analisa metode pelaksanaan struktur atas pasar …
TRANSCRIPT
ANALISA METODE PELAKSANAAN STRUKTUR ATAS PASAR BARU EXTENSION
Krish Madyon HW
JTS POLBAN
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui metode pelaksanaan yang ada di Proyek Pasar Baru
Extension yang menggunakan metode konvensional. Kemudian dari metode yang ada
diusulkan penggantian ke metode pracetak pada pelat lantai. Pelat lantai pracetak yang
digunakan adalah half-slab. Sistem precast half-slab menggunakan sistem pre-
tensioning dengan kabel prategang ditarik terlebih dahulu pada suatu dudukan khusus yang
telah disiapkan dan kemudian dilakukan pengecoran.
Pada perancangan ini menggunakan perhitungan pembebanan yang dibandingkan dengan
tabel load capacity dari suatu produk pelat lantai pracetak. Pada proses pengangkatan
menggunakan perbandingan statika. Bentuk elemen pelat lantai pracetak mengikuti ukuran
pada cutting list. Metode pelaksanaan pemasangan pelat lantai pracetak dibantu dengan alat
angkat tower crane dengan metode sambungan yaitu sambungan basah. Sambungan pelat
lantai pracetak menggunakan tulangan konektor dan shear conector. Pada toping dilakukan
dengan pemasangan wiremesh dan dilakukan pengecoran ditempat dengan menggunakan
bucket concrete.
Dari hasil rancangan menggunakan sistem pelat lantai pracetak diperoleh pelat lantai
pracetak half slab dengan ketebalan 80 mm dengan lebar 1,2 meter pada bentang 2,9 meter
didapat load capacity sebesar 1.789,68 kg/m2.. Metode pelaksanaan pracetak dan metode
pelaksanaan konvensional terdapat beberapa perbedaan pada cara kerja, alat, dan bahan yang
digunakan. Metode pracetak lebih menguntungkan dari segi waktu, biaya, tenaga kerja.
Kata kunci: Half Slab, Shear Connector, Pracetak, Load Capacity, Metode Pelaksanaan.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berkembang pesatnya teknologi pada dunia konstruksi bangunan gedung,
membuat para kontraktor atau pelaksana pembangunan mempunyai beberapa metode
pelaksanaan pembangunan. Pada saat ini juga sedang berkembang teknologi konstruksi yang
menggunakan pelat beton precast-prestress untuk menggantikan kontsruksi beton
konvensional dengan maksud bisa menghemat waktu dan biaya tanpa mengurangi mutu
suatu elemen bangunan tersebut.
Proyek Pasar Baru Extension di Kota Bandung merupakan bangunan yang berfungsi
sebagai hotel dengan 2 basement dan 15 lantai upper structure, dengan struktur yang terdiri
dari kolom, balok, dan pelat lantai dengan metode konvensional. Pada pembahasan ini hanya
membahas elemen struktur pelat lantai.
Pada proyek yang tinjau menggunakan metode konvensional dengan pelat dua arah,
sehingga lebih membutuhkan material, tenaga kerja yang banyak, serta runtutan pekerjaan
yang saling ketergantungan. Kemudian diusulkan untuk merubah metode konvensional
menjadi metode pelat beton precast-prestress satu arah. Hal ini dimaksudkan untuk bisa
mengefektifkan metode pelaksanaan pekerjaan yang praktis, volume pengecoran beton in-
situ lebih sedikit sehubungan pengecoran pelat beton precast-prestress dilakukan di
batching plan. Selain itu juga runtutan cara kerja yang lebih praktis, tidak memerlukan
tempat penyimpanan material pada lokasi kerja yang luas, alat yang digunakanpun lebih
sedikit. Keperluan tenaga kerja juga sedikit karena cara kerja yang praktis. Metode ini tidak
membutuhkan material bekisting dan perancah, sehingga dapat mempersingkat waktu
pelaksanaan. Metode ini juga menghemat biaya karena material, alat dan tenaga kerja
menjadi lebih sedikit dan pengendalian mutu dapat terjaga karena pengecoran dilaksanakan
batching plan, sehingga ketergantungan terhadap cuaca sangat kecil. Untuk struktur pelat
lantai precast-prestress yang kita gunakan berupa half slab dengan toping yang dicor di
lapangan (cast in situ).
Berawal dari permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini akan membahas
mengenai analisa metode pelaksanaan konvensional pada pelat lantai bangunan dan
penggunaan pelat beton precast-prestress yaitu berupa half slab sebagai alternatif. Hal ini
untuk mengetahui perubahan metode konvensional pada pelat dua arah menjadi metode
precast-prestress pada pelat satu arah.
Matriks perbandingan metode pelaksanaan beton konvensional dan beton precast-
prestress yang menjadi problem statment dalam studi ini dapat dilihat pada Tabel 1.1
Konvensional
Precast-
prestress
(half slab)
Pekerjaan
Membutuhkan
tenaga yang
banyak
Membutuhkan
sedikit tenaga
Volume
Volume
pengecoran
diproyek
banyak
Volume
pengecoran
diproyek
sedikit
Cara
kerja
Lebih banyak
pekerjaan Lebih praktis
Lokasi
kerja
Penuh dengan
meterial
cetakan beton
Tidak
membutuhkan
tempat
penyimpanan
material
cetakan beton
Alat
Lebih banyak
memerlukan
alat
Lebih sedikit
membutuhkan
alat
Tenaga
kerja
Membutuhkan
banyak tenaga
kerja
Membutuhkan
sedikit tenaga
kerja
Material Membutuhkan
bekisting
Tidak
membutuhkan
bekisting
Waktu Lebih lama Lebih cepat
Biaya
Lebih banyak
mengeluarkan
biaya
Lebih sedikit
mengeluarkan
biaya
Mutu Sulit untuk
dikendalikan
Lebih mudah
untuk
mengendalikan
mutu
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengetahui metode pelaksanaan pengerjaan pelat lantai pada proyek pembangunan
Pasar Baru Extension Kota Bandung.
Mengusulkan alternatif dari metode konvensional ke metode pelat precast-prestress
pada lantai 5.
Membandingkan metode konvensional dan pelat precast-prestress dari cara kerja,
alat, dan material yang dibutuhkan.
Tabel 1.1 Matriks Perbandingan Beton Konvensional dan Beton Pracetak
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
Metode pelaksanaan pelat lantai konvensional meliputi pelat lantai pada lantai 5.
Perancangan pelat lantai menggunakan pelat beton precast-prestress pada lantai 5
yang semula pelat lantai konvensional sebagai alternatif
Pengaruh dari perubahan sistem konvensional ke precast-prestress pada struktur
kolom dan balok tidak termasuk dalam bahasan penelitian.
Pembahasan metode pelaksanaan meliputi cara kerja, perbedaan alat dan material
yang dibutuhkan..
Pedoman yang digunakan adalah Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan
Gedung SNI 2847:2013, SK SNI T15-1991-03, SNI 1727-2013, SNI 2847-2002, dan
SNI 7394-2008.
Perhitungan struktur awal pelat beton konvensional, produktifitas alat, waktu, biaya,
dan volume pekerjaan tidak dibahas pada penelitian ini.
Gambar 1.2 Denah Lantai 5
2. DASAR TEORI
Pelat lantai konvensional adalah pelat lantai yang dalam pekerjaan dilakukan
langsung di lapangan dan membutuhkan bekisting. Pengerjaan pelat lantai konvensioanl
biasanya berbarengan dengan pelaksanaan pekerjaan balok.
