surdef
Post on 21-Dec-2015
231 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SURVEI DEFORMASI BENDUNGAN
(Disusun untuk memenuhi prasyarat mata kuliah Survei Deformasi)
Disusun oleh:
KELOMPOK IV
1. Adib Fahrul Arifin 211101101200712. Yolanda Adya Puspita 211101111300223. Andri Tamba 211101111300344. Nanda Dewi Arumsari 211101111300455. Jaka Gumelar 211101111300526. Nugra Putra Pembayun 211101111100597. Ardiansyah 211101111400748. Fadlila Ananingtyas 211101111400859. Lanjar Cahyo Pambudi 21110111140092
PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang Semarang Telp. (024)76480785, 76480788
e-mail : jurusan@geodesi.ft.undip.ac.id
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Tubuh bendungan akan mengalami tekanan dari efek loading air danau
bendungan. Akibat gaya tekanan ini maka tubuh bendungan kemungkinan akan
dapat mengalami deformasi. Karena bendungan memiliki peranan yang cukup
penting bagi kehidupan masyarakat, maka diperlukan suatu bentuk pemeliharaan
dan perawatan yang memadai guna menghindari kerusakan pada bendungan
tersebut. Salah satu bentuk pemeliharaan dan perawatan tersebut salah satunya
adalah dengan melakukan pemantauan deformasi pada tubuh bendungan.
Pemantauan deformasi pada tubuh bendungan harus dilakukan secara berkala dan
terus menerus, Pemantauan secara berkala, metoda observasi berulang serta
pencatatan mengenai perilaku bendungan dengan bantuan instrumentasi atau
peralatan lain, Data hasil pemantauan dapat menggambarkan perilaku suatu
bendungan, sehingga gejala-gejala yang akan terjadi dapat diketahui secara dini.
Pengambilan data secara berulang dan terus menerus sangat rentan terhadap
kesalahan manusia (human error) hal ini dikarenakan pengambilan data dilakukan
dalam jumlah banyak dan terus menerus pada lokasi yang sama. Metode
pengukuran secara manual pada saat ini tidak dapat menjawab kebutuhan akan
kecepatan perhitungan dan analisis hasil yang cepat. Maka dibutuhkan metode
pengambilan data secara otomatis.
I.2. Tujuan
1. Memberikan informasi mengenai kondisi fisik bangunan.
2. Menjelaskan mengenai pemanfaatan pemantauan deformasi bendungan
3. Menjelaskan tentang pemantauan deformasi bendungan
4. Menganalisi vektor pergeseran bendungan
BAB II
DASAR TEORI
II.1. Bendungan
Bendungan adalah setiap bangunan penahan air buatan jenis urugan atau
jenis lainnya yang menampung air, termasuk pondasi, bukit tumpuan, serta
bangunan pelengkapnya.
Bendungan dibangun untuk mengatasi permasalahan kebutuhan air yang
hampir pasti mempunyai kecendrungan tidak sejalan dengan tingkat
ketersediaannya baik terkait dengan dimensi waktu dan ruang, maupun jumlah
dan kualitasnya (Azdan, 2008). Dengan terampungnya air di bendungan ini
diharapkan kelebihan air di musim hujan dapat disimpan dan untuk digunakan di
musim kemarau yang mempunyai tingkat kebutuhan air relatif tinggi.
Berdasarkan ukurannya, ada 2 tipe bendungan(ICOLD, 2010), yaitu:
1. Bendungan Besar
Menurut International Commision of large Dams (ICOLD) definisi
bendungan besar adalah: Bendungan yang tingginya lebih dari 15 m, diukur dari
bagian terbawah pondasi sampai ke puncak bendungan. Bendungan yang
tingginya antara 10-15 meter, dan memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500 m
b. Kapasitas Waduk yang terbentuk tidak kurang dari 1 juta m3
c. Debit banjir maksimal yang diperhitungkan tidak kurang dari
2000m3/detik
d. Bendungan menghadapi kesulitan-kesulitan khusus pada pondasinya
e. Bendungan disini tidak seperti biasanya
2. Bendungan Kecil
Semua bendungan yang tidak termasuk sebagai bendungan besar.
