tugas hukum perdata international
Post on 29-Jan-2016
385 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti halnya dengan para individu, badan hukum juga mempunyai status
personalnya. Hukum inilah yang dipakai untuk menentukan ada tidaknya badan
hokum, kemampuan untuk bertindak dalam hokum, hokum yang mengatur
organisasi intern dan dengan hubungan-hubungan hokum dengan pihak ketiga,
dan cara-cara perubahan dalam Anggaran Dasar serta behentinya badan hokum
ini. Status badan hokum ini menentukan pula pihak-pihak dan kewenangan dari
sejak lahir (diciptakan), hingga meninggal (berhentinya sebagai badan hokum
setelah likuidasi ).
Hukum personal ini hanya merupakan satu hokum tertentu yang mengatur
status personal perseorangan. Mengenai titik taut manakah yang harus
dipergunakan untuk status personal dari badan-badan hukum ini tidak terdapat
persesuaian pendapat. Secara garis besar dapat diadakan pembedaan dalam dua
macam ukuran, yakni system dari Negara Common Law yang menitikberatkan
pada hukum dari Negara didirikannya badan hukum (Place of Incorporation),
sedangkan dalam Negara-negara Civil Law yang terbanyak dianut ialah hukum
dari Negara dimana faktor pusat manajemen berkedudukan (Legal Seat,
headquarters central office siege reel).1
Badan hukum hanya dapat melakukan perbuatan melalui perantaraan
orang-orang biasa yang menjadi pengurusnya. Pengurus tersebut berkerja tidak
untuk dirinya sendiri, melainkan untuk dan atas nama badan hukum itu. Badan
hukum tidak dapat menerima semua jenis hak dan menjalankan semua jenis
kewajiban seperti pada manusia biasa. Semua badan hukum memiliki kekayaan,
akan tetapi jenis-jenis haknya berbeda satu sama lain. Contohnya, yayasan wakaf
tidak boleh dibebani hak milik atas tanah. Karena badan hukum tidak dapat
1 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku ke-7, Bandung: Alumni, 1995, hlm.327.
1
meninggal dunia, maka apabila badan hukum bubur maka kekayaannya tidak
dapat diwariskan kepada ahli waris para pengurusnya.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pengaturan terkait badan hokum di Indonesia?
2. Bagaimana status personal badan-badan hukum dalam lingkup Hukum
Perdata International?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN BADAN HUKUM
“Orang” (person) dalam dunia hukum adalah subyek hukum atau
pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah pembawa hak (subyek
hukum) dan mampu melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan
hukum yang harus diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid)
dan kewenangan hukum (rechtsbevoedgheid)2.
Dua macam Subyek Hukum dalam pengertian hukum adalah :
1. Natuurlijke Persoon (natural person) yaitu manusia pribadi (Pasal
1329KUHPerdata).
2. Rechtspersoon (legal entitle) yaitu badan usaha yang berbadan hukum
(Pasal1654 KUHPerdata).
Berdasarkan materinya Badan Hukum dibagi atas :
1. Badan Hukum Publik (publiekrecht) yaitu badan hukum yang
mengatur hubungan antara negara dan atau aparatnya dengan warga
negara yangmenyangkut kepentingan umum/publik, seperti hukum
pidana, hukum tatanegara, hukum tata usaha negara, hukum international
dan lain sebagainya.Contoh : Negara, Pemerintah Daerah, Bank
Indonesia.
2. Badan Hukum Privat (privaatrecht) yaitu perkumpulan orang
yangmengadakan kerja sama (membentuk badan usaha) dan merupakan
satukesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh
hukum. Badan Hukum Privat yang bertujuan Provit Oriented
(contoh : Perseroan Terbatas) atauNon Material (contoh : Yayasan).Di
Indonesia bentuk-bentuk badan usaha (Business organization)
beranekaragam dan sebagian besar merupakan peninggalan pemerintah
Belanda.
Ada bentuk badan usaha yang telah diganti dengan sebutan dalam bahasa
Indonesia(contoh : Perseroan Terbatas/PT berasal dari sebutan
2 Hendri Raharjo, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hlm. 18.
3
NaamlozeVennootschap/NV), tetapi ada juga yang tetap mempergunakan nama
aslinya(contoh : Maatschap, Firma/Fa dan Commanditaire
Vennootschap/CV).Kata "perseroan" ada yang merupakan terjemahan dari
"vennootschap" (missal sebutan untuk Perseroan Firma, Perseroan Komanditer
dan Perseroan Terbatas)dan ada kata "perseroan" yang artinya penyebutan
perusahaan secara umum.Yang paling sesuai dalam pemakaian kata "perseroan"
adalah dalam penyebutan Perseroan Terbatas karena memang mengeluarkan
saham/sero.Kata "perseroan" dengan kata dasarnya "sero" artinya saham atau
andil(aandeel-Belanda). Perusahaan yang mengeluarkan saham/sero disebut
perseroan, sedangkan yang memiliki sero disebut "pesero" atau pemegang Karena
Maatschap tidak menerbitkan saham maka sebaiknya tetap diterjemahkan dengan
menggunakan kata "persekutuan" dari pada memakai kata “perseroan” agar sesuai
dengan terjemahan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
B. BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM
Berdasarkan status pemiliknya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Perusahaan Swasta adalah perusahaan yang didirikan dan dimilik oleh pihak
swasta (Nasional dan Asing).
2. Perusahaan Negara adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh
Negara dan biasa disebut dengan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).Berdasarkan bentuk hukumnya,badan usaha dapat dibedakan
menjadi dua,yaitu :
a. Badan Usaha yang Bukan Berbadan Hukum adalah perusahaan
yang bukan merupakan badan hukum. Contoh : Perusahaan Perorangan
dan Perusahaan Persekutuan (Maatschap, Firma, CV).
b. Badan Usaha yang Berbadan Hukum adalah perusahaan yang berbadan
hukum. Misalnya Perseroan Terbatas, Koperasi, BUMN (Perum dan
Persero)dan badan-badan usaha lain yang dinyatakan sebagai badan
hukum sertamemenuhi kriteria badan hukum.Berdasarkan jumlah
kepemilikannya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
4
1) Perusahaan Perorangan atau Usaha Kepemilikan Tunggal Adalah
badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha
perseorangan dan bukan termasuk badan hukum. Badan usaha ini
paling mudah diorganisir dan dijalankan karena wewenang
pengelolaannya (manajemen) dipegang olehsatu orang (pemilik
tunggal) sehingga keputusan dapat dibuat dengan cepat.Pendirian
badan usaha ini tidak memerlukan izin dan tata cara tententu
sertabebas membuat bisnis personal/pribadi tanpa adanya batasan
untukmendirikannya.Tanggung jawab perusahaan terhadap hutang
(liabilitas) meliputi seluruh hartakekayaan pribadi pemiliknya.
Penutupan perusahaan terjadi bila pemilikmemutuskan menutup
usaha tersebut, bangkrut atau karena kematianpemiliknya.Pada
umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, jenis serta
jumlahproduksinya terbatas, memiliki tenaga kerja/buruh yang
sedikit dan masihmenggunakan alat produksi teknologi yang
sederhana. Contoh : toko kelontong,tukang bakso keliling, pedagang
asongan, dan lain sebagainya.
a. Tanggung jawab tidak terbatas dan bisa melibatkan harta
pribadi.
b. Tidak ada kewajiban antar pemilik, karena hanya ada satu
pemilik.
c. Tidak ada pajak, yang ada adalah pungutan dan retribusi.
d. Seluruh keuntungan dinikmati sendiri.
e. Sulit mengatur roda perusahaan karena diatur sendiri.g.
Keuntungan yang kecil yang terkadang harus mengorbankan
penghasilanyang lebih besar.
f. Jangka waktu badan usaha tidak terbatas atau seumur hidup.
g. Sewaktu-waktu dapat dipindah tangankan.
3. Perusahaan Persekutuan (Partnership) atau Usaha KemitraanMerupakan
kombinasi terorganisir dari dua orang atau lebih untuk menjalankansuatu
usaha sebagai mitra pemilik atau mitra pengelola dan dimiliki oleh
duaorang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bisnis.
