an tibi otik

53
BAB 1. PENDAHULUAN Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama jmur yang dapat menghambat atau membunuh mikroba jenis lain. Kegiatan antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr.Alexander Fleming (Inggris, 1928, Penisillin) tetapi baru dikembangkan dan digunakan pada permulaan Perang Dunia II ditahun 1941 ketika obat-obat anti bakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi. Antibiotik bersifat efektif sebagai antimikroba disebabkan karena sifat toksisitasnya yang selektif, artinya mampu membunuh mikroba tanpa merusak sel hospes. Secara umum toksisitas selektifnya bersifat relative, yang masih mampu membutuhkan kadar yang tepat untuk mengatasi mikroba, tetapi masih dapat ditolerir oleh hospes (Block et al., 2008). Sebagai antiinfeksi, antibiotik telah berhasil menurunkan secaradrastis morbiditas dan mortalitas berbagai penyakit infeksi, sehinggapenggunaannya menjadi sangat meningkat. Hasil survei menunjukkan bahwa kira-kira 30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit memperoleh satu atau lebih terapi antibiotika, dan berbagai penyakit infeksi yang fatal telah berhasil diobati. Sejalan dengan itu antibiotik

Upload: indira-harini

Post on 25-Nov-2015

98 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

antibiotik

TRANSCRIPT

3

BAB 1. PENDAHULUAN

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama jmur yang dapat menghambat atau membunuh mikroba jenis lain. Kegiatan antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr.Alexander Fleming (Inggris, 1928, Penisillin) tetapi baru dikembangkan dan digunakan pada permulaan Perang Dunia II ditahun 1941 ketika obat-obat anti bakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi. Antibiotik bersifat efektif sebagai antimikroba disebabkan karena sifat toksisitasnya yang selektif, artinya mampu membunuh mikroba tanpa merusak sel hospes. Secara umum toksisitas selektifnya bersifat relative, yang masih mampu membutuhkan kadar yang tepat untuk mengatasi mikroba, tetapi masih dapat ditolerir oleh hospes (Block et al., 2008). Sebagai antiinfeksi, antibiotik telah berhasil menurunkan secaradrastis morbiditas dan mortalitas berbagai penyakit infeksi, sehinggapenggunaannya menjadi sangat meningkat. Hasil survei menunjukkan bahwa kira-kira 30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit memperoleh satu atau lebih terapi antibiotika, dan berbagai penyakit infeksi yang fatal telah berhasil diobati. Sejalan dengan itu antibiotik pun menjadi obat yang paling sering disalahgunakan atau digunakan secara irasional, sehingga meningkatkan risiko efek samping, resistensi dan biaya (Block et al., 2008).Ilmu Penyakit Mata adalah ilmu yang mempelajari keadaan fisiologis dan patologis pada mata. Penyakit pada mata pun tidak lepas dari penyakit infeksi. Infeksi menempati urutan yang sering terjadi dalam bidang ini, sehingga erat sekali dengan penggunaan antibiotika sebagai antiinfeksi (Ilyas et al., 2009).Infeksi mata harus diterapi secara tepat dan agresif untuk mengurangi risiko resistensi bakteri. Tujuan terapi infeksi okular yang disebabkan bakteri adalah pencapaian kadar antibiotik tinggi yang bisa terus dipertahankan di lokasi sehingga eradikasi bakteri bisa lebih cepat terjadi. Hal ini akan berpotensi pada pengurangan kerusakan struktur jaringan akibat nekrosis dan inflamasi bisa berkurang. Dalam memilih antibiotik yang paling efektif untuk mencegah maupun mengobati infeksi, konsentrasi dan penetrasi obat ke jaringan mata, dan juga factor resistensi bakteri terhadap antibiotic yang bersangkutan adalah faktor-faktor yang paling efektif untuk menentukan keberhasilan terapi. Antibiotik yang tidak memadai dan tidak adekuat bisa memperburuk kolonisasi bakteri di permukaan maupun kelopak mata, dan membuka peluang bagi patogen yang resisten untuk memperbanyak diri (Giamarellos, 2008). Oleh karena pentingnya pemakaian antibiotik untuk mengatasi infeksi pada mata, dalam referat ini akan dibahas tenteng macam-macam antibiotik yang digunakan pada mata, termasuk di dalamnya adalah mekanisme kerja antibiotic, indikasi dan dosis pemberian antibiotik.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Antibakteri merupakan antibiotika yang dipakai sesuai dengan etiologi yang ditetapkan dengan pemeriksaan pulasan, biakan dan uji resistensi (Ilyas et al., 2009).

A. LARUTAN & SALEP ANTIBIOTIK TOPIKALAntibiotik umumnya dipakai untuk mengobati infeksi mata luar, termasuk konjungtivitis bakteri, hordeolum, blefaritis marginal, dan ulkus kornea bacterial. Frekuensi pemakaian tergantung pada kondisi penyakit. Bacitracin, neomycin, polimyxin, etrythromycin, tetracycline, gentamycin,dan tobramycin adalah obat antibiotic topical yang paling banyak dipakai, sendiri-sendiri atau digabung dalam bentuk larutan atau salep (FK UI, 2008).

NEOMYCINNeomycin merupakan golongan aminoglikosida. Aktivitas antibakteri tertuju pada basil gram negative yang aerobic. Aktivitas terhadap bakteri gram positif sangat terbatas. Aktivitas aminoglikosida dipengaruhi oleh berbagai factor terutama perubahan pH, keadaan aerobic dan anaerobic atau keadaan hiperkapnik. Aminoglikosida bersifat bakteriosidal cepat. Pengaruh aminoglikosidamenghambat sintesis protein dan menyebabkan salah baca dalam penerjemahan M-RNA, tidak menjelaskan efek letalnya dengan cepat. Berdasarkan kenyataan tersebut, diperkirakan aminoglikosida menimbulkan pula berbagai efek sekunder lainterhdap fungsi sel mikroba, yaitu terhadap respirasi, adaptasi enzim, keutuhan membrane, keutuhan RNA.Neomycin tidak digunakan parenteral karena terlalu toksik dibandingkan dengan aminoglikosida lain (Jeng, et al., 2003).

