referat aspirasi pneumoni
Post on 14-Aug-2015
124 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aspirasi partikel dari luar ke paru dapat menyebabkan inflamasi dan merusak
fungsi paru. Trauma kimia ke jaringan paru, sering berasal cairan lambung yang
steril dan menyebabkan aspirasi pnemonia. Infeksi yang mengikuti inhalasi
materi dari luar, yang biasanya berasal dari orofaring, dikenal dengan istilah
pneumonia aspirasi. Infeksi pneumonia bisa disebabkan viral atau bakteri yang
patogen. Istilah pneumonia aspirasi dimaknakan sebagai infeksi yang mengikuti
inhalasi materi dari luar.1
Dua kelompok yang berisiko mengalami pneumonia aspirasi adalah
mereka dengan masalah neurologi dan dengan motilitas gasrointestinal yang
inadekuat. Anak dengan penurunan kesadaran dan masalah sistem saraf pusat
yang mengganggu refleks menelan dan pertahanan saluran nafas akan berisiko
untuk mengalami aspirasi. Ini terjadi terutama pada mereka dengan penyakit yang
kronik, anak yang dirawat, dan pada anak sehat berada dalam prosedur sedasi atau
selama kejang dapat mengalami aspirasi. Anak dengan penurunan motilitas
esofageal atau intestinal atau dengan penundaan waktu pengosongan lambung
akan meningkatkan risiko regurgitasi dari isi lambung dan memungkinkan
terjadinya aspirasi. 1
Pneumonia aspirasi adalah salah satu penyebab terbanyak dari morbiditas
dan mortalitas yang cepat pada pasien di rumah sakit. Pneumonia aspirasi pada
dewasa sering melibatkan bakteri anaerob. Penelitian dari bakteri pneumonia
aspirasi yang menginfeksi anak-anak sudah dilakukan tapi belum dapat
disimpulkan flora oral dan traktus respiratori bawah yang menyebabkannya.
Penelitian terakhir, 74 anak dengan pneumonia aspirasi diteliti dengan aspirasi
transtrakeal perkutan. Rata-rata pada usia 8 tahun. 52 pasien mengalami
pneumonitis, 12 pneumonia nekrotik, dan 10 abses paru. Hanya 1 pasien (dengan
abses paru) mempunyai komplikasi empiema. 2
Diduga baik pada dewasa dan anak-anak, bakteri yang sering
menyebabkan pneumonia aspirasi adalah bakteri anaerob. Ketika aspirasi terjadi
1
saat dalam perawatan medis, patogen nosokomial yang merupakan bakteri aerob
atau fakultatif akan terlibat juga. Bakteri yang sering menyebabkan ini adalah:
Escherchia coli, Klebsiella pneumonia, Staphylococcus aureus, Streptococcus α
hemolytic.2
1.2. Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang anatomi sistem respirasi anak, fisiologi respirasi
anak, mekanisme sistem pernapasan, definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko,
patogenesis, manifestasi klinik, diagnosis, pemeriksaan penunjang, diagnosis
banding, tatalaksana, dan prognosis dari pneumonia aspirasi.
1.3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui anatomi sistem respirasi anak, fisiologi respirasi anak,
mekanisme sistem pernapasan, definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko,
patogenesis, manifestasi klinik, diagnosis, pemeriksaan penunjang, diagnosis
banding, tatalaksana, dan prognosis dari pneumonia aspirasi.
1.4. Metode Penulisan
Referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan
tentang anatomi sistem respirasi anak, fisiologi respirasi anak, mekanisme sistem
pernapasan, definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, manifestasi
klinik, diagnosis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, tatalaksana, dan
prognosis dari pneumonia aspirasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Sistem Respirasi Anak
Sistem respirasi dibagi menjadi 2 yaitu:3
a. Sistem respirasi atas, dimulai dari lubang hidung sampai faring.
b. Sistem respirasi bawah, dimulai dari laring sampai alveolus.
2.1.1. Hidung
2
Hidung berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas sampai bawah:
pangkal hidung, dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela, dan lubang
hidung. Rongga hidung merupakan kavum nasi yang dipisahkan oleh septum.
Bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang adalah koana yang
memisahkan anatara kavum nasi dengan nasofaring. Septum dilapisi oleh
perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang.
Sedangkan bagian luar dilapisi oleh mukosa hidung. Bagian dari kavum nasi yang
tepat berada di belakang nares anterior disebut vestibulum, yang mempunyai
banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang.3
2.1.2. Faring
Faring memiliki 3 bagian yang terdiri dari nasofaring yaitu bagian yang langsung
berhubungan dengan rongga hidung, kemudian dilanjutkan dengan orofaring dan
terakhir adalah laringofaring.3
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas,
belakang, dan lateral, yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi,
sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul, sedangkan
bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre
vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat
orifisium tuba eustakius. Atap nasofaring dibentuk dari basis sfenoid dan dapat
dijumpai sisa jaringan embriogenik yang disebut sebagai kantung ranthke. Di
antara atap nasofaring dan dinding posterior terdapat jaringan limfoid yang
disebut adenoid.3
Orofaring yang merupakan bagian kedua faring, setelah nasofaring,
dipisahkan oleh otot membranosa dari palatum lunak. Yang termasuk bagian
orofaring adalah dasar lidah (1/3 posterior lidah), valekula, palatum, uvula, dinding
lateral faring termasuk tonsil palatina serta dinding posterior faring. Laringofaring
merupakan bagian faring yang dimulai dari lipatan faringoepiglotika ke arah
posterior inferior terhadap esofagus segmen atas.3
2.1.3. Laring
