reformasi-birokrasi_kab-tanah-bumbu-dan-dan-kota-denpasar.pdf
Post on 11-Jan-2016
100 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Laporan Hasil Penelian
REFORMASI BIROKRASIPRAKTIK-PRAKTIK TERBAIK DI KABUPATEN TANAH BUMBU,KALIMANTAN SELATAN DAN KOTA DENPASAR, BALI
i
Laporan Hasil Penelitian
REFORMASI BIROKRASI
PRAKTIK-PRAKTIK TERBAIK DI KABUPATEN TANAH BUMBU,
KALIMANTAN SELATAN DAN KOTA DENPASAR, BALI
iiiii
KATA PENGANTAR
Birokrasi Indonesia dianggap masih mengidap beragam penyakit hasil warisan pemerintahan kolonial. Bangun organisasinya gemuk, kerjanya berbelit-‐belit, tidak efesien, dan korup. Selain itu, perilaku birokrasi masih mencerminkan kepentingan penguasa (abdi penguasa) daripada melayani kebutuhan masyarakat (abdi masyarakat).
Seiring dengan gerakan reformasi dan otonomi daerah tuntutan agar adanya perbaikan intengritas dan kinerja birokrasi makin kencang. Puncaknya pada tahun 2004 yang ditandai dengan digulirkannya road map mengenai gelombang pertama reformasi birokrasi 2004-‐2009. Secara teknis bangunan organisasi birokrasi Inonesia mulai diperbaki. Struktur yang gemuk mulai dirampingkan, kesejahteraan diperbaiki, kualitas sumber daya manusia ditingkatkan, serta pengawasan makin diperketat.
Selain itu, beberapa daerah pun melakukan terobosan dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Mereka membuat inovasi dalam tubuh birokrasi agar lebih berintegritas dan mampu melayani masyarakat dengan prima. Muncul daerah-‐daerah champion yang menjadi rujukan bagi daerah lainnya dalam best practices reformasi birokrasi dan inovasi pelayanan kepada masyarakat seperti Kota Surakarta, Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Sragen.
Survei berkaitan dengan integritas dan kinerja birokrasi seperti yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui survei integritas dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) oleh Transparansi Internasional Indonesia memperlihatkan mulai munculnya daerah-‐daerah yang memiliki birokrasi berintegritas sekaligus kualitas yang ditandai adanya inovasi-‐inovasi dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat sekaligus mencegah terjadinya praktikpraktik korupsi yang dilakukan oleh birokrasi.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan kedua lembaga tersebut muncul nama Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali sebagai dua daerah champion yang dianggap memiliki birokrasi yang paling berintegritas. Berdasarkan survei integritas KPK, Kabupaten Tanah Bumbu unggul dalam penyelenggaraan pelayanan mendasar seperti pendidikan, kesehatan, dan akte kelahiran. Sedangkan Kota Denpasar merupakan langganan daerah yang memperoleh nilai tinggi baik dalam survei KPK maupun TI terutama dalam urusan bisnis. Para pengusaha yang menjadi responden survei dua lembaga tersebut mengaku puas dengan integritas dan kinerja birokrasi di daerah itu.
Dalam upaya menyebarkan semangat memperbaiki birokrasi dan pelayanan kepada
masyarakat, Indonesia Corruption Watch bersama Transparansi Internasional Indonesia menganggap penting untuk menggali faktor-‐faktor yang menyebabkan kedua daerah tersebut
viv
mendapat rapor bagus dalam integritas dan kinerja birokrasinya. Karena itu, ICW dan TII melakukan riset menindaklanjut survei KPK dan TII di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Denpasar.
Riset tidak hanya bertujuan menggambarkan bangunan birokrasi dan teknis penyelenggaraan pelayanan di sektor-‐sektor yang disurvei KPK dan TII, tapi menggali lebih dalam faktor-‐faktor yang melatarbelakangi adanya inisiatif untuk mereformasi birokrasi. Harapannya, hasil riset dapat menjadi semacam tips bagi daerah-‐daerah lain yang hendak memperbaiki birokrasinya.
Banyak pihak yang berkontribusi dalam penyelenggaraan riset ini, rekan-‐rekan ICW, TII, KPK, dan UNODC. Di daerah, kelancaran pelaksanaan riset karena kontribusi besar dari mitra riset dan sikap terbuka dari semua narasumber, baik masyarakat, pengusaha, dan birokrasi. Bantuan juga diberikan oleh Bupati dan Mantan Bupati Tanah Bumbu serta Walikota Denpasar dalam bentuk rekomendasi untuk mengumpulkan bahan-‐bahan yang diperlukan dalam penyelenggaraan riset. Jakarta, Desember 2011 Tim Peneliti
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................ v
Abstrak …………………………………………………………………………………...................................... . vii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
I.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 4
I.3 Maksud dan Tujuan Riset ................................................................................... 4
I.4 Metode Penelitian ............................................................................................. 5
BAB II KERANGKA PENELITIAN
2.1 Latar Belakang Munculnya Birokrasi .................................................................. 7
2.2 Definisi dan Ciri Birokrasi ................................................................................... 8
2.3 Birokrasi Weberian ......................................................................…………………… 9
2.4 Reformasi Birokrasi ............................................................................................ 12
Bab III HASIL RISET KABUPATEN TANAH BUMBU
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Tanah Bumbu ..................................................... 19
3.2 Hasil Survei Integritas KPK di Tanah Bumbu ...................................................... 21
3.3 Strategi dan Kondisi Pelayanan di Tanah Bumbu ............................................... 24
a. Bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dengan APBD II … 25
b. Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD kelas C ..……………………….... 27
c. Pelayanan Akta Kelahiran ……………………………………………………….................... . 28
d. Pengadaan barang dan jasa pada SKPD ………..…………………………………........... 30
3.4 Faktor Penyebab Perbaikan Pelayanan ............................................................. 31
a. Kepemimpinan …..………………………………………………………………........................ 31
b. Manajemen Ilahiyah ……………………………………………………………….................... 33
c. Kandidat Gubernur Kalimantan Selatan …………………………………………............. 33
d. Sumber Daya Alam Melimpah ……………………………………………………................ 34
3.5 Reformasi Birokrasi Semu Tanah Bumbu ……………………………………………............ 36
a. Tidak Ada Inovasi …………………………………………………………………...................... 36
b. Minus Payung Hukum ……………………………………………………………..................... 37
viivi
ABSTRAK
Birokrasi merupakan mesin negara untuk melayani dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi yang sehat akan menjadi agen perubahan, bagian dari problem solver, penggerak kreativitas, serta penguat inovasi bagi kemajuan masyarakatnya. Sayangnya, birokrasi Indonesia ternyata belum sehat seperti yang diharapkan. Di antaranya bangun organisasi yang gemuk, kerjanya berbelit-‐belit, lambat, tidak efesien, dan korup. Selain itu, perilaku birokrasi masih mencerminkan kepentingan penguasa daripada melayani kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Denpasar ditempatkan sebagai dua daerah yang dianggap memiliki birokrasi yang paling berintegritas. Indonesia Corruption Watch melakukan riset di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Denpasar untuk menggambarkan faktor-‐faktor keberhasilan program reformasi birokrasi di kedua daerah tersebut. Riset ini menggunakan metoda kualitatif yang menggabungkan studi dokumen, wawancara, dan focus group discussion. Hasil riset memperlihatkan peran kepala daerah merupakan faktor penting yang menyebabkan birokrasi berintegritas. Selain itu, sektor dan strategi reformasi di kedua daerah tersebut pun berbeda. Birokrasi di kedua daerah tersebut setia dan taat menjalankan instruksi bupati dan walikota. Ada dua penyebab birokrasi tunduk dan patuh kepada pimpinannya. Pertama, faktor bupati/walikota sebagai pemimpin dan pembina birokrasi. Kedua, dari sisi internal, watak birokrasi yang cenderung taat pada pimpinan.. Reformasi birokrasi di kedua daerah tersebut sangat kental dengan nuansa politik, terutama kepentingan kepala daerah (bupati/walikota). Langkah untuk memperbaiki birokrasi dan pelayanan kepada masyarakat tidak hanya dalam rangka menjalankan kewajiban konstitusi ataupun menyukseskan program reformasi birokrasi yang diusung pemerintah pusat, tapi juga menyukseskan agenda pribadi bupati/wali kota.
c. Perubahan Struktur dan Reposisi Birokrasi ………………………………………........... 38
d. Minimnya Sumber Daya Manusia ………………………………………………................ . 38
3.6 Kesimpulan ……………………………………………………………………………........................ 41
BAB IV HASIL RISET KABUPATEN DENPASAR
4.1 Gambaran Umum Kota Denpasar ……………………………………………………............... 43
4.2 Pertumbuhan Ekonomi, Potensi dan PAD Kota Denpasar ……………………………... 43
4.3 Hasil Survei Indeks Persepsi Korupsi TII di Denpasar ………………………………........ 46
4.4 Strategi dan Kondisi Pelayanan di Kota Denpasar ………………………………….......... 47
a. Instalansi Pelayanan Umum Ijin Usaha ………………………………………….............. 47
b. Instalansi Pelayanan Umum Pelayanan Pajak …………………………………….......... 54
4.5 Faktor Penyebab Perbaikan Pelayanan Umum ..…………………………………….......... 58
a.PoliticalWill dan Komitmen .……………………………………………………................... 58
b. Budaya Organisasi dan Pola Pikir Birokrasi ….…………………………………............. 59
c. Pemilihan Prioritas Program …………….………………………………………................... 61
4.6 Catatan Kritis Atas Riset ……………………………………………………………...................... 61
4.7 Kondisi Integritas Pelayanan Publik Hasil Survei KPK ………………………………........ 64
4.8 Kondisi Pelayanan Wajib Kota Denpasar ……………………………………………............. 65
a. Bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dengan APBD II ........ 65
b. Temuan di Dinas Kesehatan ……………………………………………………….................. 68
c. Bagus Tanpa Keberpihakan ………………………………………………………................... 70
4.9 Kesimpulan ..…………………………………………………………………………......................... 72
Bab V. Penutup …………………………………………………………………………….................................... 73
1
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Tugas utama pemerintah adalah melayani masyarakat terutama dalam upaya memenuhi kebutuhan-‐kebutuhan mendasar. Itu sebabnya, beberapa sektor penting baik terkait dengan urusan administasi, jasa, maupun barang dimonopoli oleh pemerintah.
Pemberian layanan oleh pemerintah merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-‐baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauh mana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya1.
Selain itu, kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang lebih dikenal dengan konsep pelayanan prima. Variabelnya antara lain pemerintah yang bertugas melayani, masyarakat yang dilayani pemerintah, kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik, dan kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar dan asas pelayanan masyarakat2.
Dari beberapa variabel tersebut, birokrasi menempati posisi yang sangat penting. Menurut Eko Prasodjo3, birokrasi pemerintah merupakan mesin yang menggerakkan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Birokrasi yang sehat idealnya diharapkan menjadi agen perubahan, bagian dari problem solver, penggerak kreativitas seta penguat inovasi bagi kemajuan masyarakatnya4.
Tapi nyatanya, secara umum integritas dan kinerja birokrasi masih sangat buruk. Berbagai hasil penelitian memperlihatkan kegagalan birokrasi dalam menjalankan tugasnya. Indikator utamanya adalah masih sulitnya masyarakat memperoleh pelayanan, termasuk yang terkait dengan kebutuhan mendasar seperti pendidikan dan kesehatan. Selain berbelit-‐belit, waktunya tidak pasti, juga banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pelayanan.
Dalam kaitannya dengan integritas, perilaku korup di tubuh birokrasi tak kunjung hilang. Paling tidak tergambar dalam dua kasus besar yang ‘menghebohkan’ Indonesia yaitu korupsi pembangunan wisma atlet Sea Games di Kementerian Ppemuda dan Olahraga dan pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan 1 Messi, M. Nawir, dkk. 1999. Birokrasi, Korupsi, dan Reformasi, Kasus Pelayanan KTP, Jakarta: Institute for
Development of Economics and Finance 2 Sinambela, Lijan Poltak, dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kbijakan, dan Impelemntasi, Jakarta:
PT. Bumi Aksara 3 Prasodjo, Eko, 2010, Reformasi Kedua, Melanjutkan Estafet Reformasi, Jakarta: Penerbit Salemba
Humanika. 4 Rozi, Syafuan, 2006. Zaman Bergerak, Birokrasi Dirombak: Potret Birokrasi dan Politik di Indonesia
Yogyakarta: P2D-‐Lipi dan Pustaka Pelajar.
32
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
2
Transmigrasi. Penangkapan pejabat di masing-‐masing kementerian menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar kasus yang menggegerkan seantero negeri ini. Dalam korupsi pembangunan wisma atlet Sea Games, KPK menangkap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram yang tengah menerima suap dari Mindo Rosalina Manulang dan Muhammad el Idris. Sedangkan di Kemenakertrans, giliran Sesditjen P2KT I Nyoman Suisnaya dan Kabag Program Evaluasi dan Pelaporan Ditjen P2KT Dadong Irbarelawan yang ditangkap setelah menerima uang pelicin dari Dharnawati pengusaha dari PT Alam Jaya Papua.
Birokrasi yang identik dengan korupsi diperkuat oleh temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai ‘rekening gendut’ yang setidaknya dimiliki 1.800 Pegawai Negeri Sipil (PNS) berusia muda. Menurut PPATK, fenomena tersebut juga terjadi di seluruh Indonesia, dan banyak dilakukan bendaharawan proyek APBN dan APBD. Modusnya, para bendaharawan proyek itu mentransfer uang negara ke rekening pribadi, bahkan rekening istri dan anak-‐anak mereka (www.metrotvnews.com).
Sedangkan berkaitan dengan kinerja birokrasi, berbagai penelitian menunjukkan bahwa kualitas mereka dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat masih buruk. Misalnya penelitian yang dilakukan Indonesia Corruption Watch mengenai pelayanan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di sepuluh daerah di Indonesia. Tergambar bahwa biaya yang dikeluarkan orang tua murid setiap tahun cenderung makin meningkat, sedangkan kualitas pelayanan makin turun. Padahal di sisi lain, anggaran yang disediakan pemerintah untuk sektor pendidikan makin bertambah. Pada tahun 2004 rata-‐rata biaya yang dikeluarkan orang tua pada tingkat SD sebesar Rp. 3,5 juta/tahun, meningkat menjadi Rp. 4,7 juta/tahun pada tahun 2008.
Tidak hanya biaya, sarana pendukung pelayanan pun buruk. Riset Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika) dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kependudukan memperlihatkan bahwa kondisi fisik bangunan, sarana, dan prasarana pelayanan merupakan merupakan variable yang sering dikeluhkan oleh masyarakat sebagai pengguna. Dinding yang rusak, atap yang bocor, kebersihan tidak terjaga, fasilitas tidak memenuhi merupakan hal-‐hal yang sering dikeluhkan oleh masyarakat.
Terkait masalah perijinan, berdasarkan laporan International Finance Corporation (IFC), Indonesia ditempatkan sebagai negara paling tidak efesien dan mahal5. Di Indonesia, pengurusan izin baru berinvestasi harus melalui 12 prosedur yang membutuhkan 151 hari dan biaya yang dikeluarkan US$ 1.163. Sebanyak 12 prosedur berarti 12 instansi yang harus dihadapi oleh investor. Padahal di Thailand hanya melalui 8 prosedur selama 33 hari dengan biaya sebesar US$ 160.
Padahal anggaran yang tersedot untuk membayar birokrasi sangat besar. Menurut Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawaty, dalam APBN 2011 total anggaran belanja negara yang mengalir ke daerah mencapai 70 persen. Alokasi belanja tersebut sebagian besar digunakan hanya untuk membayar gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD). Bahkan ada daerah yang 70 persen APBD-‐nya digunakan untuk membayar gaji.
5 Prosodjo, Eko dkk, 2007. Deregulasi dan Debirokratisasi Perizinan di Indonesia, Jakarta: Departemen Ilmu
Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. 3
Sebenarnya sejak 2004 pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki integritas dan kinerja birokrasi melalui program reformasi birokrasi. Salah satu hal penting dalam reformasi birokrasi adalah memangkas birokrasi yang sentralistik ke yang terdesentralisasi. Beberapa kegiatan yang menyertai program tersebut antara lain peningkatan kesejahteraan, perbaikan struktur organisasi, dan perbaikan pengawasan. Melalui program reformasi birokrasi pemerintah berharap agar ‘para pegawai negara’ di pusat maupun daerah tidak lagi korup dan lebih serius dalam menjalankan tugas utamanya, melayani masyarakat.
Pada tingkat daerah, beberapa daerah berhasil mendorong menekan ‘hasrat’ birokrasi-‐nya untuk melakukan korupsi sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat melalui berbagai terobosan kebijakan dan inovasi. Beberapa daerah yang selama ini menjadi rujukan keberhasilan dalam melakukan reformasi birokrasi seperti Kota Surakarta, serta Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Sragen.
Selain itu, berdasarkan survei integritas yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indeks Persepsi Korupsi yang diterbitkan oleh Transparansi International Indonesia (TII), banyak daerah yang integritas dan kinerja birokrasinya memperoleh penilaian positif dari masyarakat maupun kelompok bisnis. Survei integritas KPK tahun 2009 menempatkan Kabupaten Tanah Bumbu sebagai salah satu kabupaten/kota terbaik, sedangkan dalam IPK TII tahun 2010 terpilih Kota Denpasar sebagai kabupaten/kota yang memiliki birokrasi berintegritas dan berkinerja bagus. Tabel 1. Hasil Survei KPK dan TII di Kota Denpasar dan Kabupaten Tanah Bumbu
Keterangan Kota Denpasar Kabupaten Tanah Bumbu Waktu 2010 2009 Responden Bisnis Masyarakat dan Bisnis Sektor 1. Pengajuan ijin usaha
2. Prosedur pelayanan umum 3. Pembayaran pajak 4. Pemberian kontrak
1. Akta kelahiran 2. Bantuan renovasi fisik sekolah dari APBD 3. Pelayanan dasar Kesehatan di Puskesmas
dan RSUD kelas C 4. PBJ di SKPD di lingkungan Pemkab/Pemkot
Skor Umum 6,71 7,35
Sumber: disarikan dari survei integritas KPK 2009 dan IPK TII 2010
Dalam survei integritas KPK tahun 2009, ada empat sektor yang dijadikan sample untuk melihat integritas dan kualitas birokrasi yaitu pelayanan dalam penyediaan akte kelahiran, bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dari APBD II, pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD Kelas C, dan pengadaan barang dan jasa di SKPD di lingkungan pemkab/pemkot. Sedangkan survei TII berkaitan dengan pelayanan bisnis yaitu pengajuan ijin usaha, prosedur pelayanan umum, pembayaran pajak, dan pemberian kontrak.
Secara umum, Kabupaten Tanah Bumbu berada di peringkat ketiga dari seluruh kabupaten/kota yang disurvei oleh KPK. Total nilai integritasnya mengalahkan kabupaten induk yaitu Kabupaten Kotabaru dan beberapa kabupaten/kota lain di Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan Kota Denpasar berdasarkan survei TII dan KPK dalam beberapa tahun berturut-‐turut selalu berada di posisi pertama. Artinya secara keseluruhan, responden survei –pengusaha dan masyarakat– merasa puas dengan integritas dan kualitas birokrasi di kedua daerah tersebut.
54
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
4
1.2. Perumusan Masalah
Birokrasi merupakan mesin negara yang berfungsi menggerakkan pelayanan kepada masyarakat. Dalam upaya memperbaiki birokrasi, pemerintah menggulirkan program reformasi birokrasi. Tujuannya untuk meningkatkan integritas dan kinerja birokrasi agar pelayanan kepada masyarakat menjadi berkualitas. Kebijakan tersebut sudah digulirkan sejak tahun 2004 melalui perbaikan penghasilan, penataan organisasi, perbaikan tata kelola, dan peningkatan pengawasan.
Walau pemerintah telah berupaya memperbaiki birokrasi, tapi penyakit-‐penyakit para abdi negara tersebut tidak kunjung hilang. Birokrasi (pusat dan daerah) dianggap sebangun dengan korupsi, inefesiensi, berbelit-‐belit, dan tidak memiliki kemampuan untuk melayani masyarakat. Berbagai penelitian yang dilakukan lembaga nasional maupun internasional mengonformasi kondisi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam riset ini adalah:
1. Bagaimana kebijakan reformasi birokrasi dilaksanakan di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Denpasar?
2. Apa yang menjadi kunci keberhasilan reformasi birokrasi di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Denpasar?
1.3. Maksud dan Tujuan Riset
Tujuan riset mengenai keberhasilan reformasi birokrasi di Kota Denpasar dan Kabupaten Tanah Bumbu adalah:
1. Memiliki gambaran tentang kondisi pelayanan di sektor yang disurvei oleh KPK dan TII di kedua daerah tersebut.
2. Memperoleh deskripsi mengenai kondisi birokrasi dan faktor-‐faktor yang menyebabkan tingginya integritas birokrasi di kedua daerah tersebut
3. Mengetahui alasan masyarakat dan pengusaha yang memberi nilai tinggi integritas birokrasi dan kualitas pelayanan di dua daerah tersebut
4. Memiliki gambaran mengenai kondisi pelayanan di luar sektor yang disurvei KPK dan TII di kedua daerah tersebut.
1.4. Metodologi Riset
Riset menggunakan metoda kualitatif yang dipergunakan untuk menggambarkan rutinitas, dan momen-‐momen, serta makna yang bersifat problematik dari kehidupan individu atau sekelompok individu. Pendekatan ini lebih bersifat induktif dengan menghubungkan antara fenomena yang diteliti pada konteks yang lebih luas dengan menekankan makna hubungan-‐hubungan sosial dalam situasi dan dunia sosial yang diselidiki. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-‐kata tertulis maupun lisan dari orang-‐orang dan perilaku yang diamati.
Beberapa langkah dalam penelitian adalah:
5
a. Pengumpulan dokumen Dokumen utama yang dikumpulkan adalah hasil Survei Integritas Komisi Pemberantasan Korups (KPK) tahun 2009 dan Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional Indonesia (TII) tahun 2010. Dokumen yang lain adalah semua bahan berkaitan dengan sektor yang disurvei KPK di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Denpasar, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
b. Wawancara Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Beberapa narasumber utama yang akan diwawancarai adalah Walikota Denpasar beserta kepala masing-‐masing dinas yang disurvei TII, bupati dan mantan bupati Kabupaten Tanah Bumbu dan kepala dinas yang disurvei KPK. Wawancara menggunakan teknik snow balling effect.
c. Focus Group Discussion (FGD) Tujuan utama FGD adalah menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD akan dilakukan dengan warga penerima layanan, aktivis dan wartawan di Kota Denpasar maupun Kabupaten Tanah Bumbu, dan birokrasi.
d. Observasi Tujuannya untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi pelayanan sektor-‐sektor yang disurvei KPK dan TII.
76
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
6
BAB II
KERANGKA PENELITIAN
2.1. Latar Belakang Munculnya Birokrasi
Birokrasi sudah dikenal sejak jaman Mesir Kuno. Waktu itu, tugas-‐tugas yang kompleks dan rumit untuk merancang dan mengatur irigasi di seluruh Mesir Kuno mendorong timbulnya birokrasi skala besar yang pertama kali dikenal dalam sejarah manusia. Praktik birokrasi juga telah ada sebagai sistem kerja dalam kebudayaan China dan Syiria lima ribu tahun lalu.
Tapi asal kata birokrasi berasal dari Bahasa Perancis, yaitu bureau yang berarti kantor atau meja tulis, dan kata Yunani, kratein yang berarti mengatur. Istilah birokrasi diyakini pertama kali dicetuskan oleh seorang fisiokrat dan pemikir ekonomi politik Vincent De Gouney pada tahun 1754. Pada awalnya, istilah ini digunakan dalam artian peyoratif (dengan nada negatif atau mengecam) yaitu untuk menyebut bentuk pemerintahan yang dijalankan oleh para pajabat dan kekuasaan yang terlalu besar yang berada di tangan para pejabat.
Pada waktu itu birokrasi seringkali menjadi sasaran dari cemooh dan kritikan karena dianggap malas dan tidak efesien, para pejabatnya dianggap sewanang-‐wenang dan terlalu banyak ikut campur dalam kehidupan sosial dan menyalahgunakan kekuasaannya. Kegiatan-‐kegiatan yang dilakukan oleh birokrasi adalah demi kepentingan birokrasi itu sendiri dan menindas serta menghambat kegiatan dalam bidang-‐bidang lainnya dalam kehidupan masyarakat. Honore de Balzac menyebut birokrasi sebagai sebuah kekuatan besar yang dikendalikan oleh kurcaci-‐kurcaci kerdil. Frederic Le Play memandangnya sebagai sebuah bentuk administrasi yang dirundung oleh penyakit, karena para pejabat tidak bergantung pada siapa pun dan warga dipaksa tunduk pada kemauan mereka seperti anak kecil.6
Dalam penelitian Baron De Grimm birokrasi Perancis pada waktu itu terkena penyakit yang ia beri nama beureaumania. Sebuah penyakit yang disebabkan adanya sosok birokrasi yang bersifat infinitas, yaitu suatu institusi yang melakukan pengaturan yang memiliki ketidak-‐terbatasan wewenang dan ruang gerak di suatu negara.7
Walau banyak kritik, tapi birokrasi terus bekembang. Salah satu kondisi historis yang mendorong perkembangan birokrasi adalah ekonomi uang. Pada umumnya sistem ekonomi uang memungkinkan dilakukannya pembayaran gaji secara teratur yang pada gilirannya menciptakan suatu kombinasi antara ketergantungan dan kebebasan yang sangat menentukan kesetiaan dalam melaksakana tugas-‐tugas birokratis. Orang-‐orang yang bekerja secara sukarela tanpa bayaran sangat tidak bergantung pada organisasi sehingga mereka tidak akan begitu saja menaati disiplin organisasi. Sebaliknya, seorang budak sangat bergantung pada majikannya. Akibatnya ia tidak mungkin dapat dibebani tanggungjawab maupun untuk memiliki inisiatif sendiri untuk melaksanakan tanggungjawab.
6 Halevy, Eva Etzioni, 2011. Demokrasi dan Birokrasi, Sebuah Dilema Politik. Yogyakarta: Matapena Insitute
dan Total Media 7 Syafuan Rozi, 2006. Zaman Bergerak, Birokrasi Dirombak, Potret Birokrasi dan Politik di Indonesia.
Yogyakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar.
98
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
7
Ketergantungan ekonomi seorang pegawai upahan pada pekerjaan maupun kebebasannya untuk memajukan diri dalam karir menciptakan orientasi terhadap kerja yang mengharuskan seseorang bersikap disiplin dan bertanggungjawab8.
Sistem kapitalistik membuat keberadaan birokrasi makin penting. Perkiraan rasional tentang resiko ekonomi (yang merupakan hal penting dalam kapitalisme) mengisyaratkan bahwa proses-‐proses biasa dalam persaingan pasar tidak boleh diganggu oleh kekuatan-‐kekuatan eksternal dengan cara–cara yang sulit diduga. Demi kepentingan kapitalisme dituntut pemerintahan yang cukup kuat menciptakan ketertiban dan stabilitas (Peter M. Blau, 1987:40-‐41). Selain itu, rasionalitas dan kemudahan untuk diprediksi yang menjadi syarat utama bagi kapitalisme juga mendorong para kapitalis itu sendiri untuk menerapkan prinsip-‐prinsip pengorganisasian secara birokratis (Eva Etzioni Halevy, 2011:46).
Birokrasi berkembang karena memiliki keunggulan dari segi rasionalitas dan teknik yang membuat birokrasi menjadi sarana yang tepat untuk menjalankan tugas-‐tugas dan menghadapi masalah-‐masalah dalam konteks masyarakat modern yang kompleks. Birokrasi ada karena adanya kebutuhan akan sebuah organisasi yang bisa mengelola negara modern. Sebab pemerintahan modern membutuhkan keterampilan, pengalaman dan keahlian. Kebutuhan tersebut tentu hanya bisa dijalankan oleh birokrasi yang modern pula. Birokrasi merupakan bentuk organisasi yang penting untuk beroperasi secara efesien dengan struktur yang kompleks. Ia adalah sebuah lembaga yang memiliki fungsi dan tanggungjawab negara.9 Birokrasi merupakan mesinnya sebuah negara.
2.2. Definisi dan Ciri Birokrasi
Birokrasi merupakan sistem struktur manajemen pemerintahan negara atau administrasi besar atau organisasi yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginan yang kompleks yang ditandai dengan otoritas hirarkis di antara banyak kantor dengan prosedur yang tetap. Menurut Rourke birokrasi sebagai sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hierarki yang jelas, dilakukan dengan aturan tertulis, dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang-‐orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian di bidangnya. Birokrasi adalah organisasi yang melayani tujuan, dan cara untuk mencapai tujuan itu dengan mengkoordinasi secara sistematis.10
Birokrasi adalah sebuah tipe organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-‐tugas administrasi dengan cara mengkoordinasi secara sistematis dan teratur pekerjaan dari banyak anggota organisasi. Orang yang bekerja dalam birokasi pemerintahan bekerja secara profesional. Mereka diangkat dan diupah untuk menduduki jabatannya di lembaga pemerintahan yang telah ditetapkan tugasnya dari atasan. Dasar pemilihan birokrasi biasanya dilandaskan pada keterampilan dan kepandaian yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan tugas tertentu.
8 M. Blau, Peter and Meyer, W Marshall, 2000. Birokrasi Dalam Masyarakat Modern. Jakarta: Penerbit
Prestasi Pustakaraya 9 Lawal, Gbenga and Tobi, Ariyo, 2006. Bureaucratic Corruption, Good Governance and Development: The
Challenges and Prospects of Institution Building in Nigeria, Journal of Applied Sciences Research, 2(10): 642-‐649.
10 Said, M. Mas’ud, 2007. Birokrasi di Negara Birokratis, Makna, Masalah, dan Dekonstruksi Birokrasi di Indonesia. Malang: UMM Press.
8
Miftah Thoha mengumpamakan birokrasi pemerintah sebagai “officialdom” atau kerajaan pejabat. Suatu kerajaan yang raja-‐rajanya adalah para pejabat dari suatu bentuk organisasi yang digolongkan modern. Di dalamnya terdapat tanda-‐tanda bahwa seseorang mempunyai yuridiksi yang jelas dan pasti, mereka berada dalam area official yang yurisdiktif. Di dalam yurisdiksi tersebut seseorang mempunyai tugas dan tanggung jawab resmi (official duties) yang memperjelas batas-‐batas kewenangan pekerjaannya. Mereka bekerja dalam tatanan pola hirarki sebagai perwujudan dari tingkatan otoritas dan kekuasaannya. Mereka memperoleh gaji berdasarkan keahlian dan kompetensinya. Selain itu, dalam kerajaan pejabat tersebut proses komunikasinya didasarkan pada dokumen tertulis (the files). Itulah kerajaan birokrasi yang rajanya para pejabat.
Paling tidak ada sebelas ciri birokrasi. Pejabat birokrasi adalah orang yang diangkat, sistem kewenangan yang hierarki, artinya hierarki jabatan dibagi secara jelas dan tegas, pembagian kerja yang sistematis, artinya para pejabat hanya hanya menjalankan tugas-‐tugas impersonal sesuai dengan jabatannya. Spesifikasi tugas yang jelas, adanya pembagian fungsi jabatan, kode etik disiplin dan prosedur yang jelas dan sistematis, kontrol operasi melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten. Aplikasi kaidah-‐kaidah umum ke hal-‐hal spesifik dengan konsisten, seleksi pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif, sistem promosi berdasarkan senioritas atau jasa, atau keduanya, pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-‐sumber yang tersedia di pos tersebut, serta pejabat tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.