5
Pendirianbadan usaha ini membutuhkan izin khusus dari instansi
pemerintah yang terkait.Yang termasuk dalam badan usaha persekutuan
adalah :
a. Bentuk Perusahaan yang diatur dalam KUHPerdata, yaitu
PersekutuanPerdata (Maatschap).
b. Bentuk Perusahaan yang diatur dalam KUHDagang, yaitu
Persekutuan Firma(Fa) dan Persekutuan Komanditer (CV)
c. Bentuk Perusahaan yang diatur dalam perundang-undangan
khusus, yaitu Perseroan Terbatas (PT), Koperasi dan Perusahaan
Negara (BUMN).
I. PERSEKUTUAN PERDATA Diatur dalam Pasal 1618 s.d. 1652
KUHPerdata, Buku III, Bab VIII tentangPerserikatan Perdata (Burgerlijk
Maatschap).
a. Pengertian Persekutuan PerdataPersekutuan sebagai suatu perjanjian
dimana dua orang atau lebih mengikatkandiri untuk memasukkan sesuatu
ke dalam persekutuan dengan maksud untukmembagi keuntungan (Pasal
1618 KUHPerdata).Unsur-unsur dalam Persekutuan Perdata meliputi :
1. Adanya pemasukan sesuatu ke dalam perserikatan (inbreng).
2. Inbreng dapat berupa uang, barang (materiil/immaterial), atau tenaga
(Pasal1619 KUHPerdata).
3. Adanya pembagian keuntungan atau kemanfaatan diperoleh dari
pemasukantersebut.Persekutuan Perdata yang bertindak keluar terhadap
pihak ketiga denganterang-terangan dan terus menerus untuk
mendapatkan laba berubah menjadiPersekutuan Perdata atau Perserikatan
Perdata Jenis Khusus (Pasal 1623KUHPerdata).
Diatur dalam perjanjian pendirian Persekutuan Perdata, dengan ketentuan
tidakboleh memberikan keuntungan hanya pada satu orang, tapi
bolehmembebankan kerugian pada satu sekutu (Pasal 1635 KUHPerdata).
Apabiladalam perjanjian tidak diatur mengenai pembagian keuntungan,
makaberpedoman pada Pasal 1633 KUHPerdata.Pembagian keuntungan
berdasarkan pada asas keseimbangan pemasukan,artinya :
6
1) Pembagian dilakukan menurut harga nilai dari pemasukan masing-
masingsekutu kepada persekutuan.
2) Sekutu yang hanya memasukkan kerajinan saja pembagiannya sama
dengansekutu yang nilai barang pemasukkannya terendah, kecuali ditentukan lain.
3) Sekutu yang hanya memasukkan tenaga kerja mendapat bagian
keuntungansama rata, atau disamakan dengan sekutu yang memasukkan uang atau
bendaterkecil, kecuali ditentukan lain (Pasal 1633 ayat (2) KUHPerdata)c.
Pendirian Persekutuan PerdataPersekutuan Perdata didirikan berdasarkan
perjanjian diantara para pihak (asaskonsensualisme) dan tidak memerlukan
pengesahan Pemerintah.
d. Pertanggung Jawaban SekutuPerbuatan hukum seorang sekutu yang dilakukan
dengan pihak ketiga hanyamengikat sekutu yang bersangkutan dan tidak mengikat
sekutu-sekutu yang lain(Pasal 1644 KUHPerdata), kecuali bila :
1) Sekutu-sekutu yang lain telah memberikan kuasa untuk itu.
2) Perbuatan sekutu tersebut secara nyata memberikan manfaat bagipersekutuan.
e. Status Hukum Persekutuan PerdataBerdasarkan Pasal 1644 KUHPerdata maka
Persekutuan Perdata bukantermasuk badan hukum, karena pada suatu badan
hukum, perbuatan seorangsekutu atas nama persekutuan akan mengikat
persekutuan tersebut terhadappihak ketiga. Terbentuknya Persekutuan Perdata
tidak memerlukan pengesahanPemerintah sebagai syarat formil suatu badan
hukum.
f. Berakhirnya Persekutuan PerdataBerdasarkan Pasal 1646 KUHPerdata,
Persekutuan Perdata dapat berakhir akibat :
1) Lewatnya waktu dimana persekutuan diadakan.
2) Musnahnya barang atau selesainya perbuatan yang menjadi pokokpersekutuan.
3) Atas kehendak semata-mata dari beberapa sekutu.
PERSEKUTUAN FIRMA (Fa)Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16 s.d. Pasal
35 KUHDagang.
a. Pengertian FirmaFirma berasal dari bahasa Belanda “venootschap onder firma”
yang berartisebuah perserikatan dagang antara beberapa perusahaan. Firma
adalahsuatuPersekutuan Perdata yang menyelenggarakan perusahaan atas nama
bersamadan tiap-tiap sekutu yang tidak dikecualikan satu dengan lain hal
7
dapatmengikatkan Firma dengan pihak ketiga dan mereka masing-
masingbertanggung jawab atas seluruh hutang Firma secara tanggung-
menanggung(Pasal 16 s.d. Pasal 18 KUHDagang).Dasar Hukum Persekutuan
Firma adalah suatu “Maatschap” dan sebagaiMaatschap khusus, Persekutuan
Firma mempunyai unsur-unsur khusus, yaitu :
1) Selalu menyelenggarakan perusahaan (Pasal 16 KUHDagang).Misal : membuat
Pembukuan, Pendaftaran Perusahaan, dll.
2) Mempunyai nama bersama (Pasal 16 KUHDagang).Kata Firma berarti nama
bersama, yaitu nama sekutu yang dipakai menjadinama perusahaan. Misal : salah
satu sekutu bernama Budiman, maka namaperusahaannya menjadi “Fa. Budiman
Bersaudara”
3) Pertanggungjawabannya tanggung-menanggung atau bersifat pribadi
untukkeseluruhan (Hoofdellijk voor het geheel) dan pada asasnya tiap-tiap
sekutudapat mengikatkan Firma dengan pihak ketiga (Pasal 18 KUHDagang).
b. Pendirian FirmaPersekutuan Firma terbentuk sejak adanya kata sepakat secara
lisan atautertulis antara para sekutu (pendiri), baik dengan akta otentik maupun
akta dibawah tangan (Pasal 16 KUHDagang jo. Pasal 1618 KUHPerdata).
Bentukperjanjian mendirikan Persekutuan Firma adalah perjanjian konsensuil.
Tata cara(prosedur) pendirian Firma menurut KUHDagang adalah :
1) Pembentukan FirmaAkta pendirian Firma yang dibuat di hadapan Notaris, tidak
menjadi syaratmutlak terbentuknya Persekutuan Firma tetapi hanya sebagai alat
bukti utamaterhadap pihak ketiga mengenai keberadaan Firma tersebut (Pasal
22KUHDagang). Ketentuan bahwa ketiadaan akta tidak boleh dikemukakan
untukmerugikan pihak ketiga dimaksudkan bahwa tidak adanya akta otentik
tidakboleh digunakan sebagai dalih bagi pihak ketiga bahwa Firma itu tidak
ada,sehingga dapat merugikan pihak ketiga. Sebaliknya pihak ketiga
dapatmembuktikan adanya Persekutuan Firma dengan alat bukti lainnya, seperti
surat-surat, saksi, dll
Persekutuan Firma harus mendaftarkan akta pendiriannya atau hanyapetikannya
saja ke kepaniteraan Pengadilan Negeri di mana Persekutuan Firmatersebut
8
didirikan (Pasal 23 dan Pasal 24 KUHDagang).Petikan Akta Pendirian
Persekutuan Firma harus memuat :
a. Nama, nama depan, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma.
b. Menyebutkan keterangan apakah persekutuan itu umum atau hanya
terbataspada suatu cabang perusahaan khusus.
c. Penunjukan sekutu-sekutu yang dikecualikan dari hak menandatangani
untukfirma.
d. Saat mulai berlakunya dan akan berakhirnya persekutuan.
e. Bagian-bagian dari persetujuan persekutuan guna menentukan hak-hak
pihakketiga terhadap persekutuan.Tujuan mendaftarkan Akta Pendirian
Persekutuan Firma adalah bahwa pihakketiga tidak perlu mengetahui tentang
besarnya modal Persekutuan maupunpersoalan yang terjadi di antara para sekutu
yang sifatnya pribadi dan tidak adahubungannya dengan pihak ketiga.