1. Pelat Lantai Konvensional
a. Langkah – langkah perencanaan pelat satu arah:
Diketahui pelat beton bertulang satu arah, bentang pelat, beban hidup LL,
beban mati DL, mutu beton dan mutu baja.
Merencanakan tebal pelat sesuai persyaratan tebal pelat minimum menurut
SK SNI T15-1991-03 Tabel 3.2.5(a).
Menentukan tebal effektif pelat d
d = h - sb -
Menghitung pembebanan
Berat sendiri pelat
Beban hidup
Beban mati
Kombinasi pembebanan
Momen ultimit
Merencanakan Penulangan
Cek daktilitas
Merencanakan penulangan susut dan temperatur
b. Langkah-langkah perencanaan pelat dua arah:
Diketahui pelat beton bertulang dua arah, bentang pelat, beban hidup LL,
beban mati DL, mutu beton dan mutu baja
Menentukan tebal pelat sesuai persyaratan tebal pelat minimum menurut
SK SNI T15-1991-03. Untuk menentukan tebal pelat dari sebuah denah
lantai, maka perhatikan panel dengan luas terbesar ,dengan sisi terpanjang,
ly, dan sisi terpendek, lx , yang akan menjadi acuan tebal pelat.
Menghitung nilai αm, sebelumnya hitung momen inersia balok disekeliling
panel maupun momen inersia pelat dengan mengasumsikan tebal awal
pelat.
αm =
Menghitung tebal minimum pelat h dengan menggunakan persamaan yang
sesuai dengan nilai αm (di atas).
Untuk perancangan tulangan tentukan apakah panel merupakan pelat satu
atau dua arah.
Menghitung beban eksternal terfaktor Wu= 1,6 LL+ 1,2 (DL+DP)
Dengan menggunakan tabel 2 maka dapat diketahui momen-momen yang
bekerja pada pelat tersebut.
Menghitung besarnya momen-momen terfaktor untuk arah x dan y maupun
untuk lapangan dan tumpuan.
Menentukan diameter tulangan yang akan dipakai, sehingga dapat dihitung
tinggi effektif pelat d.
Perancangan tulangan pelat. Hitung momen nominal Mn
Cek Daktilitas
2. Pelat Precast-Prestress (half slab)
Pelat lantai precast-prestress adalah pelat lantai yang pembuatannya dilakukan di
batching plan (pabrik) kemudain diangkut dan dipasang di lokasi proyek dengan dilapisi
toping di atasnya
Berikut tahap-tahap perancangan pelat pracetak :
Diketahui pelat beton bertulang satu arah, bentang pelat, beban hidup LL,
beban mati DL, mutu beton dan mutu baja.
Merencanakan tebal pelat sesuai persyaratan tebal pelat minimum menurut
SK SNI T15-1991-03 Tabel 3.2.5(a).
Menghitung pembebanan berdasarkan SNI 1727-2013
Berat sendiri pelat
Beban hidup
Beban mati
Kombinasi pembebanan
Mencari daya dukung berdasarkan tabel daya dukung suatu produk precast-
prestress
3. METODOLOGI
Untuk memperjelas rencana penyelesaian penelitian ini disampaikan dalam bentuk
diagram alir sebagai berikut :
Y
aa
aa
aa
aa
aa
aa
Tidak
Data-data
lengkap ?
Mulai
Data primer :
Gambar kerja,
Dokumentasi,
Tinjauan langsung
A
Studi pustaka
Pengumpulan data
Data sekunder:
SNI 2847-2013, SK
SNI T15-1991-03,
SNI 1727-2013,
Katalog PT. BEP
Usulan alternatif penggantian pelat
lantai konvensional dengan pracetak
Pembuatan metode pelaksanaan pelat lantai pracetak
Desain pelat lantai pracetak
Apakah beban
minimum dapat
dipikul tabel
pembebanan half
slab?
Tidak
Ya
Hasil desain pelat lantai pracetak
Selesai
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
Simpulan
A
3.1 Studi Pustaka
Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi
itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah,
tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan
sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.
Studi pustaka dilakukan sebelum pengerjaan tugas akhir dimulai. Hal ini bertujuan untuk
mengidentifikasi masalah yaitu penggantian pelat konvensional dengan pelat pracetak
sebagai alternatif. Alternatif pracetak diperlukan karena lebih menguntungkan dari segi
pekerjaan, volume, cara kerja, lokasi kerja, alat, tenaga kerja, material, waktu, biaya, dan
mutu.
3.2 Usulan Alternatif Penggantian Pelat Konvensional ke Pelat Pracetak
Penggunaan pracetak akan menguntungkan dari segi waktu, mutu dan biaya karena dapat
mengurangi pemakaian material untuk bekisting. Penggantian dari pelat konvensional ke
pracetak akan mengubah struktur sehingga penggunaan struktur akan lebih hemat
dibandingkan menggunakan konvensional.
3.3 Pengumpulan Data-data Proyek
Data-data proyek yang diperoleh adalah data-data yang berhubuga dengan studi yang
akan diambil. Data-data yang diperoleh dibagi menjadi 2, yaitu data primer dan data sekunder
:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari tinjauan langsung dan permintaan pada
proyek yang terkait. Data primer yaitu mencakup gambar kerja dan dokumentasi dengan
cara permintaan melalui surat permohonan dan dokumentasi langsung menggunakan
kamera.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari standar dan katalog yang terkait
menggunakan internet. Standar yang dipakai yaitu SNI 2847-2013 tentang persyaratan
beton struktural untuk bangunan gedung , SNI 1727-2013 tentang peraturan pembebanan
indonesia untuk gedung, SK SNI T15-1991-03 tentang tata cara perhitungan struktur
beton pada bangunan gedung, dan katalog load capacity dari PT Beton Elemindo Perkasa
3.4 Peninjauan Pelaksanaan Proyek
Setelah pengurusan administrasi proyek dan dinyatakan diterima oleh proyek tersebut,
maka dilanjutkan dengan peninjauan proyek yang bertujuan untuk memahami kondisi lahan
proyek. Serta metode pelaksanaan yang digunakan. Hal ini dilakukan dengan beberapa kali
datang langsung ke lapangan karena perlu ketelitian dalam mengamati setiap detail dan
pelaksanaannya. Dari peninjauan tersebut dihasilkan suatu bahasan yang akan dijadikan topik
Tugas Akhir ini.
Peninjauan pelaksanaan proyek meliputi pekerjaan pengukuran, bekisting, penulangan,
pengecoran pelat lantai dan perawatan beton.
