universitas indonesia laporan praktek …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367081-pr-meilina...
Post on 13-Feb-2018
241 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI
SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO NO. 27-29
PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MEILINA ZAHRATUNNISA NURLAM, S.Farm.
1206329814
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI
SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO NO. 27-29
PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MEILINA ZAHRATUNNISA NURLAM, S.Farm.
1206329814
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang, karena atas segala kuasaNya, penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan
Kota Administrasi Jakarta Utara yang dilaksanakan mulai tanggal 19 Agustus
sampai 30 Agustus 2013 dan menyelesaikan laporan ini.
Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA ini merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan Program Pendidikan Profesi Apoteker yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama
masa perkuliahan. Penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan,
dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Pejabat sementara Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember
2013.
3. Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia serta pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
selama PKPA berlangsung.
4. Drs. Kusnaidi, Apt., selaku Kepala Koordinator Farmasi Makanan dan
Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara serta
pembimbing dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara yang telah
membimbing dengan sabar dan mengarahkan penulis dengan penuh
kesungguhan hati selama PKPA berlangsung.
5. Drg. Leny Aryani selaku Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara beserta seluruh staf yang telah
menerima, mendukung, dan membantu penulis selama melaksanakan
kegiatan PKPA.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
vi
6. Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan di Program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi UI yang telah banyak membagi ilmu dan hikmah yang akan
menjadi penerang dan penuntun dalam menjalani kehidupan.
7. Orang tua yang penulis kasihi, yang cinta dan kasihnya tak pernah berhenti,
selalu mendo’akan dan memberikan perhatian baik moril maupun materil.
8. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Apoteker UI angkatan 77 yang selalu
bersemangat dan saling menyemangati untuk terus belajar; serta rekan-rekan
dari Apoteker UI angkatan 76.
9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis berharap semoga
pengalaman, pengetahuan, dan pembelajaran hidup yang penulis dapat selama
PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat khususnya
bagi perkembangan ilmu farmasi.
Penulis
2014
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
viii
ABSTRAK
Nama : Meilina Zahratunnisa Nurlam, S. Farm
NPM : 1206329814
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara Periode 19 – 30
Agustus 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Utara bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan
Kota Jakarta Utara dan juga memahami tugas pokok dan fungsi dari bagian tenaga
kesehatan, bagian standarisasi mutu kesehatan dan bagian farmasi, makanan dan
minuman yang termasuk di dalam seksi sumber daya kesehatan (SDK).
Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk memahami tugas dan peran
apoteker dalam melakukan pelayanan informasi obat di puskesmas.
Kata kunci : Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, Bagian
farmasi, makanan dan minuman, pelayanan informasi obat
Tugas umum : xi + 55 halaman; 12 lampiran
Tugas khusus : ii + 13 halaman
Daftar Acuan Tugas Umum : 22 (1990-2011)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 10 (1993-2013)
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
ix
ABSTRACT
Name : Meilina Zahratunnisa Nurlam, S.Farm
NPM : 1206329814
Program Study : Apothecary profession
Title : Pharmacist Internship Program at Health Agency of
North Jakarta Period January 7th - January 18th 2013
Pharmacists Professional Practice in Health Agency of North Jakarta
Administration aims to understand the duties and functions of parts of North
Jakarta Health Office and also to understand the duties and functions of the part
of health personnel, parts standardization and quality health pharmacy, food and
beverage included in the resources in the health section (SDK). While the
purpose of the special task is to determine understand the tasks and role of the
pharmacist in the conduct of drug information services in health centers.
Keywords : Health Dept North Jakarta, Part pharmaceutical, drug information
service
General Assignment : xi + 55 pages; 12 appendices
Specific Assignment : ii + 13 pages
Bibliography of General Assignment: 22 (1990-2011)
Bibliography of Specific Assignment: 10 (1993-2013)
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA
ADMINISTRASI JAKARTA UTARA ........................................................... 3 2.1 Suku Dinas Kesehatan .............................................................................. 3
2.2 Visi dan Misi ............................................................................................. 4
2.3 Susunan Organisasi ................................................................................... 4
3 TINJAUAN KHUSUS KOORDINATOR FARMASI, MAKANAN
DAN MINUMAN .............................................................................................. 15
3.1 Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman ......................................... 15
3.2 Dasar Hukum ............................................................................................ 17
3.3 Perizinan Sarana Pelayanan Kesehatan Farmasi, Makanan dan
Minuman .................................................................................................. 18
3.4 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian Sarana Pelayanan
Kesehatan Farmasi, Makanan dan Minuman ............................................ 25
3.5 Pelanggaran dan Sanksi ............................................................................ 26
4 PEMBAHASAN ................................................................................................ 28 4.1 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, Seksi Sumber
Daya Kesehatan (SDK), Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman
(Farmakmin) ............................................................................................. 28
4.2 Pelaporan Narkotika.................................................................................. 33
4.3 Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Koja .......................... 34
5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 37 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 37
5.2 Saran ......................................................................................................... 37
DAFTAR ACUAN ................................................................................................. 38
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Utara .................................................................................. 40
Lampiran 2. Formulir Permohonan Izin Apotek ................................................ 41
Lampiran 3. Format Surat Izin Apotek .............................................................. 42
Lampiran 4. Berita Acara Pemeriksaan Apotek ................................................. 44
Lampiran 5. Formulir Permohonan Pedagang Eceran Obat (Toko Obat) .......... 48
Lampiran 6. Format Surat Izin Pedagang Eceran Obat (Toko Obat) ................. 49
Lampiran 7. Berita Acara Pemeriksaan Toko Obat ........................................... 50
Lampiran 8. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan ...................................... 51
Lampiran 9. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga ...................... 52
Lampiran 10.Formulir Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)/Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA) ............................................................................ 53
Lampiran 11.Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) .............................................. 54
Lampiran 12.Surat Izin Kerja Apoteker .............................................................. 55
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otonomi daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan
sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat (UU No. 32, 2004). Untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pada bulan Agustus 1966 di DKI
Jakarta dibentuk beberapa Kota Administrasi. Berbeda dengan kota otonom yang
dilengkapi dengan DPRD Tingkat II, maka kota-kota administrasi di DKI Jakarta
tidak memiliki DPRD Tingkat II yang mendampingi Walikota.
Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, menyelenggarakan,
mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang
merata dan terjangkau oleh masyarakat (UU No 36, 2009). Dengan adanya
otonomi daerah, sebagian kewenangan dan tugas pemerintah pusat di bidang
kesehatan dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam
melaksanakan tanggung jawab tersebut, pemerintah DKI Jakarta membentuk
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Suku Dinas Kesehatan di setiap kota
administrasi yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu Jakarta Pusat, Jakarta
Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Wilayah Jakarta Utara
yang merupakan bagian dari pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta terdiri
dari 6 (enam) kecamatan yaitu Koja, Kelapa Gading, Tanjung Priok, Pademangan,
Penjaringan, dan Cilincing.
Dinas Kesehatan Provinsi merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di
bidang kesehatan sedangkan Suku Dinas Kesehatan merupakan unit kerja dari
Dinas Kesehatan Provinsi. Suku Dinas Kesehatan bertanggung jawab
melaksanakan pelayanan perizinan, perencanaan, pengendalian, dan penilaian
efektivitas pelayanan kesehatan di wilayah kota adminstrasi.
Apoteker berperan penting untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian di
fasilitas pelayanan kefarmasian. Selain melakukan pekerjaan kefarmasian,
Apoteker juga dapat berperan dalam pemerintahan sebagai penyusun kebijakan di
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
bidang kefarmasian, perizinan, pengawasan, dan pengendalian sarana kefarmasian
(PP No. 51, 2009).
Dalam pemerintahan khususnya Suku Dinas Kesehatan, peran Apoteker
lebih diarahkan pada proses perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
sarana kefarmasian serta tenaga kefarmasian. Untuk lebih memahami serta
mengetahui peran dan fungsi apoteker di pemerintahan, maka calon apoteker
membutuhkan suatu program praktek kerja yang dapat memberikan pengalaman
kerja, pengetahuan dan gambaran tentang peran apoteker di Pemerintahan. Oleh
karena itu, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Utara dengan mengadakan kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) untuk memberikan wawasan kepada calon apoteker
mengenai perannya di Suku Dinas Kesehatan.
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Utara, ini adalah agar mahasiswa program profesi
apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia:
a. Mengetahui dan memahami gambaran umum suku dinas kesehatan beserta
peran dan fungsinya;
b. Memahami gambaran umum Seksi Sumber Daya Kesehatan;
c. Memahami pelaksanaan tugas dan fungsi Koordinator Farmasi Makanan
Minuman (Farmakmin), baik yang terkait dengan perizinan maupun yang
terkait dengan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sarana kesehatan
pada lingkup Kota Administrasi Jakarta Utara.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
3
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
SUKU DINAS KESEHATAN
KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA
2.1 Suku Dinas Kesehatan
Sejak sistem pemerintahan otonomi daerah diberlakukan, Provinsi DKI
Jakarta membentuk Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dinas Kesehatan merupakan
unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin
oleh seorang Kepala Dinas yang bertanggung jawab dan berkedudukan di bawah
Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan pelayanan, pembinaan, dan pengembangan urusan kesehatan.
Suku Dinas Kesehatan adalah Unit Kerja Dinas Kesehatan di kota
administrasi. Suku Dinas Kesehatan dibentuk di setiap kota administrasi yaitu
Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat.
Kepala Suku Dinas yang memimpin Suku Dinas Kesehatan diangkat dari Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Suku Dinas bertanggung jawab
secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis
operasional kepada Walikota Administrasi yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya.
Suku Dinas Kesehatan merupakan penamaan baru yang atas
penggabungan dari dua suku dinas yang terdahulu, yakni Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat. Hal ini menimbulkan
perubahan pada struktur organisasi secara keseluruhan.
Sebelum penggabungan, Suku Dinas Pelayanan Kesehatan terdiri dari 6
seksi; yaitu Seksi Pelayanan kesehatan Dasar, Seksi Farmasi Makanan Minuman,
Seksi Pelayanan Kesehatan Spesialistik, Seksi Pendataan dan Program, Seksi
Gawat Darurat Bencana dan Gakin, Seksi Pengobatan Tradisional, serta Subbag
Tata Usaha. Suku Dinas Kesehatan Masyarakat terdiri dari 6 seksi; yaitu Seksi
Pendataan dan Program, Seksi Penyakit Menular, Seksi Penyakit Tidak Menular,
Seksi Kesehatan Jiwa dan Napza, Seksi Gizi PPSM, Seksi Penyehatan
Lingkungan serta Subbag Tata usaha.
