distribusi vertikal dan horizontal meiofauna di pantai wori, sulawesi utara dan teluk kuta lombok,...

108
DISTRIBUSI VERTIKAL DAN HORIZONTAL MEIOFAUNA DI PANTAI WORI, SULAWESI UTARA DAN TELUK KUTA LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT SKRIPSI SARJANA SAINS Oleh ANJAR TITOYO FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA 2009

Upload: anjar-titoyo

Post on 29-Jul-2015

378 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

DISTRIBUSI VERTIKAL DAN HORIZONTAL MEIOFAUNA DI PANTAI WORI, SULAWESI UTARA DAN TELUK KUTA LOMBOK,

NUSA TENGGARA BARAT

SKRIPSI SARJANA SAINS

Oleh

ANJAR TITOYO

FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

2009

Page 2: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

ii

FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL Skripsi, Jakarta 28 April 2009 Anjar Titoyo Distribusi Vertikal dan Horizontal Meiofauna di Pantai Wori, Sulawesi Utara dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat. xiv + 94 hal, 16 tabel, 3 gambar, 19 lampiran

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas lautan 62% dari luas teritorialnya. Di bagian utara Indonesia, Pantai Wori, Sulawesi Utara merupakan salah satu wilayah perairan yang masih alami dengan tingkat keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Sementara itu di bagian selatan Indonesia Teluk Kuta merupakan salah satu wilayah dengan kondisi lingkungannya yang juga masih cukup baik. Meiofauna merupakan salah satu biota perairan yang dapat dijadikan bioindikator perairan dan sangat berperan di dalam rantai makanan. Mengingat organisme ini memiliki peranan yang sangat penting di laut, maka perlu adanya informasi tentang keberadaannya di lingkungan bentik baik secara vertikal maupun horizontal.

Pengambilan sampel meiofauna dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2006 di Pantai Wori, Sulawesi Utara dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat menggunakan tabung suntik ukuran 50 mL yang dibenamkan ke dalam substrat. Setiap lokasi terdiri dari 3 stasiun, dan masing-masing stasiun terdiri dari 3–5 titik sampling mulai dari pantai sampai ke tubir.

Secara umum kelimpahan meiofauna di Teluk Kuta lebih tinggi dibandingakan dengan Pantai Wori. Meiofauna dapat terdistribusi baik pada kedalaman 0-2 cm. Keanekaragaman meiofauna di kedua lokasi cenderung moderat. Kemerataan meiofauna cenderung terjadi dengan semakin dekatnya ke arah tubir. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah dekat tubir merupakan daerah yang cenderung lebih stabil dan sesuai untuk kehidupan meiofauna.

Adanya penelitian meiofauna secara berkelanjutan perlu dilakukan agar diharapkan nantinya dapat diketahui kegunaan dan manfaatnya lebih banyak lagi, mengingat meiofauna memiliki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan.

Daftar bacaan : 56 (1971-2009)

Page 3: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

iii

DISTRIBUSI VERTIKAL DAN HORIZONTAL MEIOFAUNA DI PANTAI WORI, SULAWESI UTARA DAN TELUK KUTA LOMBOK,

NUSA TENGGRARA BARAT

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA SAINS DALAM BIDANG BIOLOGI

Oleh

ANJAR TITOYO 013112620150024

FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

2009

Page 4: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

iv

Judul Skripsi : DISTRIBUSI VERTIKAL DAN HORIZONTAL MEIOFAUNA DI PANTAI WORI, SULAWESI UTARA DAN TELUK KUTA LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT.

Nama Mahasiswa : Anjar Titoyo Nomor Pokok : 0162010024 Nomor Kopertis : 013112620150024

MENYETUJUI

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua Susetiono, drs, MSc. Imran SL Tobing, drs, MSi.

Dekan

Tatang Mitra Setia, drs, MSi. Tanggal Lulus : 28 April 2009

Page 5: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas rahmat, berkat

dan kuasa-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul

“Distribusi Vertikal dan Horizontal Meiofauna di Pantai Wori, Sulawesi Utara

dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat”. Penulisan skripsi ini guna

memenuhi Satuan Kredit Semester (SKS) pada mata kuliah Seminar Skripsi sebagai

syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains di Fakultas Biologi Universitas Nasional

Jakarta.

Segala daya dan upaya dalam penyelesaian skripsi ini dilakukan atas bantuan,

dukungan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Susetiono, drs, MSc selaku Pembimbing Pertama yang telah membimbing

penulis, memberikan petunjuk, pengarahan selama dalam penelitian, saran, kritik

dan diskusi yang sangat berguna dalam penulisan Skripsi ini.

2. Bapak Imran SL Tobing, drs, MSi selaku Pembimbing kedua yang telah

membemberikan pengarahan, bimbingan, saran dan kritik, serta diskusi yang

sangat berguna bagi Penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.

3. Bapak Tatang Mitra Setia, drs, MSi selaku Dekan Fakultas Biologi Universitas

Nasional.

Page 6: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

vi

4. Ibu Yulneriwarni, dra, MSi selaku Pembimbing Akademik atas segala doa restu,

saran, dan motivasi yang diberikan kepada Penulis.

5. Ibu, Bapak tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, mendoakan,

memberikan dukungan dan motivasi, baik moril maupun materil kepada Penulis.

6. Adikku Alryan Ridwantoro yang turut menjadi pendorong semangat penulis.

7. Segenap peneliti dan teknisi di P2O LIPI, UPT Bitung, UPT Mataram, dan

COREMAP LIPI yang telah membagi banyak ilmu dan pengalaman-pengalaman

hebat yang pernah dijalani bersama, serta memberikan rasa keramahan,

kenyamanan dan kekeluargaan selama penelitian berlangsung.

8. Almarhum Benny Djaja, drs, yang telah memberikan banyak inspirasi atas

kegigihan, keteguhan, dan keyakinan untuk setiap hal yang dijalani.

9. Perpustakaan PDII LIPI, Perpustakaan P2O LIPI, Perpustakaan COREMAP LIPI,

Perpustakaan Limnologi LIPI, Perpustakaan IPB, dan Pusat Informasi Ilmiah

(PII) Fakultas Biologi Universitas Nasional atas keramahannya di dalam

memberikan informasi dan pelayanan selama Penulis mencari literatur.

10. Teman-teman angkatan 2001; Ahmad Saleh Suhada SSi, Wisnu Wijiatmoko SSi,

Ady Kristanto SSi, Dewi Suprobowati SSi, Devi Asriana SSi, Fitriah Basalamah

SSi, Astri Zulfa SSi, Aan Aliyah SSi, Putri Wulansari SSi dan lain-lain yang

selalu memberikan sumbangan pikiran, semangat, keceriaan, kebersamaan, serta

rasa persahabatan dan persaudaraan.

11. Keluarga besar Kelompok Studi Ekologi Perairan (KSEP) tempat Penulis

menimba dan berbagi ilmu, pengalaman, serta kebersamaan.

Page 7: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

vii

12. Teman-teman Penulis Lita Bunga Amalia SSi, Yunita Nurdini SSi,

Ruskomalasari SSi, Rahmalia Nurul Ahsani Amda SSi, Iwan Faturahman SSi,

Fitri Ayu Wulan Yuniarti SSi, Wisnu Wijaksono SSi, yang tidak pernah lelah

memberikan semangat kepada Penulis.

13. Seluruh Civitas akademika Fakultas Biologi Universitas Nasional atas semua

bantuan, saran serta kebersamaannya selama ini.

14. Fauna-Flora International Indonesian Programm (FFI-IP) yang telah memberikan

banyak kesempatan Penulis untuk mendapatkan banyak informasi dan

pengalamannya serta segenap fasilitas yang diberikan.

15. Jakarta Green Monster (JGM) yang telah memberikan banyak kesempatan Penulis

untuk menggali potensi diri menjadi lebih baik lagi, serta rekan-rekan sesama

voulenteer JGM dalam memberikan banyak motivasi, keceriaan dan dukungan

hingga Penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan dari

semua pihak. Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat memberikan informasi yang

berguna dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan serta setiap pihak yang membacanya.

Jakarta, 28 April 2009

Penulis

Page 8: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

viii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………………………....... v DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…... viii DAFTAR TABEL…………………………………………………………………. xi DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… xiii BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………........................ 5

A. Ekosistem Perairan Pesisir………………………….………………….….. 5

B. Meiofauna…..............………………………...………………………….... 6

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Meiofauna......................... 18

1. Suhu...................................................................................................... 18 2. pH (Derajat keasaman).......................................................................... 19 3. Salinitas................................................................................................. 19 4. Sedimentasi........................................................................................... 20 5. Total Organic Matter (TOM)................................................................ 21

D. Distribusi Meiofauna................................................................................... 22

E. Peranan Meiofauna …………………………………………..................... 24

III. METODOLOGI PENELITIAN………...…………………………………....... 26

A. Waktu dan Lokasi Penelitian………....…………………………………..... 26

B. Alat dan Bahan................................................................…………………. 27

C. Cara Kerja…................................................................................................ 28

1. Parameter Lingkungan…..…………………..…………...……………… 28 2. Parameter Biologi…………....………………................………………. 31

D. Analisis Data ………………………………………................................... 32

Page 9: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

ix

1. Keanekaragaman (H’)………….…………………………...……...…..... 32 2. Uji Hutchinson………………………………………............................. 33 3. Kemerataan (E)………………................................................................ 34 4. Dominansi (D)………………………...................................................... 35 5. Indeks Kesamaan Taksa (IS).................................................................... 36 6. Uji F.......................................................................................................... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 38

A. Faktor Lingkungan……………………………………............................... 38

1. Suhu......................................................................................................... 38 2. pH............................................................................................................ 38 3. Salinitas................................................................................................... 39 4. Komposisi Butiran (Grain Size) dan Total Organic Matter

(TOM) Sedimen...................................................................................... 41

B. Keanekaragaman Taksa (H’), Kemerataan (E), dan Dominansi (D) Meiofauna.................................................................................................... 42

1. Keanekaragaman taksa, kemerataan, dan dominansi meiofauna secara vertikal di Pantai Wori dan Teluk Kuta…………...................... 42

2. Keanekaragaman taksa, kemerataan, dan dominansi meiofauna secara horizontal Pantai Wori dan Teluk Kuta...................................... 45

3. Keanekaragaman taksa, kemerataan, dan dominansi meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta.................................................................. 47

C. Sebaran Kelimpahan Meiofauna…............................................................. 49

1. Kelimpahan vertikal meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta........... 49 2. Kelimpahan horizontal meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta....... 54 3. Kelimpahan meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta....................... 57

D. Indeks Kesamaan Taksa (IS)....................................................................... 62

1. Kesamaan taksa meiofauna berdasarkan distribusi vertikal meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta............................................................ 62

2. Kesamaan taksa meiofauna berdasarkan distribusi horizontal meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta.......................................... 64

3. Kesamaan taksa meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta................ 66

V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….. 67

A. Kesimpulan.................................................................................................. 67

B. Saran............................................................................................................ 68

Page 10: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

x

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….... 69

LAMPIRAN……………………………………………………………................. 74

Page 11: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

xi

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

Naskah 1. Data parameter lingkungan di dua lokasi pengamatan........................................ 38

2. Komposisi sedimen dan TOM di Pantai Wori, Sulawesi Utara danTeluk Kuta,

Lombok................................................................................................................ 41

3. Nilai keanekaragaman taksa (H’), kemeratan (E), dan dominansi (D) berdasarkan kedalaman sedimen di Pantai Wori, Sulawesi Utara....................... 43

4. Nilai keanekaragaman taksa (H’), kemeratan (E), dan dominansi (D) berdasakan kedalaman sedimen di Teluk Kuta, Lombok NTB.......................... 43

5. Nilai keanekaragaman taksa (H’), kemeratan (E), dan dominansi (D) berdasarkan sebaran horizontal meiofauna di Pantai Wori, Sulawesi Utara..... 45

6. Nilai keanekaragaman taksa (H’), kemeratan (E), dan dominansi (D) berdasakan sebaran horizontal meiofauna di Teluk Kuta, Lombok NTB......... 46

7. Nilai keanekaragaman taksa (H’), Kemerataan (E), dan Dominansi (D) di dua lokasi pengamatan.............................................................................................. 48

8. Kelimpahan vertikal meiofauna di Pantai Wori, Sulawesi Utara...................... 51

9. Kelimpahan vertikal meiofauna di Teluk Kuta, Lombok NTB......................... 53

10. Kelimpahan horizontal meiofauna di Pantai Wori, Sulawesi Utara.................. 55

11. Kelimpahan horizontal meiofauna di Teluk Kuta, Lombok NTB..................... 56

12. Kelimpahan meiofauna di kedua lokasi penelitian............................................. 59

13. Kesamaan taksa meiofauna pada kedalaman sedimen yang berbeda di Pantai Wori, Sulawesi Utara............................................................................... 62

Page 12: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

xii

14. Kesamaan taksa meiofauna pada kedalaman sedimen yang berbeda di Teluk Kuta, Lombok NTB................................................................................ 63

15. Kesamaan taksa meiofauna di setiap titik pengambilan sampel di Pantai Wori, Sulawesi Utara........................................................................................ 64

16. Kesamaan taksa meiofauna di setiap titik pengambilan sampel di Teluk Kuta, Lombok NTB.......................................................................................... 65

Lampiran

1. Data parameter lingkungan di Pantai Wori, Sulawesi Utara............................ 74

2. Data parameter lingkungan di Teluk Kuta, Lombok NTB............................... 74

3. Komposisi sedimen dan Total Organic Matter (TOM) di Pantai Wori, Sulawesi Utara.................................................................................................. 75

4. Komposisi sedimen dan Total Organic Matter (TOM) di Teluk Kuta, Lombok NTB.................................................................................................... 75

5. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar kedalaman sedimen di Pantai Wori, Sulawesi Utara........................................ 76

6. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar

kedalaman sedimen di Teluk Kuta, Lombok NTB........................................... 78

7. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar titik pengamatan di Pantai Wori, Sulawesi Utara.................................................... 80

8. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar titik

pengamatan di Teluk Kuta, Lombok NTB....................................................... 81

9. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar Lokasi penelitian.............................................................................................. 83

10. Data jumlah individu meiofauna pada lokasi penelitian, titik horizontal, dan kedalaman sedimen yang berbeda- beda.......................................................... 84

11. Hasil Uji F jumlah individu meiofauna diantara kedalaman substrat, titik

pengamatan dan lokasi pengamatan.................................................................. 85

Page 13: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

xiii

12. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) jumlah individu meiofauna terhadap

kedalaman sedimen.......................................................................................... 86

13. Data jumlah taksa meiofauna pada lokasi penelitian, titik horizontal, dan kedalaman sedimen yang berbeda- beda.......................................................... 87

14. Hasil Uji F jumlah taksa meiofauna diantara kedalaman sedimen, titik

pengamatan dan lokasi pengamatan................................................................. 88

15. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) jumlah taksa meiofauna terhadap kedalaman sedimen........................................................................................... 89

Page 14: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

xiv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

Naskah 1. Titik penambilan sampel................................................................................... 27

2. Segitiga Millar…………………………………………………………......... 30

3. Grafik kelimpahan meiofauna di kedua lokasi penelitian................................ 58

Lampiran

1. Peta lokasi Pantai Wori, Sulawesi Utara.......................................................... 90 2. Peta lokasi Teluk Kuta, Lombok NTB............................................................. 91

3. Beberapa taksa-taksa meiofauna yang ditemukan di Pantai Wori, Sulawesi

Utara dan Teluk Kuta, Lombok NTB............................................................... 92

4. Alat-alat yang digunakan untuk penyortiran dan identifikasi meiofauna......... 94

Page 15: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

1

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

17.508 pulau dengan garis pantainya sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1

juta km2

Pantai Wori merupakan salah satu wilayah perairan di bagian utara

Khatulistiwa yang masih alami dan memiliki keanekaragaman hayati laut yang

terbaik di dunia. Secara geografis Wori terletak di Sulawesi Utara, dimana pada

bagian utara berbatasan langsung dengan kecamatan Likupang, sebelah timur dengan

kecamatan Dimembe, sebelah selatan dengan Kota Manado, dan sebelah barat dengan

Laut Sulawesi. Secara umum karakteristik dari Pantai Wori memiliki substrat yang

berpasir dan berhadapan langsung dengan Taman Laut Bunaken

(http://id.wikipedia.org/wiki/Wori_Minahasa_Utara). Berbagai ekosistem lahan basah

dapat dijumpai di kawasan Pantai Wori mulai dari ekosistem mangrove, padang

lamun hingga terumbu karang. Bibir pantainya yang dibatasi oleh hutan mangrove

membuat pantai Wori masih belum banyak terjamah oleh aktivitas manusia, bahkan

disini hutan mangrove dapat berinteraksi baik dengan ekosistem lamun dan terumbu

karang.

atau 62% dari luas teritorialnya (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Sebagai

negeri bahari terbesar Indonesia memiliki kekayaan alam yang amat kaya akan flora

dan fauna yang unik karena letaknya di daerah tropis (Sidharta, 2000).

Page 16: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

2

Teluk Kuta merupakan salah satu wilayah dibagian selatan khatulistiwa

dengan kondisi lingkungannya yang juga masih alami beserta potensi sumberdaya

lautnya yang besar. Secara geografis Teluk Kuta terletak di bagian pantai selatan

pulau Lombok Nusa Tenggara Barat, dengan posisi menghadap ke arah Samudera

Hindia. Luas teluknya sekitar 363,62 km2

Lingkungan perairan sangatlah penting artinya bagi kelangsungan hidup

manusia yang membutuhkan hasil sumberdaya perairan, sehingga upaya

penyelamatan perairan penting dilakukan guna menjaga kondisi lingkungan perairan

yang tetap baik dan stabil. Kualitas lingkungan perairan sangat ditentukan oleh

kehidupan organisme akuatik di perairan tersebut. Gangguan pada suatu perairan

dengan dasar perairannya terdiri atas pasir

berlumpur dan bebatuan (Susetiono, 2007). Teluk Kuta yang indah dengan

perairannya yang tenang dan jernih menjadikannya sebagai salah satu tempat wisata

favorit bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Adanya perkampungan nelayan

yang berhadapan langsung dengan Teluk Kuta ikut menjadikan teluk ini memiliki

aktivitas yang cukup tinggi, dimana padang lamun, ikan, hewan invertebrata, dan

rumput laut di Teluk Kuta memiliki kontribusi yang penting sebagai penyumbang

pasokan bahan makanan dari laut bagi masyarakat sekitar. Eksploitasi sumber daya

laut dan pemanfaatan perairan Teluk Kuta oleh masyarakat yang semakin hari

semakin tinggi dikahawatirkan dapat mengganggu kestabilan terhadap ekosistem

perairan Teluk Kuta. Padahal diketahui sumber daya laut pada umumnya sangat

sensitif terhadap gangguan lingkungan, baik yang bersifat fisik, kimia, biologi, serta

aktivitas manusia (Siswandono, 1993).