3.5 Desain Pelat Lantai Pracetak
Desain pada pelat lantai pracetak akan dijadikan acuan untuk dapat menghitung beban
mati dan beban hidup pada lantai menurut aturan SNI 2847-2013. Menurut SNI 2847-2013
setiap komponen struktur dan sistem penumpunya harus mempunyai dimensi desain yang
dipilih sehingga, setelah peninjauan toleransi, jarak dari tepi tumpuan ke ujung komponen
struktur pracetak dalam arah bentang paling sedikit ln/180, tetapi tidak kurang dari:
Untuk slab masif atau inti berongga (hollow core)........................... 50 mm
Untuk balok atau komponen struktur bertangkai (stemmed)...............75 mm
4. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1 Tinjauan Bangunan Proyek Pasar Baru Extension Kota Bandung
Tujuan pembahasan ini adalah untuk mengetahui struktur dan pelaksanaan Proyek
Pasar Baru Extension. Proyek ini menggunakan pelat lantai sistem dua arah. Dimensi dari
pelat lantai yaitu 130 mm menggunakan tulangan D10 bermutu U40 dengan jarak antar
tulangan 250 mm. Pada pelaksanaan pelat lantai dilakukan bersamaan dengan balok, dari
pemasangan bekisting sampai pengecoran dilakukan. Acuan perancah yang digunakan adalah
acuan perancah konvensional. Dengan menggunakan bahan plywood dan kayu kaso untuk
cetakan beton, dan scaffolding untuk support bekisting sementara.
4.2 Metode Pelaksanaan Pelat Lantai Proyek Pasar Baru Extension Kota Bandung
Menggunakan Beton Konvensional dan Beton Pracetak
4.2.1 Pelaksanaan Balok dan Pelat Lantai Konvensional
Pelaksanaan pekerjaan struktur balok dan pelat lantai konvensional pada
proyek Pasar Baru Extension dapat dilihat seperti diagram alir pada Gambar
4.21 di bawah ini:
Pekerjaan persiapan
Pekerjaan bekisting sisi balok
Ya
Pekerjaan bekisting balok
Tidak
Apakah bekisting
sudah rapat?
Ya
Pekerjaan bekisting pelat lantai
Apakah bekisting
sisi balok tegak ?
Tidak
Mulai
Pekerjaan penulangan balok
Apakah tulangan
yang dipasang
sudah sesuai
gambar?
Tidak
A
Ya
Test slump
Persiapan pengecoran
Apakan bekisting
pelat sudah rapat?
Ya
Tidak
Pekerjaan penulangan pelat lantai
Apakah
penulangan sesuai
gambar kerja ?
Ya
Tidak
Ya
Apakah sesuai dengan
nilai slump yang
direncanakan?
Tidak Pengembalian ready mix
beton dan penggantian
kembali
B
A
Diagram alir dari pelaksanaan pekerjaan balok dan pelat lantai konvensional akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pekerjaan Persiapan
Langkah awal untuk memulai setiap pekerjaan di lapangan adalah persiapan.
Tahap persiapan yaitu meliputi kegiatan pemahaman pada gambar (shop drawing),
persiapan peralatan untuk pekerjaan pelaksanaan, serta memastikan kesediaan
material/bahan bangunan sebelum dilaksanakan di lapangan.
Setelah itu, semua peralatan dan material dipersiapkan agar pada saat
pelaksanaan tidak terjadi hambatan yang ditimbulkan oleh peralatan yang belum
tersedia.
Perawatan beton
Pekerjaan pembongkaran
bekisting
Pekerjaan pengecoran
Gambar 4.1 Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan Balok dan Pelat
Lantai Konvensional
Selesai
Ya
Apakah hasil test
uji tekan sesuai
permintaan?
Tidak
Pembongkaran beton dan
pengecoran kembali
B
2. Penulangan Balok dan Pelat Lantai
Runtutan pekerjaan pembesian meliputi pemotongan tulangan, pembengkokan
tulangan, serta pemasangan tulangan. Pembesian untuk balok dan pelat lantai
dilakukan di tempat, menggunakan besi ulir D10 untuk pelat dan D19 untuk balok.
Sebagai acuan untuk pekerjaan pemotongan dan pembengkokan tulangan
memerlukan BBS. Perhitungan BBS diperlukan agar jumlah tulangan yang
dibutuhkan pada pekerjaan pembesian dapat digunakan secara efektif.
Pemotongan dan pembengkokan tulangan dilakukan di tempat. Hal itu
bertujuan agar pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif. Setelah dilakukan
pemotongan dan pembengkokan tulangan selesai, kemudian tulangan diangkut
menggunakan tower crane untuk dirakit pada lantai yang akan dibangun. Kegiatan
pemotongan dan pembengkokan tulangan dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Setelah pemotongan dan pembengkokan tulangan maka dilakukan perakitan
tulangan. Perakitan tulangan balok dan pelat dipasang sesuai ketentuan pada
gambar kerja. Setelah tulangan selesai dirakit, dilakukan pemasangan beton
decking. Pemasangan beton decking dilakukan setelah pengecekan tulangan selesai
dilakukan .
Gambar 4.2 Pemotongan dan Pembengkokan Tulangan
TUMPUAN LAPANGAN TUMPUAN LAPANGAN
SECTION
TOP BAR 9D19 5D19 13D19 5D19
BOT BAR 5D19 7D19 7D19 9D19
STIRRUPS D10-100 D10-100 D13-100 D13-150
SIDE BAR 2D10 2D10 4D10 4D10
TYPEB1 B1A
Pemasangan beton decking bertujuan untuk menjaga bekisting agar tidak
menyentuh tulangan sehingga dimensi beton sesuai dengan rencana. Setelah
tulangan selesai dirakit, dilakukan pengecekan tulangan. Kesesuaian pemasangan
tulangan dilihat dari parameter sebagai berikut:
Diameter tulangan
Jumlah tulangan
Kelurusan
Ikatan
Dimensi tulangan
Gambar kerja pada penulangan balok dapat dilihat pada gambar 4.3.
3. Pembuatan dan Pemasangan Bekisting
Agar memperoleh struktur sesuai rencana, pembuatan dan pemasangan
bekisting harus dikerjakan dengan baik. Kesalahan dalam pembuatan dan
pemasangan bekisting dapat berakibat pengurangan kekuatan pada struktur serta
cacat pada bentuk struktur. Bekisting pada Proyek Pasar Baru Extension
menggunakan bekisting konvensional.
Gambar 4.3 Skedule Balok
Bahan pembuatan bekisting menggunakan plywood yang berupa lembaran.
Papan plywood dan kaso kemudian diukur sesuai dengan dimensi struktur yang
akan dipasang bekisting, kemudian papan plywood dan kaso dipotong sesuai
ukuran. Setelah papan plywood selesai dipotong dan dirakit dengan kaso, lalu
dilakukan pekerjaan pemasangan bekisting. Agar tidak terjadi kebocoran ketika
adukan beton dituangkan, pemasangan antar papan bekisting harus dipastikan
serapat mungkin.
Pada bekisting konvensional diperlukan pemasangan perkuatan yaitu dengan
cara pengangkuran menggunakan kayu kaso bertujuan agar bekisting menjadi
tegak dan kaku sehingga mengurangi kegagalan saat pengecoran beton. Buruknya
perkuatan dapat menyebabkan cembungnya beton hasil coran, serta kemungkinan
terburuk berupa runtuhnya bekisting saat pengecoran.
Sebelum pengecoran dimulai, dilakukan pengecekan kesesuaian bekisting agar
tidak terjadi kegagalan pada pengecoran sebagai berikut:
Level bekisting
Kelayakan bahan bekisting
Kekokohan/kekakuan
Kerapatan bekisting/tidak ada yang bocor
Dimensi bekisting
Pengecekan bekisting mengacu pada gambar kerja. Apabila terjadi
ketidaksesuaian dengan gambar, maka bekisting harus diperbaiki dan pengocoran
ditunda sampai bekisting selesai diperbaiki. Tahapan pemasangan bekisting dapat
dilihat pada Gambar 4.4.
