referat (2)
Post on 28-Nov-2015
12 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kontinuitas suplai darah ke otak sangat penting agar dapat menjamin
stabilitas fungsi otak. Terhentinya sirkulasi darah dalam 5-10 detik saja akan
menghilangkan kesadaran sedangkan bila lebih dari 3 menit akan terjadi iskemia
serebral yang irrepairable di substansia grisea kortek, nucleus sel basalis sel
Purkinye. Perlu diketahui otak adalah organ yang sangat sensitif terhadap
hipoksia, karena konsumsi oksigen otak sangat tinggi dibandingkan organ lain
yaitu (3,3-3,5)cc/100 gram otak/menit.
Dalam waktu satu jam saja sirkulasi otak terhenti seluruh neuron otak akan
nekrosis dan setelah 2 jam akan disusul nekrosis jaringan jantung, ginjal, hati,
paru dan terakhir kulit akan nekrosis setelah beberapa jam atau hari. Glukosa
sendiri sebagai sumber energi utama cadangannya sedikit diotak sedangkan
konsumsi glukose otak 5,5 mg/100 gram otak/menit, sehingga bila terjadi henti
sirkulasi akan terjadi hipoglikemia sampai ketingkat yang irreversible.
Otak sebagai sistem pada tubuh yang terkompleks dan sangat terorganisasi
menggunakan bagian yang nyata dari aliran darah tubuh. Karena cadangan energi
didalam otak dapat diabaikan, aliran darah yang cukup sangat diperlukan untuk
menyediakan substrat-substrat penghasil energi dan untuk membersihkan
produkproduk dari metabolisme sel. Dengan demikian otak sangat sensitif pada
penurunan aliran darah. Berkurangnya aliran darah yang hebat dapat
menyebabkan gejala neurolofis dalam beberapa detik. Gangguan aliran darah
yang kontinyu dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan yan gireversibel
dalam beberapa menit. Otak mempunyai kemampuan yang khas untuk mengatur
aliran darah terhadap aktivitas fungsional dan metabolic (flow metabolism
coupling and metabolic regulation), perubahan pada tekanan perfusi (perssure
autoregulation), perubahan kandungan oksigen atau karbondioksida dari arteri.
Selain itu aliran darah otak dapat berubah melalui pengaruh langsung dari
hubungan antara pusat-pusat khusus di otak dan pembuluh darah (Neurogenic
Regulation).
1.2. Tujuan
Tujuan penyusunan refrat ini antara lain.
1. Memberikan informasi tentang anatomi pembuluh darah otak
2. Memberikan informasi tentang fisiologi aliran darah otak / cerebral blood
flow.
3. Memberikan informasi tentang mekanisme autoregulasi
1.3. Manfaat
Diharapkan referat ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang
mekanisme autoregulasi otak, baik bagi penulis maupun bagi yang ingin
mempelajari tentang aoturegulasi otak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Sirkulasi Otak
Sirkulasi otak dapat dibagi menjadi sirkulasi anterior (carotid) dan
posterior (vertebrobasiler), yang bertemu di dasar otak melalui sistem anastomose
yang membentuk sirkulus Willisi.
2.1.1 Sirkulasi Anterior
Arteri carotis dextra berasal dari arteri inominata, sedangkan arteri carotis
sinistra berasal langsung dari arcus aorta. Pada ketinggian sekitar vertebrae
cervical keempat, arteri carotis communis terbagi menjadi arteri carotis eksterna,
yang mensuplai wajah dan scalp, dan arteri carotis interna, yang mensuplai
sirkulasi intracranial.
Arteri carotis interna (ACI) terbagi menjadi segmen cervical (C1),
petrosus(C2), intracavernosus (C3) dan supraklinoid (C4). Trunkus
meningeohipofiseal berasal dari carotis intrakavernosa dan memberikan
percabangan yang mensuplai kelenjar pituitari dan basal meningeal. Setelah
keluar dari sinus kavernosus, ACI menembus lapisan dura untuk membentuk
segmen supraklinoid, yang akan memanjang hingga bifurcartio carotis. Cabang
intradura yang pertama adalah arteri ophtalmica, yang mensuplai aliran darah ke
orbita dan merupakan sumber potensial dari sirkulasi kolateral.
Cabang carotis berikutnya, arteri comunicans posterior (ACoP),
menghubungkan sirkulasi anterior dan posterior. Biasanya terdapat tujuh cabang
dari bagian medial arteri ini, yang akan mensuplai batang otak sebelah lateral dan
bagian inferior basal ganglia.
Arteri choroidal anterior (AChoA) bermula pada 2-4 mm distal dari ACoP
dan merupakan cabang besar yang terakhir sebelum bifurcatio. Arteri ini
mensuplai jalur penglihatan (traktus opticus, lateral geniculate body, radiatio
opticus), sebagian basal ganglia, dan jalur kortikospinal. Oklusi dari AChoA dapat
menyebabkan defisit berupa hemiplegi dan hemianopsian atau tidak ada defisit
sama sekali.
Setelah AChoA, ACI akan bercabang untuk membentuk arteri cerebral
anterior (ACA) dan arteri cerebral media (ACM). Bagian dari ACA diantara
percabangan ACI dan arteri comunicans anterior (ACoA) merupakan segmen A1
dari ACA. Segmen ini akan bercabang menuju kapsula interna, thalamus, dan
hipothalamus.
ACoA menghubungkan dua ACA dan menentukan lokasi dimana A1
menjadi arteri cerebral anterior distal (A2). Cabang dari ACoA mensuplai
hipothalamus anterior. Cabang terbesar dari area ACA/ACoA adalah arteri
recuren Heubner, yang mensuplai anterior dari basal ganglia dan kapsula interna.
Arteri cerebral anterior distal (A2) berjalan superior dan posterior dari
ACoA, didalam fissura interhemisfer, dan membagi diri menjadi arteri
pericallosal dan arteri callosomarginal didekat genu dari corpus callosum. A2 dan
cabangnya mensuplai bagian medial dari lobus frontalis dan parietalis.
Segmen pertama dari ACM (M1) berjalan dari percabangan ACI menuju
percabangan ACM dalam fissura Sylvii. Arteri lenticulostriata lateralis dan media
berasal dari segmen M1 ini, yang keluar dari sudut kanan bagian dorsal M1 dan
mensuplai basal ganglia serta terutama bagian superior kapsula interna.
Pada fissura Sylvii, ACM berbagi menjadi 2-4 cabang, yaitu segmen M2.
Pada titik inilah sebagian besar aneurysma ACM terjadi. Segmen M2 keluar dari
fissura Sylvii dan menyebar pada lengkungan hemisfer untuk mensuplai bagian
lateral dari lobus frontal, parietal, occipital, dan temporal.
2.1.2 Sirkulasi Posterior
Arteri vertebralis (AV) merupakan cabang pertama dari arteri subclavia.
Setelah keluar dari sudut kanan arteri subclavia, AV berjalan beberapa cm
sebelum masuk kedalam foramen intervertebralis dari C6. Setelah itu ia akan
berjalan sepanjang foramen dari C6 hingga C1 dan melewati bagian superior dari
arcus C1 dan menembus membran atlantooccipital dan masuk kedalam rongga
kepala. Saat berjalan kearah ventral dan superior, ia memberikan cabang arteri
cerebellar inferior posterior (ACIP) sebelum akhirnya bersatu dengan AV dari
arah yang berlawanan pada pertengahan bagian ventral dari pontomedulary
junction untuk membentuk arteri basillaris (AB). AB akan bercabang membentuk
dua arteri cerebral posterior pada pontomesencephalic junction. Hubungan
menuju sirkulasi anterior melalui ACoP akan melengkapi sirkulus Willisi. ACIP
merupakan cabang terbesar dari sirkulasi posterior (vertebrobasiller) dan
mensuplai medulla vermis inferior, tonsil, dan bagian inferior hemisfer
cerebellum. ACIP juga sangat erat kaitannya dengan saraf kranial ke 9, 10, dan
11.
Arteri cerebellar inferior anterior (ACIA) biasanya bermula dari distal dari
vertebrobasilary junction setinggi pontomedullary junction, mensuplai pons,
pedunculus cerebellar media, dan bagian tambahan cerebellum. Selain itu ACIA
juga terkait erat dengan saraf kranial ke 7 dan 8.
Arteri cerebellar superior (ACS) berasal dari proksimal percabangan
basilaris, dan mensuplai otak tengah, pons sebelah atas, dan bagian atas
cerebellum. Cabang dari ACS akan membentuk anastomose dengan cabang dari
ACIP dan ACIA pada hemisfer cerebellum dan merupakan sumber potensial dari
aliran kolateral.
Arteri cerebralis posterior (PCA) dibentuk oleh percabangan AB dan
mensuplai otak tengah bagian atas, thalamus posterior, bagian posteromedial
lobus temporalis, dan lobus occipitalis.
Sirkulus Willisi merupakan sirkulasi kolateral antara pembuluh darah
intrakranial. Terpisah dari kolateral ophtalmicus, terdapat beberapa tempat
anastomose lain antara pembuluh darah ekstra dan intrakranial, mencakup
anastomose melalui arteri sphenopalatina, arteri dari foramen rotundum dan
cabang kecil yang biasanya ada pada tulang petrosus. Arteri utama yang
mensuplai dura adalah arteri meningea media dan cabang ascending arteri
pharyngeal, cabang dari sirkulasi eksternal. Terkadang dapat terbentuk
anastomose antara dura dan permukaan korteks. Sebagai tambahan, hubungan
antara carotis dan vertebrobasillar dapat terjadi.
2.1.3 Sistem Vena
Sistem drainase vena otak dibagi menjadi segmen dalam, yang terdiri dari
vena otak yang menyediakan drainase untuk otak, dan segmen luar yang terdiri
dari sinus vena dural yang menjadi muara dari aliran vena. Aspek unik dari
drainase vena adalah vena serebralis memiliki dinding yang lebih tipis dibanding
dengan vena sistemik, dan tidak memiliki lapisan histologis tunika seperti pada
umumnya. Selain itu juga tidak ada vena yang memiliki katup sebagaimana
struktur vena dimanapun lainnya.
Segmen dalam lebih jauh dibagi lagi menjadi sistem drainase dalam dan
superfisial. Pada kompartemen supratentorial, drainase superfisial struktur korteks
terbagi ke sinus sagitalis superior atau sinus transversus.
2.2. Cerebral Blood Flow (CBF)
Otak menerima suplai darah kira kira 15% dari cardiac output (CO).
Dalam keadaan istirahat dan kondisi sehat CBF orang dewasa kira kira 45-55
cc/100g otak permenit sedangkan pada anak anak sebesar 105 cc/100 gram
otak/menit.
Total blood flow ke otak yang beratnya lebih kurang 1500 g kira kira 750
cc/menit. Semakin tua semakin rendah CBF umpama pada usia 70 tahun, 58
cc/100g otak permenit sedangkan pada usia 21 tahun CBF 62 cc/100 gram
otak/menit.
Bila CBF menurun < 20 cc/100g otak permenit akan terjadi ischemic
EEG, bila diantara 18-23 maka otak tidak berfungsi namun sewaktu-waktu perfusi
meningkat akan aktif lagi disebut Penlucida tetapi bila CBF< 18 akan terjadi
infarct apabila perfusi tidak bisa ditingkatkan sampai batas waktunya maka
disebut Penumbra,semakin rendah CBF semakin singkat toleransi waktunya.
Bila CBF <15 akan terlihat EEG isoelektrik,absent evoke potensial,
posfokreatinin menurun, laktat meningkat tetapi ATP masih normal. Bila CBF
antara 8-10 terjadi kegagalan metabolisme, Kalium ECF meningkat dan ATP
menurun. Bila diantara 6-9 maka Ca masuk intracelluler.
Faktor-faktor yang mempengaruhi CBF :
A. Perbedaan tekanan pembuluh darah otak
Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tekanan pembuluh darah otak:
1) Tekanan darah (BP) arteriel
Dalam keadaan tanpa hipotensi tekanan darah arteriel pengaruhnya
sedikit saja pada CBF, malahan penurunan tekanan sampai 60-70 mmHg
tak mempengaruhi CBF. Hal ini disebabkan adanya autoregulasi cerebral
yang mekanismenya hingga saat ini masih belum jelas. Begitupun
Bayliss(1902) mengemukakan bahwa adanya pengaruh langsung
tekanan pada otot-otot polos cerebrovaskular sedangkan Lassen (1959)
berpendapat bahwa Pco2 dalam brain tissue sebagai faktor pengaturnya.
Yang dimaksud dengan autoregulasi cerebral ialah kemampuan
otak mempertahankan CBF dalam batas-batas normal dalam menghadapi
tekanan perfusi cerebral(CPP) yang berubah. Tekanan perfusi cerebral
adalah selisih tekanan arteri rata rata(saat masuk) dan tekanan vena rata-
rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph/cerebral venous
junction,secara praktis.
CPP adalah selisih tekanan arteri rata rata (mean arterial pressure
(MAP) dan tekanan intracranial rata rata (Intracranial Pressure) (ICP)
yang diukur setinggi foramen monroe.
CBF = CPP / CVR
CPP = MAP - ICP
CBF = MAP - ICP
CVR
CBF : Cerebral Blood Flow
CPP : Cerebral Perfussion Pressure
MAP : Mean Arterial Preassure
ICP : Intra Cranial Pressure
CVR : Cerebro Vaskular Resistance
Karena CPP = MAP - ICP maka CPP akan menurun bila MAP
turun atau ICP naik. CPP normal antara 80-90 mmHg. Bila CPP turun50
mmHg terlihat EEG melambat, bila CPP < 40 mmHg maka EEG
mendatar terjadi iskemia yang reversibel atau irreversibel tetapi bila
CPP< 20 mmHg akan timbul iskemia cerebral yang irreversibel.
Biasanya autoregulasi akan dapat mempertahankan CBF selama MAP
antara 50-150 mmHg. Artinya bila MAP turun oleh kontraksi otot-otot
polos dinding serebrovaskular sebagai respons adanya perubahan tekanan
intra mural akan terjadi vaso serebral dilatasi sebaliknya bila MAP naik
akan terjadi vasocerebral konstriksi selama MAP antara 50-150 mmHg.
Bila MAP turun dibawah 50 mmHg walau dilatasi maksimal CBF
akan mengikuti CPP secara pasif sehingga terjadi iskemia otak. Dan
sebaliknya bila MAP diatas 150 mmHg maka biarpun kontriksi maksimal
akan dirusak sehingga CBF akan naik dengan tiba tiba dapat merusak
blood brain barrier (BBB) dan terjadi odema otak bahkan perdarahan
otak. Beberapa keadaan merubah atau menghilangkan autoregulasi ini
misal hipertensi kronis dapat merubah batas atas autoregulasi bergeser
kekanan sehingga sudah terjadi iskemia pada tekanan darah yang
dianggap normal pada orang normal.
Iskemia serebral, infarct, trauma kepala, hipoksia, hiperkarbia
berat,obat anestesia inhalasibisa menghilangkan autoregulasi otak. Bila
autoregulasi otak hilang maka CBF tergantung pada tekanan darah
sehingga penurunan CPP akan menurunkan CBF.
2) Tekanan Vena
Pengaruh tekanan dalam vena-vena besar biasanya tidak berarti,
bahkan pada gagal jantung kongestif. Mayer(1954) membuktikan bahwa
tidak ada perubahan CBF bila tekanan jugularis interna dinaikkan sampai
23 cmH2O pada manusia .
B. Tahanan dalam pembuluih darah otak (cerebro vascular resistance /CVR)
Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi CVR:
1) Kontrol Kimiawi.
PaCO2 satu satunya faktor yang sangat penting mengontrol CBF.
Ini disebut CO2 reactivity artinya perubahan PaCO2 akan merubah CBF
dimana bila PaCO2 naik, CBF naik & sebaliknya. Inhalasi 7% CO2 dapat
menaikkan CBF sampai 100%. Sedangkan hyperven tilasi sampai
PaCO2 26 mmHg dapat menurunkan CBF sampai 35% (Ketty &Smith
1948).
Dalam keadaan dianestesi,anjing yang normotensi, perubahan CBF
maksimum dicapai oleh variasi PaCO2 antara 20-90 mmHg,diluar batas ini
perubahan PaCO2 tak akan menimbulkan perubahan CBF lebih lanjut.
Harper dan Glass(1965) juga menunjukkan bahwa respons terhadap CO2
berkurang dalam keadaan hipotensi dan menghilang bila tekanan darah
sistemik turun sampai 50 mmHg. Demikian juga Lennox dan Gibb (1932)
membuktikan bahwa respons terhadap CO2 menurun dalam keadaan
hipoksemia.
Dalam range PaCO2 diantara 20 -80 mmHg kenaikan PaCO2 1
mmHg akan menaikkan CBF 2cc/100gram jaringan otak. Dan laporan lain
setiap kenaikan PaCO2 1 mmg diantara PaCO2 25-80 mmHg menaikkan
CBF kira kira 4% (0,95- 1,75)cc/100 gram otak menit. Jika dibandingkan
dengan keadaan normokapnia maka CBF 2xlipat pada PaCO2 80 mmHg
dan setengahnya pada PaCO2 20 mmHg. Perubahan CBF hanya sedikit
dibawah PaCO2 25 mmHg maka hindari excessive hiperventilasi karena
akan menyebabkan iskemia cerebri. Beberapa peneliti mengemukakan
bahwa kadar CO2 dalam darah merubah pH ECF yang merubah tonus
otot-otot polos arteriole cerebral.
Konsentrasi CO2 dan ion bikarbonat dalam cerebro spinal fluid
(CSF) (LCS) menentukan pH ECF. Konsentrasi CO2 di arteri terutama
tergantung pada PACO2(respirasi) sedangkan konsentrasi ion bikarbonat
sehubungan proses metabolisme otak. Bila PaCO2 normal maka
perubahan pH sedikit sekali pengaruhnya pada CBF. Walaupun perubahan
CBF bisa ditimbulkan oleh perubahan pH arteriel dimana alkalosis
membuat vasocerebral konstriksi dan asidosis membuat vasodilatasi
namun Haper&Bell 1963 membuktikan tidak ada perobahan CBF regional
pada anjing-anjing bila PaCO2 dijaga konstant, selama infus dengan
bikarbonat dan asam laktat.
Dalam area otak yang terganggu oleh trauma,iskemia, bisa terjadi
gangguan autoregulasi dan CO2 reactivity sekaligus hingga CBF benar
benar tergantung CPP disebut cerebral vasoparalise. Bila tekanan perfusi
cukup maka aliran darah akan meningkat kedaerah yang hilang
autoregulasi dan CO2 reactivity disebut Luxury perfussion. Tetapi
sebaliknya bila terjadi hipotensi akan terjadi iskemia berat dalam waktu
yang singkat. Bila terjadi vasodilatasi umum diotak maka terjadi pencurian
CBF dari daerah vasoparalise masuk kedaerah otak yang normal disebut
intracerebral steal.Umpama dalam kondisi hiperkarbi. Sebaliknya dalam
kondisi hipokarbia (hiperventilasi) atau obat yang membuat vasocerebral
konstriksi seperti penthortal maka CBF akan memasuki daerah
vasoparalise disebut Inverse Intracerebral steal (fenomena Robinhood
mencuri harta orang kaya diberikan ke si miskin).
Oksigen sendiri mempunyai effek vasokonstrisi cerebrovascular.
Bila PaO2 menurun sedangkan PaCO2 tetap, CBF tidak terpengaruh
sampai PaO2 turun dibawah 50 mmHg atau ada yang melaporkan dibawah
40 mmHg. Hipoksia menyebabkan penumpukan asam metabolit dalam
ECF yang mengelilingi arteriole cerebral dan bisa menyebabkan
vasodilatasi namun alkalosis pada ECF oleh karena hiperoksia tidak akan
menyebabkan vasokonstriksi cerebral. PaO2 diatas normal akan
menurunkan CBF karena pada saat yang sama terjadi penurunan PaCO2.
Tetapi PaO2 disarankan tidak melebihi 200 mmhg pada operasi otak.
2) Kontrol Neurologik
Sokoloff & Ketty 1960 meneliti tak ada pengaruh lansung
autonomic nervus system(ANS) pada pembuluh darah otak begitupun
peneliti lain mengatakan ada pengaruhnya tetapi tak lebih dari 5-10%.
Dimana perangsangan simpatis menyebabkan vasokonstriksi sementara
perangsangan parasimpatis menyebabkan vasodilatasi.
3) Tekanan Intra Kranial
Pada kenaikan ICP mencapai 500 mmH2O tidak akan merubah
CBF oleh kenaikan yang sama tekanan arteriel tetapi diatas level ini terjadi
penurunan CBF yang drastis.
4) Viskositas Darah
Polisitemia akan menurunkan CBF sampai 50% sebaliknya anemia
gravis malah CBF sangat meninggi.Dehidrasi dengan Ht meningkat CBF
akan menurun sementara hemodilusi hipervolemi CBF meningkat.
5) Temperatur
Menurut penelitian(Rosomoff dan Holaday 1954) dan (Kleinerman
& Hopkins 1955) anjing-anjing yang suhu tubuhnya turun maka CBF
maupun Cerebral Metabolic Rate (CMR) akan menurun. Menurut
Rosomoff 1956 setiap penurunan suhu tubuh satu derajat akan
menurunkan 6-7% CBF. Pada suhu 28 derajat celcius penurunan CBF
sebesar 50%. Kleinerman dan Hopkins melaporkan bahwa pada suhu
antara 22-27 derajat Celcius penurunan CBF melampaui penurunan
CMRO2. Akan tetapi Rosomoff dan Holaday anjing anjing yang
diturunkan suhunya sampai 26 C terjadi penurunan paralel CBF dan
CMRO2. Dalam praktek klinis ini sangat luas dan berhasil dipakai untuk
mencegah kerusakan otak selama prosedur operasi tertentu.
Karena hipotermi yang berat sampai 29 derajat C saja banyak
menimbulkan efek samping maka saat ini disarankan menurunkan sekitar
2-3 derajat saja sudah cukup memberi proteksi otak. Bagaimana
hipotermi bisa mengurangi akibat iskemia cerebri masih belum jelas
diduga disamping menurunkan CMR adanya perubahan sintese protein,
permeabelitas BBB dan ion reaksi radikal bebas dan membran lipid dan
lain-lain. Sebaliknya kenaikan suhu tubuh tidak menaikkan CBF.
2.3. Autoregulasi Otak
2.3.1 Autoregulasi
Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh
terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada
resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi /
dilatasi pembuluh darah. Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan
TD secara mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak
terjadi iskemi.
Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan. Bila TD turun,
terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu normotensi,
aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure (MAP) 60–70
mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah
yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan
manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.
Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic
yang disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun
oleh Kontos dkk. Mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam
perubahan metabolisme di otak. Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan TD
yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditolelir. Pada penderita
hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang
autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga
pengurangan aliran darah terjadi pada TD yang lebih tinggi. Straagaard pada
penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita
hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang
normotensi. Penderita hipertensi denga pengobatan mempunyai nilai diantar
group normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan dan dianggap bahwa TD
terkontrol cenderung menggeser autoregulasi kearah normal. Dari penelitian
didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa
batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP.
Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak
20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau
urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru
akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebir
rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi
ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark
cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih
lambat (6 – 12 jam) dan harusdijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 –
180/100 mmHg.
2.3.2 Teori Autoregulasi Aliran Darah Otak
A. Teori regulasi metabolik
Dalam keadaan normal, aliran darah otak sangat disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan otak pada oksigen dan glukosa. Penyesuaian ini disebut
sebagai flow metabolism coupling atau metabolic regulation. Aktivitas
tingkah laku seperti berbicara atau pergerakan anggota tubuh menyebabkan
penyesuaian kenaikan local kebutuhan glukosa dan aliran darah pada daerah
otak yang menangani fungsi ini. Pada saat kejang, kebutuhan glukosa dan
aliran darah dapat meningkat hingga 200-300%. Sebaliknya bila tingkat
metabolisme otak berkurang seperti pada saat koma atau anestesia barbiturat
dapat dibuat suatu penurunan yang disesuaikan. Suhu tubuh pun mempunyai
efek yang penting, karena kebutuhan glukosa sebagaian besar daerah SSP
berubah lebih kurang 5-10% untuk setiap perubahan 1 derajat celcius.
Pada tahun 1890, Roy dan Sherington mengajukan bahwa otak
mempunyai mekanisme intrinsic yang mengatur suplai vaskuler, sehingga
dapat berubah secara lokal terhadap perubahan lokal dari aktivitas-aktivitas
fungsional. Sokoloff mengembangkan C dexoyglucose autoradiografic
method untuk mengatur kebutuhan glukosa sehingga regulasi metabolik dapat
terkonfirmasi. Silver melaporakan bahwa aliran darah lokal meningkat dalam
satu detik setelah aktivitas neuronal dimulai. Peningkatan aliran darah pada
penelitian ini sangat vocal dan terjadi pada 250 mikron dari daerah eksitasi
neuronal, mendukung bahwa perkusi secara tepat diatur pada tingkat
mikrovaskuler. Telah pula ditunjukan bahwa pada peningkatan regional dari
kebutuhan glukosa, konsumsi oksigen dan aliran darah, dan telah pula
dipercaya bahwa hasil kimiawi dari metabolisme memediasi respon ini.
1) Perubahan pH ekstra selular mungkin merupakan mekanisme dimana
metabolisme mempengaruhi aliran darah pada daerah dengan
metabolisme yang meningkat. Penurunan pH menyebabkan vasodilatasi
local, kemungkinan dengan berubahnya permeabilitasi membran atau
fungsi resptor.
2) Perubahan pada kalium ekstra seluler terjadi pada neuroktivasi.
Pemberian ion K secara tropical memerlukan arteriola pia otak berdilatasi
yang sesuai dengan konsentrasi yang diberikan.
3) Adenosine, yang dihasilkan dari degradasi ATP melalui reaksi 5’
nucleotidase, merupakan fasilidator kuat. Peningkatan adenosine yang
cepat dan nyata terjadi pada peningkatan aktivitas metabolic otak,
hipotensi, hipoksi dan kejang. Agar adenosine berlipat 25 detik setelah
iskemi dan meningkat 6 kali setelah hipoksi pada aliran darah otak mulai
meningkat secara nyata. Pemberaian preparat ini secara intravena atau
intraserebral menyebabkan peningkatan aliran darah selain itu beberapa
subtipe dari resptor adenosine dapat ditemukan pada SSP termasuk pada
pembuluh darah mikro.
4) Prostaglandin merupakan turunan arachidonic acid, merupakan
vasokonstriktor yang kuat pada konsentrasi yang rendah.
5) Bukti-bukti terbaru menunjukan bahwa Nitric oxyde (NO) merupakan
suatu mediator penting dalam pengaturan sirkulasi otak. Persenyawaan
ini disintesis dari L- arginine oleh enzim Nitric oxyde Synthase,
mempunyai waktu paruh beberapa detik dan didistribusikan secara nyata
diseluruh bagian otak. Secara khusus nitrat oksida disintesis oleh
endothelial cells perivascular nervefiber dan astrocytic foot processes
karena begitu dekatnya lokasi ini dengan pembuluh darah otak, nitrat
oksiada dapat menghasilkan efek serebrovaskuler yang cepat. NO
menyebabkan vasorelaksasi . NO merupak suatu messenger yang terlibat
pada aktivitas SSp dan memenuhi berbagai kriteria yang dibutuhkan
untuk dapat diklasifikasikan sebagai suatu neurotransmitter. Walaupun
riset mengenai NO relatif baru, tampaknya molekul ini memainkan
peranan penting pada regulasi aliran darah, terutama karena efeknya yang
cepat dan paruh waktu yang pendek serta keterikatannya yang integral
pada aktivitas seluler.
B. Pressure Autoregulation
Cerebral autoregulation menunjukan dipertahankannya suatu aliran
darah otak yang relatif konstan walaupun terjadi variasi pada cerebral
perfusion pressure (CPP). Respon fisiologis ini berfungsi untuk melindungi
otak dari efek yang merugikan (yaitu iskemi atau hiperemi) karena perbedaan
tekanan perfusi yang besar. Dalam pengertian yang sangat tegas autoregulasi
hanya digunakan untuk respon cerebrovasculer terhadap perubahan CPP dan
kadang-kadang secara khusus disebut sebagai pressure autoregulation.
Otak manusia mampu untuk mempertahankan aliran darah yang
konstan walaupun terdapat fluktuasi pada Mean Arterial Pressure (MAP)
antara 60-160 mmHg. Letak anatomis yang tepat yang memediasi pressure
autoregulation belum diketahui tetapi beberapa bukti menunjukan
mikrosirkulasi. Diluar kedua nilai ambang batas, aliran darah otak sesuai
dengan perubahan MAP. Dibawah nilai ambang bawah, pembuluh darah otak
berdilatasi maksimal dan aliran secara pasif mengikuti MAP. Diatas nialai
ambang atas, peningkatan percusion pressure secara langsung direfelsikan
oleh peningkatan aliran.
2.3.3 Mekanisme Autoregulasi
Terdapat 3 mekanisme yang berbeda, yang diajukan sebagai yang
bertanggung jawab pada respon crebrovasculer terhadap perubahan tekanan
perfusi.
1) Myogenic theory
Menyatakan perubahan tekanan intravaskuler mengubah strecth forces pada
vaskuler smooth muscle cell dan sel ini secara intrinsic berkontraksi dan
membesar sebagai respons terhadap berbagai tingkatan strecth.
Kenaikan tekanan darah arteriol sistemik akan mendorong pembuluh darah
untuk berkontraksi sehingga terjadi kenaikan resistensi vaskuler, dan lebih
lanjut mengakibatkan penurunan alirah darah sampai ke batasa normal.
Demikian pula sebaliknya, penurunan tekanan darah arteriil sistemik akan
mengakibatkan relaksasi dinding pembuluh darah serebral, sehingga terjadi
penurunan resistensi vaskuler.
2) Neurogenic theory
Teori ini didasarkan adanya serabut-serabut saraf perivaskuler yang
menyertai pembuluh darah serebral. Pusat otak spesifik yang secara langsung
menggerakkan suatu autoregulasi melalui respon vaskuler adalah nucleus
basalis, lokus coeruleus, dan raphe nucleus yang terletak pada batang otak.
Selain itu secara tidak langsung mempunyai hubungan terhadap respon
perivaskuler melalui simpatis parasimpatis dimana pusat penggeraknya
adalah ganglion trigeminal, superior servical ganlion dan sphenopalatina
ganglion.
3) Metabolic theory
Neuron sangatr tergantung pada oksigen dan glukosa. Jaringan neuronal
hanya mampu menggunakan energi dari metabolisme aerobik dari glukosa.
keton akan dimetabolisme dalam bentuk terbatas pada kondisi kelaparan
sedangkan lipid tidak dapat digunakan. Simpanan glikogen dalam otak
normal tidak ada, sehingga jaringan saraf tergantung pada aliran kontinyu dari
pembuluh darah otak. Metabolisme anaerob menghasilkan peningkatan cepat
jumlah laktat yang menurunkan pH dan meningkatkan ketersediaan ion H+
lokal. Parameter yang digunakan untuk menentukan aktivitas metabolik
dinamakan CMRO2 (metabolisme lokal otak dari O2). Diasumsikan bahwa
penggunaan O2 merefleksikan metabolisme glukosa lokal.
Myogenic response secara keseluruhan berhubungan dengan perubahan
pada tekanan perfusi dan merupakan teori yang didukung dengan baik oleh bukti-
bukti terbaru. Yang jelas ketiga teori ini tidaklah berdiri sendiri karena pressure
autoregulation merupakan suatu proses dinamis, sehingga dapat menyebabkan
serangkaian kombinasi dari berbagai mekanisme. Sebagai contoh : komponen
permulaan yang diberikan pengaturan kasar dari aliran, bisa meruopakan
Myogenic karena dilatasi atau kontraksi smooth, muscle, terjadi hampir simultan
dengan perubahan tekanan perfusi. Respon ini dapat diikuti oleh pengaruh
neurogenic, karena suatu masa laten yang khas sekitar 10-15 detik diperlukan oleh
neurocirutry untuk menyesuaikan responnya. Terakhir, mungkin metabolic
mechanism, yang mempunyai onset yang lebih lambat dan penyelesaiannya
lambat, yang mengatur komponen dari respon autoregulation.
BAB III
KESIMPULAN
1) Sirkulasi otak dapat dibagi menjadi sirkulasi anterior (carotid) dan posterior
(vertebrobasiler), yang bertemu di dasar otak melalui sistem anastomose yang
membentuk sirkulus Willisi.
2) Aliran darah ke otak (cerebral blood flow) dipengaruhi oleh Tahanan dalam
pembuluih darah otak (tekanan darah arterial dan vena) serta Perbedaan
tekanan pembuluh darah otak (kontrol kimiawi, neurologik, tekanan intra
kranial, viskositas darah dan temperatur)
3) respon crebrovasculer terhadap perubahan tekanan perfusi
4) Myogenic response secara keseluruhan berhubungan dengan perubahan pada tekanan perfusi dan merupakan teori yang didukung dengan baik oleh bukti-bukti terbaru. Yang jelas ketiga teori ini tidaklah berdiri sendiri karena pressure autoregulation merupakan suatu proses dinamis, sehingga dapat menyebabkan serangkaian kombinasi dari berbagai mekanisme.
5)
6)
top related