Selain itu, ciri-‐ciri birokrasi lainnya11 adalah jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hierarkis, setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri, pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang ditunjukkan dengan ijazah atau ujian, pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya, pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai pegawai negeri, para pejabat tidak memiliki kantor sendiri, para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan, serta promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-‐rata.
Orang yang menjadi birokrasi bekerja full time, seumur hidup dan profesional, yang sama sekali tidak turut memegang kepemilikan atas alat-‐alat pemerintahan atau pekerjaan, keuangan dan jabatannya. Mereka hidup dari gaji, dan pendapatan yang diterimanya tidak didasarkan secara langsung atas dasar kinerja mereka.
Selain itu, berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki12, birokrasi dapat dibedakan setidaknya menjadi tiga macam yaitu birokrasi yang tugas pokok dan fungsinya membuat kebijakan dan regulasi, menyelenggarakan pelayanan, dan memaksakan adanya kepatuhan terhadap peraturan perundang-‐undangan dan standar norma yang berlaku.
2.3. Birokrasi Weberian
Berbicara mengenai birokrasi tidak bisa dilepaskan dari Marx Weber (1864-‐1920), sosiolog Jerman yang dianggap sebagai bapak dari model birokratik yang dikenal dengan
11 http://id.wikipedia.org/wiki/Birokrasi 12 Dwiyanto, Agus, 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Japan
International Cooperationa Agency dan Gadjah Mada University Press.
1110
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
9
konsep tipe ideal birokrasi. Weber menjadikan birokrasi sebagai fokus utamanya dan pemikirannya dianggap sebagai pemikiran sentral bagi analisa birokrasi di masa sekarang.
Pandangan Weber atas birokrasi hampir sama dengan Hegel. Mereka memosisikan birokrasi sebagai penengah antara kepentingan umum dengan kepentingan kelompok atau kepentingan pribadi. Birokrasi berada di luar atau di atas aktor-‐aktor politik yang saling berkompetisi satu sama lain. Birokrasi pemerintahan diposisikan sebagai kekuatan yang netral. Netralitas birokrasi diartikan bukan dalam hal lebih condong mau menjalankan kebijakan atau perintah dari kekuatan politik yang sedang memerintah sebagai masternya pada saat tertentu, sementara kepada kekuatan politik lainnya yang sekarang pemerintah tidak mau. Tapi lebih diutamakan kepada kepentingan Negara dan rakyat secara keseluruhan. Sehingga siapa pun kekuatan politik yang memerintah birokrat dan birokrasinya akan memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya (Miftah Thoha, 2007:21-‐22) Birokrasi akan tunduk pada pemegang kekuasaan politik, yaitu para politisi yang diangkat lewat pemilu dalam sistem demokrasi (Eva Etzioni Halevy, 2011:50)
Menurut Weber birokrasi adalah suatu bentuk organisasi yang ditandai oleh hierarki, spesialisasi peranan, dan tingkat kompetensi yang tinggi ditunjukkan oleh para pejabat yang terlatih untuk mengisi peran-‐peran tersebut. Weber memusatkan perhatiannya pada pertanyaan mengapa orang merasa wajib untuk mematuhi perintah tanpa melakukan penilaian kaitan dirinya dengan nilai dari perintah tersebut. Fokus ini merupakan salah satu bagian dari penekanan Weber terhadap organisasi kemasyarakatan sebagai keseluruhan dan peranan negara pada khususnya. Ia sebenarnya ingin menekankan pada kekuasaan yang sah (legitimate power). Ia mengatakan kepercayaan bawahan terhadap legitimasi akan menghasilkan kestabilan pola kepatuhan dan perbedaan sumber pemerintah dalam sistem organisasi. Kewenangan tidak dapat bergantung pada ajakan kepada kepentingan bawahan dan perhitungan untung rugi pribadi, atau pada motif suka atau benci. Itulah sebabnya dikatakan bahwa tidak ada satu pun kewenangan yang bergantung pada motif-‐motif ideal.
Itu sebabnya bagi Weber birokrasi dalam bentuknya yang paling rasional mempersyaratkan legitimisi dan otoritas. Menurutnya ada tiga jenis kewenangan yang dapat dibedakan berdasarkan klaimnya atas legitimasi yaitu:
1. Otorita tradisional. otorita ini mendasarkan legitimasi pada pola pengawasan sebagaimana diberlakukan pada masa lampau dan yang kini masih berlaku. Legitimasi amat dikaitkan dengan kewajiban penduduk untuk menuangkan loyalitas pribadinya kepada siapa yang menjadi kepalanya.
2. Otorita kharismatik. otorita ini dimungkinkan timbul karena penghambaan seseorang kepada individu yang memiliki hal-‐hal tidak biasa. Individu yang dipatuhi itu, misalnya mempunyai sikap heroik, ciri, dan sifat-‐sifat pribadi lainnya yang amat menonjol. Kedudukan seorang pemimpin kharismatik tidaklah diancam oleh kriteria-‐kriteria tradisional. Seorang pemimpin kharismatik tidaklah dibelenggu oleh aturan-‐aturan tradisional atau oleh kemampuannya untuk meletupkan api revolusi. Otorita kharismatik, tidak bisa menerima satu pun sistem pengaturan bagi organisasi masyarakat. Dalam keadaan demikian, maka tidak ada hukum, hierarki, dan formulasi, kecuali tuntutan penghambaan untuk penguasa-‐penguasa kharismatik itu. Penguasa ini dan segala komandonya selalu dipatuhi oleh para pengikutnya yang dipandang dapat memimpinnya ke arah
10
pencapaian tujuan-‐tujuan. Otorita kharismatik merupakan lawan dari keteraturan rutin. Baik otorita kharismatik maupun tradisional, secara sah dijalankan berdasarkan inspirasi dan wahyu. Keduanya juga merupakan tipe otorita yang tidak tradisional.
3. Otorita legal-‐rasional. otorita ini didasarkan pada aturan yang bersifat tidak pribadi impersonal yang ditetapkan secara legal. Kesetiaan dan kepatuhan adalah manakala seseorang melaksanakan otorita kantornya hanya dengan legalitas formal dari pimpinannya dan hanya dalam jangkauan otorita kantornya. Otorita legal-‐rasional didasarkan pada aturan-‐aturan yang pasti. Aturan yang secara rasional telah dikembangkan oleh masyarakat. Beberapa aturan boleh jadi diubah untuk dapat meliputi perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya secara sistemik dan lebih mengandung perkiraan masa mendatang dibandingkan dengan otorita tradisional atau otorita kharismatik. Intisari dari otorita legal-‐rasional adalah birokrasi. Jantung dari birokrasi adalah sistem hubungan otorita yang dirumuskan secara rasional oleh aturan-‐aturan.
Menurut Weber konsep ideal tersebut dapat dipergunakan untuk membandingkan birokrasi antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain di dunia ini. Membedakan antara kejadian senyatanya dan konsep ideal organisasi tertentu, maka kita dapat menarik suatu penjelasan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan faktor-‐faktor apa yang membedakannya. Lebih lanjut menurutnya, konsep ideal itu ingin menjelaskan bahwa suatu birokrasi atau administrasi pemerintahan itu mempunyai suatu bentuk yang pasti di mana semua fungsi dijalankan dalam cara-‐cara yang rasional. Istilah rasional dengan segala aspek pemahamannya merupakan kunci dari konsep tipe ideal birokrasi Weberian.
Menurut Weber tipe ideal birokrasi yang rasional dilakukan dengan cara-‐cara berikut:
1. Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-‐tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarga
2. Jabatan-‐jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil
3. Tugas dan fungsi masing-‐masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya
4. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-‐masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggungjawab yang harus dijalankan sesuai dengan kontrak
5. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya hal tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif
6. Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa
1312
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
11
memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu.
7. Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas sesuai dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang objektif.
8. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan sumber daya instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya
9. Setiap pejabat di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin
Berdasarkan tipe ideal seperti itu, Weber berpendapat bahwa birokrasi kalau dilihat dari aspek teknis murni adalah bentuk organisasi yang paling mampu untuk mencapai tingkat rasionalitas dan efektifitas maksimal. Birokrasi menurutnya adalah mesin atau sarana produksi yang mekanis, sementara organisasi-‐organisasi lain yang non-‐birokrasi adalah sarana produksi yang non-‐mekanis.
Pembagian kerja dalam birokrasi meminimalkan adanya pengerjaan satu tugas oleh dua jabatan yang berbeda dan juga sekaligus meminimalkan perselisihan antar pejabat. Hirarki dalam birokrasi memudahkan dilakukannya perencanaan dan koordinasi secara sentralistik dan sekaligus memfasilitasi pelaksanaan kendali dan disiplin. Penetapan pejabat berdasarkan kualifikasi membuat para pejabat yang ada memiliki tingkat pengetahuan dan kompetensi yang lebih tinggi. Aturan-‐aturan dalam birokrasi akan menghasilkan standardisasi yang akan menghemat tenaga.
Oleh karena itu, birokrasi Weberian banyak diartikan sebagai fungsi sebuah biro. Suatu biro merupakan jawaban yang rasional terhadap serangkaian tujuan yang telah ditetapkan. Birokrasi merupakan sarana untuk merealisasikan tujuan-‐tujuan tersebut. Seorang pejabat birokrat tidak seyogyanya menetapkan tujuan-‐tujaun yang ingin dicapai tersebut. Penetapan tujuan merupakan fungsi politik dan menjadi wewenang dari pajabat publik yang menjadi masternya.
2.4. Reformasi Birokrasi
Berbeda dengan tipe ideal birokrasi modern ala Max Weber, birokrasi Indonesia digolongkan dalam birokrasi patrimonial. Nilai-‐nilai feodalistik masih melekat kuat. Mereka menempatkan diri sebagai priyayi atau abdi dalem dan dalam strata sosial rakyat adalah wong cilik. Di sini terjadi penjungkirbalikan tesis Weber tentang rasionalitas sebagai wujud keberadaan birokrasi modern13.
Birokrasi Indonesia masih belum bisa menjadi mesin negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Mereka malah menjadi mesin bagi kepentingan politik dan ekonomi penguasa. Birokrasi menjadi instrument bagi berbagai kepentingan di dalamnya, di antaranya yang terkuat adalah kekuasaan, kekayaan, status sosial dan arogansi posisional. Hal inilah yang membuat birokrasi menjadi salah satu penyebab patologi
13 Damanhuri S. Didin, 2006. Korupsi, Reformasi Birokrasi, dan Masa Depan Ekonomi Indonesia. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 12
modernitas.14 Penyakit lainnya adalah paternalistik, gemuk, berbelit-‐belit, lambat, korup, dan kecenderung mereka untuk membengkakkan anggaran (budget-‐maximing behavior).
Birokrasi Indonesia masih mewarisi penyakit birokrasi pemerintahan penjajahan dan kerajaan-‐kerajaan di Nusantara yang dibangun berdasarkan orientasi kekuasaan15. Birokrasi kekuasaan pemerintahan penjajahan berorientasi pada penindasan dan pembodohan kepada rakyat, yang dieksploitasi untuk kepentingan kelangsungan kekuasaannya. Sedangkan birokrasi kekuasaan kerajaan dikembangkan untuk melanggengkan kekuasaan para raja dan keturunannya, dengan meletakkan rakyat sebagai obyek kekuasaannya.
Para birokratnya dikenal bermental priyayi, ningrat, dan ambtenar. Dalam birokrasi kekuasaan, posisi rakyat hanya sebagai pelengkap penderita karena hanya menumpang hidup saja dan menjadi obyek kekuasaan, bukan subyek kekuasaan. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, mereka pun harus membayar dan memberikan upeti kepada penguasa. Untuk menjadi birokrat dalam sistem pemerintahan penjajahan dan kerajaan, yang diperlukan adalah loyalitas dan pengabdian yang tinggi pada kekuasaan untuk kepentingan kekuasaan itu sendiri, tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepentingan rakyat dan moralitas. Para birokrat tidak memerlukan gaji dan tidak hidup dari gaji yang diterimanya, tetapi yang diperlukan adalah kekuasaan, dan mereka memperoleh kekayaan dari kekuasaannya, bahkan kalau perlu mereka pun mau membayar untuk mendapatkan kekuasaan.
Sejak pra kemerdekaan, orde lama, dan orde baru, ada indikasi yang menunjukkan kecenderungan pola berulang tentang posisi birokrasi dan politik yaitu agar birokrasi berpolitik atau menjadi mesin politik kekuasaan. Ambtenaar, pangreh praja, pamong praja, Pegawai Negeri Sipil, Pemda, lembaga departemen dan nondepartemen, dan korps pegawai cenderung belum ditempatkan pada posisi, fungsi, dan perannya sebagai sebuah organisasi atau institusi netral yang mengurus negara secara professional dan tidak didiskriminatif secara politik.
Menurut Lijan Poltak Sinambela, birokrasi pemerintah sejak awal terbiasa dieksploitasi oleh kepentingan politik penguasa, Pada masa Mataram menjadi alat raja untuk tegaknya wibawa, masa Kolonial Belanda menjadi alat untuk melestarikan kepentingan politik, masa Demokrasi Liberal menjadi alat partai politik untuk kepentingan politik dan pendanaan, masa Orde Lama dijadikan alat untuk penetrasi politik, serta era Orde Baru menjadi alat yang handal, terpercaya, dan loyal untuk menjaga kelangsungan stabilitas politik pemerintah dan pembangunan.
Selain itu, birokrasi sepanjang sejarahnya belum pernah terbiasa memosisikan diri sebagai pelayan rakyat yang mendahulukan kepentingan rakyat/masyarakat sebagai pihak yang harus dilayani. Birokrasi pun terbiasa melakukan praktik korupsi dan jauh dari kontrol masyarakat. Birokrasi pun tidak terbiasa netral dan setiap perkembangan politik negara diakomodir ke dalam peran-‐peran administratif.
Patologi birokrasi seperti paternalistik, gemuk, berbelit-‐belit, dan korup masih melekat di tubuh mereka. Birokrasi tetap menjadi alat yang paling ampuh untuk mencapai
14 Suryo Adi Pramono, 2004. Korupsi Dalam Birokrasi; Sketsa Fenomena dan Proses Budaya. Jakarta: Jurnal
Dinamika Masyarakat Vol.III.No.1. 15 Musa Asyárie, Kompas, 18 Februari 2005
1514
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
13
tujuan politik, bangunan organisasi umumnya pun masih tambun dan lambat, serta kecenderungan mereka untuk membengkakkan anggaran (budget-‐maximing behavior).
Atas berbagai permasalahan yang menggerogoti birokrasi, desakan agar pemerintah mereformasi birokrasi makin kuat. Reformasi birokrasi merupakan usaha yang menandai keinginan untuk mengubah atau membenahi suatu organisasi pemerintah yang menjalankan tugas-‐tugas Negara dalam hal ini pelayanan publik untuk menuju sesuatu yang lebih baik.
Sebagai alat, reformasi birokrasi berarti membuat sistem administrasi sebagai sebuah instrumen bisa lebih efektif untuk mendorong perubahan sosial, instrument yang lebih baik untuk mewujudkan kesetaraan politik, keadilan sosial, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan sebagai sebuah proses reformasi birokrasi dapat dilihat sebagai berubahnya praktik-‐praktik tingkah laku, dan struktur birokrasi yang telah mapan16.
Reformasi birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-‐element birokrasi antara lain kelembagaan, sumber daya manusia sebagai aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik. Tujuannya diarahkan pada upaya mencegah dan mempercepat upaya pemberantasan korupsi secara berkelanjutan dalam menciptakan suatu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa.
Menurut Agus Dwiyanto17, reformasi birokrasi publik di Indonesia adalah tuntutan sejarah karena pemerintah Indonesia mewarisi birokrasi kolonial yang memang dirancang untuk tujuan yang berbeda dari tujuan negara Indonesia yang telah merdeka. Reformasi birokrasi harus menghasilkan birokrasi yang peduli kepada kelompok yang teraniaya, unggul, transformatif, profesional, memiliki integritas tinggi, dan memiliki visi kebaruan.
Untuk mewujudkan sosok birokrasi yang ideal ada banyak hal yang harus dilakukan. Perubahan multidimensional diperlukan agar dampaknya terhadap perbaikan kinerja birokrasi pemerintah dapat dirasakan. Perubahan itu mencakup harmonisasi regulasi, penataan kelembagaan, pembenahan struktur, pembentukan orientasi dan sistem nilai baru, penyederhadaan proses kerja, dan pengembangan lingkungan politik yang sehat.
Pentingnya reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari realitas birokrasi Indonesia baik di pusat maupun daerah yang masih jauh dari profesional dan sikap netral. Birokrasi pemerintah harus menjadi birokrasi yang mendukung secara luas terciptanya ruang partisipasi publik, pemberdayaan dan peningkatan kreativitas masyarakat. Birokrasi juga mesti didorong agar profesional yang ditunjukkan oleh kemampuan menciptakan persaingan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik secara kompetitif.
Upaya membenahi birokrasi harus mencakup empat aspek penting yaitu:
1. Aspek politik (organisasi, pengawasan, kewenangan, kebijakan, netralitas) yang meliputi: komitmen atas keterbukaan, desentralisasi kewenangan pemerintah, kebijakan sistem top down and bottup up, dan netralitas PNS terhadap parpol
16 Mark and David, dikutip dari Ihsan Efendi, Heri Syahrial, Khaerunsah, 2009. Pengaruh Renumerasi Melalui
Program Reformasi Birokrasi Terhadap Disiplin Pegawai Kantor Wilayah II Direktorat Jendral Kekayaan Negara Medan. Medan: Jurnal Inovasi, Vol.6 No.3.
17 Dwiyanto, Agus, 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalu Reformasi Birokrasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
14
2. Aspek kewenangan pemerintah
3. Aspek administrasi yaitu regulasi, rekruitmen, struktur kepegawaian, yang terdiri atas komitmen efesiensi, transparansi, serta perampingan dan penataan struktur kepegawaian
4. Aspek mentalitas dan kultur yang meliputi komitmen pelayanan publik, anti korupsi, dan peningkatan kesejahteraan18
Sedangkan Erry Riyana Hardjapamekas19 mengusulkan dua langkah penting menuju reformasi birokrasi yaitu langkah internal dan eksternal. Ada enam hal untuk langkah internal, pertama, dengan meluruskan orientasi. Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan masyarakat. Kedua, memperkuat komitmen. Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.
Ketiga, membangun kultur baru. Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit-‐belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya. Keempat, rasionalisasi. Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-‐perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi.
Kelima. memperkuat payung hukum. Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan-‐perubahan. Keenam, peningkatan kualitas sumber daya manusia. Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan.
Sedangkan langkah eksternal, ada dua hal, yaitu pertama, komitmen dan keteladanan elit politik. Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpin-‐pemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan 18 Zuhro, Siti, 2010. Good Governance dan Reformasi Birokrasi di Indonesia, Jakarta: Jurnal Penelitian Politik
LIPI, Vo.7,No.1. 19 Hardjapamekas, Erry Riyana, 2003. Reformasi Birokrasi:Tantangan dan Peluang. Makalah seminar
pembangunan nasional viii tema penegakan hukum dalam era pembangunan berkelanjutan diselenggarakan oleh badan pembinaan hukum nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
1716
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
15
adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat. Kedua, pengawasan masyarakat. Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi.
Pada tahun 2004, pemerintah mulai mengakomodir tuntutan agar segera mereformasi birokrasi. Birokrasi Indonesia coba didekatkan menuju tipe idealnya Weber. Dalam grand design reformasi birokasi, pemerintah menyatakan bahwa birokrasi bermakna sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Selain itu, reformasi birokrasi juga bermakna sebagai sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong tantangan abad ke-‐21.
Menurut pemerintah jika berhasil dilaksanakan dengan baik, reformasi birokrasi akan mencapai tujuan yang diharapkan di antaranya:
a. Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan
b. Menjadikan negara yang memiliki most-‐improved bureaucracy;
c. Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat;
d. Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi;
e. Meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi;
f. Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.
Secara lebih teknis, pemerintah menetapkan bahwa misi reformasi birokrasi adalah menitikberatkan membentuk/menyempurnakan peraturan perundang-‐undangan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mind set dan culture set, mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif, dan mengelola sengketa administratif secara efektif dan efisien.
Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-‐nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
16
Reformasi Birokrasi Gelombang I (2004-‐2009)
Reformasi Birokrasi Gelombang I (2010-‐2014)
Sifat Instansional
Sifat Nasional dan instansional
Sasaran Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
Sasaran 1. Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan
bebas KKN 2. Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan
publik kepada masyarakat 3. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas
kinerja birokrasi
Area perubahan -‐ Kelembagaan (orgnaisasi) -‐ Budaya organisasi -‐ Ketatalaksanaan -‐ Regulasi – deregulasi -‐ SDM Area perubahan
-‐ Organisasi -‐ Tata laksana -‐ Peraturan perundang-‐undangan -‐ Sumber daya manusia apartur -‐ Pengawasan -‐ Akuntabilitas -‐ Pelayanan public -‐ Pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture
set) aparatur
Adapun area perubahan yang menjadi tujuan reformasi birokrasi meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan, antara lain organisasi, tata laksana, peraturan perundang-‐undangan, sumber daya manusia, pengawasan, dan akuntabilitas. Tabel 2. Area Perubahan dan Hasil Yang Diharapkan
Area Hasil yang diharapkan
Organisasi Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing)
Tatalaksana Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-‐prinsip good governance
Peraturan Perundang-‐undangan Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif
Sumber daya manusia aparatur
SDM apatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera
Pengawasan Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN
Akuntabilitas Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
Pelayanan publik Pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat
Pola pikir (mind set) dan Budaya Kerja (culture set) Aparatur
Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi
Sumber: Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-‐2014
Menurut Prof.Dr. Mustopadidjaja AR, reformasi birokrasi harus merupakan bagian dari reformasi sistem dan proses, administrasi negara. Dalam konteks SANKRI, reformasi administrasi negara dan birokrasi di dalamnya pada hakikinya merupakan transformasi berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi. Dalam hubungan itu, reformasi birokrasi juga merupakan jawaban atas tuntutan akan tegaknya aparatur pemerintahan
1918
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
17
yang berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab, bersih dan bebas KKN memerlukan pendekatan dan dukungan sistem administrasi negara yang mengindahkan nilai dan prinsip-‐prinsip good governance, dan sumber daya manusia aparatur negara (pejabat politik, dan karier) yang memiliki integritas, kompetensi, dan konsistensi dalam menerapkan prinsip-‐prinsip tersebut, baik dalam jajaran eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.20
Sedangkan Eko Prasodjo menyatakan bahwa reformasi birokrasi dan good governance merupakan dua konsep utama bagi perbaikan kondisi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Modernisasi dan reformasi birokrasi meliputi aspek eksternal dan internal. Dalam aspek eksternal, reformasi dan modernisasi birokrasi diletakkan pada penciptaan kontrak baru antara birokrasi dan masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dan tanggungjawab pelayanan publik. Dalam aspek internal, reformasi dan modernisasi birokrasi di Indonesia diletakkan pada tiga titik tekan yaitu debirokratisasi struktur internal birokrasi, modernisasi proses internal birokrasi, dan peningkatan kemampuan aparat birokrasi.
Selain itu, dalam penelitiannya di Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Sragen, Eko Prasodjo menyimpulkan ada tiga faktor yang memengaruhi keberhasilan reformasi birokrasi di daerah. Pertama, political will dan komitmen dari kepala daerah sebagai pemimpin birokrasi tertinggi di daerah untuk melaksakan program. Kedua, kemampuan kepala daerah dan aparat untuk melibatkan organisasi lokal. Ketiga, program efesiensi pembangunan di semua sektor serta upaya mengubah paradigma dan budaya birokrasi. Keempat, pemilihan prioritas program. Dari keempat faktor tersebut, peran kepemimpinan merupakan faktor yang sangat menentukan.21
20 AR, Mustopadidjaja, 2003. reformasi birokrasi sebagai syarat pemberantasan KKN. Makalah seminar
pembangunan nasional viii tema penegakan hukum dalam era pembangunan berkelanjutan diselenggarakan oleh badan pembinaan hukum nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
21 Prasodjo, Eko dan Kurniawan, Teguh. 2008. Reformasi Birokrasi dan Good Governance: kasus Best Practices dari Sejumlah Daerah di Indonesia. Makalah.
18
BAB III
HASIL RISET
KABUPATEN TANAH BUMBU
3.1 GAMBARAN UMUM KABUPATEN TANAH BUMBU
Tanah Bumbu awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Kota Baru, Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan Undang-‐Undang Nomor 2 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan, pada 8 April 2003, Tanah Bumbu dimekarkan menjadi kabupaten baru.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengangkat dr. H. Zairullah Azhar, M.Sc, staf ahli gubernur yang juga mantan kepala dinas kesehatan Kalimantan Selatan, sebagai pejabat bupati. Pada 2005, dilaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung dan H. Zairullah Azhar yang berpasangan dengan H. Abdul Hakim terpilih sebagai bupati dan wakil bupati Kabupaten Tanah Bumbu periode 2005-‐2010.
Luas Kabupaten Tanah Bumbu mencapai 5.066,96 km². Ibu kotanya berada di Batu Licin. Kabupaten Tanah Bumbu memiliki sepuluh kecamatan yaitu Kusan Hilir, Sungai Loban, Satui, Kusan Hulu, Batu Licin, Karang Bintang, Simpang Empat, Mentewe, Kuranji, dan Angsana. Jumlah desanya sebanyak 145 dan memiliki 5 kelurahan.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, hingga 2009 Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) Tanah Bumbu terdiri dari 1 (satu) sekretaris daerah, 1 (satu) sekretariat DPRD, 14 dinas, dan 6 badan, 2 kantor ditambah dengan kantor kecamatan dan kelurahan. Lembaga teknis lain yang mempunyai tugas khusus dan langsung bertanggungjawab kepada bupati adalah RSUD Amanah Husada dan PDAM Tanah Bumbu yang dipimpin oleh direktur.
Tabel 3. Administrasi pemerintahan NO VARIABEL JUMLAH 1 Kecamatan 10 Kecamatan 2 Kelurahan 5 Kelurahan 3 Desa dan Desa Pemekaran 145 Desa 4 Dinas 14 Dinas 5 Badan 6 Badan 6 Kantor 2 Kantor
Sumber: Tanah Bumbu dalam angka 2010
Sedangkan anggota legislatif periode 2009-‐2014 berjumlah 35 orang. Partai Golkar, Hanura, dan PDI Perjuangan mempunyai wakil terbanyak, masing-‐masing 6 orang. Partai Persatuan Pembangunan, Bintang Reformasi, dan Partai Keadilan Sejahtera memiliki 3 orang wakil, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional 2 orang. Sisanya dari Partai Kedaulatan, Gerindra, dan Partai Kebangkitan Bangsa masing-‐masing 1 wakil.
Jumlah penduduk Tanah Bumbu pada tahun 2010 sebanyak 308.986 orang, terdiri dari 145.832 perempuan dan 163.154 laki-‐laki. Hingga tahun 2009, jumlah penduduk miskin
2120
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
19
mencapai 13.460 orang atau 5,89 persen dari total penduduk. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 69,09 dan pengeluaran perkapita-‐nya sebesar US$ 631,00.
Tabel 4. Indeks pembangunan manusia Tanah Bumbu 2009 No Indikator Nilai Satuan 1 Angka Harapan Hidup 64,63 Tahun 2 Angka Melek Hurup 94,27 Persen 3 Rata-‐rata lama sekolah 7,09 Tahun 4 Pengeluaran perkapita 631,00 US$ 5 IPM 69,09 6 Peringkat IPM Dalam Provinsi 10 Nasional 341
Sumber: Tanah Bumbu dalam angka 2010
Kabupaten Tanah Bumbu merupakan salah satu daerah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah terutama berupa tambang dan pertanian. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2009 dan 2010 tergambar jelas pendapatan daerah baik yang bersumber dari pendapatan asli daerah maupun lain-‐lain pendapatan daerah yang sah cukup besar. PAD tahun 2009 sebesar Rp 50,810,800,470,57 dan Rp 32,211,272,058,63 pada tahun 2010. Sedangkan lain-‐lain pendapatan daerah yang sah, terutama berasal dari sumbangan pihak ketiga (perusahaan tambang), pada tahun 2009 sebesar Rp 355,309,047,296 dan Rp 202,086,760,867 pada tahun 2010. Tabel 5. Pendapatan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu 2009 dan 2010 No Pendapatan 2009 2010 PENDAPATAN 868.554.528.920,57 782,647,009,079,63 I Pendapatan Asli Daerah 50,810,800,470,57 32,211,272,058,63 1 Pendapatan Pajak Daerah 5,164,250,000,00 5,164,250,000,00 2 Hasil Retribusi Daerah 16,513,903,154,00 14,006,403,154,00 3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 20,894,647,316,57 2,552,618,904,63 c Lain-‐lain PAD yang sah 8,238,000,000,00 10,488,000,000,00 II Dana Perimbangan 462,434,681,154,00 548,348,976,154,00 1 Bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak 159,734,491,154,00 258,734,491,154,00 2 Dana Alokasi Umum 250,910,190,000,00 245,652,285,000,00 3 Dana Alokasi Khusus 51,790,000,000,00 43,962,200,000,00 III Lain-‐lain Pendapatan Daerah yang Sah 355,309,047,296,00 202,086,760,867,00 1 Pendapatan hibah 326,129,431,475,00 156,136,931,475,00 2 Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah
lainnya 27,950,615,821,00 32,914,395,792,00
3 Dana penyesuaian otonomi khusus -‐ 13,035,433,600,00 3 Bantuan keuangan dari provinsi dan pemerintah lainnya 1,229,000,000,00 -‐
Sumber: Perda Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 17/2009 tentang perubahan APBD TA 2009 dan Perda 11/2010 tentang perubahan APBD TA 2010
Berkaitan dengan pelayanan pendidikan, paling tidak ada 400 lembaga pendidikan formal mulai dari Taman Kanak-‐Kanak hingga Sekolah Menengah Atas/Kejuruan, terdiri dari 224 berstatus negeri dan 176 swasta. Jumlah peserta didik mencapai 52.653 orang, terdiri dari TK 6.502 orang, SD 32.037 orang, SMP 7.959 orang, SMA 3.060 orang, dan SMK 3.905 orang. Sedangkan jumlah guru di semua tingkatan sebanyak 4.113 orang.
20
Tabel 6. Gambaran umum pendidikan Sekolah Kelas Murid Guru Tingkat
pendidikan Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta TK 4 133 15 255 238 6.264 33 529 SD 162 28 1.017 113 29.890 2.147 2.087 200 SMP 46 5 249 24 7.376 583 710 72 SMA 7 5 70 19 2.687 373 190 72 SMK 5 5 45 20 2.386 709 143 77
Sumber: Tanah Bumbu dalam angka 2010, Pemkab Tanah Bumbu
Untuk pelayanan kesehatan, Kabupaten Tanah Bumbu memiliki 1 (satu) Rumah Sakit Umum Daerah, 16 Puskesmas, 10 Puskesmas pembantu, dan 167 Posyandu Balita yang ada di 10 kecamatan. Sedangkan tenaga medis, hingga 2009, Tanah Bumbu memiki 39 dokter umum, 11 dokter gigi, 182 perawat, 120 bidan, dan 283 dukun kampung.
