pengetahuan bumil # malaria
Post on 04-Aug-2015
268 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia dengan 15 juta kasus dan mengakibatkan 38.000 kematian setiap
tahun (SKRT 2010). Hal itu berarti ada 4 kematian setiap jam atau sekitar 100
kematian setiap hari akibat malaria. Salah satu kelompok yang rentang
terhadap malaria adalah ibu hamil. Malaria dapat mengakibatkan berbagai
dampak negatif terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Malaria
dapat mengakibatkan kematian ibu dan kematian bayi, atau menyebabkan
berbagai komplikasi pada ibu, janin, dan bayi baru lahir. Komplikasi malaria
pada ibu hamil meliputi anemia, demam, hipoglikemia, malaria serebral,
edema paru, dan sepsis. Terhadap janin dalam kandungan, malaria dapat
mengakibatkan berat lahir rendah, abortus/keguguran, kelahiran prematur,
kematian janin dalam kandungan (intra-uterine fetal death, IUFD),
gangguan/hambatan pertumbuhan janin (intra-uterine growth retardation,
IUGR), dan malaria bawaan. Hasil penelitian WHO pada tahun 2009
menunjukkan angka kejadian malaria pada ibu hamil sebanyak 14%. (1).
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya penurunan
kasusnya terkait dengan komitmen internasional dalam Millennium
Development Goals (MDGs). Malaria masih menjadi permasalahan kesehatan
masyarakat baik ditataran provinsi maupun nasional. Data dari Profil
1
2
Kesehatan Indonesia tahun 2009 menunjukkan bahwa angka kesakitan malaria
tahun 2009, 16,44 per 1000 penduduk dan nilai Crude fatality rate (CFR)
0,68%.
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia dapat dipantau
dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API) untuk daerah
Jawa-Bali dan Annual Malaria Incidence (AMI) untuk luar Jawa-Bali. Pada
tahun 2007 nilai API 0,16‰ dan AMI 19,67%.
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari
genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa dan penularannya
melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria hingga kini
masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia yang utama,
terutama pada negara-negara yang tersebar di kawasan Asia, Afrika dan
Amerika Latin. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
endemisitas tinggi terhadap penyakit malaria.
Sebagian besar kasus malaria yang terjadi adalah kasus malaria
falciparum dan malaria vivax. Malaria falciparum merupakan malaria tropika
dengan masa inkubasi sekitar 12 hari yang sering menyebabkan malaria yang
berat atau malaria otak dengan kematian, sedangkan malaria vivax merupakan
malaria tertiana dengan masa inkubasi antara 12-17 hari (2).
Profil Kesehatan Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2010
menunjukkan nilai AMI sebesar 2,38%. Kejadian kasus malaria klinis tersebut
tersebar di seluruh kabupaten kota di Kalimantan Selatan termasuk kota
Banjarbaru. Kota Banjarbaru membawahi delapan puskesmas pada tahun
2
3
2010, berdasarkan data sekunder yang didapat kasus malaria menempati
urutan ke-5 terbanyak yakni sebanyak 589 kasus (3).
Data laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Cempaka
menunjukkan kejadian kasus malaria klinis yang dinyatakan dalam nilai AMI.
Nilai AMI tahun 2006 adalah sebesar 1,18‰; 2007 mengalami penurunan
menjadi 0,97‰; dan mengalami peningkatan kembali menjadi 1,41‰ pada
tahun 2008 (4).
Berdasarkan Laporan Tahunan Puskesmas Rawat Inap Cempaka pada
tahun 2010 ditemukan kasus malaria pada bulan Januari sampai dengan bulan
Desember tahun 2010 jumlah kasus malaria yang ditemukan terdiri dari 179
kasus malaria klinis, 62 kasus malaria positif yaitu 25 kasus malaria vivax, 32
kasus malaria falcifarum dan 5 kasus malaria mix. Sedangkan pada tahun
2011 ditemukan kasus malaria setiap bulannya, pada Januari-September 2011
ditemukan 124 kasus malaria positif yang terdiri dari 27 kasus malaria vivax,
7 kasus malaria falciparum dan 16 kasus malaria mix. Dan pada data 10
penyakit terbanyak pasien rawat inap cempaka puskesmas rawat inap cempaka
periode januari 2010 sampai dengan januari 2011 penyakit malaria menempati
urutan ke-8 pada 10 penyakit terbanyak tersebut.
Di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Cempaka pada tahun 2009
telah terjadi KLB Malaria yaitu di Kelurahan Cempaka RT. 14 dan 34.
Berdasarkan hasil penyelidikan/investigasi KLB Malaria di Kelurahan
Cempaka yang dilakukan oleh Bidang P2 PL Dinas Kesehatan Provinsi,
3
4
Dinakes Kota/Kab,dan dibantu oleh petugas Puskesmas pada tanggal 6 sampai
10 Mei 2009, ditemukan 2 orang meninggal dunia. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium positif Pf+g (Plasmodium falciparum+gamit) (5).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu hamil terhadap upaya
pencegahan penularan penyakit malaria di wilayah Puskesmas Rawat Inap
Cempaka tahun 2011.
B. Rumusan Masalah
Salah satu kelompok yang rentang terhadap malaria adalah ibu hamil.
Malaria dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap ibu hamil dan
janin yang dikandungnya. Malaria dapat mengakibatkan kematian ibu dan
kematian bayi, atau menyebabkan berbagai komplikasi pada ibu, janin, dan
bayi baru lahir. Hasil penelitian WHO pada tahun 2009 menunjukkan angka
kejadian malaria pada ibu hamil sebanyak 14% (1).
Pada tahun 2011 (data Januari-September) ditemukan kasus malaria
setiap bulannya dan pada data 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap
puskesmas rawat inap cempaka periode Januari 2010 sampai dengan Januari
2011, malaria menempati urutan ke-8 dalam 10 penyakit terbanyak paien
rawat inap tersebut (5).
1. Pernyataan Masalah
Program pemberantasan penyakit malaria di Puskesmas Cempaka telah
dilaksanakan baik di dalam maupun di luar gedung, namun demikian dari
4
5
hasil evaluasi kegiatan masih ditemukan adanya penderita malaria di
wilayah kerja Puskesmas Cempaka.
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan masalah di atas maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
” Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil terhadap upaya
pencegahan penularan penyakit malaria di Puskesmas Rawat Inap
Cempaka tahun 2011? ”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi di atas maka tujuan penelitian adalah:
1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil terhadap Upaya
Pencegahan Penularan Penyakit Malaria di Puskesmas Rawat Inap
Cempaka Tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan upaya
pencegahan penularan penyakit malaria di Puskesmas Rawat Inap
Cempaka Tahun 2011.
b. Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan upaya
pencegahan penularan penyakit malaria di Puskesmas Rawat Inap
Cempaka Tahun 2011.
5
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat aplikatif ( praktis )
Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi Puskesmas dalam rangka
pembinaan dan pengelolaan program pemberantasan penyakit malaria di
Puskesmas Rawat Inap Cempaka.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan teori-teori
yang berhubungan dengan Ilmu epidemiologi dan P2M terutama dalam
pelaksanaan program pencegahan penularan dan pemberantasan penyakit
malaria.
3. Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pentingnya pencegahan penularan dan pemberantasan penyakit malaria
dalam rangka menekan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan
oleh penyakit malaria.
6
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Malaria
1. Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
plasmodium yang termasuk golongan protozoa dan penularannya terjadi
melalui gigitan nyamuk Anopeles yang berada di dalam sel darah merah.
Terdapat empat spesies parasit malaria mempunyai daur hidup di nyamuk
dan manusia yaitu plasmodium falcifarum, plasmodium vivax, plasmodium
malariae, dan plasmodium ovale.
2. Agen (Parasit/Plasmodium)
Malaria merupakan penyakit menular, agen penyebabnya genus plasmodia
family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Di Indonesia dikenal 4 (empat)
macam spesies parasit malaria yaitu P. falciparum penyebab malaria
tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat atau malaria otak
yang fatal, P. vivax sebagai penyebab malaria tertiana, P. malariae sebagai
penyebab malaria quartana, dan P. ovale sebagai penyebab malaria ovale
yang sudah sangat jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya
banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.
Pada penderita malaria dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis
plasmodium, yang disebut infeksi campuran (mixed infection). Infeksi
campuran biasanya paling banyak dua jenis parasit, yaitu campuran antara
7
8
P. falcifarum dengan P. vivax atau P. malariae. Kadang-kadang dijumpai
tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi.
3. Siklus Hidup Plamodium
Siklus hidup Plasmodium dibagi menjadi siklus aseksual yang berlangsung
dalam tubuh manusia disebut skizogoni dan siklus seksual yang berbentuk
sporozoit dalam tubuh nyamuk Anopheles betina yang disebut sporogoni.
a. Siklus Aseksual
Siklus aseksual dimulai jika seseorang digigit nyamuk Anopheles yang
mengandung sporozoit dalam kelenjar ludahnya. Sporozoit akan
masuk ke dalam peredaran darah dalam waktu 30 menit, kemudian
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati, yang selanjutnya
berkembang menjadi skizon hati terdiri dari 10.000-30.000 merozoid
hati. Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung dalam
waktu 2 minggu.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah, siklus ini disebut
sebagai siklus eritrositer. Dalam sel darah merah, parasit berkembang
dari stadium tropozoit sampai skizon yang terdiri dari 8-30 merozoit,
tergantung dari spesiesnya. Proses perkembangan seksual disebut
skizogoni. Setelah 2-3 siklus skizogoni, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah membentuk stadium seksual berubah
menjadi gametosit jantan dan gametosit betina.
b. Siklus Seksual
8
9
Apabila nyamuk menghisap darah yang mengandung gametosit yang
terbagi menjadi gamet jantan dan gamet betina. Kedua gametosit
tersebut melakukan pembuahaan menjadi zigot. Zigot berkembang
menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan
berubah menjadi ookista dan akhirnya menjadi sporozoit dalam waktu
10 hari. Nyamuk yang didalam kelenjar salivanya telah mengandung
sporozoit akan menggigit manusia dan siklus pun berulang (6).
4. Cara Penularan
Penyakit malaria dapat ditularkan melalui dua cara yakni secara alamiah
maupun dengan cara yang tidak alamiah:
a. Secara Alamiah
Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles ke
dalam tubuh manusia. Alur penularan tersebut dapat dilihat pada
gambar 2.1 berikut:
Gambar II.1 Penularan Penyakit Secara Alamiah
Orang sehat digigit nyamuk Anopheles yang mengandung sporozoit,
pada saat ini sporozoit akan masuk ke dalam peredaran darah dan
mengalami siklus aseksual lalu bereplikasi menjadi merozoit sehingga
orang sehat berubah menjadi sakit. Sebagian merozoit akan berubah
9
Orang sehat
DigigitNyamuk malaria
(belum terinfeksi parasit)
Nyamuk malaria(mengandung sporozoit)
Orang sakit malaria
Menggigit
MenjadiMenjadi
10
menjadi gametosit, jika gametosit pada orang sakit terhisap nyamuk,
maka dilanjutkan dengan fase seksual yang terjadi di dalam perut
nyamuk. Di dalam dinding perut nyamuk gametosit berubah menjadi
zigot dan mengalami pembuahan menjadi sprozoit kembali. Kemudian
nyamuk yang di dalam kelenjar ludahnya sudah terdapat sporozoit
akan menggigit orang yang sehat dan siklus pun berulang.
b. Secara Tidak Alamiah
Penularan yang bukan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Berikut
beberapa penularan malaria secara tidak alamiah ada 3 macam yakni:
1) Malaria Bawaan (Kongenital)
Malaria bawaan adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan
karena ibunya menderita malaria. Penularan terjadi melalui tali
pusat atau plasenta.
2) Penularan Secara Mekanik
Penularan secara mekanik adalah infeksi malaria terjadi melalui
transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria, pemakaian
jarum suntik secara bersama-sama pada pecandu narkoba atau
melalui transplantasi organ. Penularan melalui jarum suntik yang
tidak steril. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah
satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang
dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena dengan
menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik
10
11
beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali
pakai (disposeble).
3) Penularan Secara Oral
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada ayam (P. gallinasium),
burung dara (P. relection) dan monyet (P. knowlesi) (7).
5. Gelaja Klinis Malaria
Secara umum orang yang mengalami penyakit malaria akan merasakan
gejala klinis seperti demam, menggigil secara berkala dan sakit kepala.
Kadang-kadang gejala klinis lain seperti badan terasa lemas dan anemia
dan berkeringat, nyeri otot, nafsu makan menurun, mual-mual kadang-
kadang diikuti muntah, sakit kepala berat dan terus-menerus. Dalam
keadaan menahun (kronis) di atas, disertai pembesaran limpa, kejang-
kejang dan penurunan kesadaran. Pada anak, makin muda usia makin tidak
jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah diare dan anemia serta
adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.
Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme (interval tertentu)
terdiri atas 3 stadium yang berurutan yaitu:
a. Stadium dingin (cold stage)
Penderita merasakan dingin dan menggigil, nadi cepat dan lemah, bibir
dan jari pucat/kebiruan, kulit kering, kadang muntah. Pada anak-anak
demam bisa menyebabkan kejang. Stadium ini berlangsung antara 15-
60 menit.
11
12
b. Stadium puncak demam (hot stage)
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa
kepanasan, wajah memerah, kulit kering, nyeri kepala, denyut nadi
kuat, merasa sangat haus, mual hingga muntah. Penderita merasa
sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih.
Stadium ini berlangsung 2-6 jam.
c. Stadium berkeringat (sweating stage)
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, karena gangguan
metabolisme tubuh. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-
kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur
nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada
gejala lain. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
6. Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai
timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi
bervariasi tergantung spesies plasmodium sebagai berikut: P. falcifarum 9-
14 atau 12 hari. P. vivax 12-17 hari atau 15 hari dan P. ovale 16 -18 atau
17 hari dan P. malariae 28 -30 hari.
7. Diagnosis
Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis tanpa
pemeriksaan labolatorium atau melalui pemeriksaan sediaan darah (SD).
Sampai saat ini ‘diagnosis pasti’ malaria berdasarkan ditemukannya
parasit dalam SD secara mikroskopik, sedangkan jika didiagnosis hanya
12
13
berdasarkan gejala dan tanda klinis disebut kasus tersangka malaria atau
malaria klinis (6).
a. Penegakkan diagnosis tanpa pemerikasaan labolatorium:
1) Anamnesis
Sangat penting diperhatikan adalah keluhan utama seperti demam,
menggigil, disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan pegal-
pegal. Adanya riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang
lalu ke daerah endemik malaria, riwayat tinggal di daerah endemik
malaria, riwayat saktit malaria, riwayat mendapat transfusi darah,
dan adanya riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Pada tersangka malaria berat dapat disertai satu atau lebih gejala
seperti gangguan kesadaran, lemah, kejang-kejang, panas yang
tinggi, muntah terus-menerus, tidak dapat makan dan minum, nafas
cepat dan sesak, perdarahan hidung/gusi, warna air seni seperti teh
tua sampai kehitaman.
2) Pemeriksaan Fisik
Saat perabaan atau pengukuran dengan tehrmometer penderita
demam, konjungtiva palpabrae, anemis, pembesaran limpa dan
hati. Pada tersangka malaria berat dapat ditemukan satu atau lebih
tanda klinis antara lain : temperatur aksila 40o C, nadi cepat dan
lemah, penurunan derajat kesadaran tanda dehidrasi (mata cekung,
bibir kering, produksi air seni berkurang.
13
14
b. Penegakkan diagnosis dengan pemerikasaan labolatorium:
1) Pemeriksaaan dengan mikroskop
Pemeriksaan melalui SD tebal dan tipis di puskesmas / lapangan /
rumah sakit untuk menentukan ada tidaknya parasit (positif atau
negatif), dan menentukan spesies/ stadium plasmodium.
Pada penderita tersangka malaria berat perlu diperhatikan adalah
bila pemeriksaan darah pertama negatif, perlu pemeriksaan ulang
setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut. Bila hasil pemeriksaan
SD tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit, maka
diagnosis disingkirkan.
2) Tes diagnostik Cepat
Dalam mekanisme kerjanya mendeteksi antigen malaria dengan
menggunakan metoda imunokromatografi dalam bentuk dipstick.
Tes ini sebagai alternatif pemeriksaan mikroskopik malaria (8).
8. Pengobatan
Pengobatan malaria pada umumnya mengacu pada pedoman World Health
Organitation (WHO) yang disesuaikan dengan status malaria di Indonesia,
serta perkembangan ilmu. Departemen Kesehatan RI sendiri mempunyai
pedoman pengobatan malaria yang diperbaharui sesuai dengan kebutuhan.
Buku pedoman tersebut mencakup pengobatan malaria tanpa komplikasi
maupun malaria berat.
Dalam pengobatan dan tindakan yang dilakukan dalam penanganan
malaria pada umumnya dipengaruhi oleh:
14
15
a. Malaria klinisnya dengan atau tanpa gejala komplikasi
b. Umur penderita yaitu bayi, anak-anak dan dewasa
c. Keadaaan lain penderita yaitu hamil atau menyusui
d. Spesies plasmodium yaitu P. falcifarum, P. vivax, P. malariae, dan P.
ovale atau malaria mix.
e. Tempat tinggal atau tempat terkena infeksi yaitu daerah sensitif atau
resistensi klorokuin atau resistensi multidrugs.
Secara khusus masing-masing obat memiliki kemampuan yang berbeda
tergantung paduan pengobatan yaitu :
a. Malaria falsiparum
Lini I : Artesunate + Amodiaguin + primakuin
Lini kedua : Kina + Terasiklin atau Doksisiklin + Primakuin
b. Malaria vivax dan ovale
Lini pertama : klorokuin + primakuin
Lini kedua : Kina + primakuin
c. Malaria malariae
Klorokuin
d. Malaria mix (malaria faciparum+malaria vivax)
Artesunate + amodiaquin (selama 3 hari) + Primakuin selasma 14 hari
(9).
15
16
9. Pencegahan
Adapun pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan berbagai
cara antara lain:
a. Pencegahan terhadap parasit yaitu dengan pengobatan kemoprolaksis
b. Pencegahan terhadap vektor atau gigitan nyamuk dengan cara :
menggunakan kelambu saat tidur, pemolesan kelambu dengan
insektisida sintetik peretroid, pada malam hari tidak keluar rumah,
mengolesi badan dengan anti gigitan nyamuk, memakai obat nyamuk,
memasang kasa pada ventilasi udara/jendela dan menjauhi kandang
ternak dari rumah.
c. Membunuh nyamuk dewasa (dengan penyemprotan insektisida).
d. Pengendalian secara hayati dengan menebarkan ikan pemakan jentik
pada kolam disekitar rumah atau ditebarkan di mata air melaui anak
sungai, saluran air di sawah.
e. Membunuh jentik dengan menyemprotkan larvasi ditempat perindukan
nyamuk.
10. Pemberantasan Vektor Malaria
Adapun pemberantasan vektor dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yakni:
a. Kimia, penyemprotan rumah dengan insektisida. Penyemprotan rumah
pada prinsifnya memperpendek umur nyamuk. Dengan dibunuhnya
nyamuk, maka parasit yang ada dalam tubuh nyamuk pertumbuhannya
tidak sampai selesai, sehingga penyebarannya dapat terputus.
16
17
b. Biologis, dengan mengubah lingkungan sehingga tidak cocok untuk
tempat perindukan nyamuk atau tempat istirahatnya. Daerah sasaran
biasanya diprioritaskan pada desa fokus tinggi dengan kondisi
lingkungan sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Jenis
kegiatan itu berupa pembersihan lumut di kolam dan genagan air,
pembersihan semak-semak dan lain-lain (7).
B. Pengetahuan Ibu Hamil
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmodjo, 2009).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogers (1974) dalam Notoadmodjo (2009) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang terjadi
proses berurutan yakni :
1. Awereness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini
sikap objek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi .
17
18
4. Trial (coba coba) di mana subyek mulai mencoba untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu mengikuti tahap tahap di atas. Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan bersifat lenggeng (long lasting) sebaliknya apabila perilaku itu
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung
lama (Notoadmodjo, 2009).
Pengetahuan itu sendiri banyak diperoleh dari beberapa faktor antara lain
pendidikan formal. Jadi dalam hal ini pengetahuan sangat erat kaitannya
dengan pendidikan. Dimana diharapkan dengan adanya pendidikan,
pengetahuan seseorang akan lebih baik. Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh di pendidikan formal akan tetapi juga dapat diperoleh
pendidikan non formal (10).
Gerungan (1988) dalam Green (1990), pengetahuan yang diyakini akan
membentuk sikap, yaitu kecenderungan seseorang untuk bertindak. Dengan
demikian antara pengetahuan dan sikap selayaknya konsisten terhadap
perilaku yang muncul. Namun peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan perilaku, namun hubungan positif antara kedua variabel ini
telah diperlihatkan dalam karya tulis terdahulu Cartwright, studi tiga komuniti
18
19
Stanfort terakhir dan di dalam sejumlah penelitian yang dilakukan sampai saat
ini (Green, 1990) (11).
