pengaruh merokok terhadap time washout anestesi sevofluran
Post on 26-Jun-2015
364 Views
Preview:
TRANSCRIPT
REFERAT
Pengaruh Merokok Terhadap Time Washout Anestesi Sevofluran
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Kepaniteraan
Klinik Bagian Anastesi di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga
Diajukan Kepada:
Dr. Tinon Anindita, Sp.An
Disusun oleh:
Isniyanti Chasanah
20050310154
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2010
HALAMAN PENGESAHAN
Telah Dipresentasikan Presentasi Kasus dengan Judul
Pengaruh Merokok Terhadap Time Washout Anestesi Sevofluran
Pada Tanggal :
November 2010
Disusun Oleh :
Isniyanti Chasanah (20050310154)
Menyetujui
Dokter Pembimbing
Dr. Tinon Anindita, Sp.An
PRAKATA
Assalamualaikum, Wr.Wb
Dengan mengucapkan segala puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkat
rahmat dan karuniaNya, penulisan referat ini untuk memenuhi syarat mengikuti program
kepanitraan pendidikan profesi dokter di Bagian Ilmu Kedokteran Radiologi telah selesai di
susun. Dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. Tinon Anindita, selaku dosen pembingbing Ilmu Kedokteran Radiologi BPRSUP
Salatiga
2. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini tidak lepas dari kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Wabillahit taufik wal hidayah, Wass. Wr. Wb
Salatiga, November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN ................................................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. 2
PRAKATA ............................................................................................................... 3
DAFTAR ISI ............................................................................................................... 4
LATAR BELAKANG MASALAH ............................................................................ 5
TUJUAN PENULISAN ....................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7
GAMBARAN MAMOGRAFI PAYUDARA .................................................... 17
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Merokok merupakan masalah prioritas dalam manajemen perioperatif karena
dapat meningkatkan peradangan paru-paru local yang mengarah pada disfungsi paru.
Menghisap asap rokok dapat meningkatkan peradangan yang di induksi khemotaksis,
retens, dan aktivasi neutrophils dan makropag. Proses inflamasi mungkin berperan
penting untuk cedera pengembangan paru dan penurunan fungsi paru-paru berikutnya.
Namun, respon patologis untuk merokok bervariasi antara setiap individu.
Paparan kronik asap rokok mempengaruhi metabolism beberapa obat,
termasuk obat bius yang digunakan sebagai muscle relaksan. Merokok juga dapat
mempengaruhi sensitivitas system saraf pusat untuk obat-obatan psikoaktif misalnya
benzodiazepine dan obat bius. Asap rokok mengandung lebih dari 4800zat-zar
farmakologis aktif dimana dengan paparan kronis menghasilkan beberapa efek
fisiologis. Merokok juga mempengaruhi perilku farmakodinamik dan farmkodinamik
banyak obat. Selain itu, 5% sevofluran yang terhirup manusia akan dimetabolisme,
didominasi oleh P450 pathway (CYP2EI) yang disebabkan oleh kebiasaan merokok.
Untuk alasan ini, time washout dari sevofluran dapat terganggu pada perokok.
Penelitian ini mengevaluasi pengaruh merokok terhadap time washout satu jam setelah
konsentrasi alveolar minimum (1 MAC-h) anestesi sevofluran.
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr
pada tahun 1846.1
Anestesi inhalasi merupakan obat-obatan yang paling sering digunakan untuk
keperluan anestesi umum. Penambahan obat anestesi inhalasi ke dalam oksigen
inspirasi sebanyak 1% saja dapat menyebabkan ketidaksadaran dan amnesia, yang
mana keadaan tersebut adalah komponen esensial untuk anestesi umum.2
Sevofluran merupakan isoprofil eter dengan fluorinasi metil dan berbau.
Tekanan penguapannya hampir sama dengan enfluran dan dapat digunakan pada
evaporizer konvensional, kelarutan sevofluran dalam darah sedikit lebih rendah
dibandingkan desfluran namun tetap lebih unggul dari golongan volatil lainnya.
Potensi sevofluran sekitar setengah dari isofluran dan perubahan strukturnya (kecuali
fluorinasi) paling sering disebabkan oleh lepasnya rantai profil pada molekul eternya.
