analisis dan rekomendasi kebijakan pembangunan …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/22-laporan...
TRANSCRIPT
LAPORAN HASIL KEGIATAN
ANALISIS DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN
BASRI A. BAKAR
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2015
i
LEMBARAN PENGESAHAN
1. Judul RDHP : Analisis dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan
Pertanian 2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
3. Alamat Unit Kerja : Jl. P. Nyak Makam. No. 27 Lampineung Banda Aceh
4. Sumber Dana : DIPA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP Aceh
Tahun 2015
5. Status Kegiatan (L/B) : Baru 6. Penanggung Jawab :
a. Nama : Ir. Basri A. Bakar, M.Si Dr. Erizal b. Pangkat/Golongan : Pembina, IV/a
c. Jabatan Fungsional : Peneliti Muda
7. Lokasi : Provinsi Aceh 8. Agroekosistem : -
9. Tahun Mulai : 2015 10. Tahun Selesai : 2015
11. Output Tahunan : a. Informasi faktor-faktor yang mempengaruhi dan menghambat tingkat adopsi teknologi PTT padi di
Provinsi Aceh b. Informasi faktor-faktor yang dapat mendorong
kemajuan dan kendala dalam pengembangan KRPL.
12. Output Akhir : a. Rekomendasi kebijakan peningkatan adopsi teknologi
PTT padi di Provinsi Aceh b. Rekomendasi kebijakan pengembangan KRPL di
Provinsi Aceh.
13. Biaya : Rp. 71.000.000,- (Tujuh puluh satu juta rupiah).
Koordinator Program, Penanggung Jawab RPTP,
Dr. Rachman Jaya, S.Pi. M.Si NIP. 19740305 200003 1 001
Ir. Basri AB. M.Si NIP. 19600811 198503 1 001
KATA PENGANTAR
Kepala Balai,
Ir. Basri AB. M.Si NIP. 19600811 198503 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh sebagai lembaga penelitian di
daerah memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan pertanian di Provinsi
Aceh. Kontribusi BPTP Aceh tersebut berupa penyediaan teknologi pertanian spesifik
lokasi yang berpotensi untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan ternak serta
mendiseminasikannya ke pengguna akhir, terutama petani sebagai pelaku utama
kegiatan pertanian. Meskipun demikian, peran tersebut belum optimal bila BPTP Aceh
tidak turut serta dalam kegiatan perencanaan pembangunan pertanian di Provinsi Aceh.
Untuk itu, BPTP Aceh juga menyediakan rekomendasi sebagai masukan bagi pengambil
kebijakan, khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Aceh, dalam upaya percepatan
pembangunan pertanian secara keseluruhan.
Kegiatan Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan di
Provinsi Aceh yang dilaksanakan pada tahun 2015 mengambil tema (1) Kajian adopsi
teknologi PTT padi dan (2) Analisis dampak teknologi KRPL di Provinsi Aceh. Diharapkan
melalui kegiatan analisis kebijakan tersebut akan menghasilkan rekomendasi kebijakan
yang akan dapat digunakan dalam penyusunan perencanaan program, baik untuk
kegiatan internal BPTP Aceh maupun kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah daerah lingkup pertanian.
Penulisan laporan kegiatan ini melibatkan berbagai pihak yang turut memberi
sumbangan berupa kritik dan saran guna penyempurnaan. Untuk itu tim penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan sesuai dengan
peruntukan dan dapat menjadi bahan referensi bagi yang memerlukan.
Banda Aceh, Desember 2015 Penanggungjawab Kegiatan, Ir. Basri AB. M.Si NIP. 19600811 198503 1 001
iii
RINGKASAN
1. Judul RPTP : ANALISIS DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
PERTANIAN
2. UNIT KERJA : BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
3. LOKASI : PROVINSI ACEH
4. AGROEKOSISTEM : -
5. STATUS : BARU
6. TUJUAN : a. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor yang
mempengaruhi adopsi teknologi PTT padi di Provinsi
Aceh
b. Mengidentifikasi dan menganalisis dampak teknologi
KRPL di Provinsi Aceh
7. KELUARAN : a. Data dan informasi tentang faktor yang mempengaruhi
adopsi teknologi PTT padi di Provinsi Aceh
b. Data dan informasi dampak teknologi KRPL di Provinsi
Aceh
8. HASIL YANG
DIHARAPKAN
: Tersedianya data dan informasi mengenai faktor yang
mempengaruhi adopsi teknologi PTT padi untuk
meningkatkan produktivitas usahatani dan mengatasi
berbagai masalah pembangunan pertanian dan data
dampak teknologi KRPL di Provinsi Aceh.
1.
9. PERKIRAAN
MANFAAT DAN
DAMPAK
: Data dan informasi faktor yang mempengaruhi faktor yang
mempengaruhi adopsi teknologi PTT padi dan dampak
teknologi KRPL di Provinsi Aceh, maka tersedia bahan
masukan bagi pengambil kebijakan di daerah untuk
menentukan langkah kebijakan dalam merespon issu dan
permasalahan pembangunan pertanian secara cepat dan
tepat. Dengan demikian kebijakan yang akan ditempuh
adalah berdasarkan hasil kajian ilmiah dan didasarkan pada
fakta kuantitatif dan kualitatif untuk meningkatkan
produktivitas usahatani sesuai dengan kebutuhan
pengguna.
10. Prosedur : a. Memperbaiki proposal dan penyusunan kuesioner.
b. Menyusun TOR untuk setiap kegiatan lapang
c. Menyampaikan laporan kegiatan setiap bulan dan
triwulan
d. Melakukan uji kuesioner sebelum kajian lapang
dan dilakukan penyempurnaan bila diperlukan
iv
e. Melaksanakan kajian lapang menurut jadual
perencanaan
f. Melakukan pengolahan data primer dan sekunder
yang telah dianalisis selanjutnya dituangkan dalam
bentuk laporan, dilakukan secara bertahap dimulai
dari draft sampai laporan final.
g. Seminar Hasil. Laporan hasil akhir diseminarkan
untuk memperoleh tanggapan dan umpan balik
dari peneliti/penyuluh dalam upaya perbaikan dan
penajaman pelaporan
h. Penulisan Laporan.
11. Jangka Waktu : 1 (satu) tahun
12. Biaya : Rp. 71.000.000,- (Tujuh puluh satu juta rupiah)
v
SUMMARY
1. Title : ANALYSIS AND POLICY RECOMMENDATIONS OF
AGRICULTURAL DEVELOPMENT
2. Implementation unit : ASSESSMENT INSTITUTE FOR AGRICULTURE
TECHNOLOGY (AIAT) ACEH
3. Location : ACEH PROVINCE
4. Agroecosytem : -
5. Status : NEW
6. Objective : a. Identify and analyze the factors affecting
technology adoption PTT rice in Aceh Province
b. Identify and analyze the impact of technology
KRPL in Aceh Province
7. Output : a. Data and information about the factors affecting
technology adoption PTT rice in Aceh Province
b. Data and information technology's impact KRPL in
Aceh Province
8. Outcome : 2. Availability of data and information about factors that
affect the adoption of PTT rice technology to increase
farm productivity and to overcome the problems of
agricultural development and data KRPL impact of
technology in the province of Aceh.