Adapun tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif terdiri dari enam
tingkatan (Notoatmodjo, 2009) yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu
“ tahu “ ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain; menyebutkan, menguraikan, mendenifisikan, menyatakan dan
sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan.
3. Aplikasi (Aplication)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini
dimaksudkan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan sebagainya
di dalam situasi yang lain.
19
20
4. Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk mejabarkan suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.
5. Sintesis (Syntesis)
Menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan
bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria-kriteria yang ditentukan (10).
20
21
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. LANDASAN TEORI
1. Penyakit Malaria pada Ibu Hamil
Wanita hamil pengidap malaria berisiko membahayakan bayi dalam
kandungannya. Ia cenderung rentan memicu gangguan kesehatan pada
bayinya seiring menurunnya kekebalan tubuh. Penyakit malaria
menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, bayi lahir prematur,
kematian di dalam rahim, lahir mati, serta lahir dengan mewarisi penyakit
malaria ibunya saat lahir (kongenital). Bahkan pada kasus tertentu, malaria
menyebabkan pendarahan otak. Dr Jeanne Rini Poespoprodjo SpA(K)
mengungkapkan, malaria merupakan penyakit endemis berat di beberapa
daerah, terutama Indonesia bagian Timur. Survei di wilayah tugasnya,
Timika, 70 persen wanita hamil yang memeriksakan kandungannya positif
mengidap malaria. Kasus ini di daerah ini tergolong berat, mencapai 18
persen (12).
Gejala malaria pada ibu hamil biasanya ditandai dengan sejumlah ciri
seperti anemia berat dengan wajah pucat. Setelah uji laboratorium, mereka
ternyata mengidap parasit plasmodium penyebab malaria. Walau tidak ada
gejala sama sekali, setelah diuji banyak ibu hamil hamil yang ternyata
membawa parasit plasmodium. Dari hasil survei banyak pengidap malaria
yang resisten terhadap obat yang jamak digunakan, seperti klorokuin, SP
21
22
dan vivax dengan tingkat kegagalan sekitar 48-65 persen. Kegagalan obat
kina di atas 50 persen. Sementara pemberian obat artemisine combination
therapy (ACT) terbukti efektif di atas 90 persen. Meski belum ada
penelitian yang mengungkap bahaya ACT pada ibu hamil, namun
memberikannya selama trimester pertama dihindari karena bayi sedang
dalam masa perkembangan. ACT diberikan pada ibu hamil di trisemester
dua dan tiga. Selain pengobatan, upaya pencegahan malaria adalah
memberikan kelambu antiinsektisida pada ibu hamil, dan penyemprotan
dinding dengan antiinsektisida (IRS). Sebesar 80 persen wilayah Indonesia
termasuk daerah endemis yang terbagi dalam kategori berat, sedang, dan
ringan. Hampir separuh penduduk berisiko terkena malaria. Kawasan
endemis tinggi antara lain Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara,
NTT, Sumatera Utara (Kabupaten Nias dan Nias Selatan). Pada 2009,
kasus malaria tercatat 1,14 juta dan 199 ribu di antaranya positif (13).
2. Pencegahan dan Pengobatan
Untuk mencegah dan menanggulangi malaria pada ibu hamil, diperlukan
integrasi program ANC dalam upaya-upaya:
a. Pencegahan dan pengobatan malaria yang memadai pada ibu hamil
diawali dengan kegiatan pendataan ibu hamil dalam Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).
b. Penggunaan kelambu berinsektisida bagi ibu hamil/pasca melahirkan
dan bayinya. Kelambu diberikan pada saat ibu hamil melakukan
pemeriksaan kehamilannya pada triwulan pertama (K1 murni).
22
23
c. Kemudahan akses pelayanan kesehatan yang cepat untuk diagnosis dan
pengobatan malaria.
d. Tanggap darurat terhadap kejadian luar biasa dan kegawatdaruratan
akibat malaria.
e. Peran serta aktif keluarga dan masyarakat dalam pencegahan malaria
pada ibu hamil dan bayi
Dengan pencegahan dan deteksi dini malaria pada ibu hamil serta
penatalaksanaan yang adekuat, diharapkan angka kesakitan maupun
kematian ibu akibat malaria dapat diturunkan. Dengan demikian, derajat
kesehatan ibu hamil di Indonesia sebagai daerah endemis malaria
diharapkan akan semakin meningkat (14).
Diagnosis pasti malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
malaria baik secara mikroskopis (apusan darah tebal dan tipis) maupun
dengan rapid diagnostic test (RDT). Pengobatan malaria hanya dapat
diberikan setelah diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan sediaan
darah. Menurut WHO Guideline on Malaria Treatment (WHP 2006), obat
antimalaria yang aman untuk trimester pertama kehamilan adalah kina.
Klindamisin juga aman, tetapi harus dikombinasikan. Kina juga
merupakan obat pilihan karena paling efektif dan dapat digunakan di
semua masa kehamilan. Sedangkan artemisinin-based combination
therapy (ACT) diberikan pada trimester 2 dan 3. ACT yang digunakan di
Indonesia adalah dihidroartemisinin-piperakuin (DHP) dan kombinasi
artesunat-amodiakuin. Klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin (SP) saat
23
24
ini tidak efektif untuk pengobatan malaria karena adanya peningkatan
resistensi. Sedangkan obat antimalaria yang tidak boleh digunakan selama
kehamilan adalah tetrasiklin, doksisiklin, dan primakuin (15).
Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius bagi
ibu hamil. Ibu hamil lebih berisiko untuk terinfeksi malaria dibandingkan
dengan ibu yang tidak hamil. Prevalensimalaria ibu hamil di dunia
diperkirakan 10%-65%. Ibu hamil yang berada di area endemis di dunia
diperkirakan lebih dari 23 juta orang. Bahaya malaria pada ibu hamil,
selain dapat mengganggu kesehatan ibu seperti anemia, malaria berat
sampai pada keamatian, juga janin yang dikandungnya mengalami
keguguran, kematian janin dalam kandungan, berat badan lahir rendah,
dan lain-lain. Prevalensi malaria ibu hamil di indonesia belum diketahui
pasti karena terbatasnya informasi dan penelitian yang ada (16).
B. HIPOTESIS
Berdasarkan latar belakang dan kerangka konsep yang telah dikemukakan,
maka disusun hipotesis sebagai berikut :
” Ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil terhadap upaya pencegahan
penyakit malaria di Puskesmas Rawat Inap Cempaka Tahun 2011”.
24
25
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Instrumen Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Definisi Opesaional
F. Prosedur Penelitian
G. Teknik
H. Kerangka Konsep dan Hipotesis
3. Kerangka konsep penelitian
Kerangka konsep penelitian sebagaimana pada bagan berikut ini :
Variabel bebas(variabel independent)
Variabelterikat(variabel dependent)
25
Ibu Hamil:
Pengetahuan
Upaya Pencegahan
Penularan
PenyakitMalaria
Pendidikan
Pekerjaan
Umur
Etnik
26
Bagan 2.1. Hubungan pengetahuan ibu hamil terhadap upaya
pencegahan penularan penyakit malaria di Puskesmas Rawat
Inap Cempaka Tahun 2011.
