tutor skenario 3 endokrin
Post on 25-Dec-2015
42 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Jump 1
Diabetes melitus : penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi yang disebabkan : gangguan pada sekresi insulin atau gangguan kerja insulin atau keduanya. Tubuh pasien dengan diabetes mellitus tidak dapat memproduksi atau tidak dapat merespon hormon insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas, sehingga kadar gula darah meningkat dan dapat menyebabkan komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang pada pasien tersebut.http://diabetesmelitus.org/penyakit-diabetes-melitus/#ixzz2NfRV2wsf
Dextrose : monosakarida,monohidrat D-glukosa,terutama dipakai sebagai pengganti cairan
dan makanan,dan juga sebagai diuretika dan untuk berbagai keperluan klinik
Insulin : hormon protein yag dibentuk dari proinsulin di sel beta pulau langerhans.Hormon utama pengatur bahan bakar ,disekresikan ke dalam darah sebagai respons terhadap peningkatan kadar glukosa atau asam amino darah.Insulin memacu penyimpanan glukosa dan ambilan asam amino,meningkatkan sintesis protein an lipid,serta menghambat lipolisis dan glukoneogenesis.
Koma :keadaan tidak sadarkan diri yang berkepanjangan. Pasien koma masih hidup namun tidak dapat merespon lingkungannya dan terlihat seperti sedang tidur. Bedanya, pasien koma tidak dapat dibangunkan oleh rangsangan apapun, bahkan oleh rasa nyeri.Pada dasarnya koma disebabkan oleh cedera otak akibat berbagai hal, bisa karena meningkatnya tekanan otak, perdarahan, kurang oksigen atau penumpukan racun. Cedera yang dialami bisa bersifat sementara, tapi juga bisa menjadi permanen.
http://health.detik.com/read/2012/10/05/161939/2055741/766/orang-bisa-jadi-koma-kalau-terserang-6-penyakit-ini
?
kadar gula darah sewaktu : hasil pengukuran yang dilakukan seketika waktu itu, tanpa ada puasa. Jadi biasanya kadar gula akan lebih tinggi. Normalnya, kadar gula dalam darah adalah 110 mg/dl (gula darah puasa) dan 140 mg/dl (gula darah sewaktu). Namun, pada penderita DM, kadar gula darah puasanya lebih dari 126 mg/dl dan gula darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl. Jadi kalau sedang berpuasa, maka kadar gula darah akan menurun
http://www.guladarah.com/2010/12/gula-darah-sewaktu.html
Jump 2
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit Diabetes Mellitus?
2. Bagaiman patogenesis dan patofisiologi dari penyakit Diabetes Mellitus?
3. Apa sajakah gejala penyakit Diabete Mellitus?
4. Apa hubungan orang tua yang menderita Diabetes Mellitus dengan kekhawatiran
pasien sebagai anak?
5. Apakah hubungan penyakit Diabetes Mellitus dengan penyakit jantung dan ginjal?
6. Adakah komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit Diabetes Mellitus?
7. Mengapa diberikan dextrosa?
8. Pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?
9. Bagaimana cara untuk mencegah terjadinya penyakit Diabetes Mellitus?
1.1 HIPOTESIS
1. Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika
telah berkembang penuh secara klinis, maka Diabetes Mellitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular
mikroangiopati.
2. Diabetes Mellitus tipe I disebabkan oleh rusaknya sel-sel beta pankreas akibat
proses autoimun sehingga penderita penyakit ini tidak dapat memproduksi hormon
insulin untuk dirinya. Diabetes Mellitus tipe II disebabkan oleh sel-sel beta pancreas
yang tidak dapat bekerja secara optimal sehingga hormon insulin yang dihasilkan
tidak memenuhi kadar kebutuhan tubuh penderita.
3. Gejala penyakit Diabetes Mellitus antara lain: poliuria, polidipsia, polipagia atau
penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, hiperglikemia.