Dari aspek keuangan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tanah Bumbu atas harga berlaku, sebesar Rp. 5,38 triliun. Sedangkan menurut harga konstan 2000, sebesar Rp. 3,04 triliun. Sektor yang paling besar peranannya dalam pembentukan PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian (41,35 persen) dan sektor pertanian (15,10 persen). Tabel 7. PDRB menurut lapangan usaha atas dasaar harga berlaku dan konstan 2000
PDRB atas dasar harga berlaku PDRB atas dasar harga konstan 2000 No Lapangan usaha
2007 2008 2009* 2007 2008 2009* 1 Pertanian 637.769 719.168 812.617 453.712 483.348 503.529 2 Pertambangan dan
Penggalian 1.718.570 1.989.491 2.225.301 1.126.545 1.226.279 1.277.248
3 Industri pengolahan 333.474 363.296 401.494 213.451 220.836 232.582 4 Listrik dan air minum 11.430 12.393 13.428 7.336 7.428 7.539 5 Bangunan 232.844 272.167 341.444 124.177 138.047 160.604 6 Perdagangan, restoran,
dan hotel 402.080 449.287 524.778 271.442 290.937 313.199
7 Pengangkutan dan komunikasi
558.457 650.279 741.062 351.145 375.249 400.889
8 Bank dan lembaga keuangan lain
63.844 82.868 94.028 34.269 37.238 39.192
9 Jasa-‐jasa 133.390 190.016 227.095 82.711 99,235 107.106 Total PDRB 4.091.858 4.728.965 5.381.247 2.664.788 2.878.597 3.041.888
Sumber: Tanah Bumbu dalam angka 2010, Pemkab Tanah Bumbu, *Angka sementara
3.2 HASIL SURVEI INTEGRITAS KPK DI TANAH BUMBU
Kabupaten Tanah Bumbu mendapat nilai tinggi dalam survei integritas Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2009. Hal tersebut tergambar dari beberapa indikator yang dinilai dalam penelitian terutama berkaitan dengan integritas birokrasi yang ditunjukkan antara lain oleh pengalaman korupsi, lingkungan Kerja, sistem administrasi, dan perilaku individu.
Pada tingkat nasional, secara umum Kabupaten Tanah Bumbu termasuk 1 (satu) dari 23 instansi di tingkat pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang unit layanan sampel seluruhnya memiliki nilai integritas di atas rata-‐rata nasional yaitu 6,50. Ada 17 instansi di pemerintah pusat, 2 provinsi, dan 4 kabupaten/kota yang memperoleh nilai bagus dari responden penelitannya KPK.
2322
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
21
Table 8. Nilai integritas nasional Nilai Integritas
Unit Layanan (Nasional)
Jumlah Instansi Pusat/ Provinsi/ Kabupaten
/Kota
Jumlah Instansi Pusat/Provinsi/ Kabupaten/Kota
Nilai Integritas Unit Layanan Tingkat Nasional seluruhnya di atas rata-‐rata
23 1) Kementan; (2) PT Pos Indonesia; (3) PT Pertamina; (4) Badan Pengawas Obat dan Makanan; (5) PT Jamsostek; (6) Badan Akreditasi Negara; (7) PT Angkasa Pura II; (8) PT Pelayaran Nasional Indonesia; (9) Kemdiknas; (10) PT Perusahaan Gas Negara; (11) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; (12) PT KAI; (13) PT Asuransi Jasa Raharja; (14) Kemenkeu; (15) Kemenkes; (16) Pemprov Jatim; (17) Pemprov Kalsel; (18) Pemkot Denpasar; (19) Pemkot Balikpapan; (20) Pemkab Tanah Bumbu; (21) Pemkot Banjarmasin;
Sumber: Integritas Indonesia tahun 2009, fakta korupsi dalam layanan publik. Komisi Pemberantasan Korupsi
Pada tingkat kabupaten/kota, Tanah Bumbu menempati peringkat tiga kabupaten/kota yang paling berintegritas. Total nilainya 7,35. Posisinya berada di bawah Kota Denpasar dan Balikpapan. Hasil ini sangat mengejutkan. Sebab, usia Tanah Bumbu baru enam tahun setelah pada 2003 memekarkan diri dari Kabupaten Kota Baru.
Umumnya derah-‐daerah pemekaran masih bermasalah dengan urusan keuangan, infrastruktur, dan sumber daya manusia. Keuangan masih mengandalkan subsidi dari pemerintah pusat, infrastruktur pelayanan kepada warga minim, dan para pegawai daerah hasil ‘impor’ dari daerah induk atau daerah-‐daerah lain di sekitarnya.
Tabel 9. Peringkat kabupaten/kota berintegritas No Pemerintah Kabupaten/Kota Nilai Integritas Peringkat (1-‐10)
1 Kota Denpasar 7,48 1 2 Kota Balikpapan 7,38 2 3 Kabupaten Tanah Bumbu 7,35 3 4 Kabupaten Badung 7,16 4 5 Kota Medan 7,15 5 6 Kabupaten Kediri 7,13 6 7 Kota Banjarrnasin 7,04 7 8 Kabupaten Gianyar 7,01 8 9 Kota Malang 6,90 9 10 Kota Jakarta Barat 6,89 10
Sumber: Integritas Indonesia tahun 2009, fakta korupsi dalam layanan publik. KPK
22
Dari empat sektor yang disurvei di kabupaten/kota unit layanan pengadaan barang dan jasa di SKPD memiliki nilai rata-‐rata di bawah standar minimal yang ditetapkan oleh KPK. Menurut KPK hanya enam pemerintah kabupaten/kota yang memiliki nilai integritas pengadaan barang dan jasa di atas 7,0. Lebih dari 70 persen pemerintah kabupaten/kota yang nilai integritas pengadaan barang dan jasanya di bawah 6,0. Bahkan dari 70 persen tersebut, sebagian besar memiliki integritas di bawah 5,0.
Dari enam kabupaten/kota yang dinilai KPK memiliki nilai integritas pengadaan barang dan jasanya bagus, Tanah Bumbu menempati peringkat pertama. Lebih bagus dibandingkan Kota Denpasar dan kota-‐kota lain di Kalimantan Selatan yang lebih tua seperti Kota Banjar Baru dan Kota Banjarmasin. Total nilai integritas Kabupaten Tanah Bumbu terkait integritas pengadaan barang dan jasa sebesar 7,68.
Tabel 10. Nilai Integritas dalan Pengadaan No Pemerintah Kabupaten/Kota Nilai Integritas 1 Kabupaten Tanah Bumbu 7,68 2 Kota Denpasar 7,59 3 Kabupaten Badung 7,43 4 Kabupaten Gianyar 7,40 5 Kota Balikpapan 7,25 6 Kota Medan 7,08 7 Kota Banjar Baru 6,75 8 Kabupaten Sampang 6,70 9 Kota Banjarmasin 6,67 10 Kabupaten Tapanuli Selatan 6,64
Sumber: Integritas Indonesia tahun 2009, fakta korupsi dalam layanan publik. KPK
KPK pun memasukkan Tanah Bumbu salah satu dari enam kabupaten/kota yang unit layanan sampelnya seluruhnya memiliki nilai integritas di atas rata-‐rata kabupaten/kota lainnya. Rata-‐rata nilainya 6,46. Tanah Bumbu mengalahkan 43 kabupaten/kota lainnya yang nilai integritasnya masih berada di bawah rata-‐rata.
Selain itu, dari sisi pengalaman integritas, Kabupaten Tanah Bumbu termasuk kelompok daerah dengan nilai integritas tertinggi yaitu di atas 7,00. Daerah lainnya yaitu kota Denpasar, Kota Balikpapan, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Badung, Kota Banjarmasin, Kota Medan, Kabupaten Kediri, Kabupaten Gianyar, Kota Malang, Kabupaten Sampang dan Kota Jakarta Barat. Nilai yang didapat Tanah Bumbu adalah 7,68 dan berada di posisi tiga di bawah Kota Denpasar dan Kota Balikpapan.
Dari sisi gratifikasi, bersama Kota Denpasar dan Balikpapan, Kabupaten Tanah Bumbu merupakan tiga daerah yang tingkat pemberian gratifikasinya paling rendah. Menurut KPK pada kelompok integritas tinggi, selain jumlah pengguna layanan yang membayar uang tambahan sedikit, umumnya mereka memberikan uang tambahan di akhir, saat seluruh proses layanan selesai dilakukan dalam rangka ucapan terimakasih.
Secara lebih rinci, frekuensi pemberian gratifikasi kepada birokrasi di Kabupaten Tanah Bumbu oleh penerima layanan, dua persen yang mengaku satu kali, satu persen kadang-‐kadang, dan dua persen sering, Sedangkan waktu pemberian gratifikasi, dua persen mengaku memberikan di akhir pelayanan, satu persen saat pengurusan, dan tiga persen di akhir.
2524
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
23
Kabupaten Tanah Bumbu pun masuk 5 besar kabupaten/kota yang dianggap memiliki potensi integritas tertinggi bersama Pemerintah Kota Denpasar (6,48), Kabupaten Tanah Bumbu (6,38), Kota Bontang (6,37), Kabupaten Majalengka (6,35), Kota Balikpapan (6,26). Nilainya 6,38 dan berada di posisi kedua di bawah Kota Denpasar yang mendapat nilai 6,48.
Potensi integritas didasarkan pada empat indikator yaitu lingkungan kerja, sistem administrasi, perilaku individu, dan pencegahan korupsi. Sedangkan sub-‐indikatornya antara lain kebiasaan pemberian gratifikasi, keterlibatan calo, fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan, Keterbukaan informasi, dan mekanisme pengaduan masyarakat. Berdasarkan indikator dan sub indikator tersebut, potensi integritas Kabupaten Tanah Bumbu dinilai bagus oleh responden. Tabel 11. Hasil penilaian survei integritas KPK di Tanah Bumbu
Pemerintahan
Kabupaten/kota
Nilai Integritas Pemkab/ Pemkot
Peringkat dari 49 Pemkab/ Pemkot
Unit Layanan Nilai Integritas
Unit Layanan
Peringkat Unit Layanan dari 196 Unit Layanan
Bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dengan APBD II
7,66 8
Akte Kelahiran 6,66 104 Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD kelas C
7,42 59
Kabupaten Tanah Bumbu
7,35 3
Pengadaan barang dan jasa pada SKPD
7,68 5
Sumber: Integritas Indonesia tahun 2009, fakta korupsi dalam layanan publik. KPK.
Berdasarkan survei KPK, bagusnya potensi integritas Kabupaten Tanah Bumbu sangat berkaitan dengan beberapa faktor yaitu kondisi lingkungan kerja, sistem administrasi, perilaku birokrasi, dan upaya pencegahan korupsi dalam pelayanan publik.
Berkaitan dengan kondisi lingkungan kerja, 67 persen responden menyatakan bahwa tidak ada praktik pemberian uang tambahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Kabupaten Tanah Bumbu. Berkaitan dengan perilaku birokrasi (petugas layanan) sebagian besar dinilai baik antara lain ditunjukkan oleh tidak banyak yang meminta gratifikasi. Sedangkan petugas yang meminta gratifikasi, menurut responden cara yang digunakan masing-‐masing satu persen melalui pihak lain, secara langsung tapi tertutup, serta langsung dan terbuka.
Sedangkan upaya pencegahan korupsi dalam pelayanan oleh Pemerintah Daerah Tanah Bumbu dilakukan dengan cara beragam. Bentuknya melalui stiker/poster/spanduk antikorupsi di sekitar loket jika ada sumbangan pihak lain, misal KPK (31 persen), stiker/poster/spanduk antikorupsi di sekitar loket produksi sendiri (66 perseni), kegiatan workshop/seminar antikorupsi pada petugas (6 persen), kegiatan workshop/seminar antikorupsi melibatkan masyarakat (14 persen), dan iklan antikorupsi (17 persen).
3.3 STRATEGI DAN KONDISI PELAYANAN DI TANAH BUMBU
Secara umum kondisi pelayanan empat sektor di Tanah Bumbu yang disurvei KPK yaitu pengelolaan bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dengan APBD II, pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD kelas C, pembuatan akta kelahiran, serta
24
pengadaan barang dan jasa di SKPD tergolong baik terutama untuk ukuran daerah pemekaran seperti Kabupaten Tanah Bumbu.
Biaya penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) maupun puskesmas, serta pembuatan akta kelahiran tidak dibebankan kepada warga. Malah mulai 2010, pemerintah daerah menggratiskan biaya melahirkan dengan cara caesar dan memulai pendidikan gratis pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Proses pengelolaannya pun cukup terbuka.
Sedangkan pengadaan dan barang jasa di SKPD yang merupakan salah satu sektor paling rawan terjadi praktik korupsi terus dibenahi. Mulai tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu malah sudah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan mencoba pengadaan secara on-‐line seperti diamanatkan dalam Perpres 54 tahun 2011.
Berikut gambaran umum strategi dan penyelenggaraan pelayanan di empat sektor yang disurvei oleh KPK pada tahun 2009.
a. Bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dengan APBD II
Salah satu masalah dalam penyelenggaraan pendidikan adalah akses. Warga sulit untuk memperoleh hak mendasar mereka karena banyak hambatan berupa biaya dan keterbatasan sarana belajar mengajar seperti gedung sekolah. Di Kabupaten Tanah Bumbu, peserta didik cenderung bertambah banyak pada semua tingkatan. Misalnya pada tingkat SD/MI, pada 2004 hanya 29.139 orang tapi bertambah menjadi 34.613 pada tahun 2009.
Tabel 12. Perkembangan peserta didik Sekolah 2004 2005 2006 2007 2008 2009
TK/RA/BA 4450 4887 5692 6217 4605 7118 SD/MI 29139 30278 31114 32360 33369 34.613 SMP/MTS 9840 9990 10287 10556 11290 11.131 SMA/MA/SMK 4300 4759 5268 6036 6822 7.446
Sumber: Kompilasi Tanah Bumbu dalam angka 2010 dan refleksi keberhasilan pembangunan Kabupaten Tanah Bumbu
Itu sebabnya, Pemerintah Tanah Bumbu terus menambah jumlah guru dan sarana belajar mengajar seperti gedung sekolah. Untuk guru, proporsi jumlahnya mendekati angka ideal bila dibandingkan dengan jumlah murid. Sebagai contoh pada tingkat SD/MI. Pada tahun 2009 total guru yang ada di Tanah Bumbu sebanyak 2.457 orang dan muridnya 34.613 orang. Artinya, rasio jumlah guru dan murid 1 berbanding14.
Tabel 13. Perkembangan guru Sekolah 2004 2005 2006 2007 2008 2009
TK/RA/BA 246 330 382 565 597 621 SD/MI 1524 1582 1576 2321 2315 2.457 SMP/MTS 590 661 868 868 1017 1156 SMA/MA/SMK 263 303 343 526 548 648
Sumber: kompilasi Tanah Bumbu dalam angka 2010 dan refleksi keberhasilan pembangunan Kabupaten Tanah Bumbu
Sedangkan berkaitan dengan gedung sekolah, dalam upaya memudahkan akses warga memperoleh layanan pendidikan, pemerintah daerah Tanah Bumbu pada tahun 2009 menggulirkan program pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah terutama pada tingkat pendidikan dasar dengan menggunakan dana APBD.
2726
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
25
Tabel.14 Perkembangan jumlah sekolah Sekolah 2004 2005 2006 2007 2008 2009
TK/RA/BA 84 90 116 129 133 144 SD/MI 176 180 192 196 199 202 SMP/MTS 46 51 58 65 68 72 SMA/MA/SMK 15 23 26 28 28 32
Sumber: Kompilasi Tanah Bumbu dalam angka 2010 dan refleksi keberhasilan pembangunan Kabupaten Tanah Bumbu
Dalam APBD 2009, dinas pendidikan, pemuda, dan olahraga mendapat alokasi dana sebesar Rp 167.164.033.900 atau 19 persen dari total APBD Tanah Bumbu. Dari total anggaran dinas pendidikan sebesar Rp 84,9 milyar digunakan untuk belanja tidak langsung terutama untuk kepentingan pegawai. Sisanya, Rp 82,3 milyar untuk belanja langsung antara lain membangun/merenovasi/memperbaiki fisik sekolah.
Total anggaran untuk membangun/merenovasi/memperbaiki fisik sekolah sebesar Rp 24,6 milyar, terdiri dari anggaran untuk pembangunan gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di sembilan Kecamatan di Tanah Bumbu seperti Batu Licin, Satui, Kusan Hilir, Kusan Hulu, dan Sungai Loban. Total anggarannya sebesar Rp 1.587.608.000. Pembangunan enam sekolah dasar, satu SMP, dan satu MI sebesar Rp 1.986.143.000.
Selain itu, pemerintah daerah pun mengalokasikan dana sebesar Rp 21.693.642.000 untuk menambah ruang kelas SD. Masing-‐masing 13 SD di Kecamatan Batu Licin, 45 SD di Kecamatan Kusan Hilir, 32 SD di Kecamatan Sungai Loban, 35 SD di Kecamatan Satui, 33 SD di Kecamatan Kusan Hulu, 17 SD di Kecamatan Mentewe, 9 SD di Kecamatan Angsana, 46 SD di Kecamatan Simpang Empat, dan 9 SD di Kecamatan Karang Bintang. Rata-‐rata alokasi satu ruang kelas baru sebesar Rp 69,3 juta.
Sedangkan untuk tingkat SMA dan sederajat anggaran yang disediakan sebesar Rp 1.322.574.000. Masing-‐masing untuk penambahan ruang kelas baru di beberapa SMA dan SMK di Tanah Bumbu seperti SMK Terpadu Tunas Bangsa Batu Licin dan SMKN 1 Simpang Empat. Alokasi untuk tiap ruang senilai Rp 159.840.000.
Tidak ada kebijakan khusus yang digulirkan bupati dalam proyek pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah di Kabupaten Tanah Bumbu. Mekanisme perencanaan, penyaluran, dan pengelolaan anggaran pun sama seperti proyek-‐proyek lainnya.
Menurut Bupati Tanah Bumbu periode 2004-‐2009, H. Zairullah Azhar, kemajuan dalam proyek ini adalah adanya pemetaaan awal mengenai kondisi dan kebutuhan fisik sekolah. Dinas Pendidikan melatih dan menerjunkan tim yang berasal dari staf Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk melakukan pendataan secara langsung. Setelah itu, Dinas Pendidikan mengalokasikan anggaran untuk sekolah-‐sekolah yang dianggap memerlukan anggaran.
Dalam tender, supaya tidak ada penyelewengan, prosesnya dilakukan secara terbuka. Dinas pendidikan pun membentuk tim pengawas dengan mengeluarkan keputusan kepala dinas pendidikan, pemuda, dan olahraga mengenai pembentukan panitia pengadaan barang/jasa dan panitia pemeriksa pengadaan barang/jasa.
Kepala dinas pendidikan periode 2004-‐2009, Ir.H. Bakhriansyah, MM, mengklaim bahwa dinas tidak ikut mencampuri urusan pembangunan. Tapi tim yang dibentuk dinas
26
tetap memastikan agar kontraktor pemenang tender menjalankan proyek sesuai dengan spesfikasi yang telah disepakati.
Cara lain, dinas pendidikan membentuk tim pengawas independen yang berasal dari stakeholder (guru, orang tua murid, dan masyarakat) sekolah penerima proyek. Mereka bisa langsung mengirim pesan singkat kepada kepala dinas pendidikan dan bupati. Biasanya kalau ada SMS, dinas akan memanggil kontraktor.
“Tapi tidak banyak yang SMS ke dinas. Mereka biasanya langsung ke bupati. Apalagi bupati pun rajin melakukan kunjungan ke sekolah”22
b. Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD kelas C
Kabupaten Tanah Bumbu memiliki satu RSUD dan 38 Puskesmas yang terdiri dari 6 puskesmas perawatan, 10 puskesmas nonperawatan, 10 puskesmas pembantu, dan 12 puskesmas keliling. Sedangkan tenaga kesehatan terdiri dari 39 dokter umum, 11 dokter gigi, 182 perawat, dan 120 bidan.
Pada tahun 2009, dinas kesehatan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 21.241.664.150 dan RSUD Amanah Husada senilai Rp 32.977.065.00. Anggaran sebesar itu dijadikan sebagai modal bagi pemerintah daerah untuk menggratiskan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan RSUD kelas C.
Berkaitan dengan pelayanan puskesmas, bupati mengeluarkan Peraturan Daerah nomor 20 tahun 2004 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Di dalamnya mengatur tarif pelayanan di puskesmas yang mesti dibayar oleh masyarakat. Menurut pengakuan masyarakat, mereka tidak mengeluarkan biaya apa pun untuk memperoleh pelayanan dari puskesmas maupun RSUD. Prosedur yang dilewati pun tidak berbelit-‐belit.
“Kalau obatnya tidak ada di rumah sakit dan ada di luar, asal ada kuitansi bisa diganti lah uangnya”
Selain gratis, mekanisme pelayanan pun dibuat mudah. Puskesmas maupun RSUD dilarang untuk menolak dan bersikap diskriminatif kepada masyarakat. Untuk pasien gakin atau jamkesmas, pihak RSUD mendahulukan pelayanan daripada urusan administrasi. Mereka pun membuat papan pengumuman mekanisme administrasi bagi pasien.
Berdasarkan data dari Bappeda dan BPS Kabupaten Tanah Bumbu, selama 2009 RSUD Amanah Husada menerima 14.116 kunjungan rawat jalan, sebanyak 12.292 kunjungan umum, 1.581 kunjungan perusahaan, 34 Askes, 23 gakin/jamkesmas, dan 186 kunjungan gratis. Sedangkan kunjungan rawat inap sebanyak 2.950, pasien umum/bayar 2.169, pasien Askes 105, pasien kontrak 205, pasien gakin/jamkesmas 205, dan pasien gratis 56 orang.
Walau pelayanan kesehatan gratis, tapi secara umum kualitasnya masih buruk. Menurut kepala dinas kesehatan, dari banyak puskesmas, hanya dua yang ia nilai bagus yaitu di Kecamatan Satui dan Kecamatan Simpang Empat. Sedangkan RSUD, tidak memiliki standar pelayanan medis dan kekurangan sumber daya manusia.
22 Wawancara dengan kepala dinas pendidikan periode 2005-‐2010, Ir.H. Bakhriansyah, Gedung Bupati, 2
November 2011
2928
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
27
Hal tersebut diakui oleh kepala seksi rekam medis RSUD Amanah Husada, Rita Firdhani, S.Sos. Menurutnya, fasilitas dan sarana RSUD masih belum mendukung untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Ditambah belum adanya dokter spesialis.
Sama seperti di sektor pendidikan, tidak ada upaya khusus atau inovasi dari bupati untuk mencegah penyimpangan dalam pelayanan di puskesmas maupun RSUD. Satu-‐satunya kebijakan pencegahan di RSUD adalah dengan menyediakan nomor dan tempat khusus bagi pasien untuk mengeluh (complain). Tapi sayangnya, fasilitas serupa tidak ada di puskesmas.
Menurut Bupati Tanah Bumbu periode 2004-‐2009, H. Zairullah Azhar, ia hanya menerbitkan aturan untuk menggratiskan pelayanan puskesmas dan RSUD kelas C. Untuk memastikan agar aturan diikuti, Bupati melakukan evaluasi rutin, dan membuka kontak pengaduan masyarakat langsung kepadanya.
“Saya tidak melarang dokter dan bidan komersil tapi di luar jam kerja dan bukan di puskesmas atau RSUD23.
c. Pelayanan Akta Kelahiran Akta kelahiran merupakan salah satu layanan yang disediakan oleh dinas
kependudukan dan catatan sipil. Hingga 25 Juli 2009, pemerintah daerah masih menetapkan retribusi pembuatan akta kelahiran sebesar Rp 10.000 bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Rp 25.000 bagi Warga Negara Asing (WNA). Dasar hukumnya adalah Perda Nomor 21 Tahun 2004 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan Catatan Sipil.
Tapi pada 25 Juli 2009, Bupati Tanah Bumbu H. Zairullah Azhar mengeluarkan Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 21 Tahun 2004 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan Catatan Sipil. Dalam Perda tersebut ketentuan Pasal 2 ayat (2) hurup c mengenai akta kelahiran sebagai objek retribusi dihapus. Begitu pula Pasal 6 ayat (2) lajur 2 nomor 3 pelayanan pencatatan dan penerbitan akta juga dihapus,
Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Perda Nomor 12 Tahun 2009 adalah identitas diri anak yang dituangkan dalam akta kelahiran dan pembuatan akta kelahiran merupakan tanggungjawab pemerintah. Padahal sebelumnya, dalam APBD 2009 Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu memproyeksikan pemasukan dari retribusi akta kelahiran sebesar Rp 100 juta. Tabel 15. Penerbitan dokumen kependudukan dan catatan sipil Tanah Bumbu
No Tahun Wajib Ber KTP Memiliki KTP Akta Kelahiran 1 2003 -‐ -‐ -‐ 2 2004 145.261 -‐ 3.896 3 2005 148.968 -‐ 3.824 4 2006 152.280 -‐ 3.753 5 2007 159.691 70.000 9.893 6 2008 158.500 75.045 4.910 7 2000 193.129 81.729 9.398
23 Wawancara dengan H. Zairullah Azhar, 1 November 2011 di Istana Anak Yatim, Tanah Bumbu
28
8 2010 193.311 118.244 18.478
Sumber: Laporan Dinas Kependududkan dan Catatan Sipil Tanah Bumbu 2011.
Jadi kebijakan untuk menggratiskan pelayanan akta kelahiran dilakukan pada saat KPK melakukan survei integritas 2009. Survei integritas dilaksanakan pada 21 April hingga 7 September 2009, sedangkan Perda Nomor 12 tahun 2009 yang menjadi dasar dihapusnya biaya akta kelahiran terbit pada 25 Juli 2009.
Menurut H. Zairullah Azhar salah satu latar belakang ia menerbitkan Perda Nomor 12/2009 adalah hasil studi bandingnya ke Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Solok. Dua pemerintah daerah tersebut dianggap berhasil menyediakan pelayanan berkualitas kepada masyarakatnya.
Langkah pemerintah Tanah Bumbu untuk menggratiskan pelayanan akta kelahiran diawali dengan memperkuat infrastruktur, menyediakan blanko di semua desa, dan meminta aparat lebih proaktif. Akan tetapi, kebijakan menggratiskan akta kelahiran ditentang oleh kepala desa karena menghambat pemasukan mereka.
“Solusi yang saya ambil agar tidak terjadi gejolak di kalangan kepala desa adalah dengan menggaji mereka”24.
Dari sisi pelayanan dan pencegahan korupsi, tidak ada kebijakan khusus yang dikeluarkan oleh bupati. Proses pembuatan akta kelahiran tidak jauh berbeda dengan pembuatan dokumen-‐dokumen kependudukan lainnya. Masyarakat mengisi blangko formulir pendaftaran dan melengkapi berkas persyaratan di bagian pendaftaran catatan sipil, lalu ke bagian verifikasi untuk memeriksa kelengkapan berkas persyaratan. Selanjutnya dibawa ke bagian registrasi untuk mencatat semua dokumen ke dalam buku registrasi dn memberikan nomor, lalu ke bagian operator komputer untuk pengetikan, cetak sementara, dan pencetakan dokumen asli.
Setelah itu dibawa ke kabid/kasi untuk validasi kelengkapan berkas, persetujuan, dan penerbitan dokumen asli. Kemudian dibawa ke kepala dinas untuk penandatanganan kutipan akta kelahiran dan registrasi akta kelahiran. Terakhir, petugas menyerahkan kutipan akta dan pengarsipan dokumen.
Menurut masyarakat, dibutuhkan paling lama 20 hari untuk mendapat akta kelahiran. Prosedur yang mereka ikuti pun tidak terlalu rumit dan blangkonya sudah tersedia di setiap kelurahan. Kecuali kalau terlambat membuat akta kelahiran karena harus melalui proses sidang terlebih dahulu.
“Buatnya tidak lama pak, paling 20 hari. Tapi kalau kepala dinasnya selalu ada di tempat akan lebih cepat lagi selesainya”25.
24 Wawancara dengan H. Zairullah Azhar, Bupati Tanah Bumbu periode 2005-‐2010, di Istana Anak Yatim, 1
November 2011. 25 Abdurahman Taufik, warga desa Pagatan. FGD, 4 November 2011.
3130
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
29
Alur pembuatan dokumen akta lahir
d. Pengadaan barang dan jasa pada SKPD Pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu ladang korupsi. Tapi berdasarkan
survei KPK, integritas pelaksana pengadaan di Kabupaten Tanah Bumbu merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia. Bahkan jika dibandingkan tiga sektor lain yang disurvei, pengadaan barang dan jasa menempati peringkat lebih tinggi.
Menurut sekretaris Unit Layanan Pengadaan, Rooswandi Salem, S.Sos, pada dasarnya Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu taat aturan dalam pengadaan. Bupati mengantisipasi penyelewengan dalam pengadaan dengan menerbitkan surat edaran agar setiap proses pengadaan mengacu pada Keppres Nomor 80 Tahun 2003.
Dalam edaran juga ditegaskan agar pengadaan dilakukan secara terbuka dengan diumumkan di media dan papan pengumuman. Selain itu, bupati juga mengedarkan format contoh pengadaan kepada setiap SKPD.
“Korupsi pengadaan dimulai dari penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan ini sudah diantisipasi agar tidak di mark up. Kualitas panitia tender pun ditingkatkan dengan merekruit orang-‐orang profesional”26.
Pada 2009, semua pengadaan dikoordinasikan kepada unit khusus di kasubag pengadaan di bagian umum perlengkapan yang akan menjadi cikal bakal Unit Layanan Pengadaan (ULP). Selain itu, bupati pun mulai mendorong pengadaan dilakukan secara elektronik sesuai amanat Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 tahun 2003.
26 Wawancara dengan Rooswandi Salem, S.Sos, kantor Unit Layanan Pengadaan Tanah Bumbu, 3 November
2011 30
3.4 FAKTOR PENYEBAB PERBAIKAN PELAYANAN
“Saya pernah dipecat sebagai kepala dinas pendidikan selama tujuh jam gara-‐gara memberi ijin pulang beberapa staf dalam acara pengajian malam. Tapi bupati menganulir SK pemecatan setelah saya meminta maaf. Bupati pun meminta maaf kepada saya”
Masyarakat mengaku puas dengan pelayanan di empat sektor yang disurvei KPK terutama berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, dan akta kelahiran. Sebab mereka tidak mengeluarkan biaya apa pun untuk memperoleh pelayanan. Dari sisi integritas, birokrasi-‐setidaknya di empat sektor yang disurvei KPK dinilai bagus oleh masyarakat.
Faktor inilah yang menyebabkan Kabupaten Tanah Bumbu tampil sebagai salah satu daerah yang memperoleh nilai tinggi dalam survei integritas KPK 2009. Berada di peringkat ketiga dari seluruh kabupaten/kota yang disurvei. Bahkan dalam sektor pengadaan di SKPD, Kabupaten Tanah Bumbu berada di peringkat pertama.
Tidak ada formula khusus yang diracik oleh bupati untuk membuat birokrasi di Tanah Bumbu ‘kebal’ suap dan gratifikasi sehingga pelayanan –setidaknya di empat sektor– bisa gratis. Faktor utama yang membuat nilai integritas birokrasi tinggi di Kabupaten Tanah Bumbu adalah kepemimpinan bupati. Ia mampu mengarahkan birokrasi sekaligus bisa memaksa mereka untuk tidak korupsi dalam menyelenggarakan pelayanan.
Tapi latar belakang bupati sangat berkepentingan agar pelayanan kepada masyarakat terutama pada sektor mendasar bebas dari korupsi ternyata sangat kompleks. Tidak hanya karena komitmen untuk melawan korupsi sekaligus mewujudkan kesejahteraan masyarakat seperti tujuan awal dibentuknya Kabupaten Tanah Bumbu.
