makalah kp. kuta

71
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kebudaaan merupakan hal yang sudah mulai luntur di kalangan masyarakat suatu daerah tertentu. Kebudayaan yang merupan hasil cipta, karsa, dan rasa menurut Koentjaraningrat (1976:28). Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda-beda. Wujud kebudayaan yang jumlahnya cukup banyak itu terbagi ke dalam beberapa unsur kebudayaan secara universal yang antara lain adalah sistem kepercayaan (religi), sistem pengetahuan, mata pencaharian, peraatan dan perlengkapan hidup manusia, system kemasyarakatan, bahasa, dan kesenian. Fungsi kebudayaan pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi, pemersatu, dan jatidiri. Oleh karena itu, kebudayaan menjadi acuan atau pedoman bagi sikap dan tingkah laku dalam pergaulan antarsesama warga masyarakat sehingga akan berpengaruh terhadap pengetahuan, pembentukan sikap, kepercayaan, dan perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan. Pada masa sekarang, ketika kontak budaya semakin meningkat dan intensif, banyak sekali terjadi pergeseran dan perubahan dalam kehidupan masyarakat, terutama tampak sekali pada sikap dan perilaku di kalangan generasi muda. Perhatian khusus bagi generasi muda merupakan hal yang menarik karena mereka adalah penerus dan pendukung kebudayaan yang ada sekarang ini. Perubahan pandangan, pengetahuan, sikap, dan tingkah laku 1

Upload: uswatunhasanah

Post on 29-Dec-2015

142 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kp. Kuta

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini kebudaaan merupakan hal yang sudah mulai luntur di kalangan masyarakat suatu

daerah tertentu. Kebudayaan yang merupan hasil cipta, karsa, dan rasa menurut Koentjaraningrat

(1976:28). Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa

saling berbeda-beda. Wujud kebudayaan yang jumlahnya cukup banyak itu terbagi ke dalam

beberapa unsur kebudayaan secara universal yang antara lain adalah sistem kepercayaan (religi),

sistem pengetahuan, mata pencaharian, peraatan dan perlengkapan hidup manusia, system

kemasyarakatan, bahasa, dan kesenian.

Fungsi kebudayaan pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi, pemersatu, dan jatidiri.

Oleh karena itu, kebudayaan menjadi acuan atau pedoman bagi sikap dan tingkah laku dalam

pergaulan antarsesama warga masyarakat sehingga akan berpengaruh terhadap pengetahuan,

pembentukan sikap, kepercayaan, dan perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan.

Pada masa sekarang, ketika kontak budaya semakin meningkat dan intensif, banyak sekali terjadi

pergeseran dan perubahan dalam kehidupan masyarakat, terutama tampak sekali pada sikap dan

perilaku di kalangan generasi muda. Perhatian khusus bagi generasi muda merupakan hal yang

menarik karena mereka adalah penerus dan pendukung kebudayaan yang ada sekarang ini.

Perubahan pandangan, pengetahuan, sikap, dan tingkah laku pada diri mereka akan berdampak

besar terhadap corak dan nuansa kebudayaan di masa depan. Padahal di sisi lain, mereka itu

sangat mudah dipengaruhi oleh unsur kebudayaan baru/asing di luar kebudayaan yang dikenalnya.

Oleh karena itu, dirasa perlu untuk melakukan suatu tindakan, utamanya dalam bentuk

kampanye/pengenalan, supaya mereka mengenal kebudayaan yang hidup dan berkembang di

lingkungannya. Pengenalan tersebut pada gilirannya akan bermuara pada upaya untuk mencintai

kebudayaan sendiri, sehingga kebudayaan yang ditumbuhkembangkan tidak lepas dari akarnya.

Sebagai upaya agar memiliki keinginan dan bisa memahami perbedaan budaya, mereka harus

diperkenalkan pada aspek-aspek kebudayaan dari luar lingkup kebudayaannya sendiri. Upaya

tersebut diharapkan dapat mengikis etnosentrisme yang sempit dan meningkatkan pemahaman

bahwa budaya yang ditumbuhkembangkan masing-masing etnik merupakan jatidiri etnik yang

bersangkutan.

Dikaitkan dengan keberadaan Kampung Adat Kuta, suatu desa yang berada di penggiran

wliayah Kabupaten Ciamis, yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah, sudah

memiliki ciri-ciri masyarakat yang modern, meskipun dalam pelaksanaannya masih sangat erat

kaitannya dengan aturan atau adat dan tabu yang sudah memasyarakat dari awal berdirinya

kampung adat tersebut.

1

Page 2: Makalah Kp. Kuta

B. Rumusan Masalah

1. Dimana letak Masyarakat Adat Kampung Kuta?

2. Bagaimanakah asal-usul Kampung Kuta?

3. Bagaimana Tradisi Khas Masyarakat Adat Kampung Kuta?

4. Bagaimana kondosi alam di dalam Kampung Kuta?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

2. Untuk mengetahui dimana letak Masyarakat Adat Kampung Kuta.

3. Untuk mengetahui tradisi khas dan kebudayaan Kampung Kuta – Ciamis.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis, untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai ampung Kuta.

2. Bagi siswa, makalah ini disusun untuk membantu siswa mengetahui letak sekaligus asal-usul

Masyarakat Adat Kampung Kuta sehingga mendapat pengetahuan lebih mengenai kebudayaan

di daerah tersebut.

3. Bagi guru, makalah ini disusun untuk membantu guru agar mempermudah dalam

menyampaikan materi mengenai Masyarakat Adat Kampung Kuta dan agar dapat dijadikan

referensi bagi guru.

BAB II

KONDISI UMUM KAMPUNG KUTA

Letak Kampung Kuta

2

Page 3: Makalah Kp. Kuta

Kampung Kuta secara administratif berada di wilayah Kabupaten Ciamis, Kecamatan

Tambaksari, Desa Karangpaningal dan ditetapkan sebagai sebuah Dusun yaitu Dusun Kuta.

Kampung Kuta ini terdiri atas 2 RW dan 4 RT. Kampung Kuta secraa administratif berbatasan

dengan :

- Dusun Cibodas Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari di sebelah Utara.

- Dusun Margamulya Kecamatan Tambaksari di sebelah Barat

- Sungai Cijolang disebelah Selatan dan Timur yang sekaligus merupakan perbatasan

wilayah Jawa Barat dengan Jawa Tengah (Desa Bingkeng Kecamatan Dayeuhluhur

Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah)

Untuk menuju ke Kampung Kuta tersebut jarak yang harus ditempuh dari Kabupaten Ciamis

sekitar 34 km menuju ke arah utara. Dapat dicapai dengan menggunakan mobil angkutan umum

sampai ke Kecamatan Rancah. Sedangkan dari Kecamatan Rancah menggunakan sepeda motor

sewaan atau ojeg, dengan kondisi jalan aspal yang berkelok serta banyak tanjakan yang cukup

curam. Jika melewati Kecamatan Tambaksari dapar menggunakan kendaraan umum mobil sewaan

atau ojeg. dengan kondisi jalan serupa.

Secara georafis Kampung Kuta terpisah dengan kampung lain yang ada di Desa

Karangpaningal karena berada di suatu lembah yang dikelilingi tebing tegak lurus yang sekaligus

memisahkan atau menjadi batas dengan kampung lainnya. Tebing-tebing yang mangelilingi

Kampung Kuta nampak menyerupai benteng yang mengelilingi Kampung tersebut.

Sebagai daerah lembah, Kampung Kuta merupakan daerah subur. Namun demikian daerah

Kampung Kuta dan daerah lain di sekitar Desa Karanangpaningal mempunyai kondisi tanah yang

3

Page 4: Makalah Kp. Kuta

labil. Hal ini terjadi karena kandungan tanah di Kampung Kuta merupakan tanah gembur yang

berasal dari tanah cadas muda.

Topografi Kampung Kuta berada pada ketinggian 500 meter di atas pemukaan laut. Dengan

demikian kondisi udara Kampung Kuta cukup sejuk.

RIWAYAT SINGKAT KAMPUNG KUTA

Nama Kampung Kuta diberikan sesuai dengan lokasinya, yang berada di lembah curam

sedalam kurang lebih 75 meter dan dikelilingi oleh tebing-tebing di perbukitan, dalam bahasa Sunda

disebut Kuta (artinya pagar tembok).

Menganai asal-usul Kampung Kuta, dalam beberapa dongeng buhun yang tersebar di

kalangan masyarakat Sunda sering di sebut adanya nagara burung atau daerah yang tidak jadi atau

batal menjadi ibukota Kerajaan Galuh. Daerah ini dinamai Kuta Pandak. Masyarakat Ciamis dan

sekitarya menganggap Kuta Pandak adalah Kampung Kuta di Desa Karangpaningal sekmang.

Masyarakat Cisaga menyebutnya dengan nama Kuta Jero. Dongeng tersebut ternyata mempunyai

kesamaan dengan ceriata asal-usul Kampung Kuta. Mereka menganggap dan mengakui dirinya

sebagai keturunan Raja Galuh dan keberadaannya di Kampung Kuta sebagai penunggu atau

penjaga kekayaan Raja Galuh.

Sejak kapan berdiri Kampung Kuta, maupun asal-usul kampung tersebut, belum diketahui

secara pasti. Namun demikian, ada beberapa versi asal-usul Kampung Kuta yang diturunkan

Kuncen Kampung Kuta. Asal-usul Kampung Kuta terdiri atas dua bagian yang masing-masing

berbeda, yaitu Kampung Kuta pada masa kerajaan Galuh dan pada masa Kerajaan Cirebon.

Versi Kampung Kuta pada masa Kerajaan Galuh ini dimulai pada awal pendirian kerajaan

Galuh. Seorang raja Galuh bernama Prabu Alor Sukaresi sedang mengembara bersama beberapa

pengawal terpilih dan berpangalaman. Pengembala dilatugaskan untuk mencari daerah yang cocok

untuk mendirikan pusat pemerintahan kerajaan. Pada saat rombongan Prabu Ajar Sukaresi tiba di

tepi sungai yang bernama Cijolang, Raja melihat daereh seberang sungai atau sebelah barat cukup

menarik dan menurut penglihatannya cocok untuk di jadikan pusat kerajaan. Prabu Ajar Sukaresi

segera memerintahkan para pengawalnya untuk beristirahat dan membangun tempat peristirahatan

di ternpat tersebut. Dia sendiri akan meneliti dan maninjau secara seksama daerah seberang Sungai

Cijolang.

4

Page 5: Makalah Kp. Kuta

Setelah melakukan penelitian, Prabu Ajar Sukaresi memerintahkan para pengawalnya untuk

membongkar tempat peristirahatan sementara dan segera pindah ke seberang sungai untuk

memulai persiapan membuka daerah yang akan dijadikan pusat kerajaan. Bekas tempat

peristirahatan sementara yang terdapat di tepi sungai Cijolang ini, sampai sekarang daerah itu di

sebut Dodokan, artinya daerah tempat duduk atau tempat peristirahatan raja.

Prabu Ajar Sukaresl bekeliling ke daerah tersebut dan ternyata daerah tersebut dikelilingi

tebing-tebing tinggi. Melihat kondisi ini, Prabu Ajar Sukaresi beranggapan bahwa daerah ini tidak

5

Page 6: Makalah Kp. Kuta

dapat berkembang dan diperluas karena dibatasi tebing. Dengan terpaksa, segala persiapan yang

telah dilaksanakan untuk membangun pusat pemerintahan dibatalkan dan ditinggalkan.

Penamaan kampung ini sesuai dengan letaknya yang berada di sebuah lembah dan dikelilingi

tebing. Dalam bahasa Sunda daerah dengan kondisi demikian ini disebut Kuta.

Prabu Ajar Sukaresi dan rombongan melanjutkan pengembaraan. Setelah mengembara lama

akhirnya berhasil menemukan daerah pertemuan dua sungai yaitu Sungai Cimuntur dan Sungai

Citanduy yang cocok untuk pusat pemerintahan. Daerah ini kemudian dibangun menjadi pusat

kerajaan Galuh dan sekarang menjadi kawasan situs Karang Kamulyan.

