proposal1.docx
Post on 20-Jan-2016
33 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat adalah status kesehatan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi status kesehatan antara lain adalah faktor
lingkungan, keadaan sosial- budaya, kondisi ekonomi dan genetik. Faktor paling
dominan menurut Blume adalah faktor lingkungan manusia itu sendiri. Pendapat ini
didukung teori tentang kejadian suatu penyakit atau gangguan kesehatan pada
manusia yaitu teori timbangan interaksi (John Gordon) yang terdiri dari 3 komponen
yaitu host (manusia), agent (penyebab penyakit) dan environment (lingkungan).
Perubahan kualitas lingkungan hidup manusia sangat besar pengaruhnya terhadap
intensitas agent penyakit dan daya tahan manusia terhadap penyakit. Kesehatan
lingkungan sebagai hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan
mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Nelson, MD., 1996) hal ini menjelaskan
akan arti pentingnya hubungan lingkungan dengan kesehatan manusia.1,2
Kualitas lingkungan perairan di Indonesia sekarang ini banyak yang
mengalami permasalahan karena adanya pencemaran. Satu diantara akibat dari
pencemaran adalah terjadinya peningkatan penyakit bawaan air (diare dan penyakit
kulit). Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan Wangsaatmaja (Departemen Teknik
Lingkungan ITB, 2007 ) di bantaran Sungai Citarum Jawa Barat telah dibuktikan ada
1
hubungan yang bermakna antara lokasi disepanjang sungai Citarum Hulu (hulu-hilir)
dengan kejadian penyakit bawaan air. Resiko menderita penyakit bawaan tertinggi di
Ciserung dengan nilai OR sebesar 276 untuk penyakit kulit dan 14,636 untuk
penyakit diare (potensi banjir tertinggi setiap tahunnya ), Katapang dan Nanjung nilai
OR untuk penyakit kulit 0,866 dan 0,479 dan penyakit diare sebesar 1,178 dan 2,029,
Andir dan Cijeruk OR untuk penyakit kulit sebesar 26,833 dan 1,568 dan untuk
penyakit diare sebesar 5,664 dan 1,178. 9,10
Penting bagi anda juga untuk memahami atau memiliki pengetahuan dasar
tentang struktur dan fungsi normal dari suatu organ sebelum anda berharap bisa
memahami struktur dan fungsi yang abnormal. Kulit seperti lapisan penghias pada
‘kue’ anatomi. Kulit bagaikan kertas pembungkus yang memberikan keindahan, dan
tanpanya Anda bukan hanya tampak tidak menarik, tetapi berbagai fenomena
fisiologis yang tidak menyenangkan bisa membawa Anda kea rah kematian. Anda
mungkin tidak pernah merungkan secara dalam mengenai kulit anda, kecuali pada
saat anda terbuai oleh kekaguman pada diri sendiri, atau bila kulit anda sudah cacat
akibat suatu kelainan. Karena itu, harapan kami Anda menyadari bahwa kulit adalah
organ yang benar-benar luar biasa. Kulit terdiri atas dua lapisan, yaitu dermis dan
epidermis. Epidermis yang merupakan bagian terluar dan aksesosi-
aksesorisnya(rambut, kuku, kelenjar sabasea, dan kelenjar keringat) berasal dari
lapisan ectoderm embrio. Dermis berasal dari mesoderm. 14
2
Oleh karena itu, karena kurangnya penelitian dan banyaknya penderita
penyakit kulit maka dari itu kami akan melakukan penelitian tentang hubungan antara
penggunaan air sungai terhadap timbulnya penyakit kulit di desa Maroangin
kec.Maiwa.
B. RUMUSAN MASALAH :
1. Apakah terdapat hubungan penggunaan air sungai terhadap timbulnya penyakit
kulit di desa Maroangin Kec.Maiwa?
C. TUJUAN PENELITIAN:
Tujuan umum :
1. Untuk mengetahui hubungan penggunaan air sungai terhadap penyakit kulit
Tujuan khusus :
1. Mengetahui frekuensi beberapa penyakit kulit akibat pencemaran air sungai
berdasarkan umur.