Tipe bendungan berdasarkan konstruksinya. Ada 3 (tiga) tipe yaitu :
a. Bendungan urugan (fill type dam) adalah benduangan yang dibangun dari
hasil penggalian bahan tanpa bahan tambahan lain yang bersifat campuran
secara kimia,jadi betul-betul bahan pembentuk bendungan asli dapat
dibagi menjadi :
1) Bendungan homogen
Suatu bendungan urugan digolongkan dalam type homogen, apabila bahan
yang membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri dari tanah yang hampir sejenis
dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Tubuh bendungan
secara keseluruhannyaberfungsi ganda, yaitu sebagai bangunan penyangga dan
sekaligus sebagai penahan rembesan air.
2) Bendungan zonal
Bendungan urugan digolongkan dalam tyjpe zonal, apabila timbunan yang
membentuk tubuh bendungan terdiri dari batuan dengan gradasi (susunan ukuran
butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan pelapisan tertentu.
Pada bendungan type ini sebagai penyangga terutama dibebankan kepada
timbunan yang lulus air (zone lulus air), sedang penahan rembesan dibebankan
kepada timbunan yang kedap air (zone kedap air).
Berdasarkan letak dan kedudukan dari zone kedap airnya, maka type ini
masih dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :
Bendungan urutan zonal dengan tirai kedap air atau "bendungan tirai"
(front core fill type dam), ialah bendungan zonal dengan zona kedap air
yang membentuk lereng udik bendungan tersebut.
Bendungan urugan zonal dengan inti kedap air miring atau "bendungan
inti miring" (inclined- corefill type dam), ialah bendungan zonal yang zone
kedap aimya terletak didalam tubuh bendungan dan berkedudukan miring
ke arah hilir.
Bendungan urugan zonal dengan inti kedap air tegak atau "bendungan inti
tegak" (central-core fill type dam), ialah bendungan zonal yang zona
kedap airmya terletak didalam tubuh bendungan dengan kedudukan
vertikal. Biasanya inti tersebut terletak di bidang tengah dari tubuh
bendungan.
3) Bendungan urugan bersekat (bendungan sekat)
Bendungan urugan digolongkan dalam type sekat (facing) apabila di
lereng tubuh bendungan dilapisi dengan sekat tidak lurus air (dengan kekedapan
yang tinggi) seperti lembaran baja tahan karat, beton aspal, lembaran beton
bertulang, hamparan plastik, susunan beton blok, dan lain-lain.
b. Bendungan beton (concrete dam) adalah bendungan yang dibuat dengan
konstruksi beton dengan tulang maupun tidak.
Ada 4 tipe bendungan beton :
Bendungan beton berdasarkan berat sendiri (concrete gravity dam) adalah
bendungan beton yang direncanakan untuk menahan beban dan gaya yang
bekerja padanya hanya berdasar
atas berat sendiri.
Bendungan beton dengan penyangga (concrete buttress dam) adalah
bendungan beton yang mempunyai penyangga untuk menyalurkan gaya-
gaya yang bekeIja padanya. Banyak dipakai apabila sungainya sangat
lebar dan geologinya baik.
Bendunganbeton berbentuk legkung atau busur (concrete arch dam) adalah
bendungan beton yang direncanakan untuk menyalurkan gaya yang
bekerja padanya melalui pangkal tebing (abutment) kiri dan kana
bendungan.
Bendungan beton kombinasi (combination concrete dam atau mixed type
concrete dam) adalah kombinasi lebih dari satu tipe bendungan. Apabila
suatu bendungan beton berdasar berat sendiri berbentuk lengkung disebut
concrete arch gravity dam dan kemudian apabila bendungan beton
merupakan gabungan beberapa lengkung, maka disebut concrete multiple
arch dam.
