung akhiran asing tersebut.
f. Kata kerja yang menggunakan kata depan hams digunakan secara idiomatik.
g. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembaca hams membedakan kata
umum dan kata k1msus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada
kata umum. Karena kata yang k1msus memperlihatkan pertalian yang khusus atau
kepada obyek yang kI1usus, maka kesesuaian akan lebih cepat diperoleh antara
pembaca dan penulis.
h. Mempergunakan kata-kata indra yang menunjukkan persepsi yang khusus.
1. Memperhatikan perubahan makna yang teljadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
J. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.31
Selain unsur-unsur bahasa yang dikuasai dan dikenaJ. oleh seluruh anggota
masyarakat bahasa, ada juga oosw' bahasa yang terbatas penuturnya. Unsur-oosur
semacam ini dikenal dengan berbagai macam nama seperti sla.ng, bahasa daerah atau
31 Gorys Keraf, Gp. Cit.• h. 88-89
32
lU1Sur daerah dan sebagainya. Kata-kata yang termasuk dalam kelompok ini harus
dipergtmakan secara hati-hati agar tidak merusak suasana.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh penulis dan pembicara agar kata
kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu situasi dan menghindari ketegangan
antara penulis atau pembicara dengan para haditin atai para pernbaca, yaitu:
a. Hindatilah sejauh mlU1gkin bahasa atau unsur substandard dalam situasi yang
fonnal.
b. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalan1 situasi yang
umum hendaknya penulis dan pembicam memperglU1akan kata-kata populer.
c. Hindarilah lU1gkapan-lU1gkapan usang (idiom yang mati). Seorang pembicara atau
pengarang yang masih berusaha mengglU1akan kata atau idiom yang sudah usang
dan tak bertenaga, akan selalu menghadapi resiko bahwa ia plU1 dianggap sebagai
pengarang yang usang dan kaku.
d. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial tidak tergantung pada kata yang
diglU1akan, tetapi dalam penggunaannya lU1tuk menyatakan suatu maksud.32
3. Diksi Dalam Kalimat.
Pengguanaan diksi atau pilihan kata lU1tuk menimbulkan gagasan yang tepat
pada imajinasi pembaca atau pendengar, tidak hanya dilaknkan pada tataran kata.
Namun, dilakukan pula pada tataran kalimat, sehingga menjadi kalimat yangjelas dan
efektif. Dengan kalimat efektif seorang penerjemah dapat menyampaikan pesan-
32 Ibid, h. 104
33
pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran secara jelas. Kalimat efektif itu
beltenaga. Ia memiliki suatu kekuatan maha gaib yang bisa menggerakkan tenaga,
pikiran, maupun emosi pembaca. Oleh karena itu ciri-ciIi kalimat efektif harns
dicarnkan dan dilaksanakan dalam penerjemahan. Menurut Gorys Keraf, kalimat
efektif adalah kalimat yang secat'a tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan
pembicara atau penulis datI sanggup menimbulkan gagasan yang smna tepatnya
dalam pikiran pendengar atau pembaca sepelti yang dipikirkatl oleh pembicara
ataupun penulis.33
Menurut Zaenal Arifin, kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki
kemmnpuan untuk menimbulkan kembali gagasan pada pikiran pendengar alau
pembaca seperti, apa yang ada dalmn pikiran penulis alau pembicara. Kalimat efektif
lebih mengutmnakan keefektifan kalimat itu sehingga k"jeiasan kalimat dapat
terjamino34
Sebagaimana pula yang diungkapkan J.S. Badudu, sebuah kalimat dapat
dikatakan sebagai kalimat efektif apabila mencapai sasaran dengan baik sebagai alat
komunikasi. Kalimat efektif dapat menymnpaikan pesarl, gagasan, ide atau
33 A. Widya Martaya, Lac. Cil.• h. 44
J4 Zaenal Arifin S. Amran Tasai, Cerlnal Berbahasa Indonesia unluk PT, (Jakarta:
Akademika Pressindo, 1995), eet. Ke-I, h. 109
34
pemberitahuan kepada penerima pesan, sesuai dengan ide yang ada pada pikiran
penyampai.35 Kalimat efektif harns memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
• Struktur kalimat teratuf.
• Kata yang digunakan mendukung makna secara tepat dan berhubungan
antar bagian yang logis.
• Susunan kata teratur.
• Penggunaan kata yang tidak berlabihan.
• Penggunaan kata yang tepat makna.
• Penggunaan kata tugas yang tepat dalam kalimat.
Ada pula ciri kalimat efektif yang lain menurut Widya Martaya, sebagai
berikut:
a. Mewujudkan Koherensi yang Baik dan Kompak.
Koherensi adalah pertautan antara lUlSur-unSur yang membangun kalimat dan
alinea. Tiap kata atau fi'ase dalam kalimat harus selaJu berkaitan. Untuk menjaga
koherensi itu, hendaknya peneJjemah :
(I). Kritis Terhadap Pemakaian Kata Depan.
Dalam sebuah kalimat terkadang salah menggunakan kata depan. Karena
beberapa kata depan membutuhkan pasangan yang harns selalu bersama-sama dan
pasangan kata ini sudah terpadu. Andai kata pemakaian kata itu tidak sesuai atau
35 l.S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar III, (Jakarta: Gramedia Puslaka Vlama,
1994), h.163
35
salah satu unsurnya ditinggalkan, maka ungkapan idiomatik itu akan pincang dan
dikategorikan pemakaian yang salah.36
Contoh: Berhubung itu, selurnh warga harns menjaga kebersihan lingkungan
masing-masing.
Dari contoh diatas kata depan 'berhubung' tidak menggunakan frase
idiomatik, sehingga kalimat yang terdengar terasa janggal. Frase idiomatik yang
cocok untuk kata depan 'berhubung' adalah 'dengan'. Jadi sebaiknya kata depan yang
digunakan pada kalimat tersebut 'sehubungan dengan'. Kata depan sehubungan
dengan harns selalu bersama-sama karena unsur itu merupakal1l bagian yang padu dari
frase idiomatik tersebut. Kalimat diatas lebih efektif : Sehubunga dengan hal itu,
seluruh warga hanls menjaga kebersihan lingktmgan masing-masing.
(2). Kritis Terhadap Pemakaian Kata Ganti Dalam Kalimat.
Ada kemungkinan pemakaian kata ganti dalam kalimat menyebabkan kalimat
itu tidak efektif, karena pemakaian kata ganti yang tidak jelas.
Contoh: Atas perhatiarmya, saya ucapkan terima kasih.
Kalimat diatas belum efektif, karena kata ganti 'nya' pada kata 'perhatiannya' tidak
jelas. Kata ganti 'nya' digunakan untuk mengacu kepada sesuatu yang sudah
disebutkan. Dengan demikian kalimat diatas akan menjadi efektif bila diubah
menjadi: Atas perhatian Bapak, saya ucapkan terima kasih.37
36 A. Widya Martaya. Gp. Cit., h. J J9
37 Ibid., h. 27
36
b. Kesepadanan dan Kesatuan.
Yang dimaksud dengan kesepadanan dan kesatuan adalah kesepadanan atau
keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai.
Kesepadanan ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan
pikiran yang baik.
(1) Subjek dan Predikat harus Jelas.
Kalimat efektif memiliki struktur yang baik, artinya kalimat itu hams
mempinyai unsur-unsnr subjek dan predikat atau dapat ditarnbahkan dengan objek
atau keterangan lain yang melahirkan keterpaduan arti dan mempakan ciri keuttihan
kalimat.
Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan daengan
menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, kepada, dan
sebagainya.38 Contoh :
Kalimat Tidak Efektif Di dalanl keputusan itu adalah kebijaksanaan yang dapat
menguntungkan umum.
Kalimat Efektif Keputusan itu adalah kebijaksanaan yang
menguntungkan umum.
2) Kalimat EfektifHams Bersih dari Beberapa Hal
a) Kontaminasi (Perallcuall)
Contoh:Disekolah kami dipelajarkan berbagai kepandaian wanita.
38 Ibid., h. 21
37
Kalimat diatas terasa rancu karena, kata "dipelajarkan" akan terasa efektif jika
diganti dengan kata " diajarkan". Sehingga kalimat diatas sebaiknya; Disekolah itu
para siswa diajarkan bennacam-macam keterarnpilan.
b) Pleonasme (Penambahan yang tidak perIu)
Contoh;
TeIjemahnya;
"Kita melihat dalam masyarakat, para wanita-wanita itu
mengecat kuku".
Pada kalimat di atas, terdapat kta ulang yang tidak tepat. Kalimat tersebut
dapat menjadi kalimat efektif apabila diubah menjadi ; Kita melihat dalam
masyarakat, para wanita yang mengecat kuku mereka.
c) Hiperkorek (Membetulkan apa yang sudab betul sehingga menjadi salab)
Contoh: Semua izazahnya telah di laminating supaya awet.
Kalimat diatas tidak efektif, sementara kalimat efektifuya adalab: 'Semua
ijazabnya telab di laminating supaya awet' .39
c. Memperhatikan paralelisme.
Paralelisme (kesejajaran) adalah penggunaan bentuk grarnatikal yang sarna
untuk unsur-unsur kalimat yang sarna fungsinya. Artinya, jika sebuab pikiran
39 Ibid, h. 6
38
dinyatakan dengan frase, maka pikiran-pikiran lain yang sejajar harus dinyatakan pula
dengan frase. Jika bentuk pertama menggunakan nomina, maka bentuk kedua juga
menggtmakan bentuk nomina.
Contoh: Seeara tegas dan konsekuen pemerintah rnenindak para pelaku
penyelundupan karena mereka menjatuhkan industri dalam negeri,
aparatur pemerintah dilUsak, dan mereka rongrong kewibawaan
pemerintah.
Kata yang menduduki jabatan predikat tidak sarna bentuknya, yaitu kata
menindak, menjatuhkan, dilUsak dan rongrong. Agar kaHmat diatas memiliki
kesejajaran atau keparalelan, akan lebih baik jika predikat pada kalimat tersebut
diubah menjadi predikat yang verbal bentuk me-, sebagai berikut: Seeara tegas dan
konsekuen pemerintah menindak para pelaku penyelundupan karena mereka
menjatuhkan industri dalam negeri, merusak aparatur pemerintah, dan merongrong
kewibawaan pemerintah.40
d. Menghemat Penggunaan Kata.
Yang dipantangkan dalam kalimat efektif adalah pemborosan kata, maIm
gagasan yang eukup disampaikan dengan satu kalimat jangan dikatakan dengan dua
atau tiga kalimat. Demikian juga Frase atau kelompok kata yang sudah jelas dan
terang maksudnya dalam bentuk yang ringkas, tak ada gunanya diperluas dengan
kata-kata yang tidak perlu atau mubazir.
40 Ibid, h. 30
39
Upaya-upaya untuk menghemat kata antara lain ialah:
1). Menghilangkan subjek yang tidak diperlukan,
Contoh: Para pegawai perusahaan itu bekeJja produktif karena mereka merasa
dihargai dan dilibatkan sebagai pribadi.
Kalimat diatas tidak diwarnai kehematan karena kata 'mereka' yang
menduduki jabatan subjek tidak diperlukan sebab frase 'para pegawai' yang juga
menduduki jabatan subjek sudah jelas dan terang maksudnya sehingga tidak perlu
pengulangan gagasan yang sama dengan kata yang berlainan. Dengan demikian
kalimat tersebut akan baik jika menjadi : Para pegawai perusahaan itu bekerja dengan
produktifkarena merasa dihargai dan dilibatkan sebagai pribadi.
2). Menjauhkan pemakaian kata depan dari dan daripada yang tidak perlu.
Contoh : Sejarah daripada peljuangan dan pertumbuhan bangsa ikut memberi dasar
dan arah dari pada politik kita ynag bebas dan aktif.4 !
Pada kalimat diatas penggunaan kata 'daripada' tidaklah perlu, karena hanya
akan mengaburkan pokok pembicaraan. Dengau demikian akan lebih efektif jika
kalimat tersebut menjadi: Sejarah perjuangan dan pertumbuhan bangsa ikut memberi
dasar dan arah poliik kita yang bebas dan aktif.
41 Ibid. h. 31
BABm
ANALISIS DATA
A. Gmnbarlm Umum Kitab Fiqlml-Mal"atil-Mnslimali dan Biogl"lilfi Kedua
Penerjemali.
Meningkatnya minat masyarakat untuk mendalami masalah fiqih sebagai
pedoman pengamalan agama Islam dalam kehidupan sehad-hari merupakan tindak
lanjut masyarakat muslim dalam semangat dan kesadaran beragama. Terbukti dengan
menjamurnya literature-literatur berbahasa Arab yang telalt diterjemahkan, dad
karya-karya klasik sepelti Fathul-qarib karya Syaikh Muhammad bin Qasim AI
Ghazzi, fathul-mu'in karya Syaikh Imam Nawawi AI-Bantani sampai dengan kitab
kitab Fiqih modern karya Sayyid Sabiq maupun DR. YusufQordhowi.
Dalam disiplin ilmu fiqih, bentukan sosial juga memainkan peranrnl yrnlg
tidak sedikit. Tuntutan yrnlg muneul drn'i kepentingan bersrnna adalall juga preferensi
bagi tema-tema fiqih yang muneul selanjutnya. Kitab Fiqhul-mar 'atil-muslimah
karangan Syaikh Ibrahim Muhrnnmad ai-Jamal adalall salah satunya.
Kitab Fiqhul-mar 'atil-muslimah adalall kitab fiqih yang seern'a khusus
memballas fiqih tentang wanita. Kitab ini terdiri dari dua bagian yakni ibadah dan
mu'amalall. Ketika berbicara tentang ibadah dan mu'amalah, pada prinsipnya semua
tema ditulis dalam semangat setara dan bersama-sama. Oleh karena itu, kewajiban
shalat untuk laki-Iaki, sarna saja nilai wajibnya untuk wanita atau haramnya
perzinllhan untllk laki-Iaki, sarna hllramnya untuk wrnlita, demikian setemsnya.
41
Namun demikian Allah telah menciptakan laId-laId dan perempuan dengan kekhasan
masing-masing, sehingga diperlukan penjelasan yang lebih rinci guna menghindari
kesalahan yang mungkin terjadi di kemudian hari. Seperti kitab-kitab fiqih pada
umumnya, pada bagian ibadah kitab ini berisi tentang thaharah, shalat, zakat, puasa
dan haji. Sedangkan pada bagian mu'amalatberisi tentang nikah, thalak,hudud,
makanan, dan jual-beli. Disamping pembahasan-pembahasan umum yang
berhubungan dengan fiqih, kitab ini tentu akan lebih banyak rnengulas permasalahan
wanita. Terlihat dengan dua pembahasan khusus mengenai pandangan Islam
terhadap wanita dan keagungan Islam dalam mengatur naluri (seks) wanita. Kitab ini
mempergunakan metode komparasi (muqoron) dengan merujuk dan membandingkan
pendapat-pendapat dari kalangan madzahib al-arba'ah (Hana:fi, Maliki, Syafi'i dan
Hambali).
Kitab Fiqhul-mar 'atil-muslimah termasuk kitab yang telall banyalc
diteljemahkan oleh beberapa orang peneljemall, dua diantaranya ialah Anshori Umar
Sitanggal dan Zaid husein AI-Hamid.
1. Anshori Umar Sitanggal
Anshori Umar adalah salall satu dari beberapa penerjemah buku ini. Lahir di
Brebes tepatnya di desa Sitanggal, pada tanggal 1 Agustus 1953. Beliau termasuk
penerjemah/penulis yang memiliki riwayat pendidikan formal yang tidak cukup baik,
karena ijazah SD tidak pernah beliau dapatkan, namun demikian beliau sempat
mengenyam pendidikan pergulUan tinggi di Universitas Ibnu Kholdun meski hanya
satu semester. Kemungkinan hal ini disebabkan situasi politik dan keamanan kala itu,
42
yaitu peristiwa makar yang dilakukan oleh salah satu organisa:,i politik yang dikenal
dengan gerakan 30 September atau G 30 S/PKI. BerbekaJ pendidikan selama tujuh
tahoo di pondok pesantren Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, beliau telah
banyak menerjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab.
Selain sebagai penerjemah beliau juga pernah mengajar di beberapa lembaga
pendidikan negeri maupoo swasta, saat ini beliau berstatus sebagai pengasuh
pondok-pesantren An-Najah Bekasi.
Pada tahun 1975 beliau hijrah ke Surakarta. Di sinilah beliau banyak
menghabiskan waktooya ootuk mengajar ilmu-ilmn agan1a, tepatnya setelah beliau
menikahi putri seorang kiai pimpinan sebuah pondok-pesantren salaf di Pelumcen
Surakarta. Meskipun beliau telah sering meneljemahkan kitab-kitab berbahasa Arab
namun, bam pada tahun SO-an beliau serius menekuni bidang ini. Sampai saat ini
beliau telah menerjemahkan tidak kurang dari 50 judul buku. Karya-karya tulisnya
ini telah beredar di masyarakat dan sebagian besar diterbitkal1 oleh CV. Asy-Syifa
Semarang.
Menurut beliau, penerjemahan yang baik adalah penerjemahan seutuhnya
tetapi menggunakan baJlasa yang enak. Seorallg pene~jemall hams memiliki
kesabaran dan ketelitian yang tinggi di samping menguasai teori-teori teJjemahan,
karena meneljemahkan sebuah teks adalah amanat yang harus dijaga, jangan sampai
seorang penerjemah melakukan penyimpangan. Jika demikian maka peSall yallg
dimaksudkan oleh penerjemah tidak akan san1a dengan apa yang disampaikan oleh
penulis.
43
Anshori Umar meneljemahkan kitab fiqhul-mar'atil-muslimah terdorong oleh
dua hal. Pertama, beliau melihat penerjemahan kitab fiqih yang membahas khusus
mengenai wanita masih sangat sedikit sekali jumlahnya, sehingga dengan
menerbitkan terjemahannya akan menghasilkan nilai jual yang tinggi. Selain
motivasi ekonomi, penerjemahan kitab ini sangat bermanfaat terutama bagi kaum
wanita. Karena, tidak dapat dipungkiri wanita sebagai suri tauladan dalam satu
masyarakat terkecil (keluarga), memegang peranan yang sangat besar dalanl
menciptakan manusia-manusia yang berakhlak mulia sebagail11ana yang dicita
citakan dunia Islam. Jika wanita-wanita dalam suatu rumah baik, akan baik pula
anak-anak mereka.
: Peuerbit CY. Asyifa
: Penerbit CY. Asyifa
: Pt~nerbit CY. Asyifa
: Penerbit Toha Putra
Nailul Authar
Fiqh AI-Mar'ati AI-Muslimah
Ada beberapa buku yang merupakan hasil peneljemahan terhadap kitab-kitab
kuning. Sampai saat ini sekitar lima puluh buku yang telah beredar di l11asyarakat
yang mempakan buku terjemahan dari kitab-kitab kuning dan beberapa buku lagi
yang bukan bempa buku terjel11ahan dari kitab ktming.42 Beberapa buku tersebut
diantaranya :
Tafsir AI-Maraghi
DUlTatun Naasihin
42 Anshori Urnar, Pengasuh Pondok Pesantren An-Najah Bekasi, Wawancara Pribadi,
Bekasi, 26 Juni 2006
Ashrul Qurud
Agar dijaga Allah
Kisah-kisah teladan sepanjang sejarah Islam
: Penerbit Daarul Fikr
: Penerbit Noen
: Penerbit Husaini
44
2. Zaid Husein AI-Hamid
Nanla beliau adalah Zaid bin Husein AI-Hamid. Lahir di Pasuruan Jawa
Timur pada tanggal 13 Juli 1950. Meskipun beliau seorang muslim sejak lahir,
bahkan termasuk warga keturunan Arab, pendidikan di bangku sekolah dasar hingga
menengah pertama beliau habiskan di sebuah sekolah katolik 8wasta, tepatnya di SD
dan SMP Katolik Sang Timur Pasuruan Jawa Timur. Pertimbangan kualitas dan
sistem yang lebih maj II menyebabkan orang tua beliau memilih sekolah Kristen
llntuk mempelajari ilmu pengetahuan umum kala itu. Sebagai seorang muslim yang
taat, selepas pulang sekolah beliau belajar ilmu-ilmu agama di madrasah. Hal ini
dimaksudkan untuk menyeimbangkan pengetahuan yang beliau dapatkan, karena
sejatinya seorang muslim mempunyai kewajiban-kewajiban yang hams dijalankan
termasuk mempelajari ilmu-ilmu agama yang dianutnya.
Setelah lulus SMA negeri di Pasuruan, beliau menemskan studinya di
Institut Aganla Islam Negeri (lAIN) Wali Songo cabang Pekalongan selama tiga
tahun. Zaid Husein juga pernah menimba ilmu di Pendidikan Tinggi Ma'had AI
Islam di Pekalongan. Sejak tahun 2005 hingga kini beliau bekerja sebagai staf
pengaJar ilmu Faraidh (Hukum Waris) di pondok-pesalltren Daarul-Ihya Li
Ulumiddin Bangil Jawa Timur.
45
Pada tahun 1982 beliau mulai menerjemahhm buku-buku berbahasa Arab.
Lebih dari seratus buku berbahasa Arab telah beliau teljemahkan. Selain sebagai
pengajar dan penerjemah laid Husein juga seorang penulis buku pelajaran bahasa
Arab dan kamus bahasa Arab.
laid Husein AI-Hamid melakukan peneljemahan bulm ini tidak lain untuk
melengkapi buku-buku fiqih tentang wanita yang memang masih sangat sedikit
jumlahnya. Dalam menerjemahkan buku Fiqhul-mar 'atil-muslimah selain merujuk
pada kamus beliau juga merujuk pada buku-buku referensi lainnya seperti,.
Fiqhussunnah dan semacanmya glma memperluas wawasan, disamping lebih
memudahkan peneljemahan.43
Beberapa karya laid Husein AI-Hamid, diantaranya:
Kamus Arab-Indonesia dan Indonesia-Arab AI-Muyassar Penerbit Pustaka Amani
Kamus Arab-IndonesiaAl-Mufid Penerbit Pustal<a Amani.
Buku Pintar Soal Jawab Hukum Waris Penerbit Surabaya.
Buku pelajaran bahasa Arab Pel1lerbit Surabaya.
Fiqih AI-Muslimah Penerbit Pustaka Amani.
B. Analisis Diksi Dalam Hubungannya Dengan Makna
Pada bab ini, penulis menganalisis hasil terjemahan Anshori Vmar Sitanggal
dan laid Husein AI-Hamid pada bab thaharah buku terjemahan Fiqhul-mar 'atil-
43 Zaid Husein AI-Hamid, Penerjemah kilab Fiqh AI-Mar'ali AI-Muslimah, Via SlIrat,Jakarla
22 Me; 2006
46
muslimah mengenai diksi dalal11 hubungannya dengan makna. Analisis diksi yang
berhubungan dengan l11alcna l11eliputi : malcna mnum dankhusus, denotatif dan
konotatif serta malcna referensial il11plisit.
i.Makna Umum dan Khusus
Kata mnum dibedal(an dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya.
Ma\(in luas ruang lingkup suatu kata, ma\(in umum sifatnya. Ma\(in umum suatu kata
makin banya\( kemungkinan salah pallaJll atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin
khusus kata yang dipa\(ai, l11a\(in dekat penulis kepada ketepatal1 pilihan katanya.44
Penulis mengaJnbii beberapa data yang berkaitan dengan pembahasan ini
sebagai berikut:
Terjemahan Anshori Ul11aJ'
"Membersihkan tubuh dari hadats, najis dsb".
TeljemallaJl laid Husein ]
"MembersihkaJl bagian luar dari hadats, kotoran daJl sebagainya".
Dalam kamus AI-Mmlawwir kata -..JA\J;J\ berma\(na 'yang luar (bagian/sisi
lnar). TeljemahaJl berdasaJ'kan kamus ini dipilih oleh laid Husein dalaJn
meneljemahkan kata yaJlg bergaJ'is bawah pada kalimat di atas. Kata yang digaris
44 Sabarti Akbaidah, et. aL, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 1996) Cet. Ke-IO, h. 87.
45 Ibrahim Muhammad AI-Jamal, Gp. Cit., h. 16
47
bawahi kurang tepat bila diartikan dengan 'bagian luar'. Kata tersebut mempunyai
malma bagian luar semua benda. Melihat kata selanjutnya "badats, najis (kotoran)
dan sebagainya", maka ada pengkbususan malma yang dimaksudkan oleh penulis.
Meskipun kal11us AI-Munawwir l11engartikan kata tersebut dengan 'bagian
luar' ,namun kata ini tidak tepat ditel11patkan pada kalil11at di atas. Tidak selamanya
kata dalam kamus almn tepat dipilih, karena konteks kalil11at yang dihadapi seorang
peneIjel11ah l11empengaruhi ketepatan pilihan kata. Berdasarkan hal ini teljemahan
Anshori Umar yang l11engartikan kata .J-"!'\.JQ.\\ dengan "tubuh", lebih tepat memjuk
pada kata setelahnya 'hadats, kotoran dan sebagainya'.
Terdapat juga dalanl kalimat
46 -\ •• 11 .• L ~. J6.).1~)I Jc. ~I 1·I'··q.... .. .. .. . /) J"'" .J~ 0". w, U'" j-'''> J
Teljel11ahan Anshori Umar
"Kebanyakan para ulama l11emberikan rukhsah (keringanan) pada saat
terpaksa kepada orang lelaki untuk menggunakan air yang telah digunakan bersuei
oleh orang wanita......".
Terjel11ahan Zaid Husein
"Sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa sisa wudhu wanita mempakan
rukhsall (keringanan) bagi laki-Iaki.. ....".
46 Ibid., h. 56
48
Terjemahan kata ~\ J,AI yang dipilih oleh Zaid Husein kurang tepat.
Dalam kamus BI 'ilmuwan' berarti orang yang ahli atau banyak pengetahuannya
mengenai suatu ilmu. Meskipun Kata r-LJI J.A>I dapat diartikan 'ilmuwan',akan
tetapi dalam konteks kalimat di atas, kata tersebut masih bermakna umum, karena
seorang geolog pun dapat di sebut ilmuwan. Dalam ballasa Indonesia kata 'ilmuwan',
biasanya digandengkan dengan bidang ilmu yang dikuasainya agar kata yang
dimalesudkan akan tersampaikan dengan bai!c Dalam bidang keagamaan kata' J,A\
~I' akan lebih tepat diterjemahkan dengan "ulama". Dengan demikian terjemahan
Anshori Umar lebih memenuhi kriteria keteptan diksi. Karena kata "ulama"
mempunyai makna yang khusus yaitu orang yang ahli dalam pengetahuan agama
Islanl. Namun demikian, pada teljemahan Anshori Umar terdapat pemilihan kata
yang kurang tepat. Kata 'kebanyakall' dan 'para' mengandung gagasan yang sama,
kedua kata tersebut menyatakan jamak, jadi tidak perlu ada pengulangan kata.
kalimat tersebut alean lebih baik diterjemahkan dengan 'Sebagian besar ulan1a
memberikan mkhsah (keringanan) kepada laki-laki untuk menggunakan sisa air
wudhu wanita.'
49
Dalam kalimat lain
TeJjemahan Anshori Umar
"Dan begitu pula kata Ibnu Sayidinnas dalam syarahnya " ini adalah termasuk
perkara yang sudah disepakati oleh siapapun ".
Terjemahan Zaid Husein
"Ibnu Sayyidin Anaas dalam syarahnya menambahkan " ini adalah pendapat
yang disepakati banyak orang".
Pada teJjemahan Anshori Umar kata yang digarisbawahi terasa lebih luas bila
diartikan ' siapapun'. Dalam Islam, penentuan status hukum sesuatu dilakukan oleh
para ulama setelah Allah dan Rasul-Nya. Kata ' siapapun ' mempunyai arti semua
orang, baik ia beragama Islam atau non Islam.Sedangkan ter.jemahan Zaid Husein
pun belum dapat dikatakan tepat dengan meneJjemahkan kata yang bergaris bawah
dengan 'banyak orang', namun demikian kemungkinan 'orang' yang dimaksud
adalah orang Islam. Tetapi kata tersebut akan lebih tepat jika dipergantikan dengan
'para ulama', merujuk pada konteks kalimat yang dihadapi oleh peneJjemah, yaitu
konteks hukum agama Islam.
2. Makna Denatatifdan Kanatatif
Makna denotatif adalah malma yang mengacu pada gll;gasan tertentu (makna
dasar) yang tidak mengandung makna tambahan atau nilai rasa tertentu. Makna
47 Ibid., h. 45
50
konotatif adalah makna tambahan yang mengandung nilai rasa tertentu disamping
makna dasarnya.48 Guna mencapai ketepatan diksi, seorang pembicara atau penulis
harns dapat membedakan makna denotatif dan konotatif secara c:ermat.
Suatu kata kerap kali tidak hanya mendukung satu konsep atau objek saja,
melainkan juga menimbulkan asosiasi dengan sesuatu. Nilai rasa sllatu kata
ditentukan oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Nilai itu mllngkin
bersifat positif (tinggi, menyenangkan, baik, sopan, saki'al) atau negatif (rendah,
menjengkelkan, kotor) Malena yang akan dipilih dalam sllatu tlllisan, bergantllng
kepada tujuan dan sifat tlllisan tersebut. Jika yang ingin dipaparkan ialah suatu
balmsan ilmiah mengenai suatu masalall, maka di dalam karangan temtama akan
digunakan kata-kata dengan makna denotatif. Akan tetapi, dalam sajal, misalnya,
akan digunakan kata-kata dengan makila konotatif.49 Penulis menemukan data yang
berkaitan dengan pembahasan ini diantaranya ;
Terjemahan Anshori Umm';
"Namun demikian barang smpa yang ma1l1-ma1l1 dekat kebl1l1 sangat
dikhawatirkan ia te~jerumus kedalamnya".
Terjemahan laid Husein:
4' Mustakim, Gp. Cit., h. 43.
49 Sabarti Akhaidah, et. aI., Gp. Cit., h. 86.
50 Ibrahim Muahammad AI-Jamal, Gp. Cit., h. 47
51
"Namun orang yang mendekati tempat terlarang, ia akan terjerumus dalam
keharaman".
Kata "terjerumus" pada terjemahan Anshori Umar terasa janggal. Kata
"te~jerumus", sering kali berkonotasi negatif. Contoh: Pandai-pandailah dalam
bergaul, jangan sampai terjerumus ke lembah kehinaan. Kata "terjerumus" dalam
kalimat diatas kurang tepat, merujuk pada kata sebelumnya "kebun'. Kata 'kebun'
sering digambarkan dengan suatu tempat yang indah. Mungkin penerjemah
bermaksud meyakini pembaca bahwa menggauli seorang isteri yang sedang haidh
sangat berbahaya terutama bagi kesehatan, namun kata yang dipilih kumng tepat.
Dalam meneljemahkan kitab-kitab fiqih, hendaknya menggunakan makna denotatif.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalah pahaman di kalangan pembaca,
karena permasalahan fiqih sarat dengan hukum-hukum yang berlaku dalam
kehidupan Ulnat muslim. Dengan demikian kata "teJjerUlnus" pada terjemahan kedua
terlihat lebih tepat, di samping menggunakan makna denotatif juga terkait dengan
kata sebelumnya 'tempat terlarang'.
3. Makna Referensial Implisilt
Menurut Chaer sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial jika ada
referensnya atau acmumya, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu.
Kata-kata seperti kuda, merah dan gambar, termasuk kata-kata yang bennakna
referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan,
atau, dan karena adalah kata-kata yang tidak mempunyai refewns.
52
Makna referensial menurut Kridalaksana dalam kamus linguistik adalah
makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungamlya dengan dunia luar bahasa
(objek atau gagasan).51 Malma referensial merupakal1 isi infonnasi atau suatu yang
dikomunikasikan dan disusun dalam struktur semantis.