StabilitasNeomisin peka terhadap oksidasi udara. Setelah penyimpanan selama 24 bulan tidak terjadi kehilangan potensi (masih 99% dari potensi asli). Serbuk neomisin sulfat stabil selama tidak kurang dari3 tahun pada suhu 20C. Neomisin sulfat dapat juga dipanaskan pada suhu 110C selama 10 jam (yakni selama sterilisasi kering), tanpa kehilangan potensinya, meskipun terjadi perubahan warna. Neomisin cukup stabil pada kisaran pH 2,0 sampai 9,0. Menunjukkan aktivitas optimumnya pada kira-kira pH 7,0 (Jeng, et al., 2003).

FarmakokinetikPada orang yang fungsi ginjalnya baik, neomisin diberikan 10 g oral selama 3 hari, tidak mencapai kadar toksik dalam darah. Absorpsi meningkat bila ada lesi di saluran cerna. Adanya insufisiensi faal ginjal dan hati, cepat meningkatkan kadar neomisin dalam darah, sehingga mungkin timbul efek toksik; dosis oral 4-8 g sehari sudah menghasilkan kadar dalam plasma seperti pemberian parenteral. Kalau diperlukan neomisin oral pada insifisiensi ginjal, dosis harus sangat dikurangi. Lebih baik diganti dengan aminoglikosida jenis lain misalnya kanamisin. Neomisin yang tidak diabsorpsi di usus, akan keluar dalam bentuk utuh bersama tinja (Davis et al., 2005).

Indikasi Terapi jangka pendek infeksi okular eksternal superfisial disebabkan oleh organisme. Memberi efek miotik untuk mengatasi midriasis yang disebabkan oleh atropin. Menurunkan tekanan intraokular dan memberi efek miosis intensif sebelum pembedahan pada penanganan darurat glaukoma sudut terbuka (Davis et al., 2005).

Kontra IndikasiHipersensitif

Efek Samping Sensitisasi konjungtiva dan kutaneus.Ototoksik

SediaanLarutan, 2,5 dan 5 mg/ml; salep 3,5-5 mg/g. Di pasaran tersedia dalam bentuk kombinasi dengan bacitracin dan polimixin B

Dosis Pemberianberi salep atau tetes, tiga empat kai sehari. Larutan 50-100 mg/ mL dipakai untuk ulkus kornea (Davis et al., 2005).

Rute PemberianNeomycin sulfat digunakan secara topikal dan oral.

Gambar 2.1 Neomycin Tetes MataSumber: Medicastore, 2012

ERITROMISIN

Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Antibiotic ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah. Larutan netral eritromisin yang disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam beberapa hari, tetapi bila disimpan dalam suhu 5oC biasanya tahan sampai beberapa minggu (Snyder, 1994).

Aktivitas AntimikrobaGolongan makrolid menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversible dengan ribosom dan umumnya bersifat bakteriostatik, walaupun terkadang dapat bersifat bakteriosidal untuk kuman yang sangat peka (Snyder, 1994).

Spektrum AntimikrobaEfek terbesar eritromisin terhadap kokus gram positif, seperti S.piogenes dan S.pneumoniae. batang gram positif yang peka terhadap eritromisin ialah C.perfringens, C.diphteriae, dan L.monocytogenes. Eritromisin tidak aktif terhadap kuman gram negative, tapi ada beberapa spesies yang sangat peka terhadap eritromisin yaitu N.gonorrhoeae, Campylobacer jejuni, M.pneumoniae, dan C.trachomatis (Sheikh et al., 2005).

ResistensiResistensi eritromisisn terjadi melalui 3 mekanismeyang diperantarai oleh plasmid, yaitu: menurunnya permeabilitas membrane sel kuman, berubahnya reseptor obat pada ribosom kuman, dan hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman tertentu (Enterobacteriaceae). Resistensi silang terjadi antara berbagai makrolid (Sheikh et al., 2005).

FarmakokinetikBasa eritromisin diserap baik oleh usus kecil bagian atas, aktivitasnya menurun karena obat dirusak oleh asam lambung. Untuk mencegah perusakan oleh asam lambung, basa eritromisin diberi selaput yang tahan asam atau digunakan dalam bentuk ester sterarat atau etilsuksinat. Adanya makanan juga menghambat penyerapan eritromisin. Hanya 2-5% eritromisin yang diekskresi dalam bentuk aktif melalui urin. Eritromisin mengalami pemekatan dalamjaringan hati. Masa paruh eliminasi eritromisisn adalah sekitar 1,5 jam. Eritromisin berdifusi dengan baik ke berbagai jaringan tubuh kecuali ke otak dan LCS. Obat ini diekskresi terutama melalui hati (Sheikh et al., 2005).

IndikasiKonjungtivitis staphylococcusProfilaksis oftalmia neonatorum

KontraindikasiHipersensitifitas

SediaanSalep eritromisin 0,5%

Efek SampingKonjungtivitis kimiawi yang terjadi pada sekitar 20% bayi baru lahir, dengan gejal-gejala seperti pembengkakan dan inflamasi yang berlangsung 24-48 jam.Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan eksantem yang cepat hilang bila terapi dihentikan.Eritromisin oral sering menimbulkan iritasi saluran cerna seperti mual, muntah dan nyeri epigastrium (Sheikh et al., 2005).

Gambar 2.2 Eritromycin SalepSumber: Medicastore, 2012

POLIMIKSIN

Antibiotic golongan polimiksin terdiri dari polimiksin B dan kolistin. Struktur kimia golongan ini tidak ada kaitannya dengan antibiotika lain. Pemberian per oral tidak diabsorbsi. Penggunannya hanya untuk pemakaian local. Diberikan oral atau topical dan jarang digunakan parenteral karena nefrotoksiknya yang kuat. Antibiotika ini juga mempunyai efek pentingterhadap bakteri gram negative (Gross et al., 1997).

Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme KerjaPolimiksin B aktif terhadap berbagai kuman gram negative, seperti Pseudomonas aeruginosa, E. Coli, Haemophillus, Klebsiella, Enterobacter, Salmonella, Shigella,Bordnella, dan Vibrio.Obat ini bersifat bakterisid yang bekerja dengan mengganggu fungsi pengaturan osmosis oleh membrane sitoplasma bakteri. Resistensi jarang terjadi. Polimiksin praktis tidak diserap melalui mukosa atau kulit dengan luka bakar (Gross et al., 1997).

