neuritis optik (tinjauan pustaka)
Post on 29-Dec-2015
171 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat berbagai
macam penyakit.1 Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu papilitis dan neuritis
retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di
nervus saraf optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Tipe neuritis
retrobulbar merupakan suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di belakang diskus
optikus sehingga tidak tampak kelainan diskus optik dengan oftalmoskop, tetapi terjadi
penurunan tajam penglihatan.1,2
Neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan
prevalensinya 115 per 100.000 jiwa. Berdasarkan data The Optic Neuritis Treatment Trial
(ONTT) lebih dari 77% pasien adalah wanita, 85% berkulit putih dan usia rata-rata 32 tahun.
Di berbagai kelompok populasi di seluruh dunia, neuritis retrobulbaris berkaitan dengan
sklerosis multipel pada 13-85% pasien. Persentase perkembangan menjadi sklerosis multipel
setelah suatu episode neuritis optikus cenderung lebih tinggi seiring dengan peningkatan
tindak lanjut pasien.1,3
Etiopatogenesis terjadinya papilitis adalah adanya peradangan pada serabut retina
saraf optik yang masuk pada papil saraf optik yang berada dalam bola mata. Neuritis
retrobulbar dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin saraf, anemia
pernisiosa, diabetes melitus, dan intoksikasi yang nantinya menyebabkan peradangan saraf
optik dibelakang bola mata, biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau kedua mata.2
Pada neuritis optik pasien mengeluhkan penurunan tajam penglihatan yang mendadak
dan disertai dengan nyeri pada mata. Pada papilitis pemeriksaan oftalmoskopi dapat
ditemukan tanda-tanda disfungsi nervus optikus seperti hiperemi papil saraf optik dengan
1
batas papil yang kabur, pelebaran vena retina sentral dan edema papil, sedangkan pada
neuritis retrobulbaris tidak ditemukan tanda-tanda kelainan tersebut. Ditemukan pula kelainan
relative afferent pupillary defect (RAPD) dengan pemeriksaan swinging flashlight test. 3
Penatalaksanaan pada neuritis optik yaitu kortikosteroid (berdasarkan ONTT) atau
ACTH (Adrenocorticotropic hormone). Selain itu diberikan juga terapi penyakit
penyebabnya.2
1. 2. Batasan Masalah
Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, klasifikasi,
gambaran klinis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari neuritis optik.
1. 3. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penulis tentang neuritis
optik.
1. 4. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan merujuk pada
beberapa literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Saraf Optik
Nervus optikus adalah saraf yang membawa rangsang dan retina menuju otak. Saraf
optik terdiri dari 1 juta lebih akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina yang
memanjang ke arah korteks oksipital. Panjang saraf optik berkisar antara 35-55 mm (rata-rata
40 mm) dan secara anatomis terbagi menjadi segmen intaokular, intraorbital, intrakanalikular
dan intakranial yang berakhir sebagai kiasma optik.4
Gambar 1. Nervus Optik5
Segmen intraokular saraf optik sepanjang 1 mm terbagi menjadi lapisan serabut-
serabut saraf superfisial, bagian prelaminar, laminar (lamina kribosa) dan retrolaminar. Papil
3
saraf optik (diskus optik) merupakan bagian prelaminar saraf optik berbentuk oval, 1,5 mm
horizontal dan 1,75 mm vertikal dengan cekungan (cup shaped depression) agak ke temporal.