II.2. Survey Deformasi
Deformasi adalah perubahan kedudukan atau pergeseran secara absolut
atau relatif dari posisi suatu materi atau perubahan kedudukan dalam dimensi
linear. Perubahan kedudukan ini mengacu pada suatu sistem koordinat referensi
yang digunakan. Beban atau gaya penyebab deformasi yang bekerja pada suatu
materi akan menimbulkan efek respon atau gaya reaksi yang sesuai dengan sifat
geometrik dan jenis material yang terdeformasi. Deformasi yang terjadi pada
suatu materi terdiri dari empat tipe:
1. Translasi materi yang bersifat kaku
Translasi merupakan perpindahan posisi materi tanpa mengalami
perubahan bentuk sesuai dengan sumbu koordinat acuan. Contoh translasi
pada materi
Gambar 1.2 Translasi pada materi dengan dx = Ao dan dy = 0
2. Rotasi
Rotasi adalah perubahan posisi materi yang membentuk perubahan sudut
terhadap koordinat acuan tanpa mengalami perubahan bentuk.
Gambar 1.3 Rotasi pada materi, dengan sudut rotasi ω
3. Regangan Normal (Homogenous)
Regangan normal adalah deformasi yang terjadi per unit panjang pada
suatu materi terhadap panjang asalnya.
Gambar 1.4 Regangan Normal Pada materi
4. Regangan menyilang atau regangan geser
Regangan menyilang atau regangan geser adalah perubahan sudut dalam
benda padat ketika terdeformasi.
Gambar 1.5 Regangan menyilang atau regangan geser,dengan 90o – (α +β) adalah
perubahan sudutnya
A. Parameter – Parameter Deformasi
a. Tegangan (Stress)
Tegangan akan memberikan nilai untuk mengukur besarnya gayan yang
dapat menyebabkan deformasi pada suatu materi. Dibagi menjadi,
yaitu:
1) Tegangan Normal, tegak lurus terhadap luas permukaan (A)
2) Tegangan Geser, bekerja pada bidang luas permukaan (A) atau
sejajar dengan luas permukaan (A)
Tegangan secara matematis dapat diartikan sebagai gaya (F) per luas
permukaan (A) yang diteruskan ke seluruh material melalui medan-
medan gaya antar atom.
Tegangan = Gaya
Luas Permukaanmateri =π
FA
Tegangan pada benda padat yang elastis akan menimbulkan regangan,
sedangkan tegangan pada benda padat yang elastis akan berakibat
hancurnya benda padat tersebut.
Tension
Tegangan tegak lurus terhadap suatu bidang dengan arah yang
saling menjauh. Ciri-ciri umumnya:
Tarikan pada batuan
Membentuk special fractures
Lebih cenderung menambah volume
Compression
Yaitu tegangan tegak lurus suatu bidang dengan arah yang saling
mendekat, ciri umumnya menekan batuan dan mengurangi volume.
Shear
Yaitu tegangan saling berpapasan / paralel terhadap suatu
permukaan, biasanya cenderung mengubah bentuk benda.
b. Regangan (Strain)
Regangan adalah perubahan bentuk pada suatu materi yang meliputi
perubahan pada ukuran, bentuk, serta volume, akibat reaksi dari tegangan.
Sebuah materi yang diberikan gaya akan menyebabkan terjadi deformasi,
dan beberapa bagian dari materi akan berpindah atau mengalami
pergeseran. Misalkan xo menyatakan posisi awal dari suatu materi dan xi
menyatakan posisi akhir dari suatu materi maka
U = xi- xo
Regangan dapat dibagi menjadi 2:
Regangan Normal
Yaitu regangan yang sesuai dengan arah deformasi
Reganagn menyilang / regangan geser
Yaitu regangan yang menyebabkan perubahan relatif sudut dari sisi
materi atau regangan yang terjadi pada suatu sudut yang sesuai dengan
arah deformasi.
c. Translasi
Yaitu perpindahan posisi tanpa mengalami bentuk sesuai dengan sumbu
acuan
d. Rotasi
Yaitu perubahan posisi materi tanpa mengalami perubahan bentuk yang
membentuk perubahan sudut terhadap koordinat acuan
Deformasi yang terjadi pada suatu materi terdiri dari 2 sifat
Sifat Elastik
Materi yang mengalami deformasi mempunyai sifat elastik artinya
materi tersebut akan kembali ke bentuk semula setelah gaya
deformasinya tidak bekerja.