Sevofluran tidak terlalu berbau (tidak menusuk) dan memiliki efek bronkodilator
sehingga banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang
dewasa. Efek vasodilator koroner sevofluran sama degan isofluran tetapi lebih cepat
10-20x dimetabolisme. Seperti halnya isofluran dan metoksifluran, metabolisme
sevofluran akan menghasilkan fluorida namun peninggian kadar fluride oleh
metabolisme sevofluran diduga tidak menyebabkan penurunan kadarnya pada ginjal
seperti yang terjadi pada metabolisme metoksifluran. Berbeda dari golongan volatil
lainnya, sevofluran tidak dimetabolisme menjadi trifluoroasetat, namun metabolitnya
berupa asil halida( hexafluoro-isopropanol) yang tidak menstimuli pembentukan
antibodi sehingga tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis
setelah penggunaannya. Sevofluran tidak membentuk karbon monoksida (CO) bila
terpapar CO2 absorbents. Bila terpapar CO2 sevofluran akan terurai menjadi vinil
halida yang disebut unsur (compound) A, yang dalam dosis tertentu bersifak
nefrotoksik pada percobaan (tikus) namun diduga tidak berhubungan dengan gagal
ginjal pada manusia bahkan dengan aliran (gas flow) 1l/menit atau kurang.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008, telah menetapkan Indonesia
sebagai negara terbesar ke tiga sebagai pengguna rokok. Lebih dari 60 juta penduduk
Indonesia pun, menurutnya, mengalami ketidak berdayaan akibat dari adiksi nikotin
rokok. Dan kematian akibat konsumsi rokok tercatat lebih dari 400 ribu orang per-
tahun.
Prevalensi perokok di Indonesia kian hari semakin meningkat dan
memprihatinkan. Menurut data yang diperoleh Kompas.com, peningkatan tertinggi
perokok di Indonesia terjadi pada kelompok remaja umur 15-19 tahun, yaitu, dari 7,1
persen pada tahun 1995 menjadi 17,3 persen pada tahun 2004, atau naik 144 persen
selama 9 tahun
2. Tujuan Penulisan
Referat ini dibuat untuk menambah pengetahuan mengenai penggunaan
Pengaruh Merokok Terhadap Time Washout Anestesi Sevofluran. Selain itu referat ini
sebagai syarat ujian kepaniteraan klinik Anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Salatiga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. MEROKOK
Definisi rokok menurut wikipedia adalah silinder dari kertas berukuran
panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter
sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar
pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat
mulut pada ujung lain.
Ada dua jenis rokok, rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada rokok
terbuat dari bahan busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin.
Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang
dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir,
bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang
memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari
merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung.
Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa
Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad
16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah
Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke
Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa.
Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa
orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang
Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara
Islam.
Sekali lagi, sebuah studi memperlihatkan bahwa merokok tidak hanya
berbahaya bagi diri sendiri namun juga bagi lingkungan sekitar mereka. Laporan dari
Dr Paolo Vineis seperti yang dilansir oleh The British Medical Journal menyatakan
anak-anak memiliki resiko paling besar dari para orangtua perokok.
Dampak perokok pada non perokok (perokok pasif) sudah lama diketahui.
Namun bahaya mengenai orangtua perokok pada kesehatan anak-anak baru kini
mengemuka. Dari penelitian yang dilakukan oleh Dr Paolo Vineis disejumlah negara
Eropa diketahui bahwa anak-anak mengalami dampak paling tinggi.
Yaitu sekitar tiga kali lipat terkena kanker paru-paru dan masalah yang
berhubungan dengan pernafasan lainya dari orangtua yang perokok.
Resiko anak-anak terkena kanker paru-paru mengalami kenaikan sampai 3.6
kali dari orangtua perokok karena anak-anak ini telah menjadi seorang perokok pasif.
Merokok dirumah memang tidak dilarang namun Dr Paolo menyarankan orang
tua seharusnya tidak merokok di rumah saat anak-anak mereka berada disekitarnya.
Dr. Norman Edelman memberikan saran lain bahwa seandainya harus merokok
disarankan untuk tidak merokok diruangan tertutup.
