karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/04/... · web viewjepang,...
Post on 23-Apr-2018
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis komoditas
perikanan yang potensial untuk dibudidayakan. Kepiting bakau banyak dijumpai di
perairan payau yang banyak ditumbuhi tanaman mangrove. Kepiting bakau sangat
disenangi oleh masyarakat mengingat rasanya yang lezat dengan kandungan nutrisi
sejajar dengan krustasea yang lain seperti udang yang banyak diminati baik di
pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Begitu banyak hasil laut dan air tawar yang
merupakan komoditas andalan suatu daerah bahkan suatu negara seperti, ikan,
kerang, udang, lobster dan kepiting. Khusus untuk kepiting sangat jarang masyarakat
kita yang membudidayakan kepiting secara khusus, padahal jika dikelola dan
dikembangkan secara terpadu, maka kepiting ini sangat menjanjikan. Potensi pasar
yang cukup besar memberi peluang bagi pengembangan budidaya kepiting bakau
secara lebih serius dan komersial. Di sisi lain produksi kepiting selama ini secara
keseluruhan masih mengandalkan tangkapan dari alam, sehingga kesinambungan
produksinya tidak dapat dipertahankan. Saat ini budidaya kepiting bakau ini tidak
harus di laut dan di daerah bakau, namun dapat juga dan telah berhasil dibenihkan
pada bak-bak terkontrol dan dapat diproduksi di hatchery ikan laut maupun udang
windu.
Kepiting bakau atau yang lebih dikenal dengan kepiting lumpur merupakan
salah satu sumber daya perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi
bila dikembangkan dan dibudidayakan. Pembudidayaan atau pemanfaatan secara
komersil dari komoditas ini semakin meningkatkan baik untuk dikonsumsi dalam
negeri maupun untuk diekspor. Di dalam negeri kepiting bakau ini juga telah banyak
dijual di pasaran-pasaran tradisional hingga ke swalayan dan disajikan di rumah
makan kecil di pinggiran jalan sampai restoran bahkan sampai hotel
berbintang. Untuk pangsa pasar eksport kepiting bakau Indonesia ini antara lain
1
Jepang, Malaysia, Prancis sampai ke Amerika Serikat (AS), sehingga sangat wajar
jika peminat kepiting tersebut sangat tinggi, karena binatang yang berkulit keras ini
selain memiliki rasa gurih, enak dan juga bergizi tinggi. Budidaya kepiting ini
tentunya akan menyerap tenaga kerja yang lumayan banyak jika hal ini dikelola dan
dikembangkan secara terpadu dan dalam skala besar. Kepiting bakau merupakan
salah satu komoditas perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis penting. Pada
mulanya kepiting bakau hanya dianggap hama oleh Petani tambak, karena sering
membuat kebocoran pada pematang tambak. Tetapi setelah mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi, maka keberadaannya banyak diburu dan ditangkap oleh
nelayan untuk penghasilan tambahan dan bahkan telah mulai dibudidayakan secara
tradisional di tambak. Mengingat permintaan pasar ekspor akan kepiting bakau yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun maka usaha ekstensifikasi budidaya kepiting
bakau mulai dirintis di beberapa daerah. Kepiting bakau dapat dipelihara secara terus
menerus sepanjang tahun, karena ketersediaan benih di alam saat ini cukup banyak
juga lahan tambak pembesaran dapat disiapkan dengan mudah dan cepat.