Page 17: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

3

dapat diakibatkan dari kegiatan manusia maupun proses alamiah. Peningkatan

aktivitas manusia yang semakin pesat khususnya yang terletak di sepanjang daerah

pesisir dapat menyebabkan beban yang ditanggung suatu wilayah semakin berat

bahkan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan perairan. Telah banyak cara

dikembangkan untuk mengetahui tentang kualitas lingkungan perairan dan salah

satunya adalah dengan melakukan analisis bentos. Dalam hal ini komponen biologi

hewan bentik yang dapat dijadikan dasar kajian yaitu dari kelompok taksa meiofauna.

Pantai Wori dan Teluk Kuta merupakan dua daerah di Indonesia yang masing-

masing memiliki perbedaan karaktersitik lingkungan yang unik. Perbedaan-perbadaan

tersebut dapat terlihat mulai dari posisi geografisnya, tingkat aktivitas di perairan

tersebut dan karakteristik lingkungannya seperti tipe substrat, kandungan bahan

organik, serta kondisi lain seperti faktor kimia, fisika, dan biologi perairannya yang

pada akhirnya perbedaan kondisi-kondisi seperti itu diduga dapat mempengaruhi

fungsi dan keberadaan meiofauna di alam baik secara vertikal maupun horizontal.

Dalam sebuah sistem ekologi, meiofauna memiliki peranan yang penting,

namun begitu keberadaannya di dalam suatu ekosistem masih kurang diperhatikan,

terutama dari aspek ekologinya. Salah satu permasalahan yang menarik untuk diteliti

dan dikaji lebih mendalam adalah masalah distribusi horizontal dan vertikal

meiofauna dalam kaitannya dengan habitat dan kondisi lingkungannya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi meiofauna baik

secara vertikal maupun horizontal di Pantai Wori Sulawesi Utara dan Teluk Kuta

Lombok. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan atau informasi

Page 18: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

4

tentang kualitas lingkungan perairan baik di Pantai Wori maupun Teluk Kuta, ditinjau

dari distribusi taksa meiofauna.

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat perbedaan kelimpahan meiofauna berdasarkan distribusinya baik secara

vertikal maupun horizontal serta terdapat perbedaan kelimpahan meiofauna antara

Pantai Wori dan Teluk Kuta.

2. Adanya perbedaan keanekaragaman meiofauna berdasarkan distribusinya baik

secara vertikal maupun horizontal serta adanya perbedaan keanekaragaman

meiofauna antara Pantai Wori dan Teluk Kuta.

Page 19: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Ekosistem Perairan Pesisir

Perairan pesisir merupakan ekosistem akuatik yang memiliki sifat fisika –

kimia yang khas, secara langsung ataupun tidak langsung menghasilkan adaptasi dan

evolusi bagi organisme yang hidup didalamnya. Perairan ini juga merupakan

pertemuan antara daratan dan laut dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan,

baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut

seperti angin laut, pasang surut dan perembesan air asin. Ke arah laut, perairan pesisir

mencakup bagian terluar dari daerah paparan benua yang masih dipengaruhi oleh

proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar

(Suyatna dkk, 2000).

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai habitat

yang beragam di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat

tersebut. Seperti halnya ekosistem lain, ekosistem perairan pesisir secara garis besar

terususun dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik di dalam ekosistem

perairan pesisir dapat digolongkan berdasarkan fungsinya menjadi produsen,

konsumen, dan pengurai. Komponen abiotik meliputi air beserta kandungan garam

mineral, sedimen dan kandungan mineralnya, suhu, pH, oksigen terlarut, penetrasi

cahaya dan gerak mekanik air (Suyatna dkk, 2000).

Page 20: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

6

Produktivitas wilayah pesisir yang tinggi menjadikan daerah ini mempunyai

potensi sumberdaya yang tinggi pula. Perubahan yang terjadi di daerah pesisir

sebagian besar berasal dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya, baik di

darat maupun di perairan pesisir itu sendiri (Sutamihardja, 1992). Banyaknya

aktivitas ini akan menyebabkan peningkatan tekanan terhadap sumberdaya pesisir,

selanjutnya hal ini akan berakibat pada penurunan kualitas ekosistem pesisir.

Menurut Suyatna dkk (2000), ekosistem perairan pesisir yang masih alami

dicirikan sebagai berikut :

1. Keanekaragaman jenis yang tinggi.

2. Tidak ada dominasi oleh jenis tertentu.

3. Pembagian jenis yang hampir merata dalam area.

Sebaliknya pada lingkungan yang sudah tercemar, komunitasnya cenderung

memperlihatkan :

1. Keanekaragaman jenis yang rendah.

2. Adanya dominasi jenis tertentu.

3. Perubahan struktur komunitas dari stabil ke keadaan labil.

B. Meiofauna

Bentos adalah organisme dasar perairan, baik berupa hewan maupun

tumbuhan, baik yang hidup di permukaan dasar ataupun di dalam sedimen (Fachrul,

2007). Sementara menurut Lind (1979), bentos adalah semua organisme yang hidup

pada lumpur, pasir, batu, kerikil, maupun sampah organik baik di dasar perairan laut,

Page 21: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

7

danau, kolam, atau sungai, merupakan hewan melata, menetap, menempel,

memendam, dan meliang di dasar perairan tersebut. Melihat dari cara hidupnya yang

relatif menetap ini, maka hewan bentos sangat baik digunakan sebagai petunjuk

kualitas lingkungan perairan.

Meiofauna adalah kelompok fauna bentos yang memiliki ukuran tubuh antara

42–1000 µm (Higgins dan Thiel, 1988). Meiofauna merupakan organisme

multiseluler akuatik yang umumnya bertubuh kecil memanjang dan hidup di antara

pasir atau di dalam permukaan lumpur (Geralch, 1971).

Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001), meiofauna sendiri berdasarkan

sifat hidupnya dapat dikelompokkan menjadi :

1. Meiofauna interstitial, yaitu meiofauna yang hidup di substrat perairan

diantara sela-sela butiran sedimen.

2. Meiofauna emigran, yaitu meiofauna yang mempunyai kemampuan untuk

meninggalkan sedimen.

3. Meiofauna epifit, yaitu meiofauna yang hidupnya menempel pada permukaan

atas maupun bawah daun.

Adapun beberapa jenis taksa yang dapat digolongkan ke dalam meiofauna

adalah :

a. Acari

Bentuk tubuh Acari bulat sampai lonjong. Tubuhnya tidak beruas-ruas,

dimana cephalothorax dan abdomen menyatu. Kaki 4 pasang terdiri atas 6-7

Page 22: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

8

ruas. Acari bernafas dengan trachea. Cara hidupnya ada yang parasit atau bebas

(Suwignyo dkk, 2005).

b. Amphipoda

Amphipoda memiliki bentuk tubuh pipih secara lateral dan tidak

mempunyai karapas. Satu atau dua ruas thorax pertama menyatu dengan kepala.

Bentuk dan ukuran abdomen hampir sama dengan ruas thorax (Suwignyo dkk,

2005).

Di alam diketahui terdapat 4.600 jenis Amphipoda (Suwignyo dkk,2005).

Umumnya di laut, sebagian di air tawar, bersifat pelagis atau bentik; beberapa

bersifat semi teresterial atau teresterial. Sebagian besar Amphipoda hidup dalam

pasir. Beberapa hidup dalam tabung yang mereka bangun dari lendir dan partikel

lumpur di dasar (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Jenis lain tinggal di dasar

laut pada siang hari dan melayang-layang di perairan bersama plankton pada

malam hari. Beberapa Amphipoda merupakan bagian dari holoplankton dan

menjadi bagian penting dari populasi plankton.

Kebanyakan Amphipoda adalah pemakan detritus (Romimohtarto dan

Juwana, 2001). Jenis penghuni pantai memakan bangkai dan alga yang hanyut

oleh air pasang, beberapa jenis filter feeder, dan hanya sedikit yang ektoparasit

pada ikan (Suwignyo dkk,2005).

c. Cilliata

Secara morfologi Cilliata dicirikan dengan adanya sillia pada sebagian

atau seluruh tubuhnya. Hidup di laut, air payau, air tawar dan daratan yang

Page 23: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

9

lembab maupun pasir kering. Diantaranya banyak yang hidup bebas dan

merupakan makanan bagi organisme dari tingkatan yang lebih tinggi (Suwignyo

dkk, 2005).

d. Cladocera

Menurut Suwignyo dkk (2005), Cladocera memiliki kaki yang juga dapat

berfungsi sebagai insang, berjumlah 5-6 pasang. Ruas-ruas tubuhnya tidak jelas.

Pada bagian thorax dan abdomen tertutup karapas yang tampak seperti 2 keping;

karapas tersebut bukan 2 keping tetapi hanya satu helai yang melipat dan terbuka

di bagian ventral.

Jenis daerah limnetik biasanya tidak berwarna atau merah muda,

sedangkan yang di daerah litoral, kolam dangkal, dan dasar perairan berwarna

lebih gelap bervariasi dari coklat kekuningan sampai coklat kemerahan, kelabu

bahkan hampir hitam. Pigmentasi ini terdapat baik pada bagian karapas maupun

jaringan tubuh. Cladocera memakan protozoa, alga, detritus organik dan bakteri

tergantung pada ukuran partikel makanannya (Suwignyo dkk, 2005).

e. Cumacea

Hewan meiofauna ini berbentuk seperti udang. Cumacea dicirikan dengan

tubuhnya yang mempunyai sebuah karapas besar dan menutup 3–4 ruas thorax

pertama dan ke arah anterior membentuk rostrum palsu. Antena tidak bercabang

dan sangat kecil pada betina. Tiga pasang kaki depannya bermodifikasi sebagai

maksilliped, sedangkan lima pasang lainnya berfungsi sebagai perepopod

Page 24: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

10

(Susetiono, 2004). Cumacea umumnya hidup di laut pada permukaan pasir dan

lumpur dasar laut (Suwignyo dkk, 2005).

f. Foraminifera

Foraminifera termasuk ke dalam filum Protozoa karena organisme ini

bersel satu, dan termasuk pada kelas Sarcodina karena sistem pergerakannya

terdiri dari kaki semu (pseudopodia) (Rositasari, 1989). Semua Foraminifera

mempunyai cangkang. Cangkang yang dihasilkan umumnya terdiri dari bahan

kitin. Beberapa cangkang terbentuk dari bahan silika atau gelatin, yang lain

berasal dari materi lingkungan yang direkat jadi satu (Rositasari, 1989).

Hingga saat ini telah diketahui lebih dari 15.000 jenis Foraminifera.

Foraminifera berukuran 1 µm hingga 2 mm (Rositasari, 1989). Untuk hidupnya,

Foraminifera membutuhkan nutrisi yang berasal dari alga, Protozoa kecil,

Diatom, Crustacea, jenis mereka sendiri, dan serpihan bahan organik (Murray,

1973).

g. Gastrotricha

Gastrotricha merupakan kelompok taksa kecil dengan 450 jenis yang

hidup bebas baik di laut maupun air tawar. Terdapat dalam rongga interstitial

sedimen atau merayap pada alga, tanaman air atau detritus (Suwignyo dkk,

2005).

Kebanyakan Gastrotricha berukuran mikroskopis, antara 40-1000 µm,

namun beberapa jenis ada yang mencapai 4 mm. Bentuk tubuh simetri bilateral,

dengan bagian ventral datar dan bagian posterior biasanya bercabang dua.

Page 25: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

11

Beberapa jenis dilengkapi dengan organ penempel berbentuk tabung yang dapat

berjumlah banyak dan terletak di dekat kepala, sepanjang tubuh, atau pada ujung

posterior. Organ penempel ini dugunakan untuk menempel pada substrat.

Gastrotricha memakan bakteri, Diatom, Protozoa kecil dan detritus organik

(Suwignyo dkk, 2005).

h. Halacaroidea

Cara hidup Halacaroidea di alam bersifat bentik dan beberapa ada yang

planktonik. Halacaroidea mendiami hampir di setiap bagian lautan mulai dari

laut dangkal hingga bagian terdalam samudera. Pernah ditemui Halacaroidea

pada kedalaman 6.850 meter (Higgins dan Thiel, 1988). Sekitar 50 jenis tinggal

di perairan payau dan air tawar. Halacaroidea hidup pada semua substrat, dalam

koloni alga, pada koloni dari bryozoa dan hydrozoa, diantara butiran sedimen

pasir kasar hingga halus. Halacaroidea bisanya menyukai daerah berlumpur atau

sedimen yang hampir tanpa oksigen. Halacaroidea sering kali hidup pada tubuh

biota yang lebih besar seperti Crustacea dan Gastropoda.

Pada alga di atas zona tidal, Halacaroidea sering sangat dominan diantara

kelompok meiofauna. Di zona ini angka presentase dari Halacaroidea pada

kelompok meiofauna kira-kira lebih dari 90% (Higgins dan Thiel, 1988). Pada

substrat pasir berlumpur Halacaroidea banyak ditemukan di kedalaman 0-3 cm,

sementara pada pantai berpasir Halacaroidea dapat melakukan penetrasi hingga

kedalaman 100 cm (Higgins dan Thiel, 1988).

Page 26: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

12

i. Harpacticoida

Harpacticoida diketahui memiliki jumlah sekitar 1.200 jenis. Tubuh

Harpacticoida transparan dan tidak berwarna, beberapa jenis berwarna merah,

ungu, biru cemerlang atau hitam. Kebanyakan Harpacticoida memakan bakteri

dan detritus (Suwignyo dkk, 2005).

Harpacticoida sebagian hidup bebas dan yang lainnya parasit.

Kebanyakan Harpacticoida terdapat di laut dan sebagian lagi di air tawar, baik

sebagai plankton maupun fauna interstitial. Harpacticoida penghuni dasar

perairan merayap atau meliang dalam sedimen menggunakan kaki thorax dan

gerak tubuh. Banyak Harpacticoida yang hidup sebagai fauna interstitial

mempunyai tubuh yang langsing dengan antenna yang pendek (Suwignyo dkk,

2005).

j. Isopoda

Isopoda umumnya berwarna kusam atau kelabu. Tubuh Isopoda pipih

dorsoventral, tidak mempunyai karapas, dan abdomennya pendek, sebagian atau

seluruh ruas abdomen tumbuh menyatu (Suwignyo dkk, 2005).

Terdapat sekitar 4.000 jenis Isopoda, hidup di berbagai habitat. Sebagian

besar hidup di laut, ada juga yang hidup di air tawar, di antara tumbuhan air atau

di bawah batu. Beberapa jenis di darat dan banyak yang menjadi parasit pada

ikan dan Krustasea lain, atau pengebor kayu (Suwignyo dkk, 2005).

Page 27: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

13

Sebagian besar Isopoda adalah omnivora, yang lain cenderung herbivora

dan detrivora. Isopoda memakan alga, jamur, lumut, serta, tumbuhan dan hewan

membusuk (Suwignyo dkk, 2005).

k. Nematoda

Filum Nematoda mempunyai anggota sekitar 15.000 jenis. Sebagian besar

jenis dari Nematoda hidup bebas baik di air laut, air payau, air tawar, dan tanah;

dari daerah kutub yang dingin sampai tropis; di berbagai habitat seperti padang

pasir dan laut dalam (Suwignyo dkk, 2005).

Bentuk tubuh Nematoda panjang, langsing, silindris dan pada beberapa

jenis menjadi pipih ke arah posterior. Di lihat dari arah anterior, tampak bahwa

daerah mulut dan sekitarnya adalah simetri radial atau biradial (Suwignyo dkk,

2005).

Kebanyakan Nematoda adalah karnivora dan memakan metazoa kecil,

termasuk jenis Nematoda lain. Beberapa jenis baik yang hidup di air laut maupun

air tawar adalah fitofagus, memakan Diatom, alga dan jamur. Ada pula jenis laut,

air tawar, dan teresterial yang merupakan pemakan deposit, memakan lumpur

dan memanfaatkan bakteri dan bahan organik yang terkandung dalam lumpur.

Beberapa jenis memakan sampah organik seperti kotoran hewan, bangkai dan

tumbuhan busuk.

l. Nemertina

Nemertina memiliki bentuk tubuh seperti cacing, adakalanya pipih, tidak

beruas-ruas. Warna tubuh pucat, namun juga ada yang cerah, merah, jingga,

Page 28: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

14

kuning, hijau dan bergaris-garis. Nemertina memiliki probosis, semacam belalai

yang dapat dijulurkan untuk menangkap mangsa, dan dapat ditarik ke dalam

mulut (Suwignyo dkk, 2005).

Diketahui terdapat sekitar 650 jenis Nemertina. Kebanyakan Nemertina

hidup di laut, terdapat di pantai, di bawah batu atau rumput laut, beberapa jenis

di air tawar atau tanah lembab. Beberapa hidup komensal dengan Coelenterata

dan Mollusca, dan tidak ada yang parasit.

Semua Nemertina adalah karnivora dan terutama memakan cacing

Annelida. Selain itu Nemertina juga memakan Mollusca dan Crustacea kecil baik

yang hidup maupun yang mati.

m. Oligochaeta

Di dunia terdapat lebih dari 3.100 jenis Oligochaeta. Kebanyakan terdapat

di air tawar, beberapa di laut, air payau, dan darat. Jenis akuatik umumnya

terdapat pada daerah dangkal yang kurang dari 1 meter, beberapa membuat

lubang dalam lumpur, ada pula yang membuat selubung menetap atau yang

dapat dibawa-bawa. Kebanyakan Oligochaeta laut merupakan fauna interstitial,

hidup dalam lubang, di bawah batu atau pada rumput laut. Melimpahnya jenis

Oligochaeta tertentu dapat dipakai sebagai petunjuk adanya pencemaran organik

di perairan (Suwignyo dkk, 2005).