2. Mengetahui frekuensi beberapa penyakit kulit akibat pencemaran air sungai
berdasarkan jenis kelamin
3. Mengetahui frekuensi beberapa penyakit kulit akibat pencemaran air sungai
berdasarkan pekerjaan
3
4. Mengetahui frekuensi beberapa penyakit kulit akibat pencemaran air sungai
berdasarkan status social.
5. Mengetahui adanya hubungan penggunaan air sungai dengan timbulnya penyakit
kulit di desa Maroangin Kec.Maiwa
D. MANFAAT PENELITIAN:
Bagi Peneliti :
1. mengetahui factor-faktor penyebab terjadinya penyakit kulit
2. dapat mengatasi permasalahan penyakit kulit yang terjadi di masyarakat
bagi pembaca :
1. sebagai bahan ajar tentang hubungan penggunaan air sungai terhadap penyakit
kulit.
2. Dapat mengerti tentang dampak penggunaan air sungai terhdap kulit
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENYAKIT KULIT
2.1.1. STRUKTUR KULIT
Kulit terdiri atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan lapisan terluar , dan aksesori-aksesorinya ( rambut, kuku, kelenjar
sabasea, dan kelenjar keringat) berasal dari lapisan ectoderm embrio. Dermis berasal
dari mesoderm. 14
a. Epidermis
Epidermis merupakan epitel gepeng (skuamosa) berlapis, dengan beberapa
lapisan yang terlihat jelas. Jenis sel yang utama disebut keratinosit. Keratinosit
merupakan hasil pembelahan sel pada lapisan epidermis yang paling dalam stratum
basale (lapisan basal) , tumbuh terus kearah permukaan kulit, dan sewaktu bergerak
ke atas keratinosit mengalami proses yang disebut diferensiasi terminal untuk
membentuk sel-sel lapisan permukaan (stratum korneum). Komponen-komponen
kerangka dalam dari semua sel tersebut disebut filament intermediet, yang didalam
sel-sel epitel tersusun dari sekelompok protein berserabut yang disebut keratin,
masing-masing dihasilkan oleh gen yang berlainan. Adanya mutasi pada gen-gen
tersebut dapat menyebabkan penyakit kulit tertentu. Selama diferensiasi. Filamen-
5
filamen keratin pada korneosit beragregasi dibawah pengaruh filaggrin. Proses
agregasi disebut keratinisasi, dan berkas-berkas filament membentuk suatu jaringan
intraselular kompleks yang terbenam dalam matriks protein amorf yang merupakan
derivate dari granula-granulakeratohialin pada stratum granulosum (lapisan granular).
Suatu sel dari stratum basale (stratum basal) membutuhkan waktu kurang lebih 8-10
minggu untuk mencapai permukaan epidermis (epidermal transit time), dan sel-sel
yang hilang dari permukaan sama banyaknya dengan sel-sel yang diproduksi pada
stratum basale sehingga ketebalan epidermis selalu tetap. Keseimbangan ini
dipertahankan oleh stimulator-stimulator dan inhibitor-inhibitor pertumbuhan seperti
epidermal growth factor (EGF) dan transforming growth factor alfa dan beta. Sel-sel
pada permukaan kulit (skuamosa dan kornoesit) yang membentuk stratum korneum,
adalah sel-sel mati yang telah mengalami keratinisasi yang secara bertahap secara
terkikis oleh kerusakan yang terjadi setiap hari. Apabila anda mandi setelah sekian
hari tidak terkena air, perhatikan ketika anda menggosok diri dengan handuk, anda
akan mengikis butiran-butiran kecil keratin yang telah menumpuk karena kebiasaan
tidak sehat ini. Apabila gips pelapis diangkat dari suatu anggota tubuh anda yang
mengalami fraktur setelah beberapa minggu terpasang, maka dibagian tubuh itu
biasanya didapatkan suatu lapisan keratin permukaan yang tebal, yang untuk
menghilangkannya membutuhkan penanganan selama berjam-jam. 14
Stratum basale terdiri dari sel-sel kolumner yang melekat pada membran
basale, suatu struktur berlapis-lapis yang dari struktur inilah serabut-serabut yang
6
