an rakyat indonesia

64
Perlawanan Rakyat Indonesia * Kedatangan Spanyol ke Maluku dianggap melanggar hak monopoli Portugis,maka timbul persaingan. Portugis diijinkan membuat benteng di Ternate : benteng Sao Paulo. Spanyol diterima degan baik di Tidore. Persaingan Portugis-Ternate dengan Spanyol-Ternate menimbulkan perang. Dimenangkan oleh Portugis-Ternate. Persaingan selanjutnya diselesaikan dengan : Perjanjian Saragosa (1529) : Maluku menjadi wilayah perdagangan Portugis dan Filipina menjadi wilayah perdagangan Spanyol * Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis - Perlawanan Ternate,Tidore,Bacan terhadap Portugis. Ternate,Tidore dan Bacan kalah karena Portugis dibantu Malaka. - Perlawanan rakyat Maluku di bawah Sultan Hairun dari Ternate. Sultan Hairun diundang ke benteng Portugis kemudian dibunuh. - Perlawanan rakyat Maluku di bawah Sultan Baabullah. Benteng Sao Paulo berhasil direbut. Portugis tersingkir dari Ternate. * VOC terbentuk dan menjadikan Ambon sebagai pusat kegiatan * Jayakarta direbut Belanda dari P.Wijayakrama. Pusat VOC dipindah ke Jayakarta. Jayakarta diganti nama menjadi Batavia

Upload: yustina-wahyu-n

Post on 24-Jun-2015

420 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: an Rakyat Indonesia

Perlawanan Rakyat Indonesia

* Kedatangan Spanyol ke Maluku dianggap melanggar hak monopoli Portugis,maka timbul persaingan. Portugis diijinkan membuat benteng di Ternate : benteng Sao Paulo. Spanyol diterima degan baik di Tidore. Persaingan Portugis-Ternate dengan Spanyol-Ternate menimbulkan perang. Dimenangkan oleh Portugis-Ternate.

Persaingan selanjutnya diselesaikan dengan : Perjanjian Saragosa (1529) :

Maluku menjadi wilayah perdagangan Portugis dan Filipina menjadi wilayah perdagangan Spanyol

* Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis

- Perlawanan Ternate,Tidore,Bacan terhadap Portugis. Ternate,Tidore dan Bacan kalah karena Portugis dibantu Malaka. - Perlawanan rakyat Maluku di bawah Sultan Hairun dari Ternate. Sultan Hairun diundang ke benteng Portugis kemudian dibunuh. - Perlawanan rakyat Maluku di bawah Sultan Baabullah. Benteng Sao Paulo berhasil direbut. Portugis tersingkir dari Ternate.

* VOC terbentuk dan menjadikan Ambon sebagai pusat kegiatan

* Jayakarta direbut Belanda dari P.Wijayakrama. Pusat VOC dipindah ke Jayakarta. Jayakarta diganti nama menjadi Batavia

*Perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC

- Dipimpin oleh Siadi,lalu ditaklukan Belanda - Sultan Ternate dan Tidore dipaksa mengadakan perjanjian - Sultan Ternate dan Tidore menjadi pegawai Belanda dengan gaji 12.000 ringgit - Rakyat Maluku tidak boleh menananm cengkih dan pala

*Perlawanan Banten terhadap Belanda

Page 2: an Rakyat Indonesia

- Terjadi perselisihan antara Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa mengenai pengganti raja Sultan Haji bersengkongkol dengan Belanda dan mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa.

Tahun 1684,Sultan Haji menandatangani perjanjian dengan VOC.

Isi : VOC berhak memonopoli dan mengatur perdagangan di Banten. Pedagang asing tidak boleh masuk selain Belanda Banten harus membayar biaya perang dan mengijinkan VOC membuat benteng.

*Perlawanan Mataram terhadap Belanda

1) Puncak kejayaan dibawah Sultan Agung

2) Perluasan ke Barat terhalang kekuasaan Belanda di Batavia

3) Mataram menyerang Belanda melalui darat dan laut tetapi gagal

4) Pasukan dibawah Tumenggung Baurekso membuat benteng dari bambu Marunda, Cilincing. a. VOC membakar kampung disekitarnya supaya mudah mengawasi gerakan mereka. b. Pasukan Mataram menggali parit ke benteng dan memanjat dinding benteng,tapi mereka gagal. c. VOC menyerang balas sehingga Tumenggung Baurekso dan pasukannya gugur.

5) Tumenggung Suro Agul-Agul,Kiai Dipati Madingo,Kiai Dipati Upasonto datang membantu.

6) Untuk mengalahkan VOC,tentara Mataram membendung kali Ciliwung. Wabah penyakit berjangkit di benteng VOC. Tapi tentara Mataram juga terkena akibatnya sehingga kekurangan makan dan terkena malaria.

7) Dalam serangan ke dua Mataram menyiapkan logistik. Menempatkan lumbung di Tegal dan Cirebon. Belanda mengetahui lalu membakar lumbung itu.

8) Akhirnya Benteng Hollandia berhasil direbut,tapi serangan ke Bommelin gagal.

Page 3: an Rakyat Indonesia

9) Dalam pengepungan kota Mataram,J.P.Coen meninggal karena kolera.

10) Mataram gagal merebut Batavia karena kurang logistik.

11) Amangkurat I dan II adalah Sulata Mataram yang mengijinkan Belanda berdagang di semua bandar Mataram. Bandar Semarang dan Priangan diberikan pada Belanda.

12) Timbul pemberontakan Trunojoyo. Trunojoyo hampir menguasai seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan bantuan orang-orang Makasar setelah Perjanjian Bongaya (1667).

13) Dengan campur tangan Belanda,Trunojoyo berhasil didkalahkan di Selangkung,Kediri.

14) Amangkurat II dibunuh.

15) Pemberontakan Untung Suropati berawal di Jabar. Membunuh Kapten Tach.

16) Amangkurat III dan Sunan Mas tidak diakui kekuasaannya oleh Belanda karena bergabung dengan Untung Suropati.

17) Belanda mengangkat Pangeran Puger jadi Raja Mataram.

18) Untung Suropati kalah,wafat di Bangil.

19) Sunan Mas kalah dan dibuang ke Srilanka.

20) Ketika Pakubuwono III memerintah terjadi pembunuhan massal di Batavia terhadap orang- orang Cina. Orang Cina membalas dengan membunuh orang Eropa.

21) Dalam keadaan kacau Pakubuwowno III membantu Cina emnyerang benteng Belanda di Kartasura.

22) Karena takut serangan balasan,Pakubuwono III kembali memihak Belanda. Pantai Jawa Tengah dan Jawa Timur diserahkan. Ibu kota Mataram dipindahkan ke Surakarta.

23) Mas Said (kemenakan Pakubuwono II) dan Mangkubumi (saudara Sultan) menyerang Belanda.

Page 4: an Rakyat Indonesia

24) Sebelum menginggal Pakubuwono II menitipkan Mataram pada Belanda. Pakubuwono III raja yang takluk.

25) Perlawanan Mangkubumi berakhir dengan perjanjian Giyanti 1755. Isi : Mataram sebelah Timur : Pakubuwono III, ibu kota Surakarta Mataran sebelah Barat : Mangkubumi, ibu kota Yogyakarta

26) Akhirnya Mas Said berdamai dengan Belanda. Diadakan perjanjian Salatiga (1757). Mas Said , Mangkunegaran I memperoleh sebagian daerah Surakarta yang direbut dari Mangkunegaran.

27) Mataram yang dibangun Sultan Agung akhirnya terpecah-pecah.

* Perlawanan rakyat Malaka

- Perlawanan yang terkenal dibawah Katir (oarang Jawa). Ia berusaha melakukan sabotase ekonomi terhadap Portugis dengan cara menahan masuknya beras ke Malaka. Karena selalu diburu Belanda,ia meminta bantuan Demak. Penyerangan Demak di bawah Dipati Unus gagal.

* Perlawanan rakyat Aceh

- Masa kejayaan di bawah : S. Iskandar Muda. Ia menyerang Portugis di Malaka

tapi kalah. - Untuk meningkatkan perdagangan dan mendapat dana,Aceh mengijinkan kapal-kapal Belanda memasuki bandar-bandar Aceh.

* Portugis dan Belanda bersaing untuk menguasai Selat malaka.

* Kerajaan Nusantara di sekitas Selat Malaka ikut bersaing.

* Johor memihak Belanda. Aceh memihak Portugis. Aceh-Portugis kalah. Malaka direbut Belanda.

* Perlawanan rakyat Banjar

Page 5: an Rakyat Indonesia

- Belanda menuntut hak monopoli lada. Raja Banjar setuju tapi para bangsawan tidak setuju. Terjadi kerusuhan yang menyebabkan orang Belanda terbunuh. - Melalui jalur perdagangan Belanda mencampuri pemerintahan,termasuk pemilihan raja. - Monopoli perdagangan sulit dicapai karena pedagang Makasar dan Cina mampu membeli lada dengan harga tinggi.

* Perlawanan rakyat Gowa-tallo

- Bandar Somba opu : bandar transit yang menghubungkan daerah Maluku Timur dan Indonesia bagian Barat. - Belanda mengajak Gowa-Tallo melawan Banda dan menghentikan perdagangan beras dengan Portugis. Usul ZBelanda ditolak. Belanda membalas dengan menyerang kapal-kapal Gowa. - Tahun 1634 Belanda memblokade bandar Sombaopu. Tapi gagal sehingga Belanda berdamai dengan Gowa-Tallo. - Belanda merampas kapal Gowa yang mengangkut cendana. Terjadi pertempuran dan Gowa kalah sehingga Gowa mengakui Monopoli Belanda di Maluku. - Terjadi perselisihan antara Aru Palaka dengan S. Hassanuddin,Belanda memihak Aru Palaka. - Perang terbesar terjadi di Buton dan Makasar. Antara S. Hassanuddin dengan Cornelis Spellman dibantu Aru Palaka. S. Hassanuddin kalah. - Terjadi perjanjian Bungaya (18 November 1667). Isi : - Kerajaan Gowa melepaskan Bone dan Sumbawa - Kapal asing tidak boleh mesuk ke Gowa - Kapal Gowa hanya boleh berlayar dengan seijin Belanda - Biaya perang Kompeni dibantu oleh Gowa -Tallo

* Perlawanan Pattimura

- Belanda berusaha menguasai Maluku. Benteng Duurstede direbut. - Belanda mengangkat Resident Van den Burg dan mendirikan benteng Duurstede. Thomas Matualessy,Anthony Rhebok,Lucas Latumahina, Said Parinrah,Ulupaha dan

Page 6: an Rakyat Indonesia

Paulus Tiahahu memimpin rakyat melawan Belanda. Belanda kalah,benteng berhasil direbut, Resident mati. - Di Harulu Maluku gagal merebut benteng Zeelandia. - Belanda berhasil merebut Duurstede. - Pattimura, Thomas Pattiwael,Anthony Rhebok,Raja Now ditangkap. Perlawanan melemah. Tanggal 16 Desember 1817 Pattimura digantung.

