pengaruh moral disengagement dan iklim sekolah...
Post on 22-Aug-2019
274 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH MORAL DISENGAGEMENT DAN IKLIM
SEKOLAH TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA
PELAJAR SMA DI JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Yasmin Nadhifa
NIM : 1113070000072
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H /2018 M
PENGARIIH MORAL DISENGAGEMENTDAN U<T,I]\NSEKOLAH TERIIADAP PERILAKU BULLYING PADA {
PELAJAR SMA DI JAKARTA
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Pemyeraten Memperoleh
Gelar Sariane Psikologi (S.Psi)
Oleh:Yasmin Nadhifa
MM: 1113070fim072
Pembimbing
Dr. Risetienti Koboakine. M.SiI\[DN.20150rc7 W
rAKUL'TAS PSIKOLOGIUNTVERSITAS ISLAM I\Tf,GERI SYARIF IIIDAYATTJLLAII
JAKARTA14391112018 M
l
. r1
H
ffi
','.'
LEMBAR PENGESAHAN
(
Skripsi berjudul *PENGARUH MORAL DISENGAGEMENT DAI\[ IKLIMSEKOLAH TERIIADAP PERILAKU BALLYING PADA PELAJAR SMA
DI JAKARTA" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 31 Mei 2018.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta",3l Mei 2018
Sidang Munaqasyah
Dekan/Ketua Merangkap Anggota
NrP. 19590430 198603 I 016
Wakil Dekan/ I
WAnggotaDr. Abdul Rahman Shaleh. M.SiNrP. 19720823 199903 l 002
Anggota
Dr. Risatianti Kolopakine. M.SiNIDN. 20150167 02
Drs. Rachmat Mulvono. M.Si. PsikologNIP. 19650220199903 I 003
ffi
Prof. Dr. Abdut MNIP. 196806141
Bahrtrl Hayat. Ph.I)
1.
LEMBAR PER}IYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (Sl) di Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai de,ngan ketentuan yang berlaku
Jika di kemudian hari terbuki bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, April2018
Yasmin NadhifaNIM: 1113070000072
3.
lv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
”ALLAH MAKES IT POSSIBLE”
”DO NOT LOSE HOPE, NOR BE SAD.”
Persembahan:
Skripsi ini kupersembahkan untuk mamaku, papaku,
adikku, sahabat dan teman-temanku yang selalu
mendo’akan dan mendukungku♥
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) April 2018
C) Yasmin Nadhifa
D) Pengaruh Moral Disengagement dan Iklim Sekolah terhadap Perilaku Bullying
pada Pelajar SMA di Jakarta
E) XII + 100 halaman + lampiran
F) Bullying di sekolah merupakan suatu fenomena yang sudah ada sejak lama
dan suatu hal yang merusak tetapi hal ini sering terjadi khususnya di kalangan
remaja. Kasus ini telah lama terjadi di Indonesia dan mengalami peningkatan
di beberapa tahun belakangan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
mencegah bullying terjadi mengingat dampak yang akan ditimbulkan baik
bagi pelaku maupun korban. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
moral disengagement dan iklim sekolah terhadap perilaku bullying.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan total sampel yang
digunakan berjumlah 240 pelajar di SMAN 3 Jakarta. Dalam penelitian ini
menggunakan teknik non-probability sampling. Penulis menggunakan alat
ukur Olweus Bully/Victim Questionnaire (OBVQ) yang dikembangkan oleh
Gonçalves et al. (2016) untuk mengukur perilaku bullying, Moral
Disengagement Scale (MDS) yang dikembangkan oleh Hymel et al. (2005)
untuk mengukur moral disengagement dan Comprehensive School Climate
Invetory (CSCI) yang dikembangkan oleh NSCC (2015) untuk mengukur
iklim sekolah. Untuk menguji validitas alat ukur menggunakan teknik
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan Multiple Regression Analysis
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga dimensi yang
berpengaruh signifikan terhadap perilaku bullying, yaitu cognitive
restructuring, blaming/dehumanizing the victim, dan safety yang mendukung.
Hasil uji hipotesis minor menguji empat dimensi dari variabel moral
disengagement dan diperoleh dua dimensi yang berpengaruh tidak signifikan
yaitu minimazing agency dan distortion of negative consequences. Kemudian
hasil uji hipotesis minor menguji empat dimensi dari variabel iklim sekolah
dan diperoleh tiga dimensi yang berpengaruh tidak signifikan, yaitu teaching
and learning, interpersonal relationship, dan institutional environment.
Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan
dikembangkan pada penelitian selanjutnya dengan menambahkan variabel-
variabel lainnya.
G) Bahan bacaan: 51; buku : 10 + jurnal 35 + internet: 6
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) April 2018
C) Yasmin Nadhifa
D) The Effect of Moral Disengagement and School Climate on Bullying Behavior
among High School Students in Jakarta
E) XIII + 100 pages + appendix
F) Bullying in school is a phenomenon that has existed for a long time and a
destructive thing but this often happens especially among adolescent. Bullying
has long been happening in Indonesia and a few years ago. Therefore, efforts
are needed to prevent bullying from occurring given the impact that will be
generated for both the perpetrator and the victim.
This study aims to highlight the moral disengagement and school climate of
bullying behavior. This research uses quantitative approach with total sample
used amounted to 240 students in SMAN 3 Jakarta. In this research using non-
probability sampling technique. The author uses the Olweus Bully / Victim
Questionnaire (OBVQ) measuring instrument developed by Gonçalves et al.
(2016) to measure bullying behavior, Moral Disengagement Scale (MDS)
developed by Hymel et al. (2005) to measure the moral disengagement and
Comprehensive School Climate Invetory (CSCI) developed by the NSCC
(2015) to measure the school climate. To test the validity of measuring
instruments using Confirmatory Factor Analysis (CFA) and Multiple
Regression Analysis techniques used to test the research hypothesis.
The results of this study indicate that there are three dimensions that
significantly effect the behavior of bullying, there are cognitive restructuring,
blaming / dehumanizing the victim, and safety. The result of minor hypothesis
is four dimensions of the moral variables disengagement and obtained two
dimensions that have no significant effect there are minimazing agency and
distortion of negative consequences. Then the result of minor hypothesis is
four dimension of school climate variable and obtained three dimension which
have not significant effect, there are teaching and learning, interpersonal
relationship, and institutional environment. The authors hope the implications
of the results of this study can be reviewed and developed in subsequent
research by adding other variables
G) Reference: 51; books : 10 + journals : 35 + internets 6
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan penulis berbagai macam nikmat di antaranya nikmat iman dan
islam serta sehat wal afaiat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan lancar dan tepat pada waktunya.
Pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah membantu penulis baik secara materi, tenaga ataupun moril, maka dari
itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Dr. Abdul
Rahman Shaleh, M. Si, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajarannya yang telah memfasilitasi mahasiswa dalam rangka menciptakan
lulusan yang berkualitas.
2. Ibu Dr. Risatianti Kolopaking, M.Si, Psi, selaku dosen pembimbing skripsi
dam dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis,
memberikan motivasi dan memberikan penulis banyak masukkan selama
menyelesaikan skripsi.
3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu
yang berharga kepada penulis. Dan untuk seluruh staf Fakultas Psikologi UIN
Jakarta yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi penulis.
4. Kepada seluruh siswa-siswi SMAN 3 Jakarta yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk menjadi responden pada penelitian ini.
5. Kepada kedua orangtua penulis, Papa dan Mama yang tanpa henti
memanjatkan doa di setiap ibadahnya, kasih sayang yang tulus, serta
memberikan segala dukungan dan pengorbanan untuk penulis. Terima kasih
sudah menjadi pendengar dan penasihat yang baik atas segala suka duka yang
penulis lewati selama menyelesaikan skripsi ini.
ix
6. Kepada keluarga penulis Uqi, Kevan, Alif, dan Nenek yang telah memberikan
kasih sayang, motivasi agar penulis segera menyelesaikan skripsi ini, nasihat
dan segala kebahagiaan yang diberikan kepada penulis.
7. Untuk sahabat-sahabat tersayang semasa perkuliahan Muhammad Arafat,
Amelia Saraswati, Dian Sinurat, Dona Dwiyanti, Syifa Shafira, dan Adisristi
Anindyajati. Terima kasih atas segala kasih sayang, canda, tawa, motivasi
serta bantuan tiada henti yang diberikan selama ini dan selalu ada baik dalam
keadaan suka maupun duka.
8. Kepada teman-teman penulis Dinda, Abel, Widya, Gina, Raudah, Hanifah
Kak Iki, Kak Fei dan Kak Idek, yang telah memberikan bantuan dan dukungan
kepada penulis. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.
9. Sahabat-sahabat penulis Syifa Satria, Nadia Desrina, Nadia Zafira, dan
sahabat-sahabat penulis lainnya yang telah memberikan semangat dan
kebahagiaan. Terima kasih atas segala bantuan psikologis dan motivasinya.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. terima kasih telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga segala bantuan, dukungan,
dan do’anya kepada saya, dibalas Allah dengan kebaikan yang berlimpah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat banyak sekali
kekurangan dan kesalahan, oleh karenanya penulis mengharapkan dapat
disampaikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan
penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri ataupun
orang lain, dan pihak yang berkepentingan.
Jakarta, April 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiiv
BAB 1 : PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 9
BAB 2 : LANDASAN TEORI ............................................................................ 11
2.1 Perilaku Bullying ................................................................................... 11
2.1.1 Definisi Perilaku Bullying ........................................................... 12
2.1.2 Dimensi Perilaku Bullying ........................................................... 13
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Bullying ................. 14
2.1.4 Pengukuran Perilaku Bullying ..................................................... 16
2.2 Moral Disengagement ............................................................................ 17
2.2.1 Definisi Moral Disengagement ................................................... 17
2.2.2 Dimensi Moral Disengagement ................................................... 18
2.2.3 Pengukuran Moral Disengagement ............................................. 21
2.3 Iklim Sekolah ......................................................................................... 21
2.3.1 Definisi Iklim Sekolah ................................................................ 21
2.3.2 Dimensi Iklim Sekolah ............................................................... 22
2.3.3 Pengukuran Iklim Sekolah ......................................................... 24
2.4 Kerangka Berpikir .................................................................................. 25
2.5 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 30
BAB 3 : METODE PENELITIAN .................................................................... 32
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .............................. 32
3.2 Variabel Penelitian ................................................................................. 32
xi
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................ 35
3.3.1 Alat Ukur Perilaku Bullying ........................................................ 35
3.3.2 Alat Ukur Moral Disengagement ................................................ 36
3.3.3 Alat Ukur Iklim Sekolah ............................................................. 37
3.4 Uji Validitas Konstruk ........................................................................... 38
3.4.1 Uji Validitas Perilaku Bullying .................................................... 41
3.4.2 Uji Validitas Cognitive Restructring ........................................... 42
3.4.3 Uji Validitas Minimazing Agency ................................................ 43
3.4.4 Uji Validitas Distortion of Negative Consequences .................... 44
3.4.5 Uji Validitas Blaming/dehumanizing the Victim ......................... 45
3.4.6 Uji Validitas Safety ...................................................................... 46
3.4.7 Uji Validitas Teaching and Learning .......................................... 47
3.4.8 Uji Validitas Interpersonal Relationship .................................... 49
3.4.9 Uji Validitas Institutional Environment ...................................... 50
3.5 Metode Analisis Data ............................................................................ 51
BAB 4 : HASIL PENELITIAN .......................................................................... 54
4.1 Gambaran Subjek Penelitian .................................................................. 54
4.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ................................................. 55
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................... 56
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ................................................................ 57
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ............................................ 57
4.4.2 Pengujian Proporsi Varians pada Setiap Variabel Independen ..... 62
BAB 5 : KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ......................................... 65
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 65
5.2 Diskusi ................................................................................................... 65
5.3 Saran ...................................................................................................... 69
5.3.1 Saran Teoritis ................................................................................ 69
5.3.2 Saran Praktis ................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72
LAMPIRAN.........................................................................................................77
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Proporsi Skala Penelitian ...................................................................... 35
Tabel 3.2 Blueprint Skala Perilaku Bullying ......................................................... 36
Tabel 3.3 Blueprint Skala Moral Disengagement ................................................. 37
Tabel 3.4 Blueprint Skala Iklim Sekolah .............................................................. 38
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Bullying ................................................................ 41
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Cognitive Restructuring ....................................... 43
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Minimazing Agency .............................................. 44
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Distortion of Negative Consequences .................. 45
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Blaming/dehumanizing the Victim ....................... 46
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Safety .................................................................. 47
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Teaching and Learning ...................................... 48
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Interpersonal Relationship................................. 49
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Institutional Environment .................................. 51
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ................................................................. 54
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ................................................ 56
Tabel 4.3 Pedoman Kategorisasi Skor .................................................................. 56
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .................................................. 57
Tabel 4.5 Analisis Regeresi .................................................................................. 57
Tabel 4.6 Anova .................................................................................................... 58
Tabel 4.7 Koefisien Regresi .................................................................................. 59
Tabel 4.7 Proporsi Varians ................................................................................... 62
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ilustrasi Kerangka Berpikir ..................................................................... 29
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ........................................................................ 77
Lampiran 2 Syntax Uji Validitas ........................................................................ 90
Lampiran 3 Output Spss Analisis Regresi Berganda .......................................... 97
Lampiran 4 Surat Penelitian ................................................................................ 100
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bullying di sekolah merupakan suatu fenomena yang sudah ada sejak lama dan
suatu hal yang merusak tetapi hal ini sering terjadi khususnya di kalangan remaja.
Menurut Olweus (1993) bullying merupakan perilaku agresif atau perilaku
merusak yang disengaja dan hal tersebut terjadi berulang-ulang sepanjang waktu
pada hubungan interpersonal yang memiliki kekuatan yang berbeda. Sedangkan
menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak bullying adalah kekerasan fisik dan
psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap
seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada
hasrat untuk melukai atau manakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma /
depresi dan tidak berdaya (Kompasiana, 2010).
Kasus ini telah lama terjadi di Indonesia dan mengalami peningkatan di
beberapa tahun belakangan. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi di
sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orang tua. Sekolah
yang seharusnya menjadi tempat bagi anak menimba ilmu serta membantu
membentuk karakter pribadi yang positif ternyata malah menjadi tempat tumbuh
suburnya praktek-praktek bullying, sehingga memberikan ketakutan bagi siswa
untuk memasukinya.
Menurut Edwards (2006) bullying paling sering terjadi pada masa-masa
Sekolah Menengah Atas (SMA), dikarenakan pada masa ini remaja memiliki
egosentrisme yang tinggi. Piaget mengemukakan bahwa egosentrisme remaja
2
ditandai dengan ciri-ciri bahwa remaja merasa segala sesuatu masih terpusat pada
dirinya, dari sinilah akan munculnya perilaku menyimpang. Perasaan remaja yang
meyakini bahwa segala sesuatu berpusat pada dirinya membuat para remaja
melakukan tindakan kekerasan seperti bullying (dalam Santrock, 2007).
Suatu laporan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa bentuk bullying
tersebut sebagian besar berupa verbal, seperti: ucapan atau kata-kata yang
mencela, mengejek, atau memanggil teman dengan sebutan yang melecehkan,
yaitu sebanyak 38-41,7%. Sedang bentuk bullying urutan dua di sekolah adalah
fisik, berupa: menendang, memukul, dan menampar sebanyak 19.2-26,9%. Survei
lainnya pada sejumlah pelajar di kota-kota besar Indonesia menunjukkan bahwa
sebanyak 18,9-49% mengaku pernah menjadi korban bullying di sekolah berupa
verbal. Sedangkan bentuk fisik dijumpai sebanyak 15,2-35,6%. Sebagian besar
responden mengaku bahwa yang menjadi pelaku bullying di sekolah adalah
orangtua, pendidik dan teman mereka sendiri (Kompasiana, 2014). Pada tahun
2015, terdapat 79 kasus anak sebagai pelaku bullying. Sedangkan pada tahun 2014
terdapat 67 kasus bullying (KPAI, 2015)
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dirilis pada
15 Februari lalu menyatakan bahwa terdapat 1.844 kasus kekerasan terhadap anak
sejak pergantian tahun. Wakil Ketua KPAI Susanto mengatakan bahwa jumlah
yang menjadi korban dan teridentifikasi menurun dibanding tahun 2014 dan 2015,
namun jumlah anak sebagai pelaku kekerasan atau bullying menunjukkan
peningkatan. Ia menambahkan bahwa jenis kekerasan yang sering terjadi
3
kebanyakan memang merupakan kekerasan fisik, disusul dengan kekerasan verbal
dan cyber bullying (KPAI, 2016).
Contoh kasus yang terjadi di SMAN 3 Jakarta ketika seorang siswa
mendapatkan perlakuan bullying dari empat seniornya. Seusai pulang sekolah,
korban mendapatkan berbagai intimidasi seperti dimarahi, dimaki-maki hingga
disiram dengan air teh botol di luar lingkungan sekolah. Kejadian itu bermula
pada saat korban menghadiri acara ulang tahunnya di kawasan Sudirman. Saat itu
korban sedang diantar oleh orangtuanya dan peristiwa tersebut dilihat oleh para
senior mereka yang ikut diundang dalam acara ulang tahun tersebut (Okezone,
2016).
