prentasi kasus anestesi
Post on 14-Dec-2015
252 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. RK
2. Umur : 29 tahun
3. Berat badan : 45 Kg
4. Jenis kelamin : perempuan
5. Alamat : Krajan 11/3 Flambn, Suruh, Semaran
6. Agama : Islam
7. Pekerjaan : ibu rumah tangga
8. Pendidikan : SMA
9. Tanggal masuk RSMS : 30 Juli 2015
B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Perdarahan dari jalan lahir
2. Keluhan tambahan
Nyeri perut bawah
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien G3P2A0 hamil 12 minu kiriman pliklik kandunan dan kebidanan dengan
perdarahan dari jalan lahir sejak 1 bulan yan lalu tetapi tidak pernah di US. Awalnya
perdarahan berupa flek merah kehitaman, namun sejak 1 hari SMRS, perdarahan
menjadi banyak seperti menstruasi disertai umpalan darah. Perut baian bawah terasa
nyeri. Keluhan pusin, pandanan kabur, mual muntah disankal pasien. Riwayat
obstetri anak pertama usia 11 tahun lahir spntan di bidan denan berat badan lahir
3200 r, anak kedua usia 5 tahun lahir spntan di bidan BBL 3200 r, anak ketia hamil
ini. Riwayat kntrasepsi denan pil KB. Riwayat nikah 1kali selama 12 tahun, riwayat
haid teratur selama 7 hari, siklus 28 hari, menarche umur 12 tahun.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
b. Riwayat penyakit DM : disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit asma : disangkal
e. Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
f. Riwayat aleri bat : disankal
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit darah tinggi : disankal
b. Riwayat penyakit DM : disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit asma : disangkal
C. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
a. Keadaan umum : tampak lemah
b. Kesadaran : compos mentis
c. Vital Sign
Tekanan darah = 110/70 mmHg
Respirasi = 20 kali/menit
Nadi = 76 /menit, isi dan tekanan penuh
Suhu = 36,5oC
d. Kepala : mesochepal
1) Mata : konjungtiva anemis -/-
sklera tidak ikterik
reflek cahaya +/+
pupil isokor, (/) 3 mm
2) Hidung : discharge (-)
epistaksis (-)
deviasi septum (-)
3) Mulut : bibir kering (-)
lidah kotor (-)
pembesaran tonsil (-)
mallapati kelas 1
4) Gigi : gigi palsu (-)
5) Telinga : discharge (-), deformitas (-)
e. Leher : pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening (-)
f. Thorax : simetris kanan – kiri, tidak ada retraksi
1) Pulmo
a) SD : vesikuler (+/+)
b) ST : ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
2) Cor : BJ I-II reguler, bising (-)
3) Abdomen : status lokalis
a) Inpeksi : datar
b) Auskultasi : bising usus (+) normal
c) Perkusi : timpani
d) Palpasi : tinggi fundus uterus (TFU) tidak teraba
g. Enital : inspeksi vulva vagina tenang, perdarahan per vainam (+) h. Extremitas
1) Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)
2) Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)
i. Turgor kulit : cukup
D. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 30 – – 2015)
Pemeriksaan darah lengkap :
1. Hb : 13.2 g/dl (12 – 16 g/dl)
2. Leukosit : 6810 ul (4800 – 10800 ul)
3. Ht : 43,2 % (W 37 – 47 %)
4. Eritrosit : 5.2 jt/ul (W 4.2 – 5.4 jt)
5. Trombosit : 294000/ul (150000 – 450000/ul)
6. MCV : 81.0 fl (79 – 99 fl)
7. MCH : 25.4 pgr (27 – 31 pgr)
8. MCHC : 31.33 % (33 -37 %)
9. Hitung jenis :
a. Eosinofil : 0.1 (2 – 4%)
b. Basofil : 0.1 (0-1%)
