presentasi kasus peb
Post on 11-Jan-2016
47 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Presentasi Kasus
SEORANG WANITA G3P2A0 31 TAHUN DENGAN PEB PADA
MULTIGRAVIDA HAMIL PRETERM BELUM DALAM
PERSALINAN
Oleh :
Elisabeth Dea Resitarani
G99142078
KEPANITERAAN KLINIK PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri adalah:
pendarahan 45%, infeksi 15%, dan preeklampsia 13%. Sisanya terbagi atas
partus macet, abortus yang tidak aman, dan penyebab tidak langsung lainnya.
Dalam perjalanannya, berkat kemajuan dalam bidang anestesia, teknik operasi,
pemberian cairan infus dan transfusi, dan peranan antibiotik yang semakin
meningkat, maka penyebab kematian ibu karena pendarahan dan infeksi dapat
diturunkan secara nyata. Sebaliknya pada penderita preeklampsia, karena
ketidaktahuan dan sering terlambat mencari pertolongan setelah gejala klinis
berkembang menjadi preeklampsia berat dengan segala komplikasinya, angka
kematian ibu bersalin belum dapat diturunkan.1
Pada ibu hamil dikatakan terjadi preeklampsia apabila dijumpai tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria
≥ 300 mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick ≥ 1+.Dalam pengelolaan
klinis, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan, preeklampsia berat,
impending eklampsia, dan eklampsia. Dikatakan preeklamsia ringan jika tekanan
darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang. Oedem umum, kaki,
jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg per minggu. Proteinuria
kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau mid
stream. Sedangkan dikatakan preeklamsi berat jika tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5
gram/24 jam.1 Preeklamsia berat dibagi menjadi dua yaitu preeklamsia berat
dengan impending eklampsia dan preeklamsia berat tanpa impending eklampsia.2
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PREEKLAMPSIA
1. Definisi
Preeklampsia merupakan suatu sindroma spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan trias gejala klinis berupa peningkatan tekanan darah, edema
pada ekstremitas bawah, dan proteinuria. Edema tungkai tidak dipakai lagi
sebagai kriteria hipertensi dalam kehamilan, kecuali edema anasarka.4
Preeklampsia adalah sindroma spesifik dalam kehamilan yang menyebabkan
penurunan perfusi darah pada organ-organ akibat adanya vasospasme dan
menurunnya aktivitas sel endotel.5 Preeklampsia biasanya terjadi dalam
triwulan ke-3 kehamilan atau ada kehamilan ≥ 20 minggu. Gejala ini dapat
timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.6 Preeklampsia
dapat disebut sebagai hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan atau penyakit
hipertensi akut pada kehamilan. Preeklampsia tidak semata-mata terjadi pada
wanita muda pada kehamilan pertamanya. Preeklampsia ini paling sering
terjadi selama trimester terakhir kehamilan.4 Hipertensi biasanya timbul lebih
dahulu daripada tanda-tanda lain. Diagnosis hipertensi ditegakkan dari,
adanya peningkatan tekanan darah dengan sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik
≥ 90 mmHg, diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita istirahat.4
2. Etiologi
Penyebab preeklampsia belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang
coba dikemukakan pada ahli untuk menerangkan penyebabnya, namun belum
ada jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai adalah teori
iskemik plasenta.5 Plasenta adalah organ fetomaternal yang merupakan ciri
khas mamalia sejati pada saat kehamilan, yang menghubungkan ibu dan
anaknya, mengadakan sekresi endokrin dan pertukaran selektif zat yang dapat
larut serta dibawa darah melalui aposisi rahim dan bagian trofoblas yg
mengandung pembuluh darah. Plasenta merupakan organ khusus untuk
pertukaran zat antara darah ibu dan darah janin.5 Fungsi utama plasenta adalah
3
menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu kepada janin. Fungsi plasenta
lainnya adalah:5
a. Sebagai alat yang memberi makanan pada janin (nutrisi)
b. Sebagai alat yang memberi zat asam dan mengeluarkan CO2 (respirasi)
c. Sebagai alat yang mengeluarkan hasil metabolisme (ekskresi)
d. Sebagai alat membentuk hormon, yaitu korionik gonadotropin, korionik
somato-mammotropin (placenta lactogen), estrogen dan progesteron.
e. Sebagai alat yang menyalurkan berbagai antibodi ke janin.
f. Sebagai alat yang menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan
janin, yang diberikan melalui ibu.
