analisis artikel

24
ARTIKEL Pengawasan Ketenagakerjaan Ditingkatkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan. Ini bisa dilihat sejak Agustus 2009 sampai sekarang sebanyak 96 kasus pelanggaran norma ketenaga-kerjaan sedang diproses di pengadilan. Laporan khusus kali ini yang ditulis wartawan SP Siprianus Edi Hardum membeberkan segala aspek pengawasan ketenagakerjaan sesuai peraturan yang berlaku. Direktur Utama PT Starindo Prima, Johan Indayung (30), dan Direktur Utama PT Sahabat Kayu Indah Tanjung Morawa, Zamar (48), awal Agustus 2009, dihadapkan ke meja hijau. Dua perusahaan ini bergerak dalam industri perkayuan. Dua pengusaha ini dihadapkan ke meja hijau oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang, PPNS Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) bersama Kejaksaan Negeri Deliserdang. Johan Indayung didakwa tidak membayar upah dan menghalang-halangi buruh untuk berserikat. Ia dijerat dengan Pasal 93 Ayat 2 huruf d UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 143 Ayat 2 KUHP. Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 1

Upload: tiara-ayu-dwilistyaningsari

Post on 02-Jul-2015

314 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS ARTIKEL

ARTIKEL

Pengawasan Ketenagakerjaan Ditingkatkan

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi meningkatkan pengawasan

ketenagakerjaan. Ini bisa dilihat sejak Agustus 2009 sampai sekarang sebanyak 96

kasus pelanggaran norma ketenaga-kerjaan sedang diproses di pengadilan.

Laporan khusus kali ini yang ditulis wartawan SP Siprianus Edi Hardum

membeberkan segala aspek pengawasan ketenagakerjaan sesuai peraturan yang

berlaku.

Direktur Utama PT Starindo Prima, Johan Indayung (30), dan Direktur Utama PT

Sahabat Kayu Indah Tanjung Morawa, Zamar (48), awal Agustus 2009,

dihadapkan ke meja hijau. Dua perusahaan ini bergerak dalam industri perkayuan.

Dua pengusaha ini dihadapkan ke meja hijau oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang, PPNS

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) bersama Kejaksaan

Negeri Deliserdang. Johan Indayung didakwa tidak membayar upah dan

menghalang-halangi buruh untuk berserikat. Ia dijerat dengan Pasal 93 Ayat 2

huruf d UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 143 Ayat 2

KUHP.

Sedangkan, Zamar didakwa melanggar Pasal 93 Ayat 2 huruf d UU Nomor

13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Ia didakwa dengan pasal tersebut, karena tidak

membayar upah buruh karena para buruh mengikuti pemilihan kepala daerah

Sumut beberapa waktu sebelumnya. Ketika para buruh menuntut, Zamar malah

melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kasus kedua pengusaha ini masih

diproses di Pengadilan Tinggi Medan.

Dua pengusaha di atas merupakan sebagian kecil dari sekian banyak pengusaha

(perusahaan) dihadapkan ke meja hijau oleh PPNS, baik PPNS pemerintah daerah

maupun PPNS dari Kemnakertrans. "Yang sering menjadi persoalan adalah di

pengadilan para pengusaha yang terbukti bersalah ini menurut kita, dihukum

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 1

Page 2: ANALISIS ARTIKEL

ringan bahkan tidak sedikit yang diputuskan bebas oleh hakim. Ini merupakan

wewenang hakim. Biarlah masyarakat yang menilai hakim-hakim seperti ini,"

kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, baru-baru ini.

Muhaimin mengatakan, sejak Agustus 2009 sampai sekarang, setidaknya

sebanyak 96 kasus pelanggaran norma ketenagakerjaan sedang diproses di

pengadilan.

Muhaimin mengatakan, keseriusan Kemnakertrans untuk miningkatkan

penegakan hukum terhadap pelanggaran norma ketenagakerjaan juga dapat dilihat

dari pembentukan Direktorat Bina Penegakan Hukum di Direktorat Jenderal

(Dirjen) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Binwasnaker).

Pengawasan dilakukan untuk meningkatkan perlindungan hak-hak dasar pekerja

yang meliputi norma upah, norma Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek),

norma waktu kerja, norma anak dan perempuan serta norma keselamatan dan

kesehatan kerja (K3).