Sifat Plastik
Materi yang mengalami deformasi mempunyai sifat plastik artinya
materi tersebut tidak akan kembali ke bentuk awal, karena efek –efek
yang terjadi akibat deformasi akan menempel.
II.3. Deformasi Bendungan
Seperti halnya bangunan buatan manusi lainnya, bendungan sangatlah
rawan terhadap deformasi, hal ini disebabkan karena begitu banyaknya gaya-gaya
yang terjadi pada bendungan, adapun gaya-gaya atau faktor-faktor umum
penyebab deformasi pada bendungan (Pakpahan, 2006), yaitu:
1. Berat Bendungan
Ditentukan dalam keadaan kering, basah atau dibawah air, demikian
masing-masing lapisan dihitung tersendiri karena berat volumenya tidak
sama. Berat volume kering adalah perbandingan berat tanah dalam
keadaan kering dengan isi tanah seluruhnya. Berat volume basah adalah
perbandingan antara berat tanah dalam keadaan basah dengan isi tanah
seluruhnya.
2. Tekanan pori
Tekanan hidrostatik pada keadaan air tanah normal yaitu tekanan air tanah
meningkat secara hidrostatik dengan keadalaman dibawah muka air tanah,
yang dihitung dengan mengalikan berat volume air dengan jarak vertikal
dari titik yang dirtinjau terhadap muka air tanah. Tekanan pori akan
berpengaruh pada:
a. Besarnya tegangan- tegangan yang terjadi dalam inti bendungan akibat
penurunan muka air bendungan
b. Besarnya tegangan- tegangan yang terjadi dalam inti bendungan akibat
redistribusi gaya-gaya berat
c. Besarnya tegangan- tegangan yang terjadi di bawah bendungan
d. Proses konsolidasi dan penurunan tubuh bendungan
e. Kondisi tegangan talud
3. Tegangan hidrostatik
Tekanan dari dalam bendungan di sebelah hilir
4. Gempa bumi
Untuk menentukan gaya akibat gempa digunakan rumus sebagai
berikut( Soedibyo, 1993):
E=λ .W
Ket: E= gaya dengan arah horizontal (ton)
λ =Koefisien gempa
W= Berat bangunan (ton)
II.4. Pemantauan Deformasi Bendungan
Ada 2 metode yang digunakan untuk pemantauan deformasi bendungan
yakni metode geodetic dan metode non geodetic. Kedua metode tersebut
dijelaskan seperti dibawah ini:
1. Metode geodetic
Metode ini digunakan untuk pemantauan deformasi eksternal yang terjadi
diluar atau pada tubuh bendungan yang terlihat. Oleh karena itu metode ini
sangat memerlukan keterlihatan antar titiknya. Metode ini menghasilkan
pergeseran relative titik-titik pada daerah terdeformasi terhadap titik ikat
pada daerah yang dianggap stabil atau tidak terdeformasi. Metode geodetic
ini umumnya dilakukan dengan menggunakan alat bantu sebagai berikut:
Metode Geodetik
Pemantauan GPS yang dilakukan beberapa kala akan mendapatkan
perbedaan koordinat, yang nantinya dipakai untuk menganalisis deformasi
guna mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat tersebut.
Prinsip pemantauan deformasi bendungan dengan menggunakan prinsip
sipat datar teliti hampir sama dengan GPS yaitu menggunakan hasil
koordinat beberapa kala untuk mengetahui besar dan karakteristik
deformasi, namun metode ini hanya medapatkan data beda tinggi antar
titik-titik pantau saja atau dengan kata lain metode ini untuk mendapatkan
pergeseran vertical dari bendungan.
