refrat vogt
Post on 19-Jul-2015
157 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah kelainan multisistem yang ditandai
dengan adanya panuveitis granulomatous disertai dengan pelepasan retina yang eksudatif dan
sering disertai dengan manifestasi neurologis dan kutaneus.3
Di Amerika Serikat, sindrom VKH ini merupakan suatu penyakit yang tidak umum,
tetapi dapat ditemukan pada populasi orang Asia, Timur Tengah, Hispanik, dan Native
American. Sindrom VKH ini sangat jarang ditemukan pada orang berkulit putih. Dalam
laporan National Eye Institute, Nussenblatt dan rekan sekerjanya menyatakan bahwa 50%
dari pasien mereka adalah orang dengan ras Kaukasia, 35% adalah orang berkulit hitam
(AfricanAmerican), dan 13% adalah orang Hispanik atau Amerika Latin; walaupun begitu,
sebagian besar dari pasien merupakan keturunan Native American. Di dunia, VKH paling
sering ditemukan pada orang Asia (terutama pada orang dari Asia Timur dan Asia Tenggara),
Timur Tengah, dan Hispanik. Sindrom VKH ini juga lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 2:1. Sindrom VKH dilaporkan terjadi pada
individu dengan usia antara 20-50 tahun dan paling sering terjadi pada dekade ketiga.
Walaupun begitu, anak-anak dengan usia 4 tahun pernah dilaporkan menderita sindrom VKH
ini.3
Sindrom VKH biasanya diawali dengan gejala prodormal yang tidak spesifik seperti
nyeri di kepala, vertigo, mual, kaku kuduk, muntah, dan demam subfebril yang dialami
selama beberapa hari. Pasien biasanya datang ke dokter mata untuk mengatasi keluhan
penglihatan, berupa kehilangan penglihatan mendadak, nyeri pada mata dan fotophobia.
Gangguan pendengaran dan pusing mungkin dapat menyertai keluhan yang ada. Setelah
beberapa minggu atau beberapa bulan, sebagian besar pasien akan memperhatikan adanya
tanda-tanda kelainan pada kulit berupa kehilangan rambut, poliosis, vitiligo.2
Pengobatan utama dari sindrom VKH adalah kortikosteroid seperti prednisone. Dosis
tinggi kortikosteroid biasanya dibutuhkan untuk mengontrol inflamasi. Beberapa pasien
mungkin perlu diberikan kortikosteroid secara intra vena karena secara oral tidak cukup
efektif. Pengobatan yang diberikan lebih awal dan lebih agresif biasanya menghasilkan
komplikasi yang lebih ringan dan derajat rekurensi yang lebih kecil. Dalam pengobatan
sindrom VKH mungkin juga dibutuhkan terapi imunosupresi untuk membantu mencapai hasil
yang diinginkan.9
2
Pada pasien yang resisten steroid mungkin membutuhkan cyclosporin, azathioprine,
dan chlorambucil. Selain itu dapat juga diberikan siklopegik, dan pengobatan gejala saraf
lainnya.2
Tujuan dibuatnya karya tulis ilmiah ini adalah untuk memperkaya pengetahuan para
dokter sehingga mendapatkan kejelasan mengenai sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, sehingga
dapat mendiagnosis penyakit ini dan tidak merugikan pasien. Ketajaman dan kemampuan
seorang dokter dalam mendiagnosis suatu penyakit secara otomatis akan menghasilkan suatu
penatalaksanaan yang tepat sasaran dan tidak melenceng dari diagnosis yang telah
ditegakkannya tersebut, sehingga pasien tidak akan merasa dokternya hanya melakukan
praktek “coba-coba” terhadap pasiennya.
3
ANATOMI
Mata terdiri dari :
Rongga orbita
Bola mata
Adneksa5
Rongga Orbita
Rongga orbita merupakan suatu rongga yang dibatasi dinding tulang dan berbentuk
seperti piramida bersisi empat dengan puncak menuju kea rah foramen optic. Isi rongga orbita
terdiri atas bola mata dengan saraf optiknya, enam otot penggerak bola mata, kelenjar air
mata, pembuluh darah cabang arteri oftalmik, saraf cranial III, IV, VI, lemak dan fasia yang
merupakan bantalan untuk bola mata.5
Bola mata
Terdiri dari :
Dinding bola mata, yang terdiri dari :
1. Sklera
2. Kornea, terdiri dari :
Epitel
Membran Bowman
Stroma
Membran descemet
Endotel
Isi Bola mata, yang terdiri dari :
Lensa
Uvea
Badan kaca
Retina5
Adneksa
Kelopak mata
Sistem air mata (lakrimal)5
4
Uvea
Kata “Uvea” diambil dari bahasa latin “uva” yang berarti anggur. Ini dikarenakan jika
batang anggur dipatahkan, maka lubangnya akan terlihat seperti pupil dan anggurnya adalah
bola mata.
Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sklera dan tenon yang
terletak diantara lapisan korneosklera dan retina. Uvea merupakan jaringan lunak yang terdiri
atas iris, badan siliar, dan koroid. Perbedaan ini dapat dilihat dibawah mikroskop. Secara
klinis uvea dibagi menjadi dua, yaitu uvea anterior dan posterior. Uvea anterior terdiri atas iris
dan badan siliar, sedangkan uvea posterior terdiri dari koroid.6
Iris
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke arah anterior dan merupakan diafragma yang
membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan posterior dimana ditengah-
tengahnya terdapat lubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata menjadi dua, yaitu
bilik mata depan dan bilik mata belakang.
Pupil memiliki otot – otot, yaitu :
1. otot sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler. Letaknya di dalam
stroma, di dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf simpatis (N III)
2. otot dilator pupil (M. dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil,
letaknya di bagian posterior stroma dan dipersarafi oleh saraf simpatis.
Perdarahan pupil diurus oleh A. siliaris posterior yang di iris membentuk jaringan pembuluh
darah :
1. Di basis membentuk sirkulus arteriosis mayoris yang terletak di luar otot sfingter
pupil.
2. sirkulus arteriosus minoris yang tampak dari luar seperti “collarete”.
Di antara kedua sirkulus ini ada anastomose berupa pembuluh darah berbentuk spiral.
Pembuluh darah baliknya mengikuti arteri dan kemudian masuk ke dalam V.Vortikosa.
persarafan keluar dari pleksus yang ada dalam badan siliar yang berasal dari N III dan saraf
simpatis.6,7
5
Badan siliar
Berbentuk segitiga yang terdiri atas dua bagian, yaitu :
Pars korona yang terletak di anterior, bergerigi yang panjangnya kira – kira 2 mm
Pars plana yang terletak di posterior, tidak bergerigi yang panjangnya kira – kira 4 mm
Pars korona
Diliputi 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris. Bagian yang menonjol
(prosesus siliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung pigmen. Di dalam badan
siliar mengandung 3 macam otot siliar yang berjalan radier, sirkular, dan longitudinal. Dari
prosesus siliaris keluar serat – serat zonula zinii yang merupakan penggantung lensa. Badan
siliar mengandung banyak pembuluh darah, pembuluh darah baliknya mengalirkan darahnya
ke V. vortikosa.
Pars plana
Merupakan bagian yang tipis karena hanya terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot
dengan pembuluh darah dan diliputi epitel.1,6,7
Koroid
Koroid terdiri dari :
1. lapisan epitel pigmen
2. membrane Bruch (lamina vitrea)
3. koriokapiler
4. pembuluh darah sedang
5. pembuluh darah besar
6. suprakoroid
Lapisan suprakoroid terdiri dari lapisan protoplasma yang mengandung nukleus.
Membrane Bruch terdiri dari membran yang tidak berstruktur. Pembuluh darah besar
kebanyakan terdiri dari pembuluh darah balik yang kemudian bergabung menjadi vena
vortikosa yang keluar dari setiap kuadran posterior dari bola mata dengan menembus sclera,
yang kemudian menjadi vena oftalmika yang langsung masuk ke dalam sinus kavernosus.