Umumnya Oligochaeta mendapatkan makanan dengan cara menelan

substrat, dimana bahan organik yang melalui saluran pencernaan akan dicerna,

Page 29: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

15

kemudian tanah beserta sisa pencernaan dibuang melalui anus. Adakalanya

makanan itu terdiri atas alga filamen, Diatom, dan detritus.

n. Ostracoda

Ostracoda merupakan mikroorganisme yang mempunyai anggota badan

yang beruas-ruas dengan cangkangnya yang keras. Ostracoda dicirikan adanya

cangkang yang digunakan untuk menyelimuti bagian tubuh yang lunak serta

melindunginya dari gangguan fisik semasa hidupnya. Beberapa Ostracoda laut

yang hidup saat ini dapat mencapai ukuran 25 mm.

Ostracoda mendiami berbagai habitat perairan, mulai dari air tawar, air

payau, hinga air laut dengan keanekaragaman dan kelimpahan yang bervariasi.

Selain itu Ostracoda juga dapat dijumpai pada gua kapur, mata air, endapat

gambut, danau air tawar dan air asin, kolam-kolam penampungan air, kolam

ikan, hingga persawahan. Ostracoda juga dapat ditemukan pada saluran irigasi

dan genangan air yang muncul pada saat musim hujan serta air bawah

permukaan (Dewi dan Kapid, 2004).

Ostracoda bentonik dapat hidup pada permukaan atau bagian dalam

sedimen dasar, atau menempel pada tumbuh-tumbuhan dan binatang laut.

Aktivitas Ostracoda air tawar adalah berenang dalam kolom air atau beberapa

centimeter di atas permukaan sedimen dasar. Sedangkan Ostracoda laut yang

bentonik cenderung merayap dan menggali, serta pemakan sisa-sisa organisme

atau Diatom, Foraminifera, dan cacing kecil dari Polychaeta. Beberapa

diantaranya menempati jenis sedimen lumpur pasiran dan lumpur, serta alga dan

Page 30: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

16

padang lamun (Dewi dan Kapid, 2004). Bahkan menurut Meisch ( 2000), ada

beberapa hasil penelitian yang menemukan Ostracoda dalam perut ikan.

o. Polychaeta

Polychaeta dicirikan dengan tubuhnya yang beruas-ruas dimana pada

setiap ruas memiliki parapodia. Pada parapodia terdapat banyak setae yang

melekat. Kecuali kepala dan ruas terakhir, semua ruas kurang lebih sama

(Suwignyo dkk, 2005). Diketahui telah lebih dari 5.000 jenis Polychaeta

ditemukan (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Polychaeta terdapat di semua lingkungan perairan. Sebagian besar

ditemukan di laut, beberapa jenis dapat hidup dan melimpah di perairan payau,

jarang terdapat di perairan tawar dan sangat jarang di darat, serta sedikit yang

bersifat parasit (Losovskaya, 1992). Sangat banyak dijumpai pada pantai cadas,

paparan lumpur dan sangat umum ditemui di pantai pasir. Beberapa jenis hidup

di bawah batu, dalam lubang dan liang di dalam batu karang; beberapa jenis

memendam dalam lumpur, dan beberapa lagi hidup dalam tabung yang terbuat

dari berbagai bahan.

Cara makan Polychaeta bermacam-macam tergantung jenis dan kebiasan

hidupnya. Ada yang bersifat karnivora, herbivora, ominivora, pemakan detritus,

hingga pemakan endapan (Suwignyo dkk, 2005). Polychaeta makan dengan cara

menggali substrat, mencerna dan menyerap bahan organik atau bakteri dan

mengeluarkan bahan yang tidak dicerna melalui anus (Porbert, 1984).

Page 31: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

17

p. Tanaidacea

Tanaidacea memiliki karapas yang kecil, menyatu dan menutup 2 ruas

thorax yang pertama. Sekitar 350 jenis hidup di dasar laut daerah litoral. Cara

hidupnya dengan membuat selubung di dalam lubang atau celah batu (Suwignyo

dkk, 2005). Tanaidacea penyebarannya tidak merata di kepadatan populasi

meiofauna yang tinggi. Hal ini disebabkan Tanaidacea merupakan bagian

penting sebagai rantai makanan di ekosistem perairan laut. Tergantung dari

ukuran jenis dan cara hidupnya. Tanaidacea merupakan makanan dari

Polychaeta, Amphipoda, Decapoda, dan ikan (Higgins dan Thiel, 1988).

q. Turbellaria

Bentuk tubuh Turbellaria umumnya lonjong sampai panjang, pipih

dorsoventral dan tidak mempunyai ruas sejati. Tubuhnya dilindungi epidermis

bersillia dan mengandung banyak kelenjar lendir yang membantunya untuk dapat

hidup di antara butir-butir pasir yang tidak selalu terisi air. Warna tubuh biasanya

hitam, cokelat atau kelabu, tetapi beberapa jenis berwarna merah. Jenis tertentu

berwarna hijau disebabkan bersimbiosis dengan alga (Suwignyo dkk, 2005).

Turbellaria banyak dijumpai pada daerah tropis. Sebagian besar

Turbellaria hidup di dasar laut, di antara butiran pasir, lumpur, di bawah batu

karang, dan alga. Ada juga jenis yang pelagis. Turbellaria pada umumnya

bersifat fotonegatif, bersembunyi di bawah batu atau sampah pada siang hari dan

mencari makan pada malam hari. Beberapa jenis Turbellaria dapat hidup pada

lingkungan dengan kandungan oksigen rendah (Suwignyo dkk, 2005). Semua

Page 32: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

18

jenis Turbellaria adalah karnivora dan memakan berbagai macam avertebrata

kecil dan bangkai.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Meiofauna

Komposisi dan ukuran komunitas meiofauna dipengaruhi oleh kondisi

berbagai faktor ekologi yang sangat spesifik dan dalam habitat sangat spesifik

(Aryuthaka, 1991). Kondisi itu berupa sela-sela pasir dan lumpur yang susunannya

sering berubah-ubah akibat hempasan gelombang dan ombak air di daerah pasang

surut. Faktor-faktor yang sangat spesifik adalah ruang yang sempit, suhu, salinitas,

gerakan ombak, dan terbatasnya kadar oksigen dalam substrat. Selain itu, sifat

sedimen dan ketersediaan bahan makanan ikut mempengaruhi komposisi dan ukuran

komunitas meiofauna.

1. Suhu

Suhu perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting bagi

kehidupan biota perairan. Fluktuasi suhu perairan berpengaruh terhadap keberadaan

suatu biota perairan seperti penyebaran, kelimpahan, dan mortalitas (Brower dan Zar,

1977). Nybakken (1992) menjelaskan, pada perairan pesisir yang dalam memiliki

stratifikasi suhu antara bagian permukaan dan dasar, perbedaan ini akan berpengaruh

terhadap komunitas organisme penghuninya. Kenaikan suhu sebesar 10°C dapat

mengakibatkan biota perairan tertekan dan laju metabolisme meningkat 2 kali lipat

(Sidqi, 2002). Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam

air dan menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh

Page 33: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

19

mikroba. Selain itu peningkatan suhu juga dapat menyebabkan peningkatan konsumsi

oksigen oleh organisme perairan, dan akhirnya mengakibatkan penurunan kandungan

oksigen terlarut.

Suhu yang optimum untuk perkembangan meiofauna adalah 20–30ºC. Pada

kisaran suhu yang tinggi 33–50ºC, menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan

daur hidup meiofauna, dan penurunan suhu menyebabkan perpanjangan waktu

pergantian regenerasi (Heip dkk, 1985).

2. pH (Derajat keasaman)

Nilai pH perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air.

Nilai pH air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan,

serta mempengaruhi kandungan hara dan toksisitas dari unsur-unsur renik (Saeni,

1989).

Setiap biota perairan mempunyai batas toleransi terhadap pH perairan dengan

tingkat toleransi yang berbeda-beda tergantung pada suhu, oksigen terlarut, serta

adanya berbagai anion dan kation, serta jenis dan stadium organisme (Pescod, 1973).

Untuk kehidupan biota laut kisaran nilai pH yang ideal adalah 6,5–8,5 (EPA, 1986).

3. Salinitas

Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya

dengan perairan tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat

stenohaline dan euryhaline (Junardi, 2001). Biota yang mampu hidup pada kisaran

salinitas yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota

yang mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas disebut biota euryhaline. Sebaran

Page 34: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

20

salinitas di perairan dipengaruhi oleh sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran

sungai (Sidqi, 2002).

Secara umum, meiofauna dapat hidup dengan keragaman yang tinggi pada

berbagai tipe salinitas di perairan yang berbeda mulai dari perairan tawar, payau,

hingga perairan laut. Hal ini mengindikasikan bahwa keragaman meiofauna yang

tinggi di dalam komunitasnya, meiofauna memiliki keragaman kemampuan fisiologis

untuk berdaptasi terhadap berbagai tipe salinitas. Salinitas pada sedimen dapat

berfluktuasi baik secara horizontal, vertikal, siklus pasang surut, maupun pengaruh

musim (Higgins dan Thiel, 1988).

4. Sedimentasi

Kondisi yang mempengaruhi meiofauna agak berbeda dengan kondisi yang

mempengaruhi makrofauna dalam area yang sama. Sebagian besar faktor yang

mempengaruhi kelimpahan meiofauna interstitial adalah ukuran butiran sedimen.

Komposisi sedimen ditentukan dari ukuran butiran sedimen dan dapat mempengaruhi

organisme yang ada di dalamnya (Higgins dan Thiel, 1988). Ukuran butiran sedimen

penting dalam mengontrol kemampuan sedimen menahan dan mensirkulasi air dan

udara. Ketersediaan air dan oksigen dalam celah-celah sedimen diperlukan untuk

kehidupan meiofauna. Sirkulasi air melalui ruang pori sedimen penting karena

pergerakan air ini dapat memperbaharui suplai oksigen dan suplai makanan serta

dapat mencegah kondisi kekeringan bagi meiofauna (Nybakken, 1992).

Sirkulasi air berlangsung dengan baik pada sedimen berbutir kasar dan

berkurang pada sedimen berbutir halus. Semakin besar ukuran butir sedimen maka

Page 35: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

21

ruang-ruang interstitial yang tersedia di dalam sedimen semakin besar. Oleh sebab

itu, organisme yang menempati ruang interstitial yang dapat mendiami area tersebut

besar. Sebaliknya, ukuran butir sedimen yang lebih halus, ketersediaan ruang

interstitialnya lebih sedikit dan organisme yang mendiami area tersebut lebih kecil.

Dengan demikian, ukuran butir sedimen penting di dalam menentukan komposisi dan

kelimpahan meiofauna (Funch, 2002).

5. Total Organic Matter (TOM)

Bahan organik dalam ekosistem perairan terbentuk karena adanya proses

anabolisme unsur hara oleh organisme primer dengan bantuan energi matahari, lalu

diikuti proses kehidupan organisme sekunder, dan adanya masukan bahan organik

dari ekosistem lainnya (Jorgensen, 1980). Peningkatan kandungan bahan organik

sering diikuti oleh peningkatan unsur hara, bentuk-bentuk koloni fitoplankton lebih

melimpah, dan karena kegiatan biologi lebih intensif maka hasil dekomposisi berupa

detritus organik dan bakteri juga tersedia (Masyamsir, 1996).

Proses peningkatan bahan organik dan unsur hara pada batas-batas tertentu

akan meningkatkan produktivitas organisme perairan. Namun apabila masukan

tersebut melebihi kemampuan organisme perairan untuk memanfaatkannya, akan

timbul permasalahan yang serius, seperti tingginya tingkat kekeruhan perairan

(Masyamsir, 1996). Menurut Soeriatmadja (1981), peningkatan bahan organik yang

berlebih akan berdampak kepada meningkatnya unsur kimia yang berlebihan,

menurunnya pH dan oksigen terlarut, serta peningkatan aktivitas biologi yaitu proses

Page 36: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

22

dekomposisi yang menyebabkan peningkatan suhu dan terjadinya perubahan-

perubahan pada struktur dan kelimpahan organisme perairan.

Menurut Wood (1987), terdapat hubungan antara kandungan bahan organik

dan ukuran partikel sedimen. Sedimen yang halus, persentase bahan organik lebih

tinggi daripada sedimen yang kasar, hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan

yang tenang, sehingga memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti

akumulasi bahan organik ke dasar perairan. Pada sedimen yang kasar, kandungan

bahan organiknya lebih rendah karena partikel yang lebih halus tidak mengendap

akibat adanya faktor arus.

Bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber bahan

makanan bagi organisme bentik, sehingga jumlah dan laju pertambahannya dalam

sedimen mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi organisme dasar.

Sedimen yang kaya akan bahan organik sering didukung oleh melimpahnya fauna

yang didominasi oleh organisme pemakan deposit (Wood, 1987).

D. Distribusi Meiofauna

Tempat hidup meiofauna terdapat pada air laut, dari mulai batas pasang surut

pantai sampai pada bagian terdalam dari laut. Segala bentuk sedimen dari mulai

lumpur yang paling halus hingga kerikil yang paling kasar. Meiofauna juga

menempati beberapa centimeter di atas sedimen yang mencakup tumbuh-tumbuhan

paku, lumut, makroalga, laut beku dan berbagai bagian dari binatang.

Page 37: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

23

Dalam setiap komunitas, tidak ada jenis yang terisolasi, tetapi berinteraksi

dengan jenis yang lain pada daerah yang sama (Suyatna dkk, 2000). Interaksi itu juga

penting dalam menduga komposisi suatu komunitas. Faktor-faktor yang penting

dalam menentukan struktur jenis komunitas meiofauna adalah pemangsaan. Baik

predator invertebrata maupun vertebrata memangsa organisme meiofauna. Aktivitas

pemangsaan dapat menyebabkan hilangnya meiofauna dari suatu daerah yang sempit

dan menyebabkan gangguan yang dapat diikuti oleh suatu rangkaian pembentukan

kembali suatu koloni. Hal ini menyebabkan terjadinya distribusi yang tidak merata di

daerah dasar (Giere, 1975).

Keanekaragaman dapat dilihat dari kekayaan jenis dalam komunitas,

sedangkan ukuran populasi dapat diketahui dari jumlah individu di dalam jenis

meiofauna. Salah satu petunjuk yang dapat dipakai untuk menilai kekayaan individu

di dalam populasi yaitu dengan melihat kerapatan di dalam suatu ruang (Suyatna dkk,

2000).

Gourbault dan Mornant (1990), menyatakan bahwa komposisi meiofauna

bervariasi baik secara vertikal maupun horizontal dalam substrat. Faktor yang

membentuk zonasi ini adalah perbedaan ukuran butiran dan faktor-faktor fisika-kimia

terutama oksigen, suhu dan salinitas. Pola khas komunitas meiofauna berhubungan

dengan faktor fisika-kimia tersebut.

Kebanyakan meiofauna terbatas pada strata-strata atau lapisan paling atas,

biasanya pada lapisan atas setebal 5 cm. Dalam penelitiannya di Eropa, Holme dan

Page 38: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

24

Mc Intyre (1971), melaporkan antara 80% - 90% dari Nematoda, Copepoda dan

Ostracoda terdapat pada lapisan ini.

Perubahan komunitas meiofauna ditandai dengan adanya perubahan pada

indeks keanekaragaman meiofaunanya. Perubahan indeks keanekaragaman akan

terjadi bila perairan menerima masukan bahan organik dan anorganik yang cukup

tinggi. Nilai indeks keanekaragaman meiofauna dapat digunakan untuk mengetahui

tingkat pencemaran suatu perairan (Suyatna dkk, 2000).

E. Peranan Meiofauna

Meiofauna di dalam ekosistem laut memiliki peranan yang sangat penting

yaitu sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus materi

dari alga sampai konsumen tingkat tinggi. Meiofauna mampu memanfaatkan detritus

dan bahan organik lain yang terkubur dan terjebak di sela-sela butiran pasir dan

lumpur, kemudian meiofauna tersebut dimanfaatkan oleh konsumen terdekat yaitu

fauna makrobentik (Montogna dkk, 1989). Menurut Suyatna dkk (2000), pada

komunitas meiofauna itu sendiri terdapat suatu mekanisme pengaturan melalui

berbagai pola interaksi sebagai akibat hidup dalam habitat dan sumberdaya yang

sama. Bentuk interaksi yang terjadi dapat berupa kompetisi, predasi dan sebagainya.

Meiofauna mempunyai kepekaan terhadap perubahan lingkungannya,

sehingga meiofauna sering digunakan sebagai indikator dalam menyatakan

kelimpahan bahan organik. Respon komunitas meiofauna terhadap perubahan

lingkungan digunakan untuk menduga pengaruh dari berbagai kegiatan, seperti

Page 39: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

25

industri, perminyakan, perikanan tambak, pertanian, dan tata guna lahan yang akan

mempengaruhi badan air. Masukan bahan organik, perubahan substrat dan bahan

kimia beracun dapat mempengaruhi komunitas meiofauna (APHA, 1989).

Page 40: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada ekosistem pesisir pantai di dua lokasi

yaitu, Pantai Wori, Sulawesi Utara pada tanggal 28 Juli – 3 Agustus 2006 (Gambar

lampiran 1) dan Teluk Kuta, Lombok, Nusa Tenggrara Barat pada tanggal 15–22

Agustus 2006) (Gambar lampiran 2). Penelitian ini merupakan bagian kegiatan

program penelitian COREMAP P2O LIPI.

Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode line transect. Tiap

lokasi terdiri dari 3 stasiun, dimana setiap stasiun terdiri dari 3–5 Titik sampling

mulai dari pantai ke arah tubir dengan 2 kali pengulangan (Gambar 1). Pada setiap

lokasi sampling juga diambil contoh meiofauna pada masing-masing kedalaman

sedimen yang berbeda yaitu 0-2 cm, 2-4 cm, 4-6 cm, 6-8 cm, dan 8-10 cm dengan

asumsi bahwa meiofauna hanya dapat terdistribusi baik di kedalaman tidak lebih dari

10 cm. Meiofauna hanya terbatas pada strata-strata lapisan paling atas, biasanya pada

lapisan 5–10 cm (Meadows dkk, 1994). Pengambilan sampel meiofauna juga

dilakukan secara horizontal mulai dari tepi hingga tubir dengan jarak 100 cm per titik

sampling.

Analisis sampel dan identifikasi dilakukan di P2O LIPI dan COREMAP LIPI.

Waktu identifikasi dilakukan mulai Agustus 2006 – Maret 2007.

Page 41: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

27

Gambar 1. Titik pengambilan sampel (Titoyo, 2009).