Sebanyak 10 kelompok peternak kepiting lunak di Gampong Lamjabat Banda
Aceh, mendapat bantuan keranjang dari PT Tonga Tiur Putra Plant Medan untuk
pengembangan budidaya kepiting soka (kulit lunak) petani tambak. Perusahaan
tersebut berupaya membantu memasarkan hasil produksi kepiting lunak yang
dibudidaya masyarakat korban bencana alam gempa bumi dan tsunami di Banda
Aceh. Selain itu, pihak perusahaan juga membantu basket (keranjang) bagi budidaya
kepiting. Bantuan yang diberikan berupa 27.650 buah keranjang yang didatangkan
dari Thailand dan Surabaya. Usaha ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan lokal,
tapi juga ekspor ke berbagai negara. Sementara, Ketua Pusat Pelayanan
Pengembangan Mata Pencaharian Kepiting Lunak menyebutkan usaha budidaya
kepiting bakau (Scylla serrata) menjadi kepiting kulit lunak sudah dirintisnya pasca
tsunami, 26 Desember 2004. Selain itu, budidaya kepiting lunak tersebut mulai
dilakukan sekitar 2007 dan pada awalnya hanya untuk kebutuhan pasar lokal, namun
permintaan pasar terus naik terutama luar provinsi Aceh.
2
1.2. Tujuan
Tujuan makalah ini bagi mahasiswa yaitu agar mengetahui apa itu
kepiting sangkak dan bagaimana cara membudidayakanya.
Sedangkan untuk masyarakat agar menjadi satu pedoman supaya bias
membudidayakan kepiting bakau bahkan bias mengekspor ke Negara
tetangga.
Untuk memenuhi permintaan pasar dan masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kepiting adalah binatang anggota krustasea berkaki sepuluh dari upabangsa
(infraordo) Brachyura, yang dikenal mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa
Yunani: brachy = pendek, ura = ekor), atau yang perutnya (abdomen) sama sekali
tersembunyi di bawah dada(thorax). Tubuh kepiting dilindungi oleh kerangka luar
yang sangat keras, tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasang capit.
Ketam adalah nama lain bagi kepiting. Ada pula kepiting air tawar dan darat,
khususnya di wilayah-wilayah tropis. Rajungan adalah kepiting yang hidup di
perairan laut dan jarang naik ke pantai, sedangkan yuyu adalah ketam penghuni
perairan tawar (sungai dan danau). Kepiting bakau (Scylla spp.) adalah salah satu
biota perairan yang bernilai ekonomis penting dan kehidupannya sangat dipengaruhi
oleh keberadaan hutan mangrove. Struktur fisik vegetasi mangrove dengan akar-akar
tunjangnya yang saling membelit dan padat serta cabangnya yang memanjang ke
bawah menjadikannya sebagai habitat yang baik bagi kehidupan kepiting bakau.
Hutan mangrove juga dapat berfungsi sebagai daerah pembesaran (nursery ground),
pemijahan (spawning ground), dan mencari makanan (feeding ground) bagi kepiting
bakau terutama kepiting muda, karena ketersediaan makanan alami yang melimpah
pada ekosistem tersebut (Mulya,2002).
Keberadaan kepiting bakau juga sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik-kimia
air dan substrat ekosistem hutan mangrovenya antara lain: salinitas air, salinitas
substrat, pH air, pH substrat, suhu air, kedalaman air, dan teksturr substrat dasar
perairan. Hutan mangrove juga menjadi tempat hidup biota laut selain kepiting bakau.
Faktor- faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap kelimpahan maupun distribusi
kepiting bakau yang terdapat di ekosistem hutan mangrove (Canicci, 2008).
4
Gambar 1. Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting
bakau, yaitu:
Filum : Arthropoda
Sub Filum : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Pleocyemata
Famili : Portunidae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla spp.
Tingkah laku dan kebiasaan kepiting bakau secara umum dapat diamati adalah
suka berendam dalam lumpur dan membuat lubang pada dinding atau pematang
tambak pemeliharaan. Dengan mengetahui kebiasaan ini, maka kita dapat
merencanakan atau mendesain tempat pemeliharaan sedemikian rupa agar
kemungkinan lolosnya kepiting yang dipelihara sekecil mungkin. Kanibalisme dan
saling menyerang, sifat inilah yang paling menyolok pada kepiting sehingga dapat
merugikan usaha penanganan hidup dan budidayanya. Karena sifatnya yang saling
menyerang ini akan menyebabkan kelulusan hidup rendah dan menurunkan
produktivitas tambak. Sifat kanibalisme ini yang paling dominan ada pada kepiting
5
jantan, oleh karena itu budidaya monosex pada produksi kepiting akan memberikan
kelangsungan hidup lebih baik. Molting atau ganti kulit.
Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.)
Ciri- ciri kepiting bakau menurut Kasry (1996) adalah sebagai berikut:
karapas berwarna sedikit kehijauan, pada kiri-kanannya terdapat Sembilan buah duri-
duri tajam, dan pada bagian depannya diantaranya tangkai mata terdapat enam buah
duri, sapit kanannya lebih besar dari sapit kiri dengan warna kemerahan pada kedua
ujungnya, mempunyai tiga pasang kaki pejalan dan satu kaki perenang yang terdapat
pada ujung abdomen dengan bagian ujungnya dilengkapi dengan alat pendayung.
Menurut Moosa et al. (1985) dalam Mulya (2002) mendeskripsikan kepiting bakau
sebagai berikut: karapas pipih dan agak cembung berbentuk heksagonal atau agak
persegi, bentuk umum adalah bulat telur memanjang, karapas umumnya berukuran
lebih lebar dari panjangnya dengan permukaan yang tidak selalu jelas pembagian
daerahnya, tepi anterolateral bergigi lima sampai sembilan buah. Dahi lebar, terpisah
dengan jelas dari sudut supra orbital, bergigi dua samapi enam buah, sungut kecil
terletak melintang atau menyerong. Pasangan kaki terakhir berbentuk pipih
menyerupai dayung terutama dua ruas terakhirnya. Perbedaan kepiting jantan dan
betina terletak pada ruas abdomennya. Ruas abdomen kepiting jantan berbentuk
seperti segitiga sedang pada betina berbentuk sedikit membulat dan lebih melebar.
Sebagaimana hewan jenis crustacea, maka kepiting juga mempunyai sifat
seperti crustacea yang lain, yaitu molting atau ganti kulit. Setiap terjadi ganti kulit,
kepiting akan mengalami pertumbuhan besar karapas maupun beratnya. Umumnya
pergantian kulit akan terjadi sekitar 18 kali mulai dari stadia instar sampai dewasa.
Selama proses ganti kulit, kepiting memerlukan energi dan gerakan yang cukup kuat,
maka bagi kepiting dewasa yang mengalami pergantian kulit perlu tempat yang cukup
luas. Pertumbuhan kepiting akan terlihat lebih pesat pada saat masih muda, hal ini
berkaitan dengan frekuensi pergantian kulit pada saat stadia awal tersebut. Periode
dan tipe frekuensi ganti kulit penting artinya dalam melakukan pola usaha budidaya
6
yang terkait dengan desain dan konstruksi wadah, tipe budidaya dan pengelolaanya.
Kualitas air sangat berpengaruh terhadap ketahanan hidup kepiting. Penurunan mutu
air dapat terjadi karena kelebihan sisa pakan yang membusuk. Bila kondisi kepiting
lemah, misalnya tidak cepat memberikan reaksi bila dipegang atau perutnya kosong
bila dibelah, kemungkinan ini akibat dari menurunnya mutuair. Untuk menghindari
akibat yang lebih buruk lagi, selekasnya pindahkan kepiting ke tempat pemeliharaan
lain yang kondisi airnya masih segar.
