persepsi guru terhadap pelaksanaan program pendidikan dan latihan profesi guru (plpg) di rayon 101...
Post on 21-Jan-2016
319 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERSEPSI GURU TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN
DAN LATIHAN PROFESI GURU (PLPG) DI RAYON 101 UNIVERSITAS
SYIAH KUALA BANDA ACEH
(Suatu Penelitian di UPTD Tanah Jambo Aye – Aceh Utara)
Skripsi
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat guna mencapai
gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Masyithah
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2013
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG
PERSEPSI GURU TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN
DAN LATIHAN PROFESI GURU (PLPG) DI RAYON 101 UNIVERSITAS
SYIAH KUALA BANDA ACEH
(Suatu Penelitian di UPTD Tanah Jambo Aye – Aceh Utara)
Skripsi
Oleh:
Nama : Masyithah
NIM : 1006101130019
Jurusan/Program Studi : PPKn
disetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II
Drs. Amirullah, M.Si Hasbi Ali, S.Pd, M.Si
NIP. 195711031987021001 NIP. 197011222005011002
ABSTRAK
Kata Kunci: Persepsi Guru, PLPG.
Judul penelitian ini adalah: Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) pada Rayon 101 Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh. Latar belakang masalah: Pendidikan yang bermutu sangat
tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional dan
sejahtera serta bermartabat. Untuk mewujudkan guru yang bermutu, pemerintah telah
dan akan melaksanakan program Sertifikasi Guru dilakukan melalui jalur Pendidikan
dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG). Keberhasilan program sertifikasi ini sangat
tergantung pada pemahaman guru itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
Untuk mengetahui persepsi guru terhadap pelaksanaan Program Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG) dan (2) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
persepsi guru terhadap pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG). Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif untuk menentukan
variabel yang akan diteliti dan jenis penelitian deskriptif. Subjek dalam penelitian ini
adalah guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada UPTD Tanah Jambo Aye
Kabupaten Aceh Utara yang berjumlah 7 orang. Untuk memperoleh data dalam
penelitian ini digunakan instrumen wawancara, selanjutnya data dianalisis secara
kualitatif. Hasil penelitian: (1) Guru memandang positif terhadap pelaksanaan
program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) karena dapat meningkatkan
kualitas pembelajarannya dan menjadi guru yang profesional sesuai dengan bidang
ilmu yang diajarkannya dan (2) Persepsi guru terhadap pelaksanaan program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal guru. Simpulan: (1) Persepsi guru terhadap pelaksanaan program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) adalah sangat positif, dimana melalui
program Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) ini guru dapat
meningkatkan kualitas pembelajarannya dan menjadi guru yang profesional sesuai
dengan bidang ilmu yang diajarkannya dan (2) Faktor yang mempengaruhi persepsi
guru terhadap pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
adalah peningkatan kualitas diri, profesionalisme, penerimaan insentif, dan
peningkatan status sosial dalam masyarakat. Saran: (1) Diharapkan kepada
pemerintah agar lebih dapat mengintensifkan pelaksanaan program Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG) dalam rangka meningkatkan kualitas dan
profesionalisme guru dalam proses pembelajaran dan (2) Diharapkan kepada guru-
guru peserta program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) agar dapat lebih
serius dalam mengikuti proses pendidikan dan pelatihan tersebut, sehingga apabila
mereka telah lulus dapat melaksanakan proses pembelajaran menjadi lebih baik lagi
dari masa sebelumnya.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadhirat Allah swt yang telah memberikan
limpahan taufik dan hidayahNya, sehingga telah dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan seperti
sekarang ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Suami Ishak dan anak-anak tercinta yang senantiasa memberikan do’a dan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan Kualifikasi Guru dalam
Jabatan ini.
2. Bapak dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala,
Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan
para dosen yang telah mengasuh penulis selama dalam pendidikan.
3. Bapak Drs. Amirullah, M.Si sebagai Pembimbing I dan bapak Hasbi Ali, S.Pd,
M.Si sebagai Pembimbing II yang telah mencurahkan tenaga dan pikirannya
untuk mengarahkan penulis.
4. Teman- teman mahasiswa Kualifikasi Guru dalam Jabatan Kelas Lhokseumawe
yang telah memberi dorongan moril kepada penulis.
Akhirnya, penulis mengharapkan saransumbangsih dari para pembaca
sekalian yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan penulisan skripsi ini di
masa yang akan datang.
Pantee Bidari, 01 Juli 2013
Penulis
Masyithah
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………….. ii
DAFTAR ISI …………………………………………… iv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………….. v
BAB I PENDAHULUAN ………………………………. 1
1. 1.Latar Belakang Masalah ………………………… 1
1. 2. Rumusan Masalah ………………………… 7
1. 3. Tujuan Penelitian ………………………… 8
1. 4. Manfaat Penelitian ………………………… 8
1. 5. Pertanyaan Penelitian ……………………….... 9
1. 6. Defenisi Istilah ………………………… 9
BAB II LANDASAN TEORITIS ……………………….... 10
2. 1. Persepsi Guru ………………………………. 10
2. 2. Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) 15
2. 3. Urgensi Pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG) ………………………… 28
BAB III METODE PENELITIAN ………………….. 36
3. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ……………. 36
3. 2. Lokasi Penelitian dan Sumber Data ……………. 36
3. 3. Subjek dan Objek Penelitian ………………….. 37
3. 4. Teknik Pengumpulan Data ………………….. 37
3. 5. Teknik Analisis Data ………………………… 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …... 39
4. 1. Hasil Penelitian ………………………………. 39
4. 2. Pembahasan …………………………………….. 47
BAB V PENUTUP …………………………………….. 52
5. 1. Simpulan …………………………………….. 52
5. 2. Saran …………………………………….. 52
DAFTAR PUSTAKA …………………………………….. 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara …………………………………… 56
Lampiran 2. Daftar Informan …………………………………………. 57
Lampiran 3. Surat Keputusan Penetapan Pembimbing Skripsi ……….. 58
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala …………………………………… 59
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Aceh Utara …………………………………… 60
Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian dari Kepala
UPTD Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara ………. 61
Lampiran 7. Biodata Penulis ……………………………………………. 62
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk membudayakan
manusia atau memanusiakan manusia, sehingga pendidikan amat strategis dalam
rangka upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna
meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Oleh karena itu, prosesnya harus
dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran yang efektif agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam hal ini, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu
sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis sesuai dengan amanat
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang mengamanatkan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Namun demikian, peningkatan mutu pendidikan salah satunya ditentukan
oleh kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam proses
pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu
hasil pendidikan mempunyai posisi strategis, maka setiap usaha peningkatan
mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru
baik dalam segi jumlah maupun mutunya. Dalam hal ini, guru adalah figur
manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam
pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan figur
guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut
persoalan pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal tersebut tidak dapat disangkal
karena menurut Djamarah (2000:20) bahwa: ”Lembaga pendidikan formal
adalah dunia kehidupan guru. sebagai besar waktu guru ada di sekolah, sisanya
ada di rumah dan di masyarakat”.
Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam
pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh
teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Di sekolah guru merupakan unsur
yang sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid
dan fasilitas lainnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat
ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui
kegiatan belajar mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk
meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan
profesional guru dan mutu kinerjanya.
Guru merupakan ujung tombak pendidikan sebab secara langsung
berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan peserta didik, sebagai
ujung tombak, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yang diperlukan
sebagai pendidik, pembimbing dan pengajar dan kemampuan tersebut tercermin
pada kompetensi guru. Berkualitas tidaknya proses pendidikan sangat
tergantung pada kreativitas dan inovasi yang dimiliki guru. Gunawan (1996)
mengemukakan bahwa: ”Guru merupakan perencana, pelaksana sekaligus
sebagai evaluator pembelajaran di kelas, maka peserta didik merupakan subjek
yang terlibat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan”.
Oleh karena itu, kehadiran guru dalam proses pembelajaran di sekolah
masih tetap memegang peranan yang penting. Peran tersebut belum dapat diganti
dan diambil alih oleh apapun. Hal ini disebabkan karena masih banyak unsur-
unsur manusiawi yang tidak dapat diganti oleh unsur lain. Menurut Wijaya dan
Rusyan (2004:24) bahwa: ”Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan
paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru
sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri”.
Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan
merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum
yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Dalam
meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam
melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk
mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik
menjadi tolok ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru.
Guru sebagai pekerja harus berkemampuan yang meliputi penguasaan
materi pelajaran, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan
cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya,
disamping itu guru harus merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat
dinamis. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga
kependidikan berkewajiban: ”(1) Menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) Mempunyai
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan
(3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”.
Harapan dalam Undang Undang tersebut menunjukkan adanya perubahan
paradigma pola mengajar guru yang pada mulanya sebagai sumber informasi
bagi siswa dan selalu mendominasi kegiatan dalam kelas berubah menuju
paradigma yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran dan selalu terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun
siswa dengan siswa dalam kelas. Kenyataan ini mengharuskan guru untuk selalu
meningkatkan kemampuannya terutama memberikan keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi dari
tujuan suatu pendidikan, antara lain guru, siswa, sarana dan prasarana,
lingkungan pendidikan, dan kurikulum. Namun demikian, dari beberapa faktor
tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati posisi
yang sangat strategis dan dengan tidak mengabaikan faktor lainnya, guru dalam
hal ini sebagai subyek pendidikan menjadi faktor penentu keberhasilan
pendidikan. Eksistensi guru ini menjadi sangat penting manakala pada sejumlah
sekolah di daerah pedalaman sangat keterbatasan sarana dan prasarana
pembelajaran.
Dalam hal ini, Jalal (2007:1) mengatakan bahwa: “Pendidikan yang
bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang
profesional dan sejahtera serta bermartabat”. Oleh karena itu, eksistensi guru
yang bermutu merupakan syarat mutlak untuk hadirnya sistem dan praktik
pendidikan yang bermutu. Untuk mewujudkan guru yang bermutu, pemerintah
telah dan akan melaksanakan program Sertifikasi Guru dalam jabatan yang
akhir- akhir ini dilakukan melalui jalur Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru
(PLPG). Namun demikian, keberhasilan program sertifikasi ini sangat
tergantung pada pemahaman guru itu sendiri. Banyak yang memahami bahwa
Sertifikasi Guru hanya untuk tujuan upaya pemerintah meningkatkan
kesejahteraan guru. Kesalahpahaman dari segelintir guru ini lebih disebabkan
masih lemahnya sistem sosialisai yang dilakukan oleh pemmerintah di berbagai
level baik pusat maupun daerah.
PLPG merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia,
terutama untuk pengembangan intelektual dan kepribadian manusia. Selain itu
PLPG berperan penting dalam memenuhi kebutuhan manusia dan organisasi
atau instansi pemerintah agar dapat maju dan berkembang baik dari segi
pengetahuan maupun keterampilan sesuai dengan kebutuhan tuntutan lembaga
pendidikan itu sendiri. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru diperuntukkan bagi
guru yang telah menjalani sertifikasi profesi melalui uji portofolio. Dalam dua
tahap sertifikasi melalui uji portofolio, hanya sebagian kecil guru yang
dinyatakan memenuhi kualifikasi. Guru yang gagal memenuhi persyaratan
diwajibkan mengikuti PLPG.
Widoyoko (2008:5) mengatakan bahwa: “Sertifikasi merupakan sarana
untuk mencapai tujuan, dalam hal ini perlu adanya pemahaman dari semua pihak
bahwa sertifikasi adalah sarana untuk mencapai mutu pendidikan”. Oleh karena
itu, kelulusan dalam sertifikasi bukan merupakan segalanya dengan
menghalalkan segala cara untuk mencapainya, melainkan hanya sebagai sarana
yang dapat menunjukkan bahwa guru tersebut memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
Sanaky (2005:7) mengatakan bahwa: “Langkah dan tujuan melakukan
sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan kualitas guru sesuai dengan
kompetensi keguruannya”. Lebih lanjut, Sanaky (2005:7) mengatakan bahwa
ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas atau
mutu guru antara lain: “(1) Sertifikasi guru, (2) Pembaharuan sertifikat pendidik,
(3) Beberapa fasilitas untuk memajukan diri, dan (4) Sarjana non kependidikan
dapat menjadi guru”.
Namun demikian, realitas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan
program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) di rayon 101 Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh masih banyak guru yang belum berhasil, walaupun
dengan tiga tahapan ujian ulangan. Mayoritas ketidaklulusan guru tersebut
adalah pada Ujian Nasional program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG). Kondisi yang demikian, cenderung telah menyebabkan apatisme pada
guru untuk mengikuti program program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) pada tahun berikutnya. Sikap apatisme guru ini menyebabkan mereka
tidak dapat menikmati kesejahteraan guru yang didanai oleh pemerintah.
Dari latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini membahas
tentang: Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG) pada Rayon 101 Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
(Suatu penelitian di UPTD Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara).
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana persepsi guru terhadap pelaksanaan Program Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG) ?
2. Apa faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap pelaksanaan Program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui persepsi guru terhadap pelaksanaan Program Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap
pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermamfaat baik secara teoritis
maupun praktis.
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan nantinya akan menjadi sumbangan
pemikiran teoritis kepada guru dalam rangka mengikuti pelaksanaan Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (Guru).
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan masukan dalam
rangka mengikuti pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (Guru).
b. Bagi peneliti, hasil penelitian ini sebagai pengetahuan awal nantinya untuk
mengikuti pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (Guru) di masa
yang akan datang.
1.5. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana persepsi guru terhadap pelaksanaan Program Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG) ?
2. Apa faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap pelaksanaan Program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) ?
1.6. Defenisi Istilah
1. Persepsi guru.
Persepsi guru dalam penelitian ini dimaksudkan adalah cara pandang guru
terhadap pelaksanaan program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
2. Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dalam penelitian ini
dimaksudkan adalah program pemberian sertifikat pendidik bagi guru yang
telah memenuhi syarat untuk menjadi pendidik yang profesional.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1. Persepsi Guru
Membahas istilah persepsi akan dijumpai banyak batasan atau definisi
tentang persepsi yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain oleh: Rahmat
(2003:51) mengemukakan pendapatnya bahwa: “Persepsi adalah pengalaman
tentang obyek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”. Persepsi setiap individu dapat
sangat berbeda walaupun yang diamati benar-benar sama. Menurut Desideranto
dalam Rahmat (2003 :16) persepsi adalah: “Penafsiran suatu obyek, peristiwa
atau informasi yang dilandasi oleh pengalaman hidup seseorang yang melakukan
penafsiran itu. Dengan demikian dapat dikatakan juga bahwa persepsi adalah
hasil pikiran seseorang dari situasi tertentu”.
Muhyadi (1991:233) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses
stimulus dari lingkungannya dan kemudian mengorganisasikan serta
menafsirkan atau suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan
menginterpretasikan kesan atau ungkapan indranya agar memilih makna dalam
konteks lingkungannya. Hal senada juga dikemukakan oleh Sarwono (1993:238)
yang mengartikan persepsi merupakan proses yang digunakan oleh seseorang
individu untuk menilai keangkuhan pendapatnya sendiri dan kekuatan dari
kemampuan-kemampuannya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat-
pendapat dan kemampuan orang lain. Sedangkan pengertian persepsi menurut
Walgito (2002:54) adalah: “Pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan
sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas integrated dalam diri individu”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa persepsi adalah
kecakapan untuk melihat, memahami kemudian menafsirkan suatu stimulus,
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan menghasilkan penafsiran. Selain
itu persepsi merupakan pengalaman terdahulu yang sering muncul dan menjadi
suatu kebiasaan. Berbagai batasan tentang persepsi di atas, dapat dijelaskan
bahwa persepsi adalah sebagai proses mental pada individu dalam usahanya
mengenal sesuatu yang meliputi aktifitas mengolah suatu stimulus yang
ditangkap indera dari suatu obyek, sehingga didapat pengertian dan pemahaman
tentang stimulus tersebut. Persepsi merupakan dinamika yang terjadi dalam diri
individu disaat ia menerima stimulus dari lingkungannnya.
Miftah Thoha (2003: 145) menyatakan, proses terbentuknya seseorang
didasari pada beberapa tahapan:
1. Stimulus atau rangsangan.
Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu
stimulus atau rangsangan yang hadir dari lingkungannya.
2. Registrasi.
Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme
fisik yang berupa penginderaan dan saraf seseorang berpengaruh
melalui alat indera yang dimilikinya.
3. Interpretasi.
Merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu
proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses
interpretasi bergantung pada cara pendalamannya, motivasi dan
kepribadian seseorang.
4. Umpan Balik (feed back).
Setelah melalui proses interpretasi, informasi yang sudah diterima
dipersepsikan oleh seseorang dalam bentuk umpan balik terhadap
stimulus.’’ Proses persepsi menurut Mar’at (1992:108) adanya dua
komponen pokok yaitu seleksi dan interpretasi. Seleksi yang dimaksud
adalah proses penyaringan terhadap stimulus pada alat indera. Stimulus
yang ditangkap oleh indera terbatas jenis dan jumlahnya, karena adanya
seleksi. Hanya sebagian kecil saja yang mencapai kesadaran pada
individu.
Individu cenderung mengamati dengan lebih teliti dan cepat terkena hal-
hal yang meliputi orientasi mereka. Interpretasi sendiri merupakan suatu proses
untuk mengorganisasikan informasi, sehingga mempunyai arti bagi individu.
Dalam melakukan interpretasi itu terdapat pengalaman masa lalu serta sistem
nilai yang dimilikinya. Sistem nilai di sini dapat diartikan sebagai penilaian
individu dalam mempersepsi suatu obyek yang dipersepsi, apakah stimulus
tersebut akan diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut menarik atau ada
persesuaian, maka akan dipersepsi positif, dan demikian sebaliknya, selain itu
adanya pengalaman langsung antara individu dengan obyek yang dipersepsi
individu, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Kehidupan individu tidak dapat terlepas dari lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Sejak individu dilahirkan, maka
sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia sekitarnya.
Menurut Walgito (2001:69) persepsi merupakan: “Suatu proses yang didahului
oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat indera”. Namun demikian, proses penerimaan stimulus
tersebut tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan
selanjutnya menjadi proses persepsi.
Oleh karena itu, proses penginderaan tidak terlepas dari proses persepsi
dan proses penginderaan merupakan pendahuluan dari proses persepsi. Dalam
hal ini, alat indera tersebut merupakan mediator antara individu dengan dunia
luarnya. Stumulus yang diindera tersebut oleh individu diorganisir dan
diinterpretasikan, sehingga individu dapat menyadari, mengerti. Menyadari dan
mengerti inilah yang dimaksudkan sebagai proses persepsi. Dalam persepsi
stimulus dapat datang dari luar maupun dalam diri individu itu sendiri. Namun
demikian menurut Walgito (2001:70” bahwa: “Pada umumnya stimulus datang
dari luar diri individu yang diperoleh melalui indera penglihatan”.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yang sebagian
besar melalui indera penglihatan menghasilkan stimulus yang diorganisir dan
diinterprestasikan, sehingga individu mengerti tentang objek yang diinderanya
dengan melibatkan perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman individu.
Oleh karena itu, persepsi masing- masing individu saling berbeda antara satu
dengan lainnya.
Persepsi merupakan proses yang digunakan individu mengelola dan
menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada
lingkungan mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat
berbeda dari kenyataan yang obyektif. Menurut Daviddof dalam Walgito
(2001:73) mendefenisikan persepsi adalah: “Suatu proses yang dilalui oleh suatu
stimulus yang diterima panca indera yang kemudian diorganisasikan dan
diinterpretasikan, sehingga individu menyadari yang di inderanya itu”.
Atkinson dan Hilgard dalam Walgito (2001:73) mengemukakan bahwa
persepsi adalah: “Proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola
stimulus dalam lingkungan”. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena
adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat
komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta
diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi.
Menurut Walgito (2001:75) bahwa: “Proses terjadinya persepsi
tergantung dari pengalaman masa lalu dan pendidikan yang diperoleh individu”.
Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi dalam Walgito (2001:73)
sebagai: “Pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli”.
Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang
berinteraksi dengan interpretation, begitu juga berinteraksi dengan closure.
Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan
berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap
penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut
akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan
interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna
terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Notoatmodjo (2005:25)
bahwa ada banyak faktor yang akan menyebabkan stimulus masuk dalam
rentang perhatian seseorang. Faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu faktor eksternal dan faktor internal, yaitu:
1. Faktor eksternal, yaitu faktor yang melekat pada diri objeknya, meliputi:
1. Kontras.
Cara termudah dalam menarik perhatian adalah dengan membuat
kontras baik warna, ukuran, bentuk atau gerakan.
2. Perubahan intensitas.
Suara yang berubah dari pelan menjadi keras atau cahaya yang
berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang.
3. Pengulangan.
Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut
tidak termasuk dalam rentang perhatian kita, maka akan mendapat
perhatian kita.
4. Sesuatu yang baru.
Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada
sesuatu yang telah kita ketahui.
5. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak.
Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik
perhatian seseorang.
2. Faktor internal.
1. Pengalaman atau pengetahuan.
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan
faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus
yang kita peroleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah
dipelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi.
2. Harapan.
Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap
stimulus.
3. Kebutuhan.
Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan
stimulus secara berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan
undian sebesar 25 juta akan merasa banyak sekali jika ia hanya ingin
membeli sepeda motor, tetapi ia akan merasa sangat sedikit ketika ia
ingin membeli rumah.
4. Motivasi.
Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang
termotivasi untuk menjaga kesehatannya akan menginterpretasikan
rokok sebagai sesuatu yang negatif.
5. Emosi.
Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus
yang ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan
mempersepsikan semuanya serba indah.
6. Budaya.
Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan
menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara
berbeda, namun akan mempersepsikan orang-orang di luar
kelompoknya sebagai sama saja.
2.2. Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Istilah pendidikan mempunyai banyak makna. Fatah (1996:4) mengatakan
bahwa pendidikan adalah:
1. Proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku
lainnya di dalam masyarakat dan tempat hidup mereka.
2. Proses sosial terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh
lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari
sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan
kemampuan sosial dan kemampuan individual optimum.
Pendidikan dapat berlangsung dimana saja tempat manusia berada, baik di dalam
lingkungan sekolah maupun luar sekolah yang dapat memberi kontribusi dalam
pembentukan keterampilan, sikap dan tingkah laku seseorang. Kegiatan
pendidikan membutuhkan waktu yang tidak sedikit, karena kegiatannya adalah
mengembangkan kemampuan secara jasmani maupun rohani, intelektual ataupun
emosional yang mengacu kearah perubahan positif.
Pendidikan sebagai persiapan atau bekal bagi kehidupan yang akan datang
dalam masyarakat. Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus
dipenuhi sepanjang hayat, karena tanpa pendidikan mustahil manusia atau suatu
kelompok dapat hidup berkembang sejalan dengan cita-cita untuk maju,
sejahtera dan bahagia. Seperti diungkapkan oleh Salam (1996:5) tentang
Pendidikan bahwa:
1. Pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education), ini berarti
usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir sampai tutup usia,
sepanjang manusia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat
mengembangkan dirinya.
2. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat dan pemerintah.
3. Pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan
manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.
Menurut Faiz Manshur dalam Salam (1996:6) mendefinisikan pendidikan
sebagai: ”Sarana manusia memperoleh ilmu pengetahuan, dengan tujuan agar
manusia terbebas dari kebodohan”. Sedangkan pelatihan menurut Johanes Papu
dalam Salam (1996:7) adalah: ”Pelatihan pada dasarnya diselenggarakan sebagai
sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan)
antara kinerja yang ada pada saat ini dengan kinerja standar atau yang
diharapkan untuk dilakukan oleh si pegawai”.
Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan diatas bahwa, pendidikan
adalah tanggung jawab manusia subjek atas diri sendiri lebih-lebih sesudah ia
dewasa yakni mandiri secara sosial, ekonomis, psikologi, dan lain-lain.
Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teoritis, konseptual dan
moral supaya menjadi lebih baik serta mencapai hasil optimal. Sertifikasi guru
sebagai upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan
kesejahteraan guru, diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan
meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling yang pada akhirnya
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.
Bagi peserta sertifikasi yang belum dinyatakan lulus, Lembaga Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan (LPTK) Rayon merekomendasikan dua alternatif,
yaitu: (a) Melakukan kegiatan mandiri untuk melengkapi kekurangan dokumen
portofolio atau (b) Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG)
yang diakhiri dengan ujian. Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG)
diakhiri dengan uji kompetensi guru yang dilakukan oleh Lembaga Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan (LPTK) Penyelenggara Sertifikasi Guru dengan
mengacu pada rambu-rambu Ujian Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru
(PLPG). Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja (praktik pembelajaran).
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) sangat diperlukan dalam
meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia dalam suatu lembaga
pendidikan. PLPG juga penting untuk membantu meningkatkan kemampuan
sumber daya manusia dengan lebih baik. Selain itu PLPG akan membawa
keuntungan bagi lembaga pendidikan, sehingga akan tercipta tenaga-tenaga
pendidik yang profesional serta berkompetensi pada bidangnya masing-masing.
Profesi guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik yang relevan
dengan mata pelajaran yang diampunya dan menguasai kompetensi sebagaimana
dituntut oleh undang-undang guru dan dosen. Marimba dalam Tafsir (200:107)
mengatakan bahwa: “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh pendidk terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama”.
Pendidikan berbeda dengan pelatihan. Pelatihan merupakan bagian dari
pedidikan. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang
sama, yaitu pembelajaran. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera.
Spesifik dalam arti pelatihan berhubungan secara spesifik dengan pekerjaan
yang dilakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan praktis dan segera adalah
bahwa apa yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga
materi yang diberikan harus bersifat praktis.
Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia (2005:713) pengertian pelatihan
merupakan: ”Proses, cara, kegiatan atau pekerjaan melatih untuk memperoleh
kemahiran atau kecakapan.” Selanjutnya, pelatihan menurut Salam Salam
(1996:10) merupakan: “Bagian dari suatu proses pendidikan yang tujuannya
untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau
sekelompok orang”. Edwards Deming dalam Tjiptono (2005:215) mengatakan
bahwa: ”Apabila pelatihan terlalu difokuskan pada aplikasi langsung merupakan
pandangan yang keliru. Berbagai macam pembelajaran dapat memberikan
keuntungan yang tidak dapat diprediksi”.
Dari beberapa pengertian pelatihan jelaslah, bahwa pelatihan merupakan
bagian dari proses pendidikan karena dalam pelatihan terdapat proses transfer
pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kecakapan dalam bekerja.
Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu kunci dalam manajemen sumber
daya manusia dan merupakan salah satu tugas serta tanggung jawab yang tidak
bisa dilakukan dengan sembarangan. Pendidikan dan pelatihan dapat diartikan
sebagai suatu upaya peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia, dan
juga sebagai proses mempersiapkan tenaga pendidik untuk mencapai kinerja
yang memadai sesuai dengan standar dan tuntutan lembaga pendidikan tersebut.
Dari definisi Pendidikan dan Pelatihan, maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan dan pelatihan merupakan sarana untuk menambah pengetahuan,
dimana kedua hal tersebut adalah sebagai acuan untuk kehidupan yang lebih
baik. Pendidikan dan pelatihan pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk
kegiatan dari program pengembangan sumber daya manusia (personal
development). Pengembangan sumber daya manusia sebagai salah satu mata
rantai (link) dari siklus pengelolaan personil dapat diartikan: merupakan proses
perbaikan staf melalui berbagai macam pendekatan yang menekankan realisasi
diri (kesadaran), pertumbuhan pribadi dan pengembangan diri. Pengembangan
mencakup kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk perbaikan dan pertumbuhan
kemampuan (abilities), sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan
anggota organisasi.
Disisi lain, Pendidikan dan pelatihan juga merupakan salah satu upaya
untuk mengembangkan sumber daya manusia yang mumpuni, terutama untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan
(formal) di dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan
kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan. Sedang
pelatihan (training) menurut Notoatmodjo (2003:28) sering dikacaukan
penggunaannya dengan latihan (pratice atau exercise) ialah: “Merupakan bagian
dari suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan
atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang”.
Menurut Wahjosumidjo (2002:381) arti pendidikan dan pelatihan dapat
dirumuskan sebagai: ”Suatu program kesempatan belajar yang direncanakan
untuk menghasilkan anggota atau staff demi memperbaiki penampilan seseorang
yang telah mendapatkan tugas menduduki jabatan”. Pendidikan dan pelatihan
merupakan bentuk pengembangan sumber daya manusia yang amat strategis.
Sebab dalam program pendidikan dan pelatihan selalu berkaitan dengan masalah
nilai, norma, dan perilaku individu dan kelompok. Program pendidikan dan
pelatihan selalu direncanakan untuk tujuan-tujuan seperti pengembangan
pribadi, pengembangan profesional, pemecahan masalah, dan motivasi.
Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu upaya pengembangan
sumber daya manusia, yang harus dilakukan secara berkesinambungan.
Terutama pendidikan dan pelatihan bagi guru, karena guru merupakan salah satu
komponen terpenting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, dimana saat
ini guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam proses
pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini W. Robert Houston dalam Rostiyah
(1989:4) memberikan pengertian kompetensi sebagai: “Suatu tugas yang
memadai, atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
dituntut oleh jabatan seseorang”.
Dalam pengertian ini kompetensi lebih dititikberatkan pada tugas guru
dalam mengajar. Pendidikan dan pelatihan selain itu juga merupakan upaya
untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan
pengetahuan, sikap, keterampilan dan kemampuan intelektual manusia. Jelaslah
bahwa pendidikan dan pelatihan memang sangat diperlukan bagi para guru
sebagai Agent of Change dalam dunia pendidikan. Karena pengetahuan yang
diperoleh dari pendidikan dan pelatihan tidak hanya berguna bagi diri sendiri
tapi juga bagi orang lain.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya
pendidikan adalah upaya perbaikan perilaku dalam aspek kognitif, efektif, dan
psikomotorik yang dilakukan melalui aktivitas pengarahan, pembimbingan,
penteladanan dan latihan. Sedangkan pelatihan pada dasarnya sebuah proses
menjadikan seseorang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan juga
sebagai usaha perluasan ke tingkat yang lebih terampil dan mahir. PLPG juga
penting untuk membantu meningkatkan kemampuan sumber daya manusia
dengan lebih baik. Selain itu PLPG akan membawa keuntungan bagi lembaga
pendidikan, sehingga akan tercipta tenaga-tenaga pendidik yang profesional
serta berkompetensi pada bidangnya masing-masing.
Tujuan PLPG berhubungan erat dengan manfaat dari PLPG tersebut,
dengan maksud agar tenaga pendidik dapat melaksanakan tugasnya sebagai guru
dengan lebih baik lagi. Adapun tujuan dari Pendidikan dan Pelatihan Profesi
Guru (PLPG) menurut Dirjendikti Depdiknas (2009:3) adalah: ”Untuk
meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru peserta sertifikasi yang
belum mencapai batas minimal skor kelulusan pada penilaian portofolio, dan
untuk menentukan kelulusan peserta sertifikasi guru melalui uji tulis dan uji
kinerja di akhir PLPG”. Sedangkan manfaat pendidikan dan pelatihan menurut
Siagian (1999:183) bagi organisasi, diantaranya:
1. Peningkatan produktivitas organisasi secara keseluruhan.
2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan.
3.Terjadi proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat.
4. Timbul dorongan pada diri pekerja untuk terus meningkatkan
kemampuan kerjanya.
5. Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi stress, frustasi dan
konflik.
6. Meningkatkan kepuasan kerja.
7. Semakin besar pengakuan atas kemampuan seorang.
8. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru dimasa depan.
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) dapat dipandang sebagai
salah satu bentuk investasi. Karena dengan adanya Pendidikan dan Pelatihan
Profesi Guru (PLPG) guru termotivasi untuk meningkatkan kompetensi dan
profesionalismenya dan kualitas pendidikan di Indonesia akan 15 meningkat.
Oleh karena itu setiap organisasi atau instansi yang ingin berkembang, maka
pendidikan dan pelatihan bagi karyawannya harus memperoleh perhatian yang
besar.
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) adalah suatu proses yang
akan menghasilkan suatu perubahan perilaku sasaran diklat. Secara konkret
perubahan perilaku itu berbentuk peningkatan kemampuan dari sasaran diklat.
Kemampuan ini mencakup kognitif, efektif, maupun psikomotor. Apabila dilihat
dari pendekatan sistem, maka proses pendidikan dan pelatihan itu terdiri dari
input (sasaran diklat) dan output (perubahan perilaku), dan faktor yang
mempengaruhi proses tersebut.
Dapat dilihat bahwa tujuan Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG)
dapat meningkatkan kualitas tenaga pendidik khususnya dalam hal keahlian,
pengetahuan, dan sikap. Dari ketiga hal khusus ini bahwa satu sama lain saling
berkaitan, karena keahlian tanpa pengetahuan akan percuma, kemudian
pengetahuan tanpa sikap yang baik maka tidak ada artinya begitu juga
sebaliknya. Jadi, untuk menjadi guru yang baik bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah.
Sebelum suatu program pendidikan dan pelatihan (diklat) dilaksanakan
oleh suatu instansi, perlu dilakukan suatu analisa tentang pendidikan dan
pelatihan untuk kebutuhan instansi tersebut. Setelah melihat adanya kebutuhan
instansi (lembaga), perlu dibuat program diklat yang sesuai dan benar-benar
menyentuh (mencapai sasaran) kebutuhan lembaga, karena suatu program diklat
yang baik adalah program yang mencapai sasaran, tepat seperti yang telah
dirumuskan sebelumnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan, antara lain, adanya penanggung jawab harian, adanya monitoring
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan melalui evaluasi harian, adanya alat-alat
bantu yang diperlukan (OHP, flip chart, dan sebagainya). Setelah persyaratan
diatas telah dipenuhi, nantinya pegawai (tenaga pendidik) akan dapat
melaksanakan pekerjaannya secara efektif dan efisien. Program pendidikan dan
pelatihan harus berprinsip pada peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja
masing-masing pegawai pada jabatannya. Untuk itu, setiap pegawai tidak boleh
mengabaikan program diklat.
Program diklat merupakan salah satu faktor penting dalam
mengembangkan sumber daya manusia karena diklat tidak saja menambah
pengetahuan, tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan dalam bekerja
sehingga produktifitas kerja semakin meningkat. Dalam penyelenggaraan
program diklat sering kali ditemukan berbagai persoalan-persoalan mendasar.
Persoalan ini merupakan kekurangan yang perlu mendapat perhatian serius dari
pengelola diklat. Kekurangan-kekurangan yang timbul dalam penyelenggaraan
diklat akan menyebabkan kualitas dan dampak diklat akan menjadi kurang
maksimal terhadap upaya pembenahan kualitas sumber daya manusia dalam
suatu instansi (lembaga pendidikan).
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengemukakan bahwa: “Pendidikan nasional bertujuan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Untuk
mencapai tujuan tersebut pemerintah telah menerapkan tiga rencana strategis
sebagaimana dituangkan dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan
Nasional Tahun 2005 sampai 2009, yaitu: “(1) Perluasan dan peningkatan akses,
(2) Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, dan (3) Peningkatan tata kelola
pendidikan, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan pendidikan”.
Salah satu komponen pendidikan yang sangat penting dalam rangka
pelaksanaan rencana strategis tersebut adalah guru. Menurut Mulyasa (2008:5)
bahwa: “Guru merupakan komponen pendidikan yang sangat menentukan dalam
membentuk wajah pendidikan di Indonesia”. Ujung tombak dari semua
kebijakan pendidikan adalah guru. Guru yang akan membentuk watak dan jiwa
bangsa, sehingga baik buruknya bangsa ini sangat bergantung kepada guru.
Karena peran guru yang begitu besar, maka diperlukan guru profesional, kreatif,
inovatif, mempunyai kemauan yang tinggi untuk terus belajar, melek terhadap
teknologi informasi, sehingga mampu mengikuti perkembangan jaman.
Sejalan dengan tuntutan profesional guru, maka pemerintah mengeluarkan
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 1
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
mengemukakan bahwa: “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah pada jalur pendidikan formal”. Selanjutnya, pasal 2
Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menisyaratkan bahwa: “Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional
seperti yang dimaksudkan di atas dibuktikan dengan sertifikat pendidik”.
Sertifikat pendidik diperoleh melalui program sertifikasi guru yang dilaksanakan
oleh LPTK yang ditunjuk oleh pemerintah.
Namun demikian, dalam realitasnya ditemukan kesenjangan antara
harapan dengan kenyataan dalam program sertifikasi guru di lapangan.
Permasalahan ini secara kasat mata sebagian besar diakibatkan oleh faktor
oknum guru yang menghalalkan segala cara untuk bisa lulus sertifikasi. Adapun
masalah yang timbul di lapangan dari diadakannya program sertifikasi guru
dalam jabatan menurut Widiadi (2008:28) antara lain adalah: “(1) Pemalsuan
ijazah sebagai syarat kelengkapan kualifikasi akademik, (2) Pemalsuan karya
ilmiah, (3) Pemalsuan sertifikat dan piagam, (4) Penyuapan ke asessor
sertifikasi, (5) Munculnya konflik horizontal antar guru di masing- masing
sekolah, dan (6) Tersendatnya tunjangan profesi guru”.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang tentunya tidak bisa
dilakukan oleh sebarangan orang dan hanya bisa dilaksanakan oleh orang-orang
terdidik yang sudah disiapkan untuk menekuni bidang pendidikan. Menurut
pasal 7 Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pekerjaan khusus tersebut dilaksanakan dengan prinsip- prinsip:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia.
3. Memiliki kualitas akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan tugasnya.
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalnya.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tugas profesi guru.
Selanjutnya, pasal 42 Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen mengamanatkan bahwa: “Sebagai profesi, guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Menurut Dirjen Dikti (2010:21) bahwa: “Pelaksanaan program sertifikasi
guru melibatkan berbagai institusi pemerintah yaitu Dirjen Dikti, Dirjen
PMPTK, LPTK, LPMP, Dinas Pendidikan Propinsi, Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, dan guru”. Agar dapat dilakukan penjaminan mutu terhadap
mekanisme dan prosedur pelaksanaan sertifikasi guru tersebut, maka Dirjen
Dikti telah menetapkan Pedoman Sertifikasi bagi guru dalam jabatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru,
pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan dengan dua cara, yaitu
uji kompetensi melalui penilaian portofolio dan pemberian sertifikat pendidik
secara langsung bagi guru yang telah memenuhi persyaratan.
Salah satu mekanisme pemberian sertifikat pendidik kepada guru adalah
melalui jalur Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). PLPG dilaksanakan
sesuai dengan proses baku sesuai dengan rambu- rambu pelaksanaan PLPG yang
dikeluarkan oleh Dirjen Dikti yang terdiri dari tujuh komponen utama
pelaksanaan PLPG (Dirjen Dikti, 2010:25), antara lain: “(1) Kurikulum,
(2) Instruktur, (3) Sarana dan prasarana, (4) Penentuan rombongan belajar,
(5) Media pembelajaran, (6) proses KBM, dan (7) sistem evaluasi”. Ketujuh
komponen PLPG tersebut mempunyai peran strategis dalam mendukung proses
pengembangan dan audit kompetensi dalam sertifikasi guru.
Pengembangan kompetensi guru merupakan kegiatan yang dirancang
secara sistematis untuk meningkatkan profesionalitas guru yang menekankan
pada sikap, kemampuan, dan pengetahuan melalui pendidikan, penyusunan
program yang efektif, dan ketercukupan profesional untuk membantu siswa
mencapai hasil maksimal. Pengembangan kompetensi guru dalam program
sertifikasi khususnya dalam pelaksanaan PLPG dilakukan untuk meningkatkan
kompetensi guru yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional dan sosial sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Pelaksanaan sertifikasi guru dimulai pada tahun 2007 dan tahun 2012
merupakan tahun keenam. Mengacu pada hasil penelaahan terhadap pelaksanaan
sertifikasi guru dan didukung dengan adanya beberapa kajian atau studi tentang
penyelenggaraan sertifikasi guru sebelumnya, pelaksanaan sertifikasi guru pada
tahun 2012 dilakukan beberapa perubahan, antara lain perubahan yang mendasar
yaitu pola penetapan peserta dan pelaksanaan uji kompetensi awal sebelum
PLPG.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) merupakan pola sertifikasi
dalam bentuk pelatihan yang diselenggarakan oleh Rayon LPTK untuk
memfasilitasi terpenuhinya standar kompetensi guru peserta sertifikasi. Menurut
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Guru dalam Jabatan tahun 2012
(2012:6) bahwa:
Beban belajar PLPG sebanyak 90 jam pembelajaran selama 10 hari
dan dilaksanakan dalam bentuk perkuliahan dan workshop menggunakan
pendekatan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan (PAIKEM). Pendidikan dilaksanakan untuk penguatan
materi bidang studi, model-model pembelajaran, dan karya ilmiah.
Workshop dilaksanakan untuk mengembangkan, mengemas perangkat
pembelajaran dan penulisan karya ilmiah. Pada akhir PLPG dilaksanakan
uji kompetensi.
Salanjutnya, dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Guru dalam
Jabatan tahun 2012 (2012:8) disyaratkan bahwa Peserta sertifikasi pola PLPG
harus mengikuti ketentuan berikut.
1. Mengikuti UKA dan apabila lulus UKA menyiapkan berkas PLPG
berupa:
a. Fotokopi Ijazah S-1 atau D-IV, serta Ijazah S-2 dan/atau S-3 (bagi
yang memiliki) dan disahkan oleh perguruan tinggi yang
mengeluarkan.
b. Fotokopi SK sebagai guru, mulai SK pengangkatan pertama hingga
SK terakhir yang disahkan oleh atasan langsung/pejabat terkait.
c. Fotokopi SK mengajar dari kepala sekolah yang disahkan oleh
atasan.
d. SK pangkat terakhir (bagi guru PNS) yang disahkan oleh atasan
langsung/pejabat terkait.
e. Format A1 yang telah ditandatangani oleh LPMP.
2. Mengikuti PLPG yang dilaksanakan oleh LPTK penyelenggara
sertifikasi dan diakhiri dengan uji kompetensi.
3. Mengikuti satu kali ujian ulang bagi peserta yang belum lulus uji
kompetensi. Apabila tidak lulus ujian ulang, peserta diserahkan kembali
ke dinas pendidikan kabupaten/kota, khusus untuk guru SLB ke dinas
pendidikan provinsi.
4. Peserta PLPG yang tidak memenuhi panggilan karena alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan diberi kesempatan untuk mengikuti PLPG pada
panggilan berikutnya pada tahun berjalan selama PLPG masih
dilaksanakan.
5. Peserta yang tidak memenuhi 2 kali panggilan dan tidak ada alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan dianggap mengundurkan diri. Apabila
sampai akhir masa pelaksanaan PLPG peserta masih tidak dapat
memenuhi panggilan karena alasan yang dapatdipertanggungjawabkan,
peserta tersebut diberi kesempatan untuk mengikuti PLPG hanya pada
tahun berikutnya tanpa merubah nomor peserta. Bagi peserta yang tidak
dapat menyelesaikan PLPG pada tahun sebelumnya dengan alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan dapat melanjutkan PLPG hanya pada
tahun berikutnya apabila persyaratan yang ditentukan dipenuhi.
2.3. Urgensi Pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG)
Sekolah merupakan institusi yang kompleks bahkan paling kompleks
diantara institusi lainnya. Bafadal (2004:3) mengatakan bahwa: “Membuka
wacana dalam rangka proses peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah
diperlukan guru, baik secara individual maupun kolaboratif untuk melakukan
sesuatu mengubah status quo agar pendidikan dan pembelajaran lebih
berkualitas”. Guru merupakan tenaga kependidikan yang menjadi salah satu
penentu keberhasilan proses pembelajaran di sekolah, oleh karena itu guru harus
dapat mengikuti perubahan baik yang ada di lingkungan internal maupun
eksternal.
Lahirnya Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan mutu guru sekaligus dapat
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Kebijakan prioritas dalam rangka
pemberdayaan guru saat ini adalah meningkatkan kualifikasi, peningkatan
kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir, penghargaan dan
perlindungan, perencanaan kebutuhan guru, tunjangan guru dan maslahat
tambahan.
Mengingat peranan strategis guru dalam setiap upaya peningkatan mutu
relevansi dan efesiensi pendidikan, maka pengembangan profesional guru
merupakan kebutuhan. Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya
profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan
melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan,
studi perbandingan dan berbagai kegiatan akademik lainnya.
Upaya peningkatan profesi guru di Indonesia sekurang-kurangnya
menghadapi dan memperhitungkan empat faktor yaitu, ketersediaan guru, mutu
calon guru, pendidikan prajabatan dan peranan organisasi profesi. Dalam rangka
meningkatkan mutu, baik mutu profesional maupun mutu layanan, guru harus
pula meningkatkan sikap profesionalnya. Pengembangan sikap profesional ini
dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah
bertugas (dalam jabatan).
Menurut Tilaar (1999:298) usaha pengembangan profesi tenaga
kependidikan, khususnya guru, meliputi: “(1) Pembaharuan sistem pendidikan,
(2) Pendidikan dan Pelatihan, dan (3) Penataran dan pembinaan guru”. Ada
sejumlah cara dan tempat mengembangkan profesi pendidikan menurut Usman
(2006:148), yaitu :
(1) Dengan belajar sendiri dirumah, (2) Belajar diperpustakaan
khusus untuk pendidik, (3) Dengan cara membentuk persatuan pendidik
sebidang studi atau yang berspesialisasi sama dan melakukan tukar
menukar pikiran atau berdiskusi dalam kelompoknya masing- masing
seperti MGMP, (4) Mengikuti pertemuan- pertemuan ilmiah di manapun
pertemuan itu diadakan selama masih dapat dijangkau oleh pendidik
tersebut, (5) Belajar secara formal dilembaga-lembaga pendidikan, (6) Me
ngikuti pertemuan organisasi profesi pendidikan, dan (7) Ikut mengambil
bagian dalam kompetisi-kompetisi ilmiah.
Berdasarkan pemikiran Mangkunegara (2003:111) bahwa: “Ada prinsip
dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan guru yaitu, prinsip
relevansi, prinsip efektivitas, prinsip efisiensi, dan prinsip berkesinambungan”.
Prinsip relevansi berhubungan atau berkaitan dengan target yang direncanakan.
Prinsip ini juga berhubungan erat dengan prinsip efisiensi, tetapi prinsip efisiensi
lebih mengarah pada biaya. Prinsip efektivitas berarti keberhasilan tersebut
berhubungan dengan suatu usaha atau tindakan untuk mencapai hasil yang
menjadi target.
Dalam hal ini Irianto (2001:25) mengidentifikasi ada enam persoalan
mendasar dalam penyelenggaraan program diklat, yaitu:
1. Isi program pendidikan dan pelatihan (diklat) tidak terkait dengan
kebutuhan individu atau unit kerja.
2. Metode penyampaian diklat bersifat statis dan biasanya hanya
menggunakan satu metode yaitu pengajaran klasikal.
3. Keterampilan dan pengetahuan yang diberikan kurang aplikatif.
4. Pelatihan kurang berorientasi pada inti kebutuhan lembaga.
5. Dampak diklat secara individual dan organisasional tidak diukur secara
sistematis.
6. Alat atau instrumen kerja yang dibutuhkan pegawai setelah mengikuti
pelatihan tidak diberikan secara periodik.
Sementara itu, Syaefudin dan Kurniawan (2003:108) menegaskan bahwa:
“Ada beberapa prinsip dalam pengembangan guru sebagai tenaga pendidikan
(baik struktural, fungsional, maupun teknis) berorientasi pada perubahan tingkah
laku dalam rangka peningkatan kemampuan profesional dalam tugas harian”.