3
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Setelah Penggabungan kedua Suku Dinas tersebut menjadi Suku Dinas
Kesehatan, struktur organisasi berubah menjadi 4 seksi; yaitu Seksi Kesehatan
Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan, dan Subbag Tata Usaha. Struktur organisasi
Suku Dinas Kesehatan dapat dilihat dalam Lampiran 1.
2.2 Visi dan Misi
Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara yaitu “Menjadi Suku Dinas
Kesehatan yang profesional menuju Jakarta Utara sehat untuk semua”. Untuk
mewujudkan visi tersebut, misi yang ditetapkan yaitu:
1. Meningkatkan kompetensi seluruh sumber daya manusia (SDM) di jajaran
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara
2. Mengembangkan pelayanan perizinan berbasis teknologi informasi
3. Menciptakan dan meningkatkan kenyamanan lingkungan kerja
4. Meningkatkan sistem informasi yang cepat, tepat, dan dapat dipertanggung
jawabkan berbasis komputer
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih
6. Memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih sehat serta untuk
penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana
7. Meningkatkan kualitas dan waktu respon pelayanan kesehatan gawat darurat
dan bencana
8. Meningkatkan kerja sama lintas program, lintas sektoral dengan organisasi
profesi, organisasi masyarakat dan institusi lainnya dalam mengatasi masalah-
masalah kesehatan masyarakat di Jakarta Utara
9. Menindaklanjuti pengaduan masyarakat
2.3 Susunan Organisasi
Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan berdasarkan Peraturan
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150 Tahun 2009, terdiri
dari :
1. Kepala suku dinas kesehatan
2. Subbagian tata usaha
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
3. Seksi kesehatan masyarakat
4. Seksi pelayanan kesehatan
5. Seksi sumber daya kesehatan
6. Seksi pengendalian masalah kesehatan
Subbagian dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian dan setiap seksi
dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan.
2.3.1. Kepala Suku Dinas
Kepala Suku Dinas selaku pimpinan di Suku Dinas mempunyai tugas
sebagai berikut :
1. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi suku dinas.
2. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas subbagian, seksi dan subkelompok
jabatan fungsional.
3. Melaksanakan kerjasama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan/atau instansi
pemerintah/swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi suku
dinas.
4. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi
suku dinas.
2.3.2. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha merupakan satuan kerja staf Suku Dinas Kesehatan
dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Subbagian tata
usaha dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah
Kepala Suku Dinas dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas.
Subbagian tata usaha mempunyai tugas:
1. Menyusun bahan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan dokumen
pelaksanaan anggaran (DPA) suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Mengoordinasikan penyusunan RKA dan DPA suku dinas.
4. Melaksanakan monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan DPA suku
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
dinas.
5. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang suku dinas.
6. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan suku dinas.
7. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, dan pemeliharaan dari perawatan
prasarana dan sarana kerja suku dinas.
8. Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor.
9. Melaksanakan pengelolaan ruang rapat/pertemuan suku dinas.
10. Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara, dan pengaturan acara suku dinas.
11. Menerima, mencatat, membukukan, menyetorkan, dan melaporkan
penerimaan retribusi suku dinas kesehatan.
12. Menyiapkan bahan laporan suku dinas yang terkait dengan tugas subbagian
tata usaha.
13. Mengoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan
akuntabilitas) suku dinas.
14. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas subbagian tata
usaha.
Subbagian tata usaha (Subbag TU) membawahi bidang kepegawaian,
keuangan, serta umum dan protokol. Bidang kepegawaian memiliki wewenang
untuk melaksanakan seluruh aktifitas kepegawaian sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Secara struktural, koordinator kepegawaian membawahi pengelola data
pegawai dan disiplin pegawai, pengelola administrasi kesejahteraan pegawai, dan
pengelola administrasi pengembangan karir.
Bidang keuangan memiliki wewenang untuk mengurus pengajuan uang
kegiatan yang bersumber dari DPA SKPD serta melakukan binwasdal ke
Puskesmas. Dalam pelaksanaannya koordinator keuangan dibantu oleh bendahara,
verifikator, pengelola pelaporan, pengelola pajak dan sisa kegiatan dan pengelola
SPJ.
Bidang umum dan protokol memiliki wewenang melaksanakan
pengawasan dan pengendalian urusan umum dan protokol. Dalam
pelaksanaannya, koordinator umum dan protokol dibantu oleh pengurus barang,
pengelola pemeliharaan sarana dan prasarana kantor, pengelola surat menyurat,
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
pengadministrasi surat keluar, pengadministrasi surat masuk, pengadministrasi
kegiatan kepala unit, dan pengadministrasi protokol.
2.3.3. Seksi Kesehatan Masyarakat
Seksi kesehatan masyarakat merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan
dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan
masyarakat. Seksi kesehatan masyarakat dipimpin oleh seorang kepala seksi yang
bertanggung jawab kepada kepala suku dinas. Tugas pokok dan fungsi seksi
kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga
termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, anak prasekolah, anak usia sekolah,
remaja, kesehatan reproduksi usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita
dan asuhan keperawatan.
4. Mengkoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan
dan pengendalian program kesehatan masyarakat.
5. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi.
6. Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan
masyarakat.
7. Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat
kota administrasi.
8. Melaksanakan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi
manajemen kesehatan yang terintegrasi.
9. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan pembinaan peran
serta masyarakat (PPSM).
10. Menerapkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).
11. Melaksanakan kegiatan peran masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan
sehat.
12. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas
seksi kesehatan masyarakat.
13. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi kesehatan
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
masyarakat.
Seksi kesehatan masyarakat membawahi tiga bidang, yaitu bidang gizi dan
PPSM, bidang kesehatan keluarga, dan bidang promosi dan informasi kesehatan.
Bidang kesehatan keluarga mengurusi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
program kesehatan keluarga, seperti kesehatan ibu dan anak, kesehatan lansia,
kesehatan gigi dan mulut, dan penanganan kekerasan dalam rumah tangga. Secara
struktural, koordinator bidang kesehatan keluarga membawahi pengelola
kesehatan ibu, pengelola kesehatan anak, pengelola perawatan kesehatan
masyarakat, pengelola lansia, pengelola kekerasan dalam rumah tangga, dan
pengelola kesehatan gigi dan mulut.
Bidang gizi dan PPSM bertanggung jawab dalam penyelenggaraan dan
pelaksanaan kegiatan gizi dan PPSM di Puskesmas tingkat kecamatan dan
kelurahan. Secara struktural, koordinator membawahi pengelola program gizi dan
pengelola PPSM.
Bidang promosi dan informasi kesehatan bertanggung jawab atas
kelancaran kegiatan promosi dan informasi kesehatan. Secara struktural,
koordinator membawahi pengelola Sistem Pencatatan dan Pelaporan Tingkat
Puskesmas (SP2TP) dan pengelola sistem promosi kesehatan.
2.3.4. Seksi Pelayanan Kesehatan
Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan
dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi pelayanan kesehatan dipimpin oleh
seorang kepala seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
kepala suku dinas. Tugas pokok dan fungsi seksi pelayanan kesehatan diantaranya
adalah :
1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian tata
laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.
4. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan, dan
memanfaatkan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan.
5. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
pelayanan kesehatan.
6. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengawasan akreditasi sarana
pelayanan kesehatan.
7. Memberikan rekomendasi/perizinan sarana pelayanan kesehatan.
8. Memberikan tanda daftar ke pengobat tradisional.
9. Melaksanakan siaga 24 jam/pusat pengendali dukungan kesehatan
(Pusdaldukkes).
10. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal
pelayanan kesehatan.
11. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas
seksi pelayanan kesehatan.
12. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi
pelayanan kesehatan.
Seksi Pelayanan Kesehatan membawahi tiga bidang, yaitu pelayanan
kesehatan dasar, gawat darurat dan bencana, pelayanan kesehatan keahlian dan
tradisional, pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan kesehatan
keahlian, pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan kesehatan
tradisional serta administrasi. Secara struktural, koordinator bidang pelayanan
kesehatan dasar membawahi pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan
kesehatan dasar sedangkan koordinator pelayanan kesehatan keahlian dan
tradisional membawahi pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan
kesehatan keahlian, pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan
kesehatan tradisional dan pengadministrasian.
2.3.5. Seksi Sumber Daya Kesehatan
Sumber daya kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan
dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan.Seksi sumber
daya kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang bertanggung jawab
kepada kepala suku dinas. Bagian ini mempunyai tugas pokok dan fungsi :
1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
minuman.
4. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.
5. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
6. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas
kesehatan terhadap standar pelayanan.
7. Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem
manajemen mutu.
8. Melaksanakan survei kepuasan pelanggan kesehatan.
9. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penerapan
sistem manajemen mutu kepada Puskesmas.
10. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator.
11. Memfasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur, assessor,
dan auditor mutu pelayanan kesehatan.
12. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional,
subpenyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo obat, dan industri
makanan minuman rumah tangga.
13. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan
persediaan cadangan obat esensial.
14. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup kota administrasi.
15. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan.
16. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas
seksi sumber daya kesehatan.
17. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi sumber
daya kesehatan.
Seksi sumber daya kesehatan dibagi 3 koordinator, yaitu standarisasi
manajemen kesehatan, farmasi makanan dan minuman (Farmakmin), dan bidang
tenaga kesehatan. Koordinator standarisasi manajemen kesehatan bertugas dan
bertanggung jawab sebagai pengelola administrasi dan perencanaan mutu,
melaksanakan survey kepuasan pelanggan kesehatan, merencanakan dan
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
melaksanakan serta memantau program audit internal, eksternal, serta tinjauan
manajemen dalam rangka penerapan sistem manajemen mutu. Secara struktural,
koordinator standarisasi manajemen kesehatan membawahi pengelola administrasi
dan perencanaan mutu pengelola survey kepuasan pelanggan, pengelola audit
internal, pengelola audit eksternal dan pengelola forum komunikasi mutu.