Indikasi KlinikKonjungtivitis bakteriKeratitis bakteriUlkus kornea bakteri

SediaanSalep, 5000-10000 unit/gram; suspensi, 10000 unit/ml; obat tetes mata 20000 unit/ml (Gross et al., 1997).

Gambar 2.3 Polimiksin SalepSumber: Medicastore, 2012

Gambar 2.4 Polimiksin Tetes MataSumber: Medicastore, 2012

BASITRASIN

Basitrasin bercirikan struktur polipeptida siklis dengan gugusan amino bebas. Berlainan dengan antibiotika lainnya yang beroleh dari jamur, obat-obat ini dihasilkan oleh sejenis bakteri. Basitrasin dihasilkan oleh Bacillus Subtillis. Basitrasin bersifat bakterisida. Basitrasin terutama aktif terhadap kuman gram positif. Khasiat bakterisidnya berdasarkan aktivitas permukaan dan kemampuannya untuk melekatkan diri pada membrane sel bakteri, sehingga permeabilitas sel meningkat dan akhirnya sel meletus. Kerjanya tidak tergantung dari keadaan membelah tidaknya kuman, maka dapat dikombinasikan dengan antibiotika bakteriostatis, seperti kloramfenikol dan tetrasiklin.Antibiotic ini sangat toksik bagi ginjal jika digunakan secara parenteral. Oleh karena itu penggunaan parenteralnya kini sudah ditinggalkan dengan adanya antibiotic lain yang lebih aman, seperti gentamisin dan sefalosporin. Reaksi alergi jarang terjadi pada penggunaan topical.Resopsinya dari usus nihil, maka kini terutamadigunakan secara topical pada infeksi kulit, mata dan telinga, seringkali bersama antibiotika lain dan kortikoid.Basitrasin stabil dalam bentuk salep, tetapi tida stabil dalam bentuk krim (Rhee et al,. 2007).

IndikasiKonjungtivitis bakteriBlefaritis marginalUlkus kornea bacterialOftalmia neonatorum karena gonore

SediaanSalep, 500 U/g. Secara komersial tersedia dalam bentuk kombinasi dengan polimyxin B (Rhee et al,. 2007).

Gambar 2.5 Basitrasin SalepSumber: Medicastore, 2012

B. ANTIBIOTIK TOPIKAL DARI SISTEMIK

TETRASIKLIN

1. FarmakodinamikGolongan tetrasiklin bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribososm bakteri. Pertama secara difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua melalui sistem transpor aktif. Setelah masuk antibiotik berikatan secara reversibel dengan ribosom 30S dan mencegah ikatan tRNA-aminoasil pada kompleks mRNA-ribosom. Hal tersebut mencegah perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis protein. Tetrasiklin termasuk antibiotika broad spektrum. Spektrum golongan tetrasiklin umumnya sama, sebab mekanisme kerjanya sama, namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat terhadap kuman tertentu. Derivat dari tetrasiklin yaitu: demeklosiklin, klortetrasiklin, doksisiklin, methasiklin, oksitetrasiklin, dan minosiklin (Gunawan, 2008).Mekanisme resistensi yang terpenting adalah diproduksinya pompa protein yang akan mengeluarkan obat dari dalam sel bakteri. Protein ini dikode dalam plasmid dan dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lain melalui proses transduksi atau konjugasi. Resistensi terhadap satu jenis tetrasiklin biasanya disertai resistensi terhadap semua jenis tetrasiklin lainnya (Gunawan, 2008).

2. FarmakokinetikAbsorpsiSekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum (Gunawan, 2008).

DistribusiDalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik (Gunawan, 2008).

MetabolismeObat golongan ini tidak dimetabolisme secara berarti di hati, sehingga kurang aman pada pasien gagal ginjal (Gunawan, 2008).

EkskresiGolongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan melalui empedu. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik, maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami akumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja (Gunawan, 2008).

3. Penggunaan KlinikIndikasiPenggunaan topikal hanya dibatasi untuk infeksi mata dan kulit saja. Salep mata golongan tetrasiklin efektif untuk mengobati trakoma dan infeksi lain pada mata oleh bakteri gram-positif dan gram negatif yang sensitif. Selain itu juga untuk profilaksis oftalmia neonatorum pada neonatus akibat Neisseria gonorrhoe atau Chlamydia trachomatis (Gunawan, 2008). Penyakit konjungtivitis inklusi dapat diobati dengan hasil baik selama 2-3 minggu, dengan memberikan salep mata atau obat tetes mata yang mengandung golongan tetrasiklin. Pada trakoma pemberian salep mata golongan tetrasiklin yang dikombinasi dengan doksisiklin oral 2 x 100 mg/hari selama 14 hari memberikan hasil pengobatan yang baik (Gunawan, 2008).

Kontra IndikasiHipersensitif terhadap golongan antibiotik tetrasiklin (Deglin dan Vallerand, 2005).

Interaksi ObatBila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan nefrotoksisk. Bila dikombinasikan dengan penisilin maka aktivitas antimikrobanya dihambat (Deglin dan Vallerand, 2005).

Efek sampingSensasi terbakar pada mata (Deglin dan Vallerand, 2005).

SediaanSuspensi 10mg/cc dan salep mata 1% (10mg/g) dan 3% (Vaughan, et al, 2000).

Gambar 2.6 Sediaan salep tetrasiklin(Sumber: Medicastore, 2012)

DosisLapisan tipis salep mata tiap 2-4 jam atau 1 tetes suspensi tiap 6-12 jam (dapat digunakan lebih sering); dosis tunggal digunakan untuk pencegahan oftalmia neonatorum (Deglin dan Vallerand, 2005).

KLORAMFENIKOL 1. FarmakodinamikKloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sisntesis protein bakteri pada tingkat ribosom. Obat ini terikat pada ribosom subunit 50S. Kloramfenikol menyekatkan ikatan persenyawaan aminoacyl dari molekul Trna yang bermuatan ke situs aseptor kompleks Mrna ribosom. Kegagalan aminoacyl untuk menyatu dengan baik pada situs aseptor menghambat reaksi transpeptidase yang dikatalisasi oleh peptidyl transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada kompleks ribosom tidak ditransfer ke asam amino aseptornya, sehingga sintesis protein terhenti (Gunawan, 2008). Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Kloramfenikol emiliki spektrum luas. Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi Salmonella spp, Clamydia, Haemophillus, D. pneumoniae, S. pyogens, S. viridans, Neisseria, Bacillus spp, C. diphtheriae, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan kebanyakan kuman anaerob (Gunawan, 2008).