Laring terletak setinggi servikal ke-6, berperan pada proses fonasi dan sebagai
katup untuk melindungi saluran respiratori bawah. Orgran ini terdiri dari tulang
3
dan kumpulan tulang rawan yang disatukan oleh ligamen dan ditutupi oleh otot
dan membran mukosa. Epiglotis merupakan tulang rawan yang berbentuk seperti
lembaran yang melekat pada dasar lidah dan tulang rawan tiroid. Kartilago krikoid
melekat pada daerah posterior inferior. Pada bagian depan, kartilago krikoid
disatukan oleh membran krikotiroid. Kartilago krikoid merupakan tulang rawan
yang berbentuk cincin penuh. Kartilago aritenoid merupakan bagian dari laring
yang berperan pada pergerakan pita suara.3
2.1.4. Trakea dan Bronkus
Trakea merupakan bagian dari saluran respiratori yang bentuknya menyerupai
pipa serta memanjang mulai dari bagian inferio laring, yaitu setinggi servikal 6
sampai daerah percabangannya (bifurkasio) yaitu antara torakal 5-7. Panjangnya
sekitar 9-15 cm. Trakea terdiri dari 15-20 kartilago hialin yang berbentuk
menyerupai huruf C dengan bagian posterior yang tertutup oleh otot. Bentuk
tersebut dapat mencegah trakea untuk kolaps. Adanya serat elastin longitudinal
pada trakea,menyebabkan trakea dapat melebar dan menyempit sesuai dengan
irama pernapasan.3
Trakea terbagi menjadi 2 bronkus utama, yaitu bronkus utama kanan dan
kiri. Bronkus utama kiri memiliki rongga yang lebih sempit dan lebih horizontal
bila dibandingkan dengan bronkus utama kanan. Hal tersebut menyebabkan benda
asing lebih mudah masuk ke paru kanan daripada kiri. Trakea dan bronkus terdiri
dari tulang rawan dan dilapisi oleh epitel bersilia yang mengandung mukus dan
kelenjar serosa. Bronkus kemudian akan bercabang menjadi bagian yang lebih
kecil dan halus yaitu bronkuolus. Bronkiolus dilapisi oleh epiter bersilia namun
tidak mengandung kelenjar serta dindingnya tidak mengandung jaringan tulang
rawan.3
4
Gambar 1. Saluran pernapasan bagian bawah4
2.1.5. Alveolus
Bronkiolus berakhir pada suatu struktru yang menyerupai kantung yang dikenal
dengan nama alveolus. Alveolus terdiri dari lapisan epitel dan matriks
ekstraselular yang dikelilingi oleh pembuluh darah kapiler. Alveolus mengandung
2 tipe sel utama, yaitu sel tipe 1 yang membentuk struktur dinding alveolus dan
sel tipe 2 yang menghasilkan surfaktan. Alveolus memiliki kecenderungan untuk
kolaps karena ukurannya yang kecil, bentuknya yang sferikal dan adanya
tegangan permukaan. Namun hal tersebut dapat dicegah dengan adanya fosfolipid,
yang dikenal dengan nama surfaktan, dan pori-pori pada dindingnya.3
Alveolus berdiameter 0,1 mm dengan ketebalan dinding hanya 0,1 µm.
Pertukaran gas terjadi secara difusi pasif dengan bergantung ada gradien
konsentrasi. Setiap paru mengandung lebih dari 300 juta alveolus. Setiap alveous
dikelilingi oleh sebuah pembuluh darah.3
5
Gambar 2.
Gambar 3.
2.2. Fisiologi Sistem Respirasi Anak
Paru dapat mengembang dan mengempis dengan 2 cara, yaitu:3
a. Gerakan naik turunnya diafragma yang menyebabkan memanjang dan
memendeknya rongga dada.
b. Gerakan naik turunnya tulang rusuk yang menyebabkan bertambah dan
berkurangnya diameter anteroposterior rongga dada.
Selama inspirasi, kontraksi diafragma akan menarik permukaan paru ke
bawah. Pada saat ekspirasi, diafragma berelaksasi, kemudian elastisitas paru,
dinding dada, dan struktur abdomen akan menekan paru. Namun pada pernapasan
yang berat atus sulit, dibutuhkan kontraksi otot-otot perut untuk mendorong isi
perut ke atas sehingga menyebabkan bagian bawah diafragma terdorong.3
6
Mekanika pernapasan pada saat statis ditimbulkan oleh:3
a. Tegangan permukaan alveolus;
b. Elastisitas jaringan paru.
Selama kondisi dinamis mekanika pernapasan akan ditimbulkan oleh:3
a. Resistensi saluran napas terhadap aliran udara yang masuk ke dalam paru.
Yang mempengaruhi adalah: volume paru, otot polos bronkiolus,
perubahan diameter saluran napas, dan perubahan densitas dan viskositas
gas.
b. Resistensi jaringan paru (viskositas), yaitu resistensi yang timbul pada saat
terjadi pergeseran antara satu bagian jaringan dengan bagian yang lain.
Gambar 4. Mekanisme Pernapasan
Di dalam paru terjadi pertukaran ggas antara alveolus dan darah melalui
proses difusi. Difusi terjadi dari tempat yang memiliki konsentrasi rendah ke
tinggi sampai kedua konsentrasi menjadi sama.3
2.3. Mekanisme Pertahanan Sistem Respirasi Anak
Paru memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Berbagai mekanisme pertahanan
yang efektif diperlukan oleh paru, karena sistem repiratori selalu terpajan dengan
udara lingkungan yang seringkali terpolusi serta mengandung iritan, patogen, dan
alergi. Sistem pertahanan organ respiratori terdiri dari tiga unsur, yaitu refleks
batuk yang bergantung pada integritas saluran respiratori, otot-otot pernapasan,
dan pusat kontrol pernapasan di sistem saraf pusat.3
Silia dan aparatus mukosiliar bergantung pada integritas bentuk dan fungsi
silia serta epitel respiratori. Pertahanan mekanis sistem respiratorik yang berfungsi
7
melindungi paru terdiri dari penyaringan partikel, penghangatan, dan pelembaban
(humidifikasi), udara inspirasi serta absorpsi asap dan gas berbahaya oleh saluran
respiratori atas yang banyak mengandung pembuluh darah. Penghentian napas
secara sementara, pendangkalan napas secara refleks, laringospasme, serta
bronkospasme, dapat mencegah masuknya benda asing lebih jauh dan lebih
banyak ke dalam saluran respiratori.3
Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Spasme
ataupun penurunan pernapasan hanya dapat memberikan perlindungan sementara.