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :

1. Termometer

2. Refraktometer

3. pH meter

4. Tabung suntik (50 mL)

5. Botol sampel

6. Kape

7. Kertas kalkir

Page 42: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

28

8. Label dan tabulasi data

9. Saringan dengan mata saring 32 µm

10. Gelas ukur 2 liter

11. Mikroskop perbesaran rendah

12. Mikroskop perbesaran tinggi

13. Cawan petri

14. Object glass

15. O ring needle

16. Pinset

Bahan yang digunakan :

1. Rose Bengal

2. Formalin 10%

3. Gliserol

C. Cara kerja

1. Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan meliputi suhu, pH, salinitas, grain size

(ukuran fraksi sedimen), dan total bahan organik (TOM).

Suhu diukur dengan menggunakan termometer dengan cara memasukan

termometer ke perairan, didiamkan beberapa saat hingga raksa stabil lalu dibaca pada

batas skala raksa. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Cara

kerjanya dengan memasukan elektroda yang terdapat pada pH meter lalu diamkan

Page 43: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

29

hingga angkanya stabil. Salinitas diukur dengan menggunakan Refraktometer. Cara

kerjanya dengan meneteskan air laut pada elektroda refraktometer, dan dibaca

skalanya. Pengukuran suhu, pH dan salinitas air dilakukan sebelum pengamatan

lapangan, sedangkan pengumpulan data sedimen dilakukan bersamaan dengan

pengambilan sampel Meiofauna.

Analisis TOM sedimen bertujuan untuk mengetahui kandungan total bahan

organic yang terdapat pada sedimen. Cara kerja untuk analisis TOM adalah sebagai

berikut :

a. Timbang cawan kosong guna mengetahui berat dari cawan.

b. Masukkan sampel sedimen ke dalam cawan.

c. Cawan yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 600

d. Dinginkan sampel dengan silika gel, kemudian ditimbang untuk mendapatkan

nilai berat kering sampel.

C

selama 24 jam.

e. Masukkan ke pengabuan dengan suhu 6.000 0

f. Timbang kembali dan hasilnya dikurangi dengan berat cawan untuk

mendapatkan nilai berat pengabuan. Selanjutnya hitung persentase berat

persentase TOM dengan rumus :

C selama 4 jam, lalu dinginkan

kembali dengan silika gel.

𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 (%) =𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑘𝑘𝐵𝐵𝐵𝐵𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑠𝑠𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝐵𝐵𝑠𝑠 − 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝐵𝐵𝑎𝑎𝐵𝐵𝑠𝑠𝑎𝑎ℎ 𝑠𝑠𝐵𝐵𝑘𝑘𝑘𝑘𝑎𝑎𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎𝑘𝑘

𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑘𝑘𝐵𝐵𝐵𝐵𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑠𝑠𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝐵𝐵𝑠𝑠× 100%

Page 44: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

30

Analisis fraksi sedimen (grain size) dan TOM sedimen dilakukan di P2O

LIPI. Analisis ukuran fraksi sedimen ditujukan untuk mengetahui komposisi sedimen.

Cara kerja untuk analisis fraksi sedimen adalah sebagai berikut:

a. Sampel dikeringkan menggunakan oven 70°C selama 24 jam.

b. Sampel disaring menggunakan saringan bertingkat.

c. Timbang sampel yang sudah disaring dari mulai ukuran 8-0,063 mm.

d. Substrat yang telah diketahui persentasenya tersebut selanjutnya dianalisis dan

ditentukan tipe substrat berdasarkan Segitiga Millar (Gambar 2) (Brower dan

Zar, 1977).

Gambar 2. Segitiga Millar (Brower dan Zar, 1977).

Page 45: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

31

2. Parameter Biologi

Sampling meiofauna dilakukan dengan menggunakan tabung suntik ukuran 50

mL yang dibenamkan ke dalam substrat. Pada saat menekan tabung suntik ke dalam

sedimen, karet pistonnya diusahakan sedekat mungkin dengan permukaan substrat

guna mencegah pengadukan sampel akibat tekanan tabung suntik.

Sampel sedimen di dalam tabung suntik dipotong melintang sepanjang tabung

suntik menjadi 5 segmen dengan ketebalan 2 cm. Pemotongan ini untuk mengetahui

distribusi vertikal meiofauna. Selanjutnya, setiap segmen tersebut dimasukkan ke

dalam botol sampel yang berisi formalin yang telah dicampur dengan pewarna rose

Bengal dan air. Kemudian botol sampel diberi label berdasarkan lokasi sampling,

stasiun sampling, titik sampling, ulangan sampling, dan lapisan sampel.

Identifikasi sampel dilakukan di COREMAP LIPI, untuk mengetahui taksa

dan jumlah meiofauna yang ditemukan. Tahapan untuk mengidentifikasi meiofauna

adalah sebagai berikut :

a. Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 2 liter yang berisi air tawar lalu

diaduk memutar.

b. Setelah butiran pasir kasar mengendap maka air dan material yang masih

tersuspensi kemudian disaring dengan mata saring 32 µm.

c. Sampel yang tersaring dipindah ke dalam cawan petri.

d. Cawan petri diletakkan di bawah mikroskop perbesaran rendah untuk

dilakukan penyortiran.

Page 46: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

32

e. Sampel meiofauna yang dijumpai dipindahkan ke dalam object glass dengan

munggunakan O ring needle untuk kemudian dilakukan identifikasi dan

penghitungan.

f. Identifikasi dilakukan menggunakan mikroskop identifikasi dengan

perbesaran 40x.

g. Buku identifikasi yang digunakan adalah Introduction to the study of

meiofauna (Higgins dan Thiel, 1988) dan Meiobenthology the microscopic

fauna in aquatic sediments (Giere, 1975).

h. Setelah dihitung sampel dimasukkan ke dalam botol sampel yang diisi larutan

gliserol, dan diberi label untuk digunakan penelitian lebih lanjut.

D. Analisis Data

1. Keanekaragaman (H’)

Keanekaragaman jenis digunakan untuk mengetahui keanekaragaman hayati

biota yang akan diteliti. Bila nilai indeks semakin tinggi, berarti komunitas biota

perairan itu makin beragam dan tidak hanya didominasi oleh satu atau dua taksa saja

(Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Keanekaragaman jenis ditentukan dengan Indeks Shannon–Wiener yang

persamaannya adalah sebagai berikut (Krebs, 1972) :

H’ = - Ʃ pi ln pi

Keterangan :

H’ = Indeks Shannon – Wiener

Page 47: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

33

pi = ni / N

ni = Jumlah individu pada taksa ke-i

N = Jumlah individu seluruh taksa

S = Jumlah taksa

Dimana Jika :

H’<1, maka komunitas dalam kondisi tidak stabil.

1<H’<3, maka komunitas dalam kondisi moderat.

H’>3, maka komunitas dalam kondisi baik.

2. Uji Hutchinson

Uji ini digunakan untuk membandingkan indeks keanekaragaman dari satu

komunitas (H1) dengan indeks keanekaragaman dari komunitas yang lain (H2) atau

(H3

Dimana derajat bebas (db) dihitung dengan tahapan persamaan sebagai

berikut :

𝑠𝑠𝑘𝑘 =𝑘𝑘𝑘𝑘𝑁𝑁

). Uji ini menggunakan “uji t” dengan peluang 95 % (α = 0,05). Rumus–rumus uji

Hutchinson yang digunakan berdasarkan Magurran (1988), adalah sebagai berikut:

𝐻𝐻′ =𝐻𝐻′1 − 𝐻𝐻′2

�𝑉𝑉𝑎𝑎𝐵𝐵𝐻𝐻′1 + 𝑉𝑉𝑎𝑎𝐵𝐵𝐻𝐻′2

H’ = - Ʃ pi ln pi

𝑉𝑉𝑎𝑎𝐵𝐵𝐻𝐻′ =∑𝑠𝑠𝑘𝑘(ln𝑠𝑠𝑘𝑘)2 − (∑𝑠𝑠𝑘𝑘 ln𝑠𝑠𝑘𝑘)2

𝑁𝑁−𝑆𝑆 − 12𝑁𝑁2

Page 48: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

34

𝑑𝑑𝑝𝑝 =(𝑉𝑉𝑎𝑎𝐵𝐵 𝐻𝐻′

1 + 𝑉𝑉𝑎𝑎𝐵𝐵 𝐻𝐻′2)2

(𝑉𝑉𝑎𝑎𝐵𝐵 𝐻𝐻′1)2

𝑁𝑁1+ (𝑉𝑉𝑎𝑎𝐵𝐵 𝐻𝐻′

2)2

𝑁𝑁2

Keterangan :

N = Jumlah total individu seluruh taksa pada plot sampling

ni = Jumlah taksa ke-i

S = Jumlah taksa

H’ = Penduga keragaman populasi

Hipotesis :

1. thit > t0,05 (db), maka, H1 ≠ H2

2. t

, tolak Ho, ada perbedaan

hit < t0,05 (db), maka H1 = H2

, terima Ho, tidak ada perbedaan

3. Kemerataan (E)

Kemerataan digunakan untuk mengetahui pola penyebaran individu tiap taksa,

apakah merata atau tidak. Rumus Indeks Kemerataan ditentukan dengan Indeks

Evenness dengan persamaan sebagai berikut (Krebs, 1972) :

𝐸𝐸 =𝐻𝐻′

𝐻𝐻′𝑠𝑠𝑎𝑎𝑚𝑚

Keterangan :

E = Indeks kemerataan Evenness

H’ = Indeks keanekaragaman Shanon & Wiener

H maks = Keragaman maksimum (ln S)

S = Banyaknya taksa

Page 49: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

35

Bila nilai indeks kemerataan tinggi, ini menandakan bahwa kandungan setiap

taksa tidak mengalami perbedaan. Nilai indeks kemerataan berkisar antara 0 sampai

1. Indeks kemerataan mendekati 0 berarti penyebaran jumlah individu tiap taksa tidak

sama dan dalam ekosistem tersebut ada kecenderungan terjadi dominansi jenis. Bila

indeks kemerataan mendekati nilai 1 menunjukkan bahwa ekosistem tersebut dalam

kondisi yang relatif mantap yaitu jumlah individu tiap taksa relatif sama (Brower dan

Zar, 1977).

4. Dominansi (D)

Ada tidaknya dominansi dari suatu taksa tertentu ditentukan dengan indeks

Simpson, persamaannya adalah sebagai berikut (Fachrul, 2007) :

D = Ʃ (pi)

Keterangan :

2

D = Indeks dominansi

Pi = ni/N

ni = Jumlah individu dari taksa ke-i

N = Jumlah keseluruhan dari individu

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 hingga 1. Jika indeks dominansi

mendekati 0 berarti hampir tidak ada taksa yang mendominansi dan biasanya diikuti

dengan indeks kemerataan yang besar. Apabila indeks dominansi mendekati 1 berarti

ada salah satu taksa yang mendominansi dan diikuti dengan nilai kemerataan yang

semakin kecil (Odum, 1971).

Page 50: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

36

5. Indeks Kesamaan Taksa (IS)

Indeks Kesamaan taksa merupakan suatu koefisien untuk mengetahui

kesamaan taksa meiofauna di dua daerah yang berbeda dilakukan dengan

menggunakan perhitungan indeks kesamaan jenis Sorensen (Fachrul, 2007), dengan

rumus :

𝐼𝐼𝑆𝑆 =2𝐶𝐶

𝐴𝐴 + 𝐵𝐵× 100%

Keterangan :

IS = Indeks kesamaan taksa Sorensen

A = Jumlah taksa di daerah 1

B = Jumlah taksa di daerah 2

C = Jumlah taksa yang sama di kedua daerah 1 dan 2

Penilaian indeks kesamaan dalam penelitian ini ditentukan dengan :

Jika IS < 50% maka dinyatakan berbeda

Jika IS > 50% maka dinyatakan sama

6. Uji F

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kelimpahan distribusi meiofauna

antar kedalaman (vertikal), antar titik sampling (horizontal), dan antar lokasi

sampling diuji dengan uji F. Pada uji ini, termasuk untuk distribusi horizontalnya

menggunakan jumlah variabel yang sama, sehingga masing-masing lokasi teridri dari

3 titik. Di Pantai Wori variabel yang digunakan adalah titik 1 (dekat garis pantai),

titik 2 (tengah), dan titik 3 (dekat tubir); sementara itu di Teluk Kuta, variabel yang

Page 51: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

37

digunakan adalah pada titik pengamatan 1, titik 3, dan titik 5, Hal ini dengan asumsi

bahwa titik 1 merupakan daerah yang dekat dengan garis pantai, titik 3 daerah tengah,

dan titik 5 daerah yang dekat tubir.

Penggunaan analisis uji F dilandasi atas dasar terdapatnya perlakuan-

perlakuan yang umumnya mempunyai kepentingan yang sama (Gaspersz, 1995).

Apabila diketahui adanya variabel yang memiliki perbedaan signifikan maka

digunakan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT). Analisis ini dilakukan

menggunakan program “Statistic Programme for Scientific and Social science”

(SPSS) versi 16 for Windows

Dengan hipotesis :

H0

H

= 0 : Rata-rata populasi adalah identik.

1

≠ 0 : Rata-rata populasi adalah tidak identik.

Page 52: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Faktor Lingkungan

Parameter lingkungan baik langsung ataupun tidak langsung dapat

mempengaruhi kehidupan organisme perairan termasuk meiofauna. Parameter

lingkungan yang diamati selama selama penelitian diantaranya suhu, pH, dan

salinitas.

Tabel 1. Data parameter lingkungan di dua lokasi pengamatan.

Lokasi Suhu (ºC) pH Salinitas (0/00)

Pantai Wori 29 – 32 7,90 – 8,47 28 – 30

Teluk Kuta 28 8,65 – 8,93 30 – 34

1. Suhu

Berdasarkan pengukuran suhu di Pantai Wori dan Teluk Kuta suhu bervariasi

antara 29-32°C (Tabel 1). Kisaran suhu tersebut merupakan kisaran suhu normal

untuk perairan daerah tropis seperti Indonesia. Suhu alami air laut berkisar antara 30-

33°C (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Suhu di permukaan relatif sama dengan

suhu di dasar perairan, hal ini disebabkan lokasi sampling berada di perairan dangkal.

Perubahan suhu dapat menyebabkan perubahan kelimpahan meiofauna. Suhu

yang optimum untuk perkembangan meiofauna adalah 20-30ºC (Heip dkk, 1985).

Melihat dari kisaran suhu tersebut maka bisa dikatakan bahwa Teluk Kuta memiliki

Page 53: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

39

suhu perairan yang masih dapat mendukung kelangsungan hidup meiofauna.

Sementara itu Pantai Wori justru memiliki kisaran suhu yang sedikit lebih tinggi dari

batas optimum kehidupan meiofauna. Suhu air merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan

organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan

mempercepat perkembangbiakan organisme perairan. Peningkatan suhu juga dapat

mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme perairan.

Hewan yang hidup di zona pasang surut dan sering mengalami kekeringan umumnya

mempunyai daya tahan yang besar terhadap perubahan suhu (Nontji, 2002).

Suhu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), waktu dalam hari,

sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Effendi,

2003). Adanya perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan

biologi perairan.

2. pH

Berdasarkan hasil pengukuran, pH di kedua lokasi cenderung bersifat basa.

Dimana pH pada Pantai Wori 7,90–8,47 sementara pH pada Teluk Kuta 8,65–8,93

(Tabel 1). Menurut EPA (1986), biota laut memiliki kisaran pH ideal 6,5 sampai 8,5.

Ini artinya nilai pH baik yang terdapat di Pantai Wori maupun Teluk Kuta bisa

dikatakan berada dalam keadaan yang masih dapat mendukung kelangsungan hidup

meiofauna di daerah tersebut. Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan

suatu perairan. pH air laut cenderung berada dalam keseimbangan karena ekosistem

air laut mempunyai kapasitas penyangga yang mampu mempertahankan nilai pH.

Page 54: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

40

Menurut Odum (1971), air laut merupakan sistem penyangga yang sangat luas

dengan pH relatif stabil sebesar 7 hingga 8,5. Derajat keasaman merupakan faktor

yang penting karena perubahan pH dapat mempengaruhi fungsi fisiologis khususnya

yang berhubungan dengan respirasi (Arfiati dkk, 1999). Toleransi organisme air

terhadap pH bervariasi, hal ini tergantung pada suhu air, oksigen terlarut, dan adanya

berbagai anion dan kation serta jenis dan stadium organisme (Ardi, 2002).

3. Salinitas

Kadar salinitas di Pantai Wori berkisar 28–30 0/00 sementara pada Teluk Kuta

memiliki kadar salinitas 32–34 0/00

Di perairan Wori terdapat sungai kecil yang mengalir ke pantai dan sampling

dilakukan pada saat air laut surut sehingga pengaruh air tawar yang masuk ke pantai

menyebabkan salinitas turun. Sementara itu, di Kuta tidak terdapat sungai yang

mengalir ke Teluk Kuta sehingga salinitas menjadi relatif lebih tinggi dibanding

Pantai Wori. Variasi salinitas pada masing-masing lokasi terjadi karena adanya gerak

pasang surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolom air hingga terjadi

pertukaran air secara vertikal. Di permukaan, air cenderung mengalir keluar

(Tabel 1). Daerah pesisir seperti Pantai Wori dan

Teluk Kuta dimana daerah tersebut dapat terendam pada saat pasang tertinggi dan

muncul ke permukaan pada saat surut terendah, sangat memungkinkan memiliki

kadar salinitas yang tinggi sebagai akibat dari penguapan maupun suhu yang tinggi.

Menurut Giere (1975), salinitas di sedimen dapat meningkat tajam hingga mencapai

kondisi hipersalin sebagai akibat dari penguapan yang tinggi di musim panas ketika

air laut sedang surut dan panas yang cukup tinggi.

Page 55: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

41

sedangkan air laut merayap masuk dari bawah. Akibatnya antara keduanya terjadi

percampuran. Menurut Nontji (2002), sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti, pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai.

4. Komposisi butiran (Grain Size) dan Total Organic Matter (TOM) sedimen

Jenis substrat sangat berkaitan dengan kandungan oksigen, sirkulasi air dan

ketersediaan nutrien dalam sedimen. Komposisi butiran sedimen di Pantai Wori

didominasi oleh pasir, oleh karena itu bisa dikatakan secara keseluruhan substrat di

Pantai Wori berpasir (Tabel 2). Komposisi pasir bisa terbentuk dari pecahan batuan

dan sisa-sisa biota yang telah mati. Meiofauna dapat hidup pada substrat berpasir

karena substrat berpasir memiliki rongga-rongga yang dapat dilalui oleh air yang

memiliki kandungan oksigen. Meiofauna membutuhkan kehadiran air di ruang antar

butiran pasir untuk dapat hidup. Sedimen berpasir memiliki kandungan oksigen

relatif lebih besar dibandingkan sedimen yang halus, karena pada sedimen berpasir

terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih intensif

dengan air di atasnya, tetapi kendalanya pada sedimen berpasir tidak terlalu banyak

terdapat bahan organik (Wood, 1987).