2. FarmakokinetikSetelah pemberian kloramfenikol melalui mata, absorpsi obat melalui kornea dan konjunctiva, selanjutnya menuju humor aquos. Absorpsi terjadi lebih cepat bila kornea mengalami infeksi atau trauma. Absorpsi sistemik dapat terjadi melalui saluran nasolakrimal. Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urin. Obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses absorpsi, metabolisme dan ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya pada anak dan bayi. Resorpsinya dari usus cepat. Difusi kedalam jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik sekali, kecuali ke dalam empedu. Plasma-t1/2-nya rata-rata 3 jam. Didalam hati, zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang baru dilahirkan belum memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah mengalami keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10% secara utuh (Gunawan, 2008; Deglin dan Vallerand, 2005).

3. Penggunaan KlinikIndikasiUntuk terapi infeksi superficial pada mata yang disebabkan oleh bakteri, blepharitis, post operasi katarak, konjungtivitis bernanah, traumatik keratitis, trakoma dan ulceratif keratitis (Deglin dan Vallerand, 2005).

KontraindikasiPada pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol. Pasien neonatus (Deglin dan Vallerand, 2005).Interaksi ObatDapat menghambat respon terhadap terapi vitamin B12 atau asam folat (Deglin dan Vallerand, 2005).

Efek SampingRasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk mata merah, dan edema. Neuritis optikus, penglihatan kabur selama beberapa menit setelah penggunaan. Pada terapi jangka panjang ditemukan kasus anemia aplastik (Deglin dan Vallerand, 2005; Vaughan, et al, 2000).

SediaanTetes mata kloramfenikol 1 %; botol 5 Ml. Salep mata kloramfenikol 1 % (10mg/g); tube 5 g (Vaughan, et al, 2000; RSUD dr.Soetomo, 2008).

Gambar 2.7 Sediaan salep dan tetes mata kloramfenikol(Sumber: Medicastore, 2012)

DosisTetes mata 1-2 tetes atau sedikit salep mata setiap 3-6 jam (Deglin dan Vallerand, 2005).

GENTAMICIN

1. FarmakodinamikAktivitas antibakteri terutama tertuju pada basil gram Negatif yang aerobik. Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa transpor gentamisin (golongan aminoglikosida) membutuhkan oksigen (trasnpor aktif). Aktivitas terhadap bakteri Gram-positif sangat terbatas. Gentamisin aktif terhadap enterokokus dan streptokokus lain tetapi efektivitas klinis hanya dicapai bila digabung dengan penisilin. Walaupun in vitro 95% galur S. aureus sensitif terhadap gentamisin tetapi manfaat klinik belum terbukti sehingga sebaiknya obat ini jangan digunakan tersendiri untuk indikasi tersebut. Galur resisten gentamisin cepat timbul selama pajanan tersebut (Gunawan, 2008).Mekanisme kerja aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh porin protein pada membran luar dari bakteri gram negatif masuk ke ruang periplasmik. Sedangkan transpor melalui membran dalam sitoplasma membutuhkan energi. Fase transpor yang tergantung energi ini bersifat rate limitting, dapat di blok oleh Ca2+ dan Mg2+, hiperosmolaritas, penurunan pH dan anaerobik suatu abses yang bersifat hiperosmolar. Setelah masuk sel, aminoglikosid terikat pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya aminoglikosid pada ribosom ini mempercepat transpor aminoglikosid ke dalam sel, diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma, dan disusul kematian sel. Yang diduga terjadi adalah miss reading kode genetik yang mengakibatkan terganggunya sintesis protein. Aminoglikosida bersifat bakterisidal cepat. Pengaruh aminoglikosida menghambat sintesis protein dan menyebabkan miss reading dalam penerjemahan mRNA, tidak menjelaskan efek letalnya yang cepat (Gunawan, 2008).

2. FarmakokinetikGentamisin sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga sangat sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Gentamisin dalam bentuk garam sulfat yang diberikan IM baik sekali absorpsinya. Kadar puncak dicapai dalam waktu sampai 2 jam. Sifat polarnya menyebabkan aminoglikosid sukar masuk sel. Kadar dalam sekret dan jaringan rendah, kadar tinggi dalam korteks ginjal, endolimf dan perilimf telinga, menerangkan toksisitasnya terhadap alat tersebut (Gunawan, 2008). Ekskresi gentamisin berlangsung melalui ginjal terutama dengan filtrasi glomerulus. Gentamisin diberikan dalam dosis tunggal menunjukkan jumlah ekskresi renal yang kurang dari dosis yang diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya berlangsung melalui ginjal, maka keadaan ini menunjukkan adanya sekuestrasi ke dalam jaringan. Walaupun demikian kadar dalam urin mencapai 50-200 g/mL, sebagian besar ekskresi terjadi dalam 12 jam setelah obat diberikan (Gunawan, 2008).Gangguan fungsi ginjal akan menghambat ekskresi gentamisin, menyebabkan terjadinya akumulasi dan kadar dalam darah lebih cepat mencapai kadar toksik. Keadaan ini tidak saja menimbulkan masalah pada penyakit ginjal, tetapi perlu diperhatikan pula pada bayi terutama yang baru lahir atau prematur, pada pasien yang usia lanjut dan pada berbagai keadaan, yang disertai dengan kurang sempurnanya fungsi ginjal. Pada gangguan faal ginjal t gentamisin cepat meningkat. Karena kekerapannya terjadi nefrotoksisitas dan ototoksitas akibat akumulasi gentamisin, maka perlu penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal (Gunawan, 2008).

