analisis anggaran pemerintah vertikal horizontal

34
ANALISIS ANGGARAN PEMERINTAH Akuntansi Manajemen Sektor Pemerintah KELOMPOK 1 : 1. A. TRI ABDIAWAN AMIR (01) 2. EKO SURYONO (10) 3. FRANSISKUS LUCKY A.W. (13) 4. HARAPON ANGUN KASOGI (14) 5. MUHAMMAD ANDRI (24)

Upload: arcopiero

Post on 26-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

analisis anggaran pemerintah

TRANSCRIPT

  • ANALISIS ANGGARAN PEMERINTAH

    Akuntansi Manajemen Sektor Pemerintah

    KELOMPOK 1 :

    1. A. TRI ABDIAWAN AMIR (01)

    2. EKO SURYONO (10)

    3. FRANSISKUS LUCKY A.W. (13)

    4. HARAPON ANGUN KASOGI (14)

    5. MUHAMMAD ANDRI (24)

  • AMSP | 1

    DAFTAR ISI

    Daftar Isi ........................................................................................................................................ 1

    A. Pendahuluan ........................................................................................................................... 2

    B. Analisis Vertikal ....................................................................................................................... 3

    C. Analisis Horizontal ................................................................................................................... 8

    D. Analisis Pertumbuhan Anggaran ............................................................................................. 17

    E. Analisis Kemampuan Anggaran ............................................................................................... 21

    F. Analisis Penyebab dan Akibat Keterlambatan Penyusunan Anggaran ................................... 25

    Saran Perbaikan ............................................................................................................................. 33

  • AMSP | 2

    ANALISIS ANGGARAN PEMERINTAH

    A. PENDAHULUAN

    Setiap organisasi baik itu privat maupun publik terdapat sekumpulan variabel yang digunakan

    untuk mencapai tujuan. Variabel tersebut dapat terdiri dari :struktur, wilayah, dan sumber daya.

    Dalam mencapai tujuan tentunya diperlukan suatu pengendalian dalam pelaksanaan suatu proses

    yang terdiri atas tatanan organisasi, wewenang dan tanggung jawab serta informasi.

    Komponen penting dalam perencanaan pencapaian tujuan adalah anggaran. Anggaran adalah

    perencanaan keuangan untuk masa depan. Perencanaan dan pengendalian adalah dua hal yang

    tak terpisahkan. Perencanaan melihat ke masa depan, yaitu menentukan tindakan-tindakan apa

    yang harus dilakukan untuk merealisasikan tujuan tertentu. Pengendalian melihat ke belakang,

    yaitu menilai apa yang telah dihasilkan dan membandingkannya dengan rencana yang telah

    disusun. Organisasi dapat menerjemahkan keseluruhan strategi ke dalam tujuan jangka panjang

    dan jangka pendek (Hansen dan Mowen,1997;350).

    Bahwasanya anggaran adalah merupakan salah satu alat bantu bagi pemerintah suatu Negara

    untuk merencanakan langkah-langkah financial penting serta menentukan kebijakan Negara

    dimasa depan dalam periode tertentu. Anggaran merupakan salah satu aspek penting didalam

    merencanakan keputusan yang akan diambil oleh pemerintah suatu Negara sehingga apabila

    terjadi kekeliruan atau ketidaktepatan dalam merencanakan atau melaksanakan anggaran dapat

    berakibat buruk bagi pemerintah itu sendiri bahkan rakyat. Dalam hal ini, anggaran yang disusun

    harus meliputi anggaran yang berlandaskan pada prinsip efisiensi yaitu dengan menggunakan nilai

    input tertentu untuk menghasilkan nilai output dan outcome yang terbaik.

    Seperti yang kita ketahui bahwa manfaat dari anggaran yaitu sebagai alat perencanaan dan

    alat pengendalian untuk hasil yang efektif dan efisien, namun dengan cara seperti apa kita dapat

    menggunakan alat ini?. Melalui paper ini kami berusaha menyampaikan beberapa analisis

    mengenai anggaran yang dapat digunakan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari

    pelaksanaan anggaran tersebut.

  • AMSP | 3

    B. ANALISIS VERTIKAL

    Dalam metode ini, analisis dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan pada satu

    periode dengan membandingkan pos yang satu dengan pos yang lainnya. Teknik analisis yang

    digunakan biasanya :

    1. Analisis persentase Perkomponen (Common Size), yaitu analisis yang digunakan untuk

    menunjukkan pos-pos dalam laporan keuangan sebagai persentase dari pos utama. Berguna

    untuk menunjukkan seberapa penting pos tersebut.

    2. Analisis Rasio, yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pos-pos

    tertentu dalam laporan keuangan.

    Dalam analisis APBN Pemerintah, analisis vertikal dipisahkan antara anggaran pendapatan dan

    anggaran belanja. Pada anggaran belanja dapat dilakukan analisis sesuai masing-masing

    pengelompokan belanja.

    1. Anggaran Pendapatan

    Dari data anggaran pendapatan yang tercantum dalam APBN Pemerintah tahun 2012,

    diketahui penerimaan perpajakan masih sangat dominan dalam menopang APBN, yaitu

    mencapai 78,74%. Dari angka tersebut termasuk kontribusi dari bea dan cukai sebesar 9,02%

    atau sekitar 11,5% dari nilai penerimaan perpajakan.

    Penerimaan perpajakan masih didominasi pendapatan dari pajak penghasilan sebesar 50,36%

    dan pajak pertambahan nilai 34,18%. Sisanya pajak bumi dan bangunan sebesar 3,45%, cukai

    7,31%, pajak perdagangan internasional yang terdiri dari bea masuk dan bea keluar sebesar

    4,16% serta pajak lainnya sekitar 0,55%.

    Selain penerimaan pajak, 21,20% pendapatan negara bersumber dari penerimaan negara

    bukan pajak dan sisanya 0,6% bersumber dari hibah. Penerimaan Negara Bukan Pajak masih

    sangat bergantung pada penerimaan sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas yang

    menyumbang 89,96% penerimaan SDA atau 57,37% dari keseluruhan PNBP. Untuk sektor

    nonmigas masih terkesan sebagai pelengkap yang hanya menyumbang 10,04% dari

    penerimaan SDA, itupun masih didominasi dari pertambangan. Urutan kedua setelah

    penerimaan SDA terdapat bagian laba BUMN yang menyumbang 10,07% dari PNBP yaitu

  • AMSP | 4

    sekitar Rp 28 triliun. Jika mengingat kapasitas BUMN yang memiliki nilai aset lebih dari 2. 500

    trilliun rupiah, nilai ini sangat sedikit, yaitu hanya 1,12% dari nilai asetnya.

    Analisis atas anggaran pendapatan pemerintah secara ringkas tersaji dalam tabel berikut ini:

    PENDAPATAN NEGARA 20102011

    (dalam miliar rupiah)