Tabel 2. Komposisi sedimen dan TOM di Pantai Wori, Sulawesi Utara dan Teluk Kuta, Lombok.

Lokasi Komposisi sedimen (%)

Kelas Tekstur TOM (%) Pasir Debu Liat

(8-0,25 mm) (0,125 mm) (<0,063 mm) Pantai Wori 88,61 3,55 7,84 Pasir 6,85 Teluk Kuta 85,75 3,99 10,25 Pasir berlempung 65,7

Page 56: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

42

Di Teluk Kuta secara keseluruhan jenis sedimennya adalah pasir berlempung.

Nilai kandungan bahan organik juga relatif lebih besar jika dibandingkan dengan

Pantai Wori. Tingginya bahan organik di Teluk Kuta disebabkan karena banyaknya

sisa-sisa biota seperti hewan, serasah dari lamun dan alga yang telah mati kemudian

terendapkan. Pada sedimen yang halus, walaupun oksigen sangat terbatas tetapi

kandungan bahan organik tersedia dalam jumlah yang banyak (Wood, 1987).

Menurut Susetiono (1999), banyaknya partikel halus dan TOM di Teluk Kuta

menunjukkan bahwa lingkungan tersebut mempunyai tingkat turbulensi yang rendah.

Rendahnya turbulensi bisa dikarenakan daerah tersebut cenderung terlindungi atau

juga karena rapatnya tutupan lamun di daerah tersebut.

B. Keanekaragaman Taksa (H’), Kemerataan (E), dan Dominansi (D) Meiofauna

1. Keanekeragaman taksa, kemerataan, dan dominansi meiofauna secara vertikal di Pantai Wori dan Teluk Kuta

Di Pantai Wori keanekaragaman taksa tertinggi meiofauna dapat dijumpai

pada kedalaman sedimen 0-2 cm yaitu sebesar 1,63 dan semakin ke dalam indeks

keanekaragaman cenderung lebih bervariasi, meskipun kisaran variasi yang terjadi

tidak terlalu signifikan berbeda (Tabel 3). Keanekaragaman terendah terjadi pada

kedalaman 2-4 cm dengan indeks keanekaragamanannya yang hanya 1,32. Jika

mengacu kepada ketetapan Shannon-Wiener, maka dapat dikatakan bahwa di Pantai

Wori komunitas meiofauna pada setiap kedalaman berada dalam kondisi yang

Page 57: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

43

moderat. Menurut Shannon-Wiener nilai keanekaragaman antara 1<H’<3

menggambarkan kondisi lingkungan yang moderat (Krebs, 1972).

Tabel 3. Nilai keanekaragaman taksa (H’), kemeratan (E), dan dominansi (D) berdasarkan kedalaman sedimen di Pantai Wori, Sulawesi Utara.

Kedalaman Sedimen H’ E D

0-2 cm 1,63 0,68 0,28 2-4 cm 1,32 0,60 0,40 4-6 cm 1,45 0,69 0,34 6-8 cm 1,39 0,67 0,38 8-10 cm 1,54 0,67 0,31

Pada Teluk Kuta keanekaragaman taksa meiofauna yang dijumpai semakin

dalam sedimen keanekaragaman taksanya semakin rendah (Tabel 4). Indeks

keanekaragaman taksa meiofauna di teluk Kuta berkisar dari 0,99–1,49 dan tergolong

moderat.

Tabel 4. Nilai keanekaragaman taksa (H’), kemeratan (E), dan dominansi (D) berdasarkan kedalaman sedimen di Teluk Kuta, Lombok NTB.

Kedalaman Sedimen H’ E D

0-2 cm 1,49 0,51 0,32 2-4 cm 1,17 0,53 0,46 4-6 cm 1,07 0,59 0,47 6-8 cm 0,99 0,43 0,57 8-10 cm 0,99 0,43 0,56

Melalui uji Hutchinson (Lampiran 5) dan (Lampiran 6) pada masing-masing

lokasi yang dibandingkan dapat dijelaskan bahwa pada setiap lapisan kedalaman

sedimen yang disampling tidak memiliki perbedaan komunitas meiofauna yang

bermakna (thit > t tabel0,05) baik itu di Pantai Wori maupun di Teluk Kuta. Hasil ini

Page 58: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

44

mengartikan bahwa nilai indeks keanekaragaman pada setiap kedalaman sedimen

antara kedua lokasi adalah relatif sama, sehingga tingkat kestabilan komunitas

meiofauna relatif sama.

Di Pantai Wori, nilai dominansi pada setiap kedalaman relatif rendah, yaitu

berkisar antara 0,28-0,4. Sementara nilai kemerataan pada setiap lapisan ke dalam

berkisar antara 0,6-0,69. Hal ini berarti bahwa di setiap lapisan kedalaman di Pantai

Wori tidak ada taksa meiofauna yang dominan dan semua taksa meiofauna

mempunyai variasi jumlah individu setiap taksa relatif merata.

Kemerataan pada masing-masing lapisan kedalaman di Teluk Kuta relatif

rendah, yaitu berkisar antara 0,43-0,59. Kemerataan terendah terjadi pada kedalaman

6–10 cm. Sementara itu nilai dominansi berkisar antara 0,32-0,57, dimana dominansi

terendah terjadi pada kedalaman 0–2 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa pada

kedalaman 0–2 cm tidak dijumpai adanya taksa yang mendominansi terhadap taksa

lainnya, dengan kata lain dapat diartikan bahwa struktur komunitas pada kedalaman

tersebut relatif stabil. Dominansi mulai terjadi pada kedalaman 6 cm hingga 10 cm.

Tetapi jika dicermati tingkat dominansinya yang hanya 0,57 (6-8 cm) dan 0,56 (8-10

cm), maka bisa dikatakan bahwa dominansi meiofauna yang terjadi pada kedua

lapisan substrat ini tidak begitu signifikan. Jika indeks dominansi semakin mendekati

1 berarti dilokasi tersebut terjadi dominansi biasanya diikuti dengan menurunnya

indeks kemerataan (Fachrul, 2007).

Page 59: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

45

2. Keanekaragaman taksa, kemerataan, dan dominansi meiofauna secara horizontal di Pantai Wori dan Teluk Kuta

Bila ditinjau secara horizontal keanekaragaman meiofauna di Pantai Wori

semakin ke arah tubir semakin meningkat. Tingkat keanekaragaman di Pantai Wori

ini berkisar antara 1,35–1,62 (Tabel 5). Keanekaragaman terendah terdapat pada Titik

1 yang merupakan daerah pesisir yaitu 1,35 dan semakin ke tengah hingga mendekati

tubir (Titik 3) keanekaragamannya cenderung semakin meningkat, hingga akhirnya

keanekaragaman tertinggi terjadi pada Titik 3 yang merupakan daerah yang terdekat

dengan tubir dengan nilai keanekaragaman meiofauna sebesar 1,62.

Tabel 5. Nilai keanekaragaman taksa (H’), kemeratan (E), dan dominansi (D) berdasarkan sebaran horizontal meiofauna di Pantai Wori, Sulawesi Utara.

Titik Sampling H' E D

1 1,35 0,59 0,38 2 1,49 0,63 0,34 3 1,62 0,68 0,29

Keanekaragaman meiofauna di Teluk Kuta berdasarkan sebaran horizontalnya

cenderung lebih bervariasi meskipun tergolong lebih rendah jika dibandingkan

dengan Pantai Wori. Keanekaragaman terendah terdapat pada Titik 2 yaitu 1,14

sedangkan keanekaragaman tertinggi terdapat pada Titik 5 yang merupakan daerah

terdekat dengan tubir. Titik 5 memiliki indeks keanekaragaman hingga 1,42 (Tabel

6). Jika mengacu kepada indeks Shannon-Weaner, maka bisa dikatakan

keanekaragaman meiofauna secara horizontal baik di Pantai Wori maupun Teluk

Page 60: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

46

Kuta cenderung moderat. Menurut Shannon-Wiener nilai keanekaragaman antara

1<H’<3 menggambarkan kondisi lingkungan yang moderat (Krebs, 1972).

Tabel 6. Nilai keanekaragaman taksa (H’), kemeratan (E), dan dominansi (D) berdasakan sebaran horizontal meiofauna di Teluk Kuta, Lombok NTB.

Titik Sampling H' E D 1 1,16 0,48 0,48 2 1,14 0,41 0,53 3 1,26 0,53 0,39 4 1,26 0,55 0,37 5 1,42 0,62 0,32

Melalui uji Hutchinson (Lampiran 7) dan (Lampiran 8), antar titik

pengamatan dikedua lokasi dapat ditarik kesimpulan bahwa antar titik pengamatan

cenderung tidak memiliki perbedaan komunitas (thit > t tabel0,05

Kemerataan meiofauna di Pantai Wori semakin meningkat dengan semakin

dekatnya ke arah tubir. Kemerataan meiofauna terendah terdapat pada Titik 1, yaitu

0,59, sementara kemerataan tertinggi terjadi pada Titik 3, yaitu 0,68 (Tabel 5).

Semakin ke arah tubir ekosistem tersebut cenderung dalam kondisi yang semakin

relatif mantap dengan jumlah individu tiap jenis relatif sama (Brower dan Zar, 1977).

Hal sebaliknya justru terjadi bila ditinjau dari tingkat dominansinya, dimana

dominansi justru lebih tinggi pada Titik 1 dan semakin kearah tubir (Titik 3) tingkat

dominansi semakin mengalami penurunan. Menurut Fachrul (2007), bila indeks

). Dengan kata lain

kestabilan komunitas meiofauna di antara titik pengamatan baik di Pantai Wori

maupun Teluk Kuta relatif tidak begitu berbeda.

Page 61: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

47

dominansi mendekati 0 berarti hampir tidak ada jenis yang mendominansi dan

biasanya diikuti dengan indeks kemerataan yang besar.

Secara horizontal Teluk Kuta memiliki tingkat kemerataan dan dominansi

meiofauna yang lebih bervariasi. Titik 1 dan Titik 2 merupakan daerah yang

penyebaran meiofaunanya kurang merata. Hal ini tergambar dari tingkat

kemerataannya yang relatif rendah, dimana pada Titik 1 kemerataannya hanya 0,48

dan Titik 2 hanya 0,41 (Tabel 6). Bahkan rendahnya kemerataan meiofauna pada

Titik 2 ini mengakibatkan terjadinya dominansi pada titik ini, sekaligus menjadikan

Titik 2 ini sebagai daerah yang memiliki tingkat dominansi yang tertinggi di Teluk

Kuta. Dimana pada Titik 2 ini tingkat dominansinya 0,53. Mulai dari Titik 3 hingga

ke arah tubir (Titik 5) kondisi lingkungannya semakin mantap dan stabil. Hal ini

tergambar dengan semakin meningkatnya kemerataan meiofauna mulai dari Titik 3

hingga Titik 5. Titik 5 merupakan daerah dengan tingkat kemerataan tertinggi di

Teluk Kuta dengan nilai kemerataan 0,62 dan sekaligus mengindikasikan pada Titik 5

ini cenderung tidak terjadi dominansi jenis.

3. Keanekaragaman taksa, kemerataan, dan dominansi meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta

Secara umum keanekaragaman jenis meiofauna di Pantai Wori yaitu 1,53

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di Teluk Kuta yang hanya 1,29 (Tabel 7).

Tetapi jika mengacu kepada indeks Shannon-Weaner, kedua lokasi masih dapat

dikatakan memiliki stabilitas komunitas meiofauna yang moderat. Pantai Wori secara

umum memiliki substrat yang lebih didominasi oleh pasir sehingga keanekaragaman

Page 62: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

48

meiofauna di Pantai Wori cenderung lebih tinggi dibanding Teluk Kuta yang

substratnya lebih halus. Menurut Giere (1975), sedimen yang halus seperti lumpur

keanekaragamannya rendah tetapi memiliki kelimpahan yang tinggi.

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keanekaragaman meiofauna di

kedua lokasi penelitian, maka dianalisis menggunakan uji Hutchinson. Setelah

melalui uji Hutchinson dapat ditarik kesimpulan bahwa di kedua lokasi penelitian

tidak terdapat perbedaan keanekaragaman meiofauna yang bermakna (thit > t tabel0,05

Tabel 7. Nilai keanekaragaman taksa (H’), kemerataan (E), dan dominansi (D) di dua

)

(Lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis meiofauna (H’)

antar kedua lokasi pengamatan adalah relatif sama.

lokasi pengamatan.

Lokasi H’ E D Pantai Wori 1,53 0,32 0,60 Teluk Kuta 1,29 0,41 0,44

Tingkat dominansi di Teluk Kuta hanya 0,44 sedangkan untuk Pantai Wori

0,60. Jika indeks dominansi mendekati nilai 0 berarti hampir tidak ada jenis yang

mendominasi jenis yang lainnya (Fachrul, 2007). Rendahnya dominansi di kedua

lokasi mengindikasikan bahwa kedua lokasi memiliki struktur komunitas yang stabil.

Kestabilan struktur komunitas ini tentunya karena ditunjang dengan kondisi

lingkungan yang masih baik dan alami.

Tingkat kemerataan di Pantai Wori mencapai 0,32 sementara Teluk Kuta

memiliki tingkat kemerataan 0,41. Ini mengartikan bahwa keberadaan meiofauna di

Page 63: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

49

kedua lokasi relatif tidak merata. Bila indeks kemerataan mendekati nilai 1

menunjukkan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi dengan jumlah individu tiap

jenis relatif sama (Brower dan Zar, 1977). Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa

kemerataan meiofauna di Teluk Kuta lebih tinggi dibandingkan dengan Pantai Wori.

C. Sebaran Kelimpahan Meiofauna

1. Kelimpahan vertikal meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta

Hasil analisis pola distribusi vertikal meiofauna berdasarkan kedalaman

substrat di Pantai Wori, terlihat bahwa kelimpahan meiofauna tertinggi terjadi pada

kedalaman substrat 0-2 cm. Dimana pada kedalaman tersebut dijumpai adanya

meiofauna sebanyak 266 ind/10 cm2

Pada kedalaman substrat 0-2 cm umumnya meiofauna yang mempunyai

kelimpahan tertinggi adalah Nematoda sebanyak 116,2 ind/10 cm

dengan 11 taksa (Tabel 8). Melimpahnya taksa

meiofauna pada kedalaman 0-2 cm ini, karena pada kedalaman tersebut masih

memungkinkan terjadinya aerasi diantara butiran sedimen sehingga kadar oksigen

dan materi organik yang merupakan bahan makanan bagi meiofauna dapat tersedia

cukup baik. Meiofauna cenderung menempati lapisan sedimen atas atau pada lapisan

sedimen di bawah permukaan yang beroksigen (Heip dkk, 1985). Sementara menurut

Nybakken (1992), Kebanyakan meiofauna hidup pada batas antara sedimen-air

(sediment–water interface), dan yang lainnya di dalam sedimen membenamkan diri

di antara butiran-butiran sedimen melalui penekanan sebagian sedimen untuk

membuat lubang atau ruang dalam proses perpindahannya.

2. Nematoda juga

Page 64: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

50

terus mendominasi dengan semakin meningkatnya kedalaman, meskipun jumlahnya

semakin menurun seiring semakin dalamnya sedimen. Melimpahnya Nematoda ini

karena memiliki bentuk morfologi tubuh yang langsing memanjang sehingga sangat

ideal untuk melakukan penetrasi ke dalam sedimen. Selain itu Nematoda merupakan

taksa yang memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada kondisi oksigen yang

minim. Meiofauna yang memiliki bentuk tubuh yang langsing dapat melekatkan diri

pada ruang yang sempit pada butiran sedimen. Adaptasi ini agar meiofauna dapat

tetap tinggal dalam ruang sedimen yang sempit, sehingga terbebas dari pengaruh

suspensi (Nybakken, 1992).

Pada kedalaman 2 hingga 10 cm, kepadatan meiofauna perlahan sudah mulai

mengalami penurunan meskipun tidak terlalu signifikan dan bervariasi. Puncaknya

terjadi pada kedalaman 8-10 cm, dimana pada kedalaman ini jumlah individu yang

ditemukan hanya 67,2 ind/10 cm2 (Tabel 8). Masih tingginya Nematoda dan

Harpacticoida pada kedalaman ini mengindikasikan bahwa kedua taksa tersebut

memiliki kemampuan hidup yang tinggi. Disamping itu, Pantai Wori memiliki tipe

sedimen berpasir yang dapat memudahkan Nematoda untuk melakukan penetrasi

hingga beberapa centimeter ke dalam sedimen. Menurut Funch dkk (2002),

Nematoda dapat hidup pada beberapa centimeter di pantai yang berpasir. Hal ini

karena Nematoda tidak memerlukan oksigen dalam jumlah yang banyak, dan secara

umum Nematoda mendominasi jumlah dari total meiofauna yang ada, kemudian

biasanya diikuti oleh kelimpahan Harpacticoida (Heip dkk, 1985). Pernyataan ini

Page 65: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

51

sesuai dengan Mohd (1994), menyatakan bahwa dalam setiap sampling meiofauna

jumlah Nematoda dan Harpacticoida selalu mendominasi.

Tabel 8. Kelimpahan vertikal meiofauna di Pantai Wori, Sulawesi Utara.

Taksa Kedalaman (ind/10 cm2) 0-2 cm 2-4 cm 4-6 cm 6-8 cm 8-10 cm

Acari 8,4 0,7 0 0 0,7 Amphipoda 0,7 0 0 0 0 Cilliata 0 0 1,4 0 0 Foraminifera 2,8 2,1 0 2,1 1,4 Gnathostomulida 0 0 0 0 0,7 Harpacticoida 60,9 28,7 11,9 14 16,1 Nematoda 116,2 93,1 30,8 58,1 32,2 Oligochaeta 9,1 5,6 2,1 4,9 2,1 Ostracoda 7 2,8 1,4 2,8 2,1 Polychaeta 42 12,6 4,9 9,1 8,4 Sarcomastigophora 8,4 4,2 1,4 3,5 2,1 Tanaidacea 2,8 0 0 0 0 Turbellaria 7,7 6,3 4,2 4,2 1,4 Jumlah Individu (N) 266 156,1 58,1 98,7 67,2 Jumlah Taksa (S) 11 9 8 8 10

Teluk Kuta cenderung memiliki kelimpahan meiofauna yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan Pantai Wori. Seperti halnya di Pantai Wori, distribusi

meiofauna tertinggi di Teluk Kuta juga terjadi di kedalaman sedimen 0-2 cm, dimana

pada kedalaman ini dijumpai meiofauna sebanyak 495,6 ind/10 cm2 dan didominasi

oleh Nematoda sebayak 218,4 ind/10 cm2 (Tabel 9). Pada dasarnya struktur

komunitas meiofauna pada sedimen sangat dipegaruhi oleh karakteristik sedimennya

(Hicks dan Coull, 1983; Heip dkk, 1985). Adanya variasi distribusi meiofauna pada

setiap kedalaman sedimen di Teluk Kuta, dikarenakan Teluk Kuta memiliki

Page 66: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

52

komposisi substrat pasir berlempung yang mengandung banyak materi organik.