Aspirasi makanan, secret, dan benda asing dapat dicegah dengan gerakan menelan
dan penutupan epiglotis. Saluran respiratori di sebelah distal laring normalnya
steril. Sistem imun sangat berperan untuk mencegah terjadinya infeksi paru.3
Saluran respiratori atas terdiri dari hidung, sinus paranasal, dan faring;
saluran respiratori bawah adalah sisanya, mulai dari laring hingga distal. Hidung
memiliki area permukaan yang luas, dilapisi oleh epitel bersilia yang kaya
pembuluh darah, sehingga ketika udara mencapai bifurkasio aorta telah terjadi
penghangatan dan pelembaban udara inspirasi hingga 75%. Selama ekspirasi,
panas dan kelembaban dikeluarkan dari saluran respiratori. Partikel di udara yang
berukuran lebih besar dari 10-15mm, akan disaring oleh rambut-rambut kasar di
lubang hidung, sedangkan sebagian besar partikel yang berukuran lebih besar dari
5mm akan tertahan di permukaan hidung.3
Karena laring pada anak kecil relatif sempit dan dilingkari oleh tulang
rawan, obstruksi mudah terjadi. Obstruksi terutama terjadi akibat inflamasi,
karena jaringan yang edema akan cepat menyumbat lumen dan kemudianm
menimbulkan stridor inspirasi.3
Trakea dan bronkus dilapisi oleh epitel silindris berlapis semu bersilia
dengan sel goblet yang tersebar. Kelenjar mukosa meliputi kira-kira sepertiga
ketebalan dinding saluran respiratori, sebagian besar terdapat diantara permukaan
epitelial dan tulang rawan. 3
Trakea tersusun dari cincin tulang rawan inkomplit dengan membran
muskular di bagian posterior, sedangkan bronkus, terutama bifurkasio, tersusun
dari lempeng tulang rawan yang iregular. Tulang rawan ini semakin berkurang
hingga akhirnya menghilang pada bronkus yang terkecil. Sel-sel goblet dan
8
terutama kelenjar submukosa mensekresi lapisan mukus setebal 2-5mm yang
berada di ujung silia. Setiap sel bersilia memiliki sekitar 275 silia; gerakan terjadi
akibat aksi mikrotubulus di dalam tiap silia. Silia bergerak di dalam lapisan cairan
perisiliar dengan kecepatan 1000 gerakan/menit, menggerakan selimut mukus
menuju faring dengan kecepatan kira-kira 10mm/menit di dalam trakea. Di area
respiratorik paru, permukaan sel secara bertahap menjadi kuboid, dan akhirnya
menjadi rata (selapis tipis sel); sel bersilia dan sel goblet biasanya tidak ada.3
Penghangatan dan pelembaban 25% udara inspirasi terjadi di trakea dan
bronkus besar. Gagalnya pelembaban akan menyebabkan udara kering masuk
hingga saluran respiratori- distal. Partikel berukuran 1-5mm mengendap di lapisan
mukus trakeobronkial, sehingga hanya partikel berukuran 1mm mengendap di
lapisan mukus bronkiolus respiratori dan ruang udara, sebagian akan dideposit
dan sebagian besar dikeluarkan melalui ekspirasi.3
Sekret saluran respiratori terutama berasal dari sel-sel mukosa
(glikoprotein) dan serosa pada kelenjar submukosa yang bermuara ke epitel
permukaan; sel goblet dan sel clara- masing masing merupakan sel penghasil
sekret khas pada epitel bronkus dan bronkiolus; transudasi dari rongga vaskular;
cairan alveolar- merupakan unsur fosfolipid yang terbanyak ditemukan pada
mukus trakeobronkial. Sekret ini mengandung kira-kira 95% air.3
Pada masa bayi, terdapat ventilasi alveolar kolateral yang semakin banyak,
yaitu dengan terbentuknya pores of Kohn di antara alveolus, yang memungkinkan
gas masuk dari satu lobus ke lobus lainnya, bahkan mungkin ke segmen paru lain.
Selain itu juga terdapat komunikasi bronkio-alveolar, yang dikenal sebagai canals
of Lambert. Hubungan-hubungan anatomis ini mungkin bermanfaat untuk
mencegah atau memperlambat terjadinya atelektasis.3
2.3.1. Pembersihan Partikel
Partikel yang dideposit di saluran respiratori bagian konduksi, dibersihkan dalam
beberapa jam oleh mekanisme mukosiliar, sedangkan pembersihan partikel yag
mencapai alveolus mungkin memerlukan waktu beberapa hari hingga beberapa
bulan. Partikel yang mencapai alveolus dapat difagositosi oleh makrofag alveolar,
dan dikeluarkan dari paru oleh system mukosiliar, atau dibawa masuk ke
9
interstisiums untuk dihancurkan oleh limfosit dan kemudian dibawa ke nodus
regional atau masuk ke dalam darah.3
Beberapa partikel dapat berpenetrasi ke dalam insterstitium tanpa
difagositosis. Pembersihan mukosiliar dengan batuk, yang mendorong kelebihan
mukus keluar dari dari saluran respiratori dengan tekanan hingga 300 mmHg dan
kecepatan hingga 5-61/detik. Mukus/ lendir yang ditimbulkan oleh mekanisme
batuk biasanya tertelan oleh anak kecil, tetapi dapat juga dikeluarkan.3
2.3.2. Pertahanan Terhadap Agen Mikroba
Fagositosis dan pembersihan mukosiliar mungkin tidak cukup untuk melindungi
sistem respiratori dari agen hidup seperti bakteri dan virus. Faktor- faktor
tambahan yang diperlukan adalah penghancuran organisme secara selular dan
respons imun. Makrofag alveolar dan interstitial yang berasal dari monosit
merupakan komponen penting sistem pertahanan paru. Fagositosis dan
penghancuran partikel hidup oleh makrofag-makrrofag ini mungkin ditingkatkan
oleh opsonin atau oleh limfosit kecil.3
Antibodi utama pada sekret pernapasan adalah IgA sekretorik, yang
dihasilkan oleh sel plasma di submukosa saluran respiratori. Dua molekul IgA
bersama dengan polipeptida yang dihasilkan oleh epitel respiratorik, membentuk
IgA sekretorik yang sangat resisten terhadap digesti oleh enzim proteolitik yang
dikeluarkan oleh bakteri yang lisis atau sel yang mati. IgA dapat menetralisasi
virus dan toksin tertentu serta membantu melisiskan bakteri. IgA juga dapat
mencegah substansi antigenik masuk ke permukaan epitelial. Pada bulan pertama
kehidupan, jumlah IgA sekretorik paru mencapai jumlah yang sama pada dewasa.
IgG dan IgM juga ditemukan pada sekret saluran respiratori jika terjadi inflamasi
paru.3
Pada sekret saluran respiratori terdapat lisozim, laktoferin, dan interferon
yang juga berfungsi sebagai mekanisme pertahanan pada sekresi pernapasan.
Selain itu, terdapat juga IgE, yang memiliki peran penting dalam reaksi alergi.