Papil saraf optik merupakan daerah keluarnya akson-akson sel ganglion terletak sekitar 3-4
mm sebelah nasal fovea. Bagian prelaminar dan laminar terdiri dari akson-akson sel ganglion
retina tak bermielin, astrosit dan arteri-vena retina sentralis yang keluar dari bagian tengah
papil saraf optik. Akson-akson bergabung menjadi fasikulus dan menembus sklera 200-300
lubang pada lamina kribosa. Setelah melewati lamina kribosa (bagian retrolaminar) diameter
saraf optik bertambah menjadi 3-4 mm akibat pembentukan mielin akson-akson sel ganglion
retina, adanya oligodendroglia (yang membentuk mielin akson) dan selubung meningeal yang
terdiri dari piamater, arakhnoid dan duramater. Bagian prelaminar dan laminar diperdarahi
terutama oleh arteri siliaris posterior brevis yang beranastomosis dengan pleksus pial dan
pembuluh darah koroid peripapilar membentuk siklus Zinn-Haller.4,6
Segmen intraorbita saraf optik berukuran panjang 25-30 mm, lebih panjang dari jarak
antara belakang bola mata dan apeks orbita sehingga dapat bebas bergerak pada pergerakan
bola mata. Pada apeks orbita segmen saraf optik dikelilingi oleh anulus Zinn sebelum
berlanjut ke kanal optik. Saraf optik berjalan kearah posteromedial dan meninggalkan orbita
melalui foramen optik (optic ring) menuju kanal optik. Nervus optikus pars intraorbita
diperdarahi oleh cabang-cabang intraneural dan cabang-cabang pial dari arteri retina
sentral.4,6
Segmen intrakanalikular yang terdapat di dalam kanalis optik memiliki panjang 4-10
mm. Kanalis optik dibentuk oleh tulang sphenoid parva minor. Bagian ini diperdarahi oleh
cabang pial arteri oftalmika.4,6
Segmen Intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm, antara kanalis optik sampai
kiasma optikum. Bagian ini berjalan di atas arteri oftalmika, sebelah superomedial arteri
karotis interna sehingga diperdarahi langsung oleh cabang-cabang arteri tersebut.4,6
4
Gambar 2:Schematic representation of blood supply of: (A) the optic nerve head and (B) the
optic nerve. Abbreviations: A = arachnoid; C = choroid; CRA = central retinal artery; Col.
Br. = Collateral branches; CRV = central retinal vein; D = dura; LC = lamina cribrosa; NFL
= surface nerve fiber layer of the disc; OD = optic disc; ON = optic nerve; P = pia; PCA =
posterior ciliary artery; PR and PLR = prelaminar region; R = retina; RA = retinal arteriole;
S = sclera; SAS = subarachnoid space. 5
Jika satu ataupun semua serabut saraf mengalami peradangan dan tak berfungsi
sebagaimana mestinya maka penglihatan akan menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi ataupun
demielinisasi nervus optikus, keadaan ini disebut dengan neuritis optikus. Pada neuritis
optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan
dapat saja normal atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami
peradangan.4,6
2.2. Anatomi dan Fisiologi Jaras Visual
Secara fungsional rangsang visual ditangkap oleh retina (sebagai stasiun I). kemudian
diteruskan melalui serabut saraf otak kedua (saraf optik). Saraf optik yang berasal dan sisi
5
nasal kedua mata akan menyilang di daerah kiasma opikum sedangkan yang berasal dari sisi
temporal tidak bersilangan di daerah kiasma ini. Selanjutnya serabut saraf ini akan
melanjutkan perjalanannya sebagai traktus optikum. Traktus optikus ini selanjutnya menuju
ke thalamus sebagai kumpulan sel-sel saraf yang mengolah dan bertindak sebagai stasiun
informasi ke II. Bagian thalamus yang berhubungan dengan fungsi visual disebut Corpus
Geniculatum Laterale (CGL). Stasiun ke II ini bertugas menyampaikan informasi ke korteks
serebri bagian oksipital. Dengan sampainya informasi ke korteks penglihatan akan hal-hal
yang terlihat oleh mata dapat disadari. Dari stasiun ke II ini informasi visual juga disebarkan
ke seluruh SSP yang mempunvai hubungan dengan indera penglihatan. ke pusat
keseimbangan motorik, medulla spinalis, pendengaran, dan sebagainya.3
Corpus geniculatum laterale ( CGL ) merupakan terminal dan seluruh serabut saraf
aferen jaras visual. CGL merupakan bagian dari thalamus. Pada CGL terjadi rotasi 90° dari
serabut saraf, sehingga serabut saraf yang berasal dari retina bagian superior akan berada di
bagian medial CGL, sedangkan yang berasal dan bagian inferior retina akan berada di bagian
lateral. Perputaran akan terjadi lagi serabut meninggalkan CGL sehingga retina bagian
superior terletak di inferior dan retina bagian inferior terletak di superior dalam radiasio
optika dan korteks serebri.3
Radiasio optika mengandung 3 kelompok besar serabut yaitu (1) bagian superior
(berisi serabut yang mengurus lapangan pandang inferior), (2) bagian inferior (berisi serabut
yang mengurus lapang pandang superior), (3) bagian sentral (berisi serabut makula).3
Jadi pada radiasio optika (traktus genikulo-kalkarina) terjadi pemutaran, sehingga
posisi serabut penglihatan kembali seperti sebelum memasuki CGL yaitu bagian atas retina
berjalan dan diproyeksikan di bagian atas korteks serebri dan sebaliknya. Korteks proyeksi
penglihatan disebut juga korteks striata (area 17), berada di sepanjang bibir superior dan
fissure kalkarina. Ketika impuls sampai di area 17, maka akan terbentuk sensasi visual
6
sederhana. Impuls ini akan rnempunyai arti dan bentuk dengan perantaraan korteks asosiasi
area 18 dan 19.3
Gambar 3. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal) 3
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya
nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di perifer
dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor
sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam
(neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua
lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel
ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan
pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput
nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan
cabang dari arteri oftalmika.7
7
Gambar 4. Lapisan Neuron pada Retina7
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan
tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu
berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri
bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal
dari masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal
mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus
genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari
sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras
visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls
visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil. Setelah sampai di korpus
genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui
radiatio optika (optic radiation) atau traktus genikulo kalkarina ke korteks penglihatan primer
di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari arteri
kalkarina yang merupakan cabang dari arteri serebri posterior. Serabut yang berasal dari
bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah
sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang atas
(gambar 5).7,8
8
Gambar 5. Radiatio Optika8
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf
akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan
nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya
menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal
dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan
otot sfingter pupil (gambar 6).4,9
Gambar 6. Pathway of the Pupillary Reaction to Light 3
9
2.3. Pemeriksaan Sistem Visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi nervus II, yaitu: 4,11
1. Pemeriksaan visus
Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6 meter.
Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan menggunakan
pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari
barisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus
adalah 6/6. Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya
adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan kesan gelap terang
(cahaya) maka visusnya 1/∞.
2. Pemeriksaan refleks pupil
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung
(unkonsensual) dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung maksudnya adalah
mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak
langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya.
3. Pemeriksaan lapang pandang
Dua jenis cara pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes
konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau
perimeter. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan,
yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang
yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke
lateral kita dapat melihat 90 – 100o dari titik fiksasi, ke medial 60o, ke atas 50 – 60o dan ke
bawah 60 – 75o.
10
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang. Lesi pada nervus
optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini
disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral,
ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian
menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis
fugax. Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal
yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan
menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan
hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan
menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut
lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral.
4. Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus
okuli terutama papil dan retina nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
11
Gambar 7. Lintasan Impuls
visual dan Gangguan Lapang
Pandang Akibat Berbagai Lesi di
Lintasan Visual 10
alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk bulat, warna merah kekuningan, di bagian
temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur serta
terdapat lekukan fisiologis (cup fisiologis). Pembuluh darah keluar dari cup disk dan
bercabang keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok.
Gambar 8. Gambaran funduskopi normal
2.4. Neuritis Optik
Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optik akibat berbagai
macam penyakit. 1 Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per
100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai
dengan 40 tahun. Wanita lebih umum terkena dari pada pria. Berdasarkan data The Optic
Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia rata-rata 32 ±
7 tahun. Sebagian besar kasus patogenesisnya disebabkan inflamasi demielinisasi dengan
atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis optikus monosimptomatik
merupakan manifestasi awal sklerosis multipel.3
12
2.4.1. Etiologi
Etiologi neuritis optikus termasuk: 6,12
1. Inflamasi lokal
a. Uveitis dan retinitis
b. Oftalmia simpatika
c. Meningitis
d. Penyakit sinus dan infeksi orbita
2. Inflamasi general yaitu:
a. Infeksi syaraf pusat
Multiplel sklerosis
Diberbagai kelompok populasi diseluruh dunia, neuritis retrobulbar berkaitan dengan
sklerosis multipel pada 13-85% pasien (Chavis dan Hoyt, 2000). Data dari Mayo clinic pada
tahun 1933 didapatkan dari 255 kasus sebanyak 155 disebabkan oleh sklerosis multipel.