Setelah ditinggalkannya Prabu Ajar Sukaresi, daerah Kampung Kuta tidak diketahui

kelanjutan ceritanya.

6

Page 7: Makalah Kp. Kuta

Versi asal-usul Kampung Kuta pada masa Kerajaan Cirebon. Diawali oleh dua kerajaan yang

menaruh perharian besar terhadap Kampung Kuta, yaitu Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Mataram

Solo. Perhatian kedua kerajaan tersebut, disebabkan para penguasanya mendapat wasiat dan

wangsit dari leluhurnya untuk memelihara dan menjaga daerah bekas peninggalan Prabu Ajar

Sukaresi.

Raja Cirebon mengutus kepercayaannya yang bernama Raksabumi agar menetap di Kuta.

Kepada Raksabumi, Raja Cirebon berpesan bahwa apabila di Kuta telah ada utusan dari kerajaan

Mataram maka sebaiknya mengalah (ngelehan maneh) dan Raksabumi tidak boleh kembali ke

Cirebon. Demikian juga Raja Solo berpesan kepada utusannya bahwa jika utusan Cirebon telah ada

di Kuta lebih dulu maka harus mengalah dan tidak boleh kembali ke Solo. Dengan adanya perintah

tersebut maka kedua utusan berusaha keras agar dapat mencapai Kuta lebih dulu.

Sebenarnya kedua utusan tiba di daerah Kuta hampir bersamaan. Akan tetapi, setelah tiba di

daerah Kuta tanpa sebab yang pasti utusan kerajaan Solo meninggalkan daerah Kuta. Raksabumi

sendiri segera membuka hutan dan membangun pemukiman di sekitar situ (danau, rawa) dan di

kenal dengan nama pamarakan, artinya tempat marak atau menangkap ikan dengan cara

mengeringkan airya. Saat ini sebagian masyarakat menyebutnya pamrekan bukan pamarakan

(pamrekan berarti dekat). Disebut demikian karena Raksabumi membangun pemukiman dekat

dengan daerah dimaksud.

Demikianlah, akhirya Raksabumi menjadi pemimpin di Kampung Kuta atau penunggu dan

penjaga daerah Kuta hingga akhir hayatnya. Setelah meninggal Raksabumi dimakamkan di Cibodas

dan dikenal kenal dengan nama Ki Bumi. Dia dianggap sebagai cikal bakal dan leluhur yang

menurunkan masyarakat Kuta.

Raksabumi adalah pemimpin pertama dan sampai sekarang Kampung Kuta tetap dipimpin

oleh keturunan Ki Bumi (Raksabumi). Keberadaan Ki Bumi di Kampung Kuta yang ditugaskan oleh

Raja Cirebon agar menjaga dan memelihara daerah bekas peninggalan Prabu Ajar Sukaresi yang

terdapat di Kampung Kuta. Peninggalan tersebut umumnya berupa tempat yang dilihat dari namanya

menunjukkan persiapan membangun pemukiman, antara lain Panday Domas (Pandai Besi tempat

pembuatan senjata dan peralatan pembangunan), Panyipuhan (tempat menyepuh peralatan perang

atau emas), gunung Apu, Gunung Semen, dan Gunung Barang yang terletak di hutan keramat.

Masyarakat Kampung Kuta mempercayai bahwa peninggalan itu di simpan di tempat keramat

yang di jaga oleh mahluk gaib yang bernama Bima Raksa Kalijaga, Sang Maetil Putih, Kyai Bima

Rakasnagara, dan Prabu Mangkurat Jagat. Oleh karena itu, masyarakat sangat patuh untuk

rnemelihara dan menjaga hutan Keramat. (1998:18)

Versi lain ditulis mengenai Pemukiman Tradisional Kampung Kuta, bahwa Kampung Kuta

telah ada sejak jaman dulu. Dimulai dengan datangnya Ampu Raksa Bima Kalijaga suruhan Prabu

7

Page 8: Makalah Kp. Kuta

Siliwangi untuk membuka pusat Kerajaan Galuh di Kuta. Bukit-bukit persrapan tersebut sampai kini

masih tersimpan di antaranya persiapan semen merah masih tersmpan di Gunung Semen :

peralatan rumah tangga tersimpan di Gunung Padaringan dan Panday Domas . peralatan Kesenian

tersimpan di gunung Wayang dan Gunung Batu Goong. Namun pada saat akan mendirikan kerajaan

tidak mencapai Patang Ngewu Domas pendirian keraton digagalkan, semua barang-barang yang

telah dipersiapkan seluruhnya disimpan di Gunung Barang.

Setelah itu Kerajaan Galuh berpindah ke Karang Kamulyan, sebagai gantinya ia menunjuk

anak buahnya yang berasal dari Solo yang bernama Aki Batasela untuk memelihara Kampung Kuta,

selanjutnya menugaskan anak buahnya yang lain yang berasal dari Cirebon yang bernaman Aki

Bumi. Di antara anak buah yang di tugaskan ke Kampung Kuta hanya Aki Bumi yang dapat sampai

ke Kampung Kuta, sedangkan Aki Batasela karena lambat hanya sampai Kampung Cibodas, untuk

selanjutnya bermukim di Cibodas sampai meninggal. Oleh sebab itu sampai kini setiap penduduk

Kampung Kuta yang meninggal akan dikuburkan di Cibodas, hal ini sebagai bentuk penghormatan

terhadap leluhur yaitu Aki Batasela yang meninggal di Cibodas.

Pemeliharaan Kampung Kuta selanjutnya diserahkan kepada turunan-turunan Aki Bumi secara

turun temurun yang biasa disebut dengan kuncen atau kunci. Keturunan dari Aki Bumi, yang menjadi

kuncen di Kampung Kuta adalah Aki Dano, Aki Maena, Aki Surabangsa dan Aki Rasipan.

Ada beberapa bagian yang hampir mirip dengan cerita yang dikemukakan dalam naskah dan

ada pula yang berbeda jalan ceritanya. Adapun mengenai kebenaran isi cerita atau mitos tersebut

bukanlah suatu permasalahan. Setidaknya, mitos-mitos tersebut dihormati dan dipelihara oleh

masyarakatnya. Lebih jauh, bukankah ilmu pengetahuan juga pada awalnya berkembang dari

bentuk pemikiran mistis.

Luas Lahan dan Penggunaannya

Luas wilayah Kampung Kuta sekitar 97 hektar tanah, yang didalamnya mencakup 40 hektar

merupakan hutan lindung maupun hutan keramat dan sisanya diperuntukkan bagi pemukiman,

sawah, ladang, kebun, kolam, jalan, tanah lapang, gunung keramat, mata air keramat, dan sarana

lainnya.

Gunung yang terdapat di Kampung Kuta terdiri dari Gunung Semen, Gunung Panday Domas,

Gunung Wayang, Gunung Barang, Gunung Batu Goong, dan Gunung Barang. Nama gunung

gunung tersebut sesuai dengan legenda yang hidup di masyarakat Kampung Kuta. Serta empat

mata air yang dikeramatkan karena airya menjadi sumber kebutuhan penduduk dan tidak pernah

kering sepanjang masa. Mata air kenal mayarakat setempat dengan nama mata air Panyingkiran,

Cinangka, Cibanggara dan Ciasihan.

8

Page 9: Makalah Kp. Kuta

Tempat Keramat

Kepercayaan terhadap tempat-tempat keramat sama kentalnya dengan kepercayaan

terhadap makhluk gaib/makhtuk halus. Di Kampung Kuta terdapat beberapa tempat yang

kekeramatannya masih terjaga dengan baik. Tempat-tempat tersebut adalah:

1. Leuweng Gede (Leuweung Keramat)

Leweung Gede atau dikenal juga dengan nama hutan keramat, merupakan kawasan hutan

lindung yang dikeramatkan. Letak hutan ini berada di sebelah Selatan Kampung Kuta dengan luas

hampir separuh luas Kampung Kuta yaitu seluas kurang lebih 40 hektar. Selain hutannya sendiri

yang dikeramatkan, di dalamnya terdapat danau kecil (disebut kawah) dan batu (disebut kuburan)

yang sama-sama dikeramatkan. Cara atau bentuk penghormatan terhadap hutan tersebut

diberlakukan sejumlah tabu atau pamali yang diberlakukan untuk semua warga.

Kampung Kuta merupakan masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan

tradisi dengan pengawasan kuncen dan ketua adat. Kepercayaan terhadap larangan dan adanya

mahluk halus atau kekuatan gaib masih tampak pada pandangan mereka terhadap tempat keramat

berupa hutan keramat. Hutan keramat tersebut sering didatangi oleh orang-orang yang ingin

mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup. Hanya saja, di hutan keramat tersebut tidak

boleh meminta sesuatu yang menunjukkan ketamakan seperti kekayaan.

2. Gunung Wayang

Gunung Wayang merupakan gunung yang dikeramatkan penduduk Kampung Kuta tepatnya

di sebelah Utara kampung. Gunung ini dikeramatkan karena terkait erat dengan kisah asal-usul

Kampung Kuta. Menurut penuturan beberapa informan, disebut Gunung Wayang karena di gunung

itulah beberapa persiapan kesenian termasuk wayang disimpan, pada saat Ambu Rama Raksa Bima

Kalijaga akan menjadikan kawasan Kuta sebagai pusat pemerintahan Raja Galuh.

9

Page 10: Makalah Kp. Kuta

3. Gunung Pandai Domas / Gunung Tahanan

Lokasi gunung ini terletak di sebelah Barat Kampung Kuta, dikeramatkan karena masih

memiliki rangkaian cerita dengan gunung-gunung lainnya yang dikeramatkan.

4. Gunung Barang

Gunung Barang yang terletak di sebelah Barat Daya kampung, dikeramatkan oleh penduduk

karena memiliki nilai historis, yaitu gunung ini dijadikan tempat menyimpan barang-barang yang

akan dipakai untuk membuka pusat kerajaan Galuh. Barang-barang yang telah dipersiapkan

ternyata tidak dipergunakan mengingat pembukaan pusat kerajaannya tidak jadi maka barang-

barang tersebut tidak di bawa pulang, melainkan disimpan dan ditimbun di Gunung Barang.

5. Gunung Batu Goong

Gunung Batu Goong masih berada di kawasan Kampung Kuta letaknya di sebelah Timur Laut.

Gunung ini dikeramatkan karena di gunung ini tersimpan goong (gong) pada saat akan dibuka wilayah

pusat pemerintahan Kerajaan Galuh. Menurut cerita di gunung ini terdapat sebuah batu yang

bentuknya mirip goong (gong).

6 Ciasihan

Ciasihan merupakan sebuah mata air terletak hampir di tengah-tengah Kampung Kuta.

Ciasihan dikeramatkan karena sepanjang masa airnya tidak pernah surut atau tidak pernah meluap.

Jika dilihat dari namanya, Ciasihan yaitu cai (air) yang memiliki asih (kasih sayang) artinya air

tersebut dipercaya dapat menimbulkan rasa kasih sayang dari seseorang kepada orang lain.

Untuk sarana perlengkapan lain seperti sumber air di kampung Kuta tidak ada yang

menggunakan sumur, tetapi mereka menggunakan sumber mata air yang berasal dari perbukitan

sekitar tempat tinggal mereka yang biasa mereka sebut ci asihan (air kehidupan). Ci asihan tersebut

terdapat di beberapa titik sekitar pemukiman dan sumber airnya tidak akan habis atau kering

walaupun dimusim kemarau, melainkan hanya sedikit berkurang saja. Dalam pemanfaatan guna

keperluan sehari-hari warga hanya boleh mengambil dari sumbernya sebanyak apapun mereka 10

Page 11: Makalah Kp. Kuta

membutuhkan, akan tetapi tidak boleh dialirkan langsng ke rumah menggunakan pipa. Air dari ci

asihan sangatlah jernih dan tidak berkerak jika di rebus untuk keperluan minum, maka air itu

memang layak konsumsi selain juga digunakan untuk mandi jika yang memiliki kamar mandi

sederhana di rumahnya.