Selain itu, Retno Listyarti sebagai mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 3
Jakarta, menceritakan jenis pemerasan kebanyakan dilakukan oleh murid kelas
XII terhadap murid kelas X. Misalnya, Retno menemukan ada siswi kelas XII
yang meminta dibelikan lipstik seharga Rp 400 ribu kepada adik kelasnya. Ada
juga pemalakan para senior dengan meminta dibelikan pulsa oleh juniornya.
Belum lagi soal kekerasan finansial yang dilakukan oleh murid Kelas XII yang
meminta dibayari makanan di ruang koperasi kepada murid kelas X
(CNNIndoneisa, 2015).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan seorang siswa berinisal F di
SMA tersebut, ia mengungkapkan bahwa di sekolahnya memang terdapat
bullying. Perilaku bullying dilakukan senior terhadap juniornya dianggap seperti
budaya turun temurun dan ajang balas dendam bagi para senior untuk membuat
junior merasakan apa yang dirasakannya dulu. Hasil wawancara lainnya dengan
4
seorang siswi berinisial S di SMAN tersebut, ia mengatakan bahwa peraturan di
sekolahnya lumayan ketat. Tapi ada beberapa siswi mengenakan seragam yang
dikecilkan dan mewarnai rambut. Juga senior selalu ingin di hormati oleh
juniornya.
Selain wawancara yang peneliti lakukan dengan siswa-siswi, peneliti juga
melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta. Beliau
menyatakan bahwa memang di SMA tersebut terjadi bullying. Kebanyakan
dilakukan oleh senior terhadap juniornya. Jenis bullying yang dilakukan
bermacam-macam mulai dari mengejek, memeras, hingga melakukan tindakan
kekerasan. Beliau ingin menghapuskan bullying di sekolah tersebut dengan
membuat Tim Pencegahan dan Penanggulan Tawuran dan Bullying untuk
mencegah terjadinya bullying.
Meskipun bullying adalah suatu peristiwa yang sering terjadi di sekolah,
perilaku bullying memiliki dampak negatif di segala aspek kehidupan (fisik,
psikologis maupun sosial) individu, khususnya remaja. Dalam jangka pendek
bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, takut pergi ke sekolah, merasa
terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau stres yang dapat berakhir
dengan bunuh diri. Dalam jangka panjang dapat menderita masalah gangguan
emosional dan perilaku (Prasetyo, 2011). Selain itu, studi terdahulu mengatakan
bahwa perilaku bullying memprediksi kriminalitas dan kenakalan di kemudian
hari dan berhubungan dengan kesulitan eksternalisasi dan internalisasi (Hymel et
al., 2005).
5
Karakteristik pelaku bullying adalah agresi mereka terhadap teman sebaya.
Tapi pelaku bullying sering agresif terhadap orang dewasa juga, baik guru
maupun orang tua. Umumnya, pelaku bullying memiliki sikap yang lebih positif
terhadap kekerasan dan menggunakan cara kekerasan daripada siswa pada
umumnya. Selanjutnya, mereka sering ditandai dengan impulsif dan kebutuhan
kuat untuk mendominasi orang lain. Mereka memiliki sedikit empati dengan
korban bullying (Olweus, 1997).
Tindakan bullying tersebut yang dilakukan remaja dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor
internal yang mempengaruhi perilaku bullying adalah moral disengagement
(Hymel et al., 2005) dan self-control (Li et al., 2014). Faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi perilaku bullying adalah iklim sekolah (Petrie, 2014), lingkungan
rumah yang tidak harmonis, tekanan teman sebaya (Lee & Wong, 2009), media
dan keluarga (Beane, 2008).
Faktor internal yang dapat mempengaruhi remaja melakukan bullying
adalah moral disengagement. Menurut Hymel et al. (2005), moral disengagement
adalah suatu proses sosial kognitif di mana seseorang mampu melakukan
perbuatan yang buruk kepada orang lain. Pada perkembangan moral, anak
memerlukan standar baik dan buruk kemudian standar tersebut mereka gunakan
dalam kehidupannya sebagai pedoman dan aturan bagi setiap tingkah lakunya.
Proses ini akan mencegah perilaku mereka yang tidak sesuai dengan standar
tersebut. Agresi dan bullying dikaitkan dengan beberapa jenis penalaran moral
karena membantu individu menghindari perasaan bersalah (Perren, et al., 2012).
6
Menurut Hymel et al. (2005) dimensi moral disengagement meliputi: cognitive
restructuring, minimazing agency, distortion of negative consequences dan
blaming/dehumanizing the victim.
Mekanisme moral disengagement dapat menghantarkan seseorang pada
tindakan agresi (Gini, 2005). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Turner (2008)
menemukan bahwa ada pengaruh signifikan moral disengagement dengan
perilaku bullying dan agresi. Penelitian yang dilakukan oleh Thornberg & Jungert
(2014) menjelaskan bahwa moral disengagement secara signifikan berhubungan
positif dengan bullying. Hasil peneltian Paciello et al. (2008) mengemukakan
bahwa remaja yang mempertahankan tingkat yang lebih tinggi dari moral
disengagement lebih cenderung menunjukkan tindakan agresif dan kekerasan.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi tindakan bullying salah
satunya adalah iklim sekolah. Iklim sekolah merupakan faktor yang sangat
penting dalam pemahaman tentang sikap dan keyakinan siswa bagi kekerasan dan
bullying. Menurut Cohen (2010) iklim sekolah merupakan pola pengalaman orang
tentang kehidupan sekolah dan mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan
interpersonal, praktik belajar mengajar, dan struktur organisasi. Iklim sekolah
terdiri atas 4 dimensi yaitu safety, teaching and learning, interpersonal
relationship, dan institutional environment.
Iklim sekolah yang positif atau negatif berdampak pada frekuensi bullying
di sekolah. Banyak peneliti yakin bahwa iklim sekolah memiliki dampak langsung
pada sikap dan perilaku siswa, termasuk prevalensi bullying (Petrie, 2014). Siswa
juga cenderung melaporkan bullying jika mereka melihat iklim sekolah mereka
7
negatif (Swearer & Hymel, 2015). Hal ini didukung oleh penelitian terbaru yang
menunjukkan bahwa iklim sekolah yang positif berhubungan dengan
berkurangnya agresi dan kekerasan, berkurangnya perilaku bullying, dan
berkurangnya pelecehan seksual, tanpa memandang orientasi seksual (Thapa et
al., 2013). Dari hasil penelitian Lee dan Song (2012) juga menyebutkan bahwa
iklim sekolah yang positif signifikan berhubungan negatif dengan perilaku
bullying.
Dari uraian dan berdasarkan fenomena yang sudah dipaparkan di atas
membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang bullying yang dipengaruhi oleh
moral disengagement dan iklim sekolah khususnya pada pelaku bullying. Maka
dari itu tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Moral
Disengagement dan Iklim Sekolah terhadap Perilaku Bullying pada Pelajar
SMA di Jakarta”.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor, yaitu
moral disengagement dan iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada pelajar
SMA di Jakarta. Adapun pengertian tentang konsep variabel yang digunakan,
yaitu:
1. Bullying merupakan perilaku agresif atau perilaku merusak yang disengaja dan
hal tersebut terjadi berulang-ulang sepanjang waktu pada hubungan
interpersonal yang memiliki kekuatan yang berbeda. Perilaku bullying terbagi
8
menjadi 3 dimensi, yaitu bullying verbal; bullying fisik; dan bullying non-
verbal/non-fisik (Olweus, 1993).
2. Moral Disengagement adalah suatu proses sosial kognitif di mana seseorang
mampu melakukan perbuatan yang buruk kepada orang lain. Dimensi moral
disengagement meliputi: cognitive restructuring; minimazing agency;
distortion of negative consequences; dan blaming/dehumanizing the victim
(Hymel et al., 2005).
3. Iklim Sekolah merupakan pola pengalaman orang tentang kehidupan sekolah
dan mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan interpersonal, praktik
belajar mengajar, dan struktur organisasi. Iklim sekolah terdiri atas 4 dimensi
yaitu safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan
institutional environment (Cohen, 2010).
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas, maka berikut ini adalah rumusan
masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara moral disengagement (cognitive
restructuring, minimazing agency, distortion of negative consequences dan
blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah (safety, interpersonal
relationship, teaching and learning dan institutional environment) terhadap
perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta?
2. Seberapa besar pengaruh moral disengagement dan iklim sekolah terhadap
perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta?
9
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah mengukur pengaruh variabel moral disengagement
(cognitive restructuring; minimazing agency; distortion of negative consequences;
dan blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah (safety, teaching and
learning, interpersonal relationship, dan institutional environment) terhadap
perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
2. Mengukur seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh masing-masing
variabel terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
1.4.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik teoritis maupun praktisi yaitu
sebagai berikut:
1.4.2.1 Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam
bidang keilmuan psikologi yang berkaitan dengan moral disengagement dan iklim
sekolah terhadap perilaku bullying.
1.4.2.2 Manfaat praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
institusi pendidikan dalam mengenali bentuk-bentuk bullying dari para pelaku
bullying di kalangan siswa-siswi di sekolah menengah atas dan faktor apa yang
mempengaruhinya sehingga dapat menurunkan tingkat perilaku bullying dan
meminimalisir korban-korban bullying lainnya. Dengan minimnya tindak perilaku
bullying kedepan diharapkan generasi remaja selajutnya menjadi faktor kemajuan
10
dalam berkembangnya keamanan bangsa dari tindak kekerasan bentuk lainnya
sehingga menjadi bangsa aman dan tentram.
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Bullying
2.1.1 Definisi Perilaku Bullying
Bullying memiliki berbagai definisi yang beragam yang dikemukakan oleh
beberapa tokoh. Menurut Sullivan et al. (2004), bullying diartikan sebagai suatu
tindakan negatif dan agresif atau tindakan yang disengaja atau berulang yang
dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain, biasanya terjadi secara
berkala. Merupakan tindakan yang kejam dan berdasarkan ketidakseimbangan
kekuatan.
Sedangkan Dracic (2009) menjelaskan bullying adalah bentuk kekerasan
dan mewakili serangan yang bertujuan untuk menyebabkan kerugian atau
penderitaan dan ketidaknyamanan dari orang lain, atau korban bullying baik itu
penderitaan fisik atau emosional. Bullying berbeda dari kejadian waktu atau
pertengkaran anak-anak, karena perilaku ini ditandai dengan perilaku agresi jahat
yang disengaja dan dilakukan berulang dalam periode waktu tertentu dan adanya
ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban.
Menurut Olweus bullying merupakan perilaku agresif atau perilaku
merusak yang disengaja dan hal tersebut terjadi berulang-ulang sepanjang waktu
pada hubungan interpersonal yang memiliki kekuatan yang berbeda (Olweus,
1993). Storey et al. (2008) mendefinisikan bullying sebagai suatu bentuk
penyalahgunaan emosional atau fisik dengan tiga (3) karakteristik, meliputi;
Deliberated (disengaja), yaitu pelaku cenderung menyakiti seseorang, Repeated
12
(diulangi), pelaku melakukan perilaku bullying nya kepada korban yang sama
dan; Power Imbalance (ketidakseimbangan kekuatan), pelaku memilih korban
yang lebih lemah darinya.
Rigby (2007) mendefiniskan bullying adalah penindasan yang berulang,
baik psikologis maupun fisik untuk orang yang lemah oleh orang atau sekelompok
orang yang lebih kuat. Menurut Gladden et al. (dalam Pozolli et al., 2016),
mendefinisikan bullying sebagai perilaku agresif yang disengaja dan berulang
terhadap rekan yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan penderitaan pada
remaja yang ditargetkan, termasuk fisik, psikologis, sosial, pendidikan atau yang
membahayakan.
Berdasarkan teori di atas, penulis menggunakan definisi perilaku bullying
oleh Olweus yang menjelaskan bahwa bullying adalah merupakan perilaku agresif
atau perilaku merusak yang disengaja dan hal tersebut terjadi berulang-ulang
sepanjang waktu pada hubungan interpersonal yang memiliki kekuatan yang
berbeda (Olweus, 1993).
Adapun dampak perilaku bullying, menurut Harris dan Petrie (2003)
dampak tersebut berpengaruh tidak hanya kepada korban (victim) saja juga kepada
pelaku (bully), dan saksi (bystander).
1. Victim, pengalaman karena ditindas memiliki efek jangka panjang yang dapat
mengakibatkan turunnya harga diri, jarang hadir di kelas, depresi, dan bunuh diri.
Tekanan emosional yang dimiliki anak akan mempengaruhi prestasi akademik
disekolahnya.
13
2. Bully, anak yang terindifikasi sebagai pelaku memiliki resiko putus sekolah,
kenakalan, terbawa hingga berkeluarga, dan memiliki resiko keturunan yang
menjadi pengganggu sehingga melanjutkan siklus bullying yang terjadi.
3. Bystander, sebagai anak yang mengamati anak lain yang diganggu dapat
menyebabkan konflik emosi dalam melihatnya seperti marah, sedih, takut, dan
ketidakpeduliannya.
Sullivan et al. (2004) menyebutkan bahwa perilaku bullying memiliki
dampak yang signifikan terhadap kehidupan individu seperti:
1. Gangguan psikologi (kegelisahan, cemas)
2. Menjadi penganiaya ketika usia dewasa
3. Menjadi agresif dan kadang-kadang bertindak kriminal
4. Korban merasakan stres, depresi, dendam, malu, merasa terancam
5. Menggunakan obat-obatan dan alkohol
6. Membenci lingkungan sosialnya
7. Merasa rendah diri dan tidak berharga
8. Keinginan untuk bunuh diri
2.1.2 Dimensi Perilaku Bullying
Olweus (1993) menjabarkan dimensi bullying sebagai berikut:
1. Bullying verbal, seperti: mengancam, mengejek, menggoda, dan memanggil
nama.
2. Bullying fisik, seperti: memukul, mendorong, menendang, menjepit, atau
menahan yang lain dengan kontak fisik.
14
3. Bullying non-verbal/non-fisik, seperti: membuat wajah atau isyarat kotor,
sengaja mengecualikan seseorang dari satu kelompok, atau menolak mematuhi
permintaan orang lain.
Sedangkan dimensi bullying menurut Storey et al. (2008) sebagai berikut:
1. Bullying fisik, seperti: menjambak, mendorong, memukul, menendang, dan
memukul.
2. Bullying verbal, seperti: berteriak, mengejek, memanggil nama, menghina, dan
mengancam.
3. Bullying secara tidak langsung, seperti: mengabaikan, mengecualikan,
menyebarkan gosip, berbohong, dan membuat orang lain menyakiti seseorang
2.1.3 Faktor-faktor yang memengaruhi Perilaku Bullying
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku bullying:
1. Moral Disengagement
Hasil penelitian Bandura, Barbaranelli, Capcara, dan Pastorelli (dalam Bartol &
Bartol, 2005) menemukan bahwa perilaku menyimpang biasanya menggunakan
beberapa teknik moral disengagement. Begitupun dengan hasil penelitian Hymel
et al. (2005) menyatakan bahwa moral disengagement memiliki peran yang sangat
potensial terhadap berkembangnya bullying.
2. Kontrol diri
Menurut penelitian Rosenbaum (dalam Ronen, Rahav, & Moldavsky, 2007)
menjelaskan pengendalian diri sebagai ketrampilan yang memungkinankan
manusia untuk bertindak atas tujuan mereka; untuk mengatasi kesulitan yang
15
berkaitan dengan pikiran, emosi, dan perilaku; untuk menunda gratifikasi; dan
untuk mengatasi kesulitan. Selain itu penelitian lain mengatakan bahwa kontrol
diri yang rendah juga sebagai mediator dalam memprediksi agresi dan kekerasan
(DeWall dalam Li et al., 2014).
3. Iklim sekolah
Dalam penelitian yang dilakukan Cohen (dalam Petrie, 2014) dikemukakan
bahwa, iklim sekolah umumnya mengacu pada kualitas dan karakter interaksi
sosial di sekolah yang dibentuk oleh norma-norma, nilai-nilai, aturan, struktur
organisasi, dan hubungan unik untuk pola setiap sekolah. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa iklim sekolah positif menjadi faktor protektif penurunan
perilaku resiko seperti penyalahan zat dan agresif (Apsy, Pusat untuk
Pengendaliann dan Pencegahan Penyakit (CDC), dalam Petrie, 2014).
4. Lingkungan rumah yang tidak harmonis
Sebagian besar anak-anak belajar perilaku dari imitasi dan modeling secara aktif
dari apa yang dilakukan maupun diucapkan oleh orang tua. Beberapa anak
mungkin mempelajari sikap dan perilaku positif dari orang tua mereka dan hal ini
cenderung membuat anak-anak prosisal dan tidak memperlihatkan perilaku
bullying (Lee & Wong, 2009).
5. Tekanan teman sebaya
Teman sebaya biasanya menjadi sumber yang mempengaruhi perilaku remaja.
Tolson dan Urberg (dalam Lee & Wong, 2009) memberikan data yang
menunjukkan bahwa perilaku sehat remaja lebih banyak dipengaruhi oleh teman
dan peraturan normatif teman sebayanya daripada keluarga dan lingkungan
16
sekolahnya. Hasil penelitian Lee & Wong (2009) juga menunjukkan bahwa
tekanan sebaya memiliki dampak secara langsung terhadap bullying.