g. Sebagai alat yang berfungsi untuk pertahanan (sawar) dan menyaring
obat-obatan dan kuman-kuman yang bisa melewati plasenta
Implantasi plasenta yang normal, terlihat proliferasi trofoblas ekstravillous
membentuk kolom sel di dekat anchoring villous. Trofoblas ekstravillous
melakukan invasi desidua ke arah bawah ke dalam arteri spiralis. Akibatnya,
terjadi penggantian endotel dan dinding otot dari pembuluh darah serta
pembesaran dari pembuluh darah. Pada proses implantasi normal, arteri
spiralis mengalami remodeling secara ekstensif akibat invasi oleh trofoblast
endovaskular.6
Pada preeklampsia, proses implantasi plasenta tidak berjalan sebagaimana
mestinya oleh karena disebabkan 2 hal, yaitu: tidak semua arteri spiralis
mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas dan pada arteri spiralis yang
mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal
tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis
yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik
yang reaktif, yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu
juga terjadi arterosis akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen
arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Pada wanita normal
diameter arteri spiralis 500 μ, pada penderita preeclampsia 200 μ.6
4
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan etiologi dari kelainan tersebut,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun
teori-teori tersebut antara lain:6
a. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada preeklampsia/eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang
pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2)
dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
b. Peran faktor imunologis
Preeklampsia/eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan
tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada
kehamilan berikutnya. Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data
yang mendukung adanya sistem imun pada penderita
preeklampsia/eklampsia:
1) Beberapa wanita dengan preeklampsia/eklampsia mempunyai
kompleks imun dalam serum
2) Adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklampsia/eklampsia
diikuti dengan proteinuria
c. Peran faktor genetik/familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
preeklampsia/eklampsia antara lain:
1) Preeklampsia/eklampsia hanya terjadi pada manusia
2) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklampsia/eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan
riwayat preeklampsia/eklampsia dan bukan pada ipar mereka
5
d. Peran Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS)
Sistem renin - angiotensin - aldosteron (SRAA) mempunyai peran
penting dalam pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada
kehamilan normal komponen SRAA meningkat sedangkan pada
preeklampsia beberapa komponen SRAA lebih rendah dibanding
kehamilan normal. Respons penekanan terhadap angiotensin II
meningkat secara bermakna pada usia kehamilan 18 minggu pada
wanita hamil yang akan berkembang menuju preeklampsia
3. Patofisiologi
Kelainan patofisiologi yang mendasari preklampsia/eklampsia pada
umumnya karena vasokonstriksi. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan
resistensi perifer dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga
akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi
kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat
endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi
arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenta
yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia
jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses
hiperoksidasi memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan
demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak.
Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara
peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka
akan timbul keadaan yang disebut stres oksidatif.7
Pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin ion tembaga
dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Sedangkan
pada preeklampsia/eklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan
plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Peroksidase lemak
beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini
akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel
yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel
endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain:6
6
a. Adhesi dan agregasi trombosit.
b. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
c. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat
dari rusaknya trombosit.
d. Produksi prostasiklin terhenti.
e. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
f. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase
lemak
4. Faktor Risiko
Melalui pendekatan safe motherhood terdapat peran determinan yang dapat
mempengaruhi terjadinya komplikasi kehamilan seperti preeklampsia/ eklampsia
yang menjadi faktor utama yang menyebabkan angka kematian ibu tinggi
disamping perdarahan dan infeksi persalinan. Determinan tersebut dapat dilihat
melalui determinan proksi/dekat (proximate determinants), determinan antara
(intermediate determinants), dan determinan kontekstual (Contextual
determinant ).8
a. Determinan proksi/dekat
Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi
preeklampsia berat, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki
risiko tersebut.8
b. Determinan intermediet
Yang berperan dalam determinan intermediet antara lain:8
1) Status reproduksi
a) Usia
Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil /
melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20%
bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-
anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun
setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkin
mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi badan
1 %. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di
7
Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7
kali lebih besar dari wanita berusia 20 – 24 tahun.
Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita
nulipara. Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya
usia akan menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis,
menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi
karena kehamilan atau superimposed pre-eclampsia. Jadi
wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi,
dahulu dianggap rentan. Misalnya, Duenhoelter dkk. (1975)
mengamati bahwa setiap remaja nuligravida yang masih sangat
muda, mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami
preeklampsia. Hansen (1986) meninjau beberapa penelitian dan
melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali
lipat pada nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila
dibandingkan dengan yang berusia 25 – 29 tahun.
b) Paritas
Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi
pada kehamilan, 3 – 8 persen pasien terutama pada
primigravida, pada kehamilan trimester kedua.11) Catatan
statistik menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-
8% pre-eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih
dikarenakan oleh primigravidae. Faktor yang mempengaruhi
pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida
muda.Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak
risiko terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua
dan ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The New
England Journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan
pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7%
, dan kehamilan ketiga 1,8%.