4. Hubungan orang tua menderita Diabetes Mellitus dengan kekhawatiran anaknya
adalah adanya faktor resiko berupa faktor genetik yang juga mempengaruhi
terjadinya penyakit Diabetes Mellitus. Seorang anak yang orang tuanya menderita
Diabetes Mellitus memiliki resiko terkena diabetes lebih besar dibandingkan anak
yang orang tuanya sehat. Risikonya dari orang tua ke anak cucunya 33%, sedangkan
ke saudara kandung 40%.
5. Komplikasi dari penyakit Diabetes Mellitus meliputi komplikasi akut dan komplikasi
kronik jangka. Komplikasi akut berupa ketoasidosis diabetik, hiperglikemia,
hiperosmolar, koma nonketonik. Komplikasi panjang berupa mikroangiopati
dan makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang
menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal
(nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit.
Sedangkan makroangiopati berupa arterosklerosis.
6. Obata yang dikonsumsi oleh ayah pasien mempunyai efek samping yang dapat
menyebabkan hipoglikemia. Efek samping ini dapat ditimbulkan oleh pemakaian
jangka panjang sehingga akan terjadi pembentukan hormon insulin dalam jumlah
besar. Hal ini menyebabkan banyak glukosa darah yang akan diubah menjadi
glikogen sehingga hipoglikemia akan timbul.
7. Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit
Diabetes Mellitus pada pasien adalah cek Gula Darah Puasa (GDP), TTGO,
pemeriksaan urin untuk mengetahui glikosuria, pemeriksaan aseton, Gula Darah 2
jam post prandial (GDPP), Hb A1C, dan C-peptidae.
8. Penatalaksanaan kasus dengan edukasi pada pasien dan keluarganya, terapi gizi
medik atur pola makan, latihan fisik untuk turunkan BB, medikamentosa dengan
obat hipoglikemik oral.
9. Sekitar 80% pasien Diabetes Mellitus tipe II mengalami obesitas karena obesitas
dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dalam sel target. Hal ini disebabkan lokasi
tempat reseptor terdesak oleh lemak. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi
insulin, kegagalan toleransi glukosa akan timbuldan menyebabkan Diabetes Mellitus
tipe 2.
10. Cara mencegah terjadinya Diabetes Mellitus antara lain dengan memberi penyuluhan
atau edukasi kepada masyarakat dan orang yang berisiko tinggi tentang pengertian
penyakit Diabetes Mellitus, komplikasinya, dan pola hidup sehat dengan diet atur
pola makan dan olahraga teratur.
11. Diabetes Mellitus mengakibatkan sel-sel tubuh kekurangan glukosa sehingga akan
timbul gejala polifagi sebagai kompensasi akibat sel-sel yang tidak mendapatkan
cukup energi. Selain itu, peningkatan metabolisme tubuh mengakibatkan sel-sel
tubuh mengalami dehidrasi dan timbul gejala polidipsi dengan kompensasi gejala
poliuri yang menyertai. Pada Diabetes Insipidus, gejala yang sering muncul adalah
poliuri tanpa disertai polidipsi maupun polifagi karena yang terjadi adalah angguan
reabsorbsi air pada ginjal akibar dari kadar hormon ADH yang tidak cukup.
2.1 Fisiologi Kelenjar Pankreas sebagai Kelenjar Endokrin
Pankreas terletak dekat dengan duodenum, dan terdiri dari dua tipe jaringan
utama, yaitu asiner yang mensekresi cairan digestif ke dalam duodenum, dan pulau
langerhans yang mensekresi insulin dan glukagon secara langsung ke aliran darah. (Ben,
2010). Pulau langerhans ini yang berfungsi sebagai bagian endokrin dari pankreas.
Pankreas memiliki 1-2 juta pulau yang teratur di sekitar kapiler kecil dimana
hormone disekresi. Sel pulau dapat dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu alfa, beta, delta (juga
disebut sel A, B, D), dan sel F. Sel beta yang merupakan 60% dari sel pulau terletak di
tengah pulau dan mensekresi insulin. Sel afa mensekresi glucagon, sel delta mensekresi
somatostatin, sedangkan sel F mensekresi polipeptida pankreas (fungsi belum diketahui).