3) Pengumuman FirmaAkta pendirian Firma harus diumumkan dalam Berita
Negara RI (Pasal 28KUHDagang). Sesuai Pasal 29 KUHDagang, Persekutuan
Firma yang belummelakukan pendaftaran dan pengumuman, maka Persekutuan
Firma tersebutharus dianggap sebagai :
a. Persekutuan Umum yang menangani segala urusan perniagaan.
b. Didirikan untuk waktu tidak terbatas.
c. Seolah-olah tidak ada seorang sekutu pun yang dikecualikan dari hakbertindak
perbuatan hukum dan hak menandatangani atas nama firma.Apabila sekutu
melanggar ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar sebelumFirma didaftarkan
dan diumumkan, maka pihak ketiga dapat menuntut kepadaPersekutuan Firma,
dengan cara memperhitungkan pelanggaran yang harusdipertanggungjawabkan
secara pribadi oleh sekutu yang melakukan pelanggarantersebut.
c. Pertanggung Jawaban Sekutu FirmaDalam hal pengurus Persekutuan (Pasal 17
KUHDagang), apabila tidak dibuatperaturan-peraturan khusus mengenai cara-
caranya mengurus, maka :
1) Para sekutu dianggap secara timbal-balik telah memberi kuasa supaya yangsatu
melakukan pengurusan bagi yang lain.
2) Para sekutu boleh menggunakan barang-barang kekayaan Persekutuanasalkan
sesuai dengan tujuan dan kepentingan Persekutuan.
9
3) Para sekutu wajib turut memikul biaya yang diperlukan untuk
pemeliharaanbarang-barang Persekutuan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Luasnya Bidang Status Personal Badan-badan Hukum
Pertama hokum personal ini (yang ditentukan oleh titik taut tempat didirikan
atau tempat kedudukan manajemen yang efektif) mengatur apakah ada suatu
badan hokum dan apakah berwenang untuk bertindak dalam hokum (rechtsfahig).
Juga batas-batas dari kemampuan untuk bertindak dalam hokum dan melakukan
perbuatan-perbuatan hokum ditentukan oleh hokum personal ini. Dalam system
hokum Anglo saxon, persoalan yang mengenai batas-batas kemampuan bertindak
ini berpokok pangkal sekitar masalah teori Ultra Vires.3
Menurut teori ini suatu badan hokum hanya dapat melakukan perbuatan-
perbuatan hokum yang ditentukan oleh Anggaran Dasar. Tidak dapat daimbil
tindakan-tindakan yang melampauinya.jika tetap dilakukan sanksinya ialah bahwa
dianggap perbuatan-perbuatan ini sebagai batal adanya. Dalam hokum hokum
personal ini bukan hanya mengatur tentang lahirnya saja suatu badan hokum tetapi
juga kematiannya badan hokum. Demikai pula diatur hak dan kewenangan untuk
menghadap sebagai pihak di muka pengadilan.
Hal ini di tentukan oelh kaidah-kaidah yang mengatur organisasi intern dan
ekstren dan badan hokum yang bersangkutan, yakni Anggaran Dasarnya atau
kontrak pendirian pada perseroan-perseroan yang bukan badan hokum. Hubungan
antara para pengurus, demikian pula hubungan antara manajemen dan para
anggota peserta dari badan hokum bersangkutan, semua ini ditentukan dalam
anggaran dasarnya dan kontrak pendirian. Sepanjang tidak daitur dalam Anggaran
Dasar, maka hokum personal yang berlaku untuk menentukan hal-hal ini,
termasuk pula hak-hak dan kewajiabn-kewajiban dari para anggotanya.
3 Op Cit, hlm.348.
10
Kewenangan dari suatu badan hokum untuk melakuakn perbautan melanggar
hokum sebagai pengecualian yang universally adopted ditentukan oleh hokum
tempat dilakukakannya apabila forum tidak mensyaratkan policynya sendiri.4
B. Macam-macam Badan Hukum
Istilah badan hukum harus kita artikan dalam pengertian yang agak luas,
artinya tercakup didalamnya mengenai hubungan-hubungan perseroan dagang
yang belum menjadi badan hokum, melainkan hanya sampai pada taraf
persekutuan tertentu (maatschap, firma menurut sistem-sisten hukum berbagai
negara). Umumnya badan-badan yang tidak berstatus badan hokum ini diperlukan
menurut kaidah-kaidah yang sama seperti untuk corporate body.
Disamping itu, tampak pula perkumpulan-perkumpulan, yayasan-yayasan,
organisasi-organisasi internasional, Negara dan badan-badannya, badan-badan
hokum yang bersifat internasional inteernationale yuristische Personen, baik yang
bersifat hokum perdata maupun yang bersifat hokum publik.5
Untuk system hukum HPI USA, Rabel telah memberikan klasifikasi sebagai
berikut:
1. Badan hukum yang mempunyai suatu kehidupan tersendiri sebagai subjek
hokum, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata. Di
dalamnya termasuk:
a. Badan hukum publik, misalnya Negara, kota Praja atau organisasi hokum
public lainnya yang didirikan oleh Negara sebagai badan-badan lainnya
tersendiri.
b. Associations yang bersifat perdata dan berstatus badan hukum
(incorporated);
1) Badan-badan hokum dagang.
2) Assosiasi-assosiasi yang tidak bersifat kommersial.
3) Assosiasi-assosiasi kooperasi.
c. Yayasan perdata (private foundations);
4 Ibid, hlm. 349.5 Ibid, hlm. 328.
11
2. Assosiasi yang tidak berbadan hokum (uncorporated associations)
termasuk:
a. Assosiasi bukan badan hokum yang tidak mengejar keuntungan;
b. Persekutuan-persekutuan dagang (limited partnerships,limited
partnerships associations, joint stock companies, business trusts);
c. Partnerships secara umum;6
3. Kontrak-kontrak untuk usaha bersama, misalnya joint adventures, (joint
ventures, societas unius rei).
Dalam pada itu, perlu kita perhatikan bahwa dalam pengertian badan hokum
ini di mana-mana pada hakikatnya dianggap adanya suatu badan yang berdiri
sendiri, terlepas dari anggota-anggotanya. Tentang badan-badan hokum yang
bersifat internasional ini dapat kita bedakan lebih jauh.
Ada yang bersifat supranasional, misalnya PBB sekarang ini. Ada pula yang
bersifat plurinational dan berpusat secara sentral, misalnya Unie untuk melindungi
karya-karya sastra dan seni di Bern, International Red Cross, Internasional Postal
Union, Internasional Health Office di Paris, International Institute for Agriculture
di Roma. Di samping itu, terdapat pula badan-badan hukum plurinational yang
decentralized, misalnya HMCA (Young Men s’Christian Association 1855) yang
mempunyai cabang-cabang di seluruh dunia.7
C. Prinsip Titik Taut Penentu Badan Hukum
1. Prinsip Inkorporasi
Menurut Prinsip ini badan hukum takluk kepada hukum tempat ia telah
diciptakan, didirikan, dibentuk, yakni Negara yang hukumnya telah diikuti pada
waktu mengadakan pembentukan daripadanya.8 Beberapa alasan yang
dikemukakan untuk mempertahankan prinsip ini adalah :
a. Sesuai dengan logika hokum (Juristische Logik), bilamana suatu badan
hokum ini ditaruh pula di bawah hokum yang formalitas-formalitas untuk
pendiriannya telah dilangsungkan. Suatu badan hokum tidak dapat berada
6 Ibid, hlm. 329.7 Ibid, hlm. 330.8 Ibid, hlm. 336.
12
dalam normlosen Raum. Hanya suatu system hokum nasional tertentu
yang dapat memberikan status badan hokum kepada sesuatu badan. Tetapi
pada saat pendiriannya badan hokum ini belum mempunyai tempat
kedudukan manajemen yang efektif. Untuk sementara waktu masih
merupakan pertanyaan dimanakah akan ditempatkan pusat manajemen itu.
Sementara ini hanya tempat inkorporasi dan tempat kedudukan statuir
yang jelas. Jadi tetaplah bahwa badan hukum hanya dapat tercipta menurut
hokum pembentukannya. Jika demikian, untuk kemudian hari inilah yang
seyogyanya tetap menjadi status personalnya.
b. Alasan Praktis, hokum Inkorporasi ini mudah ditentukan secara pasti
dengan jalan Anggaran Dasar, dokumen-dokumen pembentukan,
pendaftaran-pendaftaran dalam register-register tertentu, dan sebagainya.
