analisis artikel perumahsakitan.docx

37
ADMINISTRASI RUMAH SAKIT Analisis Artikel Perumahsakitan Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah administrasi rumah sakit semester VI (enam) Disusun Oleh : Khairun Nisa 25010111130128 BAGIAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: khairun-nisa

Post on 21-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: analisis artikel perumahsakitan.docx

ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

Analisis Artikel Perumahsakitan

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah administrasi rumah sakit

semester VI (enam)

Disusun Oleh :

Khairun Nisa 25010111130128

BAGIAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014

Page 2: analisis artikel perumahsakitan.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah

menyelesaikan Makalah Administrasi Rumah Sakit dengan membahas mengenai

Analisis Artikel Perumahsakitan.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis

hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah

ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga

kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,

khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Semarang, Juli 2014

Penulis

ii

Page 3: analisis artikel perumahsakitan.docx

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................ i

Kata Pengantar ........................................................................................... ii

Daftar Isi ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Tujuan ............................................................................................... 1

C. Manfaat ............................................................................................. 1

BAB II ISI

A. Gambaran Kasus ............................................................................... 2

B. Dasar Teori ........................................................................................ 6

C. Pembahasan ....................................................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 20

B. Saran ................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21

iii

Page 4: analisis artikel perumahsakitan.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam fenomena manajemen dunia perumah sakitan saat sekarang ini

telah menumbuhkan polemik baru dari segi filosofis, yaitu apakah rumah sakit

dimungkinkan dikelola secara bisnis dalam arti menjadi suatu instansi yang

profit marking. Polemik ini sudah tentu menyangkut landasan

kenegaraan/falsafah kenegaraan kita, yaitu Pancasila dan UUD 1945.

Meskiupun demikian, dalam perkembangan dewasa ini, rumah sakit tidak

mungkin dikelola semata-mata sosial. Dalam keadaan sekarang seluruh rumah

sakit swasta menghadapi realita kehidupan yang semakin meterialistis. Rumah

sakit harus membayar teknologi kedokteran, listrik, air, dapur, dan bahkan

imbalan jasa dokter dan paramedis dengan mengikuti harga pasar.

Dalam keadaan inilah, dari segi manajemen rumah sakit seolah-olah

ketinggalan kereta. Tidak terlepas dalam hubungan ini adalah rumah sakit

pemerintah dimana meskipun seluruh biaya eksploitasi/personel/gedung dan

lain sebagainya ditanggung oleh pemerintah (secara teoretis), keperluan

mengelola rumah sakit sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen adalah

mutlak.

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai sarana pengaplikasian

materi administrasi rumah sakit yang telah diberikan selama perkuliahan

dengan mengkritisi kasus yang ada pada artikel dikaitkan dengan teori yang

ada.

C. Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu dapat diterapkannya teori-teori

administrasi rumah sakit dikaitkan dengan kasus yang ada pada artikel.

1

Page 5: analisis artikel perumahsakitan.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Berita

Buruknya Pelayanan Rumah Sakit Di INDONESIA

Pelayanan Rumah Sakit dan dokter di indonesia termasuk paling buruk sedunia. Buruk dalam artian rendahanyaa kualitas media dan moral Para dokter dan RS di Indonesia belum memandang pasien sbg “manusia” melainkan hanya sebagai objek medis yang bisa diperlakukan sesuka hati. Kita mulai dari pelayanan Rumah Sakit. Meski sudah ada UU No.44/2009, mayoritas Rumah sakit belum melaksanakan UU tersebut secara utuh. Hampir semua RS di Indonesia bersifat komersial dan bisnis oriented, cari untung yang sebesar2nya dengan memanfaatkan kelemahan pasien. Sesuai UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, pasien dan/atau keluarganya berhak atas semua informasi terkait dengan penyakit si pasien. Pasien/keluarga pasien berhak tahu tentang rencana tindakan medis yang akan dilakukan oleh RS/dokter, estimasi biayanya & persetujuan pasien/keluarga. Jika pasien/keluarga pasien tidak diberitahu tentang rencana tindakan medis, estimasi biaya& tidak ada persetujuan, maka Rmh Sakit/dokter dapat dituntut, Atau setidak-tidaknya, keluarga pasien/pasien tidak wajib membayar biaya perobatan selama dirawat di Rumah sakit tersebut. Modus operandi kecurangan Rumah Sakit utamnya dilakukan melalui pembebanan biaya rumah sakit yang sangat berlebihan alias tidak wajar. Pembebanan biaya RS yang tidak wajar itu lebih menjadi-menjadi jika terkait dengan perawatan pasien di ruang ICU/gawat darurat. RS sering “merampok”. Dalam perawatan ICU, RS cenderung memanfaatkan posisi pasien/keluarga pasien yang sangat lemah dan terjepit sehingga RS bebas berbuat sesuka hati. Rata2 ruang ICU di jakarta kenakan tarif 1 juta/hari. Diluar biaya dokter, obat dan alat kesehatan. Sehingga bisa saja per hari kena 5-10 jt. Keluarga pasien yang diruang ICU biasanya diminta tanda tangan persetujuan agar RS/dokter boleh lakukan tindakan medis apapun tnp pertggjwban. Artinya RS/dokter dibebaskan dari tanggung jawab jika terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap pasien. Perjanjian ini tentu saja melanggar UU dan krimina. Kita fokus pada pelayanan RS/dokter terlebih dahulu. Pasien RS di Indonesia tidak mendapatkan pelayanan standar sebagaimana mestinya. Berbeda dengan di ICU/UGD di luar negeri, ICU/UGD di Indonesia umumnya dijaga oleh dokter-dokter muda non spesialis yang miskin pengalaman. Di luar negeri, Ruang ICU/ICCU selalu ditugaskan dokter-dokter spesialis terbaik yang memang sangat dibutuhkan pasien ICU. Di Indonesia, dokter-