Koordinator farmakmin bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan
perizinan farmasi, makanan, dan minuman, mengendalikan mutu pelayanan
farmakmin, membuat perencanaan kegiatan dan anggaran farmakmin, KIE
(komunikasi, informasi, dan edukasi) pada pelanggan, memverifikasi berkas
perizinan yang masuk, melaksanakan inspeksi/pemeriksaan setempat terhadap
sarana pelayanan kesehatan farmakmin, membuat perencanaan kerja, laporan, dan
evaluasi kerja mingguan. Secara struktural, koordinator farmakmin membawahi
pengelola administrasi farmakmin, pengelola apotek dan UMOT, pengelola
industri rumah tangga pangan, pengelola toko obat, pengelola bimtek,
pengelola pembinaan tenaga kesehatan, pengadministrasian umum, pengarsipan
perizinan tenaga kesehatan (nakes), dan penerima izin.
Bagian tenaga kesehatan bertanggung jawab membantu menyusun bahan
RKA dan DPA seksi sumber daya kesehatan, menyusun dan mengkoordinasikan
pembuatan jadwal pelaksanaan bimbingan teknis tenaga kesehatan, menyusun
peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, mengkoordinir
pelaksanaan kegiatan penilaian calon tenaga kesehatan teladan di puskesmas,
mengkoordinir pelaksanaan pembinaan tenaga kesehatan, membantu dalam
pelaksanaan segala proses perizinan tenaga kesehatan mulai dari verifikasi berkas
permohonan, dan kunjungan lapangan hingga pencetakan izin tenaga kesehatan
serta melaksanakan tugas kunjungan dalam hal perizinan tenaga kesehatan. Secara
struktural, koordinator membawahi pengelola diklat (Suku dinas kesehatan,
2010).
2.3.6. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
Seksi pengendalian masalah kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas
kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi
pengendalian masalah kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala suku dinas.
Adapun tugas pokok dan fungsi seksi pengendalian masalah kesehatan antara lain:
1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular,
kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan
wabah/KLB (Kejadian Luar Biasa), dan kesehatan lingkungan.
4. Melaksanakan kegiatan pembinaan pelaksanaan kesehatan haji.
5. Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit
menular serta kesehatan jiwa masyarakat.
6. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan teknis
peningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan
pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa
masyarakat.
7. Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama, dan kemitraan pengendalian
penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan
satuan kerja perangkat daerah (SKPD), unit kerja perangkat daerah (UKPD)
dan atau instansi pemerintahan/swasta/ masyarakat.
8. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan
imunisasi.
9. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan, dan
memanfaatkan data dan informasi surveilans epidemiologi sebagai sistem
kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB) pada lingkup kota
administrasi.
10. Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial KLB dan dugaan wabah
serta keracunan makanan.Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah/
KLB dan surveilans.
11. Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian.
12. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan
wabah/KLB dan surveilans.
13. Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan
lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian
radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, peyehatan di tempat umum, tempat
kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi analisis
mengenai dampak lingkungan (AMDAL), dan upaya pengelolaan
lingkungan/upaya pemantauan lingkungan.
14. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang
kesehatan lingkungan.
15. Menyiapkan materi pelatihan teknis dalam bidang kesehatan lingkungan dan
kesehatan kerja.
16. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas
seksi pengendalian masalah kesehatan.
17. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi
pengendalian masalah kesehatan.
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan membawahi tiga koordinator,
yaitu koordinator kesehatan lingkungan, koordinator penyakit menular dan tidak
menular, serta koordinator wabah dan surveilans. Koordinator Kesehatan
Lingkungan bertanggung jawab mengurus segala hal yang berkaitan dengan
kesehatan lingkungan meliputi penyehatan makanan dan minuman, pengamanan
limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan lingkungan
kumuh, penyehatan di tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida,
dan lingkungan lainnya. Secara struktural, koordinator kesehatan
lingkungan membawahi koordinator kesehatan lingkungan yang dibantu
oleh pengelola makanan minuman, pengelola tempat-tempat umum tempat-
tempat industri (TTU-TTI) dan pengelola penyehatan lingkungan.
Koordinator Penyakit Menular dan Tidak Menular bertanggung jawab
dalam pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyakit menular (DBD, ISPA,
Pneumonia, diare, kusta, HIV/AIDS, dan TBC), penyakit tidak menular,
kesehatan jiwa masyarakat, imunisasi, napza, dan haji. Disamping itu, koordinator
ini juga bertugas memberikan informasi mengenai perkembangan penyakit
menular di Jakarta Utara.
Koordinator Wabah dan Surveilans bertanggung jawab menyusun
program, rencana kegiatan, dan alokasi anggaran kegiatan penanggulangan wabah
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
dan surveilans serta melakukan sosialisasi program tersebut. Koordinator ini
melakukan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan
surveilans pada Puskesmas Kecamatan serta memberikan dan menganalisa
perkembangan penyakit menular terutama yang berpotensi menimbulkan KLB.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
15 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
KOORDINATOR FARMASI MAKANAN DAN MINUMAN
3.1 Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta merupakan regulator yang berperan
membuat pedoman, kebijakan, maupun persyaratan dalam pelaksanaan hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan. Regulasi yang telah dibuat Dinas Kesehatan
diaudit oleh Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) untuk dilaksanakan oleh subjek
atau sasaran regulasi tersebut. Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta
Nomor 150 tahun 2009, Suku Dinas Kesehatan memiliki struktur organisasi yang
terdiri dari seksi Sumber Daya Kesehatan, seksi Pelayanan Kesehatan, seksi
Kesehatan Masyarakat, seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dan seksi Sumber
Daya Kesehatan.
Seksi Sumber Daya Kesehatan secara garis besar memiliki peran dalam
lingkup tenaga kesehatan, mutu kesehatan, serta kefarmasian, makanan, dan
minuman. Masing-masing peran tersebut dibagi menjadi beberapa koordinator
untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing. Koordinator
yang terdapat pada seksi Sumber Daya Kesehatan terdiri dari koordinator tenaga
kesehatan, koordinator pengelola standardisasi manajemen kesehatan, serta
koordinator farmasi makanan dan minuman. Setiap koordinator memiliki fungsi
dan tugas khusus yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas dan seksi Sumber
Daya Kesehatan (SDK). Koordinator pada seksi SDK yang akan dipaparkan pada
bab ini adalah farmasi makanan dan minuman (Farmakmin).
Tugas pokok koordinator farmasi makanan dan minuman adalah:
1. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA), dan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan (PPK) seksi sumber
daya kesehatan.
2. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan (PPK) seksi sumber daya kesehatan.
3. Melaksanakan supervisi dalam rangka rekomendasi perizinan sarana
farmakmin seperti apotek, apotek rakyat, Cabang Penyalur Alat Kesehatan,
Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Pangan Industri Rumah Tangga
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
(PIRT), dan Pedagang Eceran Obat (PEO).
4. Melaksanakan pengelolaan dan layanan perizinan apotek, apotek rakyat,
cabang penyalur alat kesehatan, industri kecil obat tradisional, pangan industri
rumah tangga, dan pedagang eceran obat.
5. Melakukan Bimbingan, Pengawasan dan Pengendalian (Binwasdal) terhadap
sarana pelayanan kesehatan kefarmasian pemerintahan dan swasta.
6. Melakukan akreditasi dan pengawasan mutu pelayanan kesehatan.
7. Mengendalikan mutu pelayanan kefarmasian klinik.
8. Melakukan pengelolaan bidang obat suku dinas kesehatan.
9. Melaksanakan rekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) Puskesmas.
10. Melaksanakan pemantauan harga obat generik, dan persediaan cadangan obat
esensial.
11. Melakukan pengamanan obat, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika,
makanan, dan minuman.
12. Memantau dampak lingkungan.
13. Pembinaan produsen, distributor dan penggunaan obat, termasuk narkotika,
psikotropika dan zat aditif (NAPZA).
14. Melaksanakan pengelolaan laporan narkotika.
15. Melaksanakan pengelolaan penyuluhan keamanan pangan serta memberikan
sertifikat penyuluhan industri rumah tangga makanan dan minuman.
16. Melaksanakan pencatatan surat masuk dan keluar serta pendistribusiannya.
17. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian komunitas, melalui saran,
rekomendasi perbaikan, penilaian, pemberian penghargaan, sanksi dan
rehabilitasi terhadap sarana farmasi, makanan, dan minuman.
18. Pengelolaan terhadap hasil supervisi.
19. Memfasilitasi penyelesaian permasalahan yang dilaporkan profesi dan
masyarakat.
20. Mensosialisasikan perundang-undangan dan program.
21. Bekerjasama dalam tim dengan koordinator standardisasi mutu dan
koordinator tenaga kesehatan.
22. Menilai dan mempertanggungjawabkan kinerja.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
23. Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh atasan langsung.
3.2 Dasar Hukum
Dasar hukum yang yang menjadi pijakan pelaksanaan peran dan fungsi
dari Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman yaitu:
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/2007 tentang Apotek Rakyat.
5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 497/Menkes/SK/VII/2006 tentang Daftar
Obat Esensial Nasional.
6. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan No. 167/Kab/B.VII/1972 tentang
Pedagang Eceran Obat.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang
Peredaran Psikotropika.
9. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
10. Peraturan Menteri Kesehatan No. 142/Menkes/Per/III/1991 tentang Penyalur
Alat Kesehatan.
11. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 970 tahun 1990 tentang Ketentuan
Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di Wilayah DKI Jakarta.
12. Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Kecil Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1990 tentang Masa
Bakti dan Izin Kerja Apoteker.
14. Keputusan Menteri Kesehatan No. 2912/B/SK/IX/1986 tentang Penyuluhan
Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Indonsesia No. 006 tahun 2012 tentang Industri
dan Usaha Obat Tradisional.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
3.3 Perizinan Sarana Pelayanan Kesehatan Farmasi Makanan dan
Minuman
Setiap orang dan/atau badan hukum yang menyiapkan, meracik, dan/atau
mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah
tangga, serta industri rumah tangga yang memproduksi, mengolah, dan
mendistribusikan makanan dan minuman, wajib mengajukan perizinan. Perizinan
diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan, namun dengan adanya otonomi daerah,
maka perizinan diajukan ke Suku Dinas Kesehatan Kota/kabupaten Administrasi.