Profil Farmakokinetik Gentamisin Masa Paruh Ginjal normal Keratin serum 30 tahun): 1.5 15 jam Volume Distribusi Dewasa dan anak: 0.05 - 0.5 L/kg Dehidrasi: 0.05 0.15 L/kg Hidrasi normal: 0.15 0.25 L/kg Overhidrasi: 0.25 0.50 L/kg Neonatus: 0.5 0.6 L/kg Ikatan Protein: rendah, kurang dari 30 %

3. Penggunaan KlinikIndikasiKonjungtivitis, Blefaritis, Keratitis, Keratokonjungtivitis, Dakriosistitis, Ulkus Kornea, Meibomianitis akut, Episkleritis akut, Blefarokonjunctivitis. 10 mg dapat disuntikan secara subkonjungtiva untuk infeksi mata yang berat (Deglin dan Vallerand, 2005).

Kontra IndikasiAlergi terhadap Gentamisin serta penderita yang hipersensitif terhadap salah satu antibiotik golongan aminoglikosid (Deglin dan Vallerand, 2005).

Efek SampingHipersensitivitas dan alergi dapat terjadi meskipun jarang, iritasi (Deglin dan Vallerand, 2005).

Interaksi ObatGentamisin mengalami inaktivasi jika dicampur dengan karbenisilin (Gunawan, 2008).

SediaanSalep mata 0,3 % (3 mg/g) ; tube 3,5 g.Tetes mata 0,1 %; botol 5 mL.Tetes mata 0,3 % (3 mg/cc); botol 5 mL.Larutan steril dalam vial atau ampul 60 mg/1.5 mL; 80 mg/2mL; 120 mg/3 mL; 280 mg / 2mL (Deglin dan Vallerand, 2005; RSUD dr.Soetomo, 2008; Vaughan, et al, 2000).

Gambar 2.7 Sediaan Gentamisin(Sumber: Medicastore, 2012)

DosisSalep 2-3x/hari. Tetes mata 1-2 tetes setiap 2-4 jam, dinaikkan 2 tetes setiap jam untuk infeksi berat (Deglin dan Vallerand, 2005).

TOBRAMICIN

1. FarmakodinamikTobramisin tidak jauh berbeda sifatnya dengan gentamisin, termasuk spektrum antimikrobanya. Karena itu, tobramisin digunakan sebagai pengganti gentamisin. Aktivitas tobramisin yang superior terhadap P. aeruginosa dibanding gentamisin menyebabkan obat ini terpilih untuk mengatasi infeksi oleh kuman tersebut. Obat ini tidak memperlihatkan sinergisme dengan penisilin terhadap enterokok dan inaktif terhadap mycobacterium. Dibandingkan terhadap gentamisin, terdapat petunjuk bahwa tobramisin bersifat kurang nefrotoksik, tetapi hal ini belum terbukti secara klinis (Deglin dan Vallerand, 2005).

2. FarmakokinetikAbsorbsiDiabsorpsi dengan baik setelah pemberian IM. Absorpsi minimal setelah pemberian topikal (Deglin dan Vallerand, 2005).

DistribusiDidistribusikan secara luas ke cairan ekstrasel setelah pemberian IM atau IV. Menembus plasenta. Penetrasi buruk ke CSS (Deglin dan Vallerand, 2005).

Metabolisme dan EkskresiEkskresi terutama melalui ginjal (>90%). Penyesuaian dosis diperlukan untuk setiap penurunan fungsi ginjal. Dimetabolisme oleh hati dalam jumlah minimal (Deglin dan Vallerand, 2005).

3. Penggunaan KlinikIndikasiPengobatan infeksi mata superficial, seperti konjungtivitis, Blefaritis, Keratitis, Keratokonjungtivitis, Dakriosistitis, Ulkus Kornea, Meibomianitis akut, Episkleritis akut, Blefarokonjunctivitis.IM, IV : Pengobatan infeksi basiler gram negatif dan infeksi akibat stafilokokus bila penisilin atau obat yang kurang toksik lainnya dikontraindikasikan atau telah terjadi resistensi terhadap gentamisin (Deglin dan Vallerand, 2005).

Kontra IndikasiAlergi terhadap Tobramisin serta penderita yang hipersensitif terhadap salah satu antibiotik golongan aminoglikosid (Deglin dan Vallerand, 2005).

Efek SampingHipersensitivitas dan alergi dapat terjadi meskipun jarang, rasa terbakar atau tersengat pada mata. Ginjal : Nefrotoksik (Deglin dan Vallerand, 2005).

Interaksi ObatDiinaktivasi oleh penisilin bila diberikan bersamaan (Deglin dan Vallerand, 2005).

SediaanTetes mata 3mg/cc; Salep 3mg/g.Obat ini tersedia sebagai larutan 80mg/2ml untuk suntikan IM. Untuk infus tobramisin dilarutkan dalam dekstrose 5% atau larutan NaCl isotonis dan diberikan dalam 30-60 menit. Jangan diberikan lebih dari 10 hari (Gunawan, 2008; Vaughan, et al, 2000).

Gambar 2.8 Sediaan tetes mata tobramycin(Sumber: medicastore.com)

DosisSemua dosis setelah dosis pembebanan awal harus ditentukan berdasar fungsi ginjal/kadar dalam darah.Dewasa dan anak-anak: 1 cm lapisan salep 2-3 kali sehari (tiap 3-4 jam untuk infeksi berat) atau 1-2 tetes larutan tiap 4 jam (tiap 30-60 menit untuk infeksi berat).IM, IV (Dewasa) : 0,75-1,25 mg/kg tiap 6 jam atau 1-1,7 mg/kg tiap 8 jam (sampai 8 mg/kg/hari dalam dosis terbagi)IM, IV (Bayi yang sudah besar dan anak-anak) : 1,5-1,9 mg/kg tiap 6 jam atau 2-2,5 mg/kg tiap 8-16 jam (Deglin dan Vallerand, 2005).

C. GOLONGAN FLUOROKUINOLONKelompok ini disebut demikian karena adanya atom fluor pada posisi 6 dalam struktur molekulnya. Daya antibakteri fluorokuinolon lebih kuat dibandingkan kelompok kuinolon yang lama. Selain itu kelompok obat ini diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa derivatnya tersedia juga dalam bentuk parenteral sehingga dapat digunakan untuk penanggulangan infeksi berat, khususnya yang disebabkan oleh kuman gram negative. Daya antibakterinya terhadap gram positif relatif lemah. Yang termasuk golongan ini adalah siprofloksasin, pefloksasin, ofloksasin, enoksasin, levofloksasin, fleroksasin (FK UI, 2008).Dalam beberapa tahun terakhir ini telah dipasarkan fluorokuinolon baru yang mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram positif (antara lain S. pneumonia, dan S. aureus) serta kuman atipik (misalnya Clamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Legionella). Daya antibakterinya terhadap kuman gram negatif sepadan dengan golongan fluorokuinolon golongan terdahulu.yang termasuk golongan fluorokuinolon baru ini adalah moksifloksasin, gatifloksasin, dan gemifloksasin (FK UI, 2008).