* Perlawanan Padri* Faktor Umum : Perpecahan kaum adat dan kaum Padri* Faktor pemicu : Belanda membantu kaum adat menindas Kaum

Padri* Akibat:

Belanda +Menambah daerah kekuasaan - Keuangan Belanda parah

Indonesia +Tak ada -Rakyat menderita

* Golongan masyarakat di Minangkabau : Kaum Padri : Taat agama Kaum Adat : Mempertahankan hukum adat

* Terjadi perang antara kaum Padri [Datuk Bandaro] dan Kaum Adat [Datuk Sati]* Datuk Bandaro diganti Tuanku Imam Bonjol.* Bonjol menjadi pusat perjuangan kaum Padri* Belanda memihak kaum Adat* Benteng Belanda: Van de Cock dan Van der Capellen di Batusangkar* Tuanku nan Renceh berjuang di Baso* Di Bonio dan Agam, Belanda gagal menghancurkan Padri* Residen Du Pay mengajak berunding, tapi ditolak oleh kaum Padri di kota Lawas. Sehingga perang pecah, namun sempat terhenti karena ada perang Diponegoro.* Sento Alibasa membantu kaum Padri. Namun ia ditangkap Belanda dan pasukannya dibubarkan.* Imam Bonjol akhirnya ditangkap, dibuangke Cianjur, Ambon, dan Minangkabau, ia wafat di sana sebagai tawanan.

* Perlawanan Diponegoro

* Sebab umum: 1. Mataram diperkecil wilayahnya karena campur tangan Belanda. 2. Penderitaan rakyat dijadikan alasan untuk berbagai pajak 3. Bangsawan dilarang menyewakan tanah

Page 7: an Rakyat Indonesia

4. Tokoh ulama dimasukkan dalam peradaban barat di Keraton 5. Belanda ikut campur dalam urusan pemerintah 6. Penduduk---kerja rodi 7. Raja-raja dianggap pegawai pemerintahan Kolonial khusus: Makam nenek Diponegoro dijadikan jalan [Tegalrejo] pemicu: Rumah Diponegor ditembaki

* Akibat :

Indonesia - Rakyat menderita Belanda + Daerah kekuasaan bertambah

* Keistimewaan Perang Diponegoro:

1. Benteng Stelsel 2. Siasat gerilya 3. Van der Capellen melarang usaha perkebunan swasta di kalangan Istana

* Karena makam nenek Diponegoro akan dibuat jalan, P. Diponegoro marah dan mencabut pasak-pasak itu* Belanda mengajaknya bergabung dengan keresidenan, Diponegoro menolak dan rumahnya ditembaki oleh Belanda* Gua Selarong adalah pusat persembunyian Diponegoro dan pasukannya* Ia didukung oleh Kiai Maja dan Sentot Alibasa Prawirodirjo* Sistem benteng [benteng stelsel] milik Belanda berhasil melemahkan pasukan Diponegoro* Kiai Maja mau diajak berunding oleh Belanda. Perundingan gagal, ia dibuang ke Minahasa* Sentot Alibasa Prawirodirjo juga mau berunding. Mereka sepakat, Sentot menyerah tetapi masih boleh memimpin pasukan. Akhirnya Sentot ditangkap dan dibuang ke Cianjur dan meninggal di Bengkulu, ia dituduh membantu pasukan Padri.* P. Mangkubumi menyerah, karena anaknya, P. Dipokusumo dan patihnya menyerah.* P. Diponegoro akhirnya mau diajak berunding di Magelang tetapi ia ditipu dan dibuang ke Menado, ia meninggal di Makassar. Perundingan itu gagal saat perebutan Mataram.

* Perlawanan Aceh

Page 8: an Rakyat Indonesia

* Dalam traktat London, Inggris dan Belanda mengakui kedaulatan Aceh* Dalam traktat Sumatra, Belanda boleh menaklukkan Sumatra temasuk Aceh* Aceh meminta bantuan ke Turki, kedutaan Italia, dan Amerika di Singapura* Belanda menyerang Aceh, karena Aceh meminta bantuan, pasukan Belanda dapat dipukul mundur dan Kohler tewas * Belanda menyerang lagi di bawah pimpinan Mayor Jendral Van Suiten, merebut Mesjid Raya dan istana. Sultan Mahmudsyah menyingkirr ke Luengbata* Mahmudsyah meninggal, diganti Muhammad Daudsyah* Rakyat melawan di bawag pimpinan Teuku Ibrahim, Teuku Cik Ditiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim* Taktik Belanda:

a. Konsentrasi Stelsel: Menempatkan pasukan Belanda di benteng-benteng

Belanda.

b. Taktik adu domba: Taktik ini gagal karena Teuku Umar memihak Belanda hanya untuk mencari senjata, lalu

berbalik melawan Belanda

c. Mengadu ulama dengan para bangsawan: Belanda menyuruh Dr. Snouck Hurgronje

untuk menyelidiki budaya Aceh.

Bukunya: de Acehers.

Ia menganjurkan agar ulama diadu domba dengan bangsawan.

* Bangsawan yang mau bekerjasama diterapkan dalam birokrasi Belanda. Hal ini diterapkan oleh Jend. Van Heutsz [yang membentuk Korps Marsose]* Teuku Umar gugur di Meulaboh* Panglima Polim menyerah* Sultan Muhammad Daudsyah menyerah* Teuku Cik Ditiro meninggal* Cut Nyak Dien dibuang ke Sumedang dan meninggal di sana.

*Perlawanan Bali

Page 9: an Rakyat Indonesia

* Di Bali ada kerajaan Klungking, Karangasem, Buleleng, Badung.* Buleleng-->adat tawan karang: semua kapal yang terdampar di perairan Buleleng menjadi milik Buleleng.* Belanda mengancam, lalu menyusun kekuatan militer di Karangasem* Terjadi perang, Belanda menang* Raja Buleleng dipaksa menandatangani perjanjian: a. Benteng Buleleng dibongkar

b. Belanda ditempatkan di Buleleng

c. Biaya perang ditanggung raja* Setelah pasukan induk Belanda dipulangkan ke Jawa, kerajaan Karangasem, Buleleng, Klungkung, Badung, Menguni menyerbu pos-pos Belanda dan merebut senjata api.* Belanda menuntut agar I Gusti ktut Jelantik diserahkan ke Belanda.* Mayor Jendral AV. Michiels, memimpin pasukan ke pantai Bali dan menyerang langsung Jagaraga* Bali mengadakan perang puputan tapi kalah.

*Gerakan Protes Petani

* Sebab: rakyat menderita* Pusat pergerakan: pesantren* Peristiwa pemberontakan petani: Banten Utara[1888], Sidoarjo[1903], Kediri[1910], Jambi[1916], Pasar Rebo [Jakarta] [1916], Cimareme [Bogor] [1918], Toli-Toli [Sulawesi Tengah] [1920]* Rakyat mempercayai adanya Ratu Adil.* Di Jawa ada kepercayaan Jayabaya [Ramalan Jayabaya].

Page 10: an Rakyat Indonesia

Kapitan Pattimura (lahir di Negeri Haria, Porto, Pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), atau dikenal dengan nama Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia, adalah Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putra Frans Matulessia dengan Fransina Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.[1] Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[2]

Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan [3] Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Thomas Matulessy yang diberi gelar Kapitan Pattimura [2] Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Thomas Matulessy mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.

Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Thomas Matulessy Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal

Page 11: an Rakyat Indonesia

16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Thomas Matulessy dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia Pahlawan Nasional Indonesia.

Sultan Sa'idullah[1] atau Sultan Sa'idillah[2] bin Sultan Inayatullah adalah Sultan Banjar tahun 1645-1660. Sultan Saidullah merupakan gelar yang disebut dalam khutbah, sedangkan gelar yang dimasyhurkan/dipopulerkan adalah Ratu Anom.[1]Sesuai gelarnya Ratu Anom yang bermakna raja yang masih muda, maka dalam menjalankan kekuasaannya dia sangat tergantung dengan pamannya Panembahan di Darat yang menjabat mangkubumi/kepala pemerintahan. Setelah menjabat lima tahun Panembahan di Darat mangkat, kemudian digantikan oleh Ratu Bagawan (Raja Kotawaringin I) yang menjabat selama lima tahun. Ratu Bagawan mengundurkan diri kemudian jabatan mangkubumi diserahkan Pangeran Dipati Tapasena. Ketiganya adalah paman Ratu Anom. Menurut Hikayat Banjar masa kekuasaan Ratu Anom selama lima belas tahun. [1]

Daftar isi

[sembunyikan] 1 Silsilah Keluarga 2 Keturunan 3 Menjadi Kepala Negara 4 Perang Anti VOC tahun 1638 di Masa Sultan Saidullah 5 Surat Belanda 6 Utusan ke Makassar 7 Ekspedisi Penghukuman I 8 Ekspedisi Penghukuman II 9 Penghentian permusuhan

10 Referensi

[sunting] Silsilah Keluarga

Nama aslinya adalah Raden Kasuma Alam. Ayahnya adalah Sultan Inayatullah/Ratu Agung (= Pangeran Dipati Tuha I), raja Banjar kelima. Ibundanya adalah Nyai Mas Tarah puteri dari Tuan Haji Umar. Setelah menikah namanya dikenal sebagai Pangeran Kasuma Alam. Pada masa itu Raden merupakan gelar bagi putra Raja tetapi setelah menikah dipanggil Pangeran.

Page 12: an Rakyat Indonesia

[sunting] Keturunan

Mula-mula Pangeran Kasuma Alam (= Ratu Anom) menikah dengan permaisuri sepupunya Putri Intan, puteri dari Pangeran Singasari (= Raden Timbako) dengan Ratu Hayu (= Putri Busu), tetapi kemudian bercerai. Kemudian ia mengambil beberapa gundik (selir). Dengan Nyai Wadon, Pangeran Kasuma Alam memperoleh putera Raden Bagus Kasuma, kelak dikenal menjadi Sultan Banjar dengan gelar Sultan Amrullah. Dengan Nyai Wadon Raras, Pangeran Kasuma Alam memperoleh putera dinamakan Raden Basus. Diduga Raden Basus inilah yang kelak ditunjuk sebagai Raja Tanah Bumbu ke-1 dengan gelar Pangeran Dipati Tuha. Sedangkan dengan Nyai Wadon Gadung, Pangeran Kasuma Alam memperoleh seorang anak perempuan bernama Gusti Gade. Ketika Ratu Anom mangkat, Raden Bagus Kasuma sudah melewati usia kepinggahan sedangkan Raden Basus baru mulai kepinggahan (= tumbuh gigi).