Perizinan yang dikelola oleh Suku Dinas Kesehatan adalah izin apotek,
izin pedagang eceran obat, izin cabang penyalur alat kesehatan, izin usaha mikro
obat tradisional, dan sertifikasi produksi pangan industri rumah tangga bagi
industri kecil makanan dan minuman. Selain itu, terdapat apotek rakyat yang
perizinannya juga diajukan ke Suku Dinas Kesehatan, dimana izin
penyelenggaraannya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 284 tahun 2007.
3.3.1 Apotek
Berdasarkan PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker. Pelayanan kefarmasian di apotek hanya boleh dilakukan oleh apoteker.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan, salah satunya adalah apoteker yang
merupakan tenaga kefarmasian. Setiap tenaga kefarmasian yang melakukan
pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi, dimana untuk
apoteker adalah Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) yang dikeluarkan oleh
Menteri, dan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu lima tahun berikutnya apabila memenuhi syarat. Untuk memperoleh STRA,
maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
1. Ijazah apoteker.
2. Sertifikat kompetensi profesi.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
3. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker.
4. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktek.
5. Membuat surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
Sebelum melaksanakan kegiatan di apotek, Apoteker Pengelola Apotek
(APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). Izin apotek berlaku selama
apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat
melaksanakan tugasnya dan masih memenuhi persyaratan. Surat Izin Apotek
(SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau
apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk
membuka apotek di tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang
melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin
dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara
Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1.
b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh formulir APT-3.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir APT-4.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan
menggunakan contoh formulir APT-5.
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6.
g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana
dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan
pemilik sarana.
i. Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak
pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan.
j. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan
permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib
mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan
menggunakan formulir model APT-7.
3.3.2 Apotek Rakyat
Apotek rakyat adalah sarana pelayanan kefarmasian dimana dilakukan
penyerahan obat dan perbekalan kesehatan dan tidak melakukan peracikan.
Apotek rakyat juga tidak menjual narkotika serta harus mengutamakan obat
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
generik. Pengaturan apotek rakyat bertujuan untuk:
a. Pedoman bagi toko obat yang ingin meningkatkan pelayanan dan status
usahanya menjadi apotek rakyat.
b. Pedoman bagi perorangan atau usaha kecil yang ingin mendirikan apotek
rakyat.
c. Melindungi masyarakat untuk dapat memperoleh pelayanan kefarmasian
(Departemen Kesehatan RI, 2007).
Setiap orang atau badan usaha dapat mendirikan apotek rakyat, dimana
apotek rakyat harus memiliki izin yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Setiap apotek rakyat harus memiliki 1 (satu) orang apoteker
sebagai penangung jawab dan dapat dibantu oleh asisten apoteker. Permohonan
izin pendirian apotek rakyat diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan akan dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Tata cara memperoleh izin Apotek Rakyat sama dengan Apotek
(Departemen Kesehatan RI, 2007).
3.3.3 Pedagang Eceran Obat
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 167 Tahun 1972,
pedagang eceran obat adalah orang atau badan hukum Indonesia yang memiliki
izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat bebas terbatas (daftar W) untuk
dijual secara eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin.
Pedagang eceran obat dapat diusahakan oleh perusahaan negara, perusahaan
swasta atau perorangan, di mana pedagang eceran obat menjual obat-obat bebas
dan obat-obat bebas terbatas dalam bungkusan dari pabrik yang membuatnya
secara eceran. Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual
bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi
yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan. Obat-obat bebas terbatas harus
disimpan dalam lemari khusus dan tidak boleh dicampur dengan obat-obat atau
barang-barang lain (Departemen Kesehatan RI, 2002a).
Permohonan perizinan sarana pedagang eceran obat diajukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Penerbitan izin setiap
pedagang eceran obat harus disampaikan tembusan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Kabupaten/Kota kepada Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi serta Kepala
Balai POM setempat (Departemen Kesehatan RI, 2002a). Izin usaha pedagang
eceran obat berlaku selama 2 (dua) tahun terhitung dari mulai tanggal ditetapkan
dan 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku izin berakhir harus mengajukan
permohonan perpanjangan izin pedagang eceran obat.
3.3.4 Usaha Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Industri di
bidang obat tradisional meliputi IOT (Industri Obat Tradisional) dan IEBA
(Industri Ekstrak Bahan Alam). Usaha di bidang obat tradisional meliputi UKOT
(Usaha Kecil Obat Tradisional), UMOT (Usaha Mikro Obat Tradisional), Usaha
Jamu Racikan danUsaha Jamu Gendong (Menkes RI, 2012).
UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional,
kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen. UMOT adalah usaha yang hanya
membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat
luar dan rajangan. Usaha Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot
jamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran
sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung
kepada konsumen. Usaha Jamu Gendong adalah usaha yang dilakukan oleh
perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan
yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen
(Menkes RI, 2012).
Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin
dari Menteri, kecuali usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Selain wajib
memiliki izin, industri dan usaha obat tradisional wajib memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal. Izin usaha obat
tradisional berlaku seterusnya selama industri dan usaha obat tradisional yang
bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan. Menteri mendelegasikan kewenangan pemberian izin IOT dan IEBA
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
kepada Direktorat Jenderal, UKOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Permohonan izin
UKOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai
setempat. Permohonan Izin UMOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (Menkes RI, 2012).
Untuk dapat menyelenggarakan usahanya, adapun persyaratan yang harus
dilengkapi oleh UMOT adalah sebagai berikut :
1. Surat permohonan;
2. Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai ketentuan
perindang-undangan;
3. Susunan direksi/ dan komisaris/ badan pengawas dalam hal permohonan
bukan perseorangan;
4. Fotokopi KTP/ identitas pemohon dan/atau direksi/ pengurus dan komisaris/
badan pengawas;
5. Pernyataan pemohon dan/atau direksi/ pengurus dan komisaris/ badan
pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi;
6. Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;
7. Surat tanda daftar perusahaan dalam hal permohonan bukan perseorangan;
8. Fotokopi surat izin usaha perdagangan dalam hal permohonan bukan
perseorangan;
9. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
10. Fotokopi surat keterangan domisili.
Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan .
Permohonan izin UMOT dapat ditunda atau ditolak apabila ternyata belum
memenuhi persyaratan. Dalam hal penundaan pemberian izin UMOT, maka
kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya surat penundaan.
Dalam penyelenggaraan UMOT berkewajiban:
a. Menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang
dihasilkan;
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
b. Melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk dari peredaran; dan
c. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
UMOT yang telah mendapat izin, apabila melakukan perubahan nama,
alamat, atau penanggungjawab tenaga teknis kefarmasian wajib melaporkan
secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan
kepada kepala balai POM setempat. UMOT wajib menyampaikan laporan secara
berkala setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang
digunakan, serta jenis, jumlah, dan nilai hasil produksi. Laporan UMOT
disampaikan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan
kepada kepala balai POM setempat.
3.3.5 Cabang Penyalur Alat Kesehatan/Sub Penyalur Alat Kesehatan
Cabang penyalur alat kesehatan adalah perwakilan usaha dari penyalur alat
kesehatan yang telah mendapat izin. Dalam hal ini apabila suatu perusahaan atau
distributor besar ingin melaksanakan atau memiliki perwakilan usaha di suatu
daerah, perusahaan atau distributor tersebut dapat mengajukan perizinan sub
penyalur alat kesehatan kepada Suku Dinas Kesehatan. Kebanyakan usaha
penyalur alat kesehatan yang ada saat ini dilakukan oleh perorangan tanpa
keberadaan badan usaha yang jelas. Artinya, usaha ini dilakukan oleh perorangan
jika mendapatkan suatu tender proyek peralatan kesehatan. Oleh karena itu,
pembinaan terhadap cabang penyalur alat kesehatan ini harus dilakukan dengan
ketat. Segala bentuk perubahan yang terjadi baik fisik maupun non fisik wajib
dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan untuk diurus perizinan perubahan
tersebut.
3.3.6 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
Pangan Industri Rumah Tangga adalah perusahaan pangan yang memiliki
tempat usaha di lokasi pemukiman dengan peralatan pengolahan pangan manual
hingga semi otomatis. Dalam menjalankan PIRT ini, perusahaan pangan harus
mempunyai Seritifkat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga atau SPP-IRT.
Sesuai Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 antara lain tentang Sertifikasi Produksi
Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), SPP-IRT bertujuan untuk:
a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan
pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan.
b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang
pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap
keselamatan konsumen.
c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang
dihasilkan PIRT.
3.4 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian Sarana Pelayanan
Kesehatan Farmasi Makanan dan Minuman
Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan
dalam bentuk pemberian informasi, sosialisasi peraturan, memberi penyegaran,
memberikan bimbingan teknis secara langsung ke lapangan maupun tidak
langsung untuk meningkatkan konsistensi petugas agar memenuhi persyaratan.
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap masyarakat
dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber
daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya kesehatan (Undang-Undang RI No.
36, 2009).
Pembinaan yang dilakukan pemerintah diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan; menggerakkan dan melaksanakan penyelenggaraan upaya kesehatan;
memfasilitasi dan menyelenggarakan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan
kesehatan; memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perbekalan
kesehatan, termasuk sediaan farmasi dan alat kesehatan serta makanan dan
minuman; memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan standar dan
persyaratan; melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan (Undang-Undang RI No. 36, 2009).
Bentuk pembinaan yang dilaksanakan oleh pemerintah antara lain (Undang-
Undang RI No. 36, 2009):
a. Komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat,
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
b. Pendayagunaan tenaga kesehatan,
c. Pembiayaan.
Tujuan besar dari pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh
pemerintah adalah untuk melindungi pihak-pihak yang ada maupun terlibat dalam
upaya kesehatan. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan, pemerintah
dalam hal ini Menteri Kesehatan dapat mendelegasikan wewenangnya kepada
pihak lain, misalnya Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Kepala Dinas
Provinsi, dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang berperan di bidang kesehatan.
Pengawasan pada sarana kefarmasian dilaksanakan secara langsung ke sarana
farmasi oleh Dinas Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan, dan lintas sektor terkait
untuk mengetahui apakah pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek telah
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, sedangkan pengendalian dilaksanakan
sebagai upaya tindak lanjut dari pengawasan yang dapat berupa sanksi
administrasi, berupa teguran, peringatan, sampai pencabutan izin.