Cara lain sebagai bentuk penghormatan atau pengkeramatan tabet-tabet tersebut yaitu

dengan memelihara kelestarian lingkungan alamnya dengan cara memberlakukan beberapa tabu di

tempat-tempat itu, serta ancaman yang keras bagi setiap perusak atau pelanggar tabu.

KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

Jumlah penduduk Dusun Kuta pada tahun 2010 sebanyak 325 jiwa terdiri atas jumlah

penduduk laki-laki sebanyak 159 jiwa dan panduduk perempuan 166 jiwa dengan jurmlah kepala

keluarga sebanyak 126 Kepala Keluarga. Jumlah rumah yang berada di kawasan Kuta Dalam (Kuta

Jero) sebanyak 116 rumah, sedangkan di Kuta Luar sebanyak 5 rumah.

Mata Pencaharian Penduduk Kampung Kuta

Mata pencaharian utama penduduk kampung Kuta adalah bertani, menggarap padi di

sawah dengan sistem dan peralatan pertanian yang tradisional. Mata pencaharian lain juga

dilakukan hampir semua penduduk adalah pembuatan atau pengolahan gula kawung. Mata

pencaharian warga yang terkonsentrasi kedua bidang dikarenakan adanya aturan adat yang tidak

membolehkan arganya untuk menjadi pegawai negeri sipil maupun militer, selain itu dikarenakan

faktor lingkungan alam yang menunjang untuk kedua bidang tersebut.

Kegiatan mengolah tanah dalam proses pertanian merupakan kegiatan rutin yang sepanjang

tahun dilakukan. Sistem pengairan yang bersistem tadah hujan atau hanya mengandalkan air pada

musim hujan menjadi kelemahan sistem pertanian di kampung adat Kuta dan hal itulah yang

membuat musim panen terjadi hanya 2 kali dalam setahun. Pola persawahan di dusun Kuta

berbentuk terasering atau sengked, maka sistem pengairannya bergantian dari sawah yang lebih

tinggi mengalir ke sawah yang lebih rendah itu dimaksudkan agar pengairannya merata ke setiap

sawah warga.

Masa tanam padi dari menanamkan benih padi berumur 100-120 hari tergantung varietas

padi yang di tanam. Cara membajak atau mengolah tanah pertanian ada yang masih menggunakan

kerbau dalam membajak dan masih menggunakan pupuk organik dari kotoran hewan ternak. Hasil

panen dalam 1 hektar bisa mencapai 35 Kwintal. Jika terjadi kekeringan maka padi mereka akan

puso atau gagal panen dan berganti menanam tanaman palawija.

11

Page 12: Makalah Kp. Kuta

Dalam proses pengolahan lahan pertanian, masyarakat Kampung Kuta memiliki tradisi

secara turun-temurun dijadikan pedoman dalam bertani. Tradisi itu antara lain:

1. Setelah musim hujan tiba, penduduk secara gotong royong membersihkan saluran air dari

kotoran sampah dan rumput-rumput yang dapat mengganggu kelancaran air.

2. Ketika sawah mulai basah, petani mulai menggarap lahan dengan melakukan nyambut

dengan dicangkul atau menggunakan sapi dan bersamaan dengan itu pada lahan yang lebih

kecil mereka melakukan tebar. Nyambut (membajak) adalah kegiatan yang dilakukan untuk

menggemburkan tanah yang dalamnya lebih kurang 30 cm sehingga lahan yang semula tidak

rata dan keras karena sebelumnya dipergunakan untuk menanam palawija menjadi lahan

yang memungkinkan untuk ditanami padi. Sedangkan tebar adalah kegiatan dimana petani

menaburkan bibit padi dalam jarak yang sangat rapat pada lahan dengan jumlah dan ukuran

yang relative karena disesuaikan dengan kebutuhan bibit yang akan ditanam di sawah kelak

(umumnya dalam ukuran 1 x 3 meter). Tebar biasanya memerlukan waktu 25 hari sampai

dengan bibit siap tanam.

3. Setelah nyambut. Berikutnya menghaluskan galeungan (pematang sawah) agar air disawah

tidak cepat mengering karena asanya rembesan dan sawah yang usai disambut dibiarkan

selama lebih kurang empat hari agar rumput dan tanaman lain yang ada di sawah membusuk

dan menjadi pupuk organic.

4. Ngagaru adalah tahapan berikutnya dimana dalam kegiatan ini tanah yang sudah gembur

sehabis disambut diratakan sehingga tidak ada lagi bagian-bagian tanah yang terlalu menonjol

ke permukaan atau terlalu menjorok kedalam. Dalam proses ngagaru selain manusia yang

memegang peran sentral sebagai pengendali.

12

Page 13: Makalah Kp. Kuta

5. Ngangler, adalah masa penantian dimana tanah yang sudah ngaci (gembur) dibiarkan

selama dua atau tiga hari agar tanah menjadi agak padat.

6. Pagi hari menjelang tandur yang biasanya dilakukan oleh ibu-ibu, para bapak melakukan

ngagarit. Ngagarit adalah kegiatan membuat garis dengan ukuran 22 x 22 cm pada lahan

yang akan ditanami padi. Kegiatan ini dilakukan agar padi yang akan ditanam (ditandur) selain

tegak berdiri juga berbaris rapi sejajar.

7. Selang tujuh sampai sepuluh hari setelah tandur danpadi sudah dianggap mampu

menyesuaikan diri dengan kondisi sawah, petani melakukan pemupukan.

8. Lima belas sampai dua puluh hari setelah pemupukan biasanya diantara tanaman padi

tumbuh rerumputan yang jika dibiarkan akan mengganggu pertumbuhan padi. Kegiatan untuk

membersihkan rumput di sekitar padi itu disebut ngoyos/ngabaladah yang dilakukan oleh ibu-

ibu secara gotong-royong.

Dalam sekali musim tanam, ngoyos biasanya dilakukan lebih dari satu kali, biasa dua atau tiga

kali tergantung pada cepat dan banyaknya rumput yang tumbuh dan mengganggu

perkembangan padi. Kegiatan ngoyos yang kedua atau ketiga disebut malenan

(pengulangan). Setelah kegiatan malenan, petani kembali melakukan pemupukan dan

bersamaan dengan itu melakukan babad galeng.

9. Penyemprotan dengan menggunakan insektisida dilaksanakan setelah padi berusia 40 hari

dan dimaksudkan agar gulma dan hama pengganggu tanaman dapat dimusnahkan.

10. Setelah berusia 105 hari sejak ditandur, biasanya padi sudah siap di panen. Malam hari

menjelang panen, pemilik sawah mengundang para tetangga datang ke rumahnya untuk

melaksanakan doa-doa (maleman) guna mensyukuri berkah dari karuhun karena diberi

kesempatan untuk memetik hasil pertaniannya. Sebagian kecil sesaji yang dihidangkan dalam

acara maleman disisihkan, kemudian dipincuk dan menjelang matahari terbit pemilik sawah

menyimpan pincukan sesaji itu di pematang sawah yang siap dipanen, proses ini disebut

nyangkreb.

11. Setelah panen, padi dijemur sampai kering dan siap ditumbuk. Padi digiling atau di heleur,

tetapi menurut adat sebagian padi harus ditumbuk di lisung yang dikerjakan oleh ibu dan anak

gadisnya, sisa padi yang belum ditumbuk disimpan di leuit (di gudang) dan diambil sesuai

kebutuhan.

12. Beras hasil tumbukan pertama disebut beas anyar yang dianggap beras yang paling enak

karena hasil yang baru di panen, beras ini juga tidak dinikmati untuk sendiri namun sebagian

dikirim kepada orang yang paling dihormati atau disayangi seperti kepada sanak saudara.

13

Page 14: Makalah Kp. Kuta

Selain hidup dari hasil pertanian, masyarakat dusun kuta juga melakukan pembuatan gula

kawung. Proses pembuatan gula kawung ini tidak hanya dilakukan para bapak sebagai penyadap

kawung, namun juga melibatkan ibu-ibu dalam pengolahannya. Pembuatan gula kawung dilakukan

hamper seluruh masyarakat kampung Kuta juga mengiuti aturan secara turun temurun. Adapun

aturan itu adalah:

1. Pohon kawung yang sudah mengeluarkan empat sampai lima tagkai caruluk dan satu atau

dua leungan langari, pertanda pohon kawung sudah siap di deres (diambil lahangnya). Pohon

kawung yang untuk pertama kalinya dideres disebut dijenah.

2. Kawung yang sudah layak deres selain pohonnya sudah cukup tinggi biasanya juga dipenuhi

kotoran yang menempel dan harus dibersihkan (ngabalukang) diperlukan alat berupa tangga.

Tangga terbuat dari batang bamboo yang tiap ruasnya dilubangi kedua sisinya untuk

ditancapkan sepotong kayu sebagai pijakan. Bamboo sebagai tangga ini disebut sigay yang

akan terus menempel di pohon selama pohon itu layak deres.

3. Setelah sigay ditempelkan, didikat kuat dipohon dan langari sudah dapat dijangkau dengan

tangan, selanjutnya dilakukan ninggur, ninggur merupakan proses penggemburan langari

dengan cara dipukul berulang-ulang selama satu sampai dua minggu agar lahang terangsang

keluar.

4. Magas yaitu memotong bagian ujung langari yang sudah ditinggur sehingga yang tersisa

dipohon tinggal 30-40 cm. kemudian dibungkus dengan kaworo dan injuk. Setelah dibiarkan

dalam kondisi itu dalam waktu seminggu barulah lodong berfungsi sebagai penampung lahang

atau nira didalamnya sudah diisi batu beneur sebesar jempol kaki, beberapa ranggeuy atau

helai padi, dan beberapa helai daun raru dimasukan, diikat dipohon dibiarkan untuk beberapa

lama. Pembungkusan langari dengan daun kaworo dan injuk, serta dimasukannya batu

beneur, daun raru dan beberapa ranggeuy padi kedalam lodong ini diyakini akan merangsang

lahang juuh (air nira keluar banyak). Proses memasukan langari yang sudah siap di magas

kedalam lodong penampungan lahang disebut nyadap.

5. Nyadap biasanya dilakukan di pagi hari sebelum pergi atau sore hari sepulang bekerja

disawah atau ladang. Jika nyadap dilakukan sore hari, maka lodong yang terisi lahang akan

diambil dan diganti dengan lodong baru pada pagi hari berikutnya, untuk kemudian diambil

dan diganti lagi dengan lodong baru pada sore hariya. Demikian seterusnya, hingga satu

pohon akan berproses selama satu sampai tiga bulan sampai lahang tidak menetes lagi

6. Tahap berikutnya adala proses pengolahan lahang menjadi gula, disinilah ibu-ibu yang

memegang peran. Lahang yang terkumpul dari beberapa lodong dimasukan kedalam kuali

besar yang kemudian digodog atau dimasak diatas tungku yang biasa disebut hawu dengan

api bersumber dari kayu yang membara sambil diaduk terus menerus dalam waktu empat

14

Page 15: Makalah Kp. Kuta

sampai enam jam hingga lahang menjadi peu’eut (lahang yang mengental dan berwarna

merah.

7. Selanjutnya ke dalam peu’eut dimasukan biji pohon jarak, yang bertujuan agar cepat

mengeras ketika dicetak.

8. Untuk memasyikan peu’eut siap dicetak maka dilakukan duga (kira-kira) dengan cara

mengambil lima sampai sepuluh tetes peu’eut lalu dimasukan kedalam air mentah. Jika

peu’eut yang dimasukan kedalam air itu mengeras dalam waktu beberapa detik itu pertanda

peu’eut siap dicetak.

9. Kuali yang berisi peu’eut diangkat dari hawu dan diletakan diatas leuleur 9berbentuk

lingkaran dan terbuat dari kayu waru) agar posisi stabil. Setelah itu, cetakan gula yang terbuat

dari irisan bambu gelondongan yang jumlahnya banyak diletakan diatas ebeg (nyiru berukuran

30 x 50 cm), kemudian diisi dengan peu’eut yang diambil dari kuali dengan mengguanakan

guguis (sendok kayu) sampai peueut habis. Untuk membersihkan kuali digunakan sosodok

yang terbuat dari ruyung kawung. Peu’eut yang sudah mengeras dalam cetakan itulah yang

selanjutnya disebut gula kawung. Setelah gula kawung dilepas dari cetakannya maka dikemas

dengan daun aren sehingga siap jual.