2

Page 6: analisis artikel perumahsakitan.docx

dokter spesialis/senior merasa jatuh harga dirinya jika ditugaskan di Ruang ICU. Mereka hanya sesekali datang jenguk pasien. Dokter-dokter di indonesia baik di ICU ataupun ruang rawat inap hampir semuanya hanya bersedia datang sebentar 5-10 menit untuk periksa pasien. Bahkan terhadap pasien yang butuhkan beberapa dokter spesialis pun, RS hampir tidak pernah beri pelayanan standar dengan kumpulkan dokter-dokter secara bersamaan. Dokter-dokter itu jadwalnya tidak sama dan tidak pernah concern/serius bahas penyakit dan rencana tindakan media secaraa langsung bersama-sama. Para dokter itu menilai waktu mereka adalah “emas”. Cukup 5-10 menit lihat pasien dan selanjutnya serahkan pada dokter muda /perawat. Berbeda halnya jika kita berobat di RS luar negeri. Begitu indikasi penyakit diinformasikan, tim dokter tersedia untuk bahas rencana tindakan. dokter-dokter di indonesia yang meskipun sudah dibatasi maks praktek di 3 RS, tetap saja sangat sulit dijumpai keluarga pasien untuk peroleh informasi. Para dokter di Indonesia merasa sangat “rugi” jika mereka luangkan waktu untuk berkomunikasi dan bahas kondisi pasien secaraa lengkap dan detail. Dokter-dokter Indonesia juga sangat jarang infokan tentang rencana tindakan medisnya, alasan-alasannya, impilikasinya apalagi biayanya kepada keluarga pasien. Nah, jika 1 dokter hanya boleh bekerja di 3 RS, harusnya waktu dokter yang tersedia untuk pasien cukup banyak. Tapi faktanya, dokter-dokter kayak “hantu”. Tidak aneh jika banyak keluarga pasien utamanya yang dirawat di ruang ICU, tak pernah bertemu dokter yang merawat meski sudah 1 minggu di ruang ICU. Dokter-dokter di Indonesia umumnya pelit bicara. Malas berbagi informasi. Seolah-olah semua info itu hanya untuk mereka saja. Keluarga pasien diabaikan. Dokter-dokter di indonesia juga “tidak senang” jika ada keluargaa pasien yang kritis dan peduli dengan hak-haknya melalui banyak bertanya kepada dokter. Pengalaman saya pribadi dan teman-teman saya cukup banyak terkait dengan pelayanan dokter-dokter indonesia yang sangat tidak profesional dan tidak beradab. Bahkan banyak sebenarnya tindakan medis dokter yang keliru yang sebabkan pasien bukannya sembuh setelah di rumah sakit tapi malah makin sakit. Sebagian besar pasien yang semakin sakit ketika dibawa ke RS adalah karena penanganan medis yang salah atau disengaja salah oleh dokter. Dokter-dokter sering salah kasih obat kepada pasien yang berakibat pasien semakin sakit dan bahkan sering fatal alias menemui kematian di rumah sakit. Seorang senior saya misalnya. Dia membawa istrinya yang menderita sesak bernafas ke RS Gleanegles. Disuruh rawat inap di RS tersebut. Keesokannya, istri senior saya bukannya makin sembuh tapi malah makin sakit dan dioper ke UGD/ICU. Setelah di ICU keadaan makin parah. Senior itu mulai curiga ada yang tak beres terkait pelayanan medis di ICU RS Gleaneagles itu. Pertanyaan-pertanyaannya dijawab sekedarnya oleh dokter-dokter. Akhirnya dia putuskan untuk pindahkan istrinya ke RS Elisabeth Spore. Itu pun setelah berdebat sengit dulu dengan pihak RS Gleneagles. Sesampai di RS Elizabeth