Lokasi Teluk Kuta yang ditutupi oleh vegetasi lamun memberikan daya dukung

tersendiri pada kesetabilan substrat. Karena dengan adanya vegetasi lamun kondisi

substrat dapat lebih stabil tanpa adanya pengaruh turbulensi yang besar oleh arus,

dengan demikian materi-materi organik dapat terendapkan dengan baik, yang

nantinya sangat dibutuhkan oleh meiofauna.

Copepoda merupakan satu-satunya taksa meiofauna yang mempunyai

kemampuan berenang yang tinggi dibanding meiofauna yang lain dan selalu

terkumpul pada bagian atas sedimen (Armonies, 1990 dan Palmer, 1988).

Harpacticoida umumnya dominan pada permukaan flora laut seperti rumput laut dan

beberapa lamun (Susetiono, 1999). Pantai Wori dan Teluk Kuta cenderung memiliki

vegetasi yang cukup baik. Pada ekosistem lamun tentunya banyak daun-daun lamun

yang membusuk dan kemudian mengendap di permukaan sedimen. Harpacticoida

cenderung hidup di bagian dekat permukaan sedimen, dan beberapa jenis

Harpacticoida memanfaatkan daun lamun dan alga sebagai tempat tinggal dan sumber

bahan makanannya. Oleh karenanya di kedua lokasi penelitian tersebut Harpacticoida

cenderung terdistribusi baik pada kedalaman sedimen 0-2 cm dan semakin ke dalam

jumlahnya semakin menurun. Menurunnya jumlah Harpacticoida mulai dari

kedalaman 2-10 cm mengindikasikan bahwa pada tingkat kedalaman tersebut

kandungan kadar oksigen sudah mulai rendah. Harpacticoida tidak dapat hidup pada

tingkat oksigen yang rendah (Hicks dan Coull, 1983).

Page 67: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

53

Tabel 9. Kelimpahan vertikal meiofauna di Teluk Kuta, Lombok NTB.

Taksa Kedalaman (ind/10 cm2) 0-2 cm 2-4 cm 4-6 cm 6-8 cm 8-10 cm

Amphipoda 7,7 0,7 0 0 0,7 Cilliata 1,4 1,4 0 0,7 0,7 Cladocera 2,1 0 0 0 0 Cumacea 2,8 0 0 0 0 Foraminifera 3,5 0 0 0,7 0,7 Gastrotricha 0,7 0 0 0 0 Gnathostomulida 0,7 0 0 3,5 0 Halacaroidea 0,7 0 0 0 0 Harpacticoida 163,1 27,3 23,8 25,2 23,8 Isopoda 0,7 0 0 0 0 Nematoda 218,4 135,8 107,8 155,4 163,1 Nemertina 0,7 0 0 0 0 Oligochaeta 11,9 7 8,4 8,4 4,2 Ostracoda 7,7 0,7 0 0,7 0,7 Polychaeta 53,9 21 18,9 9,8 9,8 Sarcomastigophora 2,8 2,1 0,7 1,4 9,8 Tanaidacea 0,7 0 0 0 0 Thermosbaenacea 0,7 0 0 0 0 Turbellaria 15,4 11,2 4,2 4,2 7 Jumlah Individu (N) 495,6 207,2 163,8 210 220,5 Jumlah Taksa (S) 19 9 6 10 10

Di kedua lokasi penelitian, seperti halnya Nematoda dan Harpacticoida

keberadaan Polychaeta juga bisa dikatakan cukup tinggi. Kelimpahan tertinggi terjadi

pada kedalaman sedimen 0-2 cm, dimana pada kedalaman ini di Pantai Wori

ditemukan Polychaeta sebanyak 42 ind/10 cm2, dan di Teluk Kuta ditemukan

sebanyak 53,9 ind/10 cm2. Tetapi seperti taksa lainnya jumlah Polychaeta juga

semakin menurun dengan semakin dalamnya substrat. Dari data tersebut bisa

dijelaskan bahwa ternyata Polychaeta memiliki kemampuan beradaptasi yang baik

Page 68: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

54

dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi suatu lingkungan. Adaptasi perilaku

Polychaeta akan berlangsung apabila terjadi kenaikan suhu dan salinitas. Adaptasi

tersebut dapat berupa aktivitas membuat lubang dalam lumpur dan membenamkan

diri di bawah permukaan sedimen (Alcantara dan Weiss, 1999). Semakin dalamnya

sedimen biasanya semakin menurun kadar oksigen. Oleh karenanya dengan tetap

tingginya kelimpahan Polychaeta, maka bisa disimpulkan bahwa Polyhaeta memiliki

kemampuan toleransi yang tinggi. Seperti dijelaskan oleh Junardi (2001), bahwa

Polychaeta memiliki toleransi yang tinggi terhadap bahan organik tertentu dan

penurunan konsentrasi oksigen.

2. Kelimpahan horizontal meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta

Distribusi meiofauna di Pantai Wori terbilang cukup baik. Berdasarkan

distribusi horizontalnya, mulai dari pinggir hingga ke arah tubir kelimpahan

meiofauna di Pantai Wori cenderung semakin tinggi. Dari 3 titik pengamatan yang

dilakukan di Pantai Wori, Titik 3 merupakan daerah yang memiliki kelimpahan

meiofauna yang tertinggi, dimana pada Titik 3 ini kelimpahan meiofauna mencapai

256,9 ind/10 cm2 dan terdiri dari 11 taksa (Tabel 10). Meskipun Titik 3 ini

merupakan daerah yang memiliki substrat yang berpasir dengan kandungan bahan

organik yang terendah di Pantai Wori, tetapi Titik 3 ini merupakan daerah yang dekat

sekali dengan tubir dan cenderung relatif selalu terendam air meski dalam kondisi

surut sekalipun. Oleh karenanya meiofauna pada Titik 3 ini cenderung dapat

terdistribusi dengan baik. Titik 1 merupakan daerah yang memiliki kelimpahan

meiofauna terendah di Pantai Wori, dimana hanya 170,1 ind/10 cm2 yang terdiri dari

Page 69: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

55

10 taksa. Rendahnya kelimpahan meiofauna di Titik 1 ini dikarenakan pada lokasi ini

lebih mudah terpapar ketika surut sehingga tingkat kelembabannya cenderung lebih

rendah. Oleh karenanya kelimpahan meiofauna di titik ini cenderung lebih rendah.

Tabel 10. Kelimpahan horizontal meiofauna di Pantai Wori, Sulawesi Utara.

Taksa Pantai Wori (ind/10 cm2) Titik 1 Titik 2 Titik 3

Acari 1,4 3,5 4,9 Amphipoda 0,7 0 0 Cilliata 0 0 1,4 Foraminifera 4,2 0,7 3,5 Gnathostomulida 0 0,7 0 Harpacticoida 35 35 61,6 Nematoda 95,9 116,9 117,6 Oligochaeta 4,9 7,7 11,2 Ostracoda 3,5 4,9 7,7 Polychaeta 18,9 31,5 26,6 Sarcomastigophora 0,7 8,4 10,5 Tanaidacea 0 2,1 0,7 Turbellaria 4,9 7,7 11,2 Jumlah Individu (N) 170,1 219,1 256,9 Jumlah Taksa (S) 10 11 11

Jika ditinjau dari distribusi horizontalnya, Teluk Kuta memiliki kelimpahan

meiofauna yang lebih tinggi dan lebih bervariasi di bandingkan dengan Pantai Wori.

Kelimpahan meiofauna terendah ditemui pada Titik 5 sebanyak 218,4 ind/10 cm2

dengan 10 taksa (Tabel 11). Rendahnya kelimpahan meiofauna di Titik 5 dikarenakan

pada lokasi ini memiliki substrat yang lebih berpasir dengan kandungan bahan

organik yang rendah sehingga keberadaan meiofauna juga menjadi lebih rendah. Hal

ini karena meiofauna sangat membutuhkan suplai nutrien dari bahan organik.

Page 70: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

56

Tabel 11. Kelimpahan horizontal meiofauna di Teluk Kuta, Lombok NTB.

Taksa Teluk Kuta (ind/10 cm2) Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Amphipoda 2,1 0,7 1,4 2,8 2,1 Cilliata 1,4 1,4 0 0 1,4 Cladocera 0 2,1 0 0 0 Cumacea 0 0,7 1,4 0 0,7 Foraminifera 2,1 0,7 1,4 0,7 0 Gastrotricha 0 0,7 0 0 0 Gnathostomulida 0 0,7 0 3,5 0 Halacaroidea 0 0 0,7 0 0 Harpacticoida 51,8 25,2 58,1 77,7 50,4 Isopoda 0 0,7 0 0 0 Nematoda 191,1 205,1 124,6 151,2 108,5 Nemertina 0 0 0 0 0,7 Oligochaeta 3,5 11,9 7 4,2 13,3 Ostracoda 4,2 2,1 0,7 0,7 2,1 Polychaeta 17,5 14 17,5 35 29,4 Sarcomastigophora 5,6 4,2 1,4 5,6 0 Tanaidacea 0 0,7 0 0 0 Thermosbaenacea 0,7 0 0 0 0 Turbellaria 8,4 14 7 2,8 9,8 Jumlah Individu (N) 288,4 284,9 221,2 284,2 218,4 Jumlah Taksa (S) 11 16 11 10 10

Pada Titik 2, Titik 3 dan Titik 4 kelimpahan meiofauna bervariatif. Dari

kelima titik pengamatan, Titik 2 merupakan daerah dengan tingkat taksa tertinggi

dengan 16 taksa. Adapun taksa-taksa yang hanya dijumpai di Titik 2 antara lain

Cladocera, Gastrotricha, Isopoda, dan Tranaidacea. Keempat taksa ini meskipun

hanya dijumpai di Titik 2 tetapi jumlahnya cenderung sangat sedikit. Hal ini karena

keempat taksa tersebut memiliki kemampuan hidup yang rendah.

Page 71: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

57

Titik 1 merupakan daerah yang memiliki kelimpahan meiofauna yang

tertinggi sebanyak 288,4 ind/10 cm2

3. Kelimpahan meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta

dan terdiri dari 11 taksa. Secara umum tingginya

kelimpahan meiofauna di Teluk Kuta lebih dikarenakan bentuk karakteristik

lokasinya yang berupa teluk yang membuat arus menjadi lebih tenang. Selain itu

Teluk Kuta juga memiliki ekosistem lamun yang begitu subur dan tersebar merata di

sepanjang teluk sehingga bahan organik yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.

Secara umum total kelimpahan meiofauna di Pantai Wori ditemukan sebanyak

646,1 ind/10 cm2 (Gambar 3). Nematoda merupakan taksa dengan jumlah individu

yang tertinggi dengan 330,4 ind/10 cm2. Sementara taksa yang terendah adalah

Amphipoda dan Gnathostomulida dengan hanya 0,7 ind/10 cm2

Total keseluruhan Pantai Wori terdiri dari 13 taksa meiofauna (Tabel 12).

Rendahnya jumlah taksa meiofauna di Pantai Wori disebabkan oleh rendahnya

kandungan bahan organik yang terdapat di lokasi sampling (Tabel 3). Sehingga

meiofauna yang semestinya membutuhkan bahan organik sebagai suplai makanan,

terganggu kelangsungan hidupnya.

.

Secara umum Teluk Kuta memiliki Kelimpahan meiofauna yang jauh lebih

tinggi dibandingkan Pantai Wori. Dari 19 taksa yang ditemukan, total kelimpahan

meiofauna di Teluk Kuta 1297,1 ind/10 cm2 (Gambar 3). Nematoda merupakan taksa

yang memiliki kelimpahan tertinggi dengan 780,5 ind/10 cm2 (Tabel 12). Sementara

itu Gastrotricha, Halacaroidea, Isopoda, Nemertina, Tanaidacea, dan

Thermosbaenacea merupakan taksa meiofauna yang memiliki kelimpahan terendah di

Page 72: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

58

Teluk Kuta dengan jumlah individunya yang hanya 0,7 ind/10 cm2

. Rendahnya

keenam taksa tersebut semakin mengindikasikan bahwa keenam taksa tersebut

memiliki kemampuan hidup yang sangat rendah. Secara umum tingginya kelimpahan

taksa meiofauna di Teluk Kuta dikarenakan Teluk Kuta memiliki padang lamun yang

sangat subur sehingga kandungan bahan organik yang terdapat di Teluk Kuta cukup

tinggi.

Gambar 3. Grafik kelimpahan meiofauna di kedua lokasi penelitian.

Baik di Pantai Wori maupun Teluk Kuta Nematoda dan Harpacticoida

merupakan taksa yang paling melimpah dibandingkan dengan taksa lainnya (Tabel

12). Menurut Bouwman (1987), jenis meiofauna yang mampu beradaptasi di semua

habitat adalah Nematoda, hal ini dikarenakan bentuk tubuh yang dapat beradaptasi

dengan labirin interstitial dan kemampuan memanfaatkan semua tipe mikroorganisme

sebagai makanan. Selanjutnya menurut McNaughton dan Wolf (1990), Harpacticoida

646,1

1297,1

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

Pantai Wori Teluk Kuta

Page 73: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

59

terdapat hampir di semua lapisan perairan laut dan merupakan perenang yang aktif

yang dapat melakukan migrasi horizontal dan vertikal pada sedimen perairan. Jadi

Nematoda dan Harpactiocida memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terhadap

lingkungan perairan.

Tabel 12. kelimpahan meiofauna di kedua lokasi penelitian.

Taksa Kelimpahan (ind/10 cm2) Pantai Wori Teluk Kuta

Acari 9,8 0 Amphipoda 0,7 9,1 Cilliata 1,4 4,2 Cladocera 0 2,1 Cumacea 0 2,8 Foraminifera 8,4 4,9 Gastrotricha 0 0,7 Gnathostomulida 0,7 4,2 Halacaroidea 0 0,7 Harpacticoida 131,6 263,2 Isopoda 0 0,7 Nematoda 330,4 780,5 Nemertina 0 0,7 Oligochaeta 23,8 39,9 Ostracoda 16,1 9,8 Polychaeta 77 113,4 Sarcomastigophora 19,6 16,8 Tanaidacea 2,8 0,7 Termosbaenacea 0 0,7 Turbellaria 23,8 42 Jumlah Individu (N) 646,1 1297,1 Jumlah Taksa (S) 13 19

Untuk mengetahui perbedaan jumlah individu meiofauna di pantai Wori dan

Teluk Kuta diuji menggunakan uji F dengan rancangan RAL Faktorial. Dari uji

Page 74: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

60

tersebut ternyata diketahui tidak terjadinya perbedaan diantara kedua lokasi dengan

nilai signifikansi 0,404 (p > 0,05) (Lampiran 11). Begitu juga ketika dilakukan

analisis berdasarkan banyaknya taksa meiofauna, ternyata Pantai Wori maupun Teluk

Kuta tetap tidak ada perbedaan bermakna dengan nilai signikan 0,082 (p > 0,05)

(Lampiran 14) . Ini artinya secara keseluruhan antara Pantai Wori dan Teluk Kuta

tidak terjadi perbedaan yang bermakna, yang artinya kekayaan taksa meiofauna

antara Pantai Wori dan Teluk Kuta relatif sama.

Bila ditinjau dari segi kedalaman substratnya melalui uji F diketahui bahwa

terjadi perbedaan yang signifikan baik itu pada jumlah individu meiofauna maupun

jumlah taksanya terhadap setiap lapisan kedalaman sedimen dengan nilai siginifikan

0,00 (p < 0,05) (lampiran 11 dan lampiran 14). Sehingga perlunya dilakukan uji lanjut

Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan

diantara kedalaman sedimen tersebut terjadi.

Dari uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) dapat diketahui bahwa ternyata

perbedaan yang signifikan terjadi hampir pada masing-masing lapisan kedalaman

sedimen (Lampiran 12 dan Lampiran 15). Jika dipandang dari segi jumlah

individunya, perbedaan meiofauna hampir terjadi di setiap lapisan kedalaman,

terutama perbedaan yang sangat signifikan terjadi jika dibandingkan dengan lapisan

permukaan (0-2 cm). Tetapi semakin ke dalam perbedaan individu meiofauna

tersebut relatif tidak terjadi (Lampiran 12). Secara keseluruhan pada kedalaman

sedimen 0-2 cm jumlah rataan individu meiofauna adalah yang tertinggi dibanding

dengan lapisan-lapisan selanjutnya yang lebih dalam. Di kedalaman sedimen 0-2 cm

Page 75: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

61

ini jumlah rataan individu meiofauna tertinggi terdapat pada Pantai Wori Titik 2

dengan jumlah individu meiofauna sebanyak 107,1 ind/10 cm2 (Lampiran 10).

Sementara itu jumlah rataan individu meiofauna yang terendah masih terdapat di

Pantai Wori di kedalaman sediemen 4-6 cm Titik 1 dengan hanya diketahui individu

meiofauna sebanyak 14 ind/10 cm2

Hal yang sedikit berbeda terjadi jika dipandang dari segi jumlah taksa

meiofauna. Perbedaan yang signifikan terjadi hanya jika dibandingkan dengan lapisan

sedimen permukaan (0-2 cm). Berdasarkan dari rataan jumlah taksanya lapisan

sedimen permukaan memang merupakan lapisan yang memiliki rataan taksa

meiofauna yang terbanyak dibandingkan lapisan-lapisan lainnya yang lebih dalam.

Rata-rata taksa meiofauna tertinggi terdapat di Pantai Wori Titik 3 kedalaman

substrat 0-2 cm, dan juga Teluk Kuta Titik 2 kedalaman substrat 0-2 cm dengan

jumlah rata-rata taksa masing-masing 8,5/10 cm

.