Acute disseminated encephalomyelitis
Neuromyelitis optic (Devic disease)
b. Syphilis
c. Tuberkulosis
3. Leber's disease
Merupakan suatu penyakit herediter pada laki-laki muda, manifestasinya sebagai perubahan
mendadak pada penglihatan sentral (skotoma sentral) pertama kali mengenai satu mata dan
selanjutnya kedua mata. Selama episode akut, mungkin terdapat edema diskus optikus dan
13
retina peripapilar diserati pelebaran pembuluh-pembuluh darah kecil yang teleangiektasis di
permukaannya tetapi khasnya, tidak ada kebocoran diskus optikus pada pemeriksaan
angiografi flourescent. Pada beberapa kasus inflamasi mengenai nervus di dalam bola mata
sehingga menyebabkan papilitis ringan. Pada kasus yang lain mengenai nervus di belakang
mata.
4. Toksin endogen
a. Penyakit infeksi akut, seperti influenza, malaria, measles, mumps, pneumonia
b. Fokus septik pada gigi, tonsil, infeksi fokal
c. Penyakit metabolic seperti diabetes, anemia, , avitaminosis, dan kehamilan
5. Intoksikasi racun eksogen seperti tobacco, etil alcohol, metil alkohol.
2.4.2. Faktor Resiko
Faktor resiko neuritis optikus termasuk: 3,12
1. Usia
Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia rata-rata
terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga tetapi frekuensinya
lebih sedikit.
2. Jenis kelamin
Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki.
3. Ras
Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang lain.
2.4.3. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasinya neuritis optik terbagi menjadi dua, yaitu:
- Papilitis
14
Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus
saraf optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi.2
Gambar 9. Gambaran Funduskopi pada Papilitis
Patogenesis
Nervus optikus mengandung serabut-serabut syaraf yang mengantarkan informasi
visual dari sel-sel nervus retina ke dalam sel-sel nervus di otak. Retina mengandung sel
fotoreseptor, merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya dan menghubungkan ke sel-sel
retina lain disebut sel ganglion. Kemudian mengirimkan sinyal proyeksi yang disebut akson
ke dalam otak. Melalui rute ini, nervus optikus mengirimkan impuls visual ke otak. Inflamasi
yang terjadi pada neuritis optik yang akan menyebabkan sinyal visual terganggu dan
pandangan menjadi lemah.2
Gejala dan Tanda
Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta.
Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-kadang
disertai demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau
infeksi saluran napas bagian atas.3,6
15
Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering
dijumpai dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn.3 Cara pemerikasaan, mata pasien secara
bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah
membesar. Kelainan ini menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.4
Gambar 10. Tanda pupil Marcus Gunn4
Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas yang
kabur, pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar papil terlihat
bergaris-garis disebabkan edema, sehingga serabut saraf menjadi renggang. 6
Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit
secara konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.
- Neuritis Retrobulbar
Neuritis retrobulbarmerupakan peradangan saraf optik yang terdapat dibelakang bola mata
sehingga tidak menimbulkan kelainan fundus mata.1,2
Gejala dan Tanda
16
Visus sangat terganggu dan disertai dengan amaurosis fugax pasien juga
mengeluhkan bola mata bila digerakkan akan terasa berat dibagian belakang bola mata. Rasa
sakit akan bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala.2 Pada neuritis
gambaran fundus normal pada awal, namun lama kelamaan akan terlihat kekaburan batas
papil saraf optik dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai atrofi
desenden akan terlihat papil pucat dengan batas tegas.2
Gangguan lapang pandang pada neuritis retrobulbar dapat terjadi sepanjang segmen
intraorbita sampai segmen intracranial dan sesuai dengan lokasinya. Gangguan tersebut dapat
berupa skotoma sentral, skotoma sentral unilateral, skotoma sentral bilateral, skotoma sentral
pada mata homolateral dan defek superior temporal pada kampus kontralateral dan hemiopia
bitemporal bila mengenai kiasma optika.3,4
2.4.4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, namun pada
neuritis retrobulbar yang kelainannya cukup jauh di belakang diskus optik dan pada
pemeriksaan oftalmoskopi tidak ditemukan apa-apa, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti MRI, analisis cairan serebrospinal, Visually Evoked Potensials Test (VEP)
dan serologi. 12
Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik adalah:
1. Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses inflamasi atau non inflamasi,
idiopatik, dan infeksi.
2. Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang secara klinis menjadi
multipel sklerosis.
a. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
17
MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin,
yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai
menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan
gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi
white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan
MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan
pelebaran nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan
apakah terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis
multipel adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di
area periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.
Gambar 11. Lesi white matter pada MRI13
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Protein ologo-clonal bands pada cairan serebrospinal merupakan penentu sklerosis
multipel. Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien dengan pemeriksaan MRI normal.
c. Test Visually Evoked Potentials
Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual,
auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked
potentials menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal
elektrik yang lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.
18
d. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica.
Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan ini untuk mendeteksi
apakah berkembang menjadi neuromyelitis optica. Pemeriksaan tingkat sedimen eritrosit
(erythrocyte sedimentation rate (ESR)) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes
ini dapat menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis.
2.4.5. Diagnosis Banding
Diagnosis banding mata tenang visus turun mendadak, adalah:2,3
1. Nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy
Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara
klinis dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy.
2. Syndrom viral dan post viral
Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3
minggu, tetapi dapat juga sebagai fenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak
daripada dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi
nervus optikus. Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi
sering bilateral. Diskus optikus dapat normal atau terjadi pembengkakan.
3. Ablasio Retina
Keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen
retina. Ablasio retina akan memeberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijar api
19
(fotopsia) pada lapang penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan
retina berwarna merah.
4. Oklusi Arteri Vena Sentralis
Gangguan vaskular retina dengan potensial menimbulkan kebutaan yang sering terjadi
dan mudah didiagnosis. Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak yang tidak
nyeri. Biasanya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengidap penyakit kardiovaskular terkait
lainnya.
5. Papil Edema
Kongesti non inflamasi diskus optik yang berkaitan dengan peningkatan tekanan
intrakranium. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala hebat, mual, muntah
namun ketajaman penglihatan masih normal. Pada funduskopi didapatkan papil sembab,
batas kabur, kapiler dan vena retina melebar dan berkelok, terdapat perdarahan, eksudat dan
terdapat penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri. Tidak terdapat gangguan pada lapang
pandang. Keadaan ini biasanya ditemukan bilateral.
2.4.6. Penatalaksanaan
1. Terapi jangka pendek
The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif
tentang penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan steroid. Dalam penelitiannya
ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan neuritis optikus akut
unilateral. Data follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal Optic Neuritis Study
(LONS)) menghasilkan informasi penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang,
20
penglihatan yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam memutuskan
resiko berkembang menjadi Clinically Definite Multiple Sclerosis (CDMS).12
Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi,
yaitu:12
a. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4 hari
tappering off ( 20 mg hari l, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi oral).
b. Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap 6 jam
selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11 hari dengan 4
hari tappering off (kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).
c. Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas terhadap
kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang dinilai.
MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua
pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 12
a. Terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV mempercepat pulihnya penglihatan
tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5 tahun bila
dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo atau prednison oral. Keuntungan
terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.
b. Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja didapatkan
terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun dibandingkan dengan
kelompok placebo 16% dan kelompok yang mendapatkan steroid IV 13%) sampai dengan
follow up 5 tahun.
21
c. Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan menggunakan
metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat perkembangan ke arah CDMS
selama 2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun karena
persentase perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan kelompok prednison oral
dan placebo.