A
B
Gambar 2. Kepiting Bakau Betina (A) dan Kepiting Bakau Jantan (B)
7
Habitat dan Daur Hidup
Tingkat perkembangan kepiting bakau dapat dibagi atas tiga fase yaitu fase
telur (embrionik), fase larva dan fase kepiting. Selanjutnya Moosa et.al. (1985) dalam
Mulya (2002) menyatakan perkembangan Scylla spp. mulai dari telur hingga
mencapai kepiting dewasa mengalami beberapa tingakat perkembangan. Tingkat
perkembangan tersebut antara lain tingkat zoea, tingkat megalopa, tingkat kepiting
muda dan tingakat kepiting dewasa, pada tingkat zoe membutuhkan waktu 18 hari
selanjutnya berganti kulit menjadi megalopa yang bentuk tunuhnya sudah mirip
kepiting dewasa. Dari tingkat megalopa ke tingkat kepiting muda membutuhkan
waktu 11-12 hari. Perairan di sekitar mangrove sangat cocok untuk kehidupan
kepiting bakau karena sumber makanannya seperti benthos dan serasah cukup
tersedia. Di alam biasanya kepiting bakau yang besar akan memakan kepiting bakau
yang kecil, waktu makan kepiting bakau tidak beraturan tetapi malam hari lebih aktif
dibanding siang hari sehingga kepiting bakau digolongkan sebagai hewan nocturnal
yang aktif makan di malam hari (Queensland Departement of Primary Industries,
1989).
Parameter fisik-kimia air adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan kepiting bakau. Kepiting bakau di alam menempati habitat yang
berbeda-beda berdasarkan stadia pada daur hidupnya. Untuk mengetahui kekhususan
habitat kepiting bakau maka perlu diketahui parameter fisik-kimia air dimana
organisme ini berada.Salinitas berpengaruh terhadap setiap fase kehidupan kepiting
bakau terutama molting. Kisaran salinitas ideal untuk pertumbuhan kepiting bakau
belum dapat ditentukan, namun diketahui bahwa larva zoea sangat sensitif dengan
kondisi perariran yang bersalinitas redndah. Sebaliknya kepiting dewasa kawin dan
mematangkan telurnya pada perairan yang mempunyai salinitas 15‰ - 20‰ dan
selanjutnya akan beruaya ke laut untuk memijah (Kasry, 1996). Suhu air
mempengaruhi pertumbuhan (molting), aktifitas dan nafsu makan kepiting bakau .
Suhu air yang lebih rendah dari 20◦C dapat mengakibatkan aktifitas dan nafsu makan
kepiting bakau turun secara drastis (Queensland Departement of Primary Industries,
8
1989). Wahyuni dan Sunaryo (1981) melaporkan di perairan Muara Dua, Segara
Anakan kepiting bakau didapatkan pada kisaran suhu 28◦C-36◦C.
Kepiting bakau dapat hidup pada kondisi perairan asam yaitu pada daerah
bersubstrat lumpur dengan pH rata-rata 6,50. Pendapat ini didukung oleh Walsh
(1967) dalam La Sara (1994) yang menyatakan bahwa kepiting bakau dapat hidup
pada kisaran pH 6,5-7,0, sedang Toro (1987) mendapatkan kepiting bakau pada pH
6,16 – 7,50. Kedalaman air berpengaruh bagi kehidupan kepiting bakau pada saat
terjadi perkawinan, namun demikian kepiting bakau juga dapat hidup pada perairan
yang dangkal Mulya (2002). Wahyuni dan Ismail (1987) mendapatkan kepiting bakau
pada kedalaman 30-79 cm di perairan dekat hutan mangrove dan kedalaman 30 cm-
125 cm di muara sungai. Kepiting bakau akan terlihat menuju ke perairan dangkal
pada waktu siang hari. Kepiting bakau tahap juvenile (first crab) mengikuti pasang
tertinggi di zona intertidal untuk mencari makanan kemudian kembali ke zona
subtidal pada saat surut (Hutching dan Sesanger, 1987). Tekstur substrat di sekitar
hutan mangrove umumnya terdiri dari lumpur dan liat. Hal ini sangat memungkinkan
karena partikel lumpur dan liat mengendap dengan cepat karena air disekitarnya
relative tenang dan terlindungi. Substrat di sekitar hutan mangrove sangat mendukung
kehidupan kepiting bakau terutama dalam melangsungkan perkawinan, selanjutnya
secara bertahap betina akan beruaya menuju laut untuk memijah sedangkan yang
jantan akan tetap tinggal di perairan (Clough et.al. 1986.) Pagcatipunan (1972)
menyatakan dalam melangsungkan perkawinan, kepiting bakau terlebih dulu akan
melepaskan karapasnya (molting) dan sebelum molting kepiting tersebut akan masuk
ke dalam lubang yang mempunyai substrat lunak hingga karapasnya kembali
mengeras.
