naskah akademik raperda pembangunan perdesaan...
Post on 06-Mar-2019
240 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
i
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DI KABUPATEN CILACAP
Kerjasama
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Cilacap
dengan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(LPPM) IAIN Purwokerto
2016
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
ii
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP
NOMOR …… TAHUN 2016
TENTANG
PEMBANGUNAN PERDESAAN DI KABUPATEN CILACAP
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP
LPPM IAIN PURWOKERTO 2016
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
iii
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................ 1 B. Identifikasi Masalah .................................... 3 C. Tujuan Dan Manfaat Naskah Akademik ....... 7 D. Metode Analisis Naskah Akademik .............. 7
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS A. Kajian Teoritis ............................................ 9 B. Praktek Empiris .......................................... 15 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT .................
23 BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS A. Landasan Filosofis ...................................... 45 B. Landasan Sosiologis .................................... 46
C. Landasan Yuridis ........................................ 47 BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RU-ANG
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
A. Rumusan Akademik Berbagai Istilah dan Frase
..........................................................
51 B. Muatan Materi Peraturan Daerah ................ 53 BAB VI PENUTUP ........................................................ 59 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ide dasar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah memberi hak dan kewenangan ang relatif besar kepada Desa. Dengan kewenangan yang relatif lebih luas,
asumsinya Desa memiliki keberdayaan untuk menyelesaikan hal-hal yang selama ini menjadi persoalan mendasar bagi bangsa ini seperti kemiskinan, infrastruktur yang kurang
memadai, produktivitas warga, dan pelayanan publik dasar.
Kewenangan pembangunan sebelum diundangkannya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertumpu pada kebijakan Pemerintah Daerah. Pemerintah Desa dalam konteks Pemerintah Daerah lebih sebagai pembantu pelaksana
pembangunan yang memiliki banyak keterbatasan. Di sisi lain, Desa merupakan pusat dari berbagai persoalan warga dan
bersentuhan secara langsung terhadap kehidupan sehari-hari. Namun karena kewenangan yang dimiliki terbatas, persoalan warga tersebut mengendap dan menjadi semakin komplikatif.
Salah satu kewenangan yang bertambah bagi Desa adalah pengelolaan pembangunan dan pembiayaan. Pemerintah Desa menjadi penanggungjawab anggaran negara yang
dipertanggungjawabkan secara langsung. Dengan kewenangan ini, Desa bisa merumuskan pembangunan sebagai alternatif
bagi upaya menanggulangi persoalan-persoalan krusial di Desa berikut pembiayaannya. Konsekuensi lain yang diterima Desa adalah keuangan yang relatif bertambah. Keuangan Desa tidak
hanya mengandalkan pendapatan asli desa tetapi juga bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam bentuk Dana Desa, APBD Provinsi dalam bentuk
bantuan keuangan Desa, Alokasi dari APBD Kabuaten dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD), bagi hasil pajak dan
retribusi, dan bantuan keuangan lainnya.
Bertambahnya sumber-sumber keuangan Desa berimplikasi pada jumlah nominal yang relatif besar dan
berpengaruh signifikan bagi upaya Desa membangun dirinya. Desa tidak lagi menggantungkan “nasib” pembangunannya
kepada APBD Kabupaten atau anggaran lainnya tetapi bisa menentukan sejak awal jenis dan jumlah biaya pembangunan yang akan dilaksanakan.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
2
Persoalan kemudian adalah pengelolaan dana Desa yang bertambah tersebut tersistematisasi dalam sistem pengelolaan
keuangan negara. Standar dan sistem akuntansi keuangan mengikuti pola yang sama dengan lembaga-lembaga negara
lainnya. Di sini Desa dituntuk untuk bekerja secara profesional dan teknokratis sebagaimana lembaga negara lainnya yang mengelola uang negara.
Isu-isu krusial dalam Pembangunan Perdesaan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah pertama, perencanaan dan dokumen pembangunan.
Ketersediaan dana di Desa yang relatif cukup menjadikan perencanaan pembangunan strategis. Berbeda dengan
sebelumnya di mana perencanaan seringkali menciptakan frustrasi sosial warga Desa karena tidak aja kejelasan usulan-usulan mereka terakomodasi dan menjadi program
pembangunan. Perencanaan pembangunan Desa bernilai strategis karena berisi proyeksi dan aspirasi warga dalam
rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pembangunan di desa. Sejalan dengan perencanaan adalah ketersediaan dokumen perencanaan sebagai basis dan referensi
penyelenggaraan pembangunan yang dijalankan. Keberadaan dokumen inilah yang menjadi panduan bagi pihak-pihak
terkait baik dalam pelaksanaan, pengawasan, maupun evaluasinya. Dengan begitu pentingnya keberadaan dokumen, maka ia harus dihasilkan melalui forum-forum Desa yang
memberikan peluang sebesar-besarnya kepada warga untuk berpartisipasi. Proses membangun partisipasi warga menjadi pokok krusial lain dalam kerangka pembangunan Perdesaan.
Kedua, pelaksanaan pembangunan. Secara prinsip pengelolaan pembangunan di Desa sama dengan institusi lain
yang harus mendasarkan pada nilai-nilai akuntabilitas, keterbukaan, efektifitas, dan efisiensi. Namun demikian, Desa memiliki keistimewaan sebagai bentuk dari political will
pemerintah yang bervisi membangun Indonesia dari Desa. Keistimewaan ini menjadi peluang bagi Desa untuk
menunjukkan performa yang prima. Secara legal, pengelolaan pembangunan di Desa tidak menggunakan Perpres terkait pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana institusi
pemerintah lainnya tetapi diatur terpisah dengan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan dan Pengadaan Barang dan/Jasa
Pemerintah (LKPP). Dalam LKPP tersebut, prinsip pengelolaan pembangunan di Desa adalah swakelola. Hanya pada hal-hal tertentu saja yang memungkinkan melalui penyedia. Prinsip
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
3
swakelola sesungguhnya diarahkan untuk mengembangkan ptensi dan peluang-peluang ekonomis yang dimiliki Desa.
Ketiga, kerjasama antardesa sebagai bagian dari pembangunan kawasan perdesaan. Isu ini krusial mengingat
tidak ada Desa tertentu yang mampu mengembangkan dirinya tanpa ada kontribusi atau bekerjasama dengan Desa atau institusi lainnya. Kerjasama antardesa enjadi keniscayaan
yang harus diambil oleh Desa untuk mengembangkan atau mengoptimalisasikan potensi yang dimilikinya. Melalui
kerjasama antardesa ini, sebuah Desa dapat memperoleh keuntungan yang lebih sebagai akibat dari menularnya praktik-praktik pembangunan di Desa lainnya. Terlebih
apabila beberapa Desa dijadikan sebuah kawasan tertentu yang mendapat support dan fasilitasi dalam upaya pengembangannya.
Keempat, pembiayaan pembangunan Desa. Sumber keuangan yang beragam memiliki dampak yang positif yaitu
nominal yang relatif banyak. Tantangannya adalah apabila dana yang ada tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi “bencana” bagi Desa penggunanya. Oleh karena itu
dana yang ada di Desa harus dikelola dengan baik dan melibatkan masyarakat untuk memberikan kontribusi dan
partisipasinya.
Sumber-sumber keuangan yang berbeda berdampak terhadap model pertanggungajwaban yang juga berbeda.
Secara prinsip, sumber dana yang berasal dari pemerintah dan pemerintah daerah harus dikelola dan dipertanggungjawabkan
secara standar dan sistem akuntansi pemerintah. Sementara dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, pelaporannya menyesuaikan dengan Peraturan Desa dan
pelaksanaan pembangunannya dilakukan secara swakelola.
Atas beberapa hal di atas, Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembangunan Perdesaan memiliki relevansi yang kuat.
Ia akan menjadi dasar bagi pengembangan pola dan teknis penyelenggaraan pembangunan Desa dan menata kembali
proses-proses partisipasi warga Desa yang sempat mengalami stagnasi akibat frustasi sosial yang terbilang panjang.
B. Identifikasi Masalah
Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa dan beberapa turunan peraturan lainnya, Desa telah bertarnsformasi dari pelaksana tugas pembantuan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
4
Pemerintah Daerah di Desa menjadi penanggungjawab kegiatan. Konsekuensi dari transformasi ini adalah bahwa Desa
saat ini menjadi pengelola dan penanggung jawab kegiatan-kegiatan lokal berskala Desa. Konsekuensi yang lain
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten wajib mengalokasikan sejumlah dana kepada Desa sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan.
Dana yang ditransfer dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi tanggungjawab penuh Pemerintah Desa dalam pengelolaannya. Kondisi ini berbeda dengan wewenang Desa
sebelumnya yang bersifat pembantuan. Tanggungjawab dan pengelolaan dana di Desa menjadi wewenangnya Pemerintah
dan Pemerintah Daerah sesuai sumber pembiayaan yang diperoleh.
Konsekuensi sebagai pengelola dan penanggungjawab
kegiatan dan pendanaan oleh desa berimplikasi secara langsung kepada hal-hal yang bersifat administratif maupun
politis. Beberapa hal yang bersifat administratif adalah pertama, penanggugjawab kegiatan dan pembiayaannya diserahkan kepada Pemerintah Desa. Ini artinya Pemerintah
Desa mempunyai kewajiban menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban semua dana yang bersumber dari
keuangan negara (Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten) sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku terkait dengan pengelolaan
keuangan negara. Dalam konteks ini, Pemerintah Desa relatif belum terbiasa dengan sistem administrasi keuangan negara yang berbasis akuntansi standar pemerintahan. Ketersediaan
sumberdaya manusia, perangkat teknis dan fasilitas pendukung, dan tradisi pelaporan keuangan berbasis sistem
administrasi standar menadi isu-isu penting sekaligus menjadi persoalan dalam pembangunan desa pada wilayah administrasi.
Persoalan kedua dalam wilayah administrasi adalah prosedur-prosedur standar sebagai bagian dari penerjemahan
wewenang dan tanggungjawab secara kelembagaan. Praktik desa selama ini berpusat kepada Kepala Desa sebagai pemimpin politik. Pembangunan yang berpusat kepada Kepala
Desa sangat mendasarkan kepada indikator-indikator subyektif yang secara administratif tidak bisa dijelaskan prosedurnya.
Dengan demikian maka proses dan hasil-hasil pembangunan tidak bisa terukur secara jelas dan menimbulkan persoalan terhadap perencanaan pembangunan Desa yang kurang
sistematif. Dalam isu ini, beberapa persoalan yang muncul
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
5
adalah ketiadaan dukungan dokumentasi, proses administrasi yang tidak terstandar secara baku, dan wewenang –
tanggungjawab yang sporadis atau tidak terdistribusi secara organik.
Ketiga, dukungan dokumentasi atas setiap kebijakan-kebijakan strategis dan teknis tidak terlaksana secara baik. Kondisi ini tentu memberikan persoalan ketika Desa akan
mengembangkan pembangunan yang lebih sistematis di mana hasil evaluasi pembangunan pada periode sebelumnya penting.
Namun karena tidak didukung oleh dokumentasi yang baik, proses evaluasi ini menjadi tidak berdasar. Selain itu, proses pembangunan yang sedang berjalan menjadi tidak terstandar
secara baku karena ketersediaan dokumen yang dibutuhkan tidak komplit.
Secara politis, persoalan pembangunan perdesaan
memiliki persoalan yang bisa diidentifikasi, yaitu pertama, partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa baik dari sisi
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Selama ini, Musrenbang sebagai forum perencanaan pembangunan di tingkat Desa cenderung mengalami penurunan minat. Hal ini
terjadi karena pengalaman hasil-hasil Musrenbang tidak memiliki legitimasi untuk diakomodasi dalam penganggaran.
Artinya warga yang secara serius telah mencoba merumuskan dalam Musrenbang seringkali tidak ada gunanya pada saat proses penganggaran tidak mengakomodasinya. Karena proses
seperti ini berlangsung pada waktu yang cukup lama muncul kecederungan sikap-sikap yang mengarah kepada bentuk
frustrasi sosial. Pasca UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan Musrenbang untuk meyerap aspirasi warganya. Musrenbang menjadi strategis
mengingat Pemerintah Desa saat ini memiliki alokasi yang relatif cukup untuk mengakomodasi aspirasi warganya dalam Musrenbang. Kecenderungan menurunnya minat warga terlibat
dalam Musrenbang menjadi persoalan tersendiri.
Persoalan politis kedua adalah ketersediaan dana yang
relatif besar di Desa memberi dilema tersendiri bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan skema kontribusi dalam mempercepat pembangunan Desa. Hal ini
karena ada beberapa hal yang kemudian terdefinisikan sebagai kewenangan desa dan kewenangan pemerintah lain di Desa.
Secara detile, kewenangan Desa menjadi hak otoritatif Desa dalam pengelolaannya. Dengan demikian maka pemerintah lain berkontribusi dalam pembangunan Desa pada wilayah yang
tidak menjadi kewenangan Desa berskala lokal. Pemilahan ini
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
6
semata-mata untuk menghindari adanya tumpang tindih. Namun realitas di kabupaten Cilacap, ketersediaan dana yang
dikelola Desa tidak cukup apabila digunakan untuk membiayai semua kegiatan pembangunan berskala lokal desa sekalipun.
Untuk itu, Desa membutuhkan partisipasi dari pemerintah lain terutama Pemerintah Daerah Kabupaten. Dengan adanya partisipasi ini, akselerasi pembangunan Desa bisa dipercepat.
Persoalan lain yang teridentifikasi adalah terkait penetapan kawasan perdesaan. Terutama dalam penetapan kawasan yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Daerah yang secara periodik disusun atau bisa direvisi dalam 5 (lima) tahun. Sementara periodesasi Pemerintah Desa
adalah 6 (enam) tahun yang proses pembentukannya melalui Pemilihan Kepala Desa tidak dilangsungkan secara serentak dalam 1 (satu) waktu.
Selain terkait RTRW kawasan perdesaan, hal lain yang penting dalam identifikasi Rancangan Peraturan Daerah
tentang Pembangunan Perdesaan ini adalah kerjasama antardesa. Selama ini, skema kerjasama antardesa dilakukan melalui mekanisme pembangunan yang bersumber dari APBD
Kabupaten. Pengelolaan dan penanggungjawaban berada di kabupaten sehingga Desa-Desa yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan relatif tidak bergejolak. Namun ketika saat ini sumber
pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Desa maka akan terjadi negosiasi yang relatif alor antar
beberapa desa yang terlibat terkait misalnya besaran nilai nominalnya, tingkat kemanfaatan, dan pengelolaan kegiatannya.
Dari beberapa masalah yang teridentifikasi di atas, Rancangan Peraturan Daerah ini akan menjawab persoalan terkait :
1. Proses politik penyusunan dokumen-dokumen pembangunan perdesaan. Partisipasi warga menjadi kata
kunci yang harus terformula dalam proses penyusunannya.
2. Ketersediaan dokumen-dokumen pembangunan sebagai basis dan pedoman pelaksanaan kegiatan. Dokumen ini
menjadi dasar bagi pihak-pihak terkait untuk menilai dan mengevalausi pembangunan perdesaan di Desa tertentu.
3. Mengatur pihak-pihak terkait terutama Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan perdesaan
dalam skema bantuan, fasilitasi, dan asistensi.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
7
Menetapkan metode pengelolaan keuangan desa yang dibelanjakan untuk kepentingan pembangunan perdesaan.
Prinsip swakelola menjadi point penting pengelolaan kegiatan pembangunan. Namun demikian, prinsip-prinsip dasar
akuntasi keuangan negara tetap dipenuhi.
C. Tujuan Dan Manfaat Naskah Akademik
Tujuan disusunnya naskah akademik ini adalah memberikan kerangka pemikiran, paradigma, landasan hukum, sampai tataran operasional peraturan daerah ini.
Adapun tujuan dibuatnya peraturan daerah tentang Pembangunan Perdesaan di Kabupaten Cilacap ini adalah :
1. Melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa dan peraturan-peraturan terkait di bawahnya dalam konteks penyelenggaraan pembangunan
Desa di tingkat kabupaten.
2. Merancang inovasi dan memberi ruang yang cukup pada
upaya-upaya pengembangan Desa secara strategis melalui desain pembangunan yang partisipatif dan berbasis sumberdaya lokal.
3. Meningkatkan kerjasama dan kolaborasi antarpihak dalam pembangunan Desa untuk mewujudkan kemajuan dan kemandirian Desa serta berorientasi terhadap
pemberdayaan masyarakat.
4. Memberi pedoman bagi pihak-pihak terkait terutama
Pemerintah Daerah, pemerintahan Desa, masyarakat Desa, dan stakeholders Desa dalam memberikan kontribusi dalam pembangunan Desa.
D. Metode Analisis Naskah Akademik
Metode analisis yang digunakan dalam naskah akademik
ini adalah metode sosiolegal. Artinya, kaidah-kaidah hukum, baik yang berupa perundang-undangan, maupun berbagai
tradisi lokal, dijadikan sebagai bahan rumusan pasal-pasal yang dituangkan dalam rancangan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap
tentang Pembangunan Perdesaan.
Metode ini didasari oleh sebuah teori bahwa hukum yang
baik adalah hukum yang tidak hanya berlandaskan pada
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
8
kaidah-kaidah teoritis, akan tetapi juga berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Untuk itu, langkah-langkah dalam menerapkan metode analisis sosiolegal ini meliputi :
1. Identifikasi permasalahan terkait dengan pembangunan perdesaan,
2. inventarisasi bahan hukum yang terkait,
3. sistematisasi bahan hukum,
4. analisis bahan hukum, dan
5. perancangan dan penulisan.
-- --
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
9
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIK
A. Kajian Teoritis
1. Paradigma Baru Desa
Paradigma baru terhadap desa memandang keberada-an desa sebagai entitas yang hybrid, dimana desa merupa-
kan penyelenggara pemerintahan sekaligus sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum. Dengan kata lain, desa dapat
disebut sebagai masyarakat berpemerintahan (self governing community) maupun pemerintahan berbasis masyarakat (lo-cal self government). Sebagai kesatuan masyarakat hukum, desa mempunyai batas-batas wilayah serta mempunyai ke-wenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerin-
tahan dan kepentingan masyarakat setempat.
Cara pandang baru mengenai desa ini merupakan sin-
tesa dari pemikiran desa yang didasarkan pada asas rekogni-si dan subsidiaritas. Konsep rekognisi awalnya muncul da-lam konteks multikultural, terutama di negara yang memili-
ki keragaman budaya dan masih memiliki masyarakat adat (indigenous people). Sedangkan konsep subsidiaritas awal-
nya muncul dari pemikiran Gereja Katolik Roma. Subsidia-ritas merupakan gagasan pemikiran yang mengembangkan fungsi otoritas pusat yang tidak hanya subordinasi me-
lainkan juga subsidiari atau mendukung tugas-tugas yang tidak dapat dilakukannya secara efektif di level menengah
dan lokal.1
Dalam konteks multikultural ditemukan beragam pe-ngertian rekognisi. Axel Honneth secara sederhana memaha-
mi rekognisi dalam dua pengertian, yakni : (a) menghormati kesamaan status dan posisi; (b) menghargai keberagaman a-
tau keunikan. Tujuannya adalah untuk mencapai keadilan sosial.2
Lebih radikal lagi, Nancy Fraser melihat rekognisi da-lam konteks perjuangan politik untuk melawan ketidakadil-an. Tujuan rekognisi bukan sekedar memberikan pengaku-
an, penghormatan dan afirmasi terhadap identitas kultural
1 Definisi dalam kamus bahasa Inggris Oxford,
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/subsidiarity. Diakses 15 Maret 2016.
2Sutoro Eko dkk.,Desa Membangun Indonesia, Forum Pengembangan
Pembaharuan Desa (FPPD), Cetakan I, 2014, hlm.27.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
10
yang berbeda, tetapi yang lebih besar adalah keadilan sosial ekonomi. Bagi Fraser, rekognisi harus disertai dengan redis-
tribusi. Kalau hanya berhenti pada rekognisi kultural hal itu mengabaikan redistribusi sosial-ekonomi sebagai obat keti-
dakadilan sosial dan perjuangan politik.3
Dalam konteks desa, prinsip rekognisi mempunyai
makna pengakuan dan penghormatan yang berkaitan dengan keragaman budaya, hak asal usul, produk hukum desa, tradisi, kelembagaan desa, dan sebagainya. Tetapi me-
rujuk kepada Fraser, rekognisi yang dimaksud tidak hanya bermakna pengakuan keragaman budaya untuk memba-
ngun keadilan budaya (cultural justice), tetapi seharusnya juga diikuti dengan redistribusi negara untuk mencapai ke-adilan ekonomi (economic justice). Redistribusi uang Negara
kepada desa merupakan resolusi untuk menjawab ketidaka-dilan sosial-ekonomi karena intervensi, eksploitasi dan mar-
ginalisasi yang dilakukan oleh negara.
Penerapan asas rekognisi tersebut juga disertai dengan
asas subsidiaritas. Subsidiaritas menegaskan pembatasan kekuasaan otoritas sentral (pemerintah yang lebih tinggi) dan sekaligus memberi ruang pada organisasi di bawah un-
tuk mengambil keputusan dan menggunakan kewenangan secara mandiri.4 Implementasinya masyarakat atau lembaga
yang lebih tinggi kedudukannya harus memberi bantuan ke-pada anggota-anggotanya atau lembaga yang lebih terbatas sejauh mereka sendiri tidak dapat menyelesaikan tugas me-
reka secara memuaskan. Sedangkan apa yang dapat dikerja-kan secara memuaskan oleh satuan-satuan masyarakat yang lebih terbatas tidak boleh diambil alih oleh satuan ma-
syarakat yang lebih tinggi.5
Prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa dalam semua
bentuk koeksistensi manusia, tidak ada organisasi yang ha-rus melakukan dominasi dan menggantikan organisasi yang
kecil dan lemah dalam menjalankan fungsinya. Sebaliknya, tanggungjawab moral lembaga sosial yang lebih kuat dan lebih besar adalah memberikan bantuan kepada organisasi
yang lebih kecil dalam pemenuhan aspirasi secara mandiri
3Ibid., hlm. 29. 4Ibid., hlm. 30. 5Frans Magnis Suseno, Etika Politik : Prinsip- Prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, hlm. 307.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
11
yang ditentukan pada level yang lebih kecil-bawah, ketim-bang dipaksa dari atas.6
Subsidiaritas berbeda secara kontras dengan prinsip residualitas. Prinsip residualitas yang mengikuti asas desen-
tralisasi memandang kewenangan desa merupakan sisa urusan pemerintah daerah yang dilimpahkan oleh Bupati. Sementara prinsip subsidiaritas justru meyakini bahwa
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat mampu dikelola sendiri oleh desa dan/atau urusan yang lebih efi-
sien jika diatur dan diurus oleh desa. Berdasarkan prinsip subsidiaritas dapat ditetapkan kewenangan yang berskala
lokal, baik kewenangan dalam hal pelayanan publik maupun pengembangan aset ekonomi lokal.