6
Pembuluh darah arteri berasal dari arteri siliaris brevis. Lapisan – lapisan pembuluh
darah ini juga mengandung jaringan elastis dan khromatofor diantaranya. Koroid melekat erat
pada pinggir N II dan berakhir di ora serata.6,7
PATOFISIOLOGI
Etiologi dan faktor patogenik dari sindrom VKH ini tidak jelas. Gejala klinis sindrom
VKH dengan episode seperti influenza mengarahkan pada kemungkinan asal penyakit ini
adalah infeksi virus atau post-infeksi virus. Beberapa penelitian menyebutkan kemungkinan
peran reaktivasi virus Epstein-Barr pada penyakit ini. Walaupun penyakit ini dianggap
disebabkan oleh virus, tidak ada virus yang berhasil diisolasi ataupun dikultur dari pasien-
pasien yang menderita sindrom VKH. Morris dan Schlaegel menemukan badan inklusi yang
mirip virus pada cairan subretinal dari seorang pasien yang menderita sindrom VKH.2
Data klinis dan penelitian juga mengarahkan pada penyebab immunologis. Suatu
reaksi autoimun timbul akibat komponen antigen melanosit yang terdapat pada uvea, kulit dan
meningen. Komponen ini kemungkinan mengandung tirosinas. Disimpulkan bahwa Th17
pada T sel berperan pada inisiasi dan kelanjutan dari penyakit ini. Sindrom VKH dapat
dikaitkan dengan kelainan autoimun lainnya seperti sindrom autoimun poligrandular,
hipotiroid, tiroiditis Hashimoto, diabetes mellitus dan nefropati IgA. Suatu laporan tentang
pasien-pasien yang mengalami sindrom VKH setelah trauma pada kulit, dimana dua kasus
timbul setelah terapi BCG pada melanoma dan satu kasus timbul setelah operasi melanoma
malignan yang sudah metastase. Laporan kasus juga mengindikasikan bahwa trauma tidak
langsung pada jaringan yang mengandung melanosit dapat menginduksi timbulnya reaksi
inflamasi pada mata.2
Analisa limfosit cairan cerebrospinal pada sindrom VKH dan penelitian pada
melanosit uvea manusia menunjukkan bahwa pigmen uvea dapat menstimulasi pembentukan
limfosit pada pasien-pasien dengan sindrom VKH. Limfosit darah perifer dan cairan
cerebrospinal pada penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa terjadi efek sitosoksik
melawan sel-sel melanoma yang allogenik. Antibodi yang merusak bagian fotoreseptor pada
retina juga ditemukan pada pasien-pasien dengan kelainan ini.2
7
MANIFESTASI KLINIS
Terdapat 4 fase:
1. Fase Prodromal
o Biasanya berlangsung selama beberapa hari dan ditandai dengan adanya demam,
sakit kepala, meningismus, mual, vertigo, nyeri orabita, dan tinnitus. Pelositosis
pada cairan cerebrospinal terjadi pada lebih dari 80% pasien pada fase ini. Dapat
juga disertai fotofobia dan lakrimasi, dan pasien juga mungkin akan menyadari
bahwa kulit dan rambut mereka menjadi lebih sensitif terhadap sentuhan pada fase
ini.
o Manifestasi yang jarang ditemukan pada fase prodormal adalah kelainan saraf
kranialis dan neuritis optik.
o Pada beberapa pasien, gejala khas dari fase ini terkadang tidak muncul.1
2. Fase Uveitik
o Fase uveitik akut terjadi beberapa hari setelah fase prodormal pada kebanyakan
pasien. Pada fase ini, gejala yang paling sering adalah penurunan visus mendadak
pada kedua mata.
o Secara klinis, dapat bermanifestasi menjadi uveitis posterior bilateral disertai
edema retina, diskus optikus yang hiperemis atau edema, dan pada akhirnya dapat
terjadi pelepasan dari retina. Sering ditemukan adanya uveitis anterior yang
ditandai dengan adanya mutton-fat keratic precipitates dan nodul pada iris.
Tekanan intraocular juga dapat meningkat, karena terjadinya rotasi kedepan dari
diafragma lensa-iris.
o Fase dapat berlangsung selama beberapa minggu.1
3. Fase Kronik
o Pada fase kronik, manifestasi pada mata dan kulit sering ditemukan.