9. Expected Benefits
And Impact
: Data and information on the factors that influence the
factors affecting technology adoption and impact of
technology PTT rice KRPL in Aceh Province, it
provided input for policy makers in the region to
define policy measures in response to agricultural
development issues and problems quickly and
accurately. Thus the policies that will be pursued is
based on the results of scientific studies and is based
on quantitative and qualitative facts to improve farm
productivity in accordance with the needs of the user.
10. Procedure a. Fixing the proposal and preparation of the
questionnaire.
b. Develop TOR for each field exercise
c. Submit a report of activities every month and
quarter
d. To test the questionnaire before the study field
and made improvements where required
e. Conducting a study on the field according to the
vi
schedule planning
f. Conduct primary and secondary processing of the
data that has been analyzed then poured in a
report, carried out in stages starting from the draft
until the final report.
g. Seminar results. Report the results of the final
seminar to obtain feedback and feedback from
researchers / extension in order to improve and
refine the reporting
h. Report Writing.
11. Duration 1 year
12. Budget IDR. 71.000.000
vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................. i
ABSTRAK ......................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................ iv
DAFTAR TABEL ......................................................... v
I. PENDAHULUAN .......................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................. 1 1.2. Tujuan ............................................ 3 1.3. Keluaran ............................................. 4 1.4. Perkiraan Manfaat dan
Dampak ............................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................
5
III. METODOLOGI ........................................... 7 3.1. Kerangka Pikir ............................................. 7 3.2. Ruang Lingkup Kegiatan ............................................. 8 3.3. Waktu dan Tempat ............................................. 9 3.4. Rancangan Pengkajian ............................................. 9 3.5. Pengamatan/Pengolahan dan
Analisis Data
............................................. 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................... 9 4.1. Kajian Adopsi Teknologi PTT
padi Sawah ........................................... 12
4.1.1. Lokasi Pengkajian ........................................ 12 4.1.2. Karakteristik Responden ........................................ 12 4.1.3. Keragaan Penerapan Teknologi ........................................ 13 4.1.4. Faktor Peningkatan Adopsi ........................................ 17
4.2. Analisis Dampak KRPL ........................................ 18 4.2.1. Lokasi Pengkajian ........................................ 18 4.2.2. Karakteristik Responden ........................................ 18 4.2.3. Teknologi KRPL ........................................ 19 4.2.4. Dampak KRPL ........................................ 20
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 22
5.1. Kesimpulan ............................................. 22 5.2. Saran ............................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................... 17
viii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Karakteristik responden kajian adopsi teknologi PTT padi di Provinsi Aceh Tahun 2015
......................................... 13
2. Keragaan penerapan teknologi PTT padi pada lokasi pengkajian.
......................................... 15
3. Data distribusi responden dampak teknologi KRPL berdasarkan karakteristik
......................................... 19
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pembangunan pertanian dipengaruhi oleh dinamika lingkungan strategis baik
global maupun dalam negeri. Perubahan lingkungan strategis global yang mengarah
kepada semakin kuatnya liberalisasi dan globalisasi perdagangan akan membawa
berbagai konsekuensi terhadap daya saing komoditas pertanian Indonesia di pasar
global. Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas sangat mempengaruhi seluruh
sendi kehidupan di dunia termasuk sektor pertanian yang merupakan andalan bagi
sebagian besar negara berkembang (Kasryno et al, 2002). Untuk mendukung arah
pembangunan nasional menyongsong era globalisasi maka pembangunan sektor
pertanian diarahkan kepada pembangunan agribisnis yang tangguh dan bertumpu
pada potensi daerah dengan pendekatan agribisnis. Pendekatan agribisnis memberi
perhatian kepada usaha-usaha peningkatan efisiensi dan kelestarian daya dukung
sumberdaya pertanian.
Keberadaan Badan Litbang Pertanian selama 30 tahun telah cukup ditunjukkan
dengan keberhasilan dalam pengadaan inovasi pertanian. Inovasi teknologi,
kelembagaan, dan kebijakan telah digunakan secara luas dan terbukti menjadi pemicu
utama pertumbuhan dan perkembangan usaha dan sistem agribisnis. Salah satu bukti
empiris ialah Revolusi Hijau pada agribisnis padi dan jagung berupa penemuan varietas
unggul baru pendek, dan perkembangan perkebunan sawit yang cukup pesat atas
dukungan teknologi perbenihan/pembibitan. Namun berdasarkan evaluasi eksternal
maupun internal, seiring dengan perkembangan waktu, kecepatan dan tingkat
pemanfaatan inovasi yang dihasilkan cenderung melambat, bahkan menurun
(Musyafak dan Tatang 2006).
Peran utama Badan Litbang Pertanian dalam sistem inovasi pertanian nasional
adalah: (1) menemukan atau menciptakan inovasi pertanian maju dan strategis, (2)
mengadaptasikan inovasi pertanian menjadi tepat guna spesifik pemakai dan lokasi,
dan (3) menginformasikan dan menyediakan materi dasar inovasi/teknologi. Namun
kegiatan penyuluhan, advokasi, dan fasilitasi agar inovasi tersebut diadopsi secara luas
tidak termasuk dalam tugas pokok Badan Litbang Pertanian (Simatupang 2004).
2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh (BPTP) yang diresmikan pada
Tahun 2001 merupakan perpanjangan tangan Badan Litbang Pertanian di tingkat
Provinsi yang mengemban tugas utama untuk mengembangkan teknologi tepat guna
yang sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing dan kemudian menyebarkan
teknologi spesifik lokasi kepada pengguna. Sektor pertanian diharapkan memegang
peranan penting dalam penyediaan pangan dan penciptaan lapangan kerja bagi
masyarakat. Dengan demikian kebijakan pembangunan pertanian yang tepat di
Provinsi Aceh menjadi hal yang sangat penting dalam penurunan tingkat kemiskinan
dan percepatan pertumbuhan ekonomi.