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi melaksanakan kebijakan teknis
yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, yaitu melaksanakan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian terhadap teknis pelaksanaan program di kota
administrasi misalnya apotek, puskesmas, dan rumah sakit. Suku Dinas Kesehatan
Kota Administrasi dapat memberikan teguran dan pencabutan izin. Pembinaan,
pengawasan, dan pengendalian berfungsi untuk memantau proses dan produk-
produk layanan di bidang kesehatan secara efektif dan efisien dalam kaitannya
dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga
kepuasan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan dapat dipenuhi secara
optimal sesuai dengan sumber daya yang ada.
3.5 Pelanggaran dan Sanksi
Semua perizinan Sarana Kesehatan Farmakmin dalam memberikan
pelayanan atau operasionalnya selalu mempunyai tujuan yaitu untuk memberikan
kesehatan jasmani dan rohani bagi konsumen yang dilayani. Oleh sebab itu, bila
pengelola atau pemilik sarana kesehatan tersebut tidak menjalankan seperti apa
yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan maka akan diberikan
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan (Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002).
Sanksi yang akan diberikan bagi pengelola atau pemilik yang tidak
menjalankan peraturan perundang-undangan atau pelanggaran dalam mengelola
sarana kesehatan Farmakmin dapat dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu:
1. Sanksi administratif berupa:
a. Peringatan
b. Penghentian sementara kegiatan
c. Pencabutan izin
2. Sanksi Pidana, diajukan ke pengadilan.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
28 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung selama dua minggu,
dimulai pada tanggal 19 Agustus hingga 30 Agustus 2013. Selama kegiatan PKPA
berlangsung, mahasiswa mendapatkan pengetahuan lebih mengenai kegiatan yang
dilakukan di Suku Dinas Kesehatan dengan ikut serta dalam beberapa kegiatan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman
(Farmakmin) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara. Pada
laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, pembahasan dikhususkan
pada Koordinator Farmakmin, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah mempelajari
kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) sarana
Farmakmin; mempelajari alur proses pembuatan Surat Izin Apotek (SIA), Surat
Izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT); melakukan rekapitulasi Pelaporan
Narkotika dari tiap apotek kecamatan dalam wilayah Kota Administrasi Jakarta
Utara; dan pada tanggal 29 Agustus 2013 melakukan kunjungan di Puskesmas
Kecamatan Koja.
4.1 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, Seksi Sumber
Daya Kesehatan (SDK), Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman
(Farmakmin)
Suku Dinas Kesehatan dibentuk pada bulan Januari 2009. Suku Dinas
Kesehatan ini merupakan gabungan dari Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan
Suku Dinas Kesehatan Masyarakat, dimana sebelumnya kedua suku dinas ini
dipisah, hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi berdasarkan Perda
No. 10 tahun 2008. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Suku Dinas
Kesehatan serta mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan dan
pengembangan kesehatan masyarakat.
Suku Dinas Kesehatan terdiri dari 1 subbagian (tata usaha) dan 4 seksi,
yaitu Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber
Daya Kesehatan, dan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan. Seksi Sumber Daya
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Kesehatan (SDK) memiliki 3 subseksi, yaitu bagian Standarisasi Manajemen
Kesehatan, Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin), dan
bagian Tenaga Kesehatan. Apoteker banyak berperan dalam Seksi Sumber Daya
Kesehatan terutama pada Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
(Farmakmin).
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Utara lebih ditekankan pelaksanaan dan pengamatan pada
Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman (Farmakmin) karena pelaksanaan
teknis kebijakan tentang kefarmasian terpusat di bidang tersebut. Koordinator
Farmakmin secara umum bertanggung jawab dalam pemberian izin sarana
Farmakmin dan melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
(Binwasdal) serta penilaian efektifitas pelayanan kesehatan dalam bidang farmasi,
makanan, dan minuman. Binwasdal dilakukan setiap bulan dan penyuluhan
keamanan pangan dilakukan 4 kali dalam setahun.
Koordinator Farmakmin bertanggung jawab dalam memberikan perizinan
terhadap sarana kesehatan seperti apotek, toko obat, sertifikasi produksi pangan
industri rumah tangga (SPP-IRT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT), serta
pemberian rekomendasi Sub Penyalur Alat Kesehatan (SPAK) yang didirikan di
wilayah Jakarta Utara. Selain itu, Farmakmin juga memberikan perizinan terhadap
surat izin tenaga kesehatan (SIKA, SIPA, dan SIKTTK). Pelayanan perizinan ini
dilakukan di Pusat Pelayanan Perizinan Terpadu (Pelayanan Prima) di Gedung
Walikota Jakarta Utara. Pelayanan Prima merupakan gabungan dari Suku-suku
Dinas berbagai bidang di Jakarta Utara. Sejak diberlakukan permenkes
No.889/Menkes/Per/V/2011 pada 1 juni 2011, perizinan surat izin praktek atau
surat izin kerja apoteker (SIPA atau SIKA) dilimpahkan ke suku dinas
kabupaten/kota.
Pemohon izin menyerahkan berkas permohonan yang sudah lengkap
kepada FLO (Front Line Officer) di Pelayanan Prima. FLO akan menerima dan
memeriksa kelengkapan berkas serta mengisi check list sesuai dengan persyaratan
permohonan izin. Jika berkas tidak lengkap, kekurangan akan diberitahukan
kepada pemohon dan berkas akan langsung dikembalikan. Check list hasil
pemeriksaan berkas disimpan oleh FLO. Jika berkas permohonan lengkap dan
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
benar, FLO akan membuat tanda terima (rangkap 2, asli untuk pemohon dan
fotokopi untuk arsip), mencatat pada buku register, dan menginput data pemohon
melalui software. Selanjutnya, berkas permohonan akan diserahkan ke Bagian
Tata Usaha (TU). Oleh bagian TU, berkas akan dicatat dan diberi penomoran pada
buku agenda masuk. Data akan diteruskan ke seksi melalui software dan berkas
akan diserahkan ke Seksi Sumber Daya Kesehatan (yaitu Koordinator
Farmakmin) dengan menulis tanggal penerimaan di buku agenda keluar dan paraf
penerima di Status Kendali Mutu. Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK)
menerima berkas permohonan dari TU dan mencatatnya pada register seksi.
Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan akan melakukan verifikasi kebenaran dan
keabsahan berkas permohonan. Jika hasil verifikasi tidak memenuhi persyaratan,
Seksi SDK akan membuat surat penolakan yang ditandatangani oleh Kepala Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Berkas permohonan dan surat penolakan akan
diserahkan kembali ke FLO. Jika hasil verifikasi memenuhi persyaratan, Seksi
SDK akan membuat perjanjian waktu pemeriksaan lapangan.
Seksi SDK membuat Surat Tugas yang ditanda tangani oleh Kepala Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan mempersiapkan Berkas Pemeriksaan
Lapangan. Setelah pemeriksaan lapangan dilaksanakan, BAP lapangan akan dikaji
dan hasil pemeriksaan lapangan dilaporkan ke Kepala Seksi Sumber Daya
Kesehatan dan atau Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Bila memenuhi
persyaratan di lapangan, pembuatan Surat Izin/SK/Sertifikat akan dilakukan. Bila
tidak memenuhi persyaratan di lapangan, surat penolakan izin berserta alasannya
akan dibuat dan ditanda tangani oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Surat penolakan dan berkas permohonan diserahkan kembali ke FLO untuk
dikembalikan ke pemohon.
Selanjutnya dilakukan pemberian nomor Surat Izin/Sertifikat Sarana dan
Nomor Agenda Surat Keluar TU untuk Surat Izin/Sertifikat Sarana serta Nomor
SK untuk SK izin sarana. Surat Izin/SK/Sertifikat akan dicetak dan ditempelkan
foto lalu diteruskan ke Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara untuk
ditandatangani. Selanjutnya, Surat Izin/SK/Sertifikat akan digandakan dan
dibubuhkan stempel Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Sebagai arsip, foto
ditempelkan di buku register perizinan dan fotokopi Surat Izin/SK/Sertifikat
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
didokumentasikan pada berkas permohonan. Seksi SDK menyerahkan Surat
Izin/SK/Sertifikat asli ke FLO dengan berita acara serah terima dan
menginformasikan kepada pemohon untuk mengambil Surat Izin/SK/Sertifikat
tersebut.
FLO mengisi blangko retribusi pembayaran dan menyerahkannya ke
pemohon untuk segera membayar ke Kas Daerah. FLO akan memberikan Surat
Izin/SK/Sertifikat asli kepada pemohon dengan menerima surat tanda terima dan
Surat Ketetapan Restribusi Daerah (SKRD) dari pemohon. Untuk bukti, SKRD
warna putih dipegang pemohon dan yang berwarna merah disimpan FLO sebagai
arsip. Selajutnya, pemohon menandatangani buku register FLO sebagai bukti
Surat Izin/SK/Sertifikat telah diambil. Keseluruhan proses ini harus dilakukan dan
selesai dalam waktu tidak lebih dari 16 hari kerja.
Selain perizinan sarana, Farmakmin juga memberikan perizinan terhadap
tenaga kefarmasian. Apoteker yang bekerja di Pedagang Besar Farmasi, Instalasi
Sediaan Farmasi, serta fasilitas produksi obat, obat tradisional, dan kosmetika
harus memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). Apoteker yang bekerja pada
fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama harus memiliki Surat Izin
Praktik Apoteker (SIPA). Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)
adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. Surat izin
tersebut harus diperbaharui setiap 5 tahun.
Koordinator Farmakmin juga bertanggung jawab dalam melakukan
Binwasdal terhadap sarana Farmakmin. Dalam melakukan Binwasdal,
Koordinator Farmakmin dapat meminta bantuan BPOM atau bekerja sendiri.