(a)
(b)
(c)
4. Pengecoran
Pada proyek ini, pengecoran hanya dapat dilakukan pada malam hari hingga
pagi hari karena lokasi proyek terletak di Jalan Otista Kota Bandung yang padat
lalu lintas pada siang hari dan sore hari. Pada pekerjaan pengecoran hal pertama
yang dilakukan adalah pengecekan tulangan dan bekisting oleh pengawas agar
tidak terjadi kegagalan dalam pengecoran dan mengurangi mutu struktur.
Setelah itu, dilakukan pemesan beton ready mix. Sebelum beton dikirim pihak
penyedia beton ready mix harus memastikan bahwa spesifikasi mutu beton telah
sesuai. Setelah beton ready mix tiba ke lokasi proyek, dilakukan terlebih dahulu
pemeriksaan surat jalan pengiriman beton ready mix guna mengetahui informasi
tentang beton yang telah dikirim dari batching plan. Contoh surat jalan dapat
dilihat pada Gambar 4.5. Kemudian diambil sample beton dari truck mixer untuk
mengecek nilai slump dari beton. Pengujian slump dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.4 Pemasangan bekisitng
Gambar 4.5 Surat Jalan Pengiriman Beton Ready Mix
(d)
Slump test dilakukan oleh pihak kontraktor dengan jumlah sampel beton
diambil sebanyak satu kali dari setiap 4 truk mixer. Slump yang diinginkan yaitu
13+2 cm. Apabila tidak sesuai dengan permintaan, maka beton dikembalikan pada
pihak penyedia. Selain pengujian slump ̧dilakukan juga pembuatan benda uji kuat
tekan. Sampel diambil langsung dari beton yang siap dicor. Dari satu truk beton,
dibuat 4 benda uji yang berbentuk silinder seperti pada Gambar 4.7.
Setelah itu baru dilakukan pengecoran beton. Pengecoran beton dilakukan
menggunakan alat bantu bucket beton yang dapat dilihat pada Gambar 4.8. Bucket
yang telah terisi diangkat menggunakan tower crane menuju area yang akan dicor.
Sementara penuangan beton dilakukan, pekerja lain melakukan pemadatan
menggunakan vibrator seperti terlihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.7 Pembuatan Benda Uji
Gambar 4.6 Pelaksanaan Uji Slump
5. Perawatan Beton
Perawatan beton dilakukan dengan tujuan untuk menghindari penguapan air
yang terkandung dalam beton sehingga dapat mengurangi mutu beton. Perawatan
beton dilakukan dengan menyiram beton yang telah mengeras dengan air.
Penyiraman beton dilakukan satu hari setelah pengecoran. Perawatan beton dapat
dilihat pada Gambar 4.10
Gambar 4.8 Pengecoran Beton
Gambar 4.9 Pemadatan Menggunakan Vibrator
Gambar 4.10 Perawatan Beton
6. Pembongkaran Bekisting
Sebelum memulai pembongkaran bekisting pada balok dan pelat lantai
dilakukan permintaan izin pembongkaran balok dan pelat lantai. Pembongkaran
bekisting pada balok dan pelat lantai dilakukan setelah beton dianggap mampu
menahan berat sendiri yaitu 7 hari.
Pembongkaran bekisting ini dilakukan dengan hati-hati agar beton yang sudah
mengeras tidak rusak. Selain itu pembongkaran bekisting dilakukan karena
bekisting yang telah dibongkar akan dipakai lagi untuk lantai berikutnya. Batas
layak pakai bekisting adalah setelah 2 kali pemakaian untuk sistem konvensional.
Tahapan pembongkaran bekisting dapat dilihat dalam diagram alir pada
Gambar 4.11.
Gambar 4.11 Diagram Alir Pembongkaran Bekisting
Mulai
Pekerjaan Persiapan
Pembongkaran Scaffolding Pada Area Pelat Lantai
Pembongkaran Plywood Pelat Area Tengah
Pembongkaran Bekisting Samping Balok
Pembongkaran Bodeman
Pembongkaran Suri-suri dan Gelagar
Pembongkaran Scaffolding Pada area balok
Selesai
Apakah bekisting
beton siap
dibongkar?
Ya
Menunggu hingga
bekisting siap di
bongkar
Tidak
Pembongkaran dimulai dari pelat lantai, yaitu dengan membongkar scaffolding
bagian bawah pelat. Kemudian pembongkaran dilanjutkan dengan mencopot
plywood area pelat lantai. Setelah itu dilakukan dengan pembongkaran bekisting
pada bagian sisi-sisi samping balok, dan dilanjutkan pembongkaran pada bodeman.
Selanjutnya adalah dengan pembongkaran suri-suri dan gelagar. Setelah itu barulah
dilakukan pembongkaran scaffolding pada area balok. Denah potongan A-A dapat
dilihat pada Gambar 4.12
Gambar 4.12 Denah Potongan A-A
Tahapan pembongkaran bekisting dapat dilihat dan disajikan pada Gambar
4.13.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.13 Pembongkaran bekisting
4.2.2 Perancangan Menggunakan Beton Pracetak
Lantai 5 yang akan dirancang sebagai pertokoan. Pelat lantai dirancang
menggunakan beton prategang pre tension sebagai pelat lantai yaitu pelat satu arah.
Denah lantai 5 dapat dilihat pada gambar 4.14 di bawah ini:
Pelat pracetak ada 2 macam yaitu half slab dan hollow core slab. Half slab
digunakan pada bentang pendek dan hollow core slab pada bentang panjang.
Perbandingan half slab dan hollow core slab dapat dilihat pada Tabel 4.1 :
Gambar 4.14 Denah Lantai 5
Design Pelat
lantai
7 m
2,8
5
m
Hollow Core Slab Half Slab
Tebal pelat bervariasi Tebal pelat tidak bervariasi
Lebih berat Lebih ringan
Tebal pelat lebih besar Tebal pelat lebih kecil
Tidak membutuhkan toping Membutuhkan toping beton
Tidak membutuhkan tulangan
tambahan/wiremesh
Membutuhkan tulangan atas
tambahan/wiremesh
Melihat perbandingan diatas, maka digunakan pelat lantai precetak yaitu half
slab dikarenakan tebal pelat yang lebih tipis dan sesuai dipergunakan pada bentang
pendek. Pada perancangan ini, dimensi struktur balok dan kolom tidak ada
perubahan atau sama pada beton konvensional dan mengasumsikan bahwa
tumpuan pelat lantai adalah tumpuan sederhana. Pada struktur frame, beban gempa
hanya dipikul oleh kolom dan balok. Sehingga gaya gempa hanya terjadi pada
struktur balok dan kolom tidak diperhitungkan pada pada perancangan pelat lantai.