Pemerintah menunjuk PT Jamsostek sebagai Badan Penyelenggara Program

Jaminan Sosial Tenaga Kerja melalui Peraturan Pemerintah Nonor 36 Tahun

1995. Program Jamsostek wajib diikuti oleh setiap perusahaan (BUMN, joint

venture, PMA), yayasan, koperasi, perusahaan perorangan yang mempekerjakan

tenaga kerja paling sedikit 10 orang atau membayar seluruh upah per bulan paling

sedikit Rp 1.000.000 atau lebih.

Program Jamsostek kepesertaannya diatur secara wajib melalui UU 3 / 1992

tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Adapun, program Jamsostek

terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, dan

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

"Peserta Jamsostek yang aktif bergabung ini hanya sekitar 9% dari jumlah tenaga

kerja aktif sekitar 30 juta pekerja," kata Dirut Jamsostek Hotbonar Sinaga.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 2

Page 3: ANALISIS ARTIKEL

Kecelakaan Kerja

Menurut Dirjen Binwasnaker, I Gusti Made Arka, mulai tahun 2010,

Kemnakertrans, melalukan penarikan pekerja anak dari pekerjaan terburuk di

perusahaan-perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mendukung program keluarga

harapan (PKH) yang telah ditetapkan menjadi prioritas nasional melalui program

terpadu bersama Kementerian Pendidikan Nasional, Bappenas, Kementerian

Sosial, dan instansi swasta lainnya, dalam rangka memfasilitasi pekerja anak ke

bangku pendidikan formal dan pelatihan keterampilan.

Sejak tahun 2008 sampai sekarang, kata Arka, jumlah pekerja anak yang ditarik

dan difasilitasi ke bangku sekolah formal dan tempat pendidikan keterampilan

sebanyak 3.000 setiap tahun. Untuk tahun 2010 penarikan pekerja anak dilakukan

di 13 provinsi dan 50 kabupaten/kota untuk 3.000 pekerja anak.

Data Kemnakertrans menyebutkan, sektor konstruksi berada pada daftar teratas

tingkat kecelakaan kerja secara nasional, yakni 32% dari seluruh kecelakaan kerja

yang terjadi pada 2008 sebanyak 58.600 kasus. Angka kecelakaan kerja sektor

konstruksi yang cukup besar itu hanya mempekerjakaan kurang lebih 4,5 juta

orang pekerja atau hanya sebesar 5% dari jumlah pekerja secara nasional.

Sementara Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N),

Harjono mengatakan, pada 2008 setiap 100.000 orang pekerja, yang meninggal

karena kecelakaan industri ada 14 orang dan sembilan orang mengalami kematian

akibat kecelakaan lalu lintas dari rumah ke kantor atau sebaliknya. "Di Malaysia,

kecelakaan kerja yang dialami pekerja di jalan raya dari rumah ke kantor atau

sebaliknya hanya enam orang dan di Thailand hanya enam orang," kata Harjono.

Tak Ada Jalur

Menurut Muhaimin, beberapa kendala yang dihadapi pemerintah dalam upaya

revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan adalah, pertama, masih terbatasnya

kuantitas dan kualitas pengawas ketenagakerjaan. Untuk mengawasi sekitar

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 3

Page 4: ANALISIS ARTIKEL

207.813 perusahaan dibutuhkan 3.463 orang pengawas, namun yang tersedia

hanya 2.089 orang pengawas.

Kedua, adalah tidak terdapat jalur instruktif ke daerah yang berakibat pelaksanaan

pengawasan ketenagakerjaan di masing-masing provinsi, kabupaten dan kota,

berbeda-beda. Pemerintah pusat tidak dapat mengatur posisi penempatan

pengawas ketenagakerjaan walaupun seorang pengawas ketenagakerjaan ditunjuk

dan diberhentikan oleh Menakertrans, karena status kepegawaian pengawas

adalah pegawai daerah.

Ketiga, terjadi disfungsi pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan. Kondisi

tersebut diperburuk dengan adanya penempatan pengawas ketenagakerjaan di luar

unit pengawasan ketenagakerjaan, dan sebaliknya pegawai yang bukan pengawas

ketenagakerjaan ditempatkan pada unit pengawasan yang bukan kompetensinya.

Akibatnya, sistem manajemen pengawasn ketenagakerjaan tidak berjalan secara

optimal baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengendaliannya.

Oleh karena itu, ke depan, kata Muhaimin, pihaknya terus berkoordinasi dengan

pemerintah daerah, melakukan pengawasan terhadap semua perusahaan.

Penyelegaraan pengawasan ketenagakerjaan akan ditingkatkan melalui formula

konsultatif dengan perusahaan-perusahaan.