Idealnya Binwasdal dilakukan setiap bulan tetapi karena keterbatasan anggaran,
minimal dalam setahun 10% dari semua sarana Farmakmin harus mendapatkan
Binwasdal. Pemilihan sarana dapat dilakukan secara acak atau berdasarkan
riwayat dari sarana tersebut bila sebelumnya pernah melakukan kesalahan atau
melanggar peraturan. Koordinator Farmakmin meminta bantuan BPOM terutama
untuk pengambilan sampel dan pengujian dari produk obat, makanan, dan
minuman karena Suku Dinas Kesehatan tidak memiliki fasilitas laboratorium.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Jika diketahui terjadi pelanggaran atau penyimpangan, Koordinator
Farmakmin dapat memberikan peringatan dan pembinaan agar sarana tersebut
dapat memperbaiki kesalahannya. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kembali
untuk mengetahui apakah perbaikan telah dilakukan atau belum. Jika suatu sarana
tidak juga memperbaiki kesalahannya atau tetap melanggar peraturan,
Koordinator Farmakmin berwenang untuk mencabut izin sarana tersebut.
Kegiatan binwasdal yang dilakukan di apotek meliputi pemeriksaan
terhadap harga obat, sumber obat, data penjualan obat, personalia, dan sarana
apotek. Harga obat yang dijual di apotek baik obat paten maupun obat generik
tidak boleh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Pelanggaran apotek yang
sering dijumpai di lapangan saat Binwasdal adalah ketidakhadiran Apoteker di
apotek dan administrasi perbekalan farmasi yang kurang baik.
Selain apotek, binwasdal juga dilakukan pada toko obat, UMOT, dan
PIRT. Binwasdal toko obat dilakukan dengan memeriksa obat yang dijual di toko
obat. Pelanggaran toko obat antara lain adalah menjual obat keras atau Narkotika
Pelaksanaan Binwasdal toko obat juga dapat merupakan penindaklanjutan dari
temuan pelanggaran oleh BPOM.
Kegiatan Binwasdal terhadap UMOT dan PIRT minimal dilakukan pada
5-10 sarana setiap bulan atau tergantung anggaran, pemilihan sarana dilakukan
secara acak. Untuk UMOT, pelanggaran jarang ditemui dan sebagian besar
UMOT telah mematuhi peraturan. Untuk PIRT, pelanggaran yang sering terjadi
adalah masalah kebersihan dan penggunaan peralatan kerja yang tidak sesuai.
Binwasdal juga dilakukan pada produk yang dihasilkan UMOT dan PIRT.
Untuk PIRT, Koordinator Farmakmin juga menyelenggarakan Penyuluhan
Keamanan Pangan agar PIRT dapat memahami dan menerapkan Cara Produksi
Pangan yang Baik (CPPB), sanitasi dan higiene, serta Bahan Tambahan Pangan
(BTP) yang diizinkan. Farmakmin juga memberikan perizinan bagi produk
pangan yang diproduksi oleh PIRT dan akan diedarkan. Perizinan yang diberikan
berupa Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). SPP-IRT
hanya diberikan untuk satu jenis produk pangan industri rumah tangga. PIRT yang
menjual makanan yang tahan lebih dari 7 hari harus didaftarkan, sedangkan untuk
makanan yang tahan kurang dari 7 hari tidak wajib didaftarkan.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Program Binwasdal ini sebelumnya sudah direncanakan untuk jangka
waktu tertentu. Namun terkadang timbul hambatan yang menyebabkan Binwasdal
ini tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana. Ketidaksesuaian ini bisa terjadi
karena program Binwasdal sangat tergantung pada adanya anggaran. Selain itu,
masalah lain yang terjadi adalah keterbatasan sumber daya manusia, dimana setiap
staf di Koordinator Farmakmin sudah memiliki bidang pekerjaan masing-masing,
satu staf mengurusi satu atau dua sarana.
Selain memiliki fungsi perizinan dan Binwasdal, Farmakmin juga
memiliki fungsi penyediaan buffer stock obat untuk puskesmas atau jika terjadi
KLB. Obat tersebut disimpan dalam Gudang Obat Suku Dinas Jakarta Utara.
Pengadaan buffer stock obat dilakukan secara lelang. Dalam 2 tahun terakhir,
Farmakmin Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara tidak melakukan lelang untuk
pengadaan buffer obat agar tidak terjadi tumpang tindih karena Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan juga telah melakukan lelang untuk pengadaan
buffer obat.
4.2 Pelaporan Narkotika
Lingkup kerja Koordinator Farmakmin Sudinkes Kota Administrasi
Jakarta Utara satu diantaranya adalah membuat rekapitulasi pelaporan pemakaian
narkotika dari sarana pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta.
Laporan penggunaan narkotika terdiri dari laporan pemakaian bahan baku
narkotika, laporan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus penggunaan morfin,
petidin dan derivatnya.
Pelaporan narkotika dilakukan secara berkala paling lambat tanggal 10
setiap bulan. Pelaporan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika
dalam kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa
Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; memberantas peredaran gelap narkotika
dan prekursor; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
penyalahguna dan pecandu narkotika.
Sistem pelaporan narkotika terdapat dua macam yaitu sistem online dan
manual. Aplikasi sistem pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) secara
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
online dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh unit pelayanan, instalasi
farmasi kabupaten/kota, dinas kesehatan kabupaten/kota dan dinas kesehatan
provinsi seluruh indonesia. Saat ini, belum semua unit pelayanan menjalani sistem
pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) secara online. Beberapa masih
mengirimkan surat pelaporan narkotika dengan format lama. Hal ini dikarenakan
masih dalam tahap sosialisasi ke unit-unit pelayanan.
4.3 Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Koja
Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker penulis ditugaskan untuk melakukan
peninjauan terkait pelayanan kefarmasian yang dilakukan selama 1 (satu) hari di
Puskesmas Kecamatan Koja. Puskesmas Kecamatan Koja terletak di Jl. Walang
Permai No. 39 Koja, Jakarta Utara dan membawahi 7 (tujuh) Puskesmas
Kelurahan yaitu Puskesmas Kelurahan Koja, Puskesmas Kelurahan Tugu Utara I,
Puskesmas Kelurahan Tugu Utara II, Puskesmas Kelurahan Rawa Badak Utara I,
Puskesmas Kelurahan Rawa Badak Utara II, dan Puskesmas Kelurahan Lagoa.
Puskesmas Kecamatan Koja memiliki fasilitas pelayanan rawat jalan,
rawat inap dan kamar bersalin. Untuk pelayanan rawat inap baru sebatas pada
pelayanan rawat inap DBD, rawat inap diare, rawat inap tifoid, dan rawat inap gizi
buruk. Selain itu, puskesmas juga dilengkapi dengan fasilitas apotek dan gudang
penyimpanan obat.
Tenaga kesehatan yang terdapat di apotek terdiri dari 2 orang apoteker, 2
orang asisten apoteker. Pelayanan obat di apotek dilakukan dari pukul 07.30
hingga 16.00 untuk hari senin hingga kamis; pukul 07.30 hingga 16.30 untuk hari
jum’at. Sedangkan untuk hari sabtu dan hari libur pelayanan dialihkan ke
pelayanan penginapan dimana telah ditugaskan beberapa orang petugas sesuai
dengan jadwal piket. Hal ini sesuai dengan peraturan DKI No. 34 tahun 2008.
Resep dokter yang dilayani di apotek setiap harinya berkisar antara 350 -
500 resep. Obat yang diberikan sebagian besar adalah sediaan tablet, pulveres,
sirup, sediaan topikal, dan obat tetes. Semua resep yang diterima dari ruang
berobat ditebus di apotek dan diberikan secara gratis.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Saat ini pengadaan obat di tiap puskesmas kecamatan di Provinsi DKI
Jakarta, dilakukan secara mandiri oleh masing-masing puskesmas, termasuk
Puskesmas Kecamatan Koja yang secara mandiri merencanakan dan melakukan
pengadaan obat untuk kebutuhan di puskesmas kecamatan sekaligus di puskesmas
kelurahan. Jika persediaan obat tidak mencukupi jumlahnya atau jika ada kejadian
luar biasa (KLB), Puskesmas Kecamatan Koja dapat melakukan permintaan obat
ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Puskesmas Kecamatan Koja memiliki gudang obat puskesmas yang
digunakan untuk menyimpan obat dan alat kesehatan. Selain melakukan
pengadaan, Puskesmas Kecamatan juga melakukan distribusi obat kepada
Puskesmas Kelurahan. Setiap kegiatan pendistribusian obat ke pihak Puskesmas
Kelurahan didahului oleh Surat Permintaan Obat dari Puskesmas Kelurahan
kepada pihak Puskesmas Kecamatan. Pengalokasian obat oleh puskesmas
kecamatan untuk pemenuhan kebutuhan obat di Puskesmas Kelurahan didasarkan
pada data konsumsi, kunjungan dan pola penyakit yang paling banyak terjadi di
kelurahan masing-masing. Sebagai laporan pertanggungjawaban dari tiap-tiap
puskesmas dalam penggunaan obat untuk pelayanan kesehatan masyarakat,
LPLPO dari tiap puskesmas kelurahan wajib dikirimkan ke puskesmas kecamatan
yang bersangkutan untuk dilakukan rekapitulasi. Selanjutnya hasil rekapitulasi
dari tiap puskesmas kecamatan akan dikirimkan ke koordinator Farmakmin Seksi
SDK Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Penataan obat dan alat kesehatan di gudang puskesmas tidak berdasarkan
penggolongan obat, tetapi disusun secara abjad dan diberi penandaan berupa
persegi panjang berwarna untuk menunjukkan masa kedaluwarsa sehingga mudah
dipantau obat yang memiliki masa kedaluwarsa paling dekat. Sistem pengeluaran
obat dari gudang dilakukan secara First Expired First Out (FEFO) namun jika
obat memiliki masa kedaluwarsa yang sama maka sistem pengeluaran dilakukan
secara First In First Out (FIFO). Di dalam gudang terdapat fasilitas air
conditioner (AC) untuk menjaga suhu ruang (25oC). Di dalam gudang terdapat
beberapa rak dimana penyimpanan sediaan solid, semisolid, dan alat kesehatan
disusun secara terpisah, selain itu terdapat juga fasilitas lemari pendingin atau
kulkas (2-8oC) untuk penyimpanan obat-obat yang termolabil. Masing-masing
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
36
Universitas Indonesia
obat dan alat kesehatan yang disimpan di gudang memiliki kartu stok yang
diletakkan di dekatnya. Kartu stok tersebut digunakan untuk mengetahui jumlah
obat yang diterima, dikeluarkan dan jumlah stok sisa di gudang. Setiap barang
masuk dan keluar, kegiatan tersebut harus dicatat dalam kartu stok.