Upaya melambungkan popularitas bupati yang akan mencalonkan diri sebagai gubernur Kalimantan Selatan dan adanya ‘exit way’ berupa kekayaan sumber daya alam khususnya sektor pertambangan yang memungkinkan bupati memiliki pendapatan alternatif di luar proyek-‐proyek yang dibiayai APBD merupakan dua faktor yang turut menyukseskan program pelayanan mendasar gratis.
Berikut gambaran umum mengenai faktor-‐faktor tersebut.
a. Kepemimpinan
Berjalannya program-‐program populis di Kabupaten Tanah Bumbu seperti pendidikan dan kesehatan gratis tidak lepas dari kepemimpinan bupati periode 2005-‐2010 H. Zairullah Azhar. Ia mampu mengarahkan dan mengendalikan birokrasi sehingga semua kebijakan dan instruksinya dijalankan dengan baik.
H. Zairullah Azhar dengan sangat baik memanfaatkan watak birokrasi yang selalu patuh pada atasan. Ia menempatkan diri sebagai pemimpin sekaligus bapak dari semua birokrasi di Tanah Bumbu. Karena itu, dalam penyelenggaraan pelayanan –terutama di empat sektor–, bupati tidak membentuk struktur maupun unit baru. Modalnya hanya instruksi dan koordinasi tapi sudah cukup ampuh untuk menahan hasrat birokrasi agar tidak melakukan korupsi.
Menurut mantan kepala dinas pendidikan Ir. Bakhriansyah, H. Zairullah Azhar sangat piawai mengelola birokrasi. Sikapnya terhadap pegawai sangat egaliter. Akan tetapi, jika ada
3332
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
31
pegawai yang tidak mengikuti instruksinya, bupati tidak segan-‐segan untuk memberi hukuman.
“Saya pernah dipecat sebagai kepala dinas pendidikan selama tujuh jam gara-‐gara memberi izin pulang beberapa staf dalam acara pengajian malam. Tapi bupati menganulir SK pemecatan setelah saya meminta maaf. Bupati pun meminta maaf kepada saya”.27
Selain itu, H. Zairullah Azhar dinilai sangat menguasai manajemen pemerintahan. Walau tidak terlalu ‘boros’ dengan aturan main tapi ia sering melakukan koordinasi. Ia membuka akses langsung kepada warga untuk mengadu. Bupati pun sering turun ke bawah.
“Setiap bulan beliau berkeliling Tanah Bumbu mengecek kondisi sekolah. Urusan administrasi guru pun dipercepat. Ketika berkeliling dengan saya selalu bawa stempel untuk memudahkan urusan administrasi guru. Jadi tidak perlu berbelit-‐belit”.28
Hal yang senada ditegaskan kepala seksi rekam medis RSUD Amanah Husada, Rita Firdhani, S.Sos. Menurutnya koordinasi bupati dengan direktur dan pejabat rumah sakit dilakukan secara regular setiap Senin. Bupati biasanya langsung menegur direktur ketika ada pengaduan dari masyarakat yang tidak ditindaklanjuti.
Dalam mengkoordinasikan fungsi dan tugasnya, H. Zairullah Azhar mengaku jauh dari gaya feodal. Mutasi jabatan dan pengangkatan pejabat di lingkungan Kabupaten Tanah Bumbu merupakan bagian dari proses evaluasi dari kinerja aparat pemerintah. H. Zairullah Azhar selalu memimpin rapat Baperjakat dalam memutuskan komposisi pejabat yang tepat29.
Kemampuan bupati mengendalikan birokrasi karena latar belakangnya sebagai aktivis, politisi, sekaligus birokrasi. Sewaktu kuliah H. Zairullah Azhar sudah aktif di senat mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Ia pun sempat menjadi pengurus Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI).
Karir politiknya diawali dari organisasi yang berafiliasi ke Golkat yaitu Pemuda Pancasila dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI)30. Pada tahun 1995-‐2000 ia menjadi ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Kotamadya Banjarmasin. Sedangkan karir birokrasinya dimulai dari kepala puskesmas di Banjarmasin Utara, kepala dinas kesehatan Kotamadya Banjarmasin, kepala bidang akreditasi kantor wilayah (kanwil) Departemen Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, meningkat menjadi kepala dinas kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, staf ahli gubernur, pejabat sementara Bupati Tanah Bumbu, dan menjadi Bupati Tanah Bumbu periode 2005-‐2010. 27 Wawancara dengan kepala dinas pendidikan periode 2005-‐2010, Ir. Bakhriansyah, Gedung Bupati, 2
November 2011 28 Wawancara dengan kepala dinas pendidikan periode 2005-‐2010, Ir. Bakhriansyah, Gedung Bupati, 2
November 2011 29 Refleksi keberhasilan pembangunan Kabupaten Tanah Bumbu, 2003-‐2009 30 Refleksi keberhasilan pembangunan Kabupaten Tanah Bumbu, 2003-‐2009
32
b. Manajemen Ilahiyah
Untuk memperkuat legitimasinya sebagai bapak sekaligus pemimpin birokrasi, H. Zairullah Azhar mengembangkan pendekatan keagamaan yang ia sebut sebagai Manajemen Ilahiyah. Manajemen Ilahiyah merupakan sebuah gerakan pembangunan peradaban yang dilandasi oleh ruh sukses Kabupaten Tanah Bumbu, mengandung makna religius dan sakral.
Penerapan Manajemen Ilahiyah ditandai oleh rangkaian kegiatan keagamaan pesantren bersujud yang dilangsungkan setiap hari usai apel pagi. Kegiatannya berupa khatam AlQur’an 30 Juz setiap hari, pembacaan shalawat dan dzikir, tausiah, dan pencerahan sebelum melaksanakan aktivitas kerja. Sebagai bagian dari Manajemen Ilahiyah juga dilakukan sholat Dzuhur, Ashar, dan Subuh berjamaah. Setiap malam jum’at juga diadakan dzikir, pembacaan shalawat, dan pengajian bersama di Masjid Darul Azhar dengan mengundang penceramah dari luar.
Di luar pengajian malam Jum’at, bupati pun kerap membuat pengajian di malam-‐malam lainnya. Semua jajaran birokrasi yang beragama Islam wajib mengikutinya. Kegiatan tersebut merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Tanah Bumbu.
Menurut H. Zairullah Azhar, melalui Manajemen Ilahiyah kebijakan dan tingkah laku aparatur di lingkungan pemerintah daerah Tanah Bumbu mencerminkan nilai-‐nilai keagamaan. Ia tidak hendak mencari sensasi, tapi murni ingin mencapai sebuah perubahan dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
“Para pegawai akan berpikir dua kali melakukan penyelewengan jika setiap hari sebelum kerja diawali sholat dan berdzikir bersama.”31
Akan tetapi Manajemen Ilahiyah yang diterapkan di Tanah Bumbu terbuka menerima perubahan. Manajemen ini didasari pemahaman bahwa kelahiran sesuatu selalu diawali dengan kekurangan yang harus terus menerus disempurnakan melalui suatu proses. Salah satu pintu menuju proses untuk mencapai penyempurnaan adalah kesiapan menerima perubahan.32
Program Manajemen Ilahiyah melengkapi posisinya sebagai pemimpin birokrasi dari aspek religi. H. Zairullah Azhar merupakan imam dan birokrasi sebagai makmumnya. Strategi tersebut membuat birokrasi seratus persen taat kepada bupati. c. Kandidat Gubernur Kalimantan Selatan
Kebijakan Bupati Tanah Bumbu H. Zairullah Azhar mewujudkan dan memastikan pelayanan gratis di sektor-‐sektor mendasar tidak bisa dari konteks politik lokal dan nasional. Tahun 2009 ada perhelatan akbar pemilihan umum legislatif dan presiden. Selain itu pada 2010, juga akan dilaksanakan pemilihan gubernur Kalimantan Selatan dan H. Zairullah Azhar merupakan salah satu kandidat gubernur.
31 Wawancara dengan H. Zairullah Azhar, Bupati Tanah Bumbu periode 2005-‐2010, di Istana Anak Yatim, 1
November 2011. 32 Baharun, Muhammad. Prof.Dr, 2011. Smiling Leader, pengantar dalam buku Mengangkat Martabat Bangsa
karangan HM.Zairullah Azhar, Jakarta: Indonesia Press.
3534
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
33
Dalam pemilihan kepala daerah Kalimantan Selatan, H. Zaerullah Azhar berpasangan dengan Habib Aboe Bakar Al-‐Habsy (Anggota DPR RI dari PKS). Mereka diusung antara lain oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Karena itu, H. Zairullah Azhar memiliki kepentingan besar menjadikan program-‐program yang dibiayai APBD untuk meningkatkan popularitasnya. Pelayanan mendasar gratis dan bebas korupsi merupakan modal besar untuk menarik perhatian pemilih. Cara-‐cara seperti ini kerap digunakan oleh incumbent yang akan mencalonkan kembali dalam pemilihan kepala daerah.
Namun dalam Pilkada Kalsel 2010, pasangan H. Zairullah Azhar dan Habib Aboe Bakar Al-‐Habsy hanya menempati posisi kedua dengan perolehan suara sebanyak 376.274 (22,65 persen). Mereka kalah oleh pasangan incumbent Rudi Arifin dan Rudi Resnawan yang memperoleh suara sebanyak 777.554 (46,81 persen). d. Sumber Daya Alam Melimpah
Integritas birokrasi/pegawai daerah Kabupaten Tanah Bumbu mendapat nilai tinggi. Indikatornya frekuensi pemberian gratifikasi dan permintaan uang tambahan dalam pelayanan kepada masyarakat masih sedikit. Birokrasi/pegawai pun memiliki beragam upaya kampanye untuk mencegah praktik korupsi.
Menurut pengakuan bupati periode 2005-‐2010 H. Zairullah Azhar salah satu cara untuk menekan korupsi yang dilakukan pegawainya adalah memberi tambahan insentif dan membebaskan pegawainya ‘nyambi’ di luar jam kerja khusus untuk dokter atau bidan. Artinya, pemerintah daerah mencukupi kesejahteraan para pegawainya.
Akan tetapi, pemberian insentif atau keleluasan untuk mencari uang tambahan akan berhasil mengurangi perilaku korupsi pegawai/birokrat jika faktor penyebab korupsi hanya berkaitan dengan kebutuhan (corruption by need). Padahal korupsi yang dilakukan oleh pegawai/birokrasi biasanya tidak hanya berhubungan dengan kesejahteraan. Faktor lain seperti intervensi atau tekanan dari kepala dinas dan kepala daerah pun memiliki andil besar yang menyebabkan tumbuhnya perilaku korupsi di kalangan birokrasi.
Di daerah-‐daerah yang miskin sumber daya alam, biasanya proyek-‐proyek dalam APBD akan menjadi sasaran utama korupsi. Kepala daerah menjadikan birokrasi sebagai mesin pengeruk uang. Mulai dari tahap perencanaan semua proyek/kegiatan akan diarahkan kepada perusahaan milik atau berafiliasi dengan kepala daerah, termasuk proyek-‐proyek di sektor yang berhubungan langsung dengan kepentingan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan.
Kabupaten Tanah Bumbu memiliki sumber daya alam yang kaya terutama dari pertambangan dan pertanian. Untuk pertambangan potensinya terdiri dari batu bara, bijih besi, intan, dan emas. Batu bara saja cadangannya mencapai 1.180.000.000 MT dengan produksi pertahun sebanyak 3.528.000 MT diperkirakan cadangannya akan habis selama 334,46 tahun.
Pentingnya peranan pertambangan dalam ekonomi Tanah Bumbu terlihat dengan jelas dalam Product Domestic Regional Bruto (PDRB) 2007-‐2009. Sumbangannya hampir
34
setengah dari total pendapatan daerah. Selain itu, pada tahun 2009 sumbangan pihak ketiga (perusahaan tambang) dalam APBD mencapai Rp326,1 miliar.
Artinya, siapa pun kepala daerah Tanah Bumbu memiliki ‘exit way’ dalam mencari sumber pendapatan di luar proyek-‐proyek APBD. Apalagi setiap tahun perusahaan yang mendapat izin Kuasa Penambangan terus bertambah. Tahun 2006 hanya 33 perusahaan, bertambah menjadi 46 pada tahun 2007, 62 tahun 2008, dan 89 tahun 2009. Beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Tanah Bumbu antara lain PT. Arutmin Indonesia, PT. Leighton Contractors Indonesia, PT. Sebuku Nusantara Indonesia, dan PT. Thiess Contractors Indonesia.
Tabel. 16. PDRB Kabupaten Tanah Bumbu atas dasar harga berlaku tahun 20072009 (Juta rupiah) No LAPANGAN USAHA 2007 2.008 2009*) 1 Pertanian 637.768,87 719.167,88 812.617,00 2 Pertambangan & penggalian 1.718.569,89 1.989.490,97 2.225.301,21 3 Industri pengolahan 333.473,89 363.295,94 401.493,97 4 Listrik, gas & air bersih 11.430,42 12.392,56 13.427,66 5 Bangunan 232.844,03 272.166,95 341.444,08 6 Perdag., hotel & restoran 402.080,43 449.287,25 524.778,07 7 Pengangkutan & komunikasi 558.457,48 650.279,41 741.061,68 8 Keu. Persewaan, & jasa perusahaan 63.843,97 82.867,60 94.028,08 9 Jasajasa 133.390,32 190.016,17 227.094,89 PDRB 4.091.859,29 4.728.964,73 5.381.246,65 PDRB tanpa sektor pertambangan 2.373.289,40 2.739.473,76 3.155.945,44
Sumber: http://tanahbumbukab.bps.go.id *) angka sementara
Itu sebabnya program-‐program pelayanan kepada masyarakat di Kabupaten Tanah Bumbu tidak akan terganggu. Program-‐progam yang dibiayai oleh APBD akan aman dari praktik korupsi karena bupati memiliki sumber pendapatan yang tidak kalah melimpah dibanding proyek-‐proyek APBD.
“Tidak seperti daerah-‐daerah lain, Bupati Tanah Bumbu sama sekali tidak melakukan intervensi dalam proses pengadaan, misalnya titip perusahaan. Semuanya dilakukan secara terbuka. Perusahaan yang memberi penawaran paling efesien akan menang tender”33.
Tabel 17. Produksi Batu Bara dan Perusahaan Pemegang Izin KP
Tahun Jumlah Perusahaan Pemegang Izin KP Jumlah Produksi (MT) 2006 33 3.353.803,956 2007 46 7.272.718,543 2008 62 10.251.551,187 2009 83 11.647.888,483
Sumber: Dinas Pertambangan & Energi Kabupaten Tanah Bumbu
33 Wawancara dengan Rooswandi Salim, S.Sos di kantor Unit Layanan Pengadaan Tanah Bumbu, 3 November
2011
3736
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
35
3.5 REFORMASI BIROKRASI SEMU TANAH BUMBU
“Pelayanan kesehatan di rumah sakit dan puskesmas memang tidak ada pungutan, tapi kualitas pelayanan masih buruk. Masyarakat tidak mengetahui standar pelayanan
kesehatan”
Secara umum pelayanan di Kabupaten Tanah Bumbu –paling tidak di empat sektor yang disurvei KPK– dianggap bagus oleh masyarakat. Namun berdasarkan gambaran di atas, sebenarnya pelayanan yang disediakan pemerintah Tanah Bumbu tidak ada yang istimewa. Dalam arti, tidak ada inovasi dalam meningkatkan kualitas dan integritas birokrasi yang menjadi kunci dalam penyelenggaraan pelayanan.
Menurut Eko Prasodjo, untuk menggolongkan suatu daerah sudah melaksanakan reformasi birokrasi secara teknis bisa ditunjukkan oleh perubahan struktur dan reposisi birokrasi, anggaran berbasis kinerja dan proses perencanaan yang partisipatif, perubahan sistem politik dan hukum secara menyeluruh, perubahan sikap mental dan budaya birokrat dan masyarakat, serta perubahan mindset dan komitmen pemerintah.
Akan tetapi upaya-‐upaya tersebut belum dilakukan di Tanah Bumbu. Dalam empat sektor yang disurvei KPK, kebijakan bupati hanya sampai menggratiskan pelayanan, tapi tidak ada langkah yang sistematis antara lain dengan membuat mekanisme/sistem untuk memastikan agar birokrasinya tidak korupsi sekaligus mampu memberikan pelayanan yang lebih berkualitas kepada masyarakat.
Juga tidak ada inovasi yang memperlihatkan terobosan-‐terobosan baru oleh Pemerintah Daerah Tanah Bumbu yang bisa dicontoh oleh daerah lain. Menyediakan pelayanan mendasar bagi masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, akta kelahiran, merupakan kewajiban konstitusional pemerintah dan pemerintah daerah. Tidak hanya itu, kebijakan di empat sektor tersebut ternyata tidak dipagari oleh payung hukum sehingga keberlanjutannya masih diragukan.
Berkaitan dengan birokrasi, Kabupaten Tanah Bumbu justru menghadapi masalah mendasar yang umumnya juga dihadapi oleh daerah-‐daerah pemekaran yaitu kekurangan pegawai. Karena tidak banyak yang berminat bekerja di daerah baru yang masih minim fasilitas. Akibatnya, sebagian besar pegawai Kabupaten Tanah Bumbu masih ‘diimpor’ dari daerah lain terutama kabupaten induk.
Karena itu, nilai tinggi yang diberikan KPK terkait kualitas dan integritas birokrasi di Tanah Bumbu menyisakan banyak tanda tanya. Apalagi nilai yang mereka peroleh di atas birokrasi di daerah induk dan beberapa daerah yang memang dikenal dengan inovasinya dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mencegah agar birokrasi tidak korupsi seperti Kota Surakarta.
Secara umum ada tiga hal untuk menjelaskan bahwa belum ada best practice yang bisa dicontoh daerah lain berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas dan integritas birokrasi di Kabupaten Tanah Bumbu.
a. Tidak Ada Inovasi
Adanya kebijakan menghilangkan retribusi akta kelahiran dan biaya pelayanan puskesmas/RSUD, maupun pembangunan/renovasi gedung sekolah, serta mendorong
36
proses pengadaan sesuai aturan main yang telah ditetapkan oleh pemerintah memperlihatkan adanya kemauan dari Bupati Tanah Bumbu 2005-‐2010 H. Zairullah Azhar untuk menyediakan pelayanan murah dan berkualitas bagi masyarakat.
Akan tetapi, berdasarkan gambaran umum mengenai empat layanan tersebut, pada dasarnya tidak ada terobosan atau inovasi baru yang digulirkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Tanah Bumbu dalam rangka mencegah korupsi oleh birokrasi maupun memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Inovasi merupakan proses yang dimulai dengan keinginan untuk menjadi lebih baik yang kemudian dilanjutkan dengan usaha untuk mewujudkannya dan membuatnya berjalan lebih baik. Inovasi sangat berkaitan dengan penemuan. Parameternya antara lain dukungan politik dan bagaimana sumber daya yang ada dikerahkan, mobilisasi dana, sumber daya manusia dan dukungan teknis dilaksanakan dan darimana datangnya semua itu34. Sedangkan di Tanah Bumbu, bupati dan mantan bupati mengakui beberapa kebijakannya justru berasal dari kisah sukses daerah lain seperti Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Solok. Mereka melakukan studi banding di kedua daerah tersebut.
Misalnya pembangunan/renovasi/perbaikan gedung sekolah yang dibiayai oleh dana APBD. Tidak ada hal yang istimewa dalam menutup ruang bagi pegawai/birokrasi dan pengusaha untuk melakukan korupsi. Proses pengadaan masih membuka ruang ‘negoisasi’ panitia tender dengan pengusaha. Begitu pula keterlibatan stakeholder dalam melakukan pengawasan pembangunan sekolah. Sejak tahun 2000 seiring dengan digulirkannya kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pemerintah mulai mewajibkan keterlibatan stakeholder yaitu orang tua, guru, masyarakat, dan komite sekolah dalam mengawasi pembangunan sekolah.
Bahkan proyek-‐proyek pembangunan gedung sekolah yang didanai oleh block grant atau Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan, stakeholder sekolah tidak hanya menjadi pengawas, tapi juga secara swadaya sebagai pelaksana proyek. Keterlibatan dinas pendidikan hanya dalam penentuan sekolah penerima proyek.
Terobosan Pemerintah Kabupaten Jembrana jauh lebih berani. Model pembangunan/perbaikan gedung sekolah tidak dalam proyek. Bantuan yang mereka berikan berbentuk block grant sehingga posisi pemerintah daerah hanya sebatas penyedia dana. Mereka menempatkan masyarakat melalui komite sekolah sebagai aktor utama dalam kegiatan pembangunan/perbaikan gedung sekolah. Selain lebih efesien, kepemilikan stakeholder terhadap sekolah pun makin kuat.
b. Minus Payung Hukum
Payung hukum untuk mendukung empat program unggulan di Tanah Bumbu pun terbilang sederhana. Untuk akta kelahiran dan kesehatan di Puskesmas/RSUD kelas, C bupati hanya menerbitkan aturan untuk memastikan pelayanan diselenggarakan secara gratis. Sedangkan pembangunan/renovasi gedung sekolah dan pengadaan barang dan jasa sekedar edaran agar mengikuti aturan main yang telah ditetapkan pemerintah pusat.
34 Eko Prasodjo Dkk, 2004. Reformasi Birokrasi Dalam Praktik: Kasus di Kabupaten Jembrana. Jakarta: Pusat
Kajian Pembangunan Administrasi Daerah dan Kota, Fakultas llmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
3938
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
37
Padahal payung hukum akan menjadi panduan bagi birokrasi/pegawai dalam menjalankan tugas dan kewenangan memberi pelayanan kepada masyarakat. Di daerah-‐daerah lain, setiap terobosan atau inovasi yang gulirkan pemerintah daerah didasari payung hukum dan petunjuk pelaksanaan yang jelas.
Selain itu, payung hukum pun akan memastikan keberlanjutan program yang telah digulirkan oleh bupati. Sehingga ketika ia tidak menjabat lagi bupati penerusnya bisa melanjutkan kebijakan yang telah ia gulirkan.
Contohnya program unit pelayanan terpadu satu pintu yang bertujuan untuk menciptakan transparansi biaya, waktu, dan prosedur bagi masyarakat dalam hal perizinan. Agar kebijakannya bisa dijalankan dengan baik, walikota menerbitkan tiga payung hukum yang berkaitan dengan tatalaksana pelayanan, tim pelaksana, dan pelimpangan sebagian kewenangan walikota kepada koordinator UPT Kota Surakarta.35
c. Perubahan Struktur dan Reposisi Birokrasi
Selain minus payung hukum, bupati pun tidak melakukan perubahan struktur birokrasi atau membentuk unit layanan khusus untuk mendukung pelayanan. Menurut Bupati Tanah Bumbu periode 2005-‐2010 H. Zairullah Azhar, ia hanya memperbaiki manajemen pengelolaan di SKPD tanpa mengotak-‐atik struktur yang sudah ada.
Hal tersebut tergambar dengan jelas dalam program pembangunan/renovasi gedung sekolah maupun pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan RSUD kelas C. Tidak ada tambahan unit dan struktur baru untuk mempercepat pelayanan atau mengantisipasi agar birokrasi tidak meminta suap dari masyarakat.
Dalam pembangunan/renovasi gedung sekolah kepala dinas pendidikan masih memiliki kewenangan luar biasa dalam menetapkan sekolah penerima bantuan, distribusi anggaran, serta penentuan kontraktor pelaksana proyek. Lembaga baru untuk menampung stakeholder agar melakukan pengawasan pun dibentuk secara sukarela.
Padahal jika merujuk beberapa daerah yang sering dijadikan acuan reformasi birokrasi seperti Kota Surakarta, Denpasar, maupun Solok, perubahan struktur dan reposisi birokrasi selalu mengiringi upaya perbaikan pelayanan dan pencegahan korupsi oleh birokrasi. Misalnya dalam pelayanan perizinan membentuk semacam pelayanan satu pintu sehingga menutup ruang bagi birokrasi untuk mengulur pelayanan dalam rangka memperoleh suap maupun gratifikasi dari masyarakat.
d. Minimnya Sumber Daya Manusia
Rapor cemerlang Kabupaten Tanah Bumbu dari survei integritas KPK tahun 2009 dianggap mengejutkan. Apalagi dalam beberapa indikator penilaian, Tanah Bumbu mengalahkan induknya, Kota Baru dan berada di atas kabupaten-‐kabupaten yang dianggap telah mapan di Kalimantan Selatan seperti Kota Banjarmasin dan Kota Banjar Baru.
Penyebabnya, Kabupaten Tanah Bumbu merupakan daerah pemekaran yang ketika KPK melakukan survei usianya belum genap enam tahun. Umumnya masalah mendasar di daerah-‐daerah pemekaran adalah kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (pegawai). 35 Pelaksanaan Tata kelola Pemerintahan yang Baik, Pengalaman Empirik di Beberapa Daerah, Direktorat
Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi: 2006 38
Padahal yang menjadi dasar utama penilaian dalam survei KPK adalah kualitas dan integritas aparatur/pegawai.
Banyaknya masalah berkaitan dengan aparatur/pegawai di daerah pemekaran tergambar dengan jelas oleh hasil studi evaluasi dampak pemekaran daerah yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Development Programme (UNDP)36. Jumlah aparatur di daerah induk secara rata-‐rata masih lebih besar dibandingkan dengan Daerah Otonomi Baru (DOB)/daerah pemekaran. Sebab, jumlah aparatur yang direkrut di awal pembentukan DOB biasanya sangat terbatas. Yang otomatis direkrut biasanya aparatur yang sebelumnya telah bekerja di wilayah-‐wilayah tersebut seperti guru, camat, lurah dan stafnya. Mekanisme pembagian aparat kabupaten induk kepada DOB tidak diatur secara khusus. Proses penempatan (pembagian) aparatur lebih disesuaikan dengan keinginan aparatur sendiri untuk melakukan perpindahan (mutasi). Aparatur cenderung memilih kabupaten induk yang sistem serta fasilitas pendukungnya telah memadai. Hal ini berimplikasi kepada kualitas. Kabupaten induk memiliki banyak aparatur yang lebih berpengalaman ketimbang daerah DOB.
Ada beberapa implikasi dari keadaan tersebut. Pertama, di kabupaten DOB, proses pembentukan sistem, mekanisme maupun harmonisasi kerja aparatur membutuhkan waktu yang relatif cukup lama. Akibatnya kinerja pemerintahan menjadi lambat pada fase awal kabupaten DOB. Kedua, proses penyesuaian pangkat dan jabatan serta posisi pejabat terkesan dipaksakan. Hal ini menimbulkan masalah internal pemerintahan itu sendiri, misalnya kecemburuan antar-‐aparatur maupun kurang terjalinnya kerjasama. Selain itu, aparatur di daerah induk memiliki akses yang lebih baik untuk meningkatkan pendidikannya. Kemampuan ekonomi dan akses ke fasilitas pendidikan yang lebih baik di daerah induk memungkinkan aparat di daerah induk meningkatkan jenjang pendidikannya.
Selain sumber daya manusia, menurut Kasubdit Kelembagaan Pemerintah Daerah, Direktorat Otonomi Daerah, Bappenas, Antonius Tarigan37 daerah pemekaran pun bermasalah dari berbagai aspek. Pada aspek ekonomi, pertumbuhan ekonominya masih relatif belum stabil di samping perannya masih lebih kecil dibandingkan wilayah lainnya. Kemiskinan juga relatif lebih tinggi. Begitu pula tingkat kesejahteraan yang diukur dengan PDRB per Kapita yang masih ketinggalan dibandingkan daerah induk. Sementara pada aspek pelayanan publik, khususnya pendidikan belum berkembang.
Bupati maupun mantan bupati Tanah Bumbu pun sebenarnya mengakui ada masalah berkaitan dengan aparat/pegawai daerah. Bupati Tanah Bumbu periode 2010-‐2015, Mardani H Maming malah secara terbuka mengeluhkan kualitas para pegawainya. Menurutnya, sangat sulit mencari pegawai yang berkualitas untuk menunjang jalannya pemerintah daerah.
“Masalah utama di Tanah Bumbu adalah kualitas pegawai. Pegawai yang diimpor dari daerah lain merupakan orang buangan yaitu mereka yang sudah tidak terpakai
36 Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-‐2007, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) dan United Nations Development Programme (UNDP), BRIDGE (Building and Reinventing Decentralised Governance): 2008.
37 Antonius Tarigan, Dampak Pemekaran Wilayah, majalah triwulan perencanaan pembangunan, edisi 01/tahun xvi/2010
4140
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
39
lagi di daerah asalnya. Sedangkan pegawai hasil rekruitmen dari Tanah Bumbu jika dilihat hasil test-‐nya secara umum masih di bawah rata-‐rata”.
Hal serupa diungkapkan oleh mantan Bupati Tanah Bumbu, H. Zairullah Azhar. Sebagai bupati pertama, ia tidak memiliki modal banyak baik keuangan, infrastruktur, dan terutama sumber daya manusia. Karena itu, langkah awalnya ia merekrut pegawai dari daerah-‐daerah lain yang diikuti dengan meminta bantuan dari sejumlah ahli di Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) untuk turut memperbaiki kualitas SDM pegawai Kabupaten Tanah Bumbu.
Tabel 18. Jumlah pegawai di Kabupaten Tanah Bumbu No Golongan/Jabatan Jumlah
Pegawai Negeri Sipil* 1. Golongan I 57 2. Golongan II 711 3. Golongan III 1.348
1
4. Golongan IV 564 Pejabat Struktural
1. Eselon I / 1st Echelon -‐ 2. Eselon II / 2nd Echelon 28 3. Eselon III / 3rd Echelon 113 4. Eselon IV / 4th Echelon 226
2
5. Eselon V / 5th Echelon -‐ Pegawai Fungsional
1. Polisi Kehutanan 18 2. Guru 2.065 3. Penyuluh KB 7 4. Penyuluh Pertanian 53 5. Penyuluh Kesehatan 266 6. Penguji Kendaraan Bermotor 4 7. Fungsional Kesehatan RS 28
3
8. Fungsional Perpustakaan 3 4 Pejabat Fungsional 4
Sumber: http://tanahbumbukab.bps.go.id
Karena itu, sejumlah kalangan seperti aktivis, wartawan, warga, bahkan pegawai daerah menyangsikan hasil survei KPK. Menurut penilaian mereka dari sejumlah indikator yang digunakan dalam survei KPK seperti pelayanan pendidikan dan kesehatan secara umum masih belum memuaskan.
“Misalnya pelayanan kesehatan, okelah ada puskesmas yang sudah terlihat bagus, tapi kadang-‐kadang dokternya tidak ada, peralatan tidak ada. Mengenai akta kelahiran, masyarakat juga masih banyak yang belum memiliki akta kelahiran. Saya curiga survei KPK hanya dilakukan kepada pejabat publiknya saja, sedangkan masyarakat tidak dilibatkan”38
Nada menyangsikan hasil survei KPK pun muncul dari kepala dinas kesehatan. Menurutnya masalah mendasar dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah sumber daya manusia. Tanah Bumbu masih sangat kekurangan tenaga kesehatan seperti
38 Keterangan Rudi Hartono, aktivisi LSM Tanah Bumbu. Focus Group Discussion dengan aktivis dan
wartawan, restoran Bambu Kuning Batu Licin, 1 November 2011 40
dokter, bidan, maupun perawat. Begitu pula integritas birokrasi penyelenggara pelayanan kesehatan.
