modul a anstruk
Post on 31-Jan-2016
283 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA STRUKTUR
MODUL A
LENDUTAN PADA BALOK STATIS TAK TENTU
KELOMPOK
Junaidi Sidiq 1106015825
Inda Annisa Fauzani 1106010300
Reihan M. Naser 1106019823
Salman Hafizh 1106016361
Tanggal Praktikum : 27 September 2013
Asisten Praktikum : Rara Diskarani
Tanggal Disetujui :
Nilai :
Paraf :
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2013
Universitas Indonesia
LENDUTAN PADA BALOK STATIS TAK TENTU
1.1 Tujuan Percobaan
1.1.1 Menentukan besar lendutan di titik yang telah ditentukan dari sebuah balok
statis tak tentu yang dibebani oleh beban tersebut.
1.1.2 Membandingkan hasil percobaan dengan hasil teoritis
1.2 Peralatan
Besar lendutan dan kemiringan/putaran sudut dari sebuah struktur statis
tertentu yang diberi beban dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari
ketiga metode di bawah ini:
1.2.1 Metode Unit Load
Δc=∫0
L M . m.d x
EI
dimana:
M = momen akibat beban W
m = momen akibat satu satuan gaya (unit load) yang bekerja pada titik
C
θc=∫0
L M . m. d x
EI
dimana:
M = momen akibat beban W
m = momen akibat satu satuan momen (unit moment) yang bekerja
pada titik C
1.2.2 Metode Moment Area
Universitas Indonesia
Gambar 1 Unit Load Method untuk Balok Sederhana
θB =perubahan kemiringan/putaran sudut akibat beban antara A dan C
A1A = (A1 adalah daerah yang diarsir yang dapat dilihat pada Gambar A.2)
Δc = Besar lendutan di titik C
1.2.3 Metode Conjugated Beam
Metode Moment Area dengan Conjugated Beam berhubungan erat sekali.
Teori Moment Area cenderung kea rah geometrid an kurva elastic. Sementara
konsep Conjugated Beam menggunakan analogi antara putaran sudut dengan gaya
lintang dan lendutan
dengan momen.
Universitas Indonesia
Gambar 2 Metode Momen Area untuk Balok
Sederhana
Note: Dimana bidang M/EI sebagai bean
Gambar 3 Metode Balok Konjugasi untuk Balok
Sederhana
Dimana:
Δc = momen lentur di titik C akibat beban M/EI = besar lendutan di titik
C (=PL3/48EI0
φ A = RA’= gaya lintang di A = putaran sudut di titik A (=PL2/16EI)
φB = RB’= gaya lintang di B = putaran sudut di titik B (=PL2/16EI)
1.2.4 Merode Integrasi
Salah satu metode penyelesaian dalam mencari nilai lendutan dan putaran
sudut adalah dengan metode integrasi yang dikenal juga dengan teori elastis.
Berikut ini adalah rumus dalam mencari nilai lendutan dan putaran sudut.
d2 ydx2 =
M x
EI→ RumusUmum
dydx
=−1EI ∫ M x dx+C1= tanθ=besar putaran sudut
Y=∬−M x
EId x+C1 x+C2=besar lendutan
1.3 Peralatan
Alat-alat:
2 – HST. 1301 Penyangga Ujung
1 – HST. 1302 Penyangga Perletakan Rol
1 – HST. 1303 Pengatur Rol
1 – HST. 1304 Pelat Jepit
3 – HST. 1305 Jepit Penggantung
3 – HST. 1306 Penyambung Gantungan
3 – HST. 1307 Penggantung Besar (tempat beban)
3 – HST. 1309 Penggantung Ujung
1 – HST. 1310 Penyangga Perletakan Ganda
1 – HST. 1311 Pengatur Perletakan
1 – HST. 1312 Penggantung Kecil
2 – HST. 1313 Ujung Sisi Tajam (knife edge)
Universitas Indonesia
Gambar 4 menunjukan pengaturan yang biasanya digunakan untuk lentur
plastis (plastic bending) pada balok dengan ujung-ujung yang sudah disusun
(built-in ends). Untuk maksud di atas, pada salah satu ujungnya didesain
perletakan yang memperbolehkan adanya pergeseran lateral. Balok ini dapat diuji
dengan perletakan rol di tengah bentang seperti yang telah ditunjukan atau
alternativenya digunakan di salah satu ujung balok. Struktur seperti ini juga dapat
digunakan ujung tajam (knife ends) dan rol.