melekat menyebar kedalam lapisan dermis superfisial. Berselang seling diantara sel-
sel basal terdapat melanosit-melanosit sel-sel dendrit besar yang berasal dari neuralis
yang berperan dalam produksi pigmen melanin. Melanosit mengandungorganel-
organel sitoplasma yang disebut melanosom, tempat pembentukan melanin dan
tirosin. Melanosom bermigrasi sepanjang dendrit dari melanosit, dan di transfer
kedalam keratinosit pada stratum spinosum(lapisan sel prikel). Pada orang-orang
yang berkulit putih melanosom mengelompok bersama membentuk ‘kompleks
melanosom’ yang terikat membrane dan secara bertahap yang berdegenerasi ketika
keratinosit bergerak menuju permukaan kulit. Pada orang-orang yang berkulit hitam,
jumlah melanositnya sama dengan kulit orang putih, tetapi melanosomnya lebih
besar, tetap terpisah, dan secara persisten memenuhi ketebalan epidermis. Stimulus
utama bagi pembentukan melanin yaitu radiasi ultraviolet (UV). Melanin melindungi
intisel pada epidermis terhadap pengaruh buruk dari radiasi UV. Warna kecoklatan
karena kulit terkena sinar matahari merupakan suatu mekanisme perlindungan yang
alami, dan bukan untuk keindahan! Neoplasma kulit sangat jarang terjadi pada orang-
orang berkulit gelap karena terlindung dari pengaruh buruk UV berkat banyaknya
kandungan melanin terhadap kulit mereka. Hal ini tidak terjadi pada orang-orang
berkulit terang yang kandungan melanin pada kulitnya kurang. 14
Nama stratum spinosum atau lapisan sel prikel (runcing) berasal dari
gambaran seperti paku yang dihasilkan oleh jembatan-jembatan interselular(desmosu)
yang menghubungkan sel-sel yang berdekatan. Sel-sel Langerhans tersebar diantara
7
stratum spinosum. Sel-sel dendrit ini kemungkinan merupakan modifikasi dari
makrofag, yang berasal dari sum-sum tulang dan bermigrasi ke epidermis. Sel-sel ini
merupakan pertahanan imunologis-terdepan dalam melawan antigen dari luar dan
berperan dalam penangkapan dan penyajian antigen tersebut kepada limfosit-limfosit
imunokomponen, sehingga respon imuns dapat ditingkatkan. 14
Diatas stratum spinosum adalah stratum granulosum, yang terdiri dari sel-sel
pipih yang mengandung banyak partikel yang berwana gelap yang disebut granula
keratohialin. Dalam sitoplasma sel pada stratum granulosum juga terdapat organel
yang disebut granula lamellar (odland body). Dan organel ini mengandung lemak dan
enzim, yang kemudian dilepaskan kedalam interselulare diantara sel-sel stratum
granulosum dan stratum korneum menjadi semacam ‘campuran semen’ diantara ‘batu
bata’ selular dan berfungsi sebagai pertahanan bagi epidermis. 14
Sel-sel pada stratum korneum merupakan sel-sel gepeng yang mengalami
keratinisasi, tanpa inti sel dan organel-organel sitoplasma. Sel-sel yang berdekatan
saling bertumpang tidih pada bagian tepi, saling mengunci, dan bersama-sama dengan
lemak interseluler membentuk pertahanan yang sangat efektif. Ketebalan stratum
korneum bervariasi tergantung letaknya pada tubuh. Yang paling tebal adalah
dibagian telapak tangan dan telapak kaki. 14
8
b. Kelengkapan(aksesori) epidermis
Kelenjar keringat ekrim(eccrine) dan apokrin (apocrine) , rambut dan kelenjar
sabaccea, dan kuku merupakan aksesori-aksesori epidermis. 14
2.1.2. DERMATITIS
Dermatitis berasal dari kata derm/o yang artinya kulit dan-itis adalah radang
inflamasi sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana
kulit mengalami inflamasi (Buxton, 2005). Salah satu dermatitis eksogen adalah
dermatitis kontak. Dermatitis kontak merupakan inflamasi non-infeksi pada kulit
yang diakibatkan oleh senyawa kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000). Ciri