2

(Lampiran 13). Hasil ini

menguatkan dugaan bahwa pada lapisan 0-2 cm cenderung merupakan lapisan yang

lebih disukai oleh meiofauna, karena pada lapisan permukaan akumulasi bahan

organik, distribusi oksigen, dan kandungan air dalam sedimen masih cenderung

tinggi. Distribusi vertikal meiofauna dalam sedimen sangat berhubungan erat dengan

distribusi vertikal oksigen, khlorofil a, kandungan air dalam sedimen, dan juga

akumulasi bahan organik dalam sedimen (Ansari dan Parelukar, 1993; Susetiono,

1995).

Page 76: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

62

D. Indeks Kesamaan Taksa (IS)

1. Kesamaan taksa meiofauna berdasarkan distribusi vertikal meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta

Kesamaan taksa meiofauna di pantai Wori pada masing-masing kedalaman

substrat dapat dikatakan relatif sama dengan angka persentase lebih dari 50%.

Kesamaan taksa tertinggi terjadi pada kedalaman sedimen 2-4 cm dengan 8-10 cm

dimana besar persentase 94,74% (Tabel 13). Di kedua lapisan kedalaman ini

ditemukan sebanyak 9 taksa meiofauna yang sama yaitu Acari, Foraminifera,

Harpacticoida, Nematoda, Oligochaeta, Ostracoda, Polychaeta, Sarcomastigophora,

dan Turbellaria. Tingginya nilai kesamaan taksa di kedua lapisan kedalaman ini

mengindikasikan bahwa di kedua lapisan ke dalam tersebut memiliki tipe komunitas

yang hampir serupa atau dengan kata lain komunitas meiofauna relatif sama.

Sementara itu, meskipun pada kedalaman sedimen 0-2 cm dengan 4-6 cm merupakan

lokasi yang memiliki tingkat kesamaan taksa yang terendah dengan hanya 73,68%,

tetapi jika mengacu kepada ketetapan yang telah ada (IS > 50%) maka bisa dikatakan

bahwa pada kedua kedalaman tersebut juga memiliki tingkat kesamaan komunitas

yang tinggi.

Tabel 13. Kesamaan taksa meiofauna pada kedalaman sedimen yang berbeda di Pantai Wori, Sulawesi Utara.

0-2 cm 2-4 cm 4-6 cm 6-8 cm 8-10 cm 0-2 cm 2-4 cm 90 4-6 cm 73,68 82,35 6-8 cm 84,21 94,11 87,5 8-10 cm 85,71 94,74 77,77 88,89

Page 77: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

63

Teluk Kuta memiliki kesamaan taksa meiofauna yang relatif lebih bervariasi

dibandingkan dengan Pantai Wori. Kesamaan taksa tertinggi terjadi antara kedalaman

sedimen 2-4 cm dengan 8-10 cm dimana tingkat persentase kesamaan komunitasnya

sebesar 94,74% (Tabel 14). Pada kedua lapisan kedalaman ini diketahui memiliki 9

taksa meiofauna yang sama yaitu, Amphipoda, Cilliata, Harpacticoida, Nematoda,

Oligochaeta, Ostracoda, Polychaeta, Sarcomastigophora, Turbellaria. Tingginya

kesamaan taksa di kedua lapisan kedalaman ini mengindikasikan bahwa di kedua

lapisan kedalaman tersebut cenderung memiliki tipe komunitas yang hampir serupa,

dimana ditopang dengan faktor-faktor lingkungan yang juga sama seperti tipe substrat

dan kandungan bahan organiknya.

Tabel 14. Kesamaan taksa meiofauna pada kedalaman sedimen yang berbeda di Teluk Kuta, Lombok NTB.

0-2 cm 2-4 cm 4-6 cm 6-8 cm 8-10 cm 0-2 cm 2-4 cm 64,29 4-6 cm 48,00 80,00 6-8 cm 68,97 84,21 75,00 8-10 cm 68,97 94,74 75,00 90,00

Kedalaman sedimen 0-2 cm dengan 4-6 cm merupakan lapisan yang memiliki

tingkat kesamaan taksa yang terendah di Teluk Kuta dengan hanya 48%. Berdasarkan

ketetapan indeks kesamaan Sorensen (IS < 50%) maka dapat dikatakan bahwa pada

kedua lapisan kedalaman ini memiliki tipe komunitas yang sangat berbeda (Fachrul,

2007).

Page 78: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

64

2. Kesamaan taksa meiofauna berdasarkan distribusi horizontal meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta

Jika di Analisis secara horizontal, tingkat kesamaan taksa meiofauna di Pantai

Wori mulai dari pesisir hingga ke tubir tergolong cukup tinggi dengan kesamaan

taksa yang lebih dari 50%. Antara Titik 1 – Titik 2 serta Titik 1 – Titik 3 bahkan

memiliki tingkat kesamaan taksa yang sama yaitu 85,71% (Tabel 15). Acari,

Foraminifera, Harpacticoida, Nematoda, Oligochaeta, Ostracoda, Polychaeta,

Sarcomastigophora, dan Turbellaria merupakan taksa-taksa meiofauna yang sama

yang dapat dijumpai tidak hanya pada Titik 1 – Titik 2 tetapi juga di Titik 1 – Titik 3.

Kesamaan komunitas meiofauna tertinggi di Pantai Wori terjadi pada Titik 2 – Titik

3. Pada kedua titik pengamatan ini tingkat kesamaan komunitasnya mencapai

90,91%. Dimana bisa dijumpai adanya 10 taksa meiofauna yang sama yaitu Acari,

Foraminifera, Harpacticoida, Nematoda, Oligochaeta, Ostracoda, Polychaeta,

Sarcomastigophora, Tanaidacea, dan Turbellaria. Tingginya angka persentase

kesamaan taksa di Pantai Wori ini (IS > 50%) mengindikasikan bahwa, secara

horizontal mulai dari pesisir hingga tubir kesamaan komunitas meiofauna di Pantai

Wori bisa dikatakan homogen.

Tabel 15. Kesamaan taksa meiofauna di setiap titik pengambilan sampel di Pantai Wori, Sulawesi Utara.

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Titik 1 Titik 2 85,71 Titik 3 85,71 90,91

Page 79: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

65

Kesamaan taksa meiofauna di Teluk Kuta secara horizontal lebih bervariasi

dibandingkan dengan Pantai Wori meskipun secara keseluruhan bisa disimpulkan

kesamaan komunitas di Teluk Kuta dapat dikatakan cukup tinggi (IS > 50%).

Kesamaan taksa tertinggi terdapat antara Titik 1 – Titik 4 dan Titik 3 – Titik 4,

dimana keduanya memiliki persentase kesamaan taksa yang serupa yaitu 85,71%

(Tabel 16). Adapun taksa-taksa yang sama yang dapat ditemui diantaranya

Amphipoda, Foraminifera, Harpacticoida, Nematoda, Oligochaeta, Ostracoda,

Polychaeta, Sarcomastigophora, dan Turbellaria. Kesembilan taksa tersebut selain

dapat ditemui pada Titik 1 – Titik 4 tetapi juga pada Titik 3 – Titik 4.

Tabel 16. Kesamaan taksa meiofauna di setiap titik pengambilan sampel di Teluk Kuta, Lombok NTB.

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Titik 1 Titik 2 74,07 Titik 3 81,82 74,07 Titik 4 85,71 76,92 85,71 Titik 5 76,19 69,23 76,19 70

Kesamaan taksa terendah di Teluk Kuta terjadi antara Titik 2 – Titik 5. Kedua

Titik pengamatan ini memiliki persentase kesamaan jenis 69,23% dengan hanya

diketahui 9 taksa meiofauna yang sama yaitu Amphipoda, Cilliata, Cumacea,

Harpacticoida, Nematoda, Oligochaeta, Ostracoda, Polychaeta, dan Turbellaria.

Meskipun persentase kesamaan jenis pada Titik 2 – Titik 5 ini tergolong rendah

dengan hanya 69,23% tetapi bila mengacu kepada ketetapan yang telah ada (IS >

Page 80: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

66

50%) maka masih bisa dikatakan antara Titik 2 dengan Titik 5 kesamaan

komunitasnya cenderung homogen.

3. Kesamaan taksa meiofauna di Pantai Wori dan Teluk Kuta

Secara keseluruhan kesamaan taksa meiofauna di kedua lokasi penelitian

adalah 75%, dimana jika mengacu ketetapan yang telah ada maka bisa dikatakan

bahwa tipe komunitas di kedua lokasi relatif sama. Dari 13 taksa meiofauna yang

dijumpai di Pantai Wori, 12 taksa diantaranya juga dijumpai di Teluk Kuta. Taksa-

taksa tersebut yaitu Amphipoda, Cilliata, Foraminifera, Gnathostomulida,

Harpacticoida, Nematoda, Oligochaeta, Ostracoda, Polychaeta, Sarcomastigophora,

Tanaidacea, dan Turbellaria. Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa

perbedaan tipe komunitaslah yang pada akhirnya menentukan terjadinya perbedaan

kelimpahan meiofauna di kedua lokasi penelitian tersebut.

Page 81: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

67

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pantai Wori, Sulawesi Utara dan

Teluk Kuta, Lombok, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kondisi lingkungan di kedua lokasi baik suhu, salinitas, maupun pH hampir

sama, tetapi di Teluk Kuta tipe substrat lebih halus dengan kandungan bahan

organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pantai Wori.

2. Di Teluk Kuta ditemukan 19 taksa meiofauna, lebih banyak dibandingkan

Pantai Wori yang hanya ditemukan 13 taksa meiofauna.

3. Keanekaragaman meiofauna secara vertikal di kedua lokasi relatif lebih tinggi

pada kedalaman sedimen 0-2 cm.

4. Pada setiap lapisan sedimen di Pantai Wori tidak ada taksa meiofauna yang

dominan dan semua taksa meiofauna mempunyai variasi jumlah taksa yang

relatif merata, sementara Teluk Kuta semakin dalam sedimen semakin

terjadinya dominansi.

5. Secara horizontal baik di Pantai Wori maupun Teluk Kuta, kemerataan

meiofauna semakin tinggi dengan semakin mendekati ke arah tubir.

6. Kelimpahan meiofauna secara vertikal baik berdasarkan jumlah individu

maupun jumlah taksa lebih tinggi pada lapisan substrat 0-2 cm, tetapi secara

Page 82: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

68

horizontal maupun secara umum antar di kedua lokasi kelimpahan meiofauna

relatif tidak berbeda.

7. Kesamaan komunitas meiofauna pantai Wori maupun Teluk Kuta baik secara

vertikal maupun horizontal dapat dikatakan relatif mirip.

B. Saran

Saran yang diajukan dari penelitian pola kelimpahan meiofauna di sedimen ini

adalah :

1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut, terutama tentang meiofauna yang dapat

memberikan informasi mengenai berbagai aspek ekologi dan biologi dari

meiofauna yang hidup pada sedimen. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu

bentuk upaya dalam menjaga kelestarian ekosistem perairan dan biota yang hidup

di dalamnya.

2. Sebaiknya perlu dilakukan pengukuran data parameter lingkungan pada substrat

dasar perairan secara vertikal agar dapat tergambar jelas korelasi dan pengaruhnya

terhadap keberadaan meiofauna secara vertikal.

Page 83: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

69

DAFTAR PUSTAKA

Alcantara PH, Weiss VS. Ecological aspects of the Polychaete population associated

with the red mangrove Rhizophora mangle at Laguna de Terminos, Southern part of the Gulf of Mexico. Journal Ophelia. 1991: 5: 451-462.

American Public Health Association (APHA). Standard methods for the examination

of water and waste water. AWWA (American Water Works Association) and WPCF (Water Pollution Control Federation). Washington DC. Ed 17. 1989.

Ansari ZA dan Parelukar AH. Distribution, abundance, and ecology of the meiofauna

in a tropical estuary along the west coast on India. Journal Hydrobiologia. 1993; 262: 115-126.

Ardi.Pemanfaatan makrozoobentos sebagai indikator kualitas perairan pesisir. Institut

Pertanian Bogor. Bogor. 2002. Arfiati D, Lelono T.D dan Raharjo I.P. Laporan penelitian komposisi dan distribusi

komunitas Gastropoda dan Pelecypoda di Pantai Wisata Balekambang, Kabupaten Malang. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. 1999.

Armonies W. Short-term changes of meiofaunal abundance in intertidal sediment.

Journal Helgolander Meeresunters. 1990: 44 : 375-386. Aryuthaka C. Meiofaunal community in Khung Kraben Bay, Chanthaburi, East

Thailand. Journal Thai Mar. Fish. Res. Bull 1992; 2: 45–47. Bowman LA. Meiofauna. Biological surveys of estuaries and coasts. Cambridge

University Press. Cambridge. 1987. Brower J.E dan Zar J.H. Field and laboratory methods for general ecology, WM. J.

Brown Company Publishing, Dubuque, Iowa. 1977. Dewi KS, Kapid R. Ostracoda : Objek alternatif untuk studi mikropaleontologi.

Institut Teknologi Bandung. Bandung. 2004. Effendi H. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 2003. EPA. Quality criteria for water. Environment Protection Agency (EPA).

Washington.1986.

Page 84: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

70

Fachrul MF. Metode sampling bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. 2007. Funch P, Ntels EK, Nielsen, dkk. Marine meiofauna. 2002. Gerlach SA. On the importance of meiofauna for benthos communities. Journal

Oecologia. 1971; 6: 176–190. Gaspersz V. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Jilid 1. Tarsito. Bandung.

1995 Giere O. Meiobenthology the microscopic fauna in aquatic sediments. Springer-

Verlag. New York. 1975. Gourbault N, Mornant JR. Micro-Meiofaunal community structure and nematode

diversity in a Lagoonal Ecosystem (Fangataufa, Estern Tuamotu Archipelago). Journal Marine Ecology. 1990;11 (2): 173–189.

Heip CM, Vincx, Vranken G. The ecology of marine nematodes. Oceanography.

Journal Marine biology. 1985; 23: 399-489. Hicks GRF, Coull. The ecology of marine meiobenthic harpacticoid copepods.

Oceanography. Journal Marine biologi. 1983; 48: 67-175. Higgins RP, Thiel H. Introduction to the study of meiofauna. Smithsonian Institution

Press. Washington DC. 1988. Http : www.googleearth, Pantai Wori, 2007. Http : www.googleearth.com, Teluk Kuta. 2007. Jorgensen SE. Lake management. Pergamon Press. Oxford. 1980. Junardi. Keanekaragaman, pola penyebaran, dan cirri-ciri substrat Polychaeta (filum:

Annelida) di perairan Pantai Timur Lampung. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 2001.

Krebs C.J. The experimental analysis of distribution and abundance. McGraw Hill

Book Company, New York. 1972. Lind OT. Hand book of common methods in limnology. Sec Ed. Mosby Company.

London. 1979.

Page 85: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

71

Losovskaya GV. Small detritovorous Polychaeta in benthic communities of the Northwestern Black Sea. Journal Hidrobiol. 1992; 28 : 75-82.

Magurran, A. Ecological diversity and its measurement. Princeton University Press.

New Jersey. 1988. Masyamsir. Perubahan struktur dan kelimpahan zooplankton dan zoobenthos

sehubungan dengan peningkatan bahan organik di beberapa lokasi Situ Ciburuy Kabupaten Bandung. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1996.

McNaughton SJ dan Wolf LL. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. 1990. Meadows PS, Reichelta AC, Waterworth JS dkk.Microbial and meiofaunal

abundance, redox potential, pH and shear strength profiles in deep sea Pacific sediments. Journal of the Geological Society 1994; 152 : 377–390.

Meisch C. Crustacea : Ostracoda. Spectrum akademischer Verlag Heidelberg. Berlin.

2000. Mohd LS. Biology og dominant meiofaunal taxa; nematoda and harpacticoida. In :

workshop on applied ecology and taxonomy of meiobenthos Universitas Pertanian Supp. Not. Malaysia. 1994; 2: 1–6.

Montogna PA, Bauer JP, Hardin D dkk. Vertikal distribution of microbial and

meiofaunal populations in sediment of a natural coastal hydrocarbon seep. Journal of Marine Research 1989; 47 : 657–680.

Nontji A. Laut nusantara. Djambatan. Jakarta. 2002. Nybakken JW. Biologi laut. Suatu pendekatan ekologis. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta. 1992. Odum E.P. Fundamental of ecology. W.E Saunders, Philidelphia. 1971. Palmer. Dispersal of marine meiofauna : a review and conceptual model explaining

passive transport and active emergence with implications for recruitment. Journal Mar ecol. Prog. 1988: 48: 81-91.

Pescod MB. Investigation of national effluent and stream standards for tropical

countries. AIT. Bangkok. 1973.

Page 86: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

72

Romimohtarto K, Juwana S. Biologi laut ilmu pengetahuan tentang biota laut. Penerbit Djambatan. Jakarta. 2001.

Rositasari R. Foraminifera. Jurnal Oseana. 1989; 14: 27-36. Saeni MS. Kimia lingkungan. Ditjen Dikti. PAU Ilmu Hayat. IPB. Bogor. 1989. Sidharta BR. Pengantar Mikrobiologi Kelautan. Universitas Atmajaya. Yagyakarta.

2000. Sidqi M. Analisis kualitas lingkungan perairan berdasarkan komunitas meiobentos

dan kualitas sedimen di pantai dan area pertambakan daerah pesisir Sriwulan, Kabupaten Demak. Tesis. Program Studi Iilmu Lingkungan. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 2002.

Siswandono SU. Laporan penelitian evaluasi potensi sumber daya pesisir Lombok.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta. 1993. Soeriaatmadja RE. Ilmu lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 1981. Susetiono. Meiofaunal community structure in the Kotania Bay, Seram Island

Indonesia perairan Maluku dan sekitarnya. 1995; 9: 13-24. Susetiono. Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun di Pulau Lombok

Indonesia. LIPI. Jakarta. 1999. Susetiono. Fauna padang lamun. Tanjung Merah Selat Lembeh. Program COREMAP

II. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta. 2004. Susetiono. Lamun dan Fauna Teluk Kuta, Pulau Lombok. LIPI Press. Jakarta. 2007. Sutamihardja RTM. Pengelolaan kualitas dan pencemaran air. Seminar on Industrial

Water Pollution Control and Water Quality Management, 6–10 Januari 1992, at Hotel Wisata. Jakarta. 1992.

