nilai, sikap, dan kepuasan kerja
Post on 09-Jul-2015
405 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
NILAI, SIKAP, DAN KEPUASAN KERJA
A. Konsep Dasar
Pemahaman mengenai Nilai, sikap dan Kepuasaan kerja tidak terlepas dari
kajian mengenai kontribusi utama psikologi terhadap prilaku organiasi.
Pengkajian mengenai Nilai, Sikap, dan Kepuasan kerja sangat penting, karena
didasarkan pada pandangan bahwa suatu pemahaman tentang perilaku
individu bermula dari kajian mengenai kontribusi utama psikologis terhadap
Perilaku Organisasi (OB). Untuk itu, tujuan dari pembahasan ini adalah
mendeskripsikan topik-topik penting yang berkaitan dengan nilai, sikap, dan
kepuasan kerja. Pada bagian akhir dari pembahasan, akan diperkuat oleh hasil
penelitian yang kami kutip dari jurnal nasional maupun Internasional. Berikut
pembahasan konsep dasar dari masing-masing topik.
1. Konsep Nilai (Value)
a. Pengertian Nilai
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini
akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli.
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-
state of existence is personally or socially preferable to an opposite or
converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach, 1973
hal. 5)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of
behaving and about desirable or undesireable goals or end-states.”
(Feather, 1994 hal. 184)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance,
that serve as guiding principles in the life of a person or other social
entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)
Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah
(1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau
tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan
seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-
kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
2
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan
pemahaman tentang nilai, yaitu (1) suatu keyakinan, (2) berhubungan
dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara
bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan
digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang
bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai
merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup
manusia yang universal, yaitu :
1. Kebutuhan individu sebagai organisme biologis;
2. Persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi
interpersonal;
3. Tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok
dan kelangsungan hidup kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987;
Schwartz, 1992, 1994).
Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz
mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang
universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme,
motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky,
1987). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai
sesuatu yang diinginkan.
Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat
timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity)
atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement,
hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya
(universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu pada
kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok
dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua,
agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang
unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, 1994;
Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).
Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan
dengan yang hanya ‘diinginkan’, dimana ‘lebih diinginkan’
mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin
dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah
laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). ‘Lebih diinginkan’ ini
memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan
3
dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat
kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik
tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah,
yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang
tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka
nilai menjadi tahan lama dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki
kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh
hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai
budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985).
b. Tipe-tipe Nilai
Penelitian Schwartz mengenai nilai salah satunya bertujuan untuk
memecahkan masalah apakah nilai-nilai yang dianut oleh manusia
dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe nilai (value type). Lalu
masing-masing tipe tersebut terdiri pula dari sejumlah nilai yang lebih
khusus. Setiap tipe nilai merupakan wilayah motivasi tersendiri yang
berperan memotivasi seseorang dalam bertingkah laku. Karena itu,
Schwartz juga menyebut tipe nilai ini sebagai motivational type of
value.
Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994)
mengemukakan adanya 10 tipe nilai (value types) yang dianut oleh
manusia, yaitu:
1) Power. Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe
kebutuhan yang universal, yaitu transformasi kebutuhan individual
akan dominasi dan kontrol yang diidentifikasi melalui analisa
terhadap motif sosial. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah
pencapaian status sosial dan prestise, serta kontrol atau dominasi
terhadap orang lain atau sumberdaya tertentu. Nilai khusus
(spesific values) tipe nilai ini adalah : social power, authority,
wealth, preserving my public image dan social recognition.
2) Achievement. Tujuan dari tipe nilai ini adalah keberhasilan pribadi
dengan menunjukkan kompetensi sesuai standar sosial. Unjuk kerja
4
yang kompeten menjadi kebutuhan bila seseorang merasa perlu
untuk mengembangkan dirinya, serta jika interaksi sosial dan
institusi menuntutnya. Nilai khusus yang terdapat pada tipe nilai ini
adalah : succesful, capable, ambitious, influential.
3) Hedonism. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik dan
kenikmatan yang diasosiasikan dengan pemuasan kebutuhan
tersebut. Tipe nilai ini mengutamakan kesenangan dan kepuasan
untuk diri sendiri. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah :
pleasure, enjoying life.