    Uraian 2012% thd total

    pendapatan

    % thd jenis

    pendapatan

    %

    pendapatan

    signifikan

    special

    1. Penerimaan Perpajakan 1.032.570,20 78,74% 100,00%

    a. Pajak dalam Negeri 989.636,60 75,46% 95,84% 100,00%

    i. Pajak Penghasilan 519.964,70 39,65% 50,36% 52,54%

    1. PPh Migas 60.915,60 4,65% 5,90% 6,16%

    2. PPh Nonmigas 459.049,20 35,00% 44,46% 46,39%

    ii. Pajak Pertambahan Nilai 352.949,90 26,91% 34,18% 35,66%

    iii. Pajak Bumi dan Bangunan 35.646,90 2,72% 3,45% 3,60%

    iv. BPHTB 0,00 0,00% 0,00% 0,00%

    v. Cukai 75.443,10 5,75% 7,31% 7,62%

    vi. Pajak Lainnya 5.632,00 0,43% 0,55% 0,57%

    b. Pajak Perdagangan Internasional 42.933,60 3,27% 4,16%

    i. Bea Masuk 23.734,60 1,81% 2,30%

    ii. Bea Keluar 19.199,00 1,46% 1,86%

    2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 277.991,40 21,20% 100,00%

    a. Penerimaan SDA 177.263,40 13,52% 63,77% 100,00%

    i. Migas 159.471,90 12,16% 57,37% 89,96%

    1. Minyak bumi 113.681,50 8,67% 40,89% 64,13% 91,98%

    2. Gas alam 45.790,40 3,49% 16,47% 25,83%

    ii. Non Migas 17.791,50 1,36% 6,40% 10,04%

    1. Pertambangan umum 14.453,90 1,10% 5,20% 8,15%

    2. Kehutanan 2.954,50 0,23% 1,06% 1,67%

    3. Perikanan 150,00 0,01% 0,05% 0,08%

    4. Pertambangan Panas Bumi 233,10 0,02% 0,08% 0,13%

    b. Bagian Laba BUMN 28.001,30 2,14% 10,07% 1,12%

    c. PNBP Lainnya 53.492,30 4,08% 19,24%

    d. Pendapatan BLU 19.234,40 1,47% 6,92%3. Hibah 825,10 0,06%

    T o t a l 1.311.386,70 100,00%

    Subsidi Energi 168.600,00

    Subsidi BBM 123.600,00

    Subsidi Listrik 45.000,00

    Nilai Aset BUMN 2.500.000,00

  • AMSP | 5

    2. Anggaran Belanja

    a. Alokasi anggaran belanja berdasarkan fungsi.

    Dalam APBN tahun 2012, alokasi belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsi masih didominasi

    oleh fungsi pelayanan umum, yaitu sebesar 61,2 % terhadap total belanja Pemerintah pusat, yang

    kemudian diikuti secara berturut-turut oleh fungsi pendidikan sebesar 10,7%, fungsi ekonomi

    sebesar 10,6%, fungsi pertahanan sebesar 7,5%, fungsi ketertiban dan keamanan sebesar 3,1%,

    fungsi perumahan dan fasilitas umum sebesar 2,7%, fungsi kesehatan sebesar 1,6%, dan fungsi-

    fungsi lainnya, seperti fungsi lingkungan hidup sebesar 1,2%, fungsi perlindungan sosial sebesar

    0,6%, fungsi agama sebesar 0,4%, serta fungsi pariwisata dan budaya sebesar 0,3%.

    Dari grafik di atas, dapat terlihat dengan jelas pengeluaran pemerintah sebagian masih terfokus

    dalam fungsi pelayanan. Lebih dari separuh anggaran pemerintah di alokasikan untuk fungsi

    pelayanan ini. Kedua terbesar adalah fungsi pendidikan, namun besaran anggaran masih dibawah

    20% dari nilai anggaran untuk fungsi pelayanan. Alokasi anggaran cukup mengherankan saat

    melihat fungsi kesehatan, hanya 1,6% dari keseluruhan anggaran. Seharusnya anggaran untuk

    fungsi kesehatan dapat lebih diperhatikan.

  • AMSP | 6

    b. Alokasi anggaran belanja berdasarkan jenis belanja

    Menurut jenis belanja atau klasifikasi ekonomi, anggaran belanja pemerintah pusat terdiri

    daribelanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja

    hibah,bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Dari alokasi anggaran belanja pemerintah pusat

    dalamAPBN 2012 sebesar Rp965,0 triliun, sekitar 22,4 % dialokasikan untuk belanja

    pegawai,sekitar 19,5 % untuk belanja barang, sekitar 15,7 % untuk belanja modal, sekitar12,7 %

    untuk pembayaran bunga utang, sekitar 21,6 % untuk subsidi, sekitar 0,2 %untuk belanja hibah,

    sekitar 4,9 % untuk bantuan sosial, dan sekitar 3,0 % untuk belanja lain-lain.

    Dari grafik di atas, dapat kita lihat belanja pegawai masih menjadi belanja terbesar dalam APBN.

    Besarnya belanja pegawai ini sangat membebani negara karena anggaran ini bersifat wajib. Hal ini

    yang mendorong menteri keuangan untuk melakukan moratorium. Besarnya belanja pegawai ini

    disebabkan penerimaan pegawai pada jaman orde baru dilakukan tanpa perencanaan yang baik

    disertai analisis kebutuhan pegawai riil. Akibatnya banyak pegawai idle yang menumpuk di salah

    satu jenis pekerjaan dan tidak memiliki suatu keterampilan khusus.

    Hal yang menarik adalah belanja subsidi dan pembayaran bunga utang yang menduduki posisi dua

    dan tiga pengeluaran terbesar APBN. Komposisi besaran anggaran subsidi dapat dilihat pada

    diagram berikut:

  • AMSP | 7

    Pengeluaran subsidi masih tertumpu pada subsidi energi, terutama subsidi BBM. Besarnya

    anggaran untuk subsidi BBM ini dinilai tidak tepat sasaran, karena penikmat BBM justru orang-

    orang mampu. Seharusnya anggaran untuk subsidi yang sedemikian besar dapat lebih diarahkan

    ke subsidi yang lebih menyentuh masyarakat kecil, seperti subsidi benih, subsidi pupuk, dll yang

    jelas-jelas dinikmati petani.

    Pembayaran bunga utang mencapai Rp 122 triliun atau lebih dari 10% APBN, sedikit lagi menyamai

    belanja modal yang hanya Rp 151 triliun. Ini baru bunga utang, belum pokok utang. Komposisi

    besaran pembayaran bunga utang dapat dilihat pada tabel berikut:

  • AMSP | 8

    Pembayaran bunga utang ternyata lebih banyak ditujukan pada utang dalam negeri. Hal ini

    disebabkan oleh angka jatuh tempo bunga utang dalam negeri yang besar, dan kebijakan

    pemerintah mengutamakan utang yang bersumber dari dalam negeri. Untuk bunga utang luar

    negeri diperkirakan juga akan mengalami peningkatan karena peningkatan outstanding SBN Valas

    dan peningkatan biaya pinjaman luar negeri.

    C. ANALISIS HORIZONTAL

    Dalam metode ini, analisis dilakukan dengan cara membandingkan data keuangan selama lebih

    dari satu periode pelaporan, sehingga nampak pos-pos yang berubah cukup besar selama periode

    tersebut. Teknik analisis yang digunakan biasanya :

    1. Comparative Financial Statements, yaitu analisis dengan menampilkan laporan keuangan

    selama dua atau lebih periode laporan, kenaikkan dan penurunan tiap pos, dan persentase

    perubahan terhadap periode sebelumnya.

    2. Trend Analysis, yaitu analisis dengan membandingkan data pos-pos dalam suatu laporan

    keuangan tertentu selama beberapa tahun. Jika dinyatakan dalam persentase, dipilih satu periode

    sebagai periode dasar (100 %).

    Berikut ini analisis horizontal yang dilakukan pada pos-pos dalam APBN, baik pendapatan maupun

    belanja:

    1. Penerimaan Perpajakan

    Penerimaan dari sektor pajak mengalami trend pertumbuhan yang positif sejak tahun 2008. Pada

    tahun 2008 jumlah penerimaan pajak yang dihimpun negara sebesar 609triliun dan jumlah ini

    terus meningkat sampai tahun 2011 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 13%. Pada Tahun

    2012 diharapkan jumlah pajak yang diterima negara menjadi 1. 032 triliun. Pertumbuhan

    penerimaan pajak ini secara material sangat dipegaruhi oleh pertumbuhan Pajak Penghasilan dan

    Pajak Pertambahan Nilai. Pertumbuhan yang positif atas 2 jenis pajak tersebut akan memberikan

    pengaruh yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan total penerimaan pajak. Hal

    inidikarenakan kontribusi PPN sebesar rata-rata 34 % dan PPh sebesar rata-rata 50 % terhadap

    keseluruhan penerimaan pajak. Pada umumnya jumlah penerimaan pajak tiap tahun sangat

    dipengaruhi oleh kondisi perekonomian makro pada tahun tersebut. Jika pertumbuhan ekonomi

    positif maka biasanya penerimaan pajak akan ikut naik.