= pelat satu arah
Maka termasuk pelat satu arah
b = 1200 mm
L = 2850 mm = 2,85 m
hminpelat =
=
= 52,319 mm
htoping = 50 mm
BJ = 24 kN/m3
Tabel 4.1 Perbandingan Hollow Core Slab dan Half Slab
qu
2850
Gambar 4.15 Permodelan Tumpuan Sederhana pada Pelat
’c = 45 MPa
ys = 400 MPa
qdl = 31,14KN/m
qll = 4 KN/m
Section Properties
A = b x h = 1000 x 80 = 80000 mm2
W =
I =
Pembebanan
Beban mati (DL)
˗ Beban toping setebal 50 mm = 0,05 x 24 = 1,2 kN/m2
˗ Beban plat precast = 0,08 x 24 = 1,92 kN/m2
˗ Beban pasir setebal 1cm = 0,01 x 16 = 0,16 kN/m2
˗ Beban spesi setebal 3 cm = 0,03 x 22 =0,66 kN/m2
˗ Beban keramik setebal 1 cm = 0,01 x 22 = 0,22 kN/m2
˗ Beban plafon dan penggantung = 0,2 kN/m2
˗ Beban konstruksi = 1 kN/m2
˗ Beban instalasi ME = 0,25 kN/m2
˗ Total beban mati = 5,61 kN/m2
DL = 5,61 kN/m2
qll = 4 kN/m2
qu = 1,2 qdl + 1,6 qll = (1,2) 5,61 + (1,6) 4 = 13,12 kN/m2
= 1.312 kg/m
2
Sesuai Tabel 4.2 Table Load Capacity Half Slab PT Beton Elemenindo
Perkasa di atas, pada pelat pracetak bentang 2,85 m dengan qu= 1.312 kg/m2.
Diperoleh pelat half slab dengan tebal 80 mm dan daya dukung maksimal=
1.789,68 kg/m2.
Berikut detail penampang half slab :
Gambar 4.17 Detail Half Slab Tebal 80 mm
Tabel 4.2 Tabel Load Capacity Half Slab PT. Beton Elemenindo Perkasa
4.2.3 Pembuatan Metode Pelaksanaan Struktur Lantai Pracetak
Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang material, peralatan, tenaga kerja dan
pelaksanaan struktur pelat lantai pracetak. Berikut tahap pelaksanaan pelat lantai
pracetak dapat dilihat seperti diagram alir pada Gambar 4.18 di bawah ini :
Mulai
Pekerjaan persiapan
Pemeriksaan berkas
dan pelat half slab
Apakah half slab
sesuai
pemesananan?
Pengembalian
kepenyedia half slab
Tidak
Pekerjaan persiapan
Ya
Pekerjaan persiapan
A
Proses pengangkatan pelat
half slab sesuai dengan
ukuran
Pemasangan pelat half slab
Pelat half slab
sesuai ukuran? Tidak
Pekerjaan persiapan
Pemasangan tulangan
konektor
Pengelasan tulangan konektor
dengan shear konektor balok
Pemasangan bekisting toping
pelat lantai
Bekisitng
sesuai
rencana?
Perbaiki bekisting sesuai
rencana
Tidak
Pekerjaan persiapan
Ya
Memilih pelat half slab
yang sesuai ukuran
A
B
Persiapan pengecoran toping
Hasil slump dan
surat jalan sesuai
pemesanan?
Pengecekan surat jalan dan test
slump beton ready mix
Pengembalian
kepenyedia ready mix
Tidak
Pekerjaan persiapan
Ya
Pembongkaran bekisting toping
Perawatan beton
Selesai
Gambar 4.18 Diagram Alir Pelaksanaan Pelat Lantai Pracetak
B
Diagram alir dari pelaksanaan pekerjaan balok dan pelat lantai dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan persiapan adalah langkah awal dari setiap pekerjaan. Mulai dari
pemahaman gambar oleh pelaksana sampai dengan pemasangan alat pelindung diri
oleh tukang yang akan melakukan pekerjaan. Pekerjaan persiapan dapat dilihat
pada Gambar 4.19 sebagai berikut :
2. Pemeriksaan Berkas dan Pengecekan Pelat Half Slab
Pemeriksaan berkas dan pengecekan half slab dilakukan agar material pelat
lantai pracetak sesuai dengan pesanan dan barang tidak ada yang cacat.
Pengecekan half slab dilakukan dengan melihat label yg ada pada beton pracetak.
Pemeriksaan berkas dan pengecekan half slab dapat dilihat pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20 Pemeriksaan Berkas dan Pengecekan Pelat Half Slab
Gambar 4.19 Pekerjaan Persiapan
3. Proses Pengangkatan Half Slab
Proses pengangkatan half slab harus dilakukan dengan cermat. Hal ini karena
pada saat pengangkatan, titik tumpu pada pelat pracetak harus tepat sehingga tidak
merusak dari struktur pelat pracetak tersebut. Bidang momen pada saat
pengangkatan pada half slab dapat dilihat pada Gambar 4.21.
Berikut perhitungan pengangkatan pada half slab :
l = 1425 mm
M1 = M2
M1 =
qa
2
M2 =
ql
2 – M1
qa
2 =
ql
2 -
qa
2
qa2 =
ql
2
a2
=
l
2
a =
l
a =
1425 mm
Gambar 4.21 Bidang Momen Pada Saat Pengangkatan Half Slab
a = 503,81 mm
Perhitungan titik angkat pada tiap bentang penampang half slab dapat dilihat
pada Tabel 4.3 dibawah ini :
L (mm) l (mm) a (mm)
2850 1425 503,81358
2500 1250 441,94174
2300 1150 406,5864
2000 1000 353,55339
1800 900 318,19805
1900 950 335,87572
1950 975 344,71456
2430 1215 429,56737
2700 1350 477,29708
1100 550 194,45436
L (mm) l (mm) a (mm)
2250 1125 397,74756
1950 975 344,71456
2800 1400 494,97475
3200 1600 565,68542
2900 1450 512,65242
3000 1500 530,33009
2750 1375 486,13591
2400 1200 424,26407
2250 1125 397,74756
Tabel 4.3 Perhitungan Titik Angkat Pada Tiap Bentang
Pada Gambar 4.22 dijelaskan proses pengangkatan pelat pracetak :
Pengangkatan pelat beton pracetak dilakukan dengan cara mengikat kedua
ujung pelat pracetak dengan sabuk sling. Pengangkatan dilakukan langsung dari
atas truk karena mengurangi resiko kerusakan pelat pracetak jika dipindahkan
ketempat lain. Pengangkatan menggunakan tower crane dapat dilihat pada Gambar
4.23 dan Gambar 4.24 :
Setelah sabuk sling dipastikan kuat, pelat beton pracetak diangkat
menggunakan tower crane.
Gambar 4.22 Proses Pengangkatan Half Slab
Gambar 4.23 Proses Pengangkatan Half Slab
4. Pemasangan Half Slab
Pemasangan half slab harus benar-benar sesuai dengan ukuran pelat pracetak
yang akan dipasang. Saat pemasangan diperlukan kordinasi yang baik antara
operator tower crane dan pekerja yang menginstal pelat pracetak. Pemasangan half
slab dapat dilihat pada Gambar 4.25 dan Gambar 4.26 :
Gambar 4.24 Proses Pengangkatan Half Slab
Gambar 4.25 Pemasangan Half Slab
Pada saat pemasangan half slab, pelat harus ditempatkan pada tumpuan yang
benar agar tidak terjadi slip atau kegagalan struktur pada pelat lantai pracetak.
Pengaturan posisi lantai pracetak dilakukan dengan menggunakan besi pengungkit.
Pemasangan half slab harus sesuai dengan denah urutan pekerjaan pemasangan
half slab pada Gambar 4.27. Pemasangan dimulai sesuai dengan nomor urutan
pemasangan. Urutan pemasangan ini memperrtimbangkan jarak lokasi pemasangan
half slab dengan truk pengangkut half slab dan juga kemudahan pergerakan alat
tower crane sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif.