2. Pembangunan Desa
Pembangunan merupakan setiap upaya yang dikerja-kan secara terencana untuk melaksanakan perubahan yang
memiliki tujuan utama untuk memperbaiki dan menaikkan taraf hidup, kesejahteraan, dan kualitas manusia.7
Persoalan muncul dari paradigma dan proses pemba-
ngunan yang berlangsung selama ini di Indonesia, yang dini-lai sangat state centric dengan karakternya yang otokratis,
sentralistik, top down dan sektoral. Dibalik kesuksesan yang diklaim lewat capaian pertumbuhan dan pendapatan perka-pita, sistem ini terus dikritik karena pada saat yang sama
menunjukkan berbagai bukti kegagalan. Berbagai persoalan ketidakadilan, ketidakmerataan dan kesenjangan pemba-
ngunan yang kurang memberikan ruang eksplorasi sumber daya lokal semakin hari semakin terlihat nyata.
Paradigma pembangunan yang state centric menjadi
pangkal sebab persoalan kemiskinan dan ketidakmerataan kesejahteraan antara desa dengan kota. Desa sekian lama
terpinggirkan, kedaulatan desa dalam menyelenggarakan pembangunan di wilayahnya sendiri telah dinafikkan. Pada-hal secara asal usul, sebelum Negara Kesatuan Republik In-
donesia terbentuk, desa sudah ada lebih dahulu sehingga sejak lahirnya merupakan wilayah otonom, dengan sistem
6AlessandroColombo, Subsidiarity Governance: Theoretical and
EmpiricalModels, New York: Palgrave Macmillan, 2012. 7Muhammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional, Jakarta:
Grasindo, 2009.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
12
demokrasi asli yang telah dijalankan pada masa kerajaan se-belum era kolonial.8
Melalui proses panjang, pembangunan bangsa kini di-jalankan oleh NKRI. Kondisinya menjadi berbalik, desa men-
jadi bagian dari pemerintahan pusat dengan posisi pinggir-an dan kehilangan otonomi. Selanjutnya desa menjadi obyek pembangunan semua lembaga pemerintahan di atasnya se-
hingga tidak memiliki kewenangan dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Pusat menjadi sangat kokoh, melakukan sentralisasi, mendominasi pengaturan segala macam sum-
ber yang terletak di desa dan lebih dari itu, yakni mengambil alih pemilikan desa menjadi pemilikan pusat. Dengan sistem
pembangunan yang demikian, desa sebagai pemasok sum-ber daya telah termarginalkan sebagai obyek pembangunan semata, dimana kesejahteraannya hanya mengandalkan te-
tesan hasil pembangunan dari sektor-sektor besar yang menjadi andalan.
Belajar dari pengalaman berharga di masa lalu, kini pembangunan desa memiliki paradigma baru yang berang-kat dari spirit rekognisi dan subsidiaritas. Spirit ini diimple-
mentasikan dalam gerak pembangunan desa yang society centric, yaitu mengedepankan dan berorentasi pada masya-
rakat, bukan negara. Karakter pembangunan ini dicirikan melalui sifat-sifat pembangunan yang demokratis, bottom up,
otonomi, kemandirian, lokalitas, partisipatif dan emansipa-toris.
Memodifikasi apa yang dikemukakan oleh Andrew
Shepherd, Sutoro Eko dkk. menguraikan secara rinci ber-bagai aspek dalam paradigma baru pembangunan perdesaan yang dibandingkan secara vis a vis dengan paradigma lama
sebagaimana tergambar dalam tabel 1.9
Tabel 1. Perbandingan Paradigma Pembangunan
Paradigma lama Paradigma baru
Fokus pada pertumbuhan ekonomi;
Redistribusi oleh negara;
Otoritarianisme ditolerir
Fokus pada pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan;
Proses demokrasi dan keterlibatan warga marginal dalam pengambilan keputusan;
Menonjolkan nilai-nilai
8Heru Cahyono, Agus R. Rahman, dan Moch. Nurhasim, Dinamika
Demokratisasi Desa di Beberapa Daerah di Indonesia Pasca 1999, Jakarta: LIPI,
2006. 9Sutoro Eko dkk., Desa Membangun....................., hlm. 37.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
13
sebagai harga yang harus dibayar karena pertumbuhan;
Negara memberi subsidi pada pengusaha kecil;
Negara menyediakan layanan sosial;
Transfer teknologi dari negara maju;
Transfer aset-aset berharga pada Negara maju;
Pembangunan nyata: diukur dari nilai ekonomis oleh pemerintah;
Sektoral;
Organisasi hirarkhis untuk melaksanakan proyek; dan
Peran negara: produser, penyelenggara, pengatur dan konsumen terbesar.
kebebasan, otonomi, harga diri, dll;
Negara membuat lingkungan yang memungkinkan;
Pengembangan institusi lokal untuk ketahanan social;
Penghargaan terhadap kearifan dan teknologi lokal;
pengembangan teknologi secara partisipatoris;
Penguatan institusi untuk melindungi aset komunitas miskin;
Pembangunan adalah proses multidimensi dan sering tidak nyata yang dirumuskan oleh rakyat, menyeluruh dan terpadu;
Organisasi belajar non-hirarkhis; dan
Peran negara: menciptakan kerangka legal yang kondusif, membagi kekuasaan, mendorong tumbuhnya institusi-institusi lokal.
3. Strategi Pembangunan Desa Berbasis Kawasan
Lambatnya kemajuan pembangunan, ketidakberlan-jutan pembangunan, bahkan kegagalan pembangunan sela-
in ditentukan oleh faktor-faktor sumberdaya, dana serta ka-pasitas manajemen, juga dapat disebabkan karena kesalah-an dalam memilih dan menetapkan model pembangunan se-
perti apa yang diterapkan. Oleh karena itu, pembangunan daerah atau desa harus dimulai dengan menetapkan model pembangunan yang akan diterapkan.
Terkait kesenjangan pembangunan antara kota de-ngan desa, Francois Perroux seorang ekonomi Prancis me-
maparkan suatu teori pembangunan yang dikenal dengan model Pusat Pertumbuhan. Teori ini menekanan bahwa per-tumbuhan regional dapat distimulasi dengan membangun
kota intermediet (Intermediate Cities) sebagai pusat pertum-
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
14
buhan. Pembangunan desa diharapkan dapat mengikuti pertumbuhan pembangunan kota sehingga kesenjangan
pembangunan dapat dikurangi. Pusat perkotaan akan meng-hasilkan efek berganda (multiplier effects) yang akan menye-
bar kepusat-pusat kecil disekitarnya dan daerah pinggiran.10
Penerapan konsep pembangunan berbasis pertumbuh-an yang bersifat top down ini pada kenyataannya menim-
bulkan beberapa dampak negatif. Model pembangunan ini dinilai telah meminggirkan desa dan gagal menciptakan ke-
sejahteraan bagi desa. Seiring era otonomi desa, maka su-dah saatnya beralih kepada strategi alternatif yang dinilai lebih sesuai bagi desa. Friedman dan Douglass (1975) serta
Rondinelli (1985) menyarankan suatu bentuk pendekatan pembangunan yang kemudian kerap disebut model Agropo-
litan.
Model agropolitan ini pada dasarnya merupakan kon-sep pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesa-
an, dengan memberikan pelayanan di kawasan perdesaan.11 Strategi pengembangan yang dilakukan adalah dengan me-nyusun suatu sistem perekonomian terpadu yang mandiri
dan mempunyai tingkat ketergantungan yang sangat minim dengan metropolis terutama yang berkaitan dengan pengam-
bilan keputusan. Kewenangan dalam pengambilan keputus-an terhadap permasalahan yang berkaitan dengan daerah terutama yang menyangkut pembangunan daerah agar sepe-
nuhnya diserahkan pada daerah yang bersangkutan.
Menurut Djaka Permana, kawasan agropolitan diciri-
kan oleh kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di pusat a-gropolitan yang diharapkan dapat melayani dan mendorong
kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wi-layah sekitarnya.12
10Syafrizal, Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Niaga Swadaya, 2008,
hlm. 128. 11Jhon Friedmann dan Mike Douglass, “Agropolitan development:
towards a new strategy for regional planning in Asia”, dalam Lo FC, Salih K, ed.
Growth pole strategy and regional development policy: Asian experience and
alternative approaches. Oxford, England, Pergamon, 1978, hlm.163-92. 12Ruchyat D. Djakapermana, “Pengembangan Kawasan Agropolitan
dalamRangka Pengembangan Wilayah Berbasis Rencana Tata Ruang
WilayahNasional (RTRWN), Dirjen Penataan Ruang Departemen Permukiman
DanPrasarana Wilayah Republik Indonesia”, 2003, hlm.33.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
15
Model agropolitan menurut Rustiadi akan mengarah pada desentralisasi, pembangunan infrastruktur setara kota
di wilayah perdesaan, dan menanggulangi dampak negatif pembangunan seperti migrasi desa-kota yang tidak terken-
dali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, ke-hancuran sumberdaya alam, dan pemiskinan desa.13
Dalam konsep pengembangan agropolitan, petani atau
masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk men-dapatkan pelayanan, berupa pelayanan yang berhubungan dengan produksi dan pemasaran, kebutuhan sosial budaya
serta kebutuhan sehari-hari. Pelayanan untuk proses pro-duksi diberikan pada tingkat desa, dekat pemukiman petani,
berupa pelayanan informasi teknologi dan sarana produksi pertanian, kredit usaha tani dan informasi pasar. Akibatnya, biaya produksi dan biaya pemasaran menjadi rendah.
B. Kajian Empiris
Kabupaten Cilacap merupakan daerah terluas di Jawa Tengah, dengan luas wilayah 225.360,840 Ha, yang terbagi menjadi 24 Kecamatan dan 269 desa. Dengan wilayahnya yang
sangat luas, Cilacap memiliki sumber daya yang besar dan cu-kup lengkap meliputi energi dan sumber daya mineral, perta-nian, peternakan, industri kerajinan, perikanan serta kehutan-
an dan perkebunan. Selain itu, banyaknya perusahaan yang berinvestasi di Kabupaten Cilacap membuka potensi geliat eko-
nomi yang lebih maju bagi kalangan ekonomi kelas bawah, seperti perdagangan, yaitu pertokoan dan layanan jasa.
1. Ketidakmerataan Pembangunan dan Kesejahteraan
Dengan potensi sumber daya yang ada dan peluang pasar yang menjanjikan, setidaknya hal ini bisa membawa tingkat kemakmuran yang tinggi bagi warga Cilacap. Namun
dalam kenyataannya data menunjukan angka kemiskinan di Cilacap masih relatif tinggi, menempati urutan tiga besar di
Provinsi Jawa Tengah. Situasi ini menggambarkan masih be-sarnya permasalahan pembangunan di kabupaten Cilacap baik dari sisi ekonomi, politik maupun sosial budaya.14
13Ernan Rustiadi, “Penataan Ruang Kawasan Perdesaan dan Agropolitan
Sebagai StrategiPembangunan Perdesaan”, Buletin Tata Ruang, Badan Kordinasi
Penataan Ruang Nasional, Edisi Juli-Agustus, 2009, hlm.27. 14Humas Cilacap, “Kemiskinan Masih Menghinggapi Cilacap”, dalam
http://www.cilacapkab.go.id/v2/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=3587,
diakses 9 Maret 2016.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
16
Kantong-kantong kemiskinan di kabupaten Cilacap umumnya berada di wilayah perdesaan. Pendataan oleh Pro-
gram Perlindungan Sosial (PPLS) Dinas Sosial Kabupaten Cilacap tahun 2011 mengungkap di Kabupaten Cilacap ma-
sih terdapat 56 Desa Miskin, dengan persentase warga mis-kin mencapai 26 persen.15 Desa-desa miskin tersebut tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten Cilacap. Warga
yang berkriteria miskin kebanyakan adalah petani yang berada di desa, dengan persentase mendekati 60 persen dari total warga miskin.
Kemiskinan pedesaan umumnya bersumber dari sek-tor pertanian yang utamanya disebabkan oleh ketimpangan
kepemilikan lahan pertanian. Beberapa faktor lainnya anta-ra lain: terbatasnya sarana dan prasarana sosial ekonomi, rendahnya produktivitas dan pembentukan modal, keti-
dakmerataan investasi karena pembangunan yang bias ko-ta, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat,
tingkat pendidikan yang rendah, pengelolaan ekonomi yang masih tradisional, budaya menabung yang belum berkem-bang di kalangan masyarakat desa, tata pemerintahan yang
buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.
Dengan berbagai alasan tersebut, sudah seharusnya dilakukan reorientasi pembangunan Indonesia ke wilayah
pedesaan, dimana desa menjadi titik tolak atau poros untuk melesatkan pembangunan Indonesia. Hal ini sesuai dengan
asas rekognisi, dimana desa merupakan asal usul NKRI se-hingga dari desalah NKRI harus dibangun. Dalam situasi kemiskinan desa akibat intervensi, eksploitasi dan margi-
nalisasi oleh negara, cukup sulit mengandalkan pembiayaan pembangunan dari warga. Maka pendanaan pembangunan
dari uang negara menjadi keharusan untuk membayar keti-dakadilan sosial-ekonomi yang terjadi selama ini.
2. Kedaulatan Pembangunan Desa
Desa merupakan ruang kehidupan bagi masyarakat desa. Segala sumberdaya desa perlu dioptimalkan dan didayagunakan untuk kehidupan dan penghidupan ma-
syarakat pedesaan. Namun kenyataanya desa tidak berdaya menentukan sendiri nasibnya. Masyarakat desa tidak lelua-
sa mengelola sumberdaya alam yang dimilikinya, karena ke-
15SAPA, “56 Desa di Kabupaten Cilacap Masih Miskin”, dalam
http://www.sapa.or.id/b1/96-k/2256-data-kemiskinan-cilacap-ppls, diakses
18 Maret 2016.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
17
sadaran warga desa/pemerintahan desa masih menganggap kabupaten/provinsi yang berhak mengaturnya.
Sementara kabupaten dan provinsi melakukan politik kekuasaan feodalisme, yang memberikan berbagai peraturan
daerah dan atau SK Bupati/Gubernur yang justru me-nyempitkan kekuasaan terkecil negara yakni desa. Seluruh komponen warga desa akhirnya selalu tergantung kepada
kabupaten/provinsi. Investasi asing/dari luar warga desa tidak selalu melalui pemerintah desa, namun lebih cende-
rung melakukan negosiasi dengan Pemkab/Pemprov, aki-batnya eksploitasi sumberdaya tidak pernah melibatkan de-sa untuk mengontrol dan mengakses sumberdaya yang di-
milikinya.
Minimnya kesadaran politik dan hukum warga desa, kekuasaan feodalisme yang masih melekat di pemerintahan
kabupaten/provinsi, dan ketamakan investor, menyebabkan berbagai persoalan yang harus dihadapi secara langsung o-
leh warga pedesaan berupa: proses pemiskinan, ketergan-tungan kepada pihak luar (negara dan investor) atas nasib warga desa masih sangat kuat sehingga menghilangkan kre-
ativisme dan solidaritas bersama untuk berdaya; rusaknya lingkungan hidup akibat eksploitasi yang berlebihan oleh
pihak eksternal, sementara kontrol warga pedesaan yang le-mah mengakibatkan semakin parahnya kadar kualitas hi-dup petani dan warga pedesaan.
Agar persoalan ini bisa dientaskan, maka desa harus memiliki kedaulatan politik. Artinya, desa mempunyai kewe-nangan, hak dan prakarsa untuk mengatur dan mengurus
kepentingannya sendiri sesuai kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini sesuai asas rekognisi dan sub-sidiaritas. Dengan cara demikian, kemandirian desa, atau sering disebut desa membangun dapat diwujudkan.
Kedaulatan pembangunan desa bertumpu pada keku-atan demokrasi desa. Sistem demokrasi desa sesungguhnya telah lama dikenal dan dipraktekkan dalam kehidupan ma-
syarakat desa sejak dahulu. Demokrasi desa ini dicirikan melalui mekanisme pertemuan antar warga desa dalam ben-tuk-bentuk pertemuan publik seperti musyawarah/rapat,
dan ada kalanya mengadakan protes terhadap penguasa (raja) secara bersama-sama. Dengan pengertian demokrasi
desa seperti itu, pada tataran realitas terdapat keterkaitan antara aspek ekonomi dan politik dalam konteks rakyat pedesaan.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
18
Demokrasi desa dilembagakan melalui wadah musya-warah desa, yang didalamnya melibatkan unsur masyarakat
desa, Badan Permusyawatan Desa (BPD) dan pemerintah de-sa. Dalam UU 32 tahun 2004 bahwa BPD berfungsi mene-
tapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Namun fungsi ini dinilai belum memadai untuk bisa mewujudkan kedaulatan
pembangunan desa yang sebenarnya. Dalam kenyataannya, keberadaan BPD banyak dirasa hanya formalitas dan pe-lengkap kelembagaan desa.
Pokok permasalahan hubungan BPD dan kepala desa dalam perumusan peraturan desa yang sering terjadi adalah
kurangnya koordinasi dan solidaritas pada tahap formulasi kebijakan sehingga mengakibatkan hasil kebijakan yang be-rupa peraturan desa itu tidak dapat mencapai hasil yang
optimal sesuai yang diharapkan oleh masyarakat. Ku-rangnya koordinasi tersebut membuat perumusan kebijakan
kurang efektif dan efisien.
Proses perencanaan pembangunan dan pembahasan peraturan selama ini masih cenderung didominasi oleh ke-
pala desa. Dalam tahap pembahasan oleh BPD, BPD selaku lembaga permusyawaratan di desa hanya menyetujui apa yang sudah dibahas dalam musrenbangdes, tidak ikut terli-
bat aktif dalam pembahasan. Proses koreksi atas kesalahan, kekurangan dan atau kekeliruan dalam penyusunan renca-
na pembangunan menjadi minimal.
Agar kedaulatan pembangunan desa bisa direalisasi-kan, maka BPD sebagai representasi masyarakat desa harus
benar-benar didudukkan sebagai pelaku pembangunan desa yang seutuhnya. Dalam arti, BPD tidak hanya merupakan lembaga yang menyerap aspirasi masyarakat dan menetap-
kan peraturan. Sebagai wujud kedaulatan pemerintahan oleh masyarakat desa, maka BPD harus menjadi unsur dari
pemerintahan itu sendiri. Hal ini berarti BPD menjadi lem-baga politik yang memiliki kewenangan dalam penyelengga-raan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat de-
sa bersama dengan kepala desa. Implikasinya, BPD tidak se-kedar menetapkan peraturan, namun harus hadir sejak da-
lam tahap perancangan dan pembahasan bersama kepala desa.
Kedaulatan dan demokrasi desa semestinya juga diwu-
judkan dalam kekuasaan pengendalian oleh masyarakat. BPD sebagai wakil masyarakat desa harus memiliki kewe-
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
19
nangan untuk mengawasi jalannya penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh kepala desa. Di era penguasaan desa o-
leh negara, sistem pemerintahan negara telah memberikan kekuasaan yang sangat besar dan tak terkontrol terhadap
kepala desa dalam sistem budaya politik desa. Hal ini mem-beri ruang yang sangat luas bagi praktek-praktek korupsi di pemerintahan desa. Adanya fungsi perencanaan dan fungsi
kontrol oleh BPD diharapkan dapat meminimalkan penyim-pangan dan mendorong praktek tata kelola pemerintahan desa yang lebih baik.
3. Pembangunan Kawasan Perdesaan Cilacap
Pembangunan perdesaan bertujuan mewujudkan ka-
wasan permukiman perdesaan yang produktif, berdaya sa-ing dan nyaman. Dalam praktiknya masih ditemui beberapa kendala dalam pembangunan kawasan perdesaan di Cilacap
yang berasal dari internal maupun eksternal. Adanya ken-dala ini menjadi catatan dan masukan guna upaya penataan
dan dukungan pengaturan yang lebih baik ke depannya se-hingga pembangunan kawasan perdesaan khususnya di Ka-bupaten Cilacap dapat lebih efektif dan berdaya guna dalam
mengentaskan kemiskinan dan mendorong kesejahteraan masyarakat.
Beberapa hal yang penting untuk menjadi perhatian a-
dalah; pertama, di kawasan perdesaan masih lemah keter-kaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spa-
sial. Kondisi ini tercermin dari kurangnya keterkaitan antara sektor pertanian (primer) dengan sektor industri (pengolah-an) dan jasa penunjang, serta keterkaitan pembangunan an-
tara kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan. Kota-kota kecil dan menengah yang berfungsi melayani kawasan per-
desaan disekitarnya belum berkembang sebagai pusat pasar komoditas pertanian; pusat produksi, koleksi dan distribusi barang dan jasa; pusat pengembangan usaha mikro, kecil
dan menengah non pertanian; dan penyedia lapangan kerja alternatif (non pertanian).
Kedua, timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan
perdagangan antar daerah. Dalam era otonomi daerah tim-bul kecenderungan untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD) dalam bentuk pengenaan pajak dan retribusi (pungutan) yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, di-
antaranya pungutan yang dikenakan dalam aliran perda-gangan komoditas pertanian antar daerah yang akan menu-runkan daya saing komoditas pertanian.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
20
Ketiga, tingginya risiko kerentanan yang dihadapi pe-tani dan pelaku usaha di perdesaan. Petani dan pelaku usa-
ha di kawasan perdesaan sebagian besar sangat bergantung pada alam. Kondisi alam yang tidak bersahabat akan me-
ningkatkan risiko kerugian usaha seperti gagal panen ka-rena banjir, kekeringan, maupun serangan hama penyakit. Pada kondisi demikian, pelaku industri kecil yang bergerak
di bidang pengolahan produk-produk pertanian otomatis a-kan terkena dampak sulitnya memperoleh bahan baku pro-
duksi. Risiko ini masih ditambah lagi dengan fluktuasi harga dan struktur pasar yang merugikan.