8
c) Kehamilan ganda
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada
kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6%
preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil
pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah
dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan
Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat
mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada
kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih
dari satu.
d) Faktor genetika
Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang
diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita
dari ibu penderita pre-eklampsia. Atau mempunyai riwayat pre-
eklampsia/eklampsia dalam keluarga. Kecenderungan untuk
preekalmpsia-eklampsia akan diwariskan. Chesley dan Cooper
(1986) mempelajari saudara, anak, cucu dan menantu perempuan
dari wanita penderita eklampsia yang melahirkan di Margareth
Hague Maternity Hospital selam jangka waktu 49 tahun, yaitu
dari tahun 1935 sampai 1984. Mereka menyimpulkan bahwa
preeklampsia – eklampsia bersifat sangat diturunkan, dan bahwa
model gen-tunggal dengan frekuensi 0,25 paling baik untuk
menerangkan hasil pengamatan ini; namun demikian, pewarisan
multifaktorial juga dipandang mungkin
2) Status kesehatan
a) Riwayat preeklampsia
Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan
menyebutkan bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus preeklampsia
mempunyai riwayat preeklapmsia, sedangkan pada kelompok
kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia riwayat preeklampsia
berat.
9
b) Riwayat hipertensi
Salah satu faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia atau
eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit
vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial.
Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung
normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara
para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan
30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan
kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala
preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala,
nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus (Supperimposed
preeklampsia), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan
otak.
c) Riwayat diabetes mellitus
Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan
menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah
sewaktu lebihdari 140 mg % terdapat 23 (14,1%) kasus
preeklampsia,sedangkan pada kelompok kontrol (bukan
preeklampsia) terdapat 9 (5,3%).
d) Status gizi
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam
darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena
jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat
badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah
darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula
fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan
terjadinya preeklampsia.
e) Stres/cemas
Meskipun beberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya
dengan kejadian preeklampsia, namun pada teori stres yang
terjadi dalam waktu panjang dapat mengakibatkan gangguan
seperti tekanan darah.
10
3) Perilaku sehat
a) ANC
Preeklapmsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan
berkelanjutan, oleh karena itu melalui antenatal care yang
bertujuan untuk mencegah perkembangan preeklampsia, atau
setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini sehingga dapat
mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat permulaan
preeklampsia tidak memberikan gejala-gejala yang dapat
dirasakan oleh pasien sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat
dibuat dengan antepartum care. Jika calon ibu melakukan
kunjungan setiap minggu ke klinik prenatal selama 4-6 minggu
terakhir kehamilannya, ada kesempatan untuk melekukan tes
proteinuri, mengukur tekanan darah, dan memeriksa tanda-tanda
udema. Setelah diketahui diagnosa dini perlu segera dilakukan
penanganan untuk mencegah masuk kedalam eklampsia.
Disamping faktor-faktor yang sudah diakui, jelek tidaknya
kondisi ditentukan juga oleh baik tidaknya antenatal care. Dari
70% pasien primigrafida yang menderita preeklampsia, 90% nya
mereka tidak melaksanakan antenatal care.
b) Penggunaan alat kontrasepsi
Pelayanan KB mampu mencegah kehamilan yang tidak di
inginkan, sehingga menpunyai kontribusi cukup besar terhadap
kematian ibu terkomplikasi, namun perkiraan kontribusi
pelayanan KB terhadap kematian yang disebabkan oleh
komplikasi obstetri lainnya, antra lain eklampsia yaitu 20%.
c) Determinan kontekstual
1) Tingkat pendidikan
Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah
suatu kegiatan atau usaha untuk meningkatkan
kepribadian, sehingga proses perubahan perilaku menuju
kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan
manusia. Semakin banyak pendidikan yang didapat
11
seseorang, maka kedewasaannya semakin matang, mereka
dengan mudah untuk menerima dan memahami suatu
informasi yang positif.
Kaitannya dengan masalah kesehatan, dari buku safe
motherhood menyebutkan bahwa wanita yang mempunyai
pendidikan lebih tinggi cenderung lebih menperhatikan
kesehatan dirinya. Hasil penelitian Agung Supriandono dan
Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 80 (49,7) kasus
preeklampsia berat mempunyai pendidikan kurang dari 12
tahun, dibanding 72 (44,2%) kasus bukan preeklampsia berat
berpendidikan kurang dari 12 tahun.
2) Status sosial ekonomi
Hal ini sering disampaikan bahwa kehidupan sosial ekonomi
berhubungan dengan angka kenaikan preeklampsia.
Meskipun Chesley (1974) tidak sependapat, beberapa ahli
menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan sosial
ekonomi yang lebih baik akan lebih jarang menderita
preeklampsia, bahkan setelah faktor ras turut
dipertimbangkan. Tanpa mempedulikan hal tersebut,
preeklampsia yang diderita oleh wanita dari kelarga mampu
tetap saja bisa menjadi berat dan membahayakan nyawa
seperti halnya eklampsia yang diderita wanita remaja di
daerah kumuh. Status sosial mempunyai risiko yang sama,
tetapi kelompok masyarakat yang miskin biasanya tidak
mampu untuk membiayai perawatan kesehatan sebagai mana
mestinya. Bahkan orang miskin tidak percaya dan tidak mau
menggunakan fasilitas pelayanan medis walupun tersedia.