(Ben, 2010)
Pada manusia, gen yang mengkode insulin terletak di lengan pendek kromosom
11. Insulin merupakan protein yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A (terdiri dari 21
asam amino), dan rantai B (terdiri dari 30 asam amino) dan terhubung dengan jembatan
disulfida (A7B7 dan A20B19). Jembatan disulfida lainnya menghubungkan A6A11 pada
rantai A. Insulin merupakan hasil pembelahan proinsulin (turunan dari precursor yang
lebih besar, yaitu preproinsulin, yang disintesis di reticulum endoplasma kasar).
Proinsulin merupakan rantai kontinu yang berawal di ujung terminal N rantai B dan
berakhir di terminal C rantai A. Peptidae penghubung (Peptidae-C) berinterposisi
diantara ujung terminal C rantai B dan ujung terminal N rantai A. Pada aparatus golgi
dan granula penyimpanan, suatu enzim pengkonversi membelah proinsulin menjadi
insulin. Sekresi insulin distimulasi oleh glukosa yang menstimulasi ambilan kalsium (Ca
2+) ekstraseluler pada sel beta, Selain itu, karbohidrat, sebagian besar asam amino dan
yang lebih sedikit, yaitu asam lemak dan keton juga menstimulasi insulin. Glukagon
yang disekresi oleh sel alfa pulau langerhans juga menstimulasi insulin melalui efek
langsung pada sel beta. Pelepasan insulin juga dipengaruhi oleh sistem syaraf dan
neurotransmitter. (Ben, 2010)
Reseptor insulin merupakan bagian dari superfamili reseptor tirosin kinase
transmembran, dan terdiri dari dua subunit yaitu 2 subunit alfa, dan 2 subunit beta yang
saling berkovalen membentuk jembatan disulfida. Sub unit alfa terletak ekstraseluler dan
mempunyai tempat pengikatan insulin. Sub unit beta terletak di sepanjang membran dan
mentransduksi pengikatan insulin ke sub unit alfa menjadi sinyal intraseluler. Ketika
insulin berikatan dengan lokasi reseptor, interaksi ini ditransmisikan ke domain
intraseluler pada subunit beta, yang akan melakukan autofosorilasi yang kemudian
mengaktivasi protein kinasenya sendiri, menghasilkan kaskade reaksi fosforilasi dan
defosforilasi intraseluler yang digunakan untuk mengekspresi kerja insulin. Insulin
mengkonversi glukosa menjadi glikogen, reaksi ini dikontrol oleh glikogen sintase yang
bersifat inaktif dalam keadaan terfosforilasi. Di sisi lain, fosforilase hepatik
(mengaktivasi glikoneolisis) diaktivasi oleh fosforilasi. (Ben, 2010)
Glukagon, hormon yang disintesis oleh sel alfa pulau langerhans pankreas,
merupakan hasil pembelahan dari molekul prekursor yang leih besar, yaitu
preproglukagon (179 asam amino). Gen preproglukagon terletak di kromosom 2.
Preproglukagon membentuk proglukagon yang kemudian membentuk glukagon.
Glukagon disekresi cepat ketiika konsentrasi glukosa plasma turun, distimulasi oleh
asam amino (terutama arginin), kolesistokinin (CCK) dan peptidae vasointestinal (VIP).