Keempat, rendahnya aset yang dikuasai masyarakat
perdesaan. Ini terlihat dari besarnya jumlah rumah tangga petani gurem (petani dengan pemilikan lahan kurang dari
0,5 ha) yang ada di Cilacap. Sebagai gambaran berdasarkan sensus pertanian tahun 2013 jumlah petani gurem di wila-yah ini mencapai sekitar 185 ribu yang merupakan yang
tertinggi di Provinsi Jawa Tengah setelah Kabupaten Grobo-gan. Hal ini ditambah lagi dengan masih rendahnya akses masyarakat perdesaan ke sumber daya ekonomi seperti la-
han atau tanah, permodalan, input produksi, keterampilan dan teknologi informasi, serta jaringan kerjasama. Khusus
untuk permodalan, salah satu penyebab rendahnya akses masyarakat perdesaan ke pasar kredit adalah minimnya po-tensi kolateral yang tercermin dari rendahnya persentase ru-
mah tangga perdesaan yang memiliki sertifikat tanah. Akses masyarakat perdesaan juga masih minim dalam peman-
faatan sumber daya alam. Tingkat kesejahteraan masyara-kat yang tinggal di sekitar hutan, pertambangan dan pesisir masih tergolong rendah, bahkan sebagian besar tergolong
miskin.
Kelima, rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan
sarana perdesaan. Hal ini setidaknya dapat tercermin dari minimnya sarana ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Se-bagai gambaran, saat ini area kerusakan jaringan irigasi
tingkat usaha tani (JITUT) di Kabupaten Cilacap mencapai lebih dari 31 persen.16 Data Rencana Kerja Pemerintah Da-
erah (RKPD) Kabupaten Cilacap Tahun 2016, masih ada ru-ang kelas yang rusak sebanyak 3.230 di tahun 2014 lalu. Padahal, angka total jumlah kelas sebanyak 11.309. Demi-
kian pula sarana pelayanan kesehatan perdesaan yang di-berikan puskesmas masih sangat kurang. Kabupaten Ci-
16Satelit Post Cilacap, “Ratusan Ribu Meter Panjang Irigasi Rusak Berat”,
Senin, 26 Januari 2015.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
21
lacap memiliki 38 Puskesmas yang tersebar di 24 Keca-matan. Puskesmas dengan fasilitas rawat inap hanya 14
unit. Jumlah tersebut masih kurang jika dibandingkan de-ngan penduduk yang mencapai dua juta orang.
Keenam, meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sumber daya alam dan lingkungan hidup sebenarnya merupakan aset yang sangat berharga
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, terutama bagi masyarakat
yang tinggal di sekitarnya. Namun demikian, potensi ini akan berkurang bila praktek-praktek pengelolaan yang di-jalankan kurang memperhatikan prinsip-prinsip pemba-
ngunan berkelanjutan.
Ketujuh, lemahnya kelembagaan dan organisasi berba-
sis masyarakat. Ini tercermin dari kemampuan lembaga dan organisasi dalam menyalurkan aspirasi masyarakat untuk perencanaan kegiatan pembangunan, serta dalam memper-
kuat posisi tawar masyarakat dalam aktivitas ekonomi. Di samping itu juga terdapat permasalahan masih terbatasnya akses, kontrol dan partisipasi perempuan dalam kegiatan
pembangunan di perdesaan yang antara lain disebabkan masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang pa-
triarki, yang menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan dan peran yang berbeda, tidak adil dan tidak setara.
Kedelapan, lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan. Pembangunan perdesa-
an secara terpadu akan melibatkan banyak aktor meliputi e-lemen pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat, dan swasta. Di pihak pemerintah sendiri, koordinasi semakin
diperlukan tidak hanya untuk menjamin keterpaduan antar sektor tetapi juga karena telah didesentralisasikannya se-
bagian besar kewenangan kepada pemerintah daerah. Le-mahnya koordinasi mengakibatkan tidak efisiennya peman-faatan sumber daya pembangunan yang terbatas jumlahnya,
baik karena tumpang tindihnya kegiatan maupun karena ti-dak terjalinnya sinergi antar kegiatan.
-- --
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
22
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN TERKAIT
Sebagai bagian dari produk peraturan perundang-
undangan, peraturan daerah haruslah mendasarkan pada landasan yuridis yang kuat. Landasan yuridis yang dimaksud disini adalah landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan
pembuatan peraturan perundang-undangan. Kajian ini akan memperlihatkan harmonisasi dan singkronisasi suatu peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan lain yang
mengatur hukum tentang suatu hal tertentu, dimana secara hierarkhis hukum yang lebih rendah bersumber dan tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang lebih atas.
Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa
jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan terdiri atas :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Kajian ini akan memberikan gambaran secara utuh/komprehensif mengenai Pembangunan Perdesaan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada. Dari
hasil kajian ini dapat diketahui apakah sudah cukup memadai atau belum cukup memadai pengaturan tentang Pembangunan Perdesaan dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada,
dan oleh karenanya menjadi perlu atau tidaknya kelahiran Peraturan Daerah tentang Pembangunan Perdesaan di Kabupaten
Cilacap.
Secara metodis, kajian ini dilakukan dengan cara harmonisasi atau sinkronisasi ketentuan tentang Pembangunan
Perdesaan yang telah ada dan diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Apabila dilihat dari UUD 1945 (versi 18 Agustus 1945), Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, UUD Sementara Tahun 1950, UUD 1945 (Dekrit 5 Juli 1959), UUD 1945 (di masa
Orde Baru), dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
23
(UUD Negara RI Tahun 1945) atau yang lebih populer dengan sebutan UUD 1945 Pasca Amandemen, penyebutan desa atau
yang sama pengertiannya dengan desa, secara konkrit dalam konstitusi, baru mulai ada dalamUUD 1945 (Dekrit 5 Juli 1959).
Hal ini karena dalam penjelasan pasal demi pasal terhadap Pasal 18 UUD 1945, kata “desa” disebutkan secara konkrit.
Bagian Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan “Dalam
territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landschappen dan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga
di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah
yang bersifat istimewa”. Namun, fakta sejarah menunjukkan bahwa pada saat berlakunya UUD 1945 (versi 18 Agustus 1945), Bagian Penjelasan UUD 1945 belum merupakan bagian dari UUD
1945.
Penjelasan UUD 1945 sendiri bukanlah dokumen resmi yang
dihasilkan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ataupun Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, melainkan karya pribadi Mr. Soepomo. Karena itu,
pada saat UUD 1945 pertama kali diberlakukan, penjelasan UUD 1945 belum menjadi bagian dari UUD 1945 (versi 18 Agustus 1945). Dalam perjalanannya, ketika Indonesia kembali
menerapkan UUD 1945 dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, UUD 1945 yang dilampirkan terdiri dari Pembukaan,
Batang Tubuh, dan Penjelasan. Dengan dasar inilah kemudian Penjelasan, menjadi bagian otentik dari UUD 1945.
Dari hasil penelusuran empat konstitusi yang pernah
berlaku di Indonesia, Penjelasan UUD 1945 inilah yang merupakan satu-satunya dokumen konstitusi yang menyebutkan secara konkrit kata “desa” di dalamnya, sebab dalam konstitusi-
konstitusi yang lain tidak terdapat kata “desa” didalamnya. Konstitusi RIS 1949, misalnya, tidak menyebutkan tentang desa,
karena pengaturan tentang desa merupakan kewenangan konstitusional dari negara bagian. Memang, pada saat saat berlakunya konstitusi ini, Indonesia menganut sistem federal
(Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS 1949). Dalam UUD Sementara Tahun 1950, tidak terdapat penyebutan tentang desa meskipun
konstitusi ini kembali mempercayakan sistem unitary atau kesatuan sebagai sistem pembagian kekuasaannya secara vertikal (Pasal 131-133 UUD Sementara Tahun 1950).
Konstitusi yang terakhir, UUD Negara RI Tahun 1945, pun melakukan hal yang sama dengan UUD Sementara Tahun 1950,
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
24
dimana juga tidak menyebutkan secara jelas kata desa di dalamnya. Dalam UUD Negara RI Tahun 1945 bahkan terkesan
menutup kemungkinan desa menjadi organ konstitusi dan menempatkan desa sebagai organ dari pemerintahan daerah
kabupaten/kota. Ini karena pasal 18 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 dengan jelas menentukan bahwa Daerah Indonesia dibagi dalam Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Jadi tidak terbersit
sedikit pun tentang desa dalam Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945.
Keengganan penyebutan kata desa dalam UUD Negara RI
Tahun 1945 di atas, dapat didasarkan padadua asumsi besar. Pertama, pengaturan desa terlalu detail untuk diatur dalam
konstitusi. Karena itu, mungkin, pengaturan detailnya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan pelaksana. Legitimasi asumsi ini didasarkan pada prinsip bahwa konstitusi
hanya mengatur hal-hal yang pokok saja. Sedangkan detailnya diserahkan pada peraturan perundang-undangan pelaksana.
Kedua, pengaturan desa atau sebutan lainnya, sudah diatribusikan atau didelegasikan ke pemerintahan daerah sehingga pengaturannya menjadi kewenangan pemerintah daerah
bersama DPRD. Mekanisme peraturan perundang-undangan yang sering digunakan adalah dengan menggunakan atribusian ataupun pendelegasian dari konstitusi melalui enabling provision.
Penguatan terhadap asumsi ini, lebih didasarkan pada stufent theory dari Hans Kelsen, yang mengatakan bahwa grondwetdapat
mendelegasikan atau mengatribusikan pengaturan suatu materi muatan pada peraturan pelaksana.
Teori Hans Kelsen inilah yang sampai detik ini masih
diterima dengan baik dalam sistem hukum Indonesia. Bentuk konkrit dari teori ini adalah adanya hierarkisitas peraturan perundang- undangan yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 10/2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan hierarkisitas ini, peraturan pelaksana dapat dibentuk jika
mendapatkan atribusi atau delegasi dari peraturan perundang-undangan di atasnya. Dengan demikian status hukum pengaturan desa yang didasarkan pada Pasal 18 UUD Negara RI
Tahun 1945 dan berdasarkan kedua asumsi di atas, pengaturan tentang desa telah diatribusikan kepada pemerintahan daerah
sehingga pengaturan desa telah menjadi kewenangan konstitusional pemerintahan kabupaten/kota. Dengan status hukum seperti ini, setiap kabupaten/kota dapat mengatur
mengenai desa dalam peraturan daerah mereka. Dengan penyebutan dalam UUD 1945 itu, konsekuensi yuridisnya adalah
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
25
desa merupakan organ konstitusi yang mempunyai hak dan kewajiban konstitusional.
Dari hasil inventarisasi terhadap keberpihakan konstitusi terkait dengan pembangunan perdesaan, setidaknya ditemukan
tujuh pasal utama. Ketujuh pasal tersebut adalah: Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 23, Pasal 23E, Pasal 28C, Pasal 33 dan Pasal 34.Pemerintah daerah kabupaten dan kota, seperti pada
Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 termasuk diantaranya pemerintah desa. Sedangkan tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah
provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan
tugas tertentu.
Urusan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri dari: politik luar negeri; pertahanan; keamanan;
yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama. Pemberian otonomi luas kepada daerah seperti pada Pasal 18 ayat (5) UUD
1945 diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas,
daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan
pemerintahan daerah seperti pada Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 meliputi: pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah; pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.
Sedangkan hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: kewenangan,
tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal; pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan fasilitasi pelaksanaan kerja sama
antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,
pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian; bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
26
lainnya; dan penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. Kesatuan masyarakat hukum adat dan hak
tradisionalnya seperti pada Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 harus diatur secara spesifik. Mengingat kesatuan masyarakat hukum
adat memiliki tradisi yang telah berlangsung turun-temurun. Kearifan lokal yang telah terjalin sedemikian lama, seringkali dianggap oleh sebagian kalangan tidak sesuai dengan
perkembangan zaman.
Masyarakat hukum adat juga cenderung tidak menerima modernisasi dan masih bertahan dengan tradisi lama, sehingga
menjadi masyarakat tertinggal. Oleh karena itu, pengaturan mengenai masyarakat hukum adat harus dilakukan secara hati-
hati dengan melibatkan sosiolog. Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 berbunyi bahwa: “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan
setiap tahun dengan undang- undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Anggaran pendapatan dan belanja negara, seperti pada Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 harus bisa dirasakan masyarakat
secara langsung manfaatnya. Saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di perdesaan dan sekitar 63,47 persen penduduk miskin Indonesia tinggal di perdesaan. Namun, anggaran yang
turun langsung ke perdesaan hanya sekitar Rp 17,0 triliun atau sekitar seper enam puluh dari pendapatan negara dan hibah yang
mencapai Rp 1.022,6 triliun.Permasalahan dalam pembangunan perdesaan adalah tahap pengawasan menjadi tugas BPK seperti pada Pasal 23E ayat (1) UUD 1945. Seringkali anggaran besar
yang sudah disediakan terjadi kesalahan dalam pengelolaan, sehingga tidak sesuai dengan target dan sasaran. Oleh karena itu, selain perlunya Badan Pemeriksa Keuangan juga diperlukan
peningkatan kinerja dan mekanisme Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.Kebutuhan dasar manusia, seperti
pada Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 adalah sandang, pangan dan papan. Selain itu, juga terdapat kebutuhan akan pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Termasuk
didalamnya telekomunikasi dan perhubungan.
Ketertinggalan masyarakat desa dari perkotaan disebabkan
oleh rendahnya kualitas pendidikan, kemudahan memperoleh pengetahuan dan lain-lain. Infrastruktur dan pelayanan pendidikan di perdesaan relatif lebih rendah daripada di
perkotaan. Hal ini ditandai dengan rendahnya kualitas tenaga pengajar dan infrastruktur pendukung.Makna dari Pasal 33 UUD 1945 adalah desa dengan segala potensi yang dimiliki harus
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
27
menjadi tempat yang layak bagi masyarakat yang tinggal dan menetap didalamnya. Masyarakat desa harus bisa menikmati
potensi tersebut. Tidak ada lagi kesenjangan di antara desa-kota atau bagi masyarakat yang tinggal di desa tersebut.
Berdasarkan data Potensi Desa tahun 2015, keberadaan infrastruktur kesehatan di perdesaan jauh lebih rendah daripada di perkotaan, padahal Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, seperti pada Pasal 34 ayat (3) UUD 1945. Jenis penyakit yang diderita oleh bersih dan pola hidup yang sehat. Oleh karena
itu, ketersediaan akan kebutuhan dasar bagi masyarakat perdesaan harus menjadi urusan negara. Pembangunan yang
dilakukan bukan saja terkait dengan pembangunan fisik, tetapi juga non-fisik.
Pemenuhan tenaga terampil antara lain bidang kesehatan
dan pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat desa, yang mendampingi masyarakat perdesaan menjadi tugas pemerintah.
Amanat dari UUD 1945 terutama Pasal 23 dan Pasal 28C belum terdapat secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Pengaturan lebih banyak mengenai hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan aspek pemerintahan. Pengaturan mengenai desa terkait dengan pembangunan perdesaan dalam segala aspeknya, khususnya pada
peraturan perundang -undangan, tercermin pada:
1. Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mengatur Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Isi Pasal 18 UUD 1945 :
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten,
dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pengaturan dalam pasal tersebut merupakan satu kesatuan pengaturan yang meliputi susunan
pemerintahan, pengakuan terhadap keanekaragaman dan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
28
keistimewaan daerah, dan kerangka sistem otonomi.
Berdasarkan konstruksi dalam UUD 1945 tersebut, maka untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam negara
kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan provinsi dibagi lagi menjadi daerah-daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah propinsi, kabupaten dan kota
merupakan pemerintah daerah yang diberi kewenangan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
yang berdasarkan pada asas otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:
(1). Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan,
dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
(2). Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka
mencapai tujuan bernegara.
(3). Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah
satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
(4). Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang
selanjutnya disingkat RPJP, adalah dokumen perencanaan untuk periode 20(dua puluh) tahun.
(5). Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5(lima) tahun.
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 1 angka 1 memberikan batasan tentang desa berikut ini: ”
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
29
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Berdasarkan rumusan pasal 1 angka 1, terjawablah, bahwa desa memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati. Jadi yang dimaksud penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah “untuk
mengatur”, untuk mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat.
Dasar yang digunakan adalah berdasarkan (1)
prakarsa masyarakat, (2) berdasarkan hak asal usul atau hak tradisional. Pertanyaan siapa yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat ? Pertanyaan ini dijawab dalam rumusan pada Pasal 1 angka 3 yang menyatakan,
bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Jadi yang berwenang adalah pemerintah desa, yakni Kepala Desa dibantu perangkat desa, sebagai unsur
penyelenggaran pemerintahan desa. Ini artinya disamping Kepala desa dan perangkat desa ada unsur lain penyelenggara pemerintahan desa.
Pasal 1 angka 4 UU No 6 Tahun 2014 menjawab yang dimaksudkan unsur lain, yakni Badan Permusyawaratan
Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Selanjutnya Pasal 23 UU No 6 Tahun 2014 memberikan penjelasan, yakni Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh
Pemerintah Desa. Jelas terjawab siapakah yang dimaksud pemerintah desa, maka dikembalikan pada pasal 1 angka 3
UU No 6 Tahun 2014, yakni Pemerintah Desa adalah
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
30
Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Jika demikian BPD kedudukannya
adalah hanya lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis.
Pasal 25 bahwa Pemerintah Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain. Berdasarkan
konstruksi hukum yang demikian, jelas Kepala Desa memiliki kedudukan yang strategis sebagai Penyelenggara Pemerintahan Desa. Namun ketika melaksanakan
kewenangan desa dua lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang sama, yakni Kepala Desa dan BPD.
Untuk memahami, perlu dipahami konstruksi hukum terhadap Kewenangan Desa sebagaimana dimaksud Pasal 18 UU no 6 Tahun 2014, Kewenangan
Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Pasal 19 Kewenangan
Desa meliputi:
a. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota; dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20 : Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b diatur dan
diurus oleh Desa.
Pasal 21 : Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
31
huruf c dan huruf d diurus oleh Desa.
Pada teks hukum Pasal 19 perlu dipahami konstruksi hukumnya, bahwa ada kewenangan yang diurus oleh desa
dan ada kewenangan yang berasal dari penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/ kota.
Pasal 22 yang menyatakan:
(1) Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
(2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai biaya.
Berdasarkan Pasal 22 ada empat penugasan yang bisa datang dari pemerintah, dan atau pemerintah daerah (bisa
Pemerintaha Daerah Provinsi, bisa Pemerintah daerah Kabupaten Kota) yakni;Pertama, penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Kedua , pelaksanaan Pembangunan
Desa, Ketiga, pembinaan kemasyarakatan Desa
Keempat, pemberdayaan masyarakat Desa. Keempat hal
tersebut penugasaan disertai biaya.
Berkaitan dengan Keungan desa UU Nomor 6
Tahun 2014 memberikan penegasan tersendiri pada BAB VIII Keuangan Desa dan Aset Desa, mulai pasa. 71 s/d 74:
Pasal 71
(1) Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu
berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.
Pasal 72
(1) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari:
a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
32
b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
d.alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
g. lain-lain pendapatan Desa yang sah.
(2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata
dan berkeadilan.
(3) Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi daerah.
(4) Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana
perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
(5) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk.
(6) Bagi Kabupaten/Kota yang tidak memberikan alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya
disalurkan ke Desa.
Pasal 73
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan Desa.
((2) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
33
Badan Permusyawaratan Desa.
(3) Sesuai dengan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Pasal 74
(1) Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah.
(2) Kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan
primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa.
Pasal 75 UU No 6 Tahun 2014 menyatakan secara tegas (1) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa. (2) Dalam melaksanakan kekuasaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat
Desa. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Keuangan Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah.
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari ketentuan regulasi a quo, secara tersirat telah ditandaskan bahwasanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, memberi pengakuan desa merupakan fragmen terkecil dari wilayah pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beranjak dari kausa tersebut, bisa dikatakan kalau desa adalah mitra
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
34
Pemerintah Pusat untuk memacu kesejahteraan
masyarakat Indonesia di pedesaan.
Adapun hubungan Pemerintahan Desa dengan
Pemerintah Pusat (the relation village government with central government) telah termaktub dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu titah atau amanat dari undang-undang (wet) tersebut ialah ihwal kepastian dari anggaran pusat untuk desa (vide Pasal
72 ayat (1) huruf b juncto Pasal 113 huruf h). In casu a quo, adalah adanya dana alokasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang diderivasikan langsung ke desa.
Indonesia sendiri memiliki jumlah desa kurang lebihnya 74.000. Adapun hak per desa dari hal itu tetaplah sama, baik yang maju ataupun tertinggal. Dana tersebut
sepenuhnya milik tanggung jawab daerah, sehingga hak penuh berada di tangan daerah setempat.
Sehingga masing-masing desa diperkirakan akan
memperoleh kalkulasi dana sekitar Rp 1,2 miliar sampai dengan Rp1,4 miliar per tahun, yang bila dibagi rata
perbulannya akan mendapat sekitar 100 juta perbulan. Tentu saja dana yang cukup besar tersebut menuntut desa untuk melakukan perubahan, penguatan secara internal
secara organisasi pemerintahan desa yang lebih efektif, profesional, transparan, dan akuntabel.
Pengaturan desa seperti tersebut dalam undang-undang, merupakan upaya (middel) untuk memajukan perekonomian dan pembangunan sektor-sektor penting
nan urgen di pedesaan. Atas dasar premis tersebut, sesuai amanat Undang-Undang Desa, mak dengan dukungan
dana yang cukup besar, desa dituntut lebih mampu mengorganisasi diri. Tumpuan pembangunan (development) yang bergulir ke pinggiran, yaitu desa-desa,
maka daya dukung desa perlu ditingkatkan.
Dana desa nantinya akan disalurkan melalui
kabupaten. Hal ini menjawab perbedaan persepsi yang sebelumnya diperdebatkan tentang kewenangan terhadap desa dari nomenklatur kementerian di kabinet kerja.
Kemendagri sebelumnya mendasarkan pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang melihat urusan pemerintahan mulai dari pusat hingga desa yang
tidak boleh terputus. Sementara, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
35
menggunakan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang
menyatakan bahwa masalah-masalah desa diurus oleh kementerian yang membidangi desa.
Hubungan Fungsional dalam UU No. 23 Tahun 2014
Secara struktural Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan
ditingkat nasional, sedangkan kepala daerah (provinsi atau kabupaten/kota) merupaka penyelenggara pemerintahan
diwilayah darha masing-masing, sesuai dengan prinsip otonomi seluas-uasnya. Dapat diketahui secara struktural kepala daerah kabupaten/kota tidak memiliki garis
struktural dengan pemerintahan provinsi dan pemerintahan pusat karena memiliki otonomi seluas-luasnya.
Pemerintah pusat dan daerah memiliki hubungan secara fungsional yang menyangkut atas pembagian tugas
dan kewenangan yang harus dijalankan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik “Good Goverment”. Pembagian
tugas, wewenang dan kewajiban pemerintahan daerah pada yang dasarnya dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Hubungan fungsional antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah Provinsi, kabupaten/kota
dan desa. Dalam hubungan pemerintah pusat antara provinsi dengan kabupaten dan kota serta hubungan desa
dan pusat saat ini telah diatur dalam UU dengan memperhatikan kekhususan dengan keragaman daerah. Hubungan fungsional tersebut menyangkut tentang tugas
dan kewenangan antara pemerintah pusat dan desa.
Pola hubungan pusat dan desa dari segi tugas dan kewenangan telah diatur dalam undang-undang. Dalam
urusan pemerintahan hubungan pusat dan desa ternasuk dalam pola hubungan urusan pemerintahan yang bersifat
konkuren, yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota.
Hubungan pusat dengan Desa dalam hal urusan
pemerintahan dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yakni:
Pasal 20 ayat (1)
Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
36
Daerah provinsi diselenggarakan:
a. sendiri oleh Daerah provinsi;
b. dengan cara menugasi Daerah kabupaten/kota
berdasarkan asas Tugas Pembantuan; atau
c. dengan cara menugasi Desa.
Pasal 285
(2) Pendapatan transfer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. transfer Pemerintah Pusat terdiri atas:
1. dana perimbangan;
2. dana otonomi khusus;
3. dana keistimewaan; dan
4. dana Desa.
Pasal 294 ayat (2)
Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (2) huruf a angka 4 dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan kewenangan dan kebutuhan Desa sesuai dengan ketentuan undangundang mengenai Desa.
Pasal 372
(1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dapat menugaskan
sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya kepada Desa.
(2) Pendanaan untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang ditugaskan kepada Desa oleh Pemerintah Pusat dibebankan kepada APBN.
(3) Pendanaan untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang ditugaskan kepada Desa oleh Pemerintah Daerah
Provinsi dibebankan kepada APBD provinsi.
(4) Pendanaan untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
37
yang ditugaskan kepada Desa oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dibebankan kepada APBD kabupaten/kota.
Dari beberapa uraian penjelasan pasal diatas dapat dilihat beberapa hubungan pusat dan desa yang diatur secara langsung dalam hal urusan pemerintahan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan antara daerah dan desa memiliki kedudukan yang sama secara
horizontal, utamanya adalah mengenai sifat otonom dari desa itu sendiri. Salah satu implikasinya adalah Peraturan Desa tidak dikategorikan sebagai peraturan daerah
berdasar UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, walaupun undang-undang tersebut mengakui keberadaan “peraturan yang
ditetapkan oleh kepala desa atau pejabat yang setingkat (cek Pasal 8 ayat (1)). Tetapi secara vertikal urusan
pemerintahan desa tersebut secara fungsional dalam hal ini melaksanakan tugas pelaksanaan yang diberikan oleh pemerintah pusat, provinsi dan daerah. Hal ini ditegaskan
dalam pasal 5 yakni “Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota”. Pasal tersebut berimplikasi pada
Peraturan Kepala Desa dapat dibatalkan oleh Bupati/Walikota (Pasal 87 PP No. 43 Tahun 2014).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
• Pemerintah menyelenggarakan sebagian urusan yang menjadi kewenangannya di daerah berdasarkan asas
dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. (Pasal 2 ayat 1).
• Penyelenggaraan dekonsentrasi dilakukan melalui pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kementerian/lembaga. (Pasal 2
ayat 2).
• Penyelenggaraan tugas pembantuan dilakukan melalui penugasan sebagian urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemberi tugas pembantuan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa. (Pasal 2
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
38
ayat 3).
• Kementerian/lembaga menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelaksanaan kegiatan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (Pasal 2 ayat 4)
• Pelaksanaan pelimpahan sebagian urusan pemerintahan dari Pemerintah kepada instansi
vertikal di daerah didanai melalui anggaran kementerian/lembaga. (Pasal 3 ayat 1).
• Pelaksanaan pelimpahan sebagian urusan
pemerintahan dari Pemerintah kepada gubernur dan penugasan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah dan/atau pemerintah desa didanai melalui
anggaran kementerian/lembaga. (Pasal 3 ayat 2).
• Pengelolaan anggaran untuk pelaksanaan
pelimpahan sebagian urusan pemerintahan dan pelaksanaan penugasan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan. (Pasal 3 ayat 3).
Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa
yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dana Tugas Pembantuan Provinsi adalah dana yang berasal
dari APBD Provinsi yang dilaksanakan oleh kabupaten, atau kota dan desa yang mencakup semua penerimaan
dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan dari Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten, atau Kota, dan/atau Desa.
Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota adalah dana yang berasal dari APBD Kabupaten/Kota yang
dilaksanakan oleh desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan dari Pemerintah
Kabupaten, atau Kota kepada Desa.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
39
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa. PP ini berfungsi untuk pelaksanaan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta untuk mengoptimalkan
penyelenggaraan pemerintahan desa. Aturan tersebut berisi syarat dan masa jabatan kepala desa, sumber
anggaran desa, dan ketentuan pengelolaan keuangan desa.
Aturan ini mengatur seluruh aspek dari
penyelenggaraan pemerintah desa, termasuk pengaturan pengelolaan dan sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Pemerintah
pusat harus menyalurkan dana khusus bagi penyelenggaraan pemerintah desa yang disebut sebagai
Alokasi Dana Desa (ADD). ADD bersumber dari APBN yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota juga harus mengalokasikan
minimal 10 persen dari dana perimbangan kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi
Khusus. Selain itu, desa mendapatkan tambahan dana sebesar 10 persen dari realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota. Sebanyak 60 persen
dari tambahan dana itu dibagi merata untuk seluruh desa, sedangkan 40 persen sisanya didistribusikan secara proporsional menurut hasil penerimaan dari
masing-masing desa.
APB Desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan kewenangan yang berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Adapun program/kewenangan yang ditugaskan dari pemerintah
pusat dan daerah masing-masing didanai oleh APBN dan APBD. PP 43/2014 juga membatasi dana ADD
yang boleh digunakan untuk membiayai upah perangkat desa, termasuk kepala desa. Desa yang mendapatkan ADD kurang dari Rp 500 juta hanya boleh
menggunakan 60 persen dari ADD untuk perangkat desa, desa dengan ADD Rp 500 juta-Rp700 juta maksimal 50 persen untuk perangkat desa. ADD Rp700
juta-Rp900 juta maksimal 40 persen, dan desa dengan ADD di atas Rp 900 juta maksimal 30 persen untuk
perangkat desa. Penghasilan total seluruh perangkat desa ditetapkan oleh bupati/wali kota dengan besaran
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
40
penghasilan sekretaris desa minimal 70 persen
penghasilan kepala desa dan perangkat desa lain minimal 50 persen dari penghasilan kepala desa.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kewenangannya sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas Desa. Hal itu berarti Dana Desa akan digunakan untuk mendanai keseluruhan kewenangan Desa sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas Dana Desa tersebut. Namun, mengingat Dana Desa bersumber dari Belanja Pusat maka untuk
mengoptimalkan penggunaan Dana Desa, Pemerintah diberikan kewenangan untuk menetapkan prioritas penggunaan Dana Desa untuk mendukung program
pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan
dengan kewenangan yang menjadi tanggung jawab Desa
Alokasi anggaran untuk Dana Desa ditetapkan sebesar 10%(sepuluh perseratus) dari total Dana
Transfer ke Daerah dan akan dipenuhi secara bertahap sesuai dengan kemampuan APBN. Dalam masa transisi sebelum Dana Desa mencapai 10%(sepuluh perseratus)
anggaran Dana Desa dipenuhi melalui realokasi dari Belanja Pusat dari program yang berbasis Desa.
Kementerian lembaga mengajukan anggaran untuk program yang berbasis Desa kepada Menteri untuk ditetapkan sebagai sumber Dana Desa.
Dalam hal Dana Desa telah dipenuhi sebesar 10%(sepuluh perseratus) dari total Dana Transfer ke
Daerah, penganggaran sepenuhnya mengikuti mekanisme penganggaran dana Bendahara Umum Negara yang sudah diatur sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Sumber Dana Desa yang diusulkan oleh kementerian/lembaga dan yang ditetapkan oleh Menteri akan ditempatkan sebagai
Belanja Pusat non kementerian lembaga sebagai cadangan Dana Desa. Cadangan Dana Desa tersebut
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
41
diusulkan oleh Pemerintah dalam rangka pembahasan
Rancangan APBN dan Rancangan Undang Undang APBN. Cadangan Dana Desa yang telah mendapat
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat akan ditetapkan sebagai Dana Desa yang merupakan bagian dari Anggaran Transfer ke Daerah dan Desa.
Mekanisme tersebut ditempuh agar pemenuhan Dana Desa tetap terlihat adanya pengalihan Belanja
Pusat ke Dana Desa berupa Dana Transfer ke Daerah. Selain itu, mekanisme tersebut juga memberikan komitmen kuat kepada Pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat untuk lebih memberdayakan Desa. Besaran Dana Desa yang telah ditetapkan dalam APBN dialokasikan ke Desa dalam 2 (dua) tahap. Pada tahap
pertama, Menteri mengalokasikan Dana Desa kepada kabupaten/kota sesuai dengan jumlah Desa
berdasarkan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, dan angka kemiskinan dalam bobot tertentu.
Hasil perhitungan tersebut selanjutnya dikalikan
dengan indeks kemahalan konstruksi sebagai indikator yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis. Pada
tahap kedua, berdasarkan besaran Dana Desa setiap kabupaten/kota, bupati/walikota mengalokasikan Dana Desa kepada setiap Desa Bupati/walikota diberikan
kewenangan untuk menentukan bobot variabel tingkat kesulitan geografis Desa sebagai salah satu variabel perhitungan sesuai dengan karakteristik daerahnya.
Tingkat kesulitan geografis antara lain ditunjukkan oleh faktor ketersediaan pelayanan dasar serta kondisi
infrastruktur dan transportasi. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan Desa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan
kemiskinan maka pengalokasian Dana Desa lebih banyak mempertimbangkan tingkat kemiskinan.
Dalam rangka mewujudkan pengelolaan Dana Desa
yang tertib, transparan, akuntabel dan berkualitas, Pemerintah dan kabupaten/kota diberi kewenangan untuk dapat memberikan sanksi berupa penundaan
penyaluran Dana Desa dalam hal laporan penggunaan Dana Desa tidak/terlambat disampaikan. Di samping
itu, Pemerintah dan kabupaten/kota juga dapat memberikan sanksi berupa pengurangan Dana Desa
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
42
apabila penggunaan dana tersebut tidak sesuai dengan
prioritas penggunaan Dana Desa, pedoman umum pedoman teknis kegiatan atau terjadi penyimpanan uang
dalam bentuk deposito lebih dari 2 (dua) bulan.
9. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Pasal 129 tentang pengadaan di desa dan konsolidasi
pengadaan (6) Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa di Desa diatur dengan peraturan Bupati/Walikota yang mengacu pada
pedoman yang ditetapkan oleh LKPP.
Dalam pembukaan peraturan kepala LKPP disebutkan,
bahwa untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa agar sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik,
sehingga hasil Pengadaan Barang/Jasa dapat bermanfaat untuk memperlancar penyelenggaraan Pemerintahan Desa
dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pengadaan Barang/Jasa di Desa, berbeda dengan pengadaan barang/jasa yang diatur dalam Peraturan
Presiden No.4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden No.45 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam Perpres tersebut, Kepala Unit Layanan Pengadaan/Anggota Kelompok Kerja ULP/Pejabat
Pengadaan harus memiliki Setifikat Ahli Pengadaan/Barang Jasa. Sedangkan, dalam Peraturan Kepala LKPP tentang Pengadaan Barang/Jasa di Desa
tidak dipersyaratkan harus memiliki sertifikat.
Proses Pengadaan Barang/Jasa di Desa, dilakukan oleh
Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yang dibentuk oleh Kepala Desa dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
"Sertifikat yang harus dimiliki oleh pelaksana pengadaan barang/jasa di desa adalah nilai-nilai etika pelakunya". Berdasarkan hal tersebut , maka desa-desa kita akan
menjadi desa yang maju dan rakyatnya sejahtera di masa
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
43
mendatang, ditentukan sejauh mana etika para Pengelola
Keuangan Desa.
Pengadaan Barang/Jasa di Desa pada prinsipnya
dilakukan secara Swakelola dengan memaksimalkan penggunaan bahan material di wilayah setempat, dilaksanakan secara gotong royong dengan melibatkan
partisipasi masyarakat setempat, untuk memperluas kesempatan kerja, dan pemberdayaan masyarakat
setempat. Dalam kondisi Pengadaaan Barang/Jasa tidak dapat dilaksanakan secara Swakelola, baik sebagian maupun keseluruhan, dapat dilaksanakan oleh Penyediaan
Barang/Jasa yang dianggap mampu.
Dalam pasal 7A peraturan LKPP No.22 tahun 2015 disebutkan, Bupati dan Walikota yang belum menetapkan
Peraturan Bupati/Walikota tentang Tata Cara Pengadaan Barang Jasa, Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Desa
yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa berpedoman pada Peraturan Kepala ini, atau praktik yang berlaku di desa sepanjang
tidak bertentangan dengan Tata Nilai Pengadaan sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran Peraturan
Kepala ini.
Dalam pasal selanjutnya disebutkan, dalam setiap Pengadaan Barang/Jasa di Desa harus menerapkan
prinsip-prinsip; Efesien, Efektif, Transparan, Pemberdayaan Masyarakat, Gotong Royong, dan Akuntabel.
Sedangkan etika yang harus dipenuhi dalam dalam pengadaan barang/jasa di Desa meliputi; Bertanggung
jawab, mencegah kebocoran, dan pemborosan keuangan desa serta patuh pada perundang-undangan yang berlaku.
-- --
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
44
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Pembangunan nasional merupakan sebuah keniscayaan, mengingat secara filosofis pembangunan itu sendiri pada haki-katnya adalah untuk mencapai atau mewujudkan tujuan nasi-
onal sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Re-
publik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa tujuan nasi-onal adalah: “...untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan se-luruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kese-jahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdeka-an, perdamaian abadi dan keadilan sosial........”.
Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, di da-lamnya terkait dengan usaha peningkatan kualitas masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan
kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.
Dalam pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bang-sa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehi-
dupan bangsa yang berdaulat, mandiri, dan berkeadilan. Se-dangkan dalam rangka mensejahterakan kehidupan bangsa, di dalamnya terkait dengan proses pengelolaan sumber daya
nasional yang secara sektoral meliputi mulai pembangunan di bidang politik, ekonomi, industri, pertanian, dan sebagainya.
Dari segi kewilayahan, pelaksanaan pembangunan itu
dapat pula dibedakan atas pembangunan di wilayah perkotaan dan perdesaan. Sesuai dengan asas keadilan yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pelaksanaan pembangunan haruslah memperhatikan aspek pemerataan baik pemerataan
antar-sektor maupun pemerataan pembangunan antar kota dan desa. Dengan demikian pembangunan perdesaan merupa-
kan bagian yang terintegrasi dari usaha meningkatkan peme-rataan dan mengatasi kesenjangan pada semua aspek pem-bangunan dalam ruang lingkup nasional.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
45
B. Landasan Sosiologis
Wilayah perdesaan sebagai tempat persebaran sebagian
besar masyarakat Indonesia mempunyai peranan yang cukup besar dalam menopang perekonomian bangsa dan sekaligus
indikator bagi keberhasilan pembangunan nasional. Seperti di-ketahui di perdesaan pada umumnya masyarakat berprofesi sebagai petani. Sementara diperkirakan bahwa hampir 70 per-
sen penduduk Indonesia tinggal di perdesaan, dengan demiki-an mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan hidup pa-da sektor pertanian. Pembangunan pedesaan menurut pan-
dangan organisasi tani adalah suatu keniscayaan, terutama untuk mengatasi masalah-masalah pokok petani seperti ke-
miskinan dan kesejahteraan. Sementara sampai saat ini wila-yah perdesaan Indonesia masih dihadapkan pada masalah krusial, dimana masalah utama adalah seperti kemiskinan,
konflik tanah, kelaparan, dan akses terhadap sumber produksi masih belum terpecahkan.
Data pada Badan Pusat Statistik Bulan Maret Tahun 2015, misalnya, menunjukkan bahwa dengan jumlah pendu-duk miskin Indonesia yang mencapai 11,22 persen atau seki-
tar 28,59 juta orang, sebagian besarnya adalah ada di wilayah perdesaan yaitu berjumlah 17,94 juta. Oleh karenanya pem-bangunan perdesaan dilandaskan pada keyakinan dan tekad
untuk mempertinggi tingkat penghidupan dan kehidupan ma-syarakat yang dimulai dari desa, karena masyarakat yang ber-
diam di perdesaan merupakan faktor yang penting menuju ke-pada perbaikan ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia se-cara nasional. Oleh karena itu pembangunan perdesaan mem-
punyai sifat komprehensif dalam arti kegiatan pembangunan perdesaan meliputi seluruh lapangan kehidupan masyarakat desa. Pembangunan perdesaan juga merupakan bagian inte-
gral dari pembangunan nasional, sehingga keberhasilan pem-bangunan desa merupakan salah satu tolok ukur yang menen-
tukan keberhasilan pembangunan nasional. Untuk kegunaan Pembangunan ini di tahun 2016, semu-
a dana pembangunan termasuk dana aspirasi dan bantuan so-
sial yang semula pengelolaannya tersentralistik di kabupaten, semuanya diserahkan ke desa. "Sehingga, diharapkan, pemba-
ngunan infrastruktur dasar pedesaan dan peningkatan pereko-nomian pedesaan akan mengalami kemajuan yang signifikan.
Dana pembangunan yang langsung diserahkan ke Desa
dapat diperuntukan untuk berbagai pembangunan kawasan perdesaan, seperti segera menyelesaikan infrastruktur jalan desa, irigasi desa dan bisa membuat badan usaha milik desa.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
46
Selama ini, desa, jika butuh dana untuk membangun infrastruktur jalan desa, pihak desa harus mengajukan dulu
ke sejumlah dinas terkait yang belum tentu ada hasilnya. Tapi saat ini, dengan dana pembangunan yang langsung dikelola
desa dapat melakukan pembangunan dengan dana yang dike-lola sendiri. Masalahnya adalah sudah siapkah para perang-kat desa mempertanggungjawabkan semua penggunaan dana-
dana tersebut secara akuntabel.
C. Landasan Yuridis
Dalam UUD Negara RI Tahun 1945 terkesan menutup
kemungkinan desa menjadi organ konstitusi dan menempat-kan desa sebagai organ dari pemerintahan daerah kabupaten /
kota. Ini karena pasal 18 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 dengan jelas menentukan bahwa Daerah Indonesia dibagi dalam Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Jadi tidak terbersit sedi-
kit pun tentang desa dalam Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945. Keengganan penyebutan kata desa dalam UUD Negara
RI Tahun 1945 di atas, dapat didasarkan pada dua asumsi be-sar. Pertama, pengaturan desa terlalu detail untuk diatur da-lam konstitusi. Karena itu, mungkin, pengaturan detailnya a-
kan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan pelaksana. Legitimasi asumsi ini didasarkan pada prinsip bahwa konstitusi hanya mengatur hal-hal yang pokok saja.
Sedangkan detailnya diserahkan pada peraturan perundang-undangan pelaksana.
Kedua, pengaturan desa atau sebutan lainnya, sudah di-atribusikan atau didelegasikan ke pemerintahan daerah se-hingga pengaturannya menjadi kewenangan pemerintah dae-
rah bersama DPRD. Mekanisme peraturan perundang-undang-an yang sering digunakan adalah dengan menggunakan atri-busian ataupun pendelegasian dari konstitusi melalui enabling
provision. Penguatan terhadap asumsi ini, lebih didasarkan pada stufent theory dari Hans Kelsen, yang mengatakan bahwa
grondwet dapat mendelegasikan atau mengatribusikan penga-turan suatu materi muatan pada peraturan pelaksana. Teori Hans Kelsen inilah yang sampai detik ini masih diterima de-
ngan baik dalam sistem hukum Indonesia. Bentuk konkrit dari teori ini adalah adanya hierarkisitas peraturan perundang-
undangan yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan hierar-kisitas ini, peraturan pelaksana dapat dibentuk jika mendapat-
kan atribusi atau delegasi dari peraturan perundang-undangan di atasnya.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
47
Dengan demikian status hukum pengaturan desa yang didasarkan pada pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945 dan
berdasarkan kedua asumsi di atas, pengaturan tentang desa telah diatribusikan kepada pemerintahan daerah sehingga
pengaturan desa telah menjadi kewenangan konstitusional pe-merintahan kabupaten/kota. Dengan status hukum seperti ini, setiap kabupaten/kota dapat mengatur mengenai desa dalam
peraturan daerah mereka. Dengan penyebutan dalam UUD 1945 itu, konsekuensi yuridisnya adalah desa merupakan or-gan konstitusi yang mempunyai hak dan kewajiban konstitu-
sional.
Dari hasil inventarisasi kami terhadap keberpihakan
konstitusi terkait dengan pembangunan perdesaan, setidaknya ditemukan tujuh pasal utama. Ketujuh pasal tersebut adalah: Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 23, Pasal 23E, Pasal
28C, Pasal 33 dan Pasal 34. Pemerintah daerah kabupaten dan kota, seperti pada Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 termasuk di-
antaranya pemerintah desa. Sedangkan tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Urusan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri dari: politik
luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama.
Pemberian otonomi luas kepada daerah seperti pada Pa-sal 18 ayat (5) UUD 1945 diarahkan untuk mempercepat ter-wujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pela-
yanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu mening-katkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta po-tensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesa-
tuan Republik Indonesia.
Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah seperti pada Pasal 18A ayat (2) UUD
1945 meliputi: pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewe-
nangan pemerintahan daerah; pengalokasian dana perimbang-an kepada pemerintahan daerah; dan pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.
Sedangkan hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: kewe-
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
48
nangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal; pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang
menjadi kewenangan daerah; dan fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pe-
layanan umum. Hubungan dalam bidang pemanfaatan sum-ber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: kewenangan, tanggung ja-
wab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budi-daya, dan pelestarian; bagi hasil atas pemanfaatan sumber da-ya alam dan sumber daya lainnya; dan penyerasian lingkungan
dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
Kesatuan masyarakat hukum adat dan hak tradisional-
nya seperti pada Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 harus diatur se-cara spesifik. Mengingat kesatuan masyarakat hukum adat memiliki tradisi yang telah berlangsung turun-temurun. Kea-
rifan lokal yang telah terjalin sedemikian lama, seringkali di-anggap oleh sebagian kalangan tidak sesuai dengan per-
kembangan zaman. Masyarakat hukum adat juga cenderung tidak menerima modernisasi dan masih bertahan dengan tra-disi lama, sehingga menjadi masyarakat tertinggal. Oleh ka-
rena itu, pengaturan mengenai masyarakat hukum adat harus dilakukan secara hati-hati dengan melibatkan sosiolog. Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 berbunyi bahwa: “Anggaran pendapatan
dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk se-besar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Anggaran pendapatan dan belanja negara, seperti pada
Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 harus bisa dirasakan masyarakat secara langsung manfaatnya. Saat ini, sebagian besar masya-rakat Indonesia tinggal di perdesaan dan sekitar 63,47 persen
penduduk miskin Indonesia tinggal di perdesaan. Namun, ang-garan yang turun langsung ke perdesaan hanya sekitar Rp
17,0 triliun atau sekitar seperenam puluh dari pendapatan negara dan hibah yang mencapai Rp 1.022,6 triliun. Permasa-lahan dalam pembangunan perdesaan adalah tahap pengawas-
an menjadi tugas BPK seperti pada Pasal 23E ayat (1) UUD 1945. Seringkali anggaran besar yang sudah disediakan terjadi
kesalahan dalam pengelolaan, sehingga tidak sesuai dengan target dan sasaran. Oleh karena itu, selain perlunya Badan Pemeriksa Keuangan juga diperlukan peningkatan kinerja dan
mekanisme Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Pentingnya perhatian khusus terhadap pembangunan perdesaan didasari oleh pertimbangan bahwa kedudukan per-
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
49
desaan sangat strategis dalam keberhasilan pembangunan se-cara nasional, sebab seperti diutarakan sebelumnya bahwa
mayoritas penduduk Indonesia justru berdiam atau merupa-kan penduduk yang tinggal di perdesaan. Sedangkan sampai
saat ini diketahui bahwa pembangunan antara wilayah per-desaan dengan wilayah perkotaan sangat timpang. Ketimpang-an pembangunan di daerah perkotaan dan perdesaan terasa
sekali baik dalam pembangunan infrastruktur, pembangunan kualitas sumber daya manusia, lapangan kerja, kesehatan, dan sebagainya. Kenyataan ini menyadarkan kita betapa pe-
rangkat yuridis yang ada saat ini dirasakan pula belum me-madai untuk memberikan jaminan hukum akan perlunya
perhatian atau prioritas terhadap pelaksanaan pembangunan perdesaan. Untuk itulah, sehingga dalam rangka menjamin terselenggara dan tercapainya pemerataan pembangunan di
wilayah perdesaan memerlukan perhatian khusus baik dari se-gi pembinaan, maupun anggaran. Dalam hal ini maka diper-
lukan sebuah landasan hukum yang bertujuan melakukan pengaturan secara yuridis tentang perlunya perhatian terha-dap pembangunan perdesaan.
-- --
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
50
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
A. Rumusan Akademik Berbagai Istilah Kunci Dalam Peraturan Daerah
Istilah-istilah yang terkait dengan peraturan ini menjadi penting untuk dirumuskan guna memberikan pengertian yang pasti dari berbagai istilah tersebut. Istilah-istilah yang
berhubungan dengan peraturan daerah tentang Pembangunan Perdesaan ini meliputi :
1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap.
2. Bupati adalah Bupati Cilacap.
3. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. 5. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat
Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
6. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
7. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber
daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
8. Badan Permusyawaratan Desa disingkat BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
9. Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
51
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis. 10. Perencanaan Pembangunan Desa adalah hasil
kesepakatan antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat dalam Musyawarah Desa.
11. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa, selanjutnya disebut Musrenbang Desa adalah forum musyawarah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa
dan diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat untuk menetapkan prioritas, program,
kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten. 12. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa,
selanjutnya disingkat RPJM Desa, adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
13. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKP Desa, adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
14. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan
disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. 15. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi
Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
16. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten
setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. 17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya
disebut APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
18. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari
kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban APB Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
19. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM
Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
52
besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang
dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa. 20. Barang Milik Desa adalah kekayaan milik Desa berupa
barang bergerak dan barang tidak bergerak.
21. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
22. Tugas Pembantuan Pemerintah adalah penugasan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dan atau Desa
untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, prasaran, dan sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksana-annya
dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menu-gaskan.
B. Muatan Materi Peraturan Daerah
1. Maksud dibentuknya Peraturan Daerah
Maksud dibentuknya Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan adalah sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang muncul pasa
diundangkannya Undang-Undang Desa. Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan beberapa turunan peraturan lainnya,
Desa telah bertarnsformasi dari pelaksana tugas pembantuan Pemerintah Daerah di Desa menjadi
penanggungjawab kegiatan. Konsekuensi dari transformasi ini adalah bahwa Desa saat ini menjadi pengelola dan penanggung jawab kegiatan-kegiatan lokal berskala Desa.
Konsekuensi yang lain Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten wajib
mengalokasikan sejumlah dana kepada Desa sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan. Dana yang ditransfer dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi
tanggungjawab penuh Pemerintah Desa dalam pengelolaannya. Kondisi ini berbeda dengan wewenang
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
53
Desa sebelumnya yang bersifat pembantuan. Tanggungjawab dan pengelolaan dana di Desa menjadi
wewenangnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai sumber pembiayaan yang diperoleh.
Konsekuensi sebagai pengelola dan penanggungjawab kegiatan dan pendanaan oleh desa berimplikasi secara langsung kepada hal-hal yang bersifat
administratif maupun politis. Beberapa hal yang bersifat administratif adalah pertama, penanggugjawab kegiatan
dan pembiayaannya diserahkan kepada Pemerintah Desa. Ini artinya Pemerintah Desa mempunyai kewajiban menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban semua
dana yang bersumber dari keuangan negara (Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten) sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang
berlaku terkait dengan pengelolaan keuangan negara. Dalam konteks ini, Pemerintah Desa relatif belum terbiasa
dengan sistem administrasi keuangan negara yang berbasis akuntansi standar pemerintahan. Ketersediaan sumberdaya manusia, perangkat teknis dan fasilitas
pendukung, dan tradisi pelaporan keuangan berbasis sistem administrasi standar menadi isu-isu penting
sekaligus menjadi persoalan dalam pembangunan desa pada wilayah administrasi.
Persoalan kedua dalam wilayah administrasi adalah
prosedur-prosedur standar sebagai bagian dari penerjemahan wewenang dan tanggungjawab secara
kelembagaan. Praktik desa selama ini berpusat kepada Kepala Desa sebagai pemimpin politik. Pembangunan yang berpusat kepada Kepala Desa sangat mendasarkan kepada
indikator-indikator subyektif yang secara administratif tidak bisa dijelaskan prosedurnya. Dengan demikian maka proses dan hasil-hasil pembangunan tidak bisa terukur
secara jelas dan menimbulkan persoalan terhadap perencanaan pembangunan Desa yang kurang sistematif.
Dalam isu ini, beberapa persoalan yang muncul adalah ketiadaan dukungan dokumentasi, proses administrasi yang tidak terstandar secara baku, dan wewenang –
tanggungjawab yang sporadis atau tidak terdistribusi secara organik.
Ketiga, dukungan dokumentasi atas setiap kebijakan-kebijakan strategis dan teknis tidak terlaksana secara baik. Kondisi ini tentu memberikan persoalan ketika
Desa akan mengembangkan pembangunan yang lebih
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
54
sistematis di mana hasil evaluasi pembangunan pada periode sebelumnya penting. Namun karena tidak
didukung oleh dokumentasi yang baik, proses evaluasi ini menjadi tidak berdasar. Selain itu, proses pembangunan
yang sedang berjalan menjadi tidak terstandar secara baku karena ketersediaan dokumen yang dibutuhkan tidak komplit.
Secara politis, persoalan pembangunan perdesaan memiliki persoalan yang bisa diidentifikasi, yaitu pertama,
partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Selama ini, Musrenbang sebagai forum perencanaan pembangunan di
tingkat Desa cenderung mengalami penurunan minat. Hal ini terjadi karena pengalaman hasil-hasil Musrenbang tidak memiliki legitimasi untuk diakomodasi dalam
penganggaran. Artinya warga yang secara serius telah mencoba merumuskan dalam Musrenbang seringkali tidak
ada gunanya pada saat proses penganggaran tidak mengakomodasinya. Karena proses seperti ini berlangsung pada waktu yang cukup lama muncul kecederungan sikap-
sikap yang mengarah kepada bentuk frustrasi sosial. Pasca UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah Desa wajib
menyelenggarakan Musrenbang untuk meyerap aspirasi warganya. Musrenbang menjadi strategis mengingat Pemerintah Desa saat ini memiliki alokasi yang relatif
cukup untuk mengakomodasi aspirasi warganya dalam Musrenbang. Kecenderungan menurunnya minat warga terlibat dalam Musrenbang menjadi persoalan tersendiri.
Persoalan politis kedua adalah ketersediaan dana yang relatif besar di Desa memberi dilema tersendiri bagi
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan skema kontribusi dalam mempercepat pembangunan Desa. Hal ini karena ada beberapa hal yang
kemudian terdefinisikan sebagai kewenangan desa dan kewenangan pemerintah lain di Desa. Secara detile,
kewenangan Desa menjadi hak otoritatif Desa dalam pengelolaannya. Dengan demikian maka pemerintah lain berkontribusi dalam pembangunan Desa pada wilayah
yang tidak menjadi kewenangan Desa berskala lokal. Pemilahan ini semata-mata untuk menghindari adanya
tumpang tindih. Namun realitas di kabupaten Cilacap, ketersediaan dana yang dikelola Desa tidak cukup apabila digunakan untuk membiayai semua kegiatan
pembangunan berskala lokal desa sekalipun. Untuk itu,
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
55
Desa membutuhkan partisipasi dari pemerintah lain terutama Pemerintah Daerah Kabupaten. Dengan adanya
partisipasi ini, akselerasi pembangunan Desa bisa dipercepat.
Persoalan lain yang teridentifikasi adalah terkait penetapan kawasan perdesaan. Terutama dalam penetapan kawasan yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Daerah yang secara periodik disusun atau bisa direvisi dalam 5 (lima) tahun. Sementara periodesasi Pemerintah Desa adalah 6 (enam) tahun yang proses
pembentukannya melalui Pemilihan Kepala Desa tidak dilangsungkan secara serentak dalam 1 (satu) waktu.
Selain terkait RTRW kawasan perdesaan, hal lain yang penting dalam identifikasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembangunan Perdesaan ini adalah
kerjasama antardesa. Selama ini, skema kerjasama antardesa dilakukan melalui mekanisme pembangunan
yang bersumber dari APBD Kabupaten. Pengelolaan dan penanggungjawaban berada di kabupaten sehingga Desa-Desa yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan relatif tidak
bergejolak. Namun ketika saat ini sumber pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Desa maka akan terjadi negosiasi yang relatif alor antar beberapa desa
yang terlibat terkait misalnya besaran nilai nominalnya, tingkat kemanfaatan, dan pengelolaan kegiatannya.
Dari beberapa masalah yang teridentifikasi di atas, Rancangan Peraturan Daerah ini akan menjawab persoalan terkait :
4. Proses politik penyusunan dokumen-dokumen pembangunan perdesaan. Partisipasi warga menjadi kata kunci yang harus terformula dalam proses
penyusunannya.
5. Ketersediaan dokumen-dokumen pembangunan sebagai
basis dan pedoman pelaksanaan kegiatan. Dokumen ini menjadi dasar bagi pihak-pihak terkait untuk menilai dan mengevalausi pembangunan perdesaan di Desa
tertentu.
6. Mengatur pihak-pihak terkait terutama Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan perdesaan dalam skema bantuan,
fasilitasi, dan asistensi.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
56
Menetapkan metode pengelolaan keuangan desa yang dibelanjakan untuk kepentingan pembangunan perdesaan.
Prinsip swakelola menjadi point penting pengelolaan kegiatan pembangunan. Namun demikian, prinsip-prinsip
dasar akuntasi keuangan negara tetap dipenuhi.
2. Tujuan dibentuknya Peraturan Daerah
Tujuan dibentuknya peraturan daerah ini adalah :
5. Melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa dan peraturan-peraturan terkait di
bawahnya dalam konteks penyelenggaraan pembangunan Desa di tingkat kabupaten.
6. Merancang inovasi dan memberi ruang yang cukup pada upaya-upaya pengembangan Desa secara strategis melalui desain pembangunan yang partisipatif dan
berbasis sumberdaya lokal.
7. Meningkatkan kerjasama dan kolaborasi antarpihak
dalam pembangunan Desa untuk mewujudkan kemajuan dan kemandirian Desa serta berorientasi terhadap pemberdayaan masyarakat.
8. Memberi pedoman bagi pihak-pihak terkait terutama Pemerintah Daerah, pemerintahan Desa, masyarakat Desa, dan stakeholders Desa dalam memberikan
kontribusi dalam pembangunan Desa.
Suatu peraturan dibentuk, termasuk Peraturan
Daerah, untuk memberikan pedoman bagi pengguna dalam melaksanakan suatu kegiatan tertentu, termasuk kegiatan pembangunan perdesaan. Dengan disahkanya Perda ini,
maka pemerintah kabupaten Cilacap memiliki landasan yuridis dalam menyelenggarakan pembangunan perdesaan.
Peraturan Daerah ini memuat hal-hal pokok tentang
pembangunan desa, perencanaan pembangunan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pemantauan
pembangunan desa, dan pembangunan perdesaan.
Oleh karena itu, secara substansi, ruang lingkup Peraturan Daerah ini mengatur hal-hal sebagai berikut:
Bab I : Ketentuan Umum
Bab II : Asas, Tujuan Dan Ruang Lingkup
Bab III : Pembangunan Desa
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
57
Bab IV : Pembangunan Kawasan Perdesaan
Bab V : Pembiayaan
Bab VI : Sanksi
Bab VII : Ketentuan Peralihan
Bab VIII : Ketentuan Penutup
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
58
BAB VI PENUTUP
Demikianlah Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini, dimana draft Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini sebagaimana
terlampir dalam Naskah Akademik ini. Secara generik, pembahasan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini
dilakukan simultan dan melibatkan banyak pihak. Dinamika pembahasan yang cukup intens terutama antara Tim Ahli dan
Balegda terdokumentasi dalam notulasi.
Selain pembahasan dengan Balegda, Tim ahli juga terlibat dalam Public Hearing yang diikuti oleh stakeholders terkait. Dalam public hearing, dinamika yang muncul terbilang dinamis di mana masing-masing pihak memberi masukan dan
saran untuk perbaikan raperda dan naskah akademik.
Sebagai naskah akademik, setiap pasal dan ketentuan yang dimunculkan memiliki dasar argumentasi dalam 3 (tiga)
ranah yaitu hukum, filosofis, dan sosiologis. Secara normatif argumentasi setiap konsep didasarkan pada aturan perundang-
undangan di atasnya. Beberapa konsep diturukan secara langsung untuk memberikan konteks yang jelas atas setiap ketentuan yang akan dikonstruksi.
Sementara argumentasi filosofis dan sosiologis diarahkan untuk memberi penguatan terkait dengan substansi sebuah peraturan daerah dilahirkan. Ia terkait dengan tujuan
bernegara dan memberi ruang yang cukup bagi warga untuk mendapatkan kehidupan yang berkualitas.
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini diharapkan berkonstribusi positif dalam memandu pemahaman
terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini
-- --
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
59
DAFTAR PUSTAKA
Alessandro Colombo, Subsidiarity Governance: Theoretical and
Empirical Models, New York: Palgrave Macmillan, 2012.
Ernan Rustiadi, “Penataan Ruang Kawasan Perdesaan dan
Agropolitan Sebagai StrategiPembangunan Perdesaan”,
Buletin Tata Ruang, Badan Kordinasi Penataan Ruang
Nasional, Edisi Juli-Agustus, 2009, hlm.27.
Heru Cahyono, Dinamika Demokratisasi Desa di Beberapa Daerah
di Indonesia Pasca 1999, Jakarta: LIPI, 2006.
Humas Cilacap, “Kemiskinan Masih Menghinggapi Cilacap”, dalam
http://www.cilacapkab.go.id/v2/?pilih=news&mod=yes&
aksi=lihat&id=3587, diakses 9 Maret 2016.
Jhon Friedmann dan Mike Douglass, “Agropolitan development:
towards a new strategy for regional planning in Asia”,
dalam Lo FC, Salih K, ed. Growth pole strategy and
regional development policy: Asian experience and
alternative approaches. Oxford, England, Pergamon,
1978
Magnis Suseno, Etika Politik : Prinsip- Prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern, Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
Muhammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional,
Jakarta: Grasindo, 2009.
Ruchyat D. Djakapermana, “Pengembangan Kawasan Agropolitan
dalamRangka Pengembangan Wilayah Berbasis Rencana
Tata Ruang WilayahNasional (RTRWN), Dirjen Penataan
Ruang Departemen Permukiman DanPrasarana Wilayah
Republik Indonesia”, 2003
SAPA, “56 Desa di Kabupaten Cilacap Masih Miskin”, dalam
http://www.sapa.or.id/b1/96-k/2256-data-kemiskinan-
cilacap-ppls, diakses 18 Maret 2016.
Satelit Post Cilacap, “Ratusan Ribu Meter Panjang Irigasi Rusak
Berat”, Senin, 26 Januari 2015.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
60
Sutoro Eko dkk.,Desa Membangun Indonesia, Forum
Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD), Cetakan I,
2014
Syafrizal, Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Niaga Swadaya,
2008
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
61
LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DI KABUPATEN CILACAP
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
62
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR ……. TAHUN 2016
TENTANG
PEMBANGUNAN PERDESAAN DI KABUPATEN CILACAP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CILACAP
Menimbang : a. Bahwa ketentuan Pasal 83 Ayat (5) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bah-wa rencana pembangunan kawasan perdesaan dite-tapkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah; b. bahwa Pasal 84 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Ta-
hun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa perenca-naan, pelaksanaan pembangunan kawasan perdesa-an, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa un-
tuk pembangunan kawasan perdesaan diatur dalam Peraturan Daerah;
c. bahwa ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No-
mor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peratur-an Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Pera-
turan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, pembangunan kawasan perdesa-an dilaksanakan di lokasi yang ditetapkan oleh Bupa-
ti; d. bahwa untuk meningkatkan intensitas dan kualitas
pembangunan Desa dibutuhkan kreatifitas dan inova-
si berdasar dokumen yang disusun secara partisipa-tif, responsif, dan memiliki akuntabilitas publik yang
tinggi; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di-
maksud dalam huruf a, b,c, dan d, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Pembangunan Perdesaan. Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Re-publik
Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pem-
bentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Ling-kungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sis-tem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
63
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44210); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pem-
bentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5233);
5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indo-nesia Nomor 5495);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pe-merintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indo-nesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagai-mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Repu-blik Indonesia Nomor 5679);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Ne-gara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tam-bahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Ta-hun 2014 Tentang Desa sebgaimana yang telah diu-bah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksa-naan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Repu-blik Indonesia Nomor 5717);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Ta-hun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558);
10. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perun-dang-undangan (Lembaran Negara Republik Indone-sia Tahun 2014 Nomor 199);
11. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Per-ubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Peme-rintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
64
5); 12. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 23 Ta-hun
2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Cilacap Tahun 2005-2025 (Berita Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah Kabu-paten Cilacap Tahun 2008 Nomor 31);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupa-ten Cilacap Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Ka-bupaten
Cilacap Tahun 2011 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 63);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 5 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Mene-ngah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cilacap Tahun 2012-2017 (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Ta-hun 2013 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Ka-bupaten Cilacap Nomor 96);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PEWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Pemba-
ngunan Perdesaan Di Kabupaten Cilacap
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
23. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap.
24. Bupati adalah Bupati Cilacap. 25. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
65
26. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 27. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 28. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup
dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa. 29. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya
alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 30. Badan Permusyawaratan Desa disingkat BPD adalah lembaga
yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
31. Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
32. Perencanaan Pembangunan Desa adalah hasil kesepakatan
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat dalam Musyawarah Desa.
33. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa, selanjutnya disebut Musrenbang Desa adalah forum musyawarah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dan diikuti oleh Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten.
34. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya disingkat RPJM Desa, adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
35. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKP Desa, adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu
1 (satu) tahun. 36. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati
bersama Badan Permusyawaratan Desa. 37. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa
yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
66
Daerah kabupaten dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. 38. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana
perimbangan yang diterima kabupaten dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
39. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
40. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban APB Desa
atau perolehan hak lainnya yang sah. 41. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa,
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan
guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
42. Barang Milik Desa adalah kekayaan milik Desa berupa barang
bergerak dan barang tidak bergerak. 43. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan
sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
44. Tugas Pembantuan Pemerintah adalah penugasan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dan atau Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan,
prasaran, dan sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksana-annya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. 45. Tugas Pembantuan Pemerintah Daerah adalah penugasan dari
Pemerintah Daerah kepada Desa untuk melaksanakan tugas
tertentu yang disertai pembiayaan, prasaran, dan sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
BAB II ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
67
Pembangunan perdesaan diselenggarakan berdasarkan asas:
a. Asas kepastian hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara;
b. Asas tertib penyelenggaraan negara yaitu asas yang menjadi
landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara;
c. Asas kepentingan umum yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;
d. Asas keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan
tetap mem-perhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara;
e. Asas proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara;
f. Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
g. Asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Tujuan pembangunan perdesaan adalah: a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas
hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan; dan
b. mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif.
Pasal 4
Ruang lingkup pembangunan perdesaan adalah:
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
68
a. pembangunan Desa; b. pembangunan kawasan perdesaan; dan
c. pembiayaan.
BAB III PEMBANGUNAN DESA
Bagian Kesatu Perencanaan Pembangunan Desa
Paragraf Satu Musyawarah Desa
Pasal 5
(1) Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa. (2) Musyawarah desa memusyawarahkan hal yang bersifat
strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(3) Hasil musyawarah Desa sebagaimana maksud ayat (1) menjadi Rencana Pembangunan Desa yang menjadi dasar bagi penyusunan Rancangan RPJM Desa, Rancangan RKP Desa,
dan daftar usulan RKP Desa. (4) Musyawarah Desa sebagaimana maksud ayat (1) sekurang-
kurangnya diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun). (5) Musyawarah Desa paling lambat dilaksanakan bulan Juni.