6. Media
Beane (2008) menyebutkan bahwa media memiliki dampak yang cukup signifikan
bagi anak-anak saat ini. Beberapa penelitian mengidentifikasikan bahwa anak-
anak yang melihat banyak kekerasan di televisi, video, game, dan film lebih
sering menjadi agresif dan kurang empati terhadap yang lainnya. Dalam
kenyataannya, diantara penelitian yang meneliti kekerasan di televisi melihat
terdapat peningkatan pengukuran dari 3% menjadi 15% pada perilaku agresif
individu setelah melihat kekerasan di televisi (Beane, 2008).
7. Keluarga
Selain media, Beane (2008) juga menyebutkan bahwa orang tua juga memiliki
pengaruh terhadap perilaku agresif anak tersebut. Orang tua merupakan role
model pertama bagi anak-anak mereka. Tak jarang bahwa penyebab dari
munculnya perilaku bullying pada anak ialah datang dari orang tua. Terkadang
orang tua merasa bahwa mereka memiliki kendali atas anak-anak mereka,
sehingga sering kali mereka menggunakan kekerasan untuk membuat anak-anak
mematuhi mereka.
2.1.4 Pengukuran Perilaku Bullying
Dalam beberapa literatur yang peneliti baca, peneliti menemukan beberapa
instrumen untuk mengukur perilaku bullying, yaitu:
17
1. Olweus Bully/Victim Questionnaire (OBVQ) yang dikembangkan oleh
Gonçalves et al. (2016) berdasarkan teori Olweus. Alat ukur ini terdiri dari 46
item, yang setiap item menggambarkan perilaku yang berbeda.
2. Multidimensional Peer-Victimization Scale (MVP) dikembangkan oleh
Mynard dan Joseph (2000). Terdiri dari 45 item dengan empat subskala, yaitu:
penyerangan fisik, penyerangan verbal, manipulasi perilaku sosial dan
merusak barang miliki korban.
Untuk pengukuran bullying pada penelitian ini, peneliti menggunakan Olweus
Bully/Victim Questionnaire (OBVQ) yang dikembangkan oleh Gonçalves et al.
(2016). Peneliti menggunakan alat ukur ini karena alat ukur ini dapat digunakan
secara internasional dan juga memiliki reliabilitas yang baik yaitu 0.87 untuk
skala pelaku.
2.2 Moral Disengagement
2.2.1 Definisi Moral Disengagement
Moral disengagement pertama kali dikembangkan oleh Bandura. Bandura (2002)
mendefinisikan moral disengagement adalah ketidakmampuan seseorang dalam
mengontrol perilaku yang ia lakukan sehingga memungkinkannya untuk
melakukan perilaku yang tidak manusiawi. Menurut Caroli & Sagone (2014)
moral disengagement sebagai suatu proses sosial kognitif yang memungkinkan
individu untuk membenarkan perilaku tercela untuk menjaga self-image. Menurut
Thornberg dan Jungert (2014) moral disengagement adalah proses sosio-kognitif
yang memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari standar moral tanpa
perasaan menyesal, bersalah atau menyalahkan diri sendiri.
18
Detert, Trevino, & Sweitzer (2008) mendefinisikan moral disengagement
sebagai suatu proses di mana individu membuat keputusan moral yang tidak etis
saat proses regulasi diri dinonaktifkan melalui penggunaan beberapa mekanisme
kognitif kolektif yang saling terkait. Selanjutnya, Hymel et al. (2005)
mengembangkan teori Bandura dengan mendefinisikan moral disengagement
sebagai suatu proses sosial kognitif di mana seseorang orang mampu melakukan
perbuatan yang buruk kepada orang lain. Secara umum, moral disengagement
dapat menjadi landasan seseorang dalam melakukan dalam melakukan perbuataan
yang tidak etis atau menyakiti orang lain.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi moral disengagement
yang dikembangkan oleh Hymel et al. (2005) yaitu suatu proses sosial kognitif di
mana seseorang mampu melakukan perbuatan yang buruk kepada orang lain.
2.2.2 Dimensi Moral Disengagement
Hymel et al. (2005) menjelaskan empat dimensi moral disengagement yang
mengacu pada teori Bandura, yaitu:
1. Cognitive Restructuring
Mengacu pada keyakinan dan anggapan yang berfungsi untuk membingkai
perilaku yang merugikan secara positif melalui yang pertama moral justification
atau pembenaran moral (menggambarkan perilaku sebagai bentuk dari tujuan
mulia). Moral justification adalah proses di mana seseorang berusaha
merasionalisasikan kekerasan yang dilakukannya terhadap orang lain dengan
membuat perilaku tersebut seperti dapat dibenarkan secara moral (Detert, Trevino,
& Sweitzer, 2008). Karena pada prosesnya, dalam benak seseorang menganggap
19
bahwa perilaku merusak yang dilakukannya bermanfaat bagi orang banyak yang
memiliki tujuan yang baik (Bandura, 2002). Kedua adalah euphemstic labeling
atau penghalusan bahasa (menggunakan bahaya yang membuat tindakan negatif
terdengar tidak terlalu negatif). Menggunakan bahasa yang umum secara moral
untuk membuat perbuatan yang patut dicela terlihat tidak kasar (Detert, Trevino,
& Sweitzer, 2008). Dan advantageous comparisons atau perbandingan yang
menguntungkan (membuat tindakan negatif menjadi terlihat tidak terlalu negatif
dengan membandingkan tindakan yang jauh lebih negatif). Menurut Bandura
(2002), perilaku kekerasan dengan membandingkan tingkat manfaat yang akan
didapatkan apabila individu melakukan kekerasan tersebut dan digunakan untuk
membuat kekerasan terlihat baik.
2. Minimazing Agency
Mengacu pada strategi kognitif yang menggantikan atau menyebar tanggungjawab
atas tindakan negatif dengan meminimalkan atau menutupi tanggung jawab
pribadi sendiri kepada otoritas yang lebih besar. Meliputi: displacement of
responsibility atau pemindahan tanggungjawab. Menurut Bandura (2002), anak
buah akan menolak untuk bertanggungjawab jika terdapat otoritas yang sah
(atasan) yang mengambil alih tanggungjawab terhadap efek yang diakibatkan oleh
perilaku merusak anak buahnya. Dan diffusion of responsiblity atau penyebaran
tanggungjawab. Terjadi ketika tidak ada anggota kelompok yang merasa
bertanggungjawab secara personal terhadap perilaku destruktif (merusak) yang
mereka lakukan bersama-sama dalam sebuah kelompok (Detert, Trevino, &
Sweitzer, 2008).
20
3. Distortion of Negative Consequences
Melibatkan strategi yang membantu untuk menjauhkan diri dari bahaya atau untuk
menekankan hasil positif daripada hasil negatif yang terkait dengan perilaku.
Meliputi: distorting the consequences atau mengabaikan konsekuensi. Distortion
of consequences yaitu meremehkan kemungkinan hasil perbuatan yang tercela
(Detert, Trevino, & Sweitzer, 2008). Hal ini terjadi akibat adanya pengabaian atau
distorsi terhadap hasil perilaku destruktif seseorang. Ketika seseorang melakukan
aktifitas yang menganggu atau merusak pihak lain ia menghindar untuk
menghadapi kerusakan yang ia akibatkan sendiri atau meminimalisir akibat
tersebut, apabila upaya untuk meminimalisir kerusakan tidak berhasil maka ia
akan menghilangkan bukti kerusakan tersebut (Bandura, 2002).
4. Blaming/Dehumanizing the Victim
Meliputi: dehumanization atau dehumanisasi dan attribution of blame atau
atribusi menyalahkan. Attribution of blame yaitu membebaskan diri dari tuduhan
dengan menempatkan kesalahan terhadap target perilaku kekerasan (Detert,
Trevino, & Sweitzer, 2008) serta menurut Bandura (2002), attribution of blame
adalah menimpakan kesalahan pada musuh atau keadaan merupakan salah satu
cara untuk membebaskan diri dari tuduhan. Dalam proses ini biasanya orang
menganggap dirinya sebagai korban yang dipaksa untuk melakukan tindakan
kekerasan. Dengan membenarkan perlaku tersebut tidak hanya membuat perilaku
merusak itu dimaklumi bahkan pelaku dapat menganggap dirinya tidak
melakukan kesalahan sama sekali atau menganggap dirinya melakukan hal yang
benar.
21
2.2.3 Pengukuran Moral Disengagement
Peneliti menemukan dua instrumen untuk mengukur moral disengagement, yaitu:
1. Moral disengagement scale yang disusun oleh Bandura (1996). Skala ini
terdiri dari 32 item dengan masing-masing delapan mekanisme diwakili oleh
empat item dari tiap subset.
2. Moral disengagement scale yang disusun oleh Hymel et al. (2005). Terdiri
dari 18 item yang mengukur empat dimensi meliputi: cognitive restructuring,
minimazing agency, distortion of negative consequences, dan
blaming/dehumanizing the victim.
Untuk pengukuran moral disengagement pada penelitian ini, peneliti
menggunakan skala pengukuran moral disengagement yang dikembangkan oleh
Hymel et al. (2005). Peneliti menggunakan alat ukur ini karena item-item yang
dalam alat ukur ini sesuai dengan karakteristik sampel penelitian dan fokus untuk
moral disengagement terhadap perilaku bullying.
2.3 Iklim Sekolah
2.3.1. Definisi Iklim Sekolah
Terdapat banyak definisi iklim sekolah menurut para ahli. Menurut Mitchell et al.
(2010) mendefinisikan iklim sekolah sebagai keyakinan bersama, nilai-nilai, dan
bentuk sikap interaksi antara para siswa, guru, dan administrator. Menurut Cohen
(2010) iklim sekolah merupakan pola pengalaman orang tentang kehidupan
sekolah dan mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan interpersonal, praktik
belajar mengajar, dan struktur organisasi.
22
Hoy dan Miskel (2013) menyebutkan bahwa iklim sekolah adalah situasi,
suasana atau atmosfer, suatu karakteristik internal dalam suatu sekolah yang
membedakannya dengan sekolah lain dan mempengaruhi perilaku orang-orang di
dalamnya. Gage dan Larson (2014) menjelaskan iklim sekolah adalah sebuah
kualitas dan karakter dari lingkungan sosial sekolah yang merupakan kumpulan
dari terbentuknya norma, nilai, peran, dan struktur dari sebuah sekolah.
Feiberg dan Stein (dalam Macneil et al., 2009) berpendapat bahwa iklim
sekolah merupakan jantung dan jiwa sekolah dan esensi sekolah yang menarik
guru dan siswa untuk mencintai sekolah dan ingin menjadi bagian dari sekolah.
Menurut Anderson (dalam Klein et al., 2012), mendefinisikan iklim sekolah
umumnya mengacu pada kualitas dan karakter interaksi sosial sebagai sesuatu
yang dibentuk oleh norma-norma, nilai-nilai, aturan, struktur organisasi, dan
hubungan unik untuk pola setiap sekolah.
Berdasarkan teori di atas, penulis menggunakan definisi iklim sekolah oleh
Cohen (2010) yang menjelaskan bahwa iklim sekolah adalah pola pengalaman
orang tentang kehidupan sekolah dan mencerminkan norma, tujuan, nilai,
hubungan interpersonal, praktik belajar mengajar, dan struktur organisasi.
2.3.2 Dimensi Iklim Sekolah
Cohen (2010) mengembangkan dimensi iklim sekolah kedalam empat dimesni
yaitu:
1. Safety
Kebutuhan akan rasa aman secara sosial, emosional, intelektual, dan fisik adalah
kebutuhan dasar manusia (Maslow, dalam Thapa et al., 2012). Perasaan aman di
23
sekolah berdampak signifikan untuk meningkatkan belajar siswa dan
perkembangan sekolah yang sehat (Devine& Cohen, dalam Thapa et al., 2012). Di
sekolah tanpa norma, struktur, dan hubungan yang mendukung, siswa cenderung
mengalami kekerasan, peer victimization, dan tindakan disipliner hukuman,
disertai dengan tingkat ketidakhadiran yang tinggi dan prestasi akademik yang
menurun (Astor et al dalam Thapa et al., 2013). Bagaimana individu akan merasa
aman berada di sekolah dan menyikapi aturan yang ada di sekolah, serta
menanggapi tentang tindakan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah.
2. Teaching and Learning
Belajar mengajar merupakan salah satu dimensi yang paling penting dari iklim
sekolah. Para pimpinan sekolah dan guru harus berusaha untuk mendefinisikan
norma, tujuan dan nilai-nilai yang membentuk lingkungan belajar mengajar.
Belajar mengajar ini tidak hanya tentang pimpinan sekolah dan guru tetapi juga
bagaimana siswa berkomunikasi dengan guru di sekolah. Menurut Thapa et al.
(2012), sebuah iklim sekolah yang positif mempromosikan pembelajaran
kooperatif, kohesi kelompok, saling menghormati dan saling percaya.
3. Interpersonal Relationship
Salah satu aspek terpenting dari hubungan di sekolah adalah bagaimana orang
saling terhubung dan merasakan satu sama lain. Menurut Thapa et al. (2012),
mengemukakan bahwa dari sudut pandang psikologis, hubungan yang dimaksud
tidak hanya merujuk pada hubungan terhadap orang lain tapi juga hubungan
dengan diri sendiri, bagaimana kita merasakan tentang dan mengurusi diri sendiri.
24
4. Institutional Environment
Struktur sekolah yaitu fasilitas yang dimiliki sekolah tersebut memadai dari mulai
keamanan, ruangan yang memadai, dan kegiatan kulikuler dan ekstrakurikuler.
Lingkungan sekolah seperti tata letak ruang kelas, jadwal kegiatan dan tindakan
antara siswa dan guru dapat mempengaruhi perilaku dan rasa aman siswa.
Gage dan Larson (2014) mengembangkan dimensi iklim sekolah menjadi tiga
dimensi yaitu:
1. School safety adalah kenyaman dari sekolah yang ditempati meliputi aspek fisik
dan material, dan peraturan atau norma-norma dari sekolah.
2. School relationship adalah interaksi, komunikasi, dan hubungan antara guru
dengan siswa, siswa dengan siswa lainnya, dan cara siswa memandang sikap guru
dan temannya.
3. School connectedness adalah hubungan yang terjalin antara siswa dengan
ruang lingkup sekolahnya yang terbentuk dari awal masuk hingga menjadi
anggota atau bagian dari sekolah.
2.3.3 Pengukuran Iklim Sekolah
Ada beberapa pengukuran iklim sekolah, diantaranya:
1. School Social Climate Scale (Hanif & Smith dalam Bayar, 2012) berisi tiga sub
skala dengan 33 item.
2. CSCI (Comprehensive School Climate Invetory) dibuat oleh Cohen dan NSCC
(2015) yang memuat 4 aspek dengan 10 subskala. Skala ini berjumlah 70 item
pernyataan dari empat dimensi, yang terdiri dari: safety, teaching and learning,
interpersonal relationship, dan institutional environment.
25
Peneliti menggunakan alat ukur yang dibuat oleh Cohen dan NSCC (2015)
yaitu CSCI dalam penelitian ini. Karena alat ukur tersebut secara empiris sudah
valid dan sudah banyak digunakan oleh peneliti. Juga karena keempat dimensi
mampu menggambarkan keseluruhan aspek-spek dari suatu sekolah.
2.4 Kerangka Berpikir
Bullying merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi di kalangan remaja.
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari
satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh,
minat, pola perilaku, dan juga penuh masalah-masalah. Apabila tahap-tahap
tersebut tidak terlaksana dengan baik, maka akan menimbulkan bentuk kenakalan
remaja, salah satunya bullying. Bullying menimbulkan dampak negatif terhadap
fisik dan psikis bagi pelaku maupun korban. Hasil penelitian terdahulu
mengatakan bahwa perilaku bullying akan menimbulkan kriminalitas dan
kenakalan dikemudian hari.
Perilaku bullying yang dilakukan remaja dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Salah satu faktor internal
yang dapat mempengaruhi remaja melakukan bullying adalah moral
disengagement. Moral disengagement merupakan suatu proses sosial kognitif di
mana seseorang mampu melakukan perbuatan yang buruk kepada orang lain.
Dimensi moral disemgagement meliputi cognitive restructuring, minimazing
agency, distortion of negative consequences, dan blaming/ dehumanizing the
victim. Bullying merupakan contoh tindakan tidak bermoral karena niat menyakiti
seseorang secara berulang yang berada pada posisi lemah. Pada remaja, emosi
26
mereka masih belum berada pada tahap stabil sehingga mereka masih belum
mampu mengontrol perilaku-perilaku yang dapat menyakiti orang lain.
Cognitive restructuring adalah keyakinan dan anggapan bahwa perilaku
yang merugikan merupakan hal yang wajar. Remaja yang mengganggap bahwa
perilaku bullying adalah perilaku yang wajar dan bukanlah suatu kejahatan, maka
ia akan melakukan perbuatan tersebut tanpa merasa bersalah akan menyebabkan
perilaku bullying. Minimazing agency adalah melemparkan tanggungjawab atas
tindakan negatifnya dengan menutupi kepada otoritas yang lebih besar. Remaja
yang tidak ingin disalahkan dari tanggungjawab yang seharusnya, maka ia akan
melemparkan tanggung jawab atas perilaku yang dilakukannya kepada orang lain
akan menyebabkan perilaku bullying.