[sunting] Menjadi Kepala Negara

Dengan mangkatnya ayahnya Sultan Inayatullah/Ratu Agung, Pangeran Kasuma Alam naik tahta sebagai Sultan Banjar (kepala negara) dengan dilantik oleh pamannya Pangeran Dipati Anta-Kasuma yang menjadi Raja Kotawaringin (bahasa Banjar : Ratu Kota Waringin), yang sengaja datang dari Kotawaringin (Kalimantan Tengah) setelah mendengar mangkatnya kakaknya. Pangeran Kasuma Alam ditabalkan sebagai Sultan Banjar dengan gelar dalam khutbah Sultan Saidullah atau gelar yang dimasyhurkan adalah Ratu Anom.

Mangkubumi (kepala pemerintahan) diputuskan dijabat oleh pamannya, Pangeran di-Darat dengan gelar Panembahan di-Darat. Panembahan di-Darat ini memiliki wewenang kekuasaan politik negara dan pemerintahan yang besar, sehingga Sultan Saidullah menjadi raja boneka belaka. Ketika Panembahan di-Darat meninggal setelah menjabat mangkubumi selama 5 tahun, penggantinya adalah Ratu Kota Waringin (Pangeran Dipati Anta-Kasuma) yang juga menjabat selama 5 tahun kemudian mengundurkan diri karena uzur. Kemudian Pangeran Dipati Anta-Kasuma mengusulkan mangkubumi baru, adik tirinya yaitu Raden Halit/Pangeran Dipati Tapasena yang dilantik dengan gelar Pangeran Dipati Mangkubumi.

Sultan Saidullah mangkat pada tahun 1660. Sebelumnya pamannya Ratu Kota Waringin yang bergelar Ratu Bagawan juga telah mangkat. Atas persetujuan Ratu Hayu, satu-satunya anak almarhum Sultan Mustain Billah yang masih hidup dan disetujui pembesar istana lainnya kemudian Pangeran Dipati Mangkubumi dilantik menggantikan Sultan Saidullah sebagai Wali Sultan dengan gelar Sultan Ri'ayatullah atau Pangeran Ratu, karena ketika itu putera dari Sultan Saidullah belum dewasa. Swargi (= almarhum) Sultan Saidullah memiliki dua orang putera dari selir, salah satunya adalah Raden Bagus Kasuma. Raden Bagus Kasuma kelak menggantikan Sultan Ri'ayatullah.

Page 13: an Rakyat Indonesia

[sunting] Perang Anti VOC tahun 1638 di Masa Sultan Saidullah

Pada tanggal 4 September 1635 telah dilakukan kontrak dagang antara VOC dengan kesultanan Banjar. Isi kontrak itu, antara lain, bahwa selain mengenai pembelian lada dan tentang bea cukai, VOC juga akan membantu kesultanan Banjarmasin untuk menaklukkan Pasir, dan melindungi Kesultanan Banjar terhadap serangan Mataram.

Namun kedatangan kapal Pearl Inggris di Banjarmasin, Tewseling dan Gregory tanggal 17 Juni 1635 menambah masalah baru, sebab Inggris juga meminta diperbolehkan secara resmi, untuk ikut berdagang dan mendirikan loji, yang bagi VOC tentunya membahayakan eksistensinya di Banjarmasin.

Sultan memberi izin pada VOC membangun loji, sedangkan terhadap Inggris Sultan sangat marah. Hal ini disebabkan Inggris telah menghasut orang Makassar, agar menyerang Banjarmasin. Penolakan Sultan atas Inggris tidak seluruhnya disetujui kerabat istana Banjarmasin, sehingga menimbulkan klik-klik istana. Sebagian anggota Dewan Mahkota memihak Inggris seperti Pangeran Marta Sahary, Raja Kotawaringin dan Raja Sukadana.

Klik pro Inggris ini bertambah besar karena didorong keinginan terhadap perdagangan yang bebas, sehingga sikap ini menyebabkan munculnya Contract Craemer Opperkoopman VOC yang memaksakan agar kontrak tahun 1635 tetap diberlakukan.

Pelayaran perdagangan Banjar ke Batavia diberi VOC surat pas, sedangkan ke Cochin Cina tidak diberikan meskipun Sultan Banjar memintanya. Keadaan ini menunjukkan sikap VOC telah memaksakan monopoli perdagangannnya, hingga tidak mengizinkan bagi pedagang Jawa, Cina, Melayu, Makassar untuk menjalankan perdagangannya dengan kesultanan Banjarmasin.

Ketika Contract Craemer menolak permintaan Sultan Banjar untuk mengirimkan lada ke Makassar, pecahlah perang anti VOC, pada tahun 1638. Sebanyak 108 orang Belanda, 21 orang Jepang dibunuh, dan loji VOC dibakar serta penghancuran terhadap kapal-kapal VOC. Peristiwa ini sangat merugikan VOC. Kerugian VOC ditaksir sebesar 160.000,41 real. Dalam hal ini hanya 6 orang Belanda di Martapura yang selamat, karena mau di-Islamkan secara paksa. Pembantaian terhadap orang-orang Belanda dan Jepang tersebut, selain dilatarbelakangi faktor ekonomi juga karena faktor perbedaan agama dan adat-istiadat orang-orang Belanda yang tidak beradaptasi dengan adat-istiadat di Banjarmasin. Dan juga perilaku VOC yang selalu ingin monopoli (bahasa Banjar : kuluh) dalam perdagangan lada.

Taktik yang dilakukan kesultanan Banjarmasin untuk melepaskan diri dari politik VOC, dan menghindar dari pedagang-pedagang Inggris serta Portugis, menyebabkan hubungan Banjarmasin dengan Mataram menjadi normal kembali.

Page 14: an Rakyat Indonesia

Karena taktik tersebut, sehaluan dengan sikap Mataram yang anti terhadap para pedagang asing, khususnya VOC.

[sunting] Surat Belanda

Kejadian tahun 1638 sangat merendahkan martabat bangsa Belanda dan Belanda berusaha menghancurkan Kerajaan Banjar sebagai balas dendam terhadap pembantaian orang-orang Belanda tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan Belanda adalah menyebarkan surat kepada Raja-raja Nusantara yang selama ini bersahabat baik dengan Belanda.

Surat yang ditujukan kepada Raja-raja Nusantara itu berbunyi, antara lain isinya : Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia (Raad van Indie) dengan ini memberitahukan kepada Raja-Raja Nusantara, terutama di daerah-daerah VOC menjalankan perdagangan, bahwa :

1. Antara VOC dan Kerajaan Banjar pada tahun 1635 telah diadakan suatu kontrak dagang.

2. Kontrak itu menyatakan diberikannya monopoli lada kepada VOC dengan penetapan harga 5 real sepikul dan bea cukai 7% untuk Sultan. Di Martapura dibuat sebuah loji yang dengan orang-orang VOC beserta barang dagangannya dibawah perlindungan Sultan. VOC mengerahkan sebuah kapal perang untuk menjaga muara sungai Banjar terhadap serangan Mataram.

3. Bahwa Sultan telah melakukan tindakan mengingkari kontrak 1635 itu dengan tindakan kekerasan pada tahun 1635 menghancurkan loji di Martapura serta membunuh orang-orang Belanda serta merampas milik VOC 100.000 real.

4. Karena itu VOC akan membalas dengan segala kekuatannya dan minta bantuan kepada raja-raja Nusantara yang bersahabat dengan dia, bukan menghentikan bantuan senjata saja, melainkan diminta pula agar raja-raja Nusantara ini melarang rakyatnya berdagang ke Martapura, sebelum kota itu menjadi puing-puing dan hancur berantakan dan dinasti raja-raja musnah. Barulah sesudah itu VOC akan berdamai dengan rakyat Kerajaan Banjar.

[sunting] Utusan ke Makassar

Tindakan Kerajaan Banjar dengan cara yang spesifik ini untuk melepaskan diri dari segala ikatan monopoli, dilanjutkan dengan usaha mengajak Sultan Makassar bekerjasama menghancurkan perdagangan Belanda. Sultan mengirim utusan ke Sultan Makassar dipimpin oleh nakhoda Bahong.

Belanda sangat marah atas tindakan Kerajaan Banjar ini, dan membuat maklumat yang ditujukan kepada Raja-Raja Nusantara yang disebut insinuasi mengenai

Page 15: an Rakyat Indonesia

pembunuhan orang-orang Belanda oleh Raja Martapura. Kata-kata yang kasar dan kemarahan mendalam disebutkan dalam surat itu :

“ ...seperti pembunuh dan manusia binatang tetapi juga sebagai si kikir yang tak berperikemanusiaan dan perampok barang-barang milik orang asing. Darah mereka terbunuh menangis di muka Tuhan....sehingga mereka tidak mungkin berdamai, kecuali Martapura hanya tinggal tumpukan-tumpukan puing dan Sultan yang terkutuk itu dan turunannya diusir atau dibunuh oleh rakyatnya sendiri. ”

Kepada pemimpin ekspedisi penghukum Banjarmasin diberikan instruksi cara menyiksa yang seteliti-telitinya dan perintah itu ditutup dengan kalimat:

“ Tuhan melindungi perjalanan tuan dan memberikan kemenangan atas penghianat-penghianat jahat itu Amin ”

[sunting] Ekspedisi Penghukuman I

Ekspedisi penghukuman atas Banjarmasin itu berupa blokade yang tak berarti dalam melakukan tugasnya. Mereka hanya menemukan dan menangkap 27 orang Banjar laki-laki dan perempuan yang tak mengerti persoalan politik dari perahu nelayan yang sedang berlayar. Orang-orang yang ditangkap inilah yang menerima instruksi penyiksaan itu dengan siksaan yang paling keji tak berperikemanusiaan sesuai dengan instruksi Batavia yaitu dengan membunuh dan menyiksa tanpa membedakan laki-laki, perempuan maupun anak-anak. Mereka disiksa dengan cara memotong hidung, telinga, tangan kanan, kaki kiri, mencungkil mata kanan, memotong sebagian lidah, memotong kelamin dan merampas yang dilakukan oleh awak kapal de Serpant. Setelah disiksa orang-orang ini dikirim ke darat, sehingga menimbulkan panik penduduk setempat.[3]

[sunting] Ekspedisi Penghukuman II

Pada tahun 1638 itu pula VOC-Belanda mengirim ekspedisi penghukuman yang kedua dengan tugas yang sama, tetapi juga gagal karena perlawanan Kesultanan Banjarmasin cukup kuat. Tragedi pembantaian terhadap orang-orang Belanda ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Saidullah atau Ratu Anom (1673-1642). Ancaman Belanda terhadap Kesultanan Banjarmasin, Kerajaan Kotawaringin dan Kerajaan Sukadana, hanya tinggal ancaman belaka, Belanda tidak mampu berbuat lebih banyak. Kemudian Belanda mengubah taktik untuk menutupi kekalahannya dengan mengajukan tuntutan kepada Sultan Banjar sebesar 50.000 real sebagai ganti rugi atas tragedi tahun 1638 itu, namun ditolak Sultan.

