pd linear matriks jordan
Post on 02-Jan-2016
221 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR
HOMOGEN DENGAN MENGGUNAKAN
MATRIKS JORDAN
PROPOSAL SKRIPSI
OLEH:
AGUSTINUS DONI PANDIN
NIM 001 054 0109
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................2
1.3 Batasan Masalah.............................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian............................................................................2
1.5 Manfaat Penelitian..........................................................................2
1.6 Metode Penelitian...........................................................................3
1.7 Sistematika Penulisan.....................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Persamaan Diferensial Linear homogen..........................4
2.2 Matriks.........................................................................................4
2.2.1 Definisi Matriks..................................................................5
2.2.2 Jenis-jenis Matriks..............................................................7
2.2.3 Operasi-operasi Matriks.....................................................7
2.2.4 Determinan.........................................................................11
2.2.5 Invers Suatu Matriks...........................................................12
2.3 Nilai Eigen dan Vektor Eigen......................................................12
2.4 Diagonalisasi Matriks..................................................................17
2.5 Matriks Jordan.............................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persamaan Diferensial adalah suatu persamaan yang meliputi turunan
fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel
bebas. Apabila dalam persamaan tersebut turunan fungsi itu hanya tergantung
pada satu variabel bebas, maka disebut Persamaan Diferensial Biasa. Namun,
jika tergantung pada lebih dari satu variabel bebas disebut Persamaan
Diferensial Parsial.
Persamaan diferensial biasa order n dikatakan linier bila dapat
dinyatakan dalam bentuk
a0 ( x ) yn+a1 ( x ) y(n−1 )+…+an−1 ( x ) y '+an ( x ) y=F (x)
dengan a0(x) , a1(x ), …, an( x) suatu konstanta dan jika F ( x )=0 maka
persamaan di atas disebut persamaan diferensial linier homogen. Berikut
bentuk umum dari sistem persamaan diferensial linear homogen yaitu
a11 (x ) yn+a12 ( x ) y(n−1)+…+a1 (n−1 )( x ) y '+a1 n ( x ) y=0
a21 ( x ) yn+a22 ( x ) y(n−1)+…+a2(n−1) ( x ) y '+a2 n ( x ) y=0
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
am1 ( x ) yn+am2 ( x ) y(n−1)+…+am (n−1) (x ) y '+amn ( x ) y=0
dengan a ij menyatakan konstanta dengan i=1 , 2 ,…, m dan j=1 ,2 , …,
Pada umumnya penyelesaian persamaan diferensial linear homogen
dilakukan dengan diagonalisasi. Diagonalisasi adalah salah satu cara
menyatakan matriks A sehingga P−1 AP=D, dimana D adalah matriks
diagonal. Pada penyelesaian sistem persamaan diferensial linear homogen
dengan cara menyatakan diagonalisasi, terdapat syarat perlu dan syarat
cukup yang harus dipenuhi agar matriks tersebut dapat dinyatakan dalam
bentuk diagonal yaitu terdapat n buah vektor eigen yang bebas linear dari
matriks An× n. Tetapi, tidak semua matriks n × n mempunyai n buah vektor
eigen yang bebas linear.
Didalam penerapannya, ada kalanya suatu matriks dapat di
didiagonalkan. Untuk matriks yang tidak dapat didiagonalkan, selalu dapat
dibuat menjadi similar dengan matriks yang hampir diagonal yang disebut
sebagai matriks Jordan, yaitu matriks segi tiga atas atau bawah yang lebih
khusus lagi.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyelesaikan sistem
persamaan diferensial linear homogen yang tidak dapat didiagonalkan
dengan cara merubah matriks yang tidak dapat didiagonalkan tersebut ke
dalam bentuk matriks Jordan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang akan dibahas penulis
adalah bagaimana cara menyelesaikan sistem persamaan diferensial
homogen yang tidak dapat didiagonalkan dengan matriks Jordan.
1.3. Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan, maka penulis hanya
akan membahas sistem persamaan diferensial linear homogen orde 2.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan cara menyelesaikan sistem
persamaan diferensial homogen yang tidak dapat didiagonalkan dengan
matriks Jordan.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Menambah pemahaman penulis mengenai materi tentang penyelesaian
sistem persamaan diferensial linear homogen yang tidak dapat
didiagonalkan dengan matriks Jordan.