Disamping penduduk kuta sebagai petani dan penyadap kawung, mereka umumnya juga

melakukan kegiatan yang bisa menghasilkan uang, sperti halnya bertanam palawija disawah yang

kekeringan saat kemarau. Adapun juga mereka memelihara ikan di kolam yang mereka miliki untuk

dinikmati hasilnya baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual. Pengairan kolam hanya

mengandalkan air hujan dan sember mata air di kampung Kuta yang biasa disebut ciasihan (air

kehiduan) yang dialirkan oleh warga.ckeuntungan merekamemelihara ikan di kolam adalah bisa

dipakai sebagai tempat buang air besar yang sekaligus sebagai sumber makanan ikan.

Tidak hanya itu saja, penduduk juga biasa memelihara hewan ernak sperti kambing atau

sapi yang biasanya bisa dijual saat musim kurban ataupun bisa dijual saat ada keperluan mendesak.

Perawatan hewan ternak yang bisa dilakukan sambil bertani maka warga kampung kuta bisa dengan

mudah merawat dan mengurusnya, karena cukup diberi makan rumput yang di arit (di apotong) dari

perswahan atau kebun serta tidak kalah penting secara rutin membersihkan kandangnya.

Keuntungan dari beternak hewan adalah kotorannya yang bisa dijadikan pupuk kandang tanaman

bahkan tanaman padi juga menggunakannya.

Mata pencaharian penduduk Kampung Kuta secara umum tidak terlepas dari dunia pertanian

namun jika dilihat dari masing-masing pekerjaan nya cukup bervariasi antara lain, pengrajin gula

aren, pengrajin anyaman bambu, kuli bangunan, mandor, bertani, beternak dan jenis pekerjaan lain

yang sesuai dengan keadaan lingkungannya.

15

Page 16: Makalah Kp. Kuta

Pengrajin gula aren menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk, sehingga produksi

gula aren dapat dianggap sebagai produk unggulan di Kampung Kuta. Jumlah pohon aren yang ada

di Kampmg Kuta sebanyak 985 pohon yang masih produktif. Setiap keluarga di Kampung Kuta rata-

rata memiliki 7 atau 8 pohon aren produktif yang setiap harinya dideres (diambil air niranya), dengan

penghasilan gula aren sebanyak 1,5 kg per hari. Hasil gula mereka dijual ke kota, termasuk

diantaranya ke Jaliarta.

Kini, beberapa penduduk Kampung Kuta mencoba membudidayaan udang windu.

Percontohan budidaya udang windu ini dilakukan di pinggir surgai Cijolang yang kualitas dan

kuantitas airnya telah diyakini dapat dipakai rurtuk mengairi empang-empang udang. Budidaya

udang windu ini jika berhasil akan menambah jumlah komoditi usaha masyarakat yang memiliki nilai

jual tinggi.

Tingkat Pendidikan Penduduk Kampung Kuta

Minat penduduk Kampung Kuta terhadap pendidikan relatif rendah, terutama minat untuk

melanjutkan ke jenjang Sekolah Lanjutan Menengah Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah

Tinglat Atas (SLTA), meskipun sudah ada salah satu putra daerah dari kampung kuta yang telah

meyelesaikan jenjang pendidikan sarjana (S1)1. Rata-rata penduduk hanya menamatkan jenjang

Sekolah Dasar (SD). Pada tahun 2010, penduduk yang berhasil menamatkan Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama hanya 24 orang dan menamatkan sekolah Lanjutan Tingkat Atas hanya 24 orang.

Alasan utama melaksanakan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi disebabkan oleh

kondisi serta alasan lainnya termasuk jarak ke lokasi sekolah yang jauh.

Jarak tempuh ke SLTP terdekat terletak di Kecamatan Tambaksari yang membutuhkan waktu

dua jam berjalan kaki. Jarak ke SLTA harus ke Kota Ciamis atau Banjar.

Sebagai pengisi kekosongan waktu anak-anak (usia sekolah), mereka membantu orang

tuanya menyadap aren, menyabit rumput, atau pekerjaan rumah tangga. Walaupun secara

akademis penduduk Kampung Kuta relatif rendah namun etos kerja mereka relatif tinggi. Mereka

bersedia melakukan apa saja yang dinilainya halal, terutama pekerjaan-pekerjaan yang

berhubungan dengan pertanian dan perkebunan, apalagi jika pekerjaan-pekerjaan tersebut dinilai

dapat meningkatkan potensi kampung.

TABU DAN ATURAN/ADAT SERTA UPACARA ADAT

Tabu

Uraian berikut beberapa Tabu masyarakat Kampung Kuta dalam bahasa Sunda dengan

terjemahannya dalam bahasa lndonesia serta penjelasan nilai-nilai yang terkandung dalam

ungkapan tersebut.

16

Page 17: Makalah Kp. Kuta

1. Teu kenging disapatu atawa disendal, teu kenging make emas lamun rek asup ka tempat

keramat, artinya: Tidok boleh menggunakan sepatu atau sandal, tidak boleh memakai perhiasan dari

emas jika mau memasuki tempat-tempat keramat. Tabu ini mengandung nilai bahwa masyarakat

Kampung Kuta sangat menghormati sikap-sikap yang sederhana, bersahaja. "kebersamaan dan

patuh kepada norma-norma sosial yang berlaku. Mereka memiliki sifat religius yang sangat tinggi

serta menghormati peningglan leluhur, yaitu tempat keramat. Tempat keramat yang dimaksud

adalah sebuah kawasan hutan yang dihuni oleh makhluk-makhluk gaib yang baik, yang menguasai

dan senantiasa menjaga Kampung Kuta. Setiap orang yang akan memasuki hutan tenebu tidak

boleh menggunakan sepatu sandal serta perhiasan.

2. Teu kenging nyiduh, kahampangan, kabeuratan ditempat karamat, artinya: Tidak boleh

meludah, buang air kecil, buang air besar di tempat keramat. Tabu tersebut merupakan kearifan

tradisional yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersihan dan kesopanan. Pemeliharaan

hubungan alam dengan manusia yang selaras dan seimbang pun tercermin dalam ungkapan

tersebut. Jika orang meludah, membuang air kecil bahkan air besar maka akan menyebabkan

lingkungan alam akan terc€mar'

3. Jalma nu maot teu meunang dipendem di Kuta, artinya; Setiap orang yang meninggal

tidak boleh dikubur di Kampung Kuta. Tabu ini mencerminkan keprercayaan masyarakat Kampung

Kuta terhadap mitos leluhur dan penghargaan terhadap leluhurnya' Salah seorang karuhun

masyarakat Kampung Kuta yaitu Ki Bumi dimakamkan di cibodas, maka sebagai bentuk

penghormatan terhadapnya, setiap yang meninggal akan dikuburkan di Dusun Cibodas. Mitos yang

dipercayai masyarakat Kampung Kuta bahwa dibawah tanah Kampung Kuta tersimpan harta karun

peninggalan nenek moyangnya, yaitu Ratu Galuh. Mereka berkewajiban untuk memelihara harta

karun tersebut oleh karena itu, dilarang menggali tanah di Kampung Kuta karena kalau digali

(melanggar tabu) maka arwah para leluhur akan murka dan Kampung Kuta dapat musnah tertimbun

tanah. Kepercayaan mereka ini, didukung dengan keadaan tanah di Kampung Kuta yang merupakan

endapan rawa yang sifatnya labil sehingga kalau digali terlalu dalam akan mengakibatkan longsor.

Selain itu dalam persepsi masyarakat terdapat kepercayaan bahwa tanah Kuta harus selalu suci,

sedangkan mayat sifatrya kotor karena telah banyak dosa. Maka untuk tetap memelihara kesucian

tanah setiap orang yang meninggal, terutama orang dewasa dilarang untuk dimakamkan di

Kampung Kuta.

4. Teu kenging ngadamel bumi ku tembok, suhunan teu kenging ku kenteng, namung kedah

ku kiray atanapi injuk, artinya : Tidak boleh membuat rumah dari bahan tembok atap tidak boleh

menggunakan genting tetapi harus menggunakan alang- alang atau ijuk.

Tabu ini menunjukkan satu simbol jika bahan-bahan yang berasal dari tanah (tembok dan

genting) serta tempatnya melebihi batas kepala manusia sama artinya manusia berada dalam tanah

17

Page 18: Makalah Kp. Kuta

atau dikubur, artinya sama dengan orang yang mati, padahal di dunia ini manusia hidup tidak boleh

seperti orang mati yang tidak berdaya. Tujuan lain dari tabu ini sama halnya dengan tabu-tabu lain

yang berhubungan dengan kondisi tanah di Kampung Kuta yang labil. Jika rumah dari tembok dan

beratap genting tentu akan menambah bobot tekanan terhadap tanah, hal ini dikhawatirkan rumah

akan melesat dan ambruk, kemungkinan akan membahayakan keselamatan penghuninya.

5. Teu kenging ka cai wayah bedug, artinya : Tidak boleh pergi ke air/ kejamban pada saat

tengah hari atau dzuhur. Tabu ini menunjukkan kepercayaan masyarakat Kampung Kuta terhadap

mahluk atau roh halus sebagai pengganggu dan pemelihara. Roh/mahluk pengganggu biasanya

berkeliaran pada waktu dzuhur dan menjelang maghrib (sareupna) ditempat-tempat pemandian. Jika

hal ini dilanggar, sipelanggar akan kesurupan atau akan sakit.

Secara logis larangan tersebut sangat berhubungan dengan kesehatan manusia. Tengah hari

matahari sedang pada puncaknya termasuk suhu tubuh' jika pada saat suhu tubuh disiram air dingin

akan menyebabkan penurunan yang drastis suhu tubuh Secara mendadak akibatnya yang

bersangkutan akan pingsan atau masuk angin. Begitupun pada saat maghrib udara sudah dingin,

jika memaksakan mandi tubuh akan kedinginan yang tentunya akan berakibat sakit.

6. Lalaki teu kenging ka goah, artiya : Laki- laki tidak boleh memasuki tempat penyimpanan

beras atau keperluan dapur (apalagi mengambilnya). Tabu ini mengandung nilai bahwa di Kampung

Kuta telah menetapkan pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan. Laki -laki bertugas

mencari nafkah (di luar rumah) dan perempuan memasak serta menyiapkan makanan di dapur (di

dalam rumah). Jika seorang laki- laki mengerjakan pekerjaan perempuan dipandang rendah dalam

kultur masyaraka! demikian pula sebaliknya, situasi terebut menunjukkan adanya saling percaya

antara suami dan istri.

7. Teu kenging diuk dina lawang panto, artinya : Tidak boleh duduk diambang pintu. Tabu ini

biasanya ditujukan kepada anak-anak. Kepada anak perempuan biasanya ditambah dengan kalimat

bisi nongtot jodo maksudnya susah mendapatkan jodoh, dan kepada anak laki-laki menggunakan

kalimat bisi loba halangan maksudnya dikhawatirkan banyak rintangan dalam melakukan suatu

pekerjaan.

Dalam tabu ini mengandung ajaran pendidikan agar anak laki-laki mau berusaha dan bekerja

keras, sedangkan perempuan harus dapat menjaga harga diri kawaanitaannya, secara logis

larangan ini dimaksudkan agar yang duduk tidak menghalangi orang lain yang lalu lalang, tidak

mustahil tamu yang akan datang pun dapat membatalkan kunjungan. Duduk di ambang pintu pun

dapat menyebabkan masuk angln sebab angin yang masuk melalui pintu sangat kencang.

8. Teu kenging nyiaran sareupna, artinya ; Tidak mencari kutu pada saat magrib. Tabu ini

ditujukan kepada anak perempuan, orang tua dilarang melakukan pekerjaan itu karena pada waktu

18

Page 19: Makalah Kp. Kuta

maghrib adalah waktu untuk beribadah. Secara harfiah, apabila pekerjaan ini dilakukan akan dapat

membuat kerusakan pada mata karena telah berkurangnya sinar matahari.