Dalam pemasangan half slab diperlukan ukuran yang sesuai dengan dimensi
yang diinginkan. Pemasangan half slab harus sesuai urutan nomer pada cuting list
yang ada. Penomoran pada half slab berdasarkan dengan urutan pemasangan yang
dimulai dari yang terjauh dengan truk pengangkut half slab sampai titik terdekat
dari truk pengangkut half slab. Pada pemasangan pelat ini, ukuran disesuaikan
dengan cara pemotongan di pabrik. Kode pada cutting list terdapat abjad dan huruf.
Huruf untuk menentukan ukuran half slab sedangkan angka untuk urutan
pemasangan yang dapat dilihat pada lampiran. Berikut contoh cutting list half slab
dan kegiatan pemasangan half slab pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.28 :
Gambar 4.26 Pemasangan Half Slab
Gambar 4.27 Denah Pekerjaan Pemasangan Half Slab
Lebar Panjang Atas Samping
A 60 1,2 2,85
A1 3 1,2 2,85
A2 1 1,2 3,2
Part QtyDimensi Tampak
Tabel 4.2 Cutting List Half Slab
5. Pemasangan Tulangan Konektor
Pemasangan tulangan konektor adalah hal yang paling penting dalam
pelaksanaan lantai pracetak karena sambungan harus monolit. Pemasangan
tulangan konektor meggunakan baja berulir D10. Pemasangan tulangan konektor
dapat dilihat pada Gambar 4.27.
Gambar 4.29 Pemasangan Tulangan Konektor
Gambar 4.28 Pemasangan Half Slab
Pemasangan tulangan konektor dilakukan dengan cara memasukan tulangan
ke dalam lubang sepanjang 7 cm yang telah disediakan dengan manual sampai
masuk pada lubang pelat pracetak yang bersebrangan seperti nampak pada Gambar
4.30 dan Gambar 4.31.
6. Pengelasan Tulangan Konektor dengan Shear Konektor pada Balok
Setelah pemasangan tulangan konektor dilakukan, dilanjutkan dengan
pengelasan tulangan konektor dengan shear konektor yang berada pada balok.
Pengelasan dilakukan menggunakan las listrik. Pengelasan tulangan konektor
dimaksudkan agar pelat pracetak monolit dan kuat menahan gaya geser. Detail
Gambar 4.30 Pemasangan Tulangan Konektor
Gambar 4.31 Sambungan Antar Tulangan Konektor
a
tulangan konektor serta ilustrasi pengelasan tulangan konektor dapat dilihat pada
Gambar 4.32 dan Gambar 4.33.
7. Pemasangan Wiremesh
Pemasangan wire mesh dilakukan dipermukaan pelat lantai pracetak yang
betujuan sebagai tulangan susut pada toping beton agar tidak terjadi retak. Syarat
pemasangan terdapat pada aturan RSNI 03-2847-2002. Persyaratan sambungan
pada wiremesh dapat dilihat pada gambar 4.34 sebagai berikut :
Gambar 4.33 Pengelasan Tulangan Konektor
Gambar 4.32 Detail Tulangan Konektor
Wire mesh yang digunakan adalah tipe M5-150 dengan beton decking setebal
20 mm. Pemasangan wire mesh dapat dilihat pada Gambar 4.35 dan Gambar 4.36 :
Gambar 4.35 Pemasangan Wiremesh dan Beton Decking
Gambar 4.36 Pemasangan Wiremesh
Gambar 4.34 Persyaratan Pemasangan Sambungan Wiremesh
Sumber : SNI 003-2847-2002
8. Pemasangan Bekisting Toping
Pemasangan bekisting toping dilakukan agar pengecoran toping yang
menggunakan beton ready mix dapat sesuai ukuran seperti yang direncanakan.
Bekisting toping dari bahan polywood sebagai cetakan dan kaso sebagai frame.
Pemasangan bekisting toping ini memerlukan ketelitan dalam kelurusan atau
ketegakan bekisting. Karena dapat mempengaruhi bentuk dari toping itu sendiri.
Pemasangan bekisting dapat dilihat pada Gambar 4.37.
Pemasangan bekisting untuk toping harus lurus dan sesuai ukuran yaitu
setinggi 50 mm sesuai dengan ketebalan topping. Pemasangan bekisting topping
dapat dilihat pada Gambar 4.38 :
9. Persiapan Pengecoran
Pada persiapan pengecoran dilakukan pengukuran slump dan pengambilan
sampel. Beton dirancang dengan slump yaitu 15+2 cm, dengan mutu beton yaitu K-
Gambar 4.37 Pembuatan Bekisting Toping
Gambar 4.38 Bekisitng Pinggir Toping
300. Selain pengukuran slump dan pengambilan sampel beton, dilakukan
pengecekan kondisi bucket beton dan peralatan.
Persiapan pengecoran dapat dilihat pada Gambar 4.39 :
10. Pengecoran Toping Pelat Pracetak
Pengecoran dilakukan menggunakan bucket beton karena area pengecoran
berada pada ketinggian. Pengecoran toping berguna untuk menutup/mengrouting
celah yang berada pada pelat lantai pracetak. Jika celah ini tidak ditutup maka akan
menjadi sumber perlemahan struktur pelat pracetak. Setelah pengecoran dilakukan
perataan permukaan menggunakan alat perata. Pengecoran dapat dilihat pada
Gambar 4.40 dan Gambar 4.41 :
Gambar 4.39 Persiapan Pengecoran
Gambar 4.40 Pengangkatan Bucket Beton
Pembagian zona dan urutan pengecoran seperti pada Gambar 4.42
Gambar 4.41 Pengangkatan Bucket Beton
Gambar 4.42 Denah Pengecoran Pelat Lantai
Pengecoran dilakukan menggunakan bucket concrete yang diangkut dari truck
mixer ke lokasi pengecoran. Dalam penentuan urutan pengecoran ini
mempertimbangkan aspek jarak dari lokasi pengecoran ke truck mixer, serta
kemudahan mobilisasi tower crane dan pekerja. Pengecoran dilakukan dari jarak
yang terjauh dengan maksud agar area yang sudah dicor tidak terinjak lagi oleh
pekerja dan pada saat pengangkatan bucket serpihan beton yang jatuh tidak
mengenai area yang sudah diratakan.
Tinggi pengecoran tidak boleh lebih dari 1 meter supaya mortar tidak akan
mengalami segregasi. Pengecoran dapat dilihat pada Gambar 4.43 dan Gambar
4.44. Pemadatan beton menggunakan vibrator seperti terlihat pada Gambar 4.45 :
Gambar 4.43 Pengecoran Toping
Setelah mortar dituangkan pada pelat, dilakukan pemerataan pengecoran
dengan alat perata seperti terlihat pada Gambar 4.46 :
Gambar 4.44 Pengecoran Toping
Gambar 4.46 Perataan Pengecoran
Gambar 4.45 Pemadatan Beton Menggunakan Vibrator
11. Pembongkaran Bekisting Toping
Pembongkaran dilakukan dengan menggunakan linggis. Metode
pembongkaran sama seperti metode struktur lainnya. Proses pembongkaran
bekisting dapat dilihat pada Gambar 4.47 :
12. Perawatan Beton
Perawatan beton pada toping lantai pracetak ini dilakukan dengan cara
menyiram air pada permukaan toping. Hal ini agar tidak menyebabkan retak pada
toping beton. Perawatan beton dapat dilihat pada Gambar 4.48 sebagai berikut :
4.3 Material, Peralatan, dan Tenaga Kerja Metode Konvensional dan Metode Pracetak
4.3.1 Material
Material adalah suatu komponen yang penting pada suatu proyek, karena berkaitan
dengan mutu suatu bangunan. Setiap material bangunan mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Maka dari itu, pada proses kegiatan konstruksi material sangat krusial
Gambar 4.47 Pembongkaran Bekisting Toping
Gambar 4.48 Perawatan Beton
pada kondisi tempat penyimpanannya. Karena jika salah dalam penempatan
penyimpanan akan merusak kualitas material tersebut dan membuat mutu dari suatu
bangunan akan menurun.