2. Menambah pengetahuan keilmuan bagi mahasiswa mengenai bagaimana
menyelesaikan sistem persamaan diferensial linear homogen yang tidak
dapat didiagonalkan dengan matriks Jordan.
1.6. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kajian
pustaka yaitu dengan mempelajari beberapa referensi yang memuat materi
yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.
1.7. Sistematika Penulisan
Penjabaran secara singkat mengenai hal-hal yang akan dibahas pada
masing-masing bab akan mempermudah pembaca dalam memahami
penulisan proposal skripsi ini. Penjabaran tersebut termuat dalam
sistematika sebagai berikut :
BAB I : Bab ini merupakan bagian pendahuluan dari skripsi yang
memuat secara singkat dan jelas mengenai latar belakang,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini memuat teori-teori yang mendasari penulisan skripsi ini,
atau lebih dikenal dengan landasan teori. Adapun teori-teori
yang termuat didalamnya adalah Persamaan diferensial linear
homogen, Matriks Dan Operasi-operasi Matriks, Nilai Eigen dan
Vektor Eigen, Diagonalisasi Matriks, dan Matriks Jordan
BAB III : Bab ini memuat pembahasan mengenai cara menyelesaikan
sistem persamaan diferensial linear homogen yang tidak dapat
didiagonalkan dengan matriks Jordan.
BAB IV : Bab ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan
saran.
Bagian terakhir adalah daftar pustaka yang digunakan dalam penulisan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Persamaan Diferensial Linear Homogen
Persamaan Diferensial adalah suatu persamaan yang meliputi turunan
fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel
bebas. Apabila dalam persamaan tersebut turunan fungsi itu hanya
tergantung pada satu variabel bebas, maka disebut Persamaan Diferensial
Biasa. Namun, jika tergantung pada lebih dari satu variabel bebas disebut
Persamaan Diferensial Parsial.
Persamaan diferensial biasa order n dikatakan linier bila dapat
dinyatakan dalam bentuk
a0 ( x ) yn+a1 ( x ) y(n−1 )+…+an−1 ( x ) y '+an ( x ) y=F (x)
dengan a0(x) , a1(x ), …, an( x) suatu konstanta dan jika F ( x )=0 maka
persamaan di atas disebut persamaan diferensial linier homogen. Berikut
bentuk umum dari sistem persamaan diferensial linear homogen yaitu
a11 (x ) yn+a12 ( x ) y(n−1)+…+a1 (n−1 )( x ) y '+a1 n ( x ) y=0
a21 ( x ) yn+a22 ( x ) y(n−1)+…+a2(n−1) ( x ) y '+a2 n ( x ) y=0
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
am1 ( x ) yn+am2 ( x ) y(n−1)+…+am (n−1) (x ) y '+amn ( x ) y=0
dengan a ij menyatakan konstanta dengan i=1 , 2 ,…, m dan
j=1 ,2 , …,
2.2 Matriks dan Operasi-operasi Matriks
Untuk lebih memahami tentang matriks dan operasi matriks, berikut
ini diberikan beberapa definisi dan teorema mengenai matriks dan operasi
matriks.
2.2.1 Definisi Matriks
Definisi 2.1 (Anton, 2009)
Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk bujursangkar yang diapit
oleh sepasang kurung siku. Bilangan-bilangan dalam susunan itu disebut
entri dalam matriks tersebut. Penulisan matriks biasanya menggunakan
huruf besar A, B, C dan seterusnya. Ukuran matriks diberikan oleh jumlah
baris (garis horizontal) dan kolom (garis vertikal) yang dikandungnya.
Sedangkan penulisan matriks beserta ukurannya (matriks dengan m jumlah
baris dan njumlah kolom) adalah Am× n, Bm×n dan seterusnya. Misalnya,
matriks kedua pada Contoh 2.4 tiga baris dan dua kolom, sehingga
ukurannya adalah 3 ×2. Dalam suatu uraian ukuran, angka pertama selalu
menyatakan jumlah baris dan angka kedua menyatakan jumlah kolom.
Contoh 2.2
Beberapa contoh matriks adalah
A2× 1=[13] , B3 ×2=[ 1 23 0
−1 4] , C3× 3=[a b cd e fg h i ]
Entri pada baris i dan kolom j dari sebuah matriks A pada umumnya
dinyatakan dengan simbol a ij. Bentuk umum dari Am× n adalah :
Am× n=[ a11 a12 ⋯ a1 n
a21 a22 ⋯ a2 n
⋮am1
⋮am2
⋯⋯
⋮amn
]Biasanya huruf entri dinyatakan sesuai dengan huruf yang menyatakan suatu
matriks. Jadi, untuk sebuah matriks B pada umumnya digunakan b ij untuk
entrinya pada baris i dan kolom j.
Definisi 2.2 (Anton, 2009)
Dua matriks didefinisikan sama jika keduanya mempunyai ukuran yang
sama dan entri-entrinya yang berpadanan juga sama. Dalam notasi matriks,
jika A=[aij ] dan B=[b ij ] mempunyai ukuran yang sama, maka A=B jika
dan hanya jika a ij=bij untuk semua i dan j.
Contoh 2.3
Perhatikan matriks-matriks
A=[2 13 x] B=[2 1
3 5] C=[2 1 03 4 0 ]
Jika x=5, maka A=B, tetapi untuk semua nilai x lainnya matriks A dan B
tidak sama, karena tidak semua anggota-anggotanya yang berpadanan sama.
Tidak ada nilai x yang membuat A=C karena A dan C mempunyai ukuran
yang berbeda.
2.2.2 Jenis-jenis Matriks
Ada beberapa jenis matriks yang perlu diketahui dan sering digunakan
pada pembahasan selanjutnya, yaitu
1. Matriks Bujursangkar
Sebuah matriks A berukuran n × n disebut sebagai matriks
bujursangkar berordo n, dan entri-entri a11 , a22 ,…,ann disebut
sebagai diagonal utama dari A.
A=[ a11 a12 … a1 n
a21 a22 … a2 n
⋮ ⋮ ⋱ ⋮an1 an 2 ⋯ ann
] Matriks bujursangkar n x n dikatakan berordo n dan kadang-kadang
disebut matriks bujursangkar- n.
A2× 2=[a11 a12
a21 a22] dengan elemen diagonal a11 dan a22
B3 ×3=[b11 b12 b13
b21 b22 b23
b31 b32 b33] dengan elemen diagonal b11, b22 dan b33
2. Matriks Segitiga
Matriks segitiga adalah matriks bujursangkar yang elemen-elemen di
bawah atau di atas elemen diagonal bernilai nol.
Matriks segitiga atas adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri
yang berada di bawah diagonal utamanya sama dengan 0, yaitu jika
a ij=0 untuk seluruh i> j.
A=[a11 a12 a13
0 a22 a23
0 0 a33]
Matriks segitiga bawah adalah matriks bujursangkar dengan entri-
entri yang berada di atas diagonal seluruhnya 0.
B=[b11 0 0b21 b22 0b31 b32 b33
]3. Matriks Diagonal
Matriks diagonal adalah matriks bujursangkar yang elemen bukan
diagonalnya bernilai nol. Dalam hal ini tidak disyaratkan bahwa
elemen diagonal harus tak nol.
A=[1 00 3]
4. Matriks Identitas
Matriks identitas adalah matriks diagonal yang elemen diagonalnya
bernilai 1.
I=[1 0 00 1 00 0 1]
2.2.3 Operasi-operasi Matriks
Adapun operasi-operasi matriks sebagai berikut :
1. Penjumlahan Matriks
Definisi 2.3 (Anton, 2009)
Jika A dan B adalah matriks-matriks berukuran sama, maka jumlah
A+B adalah matriks yang diperoleh dengan menambahkan entri-
entri Bdengan entri-entri A yang bersesuaian. Matriks-matriks yang
berukuran tidak sama, tidak dapat ditambahkan.
Dalam notasi matriks, jika A=[aij ] dan B=[b ij ] mempunyai
ukuran yang sama, maka
A+B= [aij+bij ]Jika diketahui
A3× 3=[ a11 a12 a13
a21 a22 a23
a31 a32 a33] B3 ×3=[b11 b12 b13
b21 b22 b23
b31 b32 b33]
Maka
A+B=[a11+b11 a12+b12 a13+b13
a21+b21 a22+b22 a23+b23
a31+b31 a32+b32 a33+b33]
Contoh 2.4
Tinjau matriks-matriks berikut
A=[ 2 1 31 2 4
−3 4 7 ] B=[1 2 42 −1 40 3 5 ]
Maka
A+B=[ 2 1 31 2 4
−3 4 7 ]+[1 2 42 −1 40 3 5 ]=[ 3 3 7
3 1 8−3 7 12]
2. Pengurangan Matriks
Definisi 2.4 (Anton, 2009)
Jika A dan B adalah matriks-matriks berukuran sama, maka selisih
A – B adalah matriks yang diperoleh dengan mengurangkan entri-
entri A dengan entri-entri B yang bersesuaian. Matriks-matriks yang
berukuran tidak sama, tidak dapat dikurangkan.
Dalam notasi matriks, jika A=[aij ] dan B=[b ij ] mempunyai ukuran
yang sama, maka
A−B=[aij−bij ]Jika diketahui
A3× 3=[ a11 a12 a13
a21 a22 a23
a31 a32 a33] B3 ×3=[b11 b12 b13
b21 b22 b23
b31 b32 b33]
Maka
A−B=[a11−b11 a12−b12 a13−b13
a21−b21 a22−b22 a23−b23
a31−b31 a32−b32 a33−b33]
3. Perkalian Matriks dengan Matriks
Definisi 2.5 (Anton, 2009)
Jika A adalah sebuah matriks m ×r dan B adalah sebuah matriks
r ×n, maka hasil kali AB adalah matriks m ×n yang entri-entrinya
didefinisikan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris i dan
kolom j dari AB, pilih baris i dari matriks A dan kolom j dari
matriks B. Kalikan entri-entri yang berpadanan dari baris dan kolom
bersama-sama dan kemudian jumlahkan hasil kalinya.
Aturan perkalian, misalkan Am× n dan Bn ×k maka
Am× n Bn× k=Cm×k dimana elemen-elemen dari C ij merupakan
penjumlahan dari perkalian elemen-elemen A baris i dengan elemen-
elemen B kolom j.
Misalkan A2× 3=[ a b cd e f ] , A3× 2=[ k n
l om p]
Maka A2× 3 B3×2=C2 ×2=[ak+bl+cm an+bo+cpdk+el+ fm dn+eo+ fp ]
4. Perkalian Matriks dengan Skalar
Suatu matriks dapat dikalikan suatu skalar k dengan aturan tiap-tiap
elemen pada A dikalikan dengan k. Bentuk umum
k ∙ A=k ∙ [ a11 a12 ⋯ a1n
a21 a22 ⋯ a2 n
⋮am1
⋮am2
⋯⋯
⋮amn
]¿ [ ka11 k a12 ⋯ k a1 n
k a21 k a22 ⋯ ka2n
⋮kam1
⋮kam2
⋯⋯
⋮kamn
]Contoh 2.5
Misalkan k=3 dikalikan dengan matriks A=[ a b cd e f ] maka
diperoleh 3[ a b cd e f ]=[3 a 3 b 3 c
3 d 3 e 3 f ]5. Transpose Matriks
Transpose matriks A (dinotasikan ) ATdidefinisikan sebagai matriks
yang baris-barisnya merupakan kolom dari A.
A=[ a b cd e f ] maka bentuk A
T=[a db ec f ]
Teorema 2.1 (Anton, 2009)
Jika ukuran matriks-matriks di bawah ini adalah sedemikian
sehingga operasi yang dinyatakan dapat dilakukan, maka :
a) ¿¿
b) ( A+B)T=AT+BT dan ( A−B)T=AT−BT
c) (kA )T=kAT
d) ( AB)T=BT ∙ AT
Teorema berikut menunjukkan sifat-sifat utama dari operasi
matriks.
Teorema 2.2 (Anton, 2009)
Dengan menganggap bahwa ukuran matriks-matriks di bawah ini
adalah
sama sedemikian sehingga operasi yang ditunjukkan dapat
dilakukan, maka aturan-aturan aritmetika berikut ini adalah valid.
a) A+B=B+ A (Hukum komutatif untuk penjumlahan)
b) A+( B+C )=( A+B )+C (Hukum asosiatif untuk
penjumlahan)
c) A ( BC )=( AB ) C (Hukum asosiatif untuk perkalian)
d) A ( B+C )=AB+ AC (Hukum distributif kiri)
e) ( B+C ) A=BA+CA (Hukum distributif kanan)
f) A ( B−C )=AB−AC
g) ( B−C ) A=BA−CA
h) a ( B+C )=aB+aC
i) a ( B−C )=aB−aC
j) (a+b ) C=aC+bC
k) (a−b )C=aC−bC
l) a (bC )= (ab ) C
m) a ( BC )=(aB ) C=B (aC)
dengan A, B, dan C adalah matriks-matriks yang berukuran sama,
sedangkan a, b, dan c adalah suatu skalar.
2.2.4 Determinan
Definisi 2.6 (Anton, 2009)
Misalkan A adalah suatu matriks bujursangkar. Fungsi determinan
dinyatakan dengan det , dan didefinisikan det ( A) sebagai jumlah semua
hasil kali entri bertanda dari A.
Notasi |A| adalah notasi alternatif untuk det ( A).
Akan ditunjukkan rumus untuk menghitung determinan dengan ordo
2 ×2 dan n × n.
a. Determinan matriks 2 ×2
Misalkan matriks A=[a11 a12
a21 a22]
maka, det( A )=|a11 a12
a21 a22|=a11 a22−a12a21
b. Determinan matriks n × n
Untuk menghitung determinan matriks bujursangkar dengan n ≥ 2 dapat
digunakan metode ekspansi kofaktor atau reduksi baris. Namun, dalam
pembahasan ini hanya akan digunakan metode ekspansi kofaktor.
Definisi 2.7 (Anton, 2009)
Jika A adalah matriks bujursangkar, maka minor entri a ij dinyatakan oleh
M ij dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang masih tersisa
setelah baris ke-i dan kolom ke- jdihilangkan dari A. Bilangan (−1 )i+ j ( M ij)
dinyatakan oleh C ij dan disebut kofaktor entri a ij.
Dari Definisi 2.7 dapat dihitung determinan dari matriks A yaitu
dengan mengalikan entri-entri dalam baris atau kolom A dengan kofaktor-
kofaktornya yang bersesuaian dan menjumlahkan hasil-hasil yang diperoleh.
Metode ini disebut ekspansi kofaktor sepanjang baris atau kolom dari A.
Teorema 2.3 (Anton, 2009) Determinan suatu matriks Anxn dapat dihitung
dengan mengalikan entri-entri pada sebarang baris (atau kolom) dengan
kofaktornya dan menjumlahkan hasil kali yang didapatkan: yaitu, untuk
setiap 1 ≤i ≤ n dan 1 ≤ j≤ n,
det( A )=a1 j C1 j+a2 jC2 j+…+anjCnj
(ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j)
atau
det( A )=ai 1C i 1+ai 2 Ci 2+…+a¿C¿
(ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i)
Contoh 2.6
Tentukan determinan dari matriks berikut menggunakan ekspansi kofaktor
sepanjang kolom pertama.
A=[3 2 41 −2 32 3 2]
Penyelesaian :
det( A )=a11 C11+a21C21+a31 C31
¿a11(−1 )1+1(M 11¿+a21 (−1 )2+1 ( M 21 )+a31(M 31)
¿3|−2 33 2|−1|2 4
3 2|+2| 2 4−2 3|
¿3 (−4−9 )−( 4−12 )+2(6+8)
¿−23
2.2.5 Matriks Invers
Definisi 2.8
Jika A , B matriks bujur sangkar dan berlaku AB=BA=I (I matriks
identitas), maka dikatakan bahwa Adapat dibalik dan B adalah matriks
invers dari A (notasi A−1).
Contoh 2.7
Diketahui : A=[ 2 −5−1 3 ], B=[3 5
1 2], → AB=BA=[1 00 1]
Maka : B=A−1dan A=B−1
Sifat yang berlaku :
- ¿
- (AB−1¿¿−1=B−1 A−1
2.3 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Definisi 2.9 (Anton, 2009)
Jika A adalah suatu matriks persegi, maka vektor tak nol x pada Rn disebut
suatu vektor eigen dari A jika Ax adalah suatu kelipatan skalar dari x, yaitu
A x=λx
untuk suatu skalar λ. Skalar λ disebut nilai eigen dari A dan x disebut suatu
vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan λ.