9. Ngaran teu meunang tina bahasa jawa kudu sunda, Nama tidak boleh menggunakan

bahasa jawa, harus dari bahasa Sunda. Dalam tabu tersebut tercermin fanatisme daerah. Daerah

Sunda adalah peninggalan nenek moyangnya, oleh karena itu, untuk menjaga kelestariannya maka

nama orang sunda harus menggunakan Bahasa Sunda tidak boleh dari Bahasa Jawa.

10. Teu meunang turun ka ranjang atawa naek ka raniang, artinya : Tidak boleh menikahi adik

ipar atou kakak ipar apabila salah satu pasangan suami atau istri meninggal dunia. Tabu ini

ditujukan kepada orang yang ditinggal mati oleh suami atau istrinya, tidak boleh menikahi adik atau

kakak suami atau istrinya' Maksudnya untuk memperluas persaudaraan sebab jika perkawinan

hanya dilakukan antar saudara akan mempersempit tali persaudaraan, jika hal tersebut dilakukan

anggapan masyarakat Kampung Kuta akan menyebabkan anak yang lahir akan cacat bawaan.

11. Istri nu ngandeg teu kenging nganggo sinjang jangkung, artinya : Tidak boleh memakai

kain panjang terlalu tinggi ke atas. Tabu ini ditujukan kepada perempuan yang sedang hamil agar

tidak terlihat aurat.

Maksud sinjang jangkung adalah pemakaian kain yang dililitkan antara lutut hingga dada. oleh

karena ukuran lebar kain hanya 12 cm, maka apabila dipakai terlalu rendah akan terlihat aurat

bagian atas. Selain itu, masyarakat Kampung Kuta percaya bahwa jika Seseorang melanggar akan

mudah dimasuki oleh syetan

12. Teu meunang dahar bari nangtung, arinya : Tidak boleh makan sambil berdiri. Tabu ini

biasa digunakan orang tua untuk mendidik anaknya agar mereka senantiasa mempunyai sifat

disiplin sertra sopan santun, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Masyarakat

Kampung kuta beranggapan bahwa orang yang makan sambil berdiri tidak sopan terhadap orang-

orang disekitarnya serta tidak sopan terhadap leluhur.

13. Lamun indit-inditan kudu mawa obor, artinya : Apabila berpergian (diwaktu malam) harus

membawa obor (lampu minyak tanah yang biasanya terbuat dari ruas bambu). Tabu ini

menunjukkan keadaan alam Kampung Kuta yang banyak dirimbuni pepohonan membuat suasana

malam sangat gelap. Ungkapan ini biasanya ditujukan kepada orang yang akan menjemput paraji

atau dukun beranak. Dalam masyarakat Kampung Kuta terdapat kepercayaan bahwa orang yang

menjemput paraji biasanya diikuti oleh mahluk halus pengganggu seperti kuntilanak yang bertujuan

menganggu wanita sedang hamil atau mau melahirkan. Mahluk halus tersebut takut dengan cahaya,

oleh karena itu, disarankan untuk selalu menggunakan obor.

14. Lamun nyadap ulah nyolendangkeun sarung, artinya : Apabila akan menyadap (air nira)

tidak boleh berselendang sarung. Tabu ini merupakan nasihat kepada para penyadap yang akan

mengambil air lahang (air nira). Jika menyadap sambil berselendang sarung dikhawatirkan akan

19

Page 20: Makalah Kp. Kuta

tersangkut pada pelepah daun enau dan orang tersebut terjatuh. Dalam tabu ini terkandung pesan

bahwa dalam bekerja itu seseorang harus disiplin, baik dalam penggunaan peralatan kerja atau

dalam pakaian kerja

15. Tujuh poe sanggeus nikah teu meunang sakamar, artinya : Tujuh hari setelah menikah

(mengucapkan akad nikah) pengantin tidak boleh tidur sekamar. Larangan ini muncul karena

pernikahan jaman dulu yang terjadi dengan cara dijodohkan orang tua sangat mungkin diantara

keduanya tidak saling mencintai atau rasa cinta hanya dimiliki oleh salah satu orang, oleh sebab itu

untuk mengantisipasi perceraian akibat ketidaksukaan terhadap pasangannya, mereka tidak boleh

tidur sekamar, dengan harapan jika terjadi perceraianpun si gadis masih tetap perawan.

16. Tujuh poe samemeh disepitan, teu kenging lulumpatan, artinya : Tujuh hari sebelum

disunat, anak yang akan disunat tidak boleh berlari-lari (bermain-main). Tabu tersebut merupakan

ungkapan sayang orang tua terhadap anaknya yang akan disunat.Tabu tersebut erat hubungannya

dengan masalah kesehatan anak yang akan disunat. Dengan main berlari-larian dikhawatirkan pada

saat disunat akan sakit atau banyak mengeluarkan darah.

17. Teu menang kacai sareupna, artinya ; Tidak boleh kejamban pada hari menjelang malam

atau saat magrib. Tabu tersebut lebih ditujukan kepada wanita yang sedang hamil. Makna yang

terkandung dalam tabu tersebut berupa nasehat bahwa sebaiknya mandi tidak terlalu sore atau

malam hari karena udara dingin . Letak kamar mandi yang jauh dari rumah dikhawatirkan

membahayakan wanita hamil misalnya jatuh terpeleset, mengingat rata-rata penglihatan orang pada

saat itu sudah tidak jelas karena hari gelap.

18. Parawan teu meunang lila-lila di cai, artinya : Seorang gadis atau perawan tidak boleh

terlalu lama dijamban. Makna yang terkandung berupa nasihat kepada seorang gadis. Secara mistis

dipercaya benar bahwa kuntilanak senang bermain air, hingga jika berlama-lama di jamban

dikhawatirkan diganggu kuntilanak. Secara logis jika berlama-lama di air akan kedinginan. Alasan

lainnya berkaitan dengan masalah etika, yakni jika mandi terlalu lama, tubuh yang tidak tertutup

sehelai baju akan lama terlihat orang lain.

19. Ulah moyok urang Kampung Kuta, artinya; Tidak boleh menghina orang Kampung Kuta.

Larangan ini sebenarnya bukan hanya berlaku untuk orang kuta, tetapi berlaku juga untuk orang lain.

Sikap menghina orang lain adalah sikap salah, orang yang dihina belum tentu labih rendah daripada

orang yang menghina. Tabu ini pun bermakna bahwa manusia di mata Allah memiliki kedudukan

sama, tidak dibedakan oleh kekayaan, kedudukan, melainkan dibedakan oleh amal perbuatannya.

20. Nu kakandungan teu meunang ngadahar butuh, artinya '. wanita hamil tidak boleh

memakan kelapa yang sudah berkecambah(hampir menjadi kitri). Tabu ini berisi nasehat kepada

wanita hamil untuk tidak memakan buah kelapa yang sudah hampir tumbuh tunas. Larangan ini

berdasarkan pada kepercayaan bahwa pelanggaran terhadap larangan ini akan mengakibatkan bayi

20

Page 21: Makalah Kp. Kuta

yang dilahirkan kelak akan terjangkit Panas. Alasan ini sangat rasional sebab buah kelapa yang

hendak muncul tunasnya dalam keadaan asam dan dapat menggugurkan kandungan sama halnya

jika memakan buah nanas muda.

Pengetahuan masyarakat mengenai waktu khususnya tentang musim penghujan dan musim

kemarau pertama didasarkan kepada kebiasaan atau rata-rata musim berdasarkan walku. Bulan-

bulan yang berakhiran ber-beran seperti september, Oktober, Nopember, sampai Desember

dipercayai sebagai musim penghujan, sedangkan mulai bulan Maret, Suku kata ret diartikan

berhentinya kucuran air hujan, berarti mulai bulan-bulan itu akan datang musim kemarau. Tanda-

tanda alam yang menandai musim tersebut biasanya jika akan musim penghujan suhu udara

dirasakan panas, sedangkan jika akan datang musim kemarau udara dingin menusuk tulang.

Tanda-tanda musim kemarau yang dikaitkan dengan flora biasanya menjelang musim

kemarau pohon jati akan berbunga dan pohon mahoni daunnya akan berguguran. Sedangkan ciri-

ciri yang diperlihatkan oleh fauna atau binatang terutama oleh turaes (semacam serangga kecil) jika

musim kemarau akan tiba, turaes akan berbunyi terus menerus sepanjang hari, begitupun capung

akan beterbangan dalam jumlah banyak.

Pengetahuan perbintangan untuk menentukan musim tanam dan musim panen sudah tidak

digunakan lagi. Penyebabnya antara lain karena keterbatasan pengetahuan mengenai ilmu alam

falak, disamping itu iklim sekarang tidak dapat diramalkan. Penentuan musim tanam dan musim

panen, umumnya didasarkan pada kebiasaan masyarakat sekitar, dalam arti yang lain mulai

menanam, maka masyarakat Kampung Kuta pun mulai menanam, demikian seterusnya. Ditambah

lagi kepercayan masyarakat Kampung Kuta jika akan mulai musim tanam atau musim panen selalu

menanyakan kepada Puun (tetua kampung) dalam penentuan waktunya.

Pengetahuan tentang teknologi modern bagi masyarakat Kampung Kuta, seperti radio,

televisi, dan kendaraan bermotor, nampaknya hanya sekedar tahu sampai batas memakai, tanpa

mengetahui teknologinya secara mendalam.

Aturan Adat Masyarakat Kampung Kuta

Bentuk kepercayaan terhadap hari baik dan hari buruk masih dianut serta dipergunakan oleh

masyarakat Kampung Kuta. Perhitungan hari tersebut digunakan untuk menentukan saat-saat yang

baik dan kurang baik dalam memulai kegiatan, umumnya perhitungan didasarkan kepada nama

orang yang akan menyelenggarakan kegiatan berdasarkan naptu hari, naptu bulan, dan weton (hari

kelahiran), dan sebagainya.

Beberapa kegiatan/keperluan yang didasarkan kepada hari baik dan hari buruk antara lain:

21

Page 22: Makalah Kp. Kuta

1. Memberi nama kepada bayi; bayi yang baru lahir harus diberi nama yang baik berdasarkan

perhitungan tertentu. Harus dihindarkan nama-nama yang perhitungannya jatuh kepada perhitungan

yang mendapatkan lara (sengsara) atau pati (kematian), tetapi harus dipilih nama-nama yang

perhitungannya akan jatuh kepada kebahagiaan seperti hari yang sama dengan sri (kaya akan hasil

tanaman), lungguh (pangkat dan ilmu yang tinggi) dan dunya (kekayaan yangbanyak).

2. Melakukan pekerjaan, seseorang yang akan melakukan pekerjaan seperti akan mencari

nafkah, berdagang, bercocok tanam, menyimpan padi di lumbung, dan cara lain sebagainya harus

menghitung hari yang tepat. Jika harinya tidak tepat/buruk (apes), maka pekerjaan-pekerjaan yang

dilakukan tidak akan menghasilkan sesuatu yang menggembirakan.

3. Mendirikan rumah; mereka memperhitungkan hari baik dalam mendirikan rumah ataupun

memindahkan rumah. Akan tetapi tidak hanya menentukan hari baiknya saja, merekapun

menentukan arah serta tata letak rumah yang akan dibangun. Hal ini dimaksudkan agar rumah yang

dibangun menjadi rumah yang menentramkan penghuninya, terhindar dari segala macam kejahatan

baik dari manusia atau dari makhluk halus, serta penghuninya selalu diberi limpahan rejeki.

4. Menentukan hari perkawinan, khitanan; hari perkawinan atau khitanan anak merupakan

saat-saat yang monumental dan hanya dilakukan sekali seumur hidup, oleh sebab itu semua yang

terkait dengan saat-saat itu diperhitungkan dan dipertimbangkan secara matang dan hati-hati

termasuk penentuan hari pelaksaanan acara tersebut. Dengan hari yang dianggap tepat

penyelenggaraan perkawinan akan berjalan lancar, keluarga yang dibangun dari perkawinan

tersebut akan menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera, suami istri akan terhindarkan dari

masalah rumah tangga dan lain sebagainya. Bagi anak yang dikhitan selain lancar dalam

penyelenggaraannya juga anaknya diharapkan menjadi anak yang sholeh, banyak rejeki, dan

berbakti pada kedua orang tuanya.