Page 16: an Rakyat Indonesia

[sunting] Penghentian permusuhan

Antonio van Diemen

Karena beberapa cara yang dilakukan tidak berhasil, maka pada tahun 1640 Gubernur Jenderal Antonio van Diemen memerintahkan agar permusuhan dengan Kesultanan Banjar dihentikan. Usaha Belanda mendekati Kesultanan Banjar dengan hanya menuntut 50.000 real sebagai ganti rugi kejadian tahun 1638 serta akan melupakan apa yang terjadi, sama sekali tidak mendapat layanan dari Kesultanan Banjar, sehingga akhirnya Belanda mengalah agar kontrak dagang yang lebih menitik-beratkan pada keuntungan dagang dari pada lainnya, yang penting bagi Belanda hubungan dengan Kesultanan Banjar perlu dipulihkan agar lada kembali diperoleh.

Lebih-lebih Belanda merasa khawatir dengan kehadiran Inggris di Banjarmasin, kalau Belanda tetap berpegang pada prinsip semula untuk menghukum Banjarmasin. Sikap lunak Belanda inilah yang menyebabkan Belanda berhasil membuat kontrak dagang dengan Kesultanan Banjar, pada 18 Desember 1660. Kontrak dibuat dan ditandatangani oleh sultan sendiri yang saat itu dijabat oleh Pangeran Ratu (Sultan Rakyatullah).

Kesultanan Banjar (berdiri 1520, masuk Islam 24 September 1526, dihapuskan Belanda 11 Juni 1860, pemerintahan darurat/pelarian berakhir 24 Januari 1905) adalah kesultanan yang terdapat di Kalimantan Selatan. Kesultanan ini semula

Page 17: an Rakyat Indonesia

beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke Martapura dan sekitarnya (kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.

Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.

Daftar isi

[sembunyikan] 1 Sejarah 2 Wilayah 3 Sistem Pemerintahan 4 Sultan Banjar 5 Rujukan 6 Pranala luar

7 Referensi

[sunting] Sejarah

Menurut mitologi suku Maanyan suku tertua di Kalimantan Selatan kerajaan pertama adalah Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan wilayah kekuasaannya terbentang luas mulai dari daerah Tabalong hingga ke daerah Pasir. Keberadaan mitologi Maanyan yang menceritakan tentang masa-masa keemasan Kerajaan Nan Sarunai sebuah kerajaan purba yang dulunya mempersatukan etnis Maanyan di daerah ini dan telah melakukan hubungan dengan pulau Madagaskar. Kerajaan ini mendapat serangan dari Jawa (Majapahit)[1] sehingga sebagian rakyatnya menyingkir ke pedalaman (wilayah suku Lawangan). Salah satu peninggalan arkeologis yang berasal dari zaman ini adalah Candi Agung yang terletak di kota Amuntai. Pada tahun 1996, telah dilakukan pengujian C-14 terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan kisaran 242-226 SM (Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20).

Menilik dari angka tahun dimaksud maka Kerajaan Nan Sarunai/Kerajaan Tabalong/Kerajaan Tanjungpuri usianya lebih tua 600 tahun dibandingkan dengan Kerajaan Kutai Martapura di Kalimantan Timur.

Menurut Hikayat Sang Bima, wangsa yang menurunkan raja-raja Banjar adalah Sang Dewa (Sadewa) bersaudara dengan wangsa yang menurunkan raja-raja Bima (Sang Bima), raja-raja Bali, raja-raja Gowa (Makassar) yang terdiri lima bersaudara putera Maharaja Pandu Dewata yaitu Darmawangsa (nama lain Yudhistira sebagai titisan Batara Darma), Sang Arjuna, Sang Bima, Sang Dewa, Sang Kula (Nakula).

Page 18: an Rakyat Indonesia

Sesuai Tutur Candi (Hikayat Banjar versi II), di Kalimantan Selatan telah berdiri suatu pemerintahan dari dinasti kerajaan (keraton) yang terus menerus berlanjut hingga daerah ini digabungkan ke dalam Hindia Belanda sejak 11 Juni 1860, yaitu :

1. Keraton awal disebut Kerajaan Kuripan2. Keraton I disebut Kerajaan Negara Dipa3. Keraton II disebut Kerajaan Negara Daha4. Keraton III disebut Kesultanan Banjar5. Keraton IV disebut Kerajaan Martapura/Kayu Tangi6. Keraton V disebut Pagustian

Maharaja Sukarama, Raja Negara Daha telah berwasiat agar penggantinya adalah cucunya Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Sukarama. Wasiat tersebut menyebabkan Raden Samudera terancam keselamatannya karena para Pangeran juga berambisi sebagai pengganti Sukarama yaitu Pangeran Bagalung, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung. Sepeninggal Sukarama, Pangeran Mangkubumi putra Sukarama menjadi Raja Negara Daha, selanjutnya digantikan Pangeran Tumenggung yang juga putra Sukarama. Raden Samudera sebagai kandidat raja dalam wasiat Sukarama terancam keselamatannya, tetapi berkat pertolongan Arya Taranggana, mangkubumi kerajaan Daha, ia berhasil lolos ke hilir sungai Barito, kemudian ia dijemput oleh Patih Masih (Kepala Kampung Banjarmasih) dan dijadikan raja Banjarmasih sebagai upaya melepaskan diri dari Kerajaan Negara Daha dengan mendirikan bandar perdagangan sendiri dan tidak mau lagi membayar upeti. Pangeran Tumenggung, raja terakhir Kerajaan Negara Daha akhirnya menyerahkan regalia kerajaan kepada keponakannya Pangeran Samudera, Raja dari Banjarmasih. Setelah mengalami masa peperangan dimana Banjar mendapat bantuan dari daerah pesisir Kalimantan dan Kesultanan Demak. Hasil akhirnya kekuasaan kerajaan beralih kepada Pangeran Samudera yang menjadi menjadi Sultan Banjar yang pertama, sementara Pangeran Tumenggung mundur ke daerah Alay di pedalaman dengan seribu penduduk.

Tomé Pires melaporkan bahwa Tanjompure (Tanjungpura/Sukadana) dan Loue (Lawai) masing-masing kerajaan tersebut dipimpin seorang Patee (Patih). Patih-patih ini tunduk kepada Patee Unus, penguasa Demak. [2]. Kemungkinan besar penguasa Sambas dan Banjarmasin juga telah ditaklukan pada masa pemerintahan Sultan Demak Pati Unus/Pangeran Sabrang Lor (1518-1521) sebelum penyerbuan ke Malaka.

Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada dekade pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang, secara praktis barat daya, tenggara dan timur pulau Kalimantan membayar upeti pada kerajaan Banjarmasin. Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan Demak, tetapi

Page 19: an Rakyat Indonesia

pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa.

Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin, dilakukan lagi oleh Tuban pada tahun 1615 untuk menaklukkan Banjarmasin dengan bantuan Madura dan Surabaya, tetapi gagal karena mendapat perlawanan yang sengit.

Sultan Agung dari Mataram (1613–1646), mengembangkan kekuasaannya atas pulau Jawa dengan mengalahkan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa seperti Jepara dan Gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625). Pada tahun 1622 Mataram kembali merencanakan program penjajahannya terhadap kerajaan sebelah selatan, barat daya dan tenggara pulau Kalimantan, dan Sultan Agung menegaskan kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana tahun 1622.

Seiring dengan hal itu, karena merasa telah memiliki kekuatan yang cukup dari aspek militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Sultan Banjar mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun 1636.

Sejak tahun 1631 Banjarmasin bersiap-siap menghadapi serangan Kesultanan Mataram, tetapi karena kekurangan logistik, maka rencana serangan dari Kesultanan Mataram sudah tidak ada lagi. Sesudah tahun 1637 terjadi migrasi dari pulau Jawa secara besar-besaran sebagai akibat dari korban agresi politik Sultan Agung. Kedatangan imigran dari Jawa mempunyai pengaruh yang sangat besar sehingga pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan menjadi pusat difusi kebudayaan Jawa.

Disamping menghadapi rencana serbuan-serbuan dari Mataram, kesultanan Banjarmasin juga harus menghadapi kekuatan Belanda.

Sebelum dibagi menjadi beberapa daerah (kerajaan kecil), wilayah asal Kesultanan Banjar meliputi provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura dan sebelah timur berbatasan dengan Kesultanan Pasir. Pada daerah-daerah pecahan tersebut, rajanya bergelar Pangeran, hanya di Kesultanan Banjar yang berhak memakai gelar Sultan. Kesultanan-kesultanan lainnya mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar, termasuk Kesultanan Pasir yang ditaklukan tahun 1636 dengan bantuan Belanda.

[sunting] Wilayah

Kesultanan Banjar merupakan penerus dari kerajaan Hindu di Kalimantan Selatan dengan wilayah inti meliputi 5 negeri besar yaitu Kuripan (Amuntai), Daha (Nagara-Margasari), Gagelang (Alabio), Pudak Sategal (Kalua) dan Pandan Arum

Page 20: an Rakyat Indonesia

(Tanjung). Selanjutnya Kesultanan Banjar bertindak sebagai wakil Kesultanan Demak di Kalimantan, sedangkan Demak adalah penerus Majapahit. Menurut Hikayat Banjar sejak jaman pemerintahan kerajaan Hindu, wilayah yang termasuk mandala Kerajaan Banjar meliputi daerah taklukan paling barat adalah negeri Sambas (Kerajaan Sambas kuno) sedangkan wilayah taklukan paling timur adalah negeri Karasikan (Kerajaan Tidung kuno) lebih kurang sama dengan wilayah Borneo-Belanda. Dahulu kala batas-batas negeri/kerajaan adalah antara satu tanjung dengan tanjung lainnya sedangkan penduduk daerah pedalaman dianggap takluk kepada kerajaan bandar yang ada di hilir misalnya suku Biaju (rumpun Dayak Barito) merupakan bagian dari rakyat kerajaan Banjar bahkan menjadi tentara kerajaan yang handal. Kerajaan Banjar tidak pernah mengklaim Kalimantan bagian utara, dan sejauh ini juga belum pernah ditemukan catatan bahwa Kesultanan Banjar mengirim upeti kepada Kesultanan Brunei sebagai penguasa wilayah utara Kalimantan. Suku Banjar merupakan kelompok masyarakat Melayu yang terbanyak di Kalimantan, bahkan jika dibanding dengan suku Brunei. Kesultanan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17, yang pada masa itu belum banyak suku pendatang yang mendominasi seperti saat ini seperti suku Jawa, Bugis, Mandar, Arab dan Cina.