Begitu pula peralatan dan perlengkapan kesehatan yang masih kurang, standar pelayanan di rumah sakit dan puskesmas pun masih belum jelas. selain itu, dari sisi kepegawaian tidak ada kriteria penempatan dan kompetensi pegawai yang jelas.
“Pelayanan kesehatan di rumah sakit dan puskesmas memang tidak ada pungutan, tapi kualitas pelayanan masih buruk. Masyarakat tidak mengetahui standar pelayanan kesehatan”39.
3.6 KESIMPULAN
Secara umum ada upaya dari pemerintah daerah Kabupaten Tanah Bumbu untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat terutama di sektor-‐sektor mendasar seperti pendidikan, kesehatan, dan kependudukan. Langkah awalnya menghilangkan semua biaya yang biasa dibebankan kepada warga ketika memperoleh pelayanan. Misalnya menggratiskan akta kelahiran dan pelayanan kesehatan di puskesmas dan RSUD kelas tiga.
Walau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi nilai tinggi terkait integritas birokrasi di Tanah Bumbu, tapi pada dasarnya tidak ada upaya khusus maupun inovasi yang digulirkan kepala daerah baik dalam proses pelayanan maupun pencegahan korupsi oleh birokrasi. Kepemimpinan bupati yang kuat merupakan faktor utama yang menyebabkan birokrasi terkendali sehingga tidak melakukan penyimpangan.
Secara umum kesimpulan dalam riset di Kabupaten Tanah Bumbu adalah:
1. Kabupaten Tanah Bumbu masih kekurangan sumber daya terutama untuk pegawai pemerintah daerah. Sebagian besar pegawai masih berasal dari limpahan daerah induk atau daerah lainnya.
2. Pemerintah daerah menggratiskan beberapa pelayanan mendasar kepada warga seperti akta kelahiran dan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan RSUD kelas C.
3. Tidak ada terobosan atau inovasi baru oleh pemerintah daerah Tanah Bumbu untuk meningkatkan kualitas dan integritas birokrasi.
4. Beberapa kebijakan unggulan Kabupaten Tanah Bumbu seperti pelayanan akta kelahiran, pelayanan puskesmas dan RSUD, pembangunan/renovasi gedung sekolah, dan pengadaan barang dan jasa tidak didukung oleh aturan dan petunjuk pelaksanaan yang memadai.
5. Manajemen Ilahiyah dijadikan sebagai salah satu cara oleh bupati untuk mencegah praktekpraktik korupsi yang dilakukan oleh birokrasi.
Sedangkan praktik terbaik reformasi birokrasi yang bisa adopsi daerah lain dari Kabupaten Tanah Bumbu adalah;
1. Sebagai daerah baru, Bupati Tanah Bumbu memiliki kemauan kuat untuk menjalankan konstitusi dengan memperbaiki proses pengadaan dan menyediakan pelayanan gratis di sektor dasar seperti pendidikan dan kesehatan
39 Wawancara dengan kepala dinas kesehatan Tanah Bumbu Dr.HM Rusly Thamrin DTMH, MHA, gedung bupati
lantai 3, 2 November 2011
4342
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
41
2. Pendekatan kultural dan keagamaan digunakan bupati untuk memastikan agar birokrasi tidak korupsi dan menjalankan perintah dalam rangka menyediakan pelayanan kepada warga
3. Bupati mendorong partisipasi warga dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan dengan membuka kontak pengaduan langsung dari warga kepadanya Bupati secara rutin melihat langsung penyelenggaraan pelayanan terutama di sektor dasar seperti pendidikan dan kesehatan dengan mendatangi langusung sekolah, puskesmas, dan rumah sakit
42
BAB IV
HASIL RISET
KOTA DENPASAR
4.1 GAMBARAN UMUM KOTA DENPASAR
Kota Denpasar lahir dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 15 Januari 1992 seiring dengan terbitnya Undang-‐undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kota Denpasar. Sebelumnya Denpasar merupakan pusat Kerajaan Badung, yang kemudian ditetapkan menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan bahkan mulai tahun 1958 Denpasar dijadikan pula pusat pemerintahan bagi Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Dengan dijadikan pusat pemerintahan bagi Tingkat II Badung maupun Tingkat I Bali, Denpasar mengalami pertumbuhan yang sangat cepat baik dalam artian fisik, ekonomi, maupun sosial budaya.
Pada Pemilukada Kota Denpasar 2010 yang lalu terpilih IB Rai Dharmawijaya Mantra dan Ign Jaya Negara sebagai Walikota dan Wakil Walikota periode 2010-‐2015. Pasangan ini adalah pasangan incumbent setelah sebelumnya Rai Dharmawijaya Mantra adalah wakil walikota pada periode 2005-‐2010, namun karena walikota AA Puspa Yogi mencalonkan diri dalam Pemilukada Gubernur Bali dan akhirnya terpilih menjadi Gubernur, Rai Mantra akhirnya naik jabatan menjadi Walikota pada tahun 2008. Pasangan Rai Dharmawijaya Mantra dan Ign Jaya Negara ini diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Basis PDIP di Kota Denpasar tergolong kuat, terbukti selain menang dalam Pemilukada, jumlah wakil di DPRD terbanyak yaitu 17 kursi dari total 45 kursi yang ada, walaupun jumlah ini menurun jika dibandingkan dengan wakil di DPRD pada periode 2004-‐2009 yaitu 22 kursi. Sedangkan partai yang mengalami peningkatan pada Pileg 2009 adalah Partai Demokrat yang memperoleh 9 kursi. Partai Golkar juga menempatkan wakilnya 9 orang di DPRD. Partai lain yang mendapat kursi di DPRD Denpasar adalah, PNI-‐M, PKS, PDS, PKPB, Gerindra, Hanura, dan PPRN.
Kota Denpasar memiliki luas wilayah 127,78 Km2 atau hanya 2,27 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Bali. Sedangkan luas Provinsi Bali seluruhnya adalah 5.636,66 Km2. Batas wilayah Kota Denpasar di sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Mengwi, Abian Semal dan Kuta), di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupeten Gianyar, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Badung. Kota Denpasar memiliki 4 kecamatan, yaitu Denpasar Utara, Denpasar Selatan, Denpasar Barat, dan Denpasar Timur. Sedangkan untuk kelurahan/desa terdapat 43 buah.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, sesuai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Kota Denpasar termasuk dalam pola maksimal dengan nilai 74 yang dihitung dari jumlah APBD, jumlah penduduk dan luas wilayah. Dengan pola maksimal tersebut Pemkot membentuk:
1. Sekretariat Daerah yang terdiri dari 3 asisten dan 10 bagian 2. Staf Ahli sebanyak 5 orang
4544
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
43
3. Sekretariat DPRD 4. Dinas sebanyak 18 buah. 5. Lembaga Teknis Daerah Sebanyak 10 buah 6. Kecamatan sebanyak 4 buah 7. Kelurahan Sebanyak 16 buah.
Jika dibandingkan antara luas wilayah dengan jumlah penduduk, kepadatan penduduk Kota Denpasar pada tahun 2009 sudah mengalami kejenuhan di mana kepadatan penduduk telah mencapai 5.085 jiwa/km². Tingkat kepadatan penduduk tersebut meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 4.922 jiwa/km². Dari keempat kecamatan yang memiliki kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Denpasar Barat sebesar 7.778 jiwa/km². Sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 637.701 jiwa (terdiri dari 51,13% laki-‐laki dan 48,86 % perempuan). 4.2 PERTUMBUHAN EKONOMI, POTENSI DAN PAD KOTA DENPASAR
Pertumbuhan Ekonomi sering dijadikan sebagai standar untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan di suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi sendiri dapat diukur berdasarkan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan PDRB perkapita. PDRB diartikan sebagai jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan suatu daerah yang diukur dalam harga pasar. Ukuran ini memiliki kelemahan karena bersifat global dan tidak mencerminkan kesejahteraan penduduk. Sedangkan PDRB per kapita sering dianggap lebih mendekati ukuran kesejahteraan karena telah memperhitungkan jumlah penduduk. Tabel 19. PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku dan konstan 2000
PDRB atas dasar harga berlaku PDRB atas dasar harga konstan 2000 No Lapangan usaha 2007 2008 2009 2007 2008 2009*
1 Pertanian 564,747.32 629,277.35 689,264.02 352,957.21 360,219.96 384,761.31 2 Pertambangan dan
Penggalian 401.69 439.61 525.24 230.12 230.69 243.10
3 Industri pengolahan 927,565.08 1,120,034.83 1,266,235.19 560,850.62 604,092.21 650,866.34 4 Listrik dan air
minum 305,469.45 372,822.22 437,059.66 170,462.50 184,430.44 200,621.19
5 Bangunan 298,569.59 369,479.86 429,192.86 157,095.07 165,908.10 172,352.19 6 Perdagangan,
restoran, dan hotel 2,824,335.63 3,358,710.20 3,833,429.91 1,717,241.75
1,888,752.62
2,027,505.54
7 Pengangkutan dan komunikasi
1,025,448.09 1,202,630.90 1,408,314.71 602,211.01 631,288.75 674,646.52
8 Bank dan lembaga keuangan lain
1,147,683.92 1,389,420.29 1,543,041.46 633,154.71 658,571.01 685,583.56
9 Jasa-‐jasa 848,434.33 961,888.62 1,113,894.06 514,314.90 536,401.56 561,666.67 Total PDRB 7,942,655.08 9,404,703.89 10,720,957.11 4,708,517.88 5,029,895.33 5,358,246.42
Sumber: Kota Denpasar dalam Angka 2009.
Dari data PDRB tersebut dapat dilihat bahwa potensi unggulan kota Denpsar adalah pada perdagangan, restoran dan hotel. Potensi unggulan ini tercermin dalam sektor pariwisata, yang meliputi obyek wisata kota, daya tarik wisata dan atraksi wisata. Obyek wisata kota ini tersebar di seluruh wilayah Kota Denpasar meliputi tempat-‐tempat yang dapat memikat kedatangan wisatawan ke Kota Denpasar. Sedangkan daya tarik pariwisata, sebagaimana halnya dengan daya tarik Pulau Dewata lebih disebabkan karena keunikan dan budaya masyarakat. Hal inilah yang memberikan nuansa pada berbagai atraksi wisata yang
44
ada di kota Denpasar. Atraksi tersebut berupa tari-‐tarian sakral, even-‐even nasional dan internasional yang dilaksanakan di Kota Denpasar, permainan tradisional dan sebagainya.
Sebelum terjadi krisis moneter tahun 1998, ekonomi Denpasar pernah mengalami pertumbuhan rata-‐rata 8 persen. Namun setelah krisis, ekonomi Denpasar tidak berbeda dengan ekonomi Bali yang mengalami keterpurukan hingga titik nadir. Berbagai upaya perbaikan telah dilakukan dan perlahan sudah menunjukkan hasil, tetapi dengan adanya tragedi bom Kuta telah membuat kepercayaan dunia terhadap keamanan Bali menjadi menurun. Pasca bom Bali 2002, ekonomi Bali masih bisa tumbuh di atas 3% dan ekonomi Denpasar tumbuh 5,03%, namun secara mikro kondisi perekonomian masyarakat masih lumpuh.
Pada tahun 2007, kepercayaan dunia internasional terhadap Bali perlahan-‐lahan pulih. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya kunjungan wisata ke Bali dan Kota Denpasar, akan tetapi ancaman terhadap ekonomi kembali datang dengan terjadinya krisis ekonomi global yang menimpa Amerika dan Eropa tahun 2008, dan telah memberikan dampak terhadap ekonomi nasional dan daerah. Namun krisis ini ternyata tetap meningkatkan pertumbuhan ekonomi Denpasar dari 6,60% tahun 2007 menjadi 6,83% tahun 2008 dan menurun menjadi 6,53% ditahun 2009. Hal ini terjadi karena menurunnya kualitas wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali dibanding tahun sebelumnya. Untuk tahun 2010 diprediksikan ada peningkatan laju pertumbuhan PDRB sebesar 6,55%.
Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di Kota Denpasar Tahun 2004 – 2009 (Dalam Persen) 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pertumbuhan Ekonomi 5,83 6,05 5,88 6,60 6,83 6,53 Inflasi 5,97 11,31 4,30 5,91 9,62 4,37
Sumber: Kota Denpasar dalam Angka 2009.
Perekonomian suatu daerah juga dapat dianalisis melalui tingkat inflasi yang terjadi. Dari data di atas terlihat bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi tahun 2008 ternyata diikuti oleh peningkatan inflasi yang mencapai 9,62%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 5,91%. Hal ini disebabkan oleh melambungnya harga minyak mentah dunia (CPO) sehingga menyebabkan harga barang dalam negeri melonjak. Melonjaknya harga barang ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat. Walaupun angka inflasi tahun 2008 meningkat, akan tetapi angka ini masih merupakan angka aman bagi perekonomian Denpasar karena masih di bawah 10%. Untuk tahun 2009 tingkat inflasi di Kota Denpasar cukup stabil yaitu sebesar 4,37%.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 39 Tahun 2009 tentang Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Denpasar Tahun Anggaran 2010, dan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Denpasar Tahun Anggaran 2010 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Denpasar Tahun Anggaran 2010, maka target Pendapatan Daerah ditetapkan sebesar Rp 831.162.352.480,33 dan realisasi anggarannya mencapai sebesar Rp 903.834.642.262,61 atau 108,74%.
4746
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
45
Tabel 21. Struktur Pendapatan Daerah Kota Denpasar 2005-‐ 2010 Realisasi No Jenis
Pendapatan 2006 2007 2008 2009 2010 1 PAD 126.148.262.334,09 137.600.716.103,00 176.244.773.924,85 214.986.445.796,03 257.899.899.014,85 2 Dana
Perimbangan 413.102.255.184,00 421.045.325.052,00 458.231.062.934,00 522.496.002.736,00 499.195.166,820,00
3 Lain-‐lain Pendapatan yang sah
2.143.000.000,00 44.391.716.480,55 52.413.961.124,00 83.619.563.730,00 86.898.640.775,76
Total 541.393.517.518,09 603.037.757.635,99 686.889.797.982,85 821.102.012.262,03 843.993.706.610,61
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Denpasar 2010
Berkaitan dengan pelayanan pendidikan di Kota Denpasar, di tingkat Taman Kanak-‐kanak terdiri dari 1 negeri dan 207 swasta sehingga jumlah secara keseluruhan adalah 208 TK. Sedangkan untuk tingkat SD terdiri dari 173 negeri dan 44 swasta, sehingga jumlah keseluruhannya 217 Sekolah Dasar. Sedangkan untuk SMP terdiri dari 12 negeri, dan 46 swasta sehingga total jumlah sekolah SMP di Kota Denpasar sebanyak 58 SMP. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), jumlah secara keseluruhan ada 31 sekolah dengan perincian 8 negeri dan 23 adalah swasta.
Tabel 22. Gambaran umum pendidikan Sekolah Murid Guru Tingkat
pendidikan Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri dan swasta TK 1 207 86 17,941 1,245 SD 173 44 63,778 20,987 3,705 SMP 12 46 9,335 23,248 2,289 SMA 8 23 8,604 8,068 1,447 SMK 5 23 7,035 10,148 731
Sumber: Bali dalam Angka 2010.
Untuk pelayanan kesehatan, Kota Denpasar mengoperasikan 2 Rumah Sakit Umum Daerah dengan kapasitas 952 kamar inap dan juga 12 rumah sakit swasta dengan kapasitas 888 kamar inap. Sedangkan untuk Puskesmas memiliki 11 unit yang tersebar di 4 kecamatan. Selain itu untuk puskesmas pembantu ada 25 unit, puskesmas keliling ada 10 dan posyandu ada 443 unit. Sedangkan untuk tenaga medis di seluruh puskesmas Denpasar ada 41 dokter umum dan 24 dokter gigi ditambah dengan tenaga paramedis sebanyak 139.
4.3 HASIL SURVEI INDEKS PERSEPSI KORUPSI TII DI DENPASAR
Kota Denpasar tahun 2010 mendapatkan predikat dari hasil Survei yang dilakukan oleh Transparansi Internasional Indonesia (TI Indonesia) sebagai daerah yang rendah dalam perihal korupsinya. Metode penghitungan survei dengan menggunakan model Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK Indonesia) adalah dengan instrumen untuk pengukuran tingkat korupsi di kota-‐kota diseluruh Indonesia. Berbeda dengan CPI yang mengukur tingkat korupsi negara-‐negara di dunia, IPK Indonesia dibuat berdasarkan survei yang metodenya dikembangkan oleh TII Indonesia.
Survei dilakukan dengan cara wawancara tatap muka terhadap 9,237 responden pelaku bisnis, antara bulan Mei sampai Oktober 2010. IPK Indonesia mengukur tingkat korupsi di 50 kota di seluruh Indonesia, meliputi 33 provinsi ditambah dengan 17 kota lain yang signifikan secara ekonomi. Rentang penilaian antara 0 sampai dengan 10, dengan persepsi jika 10 itu sangat bersih.
46
Tahun 2010 lalu, Kota Denpasar mendapatkan skor paling tinggi (6,71) disusul Tegal (6,26), Solo (6,00), Jogjakarta dan Manokwari (5,81). Sementara kota Cirebon dan Pekanbaru mendapatkan skor terendah (3,61) disusul surabaya (3,94), Makasar (3,97) dan Jambi (4,13).
Angka (6,71) yang diperoleh Kota Denpasar sejatinya adalah nilai rata-‐rata dari beberapa variabel yang di survei oleh TII. Beberapa variabel tersebut beserta nilai adalah: (1) Perijinan bisnis (6,70), (2) Instalansi pelayanan umum (7,14), (3) Pembayaran pajak daerah (7,43), (4) Memberikan kontrak proyek daerah (6,80), (5) Mendapatkan keputusan hukum yang menguntungkan (6,99), (6) Mempengaruhi pembentukan kebijakan (7,27), (7) Pemerasan (7,38), (8) Gratifikasi (6,97), dan (9) Konflik kepentingan (6,91), sedangkan untuk dua variabel lain tergolong rendah yaitu: (1) Aparat pemerintah daerah (5,14), dan (2) Aparat penegak hukum daerah (5,08).
Di Kota Denpasar sendiri ada 120 jenis bisnis berdasarkan tipe dan ukuran usaha. Di antaranya, total perusahaan MNC ada 10, jenis usaha lokal ada 110, pengusaha kecil lokal dengan (1-‐19) pekerja ada 37, sedangkan untuk usaha menengah lokal (20-‐99) pekerja ada sekitar 47 usaha, dan untuk usaha besar (100 lebih) pekerja hanya ada 26 usaha. Selain itu jika berdasarkan sektor usaha, dari total 120 didominasi oleh sektor usaha perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah 42, disusul sektor manufaktur non migas sejumlah 23, transportasi 24, lembaga keuangan 15, jasa 10, komunikasi 3, konstruksi 4, dan terakhir listrik, gas dan air ada 2.
Untuk Kota Denpasar, skor IPK Indonesia 2010 sejalan dengan hasil survei integritas Pelayanan Publik KPK 2009, kedua survei tersebut menempatkan Kota Denpasar sebagai salah satu kota dengan skor terbaik.
4.4 STRATEGI DAN KONDISI PELAYANAN DI KOTA DENPASAR a. Instalansi Pelayanan Umum Ijin Usaha
Rapor baik dari TII tahun 2010 lalu yang menempatkan Kota Denpasar sebagai daerah terbersih dari korupsi sebenarnya cukup mengejutkan bagi Kepala Daerah bahkan keseluruhan birokrasi yang bekerja di Denpasar. Dianggap mengejutkan karena sebelumnya tahun 2006 survei Kota Denpasar menduduki posisi peringkat 36 dari 50 kota yang disurvei oleh TII.
Kenaikan dari peringkat 36 menuju peringkat pertama ini cukup signifikan, dan ternyata bukan pekerjaan yang mudah dan instan. Perubahan ini bukan tanpa rencana. Awal tahun 2006 adalah awal kebangkitan bagi Kota Denpasar itu sendiri. Kepala daerah mulai membenahi birokrasi untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
”Awalnya dulu saat kampanye kami dicecar perihal Denpasar yang masih dalam posisi 36 dari 50 kota. Kemudian setelah terpilih saya selaku walikota langsung meminta pembagian tugas kepada wakil walikota terpilih. Tugas tersebut adalah membenahi birokrasi dengan penerapan good governance dan khususnya perbaikan pelayanan ijin di Kota Denpasar. Saya langsung ke Jakarta bertemu dengan Pak Menteri, ke KPK bertemu dengan M. Jasin, dan ke BPKP untuk menawarkan kerjasama dengan Pemkot Denpasar untuk perbaikan birokrasi. Sehingga tepat tanggal 14 Agustus 2006 Pemkot Denpasar akhirnya resmi mendatangani MoU
4948
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
47
dengan MenPAN, KPK dan BPKP perihal Pembaharuan Tata Kelola Pemerintahan (PTKP) yang baik di kota Denpasar. Kunci awalnya di sini” 40
Hal tersebut bisa dilihat sebagai upaya dari Kepala Daerah Kota Denpasar untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan dan meningkatkan pelayanan publik. Komitmen itu dilakukan sejak akhir 2007 dengan bekerja sama (MoU) dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dengan KPK dan BPKP yang ditandatangani pada tanggal 14 Agustus 2006.
Secara keseluruhan kerjasama ini mempunyai tujuan untuk: 1) Mewujudkan pemerintahan yang efektif, efisien, dan bersih. 2) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik. 3). Melaksanakan upaya pencegahan terjadinya korupsi.. Sedangkan fokus dari perjanjian ini di antaranya untuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan pemerintah daerah, penerapan pakta integritas, pelaksanaan managemen berbasis kinerja, pelatihan dan bimbingan teknis terhadap pegawai negeri di Kota Denpasar.
Untuk melaksanakan perjanjian ini, Walikota Denpasar membentuk Tim Pelaksana yang dikoordinir oleh Sekretaris Daerah untuk menyiapkan segala hal yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini. Tim pelaksana ini berkoordinasi dengan pihak-‐pihak yang terikat dalam kerjasama ini. Segala biaya yang diperlukan oleh Pemkot Denpasar dalam pelaksanaan kerjasama ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD) Kota Denpasar, dan biaya yang diperlukan oleh KPK, Men.PAN, dan BPKP untuk melaksanakan ini dibebankan kepada anggaran KPK, Menpan, dan BPKP sesuai dengan perundang-‐undangan yang berlaku.
Beberapa sektor yang serius dibenahi adalah terkait dengan pelayanan umum khususnya Perijinan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Pembentukan PTSP di Kota Denpasar diilhami dan didasarkan pada payung hukum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.32/498/V/Bangda tentang Petunjuk Pelaksanaan Permendagri Nomor 24 Tahun 2006, memiliki tujuan dan sasaran untuk mewujudkan pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau, serta mampu meningkatkan hak-‐hak masyarakat dalam pelayanan publik.
Kemudian tindakan lebih lanjut ini dilakukan oleh Pemkot Denpasar dengan mengeluarkan Perda Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Perijinan Kota Denpasar. Perda ini memberi amanat kepada Dinas Perijinan untuk melakukan penyelenggaraan pelayanan yang semula dilaksanakan oleh berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Dinas Perijinan secara bertahap. Lebih lanjut, untuk memudahkan tata cara pelaksanaan pelayanan satu pintu tersebut, walikota Denpasar mengeluarkan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 53 Tahun 2007 tentang Pelayanan Perijinan Pada Pemerintah Kota Denpasar.
Akselerasi Dinas Perijinan di Kota Denpasar dalam proses pelayanan dituntut bisa membangun pencitraan yang positif kepada masyarakat. Hal ini hanya bisa dilakukan kalau ada kemauan yang kuat dalam membangun dan menciptakan mekanisme pelayanan yang di dalamnya mengandung penyederhanaan dan inovasi dalam hal:
� Percepatan waktu proses penyelesaian
40 Wawancara dengan Walikota Denpasar 2010-‐2015, Rai Dharmawijaya Mantra
48
� Kepastian biaya
� Kejelasan prosedur pelayanan
� Mengurangi berkas permohonan
� Pembebasan biaya perijinan bagi UKM baru dan
� Pelayanan informasi bagi masyarakat,
Beberapa kunci perubahan pada pelayanan tersebut terkait dengan waktu, biaya, dan pelayanan informasi tersebut disederhanakan menjadi singkat dan transparan. Kesemua penyederhanaan tersebut bertujuan untuk:
� Menghindari proses perijinan yang berbelit-‐belit
� Menghindari proses perijinan yang tidak transparan
� Menghindari persyaratan yang tidak mudah untuk dipenuhi oleh pemohon dan terkadang dobel
� Menghindari waktu penyelesaian proses penerbitan yang tidak pasti dan
� Menghindari biaya yang ditanggung oleh pemohon cukup mahal.
Penyederhanaan prosedur perijinan melalui pembentukan Dinas Perijinan merupakan salah satu upaya yang diharapkan bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat dalam penyederhanaan pelayanan perijinan dengan sasaran mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam disiplin investasi. Dalam hal ini, Dinas Perijinan memiliki sekian banyak target yang harus dipenuhi yang bermuara pada kondisi yang diinginkan dalam penyederhanaan pelayanan perijinan, antara lain menjadikan Dinas Perijinan sebagai lembaga yang benar-‐benar One Stop Service, di mana berbagai jenis perijinan yang saat ini masih ada tersebar di sekian banyak SKPD, yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Denpasar berdasarkan 33 (tiga puluh tiga) Perda, yang diklasifikasi menjadi 72 rumpun, yang terurai dalam 105 jenis perijinan, semuanya diurus dalam satu pintu, yaitu di Dinas Perijinan, serta merealisasikan kebijakan Pemerintah Kota Denpasar dalam penyederhanaan perijinan dengan Sistem Paralel.
Pada mulanya membentuk sebuah dinas yang memayungi satu pusat perijinan bukan tanpa masalah. Kendala pertama adalah meruntuhkan ego sektoral beberapa dinas, di mana mereka kurang sepakat dengan adanya ijin satu pintu. Alasan kurang sepakat tentu saja dengan adanya dinas perijinan, dinas yang lain tidak menpunyai lagi kewenangan untuk memungut retribusi dalam hal memberikan ijin kepada pemohon. Potensi ekonomi seperti ini sengaja dipertahankan oleh beberapa kepala dinas karena diduga menjadi lahan basah beberapa oknum dalam proses pemberian ijin.
”Awalnya sangat sulit meruntuhkan ego sektoral dari beberapa dinas untuk sepakat akan satu hal yaitu perijinan satu pintu. Alasan pertama karena kewenangan yang dipindahkan dalam hal memungut retribusi, alasan kedua karena ternyata proses perijinan dijadikan lahan basah oleh oknum dinas tertentu untuk memungut pungutan liar yang tidak sesuai dengan ketentuan tarif ”41
41 Wawancara Dengan Walikota Denpasar, Rai Dharmawijaya Mantra
5150
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
49
Untuk mewujudkan transparansi dalam proses perijinan, inovasi dilakukan oleh Dinas Perijinan adalah terbuka dalam hal informasi yang khusus tersedia dalam website; http://dinasperijinan.denpasarkota.go.id. Beberapa yang cukup inovatif yang tersedia dari website itu adalah terkait dengan informasi prosedur ijin dan formulir segala ijin yang dapat diunduh, ada mekanisme pengecekan ijin sehingga pemohon dapat melihat sejauh mana proses ijinnya berlangsung. Misalnya sudah dalam tahap mana ijinnya di proses, jika berhenti karena data ada yang kurang dan perlu dilengkapi. Selain itu ada mekanisme yang transparan terkait dengan adanya simulasi pemungutan retribusi ijin usaha yang ditampilkn di website Kota Denpasar. Sehingga sebelum mengajukan ijin pemohon bisa memperkirakan kira-‐kira biaya yang akan dikeluarkan untuk membayar perijinan. Hal ini juga untuk menghilangkan adanya pungutan diluar mekanisme tarif yang telah ditetapkan.
Di sisi lain, untuk meminimalisir adanya suap ataupun pungutan di luar ketentuan, Dinas Perijinan Kota Denpasar membuat sistem 3 kamar yang memisahkan langsung antara pemohon dan penentu pemberi ijin. Yaitu pemohon, front office dan back office.
Gamba
r 1. Prosedu
r Perijin
an da
n Pem
bagia
n Kam
arSumbe
r : h
ttp://
dinaspe
rijina
n.de
npasarkota.go
.id
5352
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
1
Terobosan tersebut terbukti cukup berhasil di mana antara pemohon dengan penentu kebijakan secara langsung tidak mendapatkan ruang interaksi sehingga tidak ada dalam permainan ijin. Ataupun antara pemohon dengan front office juga interaksinya sangat terbatas dalam hal pelayanan prosedur saja, terkait informasi yang detail bisa ditanyakan di kamar yang lain yaitu bagian informasi. Untuk pembayaran pun langsung dilayani oleh Bank BPD Bali yang langsung membuka kantor kas di Dinas Perijinan. Selain itu petugas front office selain dibekali dengan budaya pelayanan yang ramah dan rapi juga dibekali dengan perangkat kode etik dan konflik kepentingan. Kode etik Dinas Perijinan ini menjadi acuan dalam menegakkan integritas dan transparansi dalam pelayanan pemberian perijinan di Kota Denpasar.
Namun begitu, walaupun Dinas Perijinan sudah berbenah, karena kurangnya sosialisasi dan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengakses ijin secara transparan dan mindsite masyarakat yang masih mudah berupaya untuk melakukan suap hal ini menjadi tantangan tersendiri. Penyadaran terhadap masyarakat dalam mengakses ijin juga harus dilakukan. Hal ini sering terjadi di mana, pemohon mencoba menyuap petugas pelayanan karena ada hanbatan dalam kekurangan data untuk kelengkapan perijinan, ataupun pemohon yang tidak ingin repot sehingga memanfaatkan jasa pengurus perijinan. Padahal sebenarnya jika data lengkap dan bisa dikonfirmasi tentu saja akan berjalan dengan mudah, cepat dan murah.
”Dalam mengurus ijin usaha mendirikan stasiun tivi di Denpasar ini saya harus bolak-‐balik ke Dinas Perijinan karena harus melengkapi data-‐data yang kurang. Kemudian saya ingin jalan pintas dengan menyuap petugas front office, ternyata tidak mau. Atau bahkan hanya meminta nomor handphonenya pun ditolak. Hubungi saja bagian informasi katanya. Jadi memang Dinas ini mempunyai sistem yang bagus ”42
Sistem seperti di atas terbukti cukup efisien dalam melayani kebutuhan masyarakat. Hal ini terlihat dari polling yang wajib diisi oleh pemohon setelah selesai mengurus ijin di Dinas Perijinan. Polling ini bernama Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Dari awal Dinas ini dibentuk pada tahun 2008 sampai sekarang secara keseluruhan masyarakat cukup puas dengan pelayanan ijin satu pintu ini.
Tabel 23. Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Dinas Perijinan Kota Denpasar
No Bulan 2008 2009 2010 2011
1 Januari 70,91 75,39 77,25 78
2 Februari 68,51 76,32 77,5 76,25
3 Maret 74,06 74,58 76,25 76,75
4 April 73,69 74,88 76,5 70
5 Mei 72,83 75,25 75 77,5
6 Juni 77,8 75,02 75 77,75
7 Juli 77,9 74,46 76,75 74,5
8 Agustus 76,16 67,25 75,5 77,75
42 Wawancara dengan salah satu pengusaha yang akan mendirikan salah satu stasiun televisi di Kota
Denpasar. 2
9 September 76,38 76,5 78,5 76,75
10 Oktober 74,08 71,75 76,5
11 November 75,17 71,5 77,5
12 Desember 74,75 78,5 77,25
Sumber: Dinas Perijinan Kota Denpasar 2011
Pada tahun 2010 rata-‐rata indeks kepuasan masyarakat meningkat terhadap kinerja Dinas Perijinan Kota Denpasar. Dengan rata-‐rata 77,5 tersebut menandakan kinerja pelayanan perijinan cukup baik. Interval penilaian IKM 81,26-‐100 tergolong Sangat Baik, 62,51-‐81,25 masuk dalam kategori Baik. Sedangkan interval di bawah itu adalah kategori kurang baik dan buruk. Pelayanan yang tergolong baik ini berdampak pada meningkatknya permohonan ijin setiap tahun dan tentunya berdampak pada retribusi dari sektor perijinan yang meningkat bahkan over target.