3

Page 7: analisis artikel perumahsakitan.docx

Spore, pasien disambut 5 dokter spesialis senior. Mereka diskusikan intensif mengenai kondisi pasien tersebut. Ternyata ditemukan bahwa kondisi pasien bisa menjadi semakin parah selama di RS gleneagles karena salah tindakan medis dari dokter-dokter disana. Pemberian oksigen yang berlebihan dan tidak tepat pada pasien menyebabkan darah pasien terkontaminasi CO2 sampai pada tingkat 100%. Fatal!. Dokter spesialis paru-paru yang jadi pemimpin tim segera lakukan tindakan bolongi tenggorokan pasien untuk permudah pernapasan. Semua cairan dalam tubuh pasien yang sudah mengandung racun dikeluarkan dan diganti dengan yang sehat. 3 hari kemudian, pasien sudah bisa berjalan-berjalan !. Namun, efek dari keracunan CO2 dlm darah itu tetap fatal. Organ-organ vitalnya banyak yang sudah rusak. Harus dipulihkan secara bertahap dan kontinu. Pada hari ke 5 pasien tersebut sudah bisa pulang ke Jakarta meski secara berkala harus berobat untuk sembuhkan organ-organ vitalnya yang sudah kena dampaknya. Nah, bandingkan dengan RS di Indonesia. Jarang sekali pasien yang dirawat di ruang ICU, 3 hari kemudian bisa sembuh. Sembuhnya lama atau mati. Senior saya yang pejabat tinggi di depkes beberapa hari yang lalu saya telepon dan tanyakan tentang standar pelayanan medis di ICU. Komentarnya sangat miring. Katanya : RS di Indonesia umumnya manfaatkan Ruang ICU untuk keruk sebesar2nya uang pasien. Semua obat dan alkes diberikan sangat berlebihan. Ruang ICU kesempatan bagi RS untuk cetak tagihan sebesar2nya ditengah2 kondisi pasien dan keluarga yang “pasrah”. Sudah kayak rampok aja. Bahkan lucunya, banyak RS yang tidak bolehkan keluarga pasien beli obat diluar dan tidak mau berikan resep obatnya. Alasannya : peraturan RS !. Padahal peraturan RS yang seperti itu bertentangan dengan UU No. 44/2009 tadi. Tapi banyak keluarga pasien yang tidak tahu dan tak mengerti. Contoh nyata adalah pada keluarga pasien yang beberapa hari ini saya kenal selama di RS. Sehari bapaknya dirawat di ICU, dia sudah habis 11 juta. Puluhan jenis obat, lab dan alkes diberikan pada pasien tersebut. Uang jaminan 25 juta dinyatakan kurang dan harus ditambah 25 juta lagi. Mumet !. Kasihan melihatnya, saya lalu sarankan dia untuk periksa semua obat yang akan diberikan RS pada pasien (bapaknya) dan sarankan dia beli diluar. Saran saya diikuti oleh teman tersebut. Dia minta diberikan resep jika bapaknya akan diberi obat. Pihak RS tidak mau. Tidak setuju. Alasan RS : 1. Peraturan RS mengharuskan tebus obat di apotek RS 2. Teman saya itu sudah tandatangan persetujuan. Dia bingung. Lalu, teman itu saya bantu. Saya minta dia ajak saya bertemu dengan petugas RS yang menolak tadi. Ketemu. Saya bicara sama petugas RS. “anda mau saya penjarakan atau saya tampar? ” tanya saya kepada petugas RS. Dia kaget ketakutan. “panggil pimpinan kamu kemari sekarang !” ujar saya. Pimpinannya datang menemui kami. Semula masih ngotot berlindung dibalik peraturan RS. Lalu saya bilang : “peraturan RS tidak boleh langgar UU”. Saya ancam akan gugat RS dan lapor ke kemenkes dan polisi. Lalu dia dengan terpaksa setuju buatkan resep untuk dibeli diluar RS. Mau tau berapa bedanya? Obat dengan jumlah dan jenis yang sama yang sebelumnya harganya 5.9 juta di RS, ternyata hanya 3.1 juta di luar RS. Gila!. 

4

Page 8: analisis artikel perumahsakitan.docx

Ada lagi pengalaman lain selama 10 hari saya di RS. Ada pasien yang diharuskan HD (cuci darah) oleh dokter RS tersebut dengan alasan kalium pasien tinggi. Kadar kalium pasien tercatat 6.7. Setelah di CVC hanya turun jd 6.2. Masih diatas normal yang dibawah 5. Pasien diharuskan cuci darah. Untuk cuxi darah (HD) itu keluarga pasien diminta tambah deposit 50 juta. RS bilang harus cuci darah jika tidak mau pasien meninggal. Keluarganya panik. Semula sudah setujui. Tapi saya sarankan untuk second opinion ke dokter lain. Mereka punya saudara dokter yang sarankan pindah RS. Pihak RS tidak izinkan pasien pindah apalagi bantu cari RS lain. Keluarga pasien disuruh cari sendiri. Bahkan petugas RS ancam dan takut-takuti. Akhirnya keluarga pasien dapat rumah sakit lain dan ngotot minta dipindahkan. Akhirnya pasien disetujui RS pindah dan diangkut ambulans RS itu. Biaya ambulans untuk pindahkan pasien dikenakan 3 juta untuk jarak tempuh yang ga sampai 10 KM itu. Hampir saja keluarga pasien itu ngamuk2. Setelah pindah ke RS lain, diperiksa dengan dokter disana, diputuskan tidak perlu HD (cuci darah). Diberi obat saja. Besoknya Kalium turun jd 4.7. Ada contoh lain tentang pelayanan medis RS atau dokter Indonesia yang amburadul dan comercial oriented? Banyak!. Istri teman saya yang baru saja keguguran, tiba-tiba mengeluh kesakitan hebat di pangkal pahanya. Dia dilarikan ke RS Islam Kebayoran. Sampai disana, Prof. Dr yang memeriksa bilang ini gejala usus buntu dan harus dioperasi. Minta deposit 10 juta. Operasi dilaksanakan secepatnya. Teman saya semula setuju untuk operasi tersebut. Kebetulan saat itu dia telepon saya. Saya anjurkan untuk second opinion. Dia setuju. Telepon dokter lain. Oleh dokter lain, pasien diminta untuk dibawa ke RS Fatmawati. Sampai disana diperiksa intensif. Kesimpulan : tidak ada gejala usus buntu!!. Sakit pada pangkal paha dan perut tersebut hanya disebabkan karena pasien terlalu banyak jalan ketika baru habis keguguran. Dikasih obat. Sembuh. Mau contoh yang lebih gila lagi? Teman saya tinggi badannya tidak normal. Dia khawatir dan bawa ke dokter terkenal di kawasan Rawamangun Jaktim. Oleh sang dokter terkenal itu disarankan untuk disuntik 50 kali hormon pertumbuhan secara teratur. Dia awalnya setuju. Tapi kasihan dengan anaknya. Dia sulit bayangkan anaknya akan disuntik 50 kali dalam waktu lama. Dia batalkan. Kemudian dia bertemu dengan Dr. Pulungan. Dokter Pulungan ini adalah Presiden asosiasi dokter ortopedi se-Asia Pasific. Teman saya cerita tentang advis dokter yang sebelumnya. Dokter Pulungan itu kaget bukan kepalang. Ternyata dokter yang sangat terkenal yang teman saya pernah datangi itu bukan dokter ortopedi. Penipu. Dokter yang sangat terkenal dan banjir pasien itu adalah dokter andrologi atau kesuburan jika saya tidak salah. Advisnya pun keliru besar. Nah, itulah sekilas tentang pelayanan dokter-dokter dan RS di indonesia yang tidak beradab dan jadi mafia kesehatan di Indonesia. Korbannya bisa siapa saja. Bahkan mantan dirut Asuransi PT. Bumiputera pernah anaknya jadi korban mafia kesehatan. Anaknya dirawat di RS dan diberi tindakan berlebihan. Darah anaknya setiap jam disedot dengan alasan untuk pmeriksaan

