mitigasi dan adaptasi bencana alam

Post on 16-Apr-2017

953 Views

Category:

Education

20 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Mitigasi dan Adaptasi Bencana

Alam

A. Jenis dan Karakteristik Bencana Alam• Upaya mitigasi mengidentifikasi karakteristik

setiap bencana.

• Dengan mitigasi, kita dapat menyusun langkah – langkah yang diperlukan ketika bencana terjadi dan meminimalisasi kerugian yang diakibatkan dari bencana tersebut. Ini juga merupakan tahap memahami karakteristik bencana alam.

• Menurut Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana ( BAKORNAS PB ), pemahaman tentang ancaman bencana meliputi pengetahuan secara menyeluruh tentang hal – hal sebagai berikut.

• 1.) bagaimana ancaman bahaya timbul• 2.) tingkat kemungkinan terjadinya bencana serta

seberapa besar skalanya• 3.) mekanisme perusakan secara fisik• 4.) sektor dan kegiatan – kegiatan apa saja yang

akan sangat terpengaruh atas kejadian bencana• 5.) dampak dari kerusakan

• Setelah mengetahui hal – hal apa saja yang harus kita kuasai, sekarang coba kita identifikasi bencana yang sering terjadi di Indonesia. Bencana – bencana yang sering terjadi di Indonesia :

• 1.) banjir

• 2.) tanah longsor

• 3.) kekeringan

• 4.) kebakaran hutan dan lahan

• 5.) angin badai

• 6.) gelombang badai / pasang

• 7.) gempa bumi

• 8.) tsunami

• 9.) letusan gunung api

• 10.) kegagalan teknologi

• 11.) wabah penyakit

• Upaya mitigasi yang dapat kita lakukan untuk menghadapi berbagai jenis bencana tersebut, dilakukan dengan prinsip – prinsip sebagai berikut.

• 1.) bencana yang terjadi harus kita jadikan pelajaran bagi upaya mitigasi terhadap bencana berikutnya

• 2.) upaya mitigasi membutuhkan kerja sama banyak pihak

• 3.) upaya mitigasi dijalankan dengan aktif• 4.) upaya mitigasi harus mendahulukan kelompok

rentan untuk menghindari korban jatuh lebih banyak• 5.) setiap upaya mitigasi harus selalu dipantau dan terus

– menerus dievaluasi agar didapat hasil yang efektif

• Berikut ini adalah beberapa strategi dalam mitigasi bencana alam yang dikemukakan oleh BAKORNAS PB :

mengintegrasikan mitigasi bencana dalam program pembangunan yang lebih besar

pemilihan upaya mitigasi harus didasarkan atas biaya dan manfaat

agar dapat diterima masyarakat, mitigasi harus menunjukkan hasil yang segera tampak

upaya mitigasi harus dimulai dari yang mudah dilaksanakan segera setelah bencana

mitigasi dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan lokal dalam manajemen dan perencanaan

• 1. Banjir

• a. Pengertian

• Aliran air yang tingginya melebihi muka air normal.

• Hal itu menyebabkan genangan pada lahan rendah di sisinya.

• Jenis banjir :Banjir akibat hujan lebat. Hal ini menyebabkan kapasitas penyaluran

sistem pengaliran air tidak mampu bekerja dengan baik. Sistem penyaluran air dapat dibagi menjadi sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia.

Banjir akibat pasang laut. Pasang laut menyebabkan meningkatnya muka air di sungai.

Banjir akibat kegagalan bangunan air buatan manusia. Setiap buatan manusia pasti mengalami kerusakan. Bangunan air buatan manusia di antaranya adalah bendungan, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.

Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat longsornya tebing sungai. Hal ini menyebabkan bendungan tidak dapat menahan tekanan air.

• b. Penyebab

tingginya curah hujan

• daya tampung sistem pengaliran air yang telah melampaui batas

• penggundulan hutan

• penumpukan sampah

• padatnya bangunan

• c. Mekanisme Perusakan

• Banjir umumnya mempunyai sifat merusak, baik yang menggenang maupun banjir bandang. Sifat ini didapatkan karena arus air yang cepat dan bergolak dapat menghanyutkan berbagai benda di sekitarnya. Kerusakan akan semakin tinggi ketika aliran air membawa material tanah. Air banjir dapat merusak pondasi bangunan, baik rumah maupun jembatan. Material yang hanyut bersama banjir akan diendapkan setelah surut. Endapan tersebut dapat merusak tanaman, perumahan, dan menimbulkan penyakit.

• d. Kajian Bahaya

• Kajian mengenai bahaya banjir dapat didapatkan melalui data – data yang tepat. Hal ini dibutuhkan untuk menentukan tingkat kerawanan serta upaya antisipasi banjir.

• Data yang dibutuhkan berasal dari hal – hal berikut.Rekaman kejadian bencana yang terjadi. Data ini

berfungsi sebagai indikasi awal akan datangnya banjir di masa yang akan datang. Melalui data ini dapat ditentukan pola terjadnya banjir periodik ( tahunan, lima tahunan, sepuluh tahunan, lima puluh tahunan, atau seratus tahunan ).