Sedangkan sekresinya dihambat ketika konsentrasi glukosa plasma meningkat, dihambat
juga oleh badan keton, asam lemak, somatostatin. Begitu dilepaskan ke dalam sirkulasi,
glukagon bersirkulasi tanpa terikat protein plasma manapun, dan berada dalam berbagai
bentuk. Hormon ini memiliki waktu paruh pendek, dan cepat terdegradasi (terutama di
ginjal dan hati). Glukagon berikatan dengan reseptor membran pada sel target dan
mengaktivasi sistem second messenger adenilat siklase. Glukosa merupakan up-
regulation terhadap ekspresi resptor glucagon. (Ben, 2010)
2.2 Diabetes Mellitus sebagai Penyakit pada Kelenjar Pankreas
Diabetes mellitus adalah gangguan metbolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerotik dan penyakit vaskular miroangiopati dan neuropati.
2.2.1 Etiologi
Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara
genetik dengan gejal-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan
sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya
memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi
virus, dengan memproduksi autobodi berupa sel-sel beta yang akan mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Bukti unrtuk determinan
genetik diabetes mellitus tipe 1 adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe
histokompatibilitas spesifik. Tipe dari gen histokompatibilitas yang berkaitan dengan
dibetes mellitus tipe 1 (DW3 dan DW4) adalah yang memberi kode kepada protein-
protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini mengetur
respon sel T yang merupakan bagian normal dari respon imun. Jika terjadi kelainan,
fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan
sel-sel pulau langerhans. Juga terdapat bukti adanya peningkatan antibodi-antibodi
terhadap sel-sel pulau langerhans yang ditunjukkan terhadap komponen antigenik
tertentu dari sel beta.
Diabetes mellitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat.
Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko
berkembangnya pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucu.
Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak
adlah 1:1, dan sekitar 90% pasti sebagai carrier. Diabetes tipe 2 ditandai dengan
resistensi insulin. Insulin mula-mula mengikat permukaan reseptor sel tertentu
kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4
glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Kelainan dalam
pengikatan insulin disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada
membran sel yang selnya responsif terhadap insulin. Akibatnya terjadi penggabungan
abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sitem transpor glukosa.
Ketidaknormalan postreseptor mengganggu kerja insulin yang akhirnya timbul
kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2
mengalami obesitas karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin.
2.2.2 Patofisiologi dan Patologi
Defisiensi insulin relatif maupun absolut menyebabkan penyerapan glukosa ke
dalam sel terhambat serta metabolisme terganggu, selanjutnya akan menimbulkan
hiperglikemia, lalu menimbulkan diabetes melitus. Dalam keadaan normal, kira-kira
50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi
karbondioksida dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah
menjadi lemak Pada diabetes melitus semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak
dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme
protein dan lemak. Bila hiperglikemia hebat sekali hingga darah menjadi
hiperosmotik terhadap cairan intrasel karena glukosa bersifat diuretik osmotik,
diuretis disertai hilangnya elektrolit sehingga menyebabkan dehidrasi dan hilangnya
elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati, karena adanya dehidrasi maka
badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia).
2.2.3 Manifestasi Klinis
Yang paling khas dari diabetes mellitus adalah “triaspoli” (poliuri, polidipsi,
polifagi). Jika hiperglikemik berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini akan
timbul glikosuria yang mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang
bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagi) mungkin timbul akibat
kehilangan kalori.
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering menunjukkan awitan gejala yang
eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah,
somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau minggu. Pasien dapat sakit berat dan
timbul ketoasidosis, dan meninggal jika tidak segera diobati.
Pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin tidak menunjukkan gejala apapun dan
diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan tes
toleransi glukosa. Pada hiperglikemi yang berat, mungkin pasien menderita polidipsi,
poliuri, lemah, dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena
pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin
tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis.