c. Batang : 0 (2 – 5%)
d. Segmen : 65.4 (40-70 %)
e. Limfosit : 10.6 (25 – 40 %)
10. Monosit : 2.8 (2 – 8%)
11. PT : 12.1 detik (11.5-15.5 detik)
12. APTT : 29.8 detik (25-35 detik)
E. Diagnosis Klinis
Diagnosis prabedah : abortus inkomplet
Diagnosis pasca bedah : missed abortion
Jenis pembedahan : kuretase
F. Kesimpulan Pemeriksaan Fisik
Status ASA I
G. Tindakan
Dilakukan: kuretase
Tanggal : 31 Julii 2015
H. Laporan Anestesi
1. Persiapan Anestesi
a. Informed concent
b. Stop makan dan minum 6 jam sebelum operasi
2. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis anestesi : TIVA
b. Premedikasi : Sulfas Atropin 0,25 mg, Anesfar 2 mg
c. Induksi : Ketamin 50 ml
Propofol 50 mg
d. Maintenance : Invomit 4 m
Thorasic 30 m
Methergin 0,2mg/ml
3. Teknik anestesi
a. TIVA
b. Respirasi : spntan
c. Posisi : litotomi
d. Inhalasi : O2
e. Jumlah cairan yang masuk : aserin 500 cc
4. Pemantauan selama anestesi :
a. Waktu anestesi
1) Mulai anestesi : 09.30
2) Mulai operasi : 09.35
3) Selesai operasi : 09.45
b. Cairan yang masuk durante operasi:
Aserin : 500 cc
Jam
(waktu)
Tindakan Tekanan darah
(mmHg)
Nadi
(x/menit)
09.15 Pasien masuk ke kamar operasi dan di pindahkan ke meja operasi
Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen.
Infus RL terpasang pada tangan kiri
140/93 80
SPO2: 99 %
09.30 Premedikasi dengan Sulfas Atropin 0,25 mg, Anesfar 2 mg
MedikasiPropofol 70 mg, Ketamin 50 mg
Pemberian Oksigen 2 liter/menit
Posisikan pasien litotomi
140/90 76
SPO2 : 97 %
09.35 Dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi
Operasi dimulai
130/80 73 x/mnt
SPO2 : 98 %
09.40 Diberikan methergin 0,2mg/ml
132/82 75 x/mnt
SPO2 : 97 %
09.45 Operasi selesai 128/84 70 x/mnt
SPO2 : 99 %
c. Tindakan dan pemantauan selama operasi
Keadaan akhir pembedahan
Tekanan darah : 128/84 mmHg, Nadi : 70 x/m, Saturasi O2 : 99%
Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :
Nilai 2 1 0
Kesadaran Sadar, orientasi baik
Dapat dibangunkan
Tak dapat dibangunkan
Warna Merah muda (pink) tanpa O2,
SaO2 > 92 %
Pucat atau kehitaman perlu O2
agar SaO2 > 90%
Sianosis dengan O2
SaO2 tetap < 90%
Aktivitas 4 ekstremitas bergerak
2 ekstremitas bergerak
Tak ada ekstremitas bergerak
Respirasi Dapat napas dalam
Batuk
Napas dangkal
Sesak napas
Apnu atau obstruksi
Kardiovaskular Tekanan darah berubah 20 %
Berubah 20-30 % Berubah > 50 %
Total = 8 Pasien tetap dipantau di ruang pemulihan
I. Prognosa
1. ad vitam ad bonam
2. ad functionam dubia ad bonam
3. ad sanationam ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Total Intravenous Anesthesi
Anestesi total intravena adalah teknik anestesi dimana induksi dan rumatan
anestesi dicapai melalui obat-obatan yang diberikan lewat jalur intravena saja;
menghindari pemakaian agen volatile ataupun N2O. Pada teknik ini pasien dibiarkan
bernafas spontan atau diberikan ventilasi dengan campuran oksigen dan air. TIVA
sendiri pertama kali muncul pada awal tahun 1900 dan mulai popular digunakan di
seluruh dunia sejak akhir abad 20, sekitar tahun 1990an.
Konsep TIVA sendiri telah mengalami perkembangan dari induksi untuk anestesi
umum menuju TIVA modern dimana sudah lebih dipahami farmakokinetik dan
farmakodinamik obat-obatan yang digunakan, dimana obat dapat secara akurat dititrasi
dan diberikan lewat jalur intravena.