Pemetaan topografi. Peta topografi dapat menunjukkan kontur ketinggian sekitar daerah aliran sungai. Melalui data ini dapat ditentukan kemampuan kapasitas sistem hidrologi dan luas daerah tangkapan hujan.

Data curah hujan. Data ini dipergunakan untuk menghitung kapasitas penyaluran sistem pengaliran.

• e. Gejala dan Peringatan Dinicurah hujan yang tinggitingginya pasang laut dan terjadinya badaidilampauinya ketinggian muka banjir

f. Parameterluas genangankedalaman atau ketinggian air banjirkecepatan aliranmaterial yang dihanyutkan aliran banjirlamanya waktu genangan

• g. Komponen yang Terancam

• 1.) Manusia• a.) meninggal dunia• b.) hilang• c.) luka – luka• d.) mengungsi

• 2.) Prasarana Umum• a.) prasarana transportasi tergenang• b.) fasilitas sosial tergenang, rusak, dan hanyut• c.) rusaknya fasilitas pemerintahan, industri, jasa, dan lainnya• d.) harta benda perorangan• e.) kegiatan pertanian dan perikanan terganggu, akibatnya terjadi

penurunan atau kehilangan produksi

• h. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana

• 1.) Upaya Mitigasi Non Struktural– a.) Pembentukan “ Kelompok Kerja “ ( POKJA ) yang

beranggotakan dinas / instansi terkait. Kelompok ini diketuai oleh Dinas Pengairan / Sumber Daya Air. Tugas kelompok ini melaksanakan dan menetapkan pembagian peran dan kerja atas upaya – upaya nonfisik penanggulangan mitigsi bencana banjir.

– b.) Merekomendasikan upaya perbaikan atas prasarana dan sarana pengendalian banjir.

– c.) Memonitor dan mengevaluasi data curah hujan, banjir, daerah genangan dan informasi lain. Hal ini untuk meramalkan kejadian banjir, daerah yang diidentifikasi terkena banjir serta daerah yang rawan banjir.

-d.) Menyiapkanpeta daerah rawan banjir dilengkapi dengan “plotting” rute pengungsian, lokasi pengungsian sementara, lokasi POSKO, dan lokasi pos pengamat debit banjir / ketinggian muka air banjir di sungai penyebab banjir.

-e.) Mengecek dan menguji sarana sistem peringatan dini.-f.) Melaksanakan perencanaanlogistik dan penyediaan dana,

peralatan dan material yang diperlukan untuk kegiatan / upaya tanggap darurat.

-g.) Perencanaan dan penyiapan SOP ( Standard Operation Procedure ) / Prosedur Operasi Standar untuk kegiatan / upaya tanggap darurat.

-h.) Pelaksanaan Sistem Informasi Banjir, dengan diseminasi langsung kepada masyarakat dan penerbitan press release.

• -i.) Melaksanakan pelatihan evakuasi untuk mengecek kesiapan masyarakat, SATLAK dan peralatan evakuasi, dan kesiapan tempat pengungsian sementara beserta perlengkapannya.

• -j.) Mengadakan rapat – rapat koordinasi di tingkat BAKORNAS, SATKORLAK, SATLAK, dan POKJA Antar Dinas / instansi untuk menentukan beberapa tingkat dari resiko bencana bajir berikut konsekuensinya dan pembagian peran di antara instansi yang terkait, serta pengenalan peran di antara instansi yang terkait, serta pengenalan / dismeinasi kepada seluruh anggota SATKORLAK, SATLAK, dan POSKO atas SOP dalam kondisi darurat dan untuk menyepakati format dan prosedur arus informasi / laporan.

• -k.) Membentuk jaringan lintas instansi / sektor dan LSM yang bergerak di bidang kepedulian terhadap bencana di bidangkepedulian terhadap bencana serta dengan media massa baik cetak maupun elektronik untuk mengadakan kampanye peduli bencana kepada masyarakat termasuk penyaluran informasi tentang bencana banjir.

• -l.) Melaksanakan pendidikan masyarakat atas pemetaan ancaman banjir dan resiko yang terkait serta penggunaan material bangunan yang tahan air /banjir.

• 2.) Upaya Mitigasi Struktural– a.) Pembangunan tembok penahan dan tanggul di

sepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami untuk mengurangi tingkat debit banjir.

– b.) Pengaturankecepatan aliran dan debit air permukaan dari daerah hulu sangat membantu mengurangi terjadinya bencana banjir. Upaya yang dapat dilakukan di antaranya reboisasi dan pembangunan sistem peresapan serta pembangunan bendungan / waduk.

– c.) Pengerukan sungai, pembuatan sodetan sungai baik secara saluran terbuka maupun tertutup atau terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya banjir.

• 3.) Peran serta Masyarakat

• a.) Aspek Penyebab– 1.) Tidak membuang sampah / limbah padat ke sungai,

saluran dan sistem drainase.– 2.) Tidak membangun jembatan dan atau bangunan yang

menghalangi atau mempersempit palung aliran sungai.– 3.) Tidak tinggal dalam bantaran sungai.– 4.) Tidak menggunakan dataran retensi banjir untuk

permukiman atau untuk hal – hal lain di luar rencana peruntukannya.

– 5.) Menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air.