Sebaliknya tempat pusat manajemen efektif sukar untuk ditentukan dengan
pasti. Jika yang belakangan ini diterima, akan timbullah ketidakpastian.
Dengan demikian pun dilindungi pihak-pihak ketiga yang beritikad baik.
Hokum yang berlaku dapat langsung diketahui dari Anggaran Dasar.
c. Jika dianut prinsip siege reel dengan pindahnya NV akan berubah status9
perseroan secara geruisloos. Karena kesukaran-kesukaran penyesuaian
(adaptatie vormogen) suatu NV dapat hilang status badan hukumnya jika
harus diuji pada status perseroan yang baru. Terutama pada waktu
sekarang ini, banyak modal internasional bergerak (antara lain karena
stimulant untuk penanaman modal asing dalam Negara-negara
berkembang) akan sukarlah untuk memakai system siege reel.
Prinsip siege reel mensyaratkan adanya ikatan antara direksi dan Negara
status perseroan. Dengan adanya tendensi untuk menciptakan iklim yang
favourable untuk foreign investments dalam developing countries dan
pergerakan modal internasional maka concern dagang internasional perlu
memilih tempat pimpinan utama dari perusahaan mereka dengan
mengindahkan berbagai Negara. Juga mungkin terjadi administrasi utama
dari concern itu ditaruh ditempat lain dari pimpinan. Karena adanya
9 Ibid, hlm. 343.
13
kepentingan-kepentingan yang tersebar dimana-mana, maka dapat
dipertanggungjawabkan pemisah direksi dan admnistrasi utama ini.
Karena mudahnya komunikasi telpon dewasa ini kesulitan hubungan
geografis tidak demikian terasa.10
Menurut apa yang kita saksikan, pada investasi modal terutama di Negara-
negara berkembang terdapat kecondongan supaya pimpinan utama tetap
berada di Negara para investor. Investasi ini umumnya dilakukan dalam
bentuk dochtermaatschappij yang didirikan di Negara investasi. Banyak
factor-faktor di bidang hokum perdata, administrasi dan fiscal yang
mendorong ke arah ini.
Contoh : Modal berasal dari Negara X (juga tempat kedudukan pimpinan
utama) dan operasinya di Negara Y. Dochtermaatschappy yang didirikan
menurut undang-undang Negara Y umumnya tidak memenuhi syarat-
syarat pendirian dari Negara X (tempat pimpinan utama). Dengan
demikian ia akan menjadi batal karena bertentangan dengan hokum siege
reelnya (jika asas ini yang dipakai).11
2. Teori tentang Tempat kedudukan secara Statutair
yang berlaku adalah hokum dari tempat dimana menurut statue badan
hokum bersangkutan mempunyai kedudukannya (zetel, Sitz).12
3. Teori tentang tempat kedudukan manajemen yang efektif
teori ini mengemukakan kekurangan-kekurangan dari prinsip Inkorporasi,
yaitu :
a. Bahwa titik taut tempat kedudukan efektif dari suatu badan hokum
dipergunakan untuk kepentingan para pihak (Parteiinteresse), tetapi juga
dalam kepentingan lalu-lintas (Perkehrsinteresse). Tempat kedudukan dari
suatu badan hokum ini harus dipandang sebagai Mittelpunkt dari segala
usaha yang keluar badan hokum ini, sebagai the brain of an enterprise.
10 Ibid, hlm. 344.11 Ibid, hlm. 345.12 Ibid, hlm. 337.
14
Oleh karena itu, paling tepat jika badan hokum ini ditentukan oleh hokum
dari tempat kedudukannya itu, yang harus bersifat real not fictitious.
b. Apabila dipakai teori Inkorporasi dan dalam kenyataan sitz dan Negara
Inkorporasi berbeda hasilnya, misalnya: jika didirikan suatu corporation
menurut hokum New York yang Sitz nya berada di Jakarta.13
4. Teori Kontrol
Selama perang dunia pertama dan kemudian perang dunia terakhir kita
saksikan penggunaan konsepsi ini untuk dapat menyelenggarakan likuidasi
dari milik musuh. Suatu badan hokum dianggap bersifat musuh apabila di
awasi, dikontrol oleh musuhnya, yakni jika berada di bawah pengaruh utama
dari orang-orang atau badan-badan hokum musuh.
Teori ini membuktikan acapkali dalam praktiknya membawa hasil-hasil
yang kurang adil. Ia hanya membawa hasil-hasil praktis untuk mengadakan
diskriminasi dalam mengadakan tindakan-tindakan administratif luar biasa
disebabkan keadaaan-keadaan abnormal.14
D. Pemindahan Tempat Kedudukan
Bagi mereka yang menganut teori kantor pusat manajemen yang efektif, maka
pemindahan dari kantor pusat tersebut dari Negara X ke Negara Y sudah cukup
untuk menimbulkan persoalan. Bagi mereka yang menganut teori inkorporasi
persoalan perubahan timbul dengan pemindahan dari tempat kedudukan statutair
dari Negara X sekaligus dengan pendrian baru dalam Negara Y dengan memenuhi
semua formalitas-formalitas yang diperlukan, seperti pendaftaran dalam registrasi
yang ditentukan, dan sebagainya.15
Bagi mereka yang menganut teori central manajemen ini terutama persoalan
tersebut merupakan the nost critical aspect. Hal ini disebabkan karena pemindahan
kantor daripada pusat secara logis akan menghancurkan kesatuan hokum
bersangkutan, dan tempat yang baru harus dibentuk lagi badan hokum baru. Hal
ini akan membawa banyak kesulitan praktis, seperti likuidasi badan hokum lama,
13 Ibid, hlm. 346.14 Ibid, hlm. 348.15 Ibid, hlm. 350.
15
yang membawa banyak kerugian, pajak-pajak dan biaya-biaya lain. Untuk
mengatasi kesulitan ini, apakah cukup bila diadakan perubahan statutair saja dan
apakah suatu badan hokum dapat melakukan itu tanpa hilang capacity-nya atau
bubar secara otomatis. Kesulitan-kesulitan demikian tidak terasa oleh mereka
yang menganut prinsip inkorporasi. Karena temapat kantor pusat tidak penting
adanya, maka bisa mudah dipindahkan semuanya.
Berbagai cara telah dikemukakan untuk memecahkan persoalan ini. Salah
satunya adalah sebagai berikut ; apakah badan hokum tetap berlangsung atau
tidak, bergantung pada hal apakah hokum lama dan baru menentukan
kelangsungan itu. Jika hokum lama menentukan bahwa badan hokum
bersangkutan berhenti, maka inilah yang diperhatikan. Terutama demi
kepentingan pihak ketiga yang bertindak dengan itikad baik, Negara yang lama
harus diberikan kemungkinan untuk meyelesaikan badan hokum itu. Jika hukum
lama menentukan bahwa ia tetap berlangsung tetapi hokum baru tidak, maka juga
dianggap badan hukum ini terhenti. Jika kedua-duanya, hukum baru dan lama
menyetujui bahwa badan hukum berlangsung terus, maka ia akan dianggap terus
hidup. Sejalan dengan ketentuan dalam konvensi Den Haag 1956 mengenai
perubahan Siege Statutair.16
E. Sitem yang dianut di Indonesia
Mengenai Hukum Perdata Internasional belum ada ketegasan, yang tampak
hanyalah serangkaian ketentuan –ketentuan yang dikeluarkan dalam alam
nasional, berkenaan dengan syarat badan-badan hukum yang hendak menikmati
hak-hak tertentu, harus didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia. Disini seolah-olah teori Inkorporsi dari Teori Central Office digabung
secara kumulatif. Sebagai contoh dalam ketentuan-ketentuan Undang-undang
Pokok Agraria mengenai hak-hak baru atas tanah yang boleh dinikmati pula oleh
orang-orang atau badan-badan hukum asing. Syaratnya ialah bahwa badan-badan
hukum ini harus didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia (Pasal 30 tentang hak guna usaha, Pasal 36 tentang hak guna bangunan,
