makalah suppositoria salbutamol

39
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan perkembangan zaman bentuk dan sediaan obat beragam, ada yang berbentuk tablet, serbuk, kapsul, sirup, dan suppositoria. Beragamnya bentuk sediaan tersebut didasarkan atas kebutuhan dari konsumen atau pasien. Bentuk dan sediaan obat pun dapat diberikan dengan rute yang berbeda-beda dan memberikan efek yang berbeda-beda. Untuk suppositoria rute pemberiannya dimasukkan di dalam dubur atau lubang yang ada di dalam tubuh. Penggunaan suppositoria ditujukan untuk pasien yang susah menelan, terjadi gangguan pada saluran cerna, dan pada pasien yang tidak sadarkan diri. Suppositoria dapat dibuat dalam bentuk rektal, ovula, dan uretra. Bentuk suppositoria dapat ditentukan berdasarkan basis yang digunakan. Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam

Upload: jim-colins

Post on 01-Dec-2015

1.679 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Berdasarkan perkembangan zaman bentuk dan sediaan obat beragam,

ada yang berbentuk tablet, serbuk, kapsul, sirup, dan suppositoria.

Beragamnya bentuk sediaan tersebut didasarkan atas kebutuhan dari

konsumen atau pasien. Bentuk dan sediaan obat pun dapat diberikan dengan

rute yang berbeda-beda dan memberikan efek yang berbeda-beda. Untuk

suppositoria rute pemberiannya dimasukkan di dalam dubur atau lubang

yang ada di dalam tubuh. Penggunaan suppositoria ditujukan untuk pasien

yang susah menelan, terjadi gangguan pada saluran cerna, dan pada pasien

yang tidak sadarkan diri.

Suppositoria dapat dibuat dalam bentuk rektal, ovula, dan uretra.

Bentuk suppositoria dapat ditentukan berdasarkan basis yang digunakan.

Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang

dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu

padat dalam suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut

ibahas pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia

sepenuhnya, segera setelah pemakaian. Basis suppositoria yang umum

digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati

terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG) dengan berbagai bobot

molekul dan ester asam lemak polietilen glikol.

Suppositoria dapat memberikan efek lokal dan efek sistemik.   Pada

aksi lokal, begitu dimasukkan basis suppositoria akan meleleh, melunak,

Page 2: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

atau melarut menyebarkan bahan obat yang dibawanya ke jaringan-jaringan

di daerah tersebut. Obat ini dimaksudkan agar dapat ditahan dalam ruang

tersebut untuk efek kerja local, atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorpsi

untuk mendapat efek sisitemik. Sedangkan pada aksi sitemik membrane

mukosa rectum atau vagina memungkinkan absorbsi dari kebanyakan obat

yang dapat larut. Dalam makalah ini, akan dibahas secara mendalam tentang

suppositoria beserta formula suppositoria dengan zat aktif salbutamol.

I.2 Tujuan

Dapat mengetahui cara memformulasikan suppositoria salbutamol

dengan metode yang sesuai serta evaluasi.

Page 3: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Dasar Teori

Supositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang berbentuk

torpedo, bentuk ini memiliki kelebihan yaitu bila bagian yang besar masuk

melalui otot penutup dubur, maka supositoria akan tertarik masuk dengan

sendirinya (Anief, 2000).

Umumnya, supositoria rectum panjangnya ± 32 mm (1,5 inci),

berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Beberapa supositoria untuk

rectum diantaranya ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo atau jari-jari

kecil tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan habis yang digunakan,

beratnya pun berbeda-beda. USP menetapkan berat supositoria 2 gram

untuk orang dewasa apabila oleum cacao yang digunakan sebagai basis.

Sedang supositoria untuk bayi dan anak-anak, ukuran dan beratnya ½ dari

ukuran dan berat untuk orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil.