Gambar5 menunjukan alat peraga struktur statis tak tentu dengan balok elastis
yang ujung-ujungnya bisa diatur. Untuk maksud di atas, pada salah satu ujungnya
didesain perletakan yang memperbolehkan adanya pergeseran lateral. Untuk
menghasilkan struktur statis tak tentu, perletakan dapat diatur sedemikian rupa
Universitas Indonesia
Gambar 4 Alat Peraga untuk Kondisi Lentur Plastis
Gambar 5 Alat Peraga untuk Percobaan Lendutan Struktur Statis Tak
Tentu
untuk menghasilkan struktur statis tak tentu dengan memberikan perletakan jepit-
jepit dan jepit-rol dengan besar dan tipe beban yang dapat divariasikan.
Gambar 6 menunjukan kantilever dengan beban terbagi merata. Variasi yang
dapat dilakukan seperti menimbulkan putaran sudut dan lendutan akibat beban
terpusat, teori timbal balik, dan lain-lain.
Gambar 7 menunjukan aplikasi dari beban terpusat dan beban ke atas
(upward load) pada struktur statis tak tentu. Banyak variasi yang dapat dilakukan
seperti menunjukan putaran sudut dan lendutan pada perletakan, beban
menggantung atau beban terbagi merata, teori timbal balik, dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Gambar 6 Alat Peraga Struktur Kantilever dengan Beban Terbagi
Rata
Gambar 7 Alat Peraga Struktur dengan Upward Load
Pengaturan-pengaturan seperti di atas dapat divariasikan menyesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing. Pengaturan-pengaturan ini dilakukan untuk
menunjukkan penggunaan berbagai jenis alat untuk berbagai aplikasi. Untuk
percobaan-percobaan seperti ini dimana dibutuhkan pengamatan lendutan yang
besar, dianjurkan penggunaan dari alat untuk bentang panjang (long travel gauge)
HAC 6 series.
1.4 Cara Kerja
PERCOBAAN 1: Mencari lendutan di titik A dan B pada balok dengan
perletakan jepit-jepit yang dibebani dengan beban terpusat pada tengah batang.
Gambar 8 Kondisi Percobaan 1
1. Mengatur perletakan untuk memenuhi kondisi jepit-jepit dengan
mengencangkan mur pada kedua perletakan sehingga perletakan tersebut
dapat menahan momen.
2. Mengukur dimensi pelat (b dan h) dengan menggunakan jangka sorong
dan bentang balok (L) dari as ke as dengan menggunakan meteran.
3. Meletakan dial gauge pada jarak 14
L, 12
L, dan 34
L dari perletakan jepit C
(sebelah kiri) dengan bantuan meteran untuk mengukur untuk membaca
besarnya lendutan di titik A, E, dan B.
4. Meletakan penggantung beban pada titik E (tengah bentang).
5. Menaruh beban 10 N pada penggantung beban, kemudian lakukan
pembacaan dial pada titik A, E, dan B.
Melakukan hal yang sama untuk variasi beban 20, 30, 40 dan 50 N
Universitas Indonesia
PERCOBAAN 2: Mencari lendutan di titik A dan B pada balok dengan
perletakan jepit-jepit yang dibebani dengan beban terpusat pada tengah
batang.
1. Mengatur perletakan untuk memenuhi kondisi jepit-jepit dengan
mengencangkan mur pada kedua perletakan sehingga perletakan tersebut
dapat menahan momen.