Menentukan hari baik dan hari buruk untuk memulai suatu kegiatan tidak dapat dilakukan

sendiri setiap penduduk Kampung Kuta, mengingat keterbatasan pengetahuan mereka akan

pengetahuan tersebut, oleh sebab itu bagi penduduk yang memerlukan penentuan hari baik dan hari

buruk akan bertanya kepada orang yang menguasai ilmu tersebut yaitu puun. Puun ini adalah laki-

laki yang telah tua usianya sangat wajar orang tua dianggap puun mengingat usia yang

menunjukkan banyaknya pengalaman hidup, dan berbagai kejadian dalam kehidupan atau sudah

lama mengenal asam garam kehidupan.

Selain mengenai perhitungan hari baik dan hari buruk serta kepecayaan terhadap makhluk

gaib/halus, masyarakat Kampung Kuta sebagai warga kampung adat mempunyai beberapa aturan

adat dan tabu (pamali) yang harus ditaati. Pelanggaran terhadap tabu (pamali) dapat menyebabkan

terjadinya musibah bukan saja melanda kepada pelanggar tapi luga mengenai seluruh penduduk

kampung. Bentuk-bentuk musibah yang datang dapat bermacam-macam seperti wabah penyakit,

22

Page 23: Makalah Kp. Kuta

serangan hama tanaman atau gempa bumi berupa tanah longsor, angin topan atau banjir. Tabu atau

pamali terungkap dalam ungkapan-ungkapan yang dikemukakan ketua adat atau kuncen sebagai

aturan adat yang harus dipatuhi dan diyakini kebenarannya. ungkapan-ungkapan tersebut dianggap

sebagai kearifan tradisional karena berasal dari warisan leluhur yang telah berlaku secara turun

temurun. Di Kampung Kuta, ungkapan tradisional tersebut masih berlaku sebagai pranata sosial

yang dapat mengendalikan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan alam atau dengan

sesamanya.

Upacara Adat

Masyarakat Kampung Kuta hingga kini masih melaksanakan berbagai upacara adat yaitu

diantaranya :

1. Upacara mendirikan rumah atau ngadegkeun dan mendiami rumah baru. Kedua upacara

tersebut pada pokoknya bertujuan ager pekerjaan mendirikan rumah dapat diselesaikan dengan

lancar, serta rumah yang didiami dapat memberikan ketenangan bagi penghuninya. Selamatan

mendirikan rumah dimulai setelah mendapatkan " Hari baik " dari puun. Pendirian rumah diawali

dengan doa dan penguburan kepala ayam pada lahan yang akan dibangun. Terakhir pada saat tiang

atap (kuda-kuda) telah terpasang, pada tiang atap paling atas (dudukan wuwung atau genting)

disimpan sesajen berupa rangkaian (geugeus/ikatan) padi, tebu bendera merah putih dan lain-lain.

Biasanya pemilik rumah akan menyuruh puun berdoa dan disediakan tumpeng yang dimakan oleh

para pekerja. Upacara menempati rumah baru cukup dengan mengundang tetangga guna berdoa

bersama, setelah itu makan nasi tumpeng bersama-sama.

2. Upacara yang berkaitan dengan kepentingan seluruh masyarakat Kampung Kuta, yaitu :

a) Upacara Nyuguh

23

Page 24: Makalah Kp. Kuta

Upacara ini dilakukan oleh seluruh masyarakat Kampung Kuta bertempat di bale dusun.

Upacara ini diadakan setiap bulan Maulud, upacara ini selain memperingati Maulud Nabi Besar

Muhamad S.A.W, juga sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rejeki dan terhindarnya

matapetaka yang menimpa masyarakat Kampung Kuta.

Upacara Adat Nyuguh dilakukan setiap satu tahun sekali. Upacara Adat Nyuguh ini

merupakan Upcara Ritual tradisional adat Kampung Kuta Kecamatan Tambaksari yang selalu

dilaksanakan pada tanggal 25 shapar setiap tahunnya.

Dalam sambutannya, ketua adat menyampaikan bahawa upacara ini juga harus dilaksanakan

menghadap hari senin atau jumat.

Upacara ini bertujuan sebagai persembahan bentuk syukur kepada Tuhan dan bumi yang

telah memberikan pangan kepada masayrakat Kampung Kuta. Upacara ini dimulai dengan beberapa

sambutan dari tokoh masyarakat kampung kuta, serta dari beberapa pejabat setempat seperti camat

tambaksari serta Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Ciamis. Setelah itu diadakan sebuah

24

Page 25: Makalah Kp. Kuta

pagelaran khusus seperti memukul-mukul alat musik tradisional diiringi dengan kesenian ibing khas

kampung kuta, dilanjut dengan pertunjukan nyanyian tradisional diirinngi dengan tarian-tarian unik

yang khas.

Bagi para tamu undangan atau yang menghadiri acara tersebut bisa berpartisipasi dalam

tarian tersebut, dengan ikut menari berpasangan bersama sinden dan penari, tidak lupa juga

sawerannya diberikan ketika selesai menari. Setelah itu barulah masuk ke acara inti yaitu

mengantarkan suguhan berupa makanan khas buatan kampung kuta ke hutan keramat, acara ini

diikuti oleh beberapa tokoh masyarakat serta para peneliti yang memang ingin lebih memperdalam

ilmu tentang kajian budayanya.

25

Page 26: Makalah Kp. Kuta

Esok harinya, diadakan bersih-bersih di hutan larangan, seperti membersihkan sampah atau

menyiangi alang-alang liar yang tumbuh guna menjaga dan merawat kelestarian hutan.

Jika ditinjau dari kajian ilmiah, kegiatan ini sangat baik sekali untuk menjaga kelestarian serta

kutuhan hutan tersebut agar tidak terjamah dan rusak oleh aktifitas manusia, namun jika ditinjau dari

segi adat yang telah dianutnya secara turun temurun, kegiatan pembersihan hutan keramat ini

dilakukan karena telah menjadi adat nenek moyangnya terdahulu secara turun temurun tentang

pembersihan atau kerja bakti membersihkan hutan keramat tersebut, agar makhluk gaib yang

26

Page 27: Makalah Kp. Kuta

diyakini oleh masayarakat setempat senantiasa betah dan selalu memberikan kesejahteraan bagi

Kampung Adat.

b. Upacara Hajat Bumi

Upacara ini dilaksanakan pada bulan September sampai bulan November yang diikuti oleh seluruh

masyarakat di Bale Dusun Kampung Kuta.

27

Page 28: Makalah Kp. Kuta

Tujuannya adalah untuk mensyukuri keberhasilan dalam bercocok tanam terutama padi, dan juga

memohon perlindungan pada masa tanam yang akan datang.

c. Upacara Babarit

Upacara ini dilaksanakan apabila terjadi gejala-gejala alam seperti gempa bumi, kemarau panjang,

banjir atau kejadian alam lainnya. upacara ini dipimpin oleh ajengan dan kuncen dengan membaca

doa untuk memohon kepada penguasa alam dan para karuhun agar rnasyarakat terhindar dari

bencana.

28

Page 29: Makalah Kp. Kuta

Upacara ini dilengkapi dengan sesajian dan makanan sebagai persembahan kepada para leluhur.

Masyarakat Kampung Kuta sebagai sebuah komunitas yang terikat dalam aturan adat,

mereka mengenal berbagai kesenian baik seni tradisional maupun seni modern diantarnya; calung,

reog, sandiwara (drama sunda), tagoni (terbang), keliningan, jaipongan, qasidah, ronggeng sampai

dangdut.

Kesenian tersebut dipertunjukkan pada saat hajatan perkawinan atau pada saat penerimaan

tamu kampung.

Kelompok kesenian yang terdapat di Kampung Kuta adalah :

29

Page 30: Makalah Kp. Kuta

- Degung merupakan kesenian tradisional dengan seperangkat gamelan. Kesenian ini dapat

dimainkan secaftr instrumentalia dan mengiringi sinden atau penari.

- Terbang merupakan kesenian tradisional dengan membawakan lagu-lagu pujian yang

bemafaskan Islam. Peralatan yang digunakan terdiri dari tiga buah genjing (semacam gendang

tetapi tipis).

POLA PEMUKIMAN DAN RUMAH ADAT

Pola Pemukiman

Pemukiman penduduk Kampung Kuta menunjukkan pola menyebar. Rumah-rumah terletak

berjajar atau berderet ditepi jalan kampung atau mengelompok pada areal yang rata. Letak antara

satu rumah dengan yang lainnya cukup berjauhan dan biasanya rumah penduduk di Kampug Kuta

ini menghadap ke jalan desa ataupu ke gang-gang kecil yang melalui rumah mereka. Tiap rumah

memiliki pekarangan yang cukup luas, biasanya pada lahan pekarangan nya ditanami oleh pohon

pisang, kawung (aren), dukuh, salak, kopi dan jenis tanaman lain yang menghasilkan. Sedangkan

pembatas antar rumah dibatasi oleh pagar hidup atau tampa pagar pembatas.

Kawasan Kampung Kuta dapat dibedakan menjadi kawasan Kuta Dalam dan kawasan Kuta

Luar. Kawasan Kuta Dalam terletak diantara Sungai Cijolang hingga gapura atau gerbang masuk

yang bertuliskan Kuta Jero, dan di sekelilingnya diberi batas dengan pagar bambu. Sedangkan

Kawasan Kuta Luar terletak dari gapura kawasan Kuta Jero hingga gapura batas desa Kampung

Kuta. Secara kasat mata dan penuturan Ketua Adat Kampung Kuta, tidak ada batasan dan

perbedaan antara Kuta Jero dan Kuta Luar, mereka merupakan satu komunitas dengan rumah dan

kebiasaan atau adat istiadat yang sama.

Rumah

Bentuk rumah di Kamnpung Kuta terikat oleh suatu aturan dalam bentuk dan bahan bangunan

yang digunakan. Bentuk rumah berupa rumah panggung yang berbentuk persegi, tidak boleh

30

Page 31: Makalah Kp. Kuta

menyiku (nyekon). Bentuk atap jure yaitu atap rendah berbentuk trapesiurn

Memiliki empat bagian atap. Masing-masing bagian atapnya berbentuk segitiga dengan

penutup atap rumah terbuat dari rumbia atau ijuk. Bahan dinding bangunan rumah terbuat dari bilik

(anyaman irisan bilah bambu) atau triplek. Tiang-tiang penyangga dari kayu, jendela dari kaca atau

dari gebyog (seluruhnya dari papan kayu). Setiap tiang-tiang utama rumah berdiri pada tatapakan

(batu pahat yang berbentuk kubus persegi panjang), yang memiliki kolong yang dapat dipergrurakan

untuk menyimpan kayu bakar atau sebagai kandang ternak seperti ayam dan bebek. Mengingat

bagian rumah lebih tinggi dari permukaan tanah, maka dibagian pintu depan dibuat tangga yang

biasa disebut golodog Golodog ini memiliki dua fungsi yairu sebagai tangga untuk masuk kedalam

rumah dan sekaligus sebagai tempat duduk-duduk santai.

Kontruksi bangunan merupakan rumah par€gung. Denah bangunan rumah berbentuk persegi

panjang, dengan ukuran panjang 11 meter dan lebar 6 meter . Sedang sumur, kamar mandi dan

jamban terletak di samping rumah.

Bagian-bagian rumah di Kamoung Kuta ini terdiri dari :

1. Atap

Memiliki bentuk atap jure disebut juga atap limasan (suhunan pondok). Bentuk atap jure ditandai

oleh adanya kayu-kayu jure yang menghubungkan ujung suhunan ke arah empat sudut bangunan.

Untuk penutup atap menggunakan kirey atau ijuk.

2. Plafon/langit-langit

31

Page 32: Makalah Kp. Kuta

Seluruh plafon/langit-langit terbuat dari anyaman bambu (bilik) ciengan motif : kepang kecuali dapur

yang tidak memnggunakan plafon, tetapi langsung ke , kunstruksi atap.