umumnya, adanya eritema(kemerahan), edema(bengkak), papul(tonjolan kurang
5mm), vesikel(tonjolan cairan dibawah 5mm), crust. (Freedberg,2003). Secara umum
dermatitis kontak dibagi menjadi 2 : dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak
alergi.17,18,19
Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja
diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter akibat dermatitis lontak
sebesar 4-7% di Skandinavia yang telah lama memakai uji stempel standar, terlihat
insiden dermatitis kontak lebih tinggi daripada di Amerika. Bila dibandingkan dengan
kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergi lebih sedikit. Dermatitis
kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan
9
dermatitis kontak alergi kira-kira hanya 10-20% sedangkan insiden dermatitis kontak
alergi diperkirakan terjadi pada 0,21% dari populasi penduduk. secara umum usia
tidak mempengaruhi timbulnya sensitasi. Bila dilihat dari jenis kelamin, prevalensi
pada wanita adalah 2 kali lipat disbanding laki-laki. 17
Di Indonesia laporan dari bagian penyakit kulit dan kelamin FK UNSRAT
Manado dari tahun 1988-1991 menunjukkan insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%
Di RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-
1992dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76% sedangkan di RSUD
dr.Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54%
tahun 1993 sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak 40,05%, Selama tahun 2000
terdapat 3897 pasien baru di poliklinik alergi dengan 1197 pasien (30,61%) dengan
diagnosis dermatitis kontak (NASITION dkk, 1994). Dari bulan januari hingga juni
2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis
kontak, di RSUP H.Adam Malik, Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru
di poliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%)menderita dermatitis kontak. Dari
bulan januari hingga juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%)
menderita dermatitis kontak, walaupun demikian kasus dermatitis sebenarnya
diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistic yang terlihat karena adanya kasus yang
tidak dilaporkan. Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut juga diakibatkan oleh
semakin meningkatkan perkembangan industry. 17
10
2.1.2.1 PATOFISIOLOGI
Dermatiis kontak iritan adalah hasil klinis peradangan yang cukup timbul dari
pelepasan sitokin proinflamasi dari sel kulit (sel keratinosit) biasanya karena respon
rangsangan kimia, bentuk klinis yang berbeda bisa timbul. 3 perubahan patofisiologi
utama adalah kerusakan barrier, perubahan sel epidermis dan pelepasan sitokin.
Dermatitis kontak iritan ini melibatkan sel-sel epidermis , dermal fibroblast, sel
endotel dan berbagai leukosit berinteraksi satu sama lain dibawah kendali jaringan
sitokin dan mediator lipid. Kreatinosit istirahat menghasilkan beberapa sitokin
konstitutif. Berbagai rangsangan lingkungan (misalnya: sinar ultraviolet, bahan
kimia) dapat menginduksi kreatinosit epidermis untuk melepaskan sitokin berikut :
Sitokin inflamasi (IL 1, tumor necrosis factor alpha)
Sitokin chemotactic (IL 8, IL 10)
Pertumbuhan promoting cytokins ( IL6, IL7, IL15)
Sitokin pengatur hormone (IL10, IL12, IL18)
Antar molekul adhesi 1 mengandung infiltrasi leukosit kedalam epidermis dalam
reaksi peradangan kulit, termasuk dermatitis kontak iritan.17
2.1.2.2 ETIOLOGI
Hampir semua bahan bisa menjadi penyebab iritasi kulit jika paparan cukup
lama dan atau konsentrasi substansi cukup tinggi. Factor lingkungan dapat
emningkatkan efek iritasi lain.