5

Page 9: analisis artikel perumahsakitan.docx

laboratorium yang sebagian besar sama sekali tidak ada kaitan dengan penyakit si anak. RS dengan sejuta alasan manfaatkan pasien untuk pakai semua alkes yang ada di RS agar pasien nanti bayar biayanya. Untuk percepat tutupi investasi. Selain merampok uang pasien dengan tindakan medis yang sangat berlebihan, juga dengan cekokan obat-obataan yang juga berlebihan. Harganya juga selangit. Hasil dari pelayanan RS/dokter-dokter yang biadab ini : pasien bukan semakin sembuh tapi semakin parah sakitnya bahkan mati. RS/dokter tak peduli. Bagi RS/dokter-dokter seperti ini pasien adalah objek. Bukan manusia, bukan orang. Diperlakukan lebih rendah daripada pasien binatang. Mafia kesehatan di Indonesia sudah berkuasa puluhan tahun. Kita baru 3 tahun punya UU Rumah Sakit. Belum punya UU profesi medis lainnya. Selama pasien dan keluarga pasien tidak kritis dan cerdas, pasien dan keluargaanya akan terus diperdaya dengan pelayanan jelek dan biaya mahal. Harga obat-obatan yang mahal yang kandungan biaya “pemasaran dan lain-lainnya” mencapai 80% dari harga obat yang sesungguhanyaa harus diakhiri. Dibasmi. Praktek-praktek mafia kesehatan utamanya dalam pemberian tindakan medis yang tidak proper, berlebihan dan ngawur harus dipidana. Dihukum penjara. Bayangkan saja, peringkat kualitas pelayanan medis Indonesia itu terburuk se Asia. Bahkan lebih buruk dibandingkan Bangladesh sekalipun !. Penutup, saya hanya sarankan, jika teman tuips ketemu dengan praktek mafia kesehatan ini : LAWAN !! Jugan inferior berhadapan dengan dokter-dokter dan RS2 !. Jika anda tidak sanggup atau tidak berani berhadapan dengan mafia kesehatan di RS, minta bantuan pengacara atau aktivis YLKI kesehatan. Sudah saatnya rakyat berperan aktif berantas mafia kesehatan. Apalagi pemerintah kita (depkes) sekarang ini tidak berpihak pada rakyat. Jadi antek mafia.

Sumber : http://www.yaslisinstitute.org/news.php?view=136

B. Dasar Teori

1. Definisi Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang

mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan

secara multidisiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan

terlatih, yang menggunakan prasarana dan sarana fisik. Rumah sakit yang

memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan

6

Page 10: analisis artikel perumahsakitan.docx

subspesialistik disebut rumah sakit umum.

2. Fungsi Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit memiliki 4 fungsi, yaitu:

a. Pelayanan Penderita

Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas

pelayanan medis, pelayanan farmasi dan pelayanan keperawatan. Di

samping itu, untuk mendukung pelayanan medis, rumah sakit juga

mengadakan pelayanan berbagai jenis laboratorium.

b. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan fungsi penting dari rumah sakit

modern, baik yang berafiliasi atau tidak dengan suatu universitas.

c. Penelitian

Kegiatan penelitian dalam rumah sakit mencakup merencanakan

prosedur diagnosis yang baru, melakukan percobaan laboratorium dan

klinik, pengembangan dan menyempurnakan prosedur pembedahan

yang baru, mengevaluasi obat investigasi dan penelitian formulasi obat

yang baru.

d. Kesehatan masyarakat

Tujuan utama dari fungsi rumah sakit ini adalah membantu komunitas

dalam mengurangi timbulnya kesakitan dan meningkatkan kesehatan

umum penduduk. Contoh kegiatan kesehatan masyarakat adalah

partisipasi dalam program deteksi penyakit, seperti tuberkulosis,

diabetes, hipertensi dan kanker.