Material utama yang dibutuhkan pada metode konvensional dan pracetak dapat
dilihat pada Tabel 4.3
No Nama
Material Gambar Keterangan
Konvensio
nal Pracetak
1 Plywood
Fungsi :
cetakan
beton
Spek ukuran
: 2440 mm x
1120 mm
dan tebal 9
mm
berdasarkan
SNI 7394-
2008
Tabel 4.3 Material Utama Beton Konvensional dan Pracetak
2 Beton
ready mix
Fungsi:
Pembuatan
beton
Spek : K-
300 dan nilai
slump 15+2
berdasarkan
data dari
proyek
terkait
3
Baja
tulangan
Fungsi :
sebagai
penopang
strukut pada
beton
bertulang
Spek :
-mutu
U40(deform
ed)
- Ukuran
D10
berdasarkan
gambar
proyek dan
PT Beton
Elemenindo
Perkasa
4 Kaso
Fungsi :
frame untuk
cetakan
beton
Spek ukuran
: 5cm x 7cm
panjang 4
meter
berdasarkan
7394-2008
5 Half slab
Fungsi :
pelat beton
pracetak
yang dicetak
dipabrik
Spek :
-mutu K-450
-ukuran
tebal 80 mm,
lebar 1200
mm, panjang
sesuai
pemesanan.
Berdasarkan
PT. Beton
Elemenindo
Perkasa
6 Wiremesh
Fungsi :
sebagai
tulangan
tekan pada
half slab
Spek : M5-
150
berdasarkan
Perbandingan material pelengkap metode konvensional dan pracetak dapat
dilihat pada Tabel 4.4 :
Tabel 4.4 Material Pelengkap Beton Konvensional dan Pracetak
No Nama
Material
Gambar Keterangan Konvensional Pracetak
1 Mortar
instan
Fungsi :
mengrouting
permukaan
beton yang
keropos
2 Beton
decking
Fungsi :
Menjaga
ketebalan
selimut
beton pada
saat
pengecoran
Ukuran :
berdasarkan
selimut
beton
3 Calbond
Fungsi :
menyambun
g antara
beton yang
lama dengan
beton yang
baru
4 Kawat
Fungsi :
mengikat
decking
beton atau
wiremesh
5 Paku
Fungsi :
sebagai
penyambung
plywood dan
kaso agar
menjadi
bekisitng
Tabel 4.3 dan Table 4.4 menjelaskan material utama dan pelengkap yang
digunakan pada kedua metode tersebut. Perbandingan material utama dan material
pelengkap terletak pada volume material yang digunakan. Perbandingan volume
meterial utama dan pelengkap dapat dibahas pada studi lanjut.
4.3.2 Peralatan Kerja Metode Konvensional dan Metode Pracetak
Peralatan kerja sangat berpengaruh dalam kegiatan konstruksi. Peralatan kerja akan
mempengaruhi kepada kualitas suatu pekerjaan dalam segi waktu dan kualitas hasil
pekerjaan. Berikut contoh alat berat dan alat perkakas yang digunakan untuk pelaksanaan
balok dan pelat lantai konvensional :
Perbandingan alat berat pada metode konvensional dan metode pracetak yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.5 :
No Nama Gambar Keterangan Konvensional Pracetak
Tabel 4.5 Alat Berat Pelaksanaan Beton Konvensional dan Pracetak
Peralatan
1 Tower crane
Fungsi : alat
angkut peralatan
dan alat angkut
bahan yang
berat/besar dari
bawah keatas atau
sebaliknya
Spek :
-tinggi 70 meter
-jangkauan lengan
maksimum 30
meter
- daya angkat
maksimum 4.4
ton
Sumber :
PT.Tower Crane
Munajat
2 Bar cutter
Fungsi :
memotong
tulangan
Spek : SP-32C
power : 3000 W,
voltage : 220/380
Volt, Cutting : 6-
32mm, Weight :
500kg
Sumber : PT.
TOYO
3 Bar bending
Fungsi :
membengkokan
tulangan
Spek : SP-32B
power 4000 W,
voltage : 220/380
volt, bending 6-
32mm, weight :
700 kg
sumber : PT.
TOYO
4 Lift angkut
Fungsi : alat
mengangkut
material dari atas
kebawah atau
sebaliknya
Spek : 600 kg
5 Bucket
concrete
Fungsi : alat
angkut mortar
dari truk mixer
ketempat
pengecoran
Spek : 0,8 m3
6 Theodolite
Fungsi : alat yang
digunakan untuk
pengukuran sudut
horizontal,
vertikal, dan
elevasi
7 Vibrator Fungsi : untuk
memadatkan
beton pada saat
pengecoran
Spek : 2N50,
diameter 50mm,
voltage 380 V,
vibrator amplitude
1.0mm, vibration
speed 2800rpm
Sumber : PT.
Panca Jaya
Machinery
8 Sabuk sling
Fungsi : sabuk
pengangkatan half
slab.
Spek : 3 Ton
9 Scaffolding
Fungsi : untuk
penyangga
bekisting atau
pelat pracetak
Perbandingan alat perkakas pada metode konvensional dan metode pracetak yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.6 :
No Nama
perkakas Gambar Keterangan Konvensional Pracetak
1 Meteran Fungsi :
mengukur jarak
Tabel 4.6 Alat Perkakas Pelaksanaan Beton Konvensional dan Pracetak
atau panjang
bekisitng dan nilai
slump
2 Skur
Fungsi : menjaga
ketegakan
bekisting
3 Linggis
Fungsi :
membongkar
bekisting
4 Gergaji kayu
Fungsi :
Memotong
plywood dan kaso
5 Unting-
unting
Fungsi :
mengukur
ketegakan
bekisting
6 Palu
Fungsi : untuk
memukul paku
pada pekerjaan
bekisitng
7 Walkie talkie
Fungsi :
bekomunikasi
pada lokasi yang
berbeda
8 Alat perata
Fungsi :
meratakan pelat
saat pengecoran
9 Besi
pengungkit
Fungsi :
Membantu saat
pemasangan half
slab pada saat
erection
Pada Tabel 4.5 dan Table 4.6 dijelaskan alat berat dan alat perkakas yang
digunakan pada kedua metode. Perbandingan alat berat dan alat perkakas terletak
pada jumlah peralatan yang digunakan. Perbandingan jumlah alat berat dan
perkakas dapat dibahas pada studi lanjut.
4.3.3 Perbandingan Tenaga Kerja Metode Konvensional dan Pracetak
Tenaga kerja sangat berpengaruh pada waktu dan kualitas pekerjaan. Setiap
pekerjaan akan dikerjakan oleh tenaga kerja dengan keahlian tertentu.