Mekanisme KerjaBentuk double helix DNA harus dipisahkan menjadi 2 rantai DNA pada saat berlangsungnya replikasi dan transkripsi. Pemisahan ini selalu akan mengakibatkan terjadinya puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase (topoisomerase II) yang kerjanya menimbulkan negative supercoiling. Golongan kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal. Fluorokuinolon bekerja dengan mekanisme yang sama dengan kelompok kuinolon terdahulu. Fluorokuinolon baru menghambat topoisomerase II (DNA girase) dan IV pada kuman. Enzim topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang mengalami positif supercoiling (ilinan positif yang berlebihan) pada waktu transkripsi dalam proses replikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi dalam pemisahan DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi DNA kuman selesai (FK UI, 2008).

a. Siprofloksasin (Cipprofloxacin)Merupakan golongan fluorokuinolon yang paling poten dengan spektrum antibakteri yang sama dengan norfloksasin. Obat ini efektif untuk terapicystic fibrosisyang disebabkan oleh pseudomonas. Meskipun efektif untuk berbagai infeksi sistemik, obat ini tidak dianjurkan untuk infeksi berat yang disebabkan oleh MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus), enterokokus dan pneumokokus. Obat ini banyak digunakan sebagai pengganti aminoglikosida yang relatif lebih toksik. Siprofloksasin mempunyai efek sinergis dengan -laktam (FK UI, 2008).

b. Norfloksasin (norfloxacin)Obat ini efektif baik terhadap bakteri Gram negatif (termasukPseudomonas aeruginosa) dan Gram positif untuk terapi infeksi saluran kencing yang disertai maupun yang tidak disertai komplikasi, dan juga prostatitis, tetapi tidak digunakan untuk infeksi sistemik (FK UI, 2008).

c. Ofloksasin (ofloxacin)Seperti halnya dengan norfloksasin, ofloksasin terutama digunakan untuk terapi prostatitis yang disebabkan olehE. colidan penyakit seksual menular, kecuali gonorea. Obat ini juga efektif untuk terapi infeksi pada kulit dan traktus respiratorius bagian bawah (FK UI, 2008).

Spektrum AntibakteriFluorokuinolon lama ( siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, dll) mempunyai daya antibakteri yang sangat kuat terhadap E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H. influenza, Providencia, Serratia, Salmonella, N. meningitides, N. gonorrhoeae, B.catarrhalis, Yersinia enterocolitica. Terhadap kuman gram positif daya antibakterinya kurang baik. Fluorokuinolon tertentu aktif terhadap beberapa Mikobakterium. Kuman-kuman anaerob pada umumnya resisten terhadap fluorokuinolon. Fluorokuinolon umumnya juga aktif terhadap P. aeruginosa, namun yang paling kuat daya antibakterinya adalah siprofloksasin. Fluorokuinolon (moksifloksasin, gatifloksasin, dan gemifloksasin) mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram positif, gram negative, serta kuman-kuman atipik ( mycoplasma, clamydia, dll). Uji klinik menunjukkan bahwa kuinolon baru ini efektif community acquired pneumonia, eksaserbasi akut bacterial bronkitis kronis, dan sinusitis. Kelompok fluorokuinolon baru ini terkadang disebut respiratory quinolones (FK UI, 2008).

ResistensiMekanisme resistensi melalui plasmid seperti yang banyak terjadi pada antibiotika lain tidak dijumpai pada golongan kuinolon, namun resistensi terhadap kuinolon dapat dibagi menjadi 3 mekanisme yaitu :1. Mutasi gen gyr A yang menyebabkan subunit A dari DNA girase kuman berubah sehingga tidak dapat diduduki molekul obat lagi.2. Perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit penetrasi obat ke dalam sel.3. Peningkatan mekanisme pemompaan obat keluar sel (efflux). Ini merupakan mekanisme penting yang menyebabkan resistensi S. pneumonia terhadap golongan kuinolon (FK UI, 2008).

FarmakokinetikFluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna dibandingkan dengan asam nalidiksat. Ofloksasin, levofloksasin, gatifloksasin, dan moksifloksasin adalah fluorokuinolon yang diserap baik pada pemberian oral. Hanya sekitar 35-70% norfloksasin diabsorpsi setelah pemberian per oral, dibandingkan fluorokuinolon yang lain yang sekitar 70-90%. Dari seluruh fluorokuinolon hanya siprofloksasin dan ofloksasin yang tersedia dalam bentui injeksi i.v. Absorpsi fluorokuinolon dalam lambung terpengaruh oleh adanya sukralfat, antasida berisi aluminium dan magnesium atau suplemen yang mengandung besi atau zinc.Fluorokuinolon didistribusi secara luas di dalam cairan tubuh. Kadarnya tinggi di tulang, urine, ginjal, dan jaringan prostat. Kadarnya dalam paru melebihi kadarnya dalam serum. Penetrasi ke dalam cairan serebrospinal rendah, kecuali ofloksasin yang kadarnya bisa mencapai 90% kadar dalam serum. Fluorokuinolon juga terakumulasi di makrofag dan leukosit polimorfonuklear.Kecuali ofloksasin dan lomefloksasin, hanya sebagian dari fluorokuinolon yang dimetabolisme menjadi komponen yang kurang aktif sebagai antimikroba. Obat utama dan metabolit fluorokuinolon diekskresi melalui urin pada kadar yang cukup tinggi. Waktu paruh obat adalah 3-5 jam, kecuali lomefloksasin yang mencapai 8 jam. Gagal ginjal akan memperpanjang waktu paruh fluorokuinolon (FK UI, 2008)..