3. Tiang

Tiang dari kayu yang mendukung rangka atap, lantai serta sebagai bagian rangka, bangunan rumah

pada umumnya berjumlah 16 tiang. Untuk pondasi tiang digunakan batu alam yang berbentuk

menyerupai balok persegl panjang dengan, ukuran panjang 0,40 meter dan lebar 0,20 - 0,23 meter.

4. Dinding

Dinding terbuat dari bilik yang dianyam dengan pola anyamannya kepang. Bilik ini menempel

langsung pada bagian luar tiang rumah dipasang perlembar. Tinggi lembar bilik antara lincor dan

pamikul dan panjangnya merupakan jarak antara tiang-tiang bagian luar bangunan rumah, sehingga

ukuran bilik perlembarnya hampir sama sesuai ukuran jarak antara tiang-tiang tersebut. Selain

dipergunakan pula dinding papan di bagian muka rumah. Pada rumah lainnya terdapat dinding dari

triplek.

5. Pintu

Memiliki satu pintu depan, yang terletak di bagian depan rumah menuju ke dalam ruangan depan "

tepas ", dan satu pintu belakang di bagian dapur. Selain itu terdapat beberapa pintu lainnya yairu

pintu kamar tidur dan pintu kamar gudang (goah). Pintu-pintu ini berbentuk persegi panjang pada

umumnya berukuran tinggi 1.55 meter dan lebar 0,80 meter.

6. Jendela

Jendela terletak di samping kanan, di samping kiri dan bagian depan rumah. Jendela berukuran 1

meter x 1,30 meter. Jendela berbentuk persegi panjang dengan daun jendela kayu atau kaca

sebagai penutupnya. Lantai terbuat dari papan kayu. Selain lantai papan di sejumlah rumah masih

dipakai lantai terbuat dari bambu yang dibentuk lempenganJempengan bambu "talupu|f' yang

digelarkan di atas bambu bulat (utuh) dinamakan dengan clarurang.

Pembagian ruangan dan fungsi ruangan dari bangunan yang terdiri dari :

l. Ruangan depan (Tepas)

Tepas merupakan ruang yane terletak di bagran paling depan. Ruangan ini memiliki berukuran

panjang 4,70 meter dan lebar 3.30 meter, rnengrngat ruang tamu ruangan ini harus dapat dilengkapi

paling tidak satu atau beberapa helai tikar. Bahkan jika terpaksa dapat dijadikan sisi depan rumah,

dalam ruangan tamu. Ruangan tepas merupakan ruangan teftutup dilengkapi jendela dan ventilasi

untuk pengaturan udara

2. Kamar tidur (Enggon)

Terletak bersebelahan dengan ruang tamu dengan pintu berada pada bagian ruang tamu. Jurnlah

enggon sangat disesuaikan dengan kebutuhan vang dikaitkan dengan jumlah anak. Biasanya ruang

32

Page 33: Makalah Kp. Kuta

tidur orang tua merupakan ruangan tersendiri yang tidak dapat ditiduri oleh anak-anak. Ruang tidur

anak-anak pun akan dipisahkan antara anak laki-laki dengan anak perempuan apabila usia mereka

telah menginjak usia dewasa. Pembatas antara ruang tidur dengan ruang tamu dapat berupa pintu

gebyog permanen atau sekat dari kain gordeng.

3. Dapur

Dapur (powon) identik dengan tempat kotor, maka lantainya adalah langsung tanah (ngupuk).

Terdapat "parako" yairu tempat hawu (perapian/kompor) dan " pataseunezi (sebuah tempat di atas

hawu untuk menyimpan segala kebutuhan dapur). Ruangan dapur mempunyai ukuran paling luas

yaitu panjang 6 meter dan lebar 5,60 meter. Dapur berada di bagian rumah paling belakang,

walaupun pintunya menyambung ke tepas. Di pawon, biasanya terdapat pula goah tempat

menylmpan padi atau beras.

3. Bale

Bale berbentuk rumah panggung berbahan dari kayu, bililk, papan, kirey dan injuk. Bangunan bale

ini terdiri ciari satu kamar, satu iuangan untuk pementasan kesenian dan mangan terbuka ini

berfungsi sebagai tempat berkumpul, bermusyarvarah, tempat orang menikmati pementasan

kesenian dan menenna tamu yang berkunjung ke Kampung Kuta. Bangunan bale dengan tempat

terbuka akan mempermudah masyarakat untuk bertatap muka. berkumpul bermusvaw arah

sekaligus untuk menerima tamu atau kegiatan lainnya. Bale ini berukuran panjang 8,70 meter

dengan lebar 6 meter.

33

Page 34: Makalah Kp. Kuta

Leuit atau lumbung padi terletak disaimping rumah, tetapi merupakan bangunan yang terpisah

dan berdiri sendiri. Leuit berfi:agsi sebagai tempat menyimpan gabah atau padi hasil panen. Tetapi

leuit jumlahrra sudah sangat sedikit, karena tempat menyimpan gabah atau beras sekarang di goah

atau padaringan yang terietak di ruangan dapur. Leuit dan tempat lisung letaknya berdampingan

daiam satu bangunan .

Bangunan leuit dan tempat Lisung berukuran panjang 4,10 meter dan lebar 2 meter. pintu sorong

atau pintu geser terletak di bagian atas, dan untuk menyimpan atupun mengambil beras memakai

tangga kayu. Tempat lisung ini berfunggsi sebagai tempat menumbuk padi untuk kebutuhan sehari-

hari.

34

Page 35: Makalah Kp. Kuta

Dalam membangun rumah baru atau memeperbaiki mereka masih tetap mengikuti bentuk dan

material rumah adat Kampung Kuta, karena dilarang (tabu) membuat rumah dengan bahan selain

tersebut di atas. Membangun rumah, tanpa merubah bentuk dan menggunakan bahan yang sama

dengan aslinya ini, merupakan uapaya pelestarian Arsitektur rumah khas Karnpung Kuta yang perlu

dipertahankan, dipelihara atau dijaga keasliannya dari pengaruh pola arsitekfur rumah dari luar

Karnpung Kuta, atau tergesernya nilai-nilai rumah tradisional ciri khas dan keunikannya.

Pada umurnnya kondisi rumah terpelilrara dengan baik. Rumah-rumah yang dibangun atau

diperbaiki dengan menggunakan bahan bangunan yang sesui dengsan pesan leluhur yang tetap

ditaati atau dipatuhi oleh rnayoritas masyarakat Kampung Kuta sampai sekarang. Namun demikian

35

Page 36: Makalah Kp. Kuta

di Kampung Kuta kini ada beberapa bangunan perrnanen menggantikan bangunan dengan

arsitektur tradisional Kampung Kuta.

Lain halnya dengan tepas atau enggon, pawon terpisah dengan ruangan-ruangan lainnya,

yaitu berada dibagian rumah paling belakang walaupun pintunya terhubung ke tepas. Dapur atau

pawon identik dengan tempat kotor, maka lantainya langsung tanah (ngupuk). Di pawon biasanya

terdapat pula goah, yaitu sebuah ruangandi dalam yang berfungsi untuk tempat menyimpan padi

atau beras.

Kayu bakar dapat disimpan di kolong rumah atau di elos, bangunan serupa dangau yang

terletak diluar rumah dan berdekatan dengan dapur. Kamar mandi (sunge) biasanya berada ditepi

kolam atau pancuran mata air, tempat mandi inipun sekaligus digunakan untuk mencuci' Kakus atau

WC biasanya di atas kolam ikan dengan tujuan kotoran/tinja yang terbuang dapat menjadi makanan

ikan.

Penataan ruangan dalam rumah sangat memepertimbangkan aspek keindahan dan

keperaktisan. Tidak ada satupun tabu yang diperlakukan dalam penataan ruangan rumah, selain

bentuk atap, bentuk bangunan dan bahan bangunan rumah.

36

Page 37: Makalah Kp. Kuta

SISTEM SOSIAL KAMPUNG KUTA

Orgonisasi Kemasyarakatan

Kehidupan masyarakat Kampung Kuta tampaknya banyakmengalami kemajuan dibidang

material dan spiritual. Kemajuan-kemajuan ini disadari oleh masyarakat Kampung Kuta sebagai hasil

usaha yang mereka lakukan sendiri. Keberhasilan yang dicapai oleh masyarakat Kampung Kuta

mengakibatkan kebutuhan di segala bidang terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut

diperlukan adanya kerjasama antara semua pihak terkait, baik dari pimpinan formal informal atau

masyarakat itu sendiri, dengan membentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan yang dapat

menunjang program pembangunan sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Keberhasilan masyarakat Kampung Kuta tidak terlepas dari kearifan pemimpin formal dan

pemimpin informal, yaitu kuncen. Pemimpin formal masyarakat setempat adalah kepala desa

dengan sebutan kuwu dan kepala dusun dengan sebutan lurah. Dalam menjalankan Pemerintahan,

kuwu dibantu oleh seorang sekertaris desa dan beberapa orang kepala urusan (kaur), kepala

dusun, ketua RW, dan ketua RT.

Seiain pemimpin formal, terdapat juga pemimpin tradisional yang relatif berpengaruh, dan

perkataan serta nasihatnya dipatuhi masyarakat. Pemimpin Kampung Kuta adalah Kuncen.

Organisasi-organisasi sosial dan kemasyarakatan yang terdapat di Kampung Kuta dan retatif

berpengaruh dalam menunjang kemajuan di bidang material dan spiritual meliputi pranata keluarga,

lembaga gotong royong, organisasi PKK organisasi kepemudaan dan lain-lain.

Keluarga

37

Page 38: Makalah Kp. Kuta

Kelompok kekerabatan terkecil dan paling dekat ikatannya adalah keluarga inti, yang

terbentuk berdasarkan perkawinan yang bersifat monogami, sekalipun perkawinan yang bersifat

poligami tidak dilarang. Dalam satu rumah di Kampung Kuta hanya terdapat seorang ayah, seorang

ibu, dan anak-anak yang belum kawin, dan umumnya terdiri atas tiga sampai empat orang anggota

keluarga.

Masyarakat merasa memiliki hubungan kekerabatan yang sangat kental, karena terdapat

anggapan bahwa semu penduduk Kampung Kuta berasal dari satu keturunan yang sama.

Mengenai hubungan kekerabatan ini, masyarakat Kampung Kuta mengenal beberapa istilah dalam

hubungan kekerabatan berdasarkan tingkat hubungan dengan sesorang seperti hubungan

kekerabatan ke atas terdapat istilah bapa, ema, aki, nini, uyut, bao, gantung siwur, udeg-udeg, dan

janggawareng. Hubungan kekerabatan ke bawah pun sebagai kebalikan dari hubungan kekerabatan

ke atas dikenal istiiah anak, incu, buyut, bao, gantung siwur, udeg-udeg, dan janggawareng.

Hubungan Secara horizontal dikenal istilah akang, ayi, adi, dahuan, emang, atau bibi. Hubungan

kekerabatan sadulur diperhitungkan secara bilateral dengan sifat bilateral dan generasional.

Keluarga bilateral berdasarkan hubungan kekerabatan dari pihak ibu maupun pihak ayah

dianggap sama penting yang berimplikasi terhadap sistem pewarisan dan perkawinan. Pewarisan

berdasarkan ketentuan adat atau agama semakin tergeser dengan sistem yang berdasarkan

pembagian yang sama antara anak laki-laki dan anak perempuan. Dalam adat diberlakukan bahwa

anak laki-laki akan mendapat bagian rumah bagian depan dan anak perempuan mendapat bagian

dapur berikut peralatan yang ada di dalamnya. Pembagian sawah dan kebun dan barang berharga

dilakukan dengan adil dan sama besar.

Pembentulian keluarga dimulai dengan sistem perkawinan yang bersifat endogami dan

eksogami, artinya perkawinan dapat dilakukan dengan sesama penduduk Kampung Kuta atau

dengan pasangan yang berasal dari luar Kampung Kuta. Perkawinnan terjadi pada umumnya

bersifat endogami, sehingga hubungan kekerabatan antara anggota masryarakat relati f erat.