Agar teknologi inovasi dapat cepat digunakan oleh petani/masyarakat tentunya
dengan mendekatkan, menyerasikan dan memadukan kegiatan penelitian/pengkajian
dengan kepentingan pengguna stakeholder, yakni petani, pemerintah daerah dan
instansi terkait, KUD, Perguruan Tinggi, LSM, dan pengusaha swasta yang bergerak di
sektor pertanian, memperkuat tali hubungan penelitian/pengkajian dan penyuluhan
pertanian dalam upaya menciptakan teknologi adaptif yang lokasi spesifik dengan
pendekatan partisipatif yang merupakan titik strategis meningkatkan akses komunikasi
kepada petani sebagai pengguna teknologi (Badan Litbangtan, 2010).
Propinsi Aceh adalah wilayah yang terletak di ujung pulau Sumatera memiliki
luas wilayah 5.677.081 ha, yang terbagi atas 23 kabupaten/kota, terdiri dari 289
kecamatan dan 6.493 gampong (desa). Dengan populasi penduduk 4.693,9 ribu jiwa
memiliki tingkat keberagaman yang tinggi, dimana antara satu wilayah dengan wilayah
yang lain sangat berbeda dalam karakteristik, adat-istiadat, budaya, bahasa dan lain-
lain. Namun demikian, sektor pertanian masih menjadi tulang punggung
perekonomian masyarakat. Hal ini ditunjukkan 46,86% penduduk Aceh bermata
pencaharian sebagai petani (Aceh Dalam Angka. 2013).
Pendayagunaan sumber daya pertanian menjadi kunci dalam meningkatkan
produktivitas pertanian, sehingga sumberdaya yang terbatas itu dialokasikan seefisien
mungkin. Sumberdaya pertanian yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, air, termasuk
unsur-unsur yang terkandung di dalamnya merupakan sumberdaya utama untuk
kelangsungan hidup manusia. Pengelolaan yang tidak bijaksana dan tidak mengacu ke
3
depan akan berakibat menurunnya kualitas sumberdaya itu sendiri, yang akhirnya
berpengaruh terhadap produktivitas pertanian.
BPTP Aceh telah menghasilkan sejumlah inovasi teknologi padi spesifik lokasi
yang telah didiseminasikan, melalui jaringan BPTP, BAPELUH, BPP dan Kelompok tani.
Tujuan utama pengembangan jaringan antara lain : (1) mempercepat proses transfer
teknologi dan informasi pertanian: (2) menghimpun umpan balik (feedback) hasil
pengkajian dan preferensi kebutuhan pengguna teknologi. Diantara teknologi tersebut
adalah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi dan Model Kawasan Rumah Pangan
Lestari (M-KRPL).
PTT pada dasarnya merupakan suatu strategi atau metodologi dalam
peningkatan produksi tanaman padi melalui integrasi beberapa komponen teknologi
yang yang saling menunjang (sinergis). Kelebihan PTT padi dibandingan dengan
teknologi lainnya, komponen teknologi PTT memperhatikan sumber daya setempat
(spesifik lokasi) serta kemauan (partisipasi) dan kemampuan petani, sehingga akan
berkelanjutan. Sedangkan KRPL adalah pengelolaan pekarangan dengan sasaran
berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial
dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan
masyarakat yang sejahtera (Kementerian Pertanian, 2011). Melalui pengembangan
KRPL tersebut ditargetkan skor Pola Pangan Harapan (PPH) masyarakat meningkat dari
65,6 persen menjadi lebih dari 90 persen dan pengeluaran pangan keluarga menurun
menjadi 50-55 persen.
Oleh karena itu diperlukan kajian sejauh mana adopsi teknologi PTT padi dan
bagaimana dampak teknologi KRPL dalam pembangunan pertanian di Provinsi Aceh.
1.2. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan :
a. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor yang mempengaruhi adopsi
teknologi PTT padi di Provinsi Aceh
b. Mengidentifikasi dan menganalisis dampak teknologi KRPL di Provinsi Aceh
4
1.3. Keluaran
a. Data dan informasi tentang faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi
PTT padi di Provinsi Aceh
b. Data dan informasi dampak teknologi KRPL di Provinsi Aceh
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Data dan informasi faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi PTT padi dan
dampak teknologi KRPL di Provinsi Aceh, maka tersedia bahan masukan bagi
pengambil kebijakan di daerah untuk menentukan langkah kebijakan dalam merespon
issu dan permasalahan pembangunan pertanian secara cepat dan tepat. Dengan
demikian kebijakan yang akan ditempuh adalah berdasarkan hasil kajian ilmiah dan
didasarkan pada fakta kuantitatif dan kualitatif untuk meningkatkan produktivitas
usahatani sesuai dengan kebutuhan pengguna.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Adopsi Teknologi PTT Padi
Inovasi yang perlu dikomunikasikan dan disebarluaskan kepada pengguna
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu (i) inovasi teknologi dan (ii) inovasi
kelembagaan. Melalui identifikasi, inventarisasi dan pengembangan sumberdaya
pertanian akan diperoleh basis bagi penelitian, pengkajian, dan pengembangan
teknologi spesifik lokasi berbasis agroekosistem yang meliputi aspek teknis, biofisik,
sosial budaya, dan ekonomi. Selanjutnya dari hasil tersebut dapat dilakukan
percepatan inovasi melalui kegiatan penelitian, pengkajian, dan pengembangan baik
yang bersifat antisipatif maupun responsive.
Mekanisme penerapan teknologi pertanian sebagai hasil inovasi adalah sebagai
berikut: (1) BPTP/BBP2TP melakukan kegiatan diseminasi, (2) Lembaga penyuluhan
melakukan pemantauan terhadap efektivitas model pengembangan dan paket
teknologi, hasil pantauannya disampaikan dalam bentuk laporan kepada Pemerintah
Daerah/Komisi Teknologi Pertanian, (3) Komisi Teknologi menyampaikan kebutuhan
teknologi di derah ke Badan Litbang Pertanian melalui BPTP dan (4) Badan Litbang
Pertanian melakukan analisis lanjut yang disampaikan kepada Balit Komoditas dan
BPTP. Dalam pengembangan inovasi pertanian, ditemukan tiga kelembagaan yang
berperan yaitu: pusat, pemerintahan daerah, dan lokal di tingkat petani, atau
komunitas (Syahyuti, 2003).
Inovasi (Permentan No.3/2005; Permentan No 44/2011) adalah kegiatan
penelitian, pengembangan dan atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan
penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk
menerapkan iptek ke dalam produk atau proses produksi. Sementara proses
penyelenggaraan inovasi disebut adopsi. Beberapa tahapan yang ditentukan dalam
proses adopsi (Mundy, 2000) adalah sebagai berikut: (a) tahap kesadaran, (b) tahap
perhatian, (c) tahap percobaan, (d) tahap adopsi dan (e) tahap konfirmasi. Tahapan
tersebut tidak harus berurutan, kadang-kadang salah satu tahap dilewati atau dua
6
tahap dilakukan dalam waktu yang sama. Keperluan petani berbeda pada setiap
tahapan.