– 6.) Menghentikan praktik pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah – kaidah konservasi air dan tanah

– 7.) Ikut mengendalikan laju urbanisasi dan pertumbuhan penduduk.

• b.) Aspek Partisipatif– 1.) Ikut serta dan aktif dalam latihan – latihan ( gladi )

upaya mtiigasi bencana banjir misalnya kampanye peduli bencana, latihan kesiapan penanggulangan banjir dan evakuasi, latihan peringatan dini banjir dsb.

– 2.) Ikut serta dan aktif dalam program desain dan pembangunan rumah tahan banjir antara lain rumah tingkat, penggunaan material yang tahan air, dan gerusan air.

– 3.) Ikut serta dalam pendidikan publik yang terkait dengan upaya mtiigasi bencana banjir.

– 4.) Ikut serta dalam setiap tahapan konsultasi publik yang terkait dengan pembangunan prasarana pengendalian banjir dan upaya mitigasi bencana banjir.

– 5.) Melaksanakan pola dan waktu tanam yang mengadaptasi pola dan kondisi banjir setempat untuk mengurangi kerugian usaha dan lahan pertanian dari banjir.

– 6.) Mengadakan gotong – royong pembersihan saluran drainase yang ada di lingkungannya masing – masing.

• 2. Tanah Longsor

a. Pengertian

• Gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau ke luar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

• Longsor dapat dibedakan menjadi 6 jenis :

• Longsoran translasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

• Longsoran rotasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan padabidang gelincir berbentuk cekung.

• Pergerakan blok, yaitu perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata.

• Runtuhan batu, yaitu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau materiallain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas.

• Rayapan tanah, yaitu jenis tanah longsor yang bergerak lambat.

• Rombakan, yaitu terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.

• b. Penyebab

• 1.) Faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng• penggundulan hutan menyebabkan pengikatan air

tanah sangat kurang

• batuan endapan gunung api dan batuan sedimen yang mengalami pelapukan.

• jenis tanah yang kurang padat dengan kemiringan lereng yang curam berpotensi mengalami longsor ditambah dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi.

• tingginya intensitas curah hujan

• lereng atau tebing yang terjal

• sering terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal

• 2.) Proses pemicu longsoran dapat berupa :• peningkatan kandungan air dalam lereng

• getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian, dan getaran alat / kendaraan

• peningkatan beban yang melampaui daya dukung tanah atau kuat geser tanah.

• pemotongan ‘kaki’ lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga

• menurunnya gaya penahan lereng akibat susutnya muka air

• c. Gejala dan Peringatan Ddini

• muncul retakan memanjang atau lengkung pada tanah atau pada konstruksi bangunan, yang biasa terjadi setelah hujan.

• terjadi penggembungan pada lereng atau pada tembok penahan

• tiba – tiba pintu atau jendela rumah sulit untuk dibuka – akibat deformasi bangunan yang terdorong oleh massa tanah yang bergerak.

• tiba – tiba muncul rembesan atau mata air pada lereng.

• air rembesan pada lereng berubah warna menjadi keruh.

• pepohonan atau tiang – tiang miring searah dengan kemiringan lereng

• .

• terdengar suara gemuruh atau ledakan dari atas lereng.

• terjadi runtuhan atau aliran butir tanah / kerikil secara mendadak dari atas lereng.

• d. Parameter

• volume material yang bergerak / longsor ( m3 )• luas daerah yang terkubur ( m2 )• kecepatan gerakan ( cm/hari , m/jam )• ukuran bongkah batuan (diameter, berat, volume)• jenis dan intensitas kerusakan ( rumah )• jumlah korban jiwa ( jiwa )

• e. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana

• hindari daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya

• mengurangi tingkat keterjalan lereng• meningkatkan / memperbaiki dan memelihara

drainase baik air permukaan maupun air tanah• pembuatan bangunan penahan, jangkar ( anchor ),

dan pilling• terasering dengan sistem drainase yang tepat

• penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat

• pembuatan tanggul penahan baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit

• identifikasi daerah yang aktif bergerak• stabilisasi lereng dengan pembuatan teras dan

penghijauan

• 3. Kekeringan

• a. Pengertian

• Yaitu ketidakseimbangan ketersediaan air dengan kebutuhan air manusia dan lingkungan.

• Menurut BNPB, kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi 2 :

• 1.) Kekeringan Alamiah

• kekeringan meteorologis, akibat tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim.

• kekeringan hidrologis, akibat kekurangan cadangan air dan air tanah.

• kekeringan pertanian, akibat kekurangan cadangan air dalam tanah sehingga tidak mampumemenuhi kebutuhan tanaman.

• kekeringan sosial ekonomi, akibat kekurangan pasokan komoditi ekonomi akibat terjadinya kekeringan meteorologi, hidrologi, dan pertanian.

• 2. Kekeringan Antropogenik

• Disebabkan oleh ketidakpatuhan manusia pada peraturan, yang dapat dilihat dari kebutuhan air lebih besar dari cadangan yang direncanakan. Juga disebabkanoleh kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber – sumber air akibat perbuatan manusia.