Supositoria untuk vagina yang juga disebut pessarium biasanya berbentuk

bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai dengan kompendik resmi beratnya

5 gram, apabila basisnya oleum cacao. Supositoria untuk saluran urin yang

juga disebut bougie bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk

dimasukkan ke dalam saluran urin pria atau wanita. Supositoria saluran urin

pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran

ini masih bervariasi satu dengan lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao

maka beratnya ± 4 gram. Supositoria untuk saluran urin wanita panjang dan

Page 4: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram

dan basisnya oleum cacao (Ansel, 1989).

Penggunaan obat dalam suppositoria ada keuntungannya dibanding

penggunaan obat per oral, yaitu:

1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.

2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan.

3. Langsung dapat masuk saluran darah berakibat akan memberi efek

lebih cepat daripada penggunaan obat per os.

4. Dapat mempermudah bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

Bahan dasar yang digunakan supaya melelehkan pada suhu tubuh atau

dapat larut dalam cairan yang ada dalam rektum. Obatnya supaya larut

dalam bahan dasar bila perlu dipanaskan. Bila obatnya sukar larut dalam

bahan dasar maka harus diserbuk yang halus. Setelah obat dan bahan dasar

meleleh dan mencair dituangkan dalam cetakan suppositoria dan

didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari

logam lain , ada juga yang dibuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka

secara longitudinal untuk mengeluarkan suppositoria.

II.1.1 Macam-macam Suppositoria

Macam suppositoria berdasarkan penggunaanya :

1. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, bentuk

peluru, digunakan lewat rektum atau anus. Untuk dewasa 3 g dan untuk

anak-anak 2 g. Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai

keunggulan yaitu jika dibagian yang besar masuk melalui jaringan otot

penutup dubur, suppositoria akan masuk dengan sendirinya.

Page 5: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

2. Suppositoria vaginal atau ovula, berbentuk bola lonjong seperti kerucut,

digunakan untuk vagina. Berat antara 3 – 5 g. Suppositoria vaginal

dengan bahan dasar yang dapat larut atau dapat bercampur dalam air

seperti PEG atau gelatin tergliserensi memiliki bobot 5g. Suppositoria

dengan bahan gelatin tergliseransi (70 bagian gliserin, 20 bagian

gelatin, 10 bagian air) harus dismpan dalam wadah yang tertutup rapat,

sebaiknya pada suhu dibawah 350C.

3. Suppositoria uretra digunakan lewat uretra, berbentuk batang dengan

panjang antara 7 – 14 cm. 

II.1.2 Cara pembuatan suppositoria

1. Dengan tangan :

Hanya dengan bahan dasar Ol.Cacao yang dapat dikerjakan atau

dibuat dengan tangan untuk skala kecil dan bila bahan obatnya

tidak tahan terhadap pemanasan

Metode ini kurang cocok untuk iklim panas.

2. Dengan mencetak hasil leburan :

Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair bagi yang

memakai bahan dasar Gliserin-gelatin, tetapi untuk Oleum cacao

dan PEG tidak dibasahi karena mengkerut pada proses

pendinginan, akan terlepas dari cetakan.

3. Dengan kompresi.

4. Metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan Suppositoria

dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500 -

6000 Suppositoria/jam.

Page 6: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

Pembuatan Suppositoria secara umum dilakukan dengan cara sebagai  

berikut :

Bahan dasar Suppositoria yang digunakan supaya meleleh pada suhu

tubuh atau dapat larut dalam cairan yang ada dalam rektum.

Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan.

Bila bahan obatnya sukar larut  dalam bahan dasar maka harus diserbuk

halus.

Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair,

dituangkan ke dalam cetakan Suppositoria kemudian didinginkan.

Cetakan tersebut terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam

lain, ada juga yang dibuat dari plastik Cetakan ini mudah dibuka secara

longitudinal untuk mengeluarkan Suppositoria.

 Untuk mencetak bacilla dapat digunakan tube gelas atau gulungan

kertas.

  Untuk mengatasi  massa yang hilang karena melekat pada cetakan,

maka pembuatan Suppositoria harus dibuat berlebih ( ± 10 % ) dan

cetakannya sebelum digunakan harus dibasahi lebih dahulu dengan

Parafin cair atau minyak lemak atau spiritus saponatus ( Soft Soap

liniment ), tetapi spiritus saponatus ini, jangan digunakan untuk

Suppositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi

dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan Ol. Recini dalam

etanol. Khusus Suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak

perlu bahan pelicin cetakan karena pada pendinginan mudah lepas dari

cetakannya yang disebabkan bahan dasar tersebut dapat mengkerut.

Page 7: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

II.1.3 Cara pemberian secara rektal

Pemberian obat dengan sediaan suppositoria dengan memasukkan

obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria.

Petunjuk pemakaian : Cuci tangan sampai bersih, buka pembungkus

suppositoria, kemudian tidur dengan posisi miring. Supositoria

dimasukkan ke rektum dengan cara bagian ujung supositoria didorong

dengan ujung jari,  kira-kira ½ - 1 inci pada bayi dan 1 inci pada dewasa,

bila perlu ujung supositoria di beri air untuk mempermudah penggunaan.

Untuk nyeri dan demam satu supositoria diberikan setiap 4 – 6 jam jika

diperlukan. Gunakan supositoria ini 15 menit setelah buang air besar atau

tahan pengeluaran air besar selama 30 menit setelah pemakaian

supositoria.

Hanya untuk pemakaian rektal. Hentikan penggunaan dan hubungi

dokter jika sakit berlanjut hingga 3 hari. Jauhkan dari jangkauan anak-

anak. Jika tertelan atau terjadi over dosis segera hubungi dokter

(Bradshaw, 2009).

II.1.4 Anatomi rektum

Page 8: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai

garis anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi

bagian ampula. dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus

hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia

supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis

pada insersi muskulus levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm,

dengan keliling 15 cm pada recto-sigmoid junction dan 35 cm pada bagian

ampula yang terluas. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4

lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan

lapisan serosa.

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis

superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang

merupakan kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2

kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna,

arteri hemoroidalis inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena

hemoroidalis superior berasal dari plexus hemoroidalis internus dan

berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika inferior dan seterusnya

melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga

tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma

rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena

hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka

interna dan sistem vena kava.

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang

mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya

Page 9: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah

anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum

di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior

dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.

a. Definisi (Price and Wilson, 1995).

- Ca. Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum.

- Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada

kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang

terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.

- Karsinoma rekti merupakan keganasan visera yang sering terjadi

yang biasanya berasal dari kelenjar sekretorik lapisan mukosa

sebagian besar kanker kolostomy berawal dari polip yang sudah

ada sebelumnya.

- Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa

polipoid besar, yang tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan

cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular.

Page 10: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

II.1.5 Evaluasi sediaan

1. Fisika

Uji Kisaran Leleh

Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini

merupakan suatu ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk

meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan

temperatur tetap (370C). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro

adalah kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur

dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa

digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari supositoria

adalah suatu Alat Disintegrasi Tablet USP. Supositoria dicelupkan

seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang

diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna atau menyebar

dalam air sekitarnya diukur (Lachman 3, 1989).

Uji Pencairan atau Uji Waktu Melunak dari Supositoria Rektal

Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas

supositoria sampai penyempitan dicatat sebagai waktu melunak. Ini

dapat dilaksanakan pada berbagai temperatur dari 35,5 sampai 370C

sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu, dan dapat juga

diukur sebagai kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas air

dengan elemen pendingin dan pemanas harus digunakan untuk

menjamin pengaturan panas dengan perbedaan tidak lebih dari

0,10C (Lachman 3, 1989).

Page 11: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

Uji Kehancuran

Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur

kekerasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk

uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap dimana

suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 370C dipompa

melalui dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan

ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana

suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari

lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan

penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada interval waktu 1

menit, 200 g bobot ditambahkan, dan  bobot dimana suppositoria

rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan

karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik

hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria

yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan

kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe

penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan

pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien (Lachman 3, 1989).

Uji disolusi

Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam

gelas piala yang mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk

mengawasi variasi pada antarmuka massa/medium, digunakan

keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk memisahkan 

ruang sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa

Page 12: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

dialysis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir

digunakan untuk menahan sampel di tempatnya dengan kapas,

saringan kawat, dan yang paling baru dengan manic-manik gelas

(Lachman 3, 1989).

Uji keseragaman bobot

Timbang suppo satu persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung

persen kelebihan masing-masing suppo terhadap bobot rata-

ratanya. Keseragaman/variasi bobot yang didapat tidak boleh lebih

dari  5%  (Lachman 3, 1989).

II.1.6 Pengemasan suppositoria

1. Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap suppositoria terpisah, tidak

mudah hancur, atau meleleh.

2. Biasanya dimasukkan dalam wadah dari alumunium foil dan masukkan

kedalam strip plastik, lalu diberi etiket berwarna biru .

3. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk.

II.2 Formulasi

II.2.1 Rancangan formula

Tiap suppositoria mengandung :

Salbutamol 2 mg

Silikon dioksida koloid 2 %

Witepsol H15 q.s

Page 13: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

Kode Bahan Nama Bahan Fungsi Bahan

001- SAL Salbutamol Zat aktif

002-WSL Witepsol H15 Basis suppositoria

003-SDK Silikon dioksida koloid Suspending Agent

III.2.2 Alasan formulasi

1. Sifat fisika kimia salbutamol

Salbutamol larut 1 dalam 70 bagian air; larut 1 dalam 25 bagian

etanol; sedikit larut dalam eter (Pharmaceutical codex, 1042)

Salbutamol sulfat mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak

lebih dari 101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dihitung terhadap zat

anhidrat (FI IV, 751)

Salbutamol adalah bubuk kristal putih atau hampir putih

(Pharmaceutical codex, 1042).

Salbutamol larut 1 dalam 70 bagian air; larut 1 dalam 25 bagian

etanol; sedikit larut dalam eter (Pharmaceutical codex, 1042).

Salbutamol memiliki Pka 9,3 (gugus amino); 10,3 (gugus fenol)

(Pharmaceutical codex, 1042).

Salbutamol memiliki titik leleh 1560C Pharmaceutical codex, 1042)

Stabilitas (Pharmaceutical Codex , 1042).

Page 14: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

- Temperatur

Data penelitian menunjukkan salbutamol sulfat masih memiliki

stabilitas yang baik dalam rentang suhu 550± 850 C. Dekomposisi

larutan salbutamol sulfat pada 70ºC pada pH 3,5 dipercepat

bergantung pada konsentrasi baik glukosa dan sukrosa, sedangkan

pada pH 7 hanya bergantung pada konsentrasi glukosa. Degradasi

salbutamol sulfat pada suhu 55º-85ºC dalam larutan buffer berair

yang terlindung dari cahaya mengikuti laju kinetik orde pertama

dengan stabilitas maksimum pada pH 3,5. Laju dekomposisi

meningkat oleh peningkatan konsentrasi obat dan peningkatan

temperatur.

- Hidrolisis/oksidasi

Tidak ada permasalahan dalam hidrolisis dan oksidasi

- Cahaya

Terlindung dari cahaya

- pH

Memiliki 3,4 - 5.

2. Alasan salbutamol dibuat suppositoria

- Penyerapan salbutamol tidak sempurna pada saluran cerna dan bila

diberikan secara oral bioavabilitas sistemik hanya 50 % (Martindale,

2005)

- Pada umumnya efek samping dari salbutamol yaitu mulut kering,

dapat mengiritasi tenggorokan, mual, muntah, batuk, dan

bronkospasme untuk sediaan oral dan inhalasi. Sehingga untuk

Page 15: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

mengurangi efek samping dari obat ini dibuat dalam bentuk sediaan

suppositoria rectal (Fater, 77).

- Sebagian besar obat dalam sediaan oral akan diubah oleh hati secara

kimia, sehingga keefektifan efek sistemiknya sering kali berkurang

sebaliknya sebagian besar obat yang sama dapat diabsorbsi dari

daerah anorektal dan nilai teraupetisnya masih dipertahankan

(Lachman 3, 1149).

3. Farmakologi salbutamol

Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta-2 adrenergik yang

selektif. Pada bronkus Salbutamol akan menimbulkan relaksasi otot

polos bronkus secara langsung. Maka Salbutamol efektif untuk

mengatasi gejala-gejala sesak napas pada penderita-penderita yang

mengalami bronkokonstriksi seperti : asma bronkial, bronkitis asmatis

dan emfisema pulmonum, baik untuk penggunaan akut maupun kronik.

Salbutamol menghambat pelepasan mediator dari ”pulmonary

mast cell”, mencegah kebocoran kapiler dan udema bronkus serta

merangsang pembersihan mukosiliar. Sebagai agonis beta-2 Salbutamol

pengaruhnya terhadap adrenoseptor beta-1 pada sistem kardiovaskuler

adalah minimal. Ratio stimulasi beta-2/beta-1 salbutamol lebih besar

dari obat-obat simpatomimetik lainnya.

Salbutamol juga bekerja langsung pada otot polos uterus yaitu

menurunkan kontraktilitasnya. Waktu paruh eliminasinya berkisar dari

2,7 sampai 5 jam. Diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh.

4. Dosis Salbutamol

Page 16: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

Ketika inhalasi tidak efektif, salbutamol oral dapat diberikan dalam

dosis 2 sampai 4 mg tiga atau empat kali sehari sebagai sulfat, beberapa

pasien mungkin memerlukan dosis hingga 8 mg tiga atau empat kali

sehari, tetapi dosis meningkat tersebut tidak mungkin ditolerir atau

untuk memberikan banyak manfaat tambahan. Lansia pasien harus

diberi dosis yang lebih rendah pada awalnya. Persiapan Modifikasi-

release juga tersedia, dosis lazim dewasa adalah 8 mg dua kali sehari.

Dalam lebih parah atau tidak responsif bronkospasme salbutamol sulfat

dapat diberikan sebentar-sebentar melalui nebuliser pada orang dewasa

dan anak-anak. Dosis berlisensi 2,5-5 mg salbutamol diulang sampai 4

kali sehari, terus digunakan juga mungkin, biasanya pada tingkat 1

sampai 2 mg / jam.

5. Metode pembuatan

Metode yang digunakan dalam pembuatan suppositoria ini adalah

metode cetak tuang karena metedo ini paling umum digunakan untuk

membuat suppositoria dalam skala kecil maupun skala besar

(Lachman 3,1180).

Metode cetak tuang digunakan untuk menjamin pembekuan yang

cepat sehingga lebih mengurangi proses sedimentasi bahan obat

(Voight, 289).

Penggunaan metode cetak tuang disarankan untuk memperbaiki

ketepatan takaran dalam penambahan bahan-bahan tambahan yang

digunakan dalam formulasi ini ( Voight, 294)

II.2.3 Alasan pemilihan bahan

Page 17: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

1. Witepsol H15

- Aplikasi utama dari basis keras lemak supositoria, atau gliserida

semisintetik, adalah sebagai transportasi untuk administrasi dubur

atau vagina dari berbagai obat, baik untuk memberi efek lokal atau

untuk mencapai penyerapan sistemik (Excipient 6th, 722-723)

- Tidak menunjukkan adanya ketidakstabilan dan memiliki

ketahanan oksidasi tinggi dibandingkan oleum cacao (Voight, 286)

- Memiliki kecenderungan yang amat rendah untuk menjadi tengik

(Voight, 287)

- Basis suppositoria ini mudah melarut atau melebur pada suhu

rektum yaitu 370C karena memiliki titik leleh pada suhu 33,5-

35,50C, sehingga berpengaruh pada pelepasan zat aktif yang

dikandungnya (Ansel, 375).

- Basis supositoria lemak keras cukup stabil terhadap oksidasi dan

hidrolisis, dengan nilai iodium menjadi ukuran ketahanan terhadap

oksidasi dan ketengikan. Kadar air biasanya rendah dan kerusakan

akibat higroskopisitas jarang terjadi (Excipient 6th, 722-723).

- Basis yang digunakan dalam sediaan suppositoria adalah Witepsol

H15 (Pharmaceutical codex, 1041).

2. Silikon dioksida koloid

- Dapat menanggapi efek buruk dari penyimpanan pada suhu yang

lebih tinggi atau agen terapeutik yang larut dalam basis

suppositoria (Fasstrack, 170).

Page 18: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

- Sering ditambahkan ke formulasi suppositoria yang mengandung

eksipien lipofilik untuk meningkatkan viskositas, mencegah

sedimentasi selama pencetakan dan menurunkan laju pelepasan

(Fasstrack, 169)

- Penambahan Silikon dioksida koloid untuk menanggulangi

masalah-masalah yang disebabkan oleh penggunaan basis lemak

keras yang memiliki viskositas rendah (Lachman 3, 1188)

- Nilai viskositas melebur lemak keras sedikit lebih rendah

dibandingkan lemak coklat sehingga diperlukan peningkatan

viskositas dengan penambahan aerosil (Voight, 294).

- Konsentrasi aerosil yang biasanya digunakan untuk pensuspensi

yaitu 2 atau 5 %.

II.2.4 Uraian bahan

1. Salbutamol (FI IV, 751 ; Pharmaceutical codex, 1041)

Nama resmi : Salbutamolum

Sinonim : Salbutamol, Albuterol, 1 - (4 - Hydroy - 3 -

hydroxymethylphenyl) - 2 - (tert-butylamino)

ethanol

Rumus struktur :

RM/BM : (C13H21NO3)2,H2SO4/576.7

Pemerian : Serrbuk hablur, putih.

Page 19: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

Kelarutan : Salbutamol larut 1 dalam 70 bagian air; larut 1

dalam 25 bagian etanol; sedikit larut dalam eter.

Incompatibility :

Kegunaan : Mengatasi gejala-gejala sesak napas dan

bronkokonstriksi.

Penyimpanan : Harus disimpan dalam wadah tertutup baik dan

terlindung dari cahaya

Range dosis : 2 – 4 mg

2. Witepsol H15 (Excipient 6th, 722-723)

Nama resmi : Lemak keras

Sinonim : Adeps neutralis; Akosoft; Akosol; Cremao CS-34;

Cremao CS-36; hydrogenated vegetable glycerides;

Massa estarinum; Massupol; Novata; semisynthetic

glycerides; Suppocire; Wecobee; Witepsol.

RM : C8H17COOH

Pemerian : Berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan

mempunyai kecenderungan sangat rendah untuk

menjadi tengik.

Kelarutan : Larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, eter,

toluena, dan xilena, sedikit larut dalam etanol

hangat; praktis tidak larut dalam air.

Titik leleh : 33,5-35,50C

Incompatibility : Risiko hidrolisis aspirin, misalnya, dapat dikurangi

dengan menggunakan dasar dengan nilai hidroksil

Page 20: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

rendah (<5) dan, sebagai tambahan, dengan

minimalisasi kadar air dari kedua dasar dan aspirin.

Terdapat bukti bahwa aminofilin bereaksi dengan

gliserida dalam beberapa basis lemak keras untuk

membentuk diamides. Pada penuaan atau paparan

suhu yang tinggi, degradasi disertai dengan

pengerasan dan supositoria cenderung

menunjukkan peningkatan yang ditandai dalam

titik leleh. Kandungan etilendiamin juga

berkurang.

Penyimpanan : Harus disimpan terlindung dari cahaya, di wadah

kedap udara pada suhu setidaknya 50C.

3. Silikon dioksida koloid (Excipient 6th, 185-187)

Nama resmi : Colloidal Silicon Dioxide

Sinonim : Aerosil; Cab-O-Sil; Cab-O-Sil M-5P; colloidal

silica; fumed silica; light anhydrous silicic acid;

silicic anhydride; silicon dioxide fumed; Wacker

HDK.

RM/BM : SiO2/60.08

Pemerian : Berwarna, tidak berbau, hambar, bubuk amorf

putih kebiruan.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan

asam, kecuali asam fluorida, larut dalam larutan

alkali hidroksida panas. Membentuk dispersi

Page 21: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

koloid dengan air. Untuk Aerosil, kelarutan dalam

air adalah 150 mg / L pada 258C (pH 7).

Titik leleh : 1600C

Stabilitas : Silikon dioksida koloid bersifat higroskopis tetapi

mengadsorbsi sejumlah besar air tanpa mencairkan.

Ketika digunakan dalam sistem berair pada pH 0-

7,5, silikon dioksida koloid efektif dalam koloid.

Silikon Dioksida meningkatkan viskositas dari

suatu sistem. Namun, pada pH lebih dari 7,5

viskositas meningkatkan sifat silikon dioksida

koloid berkurang, dan pada pH lebih besar dari

10,7 kemampuan ini hilang sepenuhnya karena

silikon dioksida larut untuk membentuk silikat.

Beberapa silikon dioksida koloid memiliki

permukaan hidrofobik yang sangat baik untuk

meminimalkan higroskopisnya

Incompatibility : Tidak kompatibel dengan sediaan dietilstilbestrol.

Penyimpanan : Harus disimpan dalam wadah tertutup baik.

II.2.5 Perhitungan bahan

Salbutamol 2 mg

Aerosil 2 %

Witepsol H15 q.s

Dibuat sebanyak 10 supositoria

Nilai tukar aminophylin 0,82

Page 22: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

- Aspirin 0,25 g = 0,25 g X 10 = 2,5 g

Nilai tukar Aminophylin = 0,82 X 2,5 g = 2,05 g

Bobot supositoria 2 gr= 2 X 10 = 20 g

Ditambahkan 10% = 10

100 x 20 = 2 g

Jadi bobot supositoria = 20 + 2 =22 g

- Cera Alba 4% = 4

100 x 22 = 0,88 g

- Alfa Tokoferol 0,05% = 0,051000

x 22 = 0,01 g

- Oleum Cacao = 22 – (2,05 + 0,88 + 0,01)

= 22 – 2,94

= 19,06 g

II.2.6 Cara kerja

Metode pembuatan suppositoria salbutamol sulfat dibuat dengan cara

cetak tuang :

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%

3. Dikalibrasi cetakan

4. Dilubrikasi cetakan dengan menggunkan paraffin cair secukupnya

5. Digerus Salbutamol hingga halus

6. Ditimbang Aminophylin yang telah dihaluskan sebanyak 2,5 g, Cera

alba 0,88 g, dan Oleum cacao sebanyak 19,06 g

7. Dikeluarkan Alfa tokoferol dari cangkang kapsul kemudian

dimasukkan kedalam cawan porselin

Page 23: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

8. Dileburkan terlebih dahulu cera alba dengan menggunakan penangas

air (waterbath) pada suhu 61-65oC

9. Ditambahkan Aminophylin kemudian diaduk hingga homogen

10. Ditambahkan oleum cacao kemudian diaduk hingga melebur

11. Ditambahkan alfa tokoferol sebanyak 20 tetes kemudian diaduk

hingga homogen

12. Dituang hasil leburan kedalam cetakan yang telah dilubrikasi dengan

paraffin cair

13. Dimasukkan kedalam lemari pendingin dengan suhu 2-8oC selama

kurang lebih 15 menit

14. Dikeluarkan supositoria yang telah terbentuk dari cetakan dengan

menggunakan sudip

15. Dimasukkan kedalam aluminium foil

16. Dimasukkan kedalam kemasan supositoria

17. Dimasukkan kedalam dus yang telah berisi brosur

Page 24: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

III.2 Saran

Page 25: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

DAFTAR PUSTAKA

Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University: Yogyakarta

Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta

Bradshaw, E., Collins, B., & Williams, J. 2009. Administering rectal

suppositories: preparation, assessment and insertion. Gastrointestinal

Nursing, 7(9), 24-28: Retrieved from EBSCOhost.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia: Jakarta

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi keempat. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

Lachman. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga. UI Press:

Jakarta

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex 12th edition. The Pharmaceutical Press:

London

Page 26: MAKALAH SUPPOSITORIA SALBUTAMOL

Price and Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi

keempat. EGC: Jakarta

Rowe, R. 2004. Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition. Pharmaceutical

Press: Washington

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC:

Jakarta