Selanjutnya, Bafadal (2004:42) mengatakan bahwa: “Ada empat alas an
pentingnya mengadakan peningkatan pengembangan kemampuan guru
professional, yaitu :
1. Dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai
metode dan media baru dalam pembelajaran telah dikembangkan, maka
seiring dengan hal itu guru harus mampu mengembangkan materi
dalam rangka pencapaian target kurikulum sehingga anak-anak didik
mencapai kelulusan yang baik dan memuaskan.
2. Ditinjau dari kepuasan dan moral kerja. Pengembangan dan peningkatan
profesional guru merupakan hak pribadi guru, artinya setiap
pegawai/guru mempunyai hak untuk secara kontinu mendapat
kesempatan pembinaan.
3. Ditinjau dari segi keselamatan kerja, Banyak aktivitas belajar mengajar
di sekolah bila tidak dirancang dan dilaksanakan secara hati-hati oleh
guru mengandung resiko yang tidak kecil, hal ini bisa terjadi dalam
pelajaran ilmu pengetahuan alam dan keterampilan. Keempat,
peningkatan kemampuan profesional guru sangat dipentingkan dalam
rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Salah satu ciri
implementasi manajemen peningkatan mutu adalah kemandirian dari
seluruh stakeholder sekolah.
Selain itu, menurut Mulyasa (2008:43) bahwa: “Pengembangan guru dapat
dilakukan dengan cara pelatihan dan seminar, workshop, diskusi panel, rapat,
symposium, konfrensi, dan sebagainya”. Lebih khusus Mulyasa (2008:43)
menjelaskan bahwa: “Upaya untuk meningkatkan kinerja guru dalam
pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai pelatihan seperti : pelatihan
model pembelajaran, pelatihan pembuatan alat peraga, pelatihan pengembangan
silabus, dan pelatihan pembuatan materi standar”.
Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan lingkungan pendidikan merujuk
pada peluang- peluang belajar yang sengaja didesain untuk membantu
pertumbuhan profesional tenaga kependidikan dan lebih spesifik untuk
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pribadi, profesional, dan sosial
guru. Alasan esensial lain diperlukan pengembangan tenaga kependidikan
menurut Danim (2002:8) adalah: “Karakteristik tugas yang terus menerus
berkembang seiring dengan perkembangan informasi, teknologi, dan reformasi
internal pendidikan itu sendiri”.
Menurut Natawijaya (2002:3) pengembangan kompetensi profesional guru
ditekankan pada tiga kemampuan dasar, yaitu:
1. Kemampuan professional, mencakup :
a. Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang
harus diajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang
diajarkan.
b. Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan sebagai guru.
c. Penguasaan proses-proses pendidikan, keguruan dan pembelajaran
siswa.
2. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri
kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitarnya pada waktu
membawakan tugasnya sebagai guru.
3. Kemampuan personal (pribadi) mencakup : (a) penampilan sikap yang
positif terhadap keseluruhan tugasnya beserta unsur-unsurnya; (b)
pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya
dianut oleh seorang guru; dan (c) penampilan upaya untuk menjadikan
diri sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
Upaya meningkatkan kemampuan guru dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan yakni, pendekatan internal, dengan memanfaatkan guru yang lebih
berpengalaman sebagai pelatih, pendekatan eksternal, dengan mengirimkan guru
untuk mengikuti pelatihan ataupun studi lanjut, dan dengan pendekatan
kemitraan melalui kerjasama antara perguruan tinggi dan sekolah. “Prinsip
kolaborasi juga dapat dilakukan antar sesama guru dalam satu sekolah, hal ini
dapat menjadi ajang yang efektif untuk meningkatkan mutu guru”.
(http//www.pkabnowpress.com/2012/12/19/ model dan pembelajaran
berorientasi kompetensi siswa, diakses 19 Desember 2012).
Program pengembangan kemampuan profesional guru, sarana program
mengacu pada standar kemampuan profesional atau standar kompetensi guru
sesuai dengan jalur dan pendidikan. Jadi pola pengembangan kemampuan
profesional guru mengacu pada efektivitas pengembangan Sumber Daya
Manusia yang dilakukan berdasarkan tahapan perencanaan, dan evaluasi.
Pengembangan dilihat dari tahapan perencanaan berarti tingkat kesesuaian
antara pencapaian hasil dengan tujuan yang direncanakan dari proses yang
terencana untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan keterampilan mengajar
dengan mendidik siswa.
Pengembangan dilihat dari tahapan evaluasi meliputi kriteria penilaian
terhadap reaksi peserta, pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran
perubahan perilaku dan kinerja serta hasil perbaikan terukur pada individu dan
organisasi. Evaluasi merupakan tolok ukur efektivitas pengembangan
profesional guru yang telah dilaksanakan. Untuk mengetahui efektivitas
pelaksanaan pengembangan dalam PLPG yang telah berjalan, maka perlu
dilakukan penelitian mengenai persepsi instansi- instansi yang terlibat dalam
kegiatan tersebut. Dengan demikian, proses persepsi persepsi terhadap PLPG
berawal dari penilaian yang diberikan seseorang terhadap apa yang dilihat dan
dirasakan tentang pelaksanaan PLPG dan dipengaruhi oleh informasi baru yang
didapatnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif untuk menentukan
variabel yang akan diteliti. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Suharsimi
Arikunto (2003:23) yang mengatakan bahwa: “Pendekatan adalah metode atau
cara mengadakan penelitian, juga menunjukkan jenis dan tipe penelitian”. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif karena hanya ingin mendeskripsikan tentang:
Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG) pada Rayon 101 Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Suharsimi Arikunto (2003:310) bahwa: “Penelitian
deskripsi tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, akan tetapi hanya
menggambarkan suatu variabel, gejala, atau keadaan”.
3.2. Lokasi Penelitian dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan pada UPTD Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh
Utara, sedangkan yang menjadi sumber datanya adalah adalah guru Pendidikan
Kewarganegaran yang telah mengikuti sertifikasi baik yang telah lulus maupun
belum lulus dalam Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) pada Rayon 101
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Gambaran umum tentang UPTD Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh
Utara diawali dari
3.3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah guru yang telah mengikuti sertifikasi
baik yang telah lulus maupun belum lulus dalam Pendidikan Latihan Profesi
Guru (PLPG) pada Rayon 101 Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada
UPTD Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara yang berjumlah 53 orang.
Sedangkan yang menjadi sumber datanya adalah guru Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) pada UPTD Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara
yang berjumlah 7 orang.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrumen
wawancara. Wawancara secara mendalam dilakukan dengan semua guru
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada UPTD Tanah Jambo Aye Kabupaten
Aceh Utara untuk memperoleh informasi tentang: Persepsi Guru terhadap
Pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) pada Rayon
101 Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
3.5. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul melalui wawancara langsung dengan informan,
selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan
mendeskripsikan tentang: Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) pada Rayon 101 Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
A. Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG)
1. Sudah atau belumnya guru mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG).
Sudah atau belumnya guru mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG), dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan 7
orang guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Zk, Hn, In, MI, Sb, dan Zl
menjawab bahwa: “Sudah mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG)” dan Aldilawati menjawab bahwa: “Sudah, sangat baik sekali
dan dapat menambah ilmu bagi guru, kalau bisa ada peningkatan lagi bagi guru
kelas atau guru bidang studi”.
2. Persepsi guru terhadap pelaksanaan program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG).
Persepsi guru terhadap pelaksanaan program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG), dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan 7
orang guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Zk menjawab bahwa:
“Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) berjalan dengan baik,
walaupun sedikit melelahkan”, Hn menjawab bahwa: “Sangat menyenangkan
karena bertambah pengalaman”, Al menjawab bahwa: “Baik sekali karena
menambah pengetahuan bagi para guru untuk mengetahui bagiaman menjadi
guru yang profesional dalam memberikan pelajaran”, In menjawab bahwa:
“Alhamdulillah, untuk jurusan kami Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) sudah sangat baik,
kami mendapatkan banyak penambahan pengetahuan di Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG). Hanya kadangkala ada instruktur kita yang
kurang bersahabat, sehingga ada di antara kawan kami yang tidak berani untuk
tampil peer teaching, mudah-mudahan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) untuk yang akan datang para instruktur kami bisa lebih memahami
keadaan para peserta, sehingga kawan-kawan kita bisa berani tampil”, MI
menjawab bahwa: “Dalam program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) banyak sekali peningkatan tentang latihan profesi seorang guru,
sehingga meningkatkan kualitas guru”, Sb menjawab bahwa: “Sangat bagus
karena bisa meningkatkan kualitas guru”, dan Zl menjawab bahwa: “Bagi saya
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) adalah suatu program yang
sangat baik dan tepat bagi setiap guru karena di Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG) banyak ilmu-ilmu baru yang kita dapatkan dan di sana kita bisa
mengingat kembali ilmu-ilmu bidang studi yang kita ampu”.
3. Kesetujuan guru terhadap program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG).
Kesetujuan guru terhadap program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG), dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan 7 orang guru
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Zk menjawab bahwa: “Setuju, karena
dengan adanya program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) itu guru
dilatih untuk menjadi guru yang profesional”, Hn menjawab bahwa: “Sangat
setuju dengan adanya program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)”,
Al menjawab bahwa: “Setuju, pada saat diberikan pelatihan kita bisa saling
tukar pendapat kepada guru yang lain yang selain daerah kita sendiri untuk
saling berbagi dan memperbaiki di mana ada kelemahan dalam memberikan
pelajaran kepada siswa”, In dan Sb menjawab bahwa: “Ya, setuju dengan
adanya program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)”, MI menjawab
bahwa: “Sangat setuju dengan adanya program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG)”, dan Zl menjawab bahwa: “Sangat setuju dan kalau bisa setiap 3
tahun sekali setiap guru wajib ikut Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) dan bagi yang tidak lulus ada baiknya mereka itu dibina kembali”.