11
Dry water and temperature variation
Water
Pelarut/ solvent
Metalworking fluid/oils
Sodium lauryl sulfate
Commulative irritant sulfate
Hydrofluoric acid
Alkalies acid dll . 17
2.1.3. INFEKSI JAMUR
Jamur yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah
dermatofit (dermatokhite, bahasa yunani, yang berarti tumbuhan kulit) dan jamur
serupa ragi candida albicans, yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur superfisial
pada kulit, rambut, kuku, dan selaput lendir. Jamur lainnya dapat menembus jaringan
hidupdan menyebabkan infeksi di bagian dalam. Jamur yang berhasil masuk itu bisa
tetap berada ditempat (disetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik ( misalnya
histoplasmosis).14
Dermatofit termasuk dalam kelompok jamur yang menyebabkan kelainan
yang disebut infeksi ringumworm. Fase vegetative jamur dermatofit terdiri dari hifa-
hifa bersepta yang membentuk suatu anyaman bercabang-cabang (miselium).
Candida albicans merupakan organisme yang terdiri dari sel-sel bulat atau oval yang
12
membelah diri melalui pertunasan (budding). Terlepas dari bentuk raginya, candida
albicans bisa membuat pseudohifa yang terdiri dari banyak sel yang tersusun linear,
atau pada keadaan-keadaan tertentu, membentuk hifa yang bersepta. 14
2.1.3.1 INFEKSI DERMATOFIT
a. TINEA PEDIS
Penyakit ini merupakan infeksi dermatofit yang tersering , biasanya terdapat
rasa gatal pada daerah di sela-sela jari kaki yang berskuama, terutama di antara jari ke
tiga dan keempat dan kelima, atau pada telapak kaki. Infeksi ini biasanya ini biasanya
didapat dari adanya kontak dengan debris keratin yang terinfeksi pada lantai kolam
renang dan kamar mandi. Kadang-kadang terjadi penyebaran yang luas ke telapak
dan bagian samping kaki ( disebut juga dengan moccasin tinea pedis, karena mirip
dengan bentuk sepatu kulit yang lunak). Penyakit ini juga menyebar kepunggung
kaki. Kadang-kadang tinea pedis mengikuti pola timbulnya lesi vestikulobulosa yang
episodic pada telapak kaki, yang terutama terjadi pada cuaca yang hangat. Infeksi
jamur pada kaki sering asimetris, sangat berbeda dengan eksema yang simetris. 14
b. TINEA KRURIS
Lebih sering terjadi pada laki-laki dan jarang pada wanita. Gambaran
klinisnya khas, dan mudah dibedakan dengan intertrigo, psoriasis fleksural, dan
dermatitis seborok fleksural. Tepi eriematosa yang berskuama pelan-pelan menjalar
13
ke pelan-pelan menjalar ke bawah paha bagian dalam dan meluas kearah belakang ke
daerah perineum dan bokong. Sumber infeksi hampir selalu berasal dari kaki pasien,
sehingga pasien itu harus diperiksa untuk mencari bukti adanya tinea pedis atau
distrofi kuku karena jamur. Jamur diduga berpindah ke lipat paha setelah menggaruk
kaki atau melalui handuk. 14
c. TINEA KORPORIS
Tinea pada tubuh secara khas mempunyai bagian tepi yang meradang,
sedangkan bagian ditengah bersih, tetapi penampakan seperti ini relative jarang.
Bentuk eksema anular lebih sering ditemukan, dalam hal ini sering dikelirukan
dengan ringworm. Eritema anulare, nama yang dianjurkan, juga memberi gambaran
adanya lesi yang anular. Bila diduga ada infeksi jamur maka perlu dilakukan kerokan
ntuk mencari adanya hifa dengan pemeriksaan mikroskopis. Sumber jamur pada
orang dewasa biasanya berasal dari kaki, sedangkan pada anak-anak biasanya
menyebar di daerah kulit kepala. 14
d. TINEA MANUM
Ring worm pada tangan biasanya unilateral. Pada telapak tangan
gambarannya berupa lesi eritematosa dengan sedikit skuama, sedangkan pada
punggung tangan gambaran peradangan lebih jelas, dengan pinggir yang berbatas
tegas. Sunber jamur hamper selalu berasal dari kaki pasien. 14
14
e. TINEA UNGUIUM
Distrofi kuku jari kaki karena jarum sangat sering terdapat pada orang dewasa
dan hal ini selalu berkaitan dengan adanya tinea pedis. Bagian yang diserang biasanya
mulai dari bagian distal berupa guratan-guratan kekuningan pada lempeng kuku,
kemudian makin lama seluruh kuku menjadi makin tebal, berubah warna dan rapuh 14.