2. Terapi jangka panjang
Di antara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan
dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah dilakukan penelitian
383 pasien oleh (The Controlled High-Risk Avonex MS Prevention Study (CHAMPS))
menunjukkan terapi dengan interferon β 1a pada pasien acute monosymptomatic
demyelinating optic neuritis berkurang secara signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan
kelompok placebo, juga terdapat pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang
sama juga didapatkan pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi
dengan interferon β-1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan
metilprednisolon IV selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai dengan
protokol ONTT. Meskipun terapi dengan interferon β-1a pada pasien neuritis optikus dan
pada pasien yang beresiko menurut pemeriksaan MRI manfaat jangka panjangnya tidak
diketahui, tetapi hasil dari CHAMPS memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini
didukung oleh hasil penelitian dari Early Treatment of Multiple Sclerosis Study, (ETOMS))
yang menghasilkan selama 2 tahun follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien
yang berkembang menjadi CDMS dengan terapi awal interferon 13-1a (34%) bila
dibandingkan dengan kelompok placebo (45%).3
Pada model eksperimen sklerosis multipel, dengan menggunakan terapi
immunoglobulin intravena telah menunjukan terjadinya remielinisasi pada sistem syaraf
sentral. Penelitian lain (1992) menyarankan bahwa terapi dengan immunoglobulin
22
bermanfaat pada pasien neuritis optikus dengan penurunan penglihatan yang bermakna. Akan
tetapi dalam penelitian terbaru tentang immunoglobulin intravena dengan placebo pada 55
pasien sklerosis multipel dengan kehilangan penglihatan tetap (20/40 atau lebih rendah) yang
disertai neuritis optikus tidak menunjukkan pemulihan yang signifikan terhadap tajam
penglihatan.
Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih
(diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS, dan
ETOMS, yaitu:3
1. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 hari)
diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari kemudian 4 hari
tappering off).
2. Interferon β-1a intramuskular satu kali seminggu.
Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang dari 2, dan
yang telah didiagnosis CDMS, diberikan terapi metilprednisolon (diikuti prednison oral)
dapat dipertimbangkan untuk memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk
jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison oral saja
(sebelumnya tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat meningkatkan resiko
rekurensi.
2.4.7. Prognosis
Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna setelah 6-12
minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40 atau
lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan,
meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat keparahan kehilangan
penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis penglihatan. Meskipun penglihatan
23
dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute demyelinating
optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian
dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%),
penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap
(89-100%), reaksi pupil afferent (55-92%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked
potensial (63-100%).12
BAB III
KESIMPULAN
Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat berbagai
macam penyakit. Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu papilitis dan neuritis
retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di
kepala saraf (saraf optikus intraokular) dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi.
Sedangkan neuritis retrobulbar adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di
belakang diskus optikus.
Pasien pada neuritis optik memiliki keluhan penurunan ketajaman penglihatan secara
mendadak, kadang-kadang bisa sampai buta. Selain itu keluhan disertai rasa sakit di mata
24
terutama pada saat penekanan. Pada papilitis pada funduskopi didapati papil merah, batasnya
tidak tegas dan terjadi papil edema. Namun, pada neuritis retrobulbar tidak didapat kelainan
pada funduskopi oleh karena kerusakkan yang cukup jauh di belakang diskus optik. Oleh
karenanya dilakukanlah pemeriksaan penunjang seperti MRI, analisis cairan serebrospinal
dan serologi.
Penatalaksanaan pada papilitis dan neuritis retrobulbar adalah sama, yaitu
kortikosteroid atau ACTH (Adrenocorticotropic hormone) dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Bersama-sama dengan kortikosteroid diberikan juga antibiotik untuk
menahan infeksi sebagai penyebab. Selain daripada itu diberikan juga vasodilatasi dan
vitamin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika, 2000.Hall 274-287.
2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi
ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hall 179-188.
3. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American Academy of Ophtalmology, 2011-2012. P 65, 128-146.
4. Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999. Hall 1-14, 18-23.
5. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993. Hall 332-342.
25
6. Mardjono Mahar, Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke sepuluh, Dian Rakyat. Jakarta.2004. Hall 116-126.
7. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi penglihatan sentral: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Jakarta 1997. Hall 825.
8. Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK. Unair. Surabaya. 1996. Hall 54-57.
9. Lumbantobing S, Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Balai Penerbit FKUI 1006. Hall 25-46.
10. http://medlinux.blogspot.com/2007/08/neuritis-retrobulbar.html (diakses tanggal 27 Agustus 2012 ).
11. http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/physicians/oa/390 (diakses tanggal 27 Agustus 2012).
26
top related