Untuk mencari nilai eigen dari suatu matriks persegi A maka Ax=λx
dituliskan kembali sebagai
Ax=λIx
atau ekuivalen dengan,
(λ I – A)x=0 (*)
Supaya λ menjadi nilai eigen, maka harus ada solusi tak nol dari Persamaan
(*), yaitu jika dan hanya jika
det (λI – A)=0
yang dinamakan persamaan karakteristik A. Skalar yang memenuhi
persamaan di atas adalah nilai eigen dari A. Jika λ adalah suatu parameter,
maka det (λI – A) adalah suatu polinomial Ayang dinamakan polinomial
karakteristik dari A.
Contoh 2.8 :
Tentukan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks
A=[3 0 50 2 01 0 5]
Penyelesaian :
i) Menghitung nilai eigen dari matriks A .
Polinomial karakteristik A adalah
det( λI−A )=0
⇒det(λ [1 0 00 1 00 0 1 ]−[3 0 5
0 2 01 0 5])=0
⇒ det([ λ 0 00 λ 00 0 λ]−[3 0 5
0 2 01 0 5 ])=0
⇒det [ λ−3 0 −50 λ−2 0
−1 0 λ−5 ]=0
⇒ ( λ−3 ) ( λ−2 ) ( λ−5 )−(−5 ) ( λ−2 ) (−1 )=0
⇒ λ3−10 λ2+26 λ−20=0
⇒ ( λ−2 ) ( λ2−8 λ+10 )=0
Maka diperoleh nilai eigen dari A adalah λ1=2 , λ2=4+√6dan
λ3=4−√6 .
ii) Menghitung vektor eigen dari matriks A .
Untuk mencari vektor eigen yang bersesuaian dengan λ1, λ2 dan λ3 dapat
diperoleh melalui proses berikut.
Untuk λ1=2, selanjutnya disubstitusikan ke dalam persamaan
[ λ−3 0 −50 λ−2 0
−1 0 λ−5 ][ x1
x2
x3]=[000 ]
diperoleh,
[−1 0 −50 0 0
−1 0 −3] [x1
x2
x3]=[000] (1.1)
dengan memecahkan sistem Persamaan (1.1)
x1+5 x3=0
2 x3=0
Dari kedua persamaan di atas diperoleh,
x3=0 dan x1=0
Misalkan x2=t , dimana t adalah variabel bebas, x1=0 dan x3=0
Jadi, vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan λ1=2 adalah vektor
tak nol yang berbentuk
x=[0t0]=t [010] (1.2)
Untuk λ2=4+√6 selanjutnya disubstitusikan ke dalam Persamaan
[ λ−3 0 −50 λ−2 0
−1 0 λ−5 ][ x1
x2
x3]=[000 ]
diperoleh,
[1+√6 0 −50 2+√6 0
−1 0 −1+√6] [x1
x2
x3]=[000] (1.3)
dengan memecahkan sistem Persamaan (1.3)
x1+(1−√6) x3=0
(2+√6)x2=0
Dari kedua persamaan di atas diperoleh,
x1=¿
x2=0
Misalkan x3=t⟹ x1=¿, dimana t adalah variabel bebas dan
x2=0.
Jadi, vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan λ2=4+√6 adalah
vektor tak nol yang berbentuk
x=[(−1+√6)t0t ]=t [−1+√6
01 ] (1.4)
Untuk λ3=4−√6 selanjutnya disubstitusikan ke dalam Persamaan
[ λ−3 0 −50 λ−2 0
−1 0 λ−5 ][ x1
x2
x3]=[000 ]
diperoleh,
[1−√6 0 −50 2−√6 0
−1 0 −1−√6] [x1
x2
x3]=[000] (1.5)
dengan memecahkan sistem Persamaan (1.5)
x1+¿
(2−√6) x2=0
Dari kedua persamaan di atas diperoleh,
x1=(−1−√6)x3
x2=0
Misalkan x3=t⟹ x1=(−1−√6)t , dimana t adalah variabel bebas dan
x2=0.