Pasal 42 tentang hak pakai, Pasal 45 tentang hak sewa). Untuk dua kategori yang
16 Ibid, hlm. 351.
16
disebut terakhir ini, hak pakai dan hak sewa terdapat tambahan bahwa boleh
dipunyai hak-hak itu pula oleh badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan
di Indonesia.17
Dalam memori penjelasan, dikemukakan bahwa perumusan tersebut diatas
adalah berkenaan dengan prinsip bahwa badan hukum yang dapat mempunyai hak
itu, hanyalah badan-badan hukum yang bermodal nasional yang progresif baik asli
maupun tidak asli. Dengan lain perkataan, perumusan tersebut tidak mengenai
persoalan prinsip inkorporasi atau prinsip central office. Dari peraturan-peraturan
recent dapat disebut disini Pasal 3 dari Undang-undang Penanaman Modal Asing
UU No.1 Tahun 1967, ditentukan bahwa perusahaan-perusahaanyang hendak
terhitung dalam kategori perusahaan-perusahaan di bawah undang-undang
tersebut haruslah suatu perusahaan yang seluruhnya atau sebagian terbesar
beroperasi di Indonesia sebagai suatu independent business unit, yang harus
merupakan suatu badan hukum menurut hukum Indonesia dan mempunyai
domisili, tempat kedudukannya di Indonesia.18 Dalam RUU HPI atentang badan
hukum bahwa, “perseroan-perseroan terbatas, perkumpulan-perkumpulan,
yayasan-yayasan dan badan hukum lainnya, tunduk kepada hukum dari Negara
tempat badan-badan hukum ini telah didirikan.apabila badan hukum bersangkutan
melaksanakan kegiatan utamanya di wilayah Indonesia, akan berlakukah hukum
Indonesia. Dalam hal adanya perselisihan mengenai kewarganegaraan suatu badan
hukum, maka kewarganegaraan dari badan hukum itu adalah kewarganegaraan
dari Negara, tempat badan hukum ini telah didirikan” (Pasal 7).
Disini diusulkan penerimaan prinsip Inkorporasi sesuai dengan Konvensi Den
Haag 1951 (1956).19 Konvensi Den Haag (tentang Badan Hukum 1951) pertama-
tama disandarkan atas prinsip Inkorporasi. Status badan hukum yang telah
diperoloh oleh suatu perseroan dagang, perkumpulan atau yayasan menurut
hukum adalah dari tempat dilangsungkannya formalitas-formalitas mengenai
pendiriannya, seperti pendaftaran atau pengumuman dan tempat kedudukan
statutairnya diakui penuh oleh Negara-negara lain yang menandatangani
17 Ibid, hlm. 357.18 Ibid, hlm. 358.19 Ibid, hlm. 361.
17
perjanjian ini. Termasuk didalamnya kemampuan untuk bertindak sebagai pihak
dalam hukum, sekurang-kurangnya kemampuan untuk mempunyai harta benda
dan mengadakan kontrak serta tindakan hukum lainnya. Jika dalam Negara,
pendirian tidak diperlukan formalitas-formalitas tentang pendaftaran atau
pengumuman untuk pembentukan badan hukum, maka pengakuan serupa
diberikan pula kepada perseoan-perseroan dagang, perkumpulan, dan yayasan
yang telah didirikan menurut hukum yang berlaku baginya.20
20 Ibid, hlm. 354.
18
BAB IV
CONTOH DAN ANALISIS KASUS
Kasus Globex Versus Macromex
Identifikasi Masalah
Dalam kasus posisi di atas maka hal yang menjadi rumusan masalah ialah :
1. Pengadilan manakah yang berwenang mengadili kasus tersebut?
2. Apa yang menjadi titik taut primer (titik taut pembeda) kasus ini sehingga
merupakan kasus perdata internasional?
3. Apakah klasifikasi kasus ini dalam hukum perdata internasional?
4. .Apa yang menjadi titik taut sekunder (titik taut penentu) kasus ini untuk
menentukan hukum mana yang berlaku?
5. Bagaimana tahap penyelesaian kasus tersebut?
6. Atas dasar apa Macromex menggugat Globex?
7. Mengapa Globex berargumen bahwa penundaan pengiriman tersebut
merupakan suatu force majeure?
8. Mengapa arbitrase memutuskan memenangkan tuntutan Marcomex
dengan menghukum Globex untuk membayar ganti rugi biaya proses
arbitrase dan biaya pengacara?
Kasus Posisi
Globex adalah suatu perusahaan Amerika yang menjual produk-produk
makanan ke seluruh dunia. Globex telah dikontrak untuk menjual Macromex,
sebuah perusahaan di Rumania, dalam kontrak tersebut, Globex harus
mengirimkan 112 kontainer ayam ke Rumania. Kontrak tersebut diatur dalam
ketentuan CISG. Dalam kontrak tersebut Globex menyebutkan bahwa pengiriman
terakhir dilakukan pada 29 Mei 2006. Namun pada tanggal 2 Juni 2006 terjadi
kegagalan dalam mengirim 62 kontainer ayam ke Rumania.21
Pada tanggal 2 Juni 2006, pemerintah Rumania mendeklarasikan tanpa
memberitahu terlebih dulu kepada Globex bahwa sampai pada tanggal 7 Juni
21 ANALISIS KASUS GLOBEX VERSUS MACROMEX, http://dokumen.tips/documents/analisis-kasus-globex-versus-macromex-dikaji-dari-hukum-perdata-internasional-nin-yasmine-lisasih.html
19
2006, tidak ada ayam yang dapat diimpor ke Rumania kecuali apabila ada
pengesahan pada tanggal terakhir yang telah ditentukan. Antara tanggal
pengumuman tersebut dibuat sampai pada tanggal 7 Juni 2996 Globex bergegas
untuk mengirimkan 20 kontainer dari sisa 62 kontainer yang telah dikontrak untuk
dijual. Pada tanggal 7 Juni 2006 sisa 42 kontainer ayam tidak dapat dikirim ke
Rumania dikarenakan suatu peraturan pemerintah. Marcomex kemudian
membawa perkara ini ke proses arbitrase dengan dasar bahwa Globex telah
melakukan suatu pelanggaran kontrak, dan meminta ganti rugi sebesar
$608,323,00.
Atas pengajuan arbitrase Macromex terhadap Globex tersebut, Globex
kemudian mengajukan argumennya, Globex mengajukan argumennya bahwa
kegagalan pengiriman tersebut terjadi karena adanya force majeure. Globex
beragumen bahwa penundaan pengiriman tersebut tidak sesuai dengan standar
umum. Larangan tersebut tidak dapat diadaptasi oleh pihak Globex karena tidak
ada peringatan terlebih dahulu, larangan tersebut benar-benar memblocking
Globex dalam pengiriman sisa ayam ke Macromex.
Arbitrase memutuskan bahwa penundaaan pengiriman tersebut bukan
merupakan suatu pelanggaran yang fundamental karena larangan untuk
mengimpor ayam ke Rumania tidak efektif membuat pengiriman tidak terlaksana.
Sesuai dengan keberadaan Pasal 79 CISG dimana meminta dimasukkan dalam
keadaaan force majeure sesuai dengan pasal tersebut yang dipakai sebagai dasar
interpretasi oleh arbitrator. Kemudian arbitrase mencatat bahwa selain Amerika
sebagai supplier Macromex yang menyetujui secara lebih tidak terkait secara
langsung oleh larangan impor. Yang seharusnya Globex dapat mengambil
keuntungan dari meningkatnya nilai jual ayam di pasar sesuai dengan keadaan.
Rusaknya harga pasar di Rumania dikarenakan tidak terkirimnya ayam senilai
$606,323,00 yang menyebabkan kerugian pihak Macromex. Arbitrator
membebankan semua biaya untuk proses arbitrse dan biaya pengacara kepada
Globex sehingga total putusan sebesar $876,310,58.
Analisis
20
A. Pengadilan yang Berwenang dalam Mengadili Kasus
Dalam perkara di atas, hakim atau badan peradilan yang berwenang
menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung unsur asing.
tersebut ialah Arbitrase Inggris sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak
yang telah diatur dalam perjanjian yang tel ah dibuat antara Globex dengan
Marcomex.