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
26
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode analitik
dengan pendekatan Cross Sectional. Dimana variabel-variabel yang termasuk
faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus
pada waktu yang sama (Notoadmodjo S, 2009) (10).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang diambil dari penelitian ini adalah jumlah kasus malaria
positif di Puskesmas Rawat Inap Kota Banjarbaru pada tahun 2009 yaitu
sebanyak 37 kasus (Puskesmas Rawat Inap Kota Banjarbaru, 2010) (5).
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh
populasi untuk mewakili dari populasi tersebut (DR. Sugiyono, 2006).
Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus sebagai berikut :
N Keterangan : n =
1 + N ( d2 ) n = besar sampel
N = besar populasi
d : tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,05)
(Notoatmodjo S, 2002)
27
28
Berdasarkan rumus tersebut maka dari jumlah populasi yang ada
didapatkan jumlah sampel sebagai berikut :
37 n =
1 + 37 (0,052)
37 n =
1 + 37 ( 0,0025 )
37 n =
1 + 0,925
37 n =
1,0925
n = 34
Jadi jumlah sampel yang akan diambil adalah 34 kasus malaria positif di
wilayah Puskesmas Rawat Inap Cempaka Kota Banjarbaru.
28
29
C. Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan berupa kuesioner dan wawancara. Kuesioner
tersebut merupakan daftar pertanyaan yang dibuat sendiri oleh peneliti dan
disusun secara tertulis dalam rangka pengumpulan data penelitian.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas :
Karakteristik masyarakat
b. Variabel terikat :
Upaya pengobatan penderita malaria
2. Definisi Operasional
Definisi operasional digunakan untuk membatasi ruang lingkup yang
diteliti dan untuk mengarahkan peneliti dalam pengukuran dan
pengembangan instrumen penelitian terdiri dari :
29
30
Tabel 3.1. : Definisi operasional penelitian karateristik masyarakat dalam
upaya pengobatan penderita malaria di Puskesmas Rawat
Inap Cempaka.
VariabelDefinisi
OperasionalCara Mengukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Pengetahuan Gambaran pemahaman apa yang diketahui responden tentang penyakit malaria
Wawancara Kuesioner 1. Tinggi apabila jawaban benar> 75%
2. Rendah, apabila jawaban benar≤ 75%
Ordinal
Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir yang berhasil diselesaikan responden
Wawancara Kuesioner 1.Tinggi,bila (≥ SMP)
2.Rendah,bila (< SMP)
Ordinal
Pekerjaan Aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh penghasilan atau uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya
Wawancara Kuesioner - Tidak bekerja- Bekerja
Nominal
Umur Lama waktu hidup atau merupakan perjalanan hidup yang terus menerus mulai sejak lahir sampai akhir hayatnya.
Wawancara Kuesioner - 0 - 14 tahun- 15 - 49 tahun- > 50 tahun
Ordinal
Jenis kelamin Identitas yang di dapat sejak lahir berdasarkan kodrat kelamin/seksnya.
Wawancara Kuesioner - Laki-laki- Perempuan
Nominal
Upaya pengobatan penderita malaria
Upaya yang dilakukan penderita malaria untuk mengatasi/mencari kesembuhan penyakit melalui
Wawancara Kuesioner - Berobat- Tidak berobat
Ordinal
30
31
pengobatan yang ilmiah/pengobatan medis
E. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yakni :
1. Data Primer :
Data primer yang diperoleh melalui kuesioner, observasi dan wawancara
langsung yang dilakukan terhadap pasein.
2. Data Sekunder :
Data sekunder merupakan faktor pendukung penilitian ini, yaitu data
angka kesakitan penyakit yang diperoleh dari Puskesmas Rawat Inap
Cempaka Kota Banjarbaru.
F. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Editing, yaitu kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner,
apakah jawaban yang ada sudah lengkap dan jelas.
2. Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut
macamnya dengan memberi kode pada masing-masing jawaban menurut
item pada lembar kuesioner.
3. Entry data, yaitu memasukkan data ke dalam media komputer agar
diperoleh data input yang siap diolah.
4. Tabulating, yaitu menyajikan dalam bentuk tabel.
31
32
G. Analisis Data
Data diolah secara manual mulai dari pengumpulan data, pengolahan
data dan melakukan tabulasi data kemudian disusun dalam bentuk tabel dan
diinterpretasikan (Danim, S. 2000).
Selanjutnya data dianalisis dengan bantuan software SPSS for
windows 15.0 dan Epi Info 2000 menggunajan Uji Statistik C-Square untuk
mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel depeden
dengan derajat nilai kemaknaan (α) 0,05. Hipotesis statistik menyatakan
bahwa Ho ditolak bila p < α (0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan
antara variabel independen dengan variabel dependen. (Candra Budiman,
2003).
Apabila data yang asli nantinya tidak memenuhi persyaratan untuk Uji
X2, maka digunakan Fisher exact probability test unutk mendapatkan harga p
(probabilitas). (Siegel, S. 2006).
H. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Rawat Inap Kota
Banjarbaru. Dan untuk waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai
dengan Juni 2010.
I. Biaya Penelitian
32
33
Biaya penelitian ini diperkirakan adalah sebesar Rp. 1.500.000,- (Satu juta
lima ratus ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Pengumpulan data awal Rp. 150.000,-
b. Penyusunan proposal Rp. 250.000,-
2. Pelaksanaan
a. Pengumpulan data Rp. 150.000,-
b. Pengolahan data Rp. 300.000,-
3. Penyusunan skripsi
a. Perbaikan laporan akhir Rp. 200.000,-
b. Penyusunan dan penggandaan Rp. 450.000,-
J U M L A H Rp 1.500.000,-
33
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum
a. Letak Geografis
Puskesmas Rawat Inap Cempaka terletak di Kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka dengan luas wilayah 146,70 Km2, adapun batas-
batas wilayah sebagai berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan : Kecamatan Landasan Ulin
2) Sebelah Selatan berbatsan dengan : Kecamatan Karang Intan
3) Sebelah Timur berbatasan dengan : Kecamatan Banjarbaru
4) Sebelah Barat berbatasan dengan : Kecamatan Bati-Bati
b. Demografi
Tabel 4.1. : Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga dan Jumlah
Penduduk Kecamatan Cempaka Tahun 2008
NO KelurahanLuas
(Km2)
Jumlah
Rumah Tangga
Jumlah
Penduduk
1. Cempaka 80,65 2.478 11.388
2. Sei Tiung 21,50 1.779 7.874
3. Bangkal 27,80 928 3.795
4. Palam 14,75 702 2.946
Jumlah 146,70 5.887 26.003
34
35
Jumlah penduduk yang terbanyak pada kelurahan Cempaka yaitu :
11.387 jiwa dan yang terendah pada kelurahan Palam yaitu : 2.946
jiwa.
2. Hasil Penelitian
Penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare
pada anak umur 1-4 tahun dengan responden ibu yang yang mempunyai
anak umur 1-4 tahun dengan variabel yang diteliti yaitu : umur,
pendidikan, pengetahuan, sikap dan tindakan. Penelitian dilakukan pada
wilayah kelurahan Sei Tiung kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Tahun
2009.
Ada 194 ibu yang mempunyai anak umur 1-4 tahun yang diteliti sebagai
responden dengan data sebagai berikut :
Tabel 4.2. : Identifikasi kejadian diare pada ibu yang mempunyai anak
umur 1-4 tahun di kelurahan Sei Tiung kecamatan
Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
No. Kejadian Diare Jumlah %
1. Diare 67 34,5
2. Tidak diare 127 65,5
Total 194 100
Tabel di atas menggambarkan bahwa dari 194 orang responden yang
anaknya terkena diare sebanyak 67 orang (34,5%) dan yang tidak terkena
diare sebanyak 127 orang (65,5%). Dengan demikian dapat dihitung
prevalensi kejadian diare yaitu 34,5%.
35
36
Tabel 4.3. : Identifikasi responden (ibu yang mempunyai anak umur 1-4
tahun) menurut golongan umur di kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
No. Golongan Umur (tahun) Jumlah %
1. 15 - 20 4 2,1
2. 21 - 25 146 75,3
3. 26 - 40 43 22,2
4. 41 - 65 1 0,5
5. > 65 0 0,0
Total 194 100,0
Tabel di atas menggambarkan bahwa golongan umur responden tertinggi
adalah 41 - 65 dan terendah golongan umur 15 - 20 tahun sedangkan
golongan umur terbanyak adalah 21 – 25 tahun (75,3%) dan paling sedikit
golongan umur 41 – 65 tahun (0,5%).
Tabel 4.4. : Identifikasi responden (ibu yang mempunyai anak umur 1-4
tahun) menurut tingkat pendidikan di kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
No. Pendidikan Jumlah %
1. Tidak sekolah /Tidak tamat SD sederajat 15 7,7
2. Pendidikdan Dasar 173 89,2
3. Pendidikan Menengah 6 3,1
4. Pendidikan Tinggi 0 0,0
Total 194 100,0
36
37
Tabel di atas menggambarkan bahwa paling banyak responden
berpendidikan Pendidikan Dasar yaitu sebesar 89,2% dan paling sedikit
responden berpendidikan SLTA / sederajat yaitu sebesar 3,1% dan
responden yang tidak / tidak tamat SD sederajat masing-masing 7,7%.
Tabel 4.5. : Identifikasi responden (ibu yang mempunyai anak umur 1-4
tahun) menurut tingkat pengetahuan di kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
No. Tingkat pengetahuan Jumlah %
1. Baik 14 7,2
2. Cukup 17 8,8
3. Kurang 163 84,0
Total 194 100,0
Tabel di atas menggambarkan bahwa yang paling banyak adalah
responden dengan kategori kurang untuk tingkat pengetahuan tentang
diare yaitu sebesar 84,0%.
Tabel 4.6. : Identifikasi sikap responden (ibu yang mempunyai anak
umur 1-4 tahun) di kelurahan Sei Tiung kecamatan
Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
No. Sikap responden Jumlah %
1. Positif 124 63,9
2. Negatif 70 36,1
Total 194 100,0
Tabel di atas menggambarkan bahwa responden lebih banyak yang
bersikap positif terhadap penyakit diare (63,9%). Pernyataan sikap
responden dengan kriteria negatif sebanyak 36,1%.
37
38
Tabel 4.7. : Identifikasi tindakan responden (ibu yang mempunyai anak
umur 1-4 tahun) di kelurahan Sei Tiung kecamatan
Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
No. Tindakan responden Jumlah %
1. Baik 45 23,2
2. Kurang 149 76,8
Total 194 100,0
Tabel di atas menggambarkan bahwa lebih banyak responden yang
tindakannya kurang terhadap penyakit diare (76,8%), sedangkan yang
tindakannya baik sebanyak 23,2%.
Analisa dari hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun dengan ibu sebagai responden
kemudian satu per satu variabel yang diteliti (umur, pendidikan,
pengetahuan, sikap dan tindakan) dihubungkan dengan tingkat kejadian
diare melalui uji statistic Chi-Square program SPSS for windows 15.0.
Dan pada hasil uji statistic Chi-Square tersebut terdapat Expected Count
<5 dengan sel > 20% yaitu pada variabel umur yaitu untuk kategori
golongan umur 15-20 dan golongan umur 41-65 serta pada variabel
pendidikan yaitu pada kategori tingkat pendidikan menengah.
Menurut Siegel S (2006) jika terdapat Expected Count <5 dengan sel
>20% atau terdapat Expected Count minimal 1 (satu) sel maka kategori
38
39
tersebut harus digabung dengan kategori terdekat dan data diolah kembali.
Untuk penggabungan kategori pada variabel umur dan pendidikan serta
pengolahan data tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :
Tabel 4.8. : Hubungan umur responden (ibu) dengan kejadian diare
pada anak umur 1-4 tahun di kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
Golongan Umur (tahun)
Kejadian diarepada anak umur 1-4 tahun
Total %Diare %
Tidak diare
%
15 – 25 47 31,3 103 68,7 150 100,0
26 - 65 20 45,5 24 54,5 44 100,0
Jumlah 67 34,5 127 65,5 194 100,0
Chi – Square :Contnuity Correction(a)*Asymp. Sign (2-sided) p-values : 0,121
Hasil di atas diketahui melalui uji Chi-Square bahwa nilai p : 0,121 > 0,05
maka Ho diterima. Berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur
ibu dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun.
Tabel 4.9. : Hubungan pendidikan responden (ibu) dengan kejadian
diare pada anak umur 1-4 tahun di kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
Tingkat Pendidikan
Kejadian diarepada anak umur 1-4 tahun
Total %Diare %
Tidak diare
%
Tidak sekolah/tidak tamat SD sederajat
6 40,0 9 60,0 15 100,0
Pendidikan Dasar dan Menengah
61 34,1 118 65,9 179 100,0
Jumlah 67 34,5 127 65,5 194 100,0
39
40
Chi – Square :Contnuity Correction(a)*Asymp. Sign (2-sided) p-values : 0,857
Hasil di atas diketahui melalui uji Chi – Square bahwa nilai p : 0,857 >
0,05 maka Ho diterima. Berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan ibu dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun.
Tabel 4.10. : Hubungan pengetahuan responden (ibu) dengan kejadian
diare pada anak umur 1-4 tahun di kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
Tingkat Pengetahuan
Kejadian diarepada anak umur 1-4 tahun
Total %Diare %
Tidak diare
%
Baik 8 57,1 6 42,9 14 100,0
Cukup 7 41,2 10 58,8 17 100,0
Kurang 52 31,9 111 68,1 163 100,0
Jumlah 67 34,5 127 65,5 194 100,0
Chi – Square :Pearson Chi-Square*Asymp. Sign (2-sided) p-values : 0,136
Hasil di atas di ketahui melalui uji Chi – Square bahwa nilai p : 0,136 >
0,05 maka Ho diterima. Berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun.
Tabel 4.11. : Hubungan sikap responden (ibu) dengan kejadian diare
pada anak umur 1-4 tahun di kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
Sikap Responden
Kejadian diarepada anak umur 1-4 tahun
Total %Diare %
Tidak diare
%
Positif 40 32,3 84 67,7 124 100,0
40
41
Negatif 27 38,6 43 61,4 70 100,0
Jumlah 67 34,5 127 65,5 194 100
Chi – Square (Asymp. Sign two sided) p-values : 0,465
Hasil di atas di ketahui melalui uji Chi-Square bahwa nilai p : 0,465 >
0,05 maka Ho diterima. Berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
sikap ibu dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun.