Jadi, vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan λ3=4−√6 adalah
vektor tak nol yang berbentuk
x=[(−1−√6) t0t ]=t [−1−√6
01 ] (1.6)
Dari Persamaan (1.2), Persamaan (1.4) dan Persamaan (1.6) diperoleh
vektor eigen
v1=[010] , v2=[−1+√601 ] , dan v3=[−1−√6
01 ]
2.4 Diagonalisasi Matriks
Definisi 2.10 (Anton, 2004)
Sebuah matriks bujursangkar A dikatakan dapat didiagonalisasi
(diagonalizable) jika terdapat sebuah matriks P yang dapat dibalik
sedemikian rupa sehingga P−1 AP adalah sebuah matriks diagonal; matriks
P dikatakan mendiagonalisasi A.
Tidak semua matriks bujursangkar dapat didiagonalisasi tergantung dari
jumlah basis ruang eigen yang dimilki. Jka matriks bujur sangkar berukuran
n dan basis ruang eigen yang bebas berjumlah n juga, maka matriks tersebut
dapat didiagonalisasi, jika jumlahnya kurang dari n maka tidak dapat
didiagonalisasi.
Berikut adalah tahapan untuk mendiagonalkan matriks yang berukuran × n :
Tahap 1 : carilah n vector eigen yang bebas linear dari matriks A yang
berukuran n × n.
Tahap 2 : bentukalah matriks P yang mempunyai p1 , p2 , …, pn sebagai
vektor – vektor kolomnya.
Tahap 3 : matriks D=P1 A P adalah matriks diagonal dengan λ1 , λ2 ,…, λn
sebagai unsure-unsur diagonal yang berurutannya dan λ i adalah nilai-nilai
eigen yang bersesuaian dengan pi untuk I=1 , 2, 3 , …,n
Contoh 2.9 :
Diketahui B=[2 1 −10 1 10 2 0 ]
Apakah B dapat didiagonalisasi ? jika dapat tentukan matriks yang
mendiagonalisasi B beserta matriks diagonalnya !
Penyelesaian :
Persamaan karakteristik : det (λI−B)=0
Det=[ λ−2 −1 10 λ−1 −10 −2 λ ]=( λ−2 ) ( λ2−λ−2 )=( λ−2 ) ( λ+1 ) ( λ−2 )=0
Jadi nilai eigen : -1, 2
Karena hanya ada dua nilai eigen, maka belum bias ditentukan apakah B
dapat didiagonalisasi ataukah tidak. Untuk itu akan dicari banyaknya baris
ruang eigen
Untuk λ=2, subtitusi nilai λ=2 ke persamaan det (λI−B)x=0
[0 −1 10 1 −10 −2 2 ] x=0
[2 −1 10 1 −10 −2 2 ] [0 1 −1
0 0 00 0 0 ]
Ruang eigen : x=[stt ]=[100]s+[011] tJadi untuk λ=2 terdapat dua basis ruang eigen : [100] dan [011]Untuk λ=1, subtitusi nilai λ=−1 ke persamaan det ( λI−B ) x=0
[3 −1 10 −2 −10 −2 −1] x=0
[3 −1 10 −2 −10 −2 −1] [3 1 −1
0 2 10 0 0 ] [3 0
32
0 2 10 0 0
] Ruang eigen : x=[−t
−t2t ]=[−1
−12 ] t
Jadi untuk λ=−1 terdapat satu basis ruang eigen : [−1−12 ]
Jadi B dapat didiagonalisasi dengan matriks yang mendiagonalisasi
P = [1 0 −10 1 −10 1 2 ] dengan matriks diagonal D = [2 0 0
0 2 00 0 −2]
Contoh 2.10
Diketahui C=[1 0 −20 1 00 1 2 ]
Penyelesaian :
Persamaan karakteristik : det (λI−C )=0
Det=[ λ−1 0 20 λ−1 00 −1 λ−2]=( λ−1 )2 ( λ−2 )=¿0
Jadi nilai eigen : 1, 2
Karena hanya ada dua nilai eigen maka belum bias ditentukan apakah C
dapat didiagonalisasi ataukah tidak. Untuk itu diperiksa banyaknya basis
ruang eigen.