Distortion of negative consequences adalah strategi yang menjauhkan diri
dari bahaya atau menekankan hasil positif dari perilaku yang merugikan. Remaja
yang tidak memperdulikan konsekuensi atas apa yang telah ia lakukan akan
menyebabkan perilaku bullying. Blaming/dehumanizing the victim adalah
anggapan bahwa seseorang pantas menerima tindakan negatif. Remaja yang
menganggap bahwa seseorang pantas menerima tindakan yang merugikan dan
menyalahkan orang lain akan menyebabkan perilaku bullying.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa moral disengagement
berkorelasi positif dengan agresivitas secara umum terhadap orang lain
(Obermann, 2011). Hymel et al. (2005) dalam penelitianya menemukan bahwa
moral disengagement memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku
bullying, itu artinya semakin tinggi moral disengagement seseorang maka
27
semakin tinggi pula terjadinya perilaku bullying. Seseorang dengan moral
disengagement yang lebih tinggi menunjukkan lebih banyak agresi termasuk
perilaku bullying dan pro-bullying (Thornberg & Jungert, 2014). Sehingga dapat
diasumsikan bahwa moral disengagement memiliki pengaruh dalam terjadinya
perilaku bullying.
Selanjutnya, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi remaja terlibat
dalam bullying adalah iklim sekolah. Iklim sekolah merupakan pola pengalaman
orang tentang kehidupan sekolah dan mencerminkan norma, tujuan, nilai,
hubungan interpersonal, praktik belajar mengajar, dan struktur organisasi.
Dimensi iklim sekolah meliputi safety, teaching and learning, interpersonal
relationship, dan institutional environment. Iklim sekolah dapat menjadi salah
satu penyebab remaja menjadi pelaku atau korban bullying. Iklim sekolah yang
tidak mendukung perilaku bullying akan menahan perilaku tersebut untuk terjadi.
Hubungan yang mendukung antara siswa dan guru, partisipasi siswa dalam
keputusan, dan aturan yang jelas mengenai kekerasan, secara signifikan terkait
dengan tingkat bullying yang lebih rendah (Biernbaum & Lotyczewski, 2015).
Safety berkaitan dengan keamanan secara fisik maupun emosional dan
juga peraturan yang ada di suatu sekolah. Remaja yang tidak merasa aman secara
fisik dan emosi juga tidak adanya peraturan tentang kekerasan disekolah, akan
menyebabkan perilaku bullying. Teaching and learning berkaitan dengan metode
pengajaran yang bervariasi dan dukungan pembelajaran. Tidak adanya feedback
dari guru dan metode mengajar yang tidak bervariasi akan menyebabkan perilaku
bullying.
28
Interpersonal relationship berkaitan dengan interaksi, komunikasi,
hubungan dengan siswa dan guru dan saling meyikapi perbedaan. Komunikasi
yang buruk, interaksi sesama teman dan guru yang tidak baik, hubungan yang
tidak baik, serta tidak dapat menyikapi perbedaan individu akan menyebabkan
perilaku bullying. Institutional relationship berkaitan dengan rasa terhubung
dengan sekolah dan suasana sekolah. Suasana lingkungan yang buruk seperti
sekolah yang kotor dan fasilitas yang tidak memadai dan tak terawat membuat
siswa tidak nyaman dengan lingkungannya akan menyebabkan perilaku bullying.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa iklim sekolah yang positif
berkaitan dengan berkurangnya agresi dan kekerasan (Cohen, 2010). Iklim
sekolah positif akan menurunkan perilaku bullying di suatu sekolah begitupun
sebaliknya. Saarento et al. (dalam Låftman et al., 2016) menyebutkan bahwa
faktor peer contextual seperti hierarki status dan norma kelompok, dan hubungan
guru-siswa serta sikap tidak setuju guru terhadap bullying berhubungan dengan
frekuensi bullying. Selanjutnya, penelitian menunjukkan bahwa bullying lebih
sedikit terjadi di sekolah dengan kebijakan yang jelas dan adil untuk menangani
kekerasan, hubungan guru yang mendukung, partisipasi siswa dalam
pengambilan keputusan juga dalam merancang tindakan pencegahan untuk
memerangi kekerasan di sekolah (Khoury-Kassabri et al., 2004).
Moral disengagement dan iklim sekolah dijadikan elemen yang dapat
memprediksi remaja melakukan bullying khususnya pelaku. Moral disengagement
merupakan faktor internal dan iklim sekolah merupakan faktor eksternal. Dari
uraian di atas, kemudian disusun ringkasan untuk mendeskripsikan hubungan
29
antar variabel sesuai dengan judul penelitian. Alur pemikiran dari penelitian ini
diilustrasikan pada gambar 2.1 berikut:
Moral Disengagement
Iklim sekolah
Gambar 2.1
Skema pengaruh moral disengagement dan iklim sekolah sekolah terhadap
perilaku bullying
Perilaku
Bullying
minimazing agency
distortion of negative
consequences
cognitive restructuring
blaming/dehumanizing
the victim
safety
teaching and learning
interpersonal
relationship
insitutional
environment
30
2.5 Hipotesis penelitian
Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh independen variabel yang
ditentukan terhadap dependen variabel. Independen variabel dalam penelitian ini
adalah moral disengagement (cognitive restructuring, minimazing agency,
distortion of negative consequences, dan blaming/dehumanizing the victim) dan
iklim sekolah (safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan
institutional environment). Sedangkan dependen variabelnya adalah bullying.
Karena penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang
akan diuji adalah hipotesisi alternatif yang terdiri dari hipotesis mayor dan minor,
yaitu:
Hipotesis Mayor: Ada pengaruh dimensi moral disengaement (cognitive
restructuring, minimazing agency, distortion of negative connsequences, dan
blamimg or dehumanization the victim), dan dimensi iklim sekolah (safety,
teachin g and learning, interpersonal relationship, dan institutional environment)
terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
Hipotesis Minor
Ha1: Ada pengaruh yang signifikan dimensi cognitive restructuring pada variabel
moral disengagement terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
Ha2: Ada pengaruh yang signifikan dimensi minimazing agency pada variabel
moral disengagement terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
Ha3: Ada pengaruh yang signifikan dimensi distortion of negative consequences
pada variabel moral disengagement terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA
di Jakarta.
31
Ha4: Ada pengaruh yang signifikan dimensi blaming/dehumanizing the victim
pada variabel moral disengagement terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA
di Jakarta.
Ha5: Ada pengaruh yang signifikan dimensi safety pada variabel iklim sekolah
terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
Ha6: Ada pengaruh yang signifikan dimensi teaching and learning pada variabel
iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
Ha7: Ada pengaruh yang signifikan dimensi interpersonal relationship pada
variabel iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
Ha8: Ada pengaruh yang signifikan dimensi institutional environment pada
variabel iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
Tetapi pada penelitian ini hipotesis yang diuji yaitu hipotesis nihil (H0), yaitu
“Tidak ada pengaruh yang signifikan moral disengagement dan iklim sekolah
terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.”
32
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah SMA di Jakarta. SMAN 3 Jakarta dipilih
secara purposive mewakili SMA di Jakarta. Dengan syarat-syarat terpilihnya
SMA tersebut:
1. Adanya kasus bullying berdasarkan kasus-kasus yang terjadi di sekolah tersebut
dari media massa dan wawancara yang peneliti lakukan dengan kepala sekolah,
guru dan siswa-siswi sekolah.
2. Mau bekerjasama untuk melakukan penelitian
Sampel penelitian adalah siswa SMAN 3 Jakarta dari kelas 10 hingga
kelas 12 dengan kriteria siswa aktif di SMAN 3 Jakarta, siswa laki-laki dan
perempuan, dan bersedia mejadi responden. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini non-probability sampling dengan metode
accidental sampling. Sampel diambil secara aksidental dengan mengedepankan
kenyamanan dan kemudahan dalam mengakses pengambilan sampel. Sampel
yang diperoleh sebanyak 250 siswa dan 240 siswa yang memenuhi syarat.
3.2 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel
bebas.
Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti yaitu:
1. Dependent variable (DV): Perilaku Bullying
33
2. Independent variabel (IV): Moral disengagement (moral disengagement yang
mengukur empat kategori cognitive restructuring, minimazing agency, distortion
of negative cosequences dan blaming/ dehumanizing the victim), dan iklim
sekolah (safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan
institutional environment).
Dalam mengukur variabel-variabel tersebut dibutuhkan definisi operasional agar
dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk pengukuran. Adapun definisi
operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bullying merupakan perilaku agresif atau perilaku merusak yang disengaja dan
hal tersebut terjadi berulang-ulang sepanjang waktu pada hubungan
interpersonal yang memiliki kekuatan yang. Perilaku bullying terbagi menjadi
3 dimensi, yaitu bullying verbal; bullying fisik; dan bullying non-verbal/non-
fisik (Olweus, 1993).
2. Moral Disengagement adalah suatu proses sosial kognitif di mana seseorang
mampu melakukan perbuatan yang buruk kepada orang lain. Dimensi moral
disengagement meliputi: cognitive restructuring; minimazing agency;
distortion of negative consequences; dan blaming/dehumanizing the victim
(Hymel et al., 2005). Yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Cognitive restructuring mengacu pada keyakinan dan anggapan yang
berfungsi untuk membingkai perilaku yang merugikan secara positif melalui
moral justification, euphemistic labeling, dan adventagous comparisons.
34
b. Minimazing agency mengacu pada strategi kognitif yang menggantikan atau
menyebar tanggungjawab atas tindakan negatif dengan menutupi
tanggungjawab pribadi terhadap otoritas yang lebih besar.
c. Distortion of negative consequences melibatkan strategi yang membantu
untuk menjauhkan diri dari bahaya atau untuk menekankan hasil positif
daripada hasil negatif yang terkait dengan perilaku.
d. Blaming/dehumanizing the victim meliputi dehumanization atau
dehumanisasi dan attribution of blame.
3. Iklim sekolah merupakan pola pengalaman orang tentang kehidupan sekolah
dan mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan interpersonal, praktik
belajar mengajar, dan struktur organisasi. Iklim sekolah terdiri atas 4 dimensi
yaitu safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan
institutional environment (Cohen, 2010).
a. Safety berkaitan dengan keamanan secara fisik maupun emosional dan juga
peraturan yang ada di suatu sekolah.
b. Teaching and learning berkaitan dengan metode pengajaran dan yang
bervariasi dan dukungan pembelajaran.
c. Interpersonal relationship berkaitan dengan interaksi, komunikasi, hubungan
siswa dengan guru, dan saling menyikapi perbedaan.
d. Institutional environment berkaitan dengan rasa terhubung dengan sekolah
dan suasana sekolah.
35
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data berupa skala bullying, moral disengagement, dan
iklim sekolah. Untuk model skala, peneliti menggunakan model skala likert,
dimana variabel penelitian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item
instrumen. Jawaban dari setiap instrumen ini terdiri dari empat kategori jawaban,
yaitu “Sangat Sering” (SS), “Sering” (S), “Jarang” (J), “Tidak Pernah” (TP).
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemusatan (central
tendency) atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Model ini terdiri
dari pernyataan yang mendukung aspek (favourable) dan pernyataan yang tidak
mendukung (unfavourable). Adapun penskoran dapat dilihat di tabel 3.1.
Tabel 3.1 Proporsi Nilai Skala
Pilihan
Pernyataaan
Favourable Unfavourable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga alat
ukur, yaitu: alat ukur perilaku bullying, alat ukur moral disengagament dan alat
ukur iklim sekolah.
3.3.1 Perilaku Bullying
Instrumen pengumpulan data yang digunakan Olweus Bully/Victim Questionnaire
(OBVQ) yang dikembangkan oleh Gonçalves et al. (2016). Alat ukur ini
mengukur tiga dimensi meliputi: bullying verbal, bullying fisik, dan bullying non-
verbal/non-fisik.
36
Tanggapan untuk setiap item dari skala bullying tersebut dijumlahkan
untuk membuat skor keseluruhan dari bullying. Adapun blue print skala bullying
dijelaskan dalam tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2. Blue print skala bullying
No Bentuk Indikator Item ∑
1. Bullying verbal
Menggoda, mencela, mengejek, menyebar
gosip, dan memanggil nama dengan
julukan.
7, 8, 9, 11,
12, 13, 19,
20
8
2. Bullying fisik
Memukul, mendorong, menendang,
menjepit, atau menahan yang lain dengan kontak fisik, dan merusak barang.
1, 2, 4, 5, 6, 14, 22
8
3. Bullying non-verbal/non-
fisik
Membuat wajah atau isyarat kotor, mengancam, sengaja mengecualikan
seseorang dari satu kelompok, atau
menolak mematuhi permintaan orang lain.
3, 10, 15, 16, 17, 18,
21, 23
8
Total 23
3.3.2 Moral Disengagement
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala Moral Disengagement
Scale (MDS) yang disusun oleh Hymel et al. (2005). Alat ukur ini mengukur
empat dimensi meliputi: cognitive restructuring, minimazing agency, distortion of
negative consequences, dan blaming/dehumanizing the victim.
Tanggapan untuk setiap item dari skala bullying tersebut dijumlahkan
untuk membuat skor keseluruhan dari moral disengagement. Adapun blue print
skala moral disengagement dijelaskan dalam tabel 3.3 berikut ini:
37
Tabel 3.3. Blue print skala moral disengagement
No Dimensi Indikator Item ∑
Fav Unfav
1. Cognitive
restructuring Menganggap bullying adalah wajar
1, 3, 4, 5 2
5
2. Minimazing
agency
Melemparkan tanggung jawab terjadinya
bullying kepada orang lain/orang yang
memeliki otoritas 6, 7, 8
3
3.
Distortion of
negative
consequences
Mengabaikan akibat dari perilaku bullying 9, 10, 11, 12
- 4
4.
Blaming/
dehumanizing the
victim
Menyalahkan korban dan menganggap
bullying terjadi karena mereka sendiri (korban) 13, 14, 15,
16, 17, 18 -
6
Total
18
3.3.3 Iklim sekolah
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah Comprehensive School
Climate Inventory (CSCI) oleh NSCC (2015). Alat ukur mengukur empat dimensi
meliputi: safety, teaching and learning, interpersonal relationships, dan
institutional environment.
Tanggapan untuk setiap item dari skala bullying tersebut dijumlahkan
untuk membuat skor keseluruhan dari bullying. Adapun blueprint skala iklim
sekolah dijelaskan dalam tabel 3.4 berikut ini:
38
Tabel 3.4 Blue print skala Iklim sekolah
No. Dimensi Indikator Item
∑ Fav Unfav
1. Safety
Terdapat aturan yang jelas tentang bullying, merasa aman dari ancaman
fisik, dan merasa aman dari ejekkan,
godaan, dan pengucilan
1, 2, 3, 4,
5, 6, 8, 10, 15,
16, 17,
20
7, 9, 11, 12, 13, 14,
18, 19
20
2. Teaching and
Learning
Praktik pengajaran yang suportif,
dukungan untuk pengambilan resiko
dan berpikir mandiri, tantangan
akademis, perhatian tiap individu,
dan dukungan untuk
mengembangkan pengetahuan
21, 22,
23, 24,
25, 26,
27, 28,
29, 30,
31, 32,
33, 34,
35, 36, 37, 38,
39
- 19
3. Interpersonal
Relationship
Saling menghargai perbedaan
individual, perhatian pribadi
terhadap masalah siswa, hubungan
yang mendukung dari teman sebaya
40, 41,
42, 43,
44, 45,
46, 47,
48, 49,
50, 51,
52, 53,
54, 55, 56
- 17
4. Institutional
Environment
Berpartisipasi dalam dalam
kehidupan sekolah bagi siswa, guru,
dan keluarga, kebersihan, fasilitas
yang memadai.
57, 58,
59, 60,
61, 62,
63, 64,
65, 66,
67, 68,
70
69 14
Total
70
3.4 Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas konstruk setiap item maka peneliti melakukan uji
validitas menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan software
LISREL 8.7. yang bertujuan untuk mengetahui apakah setiap item pada variabel
39
valid dalam mengukur apa yang hendak diukur. Adapun logika CFA sebagai
berikut menurut Umar (dalam Alawiyah, 2015):
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes
bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang
seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini
disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris,
yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka
tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ dan matriks S, atau bisa juga
dinyatakan dengan ∑ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi
square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05), maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat
diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor
saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika
40
hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sebaiknya item yang demikian di drop.
Dalam penelitian kali ini, peneliti menggunakan taraf kepercayaan 95%
sehingga item yang dikatakan signifikan adalah item yang memiliki t-value
lebih dari 1,96 (t > 1,96).
6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai
dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).
Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item
yang valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, penulis
tidak menggunakan raw score/skor mentah (hasil menjumlahkan skor item). Item-
item inilah yang diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan
demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang
hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (True score). True
score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.
Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi
T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak
ada responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T (Umar, 2011) score
adalah:
T score = (10 x skor faktor) + 50
41
3.4.1 Uji Validitas Perilaku Bullying
Peneliti menguji apakah 23 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur bullying. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-
Square=1228.27, df=230, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.135. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square=172.57, df=144, P-value = 0.05240 dan RMSEA=0.029. Artinya
model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor
saja yaitu bullying.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item bullying dapat dilihat pada tabel
3.5
Tabel 3.5
Muatan faktor item bullying No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.64 0.06 11.27 2 0.48 0.06 8.15 3 0.70 0.06 12.06 4 0.56 0.06 9.51 5 0.61 0.06 4.82 6 0.31 0.06 9.92 7 0.55 0.06 9.46 8 0.67 0.06 11.29 9 0.63 0.06 10.44
10 0.51 0.06 8.54 11 0.60 0.06 9.93 12 0.69 0.05 12.63 13 0.51 0.06 8.29
42
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
14 0.86 0.05 15.77 15 0.38 0.06 6.04 16 0.47 0.06 8.18 17 0.65 0.06 11.33 18 0.20 0.07 2.90 19 0.56 0.06 9.84 20 0.60 0.06 9.66 21 0.40 0.06 6.25 22 0.68 0.06 11.59 23 0.32 0.06 5.13
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
Berdasarkan tabel 3.5 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur bullying
signifikan, 23 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda positif. Artinya,
berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di drop.
3.4.2 Uji Validitas Cognitive Restructuring
Peneliti menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur cognitive restructuring. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square=39.93, df=5, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.171. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square=3.38, df=3, P-value = 0.33709 dan RMSEA=0.023. Artinya model
satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja
yaitu cognitive restructuring.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
43
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item cognitive restructuring dapat
dilihat pada tabel 3.6
Tabel 3.6
Muatan faktor item cognitive restructuring
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.74 0.06 11.63 2 0.37 0.07 5.13 3 0.54 0.07 7.06 4 0.78 0.06 12.42 5 0.75 0.06 11.89
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
Berdasarkan tabel 3.6 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur cognitive
restructuring signifikan, 5 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda
positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di drop.
3.4.3 Uji Validitas Minimizing Agency
Peneliti menguji apakah 3 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur minimizing agency. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit dengan Chi-
Square=0.00, df=0, P-value=1.00000 dan RMSEA=0.00. Artinya model satu
faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
minimizing agency.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item minimizing agency dapat dilihat
pada tabel 3.7
44
Tabel 3.7
Muatan faktor item minimizing agency
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.73 0.07 10.12 2 0.73 0.07 10.9 3 0.60 0.07 8.64
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
Berdasarkan tabel 3.7 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur
minimazing agency signifikan, 3 item yang signifikan dengan t>1.96 dan
bertanda positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di
drop.
3.4.4 Uji Validitas Distortion of Negative Consequences
Peneliti menguji apakah 4 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur distortion of negative consequences. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit dengan Chi-Square=27.11, df=2, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.229.
Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran di beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square=0.02, df=1, P-value = 0.89830 dan
RMSEA=0.000. Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu distortion of negative consequences.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
45
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item distortion of negative consequences
dapat dilihat pada tabel 3.8
Tabel 3.5.4
Muatan faktor item distortion of negative consequences
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.38 0.07 5.46 2 0.67 0.06 10.43 3 0.83 0.06 13.19 4 0.76 0.06 11.99
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
Berdasarkan tabel 3.8 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur distortion
of negative consequences signifikan, 4 item yang signifikan dengan t>1.96 dan
bertanda positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di
drop.
3.4.5 Uji Validitas Blaming/ Dehumanizing the Victim
Peneliti menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur blaming/ dehumanizing the victim. Dari hasil
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit
dengan Chi-Square=22.67, df=9, P-value=0.00699 dan RMSEA=0.080. Namun,
setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=9.45, df=7, P-value = 0.22166 dan RMSEA=0.038. Artinya
model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor
saja yaitu blaming/ dehumanizing the victim.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
46
muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item blaming/ dehumanizing the victim
dapat dilihat pada tabel 3.9
Tabel 3.9
Muatan faktor item blaming/dehumanizing the victim
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.31 0.07 4.24 2 0.75 0.06 11.62 3 0.66 0.07 10.06 4 0.57 0.07 8.43 5 0.41 0.07 5.63 6 0.61 0.07 8.90
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
Berdasarkan tabel 3.9 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur blaming/
dehumanizing the victim signifikan, 5 item yang signifikan dengan t>1.96 dan
bertanda positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di
drop.
3.4.6 Uji Validita Safety
Peneliti menguji apakah 20 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur safety. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-
Square=1512.01, df=170, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.182. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square=113.99, df=91, P-value = 0.058187 dan RMSEA=0.033. Artinya
model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor
saja yaitu safety.
47
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item safety dapat dilihat pada tabel 3.10
Tabel 3.10
Muatan faktor item safety.
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.64 0.06 10.13 2 0.68 0.06 11.04 3 0.52 0.07 7.88 4 0.79 0.06 13.62 5 0.72 0.06 12.05 6 0.63 0.06 10.08 7 0.22 0.07 3.06 8 0.24 0.07 3.53 9 0.19 0.07 2.70
10 0.32 0.07 4.72 11 0.17 00.7 2.52 12 0.37 0.07 5.24 13 0.37 0.07 5.38 14 0.35 0.07 5.05 15 0.38 0.07 5.83 16 0.40 0.07 5.97 17 0.41 0.07 6.31 18 0.23 0.07 3.41 19 0.35 0.07 5.14 20 -0.30 0.07 -4.33 X
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
Berdasarkan tabel 3.10 terlihat bahwa 20 item yang mengukur safety
signifikan, 19 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda positif. Artinya,
berdasarkan hasil pengujian ini ada 1 item yang di drop dengan t<1.96.
3.4.7 Uji Validitas Teaching and Learning
Peneliti menguji apakah 19 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur teaching and learning. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
48
Chi-Square=1082.05, df=152, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.160. Namun,
setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=126.08, df=104, P-value = 0.06946 dan RMSEA=0.030.
Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur
satu faktor saja yaitu teaching and learning.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item teaching and learning dapat dilihat
pada tabel 3.11
Tabel 3.11
Muatan faktor item teaching and learning
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.49 0.06 8.01 2 0.54 0.06 8.90 3 0.51 0.06 8.26 4 0.55 0.06 9.22 5 0.30 0.06 4.64 6 0.53 0.06 8.60 7 0.65 0.06 10.99 8 0.61 0.06 10.20 9 0.76 0.06 13.35
10 0.63 0.06 10.56 11 0.68 0.06 11.38 12 0.78 0.06 14.05 13 0.74 0.06 12.92 14 0.74 0.06 13.30 15 0.69 0.06 12.00 16 0.78 0.06 13.99 17 0.81 0.05 14.68 18 0.67 0.06 11.69 19 0.44 0.06 7.20
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
49
Berdasarkan tabel 3.11 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur teaching
and learning signifikan, 19 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda
positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di drop.
3.4.8 Uji Validitas Interpersonal Relationship
Peneliti menguji apakah 17 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur interpersonal relationship. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square=1142.14, df=119, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.190. Namun,
setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=97.03, df=77, P-value = 0.06121 dan RMSEA=0.033. Artinya
model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor
saja yaitu interpersonal relationship.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item interpersonal relationship dapat
dilihat pada tabel 3.12
Tabel 3.12
Muatan faktor item interpersonal relationship
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.51 0.06 8.03 2 0.41 0.06 6.57 3 0.73 0.06 12.92 4 0.76 0.06 13.66 5 0.78 0.05 14.22
50
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
6 0.82 0.06 14.30 7 0.47 0.06 7.71 8 0.72 0.06 12.70 9 0.78 0.06 14.19
10 0.63 0.06 10.54 11 0.80 0.06 14.43 12 0.58 0.06 9.42 13 0.42 0.07 6.34 14 0.41 0.06 6.45 15 0.52 0.06 8.44 16 0.32 0.06 4.93 17 0.45 0.06 7.32
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
Berdasarkan tabel 3.12 terlihat bahwa 17 item yang mengukur interpersonal
relationship signifikan, 17 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda
positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di drop.
3.4.9 Uji Validitas Institutional Environment
Peneliti menguji apakah 14 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur institutional environment. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square=775.89, df=77, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.195. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square=54.58, df=91, P-value = 0.06196 dan RMSEA=0.039. Artinya model
satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja
yaitu institutional environment.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
51
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item institutional environment dapat
dilihat pada tabel 3.13
Tabel 3.13
Muatan faktor item institutional environment. No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.51 0.07 7.88 2 0.54 0.07 8.17 3 0.69 0.06 11.42 4 0.63 0.06 10.08 5 0.56 0.06 8.78 6 0.54 0.07 8.04 7 0.58 0.06 9.29 8 0.76 0.06 12.60 9 0.65 0.06 11.22
10 0.55 0.06 9.55 11 1.00 0.07 15.44 12 0.60 0.06 10.57 13 -0.09 0.05 -1.65 X
14 0.63 0.06 10.80
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
Berdasarkan tabel 3.13 terlihat bahwa 14 item yang mengukur institutional
environment. signifikan, 13 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda
positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini ada 1 item yang di drop dengan
t<1.96.
3.5 Metode Analisis Data
Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan metode analisis
regresi berganda yaitu suatu metode untuk menguji signifikan atau tidaknya
pengaruh dari sekumpulan variabel indipenden terhadap variabel dependen.
Adapun persamaan umum analisis regresi berganda ini yaitu:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 +e
Keterangan:
Y = bullying
a = koefisien
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
52
X1 = cognitive restructuring
X2 = minimizing agency
X3 = distortion of negative consequences
X4 = blaming/dehumanizing the victim
X5 = safety
X6 = teaching and learning
X7 = interpersonal relationship
X8 = institutional environment
e = residu
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil dari
pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam true score. Dalam hal ini, true
score adalah faktor yang dihitung dengan menggunakan software SPSS dengan
menggunakan item yang valid. Tujuan dari true score adalah agar koefisien
regresi tidak mengalami atenuasi atau underestimated (koefisien regresi yang
terhitung lebih rendah dari yang seharusnya sehingga tidak signifikan).
Dalam analisis regresi berganda, besarnya proporsi varians resiliensi yang
dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV bisa diukur dengan rumus R², dimana:
R2 =jumlah kuadrat regresi
jumlah kuadrat total=
SSreg
SSy
Keterangan:
R² : koefisien determinan berganda
SS reg : jumlah kuadrat regresi
SS y : jumlah kuadrat dari variable y
Selanjutnya R² dapat diuji signifikan atau tidak dengan uji F (F test), adapun
rumus uji F adalah sebagai berikut:
𝐹 =𝑅2/𝑘
(1 − 𝑅2 )/(𝑁 − 𝑘 − 1)
53
Dimana k adalah jumlah independent variabel dan N adalah jumlah sampel.
Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel
independent yang diujikan memiki pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap
dependent variabel.
54
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 240 siswa-siswi kelas 10,11, dan 12 SMAN
3 Jakarta dengan karakteristik sampel yang diuraikan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Karakteristik Sampel (N= 240)
Dari hasil persentase data yang ada pada tabel diatas, diketahui bahwa sebesar
73.8% yang menjadi responden penelitian berada pada rentang usia 16 – 18 tahun.
Begitu juga dengan jenis kelamin responden terbanyak adalah perempuan sebesar
57.9%. Status orangtua terbanyak adalah menikah sebesar 83.7%. Sebagian besar
responden 95.4% tinggal bersama orangtua mereka. Responden sebesar 31.3%
mempunyai rata-rata penghasilan orangtua sebesar 5.000.000 – 10.000.000.
Karakteristik Sampel n (%)
Usia
13 – 15 tahun 63 (26.3)
16 – 18 tahun 177 (73.8)
Jenis Kelamin
Laki-laki 101 (42.1)
Perempuan 139 (57.9)
Status Orangtua
Menikah 201 (83.7)
Bercerai Menikah 25 (10.4)
Bercerai Meninggal 14 (5.9)
Tinggal dengan Orangtua
Ya 229 (95.4)
Tidak 11 (4.6)
Penghasilan Orangtua
<1.000.000 4 (1.7)
1.000.000 – 5.000.000 41 (17.1)
5.000.000 – 10.000.000 75 (31.3) 10.000 – 15.000.000 52 (21.7)
>15.000.000 68 (28.3)
Teman Kelompok
Tidak memiliki 15 (6.3)
1 – 3 orang 24 (10.0)
4 – 6 orang 68 (28.3)
>6 orang 133 (55.4)
55
Sebagian besar responden sebesar 55.4% memiliki teman kelompok lebih dari 6
orang.
4.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti melakukan analisis deskriptif bertujuan
untuk menganalisis sejumlah data yang dikumpulkan dalam penelitian guna
memperoleh gambaran mengenai suatu variabel, dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut.
Dari tabel 4.2 berikut dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian
sebanyak 240 orang. Skor tertinggi berada pada bullying yaitu sebesar 92.93 dan
skor terendah berada pada dimensi institutional environement 12.70. Dependen
variable yaitu bullying memiliki skor terendah 36.06 dan skor tertinggi 92.93.
Variabel cognitive restructuring memiliki skor terendah 36.47 dan skor tertinggi
79.01. Variabel minimizing agency memiliki skor terendah 27.33 dan skor
tertinggi 66.79. Variabel distortion of negative consequences memiliki skor
terendah 34.99 dan skor tertinggi 74.08. Variabel blaming/dehumanizing the
victim memiliki skor terendah 30.09 dan skor tertinggi 69.71. Variabel safety
memiliki skor terendah 21.30 dan skor tertinggi 76.26. Variabel teaching and
learning memiliki skor 17.47 terendah dan skor tertinggi 75.29. Variabel
interpersonal relationship memiliki skor terendah 15.15 dan skor tertinggi 73.06.
Variabel institutional environment memiliki skor terendah 12.70 dan skor
tertinggi 70.72.
56
Tabel 4.2
Deskriptif Statistik Variabel Penelitian (N = 240) Variabel Range Skor
Mean Std. Deviation Minimum Maksimum
Bullying 36.06 92.93 49.9999 9.40944
Cognitive Restructuring 36.47 79.01 50.0007 8.94041
Minimazing Agency 27.33 66.79 50.0000 8.25874
Distortion of Negative
Consequences
34.99 74.08 50.0001 8.69334
Blaming/dehumanizing the
Victim
30.09 69.71 50.0000 8.51647
Safety 21.30 76.26 50.0002 9.13560
Teaching and Learning 17.47 75.29 50.0000 9.59682
Interpersonal Relationship 15.15 73.06 49.9997 9.52216
Institutional Environement 12.70 70.72 49.9993 9.31924
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategori variabel bertujuan untuk menempatkan individu kedalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi
yang akan penulis gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian. Norma
kategorisasi skor dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3
Pedoman Kategorisasi Skor
Kategorisasi Norma
Rendah X < Mean – SD
Sedang Mean – SD ≤ X ≤ Mean + SD
Tinggi X > Mean + SD
Setelah norma kategorisasi tersebut didapatkan, selanjutnya akan
dijelaskan perolehan nilai persentase kategorisasi untuk variabel perilaku
bullying, cognitive restructuring, minimazing agency, distortion of negative
conseqeunces, blaming/dehumanizing the victim, safety, teaching and learning,
interpersonal relationship, dan institutional environement pada tabel 4.4 berikut:
57
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi (%)
Rendah Sedang Tinggi
Bullying 28 (11.7%) 183 (76.3%) 29 (12.1%)
Cognitive Restructuring 46 (19.2%) 158 (65.8%) 36 (15.0%)
Minimazing Agency 18 (7.5%) 196 (81.7%) 26 (10.8%)
Distortion of Negative Consequences 37 (15.4%) 172 (71.7%) 31 (12.9%)
Blaming/dehumanizing the Victim 28 (11.7%) 183 (76.3%) 29 (12.1%)
Safety 30 (12.5%) 174 (72.5%) 36 (15.0%)
Teaching and Learning 33 (13.8%) 176 (73.3%) 31 (12.9%)
Interpersonal Relationship 24 (10.0%) 184 (76.7%) 33 (13.8%)
Institutional Environment 28 (11.7%) 179 (74.6%) 33 (13.8%)
Berdasarkan tabel 4.4, variabel perilaku bullying siswa cenderung tinggi.
Selanjutnya, cognitive retsructuring siswa cenderung rendah. Minimazing agency
cenderung tinggi. Distortion of negative conseqeuneces cenderung rendah.
Blaming/dehumanizing the victim cenderung tinggi. Safety cenderung tinggi.
Teaching and learning cenderung rendah. Interpersonal relationship cenderung
tinggi. Institutional environment cenderung tinggi.
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahapan ini teknik yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi
berganda menggunakan software SPSS 17.0. Dalam regresi ada tiga hal yang
perlu dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%)
varians dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV).
Tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Analisis Regresi Moral Disengagement, Iklim Sekolah terhadap Perilaku
Bullying pada Pelajar SMA di Jakarta
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
58
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .553a .306 .282 7.973
a. Predictors: (Constant), INST_E, BLAMINGDV, MINIMAZING_A, SAFETY, COGNITIVER, INTERPERSONALR, DISTORTIONNC, TEACHINGAL
Dari tabel 4.5, dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar .306 atau
30.6%. Artinya kontribusi perilaku bullying yang dapat dijelaskan moral
disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of negative
consequences, blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah (safety,
teaching and learning, interpersonal relationship, dan institutuional environment)
sebesar 30.6%, sedangkan 69.4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian ini.
Kedua, uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing
koefisien regresi. Peneliti melihat apakah seluruh independent variable
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable. Adapun hasil uji F
dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
Tabel ANOVA Pengaruh Keseluruhan Moral Disengagement, Iklim Sekolah
terhadap Perilaku Bullying pada Pelajar SMA di Jakarta Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6477.744 8 809.718 12.739 .000 a
Residual 14682.713 231 63.562
Total 21160.457 239
a. Predictors: (Constant), INST_E, BLAMINGDV, MINIMAZING_A, COGNITIVER,
INTERPERSONALR, DISTORTIONNC, TEACHINGAL
b. Dependent Variable: BULLYING
Jika dilihat pada bagian kolom sig pada tabel 4.6 di atas, dapat diketahui nilai
(p < 0.05), maka hipotesis nihil mayor yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan dari seluruh independent variable moral disengagement (cognitive
restructuring, minimizing agency, distortion of negative consequences,
59
blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah (safety, teaching and
learning, interpersonal relationship, dan institutuional environment) terhadap
perilaku bullying ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari variabel
moral disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of
negative consequences, blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah
(safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan institutuional
environment) terhadap perilaku bullying.
Ketiga, untuk melihat persamaan regresi yang digunakan untuk melihat
prediksi besaran tingkat perilaku bullying jika variabel independennya diketahui.
Peneliti melihat koefisien regresi setiap independent variable yang disajikan pada
tabel 4.7. Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti
bahwa tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku bullying pada
pelajar SMA. Dapat dilihat juga apakah dari delapan independent variable (minor)
berpengaruh secara positif atau negatif dan signifikan terhadap dependent
variable.
Tabel 4.7
Tabel Koefisien Regresi Moral Disengagement, Iklim Sekolah terhadap
Perilaku Bullying pada Pelajar SMA di Jakarta
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
(Constant) 24.909 6.701 3.717 .000
COGNITIVER .328 .075 .312 4.403 .000
MINIMAZING_A .083 .064 .073 1.311 .191
DISTORTIONNC .075 .082 .069 0.908 .365
BLAMINGDV .184 .079 .167 2.346 .020
SAFETY -.163 .074 -.158 -2.185 .030
TEACHINGAL .119 .080 .122 1.491 .137
INTERPERSONALR -.129 .080 -.131 -1.616 .107
INST_E .003 .072 .003 0.048 .962
60
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, dapat disimpulkan persamaan regresinya
sebagai berikut.
Bullying = 24.909 + 0.328 cognitive restructuring + 0.083 minimazing agency +
0.075 distortion of negative consequences + 0.184
blaming/dehumanizing the victim – 0.163 safety + 0.119 teaching and
learning – 0.129 interpersonal relationship + 0.003 institution
environment.
Untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan
dapat dilihat pada nilai sig pada kolom di atas, jika sig < 0.05 maka koefisien
regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap bullying dan sebaliknya.
Dari hasil di atas terdapat tiga variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap
bullying, yaitu cognitive restructuring, blaming/dehumanizing the victim dan
safety sedangkan sisanya tidak signifikan. Hal ini menyatakan dari delapan
hipotesis minor terdapat tiga yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien
regresi yang diperoleh pada masing-masing independent variable (IV) adalah
sebagai berikut:
1. Nilai koefisien regresi sebesar 0.328 dengan nilai sig sebesar 0.000 (sig <
0.05), yang berarti bahwa H01 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan dari cognitive restructuring terhadap perilaku bullying “ditolak”.
Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari cognitive restructuring terhadap
perilaku bullying. Koefisien bertanda positif artinya semakin tinggi cognitive
restructuring, maka semakin tinggi pula perilaku bullying.
2. Nilai koefisien regresi sebesar 0.83 dengan nilai sig sebesar 0.191 (sig > 0.05),
yang berarti bahwa H02 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan
dari minimazing agency terhadap perilaku bullying “diterima”. Dapat diartikan
61
bahwa minimazing agency tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku bullying.
3. Nilai koefisien regresi sebesar 0.075 dengan nilai sig sebesar 0.365 (sig >
0.05), yang berarti bahwa H03 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan dari distortion of negative consequences terhadap perilaku bullying
“diterima”. Dapat diartikan bahwa distortion of negative conseqeunces tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying.
4. Nilai koefisien regresi sebesar 0.184 dengan nilai sig sebesar 0.020 (sig <
0.05), yang berarti berarti bahwa H04 yang menyatakan tidak ada pengaruh
yang signifikan dari blaming/dehumanizing the victim terhadap perilaku
bullying “ditolak”. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari
blaming/dehumanizing the victim terhadap perilaku bullying. Koefisien
bertanda positif artinya semakin tinggi blaming/dehumanizing the victim,
maka semakin tinggi pula perilaku bullying.
5. Nilai koefisien regresi sebesar -0.163 dengan nilai sig sebesar 0.030 (sig <
0.05), yang berarti bahwa H05 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan dari safety terhadap perilaku bullying “ditolak”. Artinya, ada
pengaruh yang signifikan dari safety terhadap perilaku bullying. Koefisien
bertanda negatif artinya semakin rendah safety, maka semakin tinggi perilaku
bullying.
6. Nilai koefisien regresi sebesar 0.163 dengan nilai sig sebesar 0.137 (sig >
0.05), yang berarti bahwa H06 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan dari teaching and learning terhadap perilaku bullying “diterima”.
62
Dapat diartikan bahwa teaching and learning tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku bullying.
7. Nilai koefisien regresi sebesar -0.129 dengan nilai sig sebesar 0.107 (sig >
0.05), yang berarti bahwa H07 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan dari interpersonal relationship terhadap perilaku bullying
“diterima”. Dapat diartikan bahwa interpersonal relationship tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying.
8. Nilai koefisien regresi sebesar 0.003 dengan nilai sig sebesar 0.962 (sig >
0.05), yang berarti bahwa H08 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan dari institutional environment terhadap perilaku bullying
“diterima”. Dapat diartikan bahwa institutional environment tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying.
4.4.2 Pengujian Proporsi Varian Pada Setiap Variabel
Selanjutnya, dianalisa juga bagaimana penambahan proporsi varians dari tiap
independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV).
Tabel 4.8
Proporsi Varians Moral Disengagement, Iklim Sekolah terhadap Perilaku
Bullying pada Pelajar SMA di Jakarta
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .484 .234 .231 8.253 .234 72.702 1 238 .000
2 .486 .236 .230 8.258 .002 .713 1 237 .399
3. .511 .261 .251 8.142 .024 7.793 1 236 .006
4. .526 .277 .264 8.070 .016 5.213 1 235 .023
5. .544 .296 .281 7.980 .019 6.309 1 234 .013
6. .545 .297 .279 7.988 .002 .578 1 233 .448
7. .553 .306 .285 7.955 .009 2.889 1 232 .091
8. .553 .306 .282 7.973 .000 .002 1 231 .962
63
Pada tabel 4.8 signifikansi bisa dilihat pada kolom pertama dari kanan,
bila sig < 0.05 berarti variabel tersebut signifikan. Sedangkan sumbangan varians
yang diberikan independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV) bisa
dilihat pada baris R Square Change. Besarnya proporsi varians pada perilaku
bullying pada remaja pada tabel 4.8.
Dari tabel di atas didapatkan informasi sebagai berikut:
1. Variabel cognitive restructuring memberikan sumbangan sebesar 23.4%
terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistik dengan F Change = 72.702 dan df2 = 238.
2. Variabel minimizing agency memberikan sumbangan sebesar 0.2% dalam
varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F Change= 0.713 dan df2= 237.
3. Variabel distortion of negative sequences memberikan sumbangan sebesar
2.4% terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut signifikan
secara statistik dengan F Change= 7.793 dan df2= 236.
4. Variabel blaming/dehumanization the victim memberikan sumbangan sebesar
1.6% terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut signifikan
secara statistik dengan F Change= 5.213 dan df2= 235.
5. Variabel safety memberikan sumbangan sebesar 1.9% terhadap varians
perilaku bullying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F
Change= 6.309 dan df2= 234.
64
6. Variabel teaching and learning memberikan sumbangan sebesar 0.2%
terhadap perilaku bullying. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik dengan F Change= 7.988 dan df2= 233.
7. Variabel interpersonal relationship memberikan sumbangan sebesar 0.9%
terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik dengan F Change= 2.889 dan df2= 232.
8. Variabel institutuional environment memberikan sumbangan sebesar 0.0%
terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut tidak signifikan
secara statistik dengan F Change= .002 dan df2= 231.
Dari delapan independent variable (IV) tersebut yang memberikan
sumbangan atau pengaruh varians terbesar terhadap perilaku bullying adalah
variabel cognitive restructuring. Dilanjutkan dengan variabel distortion of
negative consequences, safety dan blaming/dehumanization the victim.
65
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor dapat diketahui bahwa hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh dari seluruh independent variable (IV) terhadap
dependent variable (DV) ditolak. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari
moral disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of
negative consequences, dan blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah
(safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan institutional
environment) terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.
Berdasarkan hasil uji hipotesis minor dari signifikansi masing-masing
koefisien regresi terhadap dependent variable (DV), terdapat tiga variabel yang
nilai koefisien regresinya signifikan, yaitu cognitive restructuring,
blaming/dehumanization the victim, dan safety. Selain itu, terdapat lima variabel
yang tidak signifikan, diantaranya ialah minimizing agency, distortion of negative
consequences, teaching and learning, interpersonal relationship, dan institutional
environment.
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan sebagian besar pelajar memiliki tingkat
perilaku bullying berada pada kategori rendah. Artinya, sebagian besar pelajar
tersebut kurang memperlihatkan perilaku bullying terhadap teman-temanya.
Namun, sebagian pelajar lainnya memiliki perilaku bullying dengan kategori yang
tinggi, dimana mereka memperlihatkan perilaku bullying seperti mengejek,
66
memanggil nama dengan julukan, memukul, mendorong, dan sengaja
mengucilkan seseorang dari satu kelompok. Sehingga diperlukan usaha untuk
menangani masalah perilaku bullying pada remaja ini.
Bullying mempunyai banyak faktor yang mempengaruhi, seperti tipe
kepribadian, konformitas, dan pola asuh orangtua,. Dalam penelitian ini variabel
yang akan diteliti adalah moral disengagement dan iklim sekolah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh variabel moral disengagement (cognitive
restructuring, minimizing agency, distortion of negative consequences, dan
blaming/dehumanization the victim) dan variabel iklim sekolah (safety, teaching
and learning, interpersonal relationship, dan institution environment) terhadap
perilaku bullying. Dari 8 variabel yang diujikan, terdapat 3 variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying pada remaja SMA yaitu
cognitive restructuring, blaming/dehumanization the victim, dan safety.
Dimensi moral disengagement pada variabel cognitive restructuring
memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku bullying. Artinya,
semakin tinggi cognitive restructuring yaitu remaja yang memiliki keyakinan dan
anggapan bahwa perilaku yang merugikan (bullying) adalah hal yang wajar atau
biasa dan bukanlah suatu kejahatan, maka semakin tinggi perilaku bullying.
Remaja yang melakukan bullying terhadap orang lain kebanyakan mempunyai
keyakinan atau anggapan bahwa perilaku negatif tersebut sudah biasa terjadi.
Hymel et al. (2005) juga menambahkan remaja yang melakukan bullying terhadap
temannya cenderung melihat bahwa bullying sebagai perilaku yang dapat diterima
baik secara umum maupun dalam kelompoknya sendiri. Hal ini didukung oleh
67
penelitian Hymel et al. (2005) yang menemukan bahwa cognitive restructuring
berpengaruh positif secara signifikan terhadap perilaku bullying.
Dimensi blaming/dehumanization the victim dari variabel moral
disengagement juga berpengaruh positif secara signifikan terhadap perilaku
bullying.. Artinya, semakin tinggi blaming/dehumanization the victim yaitu
remaja yang menganggap bahwa seseorang pantas menerima tindakan yang
merugikan, atau menyalahkan korban, maka semakin tinggi perilaku bullying.
Remaja yang menjadi pelaku bullying melihat korban tersebut berbeda atau layak
diperlakukan seperti itu. Hymel et al. (2005) juga menemukan bahwa pelaku
bullying cenderung melihat adalah seseorng yang pantas diperlakukan demikian.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hymel et al. (2005) bahwa
blaming/dehumanization the victim berpengaruh positif secara signifikan terhadap
perilaku bullying.
Dimensi minimazing agency dan distortion of negative consequences, dari
variabel moral disengagement tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku bullying pada pelajar SMA. Namun, penelitian ini menemukan bahwa
sebagian besar remaja memiliki tingkat minimazing agency yang tinggi, yang
berarti remaja cenderung melimpahkan tanggungjawab atas dampak negatif
perilaku bullying ke pihak yang memiliki otoritas lebih, seperti guru. Dengan
demikian sebagian besar remaja melimpahkan tanggungjawab dampak bullying
kepada orang lain bukan kepada diri sendiri. Sebagian besar remaja memiliki
tingkat distortion of negative consequences yang tinggi, artinya mereka
68
menekankan hasil positif dari perilaku bullying daripada hasil negatif yang
ditimbulkan.
Dimensi safety dari iklim sekolah memberikan pengaruh negatif yang
signifikan terhadap perilaku bullying. Artinya, semakin rendah safety yaitu
persepsi yang rendah terhadap rasa aman secara fisik dan emosi yang dirasakan
oleh remaja di sekolah tersebut, maka semakin tinggi perilaku bullying. Maslow
(dalam Thapa et al., 2012) menyatakan bahwa merasa aman secara sosial,
emosional, intelektual dan fisik adalah kebutuhan dasar manusia. Perasaan aman
di sekolah cukup kuat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan
perkembangan di sekolah (Devine& Cohen; dalam Thapa et al., 2012). Hal itu
didukung oleh Apsy et al. (dalam Petri, 2014) bahwa iklim sekolah positif
menjadi faktor protektif penurunan perilaku resiko seperti penyalahan zat dan
agresif. Cohen (2010) juga menunjukkan cara yang terbaik untuk mengatasi
masalah keamanan adalah dengan membangun komunitas sekolah yang kuat,
dengan menunjukan rasa hormat dan percaya dalam hubungan antara guru dan
siswa dengan orang tua, staf sekolah, dan masyarakat sekitar.
Dimensi teaching and learning, interpersonal relationship, dan
institutional environment dari variabel iklim sekolah tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku bullying pada remaja SMA. Namun, penelitian
ini menemukan bahwa sebagian besar remaja memiliki tingkat teaching and
learning yang tinggi, artinya bahwa remaja merasakan adanya dukungan dalam
proses belajar dan mengajar dari guru. Dengan demikian sebagian remaja
memiliki hubungan yang baik dengan guru dalam proses belajar dan mengajar. Di
69
lain sisi sebagian besar remaja memiliki tingkat interpersonal relationship yang
rendah berarti bahwa remaja kurang memiliki hubungan interpersonal antar siswa
maupun guru. Selanjutnya, sebagian besar remaja memiliki tingkat institutional
enviroment yang tinggi, berarti bahwa remaja merasakan keterikatan dengan
sekolahnya dan merasa nyaman dengan fasilitas yang ada.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya tiga variabel yang
signifikan mempengaruhi perilaku bullying pada pelajar SMA. Hal tersebut
menunjukkan adanya keterbatasan dari penelitian ini. Keterbatasan penelitian ini
yaitu dari alat ukur yang digunakan untuk variabel iklim sekolah. Alat ukur
tersebut terlalu umum dan tidak fokus untuk melihat pengaruh iklim sekolah
terhadap perilaku bullying. Sehingga hanya satu dimensi yang signifikan dari
variabel iklim sekolah.
5.3 Saran
Berdasarkan penulisan penelitian ini, penulis sadar bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dan keterbatasan. Maka dari itu, penulis menguraikan saran menjadi
dua bagian, yaitu saran teoritis dan saran praktis yang dapat menjadi
pertimbangan sebagai penyempurnaan untuk melakukan penelitian lain dengan
dependent variable yang sama.
5.3.1 Saran Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran teoritis yang dapat
diajukan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Penelitian ini merupakan penelitian yang mengukur perilaku bullying. Alat
ukur untuk penelitian ini menunjukkan reliabilitas yang baik untuk SMA di
70
wilayah urban. Namun, dipenelitian berikutnya mungkin dapat dikaji
reliabilitasnya pada sampel yang berbeda, seperti SD dan SMP.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa moral disengagement dan iklim
sekolah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku bullying sebesar
30.6% sedangkan sekitar 69.4% dipengaruhi oleh variabel lainnya di luar
penelitian ini. Sehingga saran bagi penelitian selanjutnya, agar menambahkan
variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap perilaku bullying seperti
konformitas, kontrol diri, self-esteem, peer influence, kepribadian, dan lain
sebagainya.
3. Untuk penelitian yang selanjutnya disarankan untuk mengkaji lebih dalam pada
variabel yang tidak signifikan dalam penelitian ini, antara lain variabel moral
disengagement (minimazing agency dan distortion of negative consequences)
dan iklim sekolah (teaching and learning, interpersonal relationship, dan
institutional environment).