  • AMSP | 9

    Selanjutnya penerimaan dari cukai juga mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata

    pertumbuhan sebesar 14,28%. Penerimaan cukai pada tahun 2008 adalah sebesar 45 triliun

    kemudian menjadi sebesar 68 triliun pada tahun 2011. Pajak perdagangan internasional seperti

    bea masuk dan bea keluar mengalami pertumbuhan yang positif secara keseluruhan selama tahun

    2008 sampai dengan 2012.

    2. Penerimaan Negara Bukan Pajak

    Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi penerimaan migas dan penerimaan non migas.

    Penerimaan Migas disumbang oleh penerimaan Minyak bumi dan gas alam. Secara umum

    penerimaan dari sektor migas cenderung tetap. Hal ini dikarenakan penerimaan dari penjualan

    minyak bumi mengalami trend yang cenderung menurun. Penerimaan terbesar dinikmati pada

    tahun 2008 yaitu sebesar 149 triliun, namun setelah itu jumlah penerimaan selalu lebih rendah

    dan pada tahun 2011 penerimaan minyak bumi menjadi hanya sebesar 129 triliun. Hal ini

    disebabkan oleh sulitnya menaikkan jumlah produksi minyak pertahun. Bahkan di tahun 2012

    penerimaan yangd diharapkan diperoleh dari minyak bumi mengalami penurunan menjadi sebesar

    113 triliun. Namun pertumbuhan yang positif dari penerimaan gas alam cukup dapat

    mengimbangi pengurangan penerimaan dari minyak bumi. Penerimaan dari gas alam mengalami

    pertumbuhan dari tahun ke tahun dari sebesar 33 trilun pada tahun 2008 menjadi 50 trilun pada

    tahun 2011. Dengan demikian pertumbuhan rata-rata penerimaan dari gas alam adalah sebesar

    14 %.

    0

    200

    400

    600

    800

    1,000

    1,200

    2008 2009 2010 2011 2012

    trili

    un

    Pajak Perdagangan Internasional

    Cukai

    PPN

    PPh

    Penerimaan Perpajakan

    Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan

  • AMSP | 10

    Penerimaan non migas meliputi penerimaan pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan,

    pertambanan panas bumi. Penerimaan non migas memberikan kontribusi penerimaan yang paling

    kecil terhadap keseluruhan penerimaan yang diperoleh negara. Namun demikian penerimaan non

    migas mengalami pertumbuhan yang bisa dikatakann sangat baik dari tahun ke tahun yakni

    dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 25 % pertahun.

    Bagian laba BUMN mengalami tren yang cenderung menurun walaupun sedikit dari tahun ke

    tahun. Pada tahun 2005 jumlah bagian laba BUMN adalah sebesar 31 triliun. Kemudian menjadi

    28 triliun pada tahun 2009, 29 triliun pada tahun 2010, dan akhirnya menjadi 28 triliun pada tahun

    2011. Pertumbuhan yang cenderung tetap atas bagian laba BUMN disebabkan oleh kesediaan

    pemerintah untuk tidak menuntut BUMN membagi deviden dalam jumlah besar. Hal ini

    dimaksudkan agar laba yang diperoleh BUMN dapat ditanamkan kembali untuk menunjang

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    180

    200

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trill

    iun

    Gas alam

    Minyak bumi

    Migas

    Penerimaan Negara SDA

    0

    5

    10

    15

    20

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Non Migas

    Non Migas

    Penerimaan Non Migas

  • AMSP | 11

    pertumbuhan BUMN tersebut. Dengan bertumbuhnya perusahaan BUMN tersebut selain

    memberikan dampak yang positif bagi perekonomian juga memberikan pertambahan nilai

    kekayaan pemerintah melalui kenaikan nilai pernyertaan pemerintah atas BUMN tersebut.

    PNBP Lainnya meliputi penjualan hasil sitaan, Penjualan asset, dan pendapatan sewa. Penerimaan

    negara dari PNBP lainnya cenderung tetap dari tahun ke tahun. Pendapatan ini memiliki nilai

    sebesar 54 triliun pada tahun 2008, kemudian turun menjadi 44 triliun pada tahun 2009 dan

    menjadi 43 triliun pada tahun 2010dan kembali naik pada tahun 2011 menjadi 50 triliun.

    Pendapatan BLU walaupun bernilai kecil tetapi mengalami kenaikan yang cukup sigifikan. Pada

    tahun 2008 pendapatan BLU sebesar 2,9 triliun kemudian naik menjadi 5,8 triluin tahun 2009, 9,4

    Triliun tahun 2010, dan menjadi 15,4 triliun pada tahun 2011. Kenaikan rata-rata pendapatan BLU

    adalah sebesar 46 %. Kenaikan yang signifikan pada pendapatan ini disebabkan oleh semakin

    banyaknya unit layanan pemerintah yang menjadi BLU dan semakin efisien dan semakin efektifnya

    unit layanan tersebut setelah menjadi BLU.

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Penerimaan SDA

    Bagian Laba BUMN

    PNBP Lainnya

    Pendapatan BLU

    Penerimaan Negara Bukan Pajak

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Non Migas

    Pendapatan BLU

    Pendapatan Badan Layanan Umum

  • AMSP | 12

    3. Hibah

    Hibah merupakan penerimaan yang diperoleh pemerintah dari pemberi hibah tanpa perlu dibayar

    kembali. Sifatnya tidak tentu dari tahun ke tahun karena tergantung keinginan si pemberi hibah

    dalam menghibahkan, kecuali untuk hibah yang sudah dijanjikan sebelum-sebelumnya menunggu

    realisasi.

    Pada tahun 2008 pemerintah menerima hibah sebesar 2,9 triliun, kemudian berturut-turut pada

    tahun 2009, 2010, dan 2011 pemerintah menerima hibah sebesar 1 triliun, 1,8 triliun dan 4,6

    triliun. Namun demikian karena sifatnya yang tidak pasti serta nilainya yang relatif

    kecil,pemerintah tidak mengandalkan hibah sebagai sumber penerimaan utama.

    4. Belanja Pegawai

    Belanja pegawai merupakan belanja yang memiliki jumlah paling besar dari semua jenis belanja.

    Peningkatan belanja ini memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 14 % pertahun.

    -

    1

    2

    3

    4

    5

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Penerimaan Hibah

    Hibah

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Kontribusi Sosial

    Honorarium dan Vakasi Gaji dan Tunjangan

    Pertumbuhan Belanja Pegawai

  • AMSP | 13

    Pada tahun 2008 besaran belanja ini sejumlah 123 triliun, namun kemudian selalu naik dari tahun

    ke tahun dan menjadi 182 triliun pada tahun 2011. Ada 2 penyebab pokok yang sangat mungkin

    menyebabkan kenaikan yang signifikan pada belanja ini. Yang pertama yaitu penerimaan PNS yang

    kurang terkendali , yang kedua kenaikan gaji pokok PNS yang hampir terjadi dari tahun ketahun.

    5. Belanja Barang

    Belanja Barang adalah pengeluaran untuk pembelian barang atau jasa yang habis pakai untuk

    memproduksi barang atau jasa yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada

    masyarakat. Belanja ini mengalami kenaikan yang sangat signifikandengan rata-rata pertumbuhan

    sebesar 28 %. Pada tahun 2008 belanja ini memiliki besaran 67 triliun kemudia naik menjadi 85

    triliun pada tahun 2009, menjadi 95 triliun pada tahun 2010, dan akhirnya menjadi 140 triliun

    pada tahun 2011. Pada tahun 2012 kenaikan yang diharapkan sangat besar yakni kenaikan 31 %

    dibandingkan tahun 2011 menjadi sebesar 188 triliun. Paling tidak ada 2 kemungkinan alasan

    belanja ini semakin meningkat. Yang pertama adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan

    pelayanan kepada masyarakat sehinga dirasa perlu meningkatkan belanja. Yang kedua adalah

    niatan pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan mengoptimalkan belanja

    barang. Yang perlu diperhatikan adalah agar peningkatan jenis belanja ini tidak melalui

    pemborosan tetapi memperhatikan aspek efisiensi belanja.