Selain melakukan pengelolaan terhadap perbekalan kefarmasian, petugas
farmasi di apotek juga melakukan pelayanan farmasi klinik berupa pemberian
informasi obat. Namun, pelaksanaan pemberian informasi obat hanya meliputi
pemberian informasi terkait cara minum dan/atau aturan pemakaian obat saja.
Kendala yang ditemui pada pelayanan kefarmasian di (apotek) Puskesmas
Kecamatan Koja adalah kurangnya jumlah tenaga kesehatan, yaitu hanya terdiri
dari 2 orang apoteker, 2 orang asisten apoteker. Jumlah tersebut tidak sebanding
dengan banyaknya beban kerja pelayanan resep yang diterima di apotek yang
berjumlah sekitar 350 - 500 resep setiap hari. Sehingga kegiatan pelayanan
kefarmasian yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Koja belum optimal.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
37 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Suku Dinas Kesehatan dibentuk berdasarkan pada Peraturan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Kesehatan, yaitu merupakan gabungan dari suku dinas pelayanan
kesehatan dan suku dinas kesehatan masyarakat yang memiliki peran dan
fungsi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagai auditor.
Sedangkan Dinas Kesehatan, yang membawahi Suku Dinas Kesehatan
berperan sebagai regulator.
b. Seksi Sumber Daya Kesehatan membawahi tiga koordinator yaitu, koordinator
tenaga kesehatan, koordinator pengelola standardisasi mutu kesehatan dan
koordinator farmasi makanan dan minuman (Farmakmin).
c. Seksi Sumber Daya Kesehatan Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman
melaksanaan tugas pokok dan fungsinya, terutama yang berkaitan dengan
kegiatan perizinan maupun kegiatan pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian sarana kesehatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan, baik
dalam segi administratif maupun pelaksanaan di lapangan, namun hal tersebut
belum terlaksana secara optimal.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, berikut adalah beberapa saran yang
dapat diberikan :
a. Perlu adanya penambahan jumlah SDM khususnya Apoteker pada
Koordinator Farmakmin untuk meningkatkan efisiensi kerja sehingga
mempermudah pelaksanaan Binwasdal terhadap sarana pelayanan kesehatan
di wilayah Jakarta Utara.
b. Perlu adanya peningkatan alokasi anggaran untuk kegiatan Binwasdal pada
Koordinator Farmakmin sehingga kegiatan Binwasdal yang telah dilakukan
sebelumnya bisa lebih ditingkatkan untuk mencapai kinerja yang optimal.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
38 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2003). Keputusan kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1640 : Pedoman
Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Hal. 4-10.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2003). Keputusan kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1639 : Pedoman
Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-
IRT). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Hal. 3-13.
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. (2003). Higiene dan
sanitasi Pengolahan Pangan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI. Hal 3-43.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha
Obat Tradisional. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Materi Penyuluhan Keamanan
Pangan Industri Rumah Tangga Pangan. Jakarta : Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman
Pembinaan Pengawasan dan Pengendalian Sarana Kesehatan Farmasi
Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta : Suku Dinas
Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan kompetensi
Seksi Kesehatan Masyarakat Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan kompetensi
Seksi Pelayanan Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta:
Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan kompetensi
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan kompetensi
Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi
Subbagian Tata Usaha Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta:
Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Pedoman Mutu Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Prosedur Binwasdal Kesehatan
Farmasi Makanan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Prosedur pemberian Izin Sarana
dan Praktik Tenaga Kesehatan Farmasi Makanan Minuman Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002).
Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi
DKI Jakarta. Jakarta: 4-12; 19-97.
Trihono. (2002). Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta : Departemen
Kesehatan.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
40
Lampiran 1. Struktur Organisasi Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Utara
Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta utara
Sub Bagian Tata usaha
Umum Kepegawaian Keuangan Perencanaan
&Anggaran
Seksi Kesehatan Seksi Pelayanan Seksi Sumber Daya Seksi Pengendalian
Masyarakat Kesehatan Kesehatan Masalah Kesehatan
Gizi&Plam Yankes Dasar Standarisasi Manajemen Kesehatan Lingkungan
PSM Kesehatan
Binkesga Gadar& Farmasi Makanan Penyakit Menular dan
Bencana dan Minuman Tidak Menular
Promkes & Yankes Tenaga Kesehatan Survailans
Informasi Spesialistik&
Kesehatan Tradisional
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Formulir Permohonan Izin Apotek
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Format Surat Izin Apotek
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Lanjutan
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
44
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Berita Acara Pemeriksaan Apotek
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
46
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
47
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Formulir Permohonan Izin Pedagang Eceran Obat (Toko Obat)
48
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Format Surat Izin Pedagang Eceran Obat (Toko Obat)
49
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Berita Acara Pemeriksaan Toko Obat
50
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
63474747
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan
51
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
63474747
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
52
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
63474747
Universitas Indonesia
Lampiran 10. Formulir Permohonan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)/Surat
Izin Kerja Apoteker (SIKA)
53
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
63474747
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)
54
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
63474747
Universitas Indonesia
Lampiran 12. Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA)
55
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO NO. 27-29
PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013
PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN INFORMASI
OBAT DI PUSKESMAS
MEILINA ZAHRATUNNISA NURLAM, S.Farm.
1206329814
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3 2.1 Puskesmas ................................................................................................. 3
2.2 Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ...................................................... 4
2.3 Pelayanan Informasi Obat ......................................................................... 5
3 METODOLOGI PENGKAJIAN .................................................................... 8
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................... 8
3.2 Metode Pengkajian ................................................................................... 8
4 PEMBAHASAN ................................................................................................ 9
5 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 12 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 12
5.2 Saran ......................................................................................................... 12
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 13
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
iii Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum,
harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh,
berjenjang dan terpadu yang didukung oleh sistem kesehatan nasional. Puskesmas
merupakan penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang
tingkat pertama.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, antara lain disebutkan
puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan (Dinkes)
Kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis Dinkes
Kabupaten/kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari
tugas teknis operasional Dinkes Kabupaten/kota dan merupakan ujung tombak
pembangunan kesehatan di Indonesia.
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat.
Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam
lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Menteri Kesehatan RI, 2004).
Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting
karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik untuk
menghilangkan gejala/symptom dari suatu penyakit, obat juga dapat mencegah
penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak
obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak
tepat, sehingga keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan
antara manfaat dan resiko.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan
lengkap akan sangat mendukung dalam pelayanan kesehatan yang terbaik kepada
masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan
penggunaan obat. Mengingat apoteker memiliki peran utama dalam meningkatkan
keselamatan dan efektifitas penggunaan obat, maka perlu dilakukan pembahasan
mengenai tugas dan peran apoteker dalam melakukan pelayanan informasi obat di
puskesmas.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memahami peran apoteker
dalam melakukan pelayanan informasi obat di Puskesmas.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
3
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
(UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis
operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat
pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Secara
nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila
di satu kecamatan terdapat lebih satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah
kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah
(desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional
bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pembangunan kesehatan merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat.
Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam
lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator
utama yaitu : (1) lingkungan sehat, (2) perilaku sehat, (3) cakupan pelayanan
kesehatan yang bermutu serta (4) derajat kesehatan penduduk kecamatan.
Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi
kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan
setempat.
3
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Dalam menjalankan fungsinya, puskesmas bertanggungjawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan merupakan pelayanan yang bersifat pribadi
(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan
kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan
untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana,
kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat
lainnya.
2.2 Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian
yang bermutu. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya
dari orientasi obat menjadi berorientasi pada pasien yang mengacu pada asuhan
kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi
tersebut, Apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan
pasien.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam developing pharmacy practice- a
focus on patient care membedakan tentang pelayanan farmasi dan praktek
farmasi. Praktek farmasi berhubungan dengan pasien langsung, meliputi obat-
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
obatan, pengadaan produk farmasi dan pelayanan kefarmasian yang diberikan
oleh apoteker dalam sistem pelayanan kesehatan. Sedangkan pelayanan farmasi
berhubungan dengan kualitas obat dan sistem proses pelayanan farmasi meliputi
semua pelayanan yang diberikan oleh tenaga farmasi dalam mendukung
pelayanan kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi kegiatan manajerial
(pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan serta administrasi) dan kegiatan farmasi klinik (pelayanan resep,
pelayanan informasi obat, konseling, evaluasi penggunaan obat, pelayanan
residensial, hingga pemantauan dan pelaporan efek samping obat).
2.3 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias,
dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan
pasien. PIO harus benar, jelas, mudah dimengerti, dan bijaksana sangat diperlukan
dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien.
Dalam melakukan kegiatan PIO, Apoteker dapat mencari informasi yang
dibutuhkan menggunakan buku-buku literatur seperti Buku Farmakope Indonesia,
Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia
(IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga
dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat maupun media elektronik
seperti internet yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Semua sumber
informasi yang digunakan diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan
tipe pelayanan. Pustaka digolongkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
1. Pustaka primer
Pustaka primer merupakan artikel asli yang dipublikasikan penulis atau
peneliti, informasi yang terdapat di dalamnya berupa hasil penelitian yang
diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer : lapoan hasil
penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan laporan deskriptif.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
2. Pustaka sekunder
Pustaka sekunder berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan
abstrak dari berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat
membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber
informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base.
3. Pustaka tersier
Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia
dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang
berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami, seperti IONI, ISO,
DOEN, DOI, MIMS, Buku Saku Pelayanan Kefarmasian, dll.
Informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan objektif, diuraikan
secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi dan
penggunaan terapi dari obat. Informasi obat mencakup nama kimia, struktur
kimia, identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi terapi, ketersediaan hayati,
bioekivalen, toksisitas, mekanisme kerja, waktu mulai bekerja dan durasi obat,
dosis dan jadwal pemberian, dosis yang direkomendasikan, konsumsi, absorpsi,
metabolisme, detoksifikasi, ekskresi, efek samping, reaksi merugikan,
kontraindikasi, harga, keuntungan, tanda, gejala, dan pengobatan toksisitas,
efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data penggunaan obat, dan setiap
informasi lain yang berguna dalam diagnosis, dan pengobatan pasien dengan obat.