3. Hak Pasien

Hak pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan termasuk

perawatan tercantum pada UU Kesehatan No 23 Tahun 1992 yaitu:

a. Pasal 14 mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk

mendapatkan kesehatan optimal.

7

Page 11: analisis artikel perumahsakitan.docx

b. Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi,

rahasia kedokteran, dan hak opini kedua.

c. Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti

rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.

Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 4-

8 disebutkan setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya,

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan

sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang sehat, info

dan edukasi kesehatan yg seimbang dan bertanggungjawab, dan informasi

tentang data kesehatan dirinya. Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun

2009 itu diantaranya meliputi:

a. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan

(kecuali tak sadar, penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).

b. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs,

kepentingan ybs, kepentingan masyarakat).

c. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan

penyelamatan nyawa atau cegah cacat).

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

khususnya pada Pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis

sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3, yaitu

1) Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

2) Tujuan tindakan medis yang dilakukan;

3) Alternatif tindakan lain dan resikonya;

4) Risiko dan komplikasi yang mukin terjadi; dan

5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.

c. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.

d. Menolak tindakan medis.

e. Mendapatkan isi rekam medis.

8

Page 12: analisis artikel perumahsakitan.docx

Hak Pasien dalam UU No 44 / 2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32

UU 44/2009) menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai

berikut:

a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku

di Rumah Sakit.

b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.

c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa

diskriminasi.

d. Memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan standar

profesi dan standar prosedur operasional.

e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien

terhindar dari kerugian fisik dan materi.

f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.

g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan

peraturan yang berlaku di rumah sakit.

h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter

lain (second opinion) yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) baik di

dalam maupun di luar rumah sakit.

i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk

data-data medisnya.

j. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan

dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

k. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan

medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan

komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan

yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.

l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya

selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam

perawatan di Rumah Sakit.

9

Page 13: analisis artikel perumahsakitan.docx

o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit

terhadap dirinya.

p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama

dan kepercayaan yang dianutnya.

q. Menggugat dan atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit itu

diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik

secara perdata ataupun pidana.

r. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar

pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

4. Kewajiban Pasien

Kewajiban adalah sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus

dilakukan oleh seseorang atau suatu badan hukum. Di bidang pelayanan

kesehatan di rumah sakit ada 3 (tiga) pelaku utama yang berperan, yang

masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Ketiga pelaku utama

tersebut adalah pasien, dokter dan rumah sakit. Pengaturan hak dan

kewajiban tersebut, telah ditentukan dalam berbagai peraturan perundang-

undangan antara lain :

a. UU no. 44 Tahun 2009 : UU tentang Rumah Sakit pasal 31 dan 32

1) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas

pelayanan yang diterimanya.

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan

Peraturan Menteri.

b. UU no. 29 Tahun 2004 : UU tentang Praktik Kedokteran pasal 50

dan 51

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,

mempunyai kewajiban :

1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah

kesehatannya;

2) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

10

Page 14: analisis artikel perumahsakitan.docx

3) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;

4) Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima.

c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.

YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang Pedoman Hak dan

Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit

1) Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala

peraturan dan tata tertib rumah sakit

2) Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan

perawat dalam pengobatannya.

3) Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan

selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang

merawat.

4) Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi

semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/dokter

5) Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal

yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

d. UU Kesehatan no 23 tahun 19921) Memberi keterangan yang jujur tentang penyakit dan perjalanan

penyakit kepada petugas kesehatan.

2) Mematuhi nasihat dokter dan perawat

3) Harus ikut menjaga kesehatan dirinya.

4) Memenuhi imbalan jasa pelayanan. 

5. Hak Rumah Sakit

Hak rumah sakit sebagaimana tercantum dalam UU No. 40 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit pasal 30, yaitu sebagai berikut:

a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai

dengan klasifikasi Rumah Sakit.

11

Page 15: analisis artikel perumahsakitan.docx

b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,

insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuanperaturan

perundang-undangan.

c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka

mengembangkan pelayanan.

d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan.

g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit

yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

6. Kewajiban Rumah Sakit

Kewajiban rumah sakit sebagaimana tercantum dalam UU No. 40

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29, yaitu:

a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit

kepada masyarakat.

b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,

dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan

standar pelayanan Rumah Sakit.

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya.

d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya.

e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau

miskin.

f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa

12

Page 16: analisis artikel perumahsakitan.docx

uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian

luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

h. Menyelenggarakan rekam medis.

i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain

sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita

menyusui, anak-anak, lanjut usia.

C. Pembahasan

Berdasarkan berita di atas terlihat bahwa penulis melihat dari sisi pasien

yang harus dilayani secara optimal tanpa melihat dari sudut pandang lainnya.