Mereka itulah yang mempunyai risiko untuk mengalami
eklampsia. Pasien yang miskin dengan pemeriksaan antenatal
yang kurang atau tidak sama sekali merupakan faktor
predisposisi terjadinya pre-eklampsia/eklampsia.
12
3) Pekerjaan
Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot
dan peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang
ibu hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi
perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan
akibat adanya tekanan dari pembesaran rahim. Semakin
bertambahnya usia kehamilan akan berdampak pada
konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam
rangka memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Oleh
karenanya pekerjaan tetap dilakukan, asalkan tidak terlalu
berat dan melelahkan seperti pegawai kantor, administrasi
perusahaan atau mengajar. Semuanya untuk kelancaran
peredaran darah dalam tubuh sehingga mempunyai harapan
akan terhindar dari preeklamsia.
5. Klasifikasi
Pembagian preeklampsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan berat.
Berikut ini adalah penggolongannya:9
a. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila:
1) Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-110 mmHg
2) Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam jumlah urin atau dipstick: ≥+1
3) Edema lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria
diagnosis kecuali edema anasarka
4) Tidak disertai gangguan fungsi organ
b. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila terdapat salah satu atau lebih gejala
dan tanda dibawah ini:
1) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik
≥110 mmHg
13
2) Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif
3) Oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam)
4) Kenaikan kreatinin serum
5) Keluhan serebral dan gangguan penglihatan: perubahan kesadaran,
nyeri kepala, scotomata dan pandangan kabur.
6) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium,
dapat disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai
gejala awal ruptur hepar. Nyeri epigastrium sering disertai dengan
kenaikan kadar serum hepatik transaminase (indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan)
7) Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia dapat
menunjukkan beratnya penyakit.
8) Edema paru, sianosis.
9) Gangguan perkembangan intrauterin
10) Microangiopathic hemolytic anemia
11) Trombositopenia: < 100.000 sel/mm3
Trombositopenia adalah tanda memburuknya preeklampsia dan
disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet akibat vasospasme
yang merangsang hemolisis mikroangiopatik.
12) Sindrom Haemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Platelet
(HELLP)
Preeklampsia berat dapat dibagi menjadi dalam beberapa kategori:2
Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
Preeklampsia berat dengan gejala-gejala impending eklampsia:
nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium,
nyeri kuadran kanan atas perut.
6. Manifestasi Klinis
Pada preeclampsia/eklampsia terjadi vasokonstriksi sehingga
menimbulkan gangguan metabolisme organ dan secara umum terjadi
14
perubahan patologi-anatomi (nekrosis, perdarahan, edema). Perubahan
patologi-anatomi akibat nekrosis, edema dan perdarahan organ vital akan
menambah beratnya manifestasi klinis dari masing-masing organ vital. Ada
beberapa perubahan fisiologis dan patologis pada preeklampsia. Perubahan
tersebut terjadi pada plasenta dan uterus, ginjal, retina, paruparu, otak, dan
pada metabolisme air dan elektrolit.5
a. Otak
Aliran darah dan pemakaian O2 tetap dalam batas-batas normal.
Pemakaian oksigen oleh otak akan menurun pada preeklampsia. Pada
penyakit yang belum lanjut, ditemukan edema-edema dan anemia pada
korteks serebri. Pada keadaan selanjutnya dapat ditemukan perdarahan.5
b. Plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu,
pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin bahkan
kematian karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan
kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada preeklampsia
dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.5
c. Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah pada ginjal
menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang.
Kelainan pada ginjal yang penting ialah proteinuria dan mungkin sekali
juga dengan retensi garam dan air. Fungsi ginjal pada preeklampsia
tampaknya agak menurun bila dilihat dari bersihan asam urat, sehingga
konsentrasi asam urat plasma agaknya dapat meningkat, peningkatan ini
melebihi penurunan laju filtrasi glomerulus dan bersihan kreatinin yang
menyertai preeklampsia, seperti yang dilaporkan oleh Chelsey dan
Williams. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal,
sehingga menyebabkan diuresis turun. Pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria atau anuria. Preeklampsia juga dapat menurunkan ekskresi
kalsium urin karena meningkatnya reabsorbsi di tubulus.5
15
d. Retina
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau
menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan
atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya
preeklampsia berat.5
e. Paru
Edema paru merupakan sebab utama kematian penderita preeklampsia
dan eklampsia. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh
dekompensasio kordis kiri.5
f. Metabolisme air dan elektrolit
Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial.
Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan
protein serum, dan seiring bertambahnya edema, menyebabkan volume
darah berkurang, viskositas darah meningkat, waktu peredaran darah
tepi lebih lama. Oleh karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai
bagian tubuh berkurang, dengan akibat hipoksia. Jumlah air dan
natrium dalam badan lebih banyak pada penderita preeklampsia
daripada pada wanita hamil biasa. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah.5
7. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan
eklampsia. Biasanya komplikasi yang tersebut di bawah ini terjadi pada
preeklampsia berat dan eklampsia.5
a. Solusio plasenta
b. Hipofibrinogen
c. Hemolisis
d. Perdarahan otak
e. Kelainan mata
16
f. Edema paru
g. Nekrosis hati
h. HELLP syndrome
i. Kelainan ginjal
j. Komplikasi lain
8. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk kehamilan dengan penyulit
preeklampsia adalah7 :
a. Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia
b. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan
janinya.
c. Melahirkan janin hidup
d. Pemulihan sempurna bagi kesehatan ibu.
Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan
obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat
yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah
cukup matur untuk hidup di luar uterus. Penanganan preeklampsia berat
antara lain:3
a. Rencana terapi pada penyulitnya yaitu terapi medikamentosa dengan
pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
1) Segera masuk Rumah sakit
2) Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
3) Infus ringer laktat atau ringer dextrose
4) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi
kejang
5) Pemberian antihipertensi, diberikan bila tekanan darah sistolik >
180 mmHg, diastolik >110 mmHg. Obat antihipertensi yang
digunakan : Hidralazin, labetalol, nifedipin, sodium nitroprusid,
diazoxide, metildopa, nitrogliserin, clonidin.
6) Pemberian diuretik bila ada indikasi edema, gagal jantung
kongestif, dan edema paru.
17
7) Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang
berlebihan.
8) Keseimbangan cairan. Jangan sampai terjadi overload cairan.
Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
Sebaiknya pengeluaran urin dinilai setiap jam. Tujuannya untuk
memelihara output urin 30 ml/jam, bila kurang dari 100 cc/4 jam
maka input cairan juga dikurangi.
9) Evaluasi keadaan organ vital dengan melakukan pemeriksaan EKG,
melengkapi laboratorium untuk mengetahui fungsi hemopoetik,
ginjal, hepar seperti darah rutin, studi koagulasi, elektrolit, asam
urat, fungsi hati, fungsi ginjal dan urinalisis. Pemeriksaan serial
sebaiknya dilakukan untuk menilai progresifitas penyakit.
10) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
11) Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap
jam.
b. Menentukan rencana sikap terhadap umur kehamilannya, terbagi
menjadi
1) Pengelolaan konservatif
Pengelolaan konservatif adalah tetap mempertahankan kehamilan
bersamaan dengan terapi medikamentosa. Terdapat banyak
pendapat bahwa semua kasus preeklampsia berat harus ditangani
secara aktif, penanganan konservatif tidak dianjurkan. Indikasi
untuk melakukan pengelolaan konservatif adalah bila umur
kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda- tanda impending
eclampsia dengan keadaan janin baik, artinya kehamilan
dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa. Perawatan tersebut terdiri dari:
a) Terapi MgSO4: Loading dose: MgSO4 disuntikan
intramuscular (IM). MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai
18
tanda Preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu
24 jam.
b) Terapi lain sama seperti terapi medikamentosa.
c) Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus
diterminasi.
d) Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan
MgSO4 20% 2 gr/IV dulu.
e) Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita
menunjukkan tanda-tanda preeklampsia ringan dengan
keadaan penderita tetap baik dan stabil.
2) Pengelolaan aktif
Bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapatkan terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Penanganan aktif meliputi penanganan umum, terapi
medikamentosa dan pengelolaan obstetrik. Pengelolaan aktif
dilakukan dengan indikasi:
a) Indikasi ibu
(1) Bila kehamilan > 37 minggu
(2) Adanya tanda impending eklampsia
(3) Kegagalan terapi konservatif: Dalam waktu setelah 6 jam
dimulainya terapi medikamentosa terjadi kenaikan
desakan darah. Setelah 24 jam sejak dimulainya terapi
medikamentosa tidak ada perbaikan.
b) Indikasi janin
(1) Terjadi gawat janin
(2) Intrauterine Growth Retardation (IUGR)
(3) Indikasi lain: adanya sindrom HELLP
Pengelolaan Obstetrik
Sebelum melakukan pengakhiran kehamilan sebaiknya evaluasi
keadaan ibu dan janin. Keadaan ibu dan janin mempengaruhi cara
19
terminasi kehamilan. Cara terminasi kehamilan tergantung apakah
penderita sudah inpartu atau belum.
a) Belum inpartu
(1) Induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin, kateter
folley, prostaglandin
(2) Sectio caesaria bila:
i. Tidak memenuhi syarat oksitosin drip atau kontra
indikasi oksitosin drip.
ii. 12 jam setelah dimulainya, oksitosin drip belum
masuk fase aktif
b) Inpartu
(1) Kala I
i. Fase laten: 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan
SC
ii. Fase aktif: amniotomi, bila 6 jam dengan amniotomi
belum lahir dievaluasi HIS
(2) Kala II
Pada persalinan pervaginam, kala II dapat diberi
kesempatan partus spontan bila diperkirakan dengan
mengejan tidak terlampau kuat, janin dapat lahir. Bila
tidak, persalinan diselesaikan dengan ekstraksi vakum atau
forsep. Untuk kehamilan <37 minggu, bila memungkinkan
terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.
9. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan ANC yang teratur dan teliti dapat
menemukan tanda-tanda dini preeklampsia serta pemeriksaan pada janin
untuk mencegah terjadinya risiko bayi yang dilahiran dengan BBLR.
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.
Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan
sehari-hari dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet
tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat
20
badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Untuk kehamilan > 37 minggu
segera dilakukan terminasi kehamilan.5
B. KEHAMILAN PRETERM
Kehamilan preterm adalah suatu kehamilan yang terjadi pada seorang
wanita dengan usia kehamilan antara 20 minggu sampai 37 minggu,
sedangkan persalinan preterm atau kurang bulan didefinisikan sebagai masa
kehamilan yang terjadi sesudah 20 minggu dan sebelum genap 37 minggu.1
WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam tiga kelompok yaitu:
1. Pre term : kurang dari 37 minggu lengkap (kurang dari 259 hari)
2. Aterm : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42
minggu
lengkap (259 hari sampai 293 hari).
3. Post term : 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari atau lebih)
C. MULTIGRAVIDA
Multigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk ketiga kali atau lebih.1
D. BELUM DALAM PERSALINAN
Tanda-tanda dalam persalinan (in partu) yaitu1:
1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
2. Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena
robekan-robekan kecil pada serviks.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4. Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada.
21
BAB III
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. S
Umur : 31 tahun
Alamat : Kuwarisan 3/1 Kebumen
No RM : 277877
Tanggal Masuk : 5 Juni 2015
HPMT : 29 September 2014
HPL : 6 Juli 2015
Umur Kehamilan : 35+4 minggu
B. Keluhan Utama :
Pasien merupakan rujukan dari bidan dengan keterangan G3P2A0 hamil
preterm, TD = 200/130 mmHg, dengan proteinuria (+2).
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 35+4 minggu. Pasien
mengeluhkan pusing sejak 5 hari SMRS, pandangan sedikit kabur, kadang-
kadang merasa nyeri ulu hati, kaki tangan bengkak sudah 6 bulan yang
lalu. Gerakan janin masih dirasakan pasien. Kenceng-kenceng sudah
dirasakan tapi jarang. Air ketuban belum dirasakan keluar, lendir darah
belum dirasakan keluar.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit hipertensi : saat kehamilan pertama
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
22
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
E. Riwayat Fertilitas
Baik
F. Riwayat Obstetri
Baik
1. Anak I : perempuan, 2800 gr, partus spontan, 10 tahun
2. Anak II : perempuan, 2900 gr, partus spontan, 8 tahun
3. Anak III : hamil sekarang
II. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 5 Juni 2015
Keadaan Umum : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital :
Tek. Darah : 210/120 Frek. Napas : 22x/menit
Nadi : 88x/menit Suhu : 370 C
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Ekstremitas : Oedem (+), akral dingin (-)
Inspeksi
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen : Dinding perut > dinding dada
Genital :Vulva/uretra tenang, lendir darah (-), air ketuban (-),
Palpasi
23
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterine,
memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, TFU 26
cm, His (-)
Ekstremitas : Oedema (+) akral dingin (-)
Auskultasi
DJJ (+) 147 x / mnt
Pemeriksaan Dalam
VT : Vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak,
belum ada pembukaan, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat
dinilai, air ketuban (-), STLD (-).
C. Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah (5-6-2014): Urinalisis:
Hb : 13,6 g/dL Protein : +2
Hct : 40 %
AE : 4,7.106/UL
AL : 9,5.103/UL
AT : 181.103/UL
Gol. Darah : O
GDS : 79 mg/dL
Ureum : 16 mg/dL
Creatinin : 0,44 mg/dL
Albumin : 3,2 g/dL
HBsAg : non reaktif
SGOT : 31 u/l
SGPT : 39 u/l
USG 5 Juni 2015 : tampak janin tunggal, intra uterine, memanjang, DJJ (+),
punggung di kanan, presentasi kepala, dengan fetal biometri : BPD= 8.85 cm,
24
FL= 5.21 cm, AC= 27.35, EFW= 1681 gram. Placenta insersi di corpus grade I.
Air ketuban kesan cukup. Tak tampak kelainan kongenital mayor
Kesan : janin saat ini dalam kondisi baik
III. KESIMPULAN
Seorang G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 35+4 minggu. riwayat
fertilitas baik, riwayat obstetrik baik, teraba janin tunggal, intrauterin,
memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, his (-), DJJ (+), TBJ 1681
gram. Portio lunak, belum ada pembukaan, kulit ketuban dan penunjuk belum
dapat dinilai, air ketuban (-), STLD (-).
IV. DIAGNOSIS
PEB pada multigravida hamil preterm belum dalam persalinan.
V. PROGNOSIS
Dubia
VI. PLANNING
- Cek lab
- NST
- Rencana persalinan pervaginam
- Kala II diperingan dengan VE
- Induksi dengan misoprostol 25 mg dilanjutkan dengan oksitosin 5 IU
- Protap PEB :
o O2 3 lpm
o Inf. RL 12 tpm
o Inj. MgSO4 8 gram IM boka boki
o Nifedipine 3x10 mg
o Pasang DC
- Methyldopa 500 mg
- Awasi KU, VS, dan tanda-tanda impending eklampsia
- Informed consent
25
- KIE
EVALUASI 6 Juni 2015
Keluhan : sakit kepala (+), pandangan kabur (-), mual (-), nyeri ulu
hati
Keadaan Umum : Baik, compos mentis
Vital Sign : Tek. darah : 190/124 Respiration Rate : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Suhu : 36,70C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-)
Thorax : Cor / Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intrauterine,
memanjang, preskep, puka, his (-), DJJ (+)
148x/mnt
Genital : VT tidak dilakukan
DIAGNOSIS :
Impending eklampsia pada multigravida hamil preterm belum dalam
persalinan.
TERAPI
1. Usul SCTP-em a/i impending eklampsia
2. Konsul anestesi
3. Informed consent
EVALUASI 7 Juni 2015
Keluhan : nyeri pada jahitan bekas SC
Keadaan Umum: Baik, compos mentis
Vital Sign : Tek. darah : 150/90 Respiration Rate : 22x/menit
Nadi : 92x/menit Suhu : 370C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
26
Thorax : Cor / Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari di bawah pusat,
kontraksi (+), tampak luka op ditutup perban
Genital : darah (-), lochia (+)
DIAGNOSIS
Post SCTP-em a/i impending eklampsia pada multipara hamil preterm
TERAPI
- Protab PEB :
o O2 3 lpm
o Infus RL 12 tpm
o MgSO4 8 gr IM boka boki
o Pasang DC
o Nifedipin 3 x 10 mg jika TD ≥ 160/110
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
- Awasi KU/VS/BC
EVALUASI 8 Juni 2015
Keluhan : nyeri pada jahitan bekas SC
Keadaan Umum: Baik, compos mentis
Vital Sign : Tek. darah : 150/90 mmHg Respiration Rate : 20x/menit
Nadi : 92x/menit Suhu : 36,60C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Cor / Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari di bawah pusat,
kontraksi(+), peristaltic (+), tampak luka op ditutup
perban
Genital : darah (-), lochia (+)
27
DIAGNOSIS
Post SCTP-em a/i impending eklampsia pada multipara hamil preterm
TERAPI
- Protab PEB :
o O2 3 lpm
o Infus RL 12 tpm
o MgSO4 20% 10gr dalam 500 cc RL dengan kecepatan 1 gr / jam
dalam 24 jam
o Nifedipine 3 x 10 mg jika TD ≥160/110
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
Hasil Laboratorium 8 Juni 2015
Laboratorium Darah:
Hb : 13,9 g/dL
Hct : 42 %
AE : 4,7.106/UL
AL : 14,3.103/UL
AT : 205.103/UL
SGOT : 31 u/l (naik)
SGPT : 24 u/l (naik)
Albumin : 2.7 g/dl (turun)
Kreatinin : 0,37 mg/dl
Ureum : 30 mg/dl
EVALUASI 9 Juni 2015
Keluhan : nyeri pada jahitan bekas SC
Keadaan Umum: Baik, compos mentis
Vital Sign : Tek. darah : 156/109 mmHgRespiration Rate : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Suhu : 36,60C
28
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Cor / Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari di bawah pusat,
kontraksi(+), tampak luka op ditutup perban
Genital : darah (-), lochia (+)
DIAGNOSIS
Post SCTP-em a/i impending eklampsia pada multipara hamil preterm
TERAPI
- Cefadroxil 2x1
- Metronidazole 3x1
- SF 1x1
- Vit. C 2x1
- Captopril 3x25mg
EVALUASI 10 Juni 2015
Keluhan : -
Keadaan Umum: Baik, compos mentis
Vital Sign : Tek. darah : 150/100 mmHgRespiration Rate : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Suhu : 36,60C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : Cor / Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari di bawah pusat,
kontraksi (+), tampak luka op ditutup perban
Genital : darah (-), lochia (+)
DIAGNOSIS
Post SCTP-em a/i impending eklampsia pada multipara hamil preterm
TERAPI
- Cefadroxil 2 x 1
29
- SF 1 x 1
- Vit C 2 x 1
- Captopril 3x25mg
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien merupakan rujukan dari bidan dengan keterangan PEB pada
multigravida hamil 35+4 minggu.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan pusing sejak 5 hari
SMRS, pandangan sedikit kabur, kadang-kadang merasa nyeri ulu hati, kaki
tangan bengkak sudah 6 bulan yang lalu. Gerakan janin masih dirasakan pasien.
Kenceng-kenceng sudah dirasakan tapi jarang. Air ketuban belum dirasakan
keluar, lendir darah belum dirasakan keluar. Riwayat hipertensi (+) pada
kehamilan pertama, sakit jantung (-), diabetes (-), alergi (-), asma (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 210/120 mmHg, pada
pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal,
intrauterine, memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, TFU 26 cm, His
(-), DJJ (+) 147x/menit reguler. Pada pemeriksaan dalam VT didapatkan
vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, , belum ada
pembukaan, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-),
STLD (-).
Pemeriksaan penunjang tanggal 5 Juni 2015 menunjukkan urin protein +2.
Pada pemeriksaan USG 5 Juni 2015: tampak janin tunggal, intra uterine,
memanjang, DJJ (+), punggung di kanan, presentas kepala, dengan fetal biometri :
BPD= 8.85 cm, FL= 5.21 cm, AC= 27.35, EFW= 1681 gram. Placenta insersi di
corpus grade I. Air ketuban kesan cukup. Tak tampak kelainan kongenital mayor.
Kesan : janin saat ini dalam kondisi baik.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis dengan PEB pada multigravida hamil preterm belum dalam
persalinan.
30
Diagnosis PEB ini ditegakkan berdasar pemeriksaan ditemukan hipertensi
(210/120 mmHg), dan proteinuria (+2).
Penatalaksanaan protap PEB dengan pemberian oksigen nasal 3 lpm agar
oksigenasi ibu dan janin baik, infus RL 12 tpm dan injeksi MgSO4 yang dapat
diberikan karena syarat-syarat pemberian, yaitu refleks patela (+), tidak ada
depresi pernafasan, RR > 16x/menit, produksi urin 25cc/jam dan tersedia
antidotum, yakni kalsium glukonat terpenuhi. MgSO4 diberikan dengan tujuan
sebagai antihipertensi ringan, antikejang ringan, sedatif ringan, diuretik ringan,
dan untuk memperbaiki sirkulasi uteroplasenter. Nifedipin sebagai Calcium
Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar diberikan jika
tekanan darah ≥160/110 mmHg. Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai
dosis maksimal 120 mg/ hari. Penggunaan bersamaan dengan MgSO4 dapat
menyebabkan hipotensi dan blokade neuromuskular.
Pada pasien didapatkan tanda-tanda impending eklampsia, hal tersebut
merupakan indikasi segera untuk dilakukannya terminasi kehamilan dengan SC.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 2008. Ilmu Kandungan. FK UI.
Jakarta.
2. Abdul Bari S. 2006. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB
POGI, FKUI. Jakarta.
3. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 1997.
William’s Obstetrics 20thPrentice-Hall International,Inc.
4. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 2005. Pedoman pengelolaan
hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Semarang : POGI. pp.1-28
5. Wiknjosastro, H, dkk, editor. 2007. Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam :
Ilmu Kebidanan. Edisi III, Cetakan Kesembilan. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp.281-300
6. Sudhaberata K. 2001. Profil penderita preeklampsia-eklampsia di RSU
Tarakan Kaltim. Bagian Kebidanan dan Kandungan, RSU Tarakan, Kaltim.
http://www.tempo.co.id/medica/arsip/022001/art-2.htm
7. Castro C. L. 2004. Chapter 15 Hypertensive Disorders of Pregnancy. In :
Essential of Obstetri and Gynecology. 4th Ed. Philadelphia : Elsivlersaunders.
pp 200.
8. Rachma N. 2008. Eklampsia : Preventif dan Rehabilitasi Medik Pre dan post
Partum, in Holistic and Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta :
FK UNS, pp. 99
9. Sunaryo R. 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan Preeklampsia-Eklampsia. In
: Holistic and Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta : FK UNS.
pp 14
32
10. Maulidya ER. 2012. Sindrom HELLP, eklampsia, dan perdarahan intrakranial.
Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
33
top related