Setiap batang rokok yang dinyalakan akan mengeluarkan lebih 4 000 bahan
kimia beracun yang membahayakan dan boleh membawa kematian. Dengan ini setiap
hisapan itu menyerupai satu hisapan maut. Di antara kandungan asap rokok
termasuklah bahan radioaktif (polonium-201) dan bahan-bahan yang digunakan di
dalam cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), ubat gegat (naphthalene), racun
serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas beracun (hydrogen cyanide) yang
digunakan di “kamar gas maut”. Bagaimanapun, racun paling penting adalah Tar,
Nikotin dan Karbon Monoksida.
Tar mengandung sekurang-kurangnya 43 bahan kimia yang diketahui menjadi
penyebab kanker (karsinogen). Bahan seperti benzopyrene yaitu sejenis policyclic
aromatic hydrocarbon (PAH) telah lama disahkan sebagai penyebab kanker.
Nikotin, seperti najis dadah heroin, amfetamin dan kokain, bertindak balas di
dalam otak dan mempunyai kesan kepada sistem mesolimbik yang menjadi penyebab
utama ketagihan. Nikotin turut menjadi punca utama risiko serangan penyakit jantung
dan strok. Hampir satu perempat pasien penyakit jantung adalah karena kebiasaan
merokok.
Karbon Monoksida pula adalah gas beracun yang biasanya dikeluarkan oleh
knalpot kendaraan.
Apabila racun rokok itu memasuki tubuh manusia , akan membawa kerusakkan
pada setiap organ yang dilaluinya, bermula dari hidung, mulut, tenggorokan, saluran
pernafasan, paru-paru, saluran darah, jantung, organ reproduksi, sehinggalah ke
saluran kencing dan kandung kemih , yaitu apabila sebahagian dari racun-racun itu
dikeluarkan dari badan dalam bentuk air seni.3
2. Pengaruh rokok terhadap obat anastesi
Asap rokok mengandung lebih dari 4000 zat, beberapa di antaranya berbahaya
bagi perokok. Beberapa konstituen menyebabkan penyakit jantung, meningkatkan
tekanan darah dan resistensi vaskuler sistemik.. Beberapa menyebabkan masalah
pernapasan, mengganggu pengambilan oksigen, transportasi, dan pengiriman..
Selanjutnya, beberapa mengganggu fungsi pernapasan baik selama dan sesudah
anestesi.. Beberapa juga mengganggu metabolisme obat. Berbagai efek relaksan otot
telah dilaporkan. Risiko aspirasi mirip dengan yang bukan perokok, tapi insiden mual
dan muntah pasca operasi tampaknya kurang pada perokok dibandingkan bukan
perokok. Bahkan merokok pasif efek anestesi. Terbaik adalah berhenti merokok
selama setidaknya 8 minggu sebelum operasi atau, jika tidak, setidaknya selama 24
jam sebelum operasi. Premedikasi anxiolytic dengan halus, anestesi yang dalam harus
mencegah masalah yang paling. Pemantauan mungkin sulit karena pembacaan salah
pada oximeters nadi dan arteri yang lebih tinggi untuk mengakhiri perbedaan karbon
dioksida pasang. Pada periode pemulihan, perokok akan membutuhkan terapi oksigen
dan analgesik lebih. Ini adalah waktu yang ahli anestesi memainkan peran lebih kuat
dalam menasihati perokok untuk berhenti merokok.4
3. Anestesi Inhalasi
Inhalasi anastesi (juga dikenal sebagai anestesi volatile) adalah anestesi dengan
menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agen) masuk
ke dalam tubuh melalui inhalasi melalui paru-paru. Setelah inhalasi obat bius
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh melalui aliran darah.7
Penambahan obat anestesi inhalasi ke dalam oksigen inspirasi sebanyak 1%
saja dapat menyebabkan ketidaksadaran dan amnesia, yang mana keadaan tersebut
adalah komponen esensial untuk anestesi umum. Peningkatan sedasi/hipnosis dan
analgesia dapat dicapai dengan mengkombinasikan dengan ajuvan intravena, seperti
opioid atau benzodiazepin.2
Obat anestesi inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan adalah N2O. Kemudian menyusul, eter, kloroform, etil-
klorida. Etilen, divinil-eter, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran. Dalam dunia
modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk prektek klinik adalah N2O,
haloten, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.8
Kelemahan terpenting dari anestesi inhalasi adalah sempitnya jarak antara
dosis terapeutik dan dosis letal, namun hal ini dapat dengan mudah diatasi dengan
memonitor konsentrasi di jaringan dan dengan melakukan titrasi ke keadaan akhir
klinis yang biasanya.2
Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit masih merupakan misteri
dalam farmakologi modern. Ambilan alveolus gas inhalasi ditentukan oleh sifat
fisiknya, antara lain: ambilan oleh paru, difusi gas dari paru ke darah dan distribusi
oleh darah ke otak dan organ lainnya.8
Kadar alveolus minimal (KAM) atau minimum alveolus concentration (MAC)
ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan satu atmosfir yang
diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar.