• b. Penyebab

• Kekeringan di Indonesia berkaitan erat dengan ENSO ( El Nino Southern Oscillation ) . Dampaknya berpengaruh kuat terhadap wilayah yang dipengaruhioleh sistem muson. Pengaruhnya dapat dilihat dari pola – pola pada keragaman hujan sebagai berikut :

• akhir musim kemarau mundur dari normal• awal masuk musim hujan mundur dari normal• curah hujan musim kemarau turun tajam

dibanding normal• deret hari kering semakin panjang

• c. Mekanisme Perusakan

• menurunnya kesehatan manusia

• gagal panen

• matinya tumbuh – tumbuhan dan tanah menjadi gersang

• Harga air bersih meningkat tajam

• banyak hewan yang mati akibat dehidrasi berat

• d. Kajian Indikator Kekeringan

• 1.) Alamiah

• a.) Kekeringan meteorologis / klimatologis

• Curah hujan 70% - 85% dari normal disebut kering

• Curah hujan 50% - 70% dari normal disebut sangat kering

• Curah hujan <50% dari normal disebut amat sangat kering

• b.) Kekeringan Hidrologis

• Debit air sungai mencapai periode ulang aliran periode 5 tahunan disebut kering.

• Debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh di bawah periode 25 tahunan disebut sangat kering.

• Debit air sungai mencapai periode ulang aliran amat jauh di bawah periode 50 tahunan disebut amat sangat kering.

• c.) Kekeringan Pertanian

• Persentase daun kering : M daun kering dimulai pada bagian ujung daun disebut kering ( terkena ringan s/d sedang ).

• Persentase daun kering : M - % daun kering dimulai pada bagian ujung daun disebut sangat kering ( terkena berat ).

• Persentase daun kering : semua bagian daun kering disebut amat sangat kering ( Puso ).

• Bila dinilai dari segi penurunan produksi, terkena ringan s/d berat diperkirakan kehilangan hasil bisa mencapai 75% dengan rata – rata sekitar 50% - dan puso bila kehilangan hasil di atas 95%.

• Untuk kekeringan ditinjau dari kehutanan dinilai dari Keetch Byram Drough Index ( KBDI ) :

• kering ( kekeringan rendah ) : 0 – 999• sangat kering : 1.000 – 1.499• amat sangat kering > 1.500

• d.) Kekeringan Sosial Ekonomi

• Kategori : kering ( langka terbatas )• Ketersediaan air ( L / orang / hari ) : >30 ; <60• Pemenuhan kebutuhan untuk : minum, masak, cuci alat

makan / masak, mandi terbatas• Jarak ke sumber air ( km ) : 0,1 – 0,5

• Kategori : sangat kering ( langka )• Ketersediaan air ( L / orang / hari ) : >10 ; <30• Pemenuhan kebutuhan untuk : minum, masak, cuci alat

makan /masak• Jarak ke sumber air ( km ) : 0,5 – 3

• Kategori : amat sangat kering ( kritis )• Ketersediaan air ( L / orang / hari ) : <30• Pemenuhan kebutuhan untuk minum dan masak• Jarak ke sumber air ( km ) : >3

• e.) Antropogenik

• Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi bila :• Rawan : bila tingkat penutupan tajuk ( crown cover )

40% - 50%• Sangat rawan : bila tingkat penutupan tajuk 20% - 40%• Amat sangat rawan : bila tingkat penutupan tajuk di

DAS <20%

• f.) Gejala Terjadinya Kekeringan

• menurunnya tingkat curah hujan dalam satu musim

• terjadinya kekurangan cadangan air permukaan air tanah

• kekurangan lengas tanah ( kandungan air dalam tanah ) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman

• e. Komponen yang Terancam Bencana

• 1.) Komponen Sosial• kekurangan pangan

• kebakaran hutan dan lahan

• penurunan kesehatan yang berkaitan dengan debit air rendah

• ketegangan / kerusuhan sosial

• 2.) Komponen Lingkungan• kerusakan habitat hewan dan tumbuhan

• erosi tanah akibat air dan angin

• dampak atas kualitas air dan udara

• f. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana

• pengaturan sistem pengiriman data iklim• penetapan skala prioritas penggunaan air menurut historical

right dan azas keadilan• pembentukan POKJA dan posko kekeringan• pengembangan / perbaikan jaringan pengamatan iklim pada

daerah – daerah rawan kekeringan• penyiapan dana, sarana, dan prasarana untuk pelaksanaan

program antisipatif dan mitigasi dampak kekeringan• penyusunan peta rawan kekeringan di Indonesia• penentuan teknologi antisipatif dan sistem pengaliran air irigasi• pengembangan sistem reward dan punishment bagi masyarakat

yang melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi sumber daya air dan lahan

• 4. Kebakaran Hutan dan Lahan

• a. Pengertian

• perubahan pada fungsi hutan atau lahan dalam menunjang kehidupan akibat penggunaan apiyang tidak terkendali maupun faktor alam yang mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan.

• b. Penyebab

• aktivitas manusia• jenis tanaman yang sejenis dan memiliki titik bakar

yang rendah serta hutan yang terdegradasi• angin dapat memicu dan mempercepat

menjalarnya api• topografi terjal

• c. Mekanisme Perusakan

• Sebagian besar akibat kesengajaan faktor manusia. Mereka banyak menggunakan cara praktis untuk membuka lahan. Kebakaran disebabkan adanya bahan bakar, oksigen, dan panas.

• d. Kajian Bahaya• prediksi cuaca untuk mengetahui datangnya musim kering /

kemarau• monitoring titik api• menetapkan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan• pemetaan daerah rawan bencana kebakaran• pemetaan daerah tutupan lahan serta jenis tanaman sebagai

bahan bakaran

• e. Gejala dan Peringatan Dini

• aktivitas manusia menggunakan api di kawasan hutan dan lahan

• tumbuhan yang meranggas• kelembapan udara rendah• kekeringan akibat musim kemarau• peralihan musim menuju kemarau• meningkatnya migrasi satwa ke luar habitatnya

• f. Parameter Menurut BNPB

• luas areal yang terbakar ( hektar )• luas areal yang terpengaruh oleh kabut asap ( hektar

)• fungsi kawasan yang terbakar ( taman nasional,

cagar alam, hutan lindung, dll )• jumlah penderita penyakit saluran pernapasan atas (

ISPA )• menurunnya keanekaragaman jenis tumbuhan dan

satwa liar• menurunnya fungsi ekologis• tingkat kerugian ekonomi yang ditimbulkan

• g. Komponen yang Terancam

• kerusakan ekologis

• tanah yang terbuka akibat hilangnya tanaman

• penurunan kualitas kesehatan masyarakat

• h. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana

• sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran lahan dan hutan

• peningkatan masyarakat peduli api ( MPA)• peningkatan penegakan hukum• pembuatan waduk ( embung ) di daerahnya untuk

pemadaman api• pembuatan sekat bakar, terutama antara lahan,

perkebunan, pertanian dengan hutan• melakukan penanaman dengan tanaman yang

heterogen

• 5. Angin Badai

• a. Pengertian

• Adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan 120 km/jam atau lebih.

• Terjadi di wilayah tropis.

• b. Penyebab

• perbedaan tekanan udara yang ekstrim

• c. Mekanisme Perusakan

• Tenaga angin yang kuat dapat merobohkan bangunan atau menyebabkan kapal tenggelam. Kebanyakan angin badai disertai dengan hujan deras. Paduan keduanya dapat menimbulkan bencana tanah longsor dan banjir.

• d. Kajian Bahaya

• Bahaya angin dapat dipantau dari data kecepatan dan arah angin.

• Lembaga yang mengawasinya adalah stasiun dan satelit meteorologi.

• Angin badai dipengaruhi oleh faktor topografi, vegetasi, dan pemukiman.

• e. Gejala dan Peringatan Dini

f. Parameter

• Level 1 : kecepatan angin 120 – 153 km/jam• Tingkat kerusakannya sedikit.

• Level 2 : kecepatan angin 154 – 177 km/jam• Tingkat kerusakannya sedang.

• Level 3 : kecepatan angin 178 – 209 km/jam• Tingkat kerusakannya luas.

• Level 4 : kecepatan angin 210 – 249 km/jam• Tingkat kerusakannya hebat.

• Level 5 : kecepatan angin >250 km/jam• Tingkat kerusakannya sangat hebat.

• g. Komponen yang Terancam

• bangunan yang terbuat dari kayu• material bangunan tambahan seperti papan, seng,

asbes, dsb.

• tiang – tiang kabel listrik

• kapal – kapal di sekitar pantai

• h. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana

• struktur bangunan dirancang mampu bertahan terhadap gaya angin

• pembangunan fasilitas perlindungan dari serangan angin badai

• penghijauan untuk meredam gaya angin• kesiapsiagaan dalam menghadapi angin badai• untuk para nelayan, supaya menambatkan atau

mengikat kuat kapal – kapalnya

• 6. Gelombang Pasang / Badai

• a. Pengertian

• Pergerakan naik turunnya muka air laut. Gerakan ini akan membentuk lembah dan bukit mengikuti gerak sinusoidal.

• Gelombang periode singkat ( wave of short period ) dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut.

• Gelombang periode panjang ( wave of long period ) disebabkan oleh beberapa proses alam yang terjadi dalam waktu yang bersamaan. Contoh : gelombang pasang surut ( astronomical tide / tidal wave ) , gelombang tsunami, dan gelombang badai ( storm wave ).

• Gelombang pasang surut ( pasut ) merupakan gelombang yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara bumi dengan planet – planet lain terutama dengan bulan dan matahari.

• Menurut faktor pembangkitnya, pasang surut dibagi menjadi pasang purnama ( pasang besar, spring tide ) dan pasang perbani ( pasang kecil, neap tide ).

• Setiap tanggal 1 dan 15 ( saat bulan mati dan bulan purnama ), posisi bulan – bumi – matahari berada pada satu garis lurus. Hal ini menyebabkan gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pasang purnama. Tinggi pasang sangat besar dibanding pasang pada hari – hari lain.

• Setiap tanggal 7 dan 21, bulan dan matahari membentuk sudut siku – siku terhadap bumi. Kondisi ini menyebabkan gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling mengurangi.

• Gelombang badai ( storm wave ) merupakan gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis.

• Kondisi ini berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Meski Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis, namun siklon tropis memengaruhi terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.