Untuk menambah kekurangan pegawai pengawas, kata dia, sekarang beberapa

gubernur/bupati dan wali kota telah berkomitmen untuk menambah pegawai

pengawas melalui diklat biaya APBD, seperti yang telah dilakukan oleh

Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Sumatera Selatan,

Kepulauan Riau, Kabupaten Bekasi (Jawa Barat), Kabupaten Sidoarjo, Malang,

dan Pasuruan (Jawa Timur) serta menyusul provinsi lainnya, seperti Jawa Timur,

Sulawesi Selatan, Sumatrera Utara, Maluku, dan Jawa Tengah.

Sedangkan untuk menurunkan angka kecelakaan kerja sebesar 50% sampai zero

accident, Kemnakertrans melaksanakan tiga tahapan program kerja. Pertama

sosialisasi, aturan-aturan dan kewajiban bagi para pengelola. Kemudian, kedua,

adalah tahapan pembinaan dan peringatan. "Bila kedua hal itu telah dilakukan,

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 4

Page 5: ANALISIS ARTIKEL

namun perusahaan tidak juga menaati peraturan K3 maka akan diambil

penindakan yang melibatkan aparat penegak hukum lainnya," tegas Muhaimin.

Menurut Muhaimin, upaya sosialiasi penerapan K3 harus melibatkan pekerja dan

masyarakat secara langsung. Agar pekerja sadar mengenai pentingnya

mengenakan peralatan pelindung diri, seperti helm, sepatu, dan sebagainya.

"Tujuan dasar dari K3 adalah mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja,

penyakit akibat kerja dan terjadinya kejadian berbahaya lainnya. Dengan berbagai

upaya kita berharap tahun 2015 bisa terwujud Indonesia Berbudaya K3," katanya.

Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) Harjono

mengatakan, kecelakaan kerja tidak hanya membuat kerugian langsung, tapi juga

ada kerugian tidak langsung. "Kerugian langsung dan juga tidak langsung dari

kelalaian dalam menjaga keselamatan kerja sangat merugikan produktivitas

pekerja dan perusahaan," uajrnya.

Menurut Harjono, apabila program nasional tentang budaya K3 yang diintensifkan

mulai 2010 hingga 2014 dapat terealisasi, maka pada 2015 diprediksi sebanyak

Rp 50 triliun kerugian akibat kecelakaan kerja itu dapat terselamatkan.

Arka menambahkan, kebijakan revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan akan

dilaksanakan beberapa pilar pendekatan, yaitu, optimalisasi kapasitas perangkat

dan lembaga pengawasan ketenagakerjaan di pusat dan daerah. Optimalisasi

dukungan peran serta masyarakat, yaitu: pekerja, pengusaha, organisasi pekerja

organisasi pengusaha, organisasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya

masyarakat, serta masyarakat pada umumnya sebagai fungsi kontrol sosial untuk

mendukung pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan.

Optimalisasi dukungan pemerintah daerah, baik dalam bentuk dukungan

kebijakan maupun dukungan anggaran, untuk kelancaran pengawasan

ketenagakerjaan di daerah. Tahun 2010, kata Arka, beberapa provinsi telah

menganggarkan APBD untuk Diktat Pengawas Ketenagakerjaan seperti Provinsi

Jawa Barat sebanyak 90 orang, Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 25 orang, dan

Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 30 orang.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 5

Page 6: ANALISIS ARTIKEL

Muhaimin menambahkan, pada masa mendatang peranan pengawas

ketenagakerjaan memiliki peranan penting dalam skala nasional ataupun kerja

sama internasional. Hal ini terkait isu global bahwa perdagangan beberapa jenis

komoditi yang mensyarakatkan sertifikasi penerapan sertifikasi K3 di perusahaan.

"Penerapan labour standart yang ketat akan menjadi perthatian dalam kerja sama

perdagangan Internasional. "Hal ini seiring dengan komitmen internasional di

bidang K3 yang disepakati pada Konferensi ASEM tahun 2008 di Bali, di mana

Indonesia dan Singapura ditetapkan untuk menjadi project leader K3, " kata

Muhaimin.