2. Mengukur dimensi pelat (b dan h) dengan menggunakan jangka sorong
dan bentang balok (L) dari as ke as dengan menggunakan meteran.
3. Meletakan dial gauge sejauh a dari perletakan jepit C, sejauh a dari
perletakan D, dan pada tengah bentang untuk membaca besarnya lendutan
di titik A, E, dan B.
4. Meletakkan penggantung beban pada titik E (tengah bentang).
5. Menaruh beban 10 N pada penggantung beban, kemudian lakukan
pembacaan dial pada titik A, E, dan B.
6. Melakukan hal yang sama untuk variasi beban 20, 30, 40 dan 50 N.
Universitas Indonesia
Gambar 9 Kondisi Percobaan 2
PERCOBAAN 3: Mencari lendutan di titik A dan B pada balok dengan
perletakan rol-jepit yang dibebani dengan beban terpusat pada tengah bentang.
Gambar 10 Kondisi Percobaan 3
1. Mengatur perletakn untuk memenuhi kondisi jepit-rol dengan cara
mengendorkan mur pengunci pada perletakan di sebelah kiri agar
perletakan tersebut menjadi perletakan jepit dan mengencangkan mur
pada perletakan sebelah kanan agar perletakan tersebut menjadi
perletakan rol.
2. Mengukur dimensi pelat (b dan h) dengan menggunakan jangka sorong
dan bentang balok (L) dari as ke as dengan menggunakan meteran.
3. Meletakan dial gauge sejauh a dari perletakan jepit C, sejauh a dari
perletakan D, dan pada tengah bentang untuk membaca besarnya lendutan
di titik A, E, dan B.
4. Meletakkan penggantung beban pada titik E (tengah bentang).
5. Menaruh beban 10 N pada penggantung beban, kemudian lakukan
pembacaan dial pada titik A, E, dan B.
6. Melakukan hal yang sama untuk variasi beban 20, 30, 40 dan 50 N.
1.5 Data Pengamatan
1.5.1 Percobaan 1
L = 90 cm
bbatang = 2,5 cm
hbatang = 0,5 cm
No. P (N)
δpraktikum (mm)
δA δB
Universitas Indonesia
1. 5 0,25 0,27
2. 10 0,57 0,56
3. 15 0,89 0,9
4. 20 1,17 1,2
5. 25 1,5 1,47
1.5.2 Percobaan
a = 30 cm
b = 30 cm
bbatang = 2,5 cm
hbatang = 0,5 cm
No. P (N)
δpraktikum (mm)
δA δB
1. 5 0,5 0,49
2. 10 0,9 0,9
3. 15 1,4 1,45
4. 20 1,8 1,85
5. 25 2,47 2,5
1.5.3 Percobaan 3
L = 90 cm
bbatang = 2,5 cm
hbatang = 0,5 cm
No. P (N)
δpraktikum (mm)
δA δB
1. 5 0,75 0,4
2. 10 1,6 0,81
3. 15 2,6 1,24
4. 20 3 1,53
5. 25 3,6 2,1
Universitas Indonesia
1.6 Pengolahan Data
1.6.1 Percobaan 1
No. P (N)
δpraktikum (mm)Δrata-rata (mm)
δA δB
1. 5 0.25 0.27 0.26
2. 10 0.57 0.56 0.565
3. 15 0.89 0.9 0.895
4. 20 1.17 1.2 1.185
5. 25 1.5 1.47 1.485
C dan D merupaka perletakan jepit-jepit, sehingga:
M c=18
PL=0.9 P8
= 112.5 Nmm
M c=18
PL=0.9 P8
= 112.5 Nmm
V C=0,5 P ( )
V D=0,5 P ( )
X
C A E B D
Universitas Indonesia
VC VD
M C=x (L−x)2
L2 × 1=225(900−225)2
9002 ×1=126.5625 Nmm
M D=(L−x )(x)2
L2 × 1=225(900−225)2
9002 ×1=42.1875 Nmm
∑ M C=0
126,5625−225+V D 900−42,1875=0
V D=225+42,1875−126,5625
900=0,15625 N
∑ M D=0
−42,1875+675+126,5625−V C900=0
V C=675+126,5625−42,1875
900=0,8438 N
Metode Unit Load, gaya dalam:
Interval CA: 0 ≤ x ≤ 225 (lihat kiri)
Mx = -112.5 P + 0.5 Px
mx = -126.5625 + 0.8438x
Interval AE : 0 ≤ x ≤ 225 (lihat kiri)
Mx = -112.5 P + 0.5P (x+225)
= 0.5Px
mx = -126.5625 + 0.8438 ( x+ 225) – 1.x
= 63.2925 – 0.15625x
Interval DE : 0 ≤ x ≤ 450 (lihat kanan)
Mx = -112.5P + 0.5Px
mx = -42.875 + 0.15625x
EI δ A=∫0
225
(−112.5 P+0.5 Px )(¿−126.5625+0.8438 x )dx+∫0
225
(0.5 Px ¿)(63.2925 – 0.1562 x )+(0,5 Px−112,5 P)(0,15625 x−42,1875)dx¿¿
EI δ A=14238.28125 Px−79.104375 P x2+0.14063 P x3|0
225+15.823125 P x2−0.26033P x3|0
225+0,026041666 Px 3−19,3359375 Px 2+4746,09375 Px|0
450
EI δ A=1898537.464 P
δ A=1898537.464 P
EI
Universitas Indonesia
x (N) y (mm)xy (Nmm)
x^2 (N^2)
1 5 0,295 1,475 252 10 0,59 5,9 1003 15 0,88 13,2 2254 20 1,175 23,5 4005 25 1,46 36,5 625
Total 75 4,4 80,575 1375
I= 112
b h3= 112
(25 )¿
a=n (Σ xy )− (Σ x ) ( Σ y )
n Σ ( x2)−¿¿
¿5 ( 80,575 )−(75 )(4,4)
5 (1375 )−¿¿ = 0,0583
E = 1898537.464
(0.0583 )(260.417)=125049,3058 N /mm4
δA=0,0583 P
No
.
P (N) δrata−rata(mm) δteori(mm) Kes. Relatif (%)
1. 5 0.26 0,2915 12.12
2. 10 0.565 0,583 3.186
3. 15 0.895 0,8745 2.2905
4. 20 1.185 1,166 1.6034
5. 25 1.485 1,4575 1.852
Tabel 1 Hasil Pengolahan Data Percobaan 1
Universitas Indonesia
5 10 15 20 250
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
Lendutan PraktikLendutan Teori
Beban (N)
Lend
utan
(mm
)
Grafik 1 Perbandingan LendutanPraktikum dan LendutanTeori
1.6.2 Percobaan 2
No. P (N)
δpraktikum (mm)Δrata-rata (mm)
δA δB
1. 5 0.5 0.49 0.4952. 10 0.9 0.9 0.93. 15 1.4 1.45 1.4254. 20 1.8 1.85 1.8255. 25 2.47 2.5 2.485
CA = 30 cm = 300 mm
AD = 60 cm = 600 mm
L = 90 cm = 900 mm
M c=18
PL=0.9 P8
= 112.5 Nmm
M c=18
PL=0.9 P8
= 112.5 Nmm
Universitas Indonesia
V C=0,5 P ( )
V D=0,5 P ( )
M D=x2(L−x)
L2 .1=3002(900−300)
9002 .1=66,67 Nmm
M C=x ¿¿= 300¿¿= 133,33 Nmm
∑ M C=0
-133,33+300−V D 900+66,67=0
V D=0,2593 N
∑ M D=0
−133,33+66,67−600+V C 900=0
V C=0,7407 N
Metode Unit Load
Gaya dalam:
Interval CA : 0 ≤ x ≤ 300 (lihat kiri)
Mx = -112,5 P + 0,5 Px
mx = -Mc+Vc.x
= -133,33+0,7407.x
Interval AE : 0 ≤ x ≤ 150 (lihat kiri)
Mx = -112,5 P + 0,5 P(x+300)
= 0,5 Px+37,5P
mx = -133,33+0,7407.(x+300)-1.x
= -0,2593x+88,88
Interval DE : 0 ≤ x ≤ 450 (lihat kanan)
Mx = -112,5 P + 0,5 Px
mx = -66,67+0,2593x
Universitas Indonesia
EI δA = (0,5Px-112,5P)(0,7407x-133,33)dx + (37,5P+0,5Px)( 0,2593x+88,88)dx + (0,5Px-112,5P)(0,2593x-66,67)dx
= (0,12345Px3 - 74,996875Px2 + 14999,625Px) + (-0,043217Px3 + 17,358125Px2 + 3333Px) + (0,043217 Px3 - 31,253125Px2 + 7500,375Px)
= (3333150 - 6749718,75 + 4499887,5 - 145857,375 + 390557,813 + 499950+ 3938149,125 - 6328757,813 + 3375168,75).P
= 2362529,25 . PδA = 2362529,25
EI . P
x (N) y (mm)xy (Nmm)
x^2 (N^2)
1 5 0,46 2,3 252 10 0,9425 9,425 1003 15 1,4175 21,2625 2254 20 1,8875 37,75 4005 25 2,3675 59,1875 625
Total 75 7,075 129,925 1375
I= 112
b h3= 112
(25 )¿
a=n (Σ xy )− (Σ x ) ( Σ y )
n Σ ( x2)−¿¿
¿5 (129,925 )−(75 )(7,075)
5 (1375 )−¿¿ = 0,0952
Universitas Indonesia
E = 2362529
(0.0952 )(260.417)=95295,1755 N /mm4
δA=0,0952 P
No
.
P (N) δrata−rata(mm) δte ori(mm) Kes. Relatif (%)
1. 5 0.495 0,476 3.83
2. 10 0.9 0,952 5.78
3. 15 1.425 1,428 0.211
4. 20 1.825 1,904 4.329
5. 25 2.485 2,38 4.225
Tabel 2 Hasil Pengolahan Data Percobaan 2
5 10 15 20 250
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Lendutan PraktikLendutan Teori
Beban (N)
Lend
utan
(mm
)
1.6.3 Percobaan 3
No. P (N)
δpraktikum (mm)Δrata-rata (mm)
δA δB
1. 5 0.75 0.4 0.5752. 10 1.6 0.81 1.2053. 15 2.6 1.24 1.924. 20 3 1.53 2.2655. 25 3.6 2.1 2.865
Menggunakan metode konsisten deformasi:
Universitas Indonesia
C A E B D
P
dimana:
CA = AE = EB = BD = 225 mm ; L = 900 mm ; CE=ED= 450mm
C A E B D
Interval CE : 0 ≤ x ≤ 450
M = 0
m = x
Interval ED : 0 ≤ x ≤ 450
M = -Px
m = x + 450
EI ΔC =∫0450
(-Px)(x+450)dx + 0 = (-1/3 Px3-225 Px2)0
450
= -30375000 P – 45562500 P = -75937500 PEI δCC = ∫0
450
(x2)dx +∫0450
(x+450)2 dx = (1/3 x3)0
450 + (1/3 x3 +450x2+202500x) 0450 = (30375000 + 30375000 + 91125000 + 91125000) = 243000000
Persamaan Kompatibilitas :
ΔC + VC δCC = 0
−75937500 PEI
+243000000 VcEI
=0
Universitas Indonesia
VC = 0,3125 P
VC+ VD - P = 0
VD = 0.6875 P
∑ M C=0
P (450 )+M D−V D 900=0
M D=−450 P+ (0.6875 P )900=168.75 P ( )
Gaya dalam:
Interval CA : 0 ≤ x ≤ 225 (lihat kiri)
M = 0.3125Px