9
BAB III
PROFIL USAHA KEPITING SANGKAK
Tambak pemeliharaan kepiting diusahakan mempunyai kedalaman 0,8-1,0
meter dengan salinitas air antara 15-30 ppt. Tanah tambak berlumpur dengan tekstur
tanah liat berpasir (sandy clay) atau lempung berliat (silty loam) dan perbedaan
pasang surut antara 1,5-2 meter. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
lokasi pemeliharaan kepiting, antara lain :
Air yang digunakan bebas dari pencemaran dan jumlahnya cukup.
Tersedia pakan yang cukup dan terjamin kontinyuitasnya.
Terdapat sarana dan prasarana produksi dan pemasarannya.
Tenaga yang terampil dan menguasai teknis budidaya kepiting.
Desain dan konstruksi tambak
10
11
12
13
14
Pemberian pakan rucah lebih diutamakan dalam bentuk segar sebanyak 5 -
10% dari berat badan dan diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore/malam hari.
Penggantian air dilakukan bila terjadi penurunan kualitas air. Pemberian pakan yang
diberikan kepada kepiting bakau berbagai jenis pakan seperti : ikan rucah dan cumi-
cumi. Dari jenis pakan tersebut, ikan rucah segar lebih baik ditinjau dari fisik maupun
kimiawi dan peluang untuk segera dimakan lebih cepat karena begitu ditebar tidak
akan segera dimakan oleh kepiting. Kemauan makan kepiting muda biasanya lebih
besar, karena pada periode ini dibutuhkan sejumlah makanan yang cukup banyak
untuk pertumbuhan dan proses ganti kulit. Kemauan makan akan berkurang pada saat
kepiting sedang bertelur, dan puncaknya setelah telur keluar sepertinya kepiting
berpuasa. Pelaksanaan panen harus dilakukan oleh tenaga terampil untuk menangkap
dan kemudian mengikatnya. Apabila kepiting setelah dipanen langsung dimasukkan
kedalam keranjang dengan mengikat capit, kaki jalan dan kaki renangnya yang
merupakan alat gerak yang cukup kuat, maka kepiting tersebut akan saling capit satu
dengan yang lainnya.
Cara pengikatan kepiting yang baru ditangkap dapat dilakukan seperti dibawah ini :
1.Pengikatan kedua capit dan seluruh kaki-kakinya
2.Pengikatan capitnya saja dengan satu tali
3.Pengikatan masing-masing capit dengan tali terpisah tali pengikat dapat
menggunakan tali rafia atau jenis tali lainnya yang cukup kuat. Setelah kepiting
diikat, baik pengikatan capitnya saja maupun pengikatan seluruh kaki-kakinya
akan mempermudah penanganan dan pengangkutannya.
Penanganan kepiting yang telah disusun dalam keranjang yang perlu
mendapat perhatian ialah tetap menjaga suhu dan kelembaban.