    6. Belanja Modal

    Belanja jenis ini dalam rangka memperoleh aset tetap/inventaris yang memiliki manfaat lebih dari

    satu tahun. Sejak tahun 2008 belanja ini hanya mengalami sekali penurunan yakni di tahun 2009.

    Penurunan tersebut sebesar 7,26 % yang mana tahun 2008 belanja sebesar 79 triliun kemudian

    turun menjadi 73 triliun pada tahun 2009. Setelah tahun 2009 belanja modal terus naik dengan

    jumlah belanja sebesar 95 triliun pada tahun 2010 dan menjadi 140 triliun pada tahun 2011. Pada

    tahun 2012 belanja modal diperkirakan akan sebesar 151 triliun.

    0

    50

    100

    150

    200

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Belanja Barang

    Belanja Barang

    Belanja Barang

  • AMSP | 14

    7. Pembayaran bunga Utang

    Pembayaran bunga utang muncul sebagai konsekuensi atas utang yang dimiliki pemerintah.

    Pembayaran bunga utang meliputi dua jenis utang yaitu utang dalam negeri dan utang luar negri.

    Trend yang terjadi terkait dengan pembayaran bunga utang yaitu jumlahnya yang cenderung

    stabil.

    Kenaikan yang terjadi pada pembayaran utang dalam negri dan utang luar negri jika dilihat dari

    tahun 2008 sampai 2011 hanya mengalami kenaikan sebesar 4,3%. Porsi pembayaran utang

    dalam negri jauh lebih besar daripada utang luar negeri. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu

    bunga utang dalam negri yang lebih besar daripada utamg luar negri dan kebijakan pemerintah

    yang mulai menggeser porsi utang luar negri dengan utang dalam negri. Sampai Mei 2012

    pinjaman dalam negri Indonesia sebesar 1,15 triliun dan pinjaman luar negri sebesar 638 triliun.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Belanja Barang

    Belanja Modal

    Pertumbuhan Belanja Modal

    -

    50

    100

    150

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Pembayaran Bunga Utang

    Bunga Utang Luar Negeri

    Bunga Utang Dalam Negeri

    Pembayaran Bunga Utang

  • AMSP | 15

    Hal ini selaras dengan penjelasan dimana buga utang dalam negri lebih besar dari bunga utang

    luar negri.

    8. Subsidi

    Subsidi terdiri dari 2 yaitu subsidi energi dan subsidi non energi. Subsidi mengalami tren

    penurunan yang diikuti kenaikan semenjak tahun 2008. Tren pergerakan nilai subsidi sangat

    dipengaruhi subsidi energi ketimbang subsidi non energi. Hal ini karena subsidi energi yang

    sifatnya lebih variabel dibanding subsidi non energi.

    Di tahun 2008 subsidi energi mencapai 187 triliun. Besarnya subsidi pada tahun 2008 disebabkan

    oleh naiknya harga minyak dunia yang mencapi 134$ per barel. Kemudian tren ini mengalami

    penurunan signifikan di tahun 2009 dimana besaran subsidi hampir berkurang setengahnya

    menjadi sebesar 99 triliun. Faktor yang menyebabkan penurunan tersebut diantaranya dampak

    dari pengalihan minyak tanah ke tabung gas elpiji 3 kg yang mulai terasa, harga ICP minyak dunia

    yang mengalami penurunan drastis hingga mencapi 56 $ per barel pada tahun tersebut, dan juga

    tingginya harga bahan bakar khususnya premium sebesar Rp 6500 per liter yang kesemuanya itu

    meringankan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah. Namun setelah tahun 2009

    harga ICP kembali mengalami kenaikan dan harga bahan bakar premium yang sudah diturunkan

    membuat subsidi kembali naik. Dan pada tahun 2010 dimana harga ICP semakin melambung

    (menembus 100$per barel) membuat subsidi energi semakin meningkat menjadi 143 triliun. Di

    tahun 2012 diperkirakan subsidi kembali mengalami tren naik dengan besaran menjadi 195 triliun.

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Belanja Barang

    Non EnergiEnergi

    Subsidi

  • AMSP | 16

    Untuk subsidi non energi tren yang cenderung stabil. Besaran subsidi non energi di tahun 2008

    adalah sebesar 44 triliun kemudian sempat mengalami kenaikan di tahun 2009 menjadi 58 triliun

    dan di tahun 2010 menjadi 57 triliun, namun kembali mengalami penurunan menjadi 41 triliun

    ditahun 2011. Melihat trend perkembangan subsidi energi yang cenderung naik karena faktor

    yang berada diluar kendali pemerintah maka dirasa perlu agar pemerintah dapat menggeser

    besaran nilai subsidi energi untuk dialokasikan kesubsidinon energi. Dengan melakukan kebijakan

    untuk menggeser besaran subsidi tersebut maka pemerintah lebih dapat mengendalikan besaran

    subsidi karena sifat dari subsidi non energi yang lebih dapat di kontrol melalui kebijakan.

    9. Belanja Hibah

    Belanja hibah merupakan pengeluaran yang sifatnya bertujuan untuk membantu pemerintah

    daerah. Pertumbuhan belanja hibah sangat signifikan dimana pada tahun 2009 sebesar 31 miliar

    menjadi 243 miliar di tahun 2010 dan meningkat lagi menjadi 404 miliar di tahun 2011. Bahkan di

    tahun 2012 pemerintah mengganggarkan belanja hibah sebesar 1,7 Triliun. Pertumbuhan rata-rata

    belanja hibah adalah sebesar 468 %. Terkait dengan peningkatan belanja ini yang cukup signifikan

    maka pemerintah perlu lebih meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan penggunaan alokasi

    belanja ini oleh pemerintah daerah.

    10. Bantuan Sosial

    Belanja ini dilakukan untuk melindungi masyarakat dari resiko sosial dan meningkatkan

    kemampuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Belanja untuk bantuan sosial ini meliputi

    penanggulangan bencana dan bantuan yang diberikan oleh K/L. Belanja untuk penanggulangan

    bencana mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebesar 3 triliun pada tahun 2009, kemudian

    menjadi 3,7 triliun pada tahun 2010 dan menjadi 4 triliun pada tahun 2011. Rata-rata peningkatan

    belanja untuk penggulangan bencana adalah sebesar 15,9% pertahun. Kemudian Bantuan yag

    0

    1

    1

    2

    2

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Belanja Barang

    Belanja Hibah

    Belanja Hibah

  • AMSP | 17

    diberikan oleh kementerian dan lembaga cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-

    rata peningkatan sebesar 10. 3 % pertahun.

    11. Belanja lain-lain

    Belanja lain-lain besarannya variatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 belanja ini berjumlah 38

    triliun kemudian meningkat menjadi 53 triliun pada tahun 2009. Belanja ini kembali mengalami

    penurunan di tahun 2010 menjadi sebesar 32 triliun dan kemudian turun lagi menjadi 15 triliun.

    Karena sifat dari belanja ini yang sulit di didefiniskan maka pemerintah perlu melakukan

    pengawasan lebih agar tidak terjadi penyalahgunaan.

    D. ANALISA PERTUMBUHAN ANGGARAN

    APBN merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal pemerintah untuk mengarahkan

    perekonomian nasional. Mengingat kebijakan fiskal melalui APBN akan mempengaruhi perilaku

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Belanja Barang

    Penanggulangan Bencana

    Bantuan yang diberikan oleh K/L

    Bantuan Sosial

    Bantuan Sosial

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    2008 2009 2010 2011 2012

    Trili

    un

    Belanja Barang

    Belanja Lain-lain

    Belanja Lain-Lain

  • AMSP | 18

    perekonomian secara nasional, maka jumlah pendapatan dan belanja yang dialokasikan pada APBN

    secara langsung maupun tak langsung akan mempunyai dampak yang sangat penting dalam

    perekonomian Indonesia.