Efek SampingEfek samping yang menonjol adalah nausea, sakit kepala,dizzinessdanlightheadedness,dan fototoksik. Oleh sebab itu penggunaannya pada penderita dengan gangguan sistema saraf pusat seperti misalnya epilepsi, penggunaannya harus sangat hati-hati. Efek samping kristaluria juga dilaporkan pada pemberian dosis yang tinggi.Fluorokuinolon tidak boleh diberikan pada wanita hamil, ibu menyusui dan anak umur kurang dari 18 tahun karena dari studi pada binatang ditemukan adanya erosi kartilako artikuler (artropati).Siprofloksasi dan ofloksasin dapat meningkatkan kadar teofilin dengan menghambat metabolismenya. Selain itu juga dapat meningkatkan kadar warfarin, kafein dan siklosporin.Gatifloksasin baru-baru ini dilaporkan dapat menmbulkan hiper-atau hipoglikemia, khususnya pada pasien berusia lanjut. Obat ini tidak boleh diberikan pada diabetes mellitus (FK UI, 2008).

Interaksi Obat Golongan kuinolon dan fluorokuinolon berinteraksi dengan bermacam-macam obat diantaranyaadalah:1. Antasid dan preparat besiAbsorbsi kuinolon dan fluorokuinolon dapat berkurang hingga 50% atau lebih lebih. Karena itu pemberian antacid dan preparat besi harus diberikan dengan selang waktu 3jam.2. TeofilinBeberapa kuinolon misalnya siprofloksasin, pefloksasin, enoksasin menghambat metabolism teofilin dan meningkatkan kadar teofilindalam darah sehingga dapat terjadi intoksikasi. Karena itu pemberian kombinasi kedua golongan ini harus dihindari (FK UI, 2008)..

Macam-macam contoh obat golongan Fluorokuinolon untuk mata:a. Ciprofloxacin Sediaan : - tetes mata ciprofloksasin hidroklorida 0,3%, salep mata ciprofloxacin hidroklorida 0,3% Ciprofloxacin 250 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung Ciprofloxacin 250 mg Ciprofloxacin 500 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung ciprofloxacin 500 mg.Indikasi : keratitis bacterial, ulkus kornea Farmakologi:Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone. mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urine.Dosis : - Topical :untuk pengobatan konjungtivitis, 1 tetes setiap 2-4 jam. Untuk pengobatan ulkus kornea, 1 tetes setiap 15-30 menit pada hari pertama, 1 tetes setiap jam pada hari kedua, dan 1 tetes setiap 4 jam seterusnya Salep : ulkus kornea dengan salep mata, gunakan 1,25cm salep tiap 1-2 jam selama 2 hari dan tiap 4 jam untuk 14 hari berikutnya Sistemik : - Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari - Berat : 2 x 750 mg sehariLamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling sedikit 3 hari sesudah gejala klinik hilang.

Efek samping : sensasi terbakar dan gatal (local), mata merah, gangguan pengeca, pewarnaan kornea, kelopak lembab, silau, mata berair, mual, dan gangguan penglihatan (Snyder, 2000)

Gambar 2.9 Ciprofloxacin Tetes MataSumber: Medicastore, 2012

b. Gatyfloxacin (Zymar)Sediaan: Larutan 3mg/mlIndikasi : untuk konjungtivitis bacterial, keratitis bacterial, ulkus kornea.Komposisi: Bahan aktif : gatifloxacin 0,3%(3 mg/ml)Preservative : benzalkonium chloride 0.005%Inactives: edetate disodium; purified water dan sodium chloride. Mengandung hydrochloric acid dan atau sodium hydroxide .Dosis: Dewasa dan anak-anak usia 1 tahun ke atas:- Hari ke-1: satu tetes pada mata yang terinfeksi setiap dua jam sekali saat terjaga, hingga 8 kali dalam sehari- Hari ke-2: sampai 7: satu tetes pada mata yang terinfeksi dua hingga empat kali sehari ketika terjaga,Fluoroquinolon generasi ke empat ini lebih efektif terhadap sprektrum bakteri gram positif yang lebih luas dan mycobacterium atipik dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya (Hallon et al., 2008).

Gambar 2.10 Gatyfloxacin (Zymar) Tetes MataSumber: Medicastore, 2012

c. Moxifloxacin (Vigamox)Sediaan: Larutan 5 mg/mlTablet 400mgIndikasi : keratitis bakterialKontraindikasi : hipersensitif Dosis : Oral : 1x400mgTetes mata : Diberikan 1 tetes pada mata yang sakit 3 kali sehari selama 7-14 hari. Dapat ditingkatkan sampai 8 kali sehari tergantung dari gejala klinisEfek Samping : Konjungtivitis, penurunan ketajaman penglihatan, mata kering, keratitis, rasa tidak nyaman pada mata, hiperemia, nyeri, peruritus, perdarahan subkonjungtiva dan mata berair; demam, infeksi, batuk, otitis media, faringitis, ruam, dan rinitas.Fluoroquinolon generasi ke empat ini lebih efektif terhadap spectrum bakteri gram positif yang lebih luas dan mycobacterium atipik dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya (James, 2009).

Gambar 2.11 Moxifloxacin (Vigamox) Tetes MataSumber: Medicastore, 2012

d. Norfloxacin Sediaan: larutan 3mg/ml, tablet 400mgIndikasi : infeksi bakteri di area permukaan mata, ulkus pada korneaKontraindikasi : hipersensitifPerhatian: tidak dianjurkan untuk anak < 1 tahun, kehamilan, dan ibu menyusui Dosis: Infeksi bakteri di area permukaan mata: 1 tetea tiap 2 jam, lalu kurangi frekuensi oemakaian jika infeksi mulai terkontrol Ulkus kornea dengan tetes mata : Hari pertama, 1 tetes tiap 15 menit selama 6 jam dan selanjutnya tiap 30 menit Hari kedua, 1 tetes tiap jam Hari ke 3-14, 1 tetes tiap 4 jamDurasi pemakaina maksimal 21 hariEfek samping : sensasi terbakar dan gatal (local), mata merah, gangguan pengeca, pewarnaan kornea, kelopak lembab, silau, mata berair, mual, dan gangguan penglihatan (Block et al., 2005).