Kriteria Obat Untuk TIVA :
1. Larut di dalam air sehingga penggunaan pelarut/solvent dapat dihindari
2. Obat tetap stabil meskipun terlarut dan terpapar cahahaya matahari
3. Tidak adsorpsi terhadap bahan-bahan plastik seperti infuse set
4. Tidak iritan terhadap vena (baik nyeri pada penyuntikan, vena phlebitis atau
thrombosis) atau merusak jaringan ketika diberikan intravena maupun intraarterial
5. Menghasilkan hipnotik/tertidur dalam one arm circulation time
6. Mula kerja obat cepat dan diinaktifkan oleh metabolisme baik hati, darah
maupun jaringan lain
7. Minimal efek terhadap kardiovascular dan respirasi
Dari pemaparan diatas, jelas bahwa belum ada satu obat pun yang mampu
memenuhi semua kriteria diatas.
Indikasi Anestesi Total Intravena :
1. Sebagai alternative agen volatil.
2. Untuk situasi dimana anestesi konvensional sulit untuk dikerjakan, misalnya
pada operasi di medan perang, ataupun pada setting daerah yang kurang peralatan
anestesi dan obat -obat anestesi
3. Pada keadaan dimana gas N2O tidak diperbolehkan atau kontraindikasi relatif,
misalnya pada operasi yang membutuhkan konsentrasi inspirasi O2 yang tinggi, middle
ear surgery
Keuntungan TIVA :
1. O2 konsentrasi tinggi dapat diberikan
2. Menghindari penggunaan N2O
3. Bermanfaat pada kondisi setting terbatas
4. Menghindari efek tidak diinginkan dari anestesi volatile
5. Mengurangi polusi udara
6. Sedikit efek yang mencetus terjadinya hipertermi maligna
7. Day care surgeries, cepat pulit sadar
Kesulitan dan keterbatasan TIVA :
1. Untuk menghasilkan konsentrasi obat dalam darah secara cepat dan
mempertahankan jumlah yang diinginkan terkadang dibutuhkan peralatan yang lebih
kompleks seperti zero order infusion
2. Tidak terprediksinya hubungan antara dosis dan respons pasien yang bervariasi
terhadap obat, premedikasi dan bolus.
3. Tidak terprediksinya pulih dari anesthesia dan efek samping pasca anestesi
berdasarkan variasi distribusi, eliminasi dan farmakokinetik obat, usia, jenis kelamin, dan
lain-lain.
4. Akumulasi obat-obat TIVA yang berakibat pada pemanjangan waktu pulih
5. Interaksi obat
6. Definisi yang tidak tegas tentang berakhirnya masa anestesi
7. Ada kemungkinan tidak bisa mengontrol kedalaman anestesi
8. Kebutuhan untuk menciptakan jalur intravena terpisah
B. Persiapan Pra Anestesi
Persiapan pra pembedahan harus dilakukan secara memadai untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat proses pembedahan. Salah satu hal
dalam persiapan pra pembedahan yang dilakukan oleh dokter spesialin anestesi
adalah kunjungan pra pembedahan. Kunjungan ini dilakukan untuk mempersiapkan
pasien sehingga pasien berada dalam kondisi segar bugar pada saat pembedahan.
Tujuan utama kunjungan pra pembedahan atau pra anestesia adalah untuk
mengurangi kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
Dalam proses persiapan ini, pasien juga perlu dinilai mengenai kesiapan
pasien dalam menjalani pembedahan. Penilaian dilakukan melalui beberapa proses,
yaitu :
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap memungkinkan ahli anastesi untuk
merencanakan manajemen anastesi dan masa pasca anastesi dengan lebih
efektif. Hal-hal yang penting untuk ditanyakan pada proses anamnesis
diantaranya:
a. Riwayat prosedur anestesi dan bedah yang pernah dijalani
b. Riwayat penyakit berat dan rawat inap di rumah sakit
c. Masalah pernafasan
d. Masalah jantung
e. Masalah saluran cerna
f. Masalah hematologis
g. Masalah ginjal
h. Keadaan psikososial
i. Obat yang sedang digunakan
j. Alergi obat, makanan dan bahan tertentu (plester, kasa, dll)
k. Waktu makan dan minum terakhir (pada kasus gawat darurat)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup pemeriksaan keadaan
umum, kesadaran, tanda vital dan pemeriksaan umum semua organ tubuh pasien
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan gigi geligi,
tindakan buka mulut dan lidah sangat penting untuk dilakukan untuk
mengetahui penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan laringoskop
intubasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan sebelum tindakan anestesi
diantaranya :
a. Pemeriksaan darah rutin (kadar hemoglobin, leukosit, APTT dan PTT)
b. Pemeriksaan kadar gula darah puasa
c. Liver function test
d. Renal function test
e. Pemeriksaan foto toraks
f. Pemeriksaan pelengkap atas indikasi seperti gula darah 2 jam post prandial,
pemeriksaan EKG untuk pasien > 40 tahun
g. Pada operasi besar dan mungkin bermasalah periksa pula kadar albumin,
globulin, elektrolit darah, CT scan, faal paru, dan faal hemostasis.
4. Klasifikasi status pasien
Status fisik pasien ditentukan dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):
a. ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan
faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
b. ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas
16%.
c. ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,
tidak selalu sembuh dengan operasi. Misalnya insufisiensi fungsi organ,
angina menetap. Angka mortalitas 68%.
e. ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir
tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi /
dengan operasi. Angka mortalitas 98%. Untuk operasi cito, ASA ditambah
huruf E (Emergency) tanda darurat .
C. Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan awal anastesi dengan memberikan obat-obatan
pendahuluan yang terdiri dari obat golongan antikolinergik, sedative dan
analgetik.
Tujuan premedikasi :
1. Menimbulkan rasa nyaman, bebas dari rasa takut,
tegang, khawatir, bebas nyeri.
2. Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan reflex vagus
3. Memudahkan induksi
4. Mengurangi dosis obat anestesi
,
D. Induksi dan Pemeliharaan Anestesi Umum
Anestesi umum adalah keadaan ketiadaan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Anestetik umum yang
baik dan ideal mempunyai sifat-sifat mudah cara pemberiannya, mempunyai daya
analgesik pada dosis kecil, menimbulkan relaksasi otot yang cukup, tidak toksik, dan
mudah dinetralkan.
Induksi anestesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainva anestesia dan pembedahan. Induksi
anestesia dapat dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuskular atau
rectal.
Pemeliharaan atau rumatan anestesia dapat dikerjakan dengan secara
intravena, inhalasi atau dengan campuran keduanya. Pemeliharaan anestesia
biasanya mengacu pada trias anestesia yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar
tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
E. Jenis obat-obatan
1. Propofol
Propofol merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai
anestesi intravena. Obat ini pertama kali digunakan dalam praktik anestesi pada
tahun 1977 sebagai obat induksi. Saat ini propofol digunakan untuk induksi dan
pemeliharaan dalam anestesi umum, pada pasien dewasa dan anak-anak berusia
lebih dari 3 tahun. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih
susu yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.
Obat ini juga kompatibel dengan D5W.
a. Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi
diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA–A (Gamma
Amino Butired Acid).
b. Farmakokinetik
1) Absorpsi
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat
protein plasma.
2) Distribusi
Waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam. Namun
dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol
didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat
menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 –45 detik ) dan kecepatan untuk
pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol
10mg/ml. Propofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik
ataupun relaksasi otot.
3) Metabolisme
Hepar
4) Eliminasi
Hepar
c. Farmakodinamik
1) Sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis
yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik.
Pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran
berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood tapi efeknya
tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan
tekanan intraokularsebanyak 35%.
2) Sistem kardiovaskuler
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung
dan pembuluhdarah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan
peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek
mengurangi pembebasan katekolamin danmenurunkan resistensi
vaskularisasi sistemik sebanyak 30%.
3) Sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
beberapa kasusdapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul
pada pemberian diprivan.
d. Dosis dan penggunaan
1) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV
2) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus
3) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV
(titrate to effect)
4) Turunkan dosis pada orang tua atau pasien dengan gangguan
hemodinamik atau apabila digabung penggunaannya dengan obat
anestesi lain.
5) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi
yang minimal
6) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada
dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah
terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri
e. Efek samping
1) Nyeri
Propofol dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50%
sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena.
Nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan
menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1
sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal
tempat suntikan, berikan secara intravena melaui vena yang besar.
2) Mual dan muntah
Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah
operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak
sehingga pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan
metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.
3) Kejang
Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang
mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau methohexital).
4) Phlebitis
Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi
propofol tapi kasusnya sangat jarang.
5) Nekrosis jaringan
Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi
subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.
2. Tiopentin
Tiopentin (Sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau
Trapanal) merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting. Dalam waktu
1 menit, tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi. Setelah 5 – 10 menit,
konsentrasi di otak mulai menurun dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis
yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi
dan hilangnya kesadaran.
a. Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA. Barbiturat akan
menyebabkan hambatan pada reseptor GABA di sistem saraf pusat.
Hambatan ini akan menekan sistem aktivasi retikuler yang terletak di
batang otak yang salah satu fungsinya adalah mengontrol beberapa fungsi
vital termasuk kesadaran.
b. Farmakokinetik
1) Absorpsi
Untuk induksi anestesi umum pada anak dan dewasa digunakan secara
intravena, sedangkan untuk premedikasi dilakukan secara
intramuskuler.
2) Distribusi
Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan
tubuh yang selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain
yang kaya akan vaskularisasi. Secara perlahan akan mengalami difusi
kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah
terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh
karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.
3) Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
4) Eksresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine.
c. Farmakodinamis
1) Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan
hiperalgesia, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran
darah pada dosis subhipnotik, sedangkan pada dosis yang tinggi akan
menghasilkan isoelektrik elektro ensepalogram. Thiopental turut
menurunkan tekanan intrakranial.
2) Mata
Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi
thiopental. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi
thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.
3) Sistem kardiovaskuler
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output serta dapat
meningkatkan frekwensi jantung. Penurunan tekanan darah sangat
tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan
karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung
turun, dan dilatasi pembuluh darah. Penurunan tekanan darah yang
bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat
disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang
berat. Hal ini terutama terjadi akibat dilatasi pembuluh darah karena
depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga
dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.
4) Sistem pernafasan
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2.
Terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat
sampai menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga
menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding propofol
sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan
bronkospasme.
d. Dosis dan penggunaan
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kgBB. Untuk
menghindarkan efek negatif, sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg
sambil menunggu reaksi pasien.
e. Efek samping
1) Alergi
2) Nyeri
Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat
pemberian melalui intravena, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
3. Ketamin
Ketamin (ketalar atau ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki
struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun
1962, untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih
sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Ketamin hidroklorida adalah
golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid actingnon barbiturate general
anesthesia”. Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi
dapat menimbulkan muntah–muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menyebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi serta mimpi gembira yang mengikuti anesthesia yang sering disebut
dengan emergencephenomena.
a. Mekanisme kerja
Efek analgesik terjadi karena blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan
medula spinalis.
b. Farmakokinetik
1) Absorpsi
Pemberian dapat dilakukan secara intravena dan intramuskular
2) Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan
didistribusikan keseluruh organ.Efek muncul dalam 30–60 detik setelah
pemberian secara I.V dengan dosisinduksi, dan akan kembali sadar
setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan
muncul setelah 15 menit.
3) Metabolisme
Ketamin dimetabolisme di hepar.
4) Eksresi
Eksresi ketamin melalui ginjal
c. Farmakodinamik
1) Sistem saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan
mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada
mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu
kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic
appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.
Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-
8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada
periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke
otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Pemberian ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa
mimpi buruk, perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang
keluar dari badan)·, salah persepsi, salah interpretasi dan
ilusi,·euphoria, eksitasi, kebingungan serta ketakutan.
2) Sistem kardiovaskuler
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik sehingga
bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan
darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer.
3) Sistem pernafasan
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi.
Dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya,
sehingga merupakan obat pilihan pada pasien asma.
4) Mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan.
Terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran
darah pada pleksus koroidalis.
d. Dosis
1) Dosis induksi adalah 1-2mg/kgBB secara intravena
2) Dosis sedatif 0,2 mg/kgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek
yang diinginkan. Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara
intermitten atau kontinyu. Pemberian secara intermitten diulang setiap
10 –15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi
selesai
3) Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah
0,2 – 0,8mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip
infus.
e. Efek samping
1) Peningkatan sekresi air liur pada mulut
2) Agitasi dan perasaan lelah
3) Halusinasi dan mimpi buruk pasca operasi
4) Peningkatan tekanan intracranial
5) Nistagmus dan diplopia.
f. Kontra indikasi
1) Trauma kepala
2) Tumor otak
3) Operasi intrakranial
4) Glaukoma
5) Operasi intraokuler
6) Diabetes melitus
7) Hipertensi
8) Tirotoksikosis
9) Penyakit jantung kronis
4. Opioid
Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat
opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata
“opium“ berasal dari bahasa yunani yang berarti getah. Opium mengandung
lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil,
alfentanil, dan remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan
dalam anestesi umum. Efek utamanya adalah analgetik.
a. Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada sistem saraf
pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ.
Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif
sebagai analgesia.
b. Farmakokinetik
1) Absorbsi
Absorpsi terjadi melalui pemberian secara intravena, intramuskular dan
transmukosal.
2) Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Morfin memiliki
kelarutan lemak yang rendah sehingga memperlambat laju melewati
sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga
Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan
durasi singkat setelah injeksi bolus.
3) Metabolisme
Metabolisme di hepar
4) Eksresi
Eksresi lewat urin.
c. Farmakodinamik
1) Sistem kardiovaskuler
Tidak menyebabkan perubahan kontraktilitas otot jantung dan tonus
otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun
karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga
menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya
pelepasan histamin.
2) Sistem pernafasan
Golongan ini dapat menyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai
dengan penurunan frekuensi nafas dan volume tidal. Opioid juga bisa
merangsang refleks batuk pada dosis tertentu
3) Sistem gastrointestinal
4) Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan
lambung terhambat.
5) Endokrin
Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik
akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon
katabolik dalam darah relatif stabil.
d. Dosis dan pemberian
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena
0,5mg/Kgbb, sedangkan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil
seperseratus dari petidin.
5. Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah
diazepam (valium), lorazepam (ativan) dan midazolam (versed).
a. Mekanisme kerja
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik,
amnestik, antikonvulsan dan pelumpuh otot yang bekerja di sentral.
Benzodiazepine bekerja di reseptor ikatan GABA-A. Afinitas pada reseptor
GABA-A berurutan seperti berikut lorazepam >midazolam > diazepam.
b. Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan
muncul setelah 4-8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan
waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan
menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri.
Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus.
c. Farmakodinamik
1) Sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan
mempunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran
darah otak dan laju metabolisme.
2) Sistem Kardiovaskuler
3) Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan
cardiac out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung.
Perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau
apabila dikombinasi dengan opioid.
4) Sistem Pernafasan
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal, depresi
pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru
atau pasien dengan retardasi mental.
5) Sistem saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat
supraspinal dan spinal, sehingga sering digunakan pada pasien yang
menderita kekakuan otot rangka.
d. Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
1) Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb.
2) Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3-5 mg
3) Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
4) Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.
e. Efek samping
Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai
sedasi. Lorazepam dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan
trombophlebitis. Benzodiazepine turut memperpanjang waktu sedasi dan
amnesia pada pasien. Efek samping dapat diatasi dengan flumazenil
(Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn sampai 1 mg, dan 0.5 - 1
mcg/kg/menit berikutnya.
F. Pemulihan
Pemulihan atau perawatan pasca anestesi biasanya dilakukan di recovery
room. Pasien dapat dikembalikan ke unit perawatan setelah status pasien dianggap
stabil. Pengkajian status pasien meliputi (Berman, 2009):
1. Keadekuatan jalan nafas
2. Saturasi oksigen
3. Keadekuatan ventilasi
4. Status kardiovaskular
5. Tingkat kesadaran
6. Status cairan
7. Kondisi area operasi
8. Status cairan
9. Warna kulit
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pre Operatif
Persiapan pre operatif yang dilakukan pada pasien dalam kasus ini diantaranya :
1. Persiapan alat
Persiapan alat meliputi alat-alat kuretase, monitor tanda vital, alat inhalasi dan alat-
alat pendukung lain yang berada di ruang operasi.
2. Persiapan obat
Obat yang disiapkan diantaranya :
a. Ketamin 50 ml
b. Propofol 50 mg
c. Methergin 0,2 mg/1A
3. Penilaian dan persiapan pasien
Penilaian dan persiapan pasien diantaranya:
a. Anamnesis
Pada saat anamnesis ditanyakan mengenai identitas, riwayat asma, riwayat
alergi obat dan makanan, riwayat penyakit jantung, diabetes melitus dan
hipertensi, serta riwayat operasi sebelumnya. Pada kasus ini pasien tidak
memiliki riwayat asma, alergi, penyakit jantung, diabetes melitus dan hipertensi.
Pasien pernah kuret sebelumnya dan tidak ada masalah selama proses
anestesinya. Hasil anamnesis mengindikasikan minimalnya kemungkinan
penyulit yang akan terjadi pada saat pelaksanaan kuretase.
b. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
c. Penilaian status pasien (ASA I )
d. Puasa 6 jam pre operasi
e. Persiapan informed consent, suatu persetujuan medis untuk mendapatkan
ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan
anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan
penjelasan mengenai risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post
operasi.
B. Durante Operatif
Teknik anestesi yang digunakan adalah general anestesi dengan Total
Intravenous Anesthesi (TIVA). Teknik ini merupakan teknik yang mudah dan paling
disenangi ahli anestesi. Teknik ini merupakan teknik anestesi pilihan pada beberapa
beberapa pasien, tetapi penggunaannya harus diawasi karena dosisnya dapat meningkat
secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan henti nafas.
Induksi intravena dilakukan dengan ketamin dan propofol secara bolus melalui
karet selang infus. Ketamin merupakan obat yang mempunyai sifat analgesik, anestetik
dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik,
tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,
bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Kesadaran pasien yang menggunakan
ketamin akan pulih setelah 10-15 menit. Efek analgesia akan bertahan selama 40 menit,
sedangkan amnesia dapat berlangsung selama 1-2 jam. Ketamin dapat digunakan dalam
proses induksi maupun rumatan pada proses anestesi saat pembedahan. Obat ini banyak
digunakan dalam pembedahan singkat.
Propofol lebih sering digunakan sebagai terapi rumatan anestesi dibandingkan
dengan induksi. Penyuntikan propofol secara intravena dapat menimbulkan nyeri
sehingga biasanya didahului dengan lidokain. Kelebihan propofol dibandingkan obat
anestesi lain diantaranya dapat meminimalisasi konfusi dan mual-muntal pasca bedah.
Kombinasi ketamin (ketalar) dan propofol dikenal dengan ketofol. Kombinasi ini
sering digunakan pada anestesi jenis TIVA. Ketamin dianggap lebih aman pada sistem
pernafasan dibandingkan dengan golongan opioid yang dapat menyebabkan depresi
nafas. Kombinasinya (ketamin) dengan propofol dapat menghambat efek gangguan
hemodinamik oleh propofol.
Propofol dapat menyebabkan depresi nafas dan sistem kardiovaskuler, sifat sedasi
kuat tetapi tidak sebagai analgesik. Ketamin memiliki efek minimal terhadap sistem
pernafasan dan kardiovaskuler, serta memiliki sifat analgesik kuat.
Midazolam yang diberikan setelah induksi sebenarnya berfungsi sebagai obat-
obatan premedikasi. Berfungsi sebagai neurolepanalgesia, yaitu suatu bentuk analgesia
yang dihasilkan dari penggunaan neuroleptik dan analgesia secara bersamaan yang dapat
menurunkan kecemasan, aktivitas motorik dan kepekaan terhadap rangsang sakit
sehingga pasien menjadi tenang dan tidak terganggu oleh lingkungan sekitarnya. Efek ini
diperlukan untuk mencegah terjadinya emergence phenomenon yang terjadi karena
pemberian ketamin. Midazolam merupakan obat pre medikasi golongan benzodiazepin.
Golongan ini menyebabkan tidur, amnesia retrograd dan dapat mengurangi rasa cemas.
Pada pasien ini diberikan cairan infus asering sebagai cairan fisiologis untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat puasa.
C. Post Operatif
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang perawatan. Observasi post kuretase dilakukan
selama 15 menit dan dilakukan pemantauan tekanan darah. Oksigen tetap diberikan. Setelah
pasien sadar dan tidak ditemukan tanda-tanda kegawatan, pasien dibawa kembali ke ruangan.
DAFTAR PUSTAKA
Latief, dkk. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Penerbit FK UI: Jakarta
Morgan G.Edward .2007. Clinical Anesthesiology. 4 th Edition: Philsdelphia
Said. Petunjuk Praktis Anestesi. Bagian Anestesi dan Terapi :FK UI:Jakarta: 2011
top related