B. Titik Taut Primer dalam Kasus.
Hukum Perdata Internasional adalah sekumpulan kaidah hukum
(perselisihan) nasional yang dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara-
perkara yang mengandung unsur asing atau uns ur-unsur yang melampaui
batas-batas territorial negara. Yang perlu digarisbawahi dari definisi tersebut
ialah adanya unsur asing (foreign element) dalam perkara tersebut. Unsur-
unsur yang menandakan adanya unsur asing, sehingga ada kemungkinan suatu
kaidah hukum asing yang berlaku bagi suatu peristiwa hukum, dinamakan
titik-titik taut. Titik taut primer adalah unsur-unsur yang menunjukkan bahwa
suatu peristiwa hukum merupakan peristiwa Hukum Perdata Internasional atau
bukan. Jadi titik taut primer adalah t itik taut yang membedakan Hukum
Perdata Internasional itu dari peristiwa intern (bukan Hukum Perdata
Internasional). Oleh sebab itu, maka titik taut primer juga dinamakan titik taut
pembeda. Dalam sengketa perkara antara Globex dengan Marcomex tersebut,
titik taut primer yaitu : Apabila kita memandang dari posisi Arbitrase Inggirs,
maka Globex yang merupakan perusahaan Amerika dan Marcomex yang
merupakan perusahaan Rumania adalah merupakan unsur asing (foreign
element), karena keduanya merupakan perusahaan asing, maka kasus tersebut
merupakan kasus HPI.
C. Klasifikasi Kasus dalam Hukum Perdata Internasional.
Klasifikasi atau kualifikasi adalah penggolongan peristiwa atau
hubungan hukum ke dalam kaidah-kaidah Huku m Perdata Internasional dan
hukum materiil. Dalam kaidah hukum materiil Indonesia dikenal
21
permasalahan hukum perdata internasional dibagi dalam empat klasifikasi,
yaitu :
a. Hukum Orang
b. Hukum Benda
c. Hukum perjanjian
d. Hukum perbuatan melawan hukum.
Dalam kasus ini, klasifikasi permasalahan adalah hukum perjanjian.
Hukum perjanjian ialah hukum yang mengatur mengenai suatu peristiwa
dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Merupakan klasifikasi hukum
perjanjian, dapat dilihat dari pokok permasalahan yang terjadi pada sengketa
di atas, bahwa telah terjadi pelanggaran perjanjian oleh Globex.
D. Titik Taut Sekunder dalam Kasus.
Titik taut sekunder yaitu akan menent ukan hukum manakah yang
harus berlaku bagi peristiwa Hukum Perdata Internasional itu. Karena itu titik
taut sekunder ini juga biasa dinamakan titik taut penentu. Titik taut sekunder
dapat berupa :
1. Pilihan hukum (choice of law)
2. Tempat terletaknya benda (lex sitae)
3. Tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis)
4. Tempat dilangsungkan perkawinan (lex celebrationis)
5. Tempat ditandatanganinya kontrak (lec loci contractus)
6. Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (lex loci delicti commisi)
Dalam kasus di atas yang dapat menunjukkan adanya kaitan antara fakta-
fakta yang ada di dalam perkara dengan suatu tempat dan suatu sistem hukum
yang harus atau mungkin digunakan ialah :
1. Pilihan hukum (choice of law).
Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur atau
menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung unsur asing. Dalam
22
kasus ini yang menjadi Choice of Law ialah hukum Inggris yaitu sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak.
2. Tempat pembuatan perjanjian / tempat pelaksanaan kontrak (Locus
Contractus / Locus Solutionis), yaitu di Rumania sebagai tempat tujuan
pengiriman ayam oleh Globex.
3. Tempat didirikan PT, yaitu Globex didirikan di Amerika dan Marcomex
didirikan di Rumania.
4. Tempat ditunjuknya badan arbitrase. Sebagai tempat penyelesaian perkara.
Dalam perkara tersebut maka Inggris sebagai tempat ditunjuknya badan
arbitrase.
5. Tempat pengajuan perkara. Yaitu di Inggris sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak.
E. Tahap Penyelesaian Kasus.
1. Pertama-tama harus ditentukan dahulu titik-titik taut primer dalam perkara
dalam rangka menentukan apakah peristiwa hukum yang dihadapi
merupakan suatu peristiwa HPI. Apakah ada unsur asing dari sekumpulan
fakta yang dihadapi. Unt uk menjawab hal ini maka penentuan unsur asing
dalam perkara yang dianggap sebagai unsur asing haruslah dilihat dari
kacamata forum / hakim yang mengadili perkara. Dalam kasus di atas
apabila kita memandang dari posisi Arbitrase Inggris, Globex dan
Marcomex merupakan unsur asing (foreign element) karena keduanya
merupakan perusahaan asing, maka kasus tersebut merupakan kasus HPI.
2. Setelah hal di atas ditentukan, langkah berikutnya adalah kualifikasi fakta
yang dilakukan berdasarkan Lex Fori, dalam rangka penetapan kategori
yuridik dari perkara yang sedang dihadapi.
Kualifikasi Lex Fori ialah kualifikasi sekumpulan fakta dalam
perkara ke dalam kategori-kategori yuridik yang ada. Kualifikasi Lex Fori
berdasarkan hukum dari pengadilan yang mengadili perkara. Dalam kasus
ini yang mengadili perkara ialah Arbitrase Inggris.
3. Setelah kategori yuridik ditentukan maka langkah berikutnya adalah
penentuan kaidah HPI mana dari Lex Fori yang harus digunakan untuk
menetukan Lex Causae. Pada tahap ini adalah menentukan titik taut
23
sekunder apa yang bersifat menetukan (decisive) berdasar kaidah HPI Lex
Fori.
Titik taut sekunder ialah unsur-unsur dalam sekumpulan fakta yang
menentukan hukum manakah yang harus berlaku untuk mengatur
peristiwa HPI yang bersangkutan. Dalam kasus ini choice of law ialah
hukum Inggris sebagai hukum yang disepakati oleh kedua belah pihak..
4. Setelah Lex Causae ditentukan maka dengan menggunakan titik-titik taut
yang dikenal di dalam Lex Causae, hakim berusaha menetapkan kaidah-
kaidah hukum internal apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan
perkara,
5. Apabila berdasar titik-titik taut dari Lex Causae hakim telah dapat
menentukan Kaidah hukum Internal atau material apa yang harus
diberlakukan, maka barulah pokok-pokok perkara dapat diputuskan.
F. Dasar Macromex menggugat Globex.
Dasar Macromex menggugat Globex ialah dengan adanya penundaan
pengiriman ayam tersebut, Macromex menderita kerugian. Selain kerugian
yang diderita oleh Macromex akibat keterlambatan pengiriman ayam tersebut,
Macromex dalam mengajukan gugatannya berpegang pada asas UNIDROIT
yang dijadikan acuan sebagian pasal dalam CISG.
Asas UNIDROIT tentang force majeure yang rumusan umumnya
adalah :
1. Peristiwa yang menyebabkan force majeure merupakan peristiwa yang
di luar kemampuannya;
2. Adanya peristiwa tersebut mewajibkan pihak yang mengalaminya
untuk memberitahukan pihak lainnya mengenai telah terjadinya force
majeure.
Sedangkan dalam CISG antara Marcomex dengan Globex, beberapa
pasalnya pasti mengacu kepada prinsip / rumusan umum UNIDROIT. Dalam
kasus tersebur, Globex tidak segera memberitahu kepada Marcomex jika
penundaan pengiriman ayam tersebut dikarenakan alasan force majeure, sehingga
24
alasan force majeure yang dikemukakan oleh Globex setelah diajukannnya
gugatan ke arbitrase tidak dapat diterima oleh Macromex.
G. Dasar Argumentasi Globex atas Gugatan Arbitrase Macromex
terhadapnya.
Prinsip force majeure merupakan prinsip penting mengingat peristiwa
yang terjadi di kemudian hari yang berada di luar control (kendali) para pihak
dapat setiap terjadi. Prinsip inilah yang dijadikan Globex sebagai dasar
argumentasi atas gugatan arbitrase Macromex terhadapnya, yaitu :22
A. Peristiwa yang menyebabkan force majeure merupakan peristiwa yang di
luar kemampuannya.
Yang menjadi permasalahan dalam batasan peristiwa yang
menyebabkan tidak dapat mengakibatkan dilaksanakannya suatu peristiwa
ialah peristiwa apa sajakah yang termasuk dalam force majeure ini. Pada
umumnya, pihak dalam negeri (pengusaha dalam negeri) biasanya
menghendaki agar perubahan kebijakan pemerintah digolongkan ke dalam
pengertian ini, di samping peristiwa Acts of God seperti bencana alam,
pemberontakan, dan lain-lain. Sebaliknya pengusaha asing menghindari
dimasukkannya perubahan kebijakan pemerintah sebagai force majeure.