Tabel 24. Statistik Perijinan Dinas Perijinan Kota Denpasar No Statistik 2008 2009 2010
1 Jumlah Pemohon 9837 9474 11725
2 Masih Dalam Proses 189 196 568
3 Ditangguhkan 43 59 294
4 Ditolak 927 1078 1062
5 Jumlah Ijin Terbit 8678 8141 9801
6 Retribusi Rp. 6.066.023.510,-‐ Rp. 5.137.856.117,-‐ Rp. 8.846.804.095,-‐
7 Target Rp. 3.798.000.000,-‐ Rp. 4.338.000.000,-‐ Rp. 4.338.000.000,-‐
Sumber: Dinas Perijinan Kota Denpasar 2011.
Selain berdampak pada peningkatan pendapatan daerah dari retribusi, banyaknya ijin usaha ini juga berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Denpasar. Menurut registrasi penduduk Kota Denpasar sesuai dengan hasil Sensus pada tahun 2010 berjumlah 788.445 Jiwa. Tahun 2010 dari angkatan kerja di Kota Denpasar sebanyak 310.832, penyerapan terbesar adalah di sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan rincian sebesar 127.581, 100.658 di sektor jasa-‐jasa, 35.245 terserap di sektor industri, 20.816 di sektor transportasi, 17.026 terserap di sektor konstruksi dan 9.506 orang terserap di sektor pertanian. Ditinjau dari tingkat pendidikan, kualitas pencari kerja di Kota Denpasar semakin meningkat karena dari jumlah pencari kerja yang terdaftar di dominasi oleh lulusan Sarjana 42,90%, Diploma 21,75%, SLTA 34,17%, SLTP 1,02% dan SD 0,25%.
Sebagian besar penduduk yang bekerja memiliki lapangan usaha utama pada sektor jasa sebesar 48,98%, sektor perdagangan 32,25% sektor pertanian 4.22% serta sektor lainnya 0,57%. Sampai akhir tahun 2008 tercatat secara kumulatif pencari kerja sebanyak 4.588 orang dan lowongan kerja yang ada 2650 (baik dalam maupun luar negeri).
Nampaknya Pemkot Denpasar tidak cukup puas dengan “keberhasilan” merubah kinerja birokrasi menjadi lebih baik. Pasca MoU pertama dengan Kemen.PAN, KPK dan BPKP pada tahun 2006 dan yang berakhir tahun 2009, kerjasama tetap dilakukan dengan menyambung kembali MoU periode kedua yang ditandatangani pada tanggal 26 Agustus
5554
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
3
2009. Sedangkan tujuan dan materi MoU tetap sama dari perjanjian sebelumnya. Komitmen ini yang kemudian melahirkan semangat baru lagi untuk berinovasi.
Terbukti beberapa kebijakan lahir kembali satu tahun setelah kerjasama tersebut diperbaharui. Terobosan baru tersebut adalah Pemkot melahirkan kemudahan dalam hal perijinan yaitu 1) Pelaksanaan Pelayanan Ijin Sistem Paket dengan Peraturan Walikota Nomor 6 tahun 2010. 2) Pembebasan Biaya atau Retribusi Pelayanan Perijinan SIUP dan atau TDP untuk usaha kecil menengah. Ditandai dengan Peraturan Walikota Nomor 8 tahun 2010. serta 3). Pelayanan Perijinan Satu Hari Jadi.
Untuk pelayanan ijin satu paket misalnya memberikan kemudahan dari beberapa ijin yang kemudian diproses secara bersama sesuai dengan ketentuan undang-‐undang yang berlaku yaitu: Ijin Prinsip Usaha, Persetujuan Prinsip Pembangunan, IMB, HO dengan ijin operasional. Sedangkan untuk Pembebasan Biaya Rretribusi Pelayanan SIUP dan TDP kepada bidang usaha yang neraca keuangannya di bawah Rp50.000.000,-‐ dan perusahaan perorangan serta Usaha Kecil Menengah. Selain resmi mendapatkan ijin, legalitas tersebut juga dapat dijadikan jaminan kemudahan untuk memperoleh tambahan dana berupa kredit.
“Saya sedang membangun sebuah toko, namun karena beberapa masih kurang surat-‐surat kelengkapan saya terpaksa bolak-‐balik melengkapinya. Walaupun bolak-‐balik usaha ini saya lakukan karena jika saya mendapatkan ijin usaha, saya akan lebih mudah mengakses kredit usaha di Bank.”43
Sedangkan untuk Pelayanan Perijinan Satu Hari jadi hal ini juga berlaku untuk usaha yang neracanya di bawah Rp50.000.000,-‐ atau UMKM dan perseorangan. Dengan kapasitas usaha yang tergolong kecil inilah kemudahan pun bertambah dengan mempercepat ijin hanya satu hari jadi. Walaupun satu hari jadi dan gratis, namun ketentuan perijinan harus diikuti sesuai dengan keputusan walikota sebagai payung hukumnya.
a. Instalansi Pelayanan Umum Pelayanan Pajak
Rapor baik dari survei yang dilakukan oleh TII juga termasuk pada sektor pelayanan pajak yang mendapat skor 7,4 dari 0-‐10. Pelayanan pajak di Kota Denpasar ditangani oleh Dinas Pendapatan. Dinas ini selain memungut pajak juga mengumpulkan pendapatan dari hasil retribusi. Secara tidak langsung perbaikan dalam sistem satu pintu pada Dinas Perijinan juga berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah khususnya pajak. Di mana data usaha dari Dinas Perijinan dapat dicek dan disinkronisasi dengan data Dinas Pendapatan Daerah untuk keperluan memungut pajak atau retribusi.
Tabel 25. Retribusi Perijinan Kota Denpasar 2010 Uraian Target Realisasi Prosentase (%) Retribusi IMB 3.850.000.000,00 6.783.273.437,00 176,19 Retribusi Ijin Gangguan 770.000.000,00 1.418.957.837,00 184,28 Retribusi Ijin Trayek 2.500.000,00 2.985.000,00 184,28 Retribusi Pemindahan Kendaraan Bermotor
-‐ 7.000.000
43 Wawancara dengan salah satu pemohon Ijin Usaha Toko.
b.
4
Retribusi Perijinan Terterntu Lainya
282.300.000,00 303.160.000,00 107,39
Pada tahun 2010, jumlah Wajib Pajak di Kota Denpasar adalah 1.997 WP, dengan klasifikasi 331 Hotel, 663 Restoran/RM, dan 241 Tempat Hiburan Dinas Pendapatan Kota Denpasar mempunyai tanggungjawab mengelola pajak 4 sektor tersebut ditambah dengan tiga sektor lainnya yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penerangan Jalan, sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sedang dalam pengkajian yang akan dimulai 1 januari 2013.
Tabel 26. Penerimaan Pajak Tahun 2010 Uraian Target Realisasi Prosentase (%)
Pajak Hotel 71.000.000.000,00 82.916.476.229,07 116,78 Pajak Restoran 27.500.000.000,00 32.545.474.435,10 118,35 Pajak Hiburan 5.400.000.000,00 6.295.782.409,00 116,59 PPJ 30.000.000.000,00 34.159.164.510,00 113,86 PBB 53.624.000.000,00 59.615.459.410,00 111,17 BPHTB 30.216.000.000,00 60.907.625.611,00 201,57
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Denpasar 2010
Kota Denpasar mengalami peningkatan PAD setiap tahunnya. Hal ini berkorelasi positif dengan total pendapatan daerah, walaupun masih didDominasi oleh Dana Perimbangan dari Pusat. Kontribusi PAD terhadap total pendapatan Kota Denpasar rata-‐rata selama 2006-‐2010 mencapai 25,07%.
Tabel 27. Kontrbusi PAD terhadap Pendapatan Kota Denpasar (2006-‐ 2010) TA Jumlah PAD Total Pendapatan Prosentase
2006 126.148.262.334,09 541.393.517.518,09 23,30 % 2007 137.600.716.103,44 603.037.757.635,99 22,82 % 2008 176.244.773.924,85 686.889.797.982,85 25,66 % 2009 214.986.445.796,03 821.102.012.262,03 26,18 % 2010 257.899.899.014,85 903.834.642.262,61 28, 53 %
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Denpasar
Kebijakan pemerintah Kota Denpasar dalam meningkatkan pendapatan daerah pada bidang pajak derah adalah dengan:
1. Menyederhanakan prosedur dan administrasi pemungutan pajak daerah.
Peningkatan pendapatan daerah tersebut seiring dengan adanya inovasi dalam pelayanan pajak di dinas pendapatan. Hampir sama seperti pada dinas perijinan, pelayanan pajak juga menggunakan sistem satu pintu atau loket yang disediakan. Prosedur dan Pelayanan adminsitrasi, informasi dan pembayaran terletak pada kamar yang berbeda sehingga mempermudah proses pembayaran pajak.
2. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat wajib pajak.
Pelayanan dilakukan dengan cara yang ramah berbalut dengan adat istiadat Bali serta dengan sikap yang kooperatif. Tujuannya adalah masyarakat wajib pajak merasa nyaman dengan petugas pajak.
“Para pegawai pemungut pajak kami saat turun ke lapangan selalu mengunakan pakaian adat dan mengedepankan sikap ramah. Hal ini agar wajib pajak merasa
5756
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
5
nyaman dan memudahkan berkomunikasi untuk pendataan dan pemungutan pajak.”44
Selain itu peningkatan pelayanan juga menuntut adanya perbaikan kualitas pelayanan dalam melayani masyarakat. Oleh sebab itu Dinas Pendapatan Daerah bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta mengadakan kerjasama untuk meningkatkan kualitas SDM. Kerjasama tersebut ditandatangani pada tanggal 19 Juli 2010. Tujuan dari kerjasama tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan SDM di Kota Denpasar secara optimasl dalam menunjang proses pembangunan yang berkelanjutan.
Bentuk dari kerjasama ini adalah pelaksanaan pendidikan dan pelatihan SDM Kota Denpasar, dan salah satu realisasi kerjasamanya adalah dengan pelatihan petugas Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
3. Melakukan strategi Intensifikasi dan Ekstensifikasi melalui kegiatan
a. Mendata Wajib Pajak yang belum melaporkan usahanya untuk ditetapkan menjadi wajib pajak daerah.
Hal ini dilakukan oleh petugas verifikasi dari Dinas Pendapatan bekerjasama dengan Dirjen Pajak. Mekanisme ini dilakukan karena masih banyak usaha yang bergerak di Kota Denpasar akan tetapi belum mempunyai ijin. Biasanya usaha tersebut berdiri sebelum ada mekanisme ijin satu pintu sehingga belum bisa terdata secara online pada Dinas Perijinan.
“Saya pernah berelasi dengan pengusaha di Jakarta, dia ingin membeli sebuah usaha restoran dan hotel di Kota Denpasar dan menyuruh saya untuk mengecek tentang ijin usahanya. Namun saat saya tanya pada Dinas Perijinan, tidak ditemukan ijin usaha atas hotel dan restoran tersebut. Sehingga pengusaha tersebut urung membeli.”45
Lepas dari baiknya kinerja Dinas Perijinan sejak lembaga itu berdiri tahun 2008, catatan ini masih menjadi kelemahan di mana untuk perusahaan yang berdiri sebelum tahun 2008 sering tidak terdaftar ijinnya, sehingga tentunya ini juga berdampak pada pajak usaha tersebut yang seharusnya dibayarkan ke kas daerah. Fenomena ini ketika di konfirmasi pada pihak yang terkait juga belum ada langkah antisipasi dan kerjasama antara Dinas Perijinan, Dinas Pendapatan dan Penegak Hukum di Kota Denpasar.
“Keterbatasan kami adalah mengupdate kembali atau mengecek usaha-‐usaha yang belum mendapatkan ijin. Ini cukup susah karena kami baru lahir (tahun) 2008 sehingga untuk tahun-‐tahun sebelumnya memang butuh kerja lebih. Kesulitannya selain belum ada mekanisme dengan penegak hukum misalnya aparat Satpol PP saat kami melakukan razia masih menjadi kendala. Ataupun dengan Dinas Pendapatan sering satu forum tetapi belum ada mekanisme resmi bentuk kerjasama.”
44 Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Kota Denpasar 45 Wawancara dengan salah seorang pengusaha dan juga aktivis buruh.
6
Ketika dikonfirmasi kepada Dinas Pendapatan, ternyata juga belum memiliki sistem kerjasama untuk mengefisienkan kinerja intensifikasi bekerja sama dengan Dinas Perijinan. Misalnya dengan sistem online yang bisa diakses kedua dinas tersebut.
“Belum ada mekanisme khusus untuk sistem data online. Namun kami bekerjasama dengan Dirjen Pajak selalu melakukan survei pajak setiap tahun agar bisa mendata wajib pajak yang belum terdaftar menjadi terdaftar dan membayar pajak.”
b. Melakukan pemeriksaan/audit kepada wajib pajak yang belum optimal pembayaran pajaknya.
Kegiatan ini dilakukan setiap bulan menghitung dan mengecek ulang biaya pajak yang seharusnya untuk beberapa perusahaan dan bidang usaha. Untuk melakukan ini ada tim khusus yang akan datang kepada wajib pajak dan melakukan penghitungan ulang. Untuk meningkatkan kinerja ini Dinas Pendapatan bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar dalam hal pemeriksaan untuk peningkatan pajak. Bentuk kerjasamanya adalah FE Unud sebagai konsultan dalam pengkajian pajak-‐pajak daerah. Sehingga ketika terjadi perselisihan hitungan antara WP dan Dinas Pendapatan, FE Unud mampu menjadi penengah dan pihak yang lebih objektif dalam menghitung biaya pajak yang harus dibayarkan ke kas daerah. Kerjasama ini awalnya ditandatangani dan mulai berlaku sejak tanggal 19 April 2010.
4. Memberikan penghargaan dan hadiah uang kepada Wajib Pajak terbaik di Kota Denpasar.
Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi wajib pajak dalam membayarkan kewajibannya. Pemberian penghargaan terhadap wajib pajak tersebut biasanya dilakukan bertepatan dengan moment ulang tahun Kota Denpasar. Seperti tahun 2011 ini Walikota Denpasar diwakili Sekretaris Daerah Kota Denpasar, A.A. Ngurah Rai Iswara, Pada hari Rabu tanggal 9 Maret 2011 dilaksanakan penyerahan Penghargaan kepada Wajib Pajak Hotel dan Restoran Terbaik Tahun 2010.
Sesuai dengan program pembinaan berkelanjutan yang merupakan penjabaran salah satu Misi Dispenda Kota Denpasar, penghargaan ini diberikan oleh Pemerintah Kota untuk memotivasi pengusaha yang ada di Kota Denpasar khususnya pengusaha yang bergerak di bidang hotel dan restoran. Acara penyerahan penghargaan ini dilaksanakan di Desa Wisata Kesiman Kertalangu
Sebelumnya untuk penyerahan juara I dilaksanakan bertepatan dengan HUT Pemerintah Kota Denpasar di Taman Budaya Art Centre Denpasar. Penyerahan penghargaan ini diserahkan oleh Sekretaris Daerah Kota Denpasar, A.A. Ngurah Rai Iswara didampingi Kepala Dinas Pendapatan Kota Denpasar Drs. Ida Bagus Subrata, MM.
Adapun Wajib Pajak Hotel dan Restoran yang mendapat penghargaan adalah: Nama wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran Penerima penghargaan terbaik kota Denpasar tahun 2010 Peringkat Hotel Bintang Hotel Melati Restoran
1 Hotel Sanur Beach The Gangsa Villa Gubug Makan Mang
5958
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
7
Engking 2 The Grand Bali Beach Hotel Cianjur Warung Subak 3 Hotel Puri Santrian Villa Waka Maya UD. Cafe Batu Jimba 4 CV. Hotel Tanjung Sari Fave Hotel Bali Bakery Patisserie 5 Sanur Paradise Plaza Hotel Palm Garden Hongkong Garden Rest 6 Hotel Griya Santrian PT. Bumi Ayu Bungalow Food Centre Tiara
Dewata 7 Hotel & Rest. Tamukami 8 Mercure Resort Sanur 9 The Cakra Bali Hotel 10 Hotel Peneeda View
4.5 FAKTOR PENYEBAB PERBAIKAN PELAYANAN UMUM
Berdasarkan dari pengalaman Kota Denpasar mendapatkan nilai terbaik dalam hal persepsi korupsi dan pelayanan public sesuai KPK, ada beberapa faktor yang menyebabkan beberapa kemajuan dalam reformasi birokrasi berjalan dengan cukup baik.
a. Political Will dan Komitmen. “Menghadapi masa depan yang kian dinamis, terbuka dan mengglobal tentu saja
tidak cukup dengan mengandalkan jati diri itu,” kata Walikota IB Rai Dharmawijaya Mantra. Dibutuhkan pula kesadaran kreatif yang terungkap mulai pada visi hingga penerapannya di lapangan. Kreativitas membuat sebuah kota lentur pada perubahan dan mampu menghadapi tantangan yang senantiasa berubah dengan cepat. Tetapi di pihak lain, kota dan warganya tidak kehilangan identitas yang memberikan makna bagi kehidupan mereka.
Rai Mantra –begitu dia akrab dipanggil– memadukan jati diri dan kreativitas itu sepertinya bukan hal yang berlebihan. Ia memiliki latar pendidikan formal yang memadukan sains dan humaniora serta dibesarkan di lingkungan keluarga dengan nuansa budaya dan spiritual yang kental. Pengalaman kerja sebagai ketua HIPMI sangat dinamis dengan spirit kreativitas serta entrepreneurhsip.
Pada era pertama sebagai Wawali dalam paket Wali-‐Wawali A.A. Puspayoga -‐ I.B. Rai Dharmawijaya Mantra, kepedulian untuk mewujudkan jati diri kota dikembangkan melalui konsep Kota Denpasar Berwawasan Budaya dengan sosialisasi dan aplikasi yang intens. Ia komitmen dengan perbaikan reformasi birokrasi di Kota Denpasar, sehingga sempat ia menantang walikota, “Saya dikasih pekerjaan apa pak? Kalau tidak ada mending saya menjadi pengusaha saja.” Dan akhirnya pada tahun 2007, Mantra yang fokus membenahi masalah birokrasi di Kota Denpasar. Terobosan yang dilakukan adalah dengan pergi ke Jakarta mempersiapkan kerjasama dengan Kementerian PAN, KPK dan serta BPKP. Dampaknya perbaikan birokrasi dibenahi dengan pelatihan dan pendampingan untuk aparatur.
Selain itu, Pemkot Denpasar yang dipimpin IB Rai Dharmawijaya Mantra juga sangat fokus dalam pembentukan Dinas Perijinan, pembentukan dan pembangunan sistem dalam dinas ini langsung di bawah koordinasi wakil walikota saat itu, dan sampai sekarang juga masih menjadi fokus pembangunan walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra.
8
“Kami langsung disupervisi oleh pak Wakil Walikota. Baik dari sistem sampai terobosan-‐terobosan perijinan.”46
Pada era kedua sebagai Walikota dalam paket Wali – Wawali I.B Rai Dharmawijaya Mantra – IGN Jayanegara, ketekunan mereka untuk menguatkan jati diri kota dikawal melalui konsep Kota Denpasar Kreatif Berbasis Budaya Unggulan.
Proses perbaikan reformasi birokrasi juga tidak berhenti, beberapa peningkatan dalam pelayanan publik dilakukan. Misalnya kerja sama dengan MenPAN, KPK dan BPKP diperbaharui kembali untuk peningkatan. Serta terbuka dengan arus informasi yang ada guna meningkatkan pelayanan. Bukan hanya aparatur birokrasi di daerah, sang walikota sendiri juga ikut studi banding ke Harvard University dengan beberapa walikota lain belajar tetang reformasi birokrasi di Amerika melalui program Kemendagri yang dipandu oleh Eko Prasojo.
b. Budaya Organisasi dan Pola Pikir Birokrasi.
Kota Denpasar mempunyai motto yang bersumber dari nilai-‐nilai budaya Bali yaitu “Sewaka Dharma” yang artinya Melayani Adalah Kewajiban.
Metode penerapan good governance dalam sebuah negara kepulauan seperti Indonesia tidak harus sama dan sebangun dengan negara yang tidak berbentuk kepulauan.47 Demikian pula dengan metode penerapan good governance antara negara besar (maju) dan negara kecil (sedang berkembang). Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan dalam penerapan good governance di Indonesia tidak boleh latah untuk mengikuti cara yang dilakukan Amerika ataupun negara maju lainnya.
Untuk mengatasi gap antara model penerapan good governance di negara maju dengan Indonesia yang mempunyai kekayaan kearifan lokal yang sangat beragam tentu saja harus mendapat perhatian khusus. Jalan tengah yang sering disarankan oleh beberapa pakar dan kepala daerah adalah dengan memodifikasi model penerapan good governance negara berkembang diselaraskan dengan nilai sosial budaya masyarakat atau kearifan lokal masing-‐masing daerah. Praktik inilah yang coba diterapkan oleh Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra yang membingkai konsep pengelolaan pemerintahan yang baik dengan nilai kearifan lokal yaitu Sewaka Dharma. Sewaka berasal dari kata Seva dalam bahasa Sansekerta yang berarti Melayani, sedangkan Dharma adalah Kewajiban, sehingga Sewaka Dharma mengandung arti filofosi Bali bahwa Melayani Masyarakat Adalah Kewajiban. Konon konsep ini lahir dari kebiasaan dan perilaku masyarakat Bali secara turun temurun yang dilaksanakan dan diyakini sebagai kewajiban.
Prinsip Sewaka Dharma inilah yang dijadikan slogan oleh IB Rai Dharmawijaya Mantra selaku walikota dalam memimpin seluruh instansi dan jajaranya dalam pemerintahan sampai tingkat desa. Sebagai seorang anak dari tokoh adat kharismatik di Bali umumnya dan Denpasar pada khususnya, sang walikota membumikan filosofi Melayani adalah Kewajiban ke dalam setiap aparatur pemerintah untuk melayani masyarakat. Mulai dari Sekretaris Daerah, Kepala Dinas, Camat dan bahkan Kepala Desa selalu memegang dan meyakini filosofi ini dalam melayani masyarakat. Alhasil, disinyalir
46 Wawancara dengan kepala Dinas Perijinan 47 Carunia Mulia Firdausy dalam “Konsep dan Kebijakan Good Governance; Suatu Tinjauan Ekonomi”
6160
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
10
Keberhasilan dari program juga ditentukan oleh keberpihakan program-‐program tersebut terhadap kebutuhan masyarakat. Karenanya, dalam pengembangan suatu program perlu diperhatikan sejauhmana program tersebut. sangat dekat dan dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan keterkaitan dan sinergitas antara satu program dengan program lainnya.48
Kota Denpasar memiliki prioritas program melakukan reformasi birokrasi untuk meningkatkan pelayanan publik. Prioritas tersebut terlihat dari pelayanan umum yaitu ijin usaha dan pelayanan pajak yang cukup bagus. Akan tetapi untuk pelayanan wajib seperti pendidikan dan kesehatan belum seperti yang ada pada sektor prioritas yaitu ijin usaha. Artinya prioritas yang lain belum tergarap.
“Untuk perbaikan pelayanan ijin dengan reformasi birokrasi sudah menjadi prioritas sejak lama. Dan baru terealisasi sekarang 2010 menjadi yang terbaik. Sedangkan sektor yang lain seperi pendidikan dan kesehatan juga menjadi prioritas namun belum maksimal.“49
4.6 CATATAN KRITIS ATAS RISET
Proses pelayanan umum khususnya perijinan di Kota Denpasar bukan tanpa masalah dan belum sempurna, masih ada beberapa kekurangan di dalamnya. Di antaranya, pertama, masih belum ada mekanisme dalam mengawasi petugas yang melakukan cek lapangan di mana dalam tugas tersebut petugas bertemu langsung atau bertatap muka dengan pemohon ijin. Tentunya hal ini berpeluang member potensi bagi terjadinya suap dan transaksi lainya yang dapat mempengaruhi penentuan pemberian ijin di luar mekanisme.
Kedua, penyadaran terhadap masyarakat juga perlu dilakukan. Hal ini agar terjadi keseimbangan informasi antara pemerintah dengan masyarakat sehingga pola pikir dan anggapan masyarakat yang masih lekat dengan budaya suap misalnya saat mengurus Surat Ijin Mengemudi (SIM) tidak terjadi dalam proses perijinan di Kota Denpasar. Pemkot sudah menyiapkan mekanisme yang mudah dan transparan, namun sebagai pemohon masyarakat kita masih lekat dengan budaya mencari jalan pintas dan menyuap. Buktinya, saat peneliti sedang memantau proses perijinan di Dinas Denpasar, peneliti dikira sebagai calo oleh seseorang.
“Pak, tolong saya kesulitan dalam proses legalisir akta IMB. Kalau bapak punya orang dalam tolong diuruskan pak. Saya berani bayar 1.000.000,-‐”50
Di sisi lain, walaupun perijinan sudah mudah dan transparan dengan beberapa terobosan, pemohon masih sering menggunakan jasa pengurusan ijin. Tidak mengurus secara langsung. Hal ini memang tidak dilarang, akan tetapi jika pemilik jasa tersebut punya relasi dengan orang Dinas Perijinan, bisa jadi ini menjadi pintu masuk suap dalam proses perijinan.
48 Eko Prasojo, Reformasi Birokrasi dan Good Governance: Kasus Best Practices dari Sejumlah Daerah di
Indonesia. Makalah 2008. 49 Wawancara dengan Walikota Denpasar 50 Wawancara dengan Pemohon Perbaharuan Legalisir IMB. 9
walaupun perlu riset lebih lanjut, bahwa filosofi ini berpengaruh besar terhadap proses penerapan good governance di Kota Denpasar.
Proses ideologisasi filosofi ini melalui dua proses dengan tujuan yang berbeda, pertama untuk merubah mindset (pola pikir) aparatur yaitu melalui media rapat dan pencantuman moto pelayanan ini pada setiap instansi di mana setiap rapat dan melayani masyarakat selalu berpegang pada Sewaka Dharma. Kedua, filosofi ini dijadikan sebuah nama media berupa majalah “Sewaka Dharma” yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Denpasar dan ditujukan untuk umum yaitu masyarakat pada khususnya. Media ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui kerja-‐kerja pelayanan masyarakat sehingga ketika membutuhkan akses dapat segera menghubungi aparat pemerintah untuk mengatasi. Dalam hal ini di Kota Denpasar memberlakukan layanan dari pemerintah yaitu pengaduan masyarakat yang aktif selama 24 jam.
Budaya organisasi bahwa melayani adalah kewajiban ini cukup mengakar di birokrasi Kota Denpasar. Dari pimpinan sampai pegawai biasa mengedepankan nilai ini dalam setiap pelayanan. Bukan hanya slogan akan tetapi juga dipraktikkan dalam pelayanan terhadap masyarakat, sebagai contoh terkait dengan laporan masyarakat.
Akses pengaduan masyarakat terdiri dari:
1. Hot Line Hallo Denpasar dengan Kode Akses (0361) 265656 2. Call Center (0361) 223333 3. Radio Pemerintah Kota Denpasar (RPKD 91,45 FM) Telpon (0361) 244444 4. Website Denpasarkota.go.id 5. Pelayanan Pengaduan Masing-‐Masing SKPD terutama melalui Kotak Pengaduan.
Pada tahun 2009 pengaduan yang masuk melalui Hot Line Hallo Denpasar sebanyak 245 buah dan sekitar 90% telah ditangani oleh SKPD terkait, sekitar 5% dikoordinasikan dengan instansi vertikal, dan sekitar 5% belum dapat ditangani karena terbentur kendala teknis. Sedangkan kritik dan saran yang masuk melalui website denpasar.go.id dari tahun 2009 sampai dengan Pebruari 2010 sebanyak 3.086 buah dan sudah ditanggapi oleh masing-‐masing SKPD sebesar 69,70% atau sebanyak 2.151 buah.
Bagan/Alur Penanganan Pengaduan Masyarakat
Sumber : www.denpasar.go.id
c. Pemilihan Prioritas Program.
Laporan Masyarakat
Berupa : Surat, E-mail, Telpon, Langsung, Mdia Massa
Proses Pada SKPD
Mengkaji, Analisa, memutuskan perlu diperiksa ke lapangan atau tidak
Ditindaklanjuti/Dikoordinasikan
Monitoring TIndak lanjut
Laporan Kepada Walikota
9
walaupun perlu riset lebih lanjut, bahwa filosofi ini berpengaruh besar terhadap proses penerapan good governance di Kota Denpasar.
Proses ideologisasi filosofi ini melalui dua proses dengan tujuan yang berbeda, pertama untuk merubah mindset (pola pikir) aparatur yaitu melalui media rapat dan pencantuman moto pelayanan ini pada setiap instansi di mana setiap rapat dan melayani masyarakat selalu berpegang pada Sewaka Dharma. Kedua, filosofi ini dijadikan sebuah nama media berupa majalah “Sewaka Dharma” yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Denpasar dan ditujukan untuk umum yaitu masyarakat pada khususnya. Media ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui kerja-‐kerja pelayanan masyarakat sehingga ketika membutuhkan akses dapat segera menghubungi aparat pemerintah untuk mengatasi. Dalam hal ini di Kota Denpasar memberlakukan layanan dari pemerintah yaitu pengaduan masyarakat yang aktif selama 24 jam.
Budaya organisasi bahwa melayani adalah kewajiban ini cukup mengakar di birokrasi Kota Denpasar. Dari pimpinan sampai pegawai biasa mengedepankan nilai ini dalam setiap pelayanan. Bukan hanya slogan akan tetapi juga dipraktikkan dalam pelayanan terhadap masyarakat, sebagai contoh terkait dengan laporan masyarakat.
Akses pengaduan masyarakat terdiri dari:
1. Hot Line Hallo Denpasar dengan Kode Akses (0361) 265656 2. Call Center (0361) 223333 3. Radio Pemerintah Kota Denpasar (RPKD 91,45 FM) Telpon (0361) 244444 4. Website Denpasarkota.go.id 5. Pelayanan Pengaduan Masing-‐Masing SKPD terutama melalui Kotak Pengaduan.
Pada tahun 2009 pengaduan yang masuk melalui Hot Line Hallo Denpasar sebanyak 245 buah dan sekitar 90% telah ditangani oleh SKPD terkait, sekitar 5% dikoordinasikan dengan instansi vertikal, dan sekitar 5% belum dapat ditangani karena terbentur kendala teknis. Sedangkan kritik dan saran yang masuk melalui website denpasar.go.id dari tahun 2009 sampai dengan Pebruari 2010 sebanyak 3.086 buah dan sudah ditanggapi oleh masing-‐masing SKPD sebesar 69,70% atau sebanyak 2.151 buah.
Bagan/Alur Penanganan Pengaduan Masyarakat
Sumber : www.denpasar.go.id
c. Pemilihan Prioritas Program.