Gambar 2.12 Norfloxacin Tetes MataSumber: Medicastore, 2012

e. Ofloxacin Sediaan larutan 3mg/mlIndikasi : infeksi bakteri di area permukaan mata, ulkus pada korneaKontraindikasi : hipersensitifPerhatian: tidak dianjurkan untuk anak < 1 tahun, kehamilan, dan ibu menyusui Dosis: Infeksi bakteri di area permukaan mata: 1 tetea tiap 2 jam, lalu kurangi frekuensi oemakaian jika infeksi mulai terkontrol Ulkus kornea dengan tetes mata : Hari pertama, 1 tetes tiap 15 menit selama 6 jam dan selanjutnya tiap 30 menit Hari kedua, 1 tetes tiap jam Hari ke 3-14, 1 tetes tiap 4 jamDurasi pemakaina maksimal 21 hariEfek samping : sensasi terbakar dan gatal (local), mata merah, gangguan pengeca, pewarnaan kornea, kelopak lembab, silau, mata berair, mual, dan gangguan penglihatan (Block et al., 2005).

Gambar 2.13 Ofloxacin Tetes MataSumber: Medicastore, 2012

D. GOLONGAN SULFONAMIDSulfonamid adalah obat yang paling banyak dipakai untuk pengobatan konjungtivitis bacterial. Keuntungannya adalah :a. Efektif terhadap organisme gram positif dan gram negatifb. Relatif murahc. Alergenitas rendahd. Pemakaiannya tidak disertai komplikasi infeksi jamur sekunder, seperti kadang-kadang terjadi pada pemberian antibiotic jangka panjang. Sulfonamid yang paling sering dipakai adalah:

a. Sulfacetamid Sodium Sediaan : larutan oftalmik 10%, 15%, dan 30%; salep 10%Dosis: teteskan 1 tetes dengan frekuensi sering tergantung dari derajat konjungtivitis (Vaughan, 2009).

Gambar 2.14 Sulfacetamid Sodium Tetes MataSumber: Medicastore, 2012

b. SulfisoxazolSediaan larutan oftalmik 4%, salep 4%Teteskan 1 tetes dengan frekuensi sering, tergantung beratnya konjungtivitis (Vaughan, 2008).

E. KOMBINASI OBAT ANTIBIOTIKTabel 2.1 Kombinasi Obat AntibiotikNama GenerikNama Dagang

Bacitracin dan Polymyxin BAk-poly-bac, Polycin B, Polytracin

Bacitracin (atau Garamicin), Neomycin dan Polymyxin BMacam-macam

Oxytetracycline dan Polymyxin B Terramycin, w/Polymyxin B, Terak

Polymyxin B dan TrimetropimPolytrim

Sumber: Vaughan, 2009

BAB 3. KESIMPULAN

Penyakit mata tidak lepas dari penyakit infeksi. Infeksi menempati urutan yang sering terjadi dalam ilmu penyakit mata, sehingga erat sekali dengan penggunaan antibiotika sebagai antiinfeksi. Infeksi mata harus diterapi secara tepat dan agresif untuk mengurangi risiko resistensi bakteri dan komplikasi yang lebih lanjut. Dalam memilih antibiotik yang paling efektif untuk mencegah maupun mengobati infeksi, konsentrasi dan penetrasi obat ke jaringan mata, dan juga factor resistensi bakteri terhadap antibiotic yang bersangkutan adalah faktor-faktor yang paling efektif untuk menentukan keberhasilan terapi. Terdapat berbagai macam antibiotik yang diguanakan untuk mengatasi infeksi pada mata. Setiap jenis antibiotic mempunyai mekanisme, indikasi dan dosis pemakaian yang berbeda-beda. Pengobatan antibiotic untuk mengatasi infeksi pada mata dapat berupa pengobatan topical maupun sistemik, yang masing-masing pemberiannya bergantung pada jenis penyakit, dan tingkat keparahannya.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology Cornea/external disease Panel. Blepharitis. Preferred Practice Pattern. American Academy of Ophthalmology (AAO). San Francisco, USA. 2008;123.

Bartlett JD, Holland EJ, Usner DW, et al. Tolerability of loteprednol/tobramycin versus dexamethasone/tobramycin in healthyvolunteers: results of a 4-week, randomized, double-masked, parallel-group study. Curr Med Res Opin. 2008; 24(8):2219-27.

Block SL, Hedrick J, Tyler R, et al. Increasing bacterial resistance in pediatric acute conjunctivitis (19978). Antimicrob Agents Chemother. 2000;44(6): 16504.

Deglin, J.H., dan Vallerand, A. H. 2005. Daviss Drug Guide For Nurses, Fourth Edition. Philadelphia: F.A.Davis.

Fakultas Kedokteran Indonesia. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Giamarellos-Bourboulis EJ. Macrolides beyond the conventional antimicrobials: A Class of Potent Immunomodulators. Int J Antimicrob Agents. 2008; 31(1):1220.

Gross RD, Hoffman RO, Lindsay RN. A comparison of ciprofloxacin and tobramycin in bacterial conjunctivitis in children. Clin Pediatr (Phila). 1997; 36(8):43544.

Gunawan, S. G. Ed. 2008. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Holland EJ, Bartlett JD, Paterno MR, et al. Effects of loteprednol/tobramycin versus dexamethasone/tobramycin on intraocularpressure in healthy volunteers. Cornea. 2008; 27(1):50-5.

Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

James, Bruce. 2009. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.

Jeng BH, McLeod SD. Microbial keratitis. Br J Ophthalmol. 2003;87(7): 8056.

Rhee SS. Mah FS. Comparison of tobramycin 0.3%/dexamethasone 0.1% and tobramycin 0.3%/loteprednol 0.5% in themanagement of blepharo-keratoconjunctivitis. Adv Ther. 2007; 24(1):60-7.

RSUD dr.Soetomo. 2008. Formularium Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya: RSUD dr. Soetomo.

Sheikh A, Hurwitz B. Topical antibiotics for acute bacterial conjunctivitis: Cochrane systematic review and meta-analysis update. Br J Gen Pract. 2005;55(521):9624.

Snyder-Perlmutter LS, Katz HR, Melia M. Effect of topical ciprofloxacin 0.3% and ofloxacin 0.3% on the reduction of bacterial flora on the human conjunctiva. J Cataract Refract Surg. 2000;26(11):16205.

Snyder RW, Glasser DB. Antibiotic therapy for ocular infection. West J Med. 1994;161(6):57984.

Vaughan, Asbury, dan Riordan-Eva. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika.