potensi pengembangan usaha sapi potong di desa
Post on 18-Oct-2021
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
POTENSI PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONGDI DESA BONTOLEMPANGAN KECAMATAN
BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA
MUSLIMIN105 96 00622 10
PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2015
POTENSI PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONGDI DESA BONTOLEMPANGAN KECAMATAN
BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA
MUSLIMIN105 96 00622 10
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana PertanianStrata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSIDAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
POTENSI PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI DESA
BONTOLEMPANGAN KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN
GOWA
Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Februari 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Potensi Pengembangan Usaha Sapi Potong Di DesaBontolempangan Kecamatan Bontolempangan KabupatenGowa
Nama : Muslimin
Nim : 105 96 00622 10
Program Studi : Agribisnis
Konsentrasi : Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas : Pertanian
Telah diperiksa dan disetujuiDosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Amruddin, S.Pt, M.Si Rahmawati, S.Pi,M.Si
Diketahui Oleh
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi
Ir. Saleh Molla, M.M. Amruddin, SPt, M.Si.
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
Judul : Potensi Pengembangan Usaha Sapi Potong Di DesaBontolempangan Kecamatan Bontolempangan KabupatenGowa
Nama : Muslimin
Nim : 105 96 00622 10
Program Studi : Agribisnis
Konsentrasi : Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas : Pertanian
Susunan Tim Penguji
Nama TANDA TANGAN
1. Amruddin, S.Pt, M.Si (.……………….)Ketua
2. Rahmawati, SPi,M.Si (……………......)Sekertaris
3. Ir. Arifin Fattah, M.Si (..……………....)Penguji 1
4. Isnam Djunaid, S.TP, M.Si (….……….…….)Penguji II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah_nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik guna memenuhi salah satu syarat studi pada Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar,
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak terutama kepada pembimbing yakni Bapak
Amruddin, SPt., M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Rahmawati, S.Pi., M.Si
selaku pembimbing II yang bersedia meluangkan waktunya membimbing dan
mengarahkan penulis, serta kepada kedua tim penguji yang telah memberikan
kritikan dan saran dalam penyempurnaan hasil akhir laporan penelitian ini.
Penulis mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya.
Ungkapan terima kasih kepada ibu, kakak, serta pacarku yg tercinta atas
segala doa dan motivasinya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari
kesempurnaan,karena itu diharapkan komentarnya yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan skripsi selanjutnya. Akhirnya semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan setiap orang yang membacanya.
Makassar, November 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. ii
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ..................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
I. PENDAHULUAN ……………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………. 1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………… 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 4
1.4. Kegunaan Penelitian ………………………. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 5
2.1. Tinjauan Umum Sapi .................................................................. 5
2.2. Pengembangan Sapi Potong ................................................... 7
2.3. Potensi Usaha Sapi Potong ............................................. 9
2.4. Kerangka Pikir ........................................................ 13
III. METODE PENELITIAN …………………………………….. 15.
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………… 15
3.2. Teknik Penetuan Sampel ………………………….. 15
3.3. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 15
3.4. Jenis dan Sumber Data .................................... 16
3.5. Analisis Data ................................................... 17
3.6. Definisi Operasional ............................................... 17
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.................................... 19
4.1 Letak Geografis dan Tofografi.............................................. ...... 19
4.2 Keadaan Iklim ..................................................................... 19
4.3 Keadaan Penduduk ................................................................... 20
4.4 Sarana dan Prasarana ................................................................ 22
4.5 Kondisi Peternak Sapi ................................................................. 23
V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 25
5.1. Identifikasi Responden ............................................................... 25
5.2. Potensi Pengembangan Usaha Sapi Potong.......................................... 30
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 39
6.1. Kesimpulan ................................................................................ .... 39
6.2. Saran................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 41
LAMPIRAN ............................................................................................... 42
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
No Halaman
Teks
1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin diDesa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa 21
2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikandi Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa 21
3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencahariandi Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa 22
4. Sarana dan Prasarana di di Desa BontolempanganKecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa ............................... 23
5. Kondisi Peternak Sapi di Desa BontolempanganKecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa……………………….. 23
6. Tingkat Umur Responden di Desa BontolempanganKecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa …………………….. 25
7. Tingkat Pendidikan Responden di Desa BontolempanganKecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa ………………….. 27
8. Pengalaman Petemak Responden di Desa BontolempanganKecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa …………………… 28
9. Tanggungan Keluarga Petemak Responden di DesaBontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa …. 29
10. Potensi Pengembangan Usaha Sapi Potong di DesaBontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa. … 30
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
Teks
1. Kerangka Pikir Penelitian …………………………………………… 14
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
Teks
1. Kuesioner Penelitian…………………………………………………… 42
2. Identitas Responden……………………………………………………. 45
3. Rekapitulasi Hasil Penelitian Kondisi Biologis dan Geografis Sapi PotongDesa Bontolempangan ......................................................................... 46
4. Rekapitulasi Hasil Penelitian Sumberdaya Peternak dan Kelembagaan SapiPotong Desa Bontolempangan ............................................................. 46
5. Dokumentasi Penelitian ....................................................................... 47
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang bersumber dari
hewan ternak. Daging dapat dihasilkan dari berbagai komoditas peternakan seperti
ternak besar, ternak kecil dan ternak unggas. Ternak besar seperti sapi merupakan
salah satu jenis ternak yang memilki peranan penting sebagai penghasil daging
dengan kualitas dan kuantitas cukup baik. Jenis atau bangsa sapi yang terdapat di
Indonesia sebagai penghasil daging adalah sapi potong seperti bangsa sapi Bali,
sapi Madura, sapi Peranakan Ongole (PO), dan sapi Brahman Cross (Rianto dan
Purbowati, 2009).
Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya
penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan
penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Sebab seekor sapi atau kelompok
ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai
bahan makanan berupa daging (Riano& Purbowati,2009).
Prospek beternak sapi potong di Indonesia masih tetap terbuka lebar dalam
waktu yang lama. Hal ini disebabkan kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun
terus menunjukkan peningkatan. Peningkatan ini memang sejalan dengan
peningkatan taraf ekonomi dan kesadaran akan gizi dari masyarakat. Selain itu,
dengan semakin bertambahnya penduduk berarti akan semakin bertambah pula
konsumsi daging sapi. Namun peningkatan permintaan daging sapi ini tidak
diikuti oleh jumlah populasi ternak sapi potong (Yusuf & Nulik, 2008).
2
Perkembangan usaha sapi potong didorong oleh permintaan daging yang
terus menerus meningkat dari tahun ke tahun dan timbulnya keinginan sebagian
besar peternak sapi untuk menjual sapi-sapinya dengan harga yang lebih pantas.
Perkembangan usaha sapi potong juga tidak lepas dari upaya pemerintah yang
telah mendukung. Kondisi ini dapat menjadi motivasi dari para peternak untuk
lebih mengembangkan usaha peternakan sapi potong sebagai upaya pemenuhan
permintaan dan peningkatan pendapatan masyarakat (Siregar, 2008).
Usaha peternakan sapi potong bagi masyarakat di Kabupaten Gowa
khususnya petani peternak bukanlah suatu hal yang baru. Di setiap nagari, banyak
warga masyarakat mengembangkan usaha memelihara ternak. Namun demikian
dilihat dari pola usaha yang berkembang, ternyata masih bersifat tradisional dan
berskala usaha rumah tangga dengan rata-rata usahanya sekitar 1-3 ekor per
rumah tangga.
Pengembangan usaha diarahkan untuk memfasilitasi kegiatan yang
beriorentasi agribisnis dan memperluas kegiatan ekonomi produktif petani, serta
meningkatkan efesiensi dan daya saing. Upaya peningkatan daya saing usaha
ternak sapi potong rakyat secara teknis dapat dilakukan dengan meningkatkan
produktivitas sehingga produknya dapat dijual pada tingkat harga yang cukup
murah tanpa mengurangi keuntungan peternak. Dalam pengembangan sapi
potong, pemerintah menempuh dua kebijakan, yaitu ekstensifikasi
menitikberatkan pada peningkatan populasi ternak yang didukung oleh pengadaan
dan peningkatan mutu bibit, penanggulangan penyakit, perbaikan reproduksi
dilakukan dengan IB dengan penyapihan dini bebet, penyuluhan dapat
3
pembinahan usaha, bantuan perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan
genetik (intensifikasi), dan pemasaran, dan mutu genetik (Suryana dalam
Kuswaryan, dkk, 2003).
Kebutuhan sapi potong untuk Kabupaten Gowa hingga saat ini masih
dipenuhi dengan mendatangkan ternak dari luar daerah. Program pengembangan
sapi potong saat ini belum dapat menjadikan daerah ini sebagai daerah
swasembada. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya antara lain : laju
pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan perkembangan populasi
ternak sapi; terjadinya pengurasan sapi bakalan dari beberapa sentra
pengembangan yang ada ke luar daerah; sulitnya merubah tradisi pemeliharaan
ekstensif menjadi intensif; dan rendahnya tingkat adopsi teknologi.
Potensi sumberdaya pakan yang ada terutama berupa limbah pertanian
tanaman pangan dan berintegrasi dengan tanaman perkebunan lainnya belum
termanfaatkan. Potensi pengembangan sapi potong yang cukup besar di
Kabupaten Gowa memerlukan dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah.
Selain program pemberdayaan pakan inkonvensional yang melimpah, juga
pembinaan yang intensif pada daerah-daerah sentra hendaknya menjadi prioritas.
Introduksi teknologi yang sesuai dengan potensi daerah serta pewilayahan sentra
pengembangan yang memperhatikan alur pemasaran yang ada merupakan langkah
penting di Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
menuju daerah swasembada daging sapi potong.
4
Masalah yang sering dihadapi peternak antara lain adalah tingkat
pengetahuan dan keterampilan petani peternak yang masih rendah, perkembangan
harga yang tidak stabil, ketersediaan bibit yang tidak bermutu, permodalan yang
masih kecil, dan kelembagaan peternak sapi potong belum berjalan dengan baik.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pengembangan peternakan
sapi potong agar berkesinambungan dan dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat petani peternak sapi potong adalah perlunya suatu strategi dalam
pengembangan peternakan sapi potong ini lebih lanjut. Hal inilah yang melatar
belakangi penelitian mengenai “Potensi Pengembangan usaha Sapi Potong di
Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yakni bagaimana potensi
pengembangan usaha sapi potong di Desa Bontolempangan Kecamatan
Bontolempangan Kabupaten Gowa ?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui potensi pengembangan
usaha sapi potong di Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan
Kabupaten Gowa
Kegunaan penelitian ini adalah :
1. Sebagai informasi bagi instansi setempat dalam pengembangan sapi
potong di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa.
2. Sebagai bahan informasi bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan
usaha sapi potong.
5
I. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Sapi Potong
Sejarah pemeliharaan sapi dan perkembangan populasinya di Indonesia,
terutama sapi potong, mengalami pasang surut yang fluktuatif. Hal ini dipengaruhi
oleh berbagai kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian masyarakat secara
global. Sejak zaman kolonial Belanda, terutama sejak didirikan pabrik-pabrik gula
(1830-1835), telah dilakukan pemeliharaan sapi yang tujuan utamanya sebagai
sumber tenaga kerja untuk menggarap lahan pertanian dan penarik kendaraan
pengangkut tebu.
Sapi potong adalah sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena
karakteristik yang dimilikinya, seperti tingkat pertumbuhannya cepat dan kualitas
daging dan cukup baik. Sapi-sapi inilah yang umumnya dijadikan sebagai sapi
bakalan yang dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh
pertambahan berat badan yang ideal untuk dipotong. Pemilihan bakalan yang baik
menjadi langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan usaha. Salah satu
tolak ukur penampilan produksi sapi potong adalah pertambahan berat badan
harian (Abidin, 2002).
Penyebaran ternak sapi di negara kita ini belum merata. Ada beberapa
daerah yang sangat padat, ada yang sedang, tetapi ada yang sangat jarang atau
terbatas populasinya. Tentu saja hal ini ada beberapa faktor penyebab, antara lain
faktor pertanian dan kepadatan penduduk, iklim dan daya aklimatisasi, serta adat
istiadat (Sugeng, 2008).
6
Ternak sapi, khususnya sapi potong, merupakan salah satu sumber daya
penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya di
dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bias
menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan
berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, dan
tulang (Sudarmono,2008)
Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein
hewani. Sapi potong sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat berperan
sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan bergizi
tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Daging untuk
pemenuhan gizi mulai meningkat dengan adanya istilah “balita” dan terangkatnya
peranan gizi terhadap kualitas generasi penerus. Konsumsi protein hewani yang
rendah pada anak-anak pra sekolah dapat menyebabkan anak-anak yang berbakat
normal menjadi subnormal. Oleh karena itu, protein hewani sangat menunjang
kecerdasan, disamping diperlukan untuk daya tahan tubuh.( Sugeng, 2008)
Sapi potong adalah salah satu ternak ruminansia sebagai penghasil daging
di dunia khususnya Indonesia. Namun, produksi daging dalam negeri belum
mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas ternak
rendah. Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar
ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas
(Suryana dalam Rosida, 2009).
7
2.2 Pengembangan Sapi Potong
Pengembangan sapi potong di Indonesia pada masa lalu sangat minim.
Tulang punggung dalam penyediaan daging sapi di indonesia hampir seluruhnya
ditangan peternak rakyat yang umumnya skala kecil,hanya sebagai usaha
sambilan atau cabang usaha dan tersebar mengikuti penyebaran penduduk.Selain
investasi pemerintah dalam pembangunan sarana dan prasarana agribisnis sapi
potong, hampir tidan ada investasi swasta (pengusaha swasta) dalam agribisnis
sapi potong baru muncul tahun 1990 pada usaha penggemukan dan perdagangan
daging sapi,setelah pemerintah membuka import sapi bakalan secara terbatas
(Haris, 2010).
Dalam upaya mendorong pertumbuhan populasi sekaligus untuk perbaikan
mutu genetik sapi potong, maka pemerintah telah memasyarakatkan teknologi
inseminasi buatan. Namun karena keterbatasan yang dimiliki pemerintah,
jangkauan inseminasi buatan masih terbatas.
Hasil evaluasi sosial ekonomi pelaksanaan inseminasi buatan sapi potong
di beberapa wilayah seperti lampung, jawa barat, dan jawa timur menunjukkan
bahwa realisasi inseminasi buatan sapi potong masih sekitar 30-50 persen dari
potensi akseptor (PSP-IPB,1986).Selain itu pada wilayah-wilayah pelayanan
inseminasi buatan tersebut, ditemukan bahwa efisiensi reproduksi dari sapi potong
masih relatif rendah (sekitar 60 persen dari potensi efisiensi reproduksi).Hal ini
disebabkan karena berbagai faktor seperti keterlambatan diagnosa birahi dari
peternak, gangguan organ reproduksi,kualitas pakan yang rendah, dan kesalahan
teknis dari para inseminator (Sudarmono, 2008).
8
Rendahnya efisiensi reproduksi dan terbatasnya jangkauan inseminasi
buatan menyebabkan pertumbuhan populasi sapi potong di indonesia
rendah.Akibatnya laju pertumbuhan produksi daging sapi domestik juga relatif
lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan permintaan daging sapi domestik.
Ketidak seimbangan ini telah ikut menyebabkan relatif mahalnya harga sapi di
pasar domestik.
Dalam keadaan demikian, pemerintah menghadapi masalah yang dilematis
antara membela konsumen atau produsen.Dari sudut kepentingan konsumen,
seharusnya pemerintah membebaskan import daging atau sapi bakalan, namun
harus mengorbankan kepentingan agribisnis sapi potong domestik. Bila
pemerintah melarang import daging dan sapi bakalan, harga daging sapi di pasar
domestik akan melambung tinggi, sehingga merugikan konsumen. Tampaknya
pilihan yang dilakukan oleh pemerintah adalah berpihak pada kepentingan
agribisnis sapi potong domestik sembari mencegah kenaikan harga daging sapi
yang terlalu tinggi, dengan cara mengimport daging sapi dan sapi bakalan secara
terkontrol.
Secara teoritis,relatif mahalnya harga daging sapi di pasar domestik akan
merangsang produsen sapi potong untuk meningkatkan produksinya. Fenomena
ekonomi ini tampaknya tidak berjalan pada peternak rakyat. Hal ini banyak
disebabkan karena usaha sapi potong bagi peternak rakyat masih bersifat sambilan
dan cenderung berfungsi sebagai tabungan dan atau status sosial. Pada Pola dan
peran usaha sapi potong peternak rakyat yang pengambilan keputusan bagi
9
peternak rakyat, melainkan lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan non
ekonomi. (Rahadi, dan Hartono, 2003).
Dengan usaha sapi potong yang demikian,jelas sulit diharapkan menjadi
andalan penyedian daging sapi dalam perdagangan bebas. Kalau kondisi
agribisnis sapi potong yang demikian tetap berlangsung,dikhawatirkan akan
terdersak oleh daging sapi import. Sebaliknya,bila pengadaan daging sapi
dipenuhi sebagian besar oleh import akan menghadapi resiko dan mengorbankan
devisa yang besar. Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah sekitar 220
juta jiwa dan konsumsi daging 2 kg saja, maka kita memerlukan sekitar 4 juta
ekor sapi potong setiap tahunnya.Bila separuhnya saja dipenuhi oleh import,maka
seluruh produksi sapi potong dari australia harus kita import.jelas hal ini
mengorbankan devisa negara yang cukup besar. Selain itu untuk memperoleh
sekitar 2 juta ekor sapi setiap tahun dari pasar internasional tidaklah mudah
dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu, pilihan terbaik adalah mempercepat
pertumbuhah agribisnis sapi potong di Indonesia. (Parimartha dan Cyrilla, 2002).
2.3 Potensi Usaha Sapi Potong
Pengertian potensi adalah sesuatu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
atau sumber yang akan dikelola baik melalui usaha yang dilakukan manusia
maupun yang dilakukan melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya
potensi dapat juga diartikan sebagai sumberdaya yang ada disekitar kita (Rosida,
2009).
10
Potensi yang dimaksudkan penulis dalam penelitian ini adalah sumber
daya alam (SDA) yang dikelola secara cermat oleh sumberdaya manusia (SDM)
dimana potensi tersebut dapat menjadi sutau keterkaitan yang menyatu dalam
pelaksanaan pembagunan yang ada di Desa/Kelurahan maupun Kecamatan.
Potensi Desa adalah kekuatan atau sumberdaya yang dimiliki oleh desa untuk
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakan pedesaan. Sumberdaya desa
yang dimaksud meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya
kelembagaan dan sumber daya prasarana dan sarana.
Kegiatan ekonomi berbasis sapi potong tidak terlepas dari paradigma
lama, bahwa pembangunan peternakan masih dilihat secara terbatas yaitu sebagai
usaha peternakan (on-farm), sehingga usaha pembangunan peternakan juga hanya
terbatas pada usaha peternakan. Cara pembangunan peternakan yang terbatas itu,
tidak sesuai lagi dengan perkembangan peternakan yang ada, dimana sebagian
besar sarana produksi peternakan berasal dari luar usaha peternakan dan
produksinya berorientasi pasar. Oleh sebab itu, untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi berbasis sapi potong sebagai suatu sistem agribisnis
Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih tetap menguntungkan.
Pasalnya permintaan pasar akan daging sapi masih terus mengalami peningkatan.
Selain di pasar domestik, permintaan daging sapi di pasar luar negeri juga cukup
tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor daging sapi ke
Malaysia.Konsumsi daging sapi di sana cenderung mengalami peningkatan karena
bergesernya tradisi mengkonsumsi daging kambing ke daging sapi atu kerbau
pada saat perhelatan keluarga dan perayaan hari besar lainnya.
11
Indonesia dengan jumlah penduduk diatas 220 jiwa, membutuhkan
pasokan daging sapi dalam jumlah cukup besar. Sejauh ini peternakan domestik
belum mampu memenuhi permintaan daging dalam negeri.Timpangnya antara
pasokan dan permintaan ternyata masih tinggi.Pemerintah (Kementrian Pertanian)
mengakui masalah utama usaha sapi potong di Indonesia terletak pada suplai yang
selalu mengalami kekurangan setiap tahunnya. Sementara laju pertumbuhan
konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju
pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh
laju penngkatan populasi sapi potong. Pada gilirannya, pada kondisi seperti ini
memaksa Indonesia untuk selalu melakukan impor, baik dalam bentuk sapi hidup
maupun daging.
Banyak faktor yang turut menentukan berpotensi atau tidaknya suatu
wilayah untuk pengembangan peternakan. Faktor-faktor dimaksud antara lain
potensi daerah : keadaan alam (biologis) ; geografis : sumberdaya manusia; dan
kelembagaan peternak.
Keadaan alam atau lingkungan merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam kehidupan makhluk hidup termasuk juga ternak sapi. Oleh
karena itu dalam usaha menentukan strategi pengembangan sapi potong perlu
diperhatikan faktor lingkungan (keadaan alam). Faktor lingkungan yang sangat
menentukan dalam pengusahaan atau pengembangan sapi potong adalah kondisi
lahan dan iklim. Kondisi lahan yang dimaksud yaitu luas lahan, jenis dan
kesuburan tanah. Sedangkan yang dimaksud iklim adalah curah hujan
hubungannya dengan ketersediaan air dan suhu. Pengembangan usaha ternak sapi
12
potong adalah: mengoptimalkan pengalaman beternak dan motivasi agar dapat
menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, menjalin kerjasama antara
kelompok tani ternak sebagai wakil dari peternak dengan lembaga
permodalan/pemerintah, memanfaatkan pakan limbah pertanian yang melimpah
(Adinata, 2012).
Untuk mengoptimalkan dan mengembangkan kemampuan internal
peternak serta memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk
meningkatkan skala usaha ternak sapi potong menjadi lebih maju; pengenalan
mengenai teknologi pengolahan pakan dan bibit ternak sapi unggul yang
disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat; menjalin usaha kemitraan bersama
pemerintah dan pihak ketiga dengan memanfaatkan interaksi masyarakat pedesaan
yang bersifat kekeluargaan dan kegotong royongan; memperkuat kelembagaan
peternak sehingga peternak memiliki daya tawar yang kuat (Adinata, 2012)
Lahan yang tersedia untuk usaha sapi potong cukup luas, sesuai dengan
sistem usaha peternakan yang akan digunakan. Selama ini bahkan sampai
sekarang pengusahaan sapi potong di Kabupaten Gowa masih bersifat sambilan,
dimana ternak diusahakan sambil mengusahakan tanaman pangan lainnya,
dengan demikian lahan persawahan dapat dikatakan juga merupakan lahan
potensial untuk pengusahaan sapi potong akan dikembangkan, maka sistem
pengusahaannya adalah sistem intensif (sistem Kreman). Jika sistem intensif
tersebut dilakukan maka banyak lahan yang bisa digunakan seperti lahan sawah,
lahan perkebunan, lahan kering/tegalan, kebun campuran dan lahan kritis/tanah
tandus.. Kondisi cuaca dan iklim pengembangan usaha sapi potong dapat
13
beradaptasi pada suhu 15–330C. Sumber bibit / bakalan yang akan digemukkan
oleh petani peternak adalah dari pembelian dari pedagang setempat, pembibitan
sendiri dan di beli dari pasar ternak (Khaerunissa, 2012).
Pengembangan kualitas sumberdaya manusia peternak dapat dilakukan
melalui pelatihan dalam rangka peningkatan pengetahuan peternak dengan
kelompok dalam hal beternak sapi potong. Dalam melakukan pembinaan terhadap
kelembagaan yang ada dapat dilakukan dengan prinsip pendekatan kelompok
yaitu dengan melakukan bimbingan dan pembinaan yang dilakukan melalui
pendekatan kelompok, sehingga menumbuhkan kekuatan gerak dari petani. Pada
peternak yang tergabung dalam kelompok usaha, akan meningkatkan kekuatan
posisi tawar peternak dan sekaligus dapat meningkatkan skala usahanya menjadi
usaha ternak sapi potong yang berorientasi agribisnis. Dalam melakukan
pembinaan terhadap kelembagaan yang ada dapat dilakukan dengan prinsip
pendekatan kelompok yaitu dengan melakukan bimbingan dan pembinaan yang
dilakukan melalui pendekatan kelompok, sehingga menumbuhkan kekuatan gerak
dari petani. Pada peternak yang tergabung dalam kelompok usaha, akan
meningkatkan kekuatan posisi tawar peternak dan sekaligus dapat meningkatkan
skala usahanya menjadi usaha ternak sapi potong yang berorientasi agribisnis.
(Yusuf dan J. Nulik, 2008).
Pengembangan kelembagaan peternak untuk mendorong tercapainya
peningkatan produktifitas dan efisiensi usaha dalam usaha peternakan sapi potong,
diperlukan pembinaan kelembagaan peternak baik formal maupun non formal.
Pembinaan kelompok formal diarahkan untuk pemberdayaan anggota kelompok,
14
agar memiliki kekuatan mandiri, mampu menerapkan inovasi, baik teknis, sosial,
maupun ekonomi; mampu memanfaatkan azas skala ekonomi; dan mampu
menghadapi resiko usaha, sehingga bisa memperoleh tingkat pendapatan dan
kesejahteraan yang layak (Khaerunissa, 2012)
Selain itu pengembangan usaha peternakan sapi potong komersial di
Kabupaten Gowa sangat tergantung dengan modal usaha (investor) yang
profesional dalam bidang usaha peternakan sapi potong. Pemodal kuat tersebut
dapat memanfaatkan kondisi wilayah dan bentuk usaha tani ternak di Kabupaten
Gowa dengan segala keterbatasan melalui suatu usaha kemitraan yang harmonis,
saling mendukung dan memahami permasalahan usaha peternakan sapi potong.
Pengembangan usaha peternakan sapi potong diarahkan pada peningkatan
efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam, dan pelestarian lingkungan. Dalam hal
ini pengembangan dilakukan dengan cara memanfaatkan dan mengolah
sumberdaya alam yang berupa lahan, ternak dan pakan ternak, dengan faktor
produksi lainnya. Dengan demikian tujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat peternak dapat tercapai sekaligus
dengan baik.
2.4 Kerangka Pikir
Kegiatan ekonomi berbasis sapi potong tidak terlepas dari paradigma
lama, bahwa pembangunan peternakan masih dilihat secara terbatas yaitu sebagai
usaha peternakan, sehingga usaha pembangunan peternakan juga hanya terbatas
pada usaha peternakan. Cara pembangunan peternakan yang terbatas itu, tidak
sesuai lagi dengan perkembangan peternakan yang ada, dimana sebagian besar
15
sarana produksi peternakan berasal dari luar usaha peternakan dan produksinya
berorientasi pasar. Oleh sebab itu, untuk mengembangkan kegiatan ekonomi
berbasis sapi potong sebagai suatu sistem.
Dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong, diperlukan
sumberdaya alam. Manusia dan kelembagaan peternak yang kuat. Yang bisa
dibina dengan memperkuat kelembagaan ekonomi petani peternak.
Pengembangan ini diarahkan pada terbentuknya kelompok-kelompok peternak,
dan kerjasama antar kelompok peternak, sehingga terbentuk kelompok-kelompok
yang produktif yang berintegrasi dalam kelembagaan koperasi dibidang
peternakan.
Usaha peternakan sapi potong bagi masyarakat di Desa Bontolempangan
khususnya petani peternak bukanlah suatu hal yang baru, sebab wilayah tersebut
memiliki potensi yang cukup dalam pengembangan usaha sapi potong yang dilihat
dari beberapa aspek yakni kondisi biologis (asal bibit, pakan dan masalah
pengadaan pakan dan bibit), kondisi geografis (kondisi iklim dan cuaca),
sumbedaya peternak (peningkatan pengetahuan dan keterampilan peternak) dan
kelembagaan peternak (kepemilikan dan keberadaan lembaga) yang kesemuanya
ini merupakan aspek penting dalam pengembangan usaha sapi potong. Untuk
lebih jelasnya disajikan dalam skeme dibawah ini
16
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian Potensi Pengembangan Usaha Sapi Potongdi Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan KabupatenGowa
Peternak Sapi Potong Desa BontolempanganKecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
Potensi
Pengembangan Sapi Potong
Keadaan Biologis Keadaan geografis SDM ( Peternak) Kelembagaanpeternak
17
II. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yakni September sampai
November 2014 di Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan
Kabupaten Gowa. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan mulai dari bulan
September sampai dengan Nopember 2014, dengan pertimbangan bahwa di
lokasi tersebut memiliki peternak usaha sapi potong yang dilakukan oleh
penduduk setempat.
3.2 Teknik Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu peternak sapi yang ada di Desa
Bontolempangan sebanyak 12 peternak sapi potong. Teknik pengambilan
sampelnya dilakukan secara sensus dengan mengambil semua peternak yakni 12
peternak sapi potong, jadi sampel yang diambil yaitu 12 orang peternak di Desa
Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa. Hal ini sesuai
dengan pendapat Riduwan (2005) yang menyatakan bahwa jika jumlah sampel
kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua, tetapi jika jumlah sampel lebih
dari 100 maka dapat diambil antara 10-15 % dari jumlah populasi yang ada
18
3.3 Jenis dan Sumber Data
Sumber pengambilan data dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
wawancara dan observasi. Berdasarkan sumber data yang ada maka data yang
digunakan berupa:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden,
dengan cara wawancara kepada peternak karakteristik peternak, kondisi lahan,
kelembagaan peternak serta kondisi peternak.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari publikasi atau pustaka-pustaka
instansi-instansi terkait yang dapat menunjang penelitian ini guna melengkapi
data-data primer, antara lain data monografi desa, Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Gowa.
2.4 Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang dilakukan dengan metode
observasi bukanlah pengamatan yang sekedar melihat-lihat langsung,
diperhatikan dan dicermati, jika perlu ditanya dan dicatat segala sesuatunya.
b. Wawancara
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara responden,
sehingga antara peneliti dengan responden dapat berkomunikasi secara
langsung. Adapun para respondennya adalah peternak
19
c. Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan meneliti dokumen-dokumen dan bahan
tulisan dari perusahaan dan data dari buku-buku, jurnal, internet dan sumber
data lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti
3.5 Analisis Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden dengan
menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner, sedangkan data sekunder
diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait kemudian diolah dan dianalisis.
Untuk mengetahui kondisi peternak sapi potong di Desa Bontolempangan
adalah dengan menggunakan penelitian deskriptif. Menurut Arikunto (2002),
sehubungan dengan penelitian deskriptif ini, dibedakan atas dua jenis penelitian
menurut proses sifat dan analisis datanya yaitu : (1) penelitian deskriptif yang
bersifat eksploratif; dan (2) penelitian deskriptif yang bersifat developmental.
Dalam hal ini untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi petani peternak sapi
potong di Desa Bontolempangan Kabupaten Gowa, penulis menggunakan analisis
penelitian deskriptif yang bersifat eksploratif, tujuannya adalah untuk
memaparkan keadaan atau kondisi petani peternak sapi potong di Kabupaten
Gowa saat ini dan membandingkannya menurut teknis yang seharusnya atau yang
dianjurkan., sehingga dengan demikian dari gambaran tersebut dapat dijadikan
pedoman dalam merumuskan strategi pengembangan nantinya.. Untuk
mengetahui gambaran keadaan dan situasi peternak tersebut diperoleh melalui
data kuisioner yang telah di persiapkan.
20
3.5 Definisi Operasional
1. Peternak adalah seseorang yang melakukan kegiatan memeliharan ternak
sapi potong di Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan
Kabupaten Gowa
2. Potensi adalah sesuatu yang dimiliki daerah/wilayah seperti penduduk,
sumber daya alam, sumberdaya manusai dan kelembagaan peternak yang
ada di Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
a. Keadaan biologis adalah keadaan sebenarnya dilapangan yang meliputi
asal bibit sapi potong, asal pakan sapi potong dan pengadaan bibit dan
pakan sapi potong
b. Keadaan geografis adalah keadaan sebenarnya yang meliputi kondisi
iklim dan cuaca dalam pengembangan usaha sapi potong
c. Keadaaan sumberdaya peternak adalah keadaan sebenarnya yang
meliputi peternak sapi potong yang melakukan kegiatan pengembangan
usaha.
d. Keadaaan lembaga peternak adalah keberadaan lembaga yang membina
dan mendorong peternak dalam pengembangan usaha sapi potong.
3. Kelompok adalah kumpulan sejumlah peternak yang terlibat langsung dalam
kegiatan pengembangan usaha sapi potong di Desa Bontolempangan
Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
4. Pengembangan usaha sapi potong adalah suatu usaha atau proses yang
dilakukan peternak yang melihat dari sisi iklim, tanah, sumberdaya dan
kelembagaan peternak
21
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Letak Wilayah
Desa Bontolempangan termasuk dalam wilayah Kecamatan
Bontolempangan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Jarak Desa
Bontolempangan dengan Ibu Kota Kecamatan sekitar ±2 kilometer dan jarak ke
ibukota kabupaten sekitar ±30 kilometer. Secara geografis Desa Bontolempangan
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lassa-Lassa
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tompobulu
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Julumate’ne
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bungaya
Luas wilayah desa Bontolempangan 2,28 km2 , secara administratif terdiri
dari 3 dusun yaitu Lemoa, Taipajawa dan Tanapangkaya.
4.2 Keadaan Iklim
Keadaan iklim Kecamatan Bontolempangan umunya bertipe iklim C-2
dan keadaan udara panas, sedang temperatur udara sedang berkisar 240C dengan
390C dengan demikian bulan basah (200mml/bulan) berkisar 5-6 bulan berturut-
turut dan bulan kering (100 mml/bulan berkisar antara 2-3 bulan berturut-turut.
Wilayah Desa Bontolempangan berada di daerah pegunungan sekitar 100 – 1200
meter diatas permukaan laut. Curah hujan yang terbanyak berkisar antara bulan
Desember sampai dengan Februari, sedangkan curah hujan yang sedikit berada
diantara bulan September sampai dengan November.
22
4.3 Keadaan Penduduk
Penduduk merupakan salah satu syarat bagi terbentuknya sebuah negara
dan sekaligus aset atau modal bagi suksesnya permbangunan di segala bidang
kehidupan, baik dalam bentuk kehidupan, dalam bentuk pembangunan fisik dan
non fisik. Oleh karena itu, kehadiran dan peranannya sangat menentukan
perkembangan suatu wilayah, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Untuk
mengetahui keadaan penduduk di Desa Bontolempangan dapat dilihat segi jenis
kelamin, pendidikan dan mata pencaharian.
4.3.1 Keadaan Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di Desa Bontolempangan yang terdiri dari pria 1.961
jiwa dan perempuan 2.116 jiwa. Untuk mengetahui persentase penduduk
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa BontolempanganKecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1
2
Laki-laki
Perempuan
1.961
2.116
48,10
51,90
Jumlah 4.077 100,00
Sumber : Data Sekunder Setelah diolah, 2013
23
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa selisih antara jenis kelamin laki-
laki dan perempuan tidak begitu jauh tapi sangat tipis, dimana jenis kelamin laki-
laki memiliki persentase 48,10% dan perempuan memiliki persentase 51,90%.
4.3.2 Keadaan Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu alat ukur untuk melihat
kemampuan masyarakat dalam hal penerimaan inovasi baru selain itu pendidikan
dan pengetahuan yang memadai atau tidak cukup memadai akan mempengaruhi
pola pikir seseorang dan pada akhirnya akan berpengaruh pula pada kinerja
seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan sebaliknya semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mampu menata tatanan kehidupan
masyarakat desa pada umumnya jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
masyarakat desa Bontolempangan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di DesaBontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
Tidak Sekolah
Sekolah Dasar
Sekolah Menengah Pertama
Sekolah Menengah Atas
Sarjana
660
1356
990
975
96
16,19
33,26
24,28
23,91
2,36
Jumlah 4077 100,00
Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2013.
24
Berdasarkan tabel di atas masyarakat Desa Bontolempangan memiliki
tingkat pendidikan tertinggi yaitu sekolah menengah atas sebesar 23,91%,
sekolah dasar sebesar 33,26%, sekolah menengah pertama sebesar 24,28%, tidak
sekolah sebesar 16,19 % dan tingkat sarjana sebesar 2,36 %.
4.3.3 Keadaan Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk merupakan sumber pendapatan utama bagi
masyarakat, dimana umumnya bagi penduduk di Desa Bontolempagan dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka senang tiasa melaksanakan
berbagai aktivitas, baik sektor pertanian industri kecil maupun jasa. Untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai keadaan penduduk berdasarkan mata
pencaharian masyarakat Desa Bontolempangan dapat dilihat pada Tabel 3 di
bawah ini:
Tabel 3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di DesaBontolempangan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
Petani
Nelayan
Pegawai
Pedagang
IRT
Lain-lain
1116
8
470
198
1042
390
34,62
0,25
14,58
6,14
32,32
12,10
Jumlah 3224 100,00
Sumber : Data Sekunder Setelah diolah, 2013.
25
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa mata pencaharian tertinggi
yaitu petani dengan nilai 34,62%, IRT sebesar 32,32%, pegawai sebesar 14,58%,
lain-lain sebesar 12,10%, pedagang sebesar 6,14 %serta nelayan sebesar 0,25%.
4.4 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan satu faktor penting dan sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, karena amat berhubungan dengan berbagai segi
kehidupan jasmani maupun rohani. Ketersediaan sarana dan prasarana tersebut
tentu memperlancar kegiatan masyarakat, untuk jalan desa 1,5 km. Tabel 4
menunjukkan sarana dan prasarana di Desa Bontolempangan Kecamatan
Bontolempangan Kabupaten Gowa
Tabel 4. Sarana dan Prasarana di di Desa Bontolempangan KecamatanBontolempangan Kabupaten Gowa
No Sarana dan Prasarana Jumlah Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
Sanggar Tani
Penggilingan Padi
Traktor
Hand Sprayer
Pacul
Sabit
1
15
25
102
978
1090
0,05
0,68
1,13
4,61
44,23
49,30
Jumlah 2211 100,00
Sumber : Data kantor Desa Setelah diolah, 2013.
26
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sabit memiliki persentase
tertinggi yaitu 49,30 %, pacul sebesar 44,23 %, Hand Sprayer sebesar 4,61 %,
traktor sebesar 1,13 %, penggilingan padi sebesar 0,68 % dan sanggar tani yaitu
0,05 %.
4.5 Keadaan Peternak Sapi
Desa Bontolempangan merupakan lokasi potensi usaha peternakan sapi
potong. karena daerah kecamatan tersebut merupakan daerah yang memiliki
potensi untuk pengembangan sapi potong, selain dapat dijangkau oleh sarana
transportasi juga tidak mengganggu lingkungan masyarakat karena jauh dari
pemukiman penduduk. keadaan peternak disajikan sebagai berikut :
Tabel 5. Keadaan Peternak Sapi di Desa Bontolempangan KecamatanBontolempangan Kabupaten Gowa
Kondisi Jumlah (jiwa) Persentase (%)
Bertani
Beternak
Lain-Lain
31
12
4
65,96
25,53
8.51
Total 47 100,00
Sumber : Data Primer Setelah, diolah, 2013.
Pekerjaan utama responden ini sebagian petani yaitu sebesar 65,96 persen,
sedangkan pekerjaan sampingan yaitu beternak sapi sebesar 25,53 persen
sedangkan pekerjaan yang lain seperti berdagang, pegawai negeri sebesar 8,51
persen. Dilihat dari pekerjaan sampingan beternak sapi atau responden ini
27
menunjukkan bahwa pekerjaan beternak sapi merupakan pekerjaan sampingan
sebagai sumber penghasilan tambahan bagi petani dalam menghidupi rumah
tangga keluarga.
28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Responden
Identitas peternak di Desa Bontolempangan Kecamatan Bontolempangan
Kabupaten Gowa yang diuraikan dalam pembahasan ini memgambarkan berbagai
aspek keadaan peternak yang berhubungan dengan potensi pengembangan usaha
sapi potong yaitu umur, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan, dan
pengalaman beternak
5.1.1 Tingkat Umur
Faktor umur sangat berperan dalam merubah metode-metode dalam
mengerjakan usaha peternakan sehingga usaha yang dikerjakannya akan lebih
produktif. Walaupun disisi lain, petani yang berusia tua biasanya lebih banyak
pengalaman dibandingkan petani yang relatif muda. Peternak yang berusia muda,
biasanya bersifat dinamis, yakni lebih berani menanggung resiko untuk
memperoleh pengalaman berusahatani. Peternak yang relatif tua, mempunyai
kapasitas perencanaan pengelolaan usahatani yang lebih matang dan memiliki
banyak pengalaman. Keadaan umur responden dapat disajikan pada Tabel 6.
29
Tabel 6. Tingkat Umur Responden di Desa Bontolempangan KecamatanBontolempangan Kabupaten Gowa
Umur (Thn) Jumlah (jiwa) Persentase (%)
32 – 37 2 16.67
38 – 44 4 33.33
45 – 51 4 33.33
≥ 52 2 16.67
Jumlah 12 100,00
Sumber ; Data Primer setelah diolah, 2014
Tabel 6 terlihat bahwa usia responden terbanyak berdasarkan tingkat umur
adalah berumur 38 - 44 tahun yaitu 4 orang (33,33) %. Sedangkan yang paling
sedikit adalah tingkat umur 32 - 37 tahun yaitu 2 orang (16,67%). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden termasuk golongan usia
yang produktif dalam menjalankan usaha ternak sapi potong. Berdasarkan hasil
tersebut, maka dalam hubungannya dengan potensi usaha pengembangan sapi
potong sangat berperan besar dalam kondisi alam, sumberdaya peternak dan
kelembagaan.
Hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan kepada responden
menunjukkan bahwa semakin muda usia petani, maka semakin aktif pula petani
dalam kegiatan usaha pengembangan sapi potong. Hal ini sesuai pendapat,
(Ahmadi,2001), bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya
dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa
30
bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan
yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia
lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
5.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan pada umumnya sangat berpengaruh terhadap pola pikir
peternak. Peternak yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi akan lebih cepat
menyerap inovasi dan perubahan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari perilaku
pengelolaan ternak sapi potong. Yang mana peternak yang berpendidikan lebih
tinggi, sangat tanggap dalam menerapkan teknologi yang lebih maju, sehingga
perubahan cara beternak akan setting dengan kemajuan teknologi peternakan.
Tingkat pendidikan responden terdiri dari SD, SMP, dan SMA. Untuk lebih
jelasnya dapat disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Tingkat Pendidikan Responden di Desa Bontolempangan KecamatanBontolempangan Kabupaten Gowa
Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
SD 5 41,67
SMP 4 33,33
SMA 3 25,00
Jumlah 12 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
31
Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang paling
rendah adalah SD sebanyak 5 orang ( 41,67 %). Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan rendah yang dimiliki peternak tidak menghalangi untuk
mampu menyerap informasi dari luar sehingga mampu melakukan inovasi-inovasi
baru dalam bidang peternakan khususnya peternakan sapi potong. Pendidikan
merupakan modal dasar bagi pengembangan sumber daya manusia dengan
menjadikan landasan mengubah tata nilai dalam meningkatkan daya pikir menuju
arah kemajuan yang lebih baik.
Modal pendidikan yang cukup dimiliki oleh peternak sudah bisa berpikir
maju atau berjalan secara dinamis dan tidaak monoton, mampu menyerap inovasi-
inovasi baru dan mampu mengembangkan usaha peternakan khususnya
peternakan sapi potong. Hal ini sesuai dengan pendapat (Hary A, 1996), bahwa
tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin
tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya.
5.1.3 Pengalaman Peternak
Pengalaman dapat dilihat dari lamanya seorang peternak sapi potong
menekuni suatu usaha petemakan. Semakin lama peternak melakukan usaha
ternak sapi potong, maka semakin besar pengalaman yang dimiliki. Dengan
pengalaman yang cukup besar akan berkembang suatu keterampilan dan keahlian
dalam menentukan cara yang lebih tepat untuk mengembangkan usaha petemakan
32
ayam pedaging secara efektif dan efisien. Sehingga pengalaman peternak sangat
erat kaitannya dengan tingkat produktifitas sapi potong dan ini sangat berbeda
dengan peternak yang pengalamannya masih sangat minim, biasanya masih
cenderung melakukan uji coba tanpa didukung pada patokan dasar dalam
penentuan cara beternak secara lebih baik, serta dalam pengelolaannya lebih
banyak mengalami kegagalan karena kurang efisien dan kurang efektif.
Tabel 8 Pengalaman Responden di Desa Bontolempangan KecamatanBontolempangan Kabupaten Gowa
Pengalaman (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)
4 – 7 6 50,00
8 – 11 4 33,33
12 – 15 2 16,67
Jumlah 12 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Faktor pengalaman beternak yaitu beternak 4 - 7 tahun yaitu 6 orang
(50,00%), dengan pengalaman beternak tersebut petenak paling tidak mengenal
beberapa ilmu yang belum didapatkan, misalnya pemberian pakan yang baik dan
efisien, pencegahan penyakit, pemberian minum. Semakin lama beternak sapi
potong ini maka akan semakin tinggi hasil yang akan diperoleh dari produksi,
karena peternak mampu mengoreksi atau mengevaluasi petenakan dari hasil yang
dicapai sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Notoadmojo, 1997) bahwa
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan
33
bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu
cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman
pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan.
5.1.4 Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga adalah semua anggota keluarga yang biaya
hidupnya ditanggung oleh responden. Jumlah tanggungan keluarga petani
cenderung turut berpengaruh pada kegiatan operasional usahatani, karena keluarga
yang relatif besar merupakan sumber tenaga keluarga. Jumlah tanggungan
keluarga adalah semua orang serumah atau tidak serumah dengan responden
yang biaya hidupnya ditanggung oleh responden. Jumlah tanggungan keluarga
responden merupakan kondisi sosial yang perlu untuk diidentifikasikan karena
turut berpengaruh pada kegiatan operasional usahatani.
Tabel 9 Tanggungan Keluarga Petemak Responden di Desa BontolempanganKecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
Tanggungan Keluarga Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 – 2 4 33,33
3 – 4 6 50,00
5 – 6 2 16,67
Jumlah 12 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
34
Tabel 9 menunjukkan bahwa tanggungan keluarga pada umumnya banyak,
dimana jumlah peternak responden dengan tanggungan keluarga antara 3 – 4
orang sebanyak 6 orang (50,00)%, dan tanggungan keluarga 5 – 6 orang sebanyak
2 orang (16,67%). Hal ini menunjukkan seorang peternak guna memenuhi
kebutuhan keluarga berusaha untuk meningkatkan kesejahteraannya melalu usaha
sapi potong. Keadaan demikian sangat mempengaruhi terhadap tingkat
kesejahteraan keluarga dan untuk peningkatan produksi dalam memenuhi
kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nicholson, 2001) menyatakan
bahwa rumah tangga yang mempunyai upah atau pendapatan rendah akan
mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok.
Sebaliknya, rumah tangga yang berpendapatan tinggi akan membelanjakan
sebagian kecil saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokok.
5.2 Potensi Pengembangan Usaha Sapi Potong
Salah satu sektor pertanian yang memiliki potensi besar untuk dapat
dikembangkan adalah peternakan sapi potong yang merupakan bagian dari sub
sektor peternakan. Menurut Sugeng (2007), kebutuhan akan daging sapi di
Indonesia menunjukkan trend yang meningkat setiap tahunnya, demikian pula
importasi terus bertambah dengan laju yang semakin tinggi, baik impor daging
maupun impor sapi bakalan. Kondisi yang demikian menuntut para pemangku
kepentingan (stakeholder) untuk segera menerapkan suatu strategi pengembangan
peternakan sapi potong nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor,
dan secara bertahap serta berkelanjutan mampu berswasembada dalam
menyediakan kebutuhan daging sapi secara nasional.
35
Potensi usaha pengembangan merupakan suatu proses, mengenai individu
itu kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikannya sehingga individu
menyadari tentang apa yang diketahuinya. Ketika individu petani mendengar atau
melihat suatu inovasi teknologi, maka muncul stimulus yang diterima alat
inderanya, kemuadian melalui proses persepsi suatu inovasi teknologi baru yang
ditangkap oleh indera sebagai sesuatu yang berarti dan bermanfaat baginya.
Melalui suatu interpretasi dan pemaknaan dari suatu teknologi maka muncul
keyakinan dan kepercayaan terhadap inovasi teknologi tersebut. Akan tetapi
individu petani masih memerlukan pembuktian terhadap kebenaran inovasi
tersebut melalui uji coba atau melihat kepada sesama petaninya yang telah
mencoba.
Pengembangan usaha sapi potong diarahkan untuk memfasilitasi kegiatan
yang beriorentasi agribisnis dan memperluas kegiatan ekonomi produktif petani,
serta meningkatkan efesiensi dan daya saing. Upaya peningkatan daya saing usaha
ternak sapi potong rakyat secara teknis dapat dilakukan dengan meningkatkan
produktivitas sehingga produknya dapat dijual pada tingkat harga yang cukup
murah tanpa mengurangi keuntungan peternak. Dalam pengembangan sapi
potong, pemerintah menempuh dua kebijakan, yaitu ekstensifikasi
menitikberatkan pada peningkatan populasi ternak yang didukung oleh pengadaan
dan peningkatan mutu bibit, penanggulangan penyakit, perbaikan reproduksi
dilakukan dengan IB dengan penyapihan dini bebet, penyuluhan dapat
pembinahan usaha, bantuan perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan
genetik (intensifikasi), dan pemasaran.
36
Usaha sapi potong merupakan kegiatan yang mengintegrasikan
pembangunan sektor pertanian secara simultan dengan pembangunan sektor
industri dan jasa yang terkait dalam suatu kluster industri sapi potong. Kegiatan
tersebut mencakup empat subsistem, yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem
agribisnis budi daya, subsistem agribisnis hilir, subsistansi agrbisnis jasa
penunjang.
Model pengembanagn yang dapat menjadi alternatif dalam usaha sapi
potong, dengan membentuk wadah/organisasi/koperasi sebagai inti dan anggota
kelompok ternak sebagai plasma. Inti memiliki peran utama dan pendampingan
kelompok ternak berupa bimbinan teknis dan bimbinan manajemen, selain itu
memfasilitasi akses permodalan, pasar baru, sapronak, dan teknologi. Anggota
kelompok berperan sebagai plasma yang memiliki kewajiban budidaya (on
Farm), dan menjual hasil produksi kepada inti.
Masyarakat di Desa Bontolempangan menganggap pengembangan usaha
sapi potong sangat memiliki potensi dikembangkan lebih lanjut, karena melihat
dari kondisi alam, sumberdaya peternak dan kelembagaan peternak. Dengan
demikian, masyarakat seharusnya dapat ikut memanfaatkan secara langsung.
Usaha meningkatkan potensi pengembangan usaha sapi potong, dimungkinkan
dapat dilakukan dengan cara pemberian motivasi yang tepat dari instansi
setempat, guna memanfaatkan kondisi lingkungan yang sebenarnya di Desa
Bontolempangan, sehingga peternak dapat memanfaatkan wilayahnya untuk usaha
sapi potong Berdasarkan jawaban responden tentang potensi pengembangan usaha
sapi potong disajikan dalam tabel 10:
37
Tabel 10 Potensi Pengembangan Usaha Sapi Potong di Desa BontolempanganKecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa.
No Indikator Potensi Kriteria Frekuensi
(org)
Persentase
(%)
1 Potensi Biologis
a. Bibit Sapi Potong Peternakan sendiri Peternakan orang lain Dinas Peteernakan
4
7
1
33,33
58,33
8,34
b. Asal pakan ternak Lahan sendiriLahan milik orang
lain
7
5
58,33
41,67
c. Pengadaan bibit Terbatasanya pasokanbibitKurangnya modal
dalam pengadaanbibit
4
8
33,33
66,67
d. Pengadaan pakan Terbatasnya jumlahstok pakanKurangnya modal 6
6
50,00
50,00
2 Potensi Geografis
a. Iklim KeringBasah
6
6
50,00
50,00
b. Cuaca Selalu turun hujanKadang-kadang hujanTidak pernah
1
11
0
8,33
91,67
0,00
38
3 Potensi Sumberdayamanusia
Peternak
a. PengetahuanYa, menguasaiTidak, menguasai
10
2
83,33
16,67
b. Pelatihan Ya, mengikutiTidak, mengikuti
5
7
41,67
58,33
4 PotensiKelembagaan
a. Memiliki lembaga Ya, pernah Tidak, pernah
9
3
75,00
25,00
b. Pengaruh lembaga Ya, mempengaruhiTidak, mempengaruhi
6
6
50,00
50,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pengembangan peternakan
sapi potong agar berkesinambungan dan dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat petani peternak sapi potong adalah perlunya suatu pengembangan
peternakan sapi potong ini lebih lanjut. Banyak faktor yang turut menentukan
berpotensi atau tidaknya suatu wilayah untuk pengembangan peternakan di Desa
Bontolempangan Faktor-faktor dimaksud antara lain : (1) potensi biologis, (2)
potensi geografis, (3) sumberdaya manusia (peternak) dan (4) kelembagaan
peternak. Berdasarkan hasil jawaban dari responden peternak dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Potensi Biologis
39
Keadaan biologis merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
memperoleh bibit sapi potong, pakan, serta pengadaannya. Oleh karena itu
dalam usaha menentukan potensi pengembangan usaha sapi potong perlu
diperhatikan faktor biologis. Berdasarkan hasil jawaban responden, dimana
asal bibit sapi potong menurut petani sebanyak 7 orang (58,33%), diperoleh
dari peternakan orang lain karena bibit sapi yang diperoleh dari peternakan lain
adalah bibit unggul, sedangkan 4 orang (33,33%) memperoleh bibit sapi
potong dari peternakan sendiri, karena peternak memiliki dana terbatas untuk
mengambil bibit sapi potong dari tempat lain, sehingga peternak mengambil
dari miliknya sendiri untuk dikembangbiakkan lagi.
Pakan ternak menurut peternak lebih banyak diperoleh lahan sendiri
sebanyak 7 orang (58,33%), karena peternak memiliki cukup pakan dilahan
sendiri berupa rumput yang tumbuh dilahannya, sedangkan sebanyak 5
orang(41,67%) mengambil pakan dari lahan milik orang lain, karena peternak
tidak memiliki pakan berupa rumput, disebabkan lahannya sudah ditanami
jenis tanaman pangan.
Pengadaan bibit sapi potong menurut peternak lebih banyak mengemukakan
bahwa kurangnya modal dalam pengadaan bibit sebanyak 8 orang (66,67%), hal
ini dikarenakan peternak memiliki modal terbatas dalam pengadaan bibit sapi
potong, disamping itu kurangnya bantuan instansi setempat dalam pengadaan bibit
sapi potong, sedangkan sebanyak 4 orang (33,33%) peternak menyatakan
terbatasnya pasokan bibit sapi potong karena kurangnya perhatian dari instansi
setempat melihat langsung kondisi dan situasi bibit sapi potong milik peternak,
40
sehingga petani belum maksimal mengembangkan dengan baik usaha bibit sapi
potong.
Pengadaan pakan ternak sapi potong menurut peternak, diakibatkan
kurangnya modal peternak dalam pengadaan pakan sebanyak 6 orang
(50,00%). Hal ini menunjukkan bahwa untuk menggemukkan sapi potong
diperlukan pakan tambahan selain pakan rumput, sehingga peternak masih
memerlukan biaya tambahan untuk membeli pakan, sedangkan terbatasanya
jumlah stok pakan sebanyak 6 orang(50%), menurut peternak ketersediaan
pakan memang terbatas karena mengandalkan rumput dan sisa hasil panen
padi, sehingga peternak sering mengalami keterbatasan dalam stok pakan
peternak sapi potong. Peternakan sapi potong di Desa Botolempangan
sebagian besar hanya memberikan rumput lapangan, tanpa memberikan rumput
unggul dengan pemberian <10% dari berat badan. Disamping itu juga sebagian
besar tanpa memberikan konsentrat untuk ternak sapinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat (Adinata, 2012), bahwa Pengembangan usaha ternak sapi
potong perlu mengoptimalkan pengalaman beternak dan motivasi agar dapat
menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, menjalin kerjasama antara
kelompok tani ternak sebagai wakil dari peternak dengan lembaga
permodalan/pemerintah, memanfaatkan pakan limbah pertanian yang
melimpah dan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk
meningkatkan skala usaha ternak sapi potong menjadi lebih maju; pengenalan
mengenai teknologi pengolahan pakan dan bibit ternak sapi unggul yang
disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat.
41
2. Potensi Geografis
Keadaan geografis merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
kehidupan makhluk hidup termasuk juga ternak sapi. Oleh karena itu dalam
usaha menentukan pengembangan sapi potong perlu diperhatikan faktor
lingkungan (keadaan alam). Faktor lingkungan yang sangat menentukan
dalam pengusahaan atau pengembangan sapi potong adalah kondisi lahan dan
iklim. Keadaan lahan yang dimaksud yaitu luas lahan, jenis dan kesuburan
tanah. Sedangkan yang dimaksud iklim adalah curah hujan hubungannya
dengan ketersediaan air dan suhu.
Berdasarkan jawaban responden tentang keadaan geografis Desa
Botolempangan, mengenai kondisi iklim basah sebanyak 6 orang (50%). Hal
ini menunjukkan bahwa wilayah usaha sapi potong milik peternak berada pada
ketinggian 100 meter – 1200 meter diatas permukaan laut. Sedangakan yang
menjawab kondisi iklim kering sebanyak 6 orang (50,00%). Hal ini disebabkan
menurut peternak, sapi potong yang diusahakan tidak tahan dengan iklim yang
basah sehingga lebik cocok pada iklim yang kering.
Keadaan cuaca di Desa Bontolempangan menurut peternak kadang-kadang
turun hujan sebayak 11 orang (91,67%). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi di
wilayah tersebut sangat cocok dikembangkan usaha sapi potong, dimana usaha
sapi potong memerlukan iklim yang kering. Hal ini sejalan dengan pendapat
(Khaerunissa, 2012) bahwa sapi potong dapat beradaptasi pada suhu 15–330C.
42
Sumber bibit / bakalan yang akan digemukkan oleh petani peternak adalah dari
pembelian dari pedagang setempat, pembibitan sendiri dan di beli dari pasar
ternak.
3. Potensi Sumberdaya manusia (peternak)
Keadaan sumberdaya peternak merupakan kegiatan yang diikuti peternak
baik berupa pelatihan atan sekolah lapang mengenai sapi potong.
Pengembangan kualitas sumberdaya manusia peternak dapat dilakukan melalui
pelatihan dalam rangka peningkatan pengetahuan peternak dengan kelompok
dalam hal beternak sapi potong.
Berdasarkan kondisi dilapangan menunjukkan bahwa penguasaan
pengetahuan dalam usaha sapi potong, dimana peternak memberikan
tanggapan menguasai pengetahuai dalam usaha sapi potong sebanyak 10 orang
(83,33%). Hal ini disebabkan karena adanya lembaga kelompok tani yang
membawahi peternak guna berdiskusi, temu lapang dan membimbing peternak
dalam menguasahakan sapi potong, disamping itu adanya penyuluh peternakan
memberikan pengetahuan tentang usaha sapi potong. Sedangkan yang tidak
menguasai pengetahuan sebanyak 2 orang (16,67%). Hal ini disebabkan
peternak jarang mengikuti kegiatan penyuluhan dan temu lapang yang
diadakan oleh instansi setempat tentang cara mengusahakan sapi potong yang
benar.
Pelatihan peternakan sapi potong yang diikuti oleh peternak, dimana yang
mengikuti pelatihan sebanyak 5 orang (41,67%). Hal ini menunjukkan bahwa
43
dengan mengikuti pelatihan, peternak memperoleh tambahan pengetahuan dan
keterampilan dalam mengelola usaha sapi potong, sehingga nantinya usaha sapi
potong dapat berjalan dengan lancar, sedangkan yang tidak mengikuti pelatihan
sebanyak 7 orang (58,33%), hal ini disebabkan penyuluh peternakan jarang
melaksanakan penyuluhan dilapangan melalui pelatihan usaha sapi potong,
disamping itu peternak juga sibuk dengan pekerjaan lain, sehingga peternak
tidak mengikuti penyuluhan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Yusuf dan Nulik,
2008), bahwa dalam melakukan pembinaan terhadap kelembagaan yang ada
dapat dilakukan dengan prinsip pendekatan kelompok yaitu dengan melakukan
bimbingan dan pembinaan yang dilakukan melalui pendekatan kelompok,
sehingga menumbuhkan kekuatan gerak dari petani. Pada peternak yang
tergabung dalam kelompok usaha, akan meningkatkan kekuatan posisi tawar
peternak dan sekaligus dapat meningkatkan skala usahanya menjadi usaha
ternak sapi potong yang berorientasi agribisnis.
4. Potensi Kelembagaan Peternak
Kelembagaan peternak merupakan sebagai institusi atau organisasi baik
teknis atau keuangan yang bersama-ama membangun suasana kondusif dan
memfasilitasi pengembangan usaha peternakan sapi potong yang terdiri dari
kelembagaan teknis peternakan
Berdasarkan jawaban peternak tentang kepemilikan lembagan dalam
mengembangkan usaha sapi potong, dimana peternak yang pernah memiliki
lembaga sebanyak 9 orang (75,00%). Hal ini menunjukkan bahwa peternak
44
memerlukan lembaga guna membantu peternak dalam pengadaan bibit sapi
potong dan sarana lainnya dalam penyediaan usaha sapi potong serta informasi
tentang pengelolaan sapi potong. Sedangkan yang tidak pernah memiliki
lembaga sebanyak 3 orang (25.00%). Hal ini disebabkan peternak lebih
memilih jalan sendiri dalam pengelolaan bibit sapi potong serta sarana lainnya,
disamping itu peternak belum bias menyesuaikan waktunya dalam mengikuti
kegiatan lembaga (kelompok tani) dalam pengelolaan sapi potong.
Kelembagaan peternakan yang ada di Desa Bontolempangan dapat diketahui
bahwa keberadaan kelembagaan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh
peternak di Desa Bontolempangan untuk pengembangan usahanya.
Pengaruh kelembagaan dalam potensi usaha sapi potong, menurut
jawaban peternak sebanyak 6 orang (50,00%) dalam pengelolaan usaha sapi
potong, dimana menurut peternak dengan adanya lembaga (kelompok tani)
sebagai wadah bertukar informasi dalam usaha sapi potong, sehingga antar
anggota kelompok saling memberikan informasi tentang pengembangan usaha
sapi potong, disamping itu dengan adanya lembaga dapat memperlancar
bantuan kepada peternak. Sedangkan peternak lainnnya memberikan tanggapan
bahwa keberadaan lembaga tidak mempengaruhi usaha sapi potong sebanyak 6
orang (50,00%). Di mana menurut peternak keberadaan lembaga tidak
memberikan nilai tambah bagi peternak, misalnya pelatihan mengenai usaha
sapi potong jarang dilakukan, tidak adanya bantuan bibit sapi potong dan
kurang motivasi yang diberikan dari instansi setempat. Produktifitas dan
efisiensi usaha dapat ditingkatkan melalui usaha peternakan sapi potong,
45
diperlukan pembinaan kelembagaan peternak baik formal maupun non formal.
Pembinaan kelompok formal diarahkan untuk pemberdayaan anggota
kelompok, agar memiliki kekuatan mandiri, mampu menerapkan inovasi, baik
teknis, sosial, maupun ekonomi; mampu memanfaatkan azas skala ekonomi;
dan mampu menghadapi resiko usaha, sehingga bisa memperoleh tingkat
pendapatan dan kesejahteraan yang layak (Khaerunissa, 2012).