f. CATTLE RINGWORM
Didaerah pedesaan, petani-petani muda sering menderita cattle ringworm,
petani-petani yang sudah tua biasanya sudah terinfeksi, dan memperoleh imunitas
terhadap terjadinya reinfeksi, wajah dan lengan bagian depan adalah tempat-tempat
yang sering terkena. Disitu terjadi reaksi peradangan yang hebat terhadap jamur,
menghasilkan gambaran yang menyerupai infeksi bakteri. 14
2.1.3.2. INFEKSI CANDICA
a. PARONIKIA KRONIS
Merupakan proses peradangan kronis pada lipatan kuku proksimal dan
matriks kuku. Hal ini terutama terjadi pada orang-orang yang tangannya sering
terendam dalam air : ibu rumah tangga, pegawai bar atau rumah makan,penggemar
tanaman dan pedagang ikan. Gambaran klinis berupa penebalan dan eritema pada
lipatan kuku proksimal (boilstering) dan hialngnya kutikula. Kondisis ini cukup
15
berbeda dengan paronikia bacterial akut, yang timbul cepat, rasa sakit hebat, dan
timbul banyak nanah hijau. 14
b. BALANITIS
Balanitis berupa bercak-bercak kecil berwarna putih atau daerah yang
mengalami erosi yang terdapat pada kulit ujung penis dan glans penis pada orang
yang tidak disunat. Factor predisposisi adalah kebersihan penis yang buruk . [14]
c. INTERTRIGO
Intertrigo merupakan istilah yang dipakai untuk maserasi yang terjadi pada
tempat-tempat dimana dua permukaan kulit menempel seperti lipat paha, aksilla,
daerah lipatan payudara atau daerah dibawah lipatan lemak perut. Obesitas dan
kebersihan yang buruk merupakan factor-faktor yang berpengaruh. Super infeksi oleh
candida sering terjadi, dan hal ini secara klinis bisa dicurigai bila terdapat pustula-
pustula pada bagian tepi daerah yang terkena . putstula ini mudah pecah dan
meninggalkan suatu kolaret skuama, yang memberikan penampakan khas yaitu
bagian tepi seperti kerang pada daerah intertigo. 14
16
17
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS
A. KERANGKA TEORI
A. KERANGKA KONSEP
18
Pencemaran air sungai
Alergi
PENYAKIT KULITUnhygiene
Radiasi
Status gizi
Pencemaran air sungai
Penyakit kulit
Alergi unhygieneRadiasi Status gizi
Dermatitis Infeksi jamur Infeksi bakteri Infeksi parasit
penyakit menular
B. HIPOTESIS
Pada penelitian ini ada hubungan antara pencemaran air sungai terhadap
penyakit kulit yang timbul di masyarakat.
19
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang Lingkup Ilmu
Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
2. Ruang Lingkup tempat
Ruang lingkup tempat penelitian dilakukan di puskesmas kec. Maiwa
kab.Enrekang
3. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian belum direncanakan
B. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional yaitu pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau periode tertentu
dan pengamatan studi hanya dilakukan satu kali serta pengukuran subjek
dilakukan pada saat itu juga.