Paragraf Dua Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
Pasal 6
(1) Musrenbang Desa diselenggarakan setelah Musrenbang Dusun. (2) Musrenbang Dusun diselenggarakan oleh Pemerintah Desa
untuk menyerap aspirasi pembangunan Desa di lingkup
Dusun. (3) Musrenbang Dusun diikuti oleh Pemerintah Desa, Rukun
Tetangga, Rukun Warga, Kepala Dusun, dan unsur masyarakat di tingkat Dusun.
(4) Hasil Musrenbang Dusun menjadi materi pembahasan
Musrenbang Desa. (5) Peraturan lebih lanjut berkaitan Musyawarah Dusun
ditetapkan melalui Peraturan Desa.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
69
Pasal 7
(1) Musrenbang Desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten.
(2) Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa
yang meliputi: a. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;
b. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;
c. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif; d. pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
kemajuan ekonomi; dan e. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman
masyarakat Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa.
(3) Musrenbang Desa sebagaimana maksud pada ayat (1) dalam rangka penyusunan RPJM Desa paling lambat dilaksanakan 1 (satu) bulan setelah kepala Desa terpilih dilantik.
(4) Musrenbang Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka penyusunan RKP Desa paling lambat dilaksanakan
pada bulan Juli. (5) Ketentuan mengenai tata cara dan peserta Musrenbang Desa
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Paragraf Tiga
Penetapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan
Rencana Kerja Pemerintah Desa
Pasal 8
(1) Pemerintah Desa membahas dan menetapkan RPJM Desa dan
RKP Desa dalam Musrenbang Desa. (2) Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan RKP Desa merupakan
dokumen perencanaan Desa. (3) RPJM Desa dan RKP Desa merupakan pedoman dalam
penyusunan APB Desa.
(4) Tata cara penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa diatur melalui Peraturan Bupati.
Pasal 9
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
70
(1) RPJM Desa dan RKP Desa ditetapkan melalui Peraturan Desa.
(2) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kepala Desa terpilih
dilantik. (3) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
paling lambat bulan September.
(4) RPJM Desa dan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati melalui Camat.
Pasal 10
(1) RPJM Desa mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
(2) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat visi
dan misi Kepala Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan,
pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan pembangunan Desa.
(3) RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi
objektif Desa dan prioritas pembangunan Kabupaten.
Pasal 11
(1) RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun. (2) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(3) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
berisi uraian: a. evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
b. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa;
c. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang
dikelola melalui kerja sama antar-Desa dan pihak ketiga; d. rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang
dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten; dan
e. pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.
(4) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari Pemerintah
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
71
Daerah berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah. (5) RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Pasal 12
Bupati dalam perencanaan pembangunan Desa memiliki kewajiban sebagai berikut: a. melakukan pendampingan dalam penyusunan RPJM Desa, RKP
Desa, dan APB Desa; b. memeriksa kesesuaian antara RPJM Desa dengan RPJM
Daerah; c. memeriksa kesesuaian antara RKP Desa dengan RPJM Desa; d. memberi penilaian terhadap RPJM Desa dan RKP Desa sesuai
ketentuan teknis berdasar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
e. memberi koreksi, rekomendasi, dan evaluasi perbaikan terhadap RPJM Desa dan RKP Desa; dan
f. mengevaluasi APB Desa.
Pasal 13
(1) Bupati dalam rangka melaksanakan kewajiban sebagaimana pasal 11 mendelegasikan kepada Camat, Satuan Kerja
Pemerintah Daerah terkait dan atau membentuk tim khusus. (2) Tim khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari unsur
kecamatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
(3) Tim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Peraturan Bupati.
Pasal 14
(1) Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah Daerah.
(2) Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan
kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi.
(3) Usulan kebutuhan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan persetujuan Bupati.
(4) Dalam hal Bupati memberikan persetujuan, usulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Bupati kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah Provinsi.
(5) Usulan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
dan ayat (2) dihasilkan dalam Musrenbang Desa.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
72
(6) Dalam hal Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah menyetujui usulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), usulan tersebut dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.
Pasal 15
(1) RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah dalam hal: a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis
politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang
berkepanjangan; atau b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan/atau PemerintahDaerah. (2) Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam
Musrenbang Desa dan selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Pembangunan Desa
Pasal 16
(1) Pembangunan Desa dilaksanakan sesuai dengan RKP Desa. (2) Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh
Desa. (3) Kepala Desa mengoordinasikan kegiatan pembangunan Desa
yang dilaksanakan oleh perangkat Desa dan/atau unsur
masyarakat Desa. (4) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber daya alam yang ada di Desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.
(5) Pelaksana kegiatan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan keadilan gender.
Pasal 17
(1) Pelaksana kegiatan pembangunan melaporkan hasil
pembangunan Desa.
(2) Laporan pembangunan Desa disampaikan oleh pelaksana kepada Kepala Desa dalam forum yang diselenggarakan khusus oleh Pemerintah Desa.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
73
(3) Pemerintah Desa mengikutsertakan Badan Permusyawaratan Desa, Perangkat Desa, dan unsur masyarakat Desa.
(4) Tata cara penyelenggaraan forum laporan pembangunan desa diatur lebih lanjut melalui Peraturan Desa.
Pasal 18
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan program sektoral dan program daerah yang masuk ke Desa.
(2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diinformasikan
kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan ke dalam pembangunan Desa..
(3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berskala lokal Desa didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa melalui penugasan.
(4) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Lampiran APB Desa.
(5) Pengintegrasian program sektoral dan program Daerah ke dalam pembangunan Desa dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih program dan anggaran.
Pasal 19
(1) Pengaturan pengadaan barang dan/atau jasa di Desa yang dibiayai oleh APBD Kabupaten bepedoman pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. (2) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa yang pembiayaannya
bersumber dari APB Desa tidak termasuk dalam ruang lingkup
pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dalam Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54
tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (3) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan
peraturan Bupati yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh LKPP.
Pasal 20
(1) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa pada prinsipnya dilaksanakan secara swakelola dengan memaksimalkan penggunaan material/bahan dari wilayah setempat,
dilaksanakan secara gotong royong dan melibatkan partisipasi masyarakat setempat.
(2) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa yang tidak bisa
dilakukan secara swakelola sebagaimana dimaksud ayat (1)
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
74
dapat dilakukan oleh penyedia barang dan/atau jasa yang memiliki kemampuan.
(3) Pemerintah Daerah dapat membentuk tim asistensi dalam masa transisi pemberlakukan Peraturan Bupati tentang Tata
Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Tim asistensi sebagaimana dimaksud ayat (3) terdiri dari: a. Unit Layanan Pengadaan;
b. Satuan Kerja Perangkat Daerah; dan c. unsur lain terkait di Pemerintah Daerah.
(4) Tugas dan fungsi tim asistensi adalah:
a. meningkatkan kapasitas SDM; dan b. melakukanpendampingan pengadaan barang dan/atau jasa
di Desa.
Pasal 21
(1) Pekerjaan swakelola oleh Pemerintah Desa merupakan kegiatan
Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh Pemerintah Desa sebagai penanggung jawab anggaran.
(2) Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
dan/atau memanfaatkankemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok Pemerintah desa;
b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakatsetempat;
c. pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau
pembiayaannya tidak diminatioleh Penyedia Barang/Jasa; d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/
ditentukan terlebih dahulu,sehingga apabila dilaksanakan
oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkanketidakpastian dan risiko yang besar;
e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan
survei yang bersifat khusus untukpengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh
PenyediaBarang/Jasa; g. pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri;
(3) Prosedur Swakelola meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan dan pertanggungjawaban pekerjaan.
(4) Pengadaan Barang/Jasa di Desa melalui Swakelola dapat dilakukan oleh:
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
75
a. Penanggung Jawab Anggaran; b. Instansi Pemerintah lain Pelaksana Swakelola; dan/atau
c. Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola. (5) Pengguna Anggaran menetapkan jenis pekerjaan serta pihak
yang akan melaksanakan PengadaanBarang/Jasa secara Swakelola.
(6) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa yang bisa
dilaksanakan secara swakelola senilai di bawah nilai swakelola kabupaten.
(7) Tata cara pelaksanaan pekerjaan Pemerintah Desa melalui
swakelola mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pemantauan Dan Pengawasan Pembangunan Desa
Pasal 22
(1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa melakukan upaya
pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa
yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa. (3) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan Pembangunan Desa. (4) Hasil pengawasan dan pemantauan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi dasar
pembahasan musyawarah Desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan Desa.
Pasal 23
(1) Pemantauan pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa.
(2) Pemantauan tahapan perencanaan sebagaimana dimaksudpada ayat (1), dilakukan dengan cara menilai
penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa. (3) Pemantauan tahapan pelaksanaan sebagaimana
dimaksudpada ayat (1), dilakukan dengan cara menilai antara
lain: a. pengadaan barang dan/atau jasa; b. pengadaan bahan/material;
c. pengadaan tenaga kerja;
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
76
d. pengelolaan administrasi keuangan; e. pengiriman bahan/material;
f. pembayaran upah; dan g. kualitas hasil kegiatan pembangunan Desa.
(4) Hasil pemantauan pembangunan Desa sebagaimanadimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam format hasilpemantauan pembangunan Desa.
Pasal 24
(1) Bupati melakukan pemantauan dan pengawasan perencanaan danpelaksanaan pembangunan Desa dengan cara:
a. memantau dan mengawasi jadwal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa;
b. menerima, mempelajari dan memberikan umpan balik
terhadap laporan realisasi pelaksanaan APB Desa; c. mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatan
pembangunan Desa; dan d. memberikan pembimbingan teknis kepada pemerintah
Desa.
(2) Dalam hal terjadi keterlambatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai akibat ketidakmampuan dan/atau kelalaian
Pemerintah Desa, Bupati melakukan: a. menerbitkan surat peringatan kepada Kepala Desa;
b. membina dan mendampingi Pemerintah Desa dalam hal mempercepat perencanaan pembangunan Desa untuk memastikan APB Desa ditetapkan 31 Desember tahun
berjalan; dan c. membina dan mendampingi Pemerintah Desa dalam hal
mempercepat pelaksanaan pembangunan Desa untuk
memastikan penyerapan APB Desa sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.
(2) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa.
(3) Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai
keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa dan BPD.
(4) Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan
pelaksanaan RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa kepada
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
77
masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu)
tahun sekali. (5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa
untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa.
BAB IV
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
Pasal 26
(1) Pembangunan Kawasan Perdesaan merupakan perpaduan
pembangunan antar-Desa dalam 1 (satu) Kabupaten. (2) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan dalam upaya
mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan
partisipatif. (3) Pembangunan Kawasan Perdesaan meliputi:
a. penggunaan dan pemanfaatan wilayah Desa dalam rangka
penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang Kabupaten;
b. pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat perdesaan; c. pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi
perdesaan, dan pengembangan teknologi tepat guna; dan d. pemberdayaan masyarakat Desa untuk meningkatkan
akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.
(4) Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa.
(5) Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
Pasal 27
(1) Pembangunan Kawasan Perdesaan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan/atau pihak ketiga yang terkait dengan pemanfaatan Aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa.
(2) Perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan Aset Desa untuk pembangunan Kawasan Perdesaan merujuk pada hasil Musyawarah Desa.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
78
Pasal 28
(1) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten melalui satuan kerja perangkat daerah, Pemerintah Desa, dan/atau BUM Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa.
(2) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten, dan pihak ketiga wajib mendayagunakan potensi
sumber daya alam dan sumber daya manusia serta mengikutsertakan Pemeritah Desa dan masyarakat Desa.
(3) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang berskala lokal Desa wajib diserahkan pelaksanaannya kepada Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.
Pasal 29
(1) Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan
pembangunan antar-Desa yang dilaksanakan dalam upaya
mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif.
(2) Pembangunan kawasan perdesaan terdiri atas: a. penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan secara
partisipatif; b. pengembangan pusat pertumbuhan antar-Desa secara
terpadu;
c. penguatan kapasitas masyarakat; d. kelembagaan dan kemitraan ekonomi; dan e. pembangunan infrastruktur antar-perdesaan.
(3) Pembangunan kawasan perdesaan memperhatikan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal
berskala Desa serta pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial melalui pencegahan dampak sosial danlingkungan yang merugikan sebagian dan/atau seluruh
Desa di kawasan perdesaan.
Pasal 30
(1) Pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkanoleh Bupati.
(2) Penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan
dilaksanakan dengan mekanisme:
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
79
a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan identifikasi mengenai wilayah, potensi ekonomi, mobilitas penduduk,
serta sarana dan prasarana Desa sebagai usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan;
b. usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan disampaikan oleh kepala Desa kepada Bupati;
c. Bupati melakukan kajian atas usulan untuk disesuaikan dengan rencana dan program pembangunan Daerah; dan
d. berdasarkan hasil kajian atas usulan, Bupati menetapkan
lokasi pembangunan kawasan perdesaan dengan Keputusan Bupati.
(3) Bupati dapat mengusulkan program pembangunan kawasan perdesaan di lokasi yang telah ditetapkannya kepada Gubernur dan kepada Pemerintah melalui Gubernur.
(4) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi dibahas bersama
Pemerintah Daerah untuk ditetapkan sebagai program pembangunan kawasan perdesaan.
(5) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari
Pemerintah ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
(6) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah Daerah Provinsi ditetapkan oleh Gubernur.
(7) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah Daerah ditetapkan oleh Bupati.
(8) Bupati melakukan sosialisasi program pembangunan kawasan
perdesaan kepada Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan masyarakat.
(9) Pembangunan kawasan perdesaan yang berskala lokal Desa
ditugaskan pelaksanaannya kepada Desa.
Pasal 31
(1) Perencanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa dan
tata ruang dalam pembangunan kawasan perdesaan dilakukan berdasarkan hasil Musyawarah Desa yang selanjutnya
ditetapkan dengan Peraturan Desa. (2) Pembangunan kawasan perdesaan yang memanfaatkan aset
Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa.
(3) Pelibatan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal: a. memberikan informasi mengenai rencana program dan
kegiatan pembangunan kawasan perdesaan;
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
80
b. memfasilitasi Musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati pendayagunaan aset Desa dan tata ruang
Desa; dan c. mengembangkan mekanisme penanganan
perselisihansosial.
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 32
(1) Pembangunan perdesaan dibiayai oleh Pemerintah Desa melalui
APB Desa yang merupakan rencana keuangan tahunan Desa. (2) Keuangan Desa bersumber dari APBN, APBD Propinsi, APBD
Kabupaten, Pendapatan Asli Desa, sumbangan atau hibah dari
pihak ketiga, dan pendapatan lain yang sah. (3) Keuangan Desa yang bersumber dari APBN sebagaimana
dimaksud ayat (1) disebut Dana Desa. (4) Keuangan Desa yang bersumber dari APBD Propinsi
sebagaimana dimaksud ayat (1) disebut Bantuan Keuangan
Desa. (5) Keuangan Desa yang bersumber dari APBD Kabupaten
sebagaimana dimaksud ayat (1) disebut Alokasi Dana Desa,
Bagi Hasil Pajak dan Retribusi, dan Bantuan Keuangan Desa.
Pasal 33
(1) Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (5) paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi daerah.
(2) Alokasi Dana Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat
(5) paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Pasal 34
(1) Pemerintah daerah kabupaten dapat memberikan bantuan keuangan yang bersumber dari APBD Kabupaten kepada Desa.
(2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
bersifat umum dan khusus. (3) Bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) peruntukan dan penggunaannya diserahkan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
81
sepenuhnya kepada Desa penerima bantuan dalam rangka membantu pelaksanaan tugas pemerintah daerah di Desa.
(4) Bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan pengelolaannya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah pemberi bantuan dalam rangka percepatan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 35
(1) Bantuan keuangan khusus sebagaimana dimaksud Pala 33 ayat (4) diinformasikan kepada desa dan dimasukkan dalam
APB Desa. (2) Peruntukan pembangunan Desa yang bersumber dari bantuan
keuangan khusus adalah pembangunan infrastruktur dan
pemberdayaan masyarakat bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.
(3) Pemerintah Desa menjadi pelaksana pembangunan yang bersumber dari bantuan keuangan khusus melalui mekanisme tugas pembantuan.
BAB VI SANKSI
Pasal 36
(1) Sanksi administrasi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda uang; c. penundaan pencairan; dan d. pembekuan keuangan.
(2) Pemerintah Desa yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4) dan (5), Pasal 6, Pasal 7 ayat (3) dan (4), dan Pasal 9
ayat (2), (3), dan (4) dikenakan sanksi administratif. (3) Pemerintah Desa yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 16
ayat (1) dan Pasal 19 ayat (1) dikenakan sanksi sesuai
peraturan perundang-udangan yang berlaku. (4) Tata cara pemberian sanksi diatur melalui Peraturan Bupati.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
82
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, RPJM Desa yang belum disesuaikan dengan RPJM Daerah masih tetap berlaku
sampai akhir tahun anggaran berjalan. (2) Dokumen-dokumen perencanaan pembangunan Desa yang
belum disesuaikan dengan Parturan Daerah ini masih berlaku sampai akhir tahun anggaran berjalan.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kabupaten Cilacap.
Ditetapkan di :
Cilacap Pada tanggal :
Bupati Cilacap,
H. TATTO S. PAMUJI
Diundangkan di Cilacap pada tanggal ........
Sekretaris Daerah Kabupaten Cilacap,
...........................
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ........NOMOR
…......
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
83
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP
NOMOR ……. TAHUN 2016
TENTANG
PEMBANGUNAN PERDESAAN DI KABUPATEN CILACAP
UMUM
Peraturan Daerah ini merupakan pengaturan lebih lanjut
dari keten-tuan Pasal 84 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan ketentuan-ketentuan lain dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Ta-hun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 ten-tang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa. Dengan pendasaran pada ketentuan-ketentuan di atas,
ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini mencakup
Pembangunan Desa, Pemba-ngunan Kawasan Perdesaan, dan Pembiayaan Pembangunan Perdesaan. Pembangunan Desa melingkupi perencanaan dan penyusunan dokumen-do-kumen
pembangunan Desa. Perencanaan Pembangunan Desa disusun me-lalui forum-forum partisipatif Desa yang terdiri dari
Musyawarah Desa dan Musrenbang Desa. Musyawarah Desa merupakan forum perencanaan Desa yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa. Hasil-hasil Mu-syawarah Desa
menjadi acuan dan dasar bagi pelaksanaan Musyawarah Pe-rencanaan Desa.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
(Musrenbangdes) ada-lah forum perencanaan pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerin-tah Desa untuk menyusun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa. Musrenbangdes se-bagai forum perencanaan partisipatif diarahkan untuk mengakomodasi as-
pirasi dan kehendak warga seluas-luasnya. Oleha karena itu, Musrenbang-des diawali dengan penyelenggaraan Musrenbang di
tingkat Rukun Tetang-ga (RT) dan Dusun. Pelaksanaan Pembangunan Desa mengatur tentang
bagaimana pelak-sanaan pembangunan di Desa dengan
mendasarkan pada sumber-sumber pembiayaannya. Untuk pembangunan dengan sumber biaya dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten, mekanisme penyelenggaraan kegiatan
pembangunan mengikuti ketentuan perundangan-undangan yang
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
84
berlaku. Sedang pembangunan yang bersumber dari Pendapatan Asli Desa secara di-selenggarakan dengan prinsip swakelola.
Sumber-sumber keuangan Desa terdiri dari Dana Desa yang bersum-ber dari APBN, Alokasi Dana Desa yang bersumber dari
APBD Kabupaten, Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan Kabupaten, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi dari Daerah, Pendapatan Asli Desa, dan lain-lain yang sah. Masing-masing
sumber keuangan Desa memiliki karakteristik yang ber-beda-beda sehingga memerlukan pengelolaan dan mekanisme pertanggung-jawaban yang berbeda.
Selain itu, beberapa hal prinsip yang diatur dalam adalah terkait ketertiban dan sustainabilitas dokumen-dokumen
perencanaan pembangunan Desa yang memiliki kesesuaian dengan dokumen-dokumen perencanaan Pembangunan Daerah. Keselarasan RPJM Desa dengan RPJM Daerah penting agar alur
pembangunan Desa memiliki keterkaitan konseptual dan praktis dengan pembangunan Daerah. Untuk mewujudkan kesesuaian
tersebut, diatur peran-peran Pemerintah Daerah dalam memastikan dokumen-dokumen perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan Daerah melalui mekanisme pendampingan,
asistensi, koreksi, dan evaluasi. Peraturan Daerah ini menjadi pedoman bagi Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Desa serta pihak-pihak terkait dalam
konteks penyelenggaraan pembangunan perdesaan. Harapannya, Peraturan Daerah ini dapat mengakselerasi pembangunan Desa
menuju kemandirian dan kesejahteraan. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas Pasal 3
Huruf a Yang dimaksud berkelanjutan adalah daya dukung
lingkungan berjangka panjang dan terus-menerus. Pengelolaan lingkungan memperhatikan keseimbangan ekologi dan ekosistem sehingga tingkat kemanfaatannya
berdurasi panjang dan isa dinikmati oleh generasi berikutnya.
Huruf b
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
85
Pembangunan partisipatif adalah praktik pembangunan dengan melibatkan masyarakat Desa secara
proporsional. Keterwakilan masyarakat dari sisi gender, profesi, agama, kelompok-kelompok sosial lainnya.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Musyawarah Desa merupakan forum pertemuan dari seluruh pemangku kepentingan yang ada di Desa, termasuk
masyarakatnya, dalam rangka menggariskan hal yang dianggap penting dilakukan oleh Pemerintah Desa dan juga
menyangkut kebutuhan masyarakat Desa. Hasil ini menjadi pegangan bagi perangkat Pemerintah
Desa dan lembaga lain dalam pelaksanaan tugasnya.
Yang dimaksud dengan “unsur masyarakat” adalah antara lain tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat,
tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok perajin, kelompok perempuan, dan kelompok masyarakat miskin.
Ayat (2)
Hal yang bersifat strategis adalah menyangkut
penataan Desa, perencanaan Desa, kerja sama Desa, rencana investasi yang masuk ke Desa, pembentukan BUM Desa, penambahan dan pelepasan aset Desa, dan kejadian
tertentu yang dianggap luar biasa dan berpengaruh terhadap perubahan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan Desa.