2.2.4 Langkah Penegakan Diagnosis
Yang pertama kita sebagai dokter dapat melakukan anamnesis yang mengarah
ke dugaan diabetes mellitus, seperti apakah pasien banyak minum, makan, dan buang
air kecil (triaspoli), apakah dalam riwayat keluarga pasien ada yang menderita
diabetes, dsb. Setelah itu barulah kita melakukan pemeriksaan laboratorium yang
terdiri dari :
cek gula darah, normalnya 70-100 mg/dL
kadar GDP, jika positif diabetes kadarnya> 120 mg/dL
TTGO, jika positif diabetes kadarnya mencapai >=200 mg/dL
pemeriksaan urin, untuk memeriksa adakah glukosa di dalam urinnya yang
mengindikasikan glikosuria
pemeriksaan aseton
GD 2jam post prandial
Hb A1C
C-peptidase
2.2.5 Jenis Terapi pada Diabetes Mellitus
Pada dasarnya, diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan, namun taraf hidup
pasien dapat ditingkatkan. Pelaksanaan terapi pada pasien diabetes mellitus memiliki
2 tujuan yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek
di sini adalah menghilangkan keluhan pasien agar pasien nyaman, sedangkan tujuan
jangka panjang adlah mencegah komplikasi akibat diabetes mellitus yang diderita
oleh pasien.
Jenis terapi yang bisa diberikan ke pasin diabetes :
Edukasi
perubahan pola hidup, yang terdiri dari :
-> terapi gizi medic : pengaturan pola makan dengan memperhatikan jenis, jumlah,
dan jadwal
-> pengurangan asupan kalori
-> latihan fisik : jalan sehat, aerobik
Agen-agen Hiperglikemik Oral
a. GolonganSulfonilurea
Obatgolongansulfonilureabekerjadengancara:
Menstimulasipenglepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkanambangsekresi insulin.
Meningkatkansekresi insulin sebagaiakibatrangsanganglukosa.
Obatgolonganinibiasanyadiberikanpadapasiendenganberatbadan normal
danmasihbisadipakaipadapasien yang beratbadannyasedikitberlebih.
Klorpropamidkurangdianjurkanpadakeadaaninsufisiensi renal dan orang
tuakarenarisikohipoglikemia yang berkepanjangan,
demikianjugaglibenklamid.Untuk orang
tuadianjurkanpreparatdenganwaktukerjapendek (tolbutamid,
glikuidon).Glikuidonjugadiberikanpadapasien diabetes
melitusdengangangguanfungsiginjalatauhatiringan.
b. Biguanid
Biguanidmenurunkankadarglukosadarahtapitidaksampai di bawah normal.
Preparat yang adadanamanadalah metformin.Obatinidianjurkanuntukpasiengemuk
(IMT > 30) sebagaiobattunggal.Padapasiendenganberatbadanlebih (IMT 27-30),
dapatdikombinasikandenganobatgolongan sulfonylurea.
c. Inhibitor α glukosidase
Obatinibekerjasecarakompetitifmenghambatkerjaenzim α glukosidase di
dalamsalurancerna,
sehinggamenurunkanpenyerapanglukosadanmenurunkanhiperglikemiapascaprandi
al.
d. Insulin sensitizing agent
Thoazolidinedionesadalahgolonganobatbaru yang
mempunyaiefekfarmakologimeningkatkansensitivitas insulin,
sehinggabisamengatasimasalahresistensi insulin
danberbagaimasalahakibatresistensi insulin tanpamenyebabkanhipoglikemia.
Terapi Insulin
Insulin masih merupakan obat utama untuk diabetes melitus tipe 1 dan
beberapa jenis diabetes melitus tipe 2, tetapi memang banyak pasien diabetes melitus
yang enggan disuntik., kecuali dalam keadaan terpaksa. Karenanya, terapi edukasi
pasien diabetes mellitus sangat penting, agar pasien sadar akan perlunya terapi insulin
meski diberikan secara suntikan. Suntikan insulin dpaat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain intravena, intramuskuler, dan umumnya pada penggunaan jangka
panjang lebih disukai pemberian subkutan (SK). Cara pemberian ini berbeda dengan
keadaan sekresi insulin secara fisiologik, antara lain setelah asupan makanan
kinetiknya tidak menunjukkan peningkatan dan penurunan sekresi insulin yang cepat;
pada pemberian subkutan insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya
langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormon ini pada hepar
menjadi kurang. Meski demikian kalau cara pemberian ini dilakukan dengan cermat,
tujuan terapi akan tercapai (Suherman, 2007).