2.3.3. Gangguan mekanisme pertahanan
Kemampuan fagositik makrofag alveolar dan mekanisme mukosiliar (lebih
sering), dapat terganggu oleh penggunaan alcohol, merokok, hipoksemia,
kelaparan, kedinginan, kortikosteroid, nitrogen dioksida, ozon, peningkatan
10
konsentrasi oksigen, narkotik, dan beberapa gas anestetik. Kemampuan makrofag
untuk membunuh bakteri juga dapat menurun akibat asidosis, azotemia, dan
infeksi virus akut, terutama rubel, dan influenza. Zat-zat yang bersifat toksik
terhadap sel epitel pernapasan antara lain adalah berilium dan asbes, debu organik
kapas, gas-gas seperti sulfur, nitrogen dioksida, ozon, klorin, ammonia, dan asap
rokok.3
Pembersihan mukosislier dapa berkurang karena hipotermi, hipertermi,
morfin, dan kodein, dan hipotiroidisme. Inhalasi gas yang kering melalui mulut
mengakibatkan membrane mukosa menjadi kering dan gerakan silia melambat,
sedangkan udara dingin dapat mengiritasi jaringan trakeobronkial.3
Kerusakan epitel pernapasan dapat reversible maupun ireversibel.
Kerusakan yang reversible diakibatkan oleh rhinitis, rinosinusitis, bronkitis,
bronkiolitis, infeksi respiratorik akut yang dikaitkan dengan tingginya kadar
polusi udara, serta pengelupasan epitel yang dapat dijumpai pada asma, atau yang
disertai dengan bronkospasme, edema, kongesti, dan mungkin ulserasi permukaan
yang ringan. Ulserasi yang berat, bronkiektasis, bronkiolektsis, metaplasia sel
skuamosa, dan fibrosis merupkan kerusakan berat yang menimbulkan gangguan
mekanisme pembersihan saluran respiratori menetap. Hal-hal lain yang dapat
memberikan pengaruh buruk bagi paru adalah hiperventilasi, hipoksia alveolar,
tromboembolisme paru, edema paru, reaksi hipersensitivitas dan obat-obat
tertentu sepeti salisilat.3
2.4. Definisi
Aspirasi adalah inhalasi dari isi orofaringeal atau gaster ke laring dan saluran
napas bawah. Pneumonia aspirasi adalah suatu akibat pada paru yang disebabkan
oleh inhalasi dari cairan ataupun sekresi endogen ke saluran napas bagian
bawah.5,6
Pneumonia aspirasi mengacu kepada sekuele paru akibat masuknya
sekresi endogen atau zat eksogen ke dalam saluran pernafasan bawah.7
Pneumonia aspirasi diklasifikasikan ke tiga sindrom klinis:6
a. Pneumonitis kimia;
b. Infeksi bakteri
c. Obstruksi saluran napas.
11
Berdasarkan hasil penelitian, perkembangan dari pneumonitis kimia jika
teraspirasi cairan 1-4 mL/kgBB cairan inokulum dengan pH ≤ 2,5 akan
menginisiasi reaksi inflamasi yang bisa menjadi fibrosis paru. Bakteri, yang
terjadi pada aspirasi sekresi orofaringeal dan gaster, bisa berakibat menjadi
pneumonia. Pneumonia aspirasi yang melibatkan benda asing, yang akan
mengakibatkan obstruksi saluran napas atau penutupan refluks saluran napas akan
bersinergi mengakibatkan trauma paru.6
2.5. Epidemiologi
5-15% kasus dari Community Acquired Pneumonia adalah pneumonia aspirasi. Ini
sering menyebabkan kematian pada pasien dengan disfagia dan yang mempunyai
masalah neurologis. 300000-600000 orang mengalami pneumonia aspirasi di
Amerika Serikat.5
Beberapa studi menunjukkan bahwa 5-15% dari 4,5 juta kasus pneumonia
yang diperoleh masyarakat merupakan pneumonia aspirasi. Pneumonia aspirasi
dianggap sebagai penyakit yang umum, tetapi tidak ada statistik yang tersedia.
Angka kematian/kesakitan dihubungkan dengan pneumonia aspirasi yang mirip
dengan community-acquired Pneumonia pada kira-kira 1% pasien yang rawat
jalan dan meningkat hingga 25% pada pasien yang diopname. Angka kematian ini
cakupannya tergantung pada hadirnya faktor penyulit atau komplikasi.Di
Amerika, pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas adalah sebanyak 1200
per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi nosokomial
sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun. Pneumonia aspirasi
lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutama usia anak
atau usia lanjut.8,9
2.6. Etiologi
Pneumonia aspirasi biasanya disebabkan oleh: 10
a. Aspirasi cairan toksik-pneumonitis kimia, seperti: asam, hidrokarbon,
mineral oil, dll.
b. Aspirasi bakteri patogen
Bakteri terutama bakteri anaerob yang merupakan flora normal yang
rentan teraspirasi pada pasien dengan berbaring. Bakteri yang
menyebabkan pneumonia aspirasi adalah: 1,6
12
o Bakteri anaerob
Bakteri gram positif, seperti: Clostridium, Eubacterium,
Actinomyces, Lactobaciluus, dan Propionibacterium)
Bakteri gram negatif, seperti: Bacteroides fragilis,
Fusobacterium nucleatum, Peptostreptococcus, dan Prevotella).