• Siklon tropis merupakan sistem tekanan rendah yang mempunyai angin berputar ( siklonik ) yang berasal dari daerah tropis dengan kecepatan rata – rata ( 36 – 64 ) knots di sekitar pusatnya. Siklon tropis tumbuh aktif di daerah lintang bumi ( 100 – 200 ) LU / LS.

• -Tinggi swell ¼ m = setinggi paha ( tinggi gelombang ) || 2 – 3 ‘

• -Tinggi swell ½ m = setinggi pinggang || 3 – 4 ‘

• - Tinggi swell 1 m = setinggi pinggang hingga kepala || 5 – 6 ‘

• - Tinggi swell 1 ¼ m = hingga 1K kali di atas kepala || 6 – 8 ‘

• - Tinggi swell 1 ½ m = lebih dari 1K kali tinggi kepala || 8 – 10 ‘

• - Tinggi swell 2 m = lebih dari 2 kali tinggi kepala ||10 – 12 ‘

• - Tinggi swell 2 ½ m = lebih dari 2K kali tinggi kepala || 12 – 15 ‘

• - Tinggi swell 3 m = sekitar 3 kali tinggi kepala || 15 – 18 ‘

• - Tinggi swell 3 – 4 m = 3 – 4 kali tinggi kepala || 18 – 24 ‘

• - Tinggi swell 4 – 5 m = 4 – 5 kali tinggi kepala || 24 – 32 ‘

• - Tinggi swell 5 – 6 m = 5 – 6 kali tinggi kepala || 32 – 40 ‘

• - Tinggi swell 6 – 7 m = 6 – 7 kali tinggi kepala || 40 -48 ‘• - Tinggi swell 7 – 8 m = 7 – 8 kali tinggi kepala || 50- 60 ‘

• b. Penyebab

• angin dengan kecepatan besar di atas permukaan laut

• perbedaan tekanan atmosfer• interaksi antara angin dan air• kedalaman air• kemiringan dasar• panjang daerah tempat angin berembus dengan

kecepatan dan arah konstan ( fetch )• gelombang angin di lokasi pembangkitnya ( seas )• gelombang yang setelah menjalar menjadi lebih

landai dan berpuncak panjang ( swell )

• c. Mekanisme Perusakan

• gelombang pasang /badai ( high tide ) dalam periode yang cukup lama ( dapat merusak ) kehidupan dan bangunan di daerah pantai.

• gelombang badai ( storm surge ) dapat memutar air dan menimbulkan gelombang yang tinggi. Hal ini dapat mengganggu pelayaran dan berpotensi menenggelamkan kapal.

• d. Kajian Bahaya

• Siklon tropis dapat menyebabkan kondisi cuaca yang ekstrim. Daerah lintasan siklon tropis adalah wilayah perairan Indonesia, sebelah utara Australia dan Pasifik barat dan sampai Laut Cina Selatan.

• e. Gejala dan Peringatan Dini

• Pemantauan gejala sistem konvergensi tekanan rendah dapat berkembang menjadi tropical depresi dan tumbuh menjadi tropical siklon.

• f. Parameter

• tinggi gelombang ( meter )• panjang sapuan gelombang pasang ke daratan ( m

atau km )• luas daerah yang terkena sapuan gelombang

( km3 )

• g. Komponen yang Terancam

• struktur bangunan yang ringan atau perumahan yang terbuat dari kayu

• material bangunan tambahan yang menempel kurang kuat pada bangunan utama seperti papan, seng, asbes, dll

• bangunan – bangunan sementara atau semipermanen

• bangunan – bangunan yang dimensi lebarnya sejajar dengan garis pantai

• bangunan dan fasilitas telekomunikasi, listrik, dan air bersih

• kapal –kapal penangkap ikan atau bangunan industri maritim lainnya yang terletak di sekitar pantai

• jembatan dan jalan di daerah dataran pantai

• sawah, ladang, tambak, kolam budidaya perikanan

• h. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana

pembangunan tembok penahan ombak

• reklamasi pantai

• pembangunan pemecah ombak ( break water )

• penataan bangunan di sekitar pantai

• pengembangan kawasan hutan bakau

• 7. Gempa Bumi

• a. Pengertian

• Berguncangnya bumi akibat tumbukan antarlempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api, dan runtuhan batuan.

• Kekuatan gempa yang paling besar disebabkan tumbukan antarlempeng bumi dan patahan aktif.

• b. Penyebab

• proses tektonik• aktivitas sesar di permukaan bumi• pergerakan geomorfologi secara lokal• aktivitas gunung api• ledakan nuklir

• c. Mekanisme Perusakan

• Energi getaran gempa akan dirambatkan ke seluruh bagian bumi. Akibatnya, struktur bangunan pun dapat mengalami kerusakan. Getaran gempa dapat memicu tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya. Bencana ikutan akibat gempa di antaranya kebakaran, kecelakaan industri, dan transportasi.

• d. Kajian Bahaya

• kajian mengenai kejadian – kejadian gempa bumi di masa lalu

• identifikasi sistem patahan dan pemetaan daerah rawan gempa bumi

• e. Gejala dan Peringatan Dini

• kejadian mendadak• belum ada metode untuk pendugaan secara

akurat

• f. Parameter

• waktu kejadian gempa bumi ( jam, menit, detik )• lokasi pusat gempa bumi di permukaan bumi /

episenter ( koordinat lintang dan bujur )• kedalaman sumber gempa bumi ( km )• kekuatan / magnitudo gempa bumi ( skala richter)• intensitas gempa bumi ( MMI )

• g. Komponen yang Terancam

• perkampungan padat• bangunan dengan desain teknis yang buruk• bangunan industri kimia dapat menimbulkan

bencana ikutan

• h. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana

• bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran / gempa

• perkuatan bangunan dengan mengikuti standar kualitas bangunan

• rencanakan penempatan permukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana

• zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan

• pendidikan kepada masyarakat tentang gempa bumi• pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana

dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama

• 8. Tsunami

• a. Pengertian

• Gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik, atau longsoran.

• b. Penyebab

• gempa bumi yang diikuti dengan dislokasi / perpindahan massa tanah / batuan yang sangat besar di bawah air ( laut / danau )

• tanah longsor di bawah tubuh air / laut• letusan gunung api di bawah laut dan gunung api

pulau

• c. Mekanisme Perusakan

• Tsunami mempunyai kecepatan berbanding lurus dengan kedalaman laut. Jika kedalaman laut semakin dalam, maka kecepatan tsunami semakin besar. Kecepatan tsunami akan semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut yang semakin dangkal. Hal tersebut menjadikan tinggi gelombang di pantai menjadi semakin besar. Berkurangnya kecepatan menyebabkan adanya penumpukan massa air.

• Kecepatan tsunami saat mencapai pantai berkurang menjadi sekitar 25 – 100 km / jam. Gelombang ini bisa menghancurkan kehidupan di daerah pantai. Tsunami akan kembalinya air ke laut setelah mencapai puncak gelombang ( run – down ). Meski berhenti, gelombang ini akan menyeret segala sesuatu ke laut.

• d. Kajian Bahaya

• kejadian – kejadian tsunami didata dan dijadikan data base untuk mengetahui karakteristik tsunami

• identifikasi sistem tektonik, struktur geologi dan morfologi daerah dasar laut khususnya di sekitar zona tumbukan ( subduction zone )

• pemetaan daerah resiko bencana tsunami

• e. Gejala dan Peringatan Dini

• gelombang air laut datang secara mendadak• pada umumnya didahului dengan gempa bumi besar

dan pasang susut laut• terdapat selang waktu antara waktu terjadinya gempa

bumi dengan waktu tsunami di pantai

• f. Parameter

• ketinggian tsunami yang naik ke daratan ( run – up )• panjang sapuan tsunami ke daratan ( m atau km )• luas daerah yang terkena sapuan gelombang ( km2 )

• g. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana

• peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami

• pembangunan Tsunami Early Warning System ( TEWS )

• pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai

• penanaman mangrove serta tanaman lainnya untuk meredam gaya air tsunami

• pembangunan tempat – tempat evakuasi yang aman• pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya

tsunami

• 9. Letusan Gunung Api

• a. Pengertian

• Gunung api adalah bentuk timbunan yang dibangun oleh timbunan rempah letusan, atau tempat munculnya batuan lelehan dari bagian dalam bumi.

• b. Penyebab

• pancaran magma dari dalam bumi yang berasosiasi dengan arus konveksi panas

• proses tektonik dari pergerakan dan pembentukan lempeng / kulit bumi

• akumulasi tekanan dan temperatur dari fluida magma menimbulkan pelepasan energi

• c. Mekanisme Perusakan

• Bahaya letusan gunung api dapat dibagi menurut waktu kejadiannya, yaitu :

• 1.) Bahaya Utama ( primer )

• *Langsung terjadi ketika proses peletusan sedang berlangsung.

• *Jenis bahayanya berupa :

• awan panas ( piroclastic flow )

• hujan abu lebat

leleran lava ( lava flow )

• gas beracun

• 2.)Bahaya Ikutan ( sekunder )

• *Terjadi setelah proses peletusan berlangsung.

• *Terjadi akibat adanya penumpukan material di bagian atas. Ketika musim hujan, material tersebut akan terbawa oleh air hujan sebagai banjir ( lahar ).

• d. Kajian Bahaya

• identifikasi gunung api aktif• tingkat aktivitas gunung api berdasarkan catatan

sejarah• penelitian dengan metode geologi, geofisika, dan

geokimia dapat untuk mengetahui aktivitas / kegiatan gunung api

• e. Gejala dan Peringatan Dini

• 1.) Status Kegiatan Gunung Api

• a.) Aktif – Normal ( level 1 )• ||baik secara visual, maupun dengan instrumentasi

tidak ada gejala perubahan kegiatan.

• b.) Waspada ( level 2 )• || berdasarkan hasil pengamatan visual dan

instrumentasi mulai terdeteksi gejala perubahan kegiatan, misalnya jumlah gempa vulkanik, suhu kawah ( solfatara / fumarola ) meningkat dari nilai normal.

• c.) Siaga ( level 3 )• || kenaikan kegiatan semakin nyata. Hasil pantauan

visual dan seismik berlanjut didukung dengan data dari instrumentasi lainnya.