15
BAB IV
BUDIDAYA KEPITING SANGKAK
Teknik Budidaya
a) Persiapan tambak
Tambak kepiting harus mempunyai konstruksi yang berorientasi pada faktor
lingkungan yang mendukung kehidupan dan pertumbuhan secara normal, sehingga
efisiensi pemanfaatan lahan dan waktu saat pemeliharaan. Secara prinsip, bangunan
tambak harus kuat & kedap air. Untuk mencegah agar kepiting tidak melarikan diri
dari petak pemeliharaan dan mencegah masuknya hama dari luar dibuat karamba
bambu atau kurungan. Tambak yang digunakan berbentuk petakan yang tidak
beraturan karena diakibatkan ancaman tsunami. Persiapan Tambak air payau
Pengolahan tanah dasar ditujukan memperbaiki mutu/kualitas tanah untuk
meningkatkan daya dukung lahan. Kedalaman airnya yaitu ± 20 – 30 cm. Pengapuran
16
bertujuan memperbaiki dan menstabilkan pH tanah hingga kisaran normal (pH 7 – 8).
Jenis kapur yang digunakan harus sesuai dengan jenis tanah dasar setempat. Faktor
teknik yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan budidaya pembesaran
kepiting, antara lain, pemilihan lokasi budidaya harus tepat secara teknis operasional
dengan mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya, mutu air cukup baik, mudah
diawasi, substrat dasar tambak adalah lumpur berpasir, untuk sistem karamba harus
terhindar dari pengaruh banjir dan mudah terjangkau oleh pasang surut, merupakan
wilayah penangkapan kepiting dan tempat pemeliharaan.
b) Persiapan keramba
Keramba merupakan wadah pemeliharaan untuk budidaya kepiting lunak,
bentuk yang umum dipakai ada dua model diantaranya :
1). Takir
Takir yaitu wadah pemeliharaan yang terbuat dari bilah bambu yang tersusun
diselang-seling sehingga terbentuk kotak-kotak kecil. Setiap takir dilengkapi
dengan pelampung dari botol plastik bekas. Takir ini memiliki daya tahan sampai 1
tahun. Takir tersebut dapat kita beli di Negara Thailand.
2).Keranjang
Wadah pemeliharaan kepiting yang berbentuk kotak hitam berbahan plastik.
Keranjang ini memiliki daya tahan 10 tahun. Dan biasanya diistilahkan dengan
sebutan basket. Fungsinya untuk pengurungan serta pemeliharaan kepiting sangkak
sampai panen.
3). Persiapan bibit
Bibit kepiting adalah kepiting muda yang memiliki ciri fisik jantan muda
(betina) yang belum matang gonad berat 70-120 gram. Cangkang keras dan berwarna
17
cerah dengan bentuk tubuh sempurna. Bibit kepiting sangkak pada lokasi budidaya
dapat didatangkan dari Panton Labu Kecamatan Aceh Utara.
4). Waktu pengadaan bibit
Waktu yang dipilih untuk mulai memasukan bibit kepiting kedalam keramba,
sebaiknya berpedoman pada penanggalan bulan hijriah. Tanggal yang baik untuk
memasukan bibit adalah tanggal 8-13 dan tanggal 22-27 pada setiap bulan hijriah.
5). Pemberian pakan
Selama pemeliharaan dalam keramba, kepiting diberi makanan secara teratur
2 kali sehari pada sore hari. Pakan kepiting bisa berupa daging atau ikan rucah. Yang
perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah kondisi pakan harus dalam keadaan
segar.
6). Pembersihan keramba dan bibit
Keranjang untuk pemeliharaan kepiting selama budidaya biasanya mulai
berlumut setelah lebih 1 minggu dalam air. Lumut ini biasa menggangu kepiting yang
di pelihara karena perebutan oksigen di malam hari. Pembersihan dapat dilakukan
dengan penyikatan pada keranjang yang berlumut. Untuk mencegah/ memperlambat
lumut bisa dilakukan dengan 2 cara. keramba disemprot dengan air secara teratur 1
kali dalam satu minggu dan membuat atap (setinggi 1 m dari keramba).
7). Pengecekan/ kontrol
Pengecekan/kontrol merupakan kegiatan rutin dan dilakukan setiap pagi,
siang, dan malam hari, yang bertujuan untuk memonitoring kepiting yang mati, sakit
dan panen.
