suppositoria
Post on 28-Oct-2015
171 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Suppositoria, sbb:
1. Penyiapan cetakan
Cetakan dikalibrasi, caranya : Siapkan cetakan supo dengan kondisi kering dan bersih. Buat lelehan basis
supo 6-12 supo. Tuang lelehan, dinginkan dan rapikan. Keluarkan supo dari cetakan dan timbang. Hitung bobot rata-
rata supo. Bobot rata-rata ioni sebagai nilai kalibrasi untuk cetakan tertentu.
Cetakan sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih memiliki permukaan yang mengkilat dan dapat
melepaskan suppositoria secara cepat, tetapi setelah beberapa kali pemakaian dapat timbul goresan yang dapat
menghambat pelepasan suppositoria dari cetakan. Penggunaan lubrikan sesedikit mungkin untuk melapisi semua
bagian cetakan tertutup, jika berlebihan dapat menyebabkan deformasi supo, jika kurang dapat menyebabkan
kesulitan pengeluaran supo dari cetakan.
Lubrikan yang digunakan tidak bercampur (immisibel) dengan basis. Untuk basis larut air, digunakan minyak
mineral (contoh : parafin cair). Untuk basis larut lemak, digunakan gliserin, air, air-gliserin, atau PEG 400.
Teknik lain untuk memudahkan pengeluaran suppositoria akhir dari cetakan adalah dengan
mendinginkan cetakan sebentar di freezer setelah suppositoria membeku pada suhu kamar.
Kontraksi tambahan dapat melepaskan suppositoria lebih mudah dari permukaan logam.
2. Pembuatan basis supo
Pemanasan berlebihan harus dihindari dan basis yang telah dilelehkan dituang ke dalam cetakan pada suhu
sedikit di atas titik pembekuan untuk:
1.mencegah kristalisasi basis yang dapat menyebabkan suppositoria retak.
2.mencegah presipitasi obat yang tidak larut dalam basis ke ujung suppositoria dan mencegah patahnya
suppositoria.
Suhu pelehan basis oleum cacao 34-35oC, jika dipanaskan melebihi suhu ini menyebabkan pembentukan
bentuk α (tidak stabil), jika dipanaskan kurang dari suhu ini menyebabkan ol.cacao sulit ditangani dan lengket di
cetakan.
PEG merupakan basis yang sangat stabil pada suhu tinggi, pelelehan biasanya pada suhu 60oC.
3. Penyiapan zat aktif
Zat aktif sebaiknya digerus menjadi ukuran yang homogen, halus, dan dapat menjamin distribusi yang merata
dalam basis.
Maksimum zat aktif / zat tambahan lain yang boleh dimasukkan ke dalam basis adalah 30%. Lebih dari 30%
menyebabkan kerapuhan supo.
4. pencampuran dan penuangan
Zat aktif dapat langsung dicampurkan ke dalam lelehan basis, atau dibasahkan dulu sebelum dimasukkan.
Waktu pencampuran harus diperhatikan sampai diperoleh distribusi zat aktif yang homogen. Pencampuran
yang terlalu lama dapat menyebabkan penguraian zat aktif atau basis.
Campuran dalam lelehan kemudian dituang pada suhu kamar sampai cetakan terpenuhi sempurna agar tidak
terjadi lapisan-lapisan dalam supo. Cetakan dingin tidak digunakan karena menyebabkan fraktur. Hindarkan
gelembung udara terjerat dalam lelehan.
5. pendinginan dan penyempurnaan
Lelehan dibiarkan dalam suhu kamar 15-30 menit diikuti dengan pendinginan tambahan di lemari es selama 30
menit.
Pembuatan dan penuangan Suppositoria dengan cara leburan :
1. Panaskan dengan suhu serendah mungkin basis yang telah ditimbang hingga melebur di atas penangas air
dengan menggunakan mangkok porselin berbibir dan memiliki tempat pegangan
2. Bahan obat dicampur dengan sebagian lelehan basis, bila sudah bercampur baik tambahkan dengan diaduk
bersama sisa leburan basis yang telah mendingin / hampir mengental. Untuk bahan yang menguap atau
terganggu oleh pemanasan dicampur dengan diaduk pada suhu tertentu yang dapat menjamin kestabilan bahan
3. Agar hasil cetakan lebih baik, cetakan didinginkan dahulu di lemari es sebelum penuangan campuran ke dalam
cetakan
4. Apabila berat jenis zat aktif yang tidak larut basis lebih besar dari berat jenis basis sehingga dapat menyebabkan
pengendapan, maka ketika pencampuran dan penuangan ke lubang cetakan dilakukan pengadukan terus-
menerus.