Interval AE : 0 ≤ x ≤ 225 (lihat kiri)
M = 0.3125P(x+225)
Interval ED : 0 ≤ x ≤450 (lihat kanan)
M = 0.6875Px-168.75P
Interval BD : 0 ≤ x ≤ 225 (lihat kanan)
M = 0.6875Px-168.75P
Interval EB : 0 ≤ x ≤ 225 (lihat kanan)
M = 0.6875P(x+225)-168.75P
Interval CE : 0 ≤ x ≤ 450 (lihat kiri)
M = 0.3125Px
Lendutan di A:
1
C A E B D
C A E B D
Universitas Indonesia
1
Interval CA : 0 ≤ x ≤ 225
M = 0
m = x
Interval AD : 0 ≤ x ≤ 225
M = -x
m = x+225
EI ΔC = (-x)(x+225)dx + 0
= (-1/3 x3-112.5 x2)
= -153773437.5
EI δCC = (x2)dx + (x+225)2 dx
= (1/3 x3) + (1/3 x3 +225x2+50625x)0675
= (3796875+102515625+102515625+33834375)
= 243000000
Persamaan Kompatibilitas :
ΔC + VC δCC = 0
-153773437. 5 EI
+243000000 VcEI
=0
VC = 0.6328 N
Kontrol:
VC + VD – 1 = 0
VD = 0.3672 N
∑ M C=0
1 (225 )+M D−900 V D=0
M D=−225+ (0.3672 P ) 900=105.48 ( )
Universitas Indonesia
Gaya dalam:
Interval CA : 0 ≤ x ≤ 225 (lihat kiri)
m = 0.6328 x
Interval AE : 0 ≤ x ≤ 225 (lihat kiri)
m = 0.6328 (x + 225) – x
Interval ED : 0 ≤ x ≤450 (lihat kanan)
m = 0.3672 x – 105.48
EI ΔA = (0.3125Px)(0.6328x)dx + (0.3125P(x+225)) (0.6328(x+225) -
x)dx (0.6875Px-168.75P)(0.3672x-105.48)dx
= (0.0659Px3) + (-0.03825 Px3 + 9.3375 Px2 – 10011.09375 Px)
+ (0.08415 Px3 – 67.24125 Px2 + 17.799.75 Px)
= 750642.1875 P – 2215476.563 P + 2061365.625 P
= 5102050.781 P
δA =
5102050 .781EI
P
x (N) y (mm)xy (Nmm)
x^2 (N^2)
1 5 0,78 3,9 25
2 10 1,52 15,2 100
3 15 2,3 34,5 225
4 20 2,91 58,2 400
5 25 3,33 83,25 625Total 75 10,84 195,05 1375
I= 112
b h3= 112
(25 )¿
Universitas Indonesia
a=n (Σ xy )− (Σ x ) ( Σ y )
n Σ ( x2)−¿¿
¿5 (195,05 )−(75 )(10,4)
5 (1375 )−¿¿ = 0,1562
E = 195,251250
=139443,7717 N /mm4
δA=0,1562 P
No
.
P (N) δrata−rata(mm) δteori(mm) Kes. Relatif (%)
1. 5 0.75 0,781 4.13
2. 10 1.6 1,562 2.375
3. 15 2.6 2,343 9.885
4. 20 3 3,124 4.13
5. 25 3.6 3,905 8.472
Tabel 3 Hasil Pengolahan Data Percobaan 3
5 10 15 20 250
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Lendutan PraktikLendutan Teori
Beban (N)
Lend
utan
(mm
)
Grafik 3 Perbandingan LendutanPraktikum dan LendutanTeori
1.7 ANALISIS PRAKTIKUM
1.7.1 Analisis Percobaan
Universitas Indonesia
Tujuan dari percobaan Lendutan Pada Balok Statis Tak Tentu adalah
menentukan besar lendutan di titik yang telah ditentukan dari sebuah balok statis
tak tentu yang dibebani oleh terpusat, kemudian membandingkan hasil percobaan
dengan dengan hasil teoritis.