Suwignyo S, Widigdo B, Wardianto Y dkk. Avertebrata air Jilid 1 dan 2. Penebar

Swadaya. Jakarta. 2005. Suyatna I, Abdunnur, Syafril M. Model distribusi kelimpahan jenis dan tipologi

fungsional komunitas meiobentos terhadap kestabilan lingkungan perairan pesisir muara badak, Kabupaten Kutai. Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman. Samarinda. 2000.

Page 87: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

73

Wood MS. Subtidal ecology. Edward Arnold Pty. Australia. 1987. Wori, Minahasa Utara. http://id.wikipedia.org/wiki/Wori,_Minahasa_Utara. 2009; 6

Februari.

Page 88: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

74

LAMPIRAN Lampiran 1. Data parameter lingkungan di Pantai Wori, Sulawesi Utara.

Titik Pengamatan Parameter Lingkungan

Suhu (ºC) pH Salinitas (0/00) 1 29 7,90 29 2 31 8,40 28 3 32 8,47 30

Lampiran 2. Data parameter lingkungan di Teluk Kuta, Lombok NTB.

Titik Pengamatan Parameter Lingkungan

Suhu (ºC) pH Salinitas (0/00) 1 28 8,65 33,75 2 28 8,78 33,25 3 28 8,93 34,25 4 28 8,90 32 5 28 8,90 30,50

Page 89: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

75

Lampiran 3. Komposisi sedimen dan Total Organic Matter (TOM) di Pantai Wori, Sulawesi Utara.

Titik Persen sedimen (%)

Kelas Tekstur TOM Pasir Debu Lumpur

1 86.10 4.11 9.79 Pasir berlempung 7.89 2 88.84 3.40 7.76 Pasir berlempung 7.02 3 90.90 3.14 5.96 Pasir 5.64

Lampiran 4. Komposisi sedimen dan Total Organic Matter (TOM) di Teluk Kuta,

Lombok NTB.

Titik Persen sedimen (%)

Kelas Tekstur TOM Pasir Debu Lumpur

1 85.21 3.03 11.76 Pasir berlempung 62.62 2 90.12 4.24 5.64 Pasir 65.17 3 86.83 5.15 8.02 Pasir berlempung 67.58 4 74.10 4.33 21.57 Lempung liat berpasir 67.84 5 92.50 3.22 4.27 Pasir 65.29

Page 90: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

76

Lampiran 5. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar kedalaman sedimen di Pantai Wori, Sulawesi Utara.

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 0–2 cm

H’ = -∑ pi ln pi = 1,63

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 2–4 cm H’ = -∑ pi ln pi

= 1,32 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 4–6 cm

H’ = -∑ pi ln pi = 1,45 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 6–8 cm

H’ = -∑ pi ln pi = 1,39 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 8–10 cm

H’ = -∑ pi ln pi = 1,54

Uji Hutchinson

Kedalaman Substrat t Hitung db t Tabel (0-2 cm) - (2-4 cm) 0.06 129.83 1.66 (0-2 cm) - (4-6 cm) 0.03 46.94 1.68 (0-2 cm) - (6-8 cm) 0.04 98.29 1.67 (0-2 cm) - (8-10 cm) 0.01 39.19 1.7 (2-4 cm) - (4-6 cm) 0.02 45.36 1.68 (2-4 cm) - (6-8 cm) 0.01 82.11 1.67 (2-4 cm) - (8-10 cm) 0.03 39.01 1.7 (4-6 cm) - (6-8 cm) 0.009 40.6 1.68 (4-6 cm) - (8-10 cm) 0.01 39.89 1.7 (6-8 cm) - (8-10 cm) 0.02 36.66 1.7

Page 91: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

77

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 0-2 cm ≠ kedalaman 2-4 cm berarti

terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 0-2 cm ≠ kedalaman 4-6 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 0-2 cm ≠ kedalaman 6-8 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 0-2 cm ≠ kedalaman 8-10 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 2-4 cm ≠ kedalaman 4-6 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 2-4 cm ≠ kedalaman 6-8 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 2-4 cm ≠ kedalaman 8-10 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 4-6 cm ≠ kedalaman 6-8 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 4-6 cm ≠ kedalaman 8-10 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 6-8 cm ≠ kedalaman 8-10 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

Page 92: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

78

Lampiran 6. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar kedalaman sedimen di Teluk Kuta, Lombok NTB.

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 0–2 cm

H’ = -∑ pi ln pi = 1,49

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 2–4 cm H’ = -∑ pi ln pi

= 1,17 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 4–6 cm

H’ = -∑ pi ln pi = 1,07 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 6–8 cm

H’ = -∑ pi ln pi = 0,99 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener Kedalaman Substrat 8–10 cm

H’ = -∑ pi ln pi = 0,99

Uji Hutchinson

Kedalaman Substrat t Hitung db t Tabel (0-2 cm) - (2-4 cm) 0.03 137.19 1.66 (0-2 cm) - (4-6 cm) 0.04 116.05 1.67 (0-2 cm) - (6-8 cm) 0.05 141.11 1.66 (0-2 cm) - (8-10 cm) 0.05 142.95 1.66 (2-4 cm) - (4-6 cm) 0.02 64.86 1.67 (2-4 cm) - (6-8 cm) 0.02 80.88 1.67 (2-4 cm) - (8-10 cm) 0.02 83.92 1.67 (4-6 cm) - (6-8 cm) 0.01 59.72 1.68 (4-6 cm) - (8-10 cm) 0.01 62.95 1.67 (6-8 cm) - (8-10 cm) 0 85.96 1.67

Page 93: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

79

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 0-2 cm ≠ kedalaman 2-4 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 0-2 cm ≠ kedalaman 4-6 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 0-2 cm ≠ kedalaman 6-8 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 0-2 cm ≠ kedalaman 8-10 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 2-4 cm ≠ kedalaman 4-6 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 2-4 cm ≠ kedalaman 6-8 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 2-4 cm ≠ kedalaman 8-10 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 4-6 cm ≠ kedalaman 6-8 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 4-6 cm ≠ kedalaman 8-10 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi kedalaman 6-8 cm ≠ kedalaman 8-10 cm berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

Page 94: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

80

Lampiran 7. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar titik pengamatan di Pantai Wori, Sulawesi Utara

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Titik 1

H’ = -∑ pi ln pi = 1,35

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Titik 2

H’ = -∑ pi ln pi = 1,49 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Titik 3

H’ = -∑ pi ln pi = 1,62

Uji Hutchinson

Titik Pengamtan t Hitung db t Tabel Titik 1 - Titik 2 0.02 76.02 1.67 Titik 1 - Titik 3 0.03 75.06 1.67 Titik 2 - Titik 3 0.02 91.47 1.67

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 1 ≠ Titik 2 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 1 ≠ Titik 3 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 2 ≠ Titik 3 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

Page 95: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

81

Lampiran 8. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar titik pengamatan di Teluk Kuta, Lombok NTB

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Titik 1

H’ = -∑ pi ln pi = 1,16

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Titik 2

H’ = -∑ pi ln pi = 1,14 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Titik 3

H’ = -∑ pi ln pi = 1,26 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Titik 4

H’ = -∑ pi ln pi = 1,26 • Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Titik 5

H’ = -∑ pi ln pi = 1,42

Uji Hutchinson

Titik Pengamtan t Hitung db t Tabel Titik 1 - Titik 2 0.002 90.78 1.67 Titik 1 - Titik 3 0.01 94.21 1.67 Titik 1 - Titik 4 0.01 113.49 1.67 Titik 1 - Titik 5 0.03 100.06 1.67 Titik 2 - Titik 3 0.01 94.78 1.67 Titik 2 - Titik 4 0.01 85.27 1.67 Titik 2 - Titik 5 0.03 87.01 1.67 Titik 3 - Titik 4 0 88.39 1.67 Titik 3 - Titik 5 0.02 85.48 1.67 Titik 4 - Titik 5 0.02 96.21 1.67

Page 96: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

82

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 1 ≠ Titik 2 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 1 ≠ Titik 3 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 1 ≠ Titik 4 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 1 ≠ Titik 5 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 2 ≠ Titik 3 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 2 ≠ Titik 4 berarti terima H0

t

, tidak terdapat perbedaan.

hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 2 ≠ Titik 5 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 3 ≠ Titik 4 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 3 ≠ Titik 5 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

t hitung < t tabel, db (α = 0,05) jadi Titik 4 ≠ Titik 5 berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

Page 97: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

83

Lampiran 9. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan uji Hutchinson antar Lokasi penelitian.

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Pantai Wori, Sulawesi

Utara H’ = -∑ pi ln pi = 1,53

• Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener di Teluk Kuta, Lombok NTB

H’ = -∑ pi ln pi = 1,29

Uji Hutchinson

Lokasi t Hitung Db t Tabel Pantai Wori - Teluk Kuta 0.07 1782 1.65

t hitung < t tabel, df (α = 0,05) jadi Pantai Wori ≠ Teluk Kuta berarti terima H0

, tidak terdapat perbedaan.

Page 98: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

84

Lampiran 10. Data jumlah individu meiofauna pada lokasi penelitian, titik horizontal, dan kedalaman sedimen yang berbeda-beda.

LOKASI HORIZONTAL KEDALAMAN ULANGAN Rata-rata I II

Pantai Wori

1

0-2 cm 36,4 117,6 77 2-4 cm 30,8 46,2 38,5 4-6 cm 15,4 12,6 14 6-8 cm 18,2 26,6 22,4 8-10 cm 7 29,4 18,2

2

0-2 cm 112 102,2 107,1 2-4 cm 37,8 43,4 40,6 4-6 cm 23,8 9,8 16,8 6-8 cm 23,8 37,8 30,8 8-10 cm 14 33,6 23,8

3

0-2 cm 138,6 25,2 81,9 2-4 cm 64,4 89,6 77 4-6 cm 30,8 23,8 27,3 6-8 cm 58,8 32,2 45,5 8-10 cm 16,8 33,6 25,2

Teluk Kuta

1

0-2 cm 91 81,2 86,1 2-4 cm 82,6 35 58,8 4-6 cm 19,6 33,6 26,6 6-8 cm 106,4 30,8 68,6 8-10 cm 44,8 51,8 48,3

2

0-2 cm 107,8 93,8 100,8 2-4 cm 46,2 21 33,6 4-6 cm 16,8 57,4 37,1 6-8 cm 7 46,2 26,6 8-10 cm 14 32,2 23,1

3

0-2 cm 135,8 68,6 102,2 2-4 cm 44,8 42 43,4 4-6 cm 15,4 43,4 29,4 6-8 cm 30,8 26,6 28,7 8-10 cm 7 22,4 14,7

Page 99: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

85

Lampiran 11. Hasil uji F jumlah individu meiofauna diantara kedalaman sedimen, titik pengamatan dan lokasi pengamatan.

Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 48302.534(a) 29 1665.605 2.663 .005 Intercept 125876.721 1 125876.721 201.283 .000 LOKASI 447.174 1 447.174 .715 .404 TITIK 122.565 2 61.283 .098 .907 KDALAMAN 37208.183 4 9302.046 14.874 .000 ULANGAN 40.017 1 40.017 .064 .802 LOKASI * TITIK 2649.136 2 1324.568 2.118 .138 LOKASI * KDALAMAN 607.143 4 151.786 .243 .912 LOKASI * ULANGAN 236.017 1 236.017 .377 .544 TITIK * KDALAMAN 3042.181 8 380.273 .608 .764 TITIK * ULANGAN 1165.285 2 582.643 .932 .405 KDALAMAN * ULANGAN 2784.833 4 696.208 1.113 .369 Error 18761.185 30 625.373 Total 192940.440 60 Corrected Total 67063.719 59

Page 100: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

86

Lampiran 12. Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) jumlah individu meiofauna terhadap kedalaman sedimen.

(I) Kedalaman (J) Kedalaman

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound 0-2 cm 2-4 cm 43.8667(*) 10.20925 .000 23.0166 64.7167

4-6 cm 67.3167(*) 10.20925 .000 46.4666 88.1667 6-8 cm 55.4167(*) 10.20925 .000 34.5666 76.2667 8-10 cm 66.9667(*) 10.20925 .000 46.1166 87.8167

2-4 cm 0-2 cm -43.8667(*) 10.20925 .000 -64.7167 -23.0166 4-6 cm 23.4500(*) 10.20925 .029 2.5999 44.3001

6-8 cm 11.5500 10.20925 .267 -9.3001 32.4001 8-10 cm 23.1000(*) 10.20925 .031 2.2499 43.9501

4-6 cm 0-2 cm -67.3167(*) 10.20925 .000 -88.1667 -46.4666 2-4 cm -23.4500(*) 10.20925 .029 -44.3001 -2.5999

6-8 cm -11.9000 10.20925 .253 -32.7501 8.9501 8-10 cm -.3500 10.20925 .973 -21.2001 20.5001

6-8 cm 0-2 cm -55.4167(*) 10.20925 .000 -76.2667 -34.5666 2-4 cm -11.5500 10.20925 .267 -32.4001 9.3001

4-6 cm 11.9000 10.20925 .253 -8.9501 32.7501 8-10 cm 11.5500 10.20925 .267 -9.3001 32.4001

8-10 cm 0-2 cm -66.9667(*) 10.20925 .000 -87.8167 -46.1166 2-4 cm -23.1000(*) 10.20925 .031 -43.9501 -2.2499

4-6 cm .3500 10.20925 .973 -20.5001 21.2001 6-8 cm -11.5500 10.20925 .267 -32.4001 9.3001

Keterangan: Angka-angka yang diikuti tanda asterisk (*), berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %.

Page 101: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

87

Lampiran 13. Data jumlah taksa meiofauna pada lokasi penelitian, titik horizontal, dan kedalaman sedimen yang berbeda-beda.

LOKASI HORIZONTAL KEDALAMAN ULANGAN Rata-rata I II

Pantai Wori

1

0-2 cm 5 10 7,5 2-4 cm 4 5 4,5 4-6 cm 3 4 3,5 6-8 cm 3 7 5 8-10 cm 2 5 3,5

2

0-2 cm 8 8 8 2-4 cm 6 6 6 4-6 cm 5 5 5 6-8 cm 6 6 6 8-10 cm 7 6 6,5

3

0-2 cm 10 7 8,5 2-4 cm 7 7 7 4-6 cm 5 7 6 6-8 cm 7 7 7 8-10 cm 4 7 5,5

Teluk Kuta

1

0-2 cm 10 6 8 2-4 cm 6 5 5,5 4-6 cm 3 3 3 6-8 cm 5 6 5,5 8-10 cm 5 8 6,5

2

0-2 cm 7 10 8,5 2-4 cm 5 4 4,5 4-6 cm 4 5 4,5 6-8 cm 2 5 3,5 8-10 cm 5 5 5

3

0-2 cm 8 8 8 2-4 cm 7 4 5,5 4-6 cm 4 5 4,5 6-8 cm 4 5 4,5 8-10 cm 2 4 3

Page 102: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

88

Lampiran 14. Hasil uji F jumlah taksa meiofauna diantara kedalaman sedimen, titik pengamatan dan lokasi pengamatan.

Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 167.750(a) 29 5.784 3.104 .001 Intercept 1915.350 1 1915.350 1027.916 .000 LOKASI 6.017 1 6.017 3.229 .082 TITIK 5.200 2 2.600 1.395 .263 KDALAMAN 96.567 4 24.142 12.956 .000 ULANGAN 7.350 1 7.350 3.945 .056 LOKASI * TITIK 18.533 2 9.267 4.973 .014 LOKASI * KDALAMAN 4.567 4 1.142 .613 .657 LOKASI * ULANGAN 1.350 1 1.350 .725 .401 TITIK * KDALAMAN 14.133 8 1.767 .948 .493 TITIK * ULANGAN 2.800 2 1.400 .751 .480 KDALAMAN * ULANGAN 11.233 4 2.808 1.507 .225 Error 55.900 30 1.863 Total 2139.000 60 Corrected Total 223.650 59

Page 103: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

89

Lampiran 15. Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) jumlah taksa meiofauna terhadap kedalaman sedimen.

(I) Kedalaman (J) Kedalaman

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound 0-2 cm 2-4 cm 2.5833(*) .55728 .000 1.4452 3.7214

4-6 cm 3.6667(*) .55728 .000 2.5286 4.8048 6-8 cm 2.8333(*) .55728 .000 1.6952 3.9714 8-10 cm 3.0833(*) .55728 .000 1.9452 4.2214

2-4 cm 0-2 cm -2.5833(*) .55728 .000 -3.7214 -1.4452 4-6 cm 1.0833 .55728 .061 -.0548 2.2214

6-8 cm .2500 .55728 .657 -.8881 1.3881 8-10 cm .5000 .55728 .377 -.6381 1.6381

4-6 cm 0-2 cm -3.6667(*) .55728 .000 -4.8048 -2.5286 2-4 cm -1.0833 .55728 .061 -2.2214 .0548

6-8 cm -.8333 .55728 .145 -1.9714 .3048 8-10 cm -.5833 .55728 .304 -1.7214 .5548

6-8 cm 0-2 cm -2.8333(*) .55728 .000 -3.9714 -1.6952 2-4 cm -.2500 .55728 .657 -1.3881 .8881

4-6 cm .8333 .55728 .145 -.3048 1.9714 8-10 cm .2500 .55728 .657 -.8881 1.3881

8-10 cm 0-2 cm -3.0833(*) .55728 .000 -4.2214 -1.9452 2-4 cm -.5000 .55728 .377 -1.6381 .6381

4-6 cm .5833 .55728 .304 -.5548 1.7214 6-8 cm -.2500 .55728 .657 -1.3881 .8881

Keterangan: Angka-angka yang diikuti tanda asterisk (*), berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %.

Page 104: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

90

Lampiran Gambar 1. Peta lokasi Pantai Wori, Sulawesi Utara (Foto : Google Earth, 2007).

Page 105: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

91

Lampiran Gambar 2. Peta lokasi Teluk Kuta Lombok, NTB (Foto : Google Earth, 2007).

Page 106: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

92

Lampiran Gambar 3. Beberapa taksa-taksa meiofauna yang ditemukan di Pantai Wori dan Teluk Kuta (Titoyo, 2006).

Amphipoda Harpactiocida

Nematoda Cumacea

Ostracoda Oligochaeta

Page 107: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

93

Turbellaria Polychaeta

Page 108: Distribusi Vertikal Dan Horizontal Meiofauna Di Pantai Wori, Sulawesi Utara Dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat

94

Lampiran Gambar 4. Alat-alat yang digunakan untuk penyortiran dan identifikasi meiofauna (Titoyo, 2006).

Mikroskop Stereo Mikroskop

Cawan, botol sampel, suntikan, O ring needle, pinset