Pada umumnya immobilisasi tercapai pada 95% pasien, jika kadarnya dinaikkan diatas
30% nilai KAM. Dalam keaadaan seimbang, tekanan parsiel zat anestetik dalam
alveoli sama dengan takanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.8
Kelemahan terpenting dari anestesi inhalasi adalah sempitnya jarak antara dosis
terapeutik dan dosis letal, namun hal ini dapat dengan mudah diatasi dengan
memonitor konsentrasi di jaringan dan dengan melakukan titrasi ke keadaan akhir
klinis yang biasanya.2
Gas-gas anestetik yang masih digunakan antara lain:2,7,8,9
a. Haloten
Halotan termasuk alkana, turunan etana yang tersubstitusi dengan halogen. Halotan
merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak
mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan
cahaya. Halotan merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali
kloroform. Keuntungan penggunaan halotan adalah induksi cepat dan lancar, tidak
mengiritasi jalan napas, bronkodilatasi, pemulihan cepat, proteksi terhadap syok,
jarang menyebabkan mual/muntah, tidak mudah terbakar dan meledak. Halotan mulai
diperkenalkan untuk kegunaan klinik tahun 1956 dan cepat meluas penggunaannya,
karena memiliki keuntungan dengan sifat tidak mudah terbakarnya dan rendahnya
daya larut di jaringan. Halotan juga memiliki ketajaman yang relatif rendah namun
potensi tinggi, sehingga dapat digunakan secara inspirasi dalam konsentrasi tinggi
(tergantung kepada potensinya) untuk keperluan anestesi, dan telah terbukti dapat
digunakan secara inhalasi untuk dewasa maupun anak-anak. Di balik keunggulannya
saat itu, halotan juga memiliki kekurangan dan perlu menjadi perhatian. Kerugiannya
adalah sangat poten, relatif mudah terjadi overdosis, analgesi dan relaksasi yang
kurang, harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan, harga mahal,
menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intrakranial, menggigil
pascaanestesi, dan hepatotoksik. Terpenting adalah bahwa halotan dapat
mensensitisasi miokardium terhadap katekolamin, dan belakangan diketahui bahwa
metabolit halotan juga berperan dalam nekrosis hepar. Overdosis relatif mudah terjadi
dengan gejala gagal napas dan sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian. Dosis
induksi 2-4% dan pemeliharaan 0,5-2%.
b. Enfluran
Enfluran merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap,
tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat
dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihannya
cepat. Dosis induksi 2-4,5% dikombinasi dengan O2 atau campuran N2-O2. Dosis
rumatan 0,5-3 % volume. Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas
gelombang otak seperti kejang (pada EEG). Metabolisme enfluran dalam tubuh
meningkatkan kadar fluor darah dan jarang menyebabkan penurunan kadarnya pada
ginjal.
c. Isofluran
Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar.