Teritorial Kerajaan Banjar pada abad ke 14-17 dalam tiga wilayah meskipun terminologi ini tidak dipergunakan dalam sistem politik dan pemerintahan dalam kerajaan, yaitu :

1. Negara Agung 2. Mancanegara 3. Daerah Pesisir (daerah terluar)

Wilayah kerajaan Banjar meliputi titik pusat yaitu istana raja di Martapura dan berakhir pada titik luar dari negeri Sambas sampai ke negeri Karasikan. Terminologi wilayah Tanah Seberang, tidak ada dalam Kesultanan Banjar, karena tidak memiliki jajahan di luar pulau, walaupun orang Banjar juga merantau sampai keluar pulau Kalimantan.[3]

Kerajaan Banjar menaungi hingga ke wilayah Sungai Sambas adalah dari awal abad ke-15 M hingga pertengahan abad ke-16 M yaitu pada masa Kerajaan Melayu hindu Sambas yang menguasai wilayah Sungai Sambas. Kerajaan Melayu hindu Sambas ini kemudian runtuh pada pertengahan abad ke-16 M dan dilanjutkan dengan Panembahan Sambas hindu yang merupakan keturunan Bangsawan Majapahit dari Wikramawadhana. Pada saat memerintah Panembahan Sambas hindu ini bernaung dibawah Dipati/Panembahan Sukadana (bawahan Sultan Banjar) sampai awal abad ke-17 M yang kemudian beralih bernaung dibawah Kesultanan Johor. Panembahan Sambas hindu ini kemudian runtuh pada akhir abad ke-17 M dan digantikan dengan Kesultanan Sambas yang didirikan oleh keturunan Sultan Brunei melalui Sultan Tengah pada tahun 1675 M. Sejak berdirinya Kesultanan Sambas hingga seterusnya Kesultanan Sambas adalah berdaulat penuh yaitu tidak pernah bernaung atau membayar upeti kepada pihak

Page 21: an Rakyat Indonesia

manapun kecuali pada tahun 1855 yaitu dikuasai / dikendalikan pemerintahannya oleh Hindia Belanda (seperti juga Kerajaan-Kerajaan lainnya diseluruh Nusantara terutama di Pulau Jawa yang saat itu seluruhnya yang berada dibawah Pemerintah Hindia Belanda di Batavia) yaitu pada masa Sultan Sambas ke-12(Sultan Umar Kamaluddin).

Dalam perjalanan sejarah ketetapan wilayah Kesultanan Banjar tersebut tidak dapat dilihat dengan jelas dengan batas yang tetap karena dipengaruhi oleh keadaan yang tidak stabil dan batas wilayah yang fleksibel disebabkan oleh berkembangnya atau menurunnya kekuasaan Sultan Banjar.

Sejak dipindahkan ibukota ke Daerah Martapura (Martapura, Riam Kanan, Riam Kiwa) maka kota Martapura sebagai Kota Raja merupakan wilayah/ring pertama dan pusat pemeritahan Sultan Banjar.

Wilayah teritorial/ring kedua, Negara Agung terdiri dari :

1. Tabunio , atau Tanah Laut, daerah laut, kebalikan arah dari "tanah darat". Diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787.

2. Maluka , daerah yang dikuasai Inggris pada 1815 – 1816 yaitu Maluka, Liang Anggang, Kurau dan Pulau Lamai.

3. Daerah Banjar Lama dengan Pelabuhan Tatas (Banjarmasin). Tatas diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787, selanjutnya Mantuil sampai Sungai Mesa diserahkan kepada Hindia Belanda pada 4 Mei 1826, sedangkan Kuin Utara (Banjarmasin Utara) sampai perbatasan daerah Margasari tetap sebagai wilayah kerajaan sampai 1860.

4. Margasari . Wilayah kerajaan sampai 1860.5. Banua Ampat artinya banua nang empat yaitu Banua Padang, Banua

Halat, Banua Parigi dan Banua Gadung. Wilayah kerajaan sampai 1860.6. Amandit . Wilayah kerajaan sampai 1860.7. Labuan Amas . Wilayah kerajaan sampai 1860.8. Alay . Wilayah kerajaan sampai 1860.9. Banua Lima artinya lalawangan nang lima yaitu Negara, Alabio, Sungai

Banar, Amuntai dan Kalua. Wilayah kerajaan sampai 1860.10. Muarabahan (atau Pulau Bakumpai yaitu tebing barat sungai Barito dari

muara hingga kuala Mengkatip). Diserahkan kepada Hindia Belanda pada 4 Mei 1826 bersama daerah Pulau Burung.

11. Tanah Dusun yaitu daerah hulu sungai Barito. Pada 13 Agustus 1787 Tanah Dusun Atas diserahkan kepada VOC-Belanda tetapi daerah Mengkatip (Dusun Bawah) dan Tamiang Layang (Dusun Timur) dan sekitarnya tetap sebagai wilayah inti Kesultanan Banjar hingga dihapuskan oleh Belanda tahun 1860.

Teritorial/ring ketiga, yaitu Mancanegara, dengan tambahan kedua wilayah ini teritorial kerajaan semakin meluas disebut Borneo Selatan terdiri dari :

Page 22: an Rakyat Indonesia

o Wilayah Barat (Kalimantan Tengah): Biaju, Kahayan, Sebangau, Mendawai, Sampit, Pembuang, Kotawaringin dan Jelai dalam Hikayat Banjar semua daerah ini dibawah Kotawaringin. Diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787, kemudian menjadi Afdeeling Tanah Dayak dan Afdeeling Sampit.

o Wilayah Timur : Pagatan, Batulicin, Laut-Pulau, Pamukan dan Pasir; dalam Hikayat Banjar abad ke-17 semua daerah ini dibawah Pasir, yang kemudian muncul pecahannya Kerajaan Tanah Bumbu (serta Tanah Kusan). Diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787. Pada akhir abad ke-19 Hindia Belanda menjadikannya Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dengan 11 swapraja termasuk wilayah Kesultanan Pasir itu sendiri dan bekas kerajaan Tanah Bumbu (Kalimantan Tenggara) pada 1863 berkembang menjadi 10 swapraja : Sabamban, Koensan, Pegatan, Batoe Litjin, Poelau Laoet, Bangkalaan, Tjangtoeng, Sampanahan, Manoenggoel dan Tjingal, sebenarnya ada satu daerah lagi yang sudah dihapuskan yaitu Buntar-Laut.

Teritorial/ring keempat, adalah Pesisir yaitu daerah terluar, maka dengan tambahan kedua wilayah ini teritorial kerajaan semakin bertambah luas lebih kurang sama dengan Provinsi Borneo pada masa kolonial Hindia Belanda. Perjanjian Sultan Tamjidullah I dengan VOC pada 20 Oktober 1756 untuk menaklukan kembali Sanggau, Sintang, Lawai, Pasir, Kutai dan Berau. Daerah Pesisir terdiri dari :

o Pesisir Timur disebut tanah yang di atas angin dengan wilayah lebih kurang sama dengan kawasan Borneo Timur dan jika digabung dengan kawasan Borneo Selatan menjadi Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo pada masa kolonial Hindia Belanda. Diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787.

1. Wilayah negeri Kutai. Tahun 1844 Sultan Kutai mengakui kedaulatan Hindia Belanda.

2. Wilayah negeri Berau (yang terbagi menjadi Kesultanan Bulungan, Gunung Tabur dan Tanjung).

3. Wilayah terluar di timur yaitu negeri Karasikan (Kerajaan Tidung kuno atau Kerajaan Sulu kuno) dan pantai sebelah Timur.

o Pesisir Barat disebut tanah yang di bawah angin, dengan wilayah

lebih kurang sama dengan Karesidenan Borneo Barat.

1. Wilayah Batang Lawai atau hulu sungai Kapuas (Kerajaan Sintang dan Lawai). Wilayah Batang Lawai mengirim upeti melalui anak-anak sungai Melawi dilanjutkan dengan jalan darat menuju sungai Katingan yang bermuara ke laut Jawa dilanjutkan perjalanan laut menuju sungai Barito di Banjarmasin. Kerajaan Sintang dan negeri Lawai (Kabupaten Melawi) dan

Page 23: an Rakyat Indonesia

Jelai termasuk daerah yang diserahkan kepada Hindia Belanda pada 4 Mei 1826. Lawai sebelumnya sudah diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787.

2. Wilayah negeri Sukadana (serta cabangnya Kerajaan Tayan, Kerajaan Meliau, Kerajaan Sanggau serta Kerajaan Mempawah). Terakhir kalinya Sukadana mengantar upeti tahun 1661, kemudian Sukadana menjadi vazal Kesultanan Banten setelah kalah dalam perang Sukadana-Landak (dimana Landak dibantu Banten-VOC), kemudian Banten menyerahkan wilayah Sukadana dan Landak (vazal Banten) kepada VOC-Belanda pada 26 Maret 1778, kemudian dijadikan Afdeeling Pontianak.

3. Wilayah terluar di barat adalah negeri Sambas dan pantai sebelah Barat. Menurut Hikayat Banjar, sejak era pemerintahan kerajaan Banjar-Hindu, wilayah Sambas kuno menjadi taklukannya dan terakhir kalinya Dipati/Panembahan Sambas mengantar upeti dua biji intan yang besar yaitu si Misim dan si Giwang kepada Sultan Banjar IV Marhum Panembahan (1595-1642). Pada 1 Oktober 1609, negeri Sambas menjadi daerah protektorat VOC-Belanda. Intan Si Misim kemudian dipersembahkan kepada Sultan Agung, raja Mataram. Tahun 1641 terakhir kalinya Banjarmasin mengirim upeti kepada Kesultanan Mataram. Selanjutnya mulai tahun 1675 negeri Sambas diperintah oleh Dinasti Brunei dengan nama Kesultanan Sambas dan mulai tahun 1855 digabungkan ke dalam Hindia Belanda dengan nama Afdeeling Sambas.