Selain itu ada pencegahan supaya tidak terjadi Diabetes Mellitus dan
komplikasi, yaitu edukasi ke masyarakat mengenai apa itu diabetes mellitus, faktor
resiko dan penyebabnya, bagaimana menanggulanginya. Selain itu kita juga harus
meningkatkan polaa hidup sehat dengan tetap berolahraga dan pengaturan pola makan
yang sehat.
2.3 Komplikasi pada Diabetes Mellitus
Komplikasi akut :
Ketoasidosis diabetik
Hiperosmolar non ketotik(hiperglikemia hiperosmolar state)
Hipoglikemia.
Komplikasi kronik :
Makrovaskuler:
Kardiovaskuler.
serebrovaskuler.
Perifirarteri disease
Mikrovaskuler:
Nefropati.
Neuropati.
Retinopati.
Cardiomiopati.
2.4 Diabetes Mellitus dan Sindrom Metabolik
Pada ahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor risiko pada pasien-
pasien dengan resistensi insulin yang dihubungkan dengan peningkatan penyakit
kardiovaskular yang disebutnya sebagai sindrom X. Selanjutnya, sindrom X ini
dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan akhirnya sindrom metabolik.
Resistensi insulin adalah suatu kondisi yang menunjukkan penurunan
sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi
insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Resistensi insulin terjadi
beberapa dekade sebelum timbulnya penyakit Diabetes Mellitus dan kardiovaskular
lainnya. Sedangkan pengertian dari sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik
adalah kumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian kardiovaskular lebih tinggi
dari individu tersebut. Resistensi insulin juga berhubungan dengan beberapa keadaan
seperti hiperurisemia, sindrom ovarium polikistik, dan perlemakan hati nonalkoholik.
Sejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa organisasi berusaha
membuat kriteria sindrom metabolik supaya dapat diterapkan secara praktis klinis
sehari-hari. Secara umum, semua kriteria yang diajukan memerlukan minimal 3
kriteria untuk mendiagnosis sindrom metabolik tersebut. Pada tahun 1988, WHO
menyatakan bahwa istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada penyandang
Diabetes Mellitus mengingat penyandang tersebut juga dapat memenuhi kriteria
tersebut dan menunjukkan besarnya risiko terhadap kejadian kardiovaskular. EGIR
(European Group for Study of Insu;in Resistance), pada tahun 1999, melakukan
modifikasi erhadap penyataan WHO. Berbeda dengan WHO, EGIR lebih memilih
obesitas sentral sebagai faktor utama sindrom metabolik dibandingkan dengan IMT.
Selain itu, EGIR memaparkan bahwa istilah sindrom metabolisme insulin tidak dapat
dipakai pada penyandang Diabetes karena resistensi insulin merupakan faktor risiko
timbulnya Diabetes Mellitus. Kriteria yang lebih banyak digunakan adalah kriteria
yang dibuat oleh NCEP-ATP III (National Cholesterol Education Program – Adult
Treatment Panel III) yaitu anggapan bahwa obesitas sentral merupakan faktor utama
yang mendasari sindrom metabolik, bukan resistensi insulin.
BAB III
PEMBAHASAN
Pankreas selain sebagai kelenjar eksokrin juga merupakan kelenjar endokrin,
pankreas sebagai kelenjar endokrin menghasilkan insulin dan glukagon. Insulin
dihasilkan oleh sel beta pankreas yang berfungsi menyimpaan glukosa dalam bentuk
glikogen pada sel hepar dan sel otot sedangkan glukagon dihasilkan oleh sel alfa
pankreas yang berfungsi mengubah gikogen simpanan menjadi glukosa kembali.