Keuntungan penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang
oleh adrenalin serta induksi dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini
mahal. Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau kombinasi N2-O2. Dosis rumatan 0,5-
3%. Pada penggunaan klinis isofluran menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya
tinggi dan tahan terhadap penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar
matahari dan merupakan gold standard sejak anestesi mulai dikenalkan pada tahun
70an. Pada sebuah peride dilaporkan adanya kemungkinan terjadinya coronary steal
karena efek vasodilatasi yang kuat pada pasien dengan penyakit jantung koroner,
meskipun pada kenyataannya kejadian ini hampir tidak pernah terjadi.
d. Desfluran
Desfluran merupakan fluorinasi eter dengan metil-etil yang berbeda 1 atom dengan
isofluran ;yaitu penggantian atom klor dengan fluor pada komponen α-etil (Gambar
15-1). Fluorinasi tersebut menyebabkan perbedaan efek, kelarutan dalam darah dan
jaringan lebih rendah (darah : kelarutan desfluran sama dengan NO) dan
menghilangkan potensi ( MAC desfluran 5 kali lebih tinggi dibandingkan isofluran),
selain itu fluorinasi metil etil secara lengkap akan meningkatkan tekanan penguapan
(mengurangi ikatan antar molekul). Sekarang dikembangkan teknologi penguapan
agar konsentrasi gas desfluran tetap terjaga, disini diperlukan adanya penghangatan
dan pengaturan penguapan dengan tenaga listrik. Satu keunggulan desfluran adalah
tidak adanya metabolisme terhadap trifluoroasetat dalam serum sehingga tidak
menyebankan immune-mediated hepatitis. Karena berbau sangat kuat maka desfluran
tidak dapat diberikan melalui facemask karena dapat menimbulkan batuk, salivasi,
penderita akan menahan nafasnya dan terjadi spasme laring. Dalam CO2 yang sangat
kering, desfluran dapat terurai menjadi karbon monoksida, begitu pula dengan
isofluran dan enfluran (namun lebih rendah). Desfluran memiliki tingkat kelarutan
paling rendah diantara golongan anestesi volatil, terlebih kelarutannya dalam lemak
hanya setengah dari jenis volatil yang lain. Secara teoritis desfluran baik digunakan
untuk pembedahan yang lama dengan saturasi jaringan yang rendah. Desfluran diduga
menyebabkan aktivasi simpatis (sementara), hipertensi dan takhikardia bila digunakan
dengan konsentrasi tinggi atau diinspirasi secara sering/cepat.
e. Sevofluran
Sevofluran merupakan isoprofil eter dengan fluorinasi metil dan berbau. Tekanan
penguapannya hampir sama dengan enfluran dan dapat digunakan pada evaporizer
konvensional, kelarutan sevofluran dalam darah sedikit lebih rendah dibandingkan
desfluran namun tetap lebih unggul dari golongan volatil lainnya. Potensi sevofluran
sekitar setengah dari isofluran dan perubahan strukturnya (kecuali fluorinasi) paling
sering disebabkan oleh lepasnya rantai profil pada molekul eternya. Sevofluran tidak
terlalu berbau (tidak menusuk) dan memiliki efek bronkodilator sehingga banyak
dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa. Efek
vasodilator koroner sevofluran sama degan isofluran tetapi lebih cepat 10-20x
dimetabolisme. Seperti halnya isofluran dan metoksifluran, metabolisme sevofluran
akan menghasilkan fluorida namun peninggian kadar fluride oleh metabolisme
sevofluran diduga tidak menyebabkan penurunan kadarnya pada ginjal seperti yang
terjadi pada metabolisme metoksifluran. Berbeda dari golongan volatil lainnya,
sevofluran tidak dimetabolisme menjadi trifluoroasetat, namun metabolitnya berupa
asil halida( hexafluoro-isopropanol) yang tidak menstimuli pembentukan antibodi
sehingga tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis setelah
penggunaannya. Sevofluran tidak membentuk karbon monoksida (CO) bila terpapar
CO2 absorbents. Bila terpapar CO2 sevofluran akan terurai menjadi vinil halida yang
disebut unsur (compound) A, yang dalam dosis tertentu bersifak nefrotoksik pada
percobaan (tikus) namun diduga tidak berhubungan dengan gagal ginjal pada manusia
bahkan dengan aliran (gas flow) 1l/menit atau kurang.