o Bakteri aerob
Bakteri gram positif, seperti: Staphylococci
Bakteri gram negatif, seperti: Pseudomonas aeruginosa
Berdasarkan hasil penelitian oleh David Smith yang mencatat tentang bakteri
yang menginfeksi pada pneumonia aspirasi adalah:
Tabel 1. Bakteri Pneumonia Aspirasi10
Community
Acquired
Hospital
AcquiredTotal
Kasus 38 32 70
Bakteri anaerob 25 7 32
Bakteri aerob 3 6 9
Bakteri aerob dan anaerob 10 19 29
Bakteri anaerob
Bacteriodes melaninogenicus 16 11 27
B. fragilis 5 5 10
B. oralis 4 5 9
Fusobacterium nucleatum 11 8 19
Peptostreptococci 21 11 32
Peptococci 7 4 11
Bakteri aerob
Diplociccus pneumonia 7 4 11
Staoh aureus 3 8 11
Klebsiella 3 5 8
Pseudomonas aeruginosa 2 5 7
Escherichia coli 2 4 6
Enterobacter cloacae 1 3 4
13
c. Subtansi yang tidak bereaksi (bisa menyebabkan obstruksi), seperti: cairan
2.7. Faktor Risiko
Beberapa kondisi dapat meningkatkan volume atau bakteri dari sekresi
orofaringeal, yaitu:5,11
a. Penurunan kesadaran, seperti:
Kejang
Intoksikasi
Anestesi
Trauma kepala
b. Disrupsi mekanisme dari pertahanan
Penggunaan NGT
Intubasi endotrakeal
Trakeostomi
Endoskopi saluran cerna bagian atas
Bronkoskopi
c. Penyakit neuromuskular
Miastenia Gravis
d. Masalah gastro-esofagea
Keganasan
Sfingter kardiak yang inkompeten
Obstruksi gaster
e. Dan lain-lain
Posisi tidur
14
Grafik 1. Faktor Presdiposisi Pneumonia Aspirasi6
Grafik 2. Materi yang Teraspirasi pada Pneumonia Aspirasi6
2.8. Patogenesis dan Patofisiologi
Patofisiologi dari aspirasi pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber
material asing yang teraspirasi. Pada manusia, aspirasi materi dengan pH ≤ 2,5
dianggap asam (acid). Seperti materi penyebab pneumonitis kimia berat dengan
trauma langsung pada membran kapiler alveolar. Reaksi perdarahan, granulositik,
dan nekrotisasi biasanya akan mengikuti. Efek dari inisiasi trauma dapat terjadi 15
dalam hitungan menit sampai jam, dan mungkin berhubungan dengan penutupan
refleks saluran napas, kerusakan dari surfaktan akan mengakibatkan atelektasis,
eksudasi dari cairan dan protein akan merusak membran interstisial dan edema
alveolar, perdarahan alveolar, dan konsolidasi.1
Aspirasi dengan pH ≥ 2,5 disebut non-acid. Ini mungkin berasal dari
orofaring atau dari gaster pasien dengan H2 blocker atau proton-pump inhibitor.
Respon awal sama dengan trauma asam, tanpa penurunan infiltrasi netrofil
alveolar dan nekrosis. Perluasan kerusakan paru pada aspirasi non-acid bervariasi
tergantung kepada komposisi yang teraspirasi. Aspirasi cairan bersih akan lebih
cepat sembuh daripada aspirasi partikel makanan yang akan menghasilkan respon
patologi. Aspirasi berulang akan menghasilkan gambaran radiografi formasi
granuloma yang mirip dengan tuberkulosis milier.1
Banyak peneliti setuju bahwa infeksi mengambil sebagian kecil inisiasi
komplikasi paru yang dihasilkan dari aspirasi. Bakteri patogen dari orofaring
mungkin bersamaan masuk dengan materi asing akan menghasilkan inokulasi
langsung pada jaringan paru. Aspirasi materi asam, yang melukai paru sangat
menguntungkan dan memungkinkan terjadinya infeksi sekunder bakteri yang akan
terjadi lebih dari setengah kasus. 1
Pada kasus yang berkembang menjadi infeksi, ada dua pola yang mungkin
terjadi. Nekrotisasi lokal bakteri pneumonia, abses, atauu empiema mungkin
menjadi infeksi inokulum yang berat. Meskipun beberapa pendapat, organisme
anaerob, baik infeksi tunggal ataupun berkolaborasi edngan bakteri aeroba lainnya
adalah penyebab pada sebagian kasus. Pola kedua dari infeksi adalah yang
mengikuti aspirasi dalam jumlah besar, seperti tipe acid. Baketeri aerob lebih
sering menginfeksi pada kasus ini. 1
Aspirasi menurut inokulum dapat diklasifikasikan menjadi: 1
a. Aspirasi cairan toksik-pneumonitis kimia, seperti: asam, hidrokarbon,
mineral oil, dll.
b. Aspirasi bakteri patogen
c. Subtansi yang tidak bereaksi (bisa menyebabkan obstruksi), seperti: cairan
2.8.1. Aspirasi Cairan Toksik
16
Cairan yang masuk ke saluran napas bawah dapat menginisiasi reaksi inflamasi
yang tidak tergantungkepada infeksi bakteri, contoh: aspirasi cairan asam,
hidrokarbon, dll. Aspirasi asam lambung adalah yang paling sering terjadi dan
diteliti. Ini juga biasa dikenal dengan Mendelson Syndrome. Pada pasien yang
teraspirasi cairan lambung akan tiba-tiba mengalami acute respiratory distress.
Pasien yang teraspirasi partikel makanan akan mengalami reaksi obstruksi akut.
Pada pasien ini dapat terjadi bronkospasme yang akan mirip dengan serangan
asma. 9
Pada Mendelson Syndrome akan menyebabkan reaksi inflamasi pada
parenkim. Ini terjadi pada pasien dengan masalah sistem saraf pusat, trauma
kepala, intoksikasi obat. Aspirasi cairan dengan pH ≤ 2,5 lebih besar 0,3mL/kgBB
akan mempunyai potensi yang besar menybabkan pnemonia kimia. Ini akan
melepaskan sitokin, terutama Tumor Necrosis Factor (TNF)-α dan interleukin
(IL)-8. 9
2.8.2. Aspirasi Bakteri Patogen
Pneumonia aspirasi berkembang sesudah inhalasi dari materi kolonisasi
orofaringeal. Mekanisme pertama yang terjadi adalah aspirasi dari sekresi
orofaring yang membuat bakteri dapat masuk ke dalam paru. Haemophilus
influenzae dan Streptococcus pneumoniae berkolonisasi di nasofaring atau
orofaring sebelum teraspirasi dan menyebabkan Community Acquired Pneumonia.
Istilah “Pneumonia aspirasi” mengacu secara khusus kepada perkembangan dari
bukti infiltrat secara radiografik pada pasien yang berisiko aspirasi orofaringeal.
Kurang lebih sebagian dari orang sehat mengaspirasi dalam jumah sedikit sekresi
dari orofarinegeal selama tidur. Risiko virulensi bakteri yang rendah pada sekresi
faring normal, bekerja sama dengan batuk, transportasi siliar yang aktif, dan
mekanisme imun selular dan humoral, menghasilkan pembersihan dari materi
infeksi tanpa menyebabkan gejala. Jika mekanisme ini, mekanisme humoral,
mekanisme seluler rusak atau jika teraspirasi dalam jumlah yang banyak, dapat
menyebabkan pneumonia. 5
Pasien dengan pneumonia aspirasi biasanya akan dimulai dengan demam
dan sputum yang purulen. Infeksi pada hari ke-8 sampai ke-14 pada kasus ini akan
17
mengakibatkan nekrosis jaringan dengan pembentukan abses atau perlebaran
ruang pleura. 10
Aspirasi pada kasus ini bisa berasal dari sekeresi orofaringeal, terutama saliva
yang berisi bakteri yang berasal dari lidah, gingiva, mukosa bukal, dan faring.