Tabel 4.12. : Hubungan tindakan responden (ibu) dengan kejadian diare
pada anak umur 1-4 tahun di kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2009.
Tindakan Responden
Kejadian diarepada anak umur 1-4 tahun
Total %Diare %
Tidak diare
%
Baik 2 4,4 43 95,6 45 100,0
Kurang 65 43,6 84 56,4 149 100,0
Jumlah 67 34,5 127 65,5 194 100,0
Chi – Square (Asymp. Sign two sided) p-values : 0,000
Hasil di atas di ketahui melalui uji Chi-Square bahwa nilai p : 0,000 <
0,05 maka Ho ditolak. Berarti ada hubungan yang bermakna antara
tindakan ibu dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun.
Tabel 4.13. : Ringkasan Hasil Uji Statistik Faktor-faktor yang berhungan
dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun di
kelurahan Sei Tiung kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru
Tahun 2009.
NO. VARIABEL YANG DIUJIp-Values
(two tailed)
41
42
1. Umur Responden 0,121
2. Pendidikan Responden 0,857
3. Pengetahuan Responden 0,136
4. Sikap Responden 0,465
5. Tindakan Responden 0,000
Tingkatan signifikan α = 0,05
Tabel ringkasan di atas menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
umur responden, pendidikan responden, pengetahuan responden dan sikap
responden dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun, tetapi ada
hubungan yang sangat bermakna antara tindakan responden dengan
kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun.
B. Pembahasan
Analisis data dan uji statistik yang dilakukan terhadap ibu yang
mempunyai anak umur 1-4 tahun sebagai responden dengan variabel yang
diteliti yaitu (umur, pendidikan, pengetahuan, sikap dan tindakan) yang
dihubungkan dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun sebagai berikut:
1. Kejadian Diare
Menurut WHO, diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih
dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari
atau lebih (http//www.esp.or.id).
Dalam penelitian ini diagnosa tentang penyakit diare adalah berdasarkan
ketentuan WHO tersebut di atas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
42
43
angka prevalensi diare sebesar 34,5% artinya bahwa setiap 100 responden
terdapat 34 orang anaknya yang terkena diare.
2. Gambaran Responden (Ibu yang mempunyai anak umur 1-4 tahun)
a. Umur
Secara umum responden dengan golongan umur terbanyak adalah
golongan umur 21-25 tahun yaitu sebanyak 146 ibu (75,3%) dan
golongan umur yang paling sedikit adalah golongan umur 41-65 tahun
yaitu hanya 1 orang responden (0,5%). Sementara tidak terdapat
responden untuk golongan umur > 65 tahun.
b. Tingkat Pendidikan
Untuk tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah
Pendidikan Dasar dengan jumlah 173 orang (89,2%). Dan tingkat
responden yang paling sedikit sekaligus sebagai pendidikan tertinggi
dari responden adalah 6 orang tamat SLTA (3,1%). Terdapat
responden yang tidak sekolah atau tidak tamat SD sederajat yaitu 15
orang ibu (7,7%).
c. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan responden tentang penyakit diare yang terbanyak
adalah dengan kategori kurang yaitu sebesar 84,0%. Sementara tingkat
pengetahuan responden dengan kategori baik dan kategori cukup
hanya sebesar 7,2% dan 8,8%.
d. Sikap terhadap penyakit diare
43
44
Untuk sikap responden terhadap penyakit diare banyak yang menunjuk
sikap positif yaitu sebanyak 124 responden atau sebesar 63,9%
sementara responden yang bersikap negative terhadap penyakit diare
adalah sebanyak 70 responden atau sebesar 36,1%.
e. Tindakan terhadap penyakit diare
Tindakan pencegahan terhadap penyakit diare yang terbanyak adalah
dengan kategori kurang yaitu sebanyak 149 responden atau sebesar
76,8% dan tindakan responden dengan kategori kurang terhadap
penyakit diare sebanyak 45 responden atau sebesar 23,2%.
3. Hubungan umur responden dengan kejadian diare pada anak umur 1-4
tahun.
Dalam penelitian ini menjadi 2 (dua) kategori golongan umur karena
penggabungan kategori yaitu ibu umur 25-25 tahun dan ibu umur 26-65
tahun. Karena golongan umur > 65 tahun tidak terdapat responden maka
kategori golongan umur tersebut dihilangkan. Tabel 4.8. menunujukkan
bahwa sebagian besar responden adalah ibu golongan umur 21-25 dengan
anaknya terkena diare sebesar 31,3% dan tidak terkena diare sebesar
68,7%. Pada Ibu golongan umur 26-65 tahun dan anaknya terkena diare
sebesar 45,5% serta tidak terkena diare sebesar 54,5%.
Hasil uji statistik menyatakan bahwa tidak ada hubungan umur dengan
kejadian diare karena nilai p-value = 0,121 > 0,05. Berarti tidak ada
hubungan umur responden golongan 15-25 tahun dengan golongan umur
26-65 tahun terhadap kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun.
44
45
Kecenderungan ini terjadi karena responden yang berumur 15-25 tahun
maupun yang berumur 26-65 tahun mempunyai latar belakang dan
motivasi yang berbeda dalam upaya pencegahan penyakit diare terhadap
anaknya.
4. Hubungan pendidikan responden dengan kejadian diare pada anak umur 1-
4 tahun.
Dalam penelitian ini digunakan 4 (empat) kategori menjadi 2 kategori
karena penggabungan yaitu kategori Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD
sederajat, Pendidkan Dasar dan Menengah.
Tabel 4.9. mengambarkan bahwa pada kategori responden dengan tingkat
pendidikan dasar dan menengah yang anaknya terkena diare sebesar
34,1% serta tidak terkena diare sebesar 65,9%. Dan pada responden yang
tidak sekolah/tidak tamat SD sederajat yang anaknya terkena diare sebesar
40,0% serta tidak terkena diare sebesar 60,0%. Tidak terdapat responden
dengan tingkat pendidikan tinggi (akademi/pendidikan tinggi).
Hasil uji statistik menyatakan tidak ada hubungan pendidikan responden
dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun karena nilai p-value =
0,857 > 0,05. Berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara responden
yang berpendidikan dasar dan menengah dengan responden yang tidak
sekolah/tidak tamat SD sederajat dengan kejadian diare pada anak umur 1-
4 tahun. Kecenderungan ini terjadi karena baik responden yang tidak
sekolah /tidak tamat SD sederajat maupun responden dengan tingkat
45
46
pendidikan dasar dan menengah sama-sama tidak pernah atau sangat
kurang mendapatkan informasi tentang penyakit diare.
5. Hubungan pengetahuan responden dengan kejadian diare pada anak umur
1-4 tahun.
Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) kategori tingkat pengetahuan responden
tentang diare yaitu baik, cukup dan kurang. Tabel 4.10. menggambarkan
bahwa mayoritas tingkat pengetahuan responden tentang penyakit diare di
kelurahan Sei Tiung kecamatan Cempaka kota Banjarbaru adalah kurang
dan anaknya terkena diare sebesar 31,9% serta tidak terkena diare sebesar
68,1%. Sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan cukup dan
anaknya terkena diare sebesar 41,2% serta tidak terkena diare sebesar
58,8%. Pengetahuan baik anaknya terkena diare 57,1% tidak diare 42,9%.
Hasil uji statistik menyatakan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan
responden dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun karena nilai p-
value = 0,136 > 0,05. Ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik maupun kurang baik
dalam hal kejadian diare pada anak umr 1-4 tahun. Hal ini disebabkan
karena sebagian responden tidak mempunyai wawasan pengetahuan yang
memadai tentang penyakit diare. Selain itu juga karena tidak ada
perbedaan dalam hal mengakses informasi khususnya informasi tentang
penyakit diare.
6. Hubungan sikap responden dengan kejadian diare pada anak umur 1-4
tahun.
46
47
Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) kategori yaitu sikap positif dan
sikap negatif. Tabel 4.11. menggambarkan bahwa sebagian responden
telah memiliki sikap yang positif. Pada responden dengan sikap positif dan
anaknya terkena diare sebesar 32,3% serta tidak terkena diare sebesar
67,7%. Sedangkan pada responden dengan sikap negatif dan anaknya
terkena diare sebesar 38,6% serta tidak terkena diare 61,4%.
Hasil uji statistik menyatakan bahwa tidak ada hubungan sikap responden
dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun karena nilai p-value =
0,465 > 0,05. Ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
responden yang memiliki sikap positif dengan responden yang memiliki
sikap negatif dalam hal kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun.
Kecenderungan ini terjadi karena responden memang telah memiliki sikap
yang positif tetapi sikap masih ada dalam fikiran dan tidak dipraktikkan
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sebagaimanan dikatakan oleh
Azwar (2006) yang menegaskan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa
sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan
bagaimana individu bertindak akan tetapi tindakan nyata seringkali jauh
berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh
sikap semata akan tetapi oleh berbagai berbagai faktor eksternal lainnya.
7. Hubungan tindakan responden dengan kejadian diare pada anak umur 1-4
tahun.
Dalam penelitian ini ada 2 (dua) kategori tindakan yaitu kategori baik dan
kurang. Tabel 4.12. menunjukkan bahwa responden dengan tindakan
47
48
kurang baik dan anaknya terkena diare sebesar 43,6% serta tidak terkena
diare sebesar 56,4%. Sedangkan responden dengan tindakan baik dan
anaknya terkena diare hanya sebesar 4,4% serta tidak terkena diare sebesar
95,6%..
Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat bermakna
antara tidakan responden dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun
karena nilai p-value = 0,000 < 0,05. Ini menunjukkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara responden yang tindakannya baik dengan responden
yang tindakannya kurang dalam hal kejadian diare pada anak umur 1-4
tahun.
Hasil jawaban responden terhadap pertanyaan tindakan terhadap
pencegahan dan penanganan penyakit diare menunjukkan bahwa hanya
sebagian kecil responden melakukan tindakan yang baik atau sesuai
kesehatan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan hasil penelitian untuk
variabel tingkat pengetahuan responden yang kurang terhadap penyakit
diare cukup besar yaitu 84,0% sehingga hal tersebut menyebabkan
tingginya tindakan responden yang kurang baik atau tidak sesuai
kesehatan terhadap pencegahan penyakit diare tersebut (76,8%).
Seseorang berperilaku disebabkan oleh karena pengetahuan, kepercayaan
dan sikap yang dimilikinya. Adanya pengetahuan tentang manfaat sesuatu
akan menyebabkan orang mempunyai sikap positif terhadap hal tersebut.
Yang selanjutnya akan mempengaruhi untuk ikut andil dalam kegiatan
tersebut. Niat untuk ikut serta dalam kegiatan ini akan menjadi tindakan
48
49
apabila mendapat dukungan sosial dan tersedianya fasilitas. Bentuk dari
tindakan untuk melaksanakan atau mempraktikkan kegiatan tersebut itulah
yang disebut perilaku. Dan H. L. Blum menyatakan bahwa perilaku
merupakan aspek yang memiliki peranan besar terhadap derajat kesehatan
dibandingkan dengan aspek pelayanan kesehatan dan keturunan
(Notoatmodjo S, 2003).
49
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Prevalensi diare pada anak umur 1-4 tahun di kelurahan Sei Tiung
kecamatan Cempaka kota Banjarbaru tahun 2009 sebesar 34,5%.
2. Umur ibu (responden yang mempunyai anak umur 1-4 tahun) yang
terbanyak adalah antara 21-25 tahun yaitu sebesar 75,3%.
3. Tingkat pendidikan ibu paling banyak adalah Pendidikan Dasar (SD
sederajat dan SLTP sederajat) yaitu sebesar 89,2%.
4. Tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit diare paling banyak adalah
kategori kurang yaitu sebesar 84,0%.
5. Ibu yang memiliki sikap positif terhadap penyakit diare sebesar 63,9%
sedangkan yang memiliki sikap negatif terhadapa penyakit diare sebesar
36,1%.
6. Tindakan ibu terhadap pencegahan diare yang terbanyak adalah tindakan
dengan kriteria kurang yaitu sebesar 76,8% sedangkan yang tindakannya
baik terhadap cara pencegahan diare sebesar 23,2%.
7. Tidak ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian diare pada anak
umur 1-4 tahun (p-Value = 0,121 di atas 0,005 berarti Ho diterima)
8. Tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada
anak umur 1-4 tahun (p-Value = 0,857 di atas 0,05 berarti Ho diterima)
50
51
9. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan dengan kejadian diare
pada anak umur 1-4 tahun (p-Value = 0,136 di atas 0,05 berarti Ho
diterima)
10. Tidak ada hubungan antara sikap ibu dengan kejadian diare pada anak
umur 1-4 tahun (p-Value = 0,465 di atas 0,05 berarti Ho diterima)
11. Ada hubungan antara tindakan ibu dengan kejadian diare pada anak umur
1-4 tahun (p-Value = 0,000 di bawah 0,05 berarti Ho ditolak).
B. Saran
1. Bagi Responden (Ibu)
Karena tindakan sangat berpengaruh sekali terhadap kejadian diare maka
diharapkan agar responden berperilaku hidup bersih sehat terutama dengan
selalu mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada 5 (lima) waktu
penting (setelah buang air besar, setelah membersihkan anak dari berak,
sebelum memegang bayi, sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan)
dan menjaga kebersihan lingkungannya.
2. Bagi Instansi
Karena faktor resiko utama kejadian diare disebabkan karena perilaku dan
lingkungan maka bagi instansi yang terkait diharapkan lebih meningkatkan
penyuluhan dan promosi kesehatan tentang penyakit pencegahan penyakit
diare dan perbaikan sanitasi lingkungan.
51
52
3. Bagi Peneliti lain
a. Kecenderungan adanya faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh
terhadap kejadian diare disarankan agar faktor-faktor tersebut dapat
dijadikan sebagai penelitian selanjutnya.
b. Untuk membuktikan bahwa faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan kejadian diare pada anak umur 1-4 tahun, maka diperlukan
penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar.
52
top related