Pemantauan deformasi horizontal dapat dilakukan dengan cara lain yaitu
dengan menetukan perubahan posisi koordinat melalui pengukuran sipat
ikatan kemuka. Prinsip dasar dari metode ini adalah menetukan koordinat
rata-rata suatu titik dari dua titik tetap yang diketahi koordinatnya. Metode
ini dengan mengukur sudut-sudut pada kedua titik tersebut dan jarak sisi-
sisi ke titik yang akan ditentukan koordinatnya. Jarak diukur dengan
menggunakan EDM sedangkan sudut diukur dengan menggunkan
theodolite.
Deformasi horizontal suatu titik pantau dalam pengukuran ikatan kemuka
ialah selisih besaran absis dan ordinat hasil pengukuran pada suatu kala
tertentu dengan hasil pengukuran awal yang dianggap defintif akibat
perubahan posisi.
Pemantauan deformasi umumnya dilaakukan terhadap suatu jarring
kerangka yang direalisasikan dengan titik yang tersebar di daerah yang
akan di survey. Terdapat 2 jenis kerangka dasar pemantauan deformasi,
yaitu kerangka absolut dan jarring kerangka relative (Gumilar, 1996)
a. Kerangka dasar absolut
Suatu kerangka dimana titik-titik ikat yang digunakan sev=bagi titik – titik
referensi terletak di luar objek pengamatan deformasi yang posisinya
dianggap stabil sehingga pergeseran titik objek dapat dilakukan r=terhadao
titi referensi yang berada di luar daerah deformasi tersebut. Pada kerangka
dasar absout analisi deformasi bertujuan untuk menentukan perpindahan
titik objek relatif terhadap titik referensi. Tahapan analisi deformasi pada
kerangka dasar absolut yaitu:
Pemilihan titik-itik referensi dan mengeliminasi titik yang tidak stabil
Pemilihan titik-titik objek untuk pergeseran titik tunggal ,
mengabaikan titik –titik lain atau pemodelan pergerakannya.
Perancangan mos=del deformasi menyangkut pergerakan dan
deformasi benda kaku yang menjadi objek.
Pengujian model deformasi melalui objek uji statistik.
Keuntungan dari kerangka dasar absolut adalah perhitungan yang relatif
mudah dibandingkan kerangka dasar relatif, karena memiliki titik ikat
yang stabil walaupun terkadang menyebabkan kendala tersendiri.
b. Kerangka dasar relative
Suatu kerangka dimana titik-titik objek yang digunakan terletak di
dalam area pengamatan deformasi. Pada kerangka dasar relatif, karena
posisi titik-titik objek yang digunakan terletak dalam area pengamatan
yang tidak stabil, maka titik-titik objek yang digunakan tersebut
mengalami perubahan.
Karena semua titik mengalami perubahan baik titik ikat maupun titik
pantaunya maka perhitungan pada kerangka ini relative lebih sulit.
Tahapan dalam analisis deformasi pada kerangka dasar relative adalah:
a. Pemilihan titik-titik objek untuk pergeseran titik tunggal,
mengabaikan titik-titik lainnnya atau pemodelan pergerakannya.
b. Perancangan model deformasi menyanngkut pergerakan dan
deformasi benda kaku yang menjadi objek
c. Pengujian model deformasi melalui objek uji statistic.