Sebelum memulai pratikum, sebelumnya dilakukan persiapan alat yaitu
alat peraga jembatan, beban, jangka sorong, meteran dan dial gauge. Dimensi alat
peraga dihitung untuk nantinya dimasukkan dalam perhitungam. Didapat panjang
alat peraga 900mm, b batang 25mm dan h batang sebesar 5mm. Dalam praktikum
ini dilakukan tiga jenis percobaan, yaitu untuk percobaan pertama, alat peraga
jembatan diatur sehingga memenuhi perletakan jepit-jepit. Kedua, perletakan
diatur jepit-jepit namun dengan jarak dial gauge yang berbeda dengan percobaan
pertama, dan yang ketiga perletakkan menjadi jepit-rol.
Setelah menyetel jenis perletakan, langkah pertama yang dilakukan pada
alat peraga adalah memasang dial gauge pada balok dengan jarak L/4 pada
masing-masing segmen. Karena panjang alat peraga adalag 900mm, maka
dipasang dua buah dial gauge dengan jarak antar kedua dial tersebut adalah 450
mm. Dial gauge berguna untuk mengetahui besaran lendutan yang timbul akibat
setiap beban yang ditambahkan pada penggantung beban. Sebelum memberikan
beban secara bertahap, dial gauge dikalibrasi ke angka nol terlebih dahulu untuk
mempermudah pembacaan dan perhitungan. Penggantung beban diletakkan pada
tengah-tengah balok peraga, dan diberikan beban secara bertahap sebanyak 5 kali
dengan masing-masing penambahan 5 N, yaitu sebesar 5, 10, 15, 20, dan 25 N.
Untuk tiap penambahan beban, dibaca angka pada masing-masing dial gauge yang
merupakan besar lendutan yang terjadi akibat beban yang diberikan.
Untuk percobaan kedua, alat peraga diatur menjadi perletakan jepit-jepit,
namun dengan jarak yang berbeda seperti percobaan pertama. Jarak yang
ditentukan untuk meletakkan dial gauge adalah sejauh 1/3 L dan 2/3 dari
perletakan C. Sama dengan percobaan pertama, beban diberikan secara bertahap
pada penggantung beban sebesar 5,10,15,20, dan 25 N dan kemudian membaca
masing-masing dial gauge.
Pada percobaan ketiga perletakkan dirubah menjadi rol-jepit, dimana
perletakkan sebelah kiri diubah menjadi rol. Caranya adalah dengan membuka
Universitas Indonesia
baut yang ada pada perletakan jepit sebelumnya. Jarak yang digunakan untuk
meletakkan dial gauge sama dengan percobaan pertama, yaitu 1/4 L. Setelah alat
peraga dipersiapkan, praktikan melakukan pemberian beban bertahap seperti pada
percobaan pertama dan kedua dan membaca lendutan yang terjadi pada titik
tersebut dengan kondisi perletakan rol-jepit
.
1.7.2 Analisis Hasil
Hasil yang didapat pada masing-masing percobaan akan dibandingkan
dengan hasil perhitungan lendutan secara teori. Perhitungan lendutan secara teori
dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu metode unit load, moment area,
conjugated beam dan metode integrasi. Untuk percobaan ini, metode yang
digunakan adalah metode unit load. Percobaan ini dilakukan pada balok statis tak
tentu, maka tidak bisa diselesaikan dengan cara statika biasa. Untuk mengetahui
reaksi perletakan dari struktur ini dapat dilakukan dengan cara consistent
deformation, clapeyron, slope deflection atau stiffness method.
Langkah pertama perhitungan pada percobaan pertama adalah
menghhitung persamaan momen akibat beban luar menggunakan metode
clapeyron. Setelah itu, menentukan persamaan momen di titik A akibat beban 1
satuan dengan menggunakan metode konsisten deformasi. Sesuai teori, titik A dan
B mempunyai besar lendutan yang sama karena strukturnya simetris dimana
perletakan jepit-jepit dan beban terletak pada tengah bentang. Dengan
menggunakan metode unit load didapatkan lendutan di titik A dan B.