8). Panen dan penyimpanan
18
Panen yang dilakukan pada kepiting yang sudah berganti cangkang atau kulit
(molting) dan masih dalam keadaan lunak. Kepiting yang sudah molting harus segera
dikeluarkan dari keramba dan dipindahkan ke wadah berisi air tawar selama 1 jam.
Untuk mencegah terjadinya proses pembesaran kembali dan pengerasan cangkang
kepiting.
9). Pemeliharaan
a. Pemilihan dan Penebaran Benih
Benih yang digunakan berukuran berat 30 – 50 gr/ekor atau lebar cangkang
(karapas) 3 -4 cm. Ciri-ciri benih yang baik seperti, anggota tubuh yang lengkap,
menunjukkan tingkah laku untuk menghindar atau melawan bila akan dipegang dan
warna cerah hijau kecoklatan atau coklat kemerahan. Penebaran benih sebaiknya
dilakukan pada pagi atau sore hari dengan padat tebar rasio perbandingan jantan dan
betina 1 : 1 berkisar antara 1 -2 ek/m2. Untuk menjamin benih bebas dari parasit
sebaiknya direndam dengan desinfektan (formalin 200 ppm selama 30 menit).
Kemudian benih disebar merata dengan cara melepas ikatan satu per satu.
10). Pemberian Pakan
Kegiatan pemberian pakan meliputi, memilih jenis pakan yang sesuai dengan
kebutuhan, cara pemberian pakan, dosis pakan dan teknik sampling. Jenis pakan
untuk budidaya kepiting adalah pakan alami seperti bentos dan cacing, untuk pakan
buatan dapat diberikan ikan rucah atau pellet. Khususnya untuk pakan ikan rucah,
daging kerang dan hancuran daging siput dilakukan dengan cara memberikan ikan
setengah kering dengan kadar air berkisar 30 – 40 %. Jumlah pakan diberikan
disesuaikan dengan kebutuhan, dapat dilihat dari sisa pakan yang tidak termakan. Jika
pakan dimakan seluruhnya, maka pemberian pakan selanjutnya sebaiknya ditambah.
11). Pengendalian hama dan penyakit
19
Tindakan pengendalian dapat dilakukan dengan cara pergantian air yang
cukup, pengapuran secara rutin dan penyaringan air pasok dan pemberian feed aditive
(vit. C 2-4 gr/kg pakan, bawang putih 15 – 20 gr/kg pakan secara periodik.
Penggunaan obat-obatan kimia (pabrik) merupakan alternatif paling akhir jika dengan
cara pencegahan tidak berhasil.
12). Panen dan pasca panen
Panen kepiting biasanya dilakukan setelah masa pemeliharaan mencapai 4-5
bulan, dengan ukuran 3-4 ekor/kg. Cara panen kepiting dari kurungan bambu dengan
menggunakan seser atau rangkang. Pasca panen dengan mengikat kaki dan capit
kepiting dengan tali secara individu. Produk hasil panen ditempatkan di wadah yang
berlobang-lobang dengan dialasi pelepah pisang yang dibasahi air laut guna
mempertahankan tingkat kelembaban, selanjutnya kepiting dapat dipasarkan langsung
ke pengumpul dalam keadaan hidup. Sebagai komoditas ekspor kepiting memiliki
harga jual cukup tinggi baik di pasaran dalam maupun luar negeri, namun tergantung
pada kualitas kepiting (ukuran tingkat kegemukan). Penggemukan kepiting dapat
dilakukan terhadap kepiting bakau jantan dan betina dewasa tetapi dalam keadaan
kosong/kurus. Untuk dapat menghasilkan kepiting yang gemuk diperlukan waktu
yang cukup pendek yaitu 10 - 20 hari. Harga jual kepiting gemuk menjadi lebih tinggi
dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani.