20
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variable independen pada penelitian ini adalah air sungai
2. Variabel Dependen
Variable dependen pada penelitian ini adalah penyakit kulit
3. Variabel Perancu
Variable perancu pada penelitian ini misalnya Alergi, factor makanan
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
a) Populasi Target
Masyarakat sekitar daerah sungai
b) Populasi Terjangkau
Masyarakat kec.maiwa kab.enrekang
2. Sampel Penelitian
a) Kriteria Inklusi
1) masyarakat yang mengalami penyakit kulit
21
2) Bersedia mengikuti penelitian.
b) Kriteria eksklusi
1) Sedang dalam pengobatan dengan obat kulit topikal (neomisin topikal,
antibiotik topikal, krim steroid, antihistamin topikal, anestesi lokal, obat topikal
dengan kandungan parabens atau lanolin).
2) Mengalami penyakit kulit bukan karena air sungai
3. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara cluster sampling, dimana sampel
dipilih secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara
alamiah, dalam penelitian ini berdasarkan wilayah kecamatan yang diambil wakil
dari tiap kelurahan yang ada.
E. Prosedur Penelitian atau Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang
didapatkan dari hasil wawancara responden yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
22
2. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data
Pengambilan data penelitian telah dilakukan selama 4 bulan dan pengelolaan
serta analisis data juga dilakukan selama 3 bulan. Wawancara untuk pengambilan
data dilakukan pada responden, yaitu masyarakat kec.maiwa , pasien puskesmas
memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
3. Alur Penelitian
23
Pencarian subjek
Kriteria inklusi Kriteria ekslusi
Pembagian kuisioner
Pemeriksaan kulit
Analisis data
Masyarakat
Hasil penelitian
kesimpulan
Hasil pemeriksaan
Daftar Pustaka
1. Nelson MD., 1996, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Edisi-5, Stanford University
School of Medicine California.
2. Naria E., 2001, dalam Profil Kesehatan DKI Jakarta.Dinkes DKI Jakarta. Jakarta
3. Said Gambira, E., 1987, Sampah Masalah Kita Bersama, P.T. Mediatama Sarana
Perkasa, Jakarta.
4. Susilorini T., 1997, Pengelolaan Sampah dan Aspek Kesehatan Masyarakat,
Medika, No. 1 Tahun XXIII.
5. Anonim, 1987, Pedoman Pembuangan Sampah, APK TS Dep. Kes. Purwokerto
6. Beny, 1986, Pngelolaan Buangan Padat, ITB, Bandung.
7. Asdak, 2004. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada
University, Yogyakarta
8. Azwar, 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara Sumber Widya,
Jakarta.
9. Suriawiria, Unus, 2008. Air Dalamkehidupan Dan Lingkungan Yang Sehat,
Penerbit P.T. Alumni, Bandung
10. Ricky. M, 2005. Kesehatan Lingkungan, Penerbit Graha Ilmu, Jakarta.
11. Chandara, Budiman, 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit Buku
Kedoteran, Jakarta.
12. Sastrawijaya AT. 1991. Pencemaran lingkungan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
24
13. Graham-Brown, Robin, 2005. Lecture Notes Dermatologi, Penerbit Erlangga
Medical Series, Jakarta. :1-40
14. Achmadi, Umar Fachmi, Prof. Dr.MPH, Ph.D, 2001., Peranan Air Dalam
Peningkatan Kesehatan Masyarakat.Jakarta.
15. Harahap, Alpida, 2012., Analisis kualitas air sungai akibat pencemaran tempat
pembuangan air sampah batu bola dan karakteristik serta keluhan kesehatan
pengguna air sungai batang ayumi di kota Padangsidimpuan. Jakarta.
16. Buxton, Paul K. 2005. ABC of Dermatology 4 th ed. London.19-21
17. Hayakawa, R., 2000, Contact Dermatitis, Nagoya J. Med, Nagoya Sci. 63. 83-90.
18. Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff,K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A., Katz, S.,
2003, Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 6th ed., McGraw-Hill
Professional, New York.
19. Keefner, D.M., dan Curry, C.E., 2004, Contact Dermatitis dalam handbook of
Nonprescription Drugs, 12th edition, APHA, Washington D.C
20. Hendrawan D. 2005. Kualitas air sungai dan situ di DKI Jakarta. Dalam:
Makara. Jakarta.
25
top related