Depigmentation dari koroid dimulai dalam waktu 3 bulan sejak terjadinya
penyakit tersebut. Area-area dengan pigmentasi berlebih dapat terjadi pada
fundus. Nodul Dalen-Fuchs dapat terlihat pada retina bafian perifer dan
midperifer. Nodul-nodul ini merupakan lesi kuning kecil yang biasanya berada di
retina midperifer. Dengan berjalannya waktu, lesi-lesi ini akan menjadi pudar dan
atrofik. Perubahan dermatologi termasuk vitiligo dan poliosis dari bulu mata, alis,
8
dan rambut. Vitiligo biasanya tersebar secara simetris dibagi atas kepala, kelopak
mata, dan tubuh.
o Lamanya fase kronis biasanya adalah beberapa bulan tapi dapat juga sampai
beberapa tahun.1
4. Fase Rekuren
o Pada fase rekuren, dapat terjadi panuveitis kronik disertai uveitis anterior
granulomatous rekuren; bagaimanapun, uveitis posterior rekuren disertai dengan
pelepasan retina yang serous jarang ditemukan.
o Pada fase ini sering ditemukan komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada
mata. Diantaranya katarak, glaucoma, neovaskularisasi koroidal, dan fibrosis
subretinal. 1
9
DIAGNOSIS
The American Uveitis Society merekomendasikan untuk mendiagnosa seseorang
mengalami sindrom VKH maka orang tersebut harus mengalami keluhan tanpa didahului
trauma atau tindakan operatif, dan setidaknya 3 dari 4 kriteria dibawah ini harus ditemukan
juga.
1. Bilateral iridosiklitis
2. Uveitis posterior, yang meliputi pelepasan retina yang eksudatif, edema nervus
optikus, atau atropi pada epitel pigmen retina.
3. Pleositosis pada cairan cerebrospinal atau adanya tinnitus, disakusis, nyeri kepala atau
meningismus, atau ada keterlibatan dari saraf kranial.
4. Kelainan pada kulit berupa vitiligo, alopecia, atau poliosis1
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pada cairan cerebrospinal ditemukan perubahan berupa pleositosis dan adanya
makrofag melani- laden ( spesifik pada penyakit ini ), peningkatan jumlah protein, dan
peningkatan tekanan.1
b. Pencitraan
Standardized A-scan and contact B-scan echography.1
c. Pemeriksaan Histologis
Biopsi kulit dilakukan setelah satu bulan munculnya kelainan penglihatan. Dari biopsy
terlihat infiltrat mononuklear pada folikel rambut dan kelenjar keringat, dimana sebagian
besar adalah sel limfosit T dan sebagian kecil adalah sel B. Pada kulit juga terlihat tidak
adanya melanin. Selain itu, juga terlihat adanya vasodilatasi pada dermis, adanya
makrofag pigmen-laden dan adanya infiltrate limfositik.1
10
d. Pemeriksaan Lain
- Angiografi Fluoresein yang menunjukkan adanya bagian yang hipofluoresen pada
epitel pigmen retina.
- Angiografi indosianin hijau pada koroid.
- Audiometri yang menunjukkan adanya gangguan pendengaran.1
DIAGNOSIS BANDING
Dikarenakan gejala okular dan manifestasi sistemik pada simpatetik oftalmia sangat
mirip dengan yang didapatkan pada VKH, simpatetik oftalmia merupakan salah satu diagnosa
banding dari VKH. Anamnesis mengenai adanya trauma pada mata sangat penting karena
dapat membantu membedakan antara simpatetik oftalmia dengan VKH. Manifestasi sistemik
pada simpatetik oftalmia lebih jarang terjadi dan lebih ringan dibandingkan dengan yang
terjadi pada VKH.
Acute posterior multifocal plaocid pigment epitheliopathy dapat terjadi secara bilateral
disertai dengan lesi yellow-white placid yang multiple, pelepasan retina eksudatif yang ringan,
dan penurunan visus. Diskus optikus jarang bengkak. Pada pemeriksaan Fundus fluorescein
angiography (FFA) pada fase akut menunjukkan adanya fluorosensi yang terhalangi pada fase
awal dan pewarnaan lanjut pada lesi.
Skleritis posterior juga merupakan salah satu peniru dari VKH. Manifestasi pada
segmen posteriornya dapat menyerupai striae koroidal, striae makular, pelepasan retina
eksudatif, dan vitritis. Bagaimanapun, didapatkan adanya inflamasi minimal pada segmen
anterior dan biasanya terjadi pada satu mata.