II.5. Analisis Deformasi
Analisis deformasi dimaksudkan untuk menentukan kuantifikasi
pergeseran dan parameter-parameter deformasi, yang mempunyai karakteristik
dalam ruang dan waktu (charzanowski, 1986). Untuk melihat deformasi pada
suatu objek pengamatan, umumnya dilakukan pengamatan berulang pada
beberapa kala, dari pengamatan tersebut didapat parameter-parameter deformasi
yang memiliki karakteristik tersendiri dalam ruang dan waktu. Pada kerangka
dasar absolut, analisis deformasi bertujuan untuk menentukan perpindahan titik
objek relatif terhadap titik referensi, sedangkan pada kerangka dasar relatif
bertujuan untuk menentukan pergeseran aktif antar blok. Secara garis besar
tahapan-tahapan analisis deformasi adalah:
a. Penyelenggaraan kerangka dasar deformasi
b. Penentuan metode pengukuran yang tepat
c. Analisis data pengukuran dan melakukan hitungan tiap kala
d. Analisis pergeseran yang terjadi pada benda terdeformasi
e. Penentuan model deformasi yang sesuai
Analisis deformasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu analisis geometri
dan intrepretasi fisik (Chrzanowski, 1986)
II.6. Analisis Geometrik
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data hasil pengamatan
geodetic bebereapa kala guna menentukan status geometri tanpa melibatkan efek-
efek penyebab dan sifat-sifat materi objek tersebut (Chrzanowski, 1986). Analisis
geometri terdiri dari 2 jenis, yaitu:
1. Analisis pergeseran
Perubahan posisi suatu materi dengan menggunakan data perbedaan
posisiyang berasal dari perataan beberapa kala pengamatan geodetic yang
berbeda.
2. Analisis Regangan
Analisis geometri yang menunjukkan perubahan posisi, bentuk, dimensi
suatu materi dengan menggunakan data pengamatan geodetic langsung
dari regangan atau menggunakan data regangan yang diperoleh dari
perbedaan hasil pengamatan geodetic perubahan posisi. Pendekatan
terhadap analisis regangan dapat diklarifikasikan menjadi 2 tipe dasar
(Chrazanowski dan Chen, 1982), yaitu:
d. Pendekatan terhadap pengamatan (Raw –Obsevation Approach)
Yaitu perhitungan langsung komponen regangan dari perbedaan data
pengamatan yang dilakukan secara berkala
II.7. Interpretasi Fisik
Interpretasi fisik bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang status
fisik materi yang terdeformasi dengan menggunakan model matematika tertentu.
Model matematika dalam interpretasi fisik ini dibagi menjadi 2 metode, yaitu:
a. Metode statik
Metode statik adalah metode penyusunan model matematika yang
menunjukan deformasi sebagai fungsi dari beban dengan menggunakan
analisis korelasi antara data hasil pengamatan deformasi (misalnya
pergeseran) dengan pengamatan beban (penyebab-penyebab deformasi
yang bersifat internal dan eksternal)
b. Metode Deterministik
Menggunakan informasi beban, sifat yang terdeformasi, geometri benda,
dan model fungsional tegangan dan regangan yang digunakan untuk
membuat model matematika antara parameter deformasi dari beban.
BAB III
KESIMPULAN
1. Bendungan dibangun untuk mengatasi permasalahan kebutuhan air yang
hampir pasti mempunyai kecendrungan tidak sejalan dengan tingkat
ketersediaannya baik terkait dengan dimensi waktu dan ruang, maupun
jumlah dan kualitasnya (Azdan, 2008).
2. Deformasi adalah perubahan kedudukan atau pergeseran secara absolut atau
relatif dari posisi suatu materi atau perubahan kedudukan dalam dimensi
linear. Perubahan kedudukan ini mengacu pada suatu sistem koordinat
referensi yang digunakan.
3. Ada 2 metode yang digunakan untuk pemantauan deformasi bendungan yakni
metode geodetic dan metode non geodetic.
4. Analisis deformasi dimaksudkan untuk menentukan kuantifikasi pergeseran
dan parameter-parameter deformasi, yang mempunyai karakteristik dalam
ruang dan waktu (charzanowski, 1986). Untuk melihat deformasi pada suatu
objek pengamatan, umumnya dilakukan pengamatan berulang pada beberapa
kala, dari pengamatan tersebut didapat parameter-parameter deformasi yang
memiliki karakteristik tersendiri dalam ruang dan waktu.
top related