Fungsi utama dari adanya rumah sakit yaitu memberikan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat, sehingga pelayanan yang diberikan juga harus sesuai

dengan pasien butuhkan dan optimal. Namun untuk memberikan pelayanan

kesehatan yang optimal dan sesuai dengan yang pasien tidaklah mudah, harus

didukung dengan berbagai komponen sistem pelayanan kesehatan yang

memadai, seperti SDM kesehatan, peralatan medis yang memadai dan lainnya.

Selain itu dari berita di atas juga dapat dikaitkan antara hak dan kewajiban

pasien dengan hak dan kewajiban rumah sakit.

Berita di atas, dapat ditelaah permasalahan yang dimunculkan oleh penulis

adalah sebagai berikut:

1. Biaya kesehatan yang mahal.

2. Diagnosis yang berbeda-beda antar dokter.

3. Sistem rujukan yang tidak berfungsi baik, sehingga seolah-oleh rumah

sakit menghalangi proses pemindahan perawatan pasien.

4. Dokter melalui rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang tidak

sesuai dengan penyakit yang diderita.

5. Rumah sakit cenderung commercial oriented, sehingga menurut penulis

sangat merugikan pasien.

13

Page 17: analisis artikel perumahsakitan.docx

6. Dokter dirasa kurang mampu berkomunikasi dengan pasien, seperti

meluangkan waktunya untuk menginformasikan penyakit yang sebenarnya

diderita oleh pasien.

7. Dokter dirasa tidak terbuka terhadap segala jenis informasi pasien, misal

informasi penyakit ataupun penanganan yang terbaik seperti apa.

8. Penulis mengungkapkan terjadinya penipuan gelar dokter, yang mengaku

sebagai dokter ortopedi padahal belum memiliki gelar tersebut.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dianalisis:

1. Biaya kesehatan yang mahal.

Biaya kesehatan yang mahal belum tentu sebagai pertanda bahwa rumah

sakit yang mark up biaya, namun banyak faktor yang bisa menyebabkan

hal tersebut. Consumer ignorance yakni ketidaktahuan pasien akan

penyakitnya sehingga pasien tidak tahu tindakan apa yang terbaik yang

bisa dilakukan dapat menimbulkan biaya kesehatan yang melambung

tinggi. Ketimpangan informasi ini yang menyulitkan dalam kontrol biaya

kesehatan. Boleh jadi dokter memberikan pelayanan kesehatan yang tidak

sesuai dengan clinical pathway sehingga banyak dilakukan tindakan yang

sebenarnya tidak perlu dilakukan. Tentunya hal ini juga menyebabkan

biaya pelayanan kesehatan yang semakin meningkat.

Selain itu, belum ada peraturan pemerintah yang mengatur tentang tariff

pelayanan kesehatan baik untuk rumah sakit pemerintah maupun rumah

sakit swasta, sehingga rumah sakit swasta lebih leluasa dalam

menentukkan tarif pelayanan kesehatannya.

2. Diagnosis yang berbeda-beda antar dokter.

Seperti pada teori dimensi mutu, dimensi profesi termasuk salah satu yang

sangat penting dan harus diperhatikan, terutama dimensi kemampuan

teknis dokter. Kemampuan teknis dokter sangat mempengaruhi pelayanan

kesehatan yang diberikan, keakuratan diagnosis salah satunya.

Sehingga untuk mengatasi permasalahan ini, pasien diberikan hak untuk

mendapatkan second opinion dari dokter lain. Hal ini sesuai dengan UU no

23 Tahun 1992 pasal 53 yang menyebutkan bahwa pasien berhak

14

Page 18: analisis artikel perumahsakitan.docx

mendapatkan informasi dan juga informasi second opinion. Dengan

adanya second opinion maka pasien lebih bisa menentukkan langkah

selanjutnya untuk penyembuhan kesehatannya. Dan juga second opinion

bisa menghindari consumer ignorance yang bisa meningkatkan biaya

kesehatan yang semakin mahal.

Selain itu, dengan dimensi kemampuan teknis dokter yang baik maka

dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, efisien dan efektif,

karena dokter memliki akurasi diagnosis yang baik sehingga tindakan

yang dilakukan akan sesuai dengan apa yang dibutuhkan pasien atau

sesuai dengan clinical pathway, yang dapat menekan biaya pengobatan se-

efisien mungkin namun efektif dapat menyembuhkan penyakit.

3. Sistem rujukan yang tidak berfungsi baik, sehingga seolah-oleh rumah

sakit menghalangi proses pemindahan perawatan pasien.

Sistem rujukan rumah sakit sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Ditambah lagi dengan sistem BPJS saat

ini, maka semakin memperjelas sistem rujukan pelayanan kesehatan di

Indonesia. Namun dalam permasalahan ini, sistem rujukan dari salah satu

rumah sakit tidak memperbolehkan pasiennya untuk melanjutkan

perawatan di rumah sakit lain. Tentulah fenomena ini tidak sesuai dengan

UU No. 44 Tahun 2009 pasal 32 tentang hak pasien yang mana pasien

berhak menentukan pilihan terhadap tindakan yang bisa dilakukan

kepadanya, sehingga untuk meminta perawatan diluar rumah sakit juga

seharusnya diperbolehkan oleh pihak rumah sakit.

4. Dokter melalui rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang tidak

sesuai dengan penyakit yang diderita.