Kadang aspirasi gaster yang diikuti dengan bakteri juga bisa mengakibatkan
pneumonia aspirasi. Pada pasien dengan kebersihan oral yang buruk sering
menyebabkan infeksi oleh bakteri anaerob. 10
2.8.3. Aspirasi dari Substansi Inert
Pasien bisa teraspirasi material yang tidak toksik untuk paru tetapi dapat
menyebabkan komplikasi oleh obstruksi mekanik akibat mekanisme refleks. 10
2.8.3.1. Cairan
Cairan tidak akan menghasilkan lesi paru yang khusus, seperti: air, isi gaster yang
ternetralisasi. Aspirasi dalam jumlah besar pada cairan nontoksik akan membuat
sufokasi tiba-tiba melalui mekanisme obstruksi. 10
2.8.3.2. Partikel Padat
Ini sering terjadi pada anak-anak 1-3 tahun. Objek yang kecil akan menyebabkan
obstruksi parsial. Ketika bronkusutama yang terobstruksi, maka akan terjadi
obstruksi total. 10
2.9. Manifestasi Klinis
Gejala yang tampak pada anak dengan Pneumonia aspirasi adalah:6
a. Dispnea
b. Sianosis
c. Demam
d. Batuk yang produktif,
e. Wheezing, disebabkan oleh trauma langsung pada saluran napas atas yang
diikuti dengan tertelannya partikel-partikel
f. Nyeri dada
2.10. Diagnosis
1. Anamnesis
Penulusuran awal pneumonia aspirasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang
detail dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Orang tua ataupun pengasuh anak
harus ditanyakan tentang waktu dari gejalanya, yang berhubungan dengan
18
makanan, perubahan posisi, hipersalivasi, tersedak, muntah, atau rasa tidak
nyaman pada ulu hati (epigastium) pada anak yang lebih besar, dan gejala batuk
malam ataupun wheezing. Batuk ataupun tersedak minimal atau pun tidak ada
pada anak dengan refleks batuk dan tersedak yang menurun. Observasi terhadap
makan anak penting dilakukan apabila diduga adanya aspirasi rekuren yang terjadi
pada anak. Perhatian khusus harus diberikan terhadap reflux nasopharygeal.
Kesulitan terhadap menghisap atau menelan, dan berhubungan dengan batuk dan
tersedak. Lakukan pula inspeksi terhadap kavum oral untuk kelainan yang
mencolok atau tampak jelas pada mulut dan menstimulasi untuk mengeluarkan
gag reflex. Hipersalivasi atau akumulasi yang banyak dari sekresi di mulut
kemungkinan sugestif disfagia. Dan pada auskultasi pada paru akan trdapat
wheezing transien atau crackles setelah makan, khususnya tergantung pada
segmen paru.12
2. Pemeriksaan fisik
Pada aspirasi karena benda asing, pemeriksaan fisik yang dapat mengidentifikasi
aspirasi adalah bervariasi dan tergantung pada lokasi dan derajat lumen obstruksi
dari benda asing tersebut. Anak mungkin akan diam dan merasa nyaman atau
menunjukkan tanda-tanda respiratory distress syndrome yang bervariasi mulai
dari takipnea ringan sampai ke stridor berat dengan retraksi dan sianosis.
Penemuan klasik dari aspirasi benda asing terdiri dari suara nafas menurun pada
unilateral sebagai akibat dari kurangnya aliran udara yang masuk ke paru dan
ronki unilateral yang dikarenakan sumbatan parsial pada bronkus. Trias klinis
mulai dari wheezing, batuk, dan berkurangnya atau bahkan tidak ada suara nafas
terdapat pada hanya + 40% dari pasien. Meskipun 75 % hanya terdapat satu atau
lebih dari temuan fisik tersebut. Perubahan yang cepat pada saluran pernafasan
dapat terjadi akibat terjadinya edema atau perubahan lokasi dari benda asing.
Benda asing pada trakea khususnya dalam hal ini berbahaya, dengan berubahnya
periode antara normal dan obstruksi berat akibat efek ball-valving.13
Penemuan pada pemeriksaan fisik akan membantu untuk mengetahui lokasi dari
letak aspirasi benda asing tersebut. Jika terdapat obstruksi yang signifikan ke
aliran udara dimana tempat benda asing berada di laring atau trekea bagian atas
maka menghasilkan avonia atau hoarsenes with inspiratory atau bifasik stridor.
19
Wheezing yang memanjang pada fase expirasi adalah sugestif dari intratorak
trakea atau obstrusksi bronkus.13
Diagnosis dari pasien ini adalah adanya bukti radiografik. Pada gambaran
ditemukan infiltrat khas bronkopulmoner segmen. Pada pasien yang teraspirasi
saat posisiberbaring , bagian yang terkena adala segmen posterior dari lobus atas
dan segmen apeks dari lobus bawah. Pada pasien yang teraspirasi pada posisi
tegak atau setengah berbaring, segmen basal dari lobus bawah yang biasa terkena.
2.11. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien pneumonia aspirasi9:
a. Darah lengkap
Pada pasien dengan aspirasi bakteri anaerob patogen mungkin ditemukan
peningkatan leukosit, netrofilia, anemia, dan trombositosis. Pada pasien
dengan pneumonia aspirasi kimia mungkin ditemukan peningkatan
leukosit dan netrofilia.
b. Analisis gas darah
Analisis gas darah digunakan untuk mengetahui status oksigenasi dan pH
dan sebagai informasi tambahan untuk menuntun berapa oksigen yang
diberikan. Pada pasien pneumonia aspirasi didapatkan hipoksemia akut
dan tekanan karbon dioksida yang normal atau rendah dengan alkalosis
respiratori. Tingkat laktat (sering dihubungkan dengan gas darah) dapat
digu
c. Elektrolit darah, ureum, dan kreatini
Ini diperlukan untuk menilai status cairan dan kebutuhan intravena hidrasi.
Ini terutama pada pasien dengan edma, muntah, atau diare yang bisa
mengakibatkan kehilangan cairan. ini juga dapat menilai dampak organ
pada pasien dengan sepsis dan syok sepsis
d. Kultur darah
Ini dilakukan untuk men-screening dari bakteremia. Pada keadaan
pneumonia uncomplicated (tidak ada tanda dari sepsis atau syok sepsis).