2.2. Teknologi KRPL
Kesadaran tentang pentingnya upaya diversifikasi pangan telah lama
dilaksanakan di Indonesia, namun demikian hasil yang dicapai belum seperti yang
diharapkan. Kebijakan diversifikasi pangan diawali dari Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 14 tahun 1974 tentang Upaya Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR),
dengan menggalakkan produksi telo, Kacang dan Jagung yang dikenal dengan Tekad,
sampai yang terakhir adanya Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber
Daya Lokal. Walaupun telah berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dan berbagai
kalangan terkait, namun pada kenyataannya tingkat konsumsi masyarakat masih
bertumpu pada pangan utama beras. Hal itu diindikasikan oleh skor Pola Pangan
Harapan (PPH) yang belum sesuai harapan, dan belum optimalnya pemanfaatan
sumber bahan pangan lokal dalam mendukung penganekaragaman konsumsi
pangan (BKP, 2010).
7
III. METODOLOGI
3.1. Kerangka Pikir
a. Kajian Adopsi Teknologi PTT Padi di Provinsi Aceh
Usaha agribisnis padi di Aceh umumnya belum secara optimal menerapkan
inovasi teknologi, sehingga produktivitasnya masih tergolong relatif rendah. Pada sisi
lain, produktivitas padi bervariasi menurut lokasi, baik karena perbedaan
agroekosistem, kondisi sosial, budaya petani dan respon petani terhadap inovasi.
Senjang produktivitas padi sebesar 3 ton/ha pada tingkat penelitian (sekitar 8 ton/ha)
dengan produktivitas nasional rata-rata 5,16 ton/ha merupakan fakta masih adanya
peluang peningkatan produktivitas padi terutama melalui dukungan inovasi
(Subagyono,2012).
Meskipun masih dijumpai senjang hasil yang cukup tinggi antara produktivitas
padi pada tingkat penelitian dan pada tingkat usahatani, potensi untuk mewujudkan
peningkatan produktivitas padi di tingkat usahatani masih sangat besar. Senjang hasil
yang hampir mencapai 3 ton/ha tersebut disebabkan oleh beberapa kendala, yaitu (1)
transfer inovasi teknologi yang belum optimal, (2) kemampuan petani yang masih
relatif terbatas dalam penerapan inovasi teknologi baik kemampuan teknis maupun
kemampuan modal, (3) kondisi sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan petani yang
belum mampu dengan baik merespon pentingnya inovasi teknologi, dan (4) pada
banyak kasus usahatani padi di Aceh relatif kurang menguntungkan dibanding
komoditas bernilai ekonologi tinggi seperti sawit, kopi, kakao.
Provinsi Aceh memiliki potensi cukup besar di bidang pertanian, terutama
tanaman pangan. Luas lahan sawah irigasi di Aceh 214.939 ha dengan produktivitas
4,2 ton/ha sedangkan produktivitas padi dataran tinggi 3,74 ton/ha. Berbagai upaya
telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi, salah satunya
melalui pendekatan Teknologi Tanaman Terpadu (PTT), dimana sudah mulai
diperkenalkan kepada petani di Aceh sejak tahun 2004. Dalam upaya pencapaian
surplus beras 10 juta ton di tahun 2014, provinsi Aceh di tahun 2012 melaksanakan
kegiatan SL-PTT padi pada 2.922 unit dengan luas areal 29.300 ha.
8
Pelaksanaan SL-PTT padi bertujuan antara lain untuk mempercepat penerapan
komponen teknologi PTT padi dengan sasaran teradopsinya berbagai alternative
komponen teknologi padi oleh petani sehingga dapat menambah pengetahuan dan
ketrampilan dalam mengelola usahataninya , guna meningkatnya produktivitas.
Keberhasilan adopsi teknologi PTT, atau berkembangnya proses difusi suatu
inovasi PTT, diketahui dengan cara mengukur tingkat adopsi (kecepatan relatif suatu
inovasi diadopsi oleh anggota suatu sistem sosial) sasaran terhadap inovasi tersebut.
Kecepatan adopsi suatu inovasi biasanya diukur dengan jangka waktu yang diperlukan
oleh sekian persen anggota masyarakat untuk mengadopsi inovasi tersebut (Rogers
dan Shoemaker, 1971; Rogers, 1983).
b. Analisis Dampak Teknologi KRPL di Provinsi Aceh
KRPL merupakan upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi
keluarga melalui pemanfaatan sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat
disediakan di lingkungannya. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pemanfaatan
lahan pekarangan yang dikelola oleh rumah tangga. Kementerian Pertanian melihat
potensi lahan pekarangan ini sebagai salah satu pilar yang dapat diupayakan untuk
mewujudkan kesejahteraan keluarga, baik bagi rumah tangga di pedesaan maupun di
perkotaan.
Di Provinsi Aceh kegiatan KRPL dimulai tahun 2011 pada satu lokasi. Pada
tahun 2013 KRPL berkembang menjadi 52 lokasi yang tersebar pada 23
kabupaten/kota.
Keberhasilan kegiatan penelitian dan pengkajian pertanian ditentukan oleh
tingkat pemanfaatan hasilnya oleh pengguna sasaran. Penerapan hasil penelitian dan
pengkajian tersebut diharapkan dapat mendorong pembangunan pertanian di daerah
sehingga sektor pertanian mampu berfungsi sebagai mesin penggerak perekonomian
nasional. Penyampaian informasi teknologi hasil-hasil penelitian dan pengkajian kepada
petani, pihak swasta dan pengguna lain perlu dilakukan agar petani dapat menerapkan
hasil penelitian dan pengkajian tersebut dalam meningkatkan kesejahteraannya.
9
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Analisis Rekomendasi Keijakan Pembangunan Pertanian di Provinsi Aceh,
didasarkan pada karakteristik sumberdaya manusia dan sumber daya alam, yang
bersifat spesifik lokasi.
Lingkup dan rencana kegiatan mencakup:
i. Memperbaiki proposal dan penyusunan kuesioner.
j. Menyusun TOR untuk setiap kegiatan lapang
k. Menyampaikan laporan kegiatan setiap bulan dan triwulan
l. Melakukan uji kuesioner sebelum kajian lapang dan dilakukan penyempurnaan bila
diperlukan
m. Melaksanakan kajian lapang menurut jadual perencanaan
n. Melakukan pengolahan data primer dan sekunder yang telah dianalisis selanjutnya
dituangkan dalam bentuk laporan, dilakukan secara bertahap dimulai dari draft
sampai laporan final.
o. Seminar Hasil. Laporan hasil akhir diseminarkan untuk memperoleh tanggapan dan
umpan balik dari peneliti/penyuluh dalam upaya perbaikan dan penajaman
pelaporan
p. Penulisan Laporan.