Permasalahan ini sesuai dengan permasalahan poin 2. Permasalahan ini

erat kaitannya dengan dimensi mutu kemampuan teknis dokter.

Kemampuan teknis dokter yang baik akan memberikan pelayanan

kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu. Kemampuan teknis dokter

yang baik akan menunjukkan akurasi diagnosis yang baik, sehingga

tindakan yang dilakukan sesuai dengan penyakitnya, atau sudah sesuai

dengan clinical pathway yang tertuang dalam ICD IX dan ICD X.

15

Page 19: analisis artikel perumahsakitan.docx

Dalam berita disebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan

berlebihan karena rumah sakit yang ingin meraup untung yang banyak.

Boleh jadi bukan itu penyebabnya, boleh diasumsikan karena kemampuan

teknis dokter yang kurang memadai juga consumer ignorance yang

menyebabkan pelayanan kesehatan diberikan berlebihan. Dokter yang

masih kurang pengalaman, selain itu pasien yang tidak mengetahui

penyakitnya seperti apa dan tindakan apa yang seharusnya dilakukan.

Idelanya informasi diberikan kepada kedua belah pihak, karena dalam UU

No. 44 Tahun 2009 juga disebutkan bahwa pasien berkewajiban

memberikan informasi yang sebenar-benarnya mengenai kondisi

kesehatannya. Selain itu pasien juga memiliki hak untuk mendapatkan

informasi tentang penyakitnya, termasuk tindakan yang paling tepat.

Selain itu, pada UU No. 23 Tahun 1992 pasal 14 menyebutkan bahwa

pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.

5. Rumah sakit cenderung commercial oriented, sehingga menurut penulis

sangat merugikan pasien.

Bukan menjadi masalah jika rumah sakit didirikan berorientasi pada profit,

namun yang jadi permasalahan apakah rumah sakit tersebut berstatus

rumah sakit pemerintah ataukah rumah sakit swasta? Karena pada

aturannya keduanya jelas berbeda. Rumah sakit pemerintah semuanya

merupakan rumah sakit yang non-profit karena rumah sakit pemerintah

mendapatkan subsidi dari APBN ataupun APBD tergantung kepemilikkan

rumah sakit tersebut, rumah sakit pusat atau rumah sakit daerah, sehingga

tarif pelayanan kesehatannya cenderung lebih murah dibandingkan dengan

rumah sakit swasta. Sedangkan rumah sakit swasta tidak mendapatkan

subsidi dari APBN maupun APBD, sehingga untuk anggaran rumah

tangganya berasal dari tarif yang diberikan sekaligus jika rumah sakit

bermilikkan yayasan maka biasanya mendapatkan suntikan dana dari

yayasan. Sehingga untuk memenuhi pengeluarannya harus ditutupi dari

pendapatannya. Selain itu, rumah sakit swasta kebanyakan profit oriented,

sehingga boleh jadi pada berita tersebut termasuk rumah sakit swasta.

Meskipun begitu, rumah sakit swasta tetap memiliki tanggung jawab sosial

16

Page 20: analisis artikel perumahsakitan.docx

terhadap masyarakat yaitu dengan setidaknya menyediakan 30% dari

pelayanan kesehatannya untuk masyarakat miskin.

Namun memang, sebaiknya pemerintah membuat aturan tersendiri tentang

rumah sakit swasta baik itu tarif ataupun faktor lainnya. Misal seperti

menetapkan tariff maksimum yang bisa diajukan oleh rumah sakit swasta

kepada pasien yang berminat mendapatkan pelayana kesehatan di rumah

sakit swasta.

6. Dokter dirasa kurang mampu berkomunikasi dengan pasien, seperti

meluangkan waktunya untuk menginformasikan penyakit yang sebenarnya

diderita oleh pasien.

Kembali lagi kepada dimensi mutu pekayana kesehatan, salah satunya ada

dimensi hubungan antarmanusia. Dimensi ini dimensi yang penting untuk

menumbuhkan rasa saling percaya dan saling menghargai antara pasien

dengan dokter. Adanya rasa percaya kepada dokter akan memberikan

sugesti positif kepada pasien sehingga memberikan motivasi untuk sehat.

Namun memang kebanyakan dokter sekarang ini kurang yang memiliki

skill komunikasi yang baik, yang memiliki kemampuan untuk

menginformasikan tentang diagnosis penyakitnya hingga tindakan apa

yang dirasa tepat untuk menangani penyakit tersebut.

Adanya kemampuan ini dapat menghindari adanya consumer ignorance,

sehingga pasien menjadi tahu apa yang sebenarnya ia derita, bagaimana

penyakit tersebut bisa terjadi dan bagaimana tindakan penyembuhannya,

sehingga pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan efektif.

7. Dokter dirasa tidak terbuka terhadap segala jenis informasi pasien, misal

informasi penyakit ataupun penanganan yang terbaik seperti apa.

Permasalahan ini merupakan salah satu bentuk nyata consumer ignorance.

kemampuan komunikasi dokter yang dirasa kurang juga bisa menjadi

salah satu faktor yang menyebabkan permasalahan ini.