Pasien hasil anamnesa dan pemeriksaan pasien pada kasus skenario di atas
ditemukan bahwa pasien mengalami obesitas (IMT = 32,38), poliuri (kencing lebih
dari 20 kali sehari), kedua orang tua pasien mengalami diabetes mellitus, ayahnya
mengalami komplikasi sehingga lumpuh. Poliuri yang dialami pasien dapat
merupakan manifestasi klinis dari diabetes mellitus, tetapi bukan hanya diabetes
mellitus tetapi juga diabetes insipidus sehingga untuk penegakan diagnosis perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu menghitung kadar gula darah puasa (GDP),
jika GDP >120 mg/dL, dilihat dari faktor resiko yaitu IMT pasien pada taraf obesitas,
lalu kedua orang tua pasien mengalami diabetes melitus, maka kemungkinan pasien
mengalami diabetes mellitus.
Kadar GDP yang tinggi ini dapat disebabkan tubuh kekurangan insulin,
mungkin karena kerusakan sel beta pulau langerhans pankreas (DM tipe 1) atau dapat
juga karena resistensi insulin (DM tipe 2). Kerusakan sel beta pankreas pada DM tipe
1 dapat disebabkan autoimun sedangkan resistensi insulin pada DM tipe 2 dapat
disebabkan kadar gula darah yang secara terus menerus tinggi sehingga sel beta
pankreas harus bekerja keras dan lama-kelamaan sel beta pankreas akan mengalami
kelelahan lalu rusak secara bertahap. Melihat pasien mengalami obesitas , kami
cenderung mendiagnosis pasien mempunyai faktor resiko mengalami DM tipe 2,
karena pada DM tipe 1 insulin sama sekali tidak bisa dihasikan oleh sel beta pankreas
tentunya hal ini akan berimbas pada metabolisme sel tubuh, sel kekurangan glikogen
yang merupakan bahan pembentuk ATP sehingga sel akan mengambil cadangan
lemak serta protein untuk menghasilkan ATP, tubuh yang kekurangan lemak dan
protein tentunya akan menjadi kurus.
Poliuria yang terjadi merupakan salah satu manifestasi klinis DM tipe 2
maupun DM tipe 1, hal ini disebabkan nilai ambang glukosa pada ginjal telah
terlewati sehingga ginjal harus membuang glukosa darah dalam urin, sehngga urin
lebih pekat karena mengandung glukosa, serta karena reabsorbsi cairan meningkat
(akibat dehidrasi sel). Manifestasi klinis yang lain yaitu polifagi dan polidipsi, seperti
yang sudah kami jelaskan di atas, pemakaian lemak untuk diubah menjadi energi
menghasilkan asam lemak yang dikeluarkan ke dalam darah, sehingga darah menjadi
ssemakin tinggi konsentrasinya, hal ini menyebabkan terjadinya osmosis cairan intra
sel yang keluar ke darah, sehingga sel mengalami dehidrasi dan menjadi
mengeluarkan rangsangan untuk minum (polidipsi), semakin menipisnya cadangan
lemak serta protein pengganti glikogen juga akan merangsang pasien untuk makan
(polifagi).
Kedua orang tua pasien yang mengalami diabetes mellitus menyebabkan
faktor resiko pasien lebih tinggi yaitu 70 % (40% jika hanya salah satu orang tua
mengalami dibaetes mellitus). Komplikasi juga dapat terjadi pada DM, yaitu
neuropati, nefropati, artherosklerosis. Peningkatan kadar glokosa darah dapat merusak
jaringan lainnya, contohnya saraf, apabila saraf telah rusak maka akan terjadi
kelumpuhan (neuropati). Sedangkan di ginjal , kadar glukosa yang melebihi ambang
batas dapat merusak nefron nefron ginjal (nefropati). Penumpukan asam lemak bebas
dalam darah juga dapat menyebabkan tersumbatnya kapiler darah dan terjadi
atherosklerosis.