Adat menetap adalah apabila perempuannya berasal dari Kampung Kuta, maka dapat dibawa

ke luar Kampung Kuta sedangkan apabila suaminya yang berasal dari Kampung Kuta sebaiknva

rnenetap di Kampung Kuta dan biasanya telah disiapkan sebuah rurnah untuk keluarga baru

tersebut.

Adanya keeratan dalam hubungan kekerabatan Di Kampung Kuta ini secara langsung dapat

menghindarkan masyarakat dari kemungkinan terjadinya konflik antar warga. Setiap warga akan

merasa dirinya sebagai kerabat atau dulur meskipun bukan dulur deukut (saudara dekat).

Pranata Gotong Royong

38

Page 39: Makalah Kp. Kuta

Pranata ini berfungsi untuk saling membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari para

anggotanya. Lembaga gotong royong yang terdapat di Karnpung Kuta, antara lain dasawisma,

kelompok arisan ibu-ibu, dan beas perelek.

Kelompok dasawisma adalah kelompok sosial yang terdiri dari 10 rumah atau tugu dengan

kegiatan-kegiatan seperti kebersihan, pelayanan masyarakat, dan lain-lain. Kelompok arisan ibu-ibu

terdapat di setiap rukun tetangga dengan jumlah uang arisan ditentukan berdasarkan kesepakatan

warga yang mengikuti arisan.

Beas perelek adalah penggmpulan beras dari masing-masing rumah. Dilakukan seminggu

sekali dangan jumlah "setoran" sebanyak tujuh sendok makan, kolektornya biasanya istri dari ketua

RT atau petugas lain yang ditunjuk Hasil pengumpulan beras digunakan untuk kepentingan sosial,

seperti warga yang sakit atau dipinjamkan kepada warga yang memerlukan.

Organisasi Kepemudaan

Para pemuda pada umumnya tidak mempunyai kegiatan khusus dalam suatu organisasi

kepemudaan, kecuali pada waktu-waktu tertentu penyelenggarakan kegiatan bersama seperti olah

raga, kesenian. Kondisi tersebut karena mereka lebih banyak mencurahkan waktu dan tenaga untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Olahraga yang cukup digemari adalah volleyball, sedangkan kegiatan kesenian mereka dapat

memilih kesenian yang menjadi primadona yaitu Tayuban, Kondang, Degung, dan Terbang.

39

Page 40: Makalah Kp. Kuta

Kesenian ini dapat ditampilkan pada saat penyambutan rombongan tamu dari luar Kampung Kuta,

walaupun sampai saat ini para pemain dari kalangan pemuda belum berani tampil.

Upaya pembinaan generasi muda di Kampung Kuta dilakukan dengan dikoordinasikan oleh

Kepala dusun setelah mengadakan konsultasi dengan kuncen. Pembinaan diarahkan dengan tujuan

agar dikemudian hari dapat diharapkan menjadi penerus dan pelaku pembangunan yang dapat

meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Selain generasi muda diharapkan dapat hidup mandiri, baik dalam sikap, pendirian, tanggung

jawab, disipiin, dan terutama ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Stratifikasi Sosial

Masyarakat Kampung Kuta merupakan masyarakat yang secara emosi dan histories merasa

sebagai satu keluarga besar yang terkait secara adat, karena kesamaan tempat tinggal. Keterikatan

mereka disebabkan pula karena hanya adanya hubungan darah sebagai satu nenek moyang.

Kondisi masyarakat yang dapat dikatakan homogen disertai dengan adanya peraturan adat

yang kuat telah menyebabkan tidak terlihatnya pelapisan sosial. Secara selintas, dengan melihat

bentuk bangunan rumah yang ada, tidak akan nampak adanya perbedaan status sosial karena

semua bangunan rumah memiliki konstruksi dan bahan yang sama.

Sekalipun tidak jelas, sistem stratifikasi atau pelapisan sosial pada masyarakat Kampung Kuta

dapat disebutkan sebagai sistem pelapisan tidak resmi karena tidak memiliki batasan yang tegas

antara hak dan kewajiban serta hukum yang meiindunginya, seperti sebutan jelema beunghar dan

jelema miskin (orang kaya dan miskin). Kedua sebutan itu menunjukkan dalam masyarakat

Kampung Kuta terdapat pelapisan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari kedua golongan ini tidak

mencolok perbedaannya. Masyarakat menyadari bahwa kekayaan bukanlah segalanya, karena

harta hanya titipan Allah yang pada saat mati kelak harta tidak akan dibawa mati. Bahkan jika

terdapat orang yang suka memamerkan kekayaan tidak akan dihargai orang. Kehidupan sosial

sehari-hari yang saling membutuhkan. Jelema beunghar menurut masyarakat Kampung Kuta Adalah

anggota masyarakat yang mempunyai tanah, dan empang yang luas, tapi golongan ini relatif sedikit.

Pelapisan sosial yang didasarkan atas status dan peranan, telah menyebabkan masyarakat

terdapat golongan yang memimpin dan golongan yang dipimpin. Golongan yang memimpin

(pemimpin formal) menduduki jabatan tertentu dalam lembaga Pemerintahan Desa seperti Kepala

Desa, Kepala Dusun, Ketua RW, dan Ketua RT. Sedangkan pimpinan non formal adalah pimpinan

berdasarkan penghormatan dan penghargaan masyarakat terhadap Seseorang karena alasan usia,

pengalaman, pengetahuan dan peranan didalam lingkungannya.

40

Page 41: Makalah Kp. Kuta

Dengan demikian, bahwa pelapisan sosial di Kampung Kuta jika dilihat dari kekayaan terdapat

istilah orang kaya dan orang miskin. Sedangkan dalam hal kedudukan terdapat istiiah rakryat biasa

dan tokoh masyarakat.

Lestarinya Mata Pencaharian serta Peralatan dan Perlengkapan Hidup di Kampung Kuta

Lestarinya Sistem mata pencaharian serta peralatan dan perlengkapan hidup yang diwariskan

secara turun temurun adalah akibat peran warganya dalam masyarakat yang terikat oleh aturan adat

seperti adanya larangan yang dipatuhi dan masih di junjung tinggi warga sebagai pedoman dalam

lingkungan masyarakat dan lingkungan sosial. Selain peran serta warga, adapun faktor lain adalah

geografis yang dikelilingi perbukitan sekitar lingkungannya yang membuat agak sulit dan jauh di

jangkau dari keramaian kota. System mata pencaharian warga sebagai petani dan penyadap

kawung tidak lepas dari keadaan geografis yang memaksa mereka untuk bertahan hidup dan

melakuka kegiatan itu bukan karena tidak ada pekerjaan lain. Aturan adat yang tidak membolehkan

warga menjadi pegawai juga memaksa warga atau kaum muda yang bekerja sebagai pegawai maka

tidak bisa tinggal di kampung Kuta.

Peralatan dan perlengkapan hidup warga di kampung kuta yang masih tradisional pada

hakikatnya karena ada aturan adat yang mengatur pembuatan rumah, alat masak, sumber air yang

digunakan. Selain itu adapun faktor alamiah dari geografis, pembuatan rumah berbentuk panggung

disebabkan daerah tinggal mereka tanahnya bersifat labil. Dalam penggunaan air dari ci asihan

karena mereka hanya boleh menggunakan air dari mata air dan air yang dipakai memang sudah

layak konsumsi dan mencukupi kebutuhan sehari-hari warga.

41

Page 42: Makalah Kp. Kuta

BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan

Fungsi kebudayaan pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi, pemersatu, dan jatidiri.

Oleh karena itu, kebudayaan menjadi acuan atau pedoman bagi sikap dan tingkah laku dalam

pergaulan antarsesama warga masyarakat sehingga akan berpengaruh terhadap pengetahuan,

pembentukan sikap, kepercayaan, dan perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan.

Tradisi dan kebudayaan masyarakat Kampung Kuta-Ciamis hingga saat ini masih

dipertahankan. Masyarakat Kampung Kuta masih memegang teguh kebudayaan leluhurnya

sehingga tradisi adatnya tetap lestari. Tradisi khas Kampung Kuta bila dikaitkan dengan orientasi

nilai budaya adalah terlihat pada hakikat hidup manusia, hakikat karya manusia, hakikat waktu

manusia, hakikat alam manusia, dan hakikat hubungan antarmanusia dalam lingkungan Kampung

Kuta.

Pada dasarnya, masyarakatnya Kampung Kuta sangat percaya sekali dengan alam.

Menurut mereka, alam adalah tempat penghidupan yang patut dijaga kelestariannya. Sehingga hal

ini dapat berdampak positif pada kekerabatan dan rasa kekeluargaan yang mereka pupuk sedari

lahir.

Larangan-larangan yang berlaku di Kampung Kuta pun wajib dipatuhi, seperti larangan

membangun rumah dengan atap genting, larangan mengubur jenazah di Kampung Kuta, larangan

memperlihatkan hal-hal yang bersifat memamerkan kekayaan yang bisa menimbulkan persaingan,

larangan mementaskan kesenian yang mengandung lakon dan cerita, misalnya wayang. Larangan-

larangan tersebut apabila dilanggar diyakini oleh masyarakat akan menyebabkan celaka bagi

mereka yang melanggarnya. Norma adat dan agama memiliki intensitas dan “kekuatan” yang

seimbang sebagai pedoman dalam melangsungkan kehidupan secara keseluruhan.

Kampung adat ini dihuni masyarakat yang hidup dilandasi kearifan lokal. Dengan

memegang teguh budaya, pelestarian lingkungan di kampung ini bisa menjadi contoh bagi kita

semua untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan dengan berpegang teguh kepada budaya lokal.

II. Saran

Sebaiknya masyarakat Kampung Kuta bisa menyerap dengan baik budaya luar yang datang

ke Kampung Kuta. Tidak hanya budayanya saja, tetapi juga bisa membatasi para tamu yang datang

42

Page 43: Makalah Kp. Kuta

agar tidak merusak alam dan budaya yang ada. Budaya dan tradisi yang telah ada semoga saja

tidak akan luntur dengan berkembangnya zaman dan teknologi.

Adat kampung kuta merupakan suatu adat istiadat yang unik sekali dan jarang ditemukan

ditempat lain, namun seiring berkembangnya jaman, adat ini semakin pudar karena para pemuda

dari kampung kuta tersebut cenderung lebih memilih tinggal diluar kampung tersebut dibanding

untuk tinggal dan menetap. Disisi lain, tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat kampung kuta

juga tergolong masih sangat rendah, itu dapat dilihat dari keadaan properti yang mereka gunakan

sangat terbatas serta banyak sekali ditemukannya rumah-rumah yang sudah rusak.

“Sangat disayangkan jika keunikan lokal ini harus punah karena kurang sadarnya masyarkat tentang arti pentingnya sebuah budaya.”

DAFTAR PUSTAKA

Mahesa, Adit. 2207. Upacara Sedekah Panen Raya kampong Kuta.

http://baltyra.com/2012/06/01/upacara-sedekah-panen-raya-kampung-kuta/

(Diakses hari Kamis, 10 April 2014)

43

Page 44: Makalah Kp. Kuta

Gambar Proses Upacara Adat Nguyuh Kampung Kuta

http://denisugandi.com/?attachment_id=235#main

(Diakses hari Kamis, 10 April 2014)

Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. 2005. Profil Komunitas Adat Terpencil di Jawa Barat.

Cimahi: Dinas Sosial. Koentjaraningrat. 1967.

(Diakses hari Kamis, 10 April 2014)

Beberapa pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT Dian Rakyat. Koentjaraningrat. 2009.

Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

(Diakses hari Kamis, 10 April 2014)

Salsabila, Asri. 2012. Sejarah Kampung Kuta

http://tambaksarinews.blogspot.com/2012/12/sejarah-kampung-kuta.html

(Diakses hari Kamis, 10 April 2014)

Geografi Umniversitas Siliwangi. Upacara Adat “Nyuguh” Kampung Kuta

http://geografi.unsil.ac.id/2013/01/06/upacara-adat-nyuguh-kampung-kuta/

(Diakses hari Kamis, 10 April 2014)

44