Sehingga argument Globex pada intinya adalah anggapan dari
Globex terhadap sebagian sebagian dari rumusan umum prinsip
UNIDROIT dititik beratkan pada larangan pemerintah Rumania tentang
impor ayam pada waktu itu merupakan intervensi pemerintah yang di luar
batas kemampuan pihak Globex. Secara otomatis Globex menganggap itu
sebagai force majeure. Menilik pada anggapan di atas maka Globex tidak
mau bertanggungjawab terhadap kontrak dengan pihak Marcomex yang
tidak mampu dilaksanakannya (ingkar).
B. Dasar Arbitrase memutuskan Memenangkan Tuntutan Macromex dengan
Menghukum Globex Membayar Ganti Rugi.
22Permasalahan Force Majeure dalam Pelanggaran Kontrak Perdagangan Internasional (CISG) pada Sengketa Kontrak Dagang Internasional antara Globex versus Marcomex, https://ninyasmine.wordpress.com/2011/08/21/pelanggaran_cisg/
25
Arbitrase adalah hakim yang ditunjuk menjadi sebuah pengadilan
sebagai pihak ketiga dalam perjanjian atau kontrak dagang Internasional
antara Globex dengan Marcomex yang secara principal karena berbeda
Negara maka berbeda aturan hukumnya. Dalam masalah Globex dengan
Marcomex arbitrase menerima klaim atau tuntutan dari Marcomex
sekaligus menerima argument / alibi dan atau pembelaan diri dari Globex
secara terperinci berdasar pada seluruh pasal yang sudah disepakati
menjadi perjanjian dagang Internasional antara kedua belah pihak.
Mengingat posisi sebagai peradilan pihak ketiga yang independent maka
para arbitrator selalu mengacu dalam setiap pasal perjanjian dan atau
CISG sebagai alat pertimbangan untuk mengambil keputusan. Tidak lupa
para arbitrator juga memegang erat seluruh prinsip UNIDROIT secara
lengkap yang menjadi nafas / prinsip dasar penentuan CISG, antara lain:
Pasal 30 :
The seller must deliver the goods, hand over any documents relating to
them and transfer the property in the goods, as required by the contract
and this Convention.
( Penjual harus mengirimkan barang, menyerahkan setiap dokumen yang
berkaitan dengan barang tersebut, dan mengalihkan hak kepemilikan
barang tersebut sebagaimana disyaratkan oleh kontrak dan Konvensi ini.
Pasal 32 ayat 2:
(2) If the seller is bound to arrange for carriage of the goods, he must
make such contracts as are necessary for carriage to the place fixed by
means of transportation appropriate in the circumstances and according
to the usual terms for such transportation.
Apabila penjual terikat untuk mengatur pengangkutan barang, maka
penjual tersebut harus membuat kontrak yang diperlukan untuk
pengangkutan tersebut ke tempat yang telah ditentukan dengan
menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan keadaan dan sesuai
dengan ketentuan- ketentuan umum transportasi tersebut.)
Pasal 33:
The seller must deliver the goods:
26
(a) if a date is fixed by or determinable from the contract, on that date;
(b) if a period of time is fixed by or determinable from the contract, at any
time within that period unless circumstances indicate that the buyer is to
choose a date; or
(c) in any other case, within a reasonable time after the conclusion of the
contract.
Penjual harus mengirim barang
(a) apabila tanggal ditetapkan oleh atau dapat ditentukan dari kontrak,
pada tanggal tersebut;
(b) apabila jangka waktu ditetapkan oleh atau dapat ditentukan dari
kontrak, pada setiap saat dalam jangka waktu tersebut kecuuali apabila
keadaan menunjukkan bahwa pembeli yang akan menentukan tanggalnya;
atau
(c) dalam hal lainnya, dalam jangka waktu yang wajar setelah pengakhiran
kontrak.
Pasal 34:
If the seller is bound to hand over documents relating to the goods, he
must hand them over at the time and place and in the form required by the
contract. If the seller has handed over documents before that time, he may,
up to that time, cure any lack of conformity in the documents, if the
exercise of this right does not cause the buyer unreasonable inconvenience
or unreasonable expense. However, the buyer retains any right to claim
damages as provided for in this Convention.
Apabila penjual terikat untuk menyerahkan dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan barang tersebut, maka penjual tersebut harus
menyerahkannya pada saat, waktu, dan bentuk yang ditentukan oleh
kontrak. Apabila penjual telah menyerahkan dokumen-dokumen tersebut
sebelum saat tersebut, maka sampai dengan waktu tersebut, penjual dapat
melengkapi dokumen yang masih kurang, apabila pelaksanaan hak
tersebut tidak menyebabkan ketidaknyamanan atau pengeluaran yang tidak
27
wajar bagi pembeli. Meskipun demikian, pembeli berhak untuk menuntut
penggantian kerugian sebagaimana diatur dalam Konvensi ini.
Pasal 45:
(1) If the seller fails to perform any of his obligations under the contract
or this Convention, the buyer may:
(a) exercise the rights provided in articles 46 to 52;
(b) claim damages as provided in articles 74 to 77.
(2) The buyer is not deprived of any right he may have to claim damages
by exercising his right to other remedies.
(3) No period of grace may be granted to the seller by a court or arbitral
tribunal when the buyer resorts to a remedy for breach of contract.
(1) Apabila penjual lalai untuk melaksanakan setiap kewajibannya
berdasarkan kontrak atau Konvensi ini, maka pembeli dapat:
(a) menggunakan haknya sebagaimana diatur dalam pasal 46 sampai 52;
(b) menuntut penggantian kerugian sebagaimana diatur dalam pasal 74
sampai dengan pasal 77.
(2) Pembeli tidak kehilangan setiap hak yang mungkin dimilikinya untuk
menuntut penggantian kerugian dengan menggunakan haknya atas upaya
hukum lainnya.
(3) Tidak ada masa tenggang yang dapat diberikan kepada penjual oleh
pengadilan atau majelis arbitrase apabila pembeli memilih untuk
melakukan upaya hukum atas pelanggaran kontrak.
Pasal 46:
(1) The buyer may require performance by the seller of his obligations
unless the buyer has resorted to a remedy which is inconsistent with this
requirement.
(2) If the goods do not conform with the contract, the buyer may require
delivery of substitute goods only if the lack of conformity constitutes a
fundamental breach of contract and a request for substitute goods is made
either in conjunction with notice given under article 39 or within a
reasonable time thereafter.
28
(3) If the goods do not conform with the contract, the buyer may require
the seller to remedy the lack of conformity by repair, unless this is
unreasonable having regard to all the circumstances. A request for repair
must be made either in conjunction with notice given under article 39 or
within a reasonable time thereafter.
(1) Pembeli dapat memerintahkan penjual untuk melaksanakan
kewajibannya kecuali apabila pembeli telah memilih upaya hukum yang
tidak sesuai dengan syarat ini.
(2) Apabila barang tidak sesuai dengan kontrak, maka pembeli dapat
memerintahkan pengiriman barang pengganti hanya apabila
ketidaksesuaian tersebut merupakan pelanggaran mendasar terhadap
kontrak dan permintaan untuk barang pengganti dibuat baik bersamaan
dengan pemberitahuan yang diatur berdasarkan pasal 39 atau dalam jangka
waktu yang wajar setelahnya.
(3) Apabila barang tidak sesuai dengan kontrak, maka pembeli dapat
memerintahkan penjual untuk menyelesaikan ketidaksesuaian dengan
memperbaiki, kecuali apabila hal tersebut tidak wajar setelah
mempertimbangkan semua keadaan. Permintaan perbaikan harus dibuat
baik bersamaan dengan pemberitahuan yang diatur berdasarkan pasal 39
maupun dalam jangka waktu yang wajar setelahnya.
Pasal 47:
(1) The buyer may fix an additional period of time of reasonable length for
performance by the seller of his obligations.
(2) Unless the buyer has received notice from the seller that he will not
perform within the period so fixed, the buyer may not, during that period,
resort to any remedy for breach of contract. However, the buyer is not
deprived thereby of any right he may have to claim damages for delay in
performance.
(1) Pembeli dapat menetapkan jangka waktu tambahan yang wajar untuk
pelaksanaan kewajiban oleh penjual.