• d.) Awas ( level 4 )• || semua data menunjukkan bahwa letusan utama

segera menjelang. Letusan – letusan asap / abu sudah mulai terjadi.

• 2.) Mekanisme Pelaporan

• a.) Aktif – Normal• • || setiap 2x sehari dilaporkan kegiatan gunung api

dari pos PGA ke Kantor DVMBG melalui radio SSB. Laporan bulanan disampaikan oleh Pengamat Gunung Api ke Kantor DVMBG ditembuskan kepada Pemprov dan PemKab.

• b.) Waspada

• || selain laporan harian dan laporan bulanan dibuat laporan mingguan yang disampaikan kepada Kepala Badan Geologi

• c.) Siaga dan Awas

• || Tim Tanggap Darurat membuat laporan harian dan evaluasi mingguan disampaikan kepada Direktur DVMBG ditembuskan kepada Kepala Badan Geologi, Pemprov / Pemkab, BAKORNAS PB, dan Direktorat Keselamatan Penerbangan.

• f.) Parameter

• besarnya letusan• jenis letusan• arah aliran material• volume material letusan yang dimuntahkan ( m3 )• lama letusan berlangsung ( detik, menit, jam, hari)• radius jatuhan material ( km2 ) dan ketebalan

endapannya ( m )

• g. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana

• 1.) Strategi Mitigasi

• *lokasi pemanfaatan lahan untuk aktifitas harus jauh dari kawasan rawan bencana

• *hindari daerah aliran lava dan atau lahar• *penerapan bangunan yang tahan terhadap

tambahan beban akibat abu gunung api dan api• *membuat barak pengungsian yang permanen di

sekitar gunung api yang sering meletus• *membuat fasilitas jalan evakuasi

• 2.) Upaya Pengurangan Bencana

– a.) Sebelum Krisis / Letusan– *mengamati kegiatan gunung api– *menentukan status kegiatan gunung api– *melakukan pemetaan geologi untuk mengetahui

sejarah kegiatan suatu gunung api di masa lalu– *melakukan pemetaan kawasan rawan bencana– *membuat cek /sabo dan untuk mengarahkan aliran

lahar

– b.) Saat Krisis / Letusan– *memberangkatkan tim tanggap darurat ke lokasi

bencana– *meningkatkan pengamatan– *menentukan status kegiatan gunung api dan

melaporkannya sesuai dengan protap– *memberikan rekomendasi teknis kepada Pemprov /

Pemkab sesuai dengan protap, termasuk saran pengungsian penduduk.

– c.) Setelah Krisis / Letusan – *menurunkan status kegiatan gunung api– *menginventarisir data letusan termasuk sebaran dan

volume material letusan– *mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya

sekunder ( lahar )– *memberikan rekomendasi teknis kepada Pemprov /

Pemkab / sesuai dengan protap, termasuk pengembalian pengungsi dan potensi ancaman lahar

B. Sebaran Daerah Rawan Bencana Alam di Indonesia

• 1. Peta Sebaran Gunung Api di Indonesia

• 2. Peta Resiko Gempa Bumi di Indonesia

• 3. Peta Resiko Tanah Longsor di Indonesia

• 4. Peta Resiko Kebakaran Hutan di Indonesia

• 5. Peta Resiko Gelombang Ekstrim di Indonesia

• 6. Peta Resiko Tsunami di Indonesia

• 7. Peta Resiko Banjir di Indonesia

• 8. Peta Resiko Kekeringan di Indonesia

• 9. Peta Resiko Cuaca Ekstrim di Indonesia

C. Usaha Pengurangan Resiko Bencana Alam

• Agar upaya mitigasi bencana alam yang akan dilakukan dapat berhasil, kita harus yakin bahwa bencana alam dapat tidak lagi bersifat ‘tak terelakkan. Fokus ditujukan kepada bantuan dan kedaruratan, seperti :

• Pemenuhan pangan

• Penampungan darurat

• Kesehatan

• Pengatasan krisis

• Upaya pengurangan resiko bencana juga harusmemerhatikan kearifan lokal ( local wisdom ) dan pengetahuan tradisional ( traditional knowledge ).

• Kita juga harus mengarahkan masyarakat agar aktif mengakses saluran informasi untuk pengurangan resiko bencana.

• 1. Bahaya ( Hazards )

• Fenomena alam ataupun buatan yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi manusia maupun kerusakan lingkungan.

• Menurut United Nations – International Strategy for Disaster Reduction ( UN – ISDR ), bahaya dibedakan menjadi 5 kelompok :

• Bahaya beraspek geologi

• Bahaya beraspek hidrometeorologi

• Bahaya beraspek biologi

• Bahaya beraspek teknologi

• Bahaya beraspek lingkungan

• 2. Kerentanan (Vulnerability )

• Kondisi masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan ditinjau dari kerentanan fisik ( infrastruktur ), sosial kependudukan, dan ekonomi.

• 3. Resiko Bencana ( Disaster Risk )

• Interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman bahaya ( hazards ).

• Ancaman bahaya alam bersifat tetap sebagai konsekuensi pembentukan roman muka bumi.

• Semakin tinggi bahaya, kerentanan dan ketidakmampuan, maka semakin besar pula resiko bencana yang dihadapi.

top related