Pada abad ke-18 Pangeran Tamjidullah I berhasil memindahkan kekuasaan pemerintahan kepada dinastinya dan menetapkan Pangeran Nata Dilaga sebagai Sultan yang pertama sebagai Panembahan Kaharudin Khalilullah. Pangeran Nata Dilaga yang menjadi raja pertama dinasti Tamjidullah I dalam masa kejayaan kekuasaannya, menyebutkan dirinya Susuhunan Nata Alam pada tahun 1772. Putera dari Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang bernama Pangeran Amir, atau cucu Sultan Hamidullah melarikan diri ke negeri Pasir, dan meminta bantuan pada pamannya yang bernama Arung Tarawe (dan Ratu Dewi). Pangeran Amir kemudian kembali dan menyerbu Kesultanan Banjar dengan pasukan orang Bugis yang besar pada tahun 1757, dan berusaha merebut kembali tahtanya dari Susuhunan Nata Alam. Karena takut kehilangan tahta dan kekuatiran jatuhnya kerajaan di bawah kekuasaan orang Bugis, Susuhunan Nata Alam meminta bantuan kepada VOC. VOC menerima permintaan tersebut dan mengirimkan Kapten Hoffman dengan pasukannya dan berhasil mengalahkan pasukan Bugis itu. Sedangkan Pangeran Amir terpaksa melarikan diri kembali ke negeri Pasir. Beberapa waktu kemudian Pangeran Amir mencoba pula untuk meminta bantuan kepada para bangsawan Banjar di daerah Barito yang tidak senang kepada Belanda, karena di daerah Bakumpai/Barito diserahkan Pangeran Nata kepada VOC. Dalam pertempuran yang kedua ini Pangeran Amir tertangkap dan dibuang ke Sri Langka pada tahun 1787. Sesudah itu diadakan perjanjian antara Kesultanan Banjar dengan VOC, dimana raja-raja Banjar memerintah kerajaan sebagai peminjam tanah VOC. Dalam tahun 1826 diadakan perjanjian kembali antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam, berdasarkan

Page 24: an Rakyat Indonesia

perjanjian dengan VOC yang terdahulu, berdasarkan perjanjian ini, maka Belanda dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan Putra Mahkota dan Mangkubumi, yang mengakibatkan rusaknya adat kerajaan dalam bidang ini, yang kemudian menjadikan salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar.

Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Selain Sultan Adam al Watsiq Billah, perjanjian itu juga ditandatangani oleh Paduka Pangeran Ratu (Putra Mahkota), Pangeran Mangkubumi, Pangeran Dipati, Pangeran Ahmad dan disaksikan oleh para Pangeran lainnya. Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kerajaan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman. Berdasarkan perjanjian ini maka kedaulatan kerajaan keluar negeri hilang sama sekali, sedangkan kekuasaan ke dalam tetap berkuasa dengan beberapa pembatasan dan Residen berperan sebagai agen politik pemerintah kolonial Hindia Belanda. Isi perjanjian 1826 itu antara lain adalah : [4]

1. Kerajaan Banjar tidak boleh mengadakan hubungan dengan lain kecuali hanya dengan Belanda.

2. Wilayah Kerajaan Banjar menjadi lebih kecil, karena beberapa wilayah menjadi bagian dibawah pemerintahan langsung Hindia Belanda. Wilayah-wilayah itu seperti tersebut dalam Pasal 4 :

1. Pulau Tatas dan Kuwin sampai di seberang kiri Antasan Kecil.2. Pulau Burung mulai Kuala Banjar seberang kanan sampai di

Mantuil,3. Mantuil seberang Pulau Tatas sampai ke Timur pada Rantau

Keliling dengan sungai-sungainya Kelayan Kecil, Kelayan Besar dan kampung di seberang Pulau Tatas.

4. Sungai Mesa di hulu kampung Cina sampai ke darat Sungai Baru sampai Sungai Lumbah.

5. Pulau Bakumpai mulai dari Kuala Banjar seberang kiri mudik sampai di Kuala Anjaman di kiri ke hilir sampai Kuala Lupak.

6. Segala Tanah Dusun semuanya desa-desa kiri kanan mudik ke hulu mulai Mangkatip sampai terus negeri Siang dan hilir sampai di Kuala Marabahan.

7. Tanah Dayak Besar-Kecil dengan semua desa-desanya kiri kanan mulai dari Kuala Dayak mudik ke hulu sampai terus di daratan yang takluk padanya.

8. Tanah Mandawai.9. Sampit10. Pambuang semuanya desa-desa dengan segala tanah yang takluk

padanya11. Tanah Kotawaringin, Sintang, Lawai, Jelai dengan desa-desanya.

Page 25: an Rakyat Indonesia

12. Desa Tabanio dan segala Tanah Laut sampai di Tanjung Selatan dan ke Timur sampai batas dengan Pagatan, ke utara sampai ke Kuala Maluku, mudik sungai Maluku, Selingsing, Liang Anggang, Banyu Irang sampai ke timur Gunung Pamaton sampai perbatasan dengan Tanah Pagatan.

13. Negeri-negeri di pesisir timur: Pagatan, Pulau Laut, Batu Licin, Pasir, Kutai, Berau semuanya dengan yang takluk padanya.

3. Penggantian Pangeran Mangkubumi harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda.

4. Belanda menolong Sultan terhadap musuh dari luar kerajaan, dan terhadap musuh dari dalam negeri.

5. Beberapa daerah padang perburuan Sultan yang sudah menjadi tradisi, diserahkan pada Belanda. Semua padang perburuan itu dilarang bagi penduduk sekitarnya untuk berburu menjangan. Padang perburuan itu, meliputi :

1. Padang pulau Lampi sampai ke Batang Banyu Maluka2. Padang Bajingah3. Padang Penggantihan4. Padang Munggu Basung5. Padang Taluk Batangang6. Padang Atirak7. Padang Pacakan8. Padang Simupuran9. Padang Ujung Karangan

6. Belanda juga memperoleh pajak penjualan intan sepersepuluh dari harga intan dan sepersepuluhnya untuk Sultan. Kalau ditemukan intan yang lebih dari 4 karat harus dijual pada Sultan. Harga pembelian intan itu, sepersepuluhnya diserahkan pada Belanda.

Gambaran umum abad ke-19 bagi Kesultanan Banjar, bahwa hubungan kerajaan keluar sebagaimana yang pernah dijalankan sebelumnya, terputus khususnya dalam masalah hubungan perdagangan internasional. Tetapi kekuasaan Sultan ke dalam tetap utuh, tetap berdautat menjalani kekuasaan sebagai seorang Sultan. Pada tahun 1860, Kesultanan Banjar dihapuskan dan digantikan pemerintahan regent yang berkedudukan masing-masing di Martapura (Pangeran Jaya Pemenang) dan di Amuntai (Raden Adipati Danu Raja). Adat istiadat sembah menyembah tetap berlaku hingga meninggalnya Pangeran Suria Winata, Regent Martapura saat itu. Jabatan regent di daerah ini akhirnya dihapuskan pada tahun

Page 26: an Rakyat Indonesia

1884.

[sunting] Sistem Pemerintahan

1. Raja  : bergelar Sultan/Panambahan/Ratu/Susuhunan2. Putra Mahkota  : bergelar Ratu Anum/Pangeran Ratu/Sultan Muda3. Perdana Menteri  : disebut Perdana Mantri/Mangkubumi/Wazir, dibawah

Mangkubumi : Mantri Panganan, Mantri Pangiwa, Mantri Bumi dan 40 orang Mantri Sikap, setiap Mantri Sikap memiliki 40 orang pengawal.

4. Lalawangan  : kepala distrik, kedudukannya sama seperti di masa Hindia Belanda.

5. Sarawasa, Sarabumi dan Sarabraja : Kepala Urusan keraton6. Mandung dan Raksayuda : Kepala Balai Longsari dan Bangsal dan

Benteng7. Mamagarsari : Pengapit raja duduk di Situluhur8. Parimala : Kepala urusan dagang dan pekan (pasar). Dibantu Singataka

dan Singapati.9. Sarageni dan Saradipa : Kuasa dalam urusan senjata (tombak, ganjur),

duhung, tameng, badik, parang, badil, meriam dll.10. Puspawana : Kuasa dalam urusan tanaman, hutan, perikanan, ternak, dan

berburu11. Pamarakan dan Rasajiwa : Pengurus umum tentang keperluan pedalaman

dan pedusunan12. Kadang Aji : Ketua Balai petani dan Perumahan. Nanang sebagai

Pembantu13. Wargasari : Pengurus besar tentang persediaan bahan makanan dan

lumbung padi, kesejahteraan14. Anggarmarta : Juru Bandar, Kepala urusan pelabuhan

Page 27: an Rakyat Indonesia

15. Astaprana : Juru tabuh-tabuhan, kesenian dan kesusasteraan.16. Kaum Mangkumbara : Kepala urusan upacara17. Wiramartas : Mantri Dagang, berkuasa mengadakan hubungan dagang

dengan luar negeri, dengan persetujuan Sultan.18. Bujangga : Kepala urusan bangunan rumah, agama dan rumah ibadah19. Singabana : Kepala ketenteraman umum.

Jabatan-jabatan di masa Panembahan Kacil (Sultan Mustain Billah), terdiri :

1. Mangkubumi2. Mantri Pangiwa dan Mantri Panganan3. Mantri Jaksa4. Tuan Panghulu5. Tuan Khalifah6. Khatib7. Para Dipati8. Para Pryai

Masalah-masalah agama Islam dibicarakan dalam rapat/musyawarah oleh Penghulu yang memimpin pembicaraan, dengan anggota terdiri dari : Mangkubumi, Dipati, Jaksa, Khalifah dan Penghulu.

Masalah-masalah hukum sekuler dibicarakan oleh Jaksa yang memimpin pembicaraan dengan anggota terdiri dari Raja, Mangkubumi, Dipati dan Jaksa.

Masalah tata urusan kerajaan merupakan pembicaraan antara raja, Mangkubumi dan Dipati.

Dalam hierarki struktur negara, dibawah Mangkubumi adalah Panghulu, kemudian Jaksa. Urutan dalam suatu sidang negara adalah Raja, Mangkubumi, Panghulu, kemudian Jaksa. Urutan kalau Raja berjalan, diikuti Mangkubumi, kemudian Panghulu dan selanjutnya Jaksa. Kewenangan Panghulu lebih tinggi dari Jaksa, karena Panghulu mengurusi masalah keagamaan, sedangkan Jaksa mengurusi masalah keduniaan.

Para Dipati, terdiri dari para saudara raja, menemani dan membantu raja, tetapi mereka adalah kedua setelah Mangkubumi.