Informasi eksplisit adalah informasi yang ditmgkapkan secm'a jelas dengan
unsur leksikal dan bentuk gramatikal. Dari definisi tersebut, penulis tidak perlu
menyinggung m1alisis infOimasi eksplisit.
Informasi implisit atau makna tertentu dibiarkml implisit karena struktur
bahasa sumbernya. Hal demikian disebabkml oleh infonnasi itu sudah tercakup di
bagial1 lain teks itu atau karena informasi sudah dikenal oleh situasi komunikasi itu,
akan tetapi, infOimasi itu hm'us disampaikml oleh peneljemah.. Karena informasi itu
bagian makna yang ingin disampaikan oleh penulis aslinya52. Dari pembahasan il1i,
penulis menemukan data sebagai berikut:
f'.)b.J u a'';''i l 0'»": L.I." y~\ J.Jj.\~ e:~';II L.J-o ~L. ';I
53w4-."y\."
Terjemahan Anshori Umar :
5\ Harimurli Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia Puslaka, 1993),Cel. Ke-3, h.
120
52 Euis Maemunah, AnaHsis Diksi pada Bab Zakal Buku Terjemaban Fath AI-Qarib, Sh'ipsi
Sarjana Kebudayaan, (Jakarta: Perpuslakaan DIN, 2004), h. 46, I. d,
53 Ibrahim Muhammad AI-Jamal, Gp. Cit., h. 58
53
"Tak ada halangan untuk berkumpul lelaki-perempual} sebelum turun ayat
mengenai "hijab". Adapun setelah turunnya wahyu tersebut, maka berkumpul itu
hanya diperbolehkan bagi suami-isteri dan sesama muhrim saja.."
TeIjemahan Zaid Husein :
"Tidak ada halangan untuk bertemu sebelum turUlmya hijab. Adapun
sesudalmya maka ia khusus menyangkut mahram dan isteri."
Pada teljemalJan Anshori Umar di atas mengandung makna implisit. Dalam
Bsu dan tel:jemalJan Zaid husein kata yang bergaris bawah tidak disebutkan. Akan
tetapi Anshori Umar menyebutkan informasi implisit tersebut. Dalam
menerjemalJkan teks di atas infonnasi implisit perlu disebutkan, karena dengan
begitu pesan yang disampaikan kepada pembaca akan semakin jelas. PeneljemalJaJl
kitab-kitab fiqih memang sebaiknya dilakukaJl dengan penjelasan yang lengkap agar
tidak terjadi kesalalJpalJaJnan. Selain itu terdapat kejanggalan dalam mengaJtikaJJ
kata t ~)f\, dalam kamus AI-Munawwir, kata t ~)fl aJtinya 'berkumpul'.
Kata 'berkumpul' tidal, sama dengan 'bertemu'. Kata 'bertemu' mempunyai malma
beljumpa atau beltatap muka dengan durasi yang tidak terlalu lama. Sedangkan kata
'berkumpul' aJtinya, bersama-sama di satu tempat dalanl waktu yang lama. Maka,
kata 'berkumpul' lebih tepat digunakan dalammeneljemallkan kata .t~)fl.
54
C. Allalisis Keserasilm Malrna dalalll Pellerjelllaillm Bab Tbabm'ab Buku
Fiqbul-Mar'atil-Mllslilllab Terjemahall Allsbori Umar dall Zaid Hllsein AI
Hamid..
Suatu karangan mempakan media kommlikasi antara penulis dan pembaca.
Akan tetapi, komunikasi tersebut hanya akan berlangsung dengan baik selama
pembaca mengartikan kata-kata sesuai dengan maksud penulis.
Keserasian dalam pemilihan kata, berkaitan dengan kemampuan
menggunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks pemakainnya. Penulis
menganalisis tiga kriteria pokok sehubungan dengan keserasian dan kesesuaian diksi,
yaitu (a) tautologi, (b) tidak diterjemahkan (c) Kerancuan menerjemah.
1. Tautologi
Untuk menjaga ketepatan piliban kata, seorang penerjemah hams memiliki
teknik pemilihan kata. Hal ini dimal<sudkan agar pesan penulis dapat disampaikan
secara tepat dan ekonomis, salah satunya dengan menghindari tautologi.
Tautologi (redllndam) adalah penglliangan gagasan yang sanla dengan kata
yang berlainan.54 Penlliis menemllkan data yang berhllbllngan dengan pembahasan
ini, antara lain:
54 Gorys Keraf., Lac" Cit.,h.1 0 I
55 Ibrahim Muhammad AI-Jamal., Lac., Cit., h. 17
55
Teljemahan Anshori Umar:
"Niat, yaitu sengaja menyengaja wuc!hu".
TeIjemahan Zaid Huseun :
"Tujuan melakukan sesuatu".
Pada kalimat di atas, peneIjemah pertama mengulang kata 'sengaja' dalanl
satu kalimat, sehingga peneljemal1an menjadi kurang tepat. Namun demikian
penerjemall pertama menerjemal1kan kata~\ dengan 'wudhu', kemungkinan kata
yang diambil dikarenakan konteks kalimat yang dihadapi peneljemal1 pertama.
Penulis melihat hal ini tidak merusak pesan yang ingin disampaikan oleh penulis
kitab ini, karena kemungkinan kata 'wudhu' yang dimaksudkannya. Sedangkan pada
terjemal1al1 kedua tampak Zaid Husein menerjemahkan kalimat di atas secara
harfiah.Meskipun terjemal1an kedua tidak menyimpang dari maksud penulis kitab ini,
tetapi akan lebih baik kalimat tersebut diterjemal1kan dengan menyesuaikan konteks
yang dihadapi oleh peneljemal1. Dengan del11ikian teljel11ahan Anshori Ul11ar lebih
tepat, hanya saja kata yang diulang baiknya dipilih salah satunya saja. Penulis
l11enerjemal1kan kalil11at di atas 'niat, yaitu sengaja berwudhu'.
2. Tidak Ditcrjemahkan
.Dalam proses penerjemahan ada kata-kata yang perlu diteIjemahkan dan ada
pula yang tidak diteljel11a11kan. Kadang suatu kalil11at pendek dalam Bsu setelah
diteljel11a11kan l11enjadi kalil11at panjang dalam Bsa. ltu disebabkan oleh struktur
bahasa dan budaya bal1asa yang digunakan.
56
Ada beberapa data yang penulis ambil sehubungan dengan pembahasan ini:
560:J-a.lW\ Y.J.;t \yl ue 4-?-3~3 4-?-.;!J~ ~J:l1.~ U~!
Teljemaban Anshori Umar:
"Jadi bila pemakaian wig itu diizinkan maIm akan lebih mendorong wanita
memamerkan dirinya dan keluar dari perintab Allab".
Terjemaban Zaid Husein:
"Dengan demikian, pemakaian rambut palsu menambab tabarruj dan
menyimpang dari perintah Allah, Tuhan penguasa alam".
Pada terjemaban pertama, kata 4-?-P diartikan dengan 'memamerkan
dirinya'. Sedangkan pada teljemaban kedua kata tersebut diterjemahkan apa adanya.
Kata 4-?-P yang diteJjemahkan apa adanya terasa kurang tepat, karena tidak
semua orang mengerti kata ini, hanya orang-orang di lingkungan pesantren atau
lembaga pendidikan keagamaan saja yang mengerti kata ini. Dalan1 kriteria ketepatan
diksi kelaziman penggunaan kata dalam masyarakat pembaca lebih diutamakan. Hal
ini dikarenakan agar pesan yang disampaikan lebih mudah dipahami. Oleh karena itu
terjemahan Anshori Umar Iebih mendekati syarata ketepatan diksi, naman demikian
kata 'keluar dari perintab Allah', akan lebih tepat diartikan dengan 'menyimpang
dari perintah Allah'. Penulis menerjemahkan ' Jadi, bila wanita diizinkan memakai
56 Ibid, h. 28
57
rambut palsu (wig) akan lebih mendorong wanita mempertontonkan hiasan dan
kecantikannya, dan menyimpang dari perinlah Allah.'
Terdapal dalam kalimal lain
Teljema11an Anshori Umar
"Sepalu ilu cukup lebal hingga air lidak lembus kedalanl".
Teljemahan Zaid Husein
"Khufnya leba!, sehingga mampu mencegah serapan air kedalam kulil
bawah".
Kala 'khuf dalam salah salu terjema11an lidak diarlikan. Kala 'khuf
bukanla11 kata yang sering diucapkan oleh masyarakal lUl1unl untuk menggantikan
kata 'selop', karena itu lidak bijaksana kiranya bila kala ini dileJjemahkan apa
adanya. Untuk membanlu pemahaman pembaca lerhadap leks kala ini akan lebih
tepal jika diartikan kedalam bahasa sasaran (Bsa). Berdasarkan hal ini, lerjemahan
Anshon lebih memenuhi persyaralan ketepalan pilihan kala.
Pada kalimal lain
58,.~ 1 ••;~\\ ) .. I~~~ L 9 , ......
TeJjemahan Anshori Umar:
57 Ibid, h. 27
58 Ibid, h. 51
58
"Para fuqoha berselisih pendapat"
Teljemahan Zaid Husein
"Ulama fiqh berselisih pendapat".
Kata 'fuqoha' yang diteljemahkan apa adanya terasa kurang tepat, karena
kata ini umml1nya diketahui orang-orang di lingkUl1gan pesantren. Sebaiknya kata
'fuqoha' diteljemahkan dengan 'ulama fiqih' seperti yang dilakukan oleh Zaid
Husein, sehingga pembaca buku ini alum mengerti.
Pada teljemahan Anshori Umar selain tidak menerjemahkan kata 'fuqoha',
pemilihan kata 'fuqoha' terasa kurang tepat. Dalam bahasa arab (Bsa) kata 'fuqoha'
adalah bentuk jama' dan 'faqih', sedangkan pada kata sebelunmya peneljemah
menamballkan kata 'para'. Dengan demikian penerjemahan ini kurang tepat, karena
kedua kata ini bennakna jamak. Berpedoman pada syarat ketepatan diksi, terjemahan
Zaid Huseinlebih tepat daripada terjemahan Anshon Umar.
3. Kenmcmm Mencrjemah
Kesalallml dalam pemilihan kata selain dapat menimbulkan kesalahpahaman,
dapat mengakibatkan kermlcuhan menerjemah. Seorang peneljemall hm"us menguasai
bahasa sumber dan bahasa sasm"an dengan baik, agar dapat menghasilkan terjemahan
yang baik pula.
Penerjemall yang bail< mampu menempatkan kata yang dipilih sesuai dengml
konteks kalimat yang dihadapinya. Dalmn memilih kata yang tepat untuk tempat
yang tepat, seorang peneljemah dapat menggmIakan kmnus. Kamus adalah sebuah
wadah pengetahuan yang berisi perbendaharaan kata suatu bahasa, yang disuSUl1
59
secaJ'a alfabetis disertai keterangan menggnnakaJl kata itu, Namun demikiaJl, kamus
tidak selamaJlya dapat memuaskaJ1 pemakainya, Tidak sedikit kata yaJ1g dicaJ'i oleh
seoraJ1g peneljemah tidak terdapat dalam kaJl1uS yaJ1g digunakannya, bahkaJ1 makna
yaJ1g diberikan tidal< sesuai dengaJ1 apa yaJlg diinginkalll1ya, Seperti dalam kalimat:
TeljemahaJl AnshOli Umar
"Menyela-nyelai jari-jari taJ1gaJ1 dan kald, kalau yakin air saJl1pai ke SaJ1a,
Tapi kalau tidak yakin, maka menyela-nyelai itl! wajib",
Terjemal1aJ1 Zaid Husein
"MerenggaJ1gkan jari-jari kedua tangaJ1 daJ1 kaki jika menghalaJ1gi masulmya
air ke sela-sela jari",
, Lt··"Kata U:!-""'-' dalaJl1 kaJl1uS Al-Munawwlr, bennalma 'merenggangkaJl'"
Tetapi jika kata 'merenggaJ1gkan' diletakkan dalaJ11 kalimat Bsu di atas, terasa
kuraJ1g tepaL Kata'merenggaJ1gkaJ1' dalaJl1 kamus Bal1asa Indonesia (BI) berarti
menjadikan/menyebabkaJl renggang, kata 'renggaJ1g' ialah kata sifat yaJlg artinya
tidak rapat/tidal< eraL Jadi kata 'merenggaJ1gkaJ1' bisa diaJ1:ikan perbuataJ1/pekerjaaJ1
yaJ1g yaJ1g mengaldbatkaJ1 sesuatl! menjadi renggaJ1g/ticlal< eraL SedangkaJ1
kata'menyela' dalam kamus BI, adalah terletak/terselip/tersisip diaJ1tara dua benda,
" Ibid, h, 19
60
Kata 'menyela-nyelai' merupakan kata ulang yang mendapatkan imbuhan. Kata
'menyela-nyelai berarti kata ulang yang menyatakan intensitas frekuentatif. Dalam
konteks kalimat di atas, kala 'menyela-nyelai' berarti mengusap atau membasuh jari
jari tangan, termasuk bagian yang terselip diantara jari-jari tangan. Dengan demikian,
teljemahan Anshori Umar terasa lebih memenuhi kriteria ketepatan diksi dari pada
teIjemallan laid Husein dalam llleneljemallkan kata,~,
Data lain yang berkenaan dengan pembahasan ini
Terjelllallan Anshori Ul11ar
"Memukulkan air pada wajah ketika mel11basuh".
Teljemalllln laid Husein
"Menalllparkan air ke llluka ketika lllembasulmya".
Pada terjemahan pertama, kata yang digaris bawahi diartikan dengan
'melllukulkan'. Sedang pada teljemahan kedua kata tersebut diartikan dengan
'l11enamparkan'. Kata 'memukulkan' dengan 'menanlparkan' mengandung arti yang
hampir sama. Kata 'memukulkan' berl11a1ma mengenakan sesnatu benda yang keras
atau berat dengan kekuatan. Kata 'menamparkan' bennakna lllemulml dengan
lllenggunalcan tangan. Dalam konteks kalimat di alas, kata 'memulmlkan' lebih tepat
.Karena dalam kata tersebut mengandung arti wajal1 dikenai air dengan keras.
60 Ibid., h. 21
62
/,)..rJI ~.J~ t UJ) u.e.~ ,c§U:,:j') ~.;-:JI i.,?~ La')1A..l..<> 1..5'"""\.S.i
Q€·~I u...J~I cill~~ l.J~ ~I /,.J~I (.G~\tl :UCI 'c"lIJ
62~..)1 wtbJ... ~I.......::.J
Teljemahan Anshori Vmar
"Sang dokter menambahkan pula, bahwa llaid dan persetubuhan pada waktu
haid adalah sebab terpenting yang mengakibatkan rarum berbau busuk, disamping
mengakibatkan kemandulan. Dan inilah penyakit yang paling menyiksa wanita
karena ia merasakan sakit bukan kepalang pada vagina, sememtara temperatur tubuh
naik disamping efek-efek lain yang cukup berbahaya sebagai akibat dari
pembusukkan tersebut. Dan yang paling menderita ialah mulut rahim".
Te~jemahan Zaid Husein
"Penyusun buku ini menambahkan. Bersetubuh di saat haid termasuk
penyebab utama pembusukkan rahim disanlping menyebabkan kemandulan. Padahal
penyakit tersebut termasuk penyakit yang paling menyakitkan bagi wanita, karena
menimbulkan kepedihan ymlg dalam pada pinggul disanlping meningkatnmya
derajat panas dan komplikasi lain yang berbahaya akibat pembusukkan itu. Terutama
yang paling mengerikan sakit pada saluran rahim".
Kata 'kepedihan' yang dipilih oleh penerjemah kedua kurang tepat. Karena
kata 'kepedihan' biasanya dipakai pada kalimat ymlg menerangkan rasa sakit pada
62 Ibid, h. 40
63
hati bercampur sedih atau luka. Misalnya, Pedih hatiku akibat perbuatmlliya yang
kejam. Menurut penulis kata 'kepedihan ym1g dalam' akan rancn bila dignnakan
untuk menggambarkan rasa sakit pada bagian tubuh yang disebabkm1 oleh satu
penyaldt.
Selain itu, pemadanan kalimat ;; .).)-...:.J\ :L.,".J..:l t L.9:j.) dengan
'meningkatnya derajat panas' terasa kurang tepat. Kata 'derajat' dalam kml1US BI
berm'ti 'tingkatan'atau'martabat'. Kata ini dipakal juga untnk satnan ukuran sudut
(ilmu Matematika), dan satuan tIkuran suhu (ilmn Fisika). Oleh km'ena itu, menurut
penulis kata ini akm1 lebih baik jika dipergantikan dengan 'meningkatnya snhn
tubuh'. Disamping itu, penerjemah kedua tidak menyebutkan benda yang mengalami
peningkatan derajat panas tersebut, sehingga kalimat yang dihasilkan kurang tepat.
Kerancuan fatal juga terdapat pada kalimat
63 4 .':,',\.c. ~.JA ~ ol.i~.J .f"~ JJ\ JY"'.J 'U\ ..:l.J.J ~
Terjemahan Anshori Umar
"Bal1kan ada pula hadist yang menerangkm1 bal1wa Rasulullal1 saw. Pemal1
menempelkan mulut beliau pada salah satu al1ggota tubuh isteril1ya, 'Aisyah".
Terjemal1al1 Zald Huseil1
"Bahkan ada riwayat bahwa Rasnlullah saw. Pemah meletakkal1 mulut beliau
pada tempat bekas mulut 'Aisyal1".
63 Ibid. h. 44
64
Kalimat di atas berkaitan dengan hukum makan bersanla wanita haid.
Sebagian ulama di masa Nabi, berasumsi bahwa maksud dm'i firman Allah yang
berbunyi "maka jauhilah wanita (lster!) disaat mengalami haid '" .." termasuk dalam
hal makan bersama wanita haid. Akan tetapi, kemudian hadist menerangkan maksud
ayat tadi adalaJl menjauhi persetubuhan dengan wanita yang sedang haid. Oleh sebab
itu, penerjemah pertama sangat kelim dalam mene~jemahkan teks asli
(~lc ~JA~) dengan salah satn anggota tubuh isterinya, 'Aisyall'. Jika
peneJjemah melakukan demikian maka kalimat itn mengandung arti Rasulullah
mencium salah satn anggota tnbuh isterinya ('Aisyall). PadaJlal bukan makna
demikian yang dimaksukan oleh penulis, melainkan Rasulullah meletakkan mulut
beliau pada tempat bekas 'Aisyah minum. Dengan demikian teljemahal1 Zaid Husein
lebih tepat daripada terjemaJ1an Anshori Umar.
Pada kalimat lain
Teljemahan Anshori Umar
"Adaplll1 mandi dan wlldhu bersama antara lelaki-perempuan, itll tidak
diperselisihkan".
Terjemahan Zaid Husein
"Mandi dan wudhlllaki-laki dan wanita tidak ada perbedaan".
64 Ibid., h. 57
65
Penerjemah kedua tidak menerjemahkan kata yang digarisbawahi pada teks
asli (Bsu). Hal tersebut menyebabkan kerancuan yang cukup fatal pada hasil
teljemahan. Menurut analisis penulis pada teljemahan kedua mengandul1g arti tata
cara mandi dan wudhu antara laki-laki dan perempual1 tidak ada perbedaan,
sedangkan teljemahan perlama mel1gandlmg arti kebolehal1 mandi dan wudhu
bersama antara suami dan isteri. Berdasarkan hal ini persepsi yang timbul di
kalangan pembaca yang beragam akan lebih rentan mellimbulkan kesalallpahaman.
Oleh sebab itu diperlukall peneljemah yang menguasai Bsu dan Bsa di samping
kete1itian dalam memi1ih kata yang dipal<ai. Padal1al penulis bmmaksud
menyampaikal1 pesan kebolehan wudhu dan mandi bersama antara suami dan isteri,
sebagaimana yang terdapat da1am beberapa hadist RasuluHall saw. Karena itu
terjemallan Anshori Umar lebih mmenuhi persyaratan ketepatall pilihan kala.
D. Amnlisis Kalimat
1. Korehensi yang baik dan kompak
;-L,,1\\ 4.;JJ JW~~J U.J '>14';,!\~ ~..l:/j-;! ~ ,:? U\-,
65~ (~1'y' ~-" ~\
Teljemahan Anshori Umar
"Kemudial1 darah yang keluar dari mereka yang benmlUr 1ebih dari 50 sampai
65 Ibid., h. 50
66
70 tahun, patut ditanyakan kepada kaum wanita yang lain, dan pendapat mereka
hanls diikuti".
Teljemahan Zaid Husein
"Jika ada darah keluar dari wanita yang usianya lebih 50 sampai 70 tahun,
maka wanita itu di tanya tentang hal itu".
Tetjemahan Zaid Husein tidak mengandung koherensi (pertautan) yang baik.
Pada terjemahan kedua ini, peneIjemah tidak memanfaatkml kata depml 'dm·i'.
Padahal kata 'lebih' selalu dikaitkan dengml kata 'dari'. Kata depml 'dari' berfungsi
memperluas kalimat. Peletakkan kata depan yang tidak pada tempatnya dapat
berakibat kalimat tidak efektif. Berdasarkml kriteria kalimat efektif terjemahan
Anshori Umar lebih baik dari pada Zaid Husein.
Juga terdapat dalmn kalimat
66 W1\••••• <.Y' 3
Terjemahan Anshori Umar
"Adapun hikmat kepada Allah melarang laki-Iaki menggauli isterinya ketika
sedang haid dan nifas....".
TeIjemahan Zaid Husein
"I-Iikmah dari larangan Allah untuk menggauli wanita disaat haid dan nifas".
66 Ibid., h. 41
67
Terjemahan laid Husein lebih efektif dari pada Anshori Umar. Karena laid
Husein dapat memanfaatkan kata depan dengan baik. SebaIiknya, pada terjemahan
Anshori Ashori Umar memadankan kata '~' dengan 'kepada', ternyata membuat
kalimat tidak efektif. Kata 'hikmah' biasanya dipertautkan dengan kata depan 'dari',
selain itu hikmah tidaI( mungkin diberikan pada Allah SWT, karena pada hakikatnya
Allah yang memberikan hikmah bagi setiap makhluk-Nya. Sebab itn teljemahan laid
Husein lebih efektif dari pada Anshori Umar.
2. Peralelisme/Kesejajaran
Terjemahan Anshori Umar
"Basuhan kedua dan ketiga setelah sempurnanya basuhan pertanla.
Maksudnya setelah meratanya air pada seluruh permukaan anggota yang dibasuh
dengan basuhan pertama. Tapi kalau mertanya itu setelah diadakan basuhan yang
kedua., maIm kedua-duanya masih tetap merupakan satu kali basuhan. Dan begitu
pula kalau meratanya setelah adanya basuhan ketiga, semuanya masih tetap
merupakan satu kali basuhan. Jadi, masih dituntut dua kali basuhan lagi"
Terjemahan laid Husein
67 Ibid, h. 20
68
"Membasuh dua sampai tiga kali, dalam segala hal, kecuali bila sudah merata.
Bila merata pada basuhan kedua maka basuhan kedua itu dianggap kali peliama. Bila
merata pada basuhan kali ketiga, malm semua basuhan dianggap kali pertama. Dan
hendaknya diteruskan dengan basuhan kali kedua dan kali ketiga".
Kalimat yang digaris bawahi tidal, mengandung kesejajaran. Karena kalimat
'basuhan kali ketiga' tidal, disejajarkan dengan kalimat sebelurnnya 'basuhan kedua'.
Disamping itu, Kata 'kali kedua', 'kali ketiga' dan seterusnya tidak lazim digunakan
dalam ragam tulis. Melainkan kata-kata tersebut lazim digul1akan dalam ragam lisan
saja. Dengan demikian terjemahan Anshari Umar terlihat lebih baik dai pada Zaid
Husein, meskipun terdpat banyak keterangan tambahan yang tidak terdapat dalam
teks asli (Bsu).
Terdapat juga dalam kalimat
Teljemahan Anshari Vmar
"Mubtadi'ah mumayyizah, barn mengalami mengeluarkan darah, tapi sudah
pa_n.dai !Y'e!Y'beda.kml .leuis damh. S",hiugga ia tahu hari ini ia mengeluarkan darah
kuat dan hari yang lain darah lemah. Dalam keadaan demikian, ketahuilah bahwa
6& Ibid., h. 50
69
darah yang lemah itulah darah istihadhah, sedang yang kuat itu darah haid, asal
keluamya tidak kurang dari masa haid yang terpendek dan tidak melebihi masa
haidyang terpanjang".
Terjemahan laid Husein
"Keluamya dapat dibedakan. Yaitu istihadhah yang dimulai dengan keluamya
darah dalam hari tertentu terlihat darah kuat dan pada hari lain darah lemah. Darah
yang kuat tidak kurang dari masa minimum haid dan tidak melebihi batas
maksimalnya".
Pada teljemahan laid Husein di atas kata 'batas maksimalnya' tidak sejajar
dengan kata sebelumnya 'masa minimum'. Dalam membangun kalimat efektif,
kesejajaran antara unsur-wlsur kalimat diperlukan. Oleh sebab itu, pada te~jemahan
laid Husein ada baiknya kata 'batas maksimalnya' dipergantikan 'batas
maksimumnya'. Agar tercapai kesejajaran dan keefek1ifan kalimat.
3. Pleonasme
Terjemahan Anshori Umar
"Kemudian bagaimanakah pandangan kita mengenai wanita yang memakai
cat kuku".
69 Ibid., h. 25
70
Terjemahan Zaid Husein
"Kita melihat dalam masyarakat, para wanita-wanita itu mengecat kuku".
Salah satu ciri kalimat efektif adalah menghemat penggunaan kata. Kalimat
yang digarisbawahi mengandung pleonasme (penggunaan kata yang berlebih). Kata
'para' dalam bahasa Indonesia bermakna jamak , sehingga tidal, tepat jika dalam satu
kalimat terdapat dua malma jamaJ( sekaligus dan terletak berumtan. Lebih efektif dan
tepat bila memakai salah satu kata yang bermakna jamak tersebut.
4. Hiperkorek
Terjemahan Anshori Umar
"Alhamdulillah, jaman perbudaJ(kan kini telalllama berakhir".
TeIjemaiJan Zaid Husein
"Alhamdulillah, zaman perbudakkan sudah lama berakhir".
Sering kali orang keliru dalam menuliskan kata. Oleh karena itu, seorang
penulis hendaknya mengetahui kata-kata yang akan dipilih dalam tulisan yang
dibuatnya. Pada kalimat di atas kata 'zaman' adalah kata baku yang
berarti'masa'atau'waktu. Dengan demikian teljemallaJl Zaid Husein lebih tepat dari
pada Anshori Umar.
70 Ibid, h. 66
BABIV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan pada bab thaharah buku terjemahan
Fiqhul-Mar'atil-Muslimah oleh Anshori Ulnar dan laid Husein AI-Hamid,
menyimpulkan bahwa model teljemahan yang banyak digum\kan oleh laid Husein
adalah ragam penerjemahan harfiah. Hal ini jelas terlihat dalam teljemahallliya.
Istilah-istilah fiqh dalam bab thaharah yang tidak ada padanarmya dalam bahasa
Indonesia diterjemahkal1 apa adal1ya. Sedangkan peneljemahan yang banyak
digunakal1 oleh Anshori Ul11ar adaIah penerjemahan bebas, nampak dari hasil
terjemahannya yang lebih panjang dari teks aslinya.
Pel11ilihan kata atau diksi yang digunakan daIam teljemahan laid Husein
banyak yang tidak sesuai dengan syarat-syarat ketepatal1 dan kesesuaiall diksi. Ada
beberapa kata yang dipilih oleh laid Husein tidak mewakili maksud penulis. Diantara
sym'at ketepatan diksi yal1g tidak diperhatikm1 oleh Zaid Husein ialah, pengglmaan
kata khusus ym1g diterjemahkan dengan kata Ul11U111. Kata khusus biasallya lebih
l11endekatkan penulis pada ketepatan pilihan kata. Selain itu, kata-kata dalam bahasa
sumber (Bsu) diterjemahkan apa adanya padahaI kata-kata tersebut masih asing
ditelinga pel11baca. PenggU11aaH kata asing dapat berakibat kesalahpahaman karena
itu, akan lebih baik bila kata tersebut dicarikm1 paclmlarmya yang terdekat dengan
73
B. Saran-saran
I. Sebaiknya peneljemah selalu mengikuti perkembangan bahasa, baik bahasa
sumber dan bahasa sasaran.
2. Seorang penerjemah sebaiknya memennhi dan melakukan syarat-syarat ketepatan
dan kesesuaian diksi.
3. Untllk mempennudall dalam pemilihan diksi sebaiknya peneljemah
memperhatikan perkembangan malma dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran.
4. Seorang pene~jemah hendaknya memperkaya diri dengan kosa kata baik bahasa
sumber maupun bahasa sasaran.
5. Para editor bllku, sebaiknya lebih memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, karena tidak menutllp kemllngkinan kesalahan penggunaan
bahasa dalam buku terjemahan disebabkan kurangnya penghetahuan kebahasaan
mereka dalam mengedit hasil terjemahan.
DAFTARPUSTAKA
AI-Hamid, Zaid Husein, Fiqh Muslimah (TeJjemahan), Cet Ke-3, Jakarta: PustakaAmani, 1.999.
AI-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqh AI-Mar'ati AI-MlIslimah, Beirut: DamI QoIanlLi AI-Turas.
Akhadiah, Sabarti, et al, Pemhinaan Kemampuan Menlllis Bahasa Indonesia, Cet.Ke-10, Jakarta: ErJangga, 1996.
Arifin, E, Zaenal, S, Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Ulltuk PerguruanTinggi, Cet. Ke-l, JakaIta: Akademika Pressindo, 1995.
Badudu, J.S, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar 111, Jakarta: GramediaPustakaUtama,1994.
Hanafi, N!lrnlChman, Teori dan Seni Jvfeneljemah, NTT: Nusa ludah, 1986.
Keraf, Gorys, Dikvi dall Gaya BahtlSll,Cel Ke-ll, Jakarta: Grat11ledia Pustaka Utama,2000.
_____, Tata Bahasa Indonesia, NIT: Nllsa IndalJ, 1986.
Kridalaksana Harimurti, Kamus Linguistik, Cet. Ke-2, Yogyakarta:, Katlisius, 1995,
Machali, Rochayah, Pedoman BagiPeneljemah, Cel Ke-l,Jalrnrla: PT. Grassindo,2000.
Malibary, Akrom, Pokok-pokok Perkuliahan StiJistika, Makalah, Jakarta: UIN SyarifHidayatullall,2003.
Martaya, A. Widya, Sel1i Menggayakon Kalimat, Cet. Ke-3, Yogyakarta:Kanisius,1995.
Maemunah Ems, Analisis Diksi Pada Bab Zakat Buku TeIjemahau Fath AI-Qono,Skripsi, Jakarta: urn SyarifHidayatuUab., 2003.
MUllawwir, Almlad Warson, AI-J'-'flmawwir Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta,1984.
Mustalim, Kemampuan Berbaha.~a (Panduan Ice AYah Kemah/ran Berbahasa), Cel.Ke-l, Jakarta: PT. GramediaPustab Utama, 1994.
Pusat Bahasa Departemen Pendidili:an Nasional, Cel. Ke-3, Kamus Besol' Bahasaindonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Salim, PeteY, Dan Salim, Yeni, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Cel. Ke-2,Jakarta: Modem English Press, 2002.
Simarupang Maurist, Pengantar Teori Terfemah, Universitas jlndonesia, DirektoratJendera1 Perguruan Tinggi, Departemell Pelldidikan Nasional, 2000.
Sitanggal, Anshori Umar, Fiqh Wanila (TeJjemahan), Semarlmg: CV. Asy-Syifu,1981.