    Ditengah krisis ekonomi yang melanda di berbagai negara dibelahan dunia, terutama di Eropa,

    kebijakan anggaran negara mempunyai peranan yang cukup penting untuk menjaga stabilitas

    perekonomian dalam negeri dan mendorong aktivitas perekonomian agar terus meningkat. Untuk

    mewujudkan hal tersebut,pemerintah memiliki instrumen kebijakan, yaitu melalui APBN, yang

    dilakukan baik dari sisi penerimaan maupun sisi belanja. Dari sisi penerimaan, Pemerintah dapat

    mendorong aktivitas perekonomian melalui kebijakan perpajakan. Sementara itu, dari sisi belanja,

    alokasi anggaran diharapkan dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan

    pengangguran dan kemiskinan.

    1. KEBIJAKAN PERPAJAKAN

    Dalam periode 2008-2011, penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, yaitu

    dari Rp. 658,7 triliun pada tahun 2008 menjadi sekitar Rp. 831 triliun pada tahun 2011. Dalam kurun

    waktu empat tahun tersebut, penerimaan perpajakan meningkat 26,15 persen atau rata-rata setiap

    tahun sebesar 6,54 persen. Kenaikan tersebut disebabkan oleh pelaksanaan beberapa kebijakan

    umum perpajakan yang ditujukan pada perluasan basis pajak, peningkatan pelayanan dengan

    mendirikan kantor pelayanan pajak pratama, pengurangan beban pajak melalui peningkatan

    penghasilan tidak kena pajak (PTKP), pemberian fasilitas pajak pada dunia usaha (tax holiday) tanpa

    mengganggu pencapaian target penerimaan perpajakan, dan penerapan sunset policy yaitu

    perpanjangan waktu pelunasan kewajiban pajak tanpa dikenakan sanksi administrasi. Dalam

    beberapa tahun terakhir, Pemerintah juga terus melakukan langkah-langkah pembaharuan serta

    penyempurnaan kebijakan dan administrasi perpajakan (tax policy and administration reform) dan

    sensus pajak nasional.

    Walaupun penerimaan perpajakan terus meningkat, namun tax ratio nya masih tergolong rendah. Tax

    ratio atau rasio Penerimaan Perpajakan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah perbandingan

    antara antara realisasi penerimaan pajak dengan pendapatan nasional. Pada dasarnya rasio

    tersebut menunjukkan jumlah penerimaan pajak yang dapat dipungut dari setiap rupiah pendapatan

    nasional (Produk Domestik Bruto). Berikut ini tabel tax ratio :

  • AMSP | 19

    Tahun APBN-P

    (Milyar) Tax Ratio

    2008 609. 227,50 13. 60%

    2009 651. 954,80 12. 10%

    2010 743. 325,90 11. 90%

    2011 878. 685,20 12. 20%

    2012 1. 032. 570,20 12. 70%

    Dari tabel diatas terlihat bahwa tax ratio pernah mengalami penurunan sejak 2009 dan 2010, namun

    secara kuantitas, jumlah nya terus meningkat. Secara rata-rata, tax ratio Indonesia masih berkisar di

    12%, artinya Indonesia masih memiliki potensi perpajakan yang bisa digali untuk meningkatkan

    penerimaan. Namun, yang perlu diingat baik-baik adalah produk domestik bruto ini sebagian besar

    disokong oleh industri menengah kebawah, yang penghasilannya kemungkinan masih dibawah

    penghasilan tidak kena pajak, namun jika diakumulasi, jumlah penghasilan tersebut nilainya besar.

    Untuk meningkatkan penerimaan perpajakan, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah

    adalah membenahi internal Direktorat Perpajakan, karena isu utama perpajakan seperti yang akhir-

    akhir ini sering diberitakan media nasional adalah perbuatan korupsi oleh pegawai pajak yang

    mengakibatkan negara mengalami kerugian pada sisi penerimaan, selain itu, masyarakat juga menjadi

    antipati terhadap pajak dan enggan membayar pajak. Langkah selanjutnya adalah memperbaiki

    sistem pengawasan perpajakan yang ada, baik internal maupun eksternal, mulai dari pemeriksaan,

    keberatan, banding, internal control, penagihan, TI (teknologi informasi), organisasi, perbaikan

    undang-undang, kebijakan, dan prosedur.

    2. ANGGARAN BELANJA FUNGSI EKONOMI

    Realisasi anggaran belanja pada fungsi ekonomi merupakan realisasi anggaran yang dimanfaatkan

    untuk membiayai program sarana dan prasarana transportasi, pertanian, pengairan, dan energi, yang

    diharapkan mampu mendukung upaya percepatan pertumbuhan ekonomi. Realisasi anggaran pada

    fungsi ekonomi tersebut meliputi realisasi anggaran belanja kementerian negara/lembaga dari

    beberapa subfungsi, yaitu subfungsi transportasi; subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan dan

    kelautan; subfungsi pengairan; subfungsi bahan bakar dan energi; serta subfungsi ekonomi lainnya.

    Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi besaran APBN, baik pada sisi pendapatan maupun belanja

    negara. Pada sisi pendapatan negara, pertumbuhan ekonomi antara lain mempengaruhi penerimaan

    pajak, terutama PPh dan PPN. Pada sisi belanja negara, pertumbuhan ekonomi antara lain

  • AMSP | 20

    mempengaruhi besaran nilai dana perimbangan dalam anggaran transfer ke daerah sebagai akibat

    perubahan pada penerimaan pajak.

    Sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) yang dicanangkan pemerintah sejak

    tahun 2005, pemerintah senantiasa berupaya menjalankan komitmen untuk mendorong

    pertumbuhan ekonomi (pro-growth), mengurangi pengangguran (pro-job), dan mengentaskan

    kemiskinan (pro-poor). Salah satu upaya yang dilakukan yaitu melalui program peningkatan

    ketahanan pangan, program peningkatan kesejahteraan petani, program pengembangan pengelolaan

    jaringan irigasi, program peningkatan kualitas jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan,

    dan program lainnya.

    Tahun Target Pertumbuhan

    Ekonomi

    Anggaran Belanja Fungsi

    Ekonomi APBN-P (Milyar)

    2008 6. 40% 57,239. 00

    2009 4. 50% 63,154. 50

    2010 4. 30% 61,203. 90

    2011 6. 50% 103,317. 70

    2012 6. 70% 102,734. 50

    Berdasarkan data pada tabel diatas, target pertumbuhan ekonomi tidak selalu berbanding lurus

    dengan anggaran belanja yang dialokasikan, contohnya pada tahun 2012, dimana target pertumbuhan

    ekonomi lebih tinggi dibandingkan tahun 2011, namun jumlah anggaran belanja fungsi pada tahun

    2012 lebih kecil dibandingkan tahun 2011. Hal ini merupakan implikasi dari proses penganggaran

    berbasis kinerja, dimana anggaran harus disesuaikan dengan target kinerja, sehingga anggaran dapat

    lebih efektif dan efisien.

    Pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi faktor eksternal, seperti kurs mata uang asing, kondisi

    ekonomi global dan sebagainya, sehingga, anggaran yang diberikan pemerintah tidak berakibat

    langsung kepada pertumbuhan ekonomi, namun dampak yang diakibatkan tetap berpengaruh banyak

    terhadap perekonomian.

  • AMSP | 21

    E. ANALISA KEMAMPUAN ANGGARAN

    Belanja dalam APBN dialokasikan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai dengan kemampuan

    pendapatannya, serta didukung oleh pembiayaan yang sehat sehingga diharapkan mampu mendorong

    pertumbuhan ekonomi nasional, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor.

    Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan potensi pendapatan

    negara ditambah dengan sumber pendapatan non pajak yang digunakan untuk mendanai

    penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas. Dengan belanja

    yang berkualitas diharapkan APBN dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan

    masyarakat.