3.3. Waktu dan Tempat
Analisis dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Pertanian yang merupakan
kegiatan kajian adopsi teknologi PTT padi dan analisis dampak KRPL di Provinsi Aceh,
dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2015. Dilaksanakan di
Kabupaten Pidie, Aceh Utara, Aceh Barat dan Aceh Barat Daya untuk kegiatan kajian
adopsi teknologi PTT padi dan di Kabupaten Pidie Jaya, Lhokseumawe, Aceh Utara dan
Aceh Barat untuk kegiatan analisis dampak KRPL.
3.4. Rancangan Pengkajian
Kegiatan dilaksanakan melalui kajian lapang dengan responden adalah petani
yang mendapat program SLPTT (purposive sampling) dan KRPL. Untuk kajian adopsi;
10
setiap kabupaten dipilih 1 kecamatan dan dari setiap kecamatan akan dipilih 2 desa.
Responden Indepth interview sebanyak 10 - 20 petani per desa/poktan. Sedangkan
untuk kajian dampak KRPL, setiap kabupaten akan dipilih kecamatan-kecamatan yang
mendapat kegiatan KRPL. Responden Indepth interview sebanyak 10 - 20 petani per
KWT/kelompok KRPL. Responden dipilih secara acak sederhana dari anggota Poktan
SLPTT padi dan KWT KRPL.
3.5. Pengamatan/pengolahan dan Analisis Data
a. Data dan Sumber Data
Data yang dijadikan sumber bahasan terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dari responden yang terdiri dari Pejabat dari
Dinas-dinas Lingkup Pertanian di tingkat Kabupaten dan Kecamatan serta petani dan
keluarganya di lapangan.
Pengumpulan data primer akan dilakukan melalui beberapa pendekatan yakni:
Wawancara mendalam (indepth interview) kepada petani dan keluarganya serta
Pejabat lain yang terkait dan relevan di tingkat Kabupaten dan Kecamatan, serta
diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion - FGD).
Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran dokumen dan publikasi yang
relevan dengan topik pengkajian di BBP2TP, Puslit/Balit yang terkait, BPTP Aceh, dan
surfing website.
Jenis data primer yang dikumpulkan, antara lain adalah sebagai berikut:
(a) Karakteristik Responden, meliputi umur, pendidikan, pengalaman berusahatani
dan lain-lain yang relevan
(b) Keragaan penerapan teknologi PTT padi dan KRPL
(c) Alur adopsi teknologi
(d) Dampak teknologi KRPL
Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait yang relevan dengan
topik yang dibahas. Jenis data sekunder yang dikumpulkan meliputi jenis program
yang dilaksanakan, pihak yang terlibat, rumah tangga petani dan hal-hal lain yang
relevan dengan kajian yang dilaksanakan.
11
b. Analisis Data
Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analysis. Metode ini merupakan data yang dianalisis untuk menggambarkan
dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya atau menjelaskan
fenomena-fenomena yang terjadi disekitar objek pengkajian dengan maksud mencari
jalan penentuan pengkajian.
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kajian Adopsi Teknologi PTT Padi
4.1.1. Lokasi Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan dalam dua zona wilayah, Kabupaten Pidie dan Aceh
Utara mewakili wilayah timur dan Aceh Barat serta Aceh Barat Daya mewakili wilayah
barat. Semua lokasi yang dipilih merupakan sentra produksi padi di Provinsi Aceh.
Masing-masing kabupaten mempunyai luas sawah mencapai 29.391 ha yang tersebar
dalam 23 kecamatan di Kabupaten Pidie, 45.493 ha, yang tersebar dalam 27
Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Barat 16.426 ha dalam 12
kecamatan dan 11.426 ha di Kabupaten Aceh Barat Daya yang tersebar dalam 9
kecamatan.
Untuk kabupaten Pidie, lokasi yang dipilih adalah Kecamatan Mutiara yaitu Desa
Balee Busu dan Lingkok Busus. Kabupaten Aceh Utara dilaksanakan di Kecamatan
Muara Batu, yaitu Desa Panigah dan Paloh Awee. Di Aceh Barat pegkajian
dilaksanakan di Desa Suak Timah dan Cot Darat Kecamatan Samatiga. Di Aceh Barat
Daya di laksanakan di Desa Blang Dalam dan Cot Mancang Kecamatan Susoh.
4.1.2. Karakteristik Responden
Petani yang menjadi responden dalam pengkajian ini 100% laki-laki.
77,5% dari jumlah responden baik yang terlibat memiliki umur antara 40 – 54
tahun, merupakan usia yang produktif dalam usahatani padi dengan
pengalaman antara 10 - 20 tahun. Responden telah mendapatkan berbagai
teknologi budidaya padi untuk meningkatkan produktivitas, meskipun hanya
memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (31,25%), akan tetapi
memiliki memampuan untuk menilai suatu inovasi layak atau tidak untuk
diadopsi. Mayoritas petani memiliki lahan garapan antara 0.5 – 0,75 Ha.
Karakteristik responden yang terlibat dalam pengkajian ini dapat dilihat pada Tabel. 1.
13
Tabel 1. Karakteristik responden kajian adopsi teknologi PTT padi di Provinsi Aceh
Tahun 2015.
Karakteristik Responden
Kabupaten Jumlah Persentase
Pidie Aceh Utara
Aceh Barat
Aceh Barat Daya
Umur
39 5 3 4 2 14 17.5
40 – 54 14 16 14 18 62 77.5
55 1 1 2 0 4 5 Jumlah 20 20 20 20 80 100
Pendidikan formal
SD ( 6 th) 5 9 5 4 23 28.75
SMP (7 – 9 th) 5 7 8 5 25 31.25
SMA ( 9 th) 10 4 7 11 32 40 Jumlah 20 20 20 20 80 100
Pengalaman bertani padi (tahun)
10 4 3 4 5 16 20
11 - 20 15 16 14 15 60 75
20 1 1 2 0 4 5 Jumlah 20 20 20 20 80 100
Jumlah anggota keluarga (jiwa)
4 13 15 14 16 58 72.5
5 – 6 5 3 5 3 16 20
7 2 2 1 1 6 7.5 Jumlah 20 20 20 20 80 100
Luas lahan usahatani padi (ha)
< 0,5 4 2 7 5 18 22.5
0,5 – 0,75 15 14 13 13 55 68.75
> 1,0 1 4 0 2 7 8.75 Jumlah 20 20 20 20 80 100
Sumber : Data primer diolah
4.1.3. Keragaan Penerapan Teknologi
Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan pendekatan dalam
pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT), dan iklim
secara terpadu dan bekelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan
petani dan kelestarian lingkungan. Prinsip PTT mencakup empat unsur yaitu integrasi,
14
interkasi, dinamis dan partisipatif. Komponen teknologi dalam PTT dibagi menjadi dua,
yaitu komponen teknologi dasar terdiri dari (1) penggunaan varietas unggul baru
(VUB), (2) benih bermutu dan berlabel, (3) pemupukan yang efisien, dan (4)
pengendalian hama penyakit sesuai OPT sasaran, (5) penggunaan bahan organik, dan
(6) pengaturan populasi tanaman dan komponen teknologi pilihan terdiri dari (1)
pengolahan tanah sempurna, (2) bibit muda, (3) jumlah bibit per rumpun, (4) irigasi
berselang, (5) penyiangan dengan gasrok, dan (6) penangan panen dan pascepanen
(Departemen Pertanian, 2008). Keragaan penerapan teknologi PTT padi yang
telah dilaksanakan oleh petani responden yang terlibat dalam pengkajian dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Keragaan penerapan teknologi PTT padi pada lokasi pengkajian.