Informasi obat yang diperlukan pasien meliputi :
a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari,
apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini apakah obat
diminum sebelum atau sesudah makan;
b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan
untuk mencegah timbulnya resistensi;
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan.
Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan
obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat
tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga,
suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina;
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat (efek yang akan dirasakan),
misalnya berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air
kencing berubah warna dan sebagainya;
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, seperti efek samping obat, interaksi obat
dengan obat lain atau makanan tertentu, dan kontraindikasi obat tertentu
dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan menyusui;
f. Cara penyimpanan obat dilakukan sedemikian rupa agar obat-obatan terjamin
mutunya dan mudah diakses oleh personel yang berwenang. Cara
penyimpanan obat untuk produk termolabil atau mudah rusak bila terpapar
panas, disimpan sesuai dengan suhu yang tertera pada kemasan sediaan juga
perlu disampaikan.
Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan informasi obat, harus dilakukan
pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala. Evaluasi ini digunakan untuk
mengukur/menilai keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat.
Pemantauan dan evaluasi dilaksanankan dengan mengumpulkan data dari
awal dan mendokumentasikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, serta
jawaban dan pelayanan yang diberikan kemudian dibuat laporan tahunan.
Dokumentasi kegiatan pelayanan informasi obat sebaiknya memuat tanggal dan
waktu pertanyaan dimasukkan, nama dan umur pasien, serta informasi yang
diberikan. Hal tersebut dapat digunakan sebagai sumber informasi apabila ada
pertanyaan serupa.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
8 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penyusunan tugas khusus tentang Peran Apoteker dalam Pelayanan
Informasi Obat di Puskesmas dilakukan selama Pratek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, yaitu periode
19 - 30 Agustus 2013. Selain itu dilakukan kegiatan kunjungan ke Puskesmas
Kecamatan Koja Jakarta Utara pada tanggal 29 Agustus 2013.
3.2 Tahapan Pengkajian
Tahapan penyusunan tugas khusus ini adalah:
1. Melakukan penelusuran literatur dari berbagai pustaka dan pencarian dari
internet mengenai peran Apoteker dalam pelayanan kefarmasian
khususnya di puskesmas dan regulasi mengenai kefarmasian di
puskesmas,
2. Melakukan wawancara dan diskusi dengan Apoteker di Puskesmas
Kecamatan Koja Jakarta Utara, serta
3. Melakukan diskusi dengan Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Utara tentang kegiatan kefarmasian di puskesmas.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
9 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Sejak pengadaan puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
berlangsung yaitu tahun 1968, maka secara umum hingga saat ini telah
menunjukkan sumbangannya yang cukup besar dalam pemberian pelayanan
kesehatan, terutama pada masyarakat kelas menengah ke bawah baik di kota
maupun di desa. Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang
penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik untuk
menghilangkan gejala/symptom dari suatu penyakit, obat juga dapat mencegah
penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak
obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak
tepat, sehingga keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan
antara manfaat dan resiko.
Keselamatan pasien merupakan bagian penting dalam resiko pelayanan
kesehatan. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien
(Kongres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki
peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika disimak
lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing,
transcribing, dispensing dan administering, dispensing dan administering
menduduki peringkat pertama.
Pesatnya perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
mendorong percepatan teknologi dalam penyebaran informasi. Hal ini
menyebabkan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan sehingga mendorong masyarakat menuntut pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan informasi obat. Informasi mengenai penyakit dan obat yang
disampaikan oleh dokter sering kali terbatas. Dari sisi kefarmasian, apoteker pun
sejauh ini belum benar-benar menjalankan profesinya. Sebagai contoh, dalam
pelayanan kefarmasian di puskesmas, biasanya pasien hanya menyerahkan resep,
menunggu antrian, dan menerima obat. Pada saat penyerahan obat, hampir tidak
ada informasi yang diberikan oleh apoteker. Bahkan pasien tidak pernah
mengetahui apakah saat itu ada apoteker yang bertugas atau tidak.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
Pemberian informasi obat yang benar, objektif dan lengkap pada saat
proses penyerahan obat akan sangat mendukung dalam pelayanan kesehatan yang
terbaik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan
keamanan penggunaan obat. Menurut SK Menkes RI Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004, Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan
yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi akurat, tidak bias dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan terutama
kepada pasien. PIO kepada pasien bertujuan untuk memberikan pemahaman yang
benar mengenai penggunaan obat dan pengobatan, meliputi: (1) nama obat, (2)
tujuan pengobatan, (3) jadwal pengobatan, (4) cara menggunakan obat, (5) lama
penggunaan obat, (6) efek samping obat, (7) tanda-tanda toksisitas, (8) cara
penyimpanan obat, (9) serta upaya meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
perintah pengobatannya.
Tingkat kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dan pengobatan,
diharapkan dapat mencapai output PIO berupa penggunaan obat yang tepat dan
benar serta melaksanakan anjuran petugas terhadap tindakan pengobatan yang
dijalani oleh pasien. Khususnya pada pelayanan kesehatan pasien rawat jalan yang
banyak dilakukan di puskesmas. Pasien rawat jalan sangat membutuhkan
informasi yang lengkap tentang obatnya, karena informasi tersebut menentukan
keberhasilan terapi yang dilakukannya sendiri di rumah. Selain itu, penggunaan
obat pada pasien penyakit kronik dan degeneratif perlu diimbangi dengan
informasi yang lengkap dan jelas karena penggunaan obat-obat ini berlangsung
dalam jangka lama. Ketidaksepahaman dan ketidakpatuhan pasien dalam
menjalankan terapi merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi. Kegagalan
terapi sering disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman pasien
tentang obat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan obat untuk
terapinya.
Apoteker merupakan tenaga ahli dalam memberikan informasi tentang
obat, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain, dan mempunyai tanggung
jawab untuk memberikan informasi tersebut. Apoteker berkewajiban menjamin
bahwa pasien memahami tujuan dari pengobatan dan ketepatan penggunaannya,
untuk itu apoteker perlu mengembangkan keterampilan dalam menyampaikan
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
informasi agar pasien dapat mematuhinya. Pengertian dan kerjasama pasien
terhadap peraturan obat yang telah diresepkan merupakan syarat penting untuk
mencapai terapi yang efektif.
Pelaksanaan pelayanan informasi obat merupakan kewajiban apoteker
yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993
pasal 11, di mana pelayanan ini wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat.
Kenyataan di lapangan saat ini pelayanan kefarmasian yang berupa pemberian
informasi obat hanya mengenai aturan pakai obat masih banyak dilakukan oleh
asisten apoteker, bukan oleh apoteker.
Permasalahan yang ditemukan adalah beban kerja sehubungan dengan
pelayanan resep yang jumlahnya lebih dari seratus lembar per hari dan pelaporan
obat yang over loaded dibandingkan dengan jumlah tenaga yang tersedia. Bahkan
masih terdapat puskesmas dengan apoteker tanpa didampingi asisten apoteker,
sehingga harus meminta tambahan tenaga non kesehatan secara bergilir. Selain
itu, masih banyak puskesmas yang tidak mempunyai tenaga kefarmasian,
sehingga pelayanan dilakukan oleh perawat, bidan, dan bahkan tenaga non
kesehatan. Pengetahuan apoteker tentang penyakit kronik dan degeneratif juga
menjadi hambatan dalam memberikan pelayanan informasi obat. Apoteker hanya
mengetahui nama obat dan indikasinya saja, sehingga menyebabkan fungsi
pelayanan kefarmasian dalam hal pelayanan informasi obat di puskesmas tidak
dapat terlaksana dengan baik.
Untuk mencapai pelayanan kefarmasian prima yang meliputi keharusan
adanya pemberian informasi yang benar dan jelas, diperlukan kesiapan apoteker
dalam memberikan pelayanan, serta menguasai pengetahuan tentang obat dan
menjadi narasumber di bidang informasi obat yang ditunjang dengan adanya
penempatan apoteker dan tenaga kefarmasian lain yang memadai di setiap
puskesmas.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
12 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Apoteker memiliki peran utama dalam meningkatkan keselamatan dan
efektifitas penggunaan obat. Pemberian informasi obat yang benar, objektif dan
lengkap akan sangat mendukung dalam pelayanan kesehatan yang terbaik kepada
masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan
penggunaan obat. Pelaksanaan pelayanan informasi obat merupakan kewajiban
apoteker yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 pasal 11.
5.2 Saran
a. Penempatan apoteker di puskesmas perlu disesuaikan jumlahnya dengan jenis
dan beban kerja pelayanan, sehingga pekerjaan yang dilakukan tidak over
loaded dan apoteker dapat berperan penuh dalam pelayanan kefarmasian.
b. Tugas pokok dan fungsi apoteker dalam pelayanan kefarmasian perlu
diperjelas melalui pembagian fungsi apoteker menjadi fungsi pelayanan
klinik dan fungsi pengelolaan manajerial agar dapat dipahami oleh tenaga
kesehatan lainnya.
c. Perlu dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi farmasi dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota untuk mengurangi kesenjangan pengetahuan
apoteker yang bekerja di puskesmas.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
13 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Direktorat Bina Farmasian Komunitas dan Klinis. 2006. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis. 2008. Tanggung Jawab Apoteker
terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety). Jakarta: Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis. 2008. Modul Training of Trainer
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 2010. Materi Pelatihan
Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Amalia Sari Asih, Herita. 2011. Pengaruh Komunikasi Petugas Pelayanan
Informasi Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Melitus
Rawat Jalan di RSUD. dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi. Tesis.
Universitas Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Hartoyo. Manajemen Pelayanan di Puskesmas.
http://medicine.uii.ac.id/upload/klinik/elearning/ikm/Hartoyo-Manajem
en%20Pelayanan%20di%20Puskesmas.pdf. Diakses bulan September 2013.
Sasanti Handayani, Rini., dkk. 2006. Eksplorasi Pelayanan Informasi yang
Dibutuhkan Konsumen Apotek dan Kesiapan Apoteker Memberi Informasi
Terutama untuk Penyakit Kronik dan Degeneratif. Majalah Ilmu
Kefarmasian, Volume ke tiga.
Supardi, Sudibyo., dkk. 2012. Kebijakan Penempatan Apoteker di Puskesmas.
Jakarta: Pusat Teknologi dan Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
14
Laporan praktek…., Meilina Zahratunnisa, FFar UI, 2014
top related