5.3.2 Saran Praktis
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran praktis yang dapat
diajukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan berkenaan dengan hasil
penelitian, yaitu:
1. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa cognitive restructuring berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku bullying. Maka disarankan kepada pihak
sekolah perlu melakukan sosialisasi dan penanaman nilai-nilai bahwa bullying
bukanlah perilaku yang baik agar fenomena bullying ini tidak menjadi suatu
71
tradisi yang berkepanjangan. Dan juga untuk mengubah persepsi remaja
tentang bullying.
2. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa blaming/dehumanizing the victim
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying. Maka disarankan
kepada pihak sekolah agar menanamkan kepedulian, empati dan sikap
tenggang rasa sesama siswa untuk mengurangi perilaku bullying.
3. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa safety berpengaruh secara signifikan
terhadap perilaku bullying. Maka disarankan kepada pihak sekolah agar
membuat peraturan yang lebih jelas tentang bullying dan lebih tegas dalam
menanggapi bullying dengan memberikan punishment yang sesuai. Serta
melibatkan instansi terkait seperti kepolisian agar pelaku bullying tidak
mengulangi perilakunya tersebut
4. Sekolah diharapkan memberikan solusi untuk mengurangi tingkat bullying di
sekolah dengan cara memberikan pengawasan yang lebih ketat pada saat
OSPEK berlangsung agar kegiatan tersebut berjalan dengan baik.
5. Siswa diharapkan untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku di sekolah
dan juga bagi siswa yang mengetahui adanya tindakan bullying diharapkan
dapat mencegah dan menghentikan tindakan tersebut dengan cara melaporkan
tindakan tersebut kepada pihak sekolah.
72
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, T. (2015). Uji validitas konstruk pada instrument big five intentory
dengan metode confirmatory factor analysis. Jurnal Pengukuran Psikologi
dan Pendidikan Indonesia, 4(3), 215-230.
Bandura, A. (2002). Selective Moral Disengagement in the Exercise of Moral
Agency. Journal of Moral Education, Vol. 31, No. 2, 2002.
Bartol, C., & Bartol, A. (2005). Criminal behavior a psychososial approach, 7th
ed. New Jersey: Upper Saddle River.
Bayar, Y., & Ucanok, Z. (2012). School social climate and generalized peer
perception in traditional and cyberbullying status. Educational Sciences:
Theory & Practice, 12(4), 2352-2358.
Beane, A. L. (2008). Protect your child from bullying (expert advice to help you
recognize, prevent, and stop bullying before your child gets hurt). USA:
Josse Bass.
Biernbaum, M. A., & Lotyczewski, B. S. (2015). Bullying and school climate:
associations and group differences. Bullying and School Climate, 1-39.
Caroli, M. E., & Sagone, E. (2014). Mechanisms of moral disengagement: an
analysis from early adolescence to youth. Social and Behavioral Sciences
140, 312-317.
CNNINDONESIA. (2015, Mei 25). Cerita Retno soal Tradisi Bullying Finansial
di SMAN 3. Dipetik Februari 09, 2017, dari
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150525060521-20-55383/cerita-
retno-soal-tradisi-bullying-finansial-di-sman-3/
Cohen, J. (2010). School climate research summary. School Climate Brief, 1(1),
1-16Cohen, J. (2010). School Climate Research Summary. School Climate
Brief Vol. 1 No. 1.
Detert, J. R., Trevino, L. K., & Sweitzer, V. L. (2008). Moral disengagement in
ethical decision making: A study of antecedents and outcomes. Journal of
Applied Psychology, 93(2), 374-391.
Dracic, S. (2009). Bullying and peer victimization. Public Health Institute of
Canton Saravejo, 21(4), 216-218.
73
Edwards, D.C. (2006). Ketika anak sulit diatur: panduan bagi orangtua untuk
mengubah masalah perilaku anak. Kaifa: Bandung
Gage, N. A., & Larson, A. (2014). School climate and bullying victimization: A
latent class growth model analysis. School Psychology Quarterly, 29(3),
256–271.
Gini, G. (2005). Social cognition and moral cognition in bullying:What’s wrong?
Aggressive Behavior, 1-41.
Gonçalves, F. G., Heldt, E., Peixoto, B. N., & Rodrigues, G. A. (2016). Construct
validity and reliability of Olweus Bully/Victim Questionnaire – Brazilian
version. Psicologia: Reflexão e Crítica, 1-8.
Harris, S., & Petrie, G. F. (2003). Bullying: the bullies, the victims, the
bystanders. Lanham, Maryland, and Oxford: The Scarecrow Press.
Hoy, W. K., & Miskel, C. G. (2013). Educational administration : theory,
research, and practice. New York: McGraw-Hill.
Hymel, S., Henderson, N. R., & Bonanno, R. A. (2005). Moral disengagement: A
framework for understanding bullying among adolescents. Journal of
Social Sciences, 8,1-11.
Khoury-Kassabri, M., Benbenishty, R., Astor, R. A., & Zeira, A. (2004). The
contributions of community, family, and school variables to student
victimization. American Journal of Community Psychology, Vol. 34, 187-
204.
Klein, J., Cornell, D., & Konold, T. (2012). Relationships between bullying
school climate and student risk behaviors. 1-42.
Kompasiana. (2010, Juli 15). Apa Itu Bullying?. Dipetik November 09, 2016, dari
https://www.kompasiana.com/endy080595/apa-itu-
bullying_550003fc813311eb18fa6fec
Kompasiana. (2014, Juni 26). Tindakan Bullying di Sekolah Sebagai Bentuk
Kekerasan dalam Sistem Pendidikan. Dipetik November 08, 2016, dari
http://www.kompasiana.com/isanoor/tindakan-bullying-di-sekolah-
sebagai-bentuk-kekerasan-dalam-sistem-
pendidikan_54f6d7a5a333118b548b4ab8
KPAI. (2015, Desember 30). KPAI: Pelaku Kekerasan dan "Bullying" di Sekolah
Tahun 2015 Meningkat. Dipetik November 08, 2016, dari
74
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/12/30/16480051/KPAI.Pelaku.
Kekerasan.dan.Bullying.di.Sekolah.Tahun.2015.Meningkat
KPAI. (2016, Maret 12). KPAI Luncurkan Kampanye Antikekerasan pada Anak.
Dipetik November 28, 2016, dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-
luncurkan-kampanye-antikekerasan-pada-anak/
Låftman, S. B., Östberg, V., & Modin, B. (2016). School climate and exposure to
bullying: a multilevel study. School Effectiveness and School
Improvement.
Lee, S. S.-t., & Wong, D. S.-w. (2009). School, parents, and peer factors in
relation to Hong kong students' bullying. International journal of
Adolescence and Youth, 15, 217-233.
Lee, C. & Song, J. (2012). Functions of parental involvement and effects of
school climate on bullying behaviors among south Korean middle school
students, 23, 2437-2464.
Li, Y., Teng, Z., & Liu, Y. (2014). Online gaming, internet addiction, and
aggression in chinese male students: The mediating role of low self-
control. International Journal of Psychological Studies, 6 (2), 89-
97.Macneil, A. J., Prater, D. L., & Busch, S. (2009). The effects of school
culture and climate on student achievment. Journal of Leadership in
Education, 73-84.
Macneil, A. J., Prater, D. L., & Busch, S. (2009). The effects of school culture and
climate on student achievment. Journal of Leadership in Education, 73-84.
Mitchell, M. M., B. C., & Leaf, P. J. (2010). Student and teacher perceptions of
school climate: A multilevel exploration of patterns of discrepancy.
Journal of School Health, 80 (6), 271-279.
Mynard, H., & Joseph, S. (2000). Development of the multidimensional peer-
victimization scale. Aggressive Behavior, 26, 169–178.
NSCC. (2015). The Comprehensive School Climate Inventory. 1-147.
Obermann, M. L. (2011). Moral disengagement in self-reported and peer-
nominated school bullying. Aggressive Behavior, 37, 133–144.
Okezone. (2016, Mei 03). Aksi Bullying Terjadi di SMAN 3 Jakarta. Dipetik
November 08, 2016, dari
75
http://news.okezone.com/read/2016/05/03/338/1378936/aksi-bullying-
terjadi-di-sman-3-jakarta
Olweus, D. (1993). Bullying at School: What We Know and What We Can Do.
USA: Blackwell Publishing.
Olweus, D. (1997). Bully/victimproblems in school: Facts and intervention.
European Journal of Psychology of Education, 495-510.
Paciello M., Fida, R., Tramontano, C., Lupinetti, C., & Capcara, G. (2008).
Stability and change of moral disengagement and its impact on aggression
and violence in late adolescene. Child Development, 79 (5), 1288-1309.
Perren, S., Helfenfinger, E. G., Malti, T., & Hymel, S. (2012). Moral reasoning
and emotion attributions of adolescent bullies, victims, and bully-victims .
British Journal of Developmental Psychology, 511-530.
Petrie, K. (2014). The relationship between school climate and student bullying.
TEACH Journal of Christian Education, 8 (7), 26-34.
Pozolli, Tiziana., Gini, Gianluca., & Robert, T. (2016). Bullying and defending
behavior: The role of explicit and implicit moral cognition. Society for the
Study of School Psychology, 67-81.
Prasetyo, A. B. (2011). Bullying di sekolah dan dampaknya bagi masa depan
anak. Jurnal Pendidikan Islam, 4 (1), 19-26.
Rigby, K. (2007). Bullying in Schools: and what to do about it. Australia: ACER
Press.
Ronen, T., Rahav, G., & Moldavsky, A. (2007). Aggressive behavior among
Israeli elementary school students and associated emotional/behavior
problem and self control. School Psychology Quartelly, 407-431.
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1 Edisi kesebelas. Jakarta:
Erlangga.
Storey, K., Slaby, R., Adler, M., Minnoti, J., & Katz, R. (2008). Eyes on bullying:
what can you do? Waltham: Educational Development Center.
Sullivan, K., Cleary, M., & Sullivan, G. (2004). Bullying in Secondary School.
California: Corwin press.
Swearer, S. M., & Hymel, S. (2015). Understanding the psychology of bullying.
American Psychologist. 70 (4), 344-353.
76
Thapa, A., Cohen, J., D’Allesandro. (2012). School climate research summary.
School Climate Brief, 10, 13-47.
Thornberg, R., & Jungert, T. (2014). School bullying and the mechanisms of
moral disengagement. Aggressive Behavior, 40, 99–108.
Turner, R. (2008). Moral Disengagement as a predictor of bullying and
aggression: are there gender differences?
Usman, I. (2013). Perilaku bullying ditinjau dari peran kelompok teman sebaya
dan iklim sekolah pada siswa SMA di kota Gorontalo.
77
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum, wa rahmatullahi wa barakatuh.
Selamat pagi/siang/sore,
Saya Yasmin Nadhifa, mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang pada saat ini sedang melakukan
penelitian dalam rangka penyelesain tugas akhir sebagai persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Psikologi.
Oleh karena itu, saya mohon berkenan bantuan Anda untuk berpartisipasi
sebagai responden dalam penelitian ini. Bentuk partisipasi yang saya harapkan
adalah dengan kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini yang terdiri dari
beberapa pernyataan (terlampir). TIDAK ADA JAWABAN BENAR DAN
SALAH, maka bebas menentukan jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.
Setiap informasi yang diberikan akan dijaga KERAHASIAANNYA dan hanya
digunakan untuk kebutuhan penelitian saja.
Atas bantuan dan kesediaan Anda untuk menjadi responden dalam
penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Salam Hormat,
Peneliti
78
INFORMED CONSENT
Saya menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan
oleh saudari Yasmin Nadhifa, dan data ini dijamin kerahasiaannya serta hanya
digunakan untuk penelitian semata.
Jakarta, ……………………….2018
Partisipan
_____________________________
(TTD)
79
DATA RESPONDEN
Inisial : ….………...…………………………………………
Usia : ………....……………………………………………
Jenis Kelamin : ............………………………………………………
Kelas/Jurusan : …………...…………………………………………
Status orang tua : Menikah
Bercerai hidup
Bercerai meninggal
Apakah Anda tinggal bersama orang tua? : Ya Tidak
Rata-rata penghasilan orang tua per bulan :
< 1.000.000
1.000 – 5.000.000
5.000.000 – 10.000.000
10.000.000 – 15.000.000
>15.000.000
Apakah Anda memiliki teman kelompok? : Ya Tidak
→ Jika Ya, pilih salah satu : 1-3 orang
4-5 orang
> 6 orang
*Berikan tanda () pada kotak disebelah kiri pilihan yang sesuai dengan keadaan
diri Anda
80
PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner ini berisi pernyataan yang tidak ada jawaban benar atau salah. Sebelum
mengisi pernyataan tersebut, baca dan pahami terlebih dahulu, kemudian berikan
tanda checklist () pada salah satu dari keempat kolom disamping kanan
pernyataan.
Adapun pilihan kolom disamping pernyataan sebagai berikut:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Contoh:
Jika jawaban anda Setuju menggambarkan diri anda
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya mudah berteman dengan orang lain
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa:
Saya Setuju dengan pernyataan “Saya mudah berteman dengan orang lain”
81
BAGIAN I
Petunjuk
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih
apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri anda, dengan cara memberi
tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia, Tidak
pernah, Jarang, Sering, Sangat Sering.
No. Pernyataan Tidak
pernah Jarang Sering
Sangat
Sering
1. Saya memukul, menendang, atau
mendorong seseorang
2. Saya menjambak seseorang atau
mecakarnya
3. Saya mengancam seseorang
4. Saya meminta uang atau barang
seseorang secara paksa
5. Saya mengambil uang atau barang
orang lain
6. Saya merusak barang milik orang
lain
7. Saya meneriaki seseorang
8. Saya mengejek seseorang karena
warna kulit atau ras/suku mereka
9. Saya mengejek seseorang karena
ciri-ciri fisiknya
10. Saya mengejek seseorang karena
gaya mereka berperilaku
11. Saya mengejek seseorang karena
logat mereka
12. Saya menertawakan seseorang agar
dia malu
13. Saya memanggil orang lain dengan
82
julukan yang tidak mereka sukai
14. Saya menyudutkan atau mendorong
seseorang ke dinding
15. Saya memgikuti seseorang di
sekolah ataupun di luar sekolah
16. Saya menggoda teman lawan jenis
17.
Saya tidak memperbolehkan
seseorang bergabung dengan
teman-teman sekelas
18.
Saya tidak peduli dengan
seseorang, jika tidak suka dengan
orang tersebut.
19.
Saya menuduh seseorang
mengambil barang milik teman
sekelas
20. Saya mengejek seseorang atau
keluarganya
21. Saya menghasut teman sekelas
tidak menyukai seseorang
22.
Saya memaksa seseorang untuk
memukul / menyinggung teman
sekelas yang lain
23.
Saya menggunakan social media
untuk menyakiti / menyinggung
teman kelas
BAGIAN II
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih
apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri anda, dengan cara memberi
tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia, Sangat
Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS).
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Bullying hanyalah salah satu bagian perilaku
83
normal bagi remaja.
2. Bullying adalah suatu kejahatan
3.
Tidak masalah bergabung untuk melakukan
bullying dengan orang lain ketika ada teman
yang kamu benci sedang di bully
4. Terkadang tidak masalah untuk melakukan
bullying kepada orang lain
5. Dalam kelompokku, bullying tidak menjadi
masalah
6.
Para guru beserta pengurus sekolah seharusnya
bertanggungjawab untuk melindungi siswa-
siswanya dari bullying
7.
Ketika saya melihat siswa lain sedang
mengalami bullying, tidak ada yang dapat saya
lakukan untuk menghentikannya
8. Adalah kewajiban saya untuk menghalangi atau
melakukan suatu hal ketika melihat bullying
9. Bullying membuat saya mengerti pentingnya
untuk berkelompok
10. Merasakan bullying membantu siswa lebih
tangguh
11. Beberapa siswa perlu dibully hanya untuk diberi
pelajaran.
12. Bullying mampu menjadi salah satu cara untuk
menyelesaikan masalah
13. Siswa-siswa yang mengalami bullying karena
mereka berbeda dengan orang lain
14. Beberapa siswa yang mengalami bullying
karena mereka pantas mendapatkannya
15. Siswa yang mengalami bullying karena mereka
juga menyakiti orang lain
16. Tidak masalah untuk menetapkan seseorang
sebagai pecundang
84
17.
Jika siswa tidak mudah menangis atau mudah
memberi, mereka tidak akan mengalami
bullying terlalu banyak
18. Sebagian besar siswa yang dibully akibat ulah
mereka sendiri.
BAGIAN III
Petunjuk
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Saudara diminta untuk memilih
apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri saudara, dengan cara memberi
tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia, (Sangat
Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS).
No. Pernyataan STS TS S SS
1.
Di sekolah saya, ada peraturan yang jelas untuk
tidak menyakiti orang lain (misalnya memukul,
mendorong, menyandung, dll.).
2.
Para guru dan pengurus sekolah di sekolah saya
secara adil memastikan bahwa semua siswa
mengikuti peraturan untuk tidak menyakiti
orang lain secara fisik
3.
Para guru dan pengurus sekolah di sekolah saya
akan menghentikan siswa jika melihat mereka
saling menyakiti (misalnya, mendorong,
menampar, saling memukul, dsb.).