Komponen Teknologi PTT padi sawah
Kabupaten
Jumlah Persen Pidie
Aceh Utara
Aceh Barat
Aceh Barat Daya
Komponen dasar:
1. Penggunaan VUB a. Sesuai 20 17 16 20 73 91.25 b. Kurang sesuai 0 3 4 0 7 8.75 c. Tidak sesuai 0 0 0 0 0 0.00
Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
2. Benih bermutu dan berlabel a. Sesuai 16 14 14 18 62 77.50 b. Kurang sesuai 4 6 4 2 16 20.00 c. Tidak sesuai 0 0 2 0 2 2.50 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
3. Penggunaan bahan organik a. Sesuai 0 0 0 0 0 0.00 b. Kurang sesuai 3 2 2 4 11 13.75 c. Tidak sesuai 17 18 18 16 69 86.25 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
4. Sistem tanam legowo/jurong
a. Sesuai 5 3 3 13 24 30.77 b. Kurang sesuai 12 12 11 4 39 50.00 c. Tidak sesuai 4 5 6 0 15 19.23 Jumlah 21 20 20 17 78 100.00
5. Pemupukan spesifik lokasi a. Sesuai 2 2 2 4 10 12.50 b. Kurang sesuai 18 18 17 16 69 86.25 c. Tidak sesuai 0 0 1 0 1 1.25 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
15
Komponen Teknologi PTT padi sawah
Kabupaten
Jumlah Persen Pidie
Aceh Utara
Aceh Barat
Aceh Barat Daya
6. Pengendalian OPT a. Sesuai 3 2 2 4 11 13.75 b. Kurang sesuai 15 13 14 12 54 67.50 c. Tidak sesuai 2 5 4 4 15 18.75 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
Komponen pilihan:
7. Pengolahan tanah sempurna
a. Sesuai 20 20 20 20 80 100.00 b. Kurang sesuai 0 0 0 0 0 0.00 c. Tidak sesuai 0 0 0 0 0 0.00 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
8. Penggunaan bibit muda ( umur < 21 hari)
a. Sesuai 20 18 18 20 76 95.00 b. Kurang sesuai 0 2 2 0 4 5.00 c. Tidak sesuai 0 0 0 0 0 0.00 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
9. Tanam bibit 1-3 per rumpun
a. Sesuai 20 18 14 20 72 90.00 b. Kurang sesuai 0 2 6 0 8 10.00 c. Tidak sesuai 0 0 0 0 0 0.00 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
10. Irigasi berselang a. Sesuai 0 0 0 0 0 0.00 b. Kurang sesuai 0 0 0 0 0 0.00 c. Tidak sesuai 20 20 20 20 80 100.00 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
11. Penyiangan dengan gasrok a. Sesuai 0 0 0 0 0 0.00 b. Kurang sesuai 0 0 0 0 0 0.00 c. Tidak sesuai 20 20 20 20 80 100.00 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
12. Panen dan pasca panen a. Sesuai 18 15 16 18 67 83.75 b. Kurang sesuai 2 5 4 2 13 16.25 c. Tidak sesuai 0 0 0 0 0 0.00 Jumlah 20 20 20 20 80 100.00
Sumber : Data primer diolah
16
Tabel 2 menunjukkan Sebanyak 91,20% responden telah menggunakan
benih bermutu dan 77,50% berlabel. Dosis pupuk yang digunakan didasarkan
pada ketersedian modal kerja yang dimiliki. Petani belum memiliki informasi
tentang Bagan Warna Daun (BWD), Perangkat Uji Tanah sawah (PUTS) atau
Peta Status Hara P dan K yang dapat dipergunakan untuk mengetahui
kebutuhan unsur hara tanaman. Pemberian bahan organik belum terbiasa
dilakukan khususnya penggunaan pupuk kandang meskipun petani memiliki
ternak sapi, kambing dan unggas, namun 13,75% responden sudah
menggunakan pupuk organik meskipun tidak sesuai dengan anjuran.
Petani sudah menggunakan pola tanam sistem jajar legowo (Jurong)
meskipun belum sesuai dengan yang direkomendasikan. Sebanyak 30,77%
responden menyatakan sudah menerapkan jurong 2:1 dan 4:1. Pengendalian
organisme peganggu pada tanaman padi dengan pendekatan pengendalian
hama terpadu (PHT), sejumlah 13,75% responden telah melaksanakan.
Paket Teknologi PTT padi sawah, selain memiliki 6 komponen teknologi
utama (dasar) juga memiliki 6 komponen teknologi pilihan. Penggunaan
komponen teknologi pilihan oleh responden masih terbatas. Seluruh responden
(100%) telah melakukan olah tanah sempurna. Pada penggunaan bibit muda
yang berumur dibawah 21 hari telah dilakukan oleh 95% responden, demikian
juga dengan tanam 1 – 3 batang per lubang tanam telah diadopsi oleh 90%
responden. Irigasi berselang belum dilakukan seluruh petani. Hal ini disebabkan
ketersediaan air irigasi masih menjadi kendala utama pada semua wilayah.
Semua petani (100%) belum menggunakan alat gastrok untuk
menyiangi lahan sawah. Umumnya masih melakukan secara manual, yaitu
mencabut, menyiang dan membuang gulma yang ada dalam tanaman padi.
Penggunaan gastrok belum membudaya. Minimnya informasi tentang gastrok
menyebabkan petani di lokasi pengkajian belum mengetahui adanya alat
tersebut.
17
Pengelolaan panen dan pasca panen telah sesuai dilakukan oleh petani
sebanyak 83,75%, sedangkan 16,25% lainnya mengungkapkan bukan tidak
melakukan pasca panen yang benar akan tetapi kendala mereka adalah
terbatasnya mesin perontok gabah (tresher) sehingga harus menunggu 1 – 2
hari baru mendapat giliran untuk perontokan.