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Musyawarah Desa dilaksanakan setiap tahun oleh
BPD pada Bulan Juni. Musdes yang diselenggarakan pada tahun anggaran berjalan tersebut digunakan untuk
menyusun perencanaan pembangunan tahun berikutnya. Pasal 6
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
86
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Musrenbang Desa didahului oleh Musrenbang tingkat RT dan Dusun. Pemerintah Desa memfasilitasi dan membiayai pelaksanaan Musrenbang RT dan Dusun. Hasil
Musrenbang RT dan Dusun menjadi materi bagi Musrenbang Desa.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas Pasal 7
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Musrenbang dalam rangka menyusun RKP yang
diselenggarakan pada tahun anggaran berjalan diperuntukkan untuk tahun anggaran selanjutnya. Sebagai
contoh penyusunan RKP tahun anggaran 2016 diperuntukkan untuk tahun 2017. Begitu serterusnya mengikuti siklus yang tetap kecuali terdapat kejadian-
kejadian yang dianggap luar biasa.
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 8 Cukup jelas
Pasal 9
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
87
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
(RKP Desa yang ditetapkan pada tahun anggaran berjalan diperuntukkan untuk tahun anggaran berikutnya.
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “kondisi objektif Desa” adalah
kondisi yang menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik
mengenai sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan
mempertimbangkan, antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga, keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan
marginal, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan perdamaian, serta kearifan lokal.
Pasal 11
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pagu indikatif Desa adalah perkiraan jumlah
maksimum anggaran yang diberikan kepada Desa untuk
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
88
setiap program sesuai dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten. Pagu
Indikatif Desa bukanlah alokasi dana yang diberikan kepada Desa sehingga menjadi pegangan bagi setiap Desa dalam
menyusun dan merencanakan kegiatan pembangunan masing-masing.
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 12 Huruf a
Yang dimaksud pendampingan adalah memberikan asistensi, konsultansi, dan bimbingan terhadap Desa dalam menyusun RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa.
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas
Huruf e Cukup jelas
Huruf f Cukup jelas
Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud kebutuhan pembangunan adalah pembangunan-pembanguan yang berskala lokal desa yang
tidak bisa dibiayai oleh APB Desa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
89
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kriteria kewenangan lokal berskala Desa meliputi: a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan
dan pemberdayaan masyarakat;
b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;
c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat Desa;
d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa; dan
f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten.
Kewenangan lokal berskala Desa meliputi:
a. bidang pemerintahan Desa,
b. pembangunan Desa;
c. kemasyarakatan Desa; dan
d. pemberdayaan masyarakat Desa.
Ayat (3) Cukup jelas
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
90
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5)
Keadilan gender adalah pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan secara sosial, politik, dan budaya. Pembangunan berkeadilan gender adalah pembangunan
yang tidak diskriminatif terutama kepada kelompok perempuan karena perbedaan jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama atas pembangunan
Desa. Maka pembangunan Desa diarahkan untuk mengkover kebutuhan masyarakat berdasar pembagian
peran-peran sosial, politik, dan budaya secara seimbang dan proporsional.
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Program sektoral adalah kegiatan pembangunan pada sektor atau bidang tertentu secara khusus. Misalnya sektor pertanian, kesehatan, atau pendidikan. SKPD sebagai
pelaksana pelaksana teknis kegiatan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pembangunan sektoral di Desa.
Ayat (2)
Pengintegrasian program sektoral dan program daerah
ke dalam pembangunan Desa dimaksudkan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih program dan anggaran sehingga terwujud program yang saling
mendukung. Pemerintah kabupaten/kota memberitahukan kepada
kepala desa mengenai lingkup urusan pemerintahan yang akan ditugaskan pada tahun anggaran berikutnya segera setelah ditetapkannya PPAS. Ketentuan ini didasarkan pada
Pasal 41 PP no. 7 tahun 2008.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “didelegasikan
pelaksanaannya” adalah penyerahan pelaksanaan kegiatan,
anggaran pembangunan, dan aset dari Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten kepada Desa. Ketentuan ini mendasarkan pada
Pasal 22 Ayat (1) UU No. 6 tahun 2014.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
91
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 19 Ayat (1)
Pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai
APBD berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden (Perpres Nomor 4 Tahun
2015). Ayat (2)
Tata cara pengadaan barang dan jasa di Desa yag pembiayaannya bersumber dari Pendapatan Asli Desa diatur
melalui Peraturan Bupati dengan tetap berpedoman kepada Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Pengadaan barang dan jasa melalui penyedia barang
dilakukan dengan mekanisme penunjukkan langsung atau
seleksi sederhana. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk
langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa. Sedang seleksi sederhana adalah metode pemilihan penyedia Barang/Jasa dengan cara memilih salah satu dari 3 (tiga) penyedia
Barang/Jasa.
Ayat (3) Yang disebut masa transisi adalah waktu belum
ditetapkannya aturan-aturan teknis dalam Peraturan Bupati
tentang pengadaan Barang/Jasa di Desa atau terjadi perubahan menyeluruh pada Peraturan Bupati yang membutuhkan waktu untuk sosialisasi.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
92
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas Ayat (6)
Nilai swakelola kabupaten adalah jumlah biaya kegiatan pembangunan yang bersumber dari APBD Kabupaten yang ditetapkan sebagai standar minimal
kegiatan pembangunan dapat dilaksanakan secara swakelola. Contoh nilai swakelola Kabupaten adalah Rp.
150.000.000,- – 200.000.000,- Maka nilai swakelola Desa tidak diperbolehkan melebihi Rp. 150.000.000,-.
Ayat (7) Cukup jelas
Pasal 22 Ayat (1)
Pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yaitu pertama menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau
kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kedua menekankan pada proses menstimulasi,
mendorong atau memotivasi individu atau kelompok agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya. Pemberdayaan
masyarakat engarahkan agar individu dalam masyarakat memiliki kemandirian dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
93
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24 Cukup jelas
Pasal 25 Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Pembangunan partisipatif adalah pembangunan yang melibatkan masyarakat secara proporsional. Masyarakat
memiliki ruang yang cukup untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksaan, dan evaluasi pembangunan di Desa. Mekanisme keterlibatan bisa dilakukan secara
langsung atau proporsional yang mewakili unsur-unsur yang ada dalam suatu Desa dari sisi ketrewakilan gender, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh
pendidikan, dan kelompok sosial lainnya.
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 27 Cukup jelas
Pasal 28
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
94
Cukup jelas
Pasal 29 Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Anggaran bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara” adalah anggaran yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.
Yang dimaksud dengan “pendapatan asli Desa” adalah pendapatan yang berasal dari kewenangan Desa
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan skala lokal Desa.
Yang dimaksud dengan “lain-lain pendapatan Desa
yang sah” adalah antara lain pendapatan sebagai hasil kerja sama dengan pihak ketiga dan bantuan perusahaan yang berlokasi di Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 33 Cukup jelas
Pasal 34
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
95
Cukup jelas
Pasal 35 Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR
…......
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
96
Notulasi
PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DI KABUPATEN CILACAP
Kerjasama
Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap
Dengan
Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IAIN Purwokerto
2016
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
97
Notulen 1
Agenda : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Pembangunan
Perdesaan Di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Rabu, 17 Februari 2016
Waktu : 13.00 – 15.00 WIB
Tempat : IAIN Purwokerto
Harun Al Rosyid (Balegda)
Salam ....
Raperda Pembangunan Perdesaan yang kita bayangkan adalah
bahwa saat ini Pemda kesulitan untuk ikut membangun terutama
bidang infrastruktur di desa. Hal ini karena saat ini desa telah
memiliki dana yang relatif cukup besar. Padahal kalau kita kaji
lebih dalam, banyak kebutuhan fisik yang belum tercover oleh APB
Desa. Maka kami berharap Raperda ini dapat memberikan payung
hukum agar misalnya jalan-jalan yang berstatus desa bisa dibiayai
oleh APBD Kabupaten.
Ini akan terlihat kontras misalnya jalan yang menjadi aset Pemda
akan dibangun dengan sendirinya. Tentau masyarakat akan
membandingkan kenapa satu jalan di bangun sementara jalan lain
walaupun sama-sama di desa tidak di bangun. Masyarakat tidak
terlalu mempersoalakan terkait status apakah milik Desa atau
kabupaten.
Intinya bahwa keuangan desa yang saat ini sudah lebih besar
pada praktiknya sesungguhnya masih mengalami banyak
keterbatasan. Nah Pemerintah Daerah harus memberikan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
98
kontribusi yang lebih nyata kepada desa sehingga mereka bisa
berdaya dan sejahtera.
Heri (Balegda)
Di desa ada lembaga bernama LPPMD. LPPMD ini diatur oleh
Peratura Desa sebagai lembaga yang melaksanakan
pembangunan. Padahal kalau kita lihat dari perspektif regulasi,
LPPMD tidak memiliki payung hukum keberadaannya. Ini cukup
rawan apabila masyarakat memahami akan menjadi salah satu
sumber ketidakstabilan di Desa. Raperda ini juga akan mengatur
kewenangan lembaga-lembaga yang ada di Desa.
Rohim (Balegda)
Status aset desa juga menjadi salah satu perhatian kami. Banyak
aset Desa saat ini digunakan tidak sebagaimana mestinya. Contoh
sederhana banyak kepala Desa baru tidak memiliki bengkok
karena telah dijaminkan oleh kepala desa sebelumnya dan belum
selesai kontrak saat kepala desa tersebut berakhir atau hilang
statusnya. Ini persoalan bagaimana peyelesaiannya. Lalu
bagaimana dengan kepala desa yang baru, ia akan membiayai
pemerintahannya dari mana ketika aset yang dimiliki desa telah
dimanfaatkan oleh kades sebelumnya. Ini banyak kasus di
Cilacap.
Ujang (Balegda)
Pemeliharaan aset-aset desa seperti jalan desa atau jaringan
irigasi usaha tani yang saat ini kondisinya memprihatinkan.
Apabila mengandalakan keuangan desa, maka dapat dipastikan
aset tersebut akan terbengkelai. Maka penting untuk segera
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
99
dibentuk payung hukum agar phak lain terutama pemerintah
daerah dapat memberikan sumbangan nyatanya.
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Terminologi pembangunan perdesaan mengandung 2 pengertian.
Pertama adalah pembangunan desa dan kedua pembangunan
kawasan perdesaan. Pembangunan desa menitikberatkan pada
forum-forum perencanaan partisipatif di desa beserta output
dokumen pada masing-masing forum yang diselenggarakan. Isu
utama dalam pembangunan desa adalah partisipasi warga dalam
penyusunan perencanaan pembangunan desa.
Kemudian yang kedua terkait pembangunan kawasan perdesaan.
Isu utama di sini adalah kerjasama antardesa untuk mewujudkan
sebuah kawasan perdesaan dengan pemetaan kawasan pertanian,
permukiman, dan usaha desa lainnya. Artinya kawasan perdesaan
saat terkait dengan tata ruang wilayah yang secara otoritatif nanti
ditetapkan oleh bupati. Misalnya pembentukan kawasan desa
wisata, desa industri, desa agro industri, dll. Status kawasan
perdesaan berpengaruh terhadap intervensi pembangunan yang
akan dilakukan. Penetapan kawasan industri bisa terjadi di satu
atau beberapa desa dalam satu atau lebih wlayah kecamatan.
Selain itu isu penting dalam pembangunan perdesaan adalah
sumber-sumber keuangan desa. Hal ini terkait dengan mekanisme
pengelolaan kegiatan dan mekanisme pertanggungjawabannya.
Begitu halnya dalam pelaksanaan kegiatan, bisa dilakukan melalui
penyedia barang atau swakelola. Ini semua terkait dengan sumber
keuangan desa mana yang digunakan untuk membiayai
pembangunan di Desa.
Harun Al Rosyid (Balegda)
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
100
Baik terima kasih atas diskusi yang memberikan banyak
informasi. Kita akan lanjutkan pembahasan ini pada pertemuan
berikutnya. Kita tutup dengan bacaan hamdalah bersama.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
101
Notulen 2
Agenda : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Pembangunan
Perdesaan Di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Kamis, 18 Februari 2016
Waktu : 15.00 – 17.00 WIB
Tempat : IAIN Purwokerto
Harun Al Rosyid (Balegda)
Kita buka dengan bacaan basmalah. Selanjutnya kami persilahkan
kepada Tim Ahli untuk menyampaikan presentasinya.
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Cantolan utama Raperda ini adalah UU No. 6 Tahun 2014 tentang
Desa dan PP No. 43 Tahun 2014 dan PP No. 47 Tahun 2015.
Kemudian konsep dasar Raperda adalah Pembangunan Desa yang
titik fokusnya adalah perencanaan partisipatif dan dokumen
pembangunan desa. Isu krusial dalam fokus ini adalah forum-
forum perencanaan. Kita akan bahas Musdes dan Musrenbangdes
serta dokumen-dokumen outputnya seperti RPJM Desa dan RPK
Desa.
Fokus kedua adalah pembangunan kawasan perdesaan. Ini akan
mendorong Bupati untuk menentukan fokus pembangunannya
mau dijadikan apa desa-desa di kabupaten Cilacap. Ide dasarnya
adalah top down. Bagaimana membangun desa. Secara lebih detile
kita akan bahas pasal demi pasal. Terima kasih.
Didi H (Balegda)
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
102
Perlu ada pemisahan antara keuangan khusus yang masuk dalam
perencanaan desa. Perbup kita saat ini membatasi undang-
undang desa. Perbup secara kasat mata membatasi upaya inisiatif
untuk meningkatkan pembangunan di desa. Maka saya ingin agar
Raperda ini mengatur soal bantuan yang harus diberikan kepada
Desa.
Romelan (Balegda)
Substansi Permendes penting untuk mewarnai perda ini.
1. Payung hukumnya adalah: PP 43, 47
2. Permendesa No.1, 2, 3, 4, 5 tahun 2015
3. Ia menginginkan follow up dari permendes yang belum
ditemukan, terkait hak-hak dan kewenangan lokal desa. Mohon
agar bisa selancar lagi untuk mencari Permendes yang
eksplisit.
4. Konten-konten dalam perda dapat memasukkan pada surat
keputusan Dirjen Permendes.
5. Menambahkan 1 ayat, pada Musrenbangdes seharusnya ada
beberapa tahapan sebelumnya seperti Musrenbangdus sebgai
bentuk demokratis. Sebagai bentuk usulan ditingkat dusun.
6. Perlunya musdus dilaksanakan supaya kades tahu potensi
desa.
7. Musyawarah dusun dikembangkan dalam rangka partisipasi
masyarakat
8. Dalam lampiran ini perlu ada bagan proses pembangunan desa.
9. RKP adalah hasil musrenbangdes.
Helmi (Balegda)
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
103
Sudah masuk belum soal pemetaan potensi desa. Kalau belum
menurut saya itu penting. Kemudian soal pembentukan BUM
Desa dan bagaimana pengeloaannya.
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Beberapa ketentuan dalam Permendes terutama terkait ketentuan
skala lokal desa sudah kami adaptasi. Ini untuk memilah maa
urusan desa dan mana urusan pemerintah daerah. Di pasal
penjelas nanti terlihat, redaksinya bisa dilihat.
Kemudian soal BUM Desa, kita tidak mengatur secara detile
karena dibatas oleh ruang lingkup pembangunan perdesaan. BUM
Desa kami masukkan sedikit sebagai kerangka perjanjian atau
kerjasama antardesa.
Bahan yang sudah kami print out nanti bisa dibaca-baca, kami
harap pertemuan besok mendapat banyak masukan. Terima
kasih.
Harun Al Rosyid (Balegda)
Sudah cukup? Baik kita tutup dengan bacaan hamdalah.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
104
Notulen 3
Agenda : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Pembangunan
Perdesaan Di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Jum’at, 19 Februari 2016
Waktu : 13.00 – 15.30 WIB
Tempat : IAIN Purwokerto
Suheri (Balegda)
Menanyakan dasar hukum dana tidak terduga untuk bencana
sosial.
Dani Kusumastuti (Tim Ahli)
Ketentuan mengenai hal tersebut ada dalam permendagri. Nanti
saya cek yang terbaru.
Rokhim (Balegda)
Belum ada regulasi tentang aset desa masuk BUMDes, jangan
sampai diklaim pemerintah pusat. Hal ini harus diantisipasi
terkait aset dari PNPM, apakah mau dikategorikan hibah?
Dani Kusumastuti (Tim Ahli)
Adanya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, memberikan arah
yang lebih jelas dalam hal mengatur status kepemilikan dan
kewenangan pengelolaan kekayaan atau aset desa. UU ini
selanjutnya menjadi dasar legitimasi yang kuat bagi desa maupun
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
105
pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas pemeliharaan dan
pengaturan kepemilikan secara hukum. Termasuk mengelola aset
limpahan dari program PNPM yang sudah dihentikan. Sesuai
aturan seluruh aset program tersebut harus diserahterimakan
kepada pemerintah desa melalui forum Musyawarah Desa Serah
Terima (MDST). Proses serah terima tersebut sebagai tahapan
formal akhir program yang ditandai dengan penerbitan berita
acara. Selanjutnya, pemerintah desa-lah yang akan mengelola
aset-aset program PNPM yang sudahmenjadi aset desa sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Suheri (Balegda)
Menanyakan apakah ada regulasi mengenai kriteria-kriteria untuk
penentuan/pelolosan bantuan keuangan yang diusulkan desa?
Didi (Balegda)
RPJM desa adalah 5 tahun. Sementara masa jabatan kepala desa
adalah 6 tahun. Hal ini membawa potensi masalah. Bagaimana
hal ini dapat diantisipasi dalam raperda?
Harun Al Rasyid (Balegda)
Dalam kegiatan perencanaan keuangan desa, alokasi APB Desa
perlu pengaturan untuk memperjelas prosentasenya agar kepala
desa tidak bisa sewenang-wenang. Mohon dicari payung
hukumnya.
Romelan (Balegda)
Perlu ada payung hukum untuk desa menyelenggarakan lelang
pengadaan aset. Misalnya dimungkinkan pinjam ULP dari
kabupaten.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
106
Dani Kusumastuti (Tim Ahli)
Ketentuan mengenai pengadaan barang desa diatur melalui
peraturan bupati, yang mengacu kepada Peraturan Kepala
Lembaga kebijakan Pengadaan Barang Pemerintah (LKPP) nomor
22 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang Desa.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
107
Notulen 4
Agenda : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Pembangunan
Perdesaan Di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Kamis, 25 Februari 2016
Waktu : 10.30 – 13.00 WIB
Tempat : IAIN Purwokerto
Heri (Balegda)
Kita buka dengan bacaan basmalah bersama. Selanjutnya kami
persilahkan kepada Tim Ahli untuk mempresentasikan bahasan
lanjutannya.
Sony Susandra (Tim Ahli)
Pemaparan draft Raperda Pembangunan Perdesaan dari Pasal 19
sampai dengan pasal 24 bagian tiga pemantauan dan pengawasan.
Romelan (Balegda)
1. Menanyakan sumber dari mana yang menyebutkan tentang
Pemantauan dan Pengawasan Desa?
2. Pada ayat ke empat pasal 22 merupakan inprovisasi sendiri
atau dari mana?
Dani Kusumastuti (Tim Ahli)
Menjawab pertanyaan saudara Romelan yaitu Bersumber dari
Permendagri No. 114 Tahun 2014 Pasal 2 tentang Pedoman
Pengembangan Desa
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
108
Sony Susandra (Tim Ahli)
Bersumber dari improvisasi sendiri
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Soal pelaporan pengawasan, Pemerintah Desa bisa membuat
instrumen supaya seragam dibuat semacam tamplate/isian format
supaya mudah dibaca.
Didi Yudi Cahyadi (Balegda)
Mengusulkan agar yang mengusulkan masyarakat melalui BPD.
Yang membuat format sedianya adalah BPD
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Dengan perda ini kita pingin mempunyai instrumen aduan
masyarakat terkait dengan pembangunan perdesaan. Format
pemantaun adalah melalui SMS atau apapun.
Romelan (Balegda)
Perlu ditambah ayat tentang format pemantauan dapat dilakukan
melalui forum atau apapun dalam bentuk tertulis yang dituangkan
dalam bentuk berita acara.
Proses penyampaian hasil pemantauan masyarakat agar lebih
dipermudah dan sampai kepada pemerintah Desa serta alternatif-
altenatifnya. Mohon dibuatkan redaksi yang tepat.
Ada 2 redaksi yang sama pada pasal 24 dan 21 pada item
melaporkan hasil pemantauan.
Jangan ada redaksi tanggal dan bulan pada item b ayat 2 Pasal
23.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
109
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Penetapan APB Desa ditetapkan berdasarkan acuan dari
musrenbang tingkat Kabupaten.
Sony Susandra (Tim Ahli)
memaparkan BAB IV PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
tertuang pada pasal 25
Romelan (Balegda)
menanyakan Apa yang melatarbelakangi BAB IV?
mengusulkan perlu adanya definisi Pembangunan Kawasan
Perdesaan. Upayakan dibuat BAB Khusus Pengalihan Aset Desa
Ke Kabupaten dan Pendanaan Pembangunan Desa.
Sony Susandra (Tim Ahli)
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten tahun 2011-2031
Didi Yudi Cahyadi (Balegda)
Aset Desa menjadi Aset Kabupaten seperti halnya Jalan apakah
diatur dalam perda ini?
UU tentang Bantuan Keuangan Khusus
Harun Al Rosyid (Balegda)
Evaluasi terhadap perda ini apakah bisa dibuat per 1 tahun.
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
PP. 43 Tahun 2014 pasal 98 tentang bantuan keuangan bersifat
khusus
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
110
SIMPULAN:
Pembangunan kawasan perdesaan dihapus
Pembangunan hanya diwilayah desa setempat
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
111
Notulen 5
Agenda : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Pembangunan
Perdesaan Di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Rabu, 2 Maret 2016
Waktu : 13.00 – 15.00 WIB
Tempat : IAIN Purwokerto
Harun Al Rosyid (Balegda)
Salam .... kita buka dengan bacaan basmalah bersama. Kami
persilahkan kepada Tim Ahli menyampaikan draft naskah
akademik dan raperdanya. Kita fokus mendiskusikan tentang
mekanisme pelaksanaan pembangunan Desa.
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Secara regulasi, pelekasanaan pembangunan pemerintah
menggunakan beberapa cara, swakelola dan penyedia barang.
Swakelola untuk hal-hal tertentu yang kami sudah tampilkan di
raperda misalnya tidak menarik bagi penyedia, belum ada
kejelasan harga, pelaksanaan seminar, dll. Ini semua ada dalam
Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Desa
sesungguhnya menjadi lembaga terkecil dari pemerintah. Desa
juga mengelola keuangan pemerintah, mestinya pengelolaan
pembangunan mengacu pada erpres dimaksud. Namun dalam
perpres itu juga disebutkan bahwa Desa dikecualikan.