Laporan Masyarakat
Berupa : Surat, E-mail, Telpon, Langsung, Mdia Massa
Proses Pada SKPD
Mengkaji, Analisa, memutuskan perlu diperiksa ke lapangan atau tidak
Ditindaklanjuti/Dikoordinasikan
Monitoring TIndak lanjut
Laporan Kepada Walikota
6362
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
11
“Tidak dipungkiri banyak pengusaha yang tidak mengurus sendiri namun memakai jasa pengurusan ini. Dan sebenarnya itu tidak masalah jika prosedur ijin ditaati dan kelengkapan administrasi dan surat-‐surat dilengkapi. Namun seminimal mungkin staf yang ada di Dinas dan back office menghindari interaksi dengan pemohon dari jasa tersebut. Koordinasi bisa di bagian informasi.”51 Ketiga, semenjak d-‐Dinas perijinan ini didirikan dan mekanisme ijin satu pintu
sudah dilaksanakan, tetapi masih ada Keputusan Walikota yang belum diperbaharui. Keputusan tersebut adalah tentang Petunjuk Pelaksanaan Penandatanganan Perijinan Tertentu Pada Dinas Perijinan Kota Denpasar. Ketentuan tersebut diatur dalam Keputusan Walikota Nomor 26 Tahun 2008 yang berisi bahwa untuk perijinan tertentu kewenangan penandatanganannya dilaksanakan Dinas Perijinan atau Instansi Teknis setelah mendapatkan rekomendasi walikota.
Berikut adalah jenis-‐jenis perijinan tertentu yang dalam penandatangannya memerlukan rekomendasi Walikota/Instansi Teknis:
Tabel 28. Daftar Jenis Perijinan yang memerlukan Rekomendasi Walikota. No Jenis Ijin Peruntukan Satuan Skala/Besaran 1 Persetujuan Prinsip
Membangun Rumah Sakit - luas lahan - luas bangunan - jumlah tempat tidur Gelanggang Olahraga Sekolah Pusat Perbelanjaan Komplek Ruko, Rukan. SPBU dan SPBG Hotel Berbintang/Condotel - luas lahan - luas bangunan - kamar
M2 M2 Bh M2 M2 Ha M2 -‐ M2 M2 Bh
≥ 10.000 ≥ 5000 ≥ 100 ≥ 10.000 ≥ 5000 Semua Besaran ≥ 10.000 Semua Besaran ≥ 10.000 ≥ 5000 ≥ 100
2 Ijin LOkasi a. usaha pertanian b. usaha bukan
pertanian
M2 M2
≥ 50.000 ≥ 30.000
3 Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah
a. kawasan pemukiman b. kawasan pengadaan
barang dan jasa
M2 M2
≥ 10.000 ≥ 10.000
4 Surat Ijin Usaha Perdagangan Minumam (SIUP-‐MB)
Perdagangan minuman beralkohol golongan B dan C
Ltr Semua Besaran
5 Ijin Usaha Industri IUI Besar Rp (juta)
≥ 500.000.000
6 Ijin Usaha Bahan Bakar Ijin Usaha Pangkalan: a. pangkalan minyak
tanah perusahaan besar
Rp (Juta) Rp
≥ 500.000.000
51 Wawancara dengan Kepala Dinas Perijinan
12
b. Pangkalan Gas Perusahaan Besar
(Juta) ≥ 500.000.000
7 Ijin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum
1. Ijin Prinsip Taman rekreasi
2. Ijin Prinsip Gelanggang Renang
3. Ijin Prinsip Padang Golf
4. Ijin Prinsip Gelanggang Bowling
5. Ijin Prinsip Rumah Bilyard
6. Ijin Prinsip Panggung Tertutup
7. Ijin Prinsip Dunia Fantasi (Theme Park)
M2 (LB) M2 M2 Line Meja M2 M2
≥ 10.000 500 s/d 1000 Semua Besaran Semua Besaran Semua Besaran Semua Besaran ≥ 10.000
Sumber: Keputusan Walikota Denpasar Nomor 26 Tahun 2008
Mekanisme yang masih menggunakan rekomendasi Walikota atau Dinas terkait sepertinya masih berpotensi memberikan ruang transaksional antara pengusaha dengan pejabat di daerah. Apalagi mekanisme permohonan ijin masuk ke meja walikota atau pejabat terkait yang tidak ada transparansi dan parameter pemberian ijinnya.
Setelah dirujuk ke atas payung hukumnya, keputusan walikota ini memang merujuk pada peraturan-‐peraturan daerah yang telah ada tahun 2001-‐2003 terkait dengan tujuh point yang memerlukan ijin walikota. Namun tidak satupun menjelaskan bahwa salah satu ijin usaha tertentu telah dilarang berdiri di Kota Denpasar karena overload misalnya, atau tidak sesuai dengan tata ruang.
Perizinan Membangun Hotel
Misalnya untuk pembangunan hotel di Kota Denpasar, ijin harus sesuai dengan rekomendasi Walikota sehingga beberapa pengusaha dari luar Denpasar sulit mendapatkan ijin jika dibandingkan dengan pengusaha asli Denpasar. Ruang gelap ini bisa berpotensi keberpihakan pada kelompok pengusaha tertentu misalnya pengusaha hotel di Sanur yang sebagian besar berkumpul dalam satu lembaga Yayasan Pembangunan Sanur (YPS).
“Hubungan kami (Yayasan Pembangunan Sanur) dengan walikota sangat dekat, bahkan kalau bertemu tidak harus melalui jalur formal. Beberapa pengusaha dari luar pernah telepon saya dan bilang, ini ijin hotel saya susah keluar, katanya harus telpon kamu ya (red-‐ketua YPS). Saya jawab, tidak. Mungkin karena pertimbangan adat dan lingkungan.”52
Yayasan Pembangunan Sanur ini berdiri pada tahun 1965 dan didirikan oleh 22 orang. Yayasan ini bertujuan untuk mempersatukan masyarakat Sanur. YPS dengan tulus membagi kesadaran pada masyarakat untuk menjaga Sanur agar tak tercabut dari jatidirinya.53
52 Wawancara dengan Ketua Yayasan Sanur 53 Majalah Solidaritas Kolom Sosok ; wawancara dengan ketua YPS, Ida Bagus Sidharta Putra, MBA
6564
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
13
Apalagi dengan potensi kontribusi 80 persen yang disetor Sanur ke pemerintah Kota Denpasar, posisi YPS semakin kuat sehingga bisa mempengaruhi kebijakan Pemkot. Misalnya untuk beberapa event di Sanur, pembiayaannya setiap tahun sering mendapatkan dana hibah dari Pemerintah Kota Denpasar, seperti event Sanur Village Festival 2011 ini.54
Saat dikonfirmasi di kantor YPS, ketua dan bendahara yayasan tersebut membenarkan setiap tahun mendapatkan dana hibah dari Pemerintah Kota Denpasar untuk pembiayaan beberapa event. Akan tetapi jumlahnya sangat kecil tidak sebanding dengan kontribusi retribusi Sanur ke Kota Denpasar. Untuk tahun ini guna mendukung event tahunan Sanur Village Festival 2001 ini YPS mendapatkan dana hibah hanya 500 juta rupiah yang dianggarkan di APBD-‐P. Kecilnya dana bantuan disebabkan karena beberapa anggota DPRD dari dapil Sanur tidak memperjuangkannya di Anggaran Daerah. 4.7 KONDISI INTEGRITAS PELAYANAN PUBLIK HASIL SURVEI KPK
Kota Denpasar menempati urutan teratas dalam Survei Integritas Pelayanan Publik yang dilakukan oleh KPK tahun 2009. Survei ini bertujuan untuk memetakan tingkat integritas sektor publik di Indonesia yang dalam proses pelaksanaannya menggunakan dana APBN/APBD. Survei ini dilakukan kepada pengguna kebijakan publik baik instansi vertikal maupun horizontal. Metode yang dilakukan oleh KPK ini adalah pengembangan dari Survei Integritas yang sebelumnya telah dilakukan oleh lembaga antikorupsi di Korea; Anticorruption Civil Rights Commission Korea. Namum perkembangannya oleh KPK disesuaikan dengan kebutuhan di Indonesia. Survei ini dilakukan oleh KPK sejak 2007.
Tahun 2009 Kota Denpasar berada pada urutan pertama survei integritas dengan skor 7,48 dari 49 kabupaten/kota yang di survei oleh KPK. Sektor yang disurvei oleh KPK pada tingkat kabupaten/kota adalah; (1) Akta kelahiran; (2) Bantuan pembangunan/ renovasi/perbaikan fisik sekolah dari APBD II; (3) Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/ RSUD Kelas C; (4) Pengadaan barang dan jasa di SKPD di lingkungan Pemkab/Pemkot. Responden Survei berjumlah 5.782 di tingkat kabupaten/kota dengan indeks penilaian 1-‐10.
Untuk penilaian integritas pelayanan publik Kota Denpasar secara keseluruhan sebagai berikut: Tabel 29. Hasil Survei KPK di Kota Denpasar No Unit Layanan Nilai Integritas
Unit Layanan Peringkat Untuk Layanan dari 196 UnitLayanan
1 Bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dengan APBD II
7,66 7
2 Akte Kelahiran 7,20 80 3 Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD
kelas C 7,45 51
4 Pengadaan barang dan jasa pada SKPD 7,59 22 Rata-‐rata 7,48 1
Sumber: Buku Integritas Pelayanan Publik KPK 2010
54 Wawancara dengan Aktivis Yayasan Manikaya Kauci, Gunandjar.
14
Setelah tiga kali meraih nilai tertinggi survei integritas KPK dalam tiga tahun berturut-‐turut, Kota Denpasar tidak lagi diikutkan dalam survei integritas KPK yang dilakukan kepada seluruh kabupaten/kota se-‐Indonesia tahun 2011. Pencanangan Kota Denpasar Sebagai Zona Integritas Pecegahan Tindak Pidana Korupsi, dilakukan oleh KPK dengan Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra, Maret 2011 di Denpasar.
Penilaian integritas terbaik tingkat nasional diraih Kota Denpasar tahun 2008, 2009 dan 2010. Dengan demikian Kota Denpasar naik peringkat dijadikan Zona Integritas Pencegahan Tindak Pidana Korupsi. Artinya, di semua lini SKPD dan unit-‐unit kerja di lingkungan Pemkot Denpasar sudah mampu memberikan pelayanan publik terbaik sesuai kebutuhan masyarakat. Bahkan dalam kesempatan seminar anti korupsi untuk mewujudkan Kota Denpasar sebagai zone integritas di Hotel Sanur Paradise Plaza, Rabu, 19 Oktober 2011 lalu, Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra juga menyerahkan pakta integritas untuk mewujudkan kota Denpasar sebagai zone anti korupsi. Selanjutnya KPK dan Pemerintahan Kota Denpasar mencanangkan Program Zona Integritas untuk Kota Denpasar.
4.8 KONDISI PELAYANAN WAJIB KOTA DENPASAR
Walaupun sesuai survei TII pelayanan umum dikategorikan bagus, namun dalam pelayanan wajib kepada masyarakat nampaknya belum bisa dikategorikan bagus. Selama tiga tahun berturut-‐turut sejak 2007-‐2010 memang KPK selalu menganugerahi Denpasar sebagai kota terbaik dalam sisi integritas pelayanannya. Namun dari sisi keberpihakan terhadap masyarakat kecil masih jauh dari harapan, misalnya untuk biaya kesehatan masih dipungut retribusi, beberapa sekolah dasar masih rusak, biaya pendidikan pun masih tergolong mahal.
Berikut gambaran penyelenggaraan pelayanan di empat sektor yang disurvei oleh KPK pada tahun 2009 di Kota Denpasar:
a. Bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dengan APBD II
Urusan wajib pendidikan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Denpasar meliputi 15 program dan 81 kegiatan. Perencanaan belanja tidak langsung tahun 2010 sebesar Rp308.962.020.600,-‐ dan realisasinya sebesar Rp293.166.621.903,-‐ atau sebesar 94,89%. Sedangkan belanja langsung dianggarkan Rp35.326.549.000,-‐ dan realisasinya sebesar Rp28.527.327.330,-‐ atau sebesar 80,75 %.
Sedangkan untuk bantuan pembangunan gedung sekolah yang rusak, komitmen pemerintah Kota Denpasar tergolong rendah. Anggaran yang diberikan tidak banyak mengcover jumlah sekolah yang rusak di Kota Denpasar.
Tabel 29. Anggaran Untuk Rehabilitasi Bangunan Sekolah 2010 Alokasi Terserap Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun 15.449.935.320,00 11.433.877.860,00 Realisasi
Rehabilitasi sedang/berat bangunan sekolah
11.788.650.000,00 8.182.756.740,00 69,41
Penyelenggaraan Ujian Nasional Paket A 19.350.000,00 19.230.000,00 99,38 Penyelenggaraan Ujian Nasional Paket B 49.867.320 42.915.120,00 86,06
6766
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
15
Peningkatan dan Pengembangan Teknologi Infrastruktur dan komunikasi siswa
792.240.000,00 608.754.000,00 76,84
Ujian SD/NI dan SMP/MTs 1.474.578.000,00 1.460.378.000,00 99,04 Rehab sedang berat 850.000.000,00 706.516.000,00 83,12 Penyediaan buku budi pekerti 95.850.000,00 94.650.000,00 98,75 Pengadaan meubelair sekolah 379.400.000,00 318.678.000,00 84,00
Walaupun untuk pembangunan gedung sebesar 11,78 Miliar akan tetapi penyerapannya hanya 69,41% yaitu hanya 8.18 miliar rupiah. Padahal sesungguhnya jumlah sekolah rusak di Denpasar cukup banyak. Untuk tahun 2009 saja terdapat 70 SD dari 173 rusak dan memerlukan renovasi. Jumlah unit gedung 173 SD Negeri di Denpasar mencapai 600 unit gedung di mana rata-‐rata setiap SD memiliki 2-‐8 unit gedung yang rusak. Dari jumlah tersebut dengan jumlah 70 gedung yang rusak berarti sekitar 11,6 persen gedung SD di Denpasar masuk dalam kategori rusak.
Sedangkan yang sudah diperbaiki dengan rincian 43 dari dana DAK 10 M sedangkan 29 sekolah diambilkan dari APBD sebesar 5 M. Untuk 2010 sendiri dianggarkan 35 perbaikan renovasi dengan alokasi 11 miliar tetapi hanya terealisasi 8 miliar rupiah.
Selain itu Dinas Pendidikan juga kurang transparan dalam menetapkan skala prioritas sekolah mana yang perlu direnovasi terlebih dahulu. Sehingga terjadi kesenjangan dalam distribusi alokasi anggaran kepada beberapa sekolah dasar, hal itu yang dirasakan oleh Kepala Sekolah SD 3 Sarangan.
”Hingga tahun ini gedung sekolah kami masih belum diperbaiki sedangkan untuk selokah lain sudah. Nah sekolah mana saja yang diprioritaskan itu sendiri tidak transparan. Seperti contohnya untuk tahun 2012 dana yang diajukan awal 3 M menjadi 5,8 Miliar diajukan oleh dinas. Tetapi untuk sekolah mana saja tidak transparan. 26 SD yang mana saja perlu ada transparansi.”55
Tahun 2011 misalnya anggaran 5 M untuk renovasi 26 sekolah tidak transparan dan tidak sesuai prioritas kebutuhan sekolah. Sekolah yang dibangun tidak sesuai dengan kebutuhan, artinya masih ada sekolah lain yang sebenarnya lebih membutuhkan. Ketua Komisi D DPRD Kota Denpasar Wayan Sugiarta menilai renovasi 26 gedung SD dan TK di Denpasar tidak transparan.
“Dinas Pendidikan tidak transparan dalam menyampaikan sekolah mana saja yang akan direnovasi dengan anggaran yang ada. Ini berpotensi menimbulkan diskriminasi antar sekolah.”56
Secara khusus tidak ada kebijakan yang digulirkan walikota dalam proyek pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah di Kota Denpasar. Mekanisme perencanaan, penyaluran, dan pengelolaan anggaran pun sama seperti proyek-‐proyek lainnya. Artinya tidak ada prioritas menyiapkan sarana belajar kelas dasar.
Menurut sekretaris Dinas Pendidikan, apalagi dengan tahun 2011 terjadi gempa Oktober 2011 ini banyak sekolah yang rusak. Seperti di Denpasar sekolah yang mengalami kerusakan adalah SMK Negeri 1, SMK Negeri 2, SMA Negeri 1, SMA Negeri 4, SMA Katolik
55 Wawancara dengan Kepala Sekolah SD 3 Sarangan 56 Wawancara dengan anggota DPRD.
16
Harapan, SMP Negeri 2, SMP Widyakerti, dan SMP Negeri 3. Namun sampai saat ini beberapa sekolah belum diperbaiki karena kurangnya anggaran.
Dikonfirmasi kepada pejabat daerah dalam tender, supaya tidak ada penyelewengan, prosesnya dilakukan secara terbuka yang dikelola oleh LPSE Kota Denpasar. Namun setelah dilihat di http://eproc.denpasarkota.go.id/eproc/, hanya ada dua kegiatan lelang yang dilakukan oleh dinas pendidikan, yaitu Belanja Modal Pengadaan Alat-‐alat Peraga dan Praktik Sekolah senilai 108,1 juta yang sudah selesai diikuti oleh 11 peserta lelang, dan Penataan Halaman Sekolah di Kota Denpasar -‐ Penataan Halaman SMA 8 Denpasar yang ditangani oleh LPSE regional Kota Denpasar. Nilai proyek 146,7 juta bersumber dari dana APBD diikuti oleh 25 peserta tender dan akhirnya dimenangkan oleh CV. Guna Konstruksi dengan penawaran terendah Rp114.581.000,00.
Selain itu, Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar Dr.Ir. Putu Rumawan Salain MSI IAI mengatakan, pemerintah seharusnya mengkaji kembali pemberian label rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) khususnya pada sekolah-‐sekolah di Denpasar, karena pemungutan biaya pendidikan, label RSBI justru akan mengkotak-‐kotakkan siswa dan semakin meminggirkan siswa yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.
“Yang jelas pendidikan di Kota Denpasar ini masih tergolong mahal. Walaupun selalu menduduki peringkat Ujian Nasional Tertinggi. Namun masih ada diskriminasi pendidikan untuk masyarakat. Apalagi dengan adanya RSBI dan standarisasi ISO pelayanan pendidikan dibebankan kepada masyarakat.”57
Di sisi lain program yang menjadi andalan dari Kota Denpasar adalah Cyber School, namun ketua pelaksana mengatakan bahwa proyek ini idenya bagus di mana dapat menjadi wahana belajar interaktif dengan sekolah-‐sekolah. Namun secara insfratruktur tidak memadai, kapasitas internet hanya 0,5 MB dan melalui antena sederhana, sehingga kondisi cuaca bisa sangat menggangu.
“Proyek ini sebenarnya bagus bertujuan untuk memeratakan akses informasi ke sekolah-‐sekolah. Namun karena alat dan kapasitas sedikit akhirnya beberapa sekolah memilih mengakses menyewa internet sendiri, sehingga untuk peserta menjadi sedikit. Ataupun kalau ada angin kencang atau hujan biasanya koneksinya terganggu.”58
Proyek ini menjadi salah satu inovasi terbaru dari Pemkot Kota Denpasar periode 2010-‐2015 ini, namun ternyata komitmen untuk mengembangkannya masih lemah sehingga proyek ini hanya menjadi mercusuar program kampanye sebelumnya saja.
Secara keseluruhan dari segi pendidikan, di Kota Denpasar penduduk laki-‐laki yang bekerja memiliki status pendidikan SD ke bawah mengalami peningkatan sebesar 22,09% dari 23.453 orang tahun 2008 menjadi 28.634 orang pada tahun 2009. Sejalan dengan hal tersebut, untuk pendidikan SLTA ke atas, terjadi peningkatan sebesar 8,21%pada tahun 2009 dibanding tahun 2008. Sebaliknya, untuk penduduk laki-‐laki yang bekerja dengan pendidikan SLTP, pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 22,86% dari tahun 2008.
57 Wawancara dengan Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar. 58 Wawancara dengan Ketua Pelaksana Teknis Cyberschool Denpasar.
6968
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
17
Hal yang berlawanan terjadi pada penduduk wanita yang bekerja. Pada tahun 2009, penduduk perempuan yang bekerja mengalami penurunan sebesar 4,32% yaitu dari 140.602 orang menjadi 134.535 orang. Untuk penduduk perempuan yang bekerja dengan pendidikan SD ke bawah terjadi penurunan sebesar 11,55%, sejalan dengan hal ini penduduk perempuan yang bekerja dengan tingkat pendidikan SLTP juga mengalami penurunan sebesar 17,32%. Hal ini sebaliknya terjadi pada penduduk perempuan yang bekerja dengan status pendidikan SLTA yang mengalami peningkatan sebesar 3,94 persen. Selanjutnya dapat dilihat dalam gambar berikut:
Grafik Penduduk Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan
Sumber : Statistik Kota Denpasar, 2009
Temuan di Dinas Kesehatan
Secara keseluruhan kualitas pelayanan kesehatan di kota Denpasar sendiri cukup buruk, di mana petugas pelayanan kesehatan di rumah sakit ataupun puskemas belum mengedepankan prinsip-‐prinsip pelayanan seperti pada dinas perijinan. Selain itu ketersediaan dokter di beberapa puskesmas juga masih minim, sehingga untuk memberikan pelayanan langsung kepada pasien kurang dapat ditangani pada saat itu juga. Pelayanan yang kurang memenuhi harapan masyarakat ini tentu saja akan berdampak pada pembangunan manusia yang kurang baik.
Tabel 30. Indikator Demografi Penduduk Provinsi Bali Tahun 2008 Kabupaten/Kota CWR TFR* IMR CEB/ALH Eo / AHH HDI/IPM Peringkat IPM Jembrana 354.4 2.36 25 1.62 71.65 72.02 165 Tabanan 368.9 2.14 18 1.50 74.27 73.73 91 Badung 318.7 2.18 20 1.37 71.70 74.12 86 Gianyar 298.0 2.36 31 1.45 72.01 72.00 168 Klungkung 363.5 2.33 33 1.56 69.00 69.66 280 Bangli 312.4 2.35 34 1.73 71.47 69.72 275 Karangasem 304.5 3.16 36 1.80 67.80 65.46 435 Buleleng 328.0 3.07 35 1.81 68.78 69.67 278 Denpasar 286.6 2.33 22 1.25 72.91 77.18 17
BALI 317.9 2.44 26 0.61 70.61 70.98 16 Sumber: Bali Dalam Angka 2010
18
Keterangan Note : CWR = Children Woman Ratio / Rasio Ibu Anak *TFR = Total Fertility Rate / Angka kelahiran Total (With Rele Methods) IMR = Infant Mortality Rate / Angka Kematian Bayi CEB = Children Ever Born / Rata-‐rata Anak Lahir Hidup (ALH) Eo = Life Expectancy / Angka Harapan Hidup (AHH) HDI = Human Development Index / Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Walaupun sebenarnya dalam indikator demografi Kota Denpasar tergolong baik dibandingkan dengan beberapa daerah yang lain di Provinsi Bali, ataupun bahkan peringkat 17 di Indonesia, namun hal ini tidak mencerminkan dari hasil kinerja pelayanan publik yang maksimal. Di mana orientasi pelayanan kesehatan di Kota Denpasar juga belum sepenuhnya pro kepada rakyat, akan tetapi masih berupaya mencari untung dari pelayanan tersebut. Hal itu terlihat dari Urusan Wajib Kesehatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar, direalisasikan melalui 16 program dan 39 kegiatan dengan mengalokasikan belanja tidak langsung Rp 25.089.699.235,00 dengan realisasi Rp 23.503.723.438,00 atau 93,68%, sedangkan belanja langsung dialokasikan Rp 20.664.727.500,00 dengan realisasi sebesar Rp 19.093.884.767,00 atau 92,4%.
Urusan Wajib Kesehatan yang dilaksanakan oleh RSU Wangaya, merencanakan pendapatan dari lain-‐lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar Rp 32.500.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp 43.650.784.484,50 atau 134,31%, sedangkan belanja tidak langsung Rp 40.380.403.000,00 dan realisasinya sebesar Rp 38.077.353.881,00 atau 94,30%. dan belanja langsung dialokasikan sebesar Rp 27.019.389.151,00 dengan realisasi sebesar Rp 26.609.031.654,00 atau 98,48%, kesemuanya untuk tahun 2010.
Sedangkan urusan Wajib Kesehatan yang dilaksanakan oleh UPTD Puskesmas merencanakan pendaptan asli berupa retribusi daerah sebesar Rp 1.535.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp 1.694.752.500,00 atau 110,4%.
Rumah sakit sebagai salah satu jenis badan layanan umum merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tak sedikit keluhan selama ini diarahkan pada kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai masih rendah. Kondisi ini terutama dialami oleh rumah sakit daerah atau rumah sakit milik pemerintah. Penyebabnya sangat klasik yaitu masalah keterbatasan dana yang dimiliki oleh rumah sakit umum daerah dan rumah sakit milik pemerintah, sehingga tidak bisa mengembangkan mutu layanannya, baik karena peralatan medis yang terbatas maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang rendah (Ditama Binbangkum, BPK RI, 2008).
Sebagai upaya merespon peningkatan kewenangan otonomi finansial operasional serta peningkatan kemampuan kinerja pelayanan rumah sakit di Kota Denpasar, kebijakan unit swadana serta pembentukan badan layanan umum direspon oleh Pemerintah Kota Denpasar dengan menetapkan rumah sakit pemerintah kota Denpasar yaitu RSUD Wangaya sebagai Organisasi Badan Pelayanan melalui Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2001 dan diganti dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2004 sehingga RSUD Wangaya Kota Denpasar menjadi sebuah unit swadana yang berwenang untuk mengelola penerimaan fungsionalnya secara langsung serta diharapkan semakin mampu
b. Temuan di Dinas Kesehatan
7170
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
20
Sejak diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Bali Mandara atau JBKM, rumah sakit Wangaya Denpasar per 1 Januari 2010, mengalami peningkatan hingga seratus persen setiap harinya. Peningkatan jumlah pasien yang datang ke rumah sakit Wangaya dengan menggunakan JKBM, memberi dampak kerugian atau selisih biaya yang dikeluarkan pihak rumah sakit Wangaya. Selisih biaya yang dikeluarkan pihak rumah sakit Wangaya, muncul dari obat–obatan dan bahan habis pakai. Selama ini selisih yang terjadi ditanggulangi dengan subsidi silang dari margin yang ada di kelas satu VIP, dialokasikan untuk menunjang kekurangan yang dialami hingga program JKBM ini bisa tetap berjalan. Menurut direktur utama RSUD Wangaya, Prof, Dr. I Gde Raka Widiana, Sp.Pd. kerugian atau selisih dari biaya yang dikeluarkan untuk pasien JKBM sebesar 39%. Selisih ini lebih banyak muncul dari obat–obatan dan bahan habis pakai, mengingat tak semua obat–obatan yang digunakan ada didaftar DPHO rumah sakit. Lebih lanjut Prof. Widiana menyatakan, angka 39% yang diklaim pihak rumah sakit berdasarkan perhitungan manual yang dilakukan dari bulan Januari sampai Maret 2010.
Namun sayangnya dengan biaya yang tinggi, pelayanan di RS Wangaya masih buruk. Baik itu pelayanan administrasi sampai pelayanan bidan. Hal tersebut ditemukan dalam wawancara dengan beberapa pengunjung RS Wangaya.
“Petugas di (bagian) karcis tadi sangat tidak sopan, melayani dengan suara tinggi dan seolah-‐olah menghardik saya. itulah yang saya alami dan saya sangat tersinggung dengan ucapannya.”59
“Agar bidannya ngasi tau baik-‐baik, kalo tas tidak bisa dibawa ke dalam dan jangan galak-‐galak dan terlalu ngatur dokternya. Saya hamil pertama lihat bidan galak di situ jadi gugup dan tensi naik 140/80. katanya mau meningkatkan pelayanan yang ramah. Tapi malah membuat saya takut.”60
Logika BLU rumah sakit Wangaya tentunya bertolak belakang dengan kebutuhan publik di mana biaya kesehatan seharusnya ditanggung oleh pemerintah namun di sisi lain BLU harus mencari untung atas biaya operasionalnya dengan membebankan biaya pada konsumen.
Tidak hanya itu, retribusi biaya ke Puskesmas juga naik. Retribusi biaya ke Puskesmas akhirnya disepakati oleh pemerintah dan DPRD sebesar Rp 15.000 pada tahun 2011. Itu berarti ada kenaikan sebesar 400 persen dari tarif semula yang hanya Rp 3.000. Anggota DPRD Denpasar Mudjiono, menanyakan kebijakan menaikkan tarif biaya dari Rp 3.000 jadi Rp 15.000. "Kalau memang gratis, artinya masyarakat tetap tidak dikenakan biaya, kenapa harus jadi Rp 15 ribu, apa dasarnya dan bagaimana kajiannya," 61
“Pada tahun 2009 lalu sebenarnya kami juga menolak kenaikan tarif puskesmas dan rumah sakit yang meningkat 100 %. Dan tahun ini kami juga melakukan demo menolak kenaikan retribusi kesehatan sebesar 400 persen. Walaupun tarif naik, tetapi di beberapa puskesmas masih kekurangan dokter, dan pelayananya belum 24 jam ”62
59 Wawancara dengan salah satu pengunjung RS Wangaya Larasati Marbun 60 Wawancara dengan salah satu pasien RS Wangaya, Tiara. 61 Wawancara dengan anggota DPRD Kota Denpasar 62 Wawancara dengan aktivis buruh.
19
meningkatkan kinerja pelayanannya. Kemudian pada tahun 2008 RSUD Wangaya menjadi Badan Layanan Umum.
RSUD Wangaya merupakan salah satu Rumah Sakit Tipe B Non Pendidikan sekaligus merupakan rumah sakit umum daerah pemerintah kota Denpasar yang menjadi salah satu rumah sakit rujukan. Audit kinerja RSUD Wangaya telah dilaksanakan oleh Inspektorat Pemerintah Kota Denpasar serta oleh BPK RI Perwakilan Denpasar pada tahun 2007. Berdasarkan LAKIP 2008, Inspektorat Pemerintah Kota Denpasar mengukur kinerja RSUD Wangaya dengan indikator sebagai berikut: Tabel 31. Kinerja Pelayanan BPRSUD Wangaya Kota Denpasar Tahun 2005-‐2008 No Indikator
Kinerja Tahun 2005
Tahun 2006 Tahun 2007
Tahun 2008
Standar Ket
1 BOR 68,50% 85,16% 74,04% 75,16% 60-‐85% Baik 2 LOS 3,35 hari 3,53 hari 3,44 hari 3,18 hari 6 – 9 hari Baik 3 NDR 15,31% 16,25% 17,24% 14,60% < 25% Baik 4 GDR 30,09% 30,46% 32,67% 27,16% ≤ 45% Ideal 5 TOI 1,54 hari 0,88 hari 1,31 hari 1,36 hari 1-‐3 hari Efisien 6 BTO 76,7 kali 98,94 kali 77,22 kali 78,8 kali 40–50 kali Efisien
Sumber: LAKIP Inspektorat Kota Denpasar 2008 Keterangan: BOR (Bed Occupancy Rate), LOS (Length of Stay). NDR (Nett Death Ratio), GDR (Gross Death Rate), TOI (Turn Over Interval), BTO (Bed Turn Over) .