4. Kinerja guru yang telah lulus program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG).
Kinerja guru yang telah lulus program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG), dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan 7 orang guru
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Zk menjawab bahwa: “Setelah lulus
program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) kinerja guru menjadi
meningkat”, Hn menjawab bahwa: “Sudah ada kemajuan dibandingkan dengan
sebelum adanya program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)”, Al
menjawab bahwa: “Bagus sekali, karena sudah bisa mengajarkan kepada siswa
metode-metode yang kita dapatkan di Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG), kalau boleh setelah dilaksanakan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) paling lama satu tahun para guru bisa dipanggil kembali untuk diberi
pelatihan kembali sambil melihat hasil yang sudah dijalankan selama satu
tahun”, In menjawab bahwa: “Berkat adanya Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG) dan telah dinyatakan lulus kinerjanya sudah lebih
membaikdibandingkan dari sebelumnya”, MI menjawab bahwa: “Secara
umum, guru-guru yang sudah mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) ataupun latihan profesi guru itu sangat banyak menambah pengetahuan
dan cara mendidik”, Sb menjawab bahwa: “Ada perubahan kinerja guru”, dan
Zl menjawab bahwa: “Dalam proses belajar mengajar guru-guru yang sudah
mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) banyak
mengalami perkembangan walaupun masih ada satu atau dua guru”.
5. Ada tidaknya terjadi peningkatan kualitas pembelajaran oleh guru yang telah
lulus program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Ada tidaknya terjadi peningkatan kualitas pembelajaran oleh guru yang
telah lulus program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), dari hasil
wawancara yang peneliti lakukan dengan 7 orang guru Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn), Zk menjawab bahwa: “Ya, terjadi peningkatan
kualitas pembelajaran oleh guru yang telah lulus program Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG)”, Hn menjawab bahwa: “Sangat meningkat, hal
ini terlihat pada saat siswa belajar”, Al menjawab bahwa: “Ya, setelah
melaksanakan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) mutu
pembelajaran bagi siswa sudah meningkat”, In menjawab bahwa: “Ya,
sekarang sudah meningkat mutu pembelajaran bagi siswa”, MI menjawab
bahwa: “Ya, sangat menentukan peningkatan seorang guru”, Sb menjawab
bahwa: “Iya, karena peserta didik mampu mengekspresikan kemampuannya
dalam belajar berkelompok”, dan Zl menjawab bahwa: “Ya, ada kualitas
mereka biasanya di atas rata-rata guru yang belum mengikuti Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG) walaupun masih ada guru yang kualitasnya
masih sama seperti sebelum mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG).
B. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
1. Pembaharuan kinerja guru dalam proses pembelajaran setelah lulus program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Pembaharuan kinerja guru dalam proses pembelajaran setelah lulus
program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), dari hasil wawancara
yang peneliti lakukan dengan 7 orang guru Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn), Zk menjawab bahwa: “Setiap saat guru memperbaharui kinerja dalam
proses pembelajaran setelah lulus program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG)”, Hn menjawab bahwa: “Ya, kita harus menggunakan metode-
metode lain yang mudah dimengerti oleh siswa”, Al menjawab bahwa: “Ya,
kita melihat keadaan siswa”, In menjawab bahwa: “Ya, pasti karena kita
melihat kondisi siswa”, MI menjawab bahwa: “Ya, kami selalu memperbaharui
metode-metode, sehingga pelaksanaan pembelajaran mencapai tujuan”, Sal
menjawab bahwa: “Iya, supaya peserta didikpun berkualitas”, dan Zl
menjawab bahwa: “Ya, agar siswa kita tidak jenuh dengan metode yang kita
pakai”.
2. Tujuan pembaharuan kinerja guru mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG).
Tujuan pembaharuan kinerja guru mengikuti program Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG), dari hasil wawancara yang peneliti lakukan
dengan 7 orang guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Zk menjawab
bahwa: “Mau mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
karena guru dilatih untuk lebih baik lagi dalam proses pembelajaran”, Hn
menjawab bahwa: “Ya, karena dengan program Pendidikan dan Latihan
Program Profesi Guru (PLPG) diajarkan cara mengajar yang tidak
membosankan siswa”, Al menjawab bahwa: “Ya, karena dengan mengikuti
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) pembelajaran di sekolah sudah
meningkat”, In menjawab bahwa: “Ya, mau karena bisa menambah
pengetahuan bagi guru, sehingga guru yang profesional dalam memberikan
pelajaran”, MI dan Sb menjawab bahwa: “Iya, terjadi pembaharuan kinerja
guru dengan adanya program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)”,
dan Zl menjawab bahwa: “Ya pasti, karena dengan Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG) kita dapat mengambangkan ilmu dan pribadi kita”.
3. Tujuan finansial guru mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG).
Tujuan finansial guru mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG), dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan 7 orang guru
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Zk menjawab bahwa: “Tentu saja mau,
karena untuk mendapatkan insentif yang lebih tentunya seorang guru harus
mempunyai kinerja yang lebih baik”, Hn menjawab bahwa: “Ya, dengan
adanya insentif proses belajar mengajar bisa lancar”, Al menjawab bahwa:
“Ya, selain ilmu bertambah dan termotivasi dengan insentif yang berlebih
daripada yang sebelumnya”, In menjawab bahwa: “Sudah pasti, tapi yang
sangat berharga lagi adalah ilmu”, MI menjawab bahwa: “Ya, karena gaji
masih kurang”, Sb menjawab bahwa: “Tidak, pelatihan tersebut untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar”, dan Zl menjawab bahwa:
“Ya, dengan insentif ini guru dapat meningkatkan ekonomi keluarga sekaligus
dapat menyediakan alat-alat untuk mendukung proses belajar mengajar”.
4. Tujuan profesional guru mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG).
Tujuan profesional guru mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG), dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan 7
orang guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Zk menjawab bahwa: “Mau,
karena dengan program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) tersebut
seorang guru dilatih untuk bisa menjadi guru yang profesional”, Hn menjawab
bahwa: “Ya, keprofesionalitas sangat diperlukan oleh seorang guru”, Al
menjawab bahwa: “Ya, karena sekarang guru dituntut harus profesional dalam
memberikan pelajaran”, In menjawab bahwa: “Ya, itulah yang paling utama
menjadi pendidik yang profesional”, MI dan Sb menjawab bahwa: “Iya,
dengan adanya program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dapat
meningkatkan profesionalitas guru”, dan Zl menjawab bahwa: “Pasti, karena
keprofesionalitas seorang guru sangat dituntut dalam proses belajar mengajar”.
5. Tujuan peningkatan status sosial guru mengikuti program Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG).
Tujuan peningkatan status sosial guru mengikuti program Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG), dari hasil wawancara yang peneliti lakukan
dengan 7 orang guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Zk menjawab
bahwa: “Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) tersebut bukan untuk
meningkatkan sosial dalam masyarakat, tetapi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dan kualitas tenaga pendidik”, Hn menjawab bahwa: “Bukan, tetapi
untuk meningkatkan kualitas guru dalam mengajar”, Al menjawab bahwa:
“Tidak, karena mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan menjadi guru yang profesional bukan
meningkatkan status dalam masyarakat”, In menjawab bahwa: “Pasti ya, itu
sebagai tambahan”, MI menjawab bahwa: “Iya, insyaAllah”, Sb menjawab
bahwa: “Tidak, karena pelatihan tersebut untuk meningkatkan kualitas
mengajar seorang guru bukan untuk mengubah status sosial”, dan Zl menjawab
bahwa: “Pasti, dengan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) guru
dapat berinteraksi dengan masyarakat lebih efektif karena di Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG) juga diajarkan cara-cara seorang guru dapat
dengan baik berinteraksi di masyarakat”.
4.2. Pembahasan
A. Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG)
Dari hasil penelitian terungkap bahwa ternyata belum semua guru telah
mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), hanya ada 7
orang yang telah mengikuti dan dinyatakan lulus. Bagi guru-guru yang telah
mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dan
dinyatalan telah lulus mengatakan bahwa program tersebut sangat baik sekali
dan dapat menambah ilmu bagi guru, kalau bisa ada peningkatan lagi bagi guru
kelas atau guru bidang studi.
Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) berjalan dengan
baik, walaupun sedikit melelahkan dirasakan oleh peserta. Program Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dirasakan sangat menyenangkan karena
bertambah pengalaman dan pengetahuan bagi para guru untuk mengetahui
bagiamana menjadi guru yang profesional dalam memberikan pelajaran.
Peserta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) sudah sangat baik,
peserta mendapatkan banyak penambahan pengetahuan di Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG).
Namun demikian, dalam proses pendidikan dan pelatihan tersebut banyak
instruktur yang kurang bersahabat terutama dalam peer teaching, sehingga
banyak peserta yang tidak berani tampil ke depan untuk praktik mengajar.
Mudah-mudahan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) untuk yang
akan datang para instruktur bisa lebih memahami keadaan para peserta,
sehingga mereka bisa berani tampil. Dalam program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG) banyak sekali peningkatan tentang latihan profesi
seorang guru, sehingga meningkatkan kualitas guru.
Semua guru yang telah mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru dan dinyatakan lulus sangat setuju dengan program tersebut
karena guru dilatih untuk menjadi profesional dan bisa saling tukar pendapat
dengan guru-guru yang lain untuk saling berbagi dan memperbaiki di mana ada
kelemahan dalam memberikan pelajaran kepada siswa. Setelah lulus program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) kinerja guru menjadi meningkat.
Guru-guru sudah ada kemajuan dibandingkan dengan sebelum adanya program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) karena sudah bisa mengajarkan
kepada siswa metode-metode baru dan kinerja mereka sudah lebih membaik
dibandingkan dari sebelumnya. Secara umum, guru-guru yang sudah mengikuti
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) ataupun latihan profesi guru itu
sangat banyak menambah pengetahuan dan cara mendidik.