Diagnosis banding lainnya termasuk tuberculous choroidal mass, koroiditis sifilitik,
dan sarkoidosis.2
11
TATALAKSANA
Untuk kelainan pigmentasi pada sindrom VKH, penatalaksanaan sama seperti pada
penderita vitiligo. Untuk inflamasi pada mata, penatalaksanaan termasuk pemberian
kortikosteroid sistemik (prednisone 80-100 mg/ hari). Dosis tinggi kortikosteroid biasanya
dibutuhkan untuk mengontrol inflamasi beberapa pasien mungkin perlu diberikan
kortikosteroid secara intra vena karena secara oral tidak cukup kuat. Pengobatan yang
diberikan lebih awal dan lebih agresif biasanya menghasilkan komplikasi yang lebih ringan
dan derajat rekurensi yang lebih kecil. Dalam pengobatan VKH mungkin juga dibutuhkan
terapi imunosupresi untuk membantu mencapai hasil yang diinginkan.
Pada pasien yang resisten steroid mungkin membutuhkan cyclosporin, azathioprine,
dan chlorambucil. Selain itu dapat juga diberikan siklopegik, dan pengobatan gejala saraf
lainnya.
Untuk terapi pembedahan dilakukan pada penderita sindrom VKH dengan glaucoma.
Tindakan pembedahan yang dilakukan dapat berupa laser iridotomi, iridectomi, dan
trabekulektomi.1,5
PROGNOSIS
- Perubahan pigmentasi bersifat permanen.
- Perbaikan pada gangguan penglihatan bergantung pada cepat dan tepatnya
penatalaksanaan.
- Kelainan pendengaran biasanya terkoreksi sepenuhnya.1
KOMPLIKASI
Komplikasi jangka panjang dapat berupa kehilangan penglihatan, peningkatan tekanan
intraokular, glaukoma, katarak.1
12
Kesimpulan dan Saran
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah kelainan multisistem yang ditandai
dengan adanya panuveitis granulomatous disertai dengan pelepasan retina yang eksudatif dan
sering disertai dengan manifestasi neurologis dan kutaneus. Penyebabnya adalah proses
autoimun tetapi virus sebagai penyebab, belum dapat disingkirkan.
Pada sindrom VKH ini terdapat 4 fase, yaitu fase prodromal, fase uveitik, fase kronik,
dan fase rekuren. Untuk mendiagnosis seseorang menderita sindrom VKH harus didapatkan 3
dari 4 kriteria, yaitu bilateral iridosiklitis, uveitis posterior, yang meliputi pelepasan retina
yang eksudatif, edema nervus optikus, atau atropi pada epitel pigmen retina, pleositosis pada
cairan cerebrospinal atau adanya tinnitus, disacusis, nyeri kepala atau meningismus, atau ada
keterlibatan dari saraf kranial, dan kelainan pada kulit berupa vitiligo, alopecia, atau poliosis.
Pengobatan adalah dengan pemberian kortikosteroid. Untuk membantu mencapai hasil
yang diinginkan terkadang diperlukan juga terapi imunosupresi. Selain itu dapat juga
diberikan siklopegik, dan pengobatan gejala saraf lainnya. Komplikasi jangka panjang yang
dapat terjadi dapat berupa kehilangan penglihatan, peningkatan tekanan intraokular,
glaukoma, katarak. Prognosis seringkali baik bila pengobatan diberikan pada fase dini.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. American Uveitis society. Vogt-koyanagi-harada disease. [online]. 2001 January 19
[cite 2001 January 28]. Available from: URL:www.american uveitissociety.com
2. Anna CK, Camila KJ. Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome [online]. 2009 Jul 15;
Available from:URL: http://emedicine.medscape.com/article/1118177.
3. Ang CL, Chee SP, Jap AH, Tan DTH, Wong TY. Clinical Opthalmology-An Asian
Perspective. Singapore: Saunders Elsevier; 2005.
4. Christopher W. Vogt-Koyanagi-Harada Disease [online]. 2008 Jan 5; Available
from:URL: http://emedicine.medscape.com/article/1229432.
5. Ilyas S et al. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
7. Ilyas S, Malangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS, editor.
Ilmu Penyakit Mata: Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2.
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta: CV Sangung Seto; 2002.
8. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 6th Ed. United Kingdom: Elsevier;2007.
9. William, Russel. Vogt-Koyanagi-Harada Disease. American Uveitis Society.
University of Alabama. January 2003.
top related