f. N2O
N2O merupakan suatu gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah
terbakar dan relatif tidak larut dalam darah. N2O paling banyak digunakan sebagai
anestesi tambahan pada kombinasi opioid atau volatil pada anestesi umum. Meskipun
tidak mudah terbakar, N2O akan membantu suatu pembakaran. Tidak seperti
penggunaan anestesi volatil lainnya, N2O tidak menghasilkan efek relaksasi otot
namun dikatakan memiliki efek analgesi
4. Peneletian pengaruh rokok terhadap time washout anastesi Sevoflurane
Berdasarkan jurnal artikel yang penulis dapatkan dengan judul Effect of cigarette
smoking on the washout time of sevoflurane anesthesia pada Pubmed Central
Journal List BMC Anesthesiology pernah dilakukan penelitian oleh Tayfun Adanir,
Aynur Atay, Atilla Sencan, Murat Aksun, dan Nagihan Karahan
a. Metode
Kami menyelidiki pencucian waktu dari sevofluran di 30 bebas rokok-dan 30
merokok sehat (≥ 20 batang / hari selama> 1 tahun) ASA I-II status fisik pasien,
usia 18-63 tahun, yang calon otorhinolaryngologic operasi elektif dengan anestesi
1MAC-h sevofluran standar. Pada akhir operasi, penguap sevofluran dimatikan
dan waktu yang diambil untuk konsentrasi sevofluran untuk mengurangi ke MAC-
terjaga (0,3) dan 0,1 tingkat MAC dicatat. Selain itu, rasio fraksi konsentrasi
terinspirasi (Fi) dan berakhir konsentrasi sevofluran (Fexp) pada 1 MAC dan Fexp
dari sevofluran di 0.1MAC dicatat. Para pasien ventilasi mekanik selama waktu
pencucian.
b. Hasil
Kami menemukan perbedaan antara 2 kelompok studi yang berkaitan dengan
washout waktu sevofluran.. The kali 1MAC ke MAC-terjaga (106 ± 48 detik non-
perokok vs 97 ± 37 detik pada perokok, p> 0,05) dan ke bawah untuk 0.1MAC
(491 ± 187 detik di-perokok vs non 409 ± 130 detik di perokok, p> 0,05) adalah
serupa. Demikian pula, tidak ada perbedaan yang signifikan pada rasio Fi / Fexp di
1MAC (1,18 non-perokok vs 1,19 pada perokok, p> 0,05) dan Fexp dari
sevofluran di 0.1MAC (0,26 non-perokok vs 0,25 pada perokok , p> 0,05).
c. Diskusi
Mendonca et al.[12] menemukan bahwa induksi inhalasi dengan sevofluran
aman sebagai teknik induksi dalam 60 perokok rokok. Mirip dengan temuan dalam
kelompok-kelompok pasien lainnya, penggunaan yang tinggi mengurangi
konsentrasi awal waktu induksi. Seperti waktu induksi inhalasi dengan sevofluran
tidak dipengaruhi oleh merokok, time washout anestesi-1MAC sevofluran juga
tampaknya tidak dipengaruhi oleh merokok pada pasien tanpa penyakit paru yang
signifikan.
Paparan kronis untuk asap rokok mempengaruhi metabolisme sejumlah
obat, termasuk yang digunakan dalam anestesi, misalnya relaksan otot [ 13 , 14 ].
Biotransformasi umumnya menggunakan agen volatile terutama dimediasi oleh
CYP2E1 dan merokok juga menyebabkan induksi enzim ini [ 11 ]. Keluarga
CYP2E hanya terdiri dari satu enzim, CYP2E1 (sebelumnya dikenal sebagai
dimethylnitrosamine demethylase N-) yang bertanggung jawab untuk metabolisme
senyawa organik kecil, seperti alkohol dan karbon tetraklorida serta agen anestesi
halothane halogenasi, enflurane, dietil eter, trichlorethylene , kloroform, isoflurane
dan methoxyflurane [ 15 , 16 ]. Sejak sevofluran dimetabolisme oleh jalur ini,
induksi oleh asap rokok, ada kemungkinan kenaikan pasca operasi dalam serum
fluoride anorganik menjadi berlebihan pada perokok setelah pemberian anestesi
sevofluran. Ini tidak diamati dalam sebuah studi baru-baru ini, jadi tidak ada dasar
untuk perhatian klinis [ 17 ].
Merokok juga dapat mempengaruhi sensitivitas sistem saraf pusat untuk
obat-obatan psikoaktif, seperti benzodiazepine dan anestesi. Lysakowski et al. [ 18
] Lysakowski et al. [ 18 ] menemukan bahwa dosis yang lebih tinggi propofol
diperlukan untuk menghapuskan kesadaran dibandingkan dengan non-perokok,
mendukung konsep bahwa merokok dapat mengubah sensitivitas sistem saraf
pusat. Akan tetapi perbedaan ini masih kecil, dan tidak mungkin dari signifikansi
klinis.
Pemulihan dari anestesi inhalasi tergantung pada berkurangnya konsentrasi
anestesi pada jaringan otak. anestesi inhalasi dieliminasi oleh biotransformasi,
kehilangan transkutan, dan pernafasan. Metabolisme hepatik sevofluran
memberikan kontribusi sekitar 5%, bahkan ketika banyak merokok beberapa kali
lipat meningkatkan fungsi jalur P450, yang hampir dianggap cukup rendah untuk
mempengaruhi kinetika pengeluaran dari agen volatile ini. Rute yang paling
penting penghapusan anestesi inhalasi ini adalah melalui alveoli paru-paru.
Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan induksi, juga kecepatan induksi
washout time : penghapusan rebreathing, aliran gas segar tinggi, rendahnya sirkuit
anestesi-volume, penyerapan yang rendah oleh sirkuit anestesi, penurunan
kelarutan, aliran darah otak tinggi, dan meningkatkan ventilasi. Kecepatan
washout time juga tergantung pada panjang waktu anestesi telah diberikan [ 19 ].
Ventilasi alveolar, aliran gas segar dan lamanya waktu yang pembiusan pasien di
jaga konstan dalam penelitian kami.Namun, kami tidak menemukan perbedaan
statistik yang signifikan antara kelompok untuk washout time dari sevofluran.
Walaupun tampaknya ada kecenderungan pengeluaran yang lebih pendek untuk
perokok dibandingkan dengan non-perokok, signifikansi klinis tidak tercapai
antara kelompok.
Merokok aktif juga mempengaruhi indeks fungsi paru-paru indeks selain
FEV1. Pada perokok, neutrofil biasanya ada dalam saluran nafas paling rendah.
Merokok merupakan faktor risiko yang bagi penurunan fungsi paru-paru pada
orang dewasa. Merokok juga telah dikaitkan dengan penyakit paru-paru yang
mana kedua bronchiolar dan peradangan interstisial paru-paru tampaknya akibat
dari menghirup asap rokok kronis [ 20 ]. Hubungan antara penurunan kapasitas
difusi paru-paru dan konsumsi rokok telah diamati, bahkan pada subjek yang
sehat. Airway hiper-responsif juga berkembang pada perokok. Kami
mengasumsikan bahwa washout time obat bius yang dihirup dipengaruhi melalui
semua hasil di atas dan dapat mempengaruhi ventilasi alveolar.
Merokok meningkatkan hemoglobin, hemotocrit, plasma fibrinogen,
tekanan darah dan denyut jantung. Tampaknya untuk meningkatkan aliran darah
dan washout time sevofluran karena induksi CYP2E1. Di sisi lain, tampaknya
menurunkankan washout time sevofluran melalui paru-paru karena mempengaruhi
ventilasi alveolar. Namun, kami tidak melihat adanya perbedaan penurunan efek
dari sevofluran antara perokok dan non-perokok dalam penelitian kami.
Hasil penelitian kami mungkin terdapat beberapa keterbatasan yang layak
untuk dikomentari. Penelitian dilakukan pada ukuran sampel sedang dan hasil
kami mungkin tidak berlaku bagi perokok dengan penyakit paru-paru. Jika kita
telah memperoleh tingkat plasma anestesi volatile, data yang lebih akurat mungkin
dapat disediakan. Kami tidak menemukan data evaluasi washout time dari anestesi
volatile pada perokok. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi lebih
lanjut dan agent volatile yang kurang larut pada perokok.