Kultur darah dianjurkan dilakukan saat terapi awal.
e. Kultur sputum
20
Ini digunakan untuk menentukan bakteri patogen yang menginfeksi dan
terapi yang akan diberikan.
f. Rontgen toraks
Temuan radiografi dari pneumonia aspirasi tergantung kepada posisi
pasien ketika aspirasi terjadi:
Bagian lobus tengah atas dan lobus bawah paru dan cabang
bronkus yang curam adalah bagian yang sering terdapat infiltrat
yang banyak
Pasien yang teraspirasi dalam posisi sedang berdiri dapat
menyebabkan infiltrat di paru bagian bawah bilateral.
Pasien yang tidur dengan posisi miring ke kiri akan menyebabkan
infiltrat berada di posisi kiri.
Pada pneumonia aspirasi dengan bakteri anaerob akan tampak infiltrat
dengan atau tanpa kavitas pada satu bagian segmen paru yang terkena.
Sumber: Squalence aspiration neumonia ini children: radiograpphic and CT
findings as the first clue to diagnosis
Gambar 7.. Bayi perempuan usia 3 bulan. Radiografi toraks menunjukkan opasitas
parenkim pada daerah sentral di kedua lapangan paru; daerah perifer relatif lebih
bersih, terutama pada bagian kiri. Perhatikan densitas konsolidasi pada lobus
kanan atas dibatasi oleh fisura minor (panah)21
22
Sumber: Squalence aspiration neumonia ini children: radiograpphic and CT
findings as the first clue to diagnosis
Gambar 8. Anak laki-laki usia 6 tahun (a) Rontgen toraks menunjukkan opasitas
parenkim pada kedua lapangan paru. Daerah perifer lebih bersih, terutama pada
bagian kiri. (b) Gambaran CT scan (lung window setting) menunjukkan opasitas
ground glass sekitar densitas konsolidasi. (c) CT scan (mediastinal window
setting) di daerah caudar menunjukkan area denagn atenuasi yang lebih rendah
(panah) dengan densitas konsolidasi. (d) Follow-up rontgen toraks selama 4
minggu menunjukan perbaikan, tapi masih ada lesi yang menetap.
23
Sumber: Squalence aspiration neumonia ini children: radiograpphic and CT
findings as the first clue to diagnosis
Gambar 9. Pasien perempuan usia 6 tahun. (a) rontgen toraks menunjukkan
opasitas parenkim pada daerah sentral di kedua paru. Daerah perifer relatif lebih
bersih, terutama bagian kiri. (b) CT-High ResolutionI (Lung Window Setting)
menunjukkan opasitas ground-glass di sekitar densitas konsolidasi.
g. USG
USG dilakukan untuk mengkonfirmasi dan mengetahui lokasi dari pleural efusi
sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi.
h. CT Scan
CT scan toraks tidak dibutuhkan pada semua kasus pneumonia aspirasi. Ini
dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik dari efusi pleura atau empiema, seperti
mendeteksi nekrosis dengan infiltrate, cavitas, dan lokasi dari efusi pleura. CT
scan memberikan keterangan yang lebih baik tentang daerah yang terkena dan
digunakan untuk melihat abnormalitas dari paru karena abnormalitas pleura.
i. Bronkoskopi
Bronkoskopi diindikasikan kepada pasien pneumonia aspirasi ketika teraspirasi
makanan atau benda dari luaar. Bronkoskopi dengan sikat pelindung dan kateter
pelindung digunakan untuk mendapatkan bakteri patogen dari infeksi pneumonia
dan membantu untuk menentukan terapi antibiotic.
j. Torakosintesis
Torakosintesis adalah tindakan diagnostik dan terapi diaman cairan (atau udara)
dikeluarkan dari pleura dan dinding dada. Analisis dari specimen dapat membantu
24
menentukan penyebab yang mendasari dari efusi pleura. Sebelum dan sesudahnya
perlu dilakukan rontgen toraks untuk melihat kemungkinan komplikasi dari
torakosintesis.
2.12. Diagnosis Banding
Tabel 2. Perbedaan Pneumonia aspirasitis dan Pneumonia aspirasi5
Pembeda Pneumonitis aspirasi Pneumonia aspirasi
Mekanisme Aspirasi dari isi gaster
steril
Aspirasi dari kolonisasi
materi orofaringeal
Proses patofisiologi Trauma akut paru karena
asam dan terutama materi
gaster
Respon inflamasi akut
paru terhadap bakteri dan
produk dari bakteri
tersebut
Temuan bakteri Pada awalnya steril,
disusul dengan
kemungkinan infeksi
bakteri
Bakteri gram positif,
bakteri gram negatif, dan
kadang-kadang bakteri
anaerob
Faktor risiko utama Penurunan kesadaran Disfagia dan dismotilitas
gaster
Usia Sering pada usia muda Sering pada usia tua
Kejadian aspirasi Disadari Tidak disadari
Tipe presntasi Pasien dengan riwayat
penurunan kesadaran
dengan infiltrat paru
dengan gejala respirasi
yang berkembang
Pasien dengan disfagia
yang memiliki
manifestasi klinis dari
pneumonia dan infiltrat
segment bronkopulmoner
yang berkembang
Manifestasi klinis Tidak ada gejala atau
gejala tidak tampak dari
batuk yang nonproduktif
sampai ke takipnea,
bronkospasme, sputum
Takipnea, batuk, dan
tanda dari pneumoni
25
berdarah atau berbuih,
dan respiratory distress
2-5 jam setelah aspirasi
2.13. Komplikasi
Kejadian aspirasi akibat benda asing dapat memprovokasi timbulnya inflamasi
dari traktus respiratorius. Hasil proses inflasmasi ini merusak mekanisme
pernafasan dan fungsi lapisan mukosasiliar . Penelitian terbaru pada bayi telah
membuktikan bahwa protein pulmonary surfactan (Sp-A dan Sp-D) berkurang
secara signifikan dalam cairan bronchoalveolar lavage pada anak dengan reflux
gastroesofageal dan penyakit saluran pernafasan dibanding dengan anak dengan
reflux esofageal tanda penyakit salutran pernafasan. Ini menunjukkan bahwa
sistem pertahanan host pada anak dengan reflux dan penyakit saluran pernafasan
dari aspirasi mungkin karena sebagian dampak aspirasi menekan baik sekresi
atupun peningkatan pergantian apoprotein surfaktan, yang mana difikirkan untuk
menjadi penting dalam mekanisme pertahanan saluran pernafasan melalui
modulasi dari inflamasi jalan nafas. Akibat lain dari aspirasi yang berkelanjutan
termasuk kepada mempertahankan proses inflamasi yang mengarah ke edema
peribronkial, hipertrofi dari otot-otot pernafasan, mempersempit jalan nafas, dan
progresivitas dari jalan nafas dan fibrosis intertisial.13
Adapun komplikasi dari aspirasi pneumonia yakni atelektasis, abses paru,
empyema, pneumotorax skunder , sepsis, shock, perawatan di rumah sakit yang
lama dan keadaan extrim lainya dan kematian.7
Tabel 3. Analisa dari gambaran klinis dan radiologi dari 74 orang pasien anak
dengan aspirasi pneumonia2
Penemuan Total Jumlah dari Kasus
Pneumonitis
(52)
Necrotizing
pneumonia
(12)
Lung
abscess
(10)
Gambaran klinis
Usia rata-rata (th) 8,25 7,33 9,81 9,33
26
Kondisi yang mendasari
Penurunan kesadaraan
Disfagia
Kelainan kejang
Penyakit periodontal
Diamati aspirasi
Jumlah SDM perifer rata-
rata
Suhu rata-rata
Sputum purulen
Durasi sebelum timbulnya
gejala
1 hari
1-3 hari
>4 hari
Penemuan rontgen
Lokasi lesi
Lobus kanan atas
Segmen anterior
Segmen posterior
Lobus tengah kanan
Lobus kanan bawah
Segmen superior
Segmen basilar
Lobus kiri atas
Segmen posterior apikal
Lobus kiri bawah
Segmen superior
Segmen basiler
Lama terapi (hari)
42
25
32
48
44
17,460
103,1F
28
30
25
6
4
18
8
9
25
12
9
24
31
15
20
33
28
14200
102,8F
15
29
13
...