Pembangunan di desa dalam Perpres Nomor 4 tahun 2015
eksplisit diatur melalui Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
112
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dalam LKPP tersebut,
pembangunan desa secara hukum dimandatkan kepada bupati
untuk menerbitkan Perbup. Prinsipnya adalah pembangunan yang
bersumber dari PADes menggunakan swakelola. Sementara
pembangunan Desa yang sumbernya APBD dan APBN mengikuti
aturan yang berlaku atau Perpres.
Bagaimana kalau belum ada Perbup atau sedang mengalami
perubahan, Pemerintah Daerah bisa membentuk tim asistensi
yang berfungsi mendampingi dan meningkatkan kapasita
Pemerintah Desa dalam pelaksanaan pembangunan hingga Perbup
yang baru dan aturan-aturan teknis telah ditetapkan. Keberadaan
tim asistensi ini bersifat “dapat” dan apabila sudah ada kejelasan
tim ini tidak berlaku.
Heri (Balegda)
Bagaimana dengan pelaksanaan pembangunan yang bersumber
dari APBD yang pelaksanaannya adalah desa karena obyeknya
adalah kewenangan Desa berskala lokal? Mekanisme
penugasannya bagaimana ? kalau menggunakan mekanisme pasti
akan repot.
Harun Al Rosyid (Balegda)
Bisa tidak APBD Kabupaten mengalokasikan untuk obyek yang
berskala lokal Desa ?
Rokhim (Balegda)
Aset eks PNPM juga penting untuk diinventarisasi. Saat iini asenya
mencapai milyaran dan berlokasi di Desa. Bahkan dulu sebagian
juga penting untuk diinventarisasi. Saat iini asenya mencapai
milyaran dan berlokasi di Desa. Bahkan dulu sebagian
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
113
menggunakan aset desa untuk pengadannya. Seperti PAUD dan
jalan desa saat ini tidak bertuan.
Isma’il (Balegda)
Simpan pinjam juga harus dimasukkan sebagai aset Desa. Terus
ini mas, pengadaan seperti lelang di Desa saat ini belum ada
pejabat yang memiliki sertifikasi. Padahal untuk lelang kan
memiliki standar sendiri.
Romelan (Balegda)
Yang juga penting terkait isu skala lokal desa. Substansi
Kemendes penting dimasukkan walaupun tidak menjadi
konsideran. Saya kira banyak hal yang ada di kemendes kita
masukkan agar definis skala lokal desa tidak rancu. Kemudian
apakah ada landasan hukumnya bahwa skala lokal desa bisa
dibiayai oleh APBD?
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Aset eks PNPM isunya akan diambil oleh Pusat melalui kemendes.
Kita perlu mengecek apakah setelah PNPM berakhir ada serah
terima atau tidak. Saat ini tidak ada pengurus PNPM, artinya ini
berbahasa apabila ada yang megklaim. Desa juga tidak ada
dokumen yang menunjukkan kepemilikannya.
Terkait dengan mekanisme pembangunan di desa apa ada yang
perlu dipertegas? Intinya mekanisme sesuai dengan sumber dana.
Nita Triana (Tim Ahli)
Pasal 98 ayat 4 PP 43 tahun 2014: Bantuan keuangan yang
bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peruntukan
dan pengelolaannya ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
114
bantuan dalam rangka percepatan pembangunan Desa dan
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan desa kalau kita melihat
Kemendes merupakan kewenangan desa berskala lokal.
Pasal 5 Permendes No. 1 tahun 2015. Kriteria kewenangan lokal
berskala Desa meliputi: kewenangan yang mengutamakan
kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Kemudian
pasal 7, Kewenangan lokal berskala Desa meliputi: bidang
pemerintahan Desa, pembangunan Desa; kemasyarakatan Desa;
dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Dengan perbandingan regulasi ini maka APBD kabupaten dapat
dialokasikan pada pembangunan desa pada bidang yang menjadi
kewenangan lokal berskala desa.
Harun Al Rosyid (Balegda)
Sudah dapat kejelasan semua? Baik kita cukupkan pertemuan ini
dengan bacaan hamdalah bersama.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
115
Notulen 6
Agenda : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Pembangunan
Perdesaan Di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Rabu, 16 Maret 2016
Waktu : 13.00 – 15.30 WIB
Tempat : IAIN Purwokerto
Harun Al Rosyid (Balegda)
Salam .... kita buka dengan bacaan basmalah bersama.
Selanjutnya kami persilahkan kepada Tim Ahli untuk
menyampaikan presentasinya. Kami berharap pertemuan ini
sudah bisa memfinalisasi draft naskah akademik dan raperdanya.
Monggo.
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Terima kasih ... salam.
Yang pertama soal peran camat, kita eksplisitkan masuk sebagai
bagian dari pemerintah daerah yang memiliki peran fasilitator,
asistensi, pembaca, dan pelaksana evaluasi atas dokumen-
dokumen desa. Selanjutnya soal apa perlu RPJM Desa dibaca oleh
Pemerintah Daerah. Kami mempertahan ini karena amanat UU
dan PP bahwa RPJM Desa harus sesuai dengan RPJM Daerah.
Cara yang paling mungkin untuk mewujudkan amanat ini adalah
dengan pembacaan. Kita mengikuti alur sebelumnya, APBDesa
dibaca dan dievaluasi oleh Pemda, maka menurut kami yang
berkewajiban membaca dan menyesuaikan RPJM Desa dengan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
116
RPJMD adalah Pemerintah Daerah. Pelaksanaannya dilakukan
oleh SKPD terkait dan camat menjadi salah satu di dalamnya.
Hal lain yang sudah kita akomodasi dalam perubahan draft
raperda ini adalah terkait istilah-istilah yang disesuaikan dengan
kondisi riil di Cilacap. Misalnya penyebutan desa adat dihilangkan
karena di Cilacap tidak ada, begitu halnya istilah BPD langsung
kita tetapkan sebagai satu-satunya definisi.
Selanjutnya, menurut kami substansi perencanaan adalah
partisipasi, maka keterlibatan lebih luas menjadi penting. Musdus
bisa memfasilitasi hal itu. Bahwa ada satu desa dengan satu
dusun menurut saya tidak persoalan.
Itu sementara nanti kita sambung lagi dengan diskusi.
Romelan (Balegda)
Soal musdus saya sepakat dan tidak perlu dihilangkan. Bahkan
kalau saya usul agar lebih mengikat adalah musrenbang tingkat
RT. Soal dana, desa saat ini relatif ada dana dan menurut saya
tidak ada alasan untuk tidak menyelenggarakan partisipasi warga
sedalam mungkin. Mohon nanti ditambahkan pada pasal
musrenbang ada musrenbag tingkat RT.
Dalam catatan saya terkait perubahan RPJM Desa apa perlu pakai
peraturan desa. Usulannya peraturan kepala desa. Dalam keadaan
kedaruratan menrut saya masuk akal. Soal camat bagaimana
mas? Apa tugas pokonya dalam perda ini. Nanti tolong
diperlihatkan perubahannya.
Terakhir masalah kawasan perdesaan, saya usul Perda ini
mengamatkan bupati untuk menetapkan kawasan perdesaan
tertentu. Artinya sesuai dengan visi yang dimiliki, Bupati didorong
menetapkan suatu kawasan di Cilacap.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
117
Helmi (Balegda)
Ditekankan terkait pembentukan BUM Desa dalam kerangka
kerjasama desa. Biar nanti desa punya lembaga ekonomi yang
bekerja produktif.
Harun Al Rosyid (Balegda)
Soal nilai swakelola di bawah nilai kabupaten. Penting tidak untuk
menentukan nominal secara langsung. 500 juta misalnya. Angka
ini nanti bisa dijadikan patokan bagi kita untuk mendesakkan
kepapa eksekutif untuk alokasikan dana. Mekanismenya misalnya
melalui pengajuan proposal.
Sony Susandra (Tim Ahli)
Perda ini memang diarahkan menjadi pedoman bagi bupati untuk
menentkan kawasan perdesaan. Asumsinya kalau Pembangunan
desa adalah bottom up atau desa membangun, kalau
pembangunan kawasan perdesaan itu adalah top down atau
membangun desa. Yang awal perencanaan oleh warga penting,
sementara yang kedua penetapan dari top maker lebih dominan.
Dani Kusumastuti (Tim Ahli)
Penentuan angka swakelola Desa agak sulit karena mungkin juga
nilai kabupaten berubah. Maka konsepnya nilai swakelola desa di
bawah nilai kabupaten. Ini lebih fleksibel. Camat perubahannya
adalah bahwa ia menjadi bagian tetap dari tim pengkaji,
pendamping, dan evaluasi Desa. Bsa saja nanti Bupati
menetapkan tim khusus dengan jumlah tertentu untuk membaca
260 – an dokumen RPJM Desa dan RKP Desa selain APB Desa
yang selema ini sudah jalan.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
118
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Soal pertanggungjawaban pembangunan desa kita menyesuaikan
dengan sumber keuangan desa. Apabila dari PADesa maka
swakelola menjadi prinsip pengelolaan tanpa mengurangi nilai
akuntabilitas dan keterbukaan sesuai dengan praktik yang ada.
Selain sumber itu terutama dari APBD dan APBN maka mengikuti
pertauran yang ada dalam hal ini perpres tentang pengadaan
barang dan jasa.
Soal waktu pelaksanaan musyawrah menurut saya penting untuk
dieksplisitkan. RPJM Desa maksimal 3 bulan setelah Kades
dilantik, Musdes bulan Juni, RKP bulan September. Selai penting,
dalam PP yang mengatur pelaksanaan UU Desa secara eksplisit
juga mencantumkan bulan. Lalu hubungan dengan forum
perencanaan di Darah nanti menyesuaikan. Bahkan kalau tidak
berubah, musrenbangdes untuk RKP Daerah bulan februari,
Musrenbangkab bulan Maret. Artinya nanti bisa sinergi mengingat
proses perencanaan Desa bulan Juni di mana perencanaan
Daerah sudah selesai.
Harun Al Rosyid (Balegda)
Baik kalau sudah tidak ada, kita tutup dan hasil diskusi tadi kami
harap langsung menjadi dasar Tim Ahli untuk memfinalisasi. Kita
tutup dengan bacaan hamdalah. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
119
Notulen Public Hearing
Agenda : Penyusunan Naskah Akademik Pembangunan
Desa
Hari, Tanggal : Kamis, 31 Maret 2016
Waktu : 13.30 – 17.15 WIB
Tempat : DPRD Kabupaten Cilacap
Harus Al Rasyid (Balegda)
Salam .....
Selamat datang dan salam sejahtera
Sebelum nanti undangan menyampaikan masukan, kami
persilahkan terlebih dahulu Tim Ahli untuk menyampaikan
presentasinya kurang lebih 15 menit. Dipersilahkan.
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Salam ... terima kasih
Raperda Pembangunan Perdesaan merupakan pengaturan lebih
lanjut dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 201 tentang Desa dan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015.
Secara regulasi, pembangunan perdesaan mencakup 2 isu utama,
yaitu perencanaan pembangunan dan pembangunan kawasan
perdesaan. Isu utama dalam perencanaan pembangunan adalah
formula partisipasi warga. Maka dalam raperda ini diatur
ketentuan terkait bagaiamana musyawarah desa dan musrenbang
desa dilaksanakan.
Dalam isu kawasan perdesaan, desa-desa memungkinkan untuk
melakukan melakukan kerjasama baik dalam rangka
mengembangkan mengembangkan potensi yang dimilikinya
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
120
potensi yang dimilikinya maupun untuk mengkolaborasikan
maupun untuk mengkolaborasikan potensi potensi dari beberapa
desa yang berdampingan. Misalnya potensi wisata yang berada
dalam 2 atau lebih desa baik dalam satu atau lebih kecamatan.
Karena tidak dalam satu desa maka potensi tersebut harus
dikembangkan secara bersama dalam kerangka kerjasama.
Selain itu juga terkait dengan sumber-sumber pembiayaan
pembangunan perdesaan dimana saat ini Desa memiliki sumber
dana yang relatif besar, yaitu Dana Desa dari APBN, Alokasi Dana
Desa dari APBD Kabupaten, Bantuan keuangan dari APBD
Kabupaten dan Provinsi, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi, hibah,
dan sumber lain yang sah. Sumber-sumber keuangan ini
berkaitan dengan model dan pola pengeloaan kegiatan dan
mekanisme pertanggungajwabannya. (Presentasi ada pada slide)
Romelan (Balegda)
Saya menggantikan ketua Balegda yanga da kepentingan sebentar.
Perda ini memiliki hirarki yang cukup kuat dalam bidang
perundang-undangan di Negara kita, yaitu terdapat istilah
Pemerintahan Umum dan Pemerintahan Desa. Untuk memberikan
masukan, kami persilahkan terlebih dahulu dari Bappeda. Kami
persilahkan.
Wakil Kepala Bappeda :
Ada beberapa yang akan kami sampaikan:
1. Angka 8. Badan Permusyawaratan Desa disingkat BPD atau
yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang
melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
121
Tolong tidak disebut ada nama lainnya karena di Cilacap
namanya hanya BPD. Demikian juga angka 3. Desa adalah
Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat se-tempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerin-tahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Cukup sebut desa saja sesuai dengan
realitas di Cilacap. Demaikian juga Angka 5. Pemerintah Desa
adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa. Tidak perlu disebut nama lain.
Alasannya di Kabupaten Cilacap tidak ada lagi Desa Adat.
2. Apakah setiap musyawarah Desa bisa disebut Perencanaan
Pembangunan Desa. Ini yang perlu diklarifikasi nanti.
3. Pasal 33. (1) Pemerintah daerah kabupaten dapat
memberikan bantuan keuangan yang bersumber dari APBD
Kabupaten kepada Desa. (2). Bantuan keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat bersifat umum dan khusus. (3)
Bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada Desa penerima bantuan
dalam rangka membantu pelaksanaan tugas pemerintah
daerah di Desa. Bantuan keuangan yang bersifat khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan
pengelolaannya ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi
bantuan dalam rangka percepatan pembangunan Desa dan
pemberdayaan masyarakat. Kami minta penjelasan.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
122
4. Berkaitan dengan Musyawarah desa, musrenbang
ditentukan bulan juli. Tapi ada sebagian di wilayah Cilacap
yang pemilihannya diadakan pada bulan juli atau september.
Sehingga bulan september belum tentu bisa berjalan.
5. Musyawarah di tingkat dusun (usulannya). Memungkinkan
atau tidak Musyawarah tingkat Dusun. Karena masalah biaya
dan seterusnya. Apakah ada anggarannya.
6. Pasal 8 (3). Dan (4): (3). RPJM Desa dan RKP Desa
merupakan pedoman dalam penyusunan APB Desa. (4). Tata
cara penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tolong
disebutkan secara jelas, hal ini akan diatur selanjutnya oleh
Perbub.
7. Pasal 13, Itu normatif, tapi bagaimana jika ada bencana dst.
8. Pasal 14 (2). Apakah perubahan ini adalah hasil dari
musrenbang sebelumnya, atau ada musrenbang lagi. Terkait
dengan judul. Bagaimana jika mengacu pada Permendagri.
9. Sebelum UU desa diterbitkan, di kab cilacap, sudah ada
peraturan tentang pengelolaan keuangan desa cilacap,
apakah ini tidak menjadi acuan dalam raperda ini.
10. Perlu dijelaskan tentang kawasan perdesaan, perdesaan
bukan hanya satu desa tapi juga dan juga berbagai desa di
kabupaten. Perlu dijelaskan lebih fokus terhadap kawasan
perdesaan, di dalam Raperda ini lebih banyak berbicara
tentang Desa.
11. Pasal 27, Bagaimana dengan kegiatan Desa yang
mendatangkan ahli-ahli atau narasumber dari luar. Apakah
ini juga menjadi kewenangn skala lokal Desa
Romelan (Balegda)
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
123
Beberapa bisa langsung saya klarifikasi. Musrenbang RT itu
penting karena saat ini mereka memiliki dana operasional. Di awal
Pemerintah Dea menganggarakan dilaukannya Musrenbang
tingkat RT dan dusun. Soal apakah semua hasil Musdes menjadi
perencanaan pembangunan nanti dijelaskan oleh Tim Ahli.
Mendatangkan ahli desa lebih sebagai fasilitator. Dan saya kira
masih dalam kerngka pengelolaan swakelola. Berikutnya kami
persilahkan kepada Bapermas.
Bapermas 1
1. Redaksional. Di halaman 1 no 5. Ada tahun pake strip.
Redaksionalnya tidak pake strip. Tolong di edit.
2. Memutuskan dan menetapkan. Harus sesuai dengan judul.
3. Pasal 13 pemdes...dst..., kalau kita lihat , sesuai pasal 43
Permendragi. Sehingga pasal 13 tolong disesuaikan dengan
Pasal 43 (1), Permendragi. Thn 2014.
Bapermas 2
1. Pasal 5, perlu satu tambahan ayat setelah ayat 1, ditambahkan
Musdes diselenggarakan..
2. Pasal 25, terkait dengan pmbangunan kawasan perdesaan.
Kawasan perdesaan tidak hanya satu desa, minimal 2 desa
atau lebih.
3. Intinya tentang kawasan perdesaan lebih dari satu. Jadi perlu
ditekankan/diperjelas. Pembangunan perdesaan bisa meliputi
dua Desa dalam satu Kecamatan. Tolong lihat di
penjelasannya/dilengkapi.
Pemerintahan
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
124
1. Pasal 18, ini memang betul pngadaan barang dan jasa
mengacu pada Perbub saja, jadi tidak butuh Perda khusus
untuk pngadaan barang dan jasa (payung hukumnya adalah
peraturan tata pemerintahan dan Peraturan Kepala LKPP)
2. Pasal 19. ( Pasal 18 dan 19... intinya tidak perlu karena sudah
ada Perbub).
3. Pasal 15 (4), dan Pasal 17 (3). Ini kurang mnggambarkan secara
global dulu tentang permendagri: pmbangunan desa adalah
dst... (Permendragi pasal 52 dan pasal 53 permendragi dalam
hal ketentuan...dst...., Intinya harus selalu melihat
PERMENDAGRI.
Camat Bantarsari
1. Desa harus kita lihat sebagai entitas pemerintahan terendah.
Jadi segala sesuatu yang ada di desa dapat di analogikan
dengan pemerintahan diatasnya.
2. RPJM Daerah dan LKP berbeda dalam berlakunya. Berapa
tahun dan seterusnya. Maka akan sulit untuk
menyesuaikannya.
3. Belum tercantum unsur perempuan.
4. Belum mngatur kerjasama antar kawasan.
5. Untuk penyedia barang dan jasa adalah TPK (Tim Pelaksana
Kegiatan).
6. Musyawarah desa..., pada pasal 3, cukup rancaangan
RPJMDes. Sedangkan rancangan RKP des ada di forum lainnya.
7. Musyawarah desa yang umum atau untuk buat RPJMDes..?,
krn berbeda waktunya. Kalau bulan juni saklek, lha kalau ada
pemilihan desanya bulan juni gimana?
8. Tidak perlu ada musdus dulu, karena ada desa yang hanya
terdiri dari satu dusun.
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
125
9. Belum melihat peran Kecamatan sebagai kepanjangtanganan
Bupati.
10. Pasal 10 (1). Kalo RPJMDesa ditetapkan oleh peraturan desa
RKPdes ditetapkan dg peraturan kepala desa.
11. Pasal 10 huruf e..., maksudnya apa ?
12. Apa betul dikoreksi. Apakah mampu kabupaten mngoreksi
RPJMDes yang jumlahnya 260 desa.
Camat Kroya
1. Musdus. Kalo di cermati RT punya stempel..dusun koq gak
punya stempel.
2. Yang kita butuhkan bukan Perda yang umum, tetapi aturan
yang lebih teknis. Mestinya perda ini ke situ, mengatur secara
teknis di lapangan agar kami tidak kebingunan.
Bagian Hukum
Perda ini tidak mencerminkan apa yg dibutuhkan desa saat ini,
khususnya masalah keuangan dan pengadaan barang dan jasa.
Malah lebih lengkap di Permendagri. Harusnya yang masyarakat
butuhkan justru yang sifatnya lebih teknis.
Romelan (Balegda)
Kami persilahkan Tim Ahli memberikan respon secara singkat.
Ahmad Muttaqin (Tim Ahli)
Pertama akan kami sampaikan bahwa Musdes dengan
Musrenbangdes berbeda dari penyelenggaranya. Musdes
diselenggarakan oleh BPD, sedang Musrenbangdes oleh
Pemerintah Desa. RPJM Desa dan RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa, maka forumnya adalah Musrenbangdes. BPD
Naskah Akademik Raperda Pembangunan Perdesaan Kabupaten Cilacap
126
menyelenggarakan Musdes untuk memberi materi bagi
pelaksanaan Musrenbangdes. Maka hasil Musdes lebih bersifat
strategis dan umum.
Kemudian soal penetapan RPJM Desa dan RKP Desa. Kedunya
berdasar PP No. 43 Tahun 2014 ditetapkan oleh Peraturan Desa.
Begitu halnya apabila terjadi perubahan pada RPJM Desa,
forumnya adalah Musrenbangdes.
Lalu usulan Perbub mendasari Perda. Agak aneh karena struktur
peraturan di Indonesia tdak seperti itu. Dan pendasaran regulasi
Perda ii adalah UU desa yang lahir tahun 2014. Sementara Perbub
yang ada lahir sebelum UU Desa diundangkan. Bahwa secara
substansi apabila tidak bertentang dengan parturan lainnya yang
lebih atas, kami sepakat. Kemudian sifat Perda yang teknis
menurut saya kurang tepat. Karena Perda nanti akan mendasari
lahirnya Perbub. Kalau kita baca, paling tidak Perda ini
mengamanati munculnya 4 Perbub sebagai penjabaran teknisnya.
Soal membaca RPJM Desa. Amanat undang-undang adalah bahwa
RPJM Desa harus sesuai dengan RPJM Daerah. Bagaimana
caranya kita menyesuaikannya kalau tidak kita baca satu per
satu. Soal teknis menurut saya itu lain. Dalam Raperda ini kami
menawarkan alternatif adanya tim khusus yang terdiri dari camat
dan dinas terkait.
Terima kasih, bagi yang belum terklarifikasi secara langsung, akan
kami tindak lanjuti segera dalam formulasi Raperda yang teraudit
nanti. Dan masukan bapak ibu sudah kami catat.
Romelan (Balegda)
Baik saya kira cukup. Kita tutup dengan bacaan hamdalah dan
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
top related