BAB III
KESIMPULAN
Time washout dari 1 MAC –h sevoflurane anesthesia tampaknya tidak
dipengaruhi oleh merokok pada pasien yang tidak disertai penyakit paru yang
signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2010. Anestesi. http://id.wikipedia.org/wiki/Anestesi
2. Ebert T.J., dan Schmid P.G. 2009. Anestesi Inhalasi.
http://www.docstoc.com/docs/7804112/CHAPTER-15-anastesi-inhalasi
3. http://www.lenterabiru.com/2009/10/rokok-kesehatan-kanker-paru-penyakit-sesak.htm
4. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2149030/
5. Warner DO: Perioperative abstinence from cigarettes: physiological and
clinicalconsequences. Anesthesiology 2006, 104:356-367.
6. Warner DO: Helping surgical patients quit smoking: why, when, and how. Anesth
Analg 2005, 99:1766-1773.
7. Warner DO: Preoperative smoking cessation: the role of the primary care provider.
Mayo Clin Proc 2005, 80:252-258.
8. van der Vaart H, Postma DS, ten Hacken NH: Acute effects of cigarette smoke on
inflammation and oxidative stress: a review. Thorax 2004, 59:713-721.
9. MacNee W, Wiggs B, Belzberg AS, Hogg JC: The effect of cigarette smoking on
neutrophil kinetics in human lungs. N Engl J Med 1989, 321:924-928.
10. Traber DL, Linares HA, Herndon DN, Prien T: The pathophysiology of inhalation
injury: a review. Burns Incl Therm Inj 1988, 14:357-364.
11. Basadre JO, Sugi K, Traber DL, Traber LD, Niehaus GD, Herndon DN: The effect of
leukocyte depletion on smoke inhalation injury in sheep. Surgery 1988, 104:208-215.
12. Schroeder T, Melo MFV, Musch G, Haris RS, Winkler T, Venegas JG: PET imaging
of regional 18F-FDG uptake and lung function after cigarette smoke inhalation. J Nuc
Med 2007, 48:413-419.
13. Lysakowski C, Dumont L, Czarnetzki C, Bertrand D, Tassonyi E, Tramer MR: The
effect of cigarette smoking on the hypnotic efficacy of propofol. Anaesthesia 2006,
61:826-831.
14. Warner DO: Tobacco dependence in surgical patients. Curr Opinion Anesth 2007,
20:279 283.
15. Sweeney BP, Grayling M: smoking and anesthesia: the pharmacological implications.
Anaesthesi 2009, 64:179-186.
16. Mendonca C, Thorpe C: Effect of smoking on induction of anaesthesia with
sevoflurane. Anaesthesia 2001, 56:19-23.
17. Teiria H, Rautoma P, Yli-Hankala A: Effect of smoking on dose requirements for
vecuronium. B J Anaesth 1996, 76:154-155.
18. Rautoma P, Vartling N: Smoking increases the requirement for rocuronium. Canadian
J Anaesth 1998, 45:651-654.
19. Spracklin DK, Hankins DC, Fisher JM: Cytochrome P4502E1 is the principle catalyst
of human oxidative halothane metabolism in vitro. Journal of Pharmacology and
Experimental Therapeutics 1997, 281:400-11.
20. Kharasch ED, Thummel KE: Identification of cytochrome P450 2E1 as the
predominant enzyme catalysing human liver microsomal defluorination of
sevoflurane, isoflurane and methoxyflurane. Anesthesiology 1993, 79:795-807.
21. Laisalmi M, Kokki H, Soikkeli A, Markkanen H, Yli-Hankala A, Rosenberg P,
Lindgren L: Effects of cigarette smoking on serum fluoride concentrations and renal
function integrity after 1 MAC-h sevuflurane anaesthesia. Acta Anaesthesiol Scand
2006, 50:982-987.
22. Lysakowski C, Dumont L, Czarnetzki C, Bertrand D, Tassonyi E, Tramer MR: The
effect of cigarette smoking on the hypnotic efficacy of propofol.
23. Anaesthesia 2006, 61:826-831.
24. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Kleinman W, Nitti GJ, Nitti JT, Raya J:
Clinical Pharmacology: Inhalational Anesthetics. In Clinical Anesthesiology Edited
by: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. United States of America: McGraw-Hill;
2006:155-178.
25. Vassallo R, Ryu JH: Tobacco smoke-related diffuse lung diseases. Semin
26. Respir Crit Care Med 2008, 29:643-650.
top related