Apa akibat dari permasalahan ini mungkin sudah dijelaskan pada poin

sebelumnya, namun pada UU No. 44 Tahun 2004 disebutkan bahwa

pasien berhak mendapatkan informasi tentang penyakitnya. Dan juga

berhak atas informed consent yang merupakan salah satu berkas yang

17

Page 21: analisis artikel perumahsakitan.docx

harus ditanda tangani oleh pasien ketika akan mendapatkan suatu tindakan

medis.

8. Penulis mengungkapkan terjadinya penipuan gelar dokter, yang mengaku

sebagai dokter ortopedi padahal belum memiliki gelar tersebut.

Permasalahan penipuan ini jelas pasien yang akan dijadikan korbannya,

karena memberikan tindakan medis yang tidak sesuai dengan

kepakarannya belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh pasien untuk

berobat kepada dokter spesialis tersebut yang cukup mahal.

Hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab rumah sakit atau pasien saja,

namun harus ada tindakan tegas dari Kementerian Kesehatan selaku

lembaga kesehatan tertinggi di Indonesia. Surat ijin praktek yang

dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan apakah legal atau tidak.

Pemerintah harus lebih tegas dalam menangani masalah praktik

kedokteran, agar pasien tidak dirugikan lagi dengan adanya dokter palsu.

Berdasarkan uraian analisis permasalahan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa solusi penyelesaiannya dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Harus adanya sinergisitas dalam mencapai pelayanan kesehatan yang

optimal, yaitu bukan hanya dari rumah sakit yang harus memperbaiki

pelayanan kesehatannya, bukan hanya dari dokter yang harus

meningkatkan skill-nya dan berbagai keterampilan teknisnya, namun juga

harus ada kontribusi dari pasien yang mendukung pelayanan yang optimal

dan bermutu.

b. Pengapliksian manajemen mutu pelayanan kesehatan secara konsisten,

sehingga perbaikan mutu bukan hanya pada sektor saja tetapi harus

holistik. Manajemen mutu mulai dari perencanaan sampai dengan tindakan

koreksi guna mencapai mutu pelayanan yang terbaik, sehingga kepuasaan

bukan hanya milik pasien semata tetapi juga kepuasan bagi dokter ataupun

SDM kesehatan dan juga kepuasan bagi rumah sakit atau pelayanan

kesehatannya.

c. Harus ada upaya controling dari pemerintah terhadap berjalannya

pelayanan kesehatan di Indonesia. Pemerintah harus melengkapi lagi

18

Page 22: analisis artikel perumahsakitan.docx

peraturan yang mendukung pelayanan kesehatan di Indonesia, contohnya

mengenai tarif maksimum pelayanan kesehatan baik di rumah sakit

pemerintah maupun rumah sakit swasta.

Pemerintah berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 menyebutkan bahwa

pemerintah memiliki tanggung jawab, yaitu sebagai berikut:

1) Menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat.

2) Menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir

miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan

perundangundangan.

3) Membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah Sakit.

4) Memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat

memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung

jawab.

5) Memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa

pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

6) Menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian Rumah Sakit

sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.

7) Menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

8) Menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit

akibat bencana dan kejadian luar biasa.

9) Menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan.

10) Mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan berteknologi

tinggi dan bernilai tinggi.

Sehingga pemerintah harus terus melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap keberjalanan pelayanan kesehatan.

d. Alokasi dana yang memadai bagi rumah sakit, baik itu rumah sakit

pemerintah yang berkepemilikkan pemerintah pusat ataupun daerah yang

bersumber dana APBN ataupun APBD.

19

Page 23: analisis artikel perumahsakitan.docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit harus memberikan

pelayanan kesehatan yang optimal, bermutu, efektif dan efisien.

2. Upaya perbaikan ataupun untuk mencapai pelayanan kesehatan yang

optimal, bermutu, efefktif dan efisien bukan hanya tanggung jawab salah

satu pihak, namun merupakan sinergisitas dari SDM kesehatan termasuk

dokter, pasien dan juga pemerintah.

3. Hak dan kewajiban pasien maupun rumah sakit sudah diatur dalam UU

secara jelas, sehingg perlu dilaksanakn dengan sebaik-baiknya agar

tercapai pelayanan kesehatan yang optimal, bermutu, efektif dan efisien.

B. Saran

1. Pemerintah harus terus mengupayakan tindakan pengawasan dan

pembinaan terhadap pelayanan kesehatan, untuk menghindari kerugian

bagi berbagai pihak, terutama masyarakat.

20

Page 24: analisis artikel perumahsakitan.docx

DAFTAR PUSTAKA

http://www.yaslisinstitute.org/news.php?view=136 (diakses pada 17 Juni 2014)

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL. II, NO. 2, OKTOBER 2008, Hal 89-

106. Dari skripsi Yani1, Sri Sugiarsi2, Rohmadi2 dengan judul : Tingkat

Pengetahuan Pasien Tentang Hak Dan Kewajiban Pasien Atas Informasi

Medis Pasien Rawat Inap Kelas Iii Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah

Karanganyar.

Surat edaran DirJen Yan Medik No: YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak

dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit, th.1997;

UU.Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran

dan Pernyataan/SK PB. IDI

Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. YM.02.04.3.5.2504 Tahun

1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah

Sakit

UU Kesehatan no 23 tahun 1992

UU no. 29 Tahun 2004 : UU tentang Praktik Kedokteran

UU no. 44 Tahun 2009 : UU tentang Rumah Sakit

21