Kebutuhan tenaga kerja pada setiap pelaksanaan pembuatan pelat lantai dapat
dilihat pada Tabel 4.7:
Beton Konvensional Beton Pracetak
Tenaga ahli Tenaga ahli
Tukang kayu Tukang kayu
Tukang besi Tukang besi
Surveyor Surveyor
Tukang cor Tukang cor
K3 Tukang erection
K3
Pada Tabel 4.7 dijelaskan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan. Jenis pekerjaan
diatas berdasarkan tinjauan pada proyek. Jumlah tenaga kerja dapat dibahas pada
studi lanjut.
4.3.4 Tempat Penyimpanan Material dan Peralatan
Tempat penyimpanan material dan bahan sangat perlu diperhatikan, karena
beberapa material dan peralatan sangat sensitif terhadap suhu dan cuaca. Jika salah
Tabel 4.7 Tenaga Kerja Pelaksanaan Beton Konvensional dan Pracetak
penenmpatan materail atau peralatan makan akan berdampak pada pekerjaan, waktu, dan
biaya. Tempat penyimpanan material dan perlatan pada Proyek Pasar Baru Extension
dapat dilihat pada Gambar 4.49 :
Gambar 4.49 Lokasi Penyimpanan Material dan Peralatan pada Lantai 1
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Simpulan dari studi ini adalah sebagai berikut :
1. Proyek Pasar Baru Extension dengan menggunakan struktur pelat konvensional dua
arah menjadi pelat satu arah bila menggunakan pelat pracetak sebagai alternatif.
2. Pelaksanaan metode pracetak lebih menguntungkan daripada metode konvensional.
Perbandingan kedua metode ini dapat dilihat pada bab 4.3.
3. Pelat lantai konvensional dengan tebal 150 mm dengan mutu K-300 dan baja
tulangan D10 dengan mutu U40. Acuan perancah menggunakan acuan perancah
konvensional.
4. Pada pemilihan pelat lantai pracetak, half slab lebih direkomendasikan untuk
digunakan hal ini karena pelat yang dirancang termasuk bentang pendek dan half
slab lebih ringan dibandingkan dengan hollow core slab. Perbandingan selebihnya
dapat dilihat pada pembahasan pada bab 4.3.
5. Hasil perancangan pelat lantai yaitu menggunakan half slab bentang 2,85 meter
pada denah lantai 5 memperoleh nilai qu= kg/m2 sudah termasuk berat
sendiri toping beton.
6. Dari hasil perancangan pelat lantai pracetak diperoleh half slab dengan ketebalan
80 mm dan lebar 1,2 meter. Daya dukung maksimal pelat ini adalah 1789,68 kg/m2
. Mutu beton pracetak yaitu K-450.
7. Pada perancangan pelat pracetak, semua balok dan kolom diasumsikan mampu
menahan beban yang disalurkan dari pelat lantai pracetak. Kekuatan kolom dan
balok tidak dihitung dan dimensi tidak dirubah pada studi ini.
8. Sambungan pelat lantai pracetak merupakan sambungan basah yang menggunakan
tulangan konektor dari baja D10 dengan panjang 67,5 cm, disambungkan dengan
shear conector D10 yang berjarak setiap 20 cm dengan cara pengelasan. Toping
setebal 50 mm dengan wire mesh M5-150 pada seluruh permukaan pelat.
9. Pelaksanaan pengangkatan lantai pracetak dengan alat angkat menggunakan tower
crane yang diikat menggunakan sabuk sling. Pengangkatan dilakukan langsung
dari atas truk pengangkut lantai pracetak.
10. Perbandingan pelaksanaan metode dan konvensional sebagai berikut :
Metode Konvensional Metode Pracetak
Lebih membutuhkan banyak material
yaitu plywood dan kaso
Membutuhkan sedikit material bekisting
yaitu plywood dan kaso
Runtutan pekerjaan yang banyak
sehingga dibutuhkan banyak tenaga
kerja
Runtutan pekerjaan yang sedikit/praktis
sehingga dibutuhkan tenaga kerja lebih
sedikit
Pelaksanaannya dipengaruhi oleh cuaca Pelaksanaannya tidak dipengaruhi cuaca
Cukup sulit mengendalikan mutu
karena bergantung pada waktu
Pengendalian mutu lebih mudah karena
pembuatan komponen bisa dilakukan
bersamaan
Komponen struktur lebih banyak Komponen struktur lebih sedikit karena
pada pelat beton pracetak menggunakan
sistem prategang
Struktur lebih monolit Struktur kurang monolit jika
dibandingkan dengan metode
konvensional
Menghabiskan banyak waktu karena
banyaknya runtutan pekerjaan
Lebih menghemat waktu karena
pelaksanaan yang praktis
Biaya lebih mahal karena
membutuhkan banyak material dan
tenaga kerja
Biaya lebih terjangkau karena tidak
membutuhkan bekisitng dan tidak
membutuhkan banyak tenaga kerja
11. Tinjauan dibatasi hanya pada perancangan dan pembuatan metode pelaksanaan.
Perhitungan produktivitas alat, waktu dan biaya tidak termasuk dalam bahasan ini.
5.2 Saran
Saran dari studi ini adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya pada penggantian metode konvensional ke pracetak perlu
memperhitungkan keseluruhan struktur pada bangunan tersebut.
2. Jika menggunakan pelat lantai pracetak akan mendapatkan dimensi pelat yang
relatif lebih kecil dari pelat lantai konvensional sehingga mempengaruhi beban
pada bangunan tersebut.
3. Sebaiknya pihak proyek menggunakan beton pracetak agar mendapatkan
keuntungan dari waktu, mutu, dan biaya
Tabel 5.1 Matriks Perbandingan Beton Konvensional dan Beton Pracetak
4. Alangkah lebih baik apabila dapat diteruskan dengan perhitungan volume,
produktifitas alat, waktu, biaya dan jumlah tenaga kerja yang dapat berhubungan
dengan pembahasan manajemen konstruksi agar dapat diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiadi, Andri. 2008, Desain Praktis Beton Prategang, Penerbit Andi Yogyakata.
Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Konstruksi.
Ferdiana, Maria Dwi. 2015. Pengenalan Dasar Konstruksi Beton Siku dan Pracetak.
Indonesia: INTAN PARIWARA.
Istimawan Dipohusodo. 1993, Struktur Beton Bertulang.
Istimawan Dipohusodo. 1996, Manajemen Proyek dan Konstruksi jilid 1dan jilid 2,
Penerbit Kanisius Jakarta.
Krisfinanto, B. Metode Perawatan Beton.
Pappung, Budi Metode Pelaksanaan Kontruksi Bangunan Gedung Manajemen Tempat
Pembangunan..
Phil M. Ferguson, 1995. Dasar-dasar Beton Bertulang. Jakarta: Erlangga.
RSNI Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 03-2847-2002.
SKSNI T-15-1991-03 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.
SNI Analisa Harga Satuan nomer 7394 tahun 2008.
SNI Pembebanan Untuk Bangunan Gedung nomer 1727 tahun 2013.
SNI Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan gedung nomer 2847 tahun 2013.
The Wiryanto Dewobroto's blog 16 juni 2017.
Wulfram L. Ervianto, 2004, Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit Andi Yogyakarta.