Menurut Muhaimin, Kemnakertrans juga menggagas pada tahun 2015 Indonesia

memasuki budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) mengubah pola

masyarakat terutama masyarakat industri dari unsafety behavior menjadi safety

behavior. Langkah yang telah diambil dengan menandatangani MoU antara

Menakertrans Muhaimin Iskandar dengan BP Migas dalam rangka penerapan

norma K3 di sektor Pertambangan.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 6

Page 7: ANALISIS ARTIKEL

ANALISIS ARTIKEL

Artikel ini termasuk dalam materi Undang-Undang No 1 tahun 1970

Tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang No 13 tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan. Analisis artikel yang berjudul “Pengawasan Ketenagakerjaan

Ditingkatkan” adalah sebagai berikut:

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan

upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani

tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan

budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian

secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha

mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses

produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah

Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja

yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi

dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis

kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang

dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-

pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU

No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja

atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan

kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat

dan martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah

peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja

sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl

No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan

perkembangan yang ada.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 7

Page 8: ANALISIS ARTIKEL

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang

keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik

di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada

di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja

dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,

pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,

barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat

menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada

pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya

personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh

karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3

yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra

sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan

baik.

Berdasarkan artikel yang berjudul “Pengawasan Ketenagakerjaan

Ditingkatkan” dideskripsikan berbagai contoh kasus sejak Agustus 2009 sampai

sekarang sebanyak 96 kasus pelanggaran norma ketenagakerjaan sedang diproses

di pengadilan. Direktur Utama PT Starindo Prima, Johan Indayung (30), dan

Direktur Utama PT Sahabat Kayu Indah Tanjung Morawa, Zamar (48), awal

Agustus 2009, dihadapkan ke meja hijau. Dua perusahaan ini bergerak dalam

industri perkayuan.

Dua pengusaha ini dihadapkan ke meja hijau oleh Penyidik Pegawai Negeri

Sipil (PPNS) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang,

PPNS Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) bersama

Kejaksaan Negeri Deliserdang. Johan Indayung didakwa tidak membayar upah

dan menghalang-halangi buruh untuk berserikat. Ia dijerat dengan Pasal 93 Ayat 2

huruf d UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 143 Ayat 2

KUHP.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 8

Page 9: ANALISIS ARTIKEL

Sedangkan, Zamar didakwa melanggar Pasal 93 Ayat 2 huruf d UU Nomor

13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ia didakwa dengan pasal tersebut, karena

tidak membayar upah buruh karena para buruh mengikuti pemilihan kepala daerah

Sumut beberapa waktu sebelumnya. Ketika para buruh menuntut, Zamar malah

melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kasus kedua pengusaha ini masih

diproses di Pengadilan Tinggi Medan.

Menurut UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 186

disebutkan bahwa:

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat

(2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1),

dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama

4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak

pidana pelanggaran.

Dua pengusaha di atas merupakan sebagian kecil dari sekian banyak

pengusaha (perusahaan) dihadapkan ke meja hijau oleh Penyidik Pegawai Negeri

Sipil (PPNS), baik PPNS pemerintah daerah maupun PPNS dari Kemnakertrans.

Oleh karena itu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi meningkatkan

pengawasan ketenagakerjaan.

Keseriusan Kemnakertrans untuk meningkatkan penegakan hukum

terhadap pelanggaran norma ketenagakerjaan juga dapat dilihat dari penerapan

UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terutama penerapan Bab IV

Pengawasan pasal 5 :

(1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini,

sedangkan para pegawai pengawas kerja ditugaskan menjalankan pengawasan

langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.

(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan

kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan

perundangan.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 9

Page 10: ANALISIS ARTIKEL

Kemnakertrans membentuk Direktorat Bina Penegakan Hukum di

Direktorat Jenderal (Dirjen) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan

(Binwasnaker). Pengawasan dilakukan untuk meningkatkan perlindungan hak-hak

dasar pekerja yang meliputi norma upah, norma Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

(Jamsostek), norma waktu kerja, norma anak dan perempuan serta norma

keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Banyak perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan menengah dan

kecil masih menilai program K3 merupakan beban yang harus dihindari karena

untuk menerapkannya dibutuhkan investasi yang tidak sedikit, sehingga sering

terjadi kecelakaan kerja yang kadang menyebabkan pekerja tewas. Jika terjadi

kasus kecelakaan kerja, terlebih hingga menyebabkan pekerja tewas akan

menimbulkan persoalan tidak hanya bagi keluarga pekerja tersebut tetapi juga

bagi perusahaan yang harus mengurus asuransi, ganti rugi dan juga harus

menghadapi tuntutan dari keluarga korban.