Sistem pemerintahan mengalami perubahan pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Watsiq Billah. Perubahan itu meliputi jabatan :

1. Mufti : hakim tertinggi, pengawas Pengadilan umum2. Qadi : kepala urusan hukum agama Islam3. Penghulu : hakim rendah4. Lurah : langsung sebagai pembantu Lalawangan (Kepala Distrik) dan

mengamati pekerjaan beberapa orang Pambakal (Kepala Kampung) dibantu oleh Khalifah, Bilal dan Kaum.

5. Pambakal : Kepala Kampung yang menguasai beberapa anak kampung.

Page 28: an Rakyat Indonesia

6. Mantri : pangkat kehormatan untuk orang-orang terkemuka dan berjasa, diantaranya ada yang menjadi kepala desa dalam wilayah yang sama dengan Lalawangan.

7. Tatuha Kampung : orang yang terkemuka di kampung.8. Panakawan : orang yang menjadi suruhan raja, dibebas dari segala macam

pajak dan kewajiban.

Sebutan Kehormatan o Sultan , disebut : Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultano Gubernur Jenderal VOC  : Tuan Yang Maha Bangsawan Gubernur

Jenderal.o Permaisuri disebut Ratu.o Putra raja bergelar Raden/Raden Aria - Raden yang senior

mendapat gelar Pangeran dan jika menjabat Dipati mendapat gelar berganda menjadi Pangeran Dipati.

o Putri Raja bergelar Gusti (= Raden Galuh pada jaman Hindu) - Gusti yang senior mendapat gelar Putri/Ratu. Belakangan Gusti juga dipakai untuk mengganti gelar Raden.

o Seorang Syarif (bangsawan Arab) yang menikah dengan puteri Sultan akan mendapat gelar Pangeran Syarif, sedangkan puteri Sultan tersebut menjadi isteri permaisuri disebut Ratu Serip (Ratu Syarif)......

[sunting] Sultan Banjar

Berikut ini adalah daftar pemimpin-pemimpin yang memerintah di Kesultanan Banjar.

No. Masa Sultan K e t e r a n g a n

11520-1546 Sultan Suriansyah * Nama kecilnya Raden

Samudra, Raja Banjar pertama sebagai perampas kekuasaan yang memindahkan pusat pemerintahan di Kampung Banjarmasih (Kuin) menggantikan Maharaja Tumenggung (Raden Panjang), menurutnya dia ahli waris yang sah sesuai wasiat kakeknya Maharaja Sukarama (Raden Paksa) dari Kerajaan Negara Daha. Dibantu mangkubumi Aria Taranggana.[5] Baginda

Page 29: an Rakyat Indonesia

memeluk Islam pada 24 September 1526. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Sunan Batu Habang. Dalam agama lama, beliau dianggap hidup membegawan di alam gaib sebagai sangiang digelari Perbata Batu Habang.

21546-1570

Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah

* Pemerintahannya dibantu mangkubumi Aria Taranggana. [5]Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Panembahan Batu Putih.

3 1570-1595Sultan Sultan Hidayatullah I bin Rahmatullah

* Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai Anggadipa.[5] Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Panembahan Batu Irang. Trah keturunannya menjadi Raja-raja Taliwang dan Sultan-sultan Sumbawa.

4 1595-1638 Sultan Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah I

* Nama kecilnya Raden Senapati, diduga ia perampas kekuasaan, sebab ia bukanlah anak dari permaisuri meskipun ia anak tertua. Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai Jayanagara, dilanjutkan sepupunya Kiai Tumenggung Raksanagara. Gelar lain : Gusti Kacil/Pangeran Senapati/Panembahan Marhum/Raja Maruhum dan gelar yang dimasyhurkan Marhum Panembahan. Beliau memindahkan ibukota ke Martapura.[5] Oleh Suku Dayak yang menghayati Kaharingan baginda

Page 30: an Rakyat Indonesia

dianggap hidup sebagai sangiang di Lewu Tambak Raja dikenal sebagai Raja Helu Maruhum Usang. Trah keturunannya menjadi Raja-raja Kotawaringin, Tanah Bumbu dan Bangkalaan.

5 1638-1645Sultan Inayatullah bin Mustainbillah

* Pemerintahannya dibantu adiknya Pangeran di Darat sebagai mangkubumi. Gelar lain : Ratu Agung/Ratu Lama dimakamkan di Kampung Keraton, Martapura. Adiknya, Pangeran Dipati Anta-Kasuma diangkat menjadi raja muda di wilayah sebelah barat yang disebut Kerajaan Kotawaringin

6 1645-1660Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah

* Nama kecilnya Raden Kasuma Alam. Pemerintahannya dibantu mangkubumi pamannya Panembahan di Darat, dilanjutkan pamannya Pangeran Dipati Anta-Kasuma, terakhir dilanjutkan paman tirinya Pangeran Dipati Mangkubumi (Raden Halit).[5] Gelar lain : Wahidullah/Ratu Anum/Ratu Anumdullah.

7 1660-1663 Sultan Ri'ayatullah/Tahalidullah? bin Sultan Mustainbillah

* Nama kecilnya Raden Halit. Ia sebagai temporary king/badal menjadi pelaksana tugas bagi Raden Bagus Kasuma, Putra Mahkota yang belum dewasa. Sebagai Penjabat Sultan dengan gelar resmi dalam khutbah Sultan Rakyatullah (Rakyat Allah). Pemerintahannya dibantu mangkubumi keponakan tirinya Pangeran Mas Dipati. Gelar lain : Pangeran Dipati Tapasena/Pangeran

Page 31: an Rakyat Indonesia

Mangkubumi/Panembahan Sepuh/Tahalidullah/Dipati Halit. Pada tahun 1663 ia dipaksa menyerahkan tahta kepada kemenakannya Pangeran Dipati Anom II/Sultan Agung yang berpura-pura akan menyerahkan tahta kepada Putra Mahkota Raden Bagus Kesuma tetapi ternyata untuk dirinya sendiri yang hendak menjadi Sultan.[5]

8 1663-1679Sultan Amrullah bin Sultan Saidullah

* Nama kecilnya Raden Bagus Kasuma. Masa pemerintahannya sering ditulis tahun 1660-1700. Pada tahun 1660-1663 ia diwakilkan oleh Sultan Rakyatullah dalam menjalankan pemerintahan karena ia belum dewasa. Pada tahun 1663 paman tirinya Pangeran Dipati Anom II/Sultan Agung merampas tahta dari Sultan Rakyatullah, yang semestinya dirinyalah sebagai ahli waris yang sah sebagai Sultan Banjar berikutnya. [5] Tahun 1663-1679 ia sebagai raja pelarian yang memerintah dari pedalaman (Alay)

 

9 1663-1679 Sultan Agung/Pangeran Suryanata II bin Sultan Inayatullah

* Nama kecilnya Raden Kasuma Lalana. Mengkudeta/mengambil hak kemenakannya Raden Bagus Kasuma sebagai Sultan Banjar. Ia dengan bantuan suku Biaju, memindahkan pusat pemerintahan ke Sungai Pangeran (Banjarmasin). Pemerintahannya dibantu

Page 32: an Rakyat Indonesia

mangkubumi sepupunya Pangeran Aria Wiraraja, putera Pangeran Ratu. Sebagai raja muda ditunjuk adik kandungnya, Pangeran Purbanagara. Ia berbagi kekuasaan dengan paman tirinya Pangeran Ratu (Sultan Rakyatullah) yang kembali memegang pemerintahan Martapura sampai mangkatnya pada 1666. Gelar lain : Pangeran Dipati Anom II.[5]

10 1679-1700Sultan Tahlilullah/Sultan Amrullah/(Raden Bagus Kasuma) bin Sultan Saidullah

* Sempat lari ke daerah Alay (1663-1679) kemudian menyusun kekuatan dan berhasil membinasakan pamannya tirinya Sultan Agung/Ratu Lamak beserta anaknya Pangeran Dipati/Ratu Agung (Raja negeri Nagara), kemudian naik tahta kedua kalinya. Saudara tirinya Pangeran Dipati Tuha (Raden Basus) diangkat sebagai Raja negeri Tanah Bumbu dengan wilayah dari Tanjung Silat sampai Tanjung Aru.

11 1700-1717Sultan Tahmidullah I/Sultan Surya Alam bin Sultan Tahlilullah/Sultan Amrullah

* Tahmidullah I memiliki dua putera dewasa, yang tertua adalah Sultan Hamidullah/Sultan Kuning.[6]

Gelar lain Tahmidullah I adalah Panembahan Kuning. Mangkubumi dijabat oleh adiknya Panembahan Kasuma Dilaga

12 1717-1730Panembahan Kasuma Dilaga bin Sultan Amrullah

* Sebagai wali Sultan

13 1730-1734 Sultan Hamidullah/Sultan Ilhamidullah/Sultan Kuning bin Sultan Tahmidullah I

* Gelar lain : Sultan Kuning. atau Pangeran Bata Kuning.[7]

Panglima perang dari La

Page 33: an Rakyat Indonesia

Madukelleng menyerang Banjarmasin pada tahun 1733

14 1734-1759Sultan Tamjidullah I bin Sultan Tahlilullah

* Gelar lain: Sultan Sepuh/Panembahan Badarulalam.[7] Bertindak sebagai wali Putra Mahkota Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah yang bergelar Ratu Anom yang belum dewasa. Tamjidullah I yang bergelar Sultan Sepuh ini berusaha Sultan Banjar tetap dipegang pada dinasti garis keturunannya. Adiknya Pangeran Nullah dilantik sebagai mangkubumi. Tamjidullah I mangkat 1767.

15 1759-1761

Sultan Muhammadillah/Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Hamidullah/Sultan Kuning

* Menggantikan mertuanya Sultan Sepuh/Tamjidullah I sebagai Sultan Banjar. Setelah itu Sultan Sepuh tidak lagi memakai gelar Sultan tetapi hanya sebagai Panembahan. Sebagai mangkubumi adalah Pangeran Nata dengan gelar Ratu Dipati, putera Sultan Sepuh. Gelar lain : Sultan Muhammadillah/Sultan Aminullah/Muhammad Iya'uddin Aminullah/Muhammad Iya'uddin Amir ulatie ketika mangkat anak-anaknya masih belum dewasa, tahta kerajaan kembali dibawah kekuasaan Tamjidillah I tetapi dijalankan oleh anaknya Pangeran Nata Dilaga sebagai wali Putra Mahkota.