Bagus Tanpa Keberpihakan
Di Kota Denpasar, pelayanan kesehatan masih dipungut retribusi dan menargetkan pendapatan dari biaya tersebut. Terbukti pada tahun 2010, Urusan Wajib Kesehatan yang dilaksanakan oleh RSU Wangaya, merencanakan pendapatan dari lain-‐lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar Rp 32.500.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp 43.650.784.484,50 atau 134,31%, Sedangkan Urusan Wajib Kesehatan yang dilaksanakan oleh UPTD Puskesmas merencanakan pendapatan asli berupa retribusi daerah sebesar Rp 1.535.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp 1.694.752.500,00 atau 110,4%.
Belum ada kebijakan dari Pemkot Denpasar untuk menggratiskan biaya kesehatan untuk masyarakat. Program yang ada di Kota Denpasar adalah program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang sebenarnya adalah program dari Pemerintah Provinsi Bali. Kota Denpasar membantu dalam hal kontribusi anggaran untuk menutupi kekurangan dari program provinsi tersebut. Namun tidak semua jenis pelayanan kesehatan yang digratiskan dengan program JKBM ini, hanya pelayanan dasar saja. Untuk kecelakaan tetap dipungut biaya karena dianggap kelalaian, sedangkan cuci darah, misalnya ditanggung hingga enam kali. Syarat untuk mendapatkan kartu JKBM ini cukup berbelit dan birokratis yaitu harus memiliki KTP Denpasar serta adanya surat pernyataan dari desa kalau yang bersangkutan tidak memiliki kartu jaminan kesehatan lain.
.
c. Bagus Tanpa Keberpihakan
7372
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
21
4.9. KESIMPULAN
Secara umum Kota Denpasar sudah mengimplementasikan upaya reformasi
birokrasi dan good governnance secara baik. Untuk pelayanan umum dan pelayanan pajak temuan di lapangan menunjukkan bahwa kerja pelayanan terhadap ijin usaha dan peningkatan pendapatan pajak cukup bagus yaitu dengan parameter transparan dan berintegritas. Sehingga hal ini menunjukkan keselarasan dengan hasil survei TII yang menempatkan Kota Denpasar sebagai yang terbaik di antara 50 kota yang lain.
Secara umum kesimpulan dalam riset di Kota Denpasar adalah:
1. Pemerintah Kota Denpasar memiliki Blueprint Reformasi Birokrasi dan telah diimplementasikan dengan baik pada pelayanan umum.
2. Perijinan satu pintu adalah salah satu terobosan Pemerintah yang cukup berhasil meminimalisir suap dalam proses pemberian ijin usaha.
3. Adanya komitmen Walikota ditambah dengan budaya organisasi yang bersumber dari kekuatan adat bahwa Melayani adalah Kewajiban cukup memberikan kemudahan implementasi reformasi birokrasi dan dorongan birokrasi mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.
Praktik-‐praktik terbaik yang bisa diadopsi oleh daerah lain;
1. Walikota Denpasar melakukan banyak inovasi untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan khususnya izin usaha antara lain dengan perizinan satu pintu
2. Dalam rangka mendorong keberlanjutan perbaikan pelayanan, walikota melembagakan inovasinya melalui aturan serta perbaikan bangunan dan struktur birokrasi
3. Walikota menggunakan kearifan lokal bahwa melayani merupakan kewajiban sehingga kinerja birokrasi meningkat karena mereka meyakini yang mereka lakukan tidak hanya sekedar menjalankan perintah walikota, tapi juga bentuk pengabdian pada Tuhan
22
BAB V
PENUTUP
Integritas dan kinerja birokrasi di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Denpasar memperoleh nilai bagus dalam survei yang dilakukan KPK dan TII. Di kedua daerah tersebut responden rata-‐rata mengaku puas dengan kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan dan menganggap mereka memiliki integritas tinggi yang ditunjukkan antara lain oleh rendahnya permintaan gratifikasi.
Walau birokrasi di kedua daerah tersebut sama-‐sama mendapat nilai tinggi, tapi responden yang memberikan penilaian intergritas dan kinerja birokrasi di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Denpasar berbeda. Responden Survei Integritas KPK adalah masyarakat, Sedangkan responden Indeks Persepsi Korupsi TII adalah pengusaha. Begitu pula sektor yang disurvei. Survei KPK di Tanah Bumbu berkaitan dengan pembangunan/renovasi gedung sekolah yang dibiayai APBD, pelayanan di Puskesmas/ RSUD kelas C, akta kelahiran, dan pengadaan di SKPD. Sedangkan survei TII di Tanah Bumbu fokus pada sektor bisnis terutama pengajuan ijin usaha, prosedur pelayanan umum, pembayaran pajak, dan pemberian kontrak.
Dari sisi kondisi daerah, Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Denpasar memiliki karakteristik yang berbeda. Tanah Bumbu adalah daerah otonomi baru yang memiliki banyak keterbatasan terutama sumber daya manusia dan infrastruktur penunjang pelayanan. Sedangkan Kota Denpasar sudah berdiri sejak 1992 sehingga tidak ada lagi masalah dengan sumber daya manusia. Infrastruktur penunjang pelayanan pun sudah memadai.
Kabupaten Tanah Bumbu merupakan daerah yang kaya sumber daya alam terutama pertambangan dan pertanian. Berbagai perusahaan lokal, nasional, dan internasional beroperasi di daerah tersebut. Hadirnya perusahaan pertambangan telah menghasilkan dampak perubahan yang luar biasa bagi masyarakat sekitar baik dalam dimensi ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Salah satu hal menonjol dari perubahan itu adalah menguapnya nilai lama, seperti kohesi sosial, rasa solidaritas dan sejenisnya, yang di masa lalu merupakan ciri masyarakat tradisional.63 Sebagai daerah pertambangan dan perkebunan, pendapatan utama Kabupaten Tanah Bumbu berasal dari dana bagi hasil daerah dari perusahaan tambang dan perkebunan tambang.
Kota Denpasar adalah daerah pariwisata. Sama seperti umumnya daerah wisata, perkembangan industri jasa di Denpasar seperti hotel, restaurant, dan kerajinan lokal tumbuh pesat. Karakteristik masyarakat daerah jasa umumnya terbuka terhadap perubahan. Studi I Made Andhika64 mengenai dampak komodifikasi daya tarik wisata di Desa Pecatu, Kuta Selatan memperlihatkan ada dampak daerah pariwisata terhadap
63 Zulkarnain, Iskandar, 2004. Konflik di Daerah Pertambangan, Menuju Penyusunan Konsep Solusi Awal
dengan Kasus pada Pertambangan Emas dan Batu Bara. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 64 Andhika, I Made. Dampak Komodifikasi Daya Tarik Wisata Di Desa Pecatu, Kuta Selatan, Bali. Bali: PPLH-‐
Unud.
7574
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
23
masyarakat. Dampak positifnya kegiatan sosial ekonomi dan budaya berkembang. Sedangkan dampak negatifnya adanya konflik masalah lahan, tergusurnya petani penggarap, ketidak berdayaan masyarakat, ketidak harmonisan hubungan antara sejumlah pihak, kebebasan aktivitas ritual terganggu, serta munculnya kekuasaan baru.
Berkaitan dengan implementasi reformasi birokrasi, peran kepala daerah (bupati/walikota) sangat vital. Latar belakang kepala daerah mempengaruhi sektor yang akan dijadikan sebagai prioritas reformasi birokrasi. Di Kabupaten Tanah Bumbu, latar belakang bupati adalah birokrat. Ia pernah menjabat sebagai kepala dinas kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Pilihan prioritas reformasinya adalah sektor-‐sektor yang berkaitan dengan pelayanan umum seperti pendidikan dan kesehatan.
Sedangkan di Kota Denpasar, latar belakang walikotanya adalah pengusaha. Karena itu, pilihan prioritasnya adalah sektor-‐sektor yang berhubungan dengan kelancaran usaha seperti pengajuan ijin usaha dan prosedur pelayanan umum. Sektor-‐sektor vital yang berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan malah cenderung diabaikan.
Selain itu, Bupati Tanah Bumbu dan Walikota Denpasar memiliki strategi yang berbeda dalam mengimplementasikan program reformasi birokrasi. Di Kota Denpasar, walikota mampu menciptakan inovasi-‐inovasi baru yang mampu mencegah birokrasinya melakukan korupsi dan mampu menyediakan pelayanan secara prima kepada masyarakat. Walikota melakukan perubahan organisasi di perizinan dengan merampingkan struktur birokrasi. Untuk mendukung keberlanjutan kebijakannya, walikota menerbitkan peraturan sebagai landasan hukumnya.
Berbeda di Kabupaten Tanah Bumbu, bupati tidak banyak membuat aturan maupun merombak atau memperbaiki struktur dan bangunan organisasi birokrasi. Tapi ia mampu dengan baik mengendalikan bawahannya dengan pendekatan kultur dan keagamaan. Karena itu, tujuan bupati menggratiskan pelayanan di sektor publik seperti pendidikan dan kesehatan bisa direalisasikan.
Persamaan di kedua daerah tersebut adalah birokrasi setia dan taat menjalankan instruksi bupati dan walikota. Bahkan di Tanah Bumbu, birokrasi menaati perintah bupati untuk kegiatan-‐kegiatan di luar job description mereka seperti pengajian bersama malam jum’at dan sholat berjamaah. Tidak mengherankan apabila sektor-‐sektor yang dijadkan prioritas bupati/walikota ‘aman’ dari praktik korupsi.
Ada dua penyebab birokrasi tunduk dan patuh kepada pimpinannya. Pertama, faktor bupati/walikota sebagai pemimpin dan pembina birokrasi. Di kedua daerah tersebut, bupati/walikota sangat piawai memanfaatkan posisi dan perannya sehingga dengan mudah bisa mengendalikan birokrasi. Di Tanah Bumbu, bupati menambah otoritasnya sebagai pemimpin agama melalui program Manajemen Ilahiyah.
Kedua, dari sisi internal, watak birokrasi yang cenderung taat pada pimpinan. Umumnya birokrasi menjadi pelayan kepala daerah, bukan pelayan masyarakat. Akibatnya, walau tugas utama mereka menjadi pelaksana teknis (menindaklanjuti) keputusan politik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, tapi dalam praktiknya semua perintah kepala daerah termasuk di luar tugasnya sebagai abdi masyarakat, akan tetap dijalankan.
24
Pendapat Weber bahwa birokrasi merupakan instrumen yang rasional dan netral tidak sepenuhnya berlaku di Tanah Bumbu dan Denpasar. Kondisi serupa sebenarnya juga terjadi di India. Birokrasi di negeri tersebut menjadi mesin bagi para pembuat aturan dan penguasa untuk mereproduksi kekuasaan dan kesejahteraan. Selain itu, alih-‐alih netral, birokrasi juga menjadi alat bagi politisi yang tengah berkuasa antara lain dalam rangka mengumpulkan sumbangan dari pengusaha dan petani besar. 65
Birokrasi diperlukan karena bisa mempertahankan keuntungan-‐keuntungan yang selama ini didapat oleh kelas-‐kelas tertentu. Itu sebabnya, negara modern memerlukan birokasi yang besar karena lewat birokrasi, kelas-‐kelas yang dominan secara politik bisa menjalankan dominasi mereka. Agar tujuan dominasi bisa tercapai, maka negara harus menjadi alat dari sebanyak mungkin kepentingan. Ini bisa dilakukan dengan cara membuka posisi, yaitu jabatan di mana orang yang mendudukinya sangat bergantung kehidupannya pada jabatan itu.66
Persamaan lain antara Tanah Bumbu dan Denpasar adalah orientasi reformasi birokrasi yang kental dengan nuansa politik, terutama kepentingan kepala daerah (bupati/walikota). Langkah untuk memperbaiki birokrasi dan pelayanan kepada masyarakat tidak hanya dalam rangka menjalankan kewajiban konstitusi ataupun menyukseskan program reformasi birokrasi yang diusung pemerintah pusat, tapi juga menyukseskan agenda pribadi bupati/wali kota.
Di Kabupaten Tanah Bumbu, kebijakan bupati menjadi bagian dari upaya untuk meningkatkan popularitas dalam rangka mencalonkan diri dalam pemilihan umum kepala daerah Kalimantan Selatan periode 2010-‐2015. Karena itu, fokus kebijakannya menggratiskan pelayanan, bukan pada perbaikan mekanisme pelayanan maupun merombak bangunan/struktur birokrasi. Sedangkan di Kota Denpasar, walikota memilih prioritas perbaikan sektor bisnis karena latar belakangnya sebagai pengusaha. Kebijakan yang ia gulirkan secara tidak langsung akan berdampak positif pada usahanya.
65 Satya Deva, Bureaucracy and Development, Economic and Political Weekly, Vol. 21, No. 48 (Nov. 29,
1986), pp. M149-‐M155 66 Thoha, Miftah. Prof.Dr, 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
7776
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
25
Daftar Pustaka
Andika, I Made. Dampak komodifikasi daya tarik wisata di Desa Pecatu, Kuta Selatan, Bali. Bali: PPLH-‐Unud.
Antonius Tarigan, dampak pemekaran wilayah, majalah triwulan perencanaan pembangunan, edisi 01/tahun xvi/2010
Ar, Mustopadidjaja, prof. dr, 2003. reformasi birokrasi sebagai syarat pemberantasan kkn. Makalah seminar pembangunan nasional viii tema penegakan hukum dalam era pembangunan berkelanjutan diselenggarakan oleh :badan pembinaan hukum nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Baharun, Muhammad. Prof.Dr, 2011. Smiling Leader, pengantar dalam buku Mengangkat Martabat Bangsa karangan HM.Zairullah Azhar, Jakarta: Indonesia Press.
Damanhuri S Didin, 2006. Korupsi, Reformasi Birokrasi, dan Masa Depan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Dwiyanto, Agus, 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalu Reformasi Birokrasi . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
_____________, 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Japan International Cooperationa Agency dan Gadjah Mada University Press.
Firdausy, Carunia Mulia dalam “Konsep dan Kebijakan Good Governance ; Suatu Tinjauan Ekonomi”
Halevy, Eva Etzioni, 2011. Demokrasi dan Birokrasi, Sebuah Dilema Politik. Yogyakarta: Matapena Insitute dan Total Media
Hardjapamekas, Erry Riyana, 2003. Reformasi Birokrasi:Tantangan dan Peluang. Makalah seminar pembangunan nasional viii tema penegakan hukum dalam era pembangunan berkelanjutan diselenggarakan oleh :badan pembinaan hukum nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Lawal, Gbenga and Tobi, Ariyo, 2006. Bureaucratic Corruption, Good Governance and Development: The Challenges and Prospects of Institution Building in Nigeria, Journal of Applied Sciences Research, 2(10): 642-‐649.
M. Blau, Peter and Meyer, W Marshall, 2000. Birokrasi Dalam Masyarakat Modern. Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya
Messi, M.Nawir.dkk. 1999. Birokrasi, Korupsi, dan Reformasi, Kasus Pelayanan KTP, Jakarta : Institute for Development of Economics and Finance
Mark and David, dikutip dari Ihsan Efendi, Heri Syahrial, Khaerunsah, 2009. Pengaruh Renumerasi Melalui Program Reformasi Birokrasi Terhadap Disiplin Pegawai Kantor Wilayah II Direktorat Jendral Kekayaan Negara Medan. Medan: Jurnal Inovasi, Vol.6 No.3.
Pelaksanaan Tata kelola Pemerintahan yang Baik, Pengalaman Empirik di Beberapa Daerah, Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi: 2006
26
Pramono, Suryo Adi 2004. Korupsi Dalam Birokrasi ; Sketsa Fenomena dan Proses Budaya. Jakarta: Jurnal Dinamika Masyarkaat Vol.III.No.1.
Prasodjo, Eko, 2010, Reformasi Kedua, Melanjutkan Estafet Reformasi, Jakarta : Penerbit Salemba Humanika.
___________, 2007. Deregulasi dan Debirokratisasi Perizinan di Indonesia, Jakarta : Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
____________, 2004. Reformasi Birokrasi Dalam Praktik: Kasus di Kabupaten Jembrana. Jakarta: Pusat Kajian Pembangunan Administrasi Daerah dan Kota, Fakultas llmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Prasodjo, Eko dan Kurniawan, Teguh. 2008. Reformasi Birokrasi dan Good Governance : kasus Best Practices dari Sejumlah Daerah di Indonesia. Makalah.
Rozi, Syafuan, 2006. Zaman Bergerak, Birokrasi Dirombak: Potret Birokrasi dan Politik di Indonesia Yogyakarta: P2D-‐Lipi dan Pustaka Pelajar.
Said, M .Mas’ud, 2007. Birokrasi di Negara Birokratis, Makna, Masalah, dan Dekonstruksi Birokrasi di Indonesia. Malang:UMM Press.
Sinambela, Lijan Poltak Dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kbijakan, dan Impelemntasi, Jakarta : PT. Bumi Aksara
Studi evaluasi dampak pemekaran daerah 2001-‐2007, badan perencanaan pembangunan nasional (bappenas) dan United Nations Development Programme (UNDP), BRIDGE (Building and Reinventing Decentralised Governance): 2008.
Satya Deva, 1986. Bureaucracy and Development. Economic and Political Weekly, Vol. 21, No. 48 (Nov. 29, 1986), pp. M149-‐M155
Thoha, Miftah. Prof.Dr, 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Zuhro, Siti, 2010. Good Governance dan Reformasi Birokrasi di Indonesia, Jakarta:Jurnal Penelitian Politik LIPI, Vo.7,No.1.
Zulkarnain, Iskandar, 2004. Konflik di Daerah Pertambangan, Menuju Penyusunan Konsep Solusi Awal dengan Kasus pada Pertambangan Emas dan Batu Bara. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
7978
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
27
Lampiran 1
Gambaran Umum Survey Integritasi KPK
Pada tahun 2009, Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan survey integritas publik. Maksudnya untuk mendapatkan informasi data primer dari pengguna layanan mengenai unsur-‐unsur integritas sektor publik dan bagaimana unsur integritas tersebut dimiliki dan diterapkan oleh sector publik menurut penilaian pengguna layanan.
Ada empat tujuan survey, yaitu: (1) memetakan tingkat integritas sektor publik melalui kegiatan survei rutin setiap tahun, (2) memberikan informasi mengenai kinerja sektor publik di Indonesia, (3) memberikan informasi tingkat pelaksanaan unsur-‐unsur integritas di sektor publik di Indonesia, dan (4) memberikan masukan dalam rangka peningkatan integritas sektor publik di Indonesia.
Survei dilaksanakan pada 21 april hingga 7 september 2009. Lokasinya, untuk unit layanan tingkat pemerintah pusat dilakukan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Unit layanan tingkat pemerintah provinsi dilakukan di 10 provinsi, sedangkan unit layanan tingkat pemerintah kabupaten/kota dilakukan di 49 kabupaten/ kota.
Jumlah Instansi yang disurvey pada tingkat pusat sebanyak 136 unit layanan pada 39 Instansi (19 Kementerian, 8 LPND, Layanan yang disurvei 12 BUMN/BLU). Tingkat provinsi masing-‐masing 4 unit layanan. Tingkat kabupaten/kota masing-‐masing 4 unit layanan.
Tingkat Pusat: Program, Layanan Perizinan, Layanan Non Perizinan dan yang disurvei Pengadaan Barang & Jasa. Tingkat Provinsi: (1) Ijin trayek Antar Kota Dalam Provinsi; (2) Ijin pendirian koperasi/UKM; (3) Pelayanan RSUD Kelas B Tingkat Provinsi; dan (4) Pengadaan barang dan jasa di SKPD lingkungan pemerintah provinsi. Tingkat Kab/Kota: (1) Akta kelahiran; (2) Bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dari APBD II; (3)Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD Kelas C; dan (4)Pengadaan barang&jasa di SKPD di lingkungan Pemkab/Pemkot.
No Uraian Penjelasan 1 Waktu Pelaksanaan
Survei Survei dilaksanakan pada 21 April hingga 7 September 2009
2
Lokasi Survei
Untuk Unit Layanan Tingkat Pemerintah Pusat dilakukan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Untuk Unit Layanan Tingkat Pemerintah Provinsi dilakukan di 10 provinsi Untuk Unit Layanan Tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota dilakukan di 49 kabupaten/ kota
3
Jumlah Instansi dan Unit
Tingkat Pusat: 136 unit layanan pada 39 Instansi (19 Kementerian, 8 LPND, Layanan yang disurvei 12 BUMN/ BLU) Tingkat Provinsi: masing-‐masing 4 unit layanan di 10 pemerintah provinsi, kecuali Jawa Timur hanya 3 unit layanan Tingkat Kab/Kota: masing-‐masing 4 unit layanan di 49 kabupaten/Kota yang tersebar di 10 Provinsi
28
4 Nama Unit Layanan
Tingkat Pusat: Program, Layanan Perijinan, Layanan Non Perijinan dan yang disurvei Pengadaan Barang dan Jasa Tingkat Provinsi: (1) Ijin trayek Antar Kota Dalam Provinsi; (2) Ijin pendirian koperasi/ UKM; (3) Pelayanan RSUD Kelas B Tingkat Provinsi; dan (4) Pengadaan barang&jasa di SKPD lingkungan pemerintah provinsi Tingkat Kab/Kota: (1) Akta kelahiran; (2) Bantuan pembangunan/ renovasi/perbaikan fisik sekolah dari APBD II; (3) Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD Kelas C; dan (4) Pengadaan barang dan jasa di SKPD di lingkungan Pemkab/ Pemkot
5 Responden
Kriteria: 1. pengguna langsung unit layanan dalam 1 tahun terakhir, 2. telah selesai menjalani seluruh prosedur pelayanan, 3. individu atau mewakili perusahaan/instansi, 4. berusia di atas 18 tahun Jumlah Responden total 11.413 orang, terdiri dari: 4.592 di pusat, 1.039 di tingkat provinsi dan 5.782 di tingkat kabupaten/kota Variabel (2): Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas Indikator (6): 1. Pengalaman Korupsi, 2. Cara Pandang terhadap Korupsi, 3. Lingkungan Kerja, 4. Sistem Administrasi, 5. Perilaku Individu, 6. Pencegahan Korupsi
6 Alat Ukur
Sub-‐Indikator (18): 1. Frekuensi pemberian gratifikasi, 2. Jumlah/besaran gratifikasi, 3. Waktu pemberian gratifikasi, 4. Arti pemberian gratifikasi, 5. Tujuan pemberian gratifikasi, 6. Kebiasaan pemberian gratifikasi, 7. Kebutuhan pertemuan di luar prosedur, 8. Keterlibatan calo, 9. Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan, 10. Suasana/kondisi di sekitar pelayanan, 11. Kepraktisan SOP, 12. Keterbukaan informasi, 13. Pemanfaatan teknologi informasi, 14. Keadilan dalam layanan, 15. Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi, 16. Perilaku pengguna layanan, 17. tingkat/upaya anti korupsi korupsi, 18. Mekanisme pengaduan masyarakat
7 Metode pengukuran
Pembobotan variabel, indikator dan sub indikator oleh para pakar melalui diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Penilaian kuesioner oleh
8180
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
29
responden
8 Instrumen
Pengumpulan Kuesioner Data dan Informasi Wawancara Pengamatan
9 Nilai Indeks Sebaran Nilai: 1-‐10 Arti Nilai: semakin mendekati 10 maka integritas semakin baik
30
Lampiran 2
Gambaran Umum Indeks Persepsi Korupsi
Transparansi Internasional Indonesia (TII) 2010 Berdasarkan Riset Indeks Persepsi Korupsi oleh Transparansi Internasional Indonesia tahun 2010, di antara 50 kota besar di Indonesia, Denpasar meraih skor tertinggi Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-‐Indonesia) sebesar 6,71, disusul Tegal (6,26), Solo (6,00), Yogyakarta, dan Manokwari (5,81). Dalam survei IPK 2010, TII mengambil responden 9.237 orang yang tersebar di 50 Kota Di Indonesia. Hasil dari pengukuran ini disajikan dalam parameter kuantitatif yang berwujud angka.
No Kota Skor
1 Denpasar 6.71
2 Tegal 6.26
3 Surakarta 6.00
4 Yogyakarta 5.81
5 Manokwari 5.81
6 Gorontalo 5.69
7 Tasikmalaya 5.68
8 Balikpapan 5.58
9 Kediri 5.56
10 Lhokseumawe 5.55
Survei ini memberikan indeks seberapa serius usaha pemerintah dan penegak hukum di daerah dalam memberantas korupsi. Selain itu survei ini berusaha memperoleh gambaran praktik korupsi yang terjadi di institusi publik ketika bertemu dengan pelaku usaha. Metode yang dilakukan adalah dengan wawancara langsung kepada responden di daerah. Untuk Denpasar jumlah respondennya 120 orang. Kemudian di kuantitatifkan dengan pengukuran indeks mulai dari angka 1-‐10.
Secara nasional, diperoleh 22% perusahan besar (jumlah pegawai lebih dari 100 orang), 40% perusahaan menengah (jumlah pegawai 20-‐99), dan 38% perusahaan kecil (pegawai 1-‐19 orang). Secara badan hukum, maka 55% merupakan perseroan, 41% perusahaan milik pribadi/keluarga, sedangkan 4% adalah Tbk. Responden memiliki jabatan sebagai manager (55%), pemilik (26%), direktur/GM (16%), dan presiden direktur/dirut (3%).
Tujuan dari survei IPK oleh TII ini adalah untuk: (1) Mengukur IPK yang akan menggambarkan tingkat korupsi di kota berdesarkan pelaku bisnis; (2) Mengukur tingkat kecenderungan terjadi suap di 14 institusi publik berdasarkan pengalaman pelaku usaha yang akan ditampilkan dalam indeks suap; dan (3) Mengukur indeks performa pelayanan yang dilakukan oleh institusi publik.
8382
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi
(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
LPND, Layanan yang disurvei 12 BUMN/ BLU) Tingkat Provinsi: masing-‐masing 4 unit layanan di 10 pemerintah provinsi, kecuali Jawa Timur hanya 3 unit layanan Tingkat Kab/Kota: masing-‐masing 4 unit layanan di 49 kabupaten/Kota yang tersebar di 10 Provinsi
4 Nama Unit Layanan
Tingkat Pusat: Program, Layanan Perizinan, Layanan Non Perizinan dan yang disurvei Pengadaan Barang dan Jasa
Tingkat Provinsi: 1) Izin trayek antar kota dalam provinsi; 2) Izin pendirian koperasi/ UKM; 3) Pelayanan RSUD Kelas B Tingkat Provinsi; dan 4)Pengadaan barang dan jasa di SKPD lingkungan pemerintah provinsi
Tingkat Kab/Kota: 1) Akta kelahiran; 2) Bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dari APBD II; 3) Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD Kelas C; dan 4) Pengadaan barang&jasa di SKPD di lingkungan Pemkab/ Pemkot
5 Responden
Kriteria: pengguna langsung unit layanan dalam 1 tahun terakhir, telah selesai menjalani seluruh prosedur pelayanan, individu atau mewakili perusahaan/instansi, berusia di atas 18 tahun Jumlah responden total 11.413 orang, terdiri dari 4.592 di pusat, 1.039 di tingkat provinsi dan 5.782 di tingkat kabupaten/kota
6 Alat Ukur Variabel (2): Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas Indikator (6): 1. Pengalaman Korupsi, 2. Cara Pandang terhadap Korupsi, 3. Lingkungan Kerja, 4. Sistem Administrasi, 5. Perilaku Individu, 6. Pencegahan Korupsi Sub-‐Indikator (18): 1. Frekuensi pemberian gratifikasi, 2. Jumlah/besaran gratifikasi, 3. Waktu pemberian gratifikasi, 4. Arti pemberian gratifikasi, 5. Tujuan pemberian gratifikasi, 6. Kebiasaan pemberian gratifikasi, 7. Kebutuhan pertemuan di luar prosedur, 8. Keterlibatan calo, 9. Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan, 10. Suasana/kondisi di sekitar pelayanan, 11. Kepraktisan SOP,
12. Keterbukaan informasi, 13. Pemanfaatan teknologi informasi, 14. Keadilan dalam layanan, 15. Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi, 16. Perilaku pengguna layanan, 17. Tingkat/upaya anti korupsi korupsi, 18. Mekanisme pengaduan masyarakat
7 Metode pengukuran
Pembobotan variabel, indikator dan sub indikator oleh para pakar melalui diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Penilaian kuesioner oleh responden
8 Instrumen
Pengumpulan Kuesioner Data dan Informasi Wawancara Pengamatan
9 Nilai Indeks Sebaran Nilai: 1-‐10 Arti Nilai: semakin mendekati 10 maka integritas semakin baik
84
Laporan Hasil PenelitianPraktik-praktik Terbaik Reformasi Birokrasi(Studi Kasus: Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Denpasar Provinsi Bali)
31
Konsep operasional dari korupsi dalam survei IPK tersebut adalah ; (1) Suap sebagai tindakan membayar uang untuk mendapatkan keuntungan atau mempercepat proses birokrasi; (2) Penggelapan dalam jabatan; pengunaan fasilitas pemerintah maupun uang negara untuk kepentingan pribadi; (3) Pemerasan: tindakan meminta uang kepada klien oleh pejabat publik dalam melakukan pelayanan; (4) Benturan kepentingan dalam proses pengadaan barang dan jasa: keterlibatan langsung atau tidak langsung penajabt publik dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri atau kelompok.
Di Kota Denpasar sendiri ada 120 jenis bisnis berdasarkan tipe dan ukuran usaha. Di antaranya, total perusahaan MNC ada 10, jenis usaha lokal ada 110, pengusaha kecil lokal dengan (1-‐19) pekerja ada 37, sedangkan untuk usaha menengah lokal (20-‐99) pekerja ada sekitar 47 usaha, dan untuk usaha besar (100 lebih) pekerja hanya ada 26 usaha. Selain itu jika berdasarkan sektor usaha, dari total 120 didominasi oleh sektor usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan jumlah 42, disusul sektor manufaktur non migas sejumlah 23, transportasi 24, lembaga keuangan 15, jasa 10, komunikasi 3, konstruksi 4, dan terakhir Listrik, Gas dan Air ada 2. Berikut adalah variabel dan komponen IPK untuk penilaian Kota Denpasar
Variabel Kategori Variabel Komponen Skor (6,71)
Perijinan Bisnis 6,7
Instalasi Pelayanan Umum 7,14
Pembayaran Pajak Daerah 7,34
Memberikan Kontrak Proyek Daerah 6,8
Mendapatkan keputusan hukum yang menguntungkan 6,99
Mempengaruhi pembentukan kebijakan 7,27
Variabel Persepsi Tentang Suap (0-‐10) 0 = Sangat Lazim, 10 = Sangat Tidak Lazim
Gratifikasi 6,97
Pemerasan 7,38 Variabel Persepsi Tentang Penggelapan Pemerintah (0-‐10) 0 = Sangat Lazim, 10 = Sangat Tidak Lazim
Konflik Kepentingan 6,91
Aparat Pemerintah Daerah 5,14 Variabel Persepsi Tentang Usaha Pemerintah Daerah Dalam Memberantas Korupsi (0-‐10) 0 = Sangat Tidak Serius 10 = Sangat Serius
Aparat Penegak Hukum Daerah 5,08
Untuk Kota Denpasar, skor IPK Indonesia 2010 sejalan dengan hasil survei integritas Pelayanan Publik KPK 2009, kedua survei tersebut menempatkan denpasar sebagai salah satu kota dengan skor terbaik. Berdasarkan survei IPK, bagusnya potensi berkaitan dengan beberapa faktor yaitu kondisi kepemimpinan kepala daerah,perilaku birokrasi, sistem administrasi, dan upaya pencegahan korupsi dalam pelayanan publik khususnya pelayanan ijin usaha dan pelayanan pajak. Dua sektor inilah yang menjadi dasar riset reformasi birokrasi di kota denpasar secara kualitatif.
top related