    Namun demikian, sebagaimana selalu terjadi dalam pengelolaan keuangan publik, selalu terjadi

    kendala penganggaran (budget constraint), yang tercermin dari banyaknya kebutuhan yang

    dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber pendapatan daerah. Oleh karena itu, prioritas belanja

    dan perencanaan yang baik dapat menjadi kunci untuk menyiasati kendala penganggaran.

    Kemampuan APBN dapat dianalisa dengan pendekatan ketersediaan ruang fiskal serta kesinambungan

    defisit. Ruang fiskal memiliki kaitan erat dengan kemampuan APBN untuk membiayai belanja modal

    serta belanja barang jasa yang tidak terikat sedangkan defisit memiliki kaitan terhadap ketersediaan

    pembiayaan untuk mengakomodir rencana belanja pemerintah.

    APBN 2012 jika dilihat dari posturnya sangat tergantung pada penerimaan dari perpajakan dalam

    membiayai belanjanya. Hal ini terlihat dari proporsi target penerimaan pajak sebesar Rp 1. 032,57

    trilyun atau 78,7% dari jumlah keseluruhan penerimaan APBN 2012 sebesar Rp 1. 311,3 trilyun.

    Tingginya ketergantungan pemerintah terhadap penerimaan dari sektor perpajakan menyebabkan

    APBN tidak memiliki ruang fiskal yang cukup longgar untuk membiayai belanja-belanja tidak terikat

    dan belanja lain-lain karena peningkatan penerimaan dari sektor perpajakan tidak dapat dengan

    mudah ditingkatkan mengingat pajak sangat berkorelasi dengan perekonomian nasional.

    Apabila dikaitkan dengan belanja, maka pendapatan dalam APBN sebesar Rp 1. 311,3 trilyun setelah

    dikurangkan untuk membiayai belanja terikat dalam APBN 2012 yang jumlahnya senilai Rp 1. 065,1

    trilyun hanya akan memberikan spare sebesar Rp 246,6 trilyun. Dari data berikut dapat terlihat bahwa

    ruang fiskal yang dimiliki pemerintah pusat masih sangat terbatas. Pemerintah harus mengoptimalkan

    pendapatan dari luar sektor perpajakan untuk membiayai keseluruhan belanja dalam APBN agar

  • AMSP | 22

    pemerintah memiliki ruang fiskal yang longgar untuk membiayai belanja yang tidak terikat seperti

    belanja modal dan belanja barang maupun belanja tidak terduga lainnya.

    1. Belanja Pegawai 215,862. 40

    2. Pembayaran Bunga Utang 122,217. 60

    3. Subsidi 208,850. 20

    4. Bantuan Sosial 47,763. 80

    5. Transfer Ke Daerah 470,409. 50

    Jumlah belanja terikat 1,065,103. 50

    Nota Keuangan dan APBN mendefinisikan ruang fiskal sebagai pengeluaran diskresioner/tidak terikat

    (antara lain pengeluaran negara untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur) yang dapat

    dilakukan oleh pemerintah tanpa menyebabkan terjadinya fiscal insolvency. Ruang Fiskal merupakan

    rasio yang menggambarkan besarnya pendapatan yang masih bebas digunakan oleh pemerintah untuk

    mendanai program/kegiatan sesuai kebutuhannya. Penghitungan Ruang Fiskal diperoleh dengan

    mengurangkan seluruh pendapatan dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya

    (earmarked) dan belanja wajib seperti belanja pegawai dan bunga.

    Ruang fiskal yang longgar sangat penting dalam postur APBN karena ruang fiskal tersebut akan

    bermanfaat dalam memacu perekonomian nasional melalui belanja infrastruktur pembangunan dan

    belanja barang jasa pemerintah. Semakin besar fiscal space yang tersedia, semakin besar pula

    fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah untuk meningkatkan alokasi belanja negara pada kegiatan-

    kegiatan yang menjadi prioritas nasional seperti pembangunan proyek-proyek infrastruktur.

    Salah satu jalan bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan APBN dalam rangka memperluas

    ruang fiskal adalah dengan menerapkan kebijakan defisit yaitu menerapkan selisih antara penerimaan

    negara dan pengeluarannya yang cenderung negatif, artinya bahwa pengeluaran negara lebih besar

    dari penerimaannya. Para ahli ekonomi cenderung menghitung defisit anggaran negara itu bukan dari

    angka absolut, tetapi mengukur dari rasio defisit anggaran negara terhadap Produk Domestik Bruto

    (PDB). Menurut penjelasan pasal 12 ayat 3 UU no 17 tahun 2003, defisit APBN dinyatakan tidak dapat

    melebihi sebesar tiga persen dari PDB dan jumlah pinjaman yang digunakan untuk membiayai defisit

    tidak dapat melebihi 60% dari PDB.

  • AMSP | 23

    Defisit anggaran diperlukan karena pemerintah perlu melakukan belanja yang lebih besar daripada

    penerimaan pendapatan. Hal ini terkait dengan fungsi pemerintah dalam menopang pertumbuhan

    ekonomi dan melakukan ekspansi demi meningkatkan daya beli masyarakat.

    Ketentuan mengenai defisit tersebut pada APBN 2012 masih ditaati oleh dengan menerapkan defisit

    sebesar 1,5 persen dari total PDB. Pembatasan defisit tersebut dinilai tidak memberikan keleluasaan

    bagi pemerintah dalam menciptakan ruang fiskal dalam APBN namun dalam praktiknya ketentuan

    tersebut memiliki tujuan agar pemerintah tidak terlalu ekspansif dalam merencanakan defisit

    anggaran sehingga fiscal insolvency dapat dihindari serta beban terhadap bunga tidak membebani

    anggaran periode selanjutnya.

    TAHUN APBN 2008 2009 2010 2011 2012

    Pendapatan 894,990. 40 870,999. 00 992,398. 80 1,169,914. 50 1,311,386. 70

    1. Belanja Pegawai 123,542. 00 133,709. 20 162,659. 00 182,874. 90 215,862. 40

    2. Pembayaran Bunga Utang 94,794. 20 109,590. 10 105,650. 20 106,583. 80 122,217. 60

    3. Subsidi 234,405. 00 158,117. 90 201,263. 00 237,194. 70 208,850. 20

    4. Bantuan Sosial 59,702. 30 77,932. 50 71,172. 80 81,810. 40 47,763. 80

    5. Transfer Ke Daerah 292,422. 80 309,308. 20 344,612. 90 412,507. 90 470,409. 50

    Jumlah belanja terikat 804,866. 30 788,657. 90 885,357. 90 1,020,971. 70 1,065,103. 50

    RUANG FISKAL 90,124. 10 82,341. 10 107,040. 90 148,942. 80 246,283. 20

    Defisit (94,503. 30) (129,844. 90) (133,747. 70) (150,836. 70) (124,020. 00)

    Defisit terhadap PDB (2. 10) (2. 40) (2. 10) (2. 10) (1. 50)

    -

    200,000.00

    400,000.00

    600,000.00

    800,000.00

    1,000,000.00

    1,200,000.00

    1,400,000.00

    2008 2009 2010 2011 2012

    Pendapatan

    Jumlah belanja terikat

  • AMSP | 24

    Defisit pemerintah yang direncanakan dalam APBN 2012 sebesar Rp 124. 020 trilyun masih berada

    pada titik dibawah batas maksimal yaitu sebesar 1,5 persen dari PDB. Anggaran defisit sebesar itu

    lebih rendah dibandingkan dengan rencana defisit pada APBN periode sebelumnya. Defisit dalam

    APBN 2012 lebih rendah daripada periode sebelumnya karena pada 2012 target pendapatan

    mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan periode sebelumnya.