Selain penyebab DM yang kami sebutkan di atas, kita juga perlu
memperhatikan faktor lain penyebab DM, dapat juga karena reseptor insulin yang
mengalami kerusakan, atau dapat juga second massenger yang mengalami kerusakan
sehingga glikogen tidak dapat terbentuk.
DM merupakan penyakit yang tidak dapat sembuh sepenuhnya, yang bisa kita
lakukan hanya memperbaiki kualitas hidup penderita, yaitu dapat dengan cara edukasi
, terapi diet kalori, terapi sulih hormon insulin atau dengan medika mentosa yaitu
obat. Kita perlu sangat berhati hati dalam memakai obat, karena beberapa obat dapat
mengakibatkan hipoglikemia.
Diabetik koma adalah komplikasi serius dari diabetes yang menyebabkan penderitanya tidak sadar (tidak dapat merespon suara atau stimulasi). Kadar gula darah yang sangat tinggi (hyperglycemia) atau sangat rendah(hypoglycemia) dapat memicu terjadinya diabetik koma. Jika tidak segera ditangani, dapat berakibat fatal. Untungnya, penyakit ini masih dapat dicegah.
Symptoms
Sebelum diabetik koma, biasanya penderitanya akan lebih dulu mengalami hyperglycemia atau hypoglycemia, yang gejalanya adalah :
Hyperglycemia
Haus terus.
Sering buang air kecil.
Mudah lelah.
Mual dan muntah.
Susah nafas.
Nyeri pada bagian perut.
Seolah-olah mencium wewangian saat bernafas.
Detak jantung cepat.
Hypoglycemia
Gugup atau gemetar.
Mudah lelah.
Berkeringat.
Mudah lapar.
Mual.
Detak jantung yang tidak normal.
Mudah marah.
Causes
Penyebab diabetik koma adalah :
Ketoasidosis diabetik. Jika otot-otot tubuh Anda merasa ‘haus’ akan energi, tubuh akan meresponnya dengan memecah timbunan lemak. Hal ini dapat membentuk asam beracun yang disebut dengan keton. Diabetes jenis ini lebih sering mengenai penderita diabetes tipe 1.
Hiperosmolar sindrom diabetik. Adalah kondisi gula darah yang sangat tinggi. Darah akan mengental. Darah yang berlebihan tersebut, mengalir melewati darah ke urin, yang dapat memicu proses penyaringan yang menarik cairan tubuh dalam jumlah yang sangat besar, hal ini dapat menyebabkan dehidrasi parah dan koma. Hiperosmolar sindrom sering mengenai penderita diabetes tipe 2.
Hypoglycemia. Olahraga berlebihan dan terlalu banyak konsumsi juga dapat menyebabkan hypoglycemia.
Complications
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan oleh dibetik koma adalah kerusakan otak permanen dan kematian.
Diagnosis
Dapat melakukan uji laboratorium (kadar gula darah dan keton).
Prevention
Untuk pencegahan :
Mengatur dan disiplin pada pola makan, hindari konsumsi alkohol dan rajin melakukan pemeriksaan rutin.
Penyakit diabetes mellitus itu tentu saja bisa dicegah, dengan cara - cara berikut dibawah ini : 1.) Pola hidup sehat, dengan cara: olah raga yang teratur, juga jauhi makanan yang mengundang diabetes.2.) Kurangi gula. Langkah pertama adalah mengurangi konsumsi gula dan makanan – minuman bergula, antara lain: es krim, soft drink, jeli. Batasi hingga konsumsi gula atau makanan-minuman manis tidak lebih dari setara 2.5 sendok makan rata gula pasir/hari.3.) Jaga berat badan. Perhatikan konsumsi anda, jangan sampai BBR melampui batas normalnya. Jika BBR telah melampaui 110 %, dianjurkan untuk segera berdiet rendah kalori atau tingkatkan aktivitas fisik, seperti dengan olah raga.4.) Makan makanan alami, konsumsi bahan makanan alami yang kaya serat kasar (sayuran hijau, beras putih tumbuk, beras merah, buah-buahan).
top related