5. Penuangan campuran dilakukan sedikit diatas titik (suhu) pengendapan (tidak dalam kondisi terlalu cair), untuk
mencegah presipitasi zat yang tidak larut dalam basis ke ujung suppositoria.
6. Penuangan dilakukan secara kontinu agar suppositoria tidak pecah akibat terjadinya lapisan-lapisan.
7. Penuangan dilakukan secara berlebihan pada permukaan cetakan / hingga meluap untuk menutup semua
rongga pada permukaan secara sempurna. Sisa luapan dapat dibersihkan dari permukaan cetakan setelah
Suppositoria membeku.
(Ansel, 381)
V I . P E N G E M A S A N D A N P E N Y I M P A N A N
A. Pengemasan
Suppositoria gliserin dan gelatin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah
perubahan kelembapan suppositoria.
Suppo yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama
lainnya pada ceah-celah dalam kotak untuk mencegah terjadinya kontak antar suppo tersebut dan mencegah
perekatan.
Suppo dengan kandungan obat yang peka terhadap cahaya dibungkus satu persatu dalam bahan tidak tembus
cahaya seperti lembaran logam (alufoil). Sebenarnya kebanyakan suppositoria yang terdapat di pasaran
dibungkus dengan alufoil atau bahan plastik satu per satu. Beberapa di antaranya dikemas dalam strip kontinu
berisi suppositoria yang dipisahkan dengan merobek lubang-lubang yang terdapat di antara suppositoria
tersebut. Suppo ini biasa juga dikemas dalam kotak dorong (slide box) atau dalam kotak plastik. (Howard. C. Ansel,
1990,hal. 385.)
Suppo yang berbasis gliserin dan gelatin tergliserinasi sebaiknya dikemas dalam wadah botol bermulut lebar dan
tertutup rapat. Suppo berbasis oleum cacao dan polimer PEG biasanya masingmasing suppo dikemas dalam kotak
kardus yang dilapisi bahan kedap air. Suppo dapat dikemas rapat dengan kertas logam atau wadah berlapis kertas
lilin. Suppo yang mengandung bahan mudah menguap seperti fenol dan mentol harus dikemas dalam wadah kaca
yang tertutup rapat. (HUSA’S Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)
Labelling
Label sediaan harus mengandung:
1. Nama dan jumlah senyawa aktif yang terkandung.
2. Sediaan tidak boleh ditelan.
3. Tanggal sediaan tidak boleh digunakan lagi.
4. Kondisi penyimpanan sediaan.
(BP 2002, hal.1895)
Petunjuk penyimpanan dalam ruangan dingin disampaikan kepada pasien. (HUSA’S Pharmaceutical dispensing, ed.
5, hal. 126)
B. Penyimpanan
Karena suppo umumnya dipengaruhi panas, maka perlu menjaga dalam tempat dingin.
Suppo yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F (-1,1°C) dan akan lebih baik apabila disimpan
di dalam lemari es.
Suppo yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di bawah 35 0F (1,6°C).
Suppo dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada suhu ruang biasa tanpa pendinginan.
Suppo yang disimpan dalam lingkungan yang kelembapan nisbinya tinggi mungkin akan menarik uap air dan
cenderung menjadi seperti spon, sebaliknya bila disimpan dalam tempat yang kering sekali mungkin akan kehilangan
kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh. (Howard. C. Ansel, 1990, hal. 385.)
V I I . E V A L U A S I S U P P O S I T O R I A
1. Appearance
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo dibelah secara longitudinal
kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan bagian eksternal dan harus nampak seragam. Penampakan
permukaan serta warna dapat digunakan untuk mengevaluasi ketidakadaan:
celah
lubang
eksudasi
pengembangan lemak
migrasi senyawa aktif
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A. Lieberman, 1989,hal. 552)
2. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu tentukan bobot rata-rata. Tidak lebih dari 2
suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari % deviasi, yaitu 5 %. Keragaman bobot juga
merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan, dilakukan bila sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih
yang merupakan 50% atau lebih dari bobot sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan metode
keseragaman kandungan (lihat poin 6).
(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)
3. Waktu Hancur / Disintegrasi
Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk pelepasan termodifikasi atau kerja lokal
diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini sebanyak 3 buah. Suppo diletakkan di bagian bawah ‘perforated
disc’ pada alat, kemudian dimasukkan ke silinder yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter dengan suhu 36-
37 oC dan dilengkapi dengan stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat tanpa mengeluarkannya dari air. Disintegrasi
tercapai ketika suppo :
1. Terlarut sempurna
2. Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di permukaan air (bahan lemak meleleh) atau
tenggelam di dasar (serbuk tidak larut) atau terlarut (komponen mudah larut) atau dapat terdistribusi di satu atau
lebih cara ini.
3. Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna menjadi komponennya, massa tidak lagi
memiliki inti padatan yang membuatnya tahan terhadap tekanan dari pengaduk kaca.
4. Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak dan tidak lebih dari 60 menit untuk
suppo basis larut air, kecuali dinyatakan lain. (BP2002, A237, FI IV hal 1087-1088)
4. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap pemecahan suppositoria dan ovula yang
diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu massaatau beban untuk menghancurkannya. Tes ini didasarkan
untuk suppo dan ovula berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu hidrofilik,
seperti campuran gelatin-gliserol.
Metode
Cek apakah alat yang digunakan sudah dalam keadaan vertikal atau belum. Alat dipanaskan sampai suhunya 25 oC.
Sediaan yang akan diuji telah diletakkan dalam suhu yang sesuai dengan suhu yang akan digunakan minimal 24
jam. Tempatkan sediaan di antara kedua penjepit dengan bagian ujung menghadap ke atas.
Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g pertama. Tunggu lagi selama 1 menit dan tambahkan
lempeng berikutnya. Hal tersebut diulang dengan cara yang sama sampai sediaan hancur. Massa yang dibutuhkan
menghancurkan sediaan dihitung berdasarkan massa yang dibutuhkan untuk menghancurkan sediaan
(termasuk massa awal yang terdapat pada alat). Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir makamassa yang terakhir ini tidak
masuk dalam perhitungan.
Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka massa
yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah dari massa yang digunakan, misal 100 g.
Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka
seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke dalam perhitungan.
Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu sediaan sebelum setiap
pengukuran.
(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587)
5. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria
a. Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria
untuk meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam penangas air dengan temperatur tetap (37 oC). Sebaliknya uji
kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa
digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP.
Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang diperlukan unutk meleleh
sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)
b.Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal
Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal untuk mencair dalam alat yang disesuaikan dengan
kondisi in vivo. Suatu penyaringan melalui selaput semi permeabel diikat pada kedua ujung kondensor dengan
masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada 37 oC disirkulasi melalui kondensor sehingga separuh bagian bawah
pipa kempis dan separuh bagian atas membuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira nol ketika pipa
tersebut mulai kempis. Suppositoria akan sampai pada level tertentu (lihat gambar pada buku) dan waktu tersebut
diukur untuk suppositoria meleleh dengan sempurna dalam pipa tersebut. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)
c. Pelelehan dan Pemadatan
Pembebasan senyawa aktif dari basisnya adalah fungsi langsung dari suhu melelehnya. Untuk mendapatkan efek
terapetik yang ideal dari sediaan ini maka pemahaman yang baik terhadap faktor-faktor dalam pembuatan sediaan,
pada saat pelelehan (atau fusion) dan pemadatan, akan menentukan bioavailabilitas optimum dari sediaan akhir.
Metode yang umum digunakan:
tabung kapiler terbuka
tabung U
titik jatuh
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Vol. 2, Herbert A. Lieberman, 1989, h. 555)
6. Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu. Kecuali dinyatakan lain, persyaratannya
adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dam simpangan baku relatif kurang dari
atau sama dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera dalam etiket,
atau simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika kedua kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan
tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu satuan dari 30 terletak di luar rentang 85,0%-115,0% dari
yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan
simpangan baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)
7. Penentuan Waktu Pelembekan dari Suppositoria Lipofilik
(Softening time determination of lipophilic suppositories)
Uji ini dilakukan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan sediaan di dalam air sampai sediaan melembek hingga
sediaan tidak mempunyai ketegaran / ketahanan saat berat tertentu diberikan. Metode ini dapat menggunakan
beberapa alat. (BP 2002, A332)
s
8. Metode Uji Disolusi Sediaan Suppositoria
Belum ada metode atau desain alat yang dijadikan standar untuk digunakan dalam laboratorium farmasi. Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari sediaan suppositoria: pengaruh surfaktan dan kelarutan,
pengaruh viskositas, zat tambahan dan ukuran partikel zat aktif. (Abdou, Dissolution, Bioavalability and
Bioequivalence; TA A 673 Leon Lachman, 1990,hal. 567)
SUPPOSITORIA
A. PengertianMenurut FI edisi III, hal 32
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut,
melemak atau meleleh pada suhu tubuh.
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV
suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau
uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Menurut R.Voight, hal 281
Suppositoria adalah sediaan berbentuk silindris atau kerucut, berdosis atau berbentuk mantap. Yang ditetapkan
untuk dimasukkan kedalam rectum, sediaan ini melebur pada suhu tubuh atau larut dalam lingkungan berair.
Menurut Lachman, hal 1147
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan obat padat yang umumnya dimasukkan kedalam rectum, vagina dan
jarang digunakan di uretra.
Menurut DOM Martin, hal 834
Suppositoria adalah sediaan padat yang dugunakan melalui bagian tubuh yaitu vagina, rectum dan uretra.
Menurut RPS, hal 1609
Suppositoria adalah bentuk sediaan padat dengan bentuk bervariasi, biasa untuk pengobatan dilakukan dengan
diselipkan dengan suppositoria melunak, melebur dalam cairan tubuh, melalui vagina, rectum dan uretra.
Menurut Parrot hal 382
Suppositoria adalah bentuk sediaan tunggal yang dimasukkan kedalam dubur, vagina dan uretra.
Menurut Scoville’s hal 367
Suppositoria adalah sediaan obat padat yang diselipkan melalui vagina dan uretra.
B. SediaanSuppositoria vaginal (ovula) umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari
zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin
tergliserinasi.
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat
lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi,
minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul, dan ester asam lemak polietilen
glikol.
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapetik. Lemak coklat
cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi
obat yang larut dalam lemak pada tempat diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa
antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, agar
diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang
dapat bercampur dengan air, seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat
lambat larut sehingga menghambat pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan
dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin tergliserinasi jarang
digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat. Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk
menghilangkan iritasi, seperti pada sediaan untuk hemoroid internal.
a. Suppositoria Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang dihaluskan ke
dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai, atau dibuat dengan
minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan suspensi yang dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah
zat pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa obat, (seperti kloralhidrat
dan fenol) melunakkan bahan dasar. Yang penting, suppositoria meleleh pada suhu tubuh.
Perkiraan bobot suppositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan dibawah ini. Suppositoria yang dibuat dari
bahan dasar lain, bobotnya lebih berat dari pada bobot yang disebutkan dibawah ini.
Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan
biasanya berbobot lebih kurang 2 g.
Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari zat
pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin
tergliserinasi. Ukuran berkisar, panjang 1,25 – 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi
1. Tujuan penggunaan (ovula)
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik lokal, dan pengobatan
penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri danmonilial.
2. Absorpsi Vagina
Absorpsi sediaan vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi dipengaruhi oleh fisiologi, pH, dan
kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan vagina dilapisi oleh lapisan film air (aqueous film) yang volume, pH
dan komposisinya dipengaruhi oleh umur, siklus menstruasi, dan lokasi. pH vagina meningkat secara gradien yaitu
pH 4 untuk anterior formix dan pH 5 di dekat cervix. Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi beberapa
penelitian menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi melalui mukosa dan masuk dalam peredaran darah.
Sebagai contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk sediaan ovula lebih besar dibandingkan dengan rute oral
pada dosis yang sama.(Husa’s, Pharmaceutical Dispensing, hal. 117)
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu dibawah
30 derajat (suhu kamar terkendali).
b. Pengganti Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak nabati, seperti minyak kelapa atau
minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi, hidrogenasi, dan fraksionasi hingga diperoleh berbagai
komposisi dan suhu lebur (misalnya minyak nabati terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang
sedemikian hingga dapat mengurangi terjadinya ketengikan. Selain itu sifat yang diinginkan seperti interval yang
sempit antara suhu melebur dan suhu memadat dan jarak lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai
formulasi dan keadaan iklim.
c. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi
Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan menambahkan sejumlah tertentu
kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang 70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air.
Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.
d. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan telah digunakan sebagi
bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar lebih ditentukan oleh disolusi dari pada pelelehan,
maka massalah dalam pembuatan dan penyimpanan jauh lebih sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh
jenis pembawa yang melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dapat memperpanjang waktu disolusi
sehingga menghambat pelepasan. Pada etiket suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air
sebelum digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam wadah
tertutup rapat.
e. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat digunakan sebagai bahan pembawa
suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat.
Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk
memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi. Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah
dapat terdispersi dalam air. Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan
kecepatan absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas
terapetik.
f. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan
Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai. Dapat juga
dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
(FI ed. IV hal 16-17)
C. Efek penghantaran Obat1. Efek Lokal
Pada umumnya digunakan untuk pengobatan wasir, konsipasi, infeksi dubur. Zat aktif yang biasa digunakan:
Anastetik lokal (benzokain, tetrakain)
Adstringen (ZnO, Bi-subgalat, Bi-subnitrat)
Vasokonstriktor (efedrin HCL)
Analgesik (turunan salisilat)
Emollient (balsam peru untuk wasir)
Konstipasi (glisin bisakodil)
Antibiotika untuk infeksi
2. Efek Sistemik
Meringankan penyakit asma (teofilin, efedrin, amonifilin)
Analgetik dan antiinflamasi (turunan salisilat, parasetamol)
Anti arthritis, radang persendian (fenilbutason, indometasin)
Hipnotik & sedatif (turunan barbiturat)
Trankuilizer dan anti emetik (fenotiazin, klorpromazin)
Khemoterapetik (antibiotik, sulfonamida)
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, hal 565)
D. Karakterisasi DosisUmumnya dosis pada pemberian rektal besarnya 1,5-2 kali atau lebih dosis oral kecuali untuk obat-obat keras. Dosis
yang benar tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari suppo. Ini berarti basis suppo dan jumlah obat harus
dipertimbangkan secara bersamaan. Karena pembawa dapat merubah kecepatan absorbsi obat jumlah obat yang
diberikan dalam suppo tergantung pada pembawa dan sifat fisikokimia obat. Bobot suppo untuk orang dewasa
sekitar 2 gram sedangkan untuk anak-anak sekitar 1 gram.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 564).
E. .FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI REKTALPEMBERIAN PER REKTAL (Farmasetika 2 Biofarmasi)
Dapat mengurangi pengaruh pH lambung, enzim lambung (yang merusak ZA), mencegah inaktivasi ZA yang
sudah diserap ke peredaran darah oleh hati (bahan yang terserap di bag. akhir usus langsung menuju vena cava dan
sebagian besar oleh vena haemoroidales superior menuju vena porta dan hati)
dilakukan bila pemberian per oral tidak mungkin, baik karena sifat obat sendiri maupun keadaan penderita
(menghindari obat dimuntahkan, pasien koma, dll)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PRE DISPOSISI ZA
Penghancuran Sediaan
Suhu rektum kurang lebih 37 oC, suppo melebur 32,6-37,6 oC (36,5 oC).
Jarak lebur maksimal 10 menit.
Setelah peleburan, suppo akan menjadi massa kental yang melapisi permukaan mukosa, hal yang berpengaruh
pada massa tsb antara lain : konsistensi (massa yg lebih lunak--pelepasan lebih cepat), kekentalan setelah
peleburan (kekentalan meningkat--laju pelepasan ZA menurun), kemampuan pecah (zat pembawa kental--
memperlambat pelepasan, untuk meningkatkan pelepasan suppo lemak dapat ditambah surfaktan HLB 4-9.
Transfer ZA dalam cairan rektum
Sifat ZA dalam suppo (ZA teremulsi tidak memberikan efek ke pelepasan karena ZA terlarut dalam air yg
teremulsi dalam fase lemak, ZA yg lipofil menggunakan basis hidrofil)
kelarutan ZA
koefisien partisi dalam fase lemak dan cairan rektum
ukuran partikel ZA ( partikel kecil--kekentalan meningkat---transfer ZA menurun)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PENYERAPAN ZA YG AKAN DIBERIKAN PER REKTUM
kedudukan suppo setelah pemakaian
waktu tinggal suppo dalam rektum
pH cairan rektum (penyerapan terjadi dalam mekanisme transpor pasif yang tergantung pada koefisien partisi,
pKa ZA, dan pH cairan rektum)
konsentrasi ZA dalam cairan rektum(semakin tinggi konsentrasi ZA-laju penyerapan ZA m-).
FAKTOR PATOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN MELALUI REKTUM
pasien demam---penyerapan lebih baik bila ZA dalam basis lemak
pasien gangguan transisi saluran cerna dan diare--tidak boleh pengobatan sistemik rektum
harus diberikan setelah rektum dibersihkan
lebih disukai pada subjek berpuasa.
Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada obat yang dipakai secara
oral, tergantung kepada faktor-faktor seperti keadaan tubuh pasien, sifat fisika kimia obat dan kemampuan obat
melewati penghalang fisiologi untuk absorpsi dan sifat basis suppositoria serta kemampuannya melepaskan obat
supaya siap untuk diabsorpsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rektum pada pemberian obat
dalam bentuk suppositoria yaitu :
i) Faktor fisiologis
Antara lain ada tidaknya feses dalam rektum, sirkulasi darah di rektum, beberapa kondisi patologik seperti diare
sehingga terjadi dehidrasi pada tubuh, pH cairan rektal, juga selaput lendir pada dinding rektum. Untuk memberikan
efek yang optimal rektum harus dikosongkan dulu. Cairan rektal memiliki kapasitas dapar yang rendah, sehingga pH
cairan rektal sangat dipengaruhi pH zat aktif yang ada melarut. Bila diatur pH kritis untuk memperoleh efisiensi
absorpsi yang optimal maka dibutuhkan penambahan dapar ke dalam formula. Selaput lendir bisa menghambat
absorpsi terutama bila selaput lendir tersebut kental dan tebal. Penempatan suppositoria di dalam rektum, bila terlalu
dalam akan menuju vena hemoroidal atas.
ii) Faktor fisikokimia
Antara lain koefisien partisi lemak-air dari zat aktif, kecepatan hancurnya basis, kecepatan disolusi zat aktif dalam
cairan rektal, keadaan zat aktif dalam suppositoria (jika terlarut, maka dalam basis biasanya proses pelepasan dan
disolusi zat aktif menjadi lebih lambat), kelarutan zat aktif dalam cairan rektal, ukuran partikel zat aktif.
iii) Adanya zat tambahan khusus ke dalam basis
Misalnya surfaktan, dapat merubah tegangan permukaan selaput mukosa pada rektal sehingga absorpsi zat
berkhasiat menjadi lebih baik. Surfaktan dapat memperbesar kelarutan suatu zat berkhasiat sehingga diabsorpsi
lebih cepat, tapi juga dapat membentuk suatu kompleks senyawa baru yang lambat diabsorpsi.
iv) Faktor aliran darah
Makin banyak pembuluh darah di sekitar suppositoria maka absorpsi obat akan semakin cepat. Tetapi luas
permukaan absorpsi terbatas di daerah kolon dan tidak ada perbedaan luas permukaan yang mencolok di daerah
kolon, baik di pinggir, di tengah maupun di dalam daerah kolon. Setelah obat diabsorpsi dari usus halus obat
dialirkan melalui vena porta hepatika ke hati. Hati memetabolisme obat tersebut, dapat berupa modifikasi atau
mengurangi efek obat tersebut. di lain pihak jumlah yang lebih banyak dari obat yang sama dengan di atas akan
diabsorpsi melalui anorektal. Vena haemoroid halus yang mengelilingi kolon dan rektum masuk vena kava inferior
sehingga tidak masuk ke hati. Vena haemoroid menuju ke vena porta dan bermuara di hati. Tetapi lebih dari
setengah pemberian melalui rektal diabsorpsi langsung ke sirkulasi tubuh. Sirkulasi limfa juga membantu absorpsi
obat melalui rektal dan mengalihkannya dari hati. Rektal tidak mempunyai daya kapasitas buffer. Menurut Schumber,
asam dan basa lemah lebih cepat diabsorpsi daripada asam / basa kuat dan yang terionisasi kuat lainnya.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 565-568)
top related