16 1761-1801 Sultan Tahmidullah II/Sultan Nata bin Sultan Tamjidullah I

* Semula sebagai wali Putra Mahkota dengan gelar Panembahan Kaharuddin Halilullah. Pemerintahan dibantu oleh Perdana

Page 34: an Rakyat Indonesia

Menteri/mangkubumi Ratu Anom Ismail. Gelar lain : Susuhunan Nata Alam (1772)/Pangeran Nata Dilaga/Pangeran Wira Nata/Pangeran Nata Negara/Akamuddin Saidullah(1762)/Amirul Mu'minin Abdullah(1762)/Sulaiman Saidullah I(1787)/Panembahan Batu (1797)/Panembahan Anom. Mendapat bantuan VOC untuk menangkap Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang menuntut tahta dengan bantuan suku Bugis-Paser yang gagal, kemudian menjalin hubungan dengan suku Bakumpai dan akhirnya ditangkap Kompeni Belanda 14 Mei 1787, kemudian diasingkan ke Srilangka. Sebagai balas jasa kepada VOC maka dibuat perjanjian 13 Agustus 1787 yang menyebabkan Kesultanan Banjar menjadi vazal VOC atau daerah protektorat, bahkan pengangkatan Sultan Muda dan mangkubumi harus dengan persetujuan VOC.

17 1801-1825 Sultan Sulaiman al-Mutamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah II bin Tahmidullah II

* Mendapat gelar Sultan Muda atau Pangeran Ratu Sultan Sulaiman sejak tahun 1767 ketika berusia 6 tahun. Dibantu oleh Pangeran Mangku Dilaga dengan gelar Ratu Anum Mangku Dilaga sebagai mangkubumi (dihukum bunuh karena merencanakan kudeta),

Page 35: an Rakyat Indonesia

dilanjutkan puteranya Pangeran Husin Mangkubumi Nata bin Sultan Sulaiman. Sultan Sulaiman digantikan anaknya Sultan Adam. Trah keturunannya menjadi raja di Kerajaan Kusan, Batoe Litjin dan Poelau Laoet. Hindia Belanda jatuh ke tangan Inggris, tetapi Inggris melepaskan kekuasaannya di Banjarmasin. Kemudian Hindia Belanda datang kembali ke Banjarmasin untuk menegaskan kekuasaannya.

18 1825-1857 Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah

* Baginda mendapat gelar Sultan Muda sejak tahun 1782. Pemerintahannya dibantu adiknya Pangeran Noh dengan gelar Ratu Anum Mangkubumi Kencana sebagai mangkubumi yang dilantik Belanda pada 7 September 1851]][8], dan Pangeran Abdur Rahman sebagai Sultan Muda. Ketika mangkatnya terjadi krisis suksesi dengan tiga kandidat penggantinya yaitu Pangeran Prabu Anom, Pangeran Tamjidullah II dan Pangeran Hidayatullah II, Belanda sebelumnya sudah mengangkat Tamjidullah II sebagai Sultan Muda sejak 8 Agustus 1852 juga merangkap jabatan mangkubumi dan kemudian menetapkannya sebagai sultan Banjar, sehari kemudian Pangeran Tamjidillah II menandatangani surat

Page 36: an Rakyat Indonesia

pengasingan kandidat sultan lainnya pamannya sendiri Pangeran Prabu Anom yang diasingkan ke Bandung pada 23 Februari 1858. Sebelumnya Sultan Adam sudah mengutus surat ke Batavia agar pengangkatan Tamjidullah II dibatalkan. Sultan Adam sempat membuat surat wasiat yang menunjuk cucunya Hidayatullah II sebagai Sultan Banjar penggantinya, inilah menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan terhadap Hindia Belanda

19 1857-1859

Sultan Tamjidullah II al- Watsiq Billah bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam

*Pada 3 November 1857 Tamjidullah II diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar, padahal ia anak selir meskipun ia sebagai anak tertua dan kemudian Belanda mengangkat Hidayatullah II sebagai mangkubumi. Pengangkatan Tamjidullah II ditentang segenap bangsawan karena menurut wasiat semestinya Hidayatullah II sebagai Sultan karena ia anak permaisuri. Pada 25 Juni 1859, Hindia Belanda memakzulkan Tamjidullah II sebagai Sultan Banjar kemudian mengirimnya ke Bogor.

20 1859-1862 Sultan Hidayatullah II bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam

* Hidayatullah II satu-satunya pemimpin negeri Banjar sesuai wasiat Sultan Adam, sebelumnya sebagai mangkubumi ia diam-diam menjadi oposisi Tamjidullah II, misalnya dengan mengangkat Adipati Anom

Page 37: an Rakyat Indonesia

Dinding Raja (Jalil) sebagai tandingan Raden Adipati Danu Raja yang berada di pihak Belanda/Sultan Tamjidullah II. Perjuangan Hidayatullah II dibantu oleh tangan kanannya Demang Lehman. Ketika mengunjungi Banua Lima, ia dilantik oleh rakyat Banua Lima sebagai Sultan Banjar, dan Pangeran Wira Kasuma sebagai mangkubumi. Pada tanggal 11 Juni 1860, Residen I.N. Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan Kesultanan Banjar. Hidayatullah II pada 2 Maret 1862 dibawa dari Martapura dan diasingkan ke Cianjur

21 1862 Pangeran Antasari bin Pangeran Masohut bin Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah

* Pada 14 Maret 1862, yaitu setelah 11 hari Pangeran Hidayatullah II diasingkan ke Cianjur diproklamasikanlah pengangkatan Pangeran Antasari sebagai pimpinan tertinggi dalam kerajaan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Khalifah ini dibantu Tumenggung Surapati sebagai panglima perang. Pusat perjuangan di Menawing, pedalaman Barito, Murung Raya, Kalteng. Dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, wafat 11 Oktober 1862 di kampung Sampirang, Bayan Begak, Puruk Cahu, karena penyakit cacar. Dimakamkan kembali 11 November 1958 di Komplek Makam Pangeran

Page 38: an Rakyat Indonesia

Antasari, Banjarmasin.

22 1862-1905

Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin

* Sebagai kepala Pemerintahan Pagustian meneruskan perjuangan ayahnya, Pangeran Antasari melawan kolonial Belanda dengan dibantu kakaknya Panembahan Muda/Gusti Muhammad Said sebagai mangkubumi dan Panglima Batur sebagai panglima perang. Ia melantik menantunya Pangeran Perbatasari bin Pangeran Muhammad Said sebagai Sultan Muda. Ia sempat mengirim Bukhari ke Kandangan untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Muhammad Seman gugur pada 24 Januari 1905 ditembak Belanda yang mengakhiri Perang Banjar dan banyak para pahlawan pejuang yang tertangkap tetapi perlawanan terhadap pemerintah kolonial tetap dilanjutkan oleh Gusti Berakit putera Sultan Muhammad Seman. Negeri Banjar menjadi sepenuhnya di bawah pemerintahan Residen Belanda dilanjutkan Gubernur Haga, Pimpinan Pemerintahan Civil, Pangeran Musa Ardi Kesuma (Ridzie Zaman Jepang), Pangeran Muhammad Noor (Gubernur Kalimantan I), sekarang menjadi Provinsi Kalimantan Selatan.

Page 39: an Rakyat Indonesia

Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873 hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut.

Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Pada 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira

Daftar isi

[sembunyikan] 1 Periode 2 Latar belakang 3 Siasat Snouck Hurgronje 4 Taktik perang

5 Surat perjanjian tanda menyerah

[sunting] Periode

Tentara VOC Aceh setelah peperangan selesai

Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler. Köhler dengan 3000 serdadunya dapat dipatahkan, dimana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873.

Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling besar saat merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh beberapa kelompok pasukan. Ada di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu'uk, Peukan Bada,

Page 40: an Rakyat Indonesia

sampai Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa beberapa wilayah lain.

Pada Perang Aceh Kedua (1874-1880), di bawah Jend. Jan van Swieten, Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari Kerajaan Belanda.

Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indragiri.

Perang pertama dan kedua ini adalah perang total dan frontal, dimana pemerintah masih berjalan mapan, meskipun ibu kota negara berpindah-pindah ke Keumala Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain.

Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi sabilillah. Dimana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1904.

Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi komandan perang gerilya.

Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan perorangan dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando dari pusat pemerintahan Kesultanan.

[sunting] Latar belakang

Perang Aceh disebabkan karena:

Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.

Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh.

Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.

Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.

Page 41: an Rakyat Indonesia

Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.

Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.

Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.

[sunting] Siasat Snouck Hurgronje

Untuk mengalahkan pertahanan dan perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga ahli Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yang menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul Rakyat Aceh (De Acehers). Dalam buku itu disebutkan strategi bagaimana untuk menaklukkan Aceh.

Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan Keumala (yaitu Sultan yang berkedudukan di Keumala) dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus dan menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.

Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz yang menjadi Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasehatnya.

[sunting] Taktik perang

Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk pasukan maréchaussée yang dipimpin oleh Hans Christoffel dengan pasukan Colone Macan yang telah mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh untuk mencari dan mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh.

Taktik berikutnya yang dilakukan Belanda adalah dengan cara penculikan anggota keluarga gerilyawan Aceh. Misalnya Christoffel menculik permaisuri Sultan dan

Page 42: an Rakyat Indonesia

Tengku Putroe (1902). Van der Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van der Maaten dengan diam-diam menyergap Tangse kembali, Panglima Polim dapat meloloskan diri, tetapi sebagai gantinya ditangkap putera Panglima Polim, Cut Po Radeu saudara perempuannya dan beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima Polim meletakkan senjata dan menyerah ke Lhokseumawe pada Desember 1903. Setelah Panglima Polim menyerah, banyak penghulu-penghulu rakyat yang menyerah mengikuti jejak Panglima Polim.

Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh yang dilakukan di bawah pimpinan Gotfried Coenraad Ernst van Daalen yang menggantikan Van Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904) dimana 2.922 orang dibunuhnya, yang terdiri dari 1.773 laki-laki dan 1.149 perempuan.

Taktik terakhir menangkap Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar yang masih melakukan perlawanan secara gerilya, dimana akhirnya Cut Nya Dien dapat ditangkap dan diasingkan ke Sumedang.

[sunting] Surat perjanjian tanda menyerah

Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek (korte verklaring, Traktat Pendek) tentang penyerahan yang harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yang telah tertangkap dan menyerah. Di mana isi dari surat pendek penyerahan diri itu berisikan, Raja (Sultan) mengakui daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda, Raja berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan di luar negeri, berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yang ditetapkan Belanda. Perjanjian pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian terdahulu yang rumit dan panjang dengan para pemimpin setempat.

Walau demikian, wilayah Aceh tetap tidak bisa dikuasai Belanda seluruhnya, dikarenakan pada saat itu tetap saja terjadi perlawanan terhadap Belanda meskipun dilakukan oleh sekelompok orang (masyarakat). Hal ini berlanjut sampai Belanda enyah dari Nusantara dan diganti kedatangan penjajah baru yakni Jepang (Nippon).