Percobaan ketiga, persamaan momen akibat beban luar dihitung dengan
metode konsisten deformasi. Selanjutnya menentukan persamaan momen akibat
beban 1 satuan di titik A dan B. Besarnya lendutan di kedua titik tidaklah sama,
karena kondisi perletakan yang berbeda yaitu rol - jepit.
Hasil perhitungan didapatkan besar lendutan masing-masing percobaan.
Besar lendutan pada masing-masing percobaan adalah sebagai berikut:
No. P (N) δrata−rata(mm) δteori(mm) Kes. Relatif
(%)
1. 5 0.26 0,2915 12.12
2. 10 0.565 0,583 3.186
Universitas Indonesia
3. 15 0.895 0,8745 2.2905
4. 20 1.185 1,166 1.6034
5. 25 1.485 1,4575 1.852
Tabel 1 Hasil Pengolahan Data Percobaan 1
No. P (N) δrata−rata(mm) δte ori(mm) Kes. Relatif
(%)
1. 5 0.495 0,476 3.83
2. 10 0.9 0,952 5.78
3. 15 1.425 1,428 0.211
4. 20 1.825 1,904 4.329
5. 25 2.485 2,38 4.225
Tabel 2 Hasil Pengolahan Data Percobaan 2
No
.
P (N) δrata−rata(mm) δteori(mm) Kes. Relatif (%)
1. 5 0.75 0,781 4.13
2. 10 1.6 1,562 2.375
3. 15 2.6 2,343 9.885
4. 20 3 3,124 4.13
5. 25 3.6 3,905 8.472
Tabel 3 Hasil Pengolahan Data Percobaan 3
Dari tabel tersebut dapa dianalisa bahwa pada percobaan pertama dan
kedua yang mempunyai kondisi perletakan yang sama yaitu perletakan jepit-jepit
namun dengan jarak berbeda menunjukkan bahwa lendutan pada percobaan kedua
lebih besar dibanding dengan lendutan yang terjadi pada percobaan pertama. Hal
ini diakibatkan karena pada perletakan jepit-jepit lendutan semakin membesar ke
tengah dengan bentang balok. Hasil ini sesuai dengan teori yang ada. Pada
percobaan ketiga, lendutan pada titik A lebih besar dibanding dengan titik B.
Sesuai dengan teori yang ada bahwa pada perletakan rol tidak dapat menahan
momen sehingga menyebabkan lendutan menjadi besar apabila dibanding dengan
perletakan jepit yang bisa menahan momen dan tidak menimbulkan putaran sudut.
Universitas Indonesia
1.7.3 Analisis Kesalahan
Kesalahan pembacaan dial gauge oleh praktikan yang menyebabkan
perbedaan nilai lendutan secara teori dan prakik.
Perletakan rol pada percobaan ketiga yang tidak dalam kondisi stabil
sehingga dial gauge menjadi tidak stabil.
Pemasangan dial gauge yang tidak tepat di tengah-tengah dari lebar balok.
Dial gauge tidak dalam posisi tegak lurus dengan alat peraga.
1.8 KESIMPULAN
Perhitungan lendutan di titik tertentu secara teori dapat dilakukan dengan
empat metode, yaitu metode unit load, moment area, conjugated beam dan
metode integrasi.
Untuk mengetahui reaksi perletakan dari struktur statis tak tentu dapat
dilakukan dengan cara consistent deformation, clapeyron, slope deflection
atau stiffness method.
1.9 REFERENSI
R.C. Hibbeler. 2006. Structural Analysis Sixth Edition in SI Units.
Singapore : Prentice Hall
Laboratorium Struktur dan Material. 2009. Pedoman Praktikum Analisa
Struktur. Depok : Departemen Teknik Sipil FTUI
1.10 LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
top related