2
9
7
5
23
10
3
21
8
8
4
9
9
18800
103,9F
7
1
6
5
1
4
1
2
2
1
4
3
3
2
8
6
7
22860
103,8F
6
...
6
4
1
5
5
1
2
27
Respon dari terapi
Durasi demam (hari)
Waktu untuk
roentgenologic clearence
(hari)
18,4
4,0
20
11,4
2,8
13
34
8,2
41
30,2
5,2
31
Tabel diatas menerangkan penelitian yang dilakukan oleh Itzhak Brook dan
Sidney M. Finegold didapatkan bahwa yang termasuk dalam penilitian ini adalah
74 anak yang usianya berkisar dari 2 bulan sampai 18 tahun (dengan rata-rata
umur 8 tahun dan 3 bulan). Diantara mereka, 41 orang laki-laki dan 33 orang
perempuan. Dan ada juga usia dewasa yakni 20 tahun (diatas 18 tahun) yang
termasuk sebagai kelompok kontrol.2
Kondisi terbanyak untuk masing-masing komplikasi penyakit adalah pneumonitis
yakni 52 pasien, sedangkan pneumonia nekrotik 12 anak, dan abses paru sebanyak
10 orag anak. Untuk abses paru dimana lokasi parenkim yang terletak di segmen
basiler dari lobus bawah yakni 49 anak, segmen posterior dari lobus atas sebanyak
30 anak, dan segmen superior dari lobus bawah sebanyak 18 pasien.2
2.14. Tatalaksana
Terapi yang diberikan untuk pasien ini adalah: 1,5
a. Suction
b. Proteksi jalan nafas
c. Oksigen
d. Antibiotik
Untuk pengobatan awal pneumonia aspirasi, digunakan:14
Benzilpenisilin 1,2 g (anak: 30 mg / kg sampai dengan 1,2 g) IV, setiap 6-
jam ditambahkan metronidazol 500 mg (anak: 12,5 mg / kg sampai dengan
500 mg) IV, setiap 12-jam atau metronidazole 400 mg (anak: 10 mg / kg
sampai 400 mg) secara oral, setiap 12-jam atau pada pasien dengan
hipersensitivitas penisilin, sebagai penggunaan obat tunggal.
28
Klindamisin 450 mg (anak: 10 mg / kg sampai dengan 450 mg) IV, setiap
8-jam atau lincomycin 600 mg (anak: 15 mg / kg hingga 600 mg) IV,
setiap 8-jam.
. Jika diduga pneumonia dari Gram-negatif, gunakan:
Metronidazol 500 mg (anak: 12,5 mg / kg sampai dengan 500 mg) IV,
setiap 12-jam atau metronidazole 400 mg (anak: 10 mg / kg sampai 400
mg) secara oral, setiap 12-jam ditambahkan ceftriaxone 1 g (anak: 25 mg /
kg sampai dengan 1 g) IV, per hari atau cefotaxime 1 g (anak: 25 mg / kg
sampai dengan 1g)IV,setiap 8-jam ATAU (sebagai persiapan tunggal)
piperasilin + Tazobactam 4 +0.5 g (anak: 100 + 12,5 mg / kg sampai
dengan 4 +0.5 g) IV, setiap 8-Jam atau tikarsilin + klavulanat 3 0,1 g
(anak: 50 1,7 mg / kg sampai dengan 0,1 g 3) IV, setiap 6-jam.
Jika infeksi dengan Staphylococcus aureus diduga atau terbukti, lihat
stafilokokus pneumonia. Beralih ke terapi oral setelah ada peningkatan
yang signifikan (misalnya ketika demam dan / atau tanda-tanda obyektif
lainnya yang membaik), dan pasien dapat mentolerir obat oral.
digunakan amoksisilin klavulanat + 875 +125 mg (anak: 22,5 3,2 mg / kg
sampai dengan 875 +125 mg) secara oral, setiap 12-jam.
Pada pasien dengan hipersensitivitas penisilin, gunakan:
klindamisin 450 mg (anak: 10 mg / kg sampai dengan 450 mg) secara
lisan, setiap 8-jam.
Untuk pneumonia aspirasi yang tidak terlalu berat, 7 hari terapi biasanya
cukup, namun penyakit yang telah luas atau telah ada pembentukan abses
mungkin memerlukan lebih lama terapi dosis tinggi dan / atau
pembedahan.
e. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid masih kontroversial. Berdasarkan penelitian
mengindikasikan keuntungan yang minimal. Efek samping kortikosteroid
sebagai imunosupresan juga akan menyebabkan infeksi sekunder bakteri
2.15. Prognosis
29
BAB III
KESIMPULAN
3.
30
top related