4) Stimulation. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik
akan variasi dan rangsangan untuk menjaga agar aktivitas
seseorang tetap pada tingkat yang optimal. Unsur biologis
mempengaruhi variasi dari kebutuhan ini, dan ditambah pengaruh
pengalaman sosial, akan menghasilkan perbedaan individual
tentang pentingnya nilai ini. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini
adalah kegairahan, tantangan dalam hidup. Nilai khusus yang
termasuk tipe nilai ini adalah : daring, varied life, exciting life.
5) Self-direction. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pikiran dan
tindakan yang tidak terikat (independent), seperti memilih,
mencipta, menyelidiki. Self-direction bersumber dari kebutuhan
organismik akan kontrol dan penguasaan (mastery), serta interaksi
dari tuntutan otonomi dan ketidakterikatan. Nilai khusus yang
termasuk tipe nilai ini adalah : creativity, curious, freedom,
choosing own goals, independent.
6) Universalism. Tipe nilai ini termasuk nilai-nilai kematangan dan
tindakan prososial. Tipe nilai ini mengutamakan penghargaan,
toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap
kesejahteraan umat manusia. Contoh nilai khusus yang termasuk
tipe nilai ini adalah : broad-minded, social justice, equality,
wisdom, inner harmony.
5
7) Benevolence. Tipe nilai ini lebih mendekati definisi sebelumnya
tentang konsep prososial. Bila prososial lebih pada kesejahteraan
semua orang pada semua kondisi, tipe nilai benevolence lebih
kepada orang lain yang dekat dari interaksi sehari-hari. Tipe ini
dapat berasal dari dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan interaksi
yang positif untuk mengembangkan kelompok, dan kebutuhan
organismik akan afiliasi. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini
adalah peningkatan kesejahteraan individu yang terlibat dalam
kontak personal yang intim. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai
ini adalah : helpful, honest, forgiving, responsible, loyal, true
friendship, mature love.
8) Tradition. Kelompok dimana-mana mengembangkan simbol-
simbol dan tingkah laku yang merepresentasikan pengalaman dan
nasib mereka bersama. Tradisi sebagian besar diambil dari ritus
agama, keyakinan, dan norma bertingkah laku. Tujuan
motivasional dari tipe nilai ini adalah penghargaan, komitmen, dan
penerimaan terhadap kebiasaan, tradisi, adat istiadat, atau agama.
Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : humble, devout,
accepting my portion in life, moderate, respect for tradition.
9) Conformity. Tujuan dari tipe nilai ini adalah pembatasan terhadap
tingkah laku, dorongan-dorongan individu yang dipandang tidak
sejalan dengan harapan atau norma sosial. Ini diambil dari
kebutuhan individu untuk mengurangi perpecahan sosial saat
interaksi dan fungsi kelompok tidak berjalan dengan baik. Nilai
khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : politeness, obedient,
honoring parents and elders, self discipline.
10) Security. Tujuan motivasional tipe nilai ini adalah mengutamakan
keamanan, harmoni, dan stabilitas masyarakat, hubungan antar
manusia, dan diri sendiri. Ini berasal dari kebutuhan dasar individu
dan kelompok. Tipe nilai ini merupakan pencapaian dari dua minat,
yaitu individual dan kolektif. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai
6
ini adalah : national security, social order, clean, healthy,
reciprocation of favors, family security, sense of belonging.
c. Hubungan Nilai Dan Tingkah Laku
Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang
mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing individu untuk
memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam
situasi tersebut (Rokeach, 1973; Kahle dalam Homer & Kahle, 1988).
Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan
memutuskan sesuatu (Williams dalam Homer & Kahle, 1988).
Danandjaja (1985) mengemukakan bahwa nilai memberi arah pada
sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman
untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu.
Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari
pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa
nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial
(Rokeach, 1973; Danandjaja, 1985).
Mengacu pada BST, nilai merupakan salah satu komponen yang
berperan dalam tingkah laku : perubahan nilai dapat mengarahkan
terjadinya perubahan tingkah laku. Hal ini telah dibuktikan dalam
sejumlah penelitian yang berhasil memodifikasi tingkah laku dengan
cara mengubah sistem nilai. Perubahan nilai telah terbukti secara
signifikan menyebabkan perubahan pula pada sikap dan tingkah laku
memilih pekerjaan, merokok, mencontek, mengikuti aktivitas politik,
pemilihan teman, ikut serta dalam aktivitas penegakan hak asasi
manusia, membeli mobil, hadir ditempat ibadah, memilih aktivitas di
waktu senggang, berhubungan dengan ras lain, menggunakan media
masa, mengantisipasi penggunaan media, dan orientasi politik (Homer
& Kahle, 1988).
2. Konsep Sikap (Attitudes)
a. Pengertian Sikap
7
Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang
melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak
terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,
1995).
Sikap (attitudes) merupakan pernyataan evaluatif, baik yang
menyenangkan maupun yang tidak, tentang suatu objek, orang atau
peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan
sesuatu (Robbins, 2002: 35)
Calhoun & Acocella (1995) membagi sikap menjadi tiga
komponen yaitu:
1) Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari
pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan
dan pendapat tertentu tentang objek sikap.
2) Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan
perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif.
Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut
pemilik sikap.
3) Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan
seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap.
Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa
sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan di dalam memahami,
merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
b. Pembentukan Sikap
Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya,
melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya.
Dimana dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola
sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya
(Azwar, 2007).
Calhoun & Acocella (1995) menulis bahwa sumber pembentuk
sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang
lain atau kelompok , pengaruh media massa dan pengaruh dari figur
8
yang dianggap penting. Calhoun & Acocella (1995) menambahkan
bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut
mempengaruhi pembentukan sikap.
Dari pendapat di atas, Azwar (2007) mengemukakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah sebagai berikut:
1) pengalaman pribadi : Bahwa tidak adanya pengalaman yang
dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung
akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan
lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam
situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan
pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.
2) pengaruh orang lain yang dianggap penting : Individu pada
umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah
dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh
keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari
konflik.
3) pengaruh kebudayaan : Pengaruh budaya sangat menekankan
pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk
pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang
konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita
alami. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu
dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis
pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.
4) Media massa : Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,
surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar
dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa
memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap
terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan
9
memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap tertentu.
5) Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama : Lembaga
pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam
diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah
antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan
sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada
gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam
menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat
sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan
mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau
mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak.
Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga
pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan
tunggal yang menentukan sikap.
6) Faktor emosional : Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh
emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran prustrasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian
dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu
prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang
lebih persisten dan bertahan lama.
c. Tipe- tipe Sikap
Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, tetapi OB memfokuskan diri
pada sikap yang berkaitan dengan pekerjaan. Hal ini meliputi kepuasan
kerja, keterlibatan kerja (tingkat sejauh mana seseorang berkecimpung
dalam pekerjaanya dan secara aktif berpartisipasi di dalamnya), dan
10
komitmen organisasi (sebuah indikator loyalitas kepada, dan
keberhasilan terhadap, organaisasi). Tidak dapat dipungkiri, bahwa
kepuasan kerja telah mendapatkan perhatian yang besar.
1) Kepuasan kerja. Istilah kepuasan kerja merujuk pada sifat umum
individu terhadap pekerjaannya.Seseorang dengan tingkat kepuasan
tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu.
2) Keterlibatan kerja. Istilah keterlibatan kerja merupakan tingkat
dimana seseorang mengaitkan dirinya ke pekerjaannya, secara aktif
berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap kinerjanya penting
bagi nilai dirinya.
3) Komitmen pada organisasi. Merupakan tingkat dimana karyawan
mengaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran-sasarannya,
dan berharap mempertahankan keanggotaan dalam organisasi
tersebut.
d. Hubungan sikap dengan Perilaku
Fleur (1958) mengemukakan 3 postulat guna mengidentifikasikan
tiga pandangan mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu postulat
of consistency, postulat of independent variation, dan postulate of
contigent consistency. Berikut ini penjelasan tentang ketiga postulat
tersebut:
1) postulat konsistensi : Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap
verbal memberi petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan
apa yang akan dilakukan seseorang bila dihadapkan pada suatu
objek sikap. Jadi postulat ini mengasumsikan adanya hubungan
langsung antara sikap dan perilaku.
2) postulat variasi independen : Postulat ini mengatakan bahwa
mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku karena
sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu
yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
3) postulat konsistensi-kontigensi: Postulat konsistensi-kontigensi
menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan
11
oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan,
keanggotaan kelompok dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sejauh
mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda
dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi lainnya.
Apabila individu berada dalam situasi yang betul-betul bebas dari
berbagai bentuk tekanan atau hambatan yang dapat mengganggu
ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan bahwa bentuk-bentuk
perilaku yang ditampakkannya merupakan ekspresi sikap yang
sebenarnya. Artinya, potensi reaksi sikap yang sudah terbentuk dalam
diri individu itu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan
sikap yang sesungguhnya terhadap sesuatu. Sebaliknya jika individu
mengalami atau merasakan hambatan yang dapat mengganggu
kebebasannya dalam mengatakan sikap yang sesungguhnya atau bila
individu merasakan ancaman fisik maupun ancaman mental yang
dapat terjadi pada dirinya sebagai akibat pernyataan sikap yang
hendak dikemukakan maka apa yang diekspresikan oleh individu
sebagai perilaku lisan atau perbuatan itu sangat mungkin tidak sejalan
dengan sikap hati nuraninya, bahkan dapat sangat bertentangan
dengan apa yang dipegangnya sebagai suatu keyakinan.
Semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang
menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulitlah
mempediksikan perilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya
sebagai indikator (Azwar, 2007).
3. Konsep Kepuasan kerja (job satisfaction)
a. Pengertian kepuasan kerja
Robbins (2002) mendefinisikan Kepuasan kerja mengacu kepada
sifat individu secara umum terhadap pekerjaanya. Seseorang dengan
tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sifat positif terhadap
pekerjaanya; seseorang yang tidak puas dengan pekerjaanya
mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaan tersebut.
12
Handoko (2004) menyatakan kepuasan kerja (job satisfaction)
sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana para pegawai memandang pekerjaan
mereka.
Luthans (2005) dalam bukunya Organizational Behaviour
mengutip pendapat Locke bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan
emosional yang positif dari seseorang yang ditimbulkan dari
penghargaan atas sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya.
Dikatakan lebih lanjut bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari
prestasi seseorang sampai seberapa baik pekerjaannya menyediakan
sesuatu yang berguna baginya.
Malthis (2006) kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif
dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja
muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa
kepuasan kerja pegawai merupakan sikap pegawai terhadap bagaimana
mereka memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja pegawai dapat
memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah menciptakan
hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan pegawai.
Kepuasan atau ketidakpuasan pegawai adalah respon pegawai terhadap
evaluasi tingkat kesesuaian antara harapan sebelumnya dan kinerja
desain pekerjaan aktual yang dirasakan oleh pegawai. Jadi, tingkat
kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya dan karirnya merupakan
fungsi dari perbedaan antara kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan
karir yang dirasakan dengan harapan pegawai. Apabila kinerja desain
dan evaluasi pekerjaan dan karirnya tidak sesuai dengan harapan atau
harapan melebihi kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya,
maka pegawai akan kecewa. Sedangkan apabila kinerja desain dan
evaluasi pekerjaan dan karirnya sesuai dengan harapan atau bahkan
melebihi harapannya, pegawai akan merasa sangat puas.
13
Jadi, kepuasan kerja adalah keadaan emosional seseorang
terhadap pekerjaannya, ketika dia menemukan titik temu antara apa
yang dia harapkan dari pekerjaan itu dan apa yang telah diberikan
perusahaan terhadap dirinya.
b. Teori kepuasan kerja
As’sad (2001) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan
indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat
ketidakhadiran(absensi), tingginya keluar masuknya pegawai
(turnover), menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja
pegawai (performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja
pegawai tersebut muncul ke permukaan, maka hendaknya segera
ditangani supaya tidak merugikan perusahaan. Menurut Kreitner dan
Kinicki dalam Wibowo (2007), terdapat lima faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, sebagai berikut:
1) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Kepuasan yang
ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2) Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa
kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan
harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan
dan yang diperoleh individu dari pekerjaan.
3) Value attainment (pencapaian nilai). Kepuasan merupakan hasil
dari persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan nilai kerja
individual yang penting.
4) Equity (keadilan). Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil
individu diperlakukan ditempat kerja.
5) Dispositional / genetic components (komponen genetik). Model
ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian
merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.
14
B. Pentingnya kajian dan contoh penelitian
Untuk melihat bagaimana persoalan nilai, sikap, dan kepuasan kerja
dalam tataran realitas, berikut ini dipaparkan contoh penelitian (Jurnal) yang
dengan setiap variabel, yakni: 1. Penelitian Tentang Nilai.
Jurnal Perspektif Bisnis, Vol.1, No.1, Juni 2013, ISSN: 2338-5111 PREDIKSI PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN YANG DIPENGARUHI OLEH NILAI DAN GAYA HIDUP KONSUMEN (Suprihatin Ali; Dosen Jurusan Administrasi Bisnis FISIP Universitas Lampung)
TUJUAN PENELITIAN
- Untuk mengetahui variabel nilai-nilai lingkungan berpengaruh pada variabel perilaku ramah lingkungan.
- Untuk mengetahui variabel gaya hidup berpengaruh pada variabel perilaku ramah lingkungan.
METODE PENELITIAN
- Disain Penelitian: Berdasarkan deskripsi tujuan penelitian adalah penelitian korelasional dan bukan deskriptif, dalam deskripsi waktu penelitian ini bersifat cross-sectional dan bukan longitudinal, dari deskripsi keluasan dan kedalaman topik merupakan penelitian statistik dan bukan kasus Berdasarkan deskripsi lingkungan penelitian merupakan penelitian lapangan dan bukan penelitian laboratorium atau simulasi, dan berdasarkan deskripsi aktivitas persepsi responden (subjects’ perception) merupakan penelitian yang menggunakan aktivitas rutin aktual responden dan bukan aktivitas yang dimodifikasi.
- Penelitian ini dirancang untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen serta variabel mediasi seperti dirumuskan dalam hipotesis yang memerlukan pengujian lebih lanjut. Oleh karena itu, desain penelitian ini termasuk pada desain studi konfirmatori yang bertujuan menguji hipotesis. Metode pengumpulan data dilakukan melalui survei dengan menggunakan kuesioner.
- Sampel dan Pengukuran: Ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil. Ukuran sampel sebagaimana dalam metode statistik lainnya menghasilkan dasar untuk mengestimasi kesalahan sampling. Rumus untuk menghitung besar sampel untuk pemodelan SEM sampai sekarang belum ada, tetapi beberapa pengalaman yang pernah ditulis menunjukkan besar sampel yang cukup adalah berkisar 100-200. Bila terlalu besar, metode ini menjadi sensitif, sehingga sulit untuk mendapatkan ’Goodness of fit’ yang baik. Untuk itu disarankan ukuran sampel adalah 5-10 observasi untuk setiap estimasi parameter., sehingga apabila terdapat 20 parameter yang diestimasi, maka diperlukan 100-200 observasi. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Bandar lampung. Penentuan jumlah sampel sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Roscoe (1975) seperti yang dikutip oleh Sekaran (2003) Jumlah sampel yang lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 sudah cukup
dalam penelitian. Dalam penelitian multivariat (termasuk analisis regresi berganda) jumlah
sampel harus beberapa kali lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian (sebaiknya 10 kali atau lebih besar).
Penelitian ini menggunakan SEM, maka minimal sampel yang digunakan adalah 200 responden.
- Metode yang digunakan untuk mengambil data adalah non-probability sampling, artinya setiap anggota populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk
15
dijadikan sebagai sampel, karena tidak diketahui jumlah populasinya. Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dara primer. Data primer dalam penelitian ini berasal dari responden, yaitu orang-orang yang merespon atau menjawab setiap pertanyaan penelitian. Data diambil dengan menggunakan kuesioner penelitian. Kuesioner dirancang dan berisikan informasi data responden dan pernyataan yang diharapkan dapat mengungkap gaya hidup dan nilai responden, serta niat berperilaku mereka. Unit analisis dalam penelitian ini adalah pada level individual dan dilakukan melalui satu kali survai bukan longitudinal
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 1. Nilai dan gaya hidup memiliki pengaruh postif pada perilaku ramah lingkungan.
Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian konfirmatori dengan mengacu pada model yang telah diajukan oleh peneliti sebelumnya. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada latar yang digunakan. Dilihat dari hasil indeks kesesuaian pada model pengukuran yang ada belum fit. Hal ini perlu dilanjutkan dengan pengujian model struktural yang tidak dilakukan pada penelitian ini.
2. Berdasarkan hasil uji regresi yang ada menampilkan bahwa nilai dan gaya hidup dalam diri konsumen menjadi faktor penting yang harus diperhatikan oleh praktisi pemasaran dalam hal ini pemasar produk ramah lingkungan. Untuk konsumen yang memiliki nilai. Penelitian lain perlu dilakukan untuk melihat konsistensi instrument penelitian yang ada, dengan menambah variabel atau konstruk lain dan menggunakan latar industri yang berbeda.
2. Penelitian Tentang Sikap BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis Volume 14, Nomor 1, Juni 2010, hlm. 13-21 ISSN : 2367-11271. PERAN PENAMBAHAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PADA GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DALAM MEMPREDIKSI KINERJA, ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR, DAN SIKAP BAWAHAN TERHADAP ATASAN: Studi Empiris pada Perusahaan Peternakan (Desi Mayasari, Suci Paramitasari Syahlani, Ahmadi) Laboratorium Agrobisnis Bagian Sosial Ekonomi Peternakan UGM Jl. Fauna no 3, Bulaksumur, Yogyakarta, Phone. 0274-513363, HP. 0815 687 8525 email: ssyahlani@yahoo.com, suci.syahlani@ugm.ac.id TUJUAN PENELITIAN - Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional pada kinerja, organizational citizenship behavior (budaya Organisasi), dan sikap bawahan terhadap atasan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Responden yang digunakan sebanyak 140 karyawan bawahan yang bekerja di tiga perusahaan peternakan yang mempunyai pangsa pasar dalam dan luar negeri.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan desain survei dengan menggunakan metode
wawancara. Responden penelitian ini adalah karyawan di tiga perusahaan yang bergerak dalam industri peternakan pada level persuahaan dengan pangsa pasar internasional dan nasional. Karyawan yang dimaksud adalah bagian dari suatu organisasi yang terstruktur yang terdiri atas pimpinan dan bawahan. Sampel ditentukan dengan random sampling berdasar data karyawan perusahaan. Jumlah responden sampel penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah 140 responden. Sejumlah 48 responden diambil dari perusahaan peternakan A yang
16
memiliki pangsa pasar internasional dan sejumlah 47 dan 45 reponden diambil dari perusahaan B dan C yang memiliki pangsa pasar nasional.
Kuesioner dikembangkan untuk mengukur kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, kinerja, OCB, dan kinerja dengan menggunakan skala Likert. Uji kualitas data dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas. Kuesioner didasarkan atas sistem penilaian skala Likert. Item pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner ini menggunakan Multifactor Leadership Questionnaire atau MLQ (Bass dan Avolio,1990). MLQ merupakan kuesioner untuk kepemimpinan transaksional dan transformasional. Sehubungan dengan adanya penilaian atasan, peneliti memberikan keyakinan pada responden bahwa jawaban responden bersifat rahasia, sehingga diharapkan responden tidak memiliki keraguan dalam mengisi kuesioner.
KESIMPULAN 1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada kinerja, OCB dan sikap bawahan terhadap atasan. Penambahan gaya kepemimpinan transformasional meningkatkan kemampuan dalam memprediksi kinerja, OCB dan sikap bawahan terhadap atasan. Perusahaan besar dengan kapabilitas yang lebih baik dalam membentuk struktur organisasi yang lebih efektif relatif lebih dapat menarik manfaat yang lebih besar dari penambahan gaya kepemimpinan transformasional.