20
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pembesaran kepiting bakau Scylla serrata dengan menggunakan keramba
yang menggunakan keranjang atau disebut basket memberi hasil yang sangat
baik ditinjau dari aspek konstruksi. Kepiting dapat hidup, tumbuh dan
berkembang dengan aman selama berada dalam keramba dan keranjang
tersebut.
Untuk pemeliharaan kepiting diberi pakan setiap dua hari sekali.
Makanan alami untuk pembesaran kepiting dalam keramba tersedia dalam
jumlah yang melimpah dalam tambak, selain itu diberi pakan berupa ikan
rucah yang segar dan cumi-cumi
21
Pengembangan budidaya kepiting sangkak dengan menggunakan keranjang
atau basket memiliki prospek yang baik ditinjau dari aspek pasar dan
konservasi.
5.2. Saran
Diharapkan adanya pelatihan kepada masyarakat-masyarakat setempat tentang
peluang usaha budidaya kepiting sangkak, dengan tujuan untuk memberikan
peluang usaha bagi masyarakat kota Banda Aceh pada khususnya. Selain itu
dengan prospek pasar yang semakin meningkat dengan rasa daging kepiting
yang sangat lezat dan memilki nilai nutrisi yang tinggi untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan masyarakat.
Selain itu, agar usaha ini harus diperluaskan di seluruh Aceh.
Diharapkan kepada pemerintah dapat memberikan dana kepada masyarakat
dalam pembudidayaan kepiting sangkak
Kami mengharapkan kepada petani pengelolaan usaha ini dapat melakukan
pembudidayaan seperti pemijahan dan pembenihan. Agar kelangsungan hidup
kepiting bakau tidak punah.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., E, Liviawaty. 1992. Pemeliharaan Kepiting, Penerbit Kanisius.
yogyakarta.
Amir .1994. Penggemukan dan Peneluran Kepiting Bakau, TECHner. Jakarta.
Anderson, T. M., J.S.I. Ingam. 1993. Tropical Soil Biology and ertility. A Handbook
of Methode. 2nd ed. CAB International. Wallingford.UK.
Anonymous. 2002. Factor Related to the Sustainability of Fish Aquaculture
Operations in the Firth of Thames.
Avnimelech,Y.,Ritvo,G.,Kochva,M,. 2004. evaluating the active redox and organik
fractions in pond bottom soils : EOM, eassily oxidized material. Aquaculture
233, 283-292
22
Barg, U.C. 1992. Guidelines for the promotion of environmental management of
coastel aquaculture development. FAO Fisheries Technical Paper 328, FAO,
Rome, 122 pp. Beveridge, M.C.M. 1996. Carryng Capasity Models and Environment
Impact. FAO Fish. Tech. Pap.255 : 1-131.
Boer, 1993. Studi pendahuluan Penyakit kunang-kunang pada larva kepiting Bakau
(Scylla serrata), Journal Penelitian Budidaya Pantai.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pons Aquaculture. Alabama Agiculture
Experimental Statiom. Auburn University. Alabama.
Boyd, C.E, dan P. Munsiri. 1996. Phosphorus Adsorption Capasity and Availabillity
of Added Phosphorus in Soils from Aquaculture Areas ini Thailand. Journal
of the World Aquaculture Society 27(2):160-167.
Boyd C.E. dan J. Queiroze. 1999. Pond Soil Characteristics and Dynamics Of Soil
Organik Matter and Nutrients. Annual Technical Report. Pond
Dynamics/Aquaculture CRSP, Oregon State University, Corvallis, Oregon.
LAMPIRAN
23
Gambar 1. Kepiting sangkak Gambar 2. Keranjang (basket)
Gambar 3. kepiting yang telah dimutilasi Gambar 4. Keramba budidaya
kepiting sangkak
24
Gambar 5. Kepiting yang baru dipanen Gambar 6. Kepiting yang sudah di
packing
25
top related