46
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa potensi pengembangan usaha sapi potong di Desa
Bontolempangan dari segi keadaan biologis sangat cocok usahakan karena bibit
sapi potong diperoleh peternakan orang lain, pakan ternak diperoleh berupa
rumput diperoleh dari peternakan orang lain serta pakan tambahan dan pengadaan
pakan sapi potong lebih banyak diperoleh dengan sisa hasil panen. Keadaan
geografis peternakan usaha sapi potong sangat potensial dikembangkan karena
berada pada kondisi iklim kering. Sumberdaya manusia (peternak) dengan
mengikuti pelatihan dan diskusi tentang usaha sapi potong dapat memberikan
tambahan pengetahuan dan keterampilan bagi peternak dalam mengelola
usahanya. Keberadaan lembaga peternak sangat mempengaruhi usaha sapi potong
karena peternak memerlukan lembaga guna membantu peternak dalam pengadaan
bibit sapi potong dan sarana lainnya dalam penyediaan usaha sapi potong serta
informasi tentang pengelolaan sapi potong di Desa Bontolempangan.
6.2 Saran
1. Disamping tujuan meningkatkan produksi daging sapi potong, peternak sapi
potong selaku pelaku proses produksi harus ditunjang dengan peningkatan
kualitas sumberdaya peternak dan peningkatan pengetahuan manajemen
agribisnis melalui berbagai pelatihan dan penyuluhan
47
2. Peternak sebagai pelaksana proses budidaya harus merubah sistem usaha
taninya dari yang sistem yang ada sekarang ke sistem yang lebih intensif dan
berorientasi agribisnis dengan memanfaatkan secara optimal potensi yang ada.
Pemerintah Daerah harus konsisten dalam melaksanakan perencanaan
pembangunan yang telah disusun dan fungsi instansi pemerintah dituntut
harus lebih profesional seperti keberadaan penyuluh pertanian lapangan
(PPL) yang sebenarnya harus terus memberikan pendidikan dan pelatihan
dilapangan tentang tata laksana, pengelolaan usaha, paket-paket teknologi
baru dalam pengembangan usaha sehingga mampu meningkatkan
produktifitas usaha.
48
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002, Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Adinata, K, I, 2012. Strategi Pengembangan Usaha Sapi Potong di KecamatanMojolaban Kabupaten Sukoharjo. Jurnal. Tropical Animal HusbandryVol. 1 (1), Oktober 2012. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Ahmadi, Abu, 2001. Psikologi Manusia. Rineka Cipta. Jakarta.
Arikunto, 2002. Metode Penelitian Sosial. Alfa Beta, Jakarta.
Haris Budiyono,2010.Analisis Neraca Perdagangan Peternakan danSwasembada daging sapi 2014. Jurnal Agribisnis dan Pengembanganwilayah Vol.1 No.2,Juli 2010
Hary, A, 1996. Karaktersitik Manusia dalam Berbagai Aspek. Indeks. Jakarta.
Khaerunissa, 2012. Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong DiKabupaten Tanah Datar Jurnal Forum Penelitian Agri Ekonomi Volume23 No.1, Juli 2012. Surabaya
Nicholson, 2001. Pengantar Manajeman Sumberdaya Manusia. Jakarta.
Notoadmojo, 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia. Rajawali Press. Jakarta
Parimartha.K.W,Cyrilla.L,Perjaman.HP.2002.Analisis Strategi Bisnis Sapi PotongPada PT.Lembu Jantan Perkasa, Laporan Akhir Mahasiswa. UniversitasBrawijaya.
Rahadi, F dan Hartono, R. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya.Jakarta.
Riduwan, 2005. Metode Penelitian Sosial. Alfabeta. Bandung.
Rianto dan Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya.Jakarta.
Rasyaf. M 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rosida, 2009. Strategi Pengembangan Ternak Sapi dan Kerbau dalamMendukung PSDS Tahun 2014. Jurnal Penelitian dan PengembanganPertanian. Balai Penelitian Ternak, Bogor. 30(3): 108-116.
49
Siregar, 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.Suarda, 2009. Saluran Pemasaran Sapi Potong di Sulawesi Selatan. Jurnal Sains
& Teknologi. Vol IX (2), Agustus 2009.
Sudarmono. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugeng, B. 2007. Agribisni Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yusuf dan J. Nulik, 2008. Kelembagaan Pemasaran Ternak Sapi Potong di TimurBarat,NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur.
50
51
POTENSI PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONGDI DESA BONTOLEMPANGAN
KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA
No Responden :
Tgl Wawancara :
I. Identitas RespondenNama Peternak :
Umur :
Pendidikan :
Luas Lahan :
Pengalaman Usaha Tani :
II. Potensi Pengembangan Usaha Sapi Potong
a. Keadaan Biologis
1. Dari mana asal bibit sapi potong yang dikembangkan oleh peternak?
( ) Peternakan sendiri
( ) Peternakan orang lain
( ) Dinas Peternakan
2. Dari mana asal pakan ternak untuk sapi potong ?( ) Lahan Sendiri
( ) Lahan milik orang lain
3. Masalah dalam pengelolaan bibit sapi potong
( ) Terbatasnya pasokan bibit
( ) Kurangnya modal dalam pengadaan bibit
52
4. Masalah dalam pengadaan pakan ternak sapi potonh
( ) Terbatasnya jumlah stok pakan
( ) Kurangnya modal dalam pengadaan pakan
b. Keadaan Geografis
1. Keadaan iklim yang sesuai dalam pengembangan sapi potong?
( ) Kering
( ) Basah
2. Keadaan cuaca yang sesuai dalam pengembangan sapi potong?
( ) Selalu turun hujan
( ) Kadang-kadang turun hujan
( ) Tidak pernah turun hujan
c. Keadaan Sumberdaya manusia (peternak)
1. Apakah bapak menguasai pengetahuan peternak yang baik dalam
usaha sapi potong ?
( ) ya, menguasai
( ) tidak menguasai
2. Apakah bapak sering mengikuti pelatihan peternakan sapi potong yang
dilakukan oleh instansi setempat
( ) ya, sering mengikuti
( ) tidak, pernah mengikuti
d. Keadaan Kelembagaan (peternak)
1. Apakah peternak selama ini memiliki lembaga dalam mengembangkan
usaha sapi potong ?
( ) ya, pernah
( ) tidak, pernah
53
2. Apakah selama ini usaha sapi potong mempengaruhi keberadaaan lembaga
yang ditawarkan ke petani untuk penguatan peternak?
( ) ya, sangat mempengaruhi
( ) tidak, mempengaruhi
Lampiran 2 Identifikasi Responden Peternak Sapi Potong.
No Nama umur (thn)Tingkatpendidikan
Pengalamanbeternak (thn)
TanggunganKeluarga (org)
1 Sudirman 35 SMP 5 22 Dg Hamid 50 SD 15 53 Dg. Baso 46 SMP 12 44 M. Tahir 55 SMP 10 65 Sahuman 44 SMA 8 46 Alamsyah 32 SMA 4 17 Dg. Sumang 42 SD 6 38 Syafaruddin 40 SD 7 39 Dg. Ma'di 45 SD 8 410 Dg. Lau 39 SMA 4 211 Rusman 48 SMP 7 212 Dg. Baddu 52 SMA 11 4
54
Lampiran 3 Rekapitulasi Hasil Penelitian Kondisi Biologis dan Geografis SapiPotong Desa Bontolempangan
No Nama Kondisi Biologis Geografis1 2 3 4 1 2
1 Sudirman b A b a b b2 Dg Hamid b B b b a a3 Dg. Baso b B b a b b4 M. Tahir b A b b b b5 Sahuman a B a a a b6 Alamsyah c A a b a b7 Dg. Sumang b A b a a b8 Syafaruddin a A b a a b9 Dg. Ma'di b B a a b b
10 Dg. Lau a A b b b b11 Rusman b B a b a b12 Dg. Baddu a A b b b b
Lampiran 4 Rekapitulasi Hasil Penelitian Sumberdaya Peternak dan KelembagaanSapi Potong Desa Bontolempangan
No NamaSumberdaya Peternak Kelembagaan
1 2 1 21 Sudirman a b b b2 Dg Hamid b b a b3 Dg. Baso a b a b4 M. Tahir a a a a5 Sahuman a a a b6 Alamsyah a a a a7 Dg. Sumang a a a a8 Syafaruddin a b a a9 Dg. Ma'di b b b b
10 Dg. Lau a a a a11 Rusman a b b b12 Dg. Baddu a b a a
Keterangan : a = Ya
b = Tidak
55
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian
Kantor Desa Bontolempangan
Wawancara dengan Peternak
56
Peternakan Sapi
57
Wawancara dengan responden
Peternakan Sapi Potong
58
RIWAYAT HIDUP
Muslimin, lahir di Lemoa pada tanggal 20 Maret 1990 anak
ke 2 dari tiga bersaudara dari pasangan H. Abd Jhalil dg
Lawa dan H.Phia. Penulis mulai masuk pendidikan formal
yakni Sekolah Dasar Negeri Inpres Lemoa Kabupaten
Gowa dari tahun 1998-2004 dan Pada tahun yang sama
melanjutkan pendidikan di Mts Al-Hidayah Lemoa dari tahun 2004 – 2007.
Selanjutnya pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke MA Al-
Hidayah Lemoa dari tahun 2007-2010. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar dan berhasil memperoleh sarjana pertanian tahun 2014.
top related