4.
Di sekolah saya, ada aturan yang jelas tidak
memberi julukan, menggoda, dan mengejek
orang lain.
5.
Para guru dan pengurus sekolah ini secara adil
memastikan bahwa semua siswa mengikuti
peraturan untuk tidak menghina, menggoda, dan
mengejek.
6.
Para guru dan pengurus sekolah menghentikan
siswa jika mereka melihat siswa menghina,
menggoda, dan mengejek.
7. Saya melihat siswa lain tersakiti di sekolah lebih
85
dari satu kali oleh siswa lain (misalnya,
didorong, ditampar, dipukul, atau dipukuli).
8. Saya merasa aman di halaman sekolah atau di
daerah sekitar sekolah.
9.
Saya disakiti secara fisik di sekolah lebih dari
sekali oleh siswa lain (misalnya, didorong,
ditampar, dipukul atau dipukuli).
10. Saya merasa aman secara fisik di semua area
gedung sekolah.
11. Ada tempat di sekolah dimana saya tidak
merasa aman secara fisik.
12. Banyak siswa di sekolah saya memperlakukan
siswa lain dengan buruk.
13. Saya dihina, digoda, diejek lebih dari sekali di
sekolah ini.
14. Ada banyak siswa di sekolah saya yang sering
diejek oleh siswa lain.
15. Banyak siswa di sekolah saya peka terhadap
perasaan siswa lain.
16.
Siswa di sekolah saya akan mencoba untuk
menghentikan siswa yang menghina atau
mengejek siswa lain.
17. Sangat sedikit siswa yang menghina atau
mengejek siswa lain.
18.
Ada kelompok siswa di sekolah yang
membedakan orang lain dan membuat mereka
merasa buruk karena tidak menjadi bagian dari
kelompok tersebut.
19.
Saya melihat siswa lain dihina, digoda,
dianiaya, lebih dari sekali oleh siswa lain di
sekolah ini.
20.
Sebagian besar siswa di sekolah saya mencoba
memperlakukan siswa dengan keinginan mereka
(siswa lain).
21. Para guru mendorong saya untuk mencoba ide
86
baru (berpikir mandiri).
22. Para guru memberi pujian ketika saya
melakukan pekerjaan dengan baik.
23.
Jika saya merasa bingung dengan sesuatu di
kelas, saya merasa nyaman untuk
mengatakannya.
24.
Guru memberi saya kesempatan untuk
menunjukkan kepada mereka apa yang saya
ketahui dan dapat dilakukan dengan berbagai
cara (misalnya makalah, presentasi, proyek, tes).
25. Di sekolah, saya merasa tertantang untuk
melakukan sesuatu lebih dari yang saya kira.
26. Para guru memberi saya feedback yang berguna
tentang pekerjaan saya.
27.
Para guru mendorong kami untuk melihat
kesalahan sebagai bagian alami dari proses
belajar.
28. Para guru menunjukkan kepada saya bagaimana
belajar dari kesalahan.
29. Para guru membantu untuk mengetahui
bagaimana saya belajar dengan sebaik-baiknya.
30. Para guru memberi saya perhatian individu pada
tugas sekolah.
31. Di sekolah, kami membicarakan bagaimana cara
untuk membantu mengendalikan emosi.
32.
Di sekolah, kami belajar bagaimana cara
memecahkan perselisihan sehingga setiap orang
bisa puas dengan hasilnya.
33.
Di sekolah saya, kami membahas tentang
bagaimana tindakan kita akan berpengaruh
terhadap orang lain.
34. Di sekolah, kami membahas tentang bagaimana
cara menjadi orang yang baik.
35. Di sekolah, kami membahas tentang hal yang
benar dan hal yang salah.
87
36.
Di sekolah, kami belajar bagaimana bekerja
dengan cepat dan tenang sehingga kami bisa
menyelesaikan pekerjaan kami dan masih dapat
melakukan hal-hal lain yang kami nikmati.
37.
Di sekolah, kami membahas tentang mengapa
penting untuk memahami perasaan sendiri dan
orang lain.
38.
Di sekolah, kami bekerja untuk mendengarkan
orang lain sehingga kami benar-benar mengerti
apa yang ingin mereka katakan.
39.
Saya merasa lebih baik bekerja dengan orang
lain karena saya sudah mendapatkan
pelajarannya di sekolah saya.
40.
Siswa di sekolah saya menghormati perbedaan
pada siswa lain (misalnya jenis kelamin, ras,
kultur, dll).
41.
Siswa di sekolah saya menghormati perbedaan
pada orang dewasa (misalnya, jenis kelamin,
ras, kultur, dll).
42.
Para guru dan pengurus di sekolah saya
menghormati perbedaan pada siswa (misalnya,
jenis kelamin, ras, kultur, dll).
43.
Para guru dan pengurus di sekolah saya
menghormati perbedaan satu sama lain
(misalnya jenis kelamin, ras, kultur, dll).
44.
Para guru dan pengurus sekolah yang bekerja di
sekolah saya memperlakukan siswa dengan
hormat.
45. Para guru dan pengurus di sekolah saya tampak
akrab.
46. Para guru dan pengurus di sekolah saya
mengharapkan semua siswa untuk sukses.
47. Para guru dan pengurus yang bekerja di sekolah
saya saling menghormati satu sama lain.
48. Para guru dan pengurus di sekolah saya
tampaknya saling percaya.
88
49.
Jika siswa perlu berbicara dengan guru di
sekolah tentang masalah, ada seseorang yang
mereka percayai untuk diajak bicara.
50. Para guru dan pengurus di sekolah saya
mendengarkan apa yang siswa katakan.
51. Para guru dan pengurus di sekolah saya
mengenali setiap siswanya.
52.
Setiap siswa memiliki teman yang akan
membantu mereka jika mereka memiliki
pertanyaan tentang pekerjaan rumah.
53.
Setiap siswa memiliki teman yang mereka
percaya dan dapat diajak bicara saat mereka
memiliki masalah.
54.
Setiap siswa bekerja dengan baik dengan siswa
lain di kelas meskipun mereka tidak berada
dalam kelompok pertemanan yang sama.
55. Setiap siswa mempunyai teman untuk makan
siang bersama.
56. Setiap siswa mencoba membuat siswa baru
merasa diterima di sekolah.
57. Sekolah saya mencoba mengajak siswa untuk
bergabung mengikuti kegiatan sekolah.
58. Sekolah saya mencoba membuat keluarga saya
menjadi bagian dari acara sekolah.
59. Saya merasa menjadi bagian di sekolah saya.
60. Saya menyukai sekolah saya.
61.
Sekolah saya mencoba untuk memberi tahu
keluarga saya tentang apa yang sedang terjadi di
sekolah.
62. Saya merasa senang tentang apa saja yang saya
lakukan di sekolah.
63. Keluarga saya merasa nyaman berbicara dengan
guru saya.
64. Keluarga saya merasa diterima di sekolah saya
89
65. Bangunan sekolah saya bersih.
66.
Sekolah saya memiliki komputer dan perangkat
elektronik terkini lainnya yang tersedia bagi
siswa.
67. Sekolah saya memiliki daya tarik (dirancang
dengan baik, dihias dengan baik, dll.).
68. Kami memiliki cukup ruang dan peralatan untuk
kegiatan ekstra kulikuler.
69. Kami membutuhkan persediaan alat tulis lebih
di sekolah (misalnya, buku, kertas, pensil, dll.).
70.
Bangunan sekolah saya dijaga dalam kondisi
baik (misalnya, bila ada sesuatu
rusak, akan diperbaiki).
Harap periksa kembali seluruh jawaban Anda. Pastikan tidak ada halaman
ataupun nomor yang terlewat.
Terima kasih
90
LAMPIRAN 2
SYNTAX DAN PATH DIAGRAM
1. BULLYING
UJI VALIDITAS BLY
DA NI=23 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18
ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22
ITEM23
PM SY FI=BLY.COR
MO NX=23 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
BLY
FR TD 23 21 TD 2 1 TD 18 4 TD
18 14 TD 20 14 TD 14 6 TD 9 8
TD 12 11 TD 22 4 TD 20 15 TD 17
13 TD 14 3 TD 21 14 TD 14 9 TD
17 5 TD 7 6 TD 22 21 TD 16 13 TD
20 13 TD 22 8 TD 23 22 TD 23 4
FR TD 22 15 TD 22 1 TD 22 19 TD
21 13 TD 17 15 TD 14 8 TD 15 11
TD 23 10 TD 11 10 TD 14 11 TD
23 13 TD 10 9 TD 21 5 TD 10 1 TD
10 4 TD 18 17 TD 12 5 TD 4 2 TD
18 2 TD 23 15 TD 19 13 TD 9 3
FR TD 21 6 TD 6 4 TD 21 20 TD
23 11 TD 21 9 TD 23 5 TD 20 3 TD
20 18 TD 16 12 TD 12 1 TD 13 12
TD 14 5 TD 6 5 TD 21 17 TD 13 7
TD 21 18 TD 23 18 TD 17 7 TD 23
17 TD 22 3 TD 19 4 TD 19 1 TD 4 3
FR TD 3 2 TD 8 2 TD 13 6 TD 22
13 TD 19 15 TD 17 16 TD 11 3 TD
11 5 TD 23 20 TD 22 20 TD 17 10
TD 20 10 TD 20 1 TD 18 5 TD 4 1
TD 20 11 TD 13 8 TD 13 3 TD 15 9
PD
OU TV SS MI AD=OFF
91
2. COGNITIVE RESTRUCTURING
UJI VALIDITAS CR
DA NI=5 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5
PM SY FI=CR.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR
TD=SY
LK
CR
FR TD 4 3 TD 2 1
PD
OU TV SS MI
3. MINIMAZING
AGENCY
UJI VALIDITAS MA
DA NI=3 NO=240
MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3
PM SY FI=MA.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR
LK
MA4
PD
OU TV MI SS
92
4. DISTORTION OF
NEGATIVE CONSEQUENCES
UJI VALIDITAS DNC DA NI=4 NO=240 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=DNC.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR
TD=SY LK DNC FR TD 2 1 PD OU TV SS MI
5. BLAMING OR
DEHUMANIZING THE
VICTIM
UJI VALIDITAS BDV
DA NI=6 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6
PM SY FI=BDV.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR
TD=SY
LK
BDV
FR TD 6 1 TD 6 5
PD
OU TV SS MI
93
6. SAFETY
UJI VALIDITAS SFT
DA NI=20 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3
ITEM4 ITEM5 ITEM6
ITEM7 ITEM8 ITEM9
ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13
ITEM14 ITEM15 ITEM16
ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20
PM SY FI=SFT.COR
MO NX=20 NK=1 LX=FR
TD=SY
LK
SFT
FR TD 10 8 TD 14 12 TD 19
7 TD 13 9 TD 11 10 TD 17
16 TD 16 15 TD 20 19 TD
10 1 TD 16 6 TD 6 5 TD 6 3
TD 9 1 TD 11 8 TD 20 12
TD 14 1 TD 12 1 TD 20 7
TD 18 14FR TD 19 12 TD
19 14 TD 20 14 TD 20 1 TD
19 1 TD 9 7 TD 11 9 TD 17
9 TD 12 8 TD 14 7 TD 12 7
TD 7 1 TD 14 4 TD 10 3 TD
8 3 TD 17 3 TD 18 11 TD 12
4 TD 19 18FR TD 20 16 TD
20 10 TD 20 18 TD 15 13
TD 20 15 TD 3 2 TD 12 11
TD 17 6 TD 3 1 TD 2 1 TD
10 2 TD 15 6 TD 18 16 TD
18 17 TD 7 3 TD 13 5 TD 13 6 TD 12 3
TD 19 3 FR TD 20 2 TD 16 3
TD 10 9 TD 19 5 TD 8 5 TD 14 11 TD 18 2
TD 20 8 TD 15 7 TD 15 9 TD 7 2 TD 13 10
TD 13 8 TD 13 11 TD 20 6 TD 17 1 TD 19 17
TD 17 14 TD 17 7 FR TD 17 12 TD 20 17 TD 16 1
PD
OU TV SS MI
94
7. TEACHING AND LEARNING
UJI VALIDITAS TAL DA NI=19 NO=240 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18
ITEM19 PM SY FI=TAL.COR MO NX=19 NK=1 LX=FR TD=SY LK TAL FR TD 8 7 TD 14 13 TD 12 11 TD 17
13 TD 4 2 TD 5 4 TD 15 14 TD 18 17
TD 19 18 TD 2 1 TD 13 9 TD 9 8 TD
10 9 TD 11 8 TD 15 13 TD 14 5 TD
14 8 TD 13 7 TD 17 7 TD 15 4 FR TD 4 3 TD 5 3 TD 3 2 TD 12 9
TD 11 10 TD 18 13 TD 11 1 TD 11 3
TD 6 4 TD 8 2 TD 19 6 TD 11 9 TD
17 8 TD 17 3 TD 17 9 TD 17 10 TD
10 4 TD 4 1 TD 18 2 TD 7 6 TD 8 6 FR TD 18 6 TD 16 15 TD 16 11 TD
17 15 TD 8 4 TD 12 7 TD 16 7 PD OU TV SS MI
95
8. INTERPERSONAL RELATIONSHIP
UJI VALIDITAS IR
DA NI=17 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
ITEM15 ITEM16 ITEM17
PM SY FI=IR.COR
MO NX=17 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
IR
FR TD 4 3 TD 2 1 TD 16 14 TD 12
11 TD 17 16 TD 16 3 TD 15 4 TD
14 13 TD 13 9 TD 17 14 TD 15 13
TD 4 2 TD 16 8 TD 15 5 TD 8 7
TD 9 8 TD 11 10 TD 16 13
FR TD 6 1 TD 12 10 TD 9 2 TD 12
2 TD 11 1 TD 9 3 TD 6 4 TD 13 3
TD 16 15 TD 15 14 TD 17 15 TD 17
3 TD 11 6 TD 9 7 TD 3 2 TD 15 6
TD 6 3 TD 13 6 TD 14 6
FR TD 13 1 TD 12 6 TD 11 8 TD 14
12 TD 12 4
PD
OU TV SS MI
96
9. INSTITUTIONAL ENVIRONMENT
UJI VALIDITAS IE
DA NI=14 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
PM SY FI=IE.COR
MO NX=14 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
IE
FR TD 4 3 TD 8 7 TD 11 1 TD 5 2
TD 6 4 TD 14 2 TD 7 1 TD 8 6 TD
12 8 TD 13 8 TD 12 10 TD 14 3 TD
9 4 TD 14 9 TD 11 8 TD 11 7 TD
11 3 TD 11 5 TD 11 2 TD 7 5 TD 14
8 TD 5 1 TD 2 1
FR TD 6 2 TD 5 4 TD 10 6 TD 11 6
TD 11 4 TD 14 12 TD 12 9 TD 10 1
TD 6 1 TD 9 2 TD 4 2 TD 13 5 TD
13 6 TD 10 9
PD
OU TV SS MI AD=OFF
97
LAMPIRAN 3
TABEL SPSS
Tabel R-Square
Tabel ANOVA
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 6477.744 8 809.718 12.739 .000a
Residual 14682.713 231 63.562
Total 21160.457 239
a. Predictors: (Constant), INST_E, BLAMINGDV, MINIMAZING_A, SAFETY, COGNITIVER,
INTERPERSONALR, DISTORTIONNC, TEACHINGAL
b. Dependent Variable: BULLYING
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .553a .306 .282 7.973 .306 12.739 8 231 .000
a. Predictors: (Constant), INST_E, BLAMINGDV, MINIMAZING_A, SAFETY, COGNITIVER,
INTERPERSONALR, DISTORTIONNC, TEACHINGAL
98
Tabel Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 24.909 6.701 3.717 .000
COGNITIVER .328 .075 .312 4.403 .000
MINIMAZING_A .083 .064 .073 1.311 .191
DISTORTIONNC .075 .082 .069 .908 .365
BLAMINGDV .184 .079 .167 2.346 .020
SAFETY -.163 .074 -.158 -2.185 .030
TEACHINGAL .119 .080 .122 1.491 .137
INTERPERSONALR -.129 .080 -.131 -1.616 .107
INST_E .003 .072 .003 .048 .962
a. Dependent Variable: BULLYING
99
Tabel Proporsi Varians
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .484a .234 .231 8.253 .234 72.702 1 238 .000
2 .486b .236 .230 8.258 .002 .713 1 237 .399
3 .511c .261 .251 8.142 .024 7.793 1 236 .006
4 .526d .277 .264 8.070 .016 5.213 1 235 .023
5 .544e .296 .281 7.980 .019 6.309 1 234 .013
6 .545f .297 .279 7.988 .002 .578 1 233 .448
7 .553g .306 .285 7.955 .009 2.889 1 232 .091
8 .553h .306 .282 7.973 .000 .002 1 231 .962
a. Predictors: (Constant), COGNITIVER
b. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A
c. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC
d. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV
e. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV, SAFETY
f. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV, SAFETY,
TEACHINGAL
g. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV, SAFETY,
TEACHINGAL, INTERPERSONALR
h. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV, SAFETY,
TEACHINGAL, INTERPERSONALR, INST_E
100
LAMPIRAN 4
SURAT PENELITIAN
101
top related