(2) Kecuali apabila pembeli telah menerima pemberitahuan dari penjual
bahwa ia tidak akan melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu
29
yang ditetapkan tersebut, pembeli tidak diperkenankan, selama jangka
waktu tersebut, untuk mengambil langkah penyelesaian apapun atas
pelanggaran kontrak. Meskipun demikian, karena hal tersebut, pembeli
tidak kehilangan setiap hak yang mungkin dimilikinya untuk menuntut
penggantian kerugian yang disebabkan oleh penundaan pelaksanaan.
Pasal 48:
1) Subject to article 49, the seller may, even after the date for delivery,
remedy at his own expense any failure to perform his obligations, if he can
do so without unreasonable delay and without causing the buyer
unreasonable inconvenience or uncertainty of reimbursement by the seller
of expenses advanced by the buyer. However, the buyer retains any right
to claim damages as provided for in this Convention.
(2) If the seller requests the buyer to make known whether he will accept
performance and the buyer does not comply with the request within a
reasonable time, the seller may perform within the time indicated in his
request. The buyer may not, during that period of time, resort to any
remedy which is inconsistent with performance by the seller.
(3) A notice by the seller that he will perform within a specified period of
time is assumed to include a request, under the preceding paragraph, that
the buyer make known his decision.
(4) A request or notice by the seller under paragraph (2) or (3) of this
article is not effective unless received by the buyer.
(1) Dengan tunduk kepada pasal 49, penjual dapat, bahkan setelah tanggal
pengiriman, melakukan upaya hukum atas biayanya sendiri terhadap setiap
kelalaian untuk melaksanakan kewajibannya, apabila ia dapat melakukan
hal tersebut tanpa penundaan yang tidak wajar dan tanpa menyebabkan
ketidaknyamanaan yang tidak wajar bagi pembeli atau ketidakpastian
penggantian yang diberikan oleh penjual untuk pengeluaran-pengeluaran
yang dibayar di muka oleh pembeli. Meskipun demikian, pembeli berhak
untuk menuntut penggantian kerugian sebagaimana diatur dalam Konvensi
ini.
30
(2) Apabila penjual meminta pembeli untuk memberitahu apakah pembeli
akan menerima pelaksanaan kewajiban tersebut dan pembeli tidak
memenuhi permintaan tersebut dalam jangka waktu yang wajar, maka
penjual dapat melaksanakan kewajibannya pada waktu yang ditunjukkan
dalam permintaannya. Pembeli tidak diperkenankan, selama jangka waktu
tersebut, untuk mengambil langkah penyelesaian yang tidak konsisten
dengan pelaksanaan kewajiban yang dilakukan oleh penjual.
(3) Pemberitahuan yang disampaikan oleh penjual bahwa penjual akan
melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan
dianggap mencakup permintaan, berdasarkan ayat sebelumnya, agar
pembeli mengetahui keputusan penjual.
(4) Permintaan atau pemberitahuan yang disampaikan oleh penjual
berdasarkan ayat (2) dan ayat (3) pasal ini tidak berlaku kecuali apabila
diterima oleh pembeli
Pasal 49 ayat 1:
(1) The buyer may declare the contract avoided:
(a) if the failure by the seller to perform any of his obligations under the
contract or this Convention amounts to a fundamental breach of contract;
or
(b) in case of non-delivery, if the seller does not deliver the goods within
the additional period of time fixed by the buyer in accordance with
paragraph (1) of article 47 or declares that he will not deliver within the
period so fixed.
(1) Pembeli dapat menyatakan pengingkaran kontrak dalam keadaan:
(a) apabila kelalaian penjual untuk melaksanakan setiap kewajibannya
berdasarkan kontrak atau Konvensi ini merupakan pelanggaran kontrak
yang mendasar; atau
(b) dalam hal tidak dilakukannya pengiriman, apabila penjual tidak
mengirimkan barang dalam jangka waktu tambahan yang ditetapkan oleh
31
pembeli berdasarkan ayat (1) pasal 47 atau menyatakan bahwa penjual
tidak akan mengirimkan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
Dari cuplikan pasal-pasal di atas maka bisa dilihat secara jelas
beberapa pelanggaran kontrak perdagangan internasional (CISG) yang
dilakukan oleh Globex secara langsung ataupun tidak langsung walaupun
dengan dalih terjadi force majeure karena intervensi larangan impor ayam
oleh Pemerintah Rumania. Beberapa pelanggaran yang paling mendasar
yang telah digunakan sebagai acuan keputusan pengadilan oleh para
arbitrator antara lain :
Selama masa munculnya larangan tanggal 2 Juni 2006 Pemerintah
Rumania memberikan sosialisasi sampai pada tanggal 7 Juni 2006
sehingga pada prinsipnya ada jeda waktu 5 hari yang bisa dan atau dapat
digunakan oleh Globex untuk melakukan pemberitahuan, pembahasan dan
konsolidasi dengan pihak Marcomex untuk mencari cara atau mensiasati
larangan impor ayam Rumania (Pasal 49 CISG dan rumusan umum
UNIDROIT pasal 2).
Penolakan para arbitrator terhadap argumentasi pembelaan dari Globex
terkait dengan force majeure sebagai penyebab tidak terlaksananya
kewajiban Globex selaku penjual karena larangan pemerintah Rumania
tentang impor ayam tersebut bukanlah sebuah masalah yang fundamental
atau sangat mendasar tidak ada jalan keluar karena bila dikehendaki
seharusnya Globex akan melakukan koordinasi dan konsolidasi secepatnya
dalam jeda waktu yang masih aman. Hal tersebut bukan merupakan
pelanggaran fundamental karena tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam Artikel 25 UNCITRAL. Para arbitrator memutuskan
dengan seksama menilik kerugian langsung dialami di pihak Marcomex
dan tidak tampaknya iktikad secara professional pihak globex mencari
jalan keluar menyelesaikan kontraknya yang pada akhirnya arbitrator
memutuskan memenangkan pihak Marcomex selaku pembeli dengan
membebankan biaya kerugian dan arbitrase secara total kepada Globex
sebesar $876,310,58.
32
Menilik keputusan para arbritor tersebut secara seksama sudah jelas
dan secara riil sesuai penerapan point-point pasal CISG secara
keseluruhan.
BAB V
33
PENUTUP
Kesimpulan
Pertama hokum personal ini (yang ditentukan oleh titik taut tempat
didirikan atau tempat kedudukan manajemen yang efektif) mengatur apakah ada
suatu badan hokum dan apakah berwenang untuk bertindak dalam hokum
(rechtsfahig). Juga batas-batas dari kemampuan untuk bertindak dalam hokum dan
melakukan perbuatan-perbuatan hokum ditentukan oleh hokum personal ini.
Dalam system hokum Anglo saxon, persoalan yang mengenai batas-batas
kemampuan bertindak ini berpokok pangkal sekitar masalah teori Ultra Vires.
Menurut teori ini suatu badan hokum hanya dapat melakukan perbuatan-
perbuatan hokum yang ditentukan oleh Anggaran Dasar. Tidak dapat daimbil
tindakan-tindakan yang melampauinya.jika tetap dilakukan sanksinya ialah bahwa
dianggap perbuatan-perbuatan ini sebagai batal adanya. Dalam hokum hokum
personal ini bukan hanya mengatur tentang lahirnya saja suatu badan hokum tetapi
juga kematiannya badan hokum. Demikai pula diatur hak dan kewenangan untuk
menghadap sebagai pihak di muka pengadilan.
Hal ini di tentukan oelh kaidah-kaidah yang mengatur organisasi intern
dan ekstren dan badan hokum yang bersangkutan, yakni Anggaran Dasarnya atau
kontrak pendirian pada perseroan-perseroan yang bukan badan hokum. Hubungan
antara para pengurus, demikian pula hubungan antara manajemen dan para
anggota peserta dari badan hokum bersangkutan, semua ini ditentukan dalam
anggaran dasarnya dan kontrak pendirian. Sepanjang tidak daitur dalam Anggaran
Dasar, maka hokum personal yang berlaku untuk menentukan hal-hal ini,
termasuk pula hak-hak dan kewajiabn-kewajiban dari para anggotanya.
Daftar pustaka
34
Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku ke-7, Bandung:
Alumni, 1995.
Hendri Raharjo, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hlm. 18.
ANALISIS KASUS GLOBEX VERSUS MACROMEX, http://dokumen.tips/documents/analisis-kasus-globex-versus-macromex-dikaji-dari-hukum-perdata-internasional-nin-yasmine-lisasih.html
35
top related