Untuk λ=1, subtitus nilai λ=2 ke persamaan det (λI−C )x=0
[0 0 20 0 00 −1 −1] x=0
[0 0 20 0 00 −1 −1] [0 1 0
0 0 10 0 0]
Ruang eigen : x=[ s00]
Jadi untuk λ=1, ada satu basis ruang eigen yaitu : [100] Untuk λ=2, subtitusi nilai λ=2 ke persamaan det (λI−C )x=0
[1 0 20 1 00 −1 0] x=0
[1 0 20 1 00 −1 0] [1 0 2
0 1 00 0 0]
Ruang eigen : x=[−2 s0s ]
Jadi untuk λ=1, ada satu basis ruang eigen yaitu : [−201 ]
Karena hanya dua basis ruang eigen yang bebas linear, maka C tidak dapat
didiagonalisasi
2.5 Matriks Jordan
Didalam penerapannya, ada kalanya suatu matriks dapat di
didiagonalkan. Untuk matriks yang tidak dapat didiagonalkan, selalu dapat
dibuat menjadi similar dengan matriks yang hampir diagonal yang disebut
sebagai bentuk matriks Jordan.
Misalkan diketahui 2 ×2 dengan dua nilai eigen yang sama. Jika
matriks tersebut mempunyai dua vektor eigen yang bebas linear, maka
matriks tersebut similar dengan matriks diagonal. Tetapi dalam hal matriks
hanya mempunyai sebuah nilai eigen, maka matriks tersebut similar dengan
Bentuk matriks Jordan [ λ 10 λ] matriks tersebut hanya mempunyai satu nilai
eigen sebab jika mempunyai dua nilai eigen maka matriks tersebut dapat
didiagonalkan.
Ada dua kasus Bentuk Jordan matriks berordo 2 ×2, yaitu matriks yang
mempunyai dua nilai eigen (berbeda) atau hanya satu nilai eigen. Untuk satu
nilai eigen, ada dua kasus yaitu tergantung dari banyaknya vektor eigen
yang bebas linear. Matriks berikut merupakan contoh matriks satu nilai
eigen yang masing-msing mempunyai satu dan dua vektor eigen yang bebas
linear.
[ λ 1 00 λ 10 0 λ] [
λ 1 00 λ 00 0 λ ]
Sedangkan untuk dua nilai eigen, mempunyai Bentuk matriks Jordan
sebagai berikut [ λ 1 00 λ 10 0 λ]
Matriks di atas mempunyai dua vektor eigen yang bebas linear, atau
satu vektor eigen yang bebas linear yang berkaitan dengan nilai eigen ganda.
Jadi jika matriks 3 ×3 mempunyai tiga vektor eigen yang bebas linear,
matriks tersebut dapat didiagonalkan
Definisi 2.11
Matriks A berordo n × n mempunyai vektor eigen v1, v2 ,…, vs bebas linear,
matriks tersebut similar dengan matriks diagonal dalam Bentuk matriks
Jordan.
[J 1 0 … 00 J 2 … 0⋮ ⋮ ⋱ ⋮0 0 ⋯ J s
]Dimana setiap sub matriks J1 adalah blok dengan bentuk
J1=[λi 0 0 … 00 λ i 0 … 00 0 λ i … 0⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮0 0 0 ⋯ λ i
]Dengan λ1 adalah nilai eigen dari Adan bersuaian dengan vektor eigen v1
DAFTAR PUSTAKA
Anton, Howard dan Chris Rorres. 2004. Aljabar Linear Elementer versi Aplikasi
(Edisi ke delapan). Terjemahan oleh Refina Indriasari dan Irzam Harmen.
Jakarta : Erlangga.
Anton, Howard.2009. Dasar-dasar Aljabar Linear (jilid 1). Tangerang : Binarupa
Aksara
Gazali, Wikaria.2005. Matriks dan Transformasi Linear. Yogyakarta : Graha Ilmu
Rahmah, Sri. 2007. Penerapan Diagonalisasi Matriks dalam Menyelesaikan
Sistem Persamaan Diferensial Linear Homeogen Orde-n. [online]. Tersedia:
http://lib.uin-malang.ac.id, diakses tanggal 4 mei 2013, pukul 19:00
Tiwi, Aprilianti. Kajian Matriks Jordan dan Aplikasinya pada Sistem Linear
Waktu Diskrit. [online]. Tersedia : http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-17403-Presentation-1146522.pdf , diakses 3 Mei 2013, pukul
20:00 WIT
top related