Padahal, kasus tersebut bisa dihindari jika perusahaan mau menerapkan

standar operasional prosedur dalam mempekerjakan para buruh dengan

memperhatikan K3. Pandangan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu takdir dari

yang Maha Kuasa tidak sepenuhnya benar. Sekarang ini sudah banyak konsep

atau teori yang mengupas tentang masalah kecelakaan kerja. Di Indonesia, setiap

kejadian kecelakaan kerja wajib dilaporkan kepada Kementerian Tenaga Kerja

dan Transmigrasi (Kemenakertrans) selambat- lambatnya 2 (dua) x 24 jam setelah

kecelakaan tersebut terjadi. Ada dua undang-undang yang mewajibkan laporan itu

yakni, UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU No 3 Tahun

1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Kecelakaan kerja yang wajib dilaporkan adalah kecelakaan kerja yang

terjadi di tempat kerja maupun kecelakaan dalam perjalanan yang terkait dengan

hubungan kerja. Tujuan dari kewajiban melaporkan kecelakaan kerja agar pekerja

mendapatkan haknya dalam bentuk jaminan dan tunjangan. Kemudian agar dapat

dilakukan penyidikan dan penelitian serta analisis untuk mencegah terulangnya

kecelakaan serupa.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 10

Page 11: ANALISIS ARTIKEL

Peran Pemerintah

Program K3 sebenarnya menguntungkan bagi perusahaan dan pekerja

namun masih banyak perusahaan yang belum menerapkannya karena

ketidaktahuan dan persoalan biaya. Untuk itulah, dibutuhkan peran pemerintah

yang lebih besar untuk menyosialisasikan K3 kepada perusahaan maupun pekerja.

Meski demikian sosialisasi yang saat ini gencar dilakukan ke berbagai kawasan

industri hanya akan mengatasi persoalan ketenagakerjaan dalam jangka pendek

karena suatu program yang dibuat terburu-buru dan instan tidak akan mencapai

hasil maksimal.

Pemerintah disarankan untuk mulai membangun kesadaran tentang

pentingnya K3 mulai dari dasar yakni pendidikan, caranya dengan memasukkan

program K3 dalam kurikulum pendidikan pada lembaga pendidikan tertentu.

Kemudian pemerintah juga harus tegas kepada perusahaan untuk menerapkan K3.

Pelatihan tentang K3 bagi perusahaan dan pekerja juga harus digencarkan agar

diperoleh pemahaman yang sama tentang pentingnya K3.

Untuk meningkatkan pelaksanaan program K3, maka fungsi pengawasan

harus juga ditingkatkan dan sudah saatnya pemerintah memasukkan unsur serikat

pekerja dalam fungsi pengawasan. Dengan adanya sinergi tersebut diyakini bisa

menekan angka kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 11

Page 12: ANALISIS ARTIKEL

UNDANG-UNDANG YANG TERKAIT DENGAN ARTIKEL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN

Paragraf 5

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pasal 86

(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

a. keselamatan dan kesehatan kerja;

b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-

nilai agama.

(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan

sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Pengupahan

Pasal 93

(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha

wajib membayar upah apabila :

a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya

sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,

mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran

kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau

mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 12

Page 13: ANALISIS ARTIKEL

d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan

kewajiban terhadap negara;

e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah

yang diperintahkan agamanya;

f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi

pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun

halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;

h.pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan

pengusaha; dan

i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut :

a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;

b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari

upah;

c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah;

dan

d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah

sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

(4) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut :

a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;

b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

e. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar

untuk selama 2 (dua) hari; dan

g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1

(satu) hari.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 13

Page 14: ANALISIS ARTIKEL

(5) Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja

bersama.

BAB XVI

KETENTUAN PIDANA DAN

SANKSI ADMINISTRATIF

Bagian Pertama

Ketentuan Pidana

Pasal 186

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat

(2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1),

dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama

4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak

pidana pelanggaran.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970

TENTANG KESELAMATAN KERJA

BAB IV

PENGAWASAN

Pasal 5

1. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini

sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan

menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini

dan membantu pelaksanaannya.

2. Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan

kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan

perundangan.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 14

Page 15: ANALISIS ARTIKEL

BAB VII

KECELAKAAN

Pasal 11

1. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat

kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga

Kerja.

2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud

dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 15

Page 16: ANALISIS ARTIKEL

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pengawasan Ketenagakerjaan Ditingkatkan. [serial online].

http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=1437. (diakses

pada tanggal 31 Maret 2011)

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Peraturan dan Perundang-undangan Hiperkes | 16