    Masih diperlukannya defisit dalam membiayai belanja APBN serta menciptakan ruang fiskal yang lebih

    luas memberikan konsekuensi tegas terhadap perlunya peningkatan pengelolaan defisit. Defisit APBN

    harus diarahkan untuk membiayai sektor produktif serta dimanfaatkan secara maksimal sehingga

    ekses negatif yang dihasilkan oleh defisit dapat tertutupi oleh manfaat yang diberikan terhadap

    perekonomian nasional. Defisit yang tidak termanfaatkan nampak pada tingginya SILPA yang

    memberikan indikasi tidak termanfaatkannya defisit APBN dan pada akhirnya terdapat hutang yang

    menganggur dalam kas negara. Hutang yang tidak termanfaatkan tersebut menjadi tidak produktif

    namun memberikan beban bunga bagi keuangan negara. Defisit Indonesia masih belum terpakai

    untuk sektor yang produktif. Jika dilihat dari struktur belanja pemerintah, banyak pengeluaran

    pemerintah dipakai untuk sektor-sektor yang kurang produktif seperti belanja pegawai, pembayaran

    bunga utang, dana alokasi umum, dan subsidi energi. Agar dapat memberikan manfaat lebih baik,

    defisit harus diarahkan untuk membiayai kegiatan produktif seperti pembangunan infrastruktur

    maupun program pemberdayaan masyarakat.

    Untuk meningkatkan kapasitas ruang fiskal, pemerintah harus menempuh kebijakan yang lebih

    ekstensif dalam menggali potensi pendapatan non hutang serta lebih mengintensifkan penghematan

    terhadap belanja terikat seperti pemberian subsidi, belanja pegawai, belanja bantuan sosial serta

    segera mencari solusi untuk melunasi hutang sehingga belanja bunga dapat direduksi dan tidak

    membebani APBN.

    -

    200,000.00

    400,000.00

    600,000.00

    800,000.00

    1,000,000.00

    1,200,000.00

    1,400,000.00

    1,600,000.00

    2008 2009 2010 2011 2012

    Pendapatan

    Belanja total

    Defisit

  • AMSP | 25

    F. ANALISIS SEBAB DAN AKIBAT KETERLAMBATAN PENYUSUNAN APBN/APBD

    Penyusunan anggaran melalui beberapa tahapan, setiap tahapan tentunya membutuhkan waktu

    dalam prosesnya, belum lagi terdapat faktor lain yang mempengaruhi sehingga terkadang penyusunan

    anggaran menjadi terlambat. Keterlambatan dalam penyusunan anggaran mempengaruhi

    pelaksanaan program pemerintah. Anggaran yang tidak terserap sempurna pada pembangunan

    menjadi indikator bahwa target realisasi dari anggaran tidak terpenuhi. Anggaran dikatakan terlambat

    dalam penyusunannya apabila tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sesuai dengan

    Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sesuai pada pasal bahwa batas akhir

    penyusunan anggaran hingga disahkan oleh legislatif menjadi UU atau Perda adalah dua bulan

    sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan untuk APBN (pasal 15) dan satu bulan untuk

    APBD (pasal 20).

    Tahap dan Jadwal Penyusunan APBN

  • AMSP | 26

    Tahapan dan Jadwal Penyusunan APBD

    Bagian ini khusus membahas mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses

    penyusunan anggaran dan menjadi sebab keterlambatan penyusunan anggaran, pada bagian ini

    juga membahas mengenai dampak dari keterlambatan penyusunan anggaran yang tentunya

    berkaitan dengan efektifitas adanya anggaran itu sendiri. Terdapat beberapa hal yang mempunyai

    pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, signifikan maupun tidak terhadap proses

    penyusunan anggaran, terbagi dalam faktor teknis dan nonteknis yaitu :

    1. Faktor Teknis

    a. Kesulitan dalam menentukan dan menetapkan asumsi-asumsi perekonomian yang berkaitan

    dengan penganggaran. Adapun hal-hal yang paling urgen dan menyita waktu dalam proses

    penyusunan anggaran yaitu :

  • AMSP | 27

    1) Pertumbuhan Ekonomi

    Jika dijelaskan secara sederhana, penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi sangat penting,

    karena hal ini berkaitan dengan perkembangan ekonomi rakyat dan iklim pembangunan.

    Menentukan asumsi membutuhkan pertimbangan kondisi perekonomian saat ini dan

    perekonomian secara global. Asumsi pertumbuhan ekonomi dilihat secara berkala dan

    menyatukan beberapa persepsi kedepan. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang dibuat,

    oleh penyusun anggaran digunakan sebagai standard dan koefisien dalam menetapkan

    kebijakan ekonomi dan jumlah nilai yang dianggarkan. Rata-rata pertumbuhan ekonomi

    Indonesia berkisaran pada nilai 5%-6% dalam setahun.

    2) Pendapatan Perkapita

    Pendapatan perkapita adalah pendapatan perkepala dalam satu tahun, dalam penetapan

    APBN pemerintah memberikan asumsi pendapatan perkapita masyarakat, seperti asumsi pada

    tahun 2012 yaitu sebesar $1200 perkapita. Hal ini juga berdampak pada perekonomian

    masyarakat dan pengkategorian masyarakat miskin hingga kelas atas. Disisi lain asumsi ini

    juga berdampak pada iklim investasi dimana pihak investor, sektor privat yang paling

    terpengaruh oleh penentuan asumsi, nantinya berpengaruh ke pembangunan dan dan tingkat

    pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia.

    3) Suku Bunga

    Berkaitan dengan investor, suku bunga BI selalu menjadi instrument dari kebijakan moneter

    pemerintah untuk menarik minat para penanam modal. Karena efek yang ditimbulkan dari

    penetapan nilai suku bunga BI berbagai pertimbangan ekonomi hingga politik menjadi acuan.

    Hal ini tentunya penting, mengingat suku bunga BI oleh para investor dilihat sebagai cerminan

    pembangunan di Indonesia dan berhubungan dengan pendapatan perkapita suatu Negara.

    4) Kebijakan Fiskal

    Salah satu perangkat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mencapai sasaran

    pembangunan adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu

    fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi

    dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi stabilisasi ekonomi makro di

    dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi perekonomian yang lesu,

    pengeluaran pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan jasa serta

    belanja modal, dapat memberi stimulasi kepada perekonomian untuk bertumbuh. Sebaliknya

  • AMSP | 28

    dalam kondisi ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan agregat, kebijakan

    fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif untuk menyeimbangkan kondisi

    permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian. Itu sebabnya kebijakan fiskal

    memiliki fungsi strategis dalam memengaruhi perekonomian dan mencapai sasaran

    pembangunan.

    5) Jumlah Pengangguran

    Menentukan jumlah pengangguran juga menjadi penting dalam proses penyusunan anggaran.

    Karena pertimbangan ini yang akan menjadi indikator atas keberhasilan atau efektifnya

    penggunaan anggaran sebelumnya. Pengangguran sangat berkaitan dengan semua indikator,

    asumsi dan elemen-elemen baik fiskal maupun moneter dalam perekonomian suatu Negara.

    Yang paling dekat adalah pendapatan perkapita, inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu,

    pemerintah mempunyai kewajiban untuk membuka lapangan kerja bagi rakyatnya.

    6) Harga Minyak Dunia

    Saat ini harga minyak di Indonesia disubsidi oleh pemerintah untuk dua jenis BBM yaitu

    Premium dan Solar. Pada anggaran tahun 2012 subsidi minyak Indonesia dianggarkan Rp137

    Triliun dengan asumsi harga minyak dunia $90 perbarel. Namun dalam perjalanannya harga

    minyak dunia melebihi dari asumsi pemerintah, bahkan pada bulan maret 2012 harga minyak

    mencapai $125 perbarel. Sehingga pemerintah mengambil kebijakan yang mendesak yaitu

    APBNP pada bulan April. Yang menghasilkan subsidi BBM dinaikan menjadi Rp. 175 Triliun.

    Dari kasus diatas sudah dapat dilihat betapa pentingnya penetapan asumsi harga minyak

    dunia dalam APBN.