4.1.4. Faktor Peningkatan Adopsi
Peningkatan adopsi teknologi PTT padi pada lokasi pengkajian tidak
dipengaruhi oleh karakteristik responden, seperti; umur, pendidikan dan
pengalaman petani dalam bercocok tanam padi. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat
adopsi yang sama meskipun karakteristik petani berbeda.
Hasil pengkajian menunjukkan tingkat adopsi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain: teknologi yang dilaksanakan mudah, tidak rumit. Teknologi
tersebut juga murah akan tetapi sesuai dengan kondisi masyarakat serta
teknologi baru dapat memberikan keuntungan yang lebih kepada mereka
(meningkatkan hasil). Teknologi PTT padi sawah yang bersifat seperti tersebut
diatas cenderung lebih cepat diadopsi petani.
Dari berbagai komponen teknologi dasar dan pilihan PTT padi sawah,
yang belum diadopsi responden ialah: pengairan berselang, penggunaan pupuk
organik, penyiangan dengan gasrok. Sedangkan teknologi yang masih terbatas
diadopsi oleh beberapa petani yaitu sistem tanam jajar legowo.
18
4.2. Analisis Dampak Teknologi KRPL
4.2.1. Lokasi Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan berdasarkan zona status upgrading penilaian terhadap
KRPL yang telah dilaporkan Tahun 2014. Lokasi yang terpilih adalah Kabupaten Pidie
Jaya pada zona kuning merupakan KRPL Model Perdesaan, Aceh Utara zona hijau
KRPL Perdesaan dan Kota Lhokseumawe zona kuning sebagai model KRPL Perkotaan
yang mewakili wilayah timur Aceh. Wilayah Barat diwakili oleh Aceh Barat merupakan
KRPL perdesaan berada dalam zona kuning.
Untuk kabupaten Pidie Jaya, lokasi yang dipilih adalah Desa Meunasah Raya
Kecamatan Meurah Dua, Desa Dayah Baroh Kecamatan Ulim dan Desa Pulo U
Kecamatan Meureudu. Kota Lhokseumawe, lokasi yang dipilih adalah Desa Hagu Barat
Laut Kecamatan Banda Sakti dan Desa Meunasah Mesjid Kecamatan Muara Dua. V
Sedangkan untuk Aceh Utara desa yang dipilih adalah Desa Geulanggang Baro
Kecamatan Lapang, Desa Meunasah Aron Kecamatan Muara Batu dan Desa Blang
Kecamatan Tanah Pasir. Di Kabupaten Aceh Barat desa yang disurvei adalah Desa
Pasie Ara Kecamatan Kaway XVI, Desa Cot Darat Kecamatan Samatiga dan Desa Alue
Bagok Kecamatan Arongan Lambalek. Semua lokasi yang terpilih di atas adalah lokasi
dimana kegiatan M-KRPL di tempatkan sejak tahun 2012.
4.2.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi; umur, pendidikan formal,
pekerjaan utama, pekerjaan sampingan dan jumlah anggota keluarga. Untuk lebih
jelas data distribusi responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan 55,45% umur responden terbesar berada pada kisaran
31 – 50 tahun, dengan pendidikan formal tertinggi Sembilan tahun (43,64%),
pekerjaan utama 100% petani, 45,45% tidak mempunyai pekerjaan sampingan
dengan jumlah anggota keluarga kurang dari empat orang sebanyak 48.18%.
19
Tabel 3. Data distribusi responden dampak teknologi KRPL berdasarkan karakteristik
No. Karakteristik Responden Kategori Jumlah (org)
persentase (%)
1 umur < 30 tahun 32 29.09 31 - 50 tahun 61 55.45 > 50 tahun 17 15.45 110 100
2 pendidikan formal rendah (6 tahun) 18 16.36 sedang (9 tahun) 48 43.64 tinggi (> 9 tahun) 44 40.00
110 100
3 Pekerjaan utama Petani 110 100 110 100
4 Sampingan Jualan 8 7.27 bikin kue 6 5.45 Menjahit 4 3.64 lain-lain (guru, buruh) 42 38.18 tidak ada 50 45.45 110 100
5 jumlah anggota keluarga sedikit (< 4 orang) 53 48.18 sedang (5 - 7 org) 42 38.18
banyak ( > 7 orang) 15 13.64 110 100
Sumber : Data primer diolah 4.2.3. Teknologi KRPL
Aktivitas KRPL yang diintroduksikan pada lokasi yang terpilih adalah
membangun kebun bibit desa (KBD) dan memanfaatkan lahan pekarangan
dengan berbagai jenis tanaman sayuran. Untuk keberlanjutan aktivitas
dilakukan pendampingan yang bertujuan memperkuat kelembagaan yang
sudah terbangun (Kelompok Wanita tani dan Kebun Bibit Desa) dan untuk
pengembangan kawasan serta pemasaran. KBD dikembangkan kapasitas
produksinya sehingga mampu mensuplai kebutuhan benih/bibit pada kawasan
yang semakin bertambah. KBD-KBD tersebut akan dihubungkan dengan Kebun
20
benih Induk (KBI) yang dibangun di BPTP Aceh sebagai sumber benih utama.
Selain itu, kegiatan kelompok juga akan terus ditingkatkan, terutama kegiatan
ekonomi produktif. Hasil produksi dari KRPL ataupun produk olahannya
diupayakan untuk dapat dipasarkan. BPTP Aceh akan memfasilitasi untuk
tujuan tersebut melalui identifikasi potensi jalur pemasaran dan advokasi dalam
proses pemasaran.
Teknologi budidaya yang diperkenalkan adalah teknik-teknik budidaya
yang sudah menganut prinsip-prinsip Good Agriculture Practices (GAP) dan
Good Harvest Practices (GHP). Dengan demikian produk pertanian rumah
tangga yang dihasilkan akan memiliki nilai tambah yang lebih baik dibandingkan
cara-cara budidaya konvensional, baik dari segi kuntitas produksi maupun
kualitas kesehatan.
Penataan tanaman pada KRPL didasarkan pada prinsip konservasi dan
diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, terutama untuk pemenuhan
kebutuhan rumah tangga dan dipasarkan jika terdapat hasil lebih.
Pemanfaatan limbah rumah tangga dan pertanian juga akan diterapkan dengan
mengajarkan kepada rumah tangga peserta tentang pengolahan dan
pembuatan kompos.
Keberlanjutan pengembangan rumah pangan lestari dapat diwujudkan
melalui pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi
tanaman-ternak dan model diversifikasi yang tepat sehingga dapat memenuhi
pola pangan harapan dan memberikan kontribusi pendapatan keluarga.