Dalam proses belajar mengajar guru-guru yang sudah mengikuti program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) banyak mengalami
perkembangan walaupun masih ada satu atau dua guru yang masih terbawa
dengan strategi dan metode mengajar yang lama. Melalui program Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG) terjadi peningkatan kualitas pembelajaran
oleh guru, hal ini terlihat pada saat siswa belajar. Walaupun masih ada guru
yang kualitasnya masih sama seperti sebelum mengikuti program Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) sangat diperlukan dalam
meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia dalam suatu
lembaga pendidikan. PLPG juga penting untuk membantu meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia dengan lebih baik. Selain itu PLPG akan
membawa keuntungan bagi lembaga pendidikan, sehingga akan tercipta
tenaga-tenaga pendidik yang profesional serta berkompetensi pada bidangnya
masing-masing.
Profesi guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik yang relevan
dengan mata pelajaran yang diampunya dan menguasai kompetensi
sebagaimana dituntut oleh undang-undang guru dan dosen. Marimba dalam
Tafsir (200:107) mengatakan bahwa: “Pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh pendidk terhadap perkembangan jasmani dan
rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”. Namun
demikian, Edwards Deming dalam Tjiptono (2005:215) mengatakan bahwa:
”Apabila pelatihan terlalu difokuskan pada aplikasi langsung merupakan
pandangan yang keliru. Berbagai macam pembelajaran dapat memberikan
keuntungan yang tidak dapat diprediksi”.
B. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
Setiap saat guru memperbaharui kinerja dalam proses pembelajaran
setelah lulus program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dengan
menggunakan metode-metode terbaru yang mudah dimengerti oleh siswa.
Keinginan guru mengikuti program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) karena guru dilatih untuk lebih baik lagi dalam proses pembelajaran.
Mereka melalui program Pendidikan dan Latihan Program Profesi Guru
(PLPG) diajarkan cara mengajar yang tidak membosankan siswa. Oleh karena
itu, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) bisa menambah pengetahuan
bagi guru, sehingga guru yang profesional dalam memberikan pelajaran.
Selain untuk meningkatkan profesionalisme, guru mau mengikuti
program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) karena untuk
mendapatkan insentif yang lebih tentunya seorang guru harus mempunyai
kinerja yang lebih baik.
Melalui program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) tersebut
seorang guru dilatih untuk bisa menjadi guru yang profesional karena
keprofesionalitas sangat diperlukan oleh seorang guru. Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG) tersebut bukan untuk meningkatkan sosial dalam
masyarakat, tetapi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas tenaga
pendidik. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) guru dapat berinteraksi
dengan masyarakat lebih efektif karena di Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) juga diajarkan cara-cara seorang guru dapat dengan baik berinteraksi
di masyarakat.
Menurut Wahjosumidjo (2002:381) arti pendidikan dan pelatihan dapat
dirumuskan sebagai: ”Suatu program kesempatan belajar yang direncanakan
untuk menghasilkan anggota atau staff demi memperbaiki penampilan
seseorang yang telah mendapatkan tugas menduduki jabatan”. Pendidikan dan
pelatihan merupakan bentuk pengembangan sumber daya manusia yang amat
strategis. Sebab dalam program pendidikan dan pelatihan selalu berkaitan
dengan masalah nilai, norma, dan perilaku individu dan kelompok. Program
pendidikan dan pelatihan selalu direncanakan untuk tujuan-tujuan seperti
pengembangan pribadi, pengembangan profesional, pemecahan masalah, dan
motivasi.
Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu upaya pengembangan
sumber daya manusia, yang harus dilakukan secara berkesinambungan.
Terutama pendidikan dan pelatihan bagi guru, karena guru merupakan salah
satu komponen terpenting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, dimana
saat ini guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam proses
pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini W. Robert Houston dalam Rostiyah
(1989:4) memberikan pengertian kompetensi sebagai: “Suatu tugas yang
memadai, atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
dituntut oleh jabatan seseorang”.
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
1. Persepsi guru terhadap pelaksanaan program Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG) adalah sangat positif, dimana melalui program Program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) ini guru dapat meningkatkan
kualitas pembelajarannya dan menjadi guru yang profesional sesuai dengan
bidang ilmu yang diajarkannya.
2. Faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap pelaksanaan Program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) adalah peningkatan kualitas
diri, profesionalisme, penerimaan insentif, dan peningkatan status sosial
dalam masyarakat.
5.2. Saran
1. Diharapkan kepada pemerintah agar lebih dapat mengintensifkan pelaksanaan
program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dalam rangka
meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran.
2. Diharapkan kepada guru-guru peserta program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG) agar dapat lebih serius dalam mengikuti proses
pendidikan dan pelatihan tersebut, sehingga apabila mereka telah lulus dapat
melaksanakan proses pembelajaran menjadi lebih baik lagi dari masa
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2012. Pedoman Penulisan Skripsi. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian. (Suatu pendekatan praktis). Jakarta:
Rineka Cipta.
Bafadal, Ibrahim. 2004. Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis
Sekolah: manajemen Perlengkapan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdiknas. 2004. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2005. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Jakrta: Depdiknas.
Depdiknas. 2005. Rencana Strategis 2005-2009 di Bidang Pendidikan. Jakarta:
Depdiknas.
Danim, Sudarwan. 2002. Agenda Pembaruan Sistem pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dirjendikti Depdiknas. 2009. Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2009:Rambu-
rambu Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG).
Fatah, Nanang. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Gunawan. 1996. Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro. Jakarta:
Rineka Cipta.
http: //www.pkabnowpress.com/2012/12/19/model dan pembelajaran berorientasi
kompetensi siswa. Diakses tanggal 19 Desember 2012.
Irianto, Jusuf. 2001. Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pelatihan. Surabaya: Insan
Cendekia.
Jalal, Fasli. 2007. Sertifikasi Guru untuk Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu.
Makalah disampaikan pada seminar pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pragram Pascasarjana Universitas Air Langga, tanggal 28 April 2007 di
Surabaya.
Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. 2003. Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Natawijaya, R. 2002. Struktur Profesi Kependidikan. Bandung: UPI.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber DayaManusia. Jakarta: PT
Asdi Mahasatya.
Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Roestiyah. 1989. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta:PT. Bina Aksara.
Salam, Burhanuddin. 1996. Pengantar Pedagogik, Dasar-dasar Ilmu Mendidik.
Bandung: Rineka Cipta.
Sertifikasi Guru dalam Jabatan. 2012. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi.
Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Sanaky, Hujair A.H. 2005. Sertifikasi dan Profesionalisme Guru di Era Reformasi
Pendidikan. Dalam Jurnal Pendidikan Islam, Jurusan Tarbiyah, Edisi 2 Mei
2005. Yogyakarta: UII.
Syaefuddin, Saud Udin dan Kurniawan. 2003. Pengembangan Profesi Guru.
Bandung: Alfabeta.
Siagian, Sondang P. 1999. Manajemen SDM. Jakarta: Bumi Aksara.
Tafsir, Ahmad. 2000. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam. Yogyakarta: Andi Ofset.
Tilaar, H.A.R. 1999. Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Usman, M.Uzer. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Walgito, Bimo. 2001. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Kencana.
Widoyoko, S. Eko Putro. 2008. Peranan Sertifikasi Guru dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Peningkatan Mutu
Pendidikan melalui Sertifikasi Guru di Universitas Muhammadiyah Purworejo,
tanggal 5 Juli 2008.
Widiadi, Aditya N. 2008. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali
Press.
Wijaya dan Rusyan. 2004. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
W, Frista Artmanda. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas
Media.
Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Pribadi
Nama : Masyithah
NIM : 1006101130019
Tempat/Tanggal Lahir : Meunasah Teungoh, 12 Februari 1983
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pendidikan, Desa Meunasah Teungoh, Pantee Bidari,
A. Timur
2. Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Ibrahim
Nama Ibu : Maimunah
3. Identitas Keluarga
Nama Suami : Ishak
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pendidikan, Desa Meunasah Teungoh, Pantee Bidari,
A. Timur
4. Riwayat Pendidikan
SD Negeri 1 Lhok Nibong, tamat tahun 1995
SMP Negeri 1 Lhok Nibong, tamat tahun 1998
MAN Simpang Ulim , tamat tahun 2001
D-II GPAI Unmuha, tamat tahun 2003
S1 PPKn FKIP Unsyiah, masuk tahun 2010
Demikianlah DAFTAR RIWAYAT HIDUP ini saya buat dengan sebenar-
benarnya agar dapat dipergunakan di mana perlu.
Aceh Utara, 01 Juli 2013
Masyithah
PEDOMAN WAWANCARA
A. Persepsi guru terhadap pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG)
1. Apakah bapak/ibu guru sudah mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru ?
2. Bagaimana menurut bapak/ibu guru pelaksanaan program Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru ?
3. Apakah bapak/ibu guru setuju dengan adanya program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru ?
4. Bagaimana menurut bapak/ibu kinerja guru yang telah lulus program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru dalam proses pembelajaran ?
5. Menurut bapak/ibu guru, apakah terjadi peningkatan kualitas pembelajaran
yang diajarkan oleh guru yang telah lulus program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru ?
B. Faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap pelaksanaan Program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
1. Apakah bapak/ibu guru selalu memperbaharui kinerja dalam proses
pembelajaran ?
2. Apakah bapak/ibu guru mau mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru untuk meningkatkan kinerja dalam proses pembelajaran ?
3. Apakah bapak/ibu guru mau mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru untuk mendapatkan insentif yang berlebih dari pendapatan
sebelumnya ?
4. Apakah bapak/ibu guru mau mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru untuk meningkatkan profesionalitas sebagai seorang pendidik ?
5. Apakah bapak/ibu guru mau mengikuti program Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru untuk meningkatkan status sosial dalam masyarakat ?
top related