    7) Kurs Rupiah terhadap mata uang asing

    Kurs rupiah merupakan yang yang paling penting dalam penetapan APBN, ada begitu banyak

    faktor yang membuat kurs rupiah menjadi sangat-sangat penting Yaitu:

    a) Pembayaran Hutang Negara

    b) Transaksi internasional menggunakan uang asing

    c) Anggaran untuk subsidi minyak

    Dari 3 hal diatas kurs rupiah sangat mennetukan nasib suatu Negara, apabila salah dalam

    memperkirakan maka Negara itu akan mengalami krisis keuangan.

  • AMSP | 29

    8) Inflasi

    Inflasi adalah naiknya harga barang dalam jangka waktu yang cukup lama. Rata-rata inflasi

    Indonesia berkisaran diangka 2-4% pertahun. Namun terkadang bahkan melebihi angka

    tersebut bahkan pada tahun sebelumnya Inflasi Indonesia pernah menyetuh angka 6%, hal

    tersebut dikarenakan oleh kebijakan pmerintah menaikan harga BBM. Inflasi erat

    hubungannya dengan :

    a) Kebijakan pemerintah

    b) Meningkatnya permintaan terhadap barang tertentu

    c) Turunnya kurs rupiah

    d) Naiknya harga barang tertentu seperti BBM.

    Kempat hal tersebut sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat dan berimbas pada

    membengkaknya anggaran suatu Negara.

    b. Regulasi yang sering tumpang tindih yang membuat satuan perangkat kerja daerah serba salah

    dalam menjalankan pengelolaan anggaran tahun berjalan. Kendala regulasi yang dimaksud terjadi

    pada saat penyusunan anggaran. Saat anggaran disusun satuan perangkat kerja daerah

    berpedoman pada petunjuk teknis dari pemerintah pusat, namun pada saat anggaran telah

    disahkan dan dijalankan, pemerintah pusat baru mengeluarkan petunjuk teknis penyusunan

    anggarannya. Bahkan terkadang petunjuk teknis tersebut berbenturan dengan program kerja

    yang telah ditetapkan. Tidak mungkin lagi anggaran yang sudah disahkan dibahas ulang dengan

    menggunakan petunjuk teknis yang terbaru dari pemerintah pusat.

    c. Banyaknya audiensi yang dilakukan oleh tim anggaran pemerintah. Hal ini terkait dengan

    pembahasan yang dilakukan di daerah untuk penyusunan APBD

  • AMSP | 30

    Pada kondisi jaring asmara ini juga terkadang menyita waktu, yang seharusnya tim penyusun

    anggaran sudah harus memulai untuk mengerjakan sesuai dengan arahan, namun karena aspirasi

    rakyat yang terus masuk membuat proses penyusunan tertunda.

    d. Penerapan sistem anggaran berbasis kinerja juga mengambil andil dalam memperlambat

    proses penyusunan anggaran. Unit kerja mengalami kesulitan dalam menentukan indicator

    kinerja atas program maupun kegiatan yang dibuatnya. Kondisi seperti ini memerlukan waktu

    pembahasan pada level masing-masing, bahkan terkadang pembahasan terjadi pada tiap level dan

    kembali di revisi jika indicator dianggap tidak mewakili program atau kegiatan.

  • AMSP | 31

    2. Faktor Nonteknis

    a. Agencies theory yang memberikan kewenangan atas nama publik ke legislatif juga menjadi

    salah satu penyebab terlambatnya penyusunan anggaran. Legislatif mempunyai fungsi

    budgeter dimana persetujuan atas anggaran itu harus dibahas oleh legislatif, konsep ini

    sebenarnya bagus pada semangat demokrasi dan public interest, namun kondisi sekarang

    lebih layak dinamakan sebagai perwakilan partai, terlalu banyak pengambilan keputusan yang

    berujung pada kebijakan pemerintah dibuat berdasarkan kesepakatan politik. Bukan hanya

    masalah adanya unsur politik, sistem atau teknis dimana rancangan anggaran harus dibahas ke

    legislatif yang tentunya juga memakan waktu yang cukup lama apalagi terkait asumsi-asumsi

    yang dibuat oleh eksekutif.

    b. Sumber daya manusia yang tidak memiliki keterampilan dan kompetensi yang cukup dalam

    melaksanakan penyusunan anggaran. Terdapat beberapa sistem serta ketentuan sebagai

    pedoman dalam menyusun anggaran yang membutuhkan waktu dan pengalaman yang cukup

    untuk dapat memahami serta mengerti cara dalam melaksanakan proses penyusunan

    anggaran.

    c. Tidak adanya komitmen yang tinggi dalam melaksanakan penyusunan anggaran yang tepat

    waktu. Dengan adanya komitmen memberikan gambaran bagi pihak yang terlibat dalam

    penyusunan APBD untuk mengetahui secara jelas visi, misi, tujuan, dan sasaran yang ingin

    dicapai dalam penyusunan APBD. Selain itu, melalui komitmen dapat menciptakan motivasi

    dan kemauan bagi pihak penyusun APBD untuk menyelenggarakan tahapan penyusunan APBD

    yang lebih baik, efektif, efisien, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    3. Dampak dari keterlambatan penyusunan anggaran

    a. Anggaran yang terlambat dalam proses penyusunannya dapat pula berpengaruh terhadap

    perekonomian, hal tersebut terjadi karena ketika anggaran terlambat ditetapkan melebihi

    batas waktu yang telah ditentukan, maka di masa anggaran belum disahkan maka aliran dana

    dari sektor pemerintah akan terhambat dan itu memberikan pengaruh pada aliran uang atau

    transaksi di daerah dan pada akhirnya perekonomian turut merasakan dampak dengan adanya

    kelesuan ekonomi.

    b. Keterlambatan percepatan pembangunan daerah khususnya untuk sektor belanja barang dan

    jasa. Banyak program pemerintah seperti proyek pembangunan fasilitas publik tertunda

    proses lelang dan tendernya, sehingga pembangunan juga akan mengalami pergeseran

    perencanaan.

  • AMSP | 32

    c. Pemerintah daerah akan kesulitan dalam menangani belanja operasional daerah. Misalnya,

    untuk pembayaran rutin PLN, PDAM dan telpon

    d. Adanya peluang untuk melakukan korupsi, hal tersebut dapat muncul dikarenakan adanya

    usaha untuk mengalihkan dana yang tersisa dari pelaksanaan program APBD ke dalam

    rekening pribadi (KPK,2008). Dana yang tersisa berasal dari dana sisa anggaran program yang

    tidak selesai dilakukan karena terlambat dalam pelaksanaan proses awal. Pengalihan dana ke

    rekening pribadi tersebut membuka peluang terjadi penyelewengan dana APBD untuk

    kepentingan pribadi sehingga terjadilah korupsi. Pada akhirnya dampak yang muncul dari

    keterlambatan penyusunan APBD tersebut merugikan masyarakat.

  • AMSP | 33

    SARAN PERBAIKAN

    1. Saran perbaikan berdasarkan analisis sebab dan akibat keterlambatan penyusunan anggaran

    a. By Sistem

    - Dengan membuat SOP yang tepat guna dan tepat sasaran terhadap penyusunan anggaran

    - Membuat aturan yang mengikat mengenai pelaksanaan penyusunan anggaran, memberikan

    sanksi atas keterlambatan

    - Mengurangi pembahasan politis baik itu jaring asmara atau dengan Legislatif melalui

    implementasi anggaran berbasis akrual.

    - Membuat peran publik sebagai pengawas pelaksanaan penyusunan anggaran lebih kelihatan

    dengan melakukan transparansi informasi atas pelaksanaan penyusunan anggaran.

    b. By Human

    - Meningkatkan komitmen dari semua pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan penyusunan

    anggaran dengan cara membuat peraturan yang mengikat semua pihak.

    - Meningkatkan kesadaran semua pihak mengenai kerugian atas keterlambatan penyusunan

    anggaran ini akan berimbas pada publik dan menghilangkan kepercayaan publik kepada

    pemerintah.