4.2.4. Dampak KRPL
Kegiatan KRPL yang telah dilaksanakan sejak tahun 2012 pada empat
kabupaten/kotamadya lokasi pengkajian tidak menunjukkan dampak yang
signifikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Partisipasi masyarakat
peserta semakin berkurang, aktivitas KRPL masih berjalan pada beberapa lokasi
21
akan tetapi umumnya hanya pada kebun bibit desa (KBD) dan dilaksanakan
oleh pemilik lahan KBD saja.
Berkurangnya minat anggota KRPL melanjutkan aktivitas bercocok
tanam sayuran pada lahan masing-masing disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain; (1) tidak ada bantuan benih/bibit lagi, (2) perlu beberapa batang
bibit tanaman seperti cabai, terong, dan tomat harus membuat persemaian
sendiri, (3) hasil yang didapatkan tidak menguntungkan, (4) bosan
mengkonsumsi sayuran hasil produksi sendiri bila tujuan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, (5) hilang motivasi karena tidak ada perhatian dari pihak
terkait.
Beberapa pembelajaran untuk keberhasilan dan keberlanjutan secara
lestari dari pengembangan model KRPL ini adalah: (1) Para petugas lapangan
setempat dan ketua kelompok sejak awal harus dilibatkan secara aktif mulai
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Diharapkan keterlibatan ini
akan meningkatkan motivai dan memudahkan proses keberlanjutan dan
kemandiriannya, (2) Ketersediaan benih/bibit, penanganan pascapanen dan
pengolahan, serta pasar bagi produk yang dihasilkan. Untuk itu, diperlukan
penumbuhan dan penguatan kelembagaan Kebun Benih/Bibit agar menjadi
usaha komersial yang mandiri, pengolahan hasil dan pemasaran untuk
pembentukan modal kelompok, (3) Untuk menuju Pola Pangan Harapan,
diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok
pangan bagi keluarga dan adanya pendidikan tentang pola pangan yang baik
dan sehat, (4) Diperlukan komitmen yang kuat dan dukungan serta fasilitasi
dari pengambil kebijakan utamanya Pemerintah Daerah untuk mendorong
implementasi model inovasi teknologi seperti model KRPL tersebut dalam
gerakan secara masif di wilayah kerjanya
22
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Kajian Adopsi Teknologi PTT Padi di Provinsi Aceh
a. Adopsi teknologi PTT padi masih terbatas pada komponen pemakaian
varietas unggul baru, benih berlabel dan tanam legowo 2:1. Dari
berbagai komponen teknologi dasar dan pilihan PTT padi sawah,
yang belum diadopsi responden ialah: pengairan berselang,
penggunaan pupuk organik, penyiangan dengan gasrok.
b. Tingkat adopsi PTT padi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain: teknologi yang dilaksanakan mudah, tidak rumit. Teknologi
tersebut juga murah akan tetapi sesuai dengan kondisi masyarakat
serta teknologi baru dapat memberikan keuntungan yang lebih
kepada mereka (meningkatkan hasil).
5.1.2. Analisis Dampak Teknologi KRPL di Provinsi Aceh
a. Kegiatan KRPL di Kabupaten Pidie Jaya, Kota Lhokseumawe, Aceh
Jaya dan Aceh Barat tidak menunjukkan dampak yang signifikan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Partisipasi masyarakat
peserta semakin berkurang, aktivitas KRPL masih berjalan pada
beberapa lokasi akan tetapi umumnya hanya pada kebun bibit desa
(KBD) dan dilaksanakan oleh pemilik lahan KBD saja.
b. Berkurangnya minat anggota KRPL melanjutkan aktivitas bercocok
tanam sayuran pada lahan masing-masing disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain; (1) tidak ada bantuan benih/bibit lagi, (2) perlu
beberapa batang bibit tanaman seperti cabai, terong, dan tomat
harus membuat persemaian sendiri, (3) hasil yang didapatkan tidak
23
menguntungkan, (4) bosan mengkonsumsi sayuran hasil produksi
sendiri bila tujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, (5) hilang
motivasi karena tidak ada perhatian dari pihak terkait.
5.2. Saran
5.2.1. Kajian Adopsi Teknologi PTT Padi di Provinsi Aceh
Peningkatan adopsi PTT padi sawah dapat dilakukan dengan
pendampingan teknologi dan demontrasi.
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) salah satu ujung tombak
di lapangan, untuk mengawal berjalannya teknologi PTT peran
PPL sangat penting. Peningkatan kualitas SDM penyuluh
tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan intensitas
pelatihan dan demontrasi plot.
5.2.2. Analisis Dampak Teknologi KRPL di Provinsi Aceh
a. Para petugas lapangan setempat dan ketua kelompok sejak awal
harus dilibatkan secara aktif mulai perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kegiatan. Diharapkan keterlibatan ini akan meningkatkan
motivai dan memudahkan proses keberlanjutan dan kemandiriannya.
b. Ketersediaan benih/bibit, penanganan pascapanen dan
pengolahan, serta pasar bagi produk yang dihasilkan. Untuk itu,
diperlukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan Kebun
Benih/Bibit agar menjadi usaha komersial yang mandiri, pengolahan
hasil dan pemasaran untuk pembentukan modal kelompok.
c. Diperlukan komitmen yang kuat dan dukungan serta fasilitasi dari
pengambil kebijakan utamanya Pemerintah Daerah untuk mendorong
implementasi model inovasi teknologi seperti model KRPL tersebut
dalam gerakan secara masif di wilayah kerjanya
24
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2013. Aceh Dalam Angka 2013. BPS. Banda Aceh.
Badan Litbang Pertanian. 2010. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010-2014.
Badan Ketahanan Pangan (BKP). 2010. Perkembangan Situasi Konsumsi Penduduk di Indonesia.
Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Jakarta.
Musyafak, A. dan Tatang M.I. 2006. Strategi Percepatan Adopsi dan Difusi Inovasi Pertanian Mendukung Primatani. Pontianak: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.
Kasryno, F., E. Pasandaran, Erwidodo, A.M. Fagi, T. Pranaji dan I.W. Rusasatra. 2002. Pemikiran Mengenai Visi Pembangunan Pertanian Indonesia 2020 dan Implikasinya Bagi Penelitian Pengembangan Pertanian. Rapat Kerja Badan Litbang Pertanian 11 Juni 2002.
Rogers, E.M. 1983. Diffusion of innovation. New York Free Press
Rogers, E.M. dan F.F. Shoemaker. 1971. Communication of Inovation. New York.
Soebagyono,K.2012. Inovasi Pengelolaan Air Spesifik Lokasi Untuk Peningkatan Produktivitas Padi. Buku Teknologi Untuk Petani.2013
Simatupang, P. 2004. Prima Tani sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan Pertanian.2(3): 209-225.
Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan. Strategi pengembangan dan penerapannya dalam penelitian pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor