prosiding -...
Post on 30-Mar-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PROSIDING
Seminar Nasional Conference of Indonesian Occupational Safety and Health
(CIOSH)
Tema:
“Strategi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Industri Berbudaya K3
untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas”
Ponorogo, 15 April 2017 Main Hall Gedung Terpadu Universitas Darussalam Gontor
Diselenggarakan Oleh : Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Darussalam Gontor Jl. Raya Siman Km 5, Siman, Ponorogo 63471
Website : www.k3.unidagontor.ac.id E-mail : k3@unida.gontor.ac.id
PROSIDING
Seminar Nasional
Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)
“Strategi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Industri Berbudaya K3
untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas”
ISBN : 978-602-60033-9-3
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
Pelindung : Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Darussalam Gontor
Penanggung jawab : Ketua Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Ketua Pelaksana : Sisca Mayang Phuspa, S.KM.,M.Sc
Koordinator : Dian Afif Arifah, S.ST.,M.Kes
Tim Reviewer : 1. Eka Rosanti, S.ST.,M.Si 2. Yulia Dwi Andarini, S.Si., M.PH., Apt. 3. Deni Abdul Rahman, S.KM., M.KM
Editor Bahasa: Edwina Rudyarti, S.Si.,M.Sc
Penyunting: Ragil Retnaningsih, S.ST
Diselenggarakan Oleh : Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Darussalam Gontor Jl. Raya Siman Km 5, Siman, Ponorogo 63471
Website : www.k3.unidagontor.ac.id E-mail : k3@unida.gontor.ac.id
75 Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DERMATITIS KONTAK
IRITAN PADA PEKERJA PABRIK TAHU PRIMKOPTI UNIT USAHA KELURAHAN BUKIT SANGKAL PALEMBANG
TAHUN 2014
Rahmi Garmini1*, Ratna Latif2
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Jalan Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat
*E-mail: rahmi.garmini@gmail.com
ABSTRAK
Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu kelainan kulit yang sering
dijumpai, sekitar 85% sampai 98% dari seluruh penyakit kulit akibat kerja. Hasil
survei pendahuluan yang dilakukan di pabrik tahu Primkopti didapatkan bahwa
4 orang pekerja mengalami dermatitis kontak iritan kumulatif dari 7 pekerja yang
diwawancara atau setara 57,1%.
Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross
sectional. Jumlah sampel sebanyak 33 pekerja. Teknik pengambilan sampel
dilakukan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisa data dilakukan
secara univariat dan bivariat dengan uji statistik chi square. Data disajikan dalam
analisa p-value, prevalensi rasio (PR) dan 95% interval kepercayaan (CI).
Hasil penelitian didapatkan bahwa 51,5% pekerja mengalami DKI. Berdasarkan
hasil pengukuran kadar asam cuka pada air pengolahan tahu yaitu 44,19 mg/L.
Faktor penyebab yang berhubungan dalam penelitian ini yaitu ada hubungan
antara DKI dengan masa kerja (p value = 0,019), lama kontak (p value = 0,009),
pengetahuan (p value = 0,019) dan penggunaan APD (p value = 0,023), sedangkan
yang tidak berhubungan yaitu usia (p value = 0,589) dan personal hygiene (p value
= 0,858).
Dapat disimpulkan bahwa dari hasil penelitian, kejadian dermatitis kontak iritan
pada pekerja tahu yaitu sebesar 51,5% dan perlu dilakukan penyuluhan kepada
pekerja mengenai penggunaan APD dan penyakit akibat kerja.
Kata kunci: Dermatitis Kontak Iritan, Lama Kontak, Penggunaan APD
PENDAHULUAN
Berbagai risiko dalam kesehatan dan keselamatan kerja adalah kemungkinan
terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK), penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
dan kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Pencegahan
76 Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
“Strategi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Industri Berbudaya K3 untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas”
terjadinya PAK dapat dilakukan semua pihak dengan menyesuaikan antara pekerja,
proses kerja, dan lingkungan kerja. Perkembangan industri yang pesat menimbulkan
lapangan kerja baru yang menyerap tenaga kerja dimana sebagian besarnya (70-80%)
berada di sektor informal. Semua industri, baik formal maupun informal diharapkan
dapat menerapkan K3 (Effendi, 2007).
Salah satu penyakit akibat kerja yang paling banyak dijumpai yaitu dermatitis
kontak akibat kerja. Kelainan kulit ini ditemukan sekitar 85% sampai 98% dari seluruh
penyakit kulit akibat kerja. Insiden dermatitis kontak akibat kerja diperkirakan sebanyak
0,5 sampai 0,7 kasus per 1000 pekerja per tahun. Dermatitis kontak akibat kerja biasanya
terjadi di tangan dan angka insiden untuk dermatitis bervariasi antara 2% sampai 10%.
Diperkirakan sebanyak 5% sampai 7% penderita dermatitis akan berkembang menjadi
kronik dan 2% sampai 4% di antaranya sulit untuk disembuhkan dengan pengobatan
topikal (Tombeng, 2012).
Penyakit dermatitis juga terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang
memperhatikan sanitasi dan penggunaan alat pelindungdiri. Pada pekerja tahu misalnya,
penyakit dermatitis dapat terjadi akibat pemaparan zat-zat kimia dalam limbah cair tahu
yang mengakibatkan penyakit dermatitis dengan gejala seperti iritasi, gatal-gatal, kulit
kering dan pecah-pecah, kemerah-merahan, dan koreng yang sulit sembuh (Ernasari,
2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Azhar (2011) terhadap petani rumput laut di
Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan terdapat sebanyak 56,2% petani menderita
dermatitis kontak iritan yang berasal dari kontak alergen pada saat pembibitan. Penelitian
lain juga menyebutkan bahwa kontak dengan bahan kimia salah satunya dengan amonia
pada waktu bekerja di perusahaan industri otomotif kawasan industri Cibitung Jawa Barat
terdapat dermatitis kontak akut terjadi pada 14 responden (26%), dermatitis kontak sub
akut pada 21 responden (39%), dermatitis kontak kronik pada 5 responden (9%), dan tidak
mengalami kontak pada 14 responden (26%). Faktor yang paling utama mempengaruhi
terjadinya dermatitis akibat kerja karena kontak dengan bahan kimia adalah pemakaian
APD berupa sarung tangan yang tidak sesuai untuk jenis bahan kimia yang digunakan.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja adalah adanya
kontak dengan bahan kimia, lama kontak, dan frekuensi kontak (Nuraga, 2008).
Berdasarkan hasil survei pendahuluan dengan jumlah sampel 20% dari total
populasi pekerja pabrik tahu Primkopti yang berjumlah 35 orang, diketahui bahwa 4
orang dari 7 pekerja (57,1%) mengalami dermatitis kontak iritan kumulatif dengan
gejala-gejala seperti kulit terasa panas, gatal, dan perih. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis faktor utama penyebab terjadinya dermatitis kontak iritan pada pekerja
pabrik tahu Primkopti Unit Usaha Kelurahan Bukit Sangkal Palembang.
Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)
77 Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Darussalam Gontor
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional.
Dilakukan di pabrik tahu Primkopti (Primer koperasi tempe tahu Indonesia), populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pabrik tahu Primkopti Unit Usaha Kelurahan
Bukit Sangkal Palembang sebanyak 35 orang.Jumlah sampel sebanyak 33 pekerja, dengan
teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yang menetapkan
kriteria inklusi sertaeksklusi.Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data
primer dan data sekunder. Data primer adalah hasil wawancara dengan menggunakan
kuesioner, yaitu jumlah responden yang mengalami dermatitis kontak iritan dengan
pemeriksaan fisik, usia, pengetahuan, lama kontak, dan masa kerja. Sedangkan personal
hygiene dan penggunaan APD dengan cara observasi menggunakan lembar checklist.
Data yang dikumpulkan dengan pengukuran langsung yaitu kadar asam cuka dalam air
pengolahan tahu. Sedangkan data sekunder yaitu gambaran umum lokasi penelitian serta
literatur-literatur yang menunjang penelitian (buku-buku, artikel, dan jurnal penelitian).
Untuk mengetahui validitas alat ukur (pertanyaan pada kuesioner) dari penelitian
ini dengan derajat kepercayaan 95% atau α=5% maka terlebih dahulu diujikan kepada
responden yang berbeda dengan karakteristik yang sama. Dalam hal ini peneliti
mengujikan isi kuesioner kepada 30 pekerja pabrik tahu di daerah Cianjur Kelurahan 5 Ilir
Palembang untuk memperoleh alat ukur yang valid maka perlu mengganti atau merevisi
alat ukur yang tidak signifikan, sehingga item tersebut dinyatakan valid. Jika r hitung > r
tabel, maka pertanyaan tersebut valid (Ho ditolak) (Hastono, 2007).
Dalam penelitian ini analisis dari uji Chi Square akan membandingkan dua variabel
yaitu antara variabel dependen (kejadian dermatitis kontak iritan) dan variabel independen
(usia, pengetahuan, masa kerja, lama kontak, personal hygiene, dan penggunaan APD).
Namun jika syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, maka akan dipakai uji alternatifnya
yaitu fisher exact (tabel 2x2 karena ada sel yang nilai expectednya sebanyak 50%).
Menggunakanpenyajian data univariat dan penyajian data bivariat. Penyajian
data univariat merupakan suatu tabel yang menggambarkan penyajian data dalam bentuk
distribusi frekuensi untuk satu variabel saja (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini
karakteristik variabel yang ditelitimeliputi: kadar asam cuka, angka kejadian dermatitis
kontak iritan, usia, pengetahuan, masa kerja, lama kontak, personal hygiene, dan penggunaan
APD. Sedangkan untuk penyajian data bivariat menampilkan suatu tabel yang menyajikan
data dua variabel secara silang (cross sectional) (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian
ini ada beberapa tabel yang berhubungan antara variabel dependen (kejadian dermatitis
kontak iritan) dengan variabel independen (usia, pengetahuan, masa kerja, lama kontak,
personal hygiene, dan penggunaan APD) pada pekerja pabrik tahu Primkopti Unit Usaha
Kelurahan Bukit Sangkal Palembang.
“Strategi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Industri Berbudaya K3 untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas”
78 Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 33 pekerja pabrik tahu Primkopti
yang diperoleh dari hasil kuesioner dan pemeriksaan fisik, diketahui distribusi pekerja
yang mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 17 orang atau 51,5%. Pekerja yang
menderita dermatitis kontak iritan mengalami ke empat gejala seperti kulit terasa panas/
tergigit/ terbakar, gatal-gatal di lokasi samping dan punggung jari-jari tangan dan kaki,
kulit terasa perih serta kulit perih setelah terkena kontak dengan limbah cair.
Setelah dilakukan pengukuran kadar asam cuka pada air pengolahan tahu dengan
cara titrasi, diperoleh hasil yaitu mengandung asam cuka 44,19 mg/L, sehingga kadar asam
cuka pada air pengolahan tahu di pabrik Primkopti melebihi standar kadar maksimal yang
ditentukan. Berdasarkan Kepmenkes No 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri standar kadar maksimal asam
cuka yaitu 10 mg/L.
Adapun pengetahuan responden mengenai dermatitis kontak iritan dan faktor
risikonya serta pencegahannya menunjukkan bahwa dari 20 pertanyaan, yaitu pertanyaan
nomor 19 yang paling sedikit dijawab benar oleh pekerja sebanyak 5 orang (15.2%) mengenai
penyakit yang ditimbulkan oleh amonia jika terkena kulit yaitu dermatitis, secara lengkap
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan di Pabrik Tahu
Primkopti Unit Usaha Kelurahan Bukit Sangkal Palembang Tahun 2014
No
Perrtanyaan Pengetahuan
Jawaban Responden
Benar Salah
n % N %
1 Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh faktor eksogen dan endogen
15 45.5 18 54.5
2 Salah satu faktor eksogen adalah bahan kimia 9 27.3 24 72.7
3 Faktor lain yang menjadi penyebab dermatitis kon- tak adalah kekeringan atau kondisi kulit
14 42.4 19 57.6
4 Dermatitis adalah peradangan kulit yang biasa terjadi di lengan bawah, tangan, dan kaki
12 36.4 21 63.6
5 Gejala dermatitis yaitu kulit merah, terasa gatal, panas di kulit, dan pembengkakan
18 54.5 15 45.5
6 Salah satu dampak dermatitis, kecuali meningkat- nya rasa semangat bekerja
15 45.5 18 54.5
7 Dermatitis dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan menggunakan air selang dan sabun mandi
13 39.4 20 60.6
8 Sabun yang tepat untuk mencuci tangan adalah sabun mandi cair
26 78.8 7 21.2
Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)
79 Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Darussalam Gontor
No
Perrtanyaan Pengetahuan
Jawaban Responden
Benar Salah
n % N %
9 Ciri-ciri air bersih yaitu tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau
14 42.4 19 57.6
10 Salah satu pencegahan dermatitis kontak adalah cuci tangan
15 45.5 18 54.5
11 Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat sebagai pelindung diri dari kemungkinan timbulnya ke- celakaan maupun penyakit akibat kerja.
20
60.6
13
39.4
12 Manfaat APD adalah mencegah kemungkinan ter- jadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
19 57.6 14 42.4
13 APD wajib digunakan karena APD mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
15
45.5
18
54.5
14
Pemilihan jenis APD yang tepat dalam melakukan pekerjaan yaitu APD harus dalam keadaan baik (tidak rusak) dan harus sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan
13
39.4
20
60.6
15 Jangka waktu kurang dari 1 tahun bekerja tanpa APD dapat menimbulkan keluhan kesehatan
14 42.4 19 57.6
16 Sepatu bots atau kedap air dan menutupi seluruh bagian kaki yang sebaiknya digunakan dalam bekerja
16
48.5
17
51.5
17 Sarung tangan kedap air yang sebaiknya digunakan dalam bekerja
17 51.5 16 48.5
18 Karakteristik kimia yang terdapat dalam limbah cair tahu yaitu bahan organik, bahan anorganik, dan gas
6
18.2
27
81.8
19 Penyakit yang ditimbulkan oleh amonia jika ter- kena kulit yaitu dermatitis
5 15.2 28 84.8
20 Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik tahu dapat mencemari air karena Limbah cair men- gandung padatan tersuspensi maupun terlarut
6
18.2
27
81.8
Berdasarkan hasil analisis hubungan usia dengan dermatitis kontak iritan diketahui
bahwa pekerja yang memiliki usia ≥ 25 tahun lebih sedikit mengalami dermatitis kontak
iritan (44,4%) dibandingkan yang tidak terkena dermatitis kontak iritan (55,6%). Hasil
uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,589 dengan
demikian berarti p value > α (0,05) hal ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak, bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dengan kejadian dermatitis
kontak iritan.
Berdasarkan hasil analisis hubungan masa kerja dengan dermatitis kontak iritan
diketahui bahwa pekerja dengan masa kerja ≤ 3 tahun lebih banyak mengalami dermatitis
“Strategi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Industri Berbudaya K3 untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas”
80 Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
kontak iritan (68,2%) dibandingkan yang tidak terkena dermatitis kontak iritan (31,8%).
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,019
dengan demikian berarti p value ≤ α (0,05) hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima,
bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara masa kerja dengan kejadian
dermatitis kontak iritan. Dari hasil analisis diperoleh nilai RP = 3,750 berarti pekerja
dengan masa kerja ≤ 3 tahun mempunyai risiko untuk terkena dermatitis kontak iritan
3,750 kali lebih besar dibandingkan pekerja pekerja dengan masa kerja > 3 tahun. Dengan
derajat kepercayaan 95% CI: 1,037-13,564 diketahui bahwa dipopulasi luas perbedaan
masa kerja merupakan faktor risiko untuk terjadinya dermatitis kontak iritan.
Berdasarkan hasil analisis hubungan lama kontak dengan dermatitis kontak iritan
diketahui bahwa pekerja dengan lama kontak ≥ 8 jam lebih banyak mengalami dermatitis
kontak iritan (76,5%) dibandingkan yang tidak terkena dermatitis kontak iritan (23,5%).
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,009 dengan
demikian berarti p value ≤ α (0,05) hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, bahwa ada
hubungan yang bermakna secara statistik antara lama kerja dengan kejadian dermatitis
kontak iritan. Dari hasil analisis diperoleh nilai RP = 3,059 berarti pekerja dengan lama
kontak ≥ 8 jam mempunyai risiko untuk terkena dermatitis kontak iritan 3,059 kali lebih
besar dibandingkan pekerja dengan lama kontak < 8 jam. Dengan derajat kepercayaan
95% CI: 1,258-7,439 diketahui bahwa dipopulasi luas perbedaan lama kontak merupakan
faktor risiko untuk terjadinya dermatitis kontak iritan.
Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan dengan dermatitis kontak iritan
diketahui bahwa pekerja yang memiliki pengetahuan tidak baik lebih banyak mengalami
dermatitis kontak iritan (68,2%) dibandingkan yang tidak terkena dermatitis kontak
iritan (31,8%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p
value = 0,019 dengan demikian berarti p value ≤ α (0,05) hal ini berarti Ho ditolak dan
Ha diterima, bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan
dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Dari hasil analisis diperoleh nilai RP = 3,750
berarti pekerja yang memiliki pengetahuan tidak baik mempunyai risiko untuk terkena
dermatitis kontak iritan 3,750 kali lebih besar dibandingkan pekerja yang memiliki
pengetahuan baik. Dengan derajat kepercayaan 95% CI: 1,037-13,564 diketahui bahwa
dipopulasi luas perbedaan pengetahuan merupakan faktor risiko untuk terjadinya
dermatitis kontak iritan.
Berdasarkan hasil analisis hubungan personal hygiene dengan dermatitis kontak
iritan diketahui bahwa pekerja yang memiliki personal hygiene tidak baik lebih banyak
mengalami dermatitis kontak iritan (56,2%) dibandingkan yang tidak terkena dermatitis
kontak iritan (43,8%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh
nilai p value = 0,858 dengan demikian berarti p value > α (0,05) hal ini berarti Ho diterima
Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)
81 Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Darussalam Gontor
dan Ha ditolak, bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara personal
hygiene dengan kejadian dermatitis kontak iritan.
Berdasarkan hasil analisis hubungan penggunaan APD dengan dermatitis kontak
iritan diketahui bahwa pekerja yang menggunakan APD tidak lengkap lebih banyak
mengalami dermatitis kontak iritan (70,0%) dibandingkan yang tidak terkena dermatitis
kontak iritan (30,0%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh
nilai p value = 0,023 dengan demikian berarti p value ≤ α (0,05) hal ini berarti Ho ditolak
dan Ha diterima, bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara penggunaan
APD dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Dari hasil analisis diperoleh nilai RP =
3,033 berarti pekerja yang menggunakan APD tidak lengkap mempunyai risiko untuk
terkena dermatitis kontak iritan 3,033 kali lebih besar dibandingkan pekerja yang
menggunakan APD lengkap. Dengan derajat kepercayaan 95% CI: 1,080-8,523 diketahui
bahwa dipopulasi luas perbedaan penggunaan APD merupakan faktor risiko untuk
terjadinya dermatitis kontak iritan.
Keterbatasan Penelitian
Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner, dimana
jawaban dari kuesioner ini sangat bergantung pada ingatan dan kejujuran responden
sehingga dapat menyebabkan bias informasi, tetapi ada beberapa pertanyaan mengenai
karakteristik responden dan gejala-gejala mengenai dermatitis kontak iritan, peneliti
membatasi dengan waktu 3 bulan terakhir sehingga responden masih mengingat,
sedangkan pada variabel personal hygiene dan penggunaan APD dilakukan dengan
observasi, yaitu pengamatan langsung oleh peneliti. Variabel suhu dan kelembaban tidak
diteliti karena pada lokasi penelitian setiap bagian pekerjaan dilakukan dalam satu ruangan
yang sama, sehingga apabila diteliti akan menghasilkan data yang sama (homogen).
SIMPULAN DAN SARAN
Kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja tahu sebanyak 17 orang (51,5%).
Berdasarkan hasil pengukuran kadar asam cuka pada air pengolahan tahu yaitu 44,19
mg/L. Tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis. Ada hubungan
antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja. Ada hubungan antara
lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja. Ada hubungan antara
pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja. Tidak ada hubungan
antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja. Ada hubungan
antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja di pabrik tahu
Primkopti Tahun 2014.
“Strategi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Industri Berbudaya K3 untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas”
82 Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Saran
A. Bagi Pabrik Tahu Primkopti Unit Usaha Kelurahan Bukit Sangkal
1). Pemilik pabrik seharusnya memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada pekerja
tentang penggunaan APD, PHBS, serta penyuluhan mengenai penyakit akibat
kerja, dengan bekerjasama pihak puskesmas setempat.
2). Pemilik pabrik lebih meningkatkan pengawasan yang bukan hanya mengawasi
proses kerja tetapi juga mengawasi penggunaan APD pada pekerja.
3). Membuat informasi MSDS seperti potensi bahaya dan pertolongan pertama jika
kontak langsung dengan bahan kimia di sekitar lokasi pabrik.
B. Bagi Pekerja Pabrik Tahu Primkopti
1). Pekerja lebih meningkatkan kesadaran untuk menjaga dan merawat kebersihan
dirinya masing-masing seperti mencuci tangan dengan menggunakan sabun serta
mencuci dan mengganti pakaian setelah bekerja.
2). Pekerja lebih meningkatkan kesadaran untuk menggunakan APD yang lengkap
pada saat bekerja.
C. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti variabel suhu dan kelembaban pada
kondisi lingkungan kerja yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Auliana, Rizqie. 2012. Pengolahan Limbah Tahu Menjadi Berbagai Produk Makanan.
http://staff.uny.ac.id, diakses tanggal 3 April 2014.
Azhar, Khadijah dan Miko Hananto. 2011. Hubungan Proses Kerja dengan Kejadian
Dermatitis Kontak Iritan pada Petani Rumput Laut di Kabupaten Bantaeng Sulawesi
Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 1, Maret 2011: 1-9. (Online). [www.
ejournal.litbang.depkes.go.id, 18 April 2014].
Budiyanto, Carko. 2010. Faktor Predisposisi yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Pekerja Percetakan. Fakultas Kedokteran
Univeristas Sebelas Maret.
Cahyawati, Imma Nur dan Irwan Budiono. 2011. Faktor Yang Berhubungan dengan
Kejadian Dermatitis pada Nelayan. Jurnal Kesehatan Masyarakat 6 (2) (2011) 134-
141.
Effendi, Fikry. 2007. Ergonomi Bagi Pekerja Sektor Informal Bagian Ilmu Kesehatan Kerja.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta (Cermin Dunia Kedokteran).
Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)
83 Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Darussalam Gontor
dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. F. Lhoksumawe.
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Ernasari. 2011. Pengaruh Penyuluhan Dermatitis Kontak terhadap Pengetahuan dan Sikap
Perajin Tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Gerstman, B. Burt. 2003. Epidemiology Kept Simple An Introduction to Traditional and
Modern Epidemiolgy. USA: Wiley-Liss.
Gozan, M. 2010. Keselamatan Kerja dalam Industri Kimia. http://repository.ui.ac.id,
diakses 2 April 2014.
Harahap, M. 2000. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates.
Hartaty, Sri.1994. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes (Mart) Solms) dan
Kayambang (Salvinia molesta D.S. Mitchell) sebagai Biofilter Dalam Menurunkan
BOD5 dan COD pada Limbah Cair Pabrik Tahu. Fakultas Biologi UNSOED,
Purwokerto.
Hastono, Sutanto Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta: FKMUI.
HSE, 2000. The Prevalence of Ocuupational Dermatitis Amongst Printers in The Midlands.
[http://www.hse.gov.uk, diakses tanggal 2 April 2014].
IKI, 2009. Mengenal Jenis Alat Pelindung Diri (APD). http://industrikimia.com, diakses
tanggal 2 April 2014.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Lemeshow, Stanley, et.al. 1990. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta,
Indonesia: Gadjah Mada University Press.
Lestari, Fatma dan Utomo HS. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis
kontak pada pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. Makara, Kesehatan, Vol. 11,
No. 2, Desember 2007: 61-68.
Mausulli, Annisa. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan
pada Pekerja Pengolahan Sampah di TPA Cipayung Kota Depok. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Uniersitas Islam Negeri Jakarta.
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). (2012). “Skin Exposures
& Effects” http://www.cdc.gov/niosh/topics/skin, diakses tanggal 2 April 2014.
Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nuraga, Wisnu, Fatma Lestari dan L. Meily Kurniawidjaja. 2008. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja yang Terpajan dengan
Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa
“Strategi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Industri Berbudaya K3 untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas”
84 Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Barat. Makara, Kesehatan, Vol. 12, No. 2, Desember 2008: 63-70.
Nurhidayat, Irfan. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara.
Program Studi Kesehatan Masyrakat Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rachmasari, Nonic. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Iritan Pada Pengrajin Logam di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo Kabupaten
Boyolali. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013,Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013.
[http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm, diakses tanggal 2 April 2014].
Riskesdas Sumsel. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, Provinsi Sumatera Selatan.
Riskesdas. 2007. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Riwidikdo, H. 2013. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: CV. Rohima Press.
Riyanto, Agus. 2011. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nusa Medika.
Ruhdiat, Rudi. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak
Akibat Kerja pada Pekerja Laboraturium Kimia di PT Sucifindo Area Cibitung
Bekasi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Saryono, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas). 2012. (Online). [http://ik.pom.go.id/,
diakses tanggal 3 April 2014].
Situmeang, Suryani M. Florence. 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci
Botol di PT X Medan. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Sularsito SA, Djuanda S. 2007. Dermatitis. In: Djuanda A, dkk (eds). Ilmu penyakit kulit
dan kelamin edisi ke-5. Jakarta: FKUI.
Suprapti, M. Lies. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius.
Suryani, Febria. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak pada
Pekerja Bagian Processing dan Filiing pada PT. Cosmar Indonesia Tangerang
Selatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Suwondo, Ari, Siswi Jayanti dan Daru Lestantyo. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pekerja Industri Tekstil ”X” di Jepara. [Jurnal].
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Vol 6 no 2 Th 2010.
Taylor JS, Sood A, Amado A. 2008. Occupational skin diseases due to irritans and allergens.
Dalam: Fitzpatricks et al, editors. Dermatology in general medicine vol.2 7th ed.
New York: Mc Graw Hill Medical;.p.2067- 2073.
Tombeng, Melina, IGK Darmada, IGN Darmaputra. 2012. Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)
17 Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Darussalam Gontor
pada Petani. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergi pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H.
Adam Malik Medan. http://library.usu.ac.id/ diakses tanggal 2 April 2014.
Valupadas, P. 1999. Wastewater Management Review for Fertilizer Manufacturing Sector. Environmental Science Division, Environmental Service.
top related