3. Penelitian Tentang Kepuasan Kerja Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol.3, No. 1, April 2012, 123-140) ISSN : 2367-11271 Pengaruh Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja dengan Mediasi Komitmen (di PT Alam Kayu Sakti Semarang) A Soegihartono Fakultas Ekonomi Universitas Dian Nuswantoro, Jl Nakulo 5-11 Semarang Tawangmas Semarang Barat Semarang Jawa Tengah TUJUAN PENELITIAN - Untuk menganilisis pengaruh kepemimpinan terhadap komitmen pada perusahaan
PT. Alam Kayu Sakti Semarang. - Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen pada perusahaan
PT. Alam Kayu Sakti Semarang. - Untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada
perusahaan PT. Alam Kayu Sakti Semarang. - Untuk menganalisasi pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada
perusahaan PT. Alam Kayu Sakti Semarang. - Untuk menganalisis pengaruh komitmen terhadap Kinerja karyawan pada Alam
Kayu Sakti Semarang. - Untuk menganalisis komitmen yang menjadi mediasi atau tidak pada hubungan
pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pada perusahaan PT. Alam Kayu Sakti Semarang.
- Untuk menganalisis komitmen yang menjadi mediasi atau tidak pada hubungan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pada perusahaan PT. Alam Kayu Sakti Semarang.
METODE PENELITIAN Populasi Dan Sampel Penelitian
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PT. Alam Kayu Sakti (PT. ALKA ) Semarang yang berjumlah 300 orang Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. maka jumlah sampel dapat ditentukan sebesar 109 responden.
17
Penulis menggunakan teknik ini karena populasi mempunyai unsur/anggota yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional, misalnya mempunyai latar pendidikan yang berbeda.
Jenis Dan Sumber Data Jenis Data; Data yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi Data primer, yaitu data yang berasal dari daftar – daftar hasil kuesioner. Data sekunder, yaitu data dokumentasi yang di peroleh dari perusahaan dan dari
sumber lain. Sumber Data : Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistimatik dan standart memperoleh data yang diperlukan. Data yang diperlukan dalam penelitian adalah data primer merupakan data yang berasal dari sumber yang asli, diperoleh secara langsung dari obyek yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui daftar pertanyaan / kuesioner yaitu sebagai alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan (kuesioner) Dimana daftar pertanyaan ini cukup lengkap, terinci dan sistimatis tentang keterangan- keterangan yang dibutuhkan dari karyawan PT. Alam Kayu Sakti Semarang
Variabel Penelitian; Berdasarkan rumusan permasalahan dan hipotesis, maka variabel dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Variabel bebas (x) terdiri dari:
Kepemimpinan (X1) Kepuasan kerja (X2)
Variabel mediasi, yaitu: Komitmen Veriabel Komitmen bisa menjadi variabel terikat apabila dihubungkan antara variabel Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja. Variabel Komitmen menjadi variabel bebas apabila dihubungkan dengan variabel kinerja:
Variabel terikat (Y): kinerja karyawan Variabel komitmen menjadi mediasi akan dianalisis pengaruhnya hubungan kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Variabel komitmen menjadi mediasi akan dianalisis pengaruhnya hubungan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan.
KESIMPULAN Dari hasil yang telah diteliti di PT. Alam Kayu Sakti Semarang, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 2. Penelitian ini dapat membuktikan kepemimpinan berpengaruh positip terhadap
komitmen organisasional. Ini sesuai dengan teorinya Bass (1990). 3. Penelitian ini dapat membuktikan kepuasan kerja berpengaruh positip terhadap
komitmen organisasional. Ini sesuai penelitian Johlke (2000). 4. Penelitian ini dapat membuktikan kepemimpinan berpengaruh positip terhadap
kinerja. Ini sesuai dengan teorinya Bass (1990). 5. Penelitian ini dapat membuktikan kepuasan kerja berpengaruh positip terhadap
kinerja. Ini sesuai dengan teorinya Robins (1996). 6. Penelitian ini membuktikan komitmen organisasional berpengaruh positip terhadap
kinerja. Ini sesuai dengan penelitian Johlke dkk (2000). 7. Penelitian ini tidak membuktikan bahwa komitmen organisasi memediasi pada
pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja. Ini sesuai dengan penelitian Tri Murdoko (2007).
8. Penelitian ini tidak membuktikan bahwa komitmen organisasi memediasi pada pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja. Ini sesuai dengan penelitian Yustiani, Utai Dian (2005).
top related